PERANCANGAN SOFT SENSOR FAKTOR KOMPRESIBILITAS DAN MASSA GAS ALAM KELUARAN DEHYDRATION UNIT PEMATANG GAS PLANT DENGAN METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN DI PT. CHEVRON PACIFIC INDONESIA (Lia Ellyanti, Ir. Moch. Ilyas HS.) Jurusan Teknik Fisika FTI ITS Surabaya Kampus ITS Keputih Sukolilo Surabaya 60111 Telp : +6231-5947188 Fax : +6231-5923626 E-mail :
[email protected] Abstrak Faktor kompresibilitas dan massa dibutuhkan oleh Unit Power dan generator Turbin untuk mengetahui seberapa efisien pembakaran dari gas yang dihasilkan oleh Pematang Gas Plant. Dehydraton unit merupakan unit terakhir dari Pematang gas Plant, dimana terjadi proses pemisahan gas dari kotoran yang terkandung di dalamnya, teruatama uap air, sehingga gas keluarannya mangandung sedikit uap air dan siap dikirim ke Power dan Generator Turbin. perhitungan faktor kompresbilitas dan massa didasarkan pada konsentrasi molekul kandungan gas yang dapat dimonitor dengan menggunakan Gas Chromatography yang mana membutuhkan waktu relatif lama dalam mendeteksi. Soft sensor dapat digunakan untuk mengatasi kendala dari Gas Chromatography, dimana soft sensor ini merupakan salah satu aplikasi dari identifikasi jaringan syaraf tiruan. Dehydration Unit yang diidentifikasi memiliki 4 variabel input dan 2 variabel output, dengan hubungan Multi Input Multi Output (MIMO), struktur jaringan feed forward, arsitektur jaringan Multilayer Perceptron (MLP) dan struktur model menggunakan NNARX (Neural Network AutoRegresive with eXogenous) dengan metode pembelajaran Lavenberg Marquardt. Soft sensor yang telah dirancang mampu mengestimasi faktor komprseibilitas dan massa gas keluaran Dehydration Unit dengan nilai RMSE masing-masing yaitu 7.1933e005 dan 0.011897, sedangkan nilai VAF masing-masing 97.8093% dan 98.2926%. Struktur JST yang telah didapat digunakan untuk merancang soft sensor online menggunakan Matlab GUI. Kata kunci : Identifikasi, Dehydration Unit, Faktor Kompresibilitas, Massa, Jaringan Syaraf Tiruan
1. Pendahuluan Pada industri eksplorasi, selain minyak bumi, juga dihasilkan gas alam yang nantinya dijual ke konsumen. PT. Chevron Pacific Indonesia sebagai salah satu perusahaan yang bergerak di bidang eksplorasi, mengelola gas alam bukan untuk dijual ke konsumen, akan tetapi digunakan sebagai bahan bakar di Power dan Generator Turbin untuk unit pembangkit listrik. Pada pengelolaan gas alam ini, diharapkan benar-benar dry gas, dengan kandungan konsentrasi molekul tertinggi dimiliki oleh methane (C1). dengan faktor kompresibilitas minimal 0.9955 dan massa maksimal 28mol%. Faktor kompresibilitas mengindikasikan seberapa mampat gas tersebut dan massa menyatakan rata-rata kandungan mol yang terkandung di dalam gas tersebut, dimana kedua besaran tersebut mengindikasikan seberapa efisiensi pembakaran gas yang dihasilkan untuk digunakan di Unit Pembangkitan Listrik. Pada Pematang Gas Plant, unit terakhir pengelolaan gasnya terletak pada Dehydration Unit, dimana terjadi proses pemisahan gas dari kotoran yang terkandung di dalamnya, terutama uap air, sehingga gas keluarannya mengandung sedkit uap air dan siap dikirim ke Unit Power dan Generator Turbin. Selama ini, untuk mengetahui besarnya faktor kompresibilitas dan massa yang dimiliki oleh gas yang dihasilkan oleh outgoing Pematang Gas Plant, dilakukan dengan pengambilan sampel gas di
lapangan, kemudian dilakukan analisa di TS Duri Laboratorium yang membutuhkan waktu relatif lama dan proses yang cukup rumit, dengan menggunakan Gas Chromatography, kemudian dilakukan perhitungan faktor kompresibilitas dan massa berdasarkan konsentrasi masing-masing kandungan gas tersebut. Karena kebutuhan proses di unit pembangkitan, maka dibutuhkan analisa gas hasil keluaran Pematang Gas Plant setiap harinya. Melihat prosedur laboratorium membutuhkan waktu yang lama, maka untuk menutupi kekurangannya dibutuhkan suatu sensor untuk mengganti kerja Gas Chromatography, salah satunya dengan menggunakan soft sensor. Soft sensor adalah software sensor atau perangkat lunak yang digunakan untuk mengukur variabel tak terukur secara langsung dengan cara estimasi berdasarkan variabel-variabel proses yang mempengaruhinya. Pada tugas akhir ini metode yang digunakan dalam perancangan soft sensor adalah jaringan syaraf tiruan. Berdasarkan uraian diatas tujuan yang ingin dicapai adalah merancang soft sensor dengan metode jaringan syaraf tiruan. Yang kemudian hasil pengukurannya akan dibandingkan dengan Gas Chromatography. Dengan batasan-batasan terhadap penelitian yang akan dilakukan yaitu :
• •
• • •
•
Proses perancangan soft sensor dilakukan dengan menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan. Metode pengenalan pola yang digunakan adalah Jaringan Syaraf Tiruan dengan struktur NNARX (Neural Network Auto Regressive eXogenous) atau model series – parallel dan algoritma pembelajaran yang digunakan adalah Levenberg-Marquardt. Gas keluaran Dehydration Unit dengan kandungan konsentrasi Methane 80-97% mole. Input output yang digunakan adalah input output dari Glycol to Gas Heat Exchanger pada saat beroperasi (real time). Plant yang akan digunakan sebagai bahan penelitian adalah Glycol to Gas Heat Exchanger sebagai unit terakhir dari proses Dehydration yang terdapat di Pematang Gas Plant PT. Chevron Pacific Indonesia. Software yang digunakan dalam pengerjaan tugas akhir ini adalah Matlab dan Simulink pada Matlab 7.7.0
2. Teori Penunjang 2.1 Deskripsi Dehydration Unit Pematang Gas Plant Di Pematang Gas Plant, proses Gas Dehydration dilakukan dengan metode penyerapan yang menggunakan Glyclol, khususnya Triethylen Glyclol (TEG). Proses Dehydration Unit dibagi menjadi dua phase yaitu : • Phase 1 Gas Dehydration, proses penyerapan (absorbtion) uap air yang larut dalam aliran gas di dalam contactor tower. • Phase 2 Glycol Dehydration, merupakan proses regenerasi untuk mengembalikan konsentrasi glycol yang telah digunakan pada phase 1 agar dapat dipergunakan kembali. Dalam proses tersebut berjalan secara terusmenerus antara phase 1 dan phase 2, seperti gambar di bawah ini :
Gambar 1 Proses Gas dan Glycol Dehydration
Gas dan glycol bertemu di dalam bejana yang disebut contactor tower, kemudian berpisah berdasarkan specific gravity-nya, uap air dan condensate akan terbawa oleh glycol (rich glycol) menuju bagian bawah contactor dan gas keluar dari bagian atas contactor, selanjutnya rich glycol didaur ulang (glycol dehydration). Proses Penyerapan Uap Air yang Larut dalam Gas oleh TEG 1. Lean glycol, yang mempunyai specific gravity lebih besar daripada wet gas masuk dari bagian atas contactor dan mengalir menggenangi tray paling atas. 2. Jika tray sudah penuh sampai batas weir, maka glycol akan melimpah ke downcomer menuju trayyang di bawahnya dan seterusnya sampai apada tray yang paling bawah. 3. Wet gas masuk dari bagian bawah, melayang ke atas dan menabrak tray yang sudah digenangi oleh glycol. Ketika terjadi pertemuan antara gas dan glycol, uap air yang larut dalam gas diserap oelh glycol. 4. Gas yang sudah melepaskan sebagian kandungan uap air keluar dari tray melalui celah-celah di bubble cap dan menabrak lagi tray yang di bagian atasnya sampai pada tray yang paling atas, sehingga menembus mist extractor dan keluar di bagian puncak contactor. Gas hasil proses ini disebut dry gas. 5. Dry gas menuju ke glycol-to-gas heat exchanger, pada saat ini terjadi pepindahan temperatur antara dry gas dan lean glycol yang masuk ke contactor. 6. Glycol pada tray paling bawah sudah banyak bercampur dengan air dan partikel padat yang terbawa dari aliran gas (rich glycol), mengalir dan terkumpul di weir box. Jika ketinggian level rich glycol sudah mencapai settingnya, maka level controller memberi sinyal ke control valve untuk membuka dan rich glycol mengalir ke proses Glycol Dehydration (Phase 2). 2.2 Massa dan faktor Kompresibilitas Gas Di alam ini, hampir setiap unsur senantiasa didapati bergabung dengan unsur lain sebagai senyawa, yang sering disimbolkan sebagai sebuah rumus kimia yang berisi simbol-simbol atom unsur. Berat dari atom-atom unsur yang tergabung dalam sebuah rumus kimia molekul disebut dengan massa. Perhitungan massa gas keluaran Dehydration Unit merupakan jumlah rata-rata dari keseluruhan berat molekul masing-masing kandungan gas yang dikalikan dengan konsentrasi mol gas keluaran tersebut, dimana gas tersebut terdiri dari N2, O2, CO2, H2S, C1 sampai dengan C10. Gas nyata bersifat tidak sempurna yaitu gas yang tidak memenuhi dengan tepat hukum gas sempurna. Penyimpangan hukum terutama lebih terlihat pada tekanan tinggi dan temperatur rendah. Tolok ukur penyimpangan terhadap sifat gas ideal tersebut dikenal
dengan istilah faktor kompresibilitas, yang dinyatakan dengan rumus sebagai berikut: PV Z= ; PV = ZRT RT ……………………………...(1) dengan : P = tekanan (bar) V = volume molar gas ideal Z = faktor kompresibilitas R = tetapan gas ideal T = temperatur (K) Z untuk semua gas sama pada PR dan TR yang sama (”Principle of corresponding states").
PR =
P Pcr
TR = dan
T Tcr
…………………………(2)
dimana : PR, TR = tekanan dan temperatur tereduksi Pcr, Tcr = tekanan dan temperatur kritis PR << 1 mendektai gas ideal dan temperatur tinggi (TR>>2) mempunyai ketelitian yang baik tanpa memperhatikan tekanannya kecuali untuk PR>>1.
Gambar 2 Perbandingan Nilai-Nilai Nilai Z dari Berbagai Gas
2.3 Soft Sensor Soft sensor adalah suatu model yang digunakan untuk mengestimasi outputan unmeasurable dari proses industri. Soft sensor atau sensor virtual merupakan sebuah perangkat lunak atau software dimana dapat memproses beberapa pengukuran secara bersamaan. Yang pengukurannya dapat berlusin-lusin berlusin hingga beratus-ratus ratus pengukuran. Interaksi dari sinyalsinyal sinyal yang terjadi dapat digunakan untuk mengkalkulasi besaran baru. Biasanya berguna untuk penggabungan bungan data dimana pengukuran pada karakteristik berbeda dan dinamis dikombinasikan. Soft sensor dapat digunakan untuk mendiagnosa kesalahan pengukuran sebaik pada aplikasi kontrol. Soft sensor menerima input dari variabel yang terukur sensor lain, yang kemudian mudian diolah dengan persamaan matematis sistem tersebut, dan kemudian dihasilkan outputan variabel yang diingikan berdasarkan persamaan matematis tersebut.
Terdapat beberapa metode yang digunakan untuk perancangan soft sensor antara lain dengan metode fuzzy,, rekonsiliasi data, jaringan syaraf tiruan, dan lain-lain. lain. Soft sensor biasanya digunakan dalam Unit (2.1) Dehydration, soft sensor digunakan untuk mengestimasi faktor kompresibilitas dan molecular weight gas alam keluaran Unit Dehydration dimana perhitungan dalam soft sensor ini menggunakan metode Jaringan syaraf tiruan. 2.4 Jaringan Syaraf Tiruan
Jaringan Syaraf Tiruan merupakan salah satu representasi buatan dari otak manusia yang selalu mencoba T untuk mensimulasikan proses TR = pembelajaran pada otak manusia. Sistem Tcr
identifikasi merupakan (2.2) (2.3) usaha untuk mendapatkan deskripsi matematik (model) suatu sistem dinamik berdasarkan data pengukuran dan pengamatan yang diperoleh dari sistem tersebut. Secara umum model suatu sistem dapat dikategorikan menjadi 2, yakni: • Fundamental model (first principle model): didasarkan pada kaidah-kaidah kaidah hukum fisika dan kimia (mass-energy energy balance, hukum Newton, dll). Keuntungan: dapat diperkirakan ke ekstrapolasi pada daerah operasi yang tidak digunakan pada data latih. Kelemahan: model dinamik yang dihasilkan mungkin sangat kompleks. • Empirical mode:: didasarkan pada hubungan inputinput output sistem. Keuntungan: detail proses yang terjadi tidak perlu dicari terlebih dahulu dan dapat digunakan untuk model yang sangat kompleks. Sesuai dengan gan karakteristik yang dimiliki oleh JST, maka model yang dihasilkan oleh JST merupakan empirical model serta non-parametric model. Pada prinsipnya, sistem identifikasi non linier dapat dibedakan menjadi 2, yaitu: • Series-parallel parallel / NNARX (Neural Network Auto A Regresive with eXogenous input) model PROCESS
u(k)
y(k)
-1
q q
-1
q-1 q
NEURAL
-1
NETWORKS
yˆ (k )
-1
q q-1
Gambar 3 Series--parallel model/NNARX
•
Parallel / NNOE (Neural Network Output Error) model
yˆ (k )
Gambar 4 Parallel / NNOE model
Tahapan dalam sistem identifikasi: 1. Experiment, meliputi input sequence design. Eksperimen dilakukan untuk mendapatkan serangkaian data input-output yang menerangkan perilaku proses pada suatu range daerah operasi tertentu. Ide utama dari proses experiment adalah untuk memasukkan input yang bervariasi, u, dan mengamati akibatnya pada output,y. Pasangan data yang berhubungan dengan input dan output: Z N = {[u (t ), y (t )], T = 1,...., N } .....….............(3) kemudian digunakan untuk mendapatkan sebuah model dari sistem. Apabila sistem yang akan diidentifikasi menjadi tidak stabil atau mengandung sedikit peredaman dinamik, maka pembangkitan data dilakukan dalam keadaan lup tertutup. Beberapa parameter penting dalam melakukan eksperimen antara lain: pemilihan sampling frekuensi, pemilihan sinyal input yang sesuai dan pemrossan data. 2. Select model structure, meliputi structur selection, noise modeling. Pemilihan struktur model menyangkut jumlah sinyal input-output (regressor) yang digunakan sebagai masukan bagi model dalam menghasilkan output prediksi. Struktur model adalah pasangan kandidat model. Masalah utama dalam pemilihan model struktur adalah: 1. Memilih sebuah “keluarga” dari struktur model untuk mendiskripsikan sebuah sistem, contohnya: struktur model linier, jaringan multilayer percepteron, jaringan radial basis function, wavelets atau model Hammerstein. 2. Memilih sebuah subset dari keluarga yang telah ditentukan. Pada struktur sistem linier, dapat berupa sebuah struktur model ARX(3,2,1), dimana (3,2,1) adalah waktu tunda dari satu periode sampling dan output saat ini tergantung dari dua output masa lampau dan tiga input masa lampau. 3. Estimate parameter, meliputi parameter estimation. Jika struktur model telah ditentukan, maka tahap berikutnya adalah melakukan estimasi terhadap parameter model agar mampu memberikan hasil yang baik berdasarkan kriteria
tertentu. Kriteria tersebut dapat dirumuskan dengan berbagai cara, tetapi harus secara ideal menghubungkan penggunaan model yang diharapkan. Strategi yang paling umum adalah dengan mengambil yang menyediakan one-step a head prediction paling bagus dengan squared error terkecil antara output sistem dengan output prediksi. Dalam tahap ini, proses yang paling penting adalah penentuan bobot jaringan atau proses pelatihan. Pasangan data diberikan oleh persamaan (3) dan pasangan model kandidat adalah: ) y (t ) = y (t | θ ) + e(t ) = g[t , θ ] + e(t ) ...............(4) Tujuan dari pelatihan adalah untuk mendapatkan sebuah pemetaan dari pasangan data ke pasangan kandidat model
) Z N → θ …………............................................(5)
sehingga didapatkan model yang menyediakan prediksi mendekati output sistem yang sebenarnya. Metode yang paling sering digunakan untuk mengukur kemiripan antara model output dengan model sebenarnya adalah tipe kriteria mean square error. Pola ini disebut sebagai Prediction Error Methode (PEM), dimana tujuannya adalah untuk meminimasi jumlah dari error prediksi. Fitur utama dari kriteria mean square error adalah kesederhanann pemakaiannya, dimana aturan update bobot dapat diperoleh dan pengetahuan tentang distribusi noise biasanya tidak diperhitungkan. Penskalaan pada jaringan syaraf tiruan diperlukan untuk mempercepat konvergensi pada saat training dilakukan. Hasil dari skala adalah data dibawa pada range 0 sampai 1. Rumus yang dipakai untuk menskala adalah sebagai berikut : XA =
X − min ( X ) max ( X ) − min ( X ) …………………………..……(6)
Untuk melihat keberhasilan training, maka digunakan acuan parameter nilai RMSE (Root Mean Square Error). RMSE merupakan Akar rata-rata total kuadrat error yang terjadi antara output proses dan output target, makin kecil nilai RMSE maka makin besar tingkat keberhasilan training. Persamaan RMSE dapat dituliskan sebagai berikut : N
∑ (y RMSE =
i
− yˆ i )2
i =1
N
............................................(7)
Selain menggunakan nilai RMSE dalam menyatakan kriteria model plant, juga dinyatakan dalam VAF (Variance Accounted For) dalam persen sebagaimana dinyatakan dalam persamaan 6 Dengan ketentuan bahwa nilai VAF yang dihasilkan semakin besar semakin bagus (mendekati nilai 100).
VAF = 1 −
var [y (t ) − yˆ (t ) ] x100 % ................ (8) var [y (t ) ]
4. Model validation, diperlukan untuk mengetahui apakah model yang telah diperoleh mampu memenuhi kebuthuan yang diperlukan. 3. Metodologi Penelitian Gambar 6 Blok Skema Jaringan Syaraf Tiruan untuk Perancangan Soft Sensor
Gambar 6 di atas merupakan blok skema dari jaringan syaraf tiruan yang dirancang untuk soft sensor faktor kompresibilitas dan massa gas keluaran Dehydration Unit, dengan variabel input meliputi temperatur dan tekanan gas input serta temperature dan tekanan gas output, sedangkan untuk variabel output adalah faktor kompresibilitas gas (Z) dan massa gas (MW). Pengidentifikasian jaringan syaraf tiruan dilakukan berdasarkan beberapa data-data proses pengukuran yang telah didapatkan. Adapun prosedur dalam identifikasi dapat dilihat pada gambar 7 berikut ini. start
Eksperimen (pengambilan data)
Pemilihan struktur model
Estimasi model
Gambar 5 Diagram Alir Perancangan Sistem
3.1 Pengambilan Data Jaringan Syaraf Tiruan Data jaringan syaraf tiruan merupakan data lapangan yang diambil pada glycol-to-gas heat excanger sebagai unit terakhir dari Dehydration Unit di Pematang Gas Plant berupa data input output, dengan jumlah data yang diambil sebanyak 200 pasangan data input output, antara lain : Temperatur gas yang masuk ke glycol-to-gas heat excanger. Tekanan gas yang masuk ke glycol-to-gas heat exchanger. Temperatur gas yang keluar dari glycol-to-gas heat exchanger. Tekanan gas yang keluar dari glycol-to-gas heat exchanger. Faktor kompresibilitas dan massa gas keluaran Unit Dehydration berdasarkan dari Gas Analysys Duri TS Laboratorium. 3.2 Perancangan Soft Sensor
Perancangan soft sensor ini dilakukan dengan menggunakan data input output yang telah didapatkan dari proses di lapangan, dimana perancangan ini merupakan salah satu aplikasi dari identifikasi jaringan syaraf tiruan (JST).
Validasi model
Apakah Sesuai?
tidak
ya
end
Gambar 7 Prosedur Identifikasi Sistem
Pasangan data input dan output yang digunakan pada identifikasi ini terdiri dari 4 input dan 2 output, dimana data input dan output yang digunakan untuk pelatihan dan pengujian model tersebut memiliki hubungan yang nonlinier. Data-data input output sesuai dengan data input output lapangan. Data input ini terdiri dari : Temperatur input glycol-to-gas heat excanger (oF) Tekanan input glycol-to-gas heat exchanger (psi) Temperatur output glycol-to-gas heat exchanger (oF) Tekanan output glycol-to-gas heat exchanger (psi) Sedangkan untuk data output terdiri dari : Faktor kompresibilitas gas keluaran Dehydration Unit Massa gas keluaran Dehydration Unit Output dari jaringan syaraf tiruan merupakan model yang didapatkan dari hasil pelatihanl dan pengujian jaringan syaraf tiruan. Output model yang diharapkan sesuai dengan output hasil lapangan yang
sesungguhnya dengan nilai error yang minimal dari model jaringan syaraf tiruan. Penyusunan Arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan
Dalam perancangan soft sensor ini digunakan jaringan syaraf tiruan, yang dilakukan dengan Matlab 7.7.0 dengan menggunakan MIMO (Multi Input Multi Output). Dari data-data ini memiliki hubungan sebagai berikut :
ZN ={[u1(t),u2(t),u3(t),u4(t),y1(t),y2(t)],t =1,....N} ................(9)
Dengan, N u1 u2 u3 u4 y1 y2
= = = = = = =
Jumlah data Temperatur gas input (oF) Tekanan gas input (psi) Temperatur gas output (oF) Tekanan gas output (psi) Faktor kompresibilitas gas (Z) Massa gas (MW)
Struktur jaringan syaraf tiruan yang digunakan dalam dalam perancangan system ini adalah NNARX (Neural Network Auto Regressive eXogenous) atau model series – parallel dengan jumlah regressor sebanyak 4 input (u(t-1), (u(t-2)), (u(t-3)) dan u (t-4) ) dan 2 output ( y (t-1) dan y (t-2) ).
Gambar 8 Blok Diagram Pemodelan Soft Sensor JST
Pada gambar 3.3 dapat terlihat bahwa pemodelan soft sensor ini tidak memiliki feedback. Dan NNARX ini mempunyai atau dapat menghasilkan prediktor. Pelatihan Jaringan Syaraf Tiruan
Proses pelatihan (pelatihan) JST merupakan proses pemetaan antara input dan output jaringan syaraf tiruan untuk mendapatkan bobot yang tepat. dapat dilakukan dengan menggunakan data-data yang telah didapatkan dari proses di lapangan, meliputi 100 data untuk pelatihan dan 100 data untuk validasi. Pelatihan JST ini menggunakan struktur Multilayer Layer Perceptron (MLP) dengan 3 layer, yaitu input layer, hidden layer dan output layer. Dimana tiap-tiap neuron terdapat fungsi aktifasi pada arsitektur jaringan tersebut. Fungsi aktifasi pada hidden layer menggunakan tangent hyperbolic sedangkan pada output layer menggunakan fungsi aktifasi linier.
Algoritma pelatihan yang digunakan adalah Levenberg Marquardt, sehingga setelah didapatkan bobot pelatihan maka bobot tersebut digunakan untuk proses validasi. Data tersebut digunakan untuk pelatihan dari Jaringan Syaraf Tiruan, yaitu menggunakan struktur jaringan Multi Layer Perceptron (MLP) dengan jumlah layer sebanyak tiga, yaitu input layer, hidden layer dan output layer. Untuk mendapatkan model soft sensor dengan metode JST yang bagus, agar mampu memprediksi output proses dengan baik, struktur jaringan syaraf tiruan diuji coba dengan mengganti-ganti struktur jaringan. Diantaranya adalah jumlah hidden node dan jumlah history length. Tujuan dari proses pelatihan ini adalah untuk mendapatkan bobot yang menghasilkan output paling baik. Kriteria yang digunakan untuk menilai baik tidaknya output model adalah Root Mean Square Error (RMSE) dan Variance Accounted For (VAF). RMSE adalah akar rata-rata total kuadrat error yang terjadi antara output model dan output proses. RMSE digunakan untuk mengetahui berhasil tidaknya suatu pelatihan. Semakin kecil nilai RMSE (mendekati nol), maka semakin besar tingkat keberhasilan dari pelatihan tersebut. Sebaliknya semakin besar nilai RMSE, maka tingkat keberhasilan dari pelatihan tersebut akan semakin kecil pula. Selain menggunakan nilai RMSE dalam menyatakan kriteria model, juga dinyatakan dalam VAF (Variance Accounted For) dalam persen. Dengan ketentuan bahwa nilai VAF yang dihasilkan semakin besar semakin bagus (mendekati nilai 100). Dalam penelitian ini menggunakan history length dengan nilai yang dicoba-coba antara 1 sampai 5 pada tiap-tiap input JST dan juga jumlah hidden layer yang dicoba-coba antara 1 sampai 10. Dapat diartikan dimana node input JST sebanyak 4 x jumlah history length dan dimensi bobot hasil pemodelan adalah untuk W1 (bobot dari input layer ke hidden layer) sama dengan jumlah input jaringan dikalikan dengan jumlah hidden node kenudian ditambah satu sebagai biasnya.. Sedangkan untuk W2 bobot dari hidden layer ke output layer berdimensi jumlah hidden node dikalikan dengan jumlah output ditambah satu. Hasil yang didapat dalam penelitian ini adalah output dari model proses hasil pelatihan dengan nilai RMSE (Root Mean Square Error) terkecil dan nilai VAF (Variance Accounted For) terbesar. Dengan memperhatikan nilai RMSE dan nilai VAF dari hasil pengujian. Karena ketika mendapatkan nilai RMSE dan VAF dari pelatihan yang baik belum tentu nilai RMSE dan VAF dari pengujian hasil pemodelan juga baik, terkadang bobot yang diperoleh dari hasil pelatihan tidak sesuai dengan input output proses yang digunakan dalam pengujian. Algoritma pelatihan yang digunakan untuk mendapatkan bobot -bobot jaringan adalah Lavenberg Marquadrt (LM). Secara umum algoritma LM dapat dituliskan sebagai berikut:
[ R( w( i ) + λ(i ) I ] f (i ) = −G ( w(i ) ) w = arg min Vn( w, Z N )
w(i +1) = w(i ) + µ (i ) f (i ) r (i ) =
V N ( w(i ) , Z N ) − V N ( w (i ) + f (i ) , Z N ) V N ( w (i ) , Z N ) − L(i ) ( w (i ) + f (i ) )
V N ( w(i ) + f (i), Z N ) < VN ( w(i ), Z N )
w(i + 1) = w(i) + f (i)
λ (i + 1) = (i)
Gambar 10 Data Input Output Proses Dehydration Unit Gambar 9 Flowchart Levenberg Marquardt Pengujian Jaringan Syaraf Tiruan
Data input output yang digunakan dalam pengujian JST merupakan data yang berbeda dengan data untuk pelatihan. Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan bahwa 100 data input output proses lapangan digunakan untuk pengujian JST. Setelah model proses didapatkan dari pelatihan Jaringan Syaraf Tiruan, yaitu nilai bobot W1 (bobot dari input layer ke hidden layer) dan W2 (bobot dari hidden layer ke output layer). Kedua bobot itu kemudian digunakan untuk proses pengujian. 3.3 Soft Sensor Online dengan Matlab GUI Perancangan sistem online untuk soft sensor faktor kompresibilitas dan massa pada tugas akhir kali ini menggunakan Matlab GUI dengan list program seperti pada lampiran. Berdasarkan struktur yang telah terbentuk pada proses identifikasi dan dengan dengan memasukkan nilai matrik bobot W1f dan W2f pada persamaan (2.13), maka dapat dilakukan perhitungan nilai output untuk faktor kompresibilitas dan massa gas keluaran Dehydration Unit, dengan memberikan nilai inputan berupa temperatur gas input (oF), tekanan gas input (psi), temperatur gas output (oF) dan tekanan gas output (psi). 4. Simulasi dan Analisa Data 4.1 Data Input Output Dehydration Unit Data yang digunakan sebagai input output perancangan soft sensor faktor komresibilitas dan massa gas keluaran Dehydration Unit adalah data input output lapangan yang meliputi: Data inlet temperature gas (Fahrenheit) Data inlet tekanan gas (psi) Data outlet temperature gas (Fahrenheit) Data outlet tekanan gas (psi) Data faktor kompresibilitas gas Data massa gas (mole%) Data input output yang digunakan berjumlah 200 pasangan data, dimana 100 data untuk pelatihan identifikasi dan 100 data untuk pengujian identifikasi.
Gambar 11 Data Output Faktor Kompresibilitas Gas Keluaran Dehydration Unit
Gambar 12 Data Output Massa Gas Keluaran Dehydration Unit
4.2 Perancangan Soft Sensor Pada perancangan soft sensor digunakan metode jaringan syaraf tiruan. Telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa perancangan soft sensor ini merupakan aplikasi dari identifikasi jaringan syaraf tiruan. Hasil yang didapatkan berupa faktor kompresibilitas gas alam keluaran Dehydration Unit yang berasal dari pelatihan dan pengujian.
Dari data-data yang telah didapatkan, maka sebagian dari data-data tersebut digunakan untuk proses pelatihan JST, dengan menggunakan struktur Multi Layer Perceptron (MLP) dengan 3 layer, yaitu input layer, hidden layer dan output layer. Pada tiaptiap neuron terdapat fungsi aktifasi pada arsitektur jaringan tersebut. Fungsi aktifasi pada hidden layer menggunakan tangent hyperbolic sedangkan pada output layer menggunakan fungsi aktifasi linier. Algoritma pelatihan yang digunakan adalah Levenberg Marquardt sehingga setelah didapatkan bobot pelatihan maka bobot tersebut digunakan untuk proses pengujian. Data tersebut digunakan untuk pengujian JST. Pemodelan yang digunakan dalam perancangan soft sensor adalah pemodelan feed forward dengan struktur input yang digunakan adalah NNARX (Neural Network AutoRegresive with eXogenoes Input). Scalling Data Data input output lapangan didapatkan 200 pasangan data yaitu 100 data input output digunakan untuk pelatihan dan 100 data input output digunakan untuk pengujian. Selanjutnya, data input output tersebut discalling sesuai dengan persamaan (6). Penskalaan pada jaringan syaraf tiruan diperlukan untuk mempercepat konvergensi pada saat pelatihan dilakukan. Hasil dari skala adalah data dibawa pada range 0 sampai 1. Proses pelatihan pada artificial neural network akan lebih efektif dan efisien apabila data-data yang masuk berada pada suatu range tertentu.
Gambar 15 Data Inputan Pengujian setelah Scalling Data Normal Operasi
Gambar 16 Data Output Pengujian setelah Scalling Data Normal Operasi
Gambar 13 Data Inputan Pelatihan setelah Scalling
Gambar 17 Data Inputan Pengujian setelah Scalling untuk Data Di Luar Normal Operasi
Gambar 14 Data Output Pelatihan setelah Scalling
Gambar 18 Data Outputan Pengujian setelah Scalling untuk Data Di Luar Normal Operasi
model proses yang bagus, sehingga mampu memprediksi output proses yang baik. Struktur JST yang dicoba untuk diganti- ganti diantaranya adalah jumlah hidden node dan jumlah history length. Batas iterasi yang dipakai dalam pemodelan ini adalah 500 iterasi. Berikut ini hasil proses training sistem dengan menggunakan JST. Kriteria hasil pelatihan adalah nilai RMSE (Root Mean Square Error) dan nilai VAF (Variance Account For). RMSE merupakan nilai error dari hasil model Jaringan Syaraf Tiruan. Nilai error merupakan penyimpangan nilai faktor kompresibilitas gas yang didapatkan dari hasil identifikasi terhadap output proses yang sebenarnya. Hasil proses pelatihan JST dapat dilihat pada gambar 21.
Gambar 21 Hasil Pelatihan JST untuk Faktor Kompresibilitas Gas Gambar 19 Data Inputan Pengujian setelah Scalling untuk 50 Data Pelatihan dan 50 data Pengujian
Gambar 22 Hasil Pelatihan JST untuk Massa Gas Gambar 20 Data Outputan Pengujian setelah Scalling untuk 50 Data Pelatihan dan 50 data Pengujian
Pelatihan Jaringan Syaraf Tiruan Struktur yang digunakan dalam penelitian ini adalah multilayer perceptron (MLP), dan untuk mendapatkan hasil yang maksimal struktur JST ini diuji cobakan dengan mengganti-ganti struktur jaringannya. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan
Dari hasil pelatihan di atas didapatkan nilai RMSE untuk faktor kompresibilitas gas (Z) adalah 7.2177e005 dan untuk Massa gas (MW) adalah 0.0122, sedangkan untuk nilai VAF faktor kompressibilitas gas (Z) = 97.7944% dan untuk Massa gas (MW) = 98.1903%. Pengujian Jaringan Syaraf Tiruan Pada proses pengujian identifikasi digunakan nilai bobot W2f dan W2f dari hasil pelatihan. Data yang
digunakan untuk proses pengujian ini pun tidak sama dengan data-data pelatihan sebelumnya. Pengujian bertujuan untuk mengetahui kehandalan dari JST yang telah dibangun, apakah mampu mengidentifikasi input yang belum pernah diterima sebelumnya (dalam proses pelatihan). Data yang digunakan untuk input JST yang akan digunakan dalam proses pengujian adalah data-data yang belum pernah di-latih-kan sama sekali pada jaringan syaraf tiruan yang telah dibangun. Hasil pengujian dari pelatihan yang telah dilakukan dapat dilihat pada gambar 23 berikut ini.
Gambar 25 Hasil Pengujian JST untuk Faktor Kompresibilitas dan Massa Gas untuk 50 Data Pelatihan dan 50 Data Pengujian Normal Operasi
Dari hasil pengujian di atas didapatkan nilai RMSE untuk faktor kompresibilitas gas (Z) adalah 0.00022892 dan untuk Massa gas (MW) adalah 0.036897, sedangkan untuk nilai VAF faktor kompressibilitas gas (Z) = 75.5974% dan untuk Massa gas (MW) = 79.8961%.
Gambar 23 Hasil Pengujian JST untuk Faktor Kompresibilitas dan Massa Gas
Dari hasil pengujian di atas didapatkan nilai RMSE untuk faktor kompresibilitas gas (Z) adalah 4.9542e-005 dan untuk Massa gas (MW) adalah 0.00809, sedangkan untuk nilai VAF faktor kompressibilitas gas (Z) = 97.8948% dan untuk Massa gas (MW) = 97.4753%.
Gambar 24 Hasil Pengujian JST untuk Faktor Kompresibilitas dan Massa Gas untuk Data di Luar Normal Operasi
Dari hasil pengujian di atas didapatkan nilai RMSE untuk faktor kompresibilitas gas (Z) adalah 4.9542e-005 dan untuk Massa gas (MW) adalah 0.00809, sedangkan untuk nilai VAF faktor kompressibilitas gas (Z) = 97.8948% dan untuk Massa gas (MW) = 97.4753%.
Jika dilihat dari hasil pengujian yang dilakukan, baik pada data normal operasi maupun di luar normal operasi, nilai RMSE dan VAF sudah cukup bagus, karena jaringan syaraf tiruan sudah mampu mengidentifikasi proses yang belum pernah diterimanya pada saat pelatihan. Sehingga bobot hasil pelatihan bisa diterima sebagai model hasil pelatihan. Dan digunakan sebagai bobot untuk pengujian. Akan tetapi, ketika pengujian dilakukan pada 50 data terakhir pelatihan dan 50 data pertama pengujian, struktur jaringan syaraf tiruan yang ada tidak mampu melakukan estimasi secara maksimal seperti pada pengujian data normal dan di luar normal operasi. Akan tetapi masih bisa dimaklumi karena data-data tersebut sudah mampu menerima struktur JST yang terbentuk pada proses pelatihan dan proses pengujian dengan nilai RMSE dan VAF masing-masing pada proses pelatihan dan pengujian JST. 4.3 Soft Sensor dengan Matlab GUI Hasil perancangan soft sensor online menggunakan Matlab GUI, berdasarkan struktur yang telah terbentuk pada proses identifikasi, didapatkan hasil yang cukup mendekati hasil outputan lapangan, meskipun untuk nilai-nilai tertentu perumusan yang ada tidak dapat menghasilkan nilai yang hampir sama. Berikut ini beberapa contoh hasil soft sensor untuk faktor kompresibilitas dan massa gas keluaran Dehydration Unit. Ketika diberi inputan berupa tekanan gas input = 314 psi, temperatur gas input 77oF, tekanan gas output = 313 psi, temperatur gas output 80oF, didapat hasil seperti gambar berikut, sedangkan
dengan hasil lapangan yaitu untuk kompresibilitas = 0.9971 dan massa = 20.29.
faktor •
Gambar 26 Hasil Soft Sensor Online untuk Contoh Input Pertama
Ketika diberi inputan berupa tekanan gas input = 313.1 psi, temperatur gas input 77oF, tekanan gas output = 311.7 psi, temperatur gas output 80oF, didapat hasil seperti gambar berikut, sedangkan dengan hasil lapangan yaitu untuk faktor kompresibilitas = 0.9970 dan massa = 20.00.
Gambar 27 Hasil Soft Sensor Online untuk Contoh Input Kedua
5. Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan Dari serangkaian metodologi, pengujian, analisa serta pembahasan yang telah dilakukan didapatlah beberapa kesimpulan diantaranya: • Telah dirancang soft sensor faktor kompresibilitas dan massa gas keluaran Dehydration Unit menggunakan metode Jaringan Syaraf Tiruan dengan history length 3 (tiga) dan hidden node 6 (enam). • Hasil perancangan soft sensor faktor kompresibilitas dan massa gas keluaran Dehydration Unit dengan menggunakan JST mampu mengestimasi dan memonitor faktor kompresibilitas dan massa gas alam keluaran Dehydration Unit pada saat training identifikasi dengan nilai RMSE masing-masing 7.1933e-005 dan 0.011897, sedangkan nilai VAF masingmasing adalah 97.8093% dan 98.2926%. • Pada saat pengujian didapatkan nilai RMSE untuk faktor kompresibilitas dan massa gas keluaran Unit
Dehydration Unit masing-masing adalah 5.5889e005 dan 0.009139, sedangkan nilai VAF masingmasing adalah 98.701 % dan 98.9551 %. Telah dirancang Soft sensor online menggunakan Matlab GUI berdasarkan struktur model yang terbentuk pada proses identifikasi.
5.2 Saran Saran yang dapat diberikan berdasarkan serangkain kegiatan Tugas Akhir adalah pada penelitian selanjutnya, perancangan soft sensor dapat dilakukan secara online dilengakapi dengan sarana yang menghubungkan antara DCS dan soft sensor yang telah dirancang ini, sehingga dapat dilakukan secara otomatis tanpa memasukkan data secara manual. Selain itu, perancangan soft sensor juga dapat menggunakan metode lain seperti metode fuzzy, rekonsiliasi data, dan lain-lain. Serta dapat digunakan sebagai estimator dalam sistem kontrol. DAFTAR PUSTAKA • Cahyanta, Yosef Agung. 2005. Termodinamika I. Jakarta. • Hanselman, Duane;Littlefield, Bruce . 1997. Matlab, Bahasa Komputasi Teknis (Komputasi, Visualisasi, Pemrograman). Andi. Yoyakarta. • Laurence. Fausett. 1994. Fundamental of Neural Network. Prentice Hall.Inc. • Norgaard, Magnus. 2000. Neural Network for Modelling and Control of Dynamic Systems. Verlag Springer. London. • O & TC-HR Learning & Development. 2006. Operator & Technician Certification Instrumentasi, Modul 4. Duri. PT CPI. • Sri. Kusumadewi. 2003. Artificial Intelligence (Teknik dan Aplikasi). Yogyakarta : Graha Ilmu. • Triananto, Bayu Indra. 2008. Perancangan Soft Sensor Konsentrasi CO2 dalam Gas Alam Keluaran Amine Contactor dengan Metode Jaringan Syaraf Tiruan di Terminal Lawe-Lawe Chevron Indonesia Company. Jurusan Teknik Fisika. ITS. • Widjiantoro, Bambang L. 2005. Handout Ajar Jaringan syaraf Tiruan. Jurusan Teknik Fisika. ITS . BIODATA PENULIS Nama : Lia Ellyanti TTL : Pasuruan, 09 Februari 1988 Alamat : Keputih 1B/27AB, Surabaya Email :
[email protected] Pendidikan : • SD Negeri V Pecalukan (1993-1999) • SLTP Negeri 1 Pandaan (1999-2002) • SMU Negeri 1 Pandaan (2002-2005) • Teknik Fisika ITS (2005-sekarang)