SENI PATUNG PADAS COR DI UD. EKA JAYA UKIR, DESA KUKUH, KECAMATAN MARGA, KABUPATEN TABANAN I Made Diana Putra¹, I Gusti Nengah Sura Ardana², Luh Suartini³ 123
Jurusan Pendidikan Seni Rupa Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
e-mail:
[email protected];
[email protected];
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan seni patung Padas Cor, alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan patung Padas Cor, proses pembuatan patung Padas Cor, dan jenis-jenis patung Padas Cor yang dihasilkan di UD. Eka Jaya Ukir, Desa Kukuh, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan. Subjek penelitian adalah Bapak Made Oka Wijaya pemilik UD. Eka Jaya Ukir. Data penelitian tentang Patung Padas Cor dikumpulkan menggunakan instrumen berupa lembar instrumen observasi, instrumen wawancara dan instrumen dokumentasi.Data yang telah dikumpulkan dianalisis menggunakan analisis domain dan analisis taksonomi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembuatan patung dengan teknik cor mempunyai daya produksi yang sangat cepat, teknik cor ini juga memanfaatkan limbah Batu Padas yang sudah tidak terpakai sehingga menghemat biaya produksi. Selama proses pencetakan patung padas cor dapat dikerjakan oleh orang yang memang bukan pematung. Tema yang diangkat dalam pembuatan Patung Padas Cor di UD. Eka Jaya Ukir tidak hanya tema-tema pewayangan seperti Ramayana, Mahabharata, mitologi Hindu dan tantri, akan tetapi juga kehidupan sehari-hari, sehingga hadir karya patung padas yang sangat variatif. Patung padas cor yang dihasilkan oleh UD. Eka Jaya Ukir, Desa Kukuh, Marga, Tabanan adalah Patung Hanoman, Dwarapala, Ganesha, Singa, Tualen, dan Nyuwun Jun. Kata kunci: seni patung, patung padas cor, ud. eka jaya ukir Abstract This research is aim to know the existence of Padas Cor sculpture, tools and material which are used in producing Padas Cor statue, process of producing Padas Cor statue, and types of Padas Cor statue which were produced in UD. Eka Jaya Ukir, Kukuh Village, Marga Subdistrict, Tabanan Regency.The subject of the study was Made Oka Wijaya as the owner of UD. Eka Jaya Ukir. The data about Padas Cor statue was collected by conducting observation, interview, and documentation method. The collected data was analyzed by applying domain and taxonomy analysis.The results of the study showed that the production of the statue by applying casting technique has rapid production power, casting technique also makes use of Padas statue waste which cannot be used, so this can decrease production cost. The process of casting Padas Cor statue can be done by non-sculptor. The themes of Padas Cor statue production in UD. Eka Jaya Ukir are not only about leather puppet performances, e.g. Ramayana, Mahabharata, Hindu mythology and tantri, but also daily life, so various Padas statues can be produced. Padas Cor statues which are produced by UD. Eka Jaya Ukir, Kukuh Village, Marga Subdistrict, Tabanan Regency are Hanoman, Dwarapala, Ganesha, Singa, Tualen, and Nyuwun Jun statue. Keywords : sculpture,
padas cor statue, ud. eka jaya ukir
PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang kaya akan kesenian. Salah satu karya seni Indonesia yang memiliki sejarah yang cukup panjang adalah seni patung. Seni patung merupakan karya seni rupa yang sudah lama dikenal oleh masyarakat. Pematung pada zaman dahulu tidak dikenal sebagai seniman, tetapi merupakan tugas religius. Seni membuat karya patung dari segi estetika sangat bernilai tinggi. Seniman patung membuat karya seninya dengan menggunakan berbagai bahan, teknik dan bentuk sehingga hasilnya sangat bervariasi. Pada saat ini patung bukanlah bersifat religi saja tetapi lebih cenderung kepada nilai keindahan atau nilai seninya. Patung adalah suatu karya seni tiga dimensi yaitu memiliki panjang, lebar dan tinggi. Dapat juga dikatakan memiliki volume atau yang menempati ruang secara nyata. Seni patung mulai berkembang di Indonesia sejak zaman pra sejarah. Hal ini terlihat dari peninggalan-peninggalan sejarah berupa arca-arca primitif yang ditemukan pada masa pra sejarah. Selain itu pada masa Hindu Budha banyak juga ditemukan arcaarca yang merupakan perwujudan dari para Dewa Hindu ataupun Budha. Akhirnya tradisi mematung mulai menyebar di seluruh Indonesia. Bali merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan akan seni patungnya. Perkembangan selanjutnya pada masa pengaruh Hindu terjadi perubahan besar terhadap kebudayaan dan kesenian Bali, khususnya dalam seni patung, sehingga menghasilkan karya seni yang berorientasi keagamaan.Bentuk-bentuk patung dewa dalam berbagai manifestasinya bermunculan sebagai media menghubungkan diri dengan Tuhan. Patung-patung tersebut dibuat dalam berbagai manifestasinya, seperti patung Dewa Brahma, Dewa Wisnu, Dewa Siwa, dan tema-tema mitologis dengan wujud pahlawan-pahlawan wiracarita, serta figurfigur legendaris lainnya yang bernuasa klasik/tradisional. Sampai saat ini, seni patung di Bali terus mengalami perkembangan. Hal tersebut terjadi karena didukung oleh kondisi budaya dan lingkungannya. Bentuk patung tradisional di Indonesia digarap oleh sebagian kelompok
masyarakat Bali kini. Hal ini disebabkan karena kehidupan masyarakat bali tidak banyak berubah terutama dalam hal kepercayaan masyarakatnya yang mayoritas beragama Hindu. Perkembangan bentuk seni patung tradisional di Bali dirintis oleh I Nyoman Tjokot yang dibina oleh seniman Rudolf Bonet dan Walter Spaise sekitar tahun 1940an. Tema patung di Bali masih tetap mengambil dari Ramayana dan Mahabarata, disamping tema keagamaan, misalnya penggambaran surga dan neraka. Munculah seniman alam/otodidak yang bertujuan untuk menguasai pakem seni patung tradisional, tetapi dalam perkembangannya mereka mampu melahirkan karya-karya seni patung yang keluar dari pakem yang telah dikuasainya sehingga melahirkan suatu bentuk kreativitas baru. Karya-karya merekapun diapresiasi sebagai patung modern Bali oleh banyak pengamat. Hingga kini, karyakarya seni patung semakin berkembang dan diteruskan oleh keluarga dan muridmurid mereka. Pengaruh seni patung selanjutnya adalah seniman yang pengetahuan seni patungnya diasah melalui bangku akademis, dari sekolah menengah seni rupa, dan PSSRD Unud, yang kini telah bergabung dengan STSI Denpasar dan menjadi ISI Denpasar. Seniman akademis menyerap pengetahuan dari metode akademis yang terstruktur dan merupakan serapan dari akademis seni rupa di Barat. Lain halnya dengan seniman otodidak yang mengasah kemampuan meraka dari berinteraksi dengan alam. Adanya pengaruh Barat yang berdampak terhadap semakin berkembangnya industri pariwisata Bali, produk karya seni khususnya seni patung memperlihatkan bentuk-bentuk baru yang khas meskipun tidak terlepas dari akar budaya Bali. Produk kesenian Bali yang sebelumnya hanya ditujukan untuk kepentingan keagamaan, tetapi pada tahun 1930-an sudah tersaji karya seni patung yang sifatnya skuler untuk sajian pariwisata. Sejak saat itu seni patung Bali memperlihatkan pencarian artistik yang luar biasa dan mulai menemukan bentuk-bentuk baru yang cendrung menambah unsur-
unsur realis, surealis, dan naturalis. Perkembangan seni patung Bali tidak hanya bisa dilihat dari segi bentuk, fungsi, maupun maknanya bagi masyarakat, akan tetapi juga dari segi material yang digunakan. Kabupaten Tabanan merupakan salah satu kawasan di Bali yang cukup kaya akan seni patungnya. Tepatnya di Desa Kukuh, Kecamatan Marga. Remaja, orang dewasa dan bahkan anak-anak mulai belajar mematung untuk membantu usaha keluarganya. Berbagai macam karya patung yang dihasilkan oleh seniman patung desa ini berupa patung kayu, padas, dan beton yang menggunakan teknik yang beragam. Salah satu karya seni patung yang menarik perhatian penulis ialah karya dari perusahaan UD. Eka Jaya Ukir milik Bapak Made Oka Wijaya. Karya seni patung yang dihasilkan oleh beliau berbahan Batu Padas. Pada umumnya seni patung yang berbahan batu padas diterapkan dengan teknik ukir dengan alat palu dan pahat. Sedangkan karya seni patung pak Made Oka Wijaya mengolah batu padas dengan teknik cor yang pada umumnya digunakan untuk membuat patung fiber glass. Teknik cor adalah membuat patung dengan cara mencairkan bahan, kemudian dituangkan ke dalam alat cetak dan ditunggu sampai mengeras kembali. Teknik cor yang digunakan hampir mirip, yaitu dengan cetakan yang terbuat dari karet silicon dan penopang fiber, kemudian dituangkan adonan bubuk Batu Padas dan Semen kedalam cetakan. Pembuatan patung dengan teknik cor memiliki beberapa keuntungan, diantaranya adalah dalam mencetak patung lebih cepat dibandingkan dengan pembuatan patung padas menggunakan teknik konvensional. Selain menggunakan teknik yang mempunyai daya produksi yang sangat cepat, teknik cor Batu Padas ini juga memanfaatkan limbah Batu Padas yang sudah tidak terpakai sehingga menghemat biaya produksi Limbah Batu Padas dari pembuatan rumah adat Bali maupun pura dapat diolah kembali menjadi serbuk Batu Padas sehingga dapat digunakan sebagai bahan utama patung ini. Selain itu, selama proses pencetakan patung ini dapat dikerjakan oleh orang yang memang bukan
pematung (bukan ahli), asalkan orang tersebut sudah sering mengerjakan dan mengerti teknik pengecorannya (Suarsana, dalam Arsa, (2012:24). Dengan demikian, teknik cor ini tidak sulit untuk diterapkan. Secara visual, bentuk patung yang dihasilkan melalui teknik cor ini memiliki kualitas yang sama dengan patung konvensional. Seni paung padas cor Pak Made Oka Wijaya jika diamati dari segi bentuk, patung padas cor ini sama dengan bentuk patung pada umumnya. Dari segi fungsi sudah mengalami perubahan tidak semata-mata untuk kepentingan ritual, tetapi sudah memperhatikan kebutuhan estetika dan keharmonisan tata ruang yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini bisa dilihat dari semakin semaraknya bentuk-bentuk patung dengan padas yang berfungsi sebagai elemen dekoratif untuk menghias taman kota, taman wisata, hotel, rumah hunian dan kantor pemerintahan. Kalau dilihat dari segi makna atau dampak dari semakin berkembangnya seni patung padas cor di Desa Kukuh telah mampu meningkatkan tarap kesejahteraan para pematung yang ada di desa tersebut. Seni adalah hasil karya cipta manusia yang memiliki nilai estetika dan artistik. Sepanjang sejarah, manusia tidak lepas dari seni. Karena seni adalah salah satu kebudayaan yang mengandung nilai indah (estetis), sedangkan setiap manusia menyukai keindahan. Seni bukan saja dilihat dari penglihatan semata tetapi dilihat dari keindahan karya tersebut. Seni sangat bermacam-macam bentuk karyanya, namun dalam seni juga membutuhkan pemahaman makna yang terdapat dalam karya seni tersebut. Agar seni dapat dikatakan indah, maka perlu melihat pendalaman pada karya. Menurut Collegiate (dalam Sudjoko, 2001:55) Seni adalah kecakapan berkat pengalaman, belajar atau pengamatan dan seni mendapat teman. Contoh ini menyatakan bahwa seni tidak harus berupa benda. Seni runding, seni tadbir, seni rayu, seni cinta dan banyak lagi termasuk disini. Everyman Encyclopedia (dalam, Mikke Susanto, 2011:354) mengatakan bahwa seni merupakan segala sesuatu yang dilakukan oleh orang bukan atas dorongan kebutuhan pokoknya, melainkan adalah apa saja yang
dilakukan semata-mata karena kehendak akan kemewahan, kenikmatan ataupun karena dorongan kebutuhan spiritual. Menurut Tochharman (dalam Najibah, 2013:11) seni adalah ekpresi perasaan manusia yang dikonkretkan, untuk mengkomunikasikan pengalaman batinnya kepada orang lain (masyarakat penikmat) sehingga merangsang timbulnya pengalaman batin pula kepada penikmat yang menghayatinya. Seni menurut Ida (dalam Najibah, 2013:11) adalah segala kegiatan manusia untuk mengkomunikasikan pengalaman batinnya, kepada orang lain, yang divisualisasikan dalam tata susunan yang indah dan menarik, sehingga dapat menimbulkan kesan rasa senang atau puas bagi yang menghayatinya. Seni identik dengan keindahan dan merupakan curahan hati seseorang yang dituangkan dengan berbagai macam media sesuai dengan keahlian dan keinginan. Seni patung sebagai bagian dari kesenian lahir lewat kreativitas seniman. Seni patung diekspresikan dalam bentuk tiga dimensional, perwujudannya didasarkan atas ukuran panjang, lebar, dan tinggi serta bisa dilihat dari berbagai arah, yakni arah depan, samping dan belakang. Menurut Tochharman (dalam Najibah, 2013:14) seni patung adalah karya seni rupa yang diwujudkan melalui pengolahan unsur-unsur seni rupa pada bidang tiga dimensi Menurut Mikke Susanto (2011:296) patung adalah sebuah tipe karya tiga dimensi yang bentuknya dibuat dengan metode subtraktif (mengurangi bahan seperti memotong, menatah, dan lain-lain) atau aditif (membuat modeling terlebih dahulu, seperti mengecor dan mencetak). l lambang bilangan. Beberapa faktor yang menyebabkan kurangnya kreatifitas seorang guru adalah pengetahuan guru masih kurang tentang model-model pembelajaran baru dan pembuatan media Dalam Ensiklopedi Umum (dalam Wiyasa, 2007:11), patung adalah seni rupa yang merupakan pernyataan pengalaman artistik lewat bentuk-bentuk tiga dimensional. Walaupun ada pula bersifat seni pakai, tapi pada galibnya seni patung adalah tiga dimensional sehingga benar-benar di dalam ruang. Menurut Susanto (2007:11)
menyatakan bahwa dalam seni patung tidak ada problem perspektif seperti halnya dengan seni lukis yang kadang kala ingin membuat kesan kedalaman (dimensi ketiga) dalam karya yang datar saja. Berbagai macam media dan jenis teknik dapat dipakai dalam membuat patung, seperti memahat, menatah, mengecor, dan mencetak. Dalam buku yang berjudul The Art Their Interrelations (Thomas, 1992:452), patung dijelaskan sebagai seni perencanaan dan pengkonstruksian bentukbentuk tri matra, umumnya harus dilihat dari aspek luar, mempunyai sifat-sifat (a) menggambarkan objek sebenarnya atau khayal, (b) menyajikan sebuah rancangan bentuk tri matra, (c) mensugestikan berjenis-jenis gagasan perasaan dan pengalaman-pengalaman. Berdasarkan penjelasan di atas maka perlu ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan patung dalam penelitian ini adalah seni rupa yang diungkapkan secara artistik melalui bentukbentuk tri matra yang memiliki ukuran panjang, lebar, dan tinggi, sehingga benarbenar berada di dalam ruang. Perwujudannya memperlihatkan aspek luar dengan sifat-sifat menggambarkan objek sebenarnya atau khayal, yang mensugestikan berjenis-jenis gagasan perasaan serta pengalaman-pengalaman. Dewasa ini berbagai media dan jenis teknik bisa diterapkan dalam membuat patung, seperti memahat terutama patung yang terbuat dari kayu dan batu, mencetak yaitu patung yang terbuat dari beton dan fiberglass, serta cor/tuang dan las yaitu patung yang terbuat dari bahan-bahan sejenis logam. Secara diakronis perkembangan seni di Indonesia merefleksikan kebinekaan yang sangat besar. Seni di Indonesia ditata seperti masuk dalam tiga lingkungan yang tumpang tindih diatur secara kronologis sebagai berikut yaitu “Warisan”, yang meliputi ciptaan-ciptaan seni dari masa prasejarah Indonesia dan sejarah kuno yang masih dilestarikan, yang dibuat dari bahan-bahan yang tahan lama seperti batu, logam dan tanah liat. “Tradisi-tradisi yang hidup”, meliputi seni rupa (plastik art) yang ada di wilayah Indonesia terutama Bali yang konsepsi-konsepsi bentuk dan isinya diabadikan, walaupun kerap diterapkan
pada medium yang baru. “Seni Modern”, sebuah fenomena urban yang telah berkembang di Indonesia, manifestasinya hadir bersama dengan bentuk-bentuk tradisi yang vital tampil sangat kuat pada seni lukis dan patung. Dijelaskan pula bahwa Bali adalah daerah yang berbeda bila dibandingkan dengan Jawa atau daerah lainnya yang kepercayaan Hindunya praktis lenyap dengan penyebaran Islam. Kehidupan ritual Hindu di Bali masih tetap bertahan hingga kini, meskipun menyerap pengaruh seni ritual Hindu-Budha melalui ekspansi dari kerajaan Majapahit, namun keseniannya memiliki perbedaan dengan Jawa. Dengan mengutip Stutterheim, bahwa yang ideal dari orang Jawa adalah mencari yang halus, bahkan yang lembut dan yang rohani, sehingga karya seninya ditandai dengan kehati -hatian dan kecekatan. Sebaliknya orang Bali menyukai yang lebih ekspresif, meledak-ledak penuh semangat dengan warna emas dan terang dengan keinginan menghias yang sangat berlebihan (baroque). Ciri-ciri baroque yang karakteristik akhirnya menuju seni Bali kontemporer yang khas. Di Bali ada beberapa pengertian tentang seni patung seperti arca, pretima, bedogol dan togog. Arca dan pretima keduanya perwujudan dewa dan bahtara dalam bentuk patung yang digunakan sebagai sarana konsentrasi didalam persembahyangan Hindu. Arca dan pretima dibedakan dari segi ukuran dan bahan yang digunakannya. Arca ukurannya lebih besar bahannya dari kayu pilihan seperti cendana, cempaka, dan nangka. Pretima umumnya lebih kecil dan dibuat dari perak, emas, dan uang kepeng. Namun masih terdapat sebutan pralingga dan petapakan yang dianggap pula sebagai linggih atau sthana dewa, biasanya berupa batu indah. Sementara itu, bedogol adalah patung yang dibuat dari batu padas atau kayu, biasanya dibuat dalam ukuran yang agak besar. Bedogol biasanya ditempatkan di depan gedong, candi bentar, paduraksa sebuah pura sebagai dwarapala (penjaga pintu masuk) maka bedogol itu akan berfungsi magis dekoratif. Menurut Linus (dalam Wiyasa, 2006:8) togog adalah patung yang memiliki ukuran yang lebih kecil bila dibandingkan dengan bedogol.
Biasanya togog tidak bernilai magis, tetapi hanya sebagai dekorasi belaka. Seni patung yang berkembang saat ini di Bali merupakan kelanjutan seni patung masa prasejarah, kemudian berkembang pesat pada masa pengaruh Hindu. Perkembangan selanjutnya memperlihatkan kreativitasnya dengan menampilkan bentuk-bentuk baru karena adanya kontak dengan dunia luar, sedangkan inspirasinya tetap bersumber pada alam dan kebudayaan Bali. Dilihat dari segi bentuk dan gaya seni patung Bali dapat diklasifikasikan menjadi empat kelompok, yaitu 1) Seni patung Gaya Sederhana (primitif). Seni patung sederhana ini sudah ada pada masa prasejarah merupakan simbol penghormatan arwak nenek moyang. Menurut Budiastra (dalam Wiyasa, 2006:8) Adapun bahan yang digunakan membuat patung sederhana ini adalah tanah lihat dengan teknik pijitan dan kepalan tangan sehingga menghasilkan bentuk patung sederhana, 2) Seni Patung Gaya Tradisional.Seni patung tradisional berkembang hampir di seluruh Bali dan merupakan kelanjutan seni patung sebelumnya yang merupakan perwujudan para dewa-dewi dan roh leluhur. Seni patung gaya tradisional ini terbuat dari batu padas dan kayu, adapun tema yang ditampilkan kebanyakan berasal dari cerita Mahabharata, Ramayana, seperti Wisnu di atas Burung Garuda, dan Sang Hyang Siwa, 3) Seni Patung Gaya Realis. Seni patung realis berkembang akibat terjadinya kontak langsung dengan dunia Barat sekitar abad ke-19 Masehi. Kenyataan ini dibuktikan dengan ditemukan beberapa buah patung realis di Kerthagosa Klungkung yang menggambarkan orang Eropa dan Cina. Menurut Budiastra (dalam Wiyasa, 2006:9) Bentuk patung gaya realis ini memperlihatkan ekspresi badani seperti bentuk anatomi tubuh manusia dengan sejelas mungkin, sedangkan tema yang ditampilkan adalah kehidupan sehari-hari yaitu kehidupan petani, nelayan, binatang, penari dan sebagainya, dan 4) Seni Patung Gaya Surealis. Seni patung gaya surealis terinspirasi dari bentuk cili yang merupakan salah satu hiasan pada lamak yang menggambarkan bentuk serba kepanjangpanjangan keluar dari bentuk yang ideal.
Menurut Budiastra (dalam Wiyasa, 2006:8) adapun bentuk serta gaya yang tercermin pada patung surealis ini adalah proporsi yang berlebih-lebihan, atau kebulat-bulatan serta penyelesaiannya yang tidak mendetail dan sering kali mengikuti bentuk bahan yang alami. Proses pembuatan patung pada umumnya tertentu menggunakan bahan dan tekniknya. Salah satu bahan yang dapat digunakan adalah batu padas. Katili (dalam Artini, 2013:2) batu padas atau batuan andesit merupakan batuan beku hasil lelehan magma diorit yang berasal dari gunung api. Batuan andesit terdiri dari unsur-unsur kimia antara lain silikat, aluminium, besi, kalsium, magnesium, natrium, kalium, tembaga, mangan, fosfor, sulfur, klor, nikel, barium, seng, dan air (Artini, 2013). Di desa Kukuh, Marga, Tabanan, khusunya di UD. Eka Jaya Ukir milik Bapak Oka Wijaya lebih memanfaatkan limbah batu padas sebagai bahan utama dalam pembuatan patung. Limbah padas ini didapat dari sisa-sisa pembuatan patung padas. Selain mendapatkan limbah dari sisa pembuatan patung, juga memanfaatkan serpihanserpihan batu padas dari penambang batu padas di daerah Marga, Tabanan. Teknik membuat patung dari bahan limbah batu padas ini adalah teknik cor. Teknik cor adalah membuat patung dengan cara mencairkan bahan, kemudian dituangkan ke dalam alat cetak dan ditunggu sampai mengeras kembali. Teknik cor yang digunakan hampir mirip, yaitu dengan cetakan yang terbuat dari karet silicon dan penopang fiber, kemudian dituangkan adonan bubuk batu padas dan semen kedalam cetakan. Pembuatan patung dengan teknik cor memiliki beberapa keuntungan, diantaranya adalah dalam mencetak patung lebih cepat dibandingkan dengan pembuatan patung padas menggunakan teknik konvensional. Menurut Jusuf (2010:9) adapun keunggulan dari silicone rubber adalah cara pembuatannya relatif lebih mudah dan cepat, serta hasil cetakan relatif mendekati sempurna, karena cetakan yang dihasilkan oleh silicone rubber dapat memberikan hasil patung yang hampir 100% sama dengan model aslinya.
Berdasarkan uraian diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keberadaan seni patung padas cor, alat dan bahan, proses pembuatan patung Padas Cor dan jenis-jenis patung Padas Cor yang dihasilkan di UD. Eka Jaya Ukir, Desa Kukuh, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan. METODE Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bermaksud untuk pencenderaan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifatsifat populasi atau daerah tertentu. Penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskripsi berupa katakata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati. Pendekatan diarahkan pada latar dan individu tersebut secara utuh (Moleong, 1988: 3). Subjek dari penelitian ini adalah Bapak Made Oka Wijaya. Sedangkan Objek penelitian adalah hal yang diteliti dalam suatu penelitian. Objek dari penelitian ini adalah Seni patung padas cor. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan instrumen observasi, instrumen wawancara dan instrumen dokumentasi. Dalam penelitian ini, digunakan metode survai dengan tiga teknik pengumpulan data yaitu, teknik observasi, teknik wawancara, dan teknik dokumentasi.
Seluruh data yang diperoleh dengan metode observasi, metode wawancara, dan metode kepustakaan, disusun berdasarkan urutan masalah, yaitu: alat dan bahan, proses pembuatan, bentuk patung yang dihasilkan, dan bentuk estetisnya kemudian dianalisis dengan cara Analisis Domain (Domain Analysis) digunakan untuk menganalisis gambaran objek penelitian secara umum atau ditingkat permukaan, namun relatif utuh tentang objek penelitian tersebut. Artinya analisis penelitian dengan cara seperti ini adalah ditargetkan mendapatkan data secara utuh tanpa harus diperinci secara detail. (Bungin, 2005:85). Serta menggunakan Analisis Taksonomi (Taxsonomic Analysis ) yaitu teknik analisis domain memberikan gambaran secara umum, tetapi belum terinci dan masih
menyeluruh. Karena peneliti menginginkan suatu hasil analisis yang terfokus pada suatu domain atau sub-sub domain tertentu, maka peneliti menggunakan teknik analisis taksonomik yaitu terfokus pada domain-domain tertentu, kemudian memilih domain menjadi sub-sub domain serta bagian-bagian yang lebih khusus dan terperinci yang umumnya merupakan rumpun yang memiliki kesamaan (Bungin, 2005:90). Adapun yang dianalisis secara taksonomi alat dan bahan, proses pembuatan patung padas cor, dan jenisjenis patung yang telah dihasilkan di Desa Kukuh, Kecamatan Kukuh, Kabupaten Tabanan, khususnya UD. Eka Jaya Ukir milik Bapak Oka Wijaya. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilaksanakan di UD. Eka Jaya Ukir milik Bapak Made Oka Wijaya yang ada di Desa Kukuh, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan. Data yang dikumpulkan adalah mengenai proses pembuatan patung padas cor, alat dan bahan yang digunakan, dan jenis-jenis patung padas cor yang dihasilkan. Adapun hasil penelitian ini adala bahwa didesa Desa Kukuh, Kecamatan Marga sejak dahulu remaja, orang dewasa dan bahkan anak-anak mulai belajar mematung untuk membantu usaha keluarganya. Berbagai macam karya patung yang dihasilkan oleh seniman patung desa ini berupa patung kayu, padas, padas yang menggunakan teknik yang beragam. Salah satu yang terkenal adalah patung padas cor. Perkembangan seni patung padas cor mengalami peningkatan di daerah ini, mengingat tingginya minat masyarakat terhadap karya seni ini. Khususnya di UD. Eka Jaya Ukir milik Bapak Oka Wijaya yang sudah berdiri sejak tahun 2005 ini (wawancara, tanggal 14 September 2012), lebih memanfaatkan limbah batu padas sebagai pembuatan patung padasnya. Perkembangan seni patung padas cor di Desa Kukuh tidak hanya bisa dilihat dari kuantitas pematungnya, akan tetapi juga perkembangan bentuk, fungsi maupun maknanya bagi masyarakat. Dilihat dari segi bentuk yang merupakan hasil aktivitas baik individu maupun kelompok, dan entitas yang dihasilkan bersifat kongkret, terwujud
lewat karya-karya patung padas yang bergaya realis, naturalis dan abstrak. Dalam pembuatan patung padas, menggunakan beberapa alat dan bahan. Adapun alat dan bahan yang digunakan tampak pada gambar 1.
Gambar 1. Alat dan Bahan yang digunakan untuk pembuatan Patung Padas Cor Dalam proses pembuatan patung di Desa Kukuh, penulis menemukan beberapa langkah-langkah yang dikerjakan oleh para pematung sehingga menghasilkan sebuah karya yang menarik namun tidak meninggalkan pakem-pakem tradisi dan dalam proses pembuatan patung. Adapun proses pembuatannya adalah 1) Pembuatan cetakan. Dalam pembuatan patung dengan teknik cor, jika seorang pengrajin ingin membuat patung yang sama dalam jumlah yang banyak, mereka tidak perlu susah payah memahat semua patung yang akan dibuat. Akan tetapi mereka hanya perlu membuat sebuah patung sesuai dengan bentuk yang diinginkan untuk dijadikan model. Model tersebut nantinya digunakan untuk membuat negatif/cetakan dari karet silicone dan fiberglass. Pada proses ini model yang akan dibuatkan negatif/cetakan dibuatkan sekat-sekat pembatas sebelum model ditempel dengan karet silicone untuk membuat cetakan inti Setelah model siap, langkah berikutnya adalah pembuatan cetakan dengan menggunakan bahan silicon rubber. Cetakan dari silicon rubber sangat popular digunakan oleh para pembuat patung karena hasil cetakannya relatif mendekati sempurna (patung yang dihasilkan hampir 100% sama dengan model aslinya). Pembuatan cetakan bisa
dilakukan dengan silicone saja, akan tetapi biaya pembuatan cetakan dengan bahan 100% silicon rubber sangat mahal dan proses melepas patung yang dihasilkan dari cetakannya pun agak sulit. Hal ini disebabkan karena ketebalan silicon rubber (cetakan) pada seluruh permukaan yang berbeda-beda. Pada area silicon rubbernya tebal, maka daerah tersebut tidak terlalu elastik sehingga menghambat pelepasan patung yang dibuat dari cetakannya. Oleh karena itu, untuk meminimalisasi biaya pembuatan cetakan dan penghematan waktu pose kerja maka Bapak Oka Wijaya mengkombinasikan antara silicone rubber dan gips atau fiberglas. Silicon rubber digunakan untuk membuat cetakan bagian dalam, dan cetakan luar menggunakan gips atau fiberglas. Cetakan dari silicon rubber biasanya setebal 5-10 mm dari permukaan model. Karena cetakan silicon rubber tipis, maka perlu digunakan cetakan yang keras dibagian luar yang menggunakan gips atau fiberglas. 2) Proses pencampuran bahan merupakan salah satu proses awal yang dilakukan oleh para pematung dalam proses pembuatan patung padas, bahan yang digunakan dalam pembuatan patung adalah serbuk padas. Takarannya adalah 3 sekop serbuk padas dan satu sekop semen serta air sebagai pemersatu antara serbuk padas dengan semen sehingga menyatu pada saat proses pengecoran dilakukan. 3) Proses pengecoran merupakan proses pemindahan adonan (luhluh) yang berasal dari campuran antara serbuk padas dengan semen yang telah dipersiapkan terlebih dahulu dari dalam gerobak dorong kedalam cetakan dengan menggunakan gayung, banyak adonan (luhluh) yang dimasukkan kedalam cetakan disesuaikan dengan tinggi atau rendahnya patung padas cor yang akan dibuat oleh para pematung di Desa Kukuh serta 30 menit merupakan rentang waktu yang diperlukan pematung untuk menunggu sehingga adonan (luhluh) yang dicetak dapat dibentuk sesuai dengan patung yang diharapkan. 4) Setelah dilakukan pengecoran, cetakan didiamkan hingga 1-2 hari sampai campuran bahan patung mengeras. 5) Cetakan yang sudah didiamkan selama 1-2 hari dan telah mengeras, selanjutnya patung dapat dilepas dari cetakan. 6) Patung yang sudah
dilepas dari cetakan, kemudian sisa-sisa padas yang berlebihan dirapikan menggunakan pahat. dan 7) Setelah sisasisa padas dibersihkan dari patung, kemudian patung dijemur dibawah terik matahari langsung guna mendapat hasil pengeringan yang lebih maksimal. Adapun proses pembuatan patung padas cor tampak pada gambar 2.
Gambar 2. Proses pembuatan patung padas cor Karya seni patung padas cor yang dihasilkan di Desa Kukuh, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan sangat erat kaitannya dengan perwujudan dari tokoh pewayangan. Patung ini diciptakan sesuai dengan pakem-pakem atau aturan tertentu yang digali dari nilai-nilai religius. Patung padas cor yang dihasilkan di desa Kukuh, khususnya di UD. Eka Jaya Ukir adalah 1) Karya patung hanoman yang dihasilkan melukiskan atau menggambarkan sosok kera yang terlihat marah dengan membawa sebuah pohon yang akan dijadikan sebagai senjata untuk melawan musuh dan hanoman menjadi tokoh protagonis dalam wiracerita Ramayana, dimana hanoman merupakan putra dari Dewa Bayu dengan Dewa Anjani, saudara dari Subali dan Sugriwa serta paman dari Anggada. Nilai religius dari patung ini terlihat kuat karena hanoman merupakan seekor kera putih yang dipercaya dan dipuja oleh umat hindu sebagai dewa pelindung. 2) Patung Dwarapala menggambarkan atau melukiskan sosok raksasa yang begitu menyeramkan atau mahluk diomenik
(angker) dengan mata yang melotot kedepan dan memiliki taring yang tajam serta perut yang buncit sehingga menimbulkan kesan yang menakutkan bagi yang melihatnya, serta tangan kiri dari patung ini memgang sebuah senjata yang bernama gada yang melambangkan perbedaan individual. Patung ini ditempatkan pada pintu masuk pada bangunan pura atau merajan. Nilai religius terlihat begitu kuat yaitu sebagai penjaga kesucian pura atau merajan. 3) Patung Ganesha melukiskan atau menggambarkan sosok dewa berkepala gajah dengan perut buncit dan memiliki empat tangan masingmasing memegang sebuah benda, tangan kanan bagian bawah patung ini memegang patahan gading dan tangan kanan bagian atas memegang senjata berupa cambuk dan tangan kiri bagian bawah memegang kudapan manis, yang diambil menggunakan belalainya serta kaki menyerupai kaki gajah yang merupakan penggambaran utaman tentang ganesha. Keunikan dari patung ini menampilka bentuk detail dari ganesha yang emmiliki tubuh manusia dengan perut buncit, memiliki satu gading, dan memiliki empat tangan serta berkepala gajah dengan mahkota yang dihiasi motif-motif tradisiona khas Bali yang diatur dalam pakem-pakem yang digali dari nilai-nilai religius. Nilai religius pada patung ini diberi gelar sebagai dewa pelindung, dewa penolak bala, serta dewa kebijaksanaan. 4) Karya patung singa yang dihasilkan menggambarkan atau melukiskan sosok binatang bersayap yang terlihat garang dengan mata yang melotot dan gigi yang tajam seakan-akan ingin menerkam mangsa dengan menginjak bebatuan. Nilai religius dari patung singa terlihat sangat kuat karena patung ini biasanya ditempatkan pada bangunan suci karena dipercaya sebagai lambang kewibawaan dari bangunan suci dan penjaga kesucian pura atau merajan dari sifat-sifat yang jahat. 5) Patung Tualen atau Malen yang dihasilkan menghadirkan atau menggambarkan sosok orang tua berkulit hitam dan memiliki perut buncit sedang duduk bersila. Dalam cerita pewayangan di Bali, Tualen merupakan salah satu tokoh punakawan dalam bahasa bali parekan yang emmiliki karakter orang tua berulit
hitam, namun dibalik penampilannya tersebut, ia memiliki hati yang mulia, perilaku yang baik, tahu sopan santun dan senang memberi petuah bijak. 6) Patung nyuwun jun menghadirkan atau menggambarkan sosok perempuan berpakaian khas bali yang sedang membawa lepekan tempat meletakan jun atau kendi. Dulu kegiatan ini sering dikerjakan oleh perempuan untuk mengambil air ke tempat sumber mata air untuk keperluan sehari-hari. Patung ini difungsikan sebagai tempt meletakkan kendi untuk menaruh air tirta. Adapun jenisjenis patung padas cor yang dihasilkan di UD. Eka Jaya Ukir tampak pada gambar 3.
Gambar 3. Jenis-jenis patung yang dihasilkan di UD. Eka Jaya Ukir Menurut Wijaya (wawancara, tanggal 14 September 2014) melalui teknik cor, kerumitan sebuah patung tidak mempengaruhi kuantitas produksi, karena proses reproduksi patung yang rumit ataupun yang sederhana waktu produksinya sama hanya satu hari. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian bahwa pembuatan patung padas dengan teknik cor, yaitu membuat patung dengan cara mencairkan bahan serbuk padas dengan menggunakan cetakan yang terbuat dari karet silicon dan penopang fiber di desa Kukuh, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan, khususnya di UD. Eka Jaya Ukir milik Bapak Made Oka Wijaya memiliki beberapa keuntungan, diantaranya dalam
mencetak patung lebih cepat dibandingkan dengan pembuatan patung padas menggunakan teknik konvensional. Selain menggunakan teknik yang mempunyai daya produksi yang sangat cepat, teknik cor ini juga memanfaatkan limbah Batu Padas yang sudah tidak terpakai sehingga menghemat biaya produksi. Selain itu, selama proses pencetakan patung ini dapat dikerjakan oleh orang yang memang bukan pematung (bukan ahli), asalkan orang tersebut sudah sering mengerjakan dan mengerti teknik pengecorannya. Selain memiliki keuntungan, dalam pembuatan patung dengan teknik cor juga memiliki kelemahan yaitu kedepannya dapat mempengaruhi skill dan kreatifitas para pematung jika terus mempergunakan teknik cor. Pematung justru akan terpaku pada satu teknik saja. Tema yang diangkat dalam pembuatan Patung Padas Cor di UD. Eka Jaya Ukir tidak hanya tema-tema pewayangan seperti Ramayana, Mahabharata, mitologi Hindu dan tantri, akan tetapi juga kehidupan sehari-hari (kehidupan sosial), sehingga hadir karya patung padas yang sangat variatif. Patung yang dihasilkan adalah Patung Hanoman, Dwarapala, Ganesha, Singa, Tualen, dan Nyuwun Jun. Dilihat dari segi fungsi, kehadiran seni patung padas di Desa Kukuh tidak hanya untuk kepentingan ritual pemujaan yang terwujud dalam bentuk simbol-simbol keagamaan, melainkan juga berkembang ke fungsi estetis. Kehadiran karya tersebut mampu meningkatkan taraf kesejahteraan para pematung. Berdasarkan simpulan di atas, maka dapat disampaikan saran sebagai berikut. Dalam menumbuhkan kembangkan Seni Patung Padas Cor di desa Kukuh, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan, disarankan agar pemerintah lebih memperhatikan terkait dengan memberikan pembinaan kepada para pematung dalam bidang pemasaran dan pengembangan bentuk desain. Kepada para pematung diharapkan agar secara rutin mengembangkan ide-ide kreatifnya dalam segi bentuk patung. Kepada Peneliti selanjutnya yang akan mengangkat tentang Patung Padas Cor diharapkan untuk menambah informasi dan kepustakaan terkait dengan teori, serta menambahkan
aspek pemasaran dan manajemen produksi agar penelitian yang dihasilkan juga menyentuh persoalan ekononomi. DAFTAR PUSTAKA Agung. A. A. Gede. 2012. Metodologi Penelitian Pendidikan. Singaraja: Fakultas Ilmu Pendidikan Undiksha. Arsa,
Sida Ketut. (2012). ”Reproduksi Kerajinan Patung Melalui Teknik Cetak di Desa Singapadu, Sukawati, Gianyar, Bali”. Fakultas Seni Rupa dan Desain, ISI Denpasar (hlm. 142).
Artini, Manik. (2013). “Persebaran Industri Batu Padas dan Pengaruh Limbahnya Terhadap Pencemaran Air Sungai di Desa Duda Utara”. Jurusan Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial. UNDIKSHA. (hlm. 1-11). Burhan. 2009. Metodologi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan Publik Serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya.
Bungin,
Jakarta : Kencana. Jusuf, Olga. 2010. Membuat Patung Gips dan Lilin. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Najibah, Aenun. 2013. Peningkatan Kreatifitas Seni Rupa Anak Melalui Permainan Seni Mozaik Pada Kelompok B di TK Pertiwi Jatibarang Kabupaten Brebes Tahun Ajara 2012/2013. Skripsi. Jurusan Pendidikan Anak Usia Dini. Fakultas Ilmu Pendidikan. IKIP PGRI Semarang. Narboku, Choild dkk. 2005. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Pedoman Penulisan Skripsi Dan Tugas Akhir Program Sarjana dan Diploma 3 Universitas Pendidikan Ganesha. 2013. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Universitas Pendidikan Ganesha.
Sanggarang, D.L.2004. Membuat Kerajinan Berbahan Fiberglass. Jakarta: Kawan pustaka. Soedjono,
Syabanto. 1994. Bandung: Bandung.
Logam.
Mengecor Angkasa
Sudjoko. 2001. Pengantar Seni Rupa. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Sukardi.
2003.
Pendidikan.
Metode Jakarta:
Penelitian PT.
Bumi
Aksara Susanto, Mikke. 2011. Diksi Rupa. Yogyakarta: Dicti Art Lab, Yogyakarta & Jagad Art Space, Bali. Wendra, I Wayan. 2012. Bahan Ajar Penulisan Karya Ilmiah. Singaraja: UNDIKSHA Wiyasa, Ngidep. (2006). “Perkembangan Seni Patung Beton Di Desa Peliatan, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar”. Fakultas Seni Rupa dan Desain, ISI Denpasar. (hlm. 1-46).