SEKILAS TENTANG BAHASA HUKUM Purnawidhi W. Purbacarakae
abstrak The author does elaborate on distinguishing terminology of "bahasa hukum Indonesia". Under his research has not been referred to distinct that terminology from "bahasa" itself, or by simple words it disembarks to certain bahasa that applied specific in law. Thus by that definition "bahasa hukum" ought not to disregarded to etymology (the study of the origin of words), semantics (word meaning knowledge) and syntactic (grammar science words) common language in bahasa Indonesia. While this was not meant that for undergraduate law must be a Bachelor of Language! Literature at once, but he must use all means of hardware (especially dictionaries), as well as software (expert advice). Characteristics "bahasa hukurn Indonesia" is located on the terms, composition and style of a particular language. Bahasa hukum is the language within the scope of rules and regulations that aim to bring order and justice, to maintain public interest and private interests within the community. But because bahasa hukum is part of the modern Bahasa Indonesia, then in use it must remain plain, and eligible monosemantic Bahasa Indonesia aesthetics. Kata kunci: hukum dasar, bahasa hukum, peranan
I.
Pendahuluan
Setiap manusia mempunyai sudut pandang yang melatar belakangi pemikirannya tentang bagaimana seharusnya kehidupan ini dijalaninya, oleh karena ito manusia menurut E. Spranger (tokoh psikologis filosofis) dapat dikelompokkan menjadi be~erapa tipe (tipologi manusia), yaitu:'
• Mak.lah ini sebelum direvisi berjudul BAHASA HUKUM SEBAGAI DASAR PEMBUATAN PERUNDANG-UNDANGAN pemah dikemukakan d.l.m Pembahasan Penyempumaan KEPMEN BUDPAR No 33 Tentang Museum, yang diselenggarakan Jakarta, Rabu, 5 Juli 2006, Hotel Sofyan Betawi Jakarta, Penyelenggara Direktorat Museum, Dirjen Sejarah dan Purbakala, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. • StafPengajar Tetap, Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Jurnal Hukum dan Pembangunan Edisi Khusus Dies Natalis 85 Tahun FHUI
'40
I. 2. 3. 4. 5. 6.
Manusia seni; Manusia sosial; Manusia agama; Manusia ekonomi; Manusia politik; Manusia ilmu.
Kelompok-kelompok manusia tersebut dinamakan masyarakat, masyarakat dapat dijelaskan secara rinci berikut ini. Masyarakat atau pergaulan hidup merupakan suatu sistem hubungan yang tertib atau teratur, yang merupakan perangkat peranf'status", serta masing-masing peran/"status" mempunyai bermacam-macam peranan/fungsi (role) . Suatu peranan merupakan pola sikap tindak yang terwujud secara teratur dalam kombinasi hubungan-hubungan tertentu, sikap tindak yang terwujud secara teratur dalam kombinasi hubungan-hubungan tertentu, untuk dapat melaksanakan peranan yang merupakan sikap tindak. Apabila pelbagai peranan atau fungsi yang berjalinan dipergunakan sebagai titik tolak, maka masyarakat dapat ditelaah sebagai lingkup integrasi fungsional, yang di dalamnya terdapat lingkup integrasi normatif,2 sebagaimana tergambar dalam bagan, sebagai berikut: 3
I Pumawidhi W. Purbacaraka, "Filsafat Hukum Aspek Ethis". Diktat Kuliah untuk mahasiswa Sub Program S.I Ekstensi, (Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009), hal.7I.
2
Soerjono Soekanto dan R. Otje Salman, "Disiplin Hukum
Cet. Pertama, (Jakarta: Rajawali Pers, 1987), hal. 6. 3
Ibid., hal. 6-7.
dan Disiplin SosiaI",
Sekilas Tentang Bahasa Hukum, Purbacaraka
Keterangan: Lingkaran I (luar) merupakan integrasi fungsional yang mencakup suatu sistem hubungan-hubungan kerja dalam mana kegiatan setiap individu menunjang kegiatan individu lainnya, yang berupa suatu kebulatan yang mengandung mekanisme vital. Lingkaran IT (dalam) merupakan integrasi normatif yang mengacu pada suatu derajat di mana orang-orang dan bagian-bagian kelompok bergaul dengan damai tanpa membuang energi secara percurna dalam pertentangan dan pertikaian.
Peranan atau fungsi yang berupa tugas atau wewenang dalam lingkup integrasi fungsional menjadi kuat dalam lingkup integrasi normatif dan disebut kewajiban (yang tidak boleh diabaikan) atau hak (yang boleb tidak digunakan) yang dipunyai setiap subjek hukum (=status/peran): Dengan memandang kehidupan dalam kebersamaan sebagai integrasi fungsional yang mengandung integrasi normatif, maka dapatlah kebersamaan bidup manusia itu sendiri difahami menurut sudut pandang tertentu dan hal itu dapat dilakukan, apabila diikhtiarkan untuk merangkaikan subjek hukum yang mempunyai kewajiban maupun hak untuk mengadakan sikap tindak dalam hukum, sehingga menimbulkan hubungan hukum mengenai objek hukum. 5 Kebersamaan hidup manusia sebagai suatu proses (sosial) dapat terlihat dari interaksi mereka dan proses interaksi mereka dilakukan dengan cara berkomunikasi yang diwujudkan dalam bahasa yang mereka pergunakan, namun karena masyarakat sebagai kebersamaan hidup terdiri dari beragam budaya (seperti di Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa) dan mempunyai beberapa aspek kehidupan yang disebahkan adanya beberapa tipologi manusia, maka setiap ragam/aspek kehidupan manusia tersebut masing-masing mempunyai ciri tersendiri dalam bahasa yang mereka pergunakan (bahasa daerah maupun bahasa kelompok aspek kehidupan).
4
Ibid., hal. 7.
, Ibid.
Jurnal Hukum dan Pembangunan Edisi Khusus Dies Natalis 85 Tahun FHUI ·
'42
A. Bahasa Indonesia disamping memiliki beragam bahasa daerah yang merupakan bahasa pergaulan sehari-hari dalam masyarakat diberbagai daerah juga mempunyai bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia, bahasa persatuan maksudnya adalah apabila dua orang atau lebih yang berbeda suku bangsanya berkomunikasi tentunya tidak mungkin menggunakan bahasa daerah masing-masing, mereka pastinya akan . menggunakan bahasa persatuan yaitu Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia selain sebagai bahasa persatuan ia juga merupakan bahasa ilmu pengetahuan, ia dipakai diberbagai lembaga pendidikan dan pengajaran, dari Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi, Bahasa Indonesia juga merupakan Bahasa Resmi yang dipakai dalam menjalankan roda pemerintahan negara 6 Bahasa berarti sistem dari lambangltanda (bunyi) yang dipakai orang untuk melahirkan pikiran dan perasaan7, yang bila dihubungkan dengan komunikasi maka bahasa merupakan sistem lambang (bunyi) yang mengandung makna untuk menyatakan atau mengungkapkan pikiran dan perasaan seseorang terhadap orang lain yang dapat berupa ucapan/perkataan (lisan), huruf (tulisan) maupun gerakan tubuh (isyarat) dan lainnya. Bahasa sebagai sistem tandallambang menurut P.W. Brouwer harus memenuhi syarat sebagai berikut: 8 I. 2. 3. 4.
dibuat oleh manusia; mengabdi komunikasi antar-manusia; diterima dalam suatu masyarakat; terdiri atas bunyi-bunyi dan/atau tanda-tanda.
Bahasa selain terdiri dari bahasa umum dan bahasa khusus yang telah disebutkan sebelumnya, bahasa juga dibedakan antara bahasa pergaulan/bahasa alamiah dan bahasa artifisiallbahasa ilmiah 9 Jadi
6 H. Hilman Hadikusuma, "Bahasa Hukum [ndonesia", Cet. Kedua, (Bandung: Penemit Alumni, 1992), hal. 1·2.
7 W.J.S. Poerwadanninta, "Kamus Umum Bahasa Indonesia", eet. Kelima (Jakarta: PN. Balai Pustaka, [976), hal. 75.
8 J.J. Bruggink, "Refleksi Tentang Hukum", alih bahasa Arief Sidharta, Cet.Kedua, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999), hal. 8-9. 9
Ibid, hal. II.
Sekilas Tentang Bahasa Hukum, Purbacaraka
'43
apapun macam dan bentuk bahasa yang digunakan oleh manusia intinya adalah, bahasa merupakan ungkapan pikiran manusia, sedangkan pola pikir manusia dari sudut ilmiah terbedakan kedalam aspek-aspek kehidupan manusia, maka bahasa menu rut sudut pandang ilmiah terbagi kedalam macam-macam bahasa ilmiah. Jadi bila manusia berkomunikasi dengan sesarnanya menggunakan bahasa, berarti dian tara mereka secara bersama-sama menyamakan konsepkonsep makna yang terdapat didalam poJa pikir masing-masing, tentang sesuatu obyek pembicaraannya Ciri tersendiri dalam bahasa mereka bukan berarti bahasa mereka berbeda sarna sekali, namun mereka sarna-sarna mempunyai bahasa yang umum yang mempunyai em yang sama, sedangkan perbedaannya terdapat didalam bahasa khusus yaitu penggunaan istilah-istilah tertentu yang tidak mungkin bahasa khusus (istilah tertentu) didalam aspek kehidupan yang satu digunakan didalam aspek kehidupan yang lainnya, bahkan dapat teljadi istilahnya sarna namun mempunyai arti yang berbeda bila digunakan didalam aspek kehidupan yang lain. B. Hukum
Dengan menyebut pendapat Imanuel Kant, Van Apeldoom pernah mengatakan bahwa definisi hukum masih dicari dan belum didapatkan, oleh karena hukum mencakup aneka macam segi dan aspek serta karena luasnya ruang lingkup hukum. Oleh karena itu, maka terhadap hukum dapat diberikan pelbagai peng-arti-an, hal mana senantiasa tergantung pada apa yang dilihat dan dirasakan orang terhadap hukum tersebut. Terdapat sembi Ian arti hukum yaitu;lO I. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Hukum sebagai IImu Pengetahuan; Hukum sebagai Disiplin; Hukum sebagai Kaedah; Hukum sebagai Tata Hukum; Hukum sebagai Petugas Hukum; Hukum sebagai Keputusan Penguasa; Hukum sebagai Proses Pemerintahan; Hukum sebagai sikap tindak yang ajeg; Hukum sebagai Jalinan nilai-nilai.
10 Pumadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto. "Renungan Tentang Filsafat Hukum", Cet. Kedua, (Jakarta: Rajawall Pers, 1980), hal.I3-14.
'44
Jurnal Hukum dan Pembangunan Edisi Khusus Dies Natalis 85 Tahun FHUI
Selain arti hukum tersebut diatas, dapatlah dikemukakan salah satu hake kat dari hukum, yaitu hukum bersifat umum, yang artinya hukum mempunyai tugas menjamin kepentingan umum, namun juga melindungi kepentingan pribadi, tugas hukum tersebut apabila dihubungkan dengan perundang-undangan (hukum sebagai proses pemerintahan)," maka perundang-undang tersebut yang berisi kaidah tertulis, haruslah diketahui dan dimengerti oleh masyarakat, dengan demikian memerlukan peranan bahasa (Indonesia) tertulis sebagai alat saran a informasi perundang-undangan tersebut. Bahasa perundangundangan tersebut tidak lain adalah bahasa (Indonesia) umum yang dilengkapi dengan istilah-istilah (hukum) yang mengandung makna hukum. a.
b. c. d. e. f. g. h.
Perundang-undangan merupakan istilah dalam ilmu hukum yang mempunyai arti yaitu suatu himpunan kaidah tertulis dalam suatu tatananlhirarkhi yang bersifat hubungan subordinasi dan dibuat oleh penguasa yang berwenang. Hirarki perundang-undangan sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan adalah:12 UUD 1945; TAPMPR.; Undang-UndangIPERPU; Peraturan Pemerintah; KEPRES; Peraturan Daerah; Peraturan Pelaksanaan: 1). Peraturan Menteri; 2). Instruksi Presiden; 3). Dan lain-lain.
Hirarki perundang-undangan setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, Tentang Pembentukan Peraturan PerundangUndangan adalah: 13
II
Ibid., hal. 12- 13.
12 Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto. "Perundang-undangan dan Yurisprudensi", (Bandung: Alumni, 1979), hal. 40. 13 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor Pembentukan Per.luran Perundang-Undangan, Pas.1 7.
IO Tabun 2004, Tenlang
Seki/as Tentang Bahasa
Hukum, Purbacaraka
145
(1) Jenis dan hirarkhi Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut: a. UUD. 1945; b. Undang-UndangIPERPU; c. Peraturan Pemerintah; d. Peraturan Presiden; e. Peraturan Daerah; (2) Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (l) huruf e, meliputi: a. Peraturan Daerah Provinsi dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi bersama dengan Gubernur; b. Peraturan Daerah KabupatenIKota dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi bersama dengan BupatilWalikota; c. Peraturan DesaiPeraturan yang setingkat, dibuat oleh Badan Perwakilan Desa atau nama lainnya bersama dengan Kepala Desa atau nama lainnya.
C. Bahasa Hukum Bahasa Indonesia yang khusus dipakai dalam teori dan praktek hukum, didalam hukum adat (tidak tertulis) atau hukum perundangan (hukum tertulis), didalam karya-karya tulis atau kepustakaan hukum dan kesemua aspek yang menyangkut hukum, yang bersifat khas hukum dan menggunakan bahasa sebagai alatnya, termasuk dalam ruang lingkup bahasa hukum (Indonesia)." Bahasa hukum Indonesia bukan bahasa lain, tetapi bahasa khusus dalam arti bahasa (Indonesia) umum juga, banya dipergunakan dalam bidang khusus hukum. Hal itu berarti bahasa hukum tidak boleh meninggalkan gramatikaltata bahasa, etimologi (ilmu asal-usul kata), semantik (ilmu arti kata) maupun sintaksis (ilmu tata kata) bahasa umum di Indonesia. Walaupun demikian tidak dimaksudkan agar Sarjana Hukum harus menjadi Sarjana BahasaiSastra sekaligus, tetapi ia wajib mempergunakan segala sarana hardware (terutama kamus), maupun software (saran ahli) bahasa yang ada."
14
H. Hilman Hadikusuma, Gp. Cit., hal. 2.
15 Pumadi Purbacarnka, Upenggarapan Disiplin Hukum dan Filsafat Hukum bagi Pendidikan Hukum". Cet. Pertarna, (Jakarta: CV. Rajawal~ 1986), hal. 9.
146
Jurnal Hukum dan Pembangunan Edisi Khusus Dies Natalis 85 Tahun FHUI
Kharakteristik bahasa hukum (Indonesia) terletak pada istilahistilah, komposisi serta gaya bahasanya yang khusus. Bahasa hukum adalah bahasa dalam lingkup aturan dan peraturan yang bertujuan untuk mewujudkan ketertiban dan keadilan, untuk mempertahankan kepentingan umum dan kepentingan pribadi didalam masyarakat. Namun dikarenakan bahasa hukum merupakan bagian dari bahasa Indonesia yang modern, maka dalam penggunaannya ia harus tetap, terang, monosemantik dan memenuhi syarat estetika bahasa Indonesia. 16 Suatu pernyataan yang menganggap bahasa hukum adalah bahasa lain bahkan menganggap bahasa hukum itu tidak ada, mereka hanya melakukan pembenaran untuk tetap tidak menguasai bahasa (Indonesia) umum dan melestarikan (ilmu) hukum dalam bahasa yang keliru sehingga berarti menghambat tercapainya kesatuan bahasa hukum. 17 Pada kenyataannya dalam pendidikan hukum, praktek hukum dan pembuatan perundang-undangan, terbukti banyak terjadi dalam penggunaan istilah yang berbeda (dan tidak tepat) untuk pengertian yang sarna yang digunakan oleh para pengajar, praktisi hukum dan pembuat perundang-undangan, sehingga dapatlah dibayangkan bagaimana hasil keluarannya. 18 Ketika seorang mahasiswa baru di fakultas hukum mempelajari ilmu hukum, maka sesungguhnya ia memulai membentuk pola pikirannya sesuai dengan pola pikir/cara berpikir ahli hukum dan ia memulai mememori segala istilah hukum kemudian merangkainya dalam bahasa umum Indonesia plus, yaitu plus istilah-istilah hukum, dengan demikian kegiatan mempelajari hukum bergantung pada wawasan yang dimiliki orang tentang hubungan antara kegiatan berpikirlkajian hukum (filosofis, yuridis dan sosiologis) dan bahasa (hukum).1 9 Suatu kegiatan berpikir hukumlkajian hukum (filosofis, yuridis dan sosiologis) yang obyekoya masing-masing adalah jalinan nilainilai hukum, asas-asas hukum, kaidah-kaidah hukum dan sikap tindak
16
H. Hilman Hadikusuma, Op. Cit., hal. 3.
17
Pumadi Purbacaraka, Op. Cil., hal. 9.
18
Ibid.
I. J.J. Bruggi~k, Op. Cit., hal. I.
Sekilas Ten tang Bahasa Hukum, Purbawraka
147
dalam hukum, mempunyai sifat yang masing-masing berbeda tingkat keabstrakannya dengan demikian pada hakikatnya keempatnya merupakan suatu set (organisasi) simbol-simbol, khususnya simbolisme bahasa yang mempunyai makna hukum, maksudnya nilainilai hukum, asas-asas hukum, kaidah hukum dan sikap tindak hukum, hanya dapat dimengerti oleh manusia dengan melalui peranan bahasa yang menjelaskan sifat abstrak makna hukum dari padanya. Adapun yang dimaksud dengan bahasa, bisa saja meluas sampai meliputi segala bentuk tanda-tanda atau isyarat. Pada akhimya set simbolisme bahasa (hukum) tersebut menjadi berarti melalui interpretasi para subyek (ahli) hukum. 20 D. Terjemaban Dalam Babasa Hukum Suatu terjemahan dari bahasa asing kedalam bahasa hukum (Indonesia) dapat menjadi hambatan untuk mencapai kesatuan bahasa hukum yang baik dan benar, hambatan terse but dapat dirinci sebagai berikut: 1. a.
b.
Kesembronoan dalam penerjemaban, misalnya:
Istilab Belanda objectiefrecht dan sUbfectief recht diterjemahkan dengan hukum objektif dan hukum subjektif yang seharusnya "hukum" untuk objectiefrecht dan "hak" untuk subjectiefrecht. Alasan adanya pembedaan recht in objectieve zinlobjeclief recht dan recht in subjeclieve zinlsubjeclief recht ialah karena kata recht adalah "homonim", sehingga untuk menghindarkan salah faham maka pada kata rech! dilekatkan objectiejlsubjectie/21 Beleid (Belanda) atau policy (Inggris) diterjemahkan dengan "kebijaksanaan" atau "kebijakan". Apabila ke dua kata asing itu bersifat netral (tidak positif dan tidak negatif) maka kebijaksanaan (hal bijaksana) bersifat positif yaitu kepandaian menggunakan akal budidaya, dengan demikian yang pantas diterjemahkan dengan kebijaksanaan ialah wijs beleid lawannya wanbeleid, yang pertama itu spesies positief dan yang kedua
20 Soetandyo Wignjosoebroto, "Hukum. Paradigm., Metode dan Dinamika Masalabnya", Cet. Pertama, (Jakarta: Penerbit ELSAM dan HUMA, 2002), hal. 225.
21
Pumadi Purbacaraka, Op. Cit., hal. 10.
Jurna/ Hukum dan Pembangunan Edisi Khusus Dies Nata/is 85 Tahun FHU/
148
c.
d.
adalah spesies negatief. Sedangkan pengertian beleid itu sendiri sebenarnya adalah berarti keleluasaan." Istilah Belanda (dalam i1mu hukum pidana) toerekeningsvatbaar diterjemahkan dengan dapat "dipertanggungjawabkan". Padahal yang toerekeningsvatbaar itu si daderlpenanggung jawab peristiwa pidana, jadi ia dipertanggungjawabkan kepada siapa? Ada pengertian lain yang tepat diterjemahkan dengan dapat "dipertanggungjawabkan" yaitu toereken baarheid; tetapi mengenai peristiwa pidananya yang hams dipertanggungjawabkan kepada penanggung jawabldader. Karena itu maka peristiwa pidana yang toerekenbaar kepada penanggung jawabldader dan dia sendiri hams berkeadaan toerekeningsvatbaar atau mampu bertanggung jawab (toerekeningsvatbaarhe id=kemampuan bertanggungj awab ).23 Dalam hukum acara pidana terjadi penyerahan perkara kepada hakim oleh jaksa yang dikatakan verwijzing van een zaak dan perkaranya (kata benda) disebut verwijsde zaak dengan terjemahannya "perkara tolakan". Rupanya hal itu terjadi karena perancuan kata verwijzing dengan ajivijzing yang memang 24 berarti peno lakan 2.
Keharafiahan dalam Penerjemahan
a.
Zakelijk rec/lt/hak kebendaan sebagai suatu absolut recht dengan terjemahannya hak absolut. Walaupun terjemahan itu betul tetapi sesungguhnya hak absolut itu tidak pemah ada, juga hak eigendom ex. B.W. pasal 570 tidak absolut karena penggunaannya terbatas pada: I) tidak boleh melanggar perundangan-undangan, dan; 2) tidak boleh mengganggu hak pihak lain. Bahkan hak asasi pun menurut Declaration of Human Right ada pembatasannya (pasal 29), walaupun itu tidak berarti boleh diganggu sewenang-wenang. Oleh karena itu seyogyanya pengertian hak absolut itu diganti dengan hak jarnak arah karena terarah kepada siapa saja (termasuk penguasa) yang wajib menghargai dan
22
Ibid.. hal. 10.
2J
Ibid, hal. 10- 11.
24
Ibid, hal. 11.
Seki!as Tentang Bahasa Hukum, Pu r bacaraka
'49
dibedakan dari hak searah sebagai ganti hak pribadi "personlijk recht". Hak jamak arah itu sebagai. pengertian genus mencakup beberapa pengertian spesies; kecuali: I) Zakelijk rechtlhak kebendaan, 2) Personlijkheids rechtlhak kepribadian (atas jiwa, tubuh dan kehonnatan), 3) Publiekrechtelijk recht yaitu bak berdasarkan bukum tantra seperti hak memilih/dipilih. 4) Hak kekeluargaan, misalnya hak (kekuasaan) orang tua atas anaknya,dan 5) Hak atas objek imateriil yang salah-satu di antaranya ialab hak cipta. 15 b. Dalam hukum perjaDjiaD meDurut B.W. dikenal eenzijdige terjemahannya tentu saja overeenkomstlverbintenis; perjanjian/perikatan sepihak; apakah bal itu mungkin? Perjanj ian maupun perikatan selalu menyangkut dua pibak atau lebih; maka ganjillah pengertian perjanjian/perikatan sepibak itu. Sebenarnya yang dimaksud dengan sepihak itu tidak lain ialah bahwa satu pihak hanya mempunyai hak dan pihak Jain hanya kewajiban saja, misalnya, dalam perjanjian meminjam. Jika kita mau melihat bahwa dalam perjanjian/perikatan itu pibak yang satu mempunyai tagihan saja sedangkan pihak lainnya hanya lunasan, maka tepatlah bila dalam hal tersebut kita gunakan istiJah perjanjian/perikatan timpang (bukan sepibak) yang dibedakan dari perjanjian/perikatan timbal balik.26 c. Onrechtmatige daad yang dapat dikatakan tepat diterjemahkan dengan "perbuatan melanggar hukum", sebagai istilah yang mempunyai pengertian lebih luas jangkauannya daripada hanya terbatas di bidang perdata saja. Perbuatan melanggar hukum mungkin juga dapat terjadi di bidang hukum tala negara "excess de pouvoir"/pelampauan batas kekuasaan, maupun di bidang hukum administrasi negara "detournement de pouvoir"/penyalahgunaan kekuasaan; maka khusus di bidang hukum perdata seyogyalah bila digunakan istilah yang tidak terlalu luas yaitu penyelewengan perdata. 27
" Ibid, hal. 10-11. " Ibid, hal. 12. 27
Ibid, hal. 12- 13.
)urnal Hukum dan Pembangunan Ed;s; Khusus D;es Natalis 85 Tahun FHUI
150
d. Dalam menerjemahkan zedelijk lichaam menjadi "badan hukum", maka lichaam itu benar terjemahannya badan, tetapi hukum sebagai terjemahan zedelijk itu salah, karena arti sebenarnya susila. Oleh karena istilah zedelijk lichaam dewasa ini sinonim dengan rechts persoon, maka lebih baik kita gunakan pengertian itu dengan terjemahan pribadi hukum.28 3. Kesahajaan da/am penguasaan bahasa (Indonesia) umum mengejawantah dalam penyusunanlpenggunaan kata, seperti: a. Perancuan kata tugas dengan wewenang, dengan perkataan lain ke dua kata itu dirangkaikan tanpa membedakan arti yang satu dan lainnya. Tugas itu peranan yang harus dilaksanakan, sedangkan wewenang adalah peranan yang tidak hams dilaksanakan. Karena itu ganjil kalau suatu peranan sekaJigus disebut-sebut tugas dan wewenang. 29 b. Penggunaan kata "peraturan perundangan" jelas salah, karena dari asal kata undang-undang tidak benar kalau menjadi perundangan. Sesungguhnya dengan perundang-undangan saja (tanpa peraturan) sudah tepat dan jelas bila dimengerti bahwa undang-undang mempunyai dua arti. Pertama undangundang dalam arti formal bila kita melihat pembentukannya di Indonesia adalah Presiden bersama DPR dan undang-undang dalam arti materiil bila kita melihat isinya yang merupakan ketentuan abstrak dan berlaku untuk umum dan dibuat oleh lembaga/penjabat yang sah mana pun 30 Segal a sesuatu yang terungkapkan sebagai hambatan itu merupakan sebagian pengertian fundamental dalam penggunaan bahasa hukum yang Untuk seharusnya dipahami betul oleh kalangan hukum. menanggulanginya sangat mendesak dibentuknya komisi istilah hukum yang juga beranggotakan ahli sarjana bahasa Indonesia dan mereka yang berhubungan erat dengan Dewan Perwakilan Rakyat. 31
28
Ibid, hal. IJ.
29
Ibid
30
Ibid
31
Ibid. hal. 14.
SeKiias Tentang Bahasa HUKum, PurbacaraKa
E. Pencermatan Bahasa Hukum
Urban A. Lavery, dalam pengantar papernya tentang "The Language of the Law" mengatakan: The medium of the law is language, and the lawyer's success or failure depends largely on the skill and percission with which he handles words. 32
Oleh karena itu dalam menggarap bahasa hukum Indonesia kita memang masih mengalami hambatan dalam mengikhtiarkan kesatuan bahasa hukum yang mantap dan cermat. Dalam bagian terdahulu telah diungkapkan hambatan itu, yakni berupa: I.
2. 3.
Kesembronoan dalam terjemahan; Keharafiahan dalam terjemahan; Kesahajaan dalam penguasaan bahasa (Indonesia) umum.
Pada topik ini hanya ingin disampaikan saran untuk ikhtiar pencermatan pengertian dan penepatan ungkapan dalam (bahasa) hukum. Namun lebih dahulu perlu penegasan bahwa bahasa hukum itu adalah bahasa khusus bukan bahasa lain yang dengan sebutan lainnya ialah bahasa (Indonesia) umum plus. Hal ini berarti bahwa dalam mencermatkan pengertian dan menempatkan ungkapan (daIam) huIrum kita harus selalu berpatokan pada bahasa umum dan babkan logika (bahasa). Logika sungguh penting dalam ikhwal pencermatan . 33 . pengertwn antara Iam: I. Ikhwal hubungan pengertian genus dan pengertian spesies. Pengertian spesies itu adalah pengertian genusplus ciri yang membedakannya dari spesies lain yang termasuk genus itu, misalnya: a. Cara pemindahan hak (genus): I) pemberian (spesies timpang). 2) tukar-menukar (spesies timbal-balik) - jual-beli (spesies timbal-balik). b. Peranan (dalam hukum) (genus): 1) hak (spesies fakultatif). 2) kewajiban (spesies imperatif). c. Penyimpangan (genus):
12
Ibid.
33
Ibid., hal. 14-15.
Jurnal Hukum dan Pembangunan Edisi Khusus Dies Natalis 85 Tahun FHUI
152
I) pengecualian (spesiespositif). 2) penyelewengan (spesies negatif).34 2. Ikhwal pengertian; contrairlberlawanan. Contrair dari kata Latin contrarius berarti perlawanan, misalnya: a. bebas: terkekang. b. tertib: kacau. c. menurut hukum : melanggar hukum. Dua pengertian yang contrair saling menutup dalam arti kalau sudah yang satu tidak mungkin yang lain; bebas tidak mungkin terkekang, menurut hukum mustahil melanggar hukum.3' 3.Ikhwal pengertian contradictoirlberlainan. Contracidtoir dari kata Latin contradictio berarti bantahan misalnya: a. menurut hukum: tidak menurut hukum (dapat berarti menu rut sopan santun) b. sengaja : tidak sengaja/lalai.36 Selain pencermatan pengertian dalam bahasa hukum juga penting menempatkan ungkapan, misalnya, apabila ada pelanggaran hak seseorang tidaklah memberi alasan penuntutan hak, tetapi yang mungkin adalah menuntut prestasillunasan kepada pihak yang melanggar haknya, contoh lain ia dihukum karena melanggar ketentuan hukum pidana, ini jelas salah karena hanya siapa yang memenuhi (unsur) ketentuanlhukum pidana yang diancam hukuman 3 7
F.
Peranan Bahasa Hukum Dalam Perundang-Uudangan
Kaidah hukum yang bersifat abstrak, sesungguhnya merupakan sistem konsepsi dalam pikiran para ahli hukum yang kemudian diungkapkan atau memperoleh bentuknya melalui pernyataanpernyataan bahasa, yakni (salah satunya) dalam peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan yang dipositifkan ("diberlakukan "), pemositifan tersebut dalam suatu masyarakatlnegara ditugaskan kepada penguasa (pemerintah) yang berwenang. Mereka (penguasa dan para ahli pembuat peraturan-peraturan) menuangkan konsepsi-
34
Ibid, hal. 15.
3S
Ibid, hal. 15.
36
Ibid, hal. 15 - 16.
37
Ibid, hal. 16.
Sekilas Tentang Bahasa Hukum, Purbacaraka
153
konsepsi yuridis, filosofis dan sosiologis yang ada djdalam pikitan mereka kedalam rumusan-rumusan (kalimat) yang mewujudkan inti dari sistem hukum yang didaJam masyarakat dianggilp sebagai patokan sikap tindak dan disebut kaidah tertulis. Oleh karena itu tampilah dalam proses ini peranan penting dari bahasa hukum, sebah tanpa bahasa makna hukum (yang terdapat didaJam perundang-undangan) 38 akan mustallil dapat dimengerti oleh masyarakat. Pembuatan perundang-undangan (yang dilakukan oleh penguasa yang berwenang) harus bersumber utama dari Undang-Undang Dasar (hukum dasar normatif) yang perundang-undangan tersebut tiM dengan sendirinya mengalir dari Undang-Undang Dasar, namun hams melalui peranan keahlian d;rri para Juris (ahli hulrum, ahIi filsafat hukum dan allli sosiologiJantropologi hukum) bersama ahli dibidang ilmu kemasyarakatan lainoya, merumuskan pnnsip-prinsip abstrak dan mengkonkritisasikan meItiadi kaidall-kaidah tertulis (dengan bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti) didalam perundangundangan.'9
II.
Penutup
Undang-undang yang merupakan hukum tertulis, tidaklah terlepas dari peranan penting ballasa hukum dalam penyusunan kalimat hukum yang tercantum di dalam undang-undang agar tidak teJjadi Icecerohohan dan ketidakjelasan makna hukum sehingga menimbulkan pemahaman yang salah bagi setiap warga yang harus mematuhinya. Masyarakat yang merupakan kumpulan warga, terdiri dari minimal enam aspek yang didalam teon sosiologi disebut sub sistem masyarakat, menjadi kuat dan teratur karena dijalin oleh sistem kaidah, sistem kaidah ini (yang salah satunya hukum) merupakan inter sub sistem. Mengacu berdasarkan pemyataan tersebut maka bila keenam aspek masyarakat daIam komunikasinya menggunakan bahasa yang juga mempunyai bahasa khusns pada masing-masing aspeknya, dengan demikian dalam salah satu segi dari aspek masyarakat tersebut tidak terJepas dan peranan bahasa bukum baik mereka sadari maupun tidak disadari, bal ini dikarenakan hukum yang
38
J.J. Bruggink, Op. Cit., hal. 4.
39
Thea Huijbers, "Filsafat Hukum", Cet. Ketiga, (Yagyakarta: Penerbit Kanisius,
1995), hal. 140-141.
Jurnal Hukum dan Pembangunan Ed;s; Khusus Dies Natalis 85 Tahun FHUI
154
terwujud dalam bahasa hukum tidak dapat dilepaskan dari keenam aspek masyarakat tersebut. Sebagai contoh dari peranan bahasa hukum terhadap keenam aspek masyarakat tersebut dapat diberikan gambaran sebagai berikut: I.
Aspek Ekonomi Ketika seorang pedagang obat mengatakan bahwa bila meminum obatnya langsung sembuh, maka dia telah melakukan penipuan (perkataanya mencerminkan bahasa hukum).
2.
Aspek Agama Ketika seorang pemuka agama mengatakan melakukan born Bali adalah ') ihad", maka dia telah menyuruh orang lain melakukan kejahatan (mencerminkan bahasa hukum).
3.
Aspek Sosial Ketika seorang supir memberikan uang kepada pengemis di Iampu mernh, maka dia telah turut serta menciptakan ketidak amanan . di jaIim raya (mencerminkan bahasa hukum). Aspek Politik Ketika seorang seorang anggota DPR, rnenerirna uang dari beIJeraixt pengusaha, sehubung;m deng;m pembualan suatu undang-undang, maka dirinya telah rnelakukan kejahatan. Aspek Keilmuan Ketika seorang ca10n guru besar pemah melakukan plagiat daIam pembuatan karya ilmiahnya, maka dirinya tidak akan diterima pengusulan permohonan gurubesarnya oleh dewan guru besar lainnya Aspek Kesenian Ketika seorang artis sinetron, berpose "bugil" di suatu pameran photogrnfi, maka dia telah turut serta melakukan pomografi
4.
5.
6.
Dari contoh-contoh tersebut diatas, terbuktilah bahwa tidak ada satupun aspek masyarakat yang tidak teriepas dari peranan bahasa hukum, baik lisan, tulisan, gerak tubuh, tanda-tanda gambar, dan lain-Iainya.
Sekilas Tentang Bahasa Hukum, Purbacaraka
155
Daftar Pustaka
Bruggink, J.J. Refleksi Tentang Hukum, alih bahasa Arief Sidharta, Cet.Kedua, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999. Hadikusuma, H. Hilman. Bahasa Hukum Indonesia, Cet. Kedua, Bandung: Penerbit Alumni, 1992. Huijbers, Theo. Filsafat Hukum, Cet. Ketiga, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1995. Purbacaraka, Purnadi Penggarapan Disiplin Hukum dan Filsafat Hukum bagi Pendidikan Hukum, Cet. Pertama, Jakarta: CV. Rajawali, 1986. dan Soerjono Soekanto, Yurisprudensi, Bandung: Alumni, 1979.
Perundang-undangan
dan
- ---=-- 0::. dan Soerjono Soekanto, Renungan Tentang Filsafat Hukum,
Cet. Kedua, Jakarta: Rajawali Pers, 1980. Purbacaraka, Purnawidhi W. Filsafat Hukum Aspek Ethis, Diktat Kuliah untuk mahasiswa Sub Program S.I Ekstensi, Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009. Poerwadarminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Cet. Kelima, Jakarta: PN. Balai Pustaka, 1976. Soekanto, Soerjono dan R. Otje Salman, Disiplin Hukum dan Disiplin Sosial, Cet. Pertama, Jakarta: RajawaIi Pers, 1987. Wignjosoebroto, Soetandyo, Hukum, Paradigma, Metode dan Dinamika Masalahnya, Cet. Pertama, Jakarta: Penerbit ELSAM dan HUMA, 2002. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.