SEKILAS KAMPUNG LAWAS MASPATI MASPATI OLD VILLAGE AT A GLANCE Surabaya - Belum banyak warga Surabaya yang tahu, bahwa sejarah panjang Surabaya dari zaman Keraton Mataram hingga masa pendudukan Belanda terekam dalam satu kawasan, Kelurahan Bubutan, Kota Surabaya. Kawasan Bubutan menjadi sudut yang membuktikan bahwa Surabaya tertata rapi semenjak dahulu kala. Seperti kata petualang Belanda yang singgah pada awal abad ke-17, Artus Gijsels, yang menyebut Surabaya sebagai "Amsterdam from the East" atau kembaran Kota Amsterdam dari timur. Sejumlah jalan kampung yang membagi kawasan tersebut bak lorong-lorong waktu yang membawa pejalan ke tempo dulu. Mulai dari masa di mana para Patih Kerajaan Mataram dan istal kuda kerajaan berada di kampung lawas Maspati. Hingga seperti yang terasa di teras rumah bekas kediaman Raden Soemomihardjo, tokoh Keraton Surakarta yang dipanggil "ndoro mantri" oleh warga Maspati. Juga di bekas sekolah Ongko Loro atau sekolah desa di masa pendudukan Belanda. Dari masa perjuangan juga masih ada bangunan bekas pabrik roti milik Haji Iskak yang menjadi dapur umum saat pertempuran bersejarah 10 November 1945. Dengan tegel antik dan detail unik di dalamnya, bangunan tersebut sejak tahun 1958 hingga kini beralih fungsi menjadi Losmen "Asri". Juga masih banyak bangunan peninggalan kolonial lain dengan langgam arsitektur khas Indis hingga ekletis (campuran).
Surabaya – Many people still do not know that the long history of Surabaya since the era of Mataram Kingdom until the colonial era of Netherland is recorded in Bubutan Village, Surabaya. Bubutan proves that Surabaya is a well arranged city since a long time ago. A Netherland adventurer, Artus Gijsels who visited Surabaya in the early of 17th century stated that Surabaya as “Amsterdam from the East” or a city in the east which look like Amsterdam. The alleys in Bubutan area is a time channel which bring the visitor back to the past. Starting with the era of Mataram Kingdom, there were the house of vice regent and the horse stables located in the old village of Maspati. The old atmosphere is continued by an old house which in the past was owned by Raden Soemomihardjo. Raden Soemomihardjo was a noble person from Surakarta Palace who was called as “Ndoro Mantri” by the resident of Maspati. The other old atmosphere is in a building which in the colonial era was a school called “Ongko Loro” school or a village school. Maspati old village also record one of the greatest war in Indonesia's history, the war of 10 November 1945. During the war of 10 November 1945, a bread factory owned by Haji Iskak was used as a public kitchen to provide food for Indonesian warrior. In 1958, the bread factory was renovated into an inn called “Losmen Asri”. Losmen Asri is an antique inn with unique tiles and old architecture styles. There are other old buildings in Maspati old village with “Indis” and “ekletis (mix)” architecture style. 1 Support by Pelindo III
KAMPUNG LAWAS MASPATI
KAMPUNG LAWAS MASPATI MASPATI OLD VILLAGE
Sejarah Saat ini, Surabaya tumbuh menjadi kota metropolitan terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta. Surabaya menjadi pusat bisnis, perdagangan, industri dan pendidikan. Bagaimana suasana Surabaya di masa kerajaan antara abad 18 sampai 19, atau antara tahun 1700 sampai sebelum 1900? Surabaya adalah kota kerajaan yang indah dan eksotis dan dijuluki Belanda, Amsterdam from the east. Kembaran Amsterdam dari timur. Surabaya sejak pertama dibangun ditata dengan perencanaan yang matang. Tidak ditata oleh Belanda. Namun oleh kearifan lokal orang-orang besar Surabaya. Kota ini dibangun tidak sekadar memburu estetika, Namun mempertimbangkan spirit energi alam. Keseimbangan antara kekuatan pertahanan, aktivitas dagang, dan spiritualisme Jawa pesisiran. Awal abad 17, seorang petualang Belanda, Artus Gijsels, ketika tiba di Surabaya sempat mencatatkan kekagumanya..Catatannya dalam Buku Belanda berjudul Figur Tokoh Sejarah Belanda, Arfus Gijsels, Expeditie Soerabaia 2
The History Today, Surabaya is the second largest metropolitan city in Indonesia after Jakarta. Surabaya is the center of business, trade, industry and education. How was Surabaya in kingdom era in 18th to 19th century? Surabaya is beautiful and exotic city which was dubbed by the Netherland as Amsterdam from the east. Surabaya is a well-planned and well organized city. This city is developed by the local value of its own people not by the Netherlands as the colony. This city is built not just considering the esthetic value but also considering the spirit of nature. Surabaya has the balance of strength of defense, trade activity, and spiritual spirit of Java coast. In the early of 17th century, a Netherlands adventurer, Artus Gijsels, expressed his impression of Surabaya on his book “Expeditie Soerabaia naar Passoeroean bij 1706” or The Expedition to
naar Passoeroean bij 1706 (ekspedisi Surabaya ke Pasuruan pada 1706). Catatannya dalam bahasa Belanda kuno. Namun jika disadur dalam bahasa Indonesia artinya: “Surabaya telah diatur dengan baik sekali. Pertahannya kuat, kota ini pasti tidak dapat ditembus karena ada dua tembok pengaman kerajaan. Yaitu di tepi kerajaan dan yang mengitari kraton. Kotanya indah dan tertib, kehidupan penduduknya dinamis. Maskipun Surabaya sedang berperang –dengan Mataram-, namun keadaan Surabaya tampak seperti biasa. Hanya keadaan di kota, banyak wanita ketimbang pria” tulisnya. Sisa kekaguman itu masih bisa dirasakan saat ini. Sisa kerajaan itu masih ada. Salah satunya yaitu Kampung Kraton yang kini diapit Jl Kramatgantung dan Jl Pahlawan. Permukiman para punggawa kraton alias 'perumahan pejabat' berada di barat kraton, karena sisi barat sebagai simbol spiritual. Saat ini perumahan pejabat atau punggawa keraton tersebut menjadi Kampung Tumenggungan dan Maspati yang ada di sisi barat Jl Bubutan. Disinilah dulu tempat tinggal Tumenggung dan Patih untuk urusan kerajaan.
Surabaya and Pasuruan in 1706. The writing which was in old Dutch language stated that Surabaya was well arranged. The defense is very strong supported with two security walls around the kingdom and the palace. Artus Gijsels also described the situation of Surabaya. The city is like usual daily life even though Surabaya was in a war. The only difference was there were more men than women in the city. The glory of the kingdom era is still exist until now. The glory of the kingdom era can be seen from the heritage. The heritage can be found in Kampung Kraton which is located between Kramatgantung street and Pahlawan street. In the west side of “Kraton” or palace there is the residential area for the officer of the palace. It was also the residential area of regent and prime minister. The residential area is now become Tumenggungan and Maspati village which is located in the west side of Bubutan street.
3 Support by Pelindo III
KAMPUNG LAWAS MASPATI
Kampung Maspati berada di tengah kota surabaya, 500 meter dari Monumen Tugu Pahlawan, Kampung ini dikelilingi bangunan modern namun budaya, kearifan lokal dan tradisi-tradisi kampung, tetap terjaga. Bangunanbangunan dan barang-barang peninggalan kerajaan mataram pun masih terawat hingga saat ini. Hal ini tidak lepas dari peran serta warga kampung lawas Maspati yang terdiri dari 350 KSK dan 1350 jiwa. Sisa kekaguman itu masih bisa dirasakan saat ini. Sisa kerajaan itu masih ada. Salah satunya yaitu Kampung Kraton yang kini diapit Jl Kramatgantung dan Jl Pahlawan. Permukiman para punggawa kraton alias 'perumahan pejabat' berada di barat kraton, karena sisi barat sebagai simbol spiritual. Saat ini perumahan pejabat atau punggawa keraton tersebut menjadi Kampung Tumenggungan dan Maspati yang ada di sisi barat Jl Bubutan. Disinilah dulu tempat tinggal Tumenggung dan Patih untuk urusan kerajaan. Kampung Maspati berada di tengah kota surabaya, 500 meter dari Monumen Tugu Pahlawan, Kampung ini dikelilingi bangunan modern namun budaya, kearifan lokal dan tradisi-tradisi kampung, tetap terjaga. Bangunanbangunan dan barang-barang peninggalan kerajaan mataram pun masih terawat hingga saat ini. Hal ini tidak lepas dari peran serta warga kampung lawas Maspati yang terdiri dari 350 KSK dan 1350 jiwa.
4
Maspati village is located in the center of Surabaya, 500 m from Tugu Pahlawan monument. This village is surrounded by modern building but the culture, local value, tradition are still maintained by the resident. The building and relic of kingdom era are also well maintained. The 1350 resident of Maspati village is concern to keep the originality of the village. still exist until now. The glory of the kingdom era can be seen from the heritage. The heritage can be found in Kampung Kraton which is located between Kramatgantung street and Pahlawan street. In the west side of “Kraton” or palace there is the residential area for the officer of the palace. It was also the residential area of regent and prime minister. The residential area is now become Tumenggungan and Maspati village which is located in the west side of Bubutan street. Maspati village is located in the center of Surabaya, 500 m from Tugu Pahlawan monument. This village is surrounded by modern building but the culture, local value, tradition are still maintained by the resident. The building and relic of kingdom era are also well maintained. The 1350 resident of Maspati village is concern to keep the originality of the village.
WISATA SEJARAH HISTORICAL TOURS Sejarah makam mbah buyut suruh
The Ancient Tomb of Great-Grandfather Suruh
Kampung lawas maspati Terdapat dua makam suami istri yaitu Raden Karyo Sentono dan Mbah Buyut Suruh, mereka adalah kakek dan neneknya Sawungaling. Pada jaman kerajaan mataram di Surabaya maspati adalah tempat para pemukiman para tumenggung keraton, pada saat itu ada kekosongan tumengung di kerajaan mataram pihak keraton mengadakan sayembara untuk mengadakan pemilihan tumenggung saat itulah Sawungaling mendaftarkan diri mencalonkan dan akhirnya sawunggaling terpilih menjadi tumenggung karena kakek dan neneknya Sawungaling, Raden Karyo Sentono dan Mbah Buyut Suruh sudah tua maka kakek dan neneknya dibawa ke perumahan Tumenggung di Maspati. Masa hidupnya Mbah Buyut Suruh dan Raden Karyo Sentono menjadi panutan warga dan mempunyai rasa kepedulian sosial terhadap warga sekitar sehingga oleh warga beliau menjadi tumpuan harapan warga sekitar, setelah wafatnya akhirnya Mbah Buyut Suruh dan Raden Karyo Sentono dan dimakamkan di Maspati. Raden Karyo Sentono dan Mbah Buyut Suruh wafat sebelum masa kolonial belanda. Mbah Buyut Suruh dikenal oleh warga hingga sekarang sebagai pelopor yang mendirikan Maspati.
In Maspati village there are two ancient tombs of Greatgrandfather Suruh and his wife Raden Karyo Sentono. Suruh and Raden Karyo Sentono are the great-grandfather and greatgrandmother of Sawunggaling. Sawunggaling is one of the regent in the era of Mataram Kingdom. Sawunggaling nominated himself when the palace open the vacancy for the position of regent. The palace chose Sawunggaling as the regent. Sawunggaling asked Suruh and Raden Karyo Sentono to live with him in regent residential in Maspati. Suruh and Raden Karyo Sentono were respected by the resident of Maspati because of their empathy and care. Suruh and Raden Karyo Sentono died before the colonial era and buried in Maspati village. They still remembered as the pioneer of Maspati village.
5 Support by Pelindo III
KAMPUNG LAWAS MASPATI
6
Sejarah Tweede Inliandsche School atau Sekolah Ongko Loro atau Sekolah Angka Dua
“Tweede Inliandsche School” or “Sekolah Ongko Loro” or School Number Two
Merupakan Sekolah Rakyat atau Sekolah Dasar dengan masa pendidikan selama tiga tahun dan tersebar di seluruh pelosok desa, maksud dari pendidikan ini adalah dalam rangka memberantas buta huruf dan mampu berhitung. Bahasa pengantar adalah bahasa Daerah dengan Guru Tamatan dari HIK. HIK Bahasa Belanda merupakan pelajaran pengetahuan dan bukan sebagai mata pelajaran pokok dan sebagai bahasa pengantar. Namun setelah tamat sekolah ini muridbisa meneruskan pada Scbacel School selama 5 tahun yang nantinya akan sederajat dengan Hollandse Undische School.
Tweede Inliandsche School or School Number Two was an elementary school in Maspati. This school had three years duration of education. It was also located in all village in the country. The purpose of this schools was to teach calculation and fight illiterate. This school used local language and thought by teacher graduated from HIK. After graduated from School Number Two the student could continue the study to Scbacel School.
Rumah Raden Sumomiharjo
The House of Raden Sumomiharjo
Raden Sumomiharjo adalah keturunan kraton solo yang dilahirkan di tanah percikan (tanah yang bebas pajak) di karang gebang ponorogo Jawa Timur. Pada waktu mudanya beliau pernah menjabat sebagai carik di Karang gebang Ponorogo. Dan di jaman colonial belanda raden sumomiharjo mencari pekerjaan di kota Surabaya dan di terima di pemerintahan colonial sebagai mantri kesehatan dan pada jaman tersebut beliau dikenal warga sebagai ndoro mantri nyamuk karena sering membantu masyarakat menyembuhkan penyakit. Dan sebagai penyuluhan masrakat agar terhindar dari penyakit Kraton solo pada waktu jaman koloneal belanda,memberikan pada keturunan solo tempat di karang gerbang ponorogo jatim tanah tersebut bebabas pajak,yg disebut tanah percikan.
Raden Sumomiharjo is the ancestry of palace in Solo or Kraton Solo. Raden is the noble title in Java, Sunda, Madura and other area in Indonesia. Raden Sumomiharjo was born in “percikan” land Karang Gebang, Ponorogo, East Java. “Percikan” land is a tax free land in kingdom era. “percikan” land is given by the colonial government to the palace of Solo. Raden Sumomiharjo was the clerk of the village head. In the colonial era, Raden Sumomiharjo was accepted as clinical officer in Surabaya. He gave medical service and counseling to the resident. The resident called him as Ndoro Mantri Nyamuk or the master of clinical officer Nyamuk.
7 Support by Pelindo III
KAMPUNG LAWAS MASPATI
8
Markas Tentara Rumah ini dibangun pada tahun 1907, dan pernah dijadikan markas tentara.
Army Headquarters The house was built in 1907 and was used as the army headquarters.
RT di Kampung Lawas Maspati
Neighborhood Associations (“RT”) in Maspati Village
Kegiatan Warga Kampung Maspati Kerja bakti setiap 1 minggu untuk membenai penghijaun. Setiap ada tamu dan kunjungan memakai pakaian Khas Suroboyoan. Produk Unggulan 1. Markisa Melihat buah markisanya Cara membuat sirupnya Sampai selesai dan hasilnya akan hidangkan 2. Cincau Cara memetik daunnya Cara membuat minuman cincaunya samapai selesai Lokasi Tempat markisa, di aula RT 6 dekat makam mbah buyut Soro. Lokasi tempat membuat Cincau di rumah markas perang
The Activities of Maspati Village Resident Communal work once a week for taking care of plants Welcome the visitors in Maspati village with traditional clothes Featured Products 1. Passion Fruit The visitor can see the plant of Passion Fruit The visitor watch the process to cook passion fruit syrup. The finished product of passion fruit syrup is served to the visitor. 2. Grass Jelly The visitor can see the process of picking the leaves. The visitor can see how to make grass jelly.
9 Support by Pelindo III
KAMPUNG LAWAS MASPATI
DENAH LOKASI LOCATION MAP Jalan Tembaan
Jalan Semarang
1
2
19
4 3
5 7
18
8
6
A. Area Penyambutan 1. Gerbang Pintu Masuk Pintu masuk lokasi wisata kampung lawas sekaligus area parkir kendaraan. 2. Minuman Selamat Datang Pengunjung disediakan minuman selamat datang yang terdiri dari minuman olahan markisa, jahe, belimbing, dan belimbing wuluh yang merupakan hasil produksi warga. Pengunjung juga disediakan sarung dan capil untuk dipakai di lokasi wisata. 3. Ruang Tunggu Pengunjung yang datang dibagi ke dalam kelompok yang terdiri dari 10 orang setiap kelompok. Setiap kelompok masuk dengan interval waktu 10 menit. Pengunjung dapat menggunakan ruang tunggu untuk menunggu giliran masuk sembari menikmati sajian dan suasana khas kampung. 4. Musik Patrol Pengunjung memasuki area wisata dengan disambut musik patrol. Musik patrol adalah music tradisional khas Surabaya yang dimainkan beberapa orang dengan gerakan khas diiringi alat music tradisional seperti kentongan bambu, triple, kempul, tong besar dari plastik, simbal, balera, gong, dan ecek–ecek (krecekan). B. Area Hijau Pengunjung dapat mengetahui perkembangan dan prestasi kampung lawas terkait lingkungan khususnya mengenai kebersihan. 5. Rumah Lawas Pengunjung dapat melihat dokumentasi mengenai prestasi yang diraih kampung lawas. Pengunjung juga dapat melihat dokumentasi kunjungan sebelumnya di kampung lawas. Untuk pengunjung yang baru datang disediakan album foto dan pigura kosong untuk kemudian diisi dengan foto bersama warga. 6. Bank Sampah Pengunjung akan diajarkan mengenai pengelolaan bank sampah yang meliputi pembukuan, rekening bank sampah, dan demo proses di bank sampah. 7. Rumah Daur Ulang Pengunjung akan diajarkan pengolahan daur ulang sampah menjadi barang – barang yang dapat 10
17
9
16
15 10
14 12
11
13
A. Welcome Area 1. Entrance Gate The entrance to the location as well as the parking area for visitor. 2. Welcome Drink The visitor is provided with welcome drink which consists of drinks which are processed from passion fruit, ginger, star fruit and wuluh star fruit. The visitor is also provided with “sarung” and “capil” a traditional clothes and hat that can be used in the location. 3. Waiting Room The visitor are divided into groups with 10 visitors for each group. The group can enter the location with interval 10 minutes. The visitor can use the waiting room while waiting to enter the location and enjoy the situation of the village. 4. Patrol Music Patrol music will welcome the visitor while entering the location. Patrol music is a traditional music in Surabaya played by a group of person using traditional music instrument such as kentongan, kempul, drum, simbal, balera, gong and ecek –ecek.
B. Green Area The visitor can see the development of environment protection especially the cleanliness. 5. The Old House The visitor can see the documentation of achievement in Maspati village. The documentation also contain the previous visit in Maspati village. There is a blank photo album provided for the recent visitors to be filled with the photo of the visitor and the resident. 6. Garbage Bank The visitor can see management of garbage bank covers the bookkeeping, the account in garbage bank, and explanation of the process in garbage bank. 7. Recycle House The visitor visitors will be given an explanation about the process of recycling garbage into other stuff such as clothes.
digunakan kembali semisal pakaian daur ulang. 8. IPAL Pengunjung akan diberi penjelasan mengenai Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di kampung Maspati. C. Area Produksi 9. Produksi Olahan Makanan dan Minuman Pengunjung diberi kesempatan melihat proses produksi olahan makanan dan minuman yang dilakukan oleh warga. Pengunjung juga diberi kesempatan untuk ikut dalam proses produksi yang dilakukan di dapur warga. D. Area Lawas 1 10. Ongko Loro Tweede Inliandsche School dalam bahasa belanda yang berarti Sekolah Ongko Loro atau Sekolah Angka Dua merupakan Sekolah Rakyat atau Sekolah Dasar dengan masa pendidikan selama tiga tahun dan tersebar di seluruh pelosok desa, maksud dari pendidikan ini adalah dalam rangka memberantas buta huruf dan mampu berhitung. 11. Rumah Lawas – Area Foto Pengunjung dapat berfoto dengan latar rumah lawas. 12. Koperasi – Minibar Pengunjung dapat membeli berbagai produk yang dihasilkan oleh warga yang terdiri dari minuman dan makanan khas serta berbagai camilan dan souvenir. 13. Tempat Istirahat Tempat istirahat yang dilengkapi paying untuk berteduh dan dihiasi berbagai tanaman yoga. E. Area Lawas 2 14. Losmen Pengunjung diberi kesempatan untuk masuk dan dan melihat losmen lawas yang ada di kampung maspati. 15. Patrol Anak Pengunjung dapat menikmati musik patrol yang disajikan oleh anak – anak. Pengunjung juga dapat melihat permainan anak tradisional seperti engkle dan lompat tali. 16. Rumah Lawas – Area Foto dan Permainan Lawas Pengunjung dapat mengetahui sejarah kampung Maspati dan Kota Surabaya melalui foto – foto. Di rumah ini pengunjung juga dapat menyaksikan anak – anak yang bermain permainan tradisional dakon dan bekel. 17. Rumah Lawas – Area Foto dan Interior Lawas Di rumah lawas ini pengunjung dapat menikmati suasana rumah tempo dulu dengan interior yang keasliannya masih terjaga. 18. Balapan Bakiak Pengunjung diajak untuk serta dalam permainan tradisional yaitu lomba bakiak. Pengunjung dibagi kedalam kelompok dan beradu cepat menggunakan sandal tradisional yang terbuat dari kayu. 19. Pesarean Di lokasi ini pengunjung diberikan penjelasan menganai sejarah berdirinya Surabaya. F. Area Pertunjukan Pengunjung dapat menikmati pertunjukan tari remo sembari menikmati makanan yang dibuat sendiri bersama – sama dengan penduduk. Terdapat juga ruang pamer berbagai produk dan souvenir dan demo mengecat bakiak.
8. IPAL (Waste Water Treatment Plant) The visitor can see the Waste Water Treatment Plant in Maspati village. C. Production Area 9. Food and Drink Production The visitor can see the steps of processing food and drink by the resident of Maspati village. The visitor also can join the process which is done in the resident's kitchen. D. Old Area 10. Tweede Inliandsche School or School Number Two 11. The Old House 12. “Koperasi” (Economic Enterprise made by the Resident) In this area the visitor can buy product such as drink and food product, snack and souvenir produced by the resident of Maspati village. 13. Rest Area The rest area is equipped with a shady umbrella. The visitor can take a rest and enjoy “toga” plant in the location. E. Old Area 2 14. The Old Inn The visitor can see and explore an old inn in Maspati village. 15. Children Patrol The visitor can enjoy patrol music performed by children. The children also perform traditional game such as engklek and “lompat tali” or jump rope. 16. The Old House The visitor can understand the history of Maspati village and Surabaya trough photos. In this house the children also perform traditional games such as dakon and bekel. 17. The Old House The visitor can enjoy an old house with an original and well maintained interior. 18. Bakiak Race The visitor can join a game called Bakiak Race. In this game the visitors are divided into groups with 5 visitors for each group. The group will compete in a race using bakiak. Bakiak is a traditional sandals made from wood. 19. Cemetery In this location the visitor will be given an explanation about the history of Surabaya. F. Performance Area 19. The visitor can enjoy the performance of Remo Dance. The visitor also can enjoy the food which previously cooked together with the resident of Maspati village will be served. There is also a showroom for many kind of product and souvenirs made by the resident. The visitor also can see bakiak painting.
11 Support by Pelindo III