SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU PADA MASA MODERN Filsafat ilmu merupakan bagian dari filsafat secara keseluruhan yang perkembangannya tidak bias dilepaskan dari sejarah perkembangan filsafat itu sendiri secara keseluruhan. Filsafat telah berhasil mengubah pola pemikiran bangsa Yunani dan umat manusia dari pandangan mitosentris menjadi logosentris. Berfikir filsafat dilakukan sejak manusia mempergunakan akal pikirannya untuk meningkatkan kesejahteraan dan kehidupannya. Ada saatnya periode manusia mulai mempergunakan akal pikirannya secara mendalam untuk menciptakan sesuatu dan untuk mengambil suatu kebijaksanaan dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan manusia pada saat itu. Masa-masa peradaban manusia yang dimulai pada zaman Yunani Kuno telah mempergunakan filsafat. Hal ini ditandai dengan banyaknya pandangan-pandangan tentang kehidupan pada saat itu dengan munculnya filsuf pada masa itu. Periodesasi perkembangan filsafat dapat terbagi menjadi beberapa periode yaitu filsafat zaman Yunani Kuno dimana pada zaman ini terdapat kemajuan manusia, filsafat zaman pertengahan yaitu zaman dimana alam pikiran didominasi oleh gereja, filsafat abad modern (modern philosophy) yakni zaman sesudah abad pertengahan berakhir hingga abad kesembilan belas, filsafat abad pasca modern (post modern philosophy)/filsafat posmo yang merupakan perkembangan mutakhir filsafat ilmu sejak awal abad keduapuluh sampai sekarang. Tidak mudah untuk membuat suatu batas yang tegas antara periode Renaissance dan periode modern. Sebagian orang menganggap bahwa periode modern hanyalah perluasan periode Renaissance. Namun, pemikiran ilmiah membawa manusia lebih maju. Periode zaman modern merupakan zaman yang tepat untuk menuangkan dengan bebas segala pemikirannya. Zaman modern ditandai dengan adanya perkembangan keilmuan dan berbagai bidang lainnya yang berdampak pada saat sekarang. Perkembangan filsafat ilmu pada zaman modern akan diuraikan dalam pembahasan ini dengan mengetahui perbedaan periode sebelum modern dan ciri khas fase tersebut yang membedakannya dari fase-fase sebelum dan atau sesudahnya. Di samping itu penulis juga akan mengungkap tentang peran filosof dalam perkembangan filsafat ilmu beserta pemikirannya. 2.1 Definisi/Karakteristik Pemikiran pada Masa Modern 2.1.1 Zaman Modern Zaman modern ditandai dengan berbagai penemuan dalam bidang ilmiah. Perkembangan ilmu pengetahuan pada zaman modern ini sesungguhnya sudah dirintis sejak zaman Renaissance. Awal mula dari suatu masa baru ditandai oleh usaha besar dari Descartes untuk memberikan kepada filsafat suatu bangunan yang baru. Filsafat berkembang bukan pada zaman Renaissance itu, melainkan kelak pada zaman sesudahnya (Zaman Modern). Adapun penemuan yang terdapat dalam zaman modern adalah: • Setelah Galileo, Fermat, Pascal, dan Kepler berhasil mengembangkan penemuan dalan bidang ilmu, pengetahuan jatuh ke tangan Isaac Newton (1643-1727) dan Leibniz (16461716). • Newton melahirkan Teori Gravitasi, perhitungan Calculus dan Optika. Teori Gravitasi Newton dimulai ketika muncul persangkaan penyebab planet tidak mengikuti pergerakan lintas lurus. Setelah Calculus ditemukan banyak sekali perhitungan dan pemeriksaan ilmiah dapat diselesaikan. • Joseph Black (1728-1799) dikenal sebagai pelopor dalam pemeriksaan kualitatif, ia menemukan CO2. Hal ini berkaitan dengan perkembangan ilmu kimia yang melandasi Revolusi Industi terutama di Inggris yang kemudian meluas diseluruh benua Eropa. 1
• Setelah Thomson menemukan electron, mulailah ilmu baru dalam kerangka kimia-fisika, yaitu fisika nuklir, yang dapat mengubah bermacam-macam atom. Secara singkat dapat ditarik ringkas ilmu-ilmu yang lahir saat itu. Perkembangan almu pada abad ke-18 telah melahirkan ilmu seperti taksonomi, ekologi, kalkulus, dan statistika. Pada zaman modern ini terjadi revolusi industri di Inggris, sebagai akibatperalihan masyarakat agraris dan perdagangan abad pertengahan ke masyarakat industri modern dan perdagangan maju. 2.1.2 Perkembangan Filsafat pada Zaman Modern Bertrand Russell (1979 : 479) yang dikutip dalam buku (79) menyatakan bahwa dalam sejarah, sebuah masa secara umum dapat dinyatakan sebagai masa ‘modern’, dapat dilihat dari berbagai sisi adanya perubahan mental yang menunjukkan perbedaan bila disbanding dengan masa pertengahan. Paling tidak, perbedaan itu tampak dalam dua hal yang penting, yaitu pertama, berkurangnya cengkeraman kekuasaan gereja dan kedua, bertambah kuatnya otoritas ilmu pengetahuan. Russell menyatakan bahwa penolakan terhadap kekuasaan gereja yang merupakan ciri negatif dunia modern dimulai lebih awal daripada menerima otoritas ilmu pengetahuan sebagai positifnya. Namun, sejak para pemikir (scientis) dapat berbicara dengan penuh kepastian tentang keilmuannya, sejak itu ilmu pengetahuan mulai berkembang dengan baik. Pada saat tersebut, susunan atom, virus, dan bakteri, karena penggunaan mikroskop elektron, dan metode-metode optikyang dapat membesarkan objek-objek yang diteliti mulai berkembang. Dengan berbagai penemuan termasuk manusia modern bepergian dengan pesawat supersonic dan sempitnya dunia akibat globalisasi, kini pemikiran ilmiah telah menjadikan manusia memperoleh kemewahan dan manusia ilmuwan telah melepas ambisinya untuk menjelajahi ruang angkasa. Jadi, ilmu pengetahuan telah membawa manusia dari periode batu ke periode perunggu, dari periode pengangkut ke periode uap, lalu ke periode listrik,periode atom,dan periode ruang angkasa. (Abdul Rozak dan Isep ZA, 2002 : 111) Founding Father filsafat modern adalah Michelde Montaigne (1533 – 1592). Ia bukan seorang matematikawan atau ilmuwan, melainkan seorang moralis. Telah mengajukan pertanyaan mendasar, “Apakah manusia akan mendapat kebenaran jika sudah menemukannya, atau mampukah manusia berbuat adil jika sudah menemukannya?” Ia mewarisi skeptisisme pendahulunya dan meragukan indra maupun akal budi. Sebaliknya, ia menekankan idea alam yang melekat di dalam diri manusia sebagai karakter juga merupakan pemikir-pemikir kuno. Oleh karena itu, pikiran-pikiran intelektual skolastik tidak berarti baginya, sedangkan tujuan pendidikan dan filsafat, secara umum baginya adalah untuk menerangi dan mengilhami hakikat diri yang bersifat spontan. Dalam ilmu pengetahuan, pendapatMontaigne terangkum dalam perumusan bahwa ide manusia itu berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya, juga menurut zamannya. Beberapa ahli berpendapat lain, Rene Descartes dengan pikiran rasionalnya, John Locke dengan pikiran empirisnya, Immanuel Kant dengan kritis melihat ketidaksempurnaan, baik pada Descartes maupun John Locke. Kant mengatakan, “Pengamatan tanpa konsep adalah buta, sedangkan tanggapan tanpa penglihatan adalah hampa.” Ia berpendapat bahwa dasar pengetahuan itu adalah pengamatan dan pemikiran. Ilmu pengetahuan haruslah bersifat sintetis. Hal ini berarti, berdasarkan pengamatan secara nyata, atau bersifat apriori, yaitu menggunakan akal. Pemahaman terhadap filsafat modern berlangsung sampai kontemporer atau pasca modern karena tidak mudah untuk membuat penggolongan. Para filosof modern lebih individualitas dengan menampilkan individualitasnya masing-masing. Filsafat berkembang bukan pada zaman Renaissance itu, melainkan kelak pada zaman sesudahnya (Zaman Modern). 2
Renaissance lebih dari sekedar kebangkitan dunia modern. Renaissance ialah periode penemuan manusia dan dunia, merupakan periode perkembangan peradaban yang terletak di ujung atau sesudah Abad Kegelapan sampai muncul Abad Modern. Zaman ini juga disebut sebagai zaman Humanisme. Maksud ungkapan ini ialah manusia diangkat dari Abad Pertengahan yang mana manusia dianggap kurang dihargai sebagai manusia. Kebenaran diukur berdasarkan ukuran Gereja (Kristen), bukan menurut ukuran yang dibuat manusia. Humanisme menghendaki ukuran haruslah manusia. Karena manusia mempunyai kemampuan berpikir, maka humanisme menganggap manusia mampu mengatur dirinya dan mengatur dunia. Jadi, zaman Modern filsafat didahului oleh zaman Renaissance. Sebenarnya secara esensial zaman Renaissance itu, dalam filsafat, tidak berbeda dari zaman modern. Ciri-ciri filsafat Renaissance ada pada filsafat modern. Tokoh Pada filsafat modern, kita menemukan ciri-ciri Renaissance tersebut. Ciri itu antara lain ialah menghidupkan kembali Rasionalisme Yunani (Renaissance), Individualisme, Humanisme, lepas dari pengaruh agama dan lainlain. Filsafat modern ditandai dengan karakteristiknya dengan lahirnya aliran-aliran besar filsafat, yang diawali oleh Rasionalisme dan Empirisme. Selain kedua aliran itu, juga akan diketengahkan aliran-aliran besar lainnya yang ikut berperan mengisi lembaran filsafat modern, yaitu idealisme, materialisme, positivisme, fenomenologi, eksistensialisme dan pragmatisme. Filsafat abad modern pada pokoknya ada 3 aliran: 1) Aliran Rasionalisme dengan tokohnya Rene Descartes (1596-1650 M). 2) Aliran Empirisme dengan tokohnya Francis Bacon (1210-1292 M). 3) Aliran Kriticisme dengan tokohnya Immanuel Kant (1724-1804 M). Para filsuf zaman modern menegaskan bahwa pengetahuan tidak berasal dari kitab suci atau ajaran agama, tidak juga dari para penguasa, tetapi dari diri manusia sendiri. Namun tentang aspek mana yang berperan ada beda pendapat. Aliran rasionalisme beranggapan bahwa sumber pengetahuan adalah rasio: kebenaran pasti berasal dari rasio (akal). Aliran empirisme, sebaliknya, meyakini pengalamanlah sumber pengetahuan itu, baik yang batin, maupun yang inderawi. Paham ini menyatakan bahwa tidak ada sesuatu dalam pikiran kita selain didahului oleh pengalaman. Lalu muncul aliran kritisisme, yang mencoba memadukan kedua pendapat berbeda itu. Pada abad XX, aliran filsafat banyak sekali sehingga sulit digolongkan, karena makin eratnya kerja sama internasional. Sifat-sifat filsafat pada abad ini lawannya abad XIX, yaitu anti positivis, tidak mau bersistem, realistis, menitikberatkan pada manusia, pluralistic, antroposentrisme, dan pembentukan subjektivitas modern. 2.2 Aliran-Aliran Beserta Tokoh/Filosof yang Hidup pada Masa Modern Pada masa modern filsafat dari berbagai aliran muncul. Pada dasarnya corak keseluruhan filsafat modern itu mengambil warna filsafat sufisme Yunani, sedikit pengecualian pada Kant. Paham-paham yang muncul dalam garis besarnya dapat dibagi menjadi beberapa kelompok. Menurut Herman (2007:27) yang dikutip dalam buku Agoes Hendriyanto, M.pd (2012: 33) menyatakan bahwa ada tiga aliran filsafat modern yaitu Renaissance, rasionalisme, dan empirisme. Namun, terdapat pembagian yang mempermudah dalam mengenal dan mempelajarinya, filsafat modern dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu: 1. Rasionalisme, empirisme, kritisme; 2. Dialektika, idealisme, dan dialektika materialisme; 3. Fenomonologi dan eksistensialisme; serta 4. Filsafat kontemporer dan pascamodernisme. 3
Dalam makalah ini dijabarkan mengenai beberapa aliran yang muncul dalam zaman modern beserta dengan tokoh/filosof yang hidup pada masa itu. 1. Rasionalisme Rasio merupakan sumber kebenaran. Hanya rasio sajalah yang dapat membawa manusia pada kebenaran sehingga aliran ini disebut rasionalisme. Rasionalisme merupakan paham filsafat yang menyatakan bahwa akal (reason) adalah alat terpenting untuk memperoleh pengetahuan. Menurut aliran rasionalis, suatu pengetahuan diperoleh dengan cara berpikir. Rasionalisme memiliki dua aliran, yaitu dalam bidang agama dan filsafat. Dalam bidang agama, aliran rasionalisme adalah lawan dari otoritas dan biasanya digunakan untuk mengkritik ajaran agama. Adapun dalam filsafat, rasionalisme adalah lawan dari empirisme dan sering berguna dalam menyusun teori pengetahuan. Rasionalisme menurut Frans Magnis Suseno (1990) dalam bukunya mempunyai cirri-ciri umum Agoes Hendriyanto, M.pd (2012: 34) mempunyai cirri-ciri umum sebagai berikut: a. Rasionalisme sangat mempercayai adanya kekuatan akal budi manusia dengan segala sesuatu itu dapat dan harus bias dimengerti atau diterima oleh akal pikiran manusia sehingga hal-hal yang abstrak sangat bertentangan dengan teori ini. b. Kebenaran yang hanya dilandasi oleh adanya tradisi, otoritas, tradisi, dan dogma yang tidak bisa diteima oleh paham rasionalisme ini. Rasionalisme membawa dampak dalam beberapa bidang antara lain politik, agama, dan ilmu pengetahuan. c. Rasionalisme mengembangkan suatu metode baru dalam pengambilan keputusan, yaitu menggunakan metode deduksi atau pengambilan keputusan dari hal-hal yang bersifat umum menjadi hal-hal yang bersifat khusus. d. Rasionalisme, karena mencampuradukkan antara agama dan ilmu, bersifat sekuler. Paham ini bersifat duniawi saja. Tokoh/filosof Rasionalisme Adapun tokoh-tokoh penganut Rasionalisme adalah Plato, Rene Descrates, Benedict Spinoza, G. W. Leibniz. 2. Idealisme Idealisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik hanya dipahami dalam kaitannya dengan dengan jiwa dan roh. Istilah idealisme diambil dari kata idea, yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Idealisme mempunyai argument epistimologi tersendiri. Oleh karena itu, tokohtokoh teisme yang mengajarkan bahwa materi bergantung pada spirit tidak disebut idealisme karena mereka tidak menggunakan argumen epistimologi yang digunakan oleh idealisme. Mereka menggunakan argumen yang menyatakan bahwa objek-objek fisik pada akhirnya adalah ciptaan Tuhan; argumen orang-orang idealis mengatakan bahwa objek-objek fisik tidak dapat dipahami terlepas dari spirit. Idealisme secara umum selalu berhubungan dengan rasionalisme. Ini adalah mazhab epistimologi yang mengajakan bahwa pengetahuan apriori atau deduktif dapat diperoleh manusia dengan akalnya. Paham idealisme mengajarkan bahwa hakikat fisik adalah jiwa, spirit. Ide ini merupakan ide Plato yang memberikan jalan untuk mempelajari paham idealisme zaman modern. Tokoh/filosof Idealisme Adapun tokoh-tokoh penganut Idealisme adalah J.G. Fichte, F.W.U. Schelling, G.W.F. Hegel. 3. Idealisme Theist
4
Telah dijabarkan bahwa idealisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik hanya dipahami dalam kaitannya dengan dengan jiwa dan roh sedangkan idealisme theist merupakan aliran idealisme yang bertuhan. Pada zaman modern ternyata masih ada “turunan langsung” Anselmus dan Agustinus (filosof abad tengah), yaitu Pascal. Pemikiran Pascal tentang Tuhan dan manusia hampir merupakan fotokopi pemikiran Anselmus dan Agustinus. Kant juga mengakui Tuhan dalam filsafatnya. Tapi, Tuhan ia temukan dengan cara berbeda dari cara Pasal. Tokoh/filosof Idealisme Theist Adapun penganut aliran filsafat Idealisme Theist adalah Pascal dan Immanuel Kant. 4. Empirisme Empirisme adalah salah satu aliran dalam filosof yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan serta pengetahuan itu sendiri, dan mengecilkan peranan akal. Istilah empirisme diambil dari bahasa Yunani empiria yang berarti coba-coba atau pengalaman. Sebagai suatu doktrin, empirisme adalah lawan rasionalisme. (Ahmad Syadali, 2004 : 116) yang dikutip dalam Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saebani (2008 : 265). Aliran empirisme mempergunakan penalaran induktif. Empirisme atau pengalaman merupakan sumber pengetahuan, sedangkan akal bukan merupakan sumber pengetahuan. Akal merupakan suatu alat yang digunakan untuk memproses bahan-bahan yang diperoleh lewat pengalaman. Metode yang diterapkan aliran ini adalah induksi, yaitu kesimpulan yang bersifat umum ditarik dari kasus-kasus yang bersifat individual (khusus). Contoh sebagai berikut. Ayam berkaki dua. Burung berkaki dua. Angsa berkaki dua. Dapat disimpulkan bahwa unggas berkaki dua. Berdasarkan contoh diatas sangat jelas melalui indera penglihatan dapat dilihat bahwa hewan tersebut ternyata berkaki dua, kemudian akan disimpulkan dan proses penyimpulannya pasti akan melibatkan akal pikiran manusia untuk mencari kata unggas. Filsafat empirisme tentang teori dan makna amat berdekatan dengan aliran positivism logis (logical positivisme) dan filsafat Ludwig Wittegenstein. Akan tetapi, teori makna dan empirisme selalu harus dipahami lewat penafsiran pengalaman. Oleh karena itu, bagi orang empiris, jiwa dapat dipahami sebagai gelombang pengalaman kesadaran, materi sebagai pola (pattern) jumlah yang dapat diindra, dan hubungan kausalitas sebagai urutan peristiwa yang sama. (Ahmad Syadali, 2004 : 116 ) yang dikutip dalam Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saebani (2008 : 265). Penganut empirisme berpandangan bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan bagi manusia, yang jelas-jelas mendahului rasio. Tanpa pengalaman, rasio tidak memiliki kemampuan untuk memberikan gambaran tertentu. Tokoh/filosof Empirisme Adapun tokoh-tokoh penganut Empirisme adalah John Locke, George Barkeley, David Hume, Francis Bacon, Thomas Hobbes, dan Herbert Spencer. 5. Pragmatisme Pragmatisme berasal dari kata “Pragma” (bahasa Yunani) yang berarti tindakan, perbuatan. Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa criteria kebenaran sesuatu ialah apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata. Pragmatisme berpandangan bahwa substansi kebenaran adalah jika segala sesuatu memiliki fungsi dan manfaat bagi kehidupan. Misalnya, beragama sebagai kebenaran, jika agama memberikan kebahagiaan; menjadi dosen adalah kebenaran jika memperoleh kenikmatan intelektual, mendapatkan gaji atau apapun yang bernilai kuntitatif dan kualitatif. 5
Sebaliknya jika memberikan kemadharatan, tindakan yang dimaksud bukan kebenaran. Oleh sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relatif tidak mutlak. Tokoh/filosof Pragmatisme Filosof yang terkenal sebagai tokoh filsafat Pragmatisme adalah William James dan John Dewey. 6. Eksistensialisme Istilah eksistensialisme berasal dari kata eksistensi dari kata dasar exist. Kata exist itu sendiri adalaha bahasa Latin yang artinya: ex; keluar dan sistare; berdiri. Jadi eksistensi adalah berdiri dengan keluar dari diri sendiri. Secara umum eksistensialisme dimaksudkan sebagai aliran filsafat yang membicarakan keberadaan segala sesuatu, termasuk manusia. Permasalahannya ialah, siapakah yang benar-benar berada (bereksistensi); apakah manusia, atau Tuhan atau kedua-duanya. Sudut pandang humanisme adalah factual. Sebagaimana halnya dengan libreralisme Barat-borjuis yang mengklaim sebagai pewaris peradaban humanisme dalam sejarah, marxisme pun mengklaim diri sebagai metode untuk merealisasikan humanisme dalam bentuk manusia sempurna. Eksistensialisme, mengajukan klaim lebih dari dua aliran sebelumnya, seperti yang terlihat dalam ucapan, “Eksistensialisme adalah humanisme itu sendiri”. Dengan klaim seperti itu, eksistensialisme mempunyai hak yang lebih besar daripada dua yang disebut terdahulu. Eksistensialisme dalam justifikasi filosofinya tentang makhluk yang sepenuhnya asing, mengakui manusia sebagai makhluk yang wujud dengan sendirinya dialam semesta ini, yakni makhluk yang dalam dirinya tidak terdapat bagian atau karakteristik tertentu yang datang dari Tuhan atau alam. Akan tetapi, karena mempunyai kemampuan untuk memilih, dia merancang dan menciptakan dirinya sendiri. Asas-asas penting mengenai generasi manusia dalam humanisme yang telah disepakati bersama adalah sebagai berikut: 1. Manusia adalah makhluk asli. 2. Manusia adalah makhluk yang memiliki kehendak bebas, dan ini merupakan kekuatan paling besar yang luar biasa dan tidak dapat ditafsirkan. 3. Manusia adalah makhluk yang sadar (berpikir). 4. Manusia sebenarnya tidak pernah menjadi sesuatu yang lain. 5. Manusia adalah makhluk yang sadar akan dirinya sendiri. 6. Manusia adalah makhluk yang kreatif. 7. Manusia adalah makhluk yang mempunyai cita-cita dan merindukan sesuatu yang ideal. 8. Manusia adalah makhluk moral. Tokoh/filosof Eksistensialisme Filosof yang terkenal sebagai tokoh filsafat Eksistensialisme adalah Martin Heidegger, Soren Kierkegard. 2.3 Pemikiran Tokoh/Filosof yang Hidup pada Masa Modern. Aliran-aliran masa modern tidak terlepas dari pemikiran tokoh/filosof yang mendukung perkembangan pada masa modern. Berdasarkan aliran diatas, akan dijabarkan pemikiran tokoh-tokoh sesuai dengan alirannya sebagai berikut: 2.3.1 Tokoh/filosof Rasionalisme dan Pemikirannya Adapun tokoh-tokoh penganut Rasionalisme adalah Plato, Rene Descrates, Benedict Spinoza, G. W. Leibniz. a. Plato (428 – 348 SM) Metode yang digunakan adalah kritis dialektis dengan sepenuhnya percaya pada kemampuan berpikir dengan cara dialog secara terus menerus sehingga dicapai makna yang esoteris atau makna sesungguhnya. Cara berpikir ini didasarkan pada realitas 6
konkret yang dihadapi. Dengan metode dialektis Plato dapat mencapai pengetahuan murni yang disebut episteme atau neosis, yaitu pengetahuan yang benar. b. Rena Descrates (1596 – 1650) Ia merupakan bapak rasionalisme yang memberikan dasar pemikiran rasionalisme. Kemampuan berpikir manusia sudah tertanam pada tiap-tiap manusia sejak manusia dilahirkan. Dia mengajukan patokan berpikir menjadi beberapa tingkatan. Pertama, seoran pemikir atau ilmuwan harus meragukan setiap apa saja yang muncul di pikirannya. Kedua, seorang pemikir harus menyederhanakan setiap kesulitan-kesulitan dengan membagi-bagi menjadi bagian yang banyak sekali. Ketiga, pemikir harus menurunkan pernyataan yang masih gelap dengan menguraikan langkah demi langkah menjadi pernyataan yang sederhana secara deduktif. Keempat, dia mulai menjalankan pikirannya secara teratur mulai dari unsure yang paling sederhana sampai pada hal yang rumit. c. Benedict Spinoza (1623 – 1677) Filsuf ini sangat bertentangan dengan Descrates. Ia membagi pengetahuan menjadi tiga tahap. Pertama, pengetahuan inderawi, yaitu manusia mendapatkan pengetahuan ini setelah manusia berhubungan dengan objek di luar dirinya. Kedua, pengetahuan akal budi atau rasional diperoleh dari kemampuan akal budi manusia. Ketiga, pengetahuan yang tertinggi, yaitu pengetahuan intuitif atau pengetahuan murni. Pengetahuan akan memberikan penyesuaian dalam kehidupannya yang bermuara pada kebahagiaan dalam hidup. d. G. W. Leibniz Menurutnya, pengetahuan dikembangkan oleh pengalaman, tetapi pengalaman bukan sumber pengetahuan karena pengalaman tidak mempunyai sumber umum dan mutlak. 2.3.2 Tokoh/filosof Idealisme dan Pemikirannya Adapun tokoh-tokoh penganut Idealisme adalah J.G. Fichte, F.W.U. Schelling, G.W.F. Hegel. a. J.G. Fichte (1762 – 1814 M) Dialektika Fichte dapat diterangkan sebagai berikut: manusia memandang objek bendabenda dengan inderanya. Dalam mengindra objek tersebut, manusia berusaha mengetahui yang dihadapinya maka berjalanlah proses intelektualnya untuk membentuk dan mengabstraksikan objek itu menjadi pengertian seperti yang dipikirkannya. Ia menganjurkan supaya kita memenuhi tugas, dan hanya demi tugas. Tugaslah yang menjadi pendorong moral. Isi hukum moral ialah berbuatlah menurut kata hati. Bagi seorang idealis, hukum moral ialah setiap tindakan harus berupa langkah menuju kesempurnaan spiritual. Itu hanya dapat dicapai dalam masyarakat yang anggotaanggotanya adalah pribadi yang bebas merealisasikan diri mereka dalam kerja untuk masyarakat. Pada tingkat yang lebih tinggi, keimanan dan harapan manusia muncul dalam kasih Tuhan. b. F.W.U. Schelling (1775 – 1854 M) Pemikiran Schelling merupakan mata rantai antara Fichte dan Hegel. Ia menggambarkan jalan yang dilalui intelek dalam proses mengetahui, semacam epistimologi. Reese (1980 : 511) menyatakan bahwa filsafat Schelling berkembang melalui tahap: 1. Idealisme subjektif; pada tahap ini, ia mengikuti pemikiran Fichte. 2. Filsafat alam, menerapkan prinsip atraksi dan repulsi dalam berbagai problem filsafat dan sains. Alam dilihatnya sebagai vitalistis, self-creative, dan motivasi oleh suatu proses dialektif. 3. Idealisme transandental atau idealisme objektif. 4. Filsafat identitas. 7
5. Filsafat positif Secara ringkas, bahwa yang mutlak atau rasio mutlak adalah sebagai identitas murni atau indiferensi, dalam arti tidak mengenal pembedaan antara yang subjektif dan objektif. Yang mutlak menjelmakan diri dalam dua potensi, yaitu yang nyata (alam sebagai objek) dan ideal (gambaran alam yang subjektif dari subjek). Yang mutlak sebagai identitas mutlak menjadi sumber roh (subjek) dan alam (objek) yang subjektif dan yang objektif, yang sadar dan yang tidak sadar. Yang mutlak adalah identitas mutlak atau indiferensi mutlak. c. G.W.F. Hegel (1770 – 1831 M) Idealisme di Jerman mencapai puncaknya pada masa Hegel. Ia termasuk salah satu filosof Barat yang menonjol. Inti filsafat Hegel adalah konsep Geists ( roh, spirit), suatu istilah yang diilhami oleh agamanya. Ia berusaha menghubungkan yang mutlak itu dengan yang tidak mutlak. Yang mutlak itu roh (jiwa), menjelma pada alam sehingga sadarlah ia akan dirinya. Roh itu dalam intinya idea, artinya berpikir. Dalam sejarah kemanusiaan, sadarlah roh ini akan dirinya. Demikian pula, kemanusiaan merupakan bagian pula dari idea mutlak, Tuhan sendiri. Idea yang berpikir itu sebenarnya adalah gerak yang menimbulkan gerak lain. Gerak ini menimbulkan tesis yang dengan sendirinya menimbulkan gerak yang bertentangan, antisintesis. Yang menjadi aksioma Hegel: apa yang masuk akal (rational) itu sungguh real, dan apa yang real itumasuk akal. 2.3.3 Tokoh/filosof Idealisme Theist dan Pemikirannya Adapun penganut aliran filsafat Idealisme Theist adalah Pascal dan Immanuel Kant. a. Pascal (1623 – 1622) Filsafat kata Pascal, dapat melakukan apa saja, tetapi hasilnya tidak sempurna. Kesempurnaan itu ada pada iman, sehebat apapun manusia berpikir ia tidak akan memperoleh kepuasan karena memang manusia memiliki logika yang kemampuannya melampaui logika itu sendiri. Berkenaan dengan usaha mencari Tuhan, Pascal tidak menggunakan argumen metafisika, karena disamping tidak termasuk bidang geometri, juga tidak akan memiliki pengaruh apa-apa terhadap keimanan seseorang. Pascal menafikan metafisika dan solusinya ialah “kembalikan persoalan ketuhanan kepada jiwa”. Kesimpulan filsafat Pascal antara lain ialah sebagai berikut. 1. Pengetahuan diperoleh melalui dua jalan, yaitu akal (reason) dan hati (heart), 2. Hati memiliki logika tersendiri, 3. Unsur terpenting dalam manusia ia kontradiksi, satu-satunya jalan memahami manusia ialah jalan agama, pengetahuan-pengetahuan rasional tidak mampu menyingkap manusia, pengetahuan rasional itu hanya mampu menangkap objekobjek yang bebas dari kontradiksi, 4. Tuhan juga tidak dapat dipahami melalui argumen metafisika, Tuhan hanya dapat dipahami melalui hati. b. Immanuel Kant (1724-1804) Pemikiran Kant berhasil menghentikan sofisme modern untuk mendudukan kembali akal dan iman pada kedudukan masing-masing. Dalam kerangka inilah, agaknya, Kant mendapat tempat yang lebih dari lumayan di dalam sejarah filsafat. Situasi pemikiran yang dihadapi oleh Kant, sekalipun sama dengan situasi pemikiran yang dihadapi oleh Socrates pada esensinya, benar-benar sudah mencapai titik kritis. Kritis artinya menentukan, menentukan eksistensi manusia dan kemanusiaan. Karena itulah, mungkin, argumen yang diajukan oleh Kant jauh lebih rumit dari pada argumen yang diajukan oleh Socrates kira-kira 2000 tahun sebelumnya. Argumen-argumennya itu dimuat di dalam bukunya, Critique of pure Reason dan Critique of Practical Reason. 8
Masih ada Critique satu lagi, teteapi kelihatannya tidak sehebat buku Critique pertama dan kedua. Sebelum tertarik pada metefisika, ia lebih dulu menyenangi pengetahuan yang bukan metafisika. Ia menulis tentang planet, gempa, api, angin, eter, gunung, bumi, etnologi, dan ratusan subjek lainnya yang tidak berhubungan dengan metafisika. Bukunya, Theory of Heavens (1755), mirip sekali dengan hipotesisi nebula dari laplace. Menurut Kant, semua planet sudah atau akan dihuni, dan planet-planet yang jauh dari matahari mempunyai masa berkembang lebih panjang, barangkali dihuni oleh species yang lebih cerdas dibandingkan dengan penghuni bumi kita ini. Bukunya, Antropology (1778, bahan yang pernah dikuliahkan), memperkirakan keberasalan manusia dari hewan. 2.3.3 Tokoh/filosof Empirisme dan Pemikirannya Adapun tokoh-tokoh penganut Empirisme adalah John Locke, George Barkeley, David Hume, Francis Bacon, Thomas Hobbes, dan Herbert Spencer. a. John Locke (1632 – 1704) Merupakan bapak empirisme. Menurutnya, pengetahuan manusia didasarkan atas pengalaman yang kemudian diterima atau ditolak oleh akal budinya. Sensasi pengalaman dari luar manusia dan refleksi merupakan pengalaman batin. b. Geoge Barkeley (1685 – 1753) Marupakan seorang filsuf dari Irlandia. Menurutnya, segala sesuatu yang diketahui oleh manusia bersumber dari pengalaman adanya objek karena diterimanya barang atau sesuatu oleh indera. Pada prinsipnya pengetahuan bersandar pada pengalaman yang terjadi karena hubungan antara pengamatan indera yang satu merupakan penguatan dari indera yang lain. c. David Hume (1711 – 1776) Menurutnya, segala yang tidak dapat disusun oleh pengalaman tidak dapat dikatakan sebagai pengetahuan yang benar. Dalam pikiran tidak ada satupun ide yang tidak sesuai dengan kesan yang berasal dari pengalaman indera. Ide merupakan hasil dari analisis pikiran dan kombinasi sari kesan yang diungkapkan oleh indera kembali sehingga jika kesan itu tidak ada, ide tidak akan muncul. d. Francis Bacon Menurutnya, pengetahuan yang sebenarnya adalah pengetahuan yang diterima orang melalui persentuhan imdrawi dan dunia fakta. Pengetahuan merupakan sumber pengetahuan sejati. Pengetahuan haruslah dicapai dengan induksi. Kata bacon selanjutnya adalah kita sudah terlalu lama dipengaruhi oleh metode deduktif. Ilmu yang benar adalah yang telah terakumulasi antara pikiran dan kenyataan, kemudian diperkuat oleh sentuhan indrawi. (Ahmad Syadali dan Mudzakir, 2004 : 117) e. Thomas Hobbes Hobbes berpandangan bahwa pengalaman merupakan permulaan segala pengenalan. Pengenalan intelektual tidak lain dari semacam perhitungan, yaitu penggabungan datadata indrawi yang sama dengan cara berlain-lainan. Tentang dunia dan manusia, ia dapat dikatakan sebagai penganut materialistis. Oleh karena itu, ajaran Hobbes merupakan sistem materialistis yang pertama dalam sejarah modern.Hobbes mengingkari bahwa manusia menurut kodratnya adalah makhluk sosial. Filsafat Hobbes mewujudkan suatu system yang lengkap mengenai keterangan tentang “yang ada” secara mekanis. Jadi, ia merupakan seorang materialis di bidang ajaran tentang antropologi serta seorang absolute di bidang ajaran tentang negara. a. Filsafat Materialisme; segala sesuatu yang ada bersifat bendawi b. Manusia; bagian dalam bendawi yang mengelilinginya yang dapat diterangkan seperti cara-cara yang terjadi pada kejadian ilmiah, yaitu secara mekanis. c. Jiwa; merupakan kompleks dari proses-proses mekanis di dalam tubuh. 9
d. Teori Pengenalan; pengenalan atau pengetahuan diperoleh karena pengalaman. Herbert Spencer Berpusat pada teori evolusi. Menurutnya, kita hanya dapat mengenali fenomenafenomena atau gejala-gejala. Memang benar di belakang gejala-gejala itu ada suatu dasar absolute, tetapi yang absolute itu tidak dapat kita kenal. Secara prinsip, pengenalan kita hanya menyangkut ralasi-relasi antara gejala-gejala. Dibelakang gejalagejala ada sesuatu yang oleh Spencer disebut yang tidak diketahui (the great unknownable). Metafisika menjadi tidak mungkin. 2.3.4 Tokoh/filosof Pragmatisme dan Pemikirannya Filosof yang terkenal sebagai tokoh filsafat Pragmatisme adalah William James dan John Dewey. a. William James Pandangan filsafatnya diantaranya menyatakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri lepas dari akal yang mengenal. Sebab, pengalaman kita berjalan terus dan segala yang kita anggap benar dalam perkembangan pengalaman itu senantiasa berubah, karena di dalam praktik, apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya. Ia mengatakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri lepas dari akal yang mengenal. Sebab, pengalaman kita berjalan terus dan segala yang kita anggap benar dalam perkembangan pengalaman itu senantiasa berubah, karena di dalam praktik, apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya. Menurutnya bahwa dunia tidak dapat diterangkan dengan berpangkal pada satu asas saja. b. John Dewey Ia mengatakan bahwa tugas filsafat adalah memberikan pengarahan bagi perbuatan nyata. Filsafat tidak boleh larut dalam pemikran-pemikiran metafisis yang kurang praktis, tidak ada faedahnya. Oleh karena itu, filsafat harus berpijak pada pengalaman dan mengolahnya secara kritis. Menurutnya tidak ada ssuatu yang sempurna. Satusatunya cara yang dapat dipercaya untuk mengatur pengalaman dan untuk mengetahui artinya yang sebenarnya adalah metode induktif. Metode ini tidak hanya berlaku bagi ilmu pengetahuan fisika, melainkan juga bagi persoalan-persoalan sosial dan moral. 2.3.5 Tokoh/filosof Eksistensialisme dan Pemikirannya Filosof yang terkenal sebagai tokoh filsafat Eksistensialisme adalah Martin Heidegger, Soren Kierkegard, Jean Paul Sartre, Gabriel Marcel. a. Soren Kierkegaard (1813-1955) Menurut Kierkegaard, filsafat bukan merupakan suatu sistem tetapi suatu eksistensi individual. Keberatan utama yang dijukan oleh kierrkegaard kepada Hegel ialah karena Hegel meremehkan eksistensi yang kongkrit dengan mengutamakan idea secara umum. Ia memperkenalkan eksistensi dengan memandang manusia sebagai “aku secara individual”. Kedua, Ia juga mengkritik agama Kristen. Kierkegaard mengemukakan kritik tajam terhadap gereja Lutheran yang merupakan gereja Kristen resmi di Denmark ketika itu. Ia menganggap gereja ditanah airnya itu telah menyimpng dari inzil kritus. Pemikirannya mengemukakan bahwa kebenaran itu tidak berada pada suatu sistem yang umum tetapi berada dalam eksistensi yang individu, yang kongkrit karena, eksistensi manusia penuh dengan dosa, hanya iman kepada Tuhan itulah yang dapat menghapus dosa-dosa. b. Martin Heidegger (1905 M) Menurutnya bahwa keberadaan hanya akan dapat ijab melalui jalan ontologi, artinya jika persoalan ini dibubungkn dengan manusia dan dicari artinya dalm hubungan itu.Metode untuk ini dlh metode fenomenologis. Jadi, yang terpenting adalah f.
10
c.
d.
menemukan arti dari kebenaran itu sendiri. Keberadaan manusia disebut Desein (berada disana, ditempat). Keberadan manusia yaitu berada didalam dunia maka ia dapat memberi tempat kepada benda-benda yang ada disekitrnya. Jean Paul Sarte (1905 – 1980) Menurut Sartre eksistensi manusia mendahului esensinya. Menurutnya, filsafaf eksistensialisme membicarakan cara berada di dunia ini, terutama cara berada manusia. Filsafat ini menempatkan cara wujud-wujud manusia sebagai tema sentral pembahasannya. Hanya manusialah yang bereksistensi. Binatang, tumbuhan, bebatuan memang ada, tetapi mereka tidak dapat disebut bereksistensi. Menurut ajaran eksistensialisme, eksistensi manusia mendahului esensinya. Hal ini berbeda dari tumbuhan, hewan, dan bebatuan yang esensinya mendahului eksistensinya, sendinya mereka mempunyai ekistensi. Gabriel Marcel Dalam filsafatnya ia menyatakan bahwa manusia tidak hidup sendirian, tetapi bersamasama dengan orang lain. Manusia memiliki kebebasan yang bersifat otonom. Pada saat itu ia selalu dalam situasi yang ditentukan oleh jasmaninya. Dari luar ia dapat menguasai jasmaninya, tetapi dari dalam ia dikuasai oleh jasmaninya. Didalam pertemuannya dengan manusia lain, manusia mungkin bersikap dua macam. Kesetiaan yang menciptakan ini pada akhirnya berdasarkan atas partisipasi manusia pada Tuhan. Perjuangan manusia sebenarnya terjadi di daerah perbatasan antara tidak berada. Oleh karena itu manusia menjadi gelisah , menjadi putus asa dan takut kepada kematian namun sebenrnya kemenangan kematian itu hanyalah semu saja, sebab hanya cinta kasih dan kesetian itulah yang memberi harapan guna mengatasi kematian.
Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang berjudul “Sejarah Perkembangan Ilmu pada Masa Modern” dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Perkembangan filsafat pada zaman modern secara umum dapat dinyatakan sebagai masa ‘modern’, dapat dilihat dari berbagai sisi adanya perubahan mental yang menunjukkan perbedaan bila disbanding dengan masa pertengahan. Paling tidak, perbedaan itu tampak dalam dua hal yang penting, yaitu pertama, berkurangnya cengkeraman kekuasaan gereja dan kedua, bertambah kuatnya otoritas ilmu pengetahuan. Russell menyatakan bahwa penolakan terhadap kekuasaan gereja yang merupakan ciri negatif dunia modern dimulai lebih awal daripada menerima otoritas ilmu pengetahuan sebagai positifnya. 2. Aliran-aliran beserta tokoh/filosof yang hidup pada masa modern yang dibahas di dalam makalah ini adalah: • Rasionalisme Rasionalisme merupakan paham filsafat yang menyatakan bahwa akal (reason) adalah alat terpenting untuk memperoleh pengetahuan. Adapun tokoh-tokoh penganut Rasionalisme adalah Plato, Rene Descrates, Benedict Spinoza, G. W. Leibniz. • Idealisme Idealisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik hanya dipahami dalam kaitannya dengan dengan jiwa dan roh. Adapun tokoh-tokoh penganut Idealisme adalah J.G. Fichte, F.W.U. Schelling, G.W.F. Hegel. • Idealisme Theist Idealisme theist merupakan aliran idealisme yang bertuhan. Adapun penganut aliran filsafat Idealisme Theist adalah Pascal dan Immanuel Kant. • Empirisme 11
Aliran dalam filosof yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan serta pengetahuan itu sendiri, dan mengecilkan peranan akal. Adapun tokoh-tokoh penganut Empirisme adalah John Locke, George Barkeley, David Hume, Francis Bacon, Thomas Hobbes, dan Herbert Spencer. • Pragmatisme Aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa criteria kebenaran sesuatu ialah apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata. Filosof yang terkenal sebagai tokoh filsafat Pragmatisme adalah William James dan John Dewey. • Eksistensialisme Aliran filsafat yang membicarakan keberadaan segala sesuatu, termasuk manusia Filosof yang terkenal sebagai tokoh filsafat Eksistensialisme adalah Martin Heidegger, Soren Kierkegard. 3. Pemikiran tokoh/filosof pada masa modern dapat disimpulkan bahwa setiap aliran memiliki tokoh/penganut sendiri-sendiri yang mendukung pengembangan alirannya dan bertujuan sebagai pedoman pengembangan ilmu pada saat itu yaitu masa modern. Ada kaitan antara aliran yang satu dengan yang lainnya, dimana ada kritik bukti ketidakpuasan pada aliran yang satu dan terciptanya aliran baru yang sangat banyak sesuai dengan pendapat filsafat masing-masing tokoh. Kini, pemikiran ilmiah telah menjadikan manusia memperoleh kemewahan dan manusia ilmuwan telah melepas ambisinya untuk menjelajahi ruang angkasa. Mengenai siapa founding father zaman modern, beberapa ahli berpendapat lain. Rena Descartes dengan pikiran rasionalisnya, John Locke dengan pikiran empirisnya, Immanuel kant dengan kritis melihat ketidaksempurnaan, baik pada Descrates maupun pada John Locke. Zaman ini sebagai zaman yang tepat untuk menuangkan dengan bebas segala pemikirannya. Ciri-ciri pemikiran filsafat modern, antara lain menghidupkan kembali rasionalisme keilmuwan subjektivisme (individualisme), humanism dan lepas dari pengaruh atau dominasi agama (gereja). Hal ini sangat berkebalikan dengan masa abad pertengahan.
DAFTAR PUSTAKA Bakhtiar, Amsal. 2004. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Faisal, Muhammad. 2013. “Eksistensialisme Sartre” (online), http://filsafat.kompasiana.com/2013/01/10/eksistensialisme-sartre-523129.html, di akses pada 10 April 2013. Hakim, Atang Abdul dan Beni Ahmad Saebani. 2008. Filsafat Umum dari Mitologi sampai Teofilosofi. Bandung: Pustaka Setia. Hendriyanto, Agoes. 2012. Filsafat Ilmu. Surakarta: Cakrawala Media. Surajiyo. 2007. Filsafat Ilmu dan perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara. Suriasumantri, Jujun S. 1980. Ilmu dalam Perspektif. Jakarta: yayasan PT Gramedia ,Jakarta 1978. _____________ Okta Diyan Safitri (Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu dengan dosen Afid Burhanuddin, M.Pd.)
12
13