Sejarah dan Perkembangan Pemikirall Pluralisme Hukum
485
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PEMIKIRAN PLURALISME HUKUM DAN KONSEKUENSI METODOLOGISNYA' Sulistyowati Irianto
The purpose of this articie is to explain the vision of history and growth of approach which IS dominating the idea of legal anthropology for so long. Because critical idea appearance in legal study of which giving honorable place for laws which do 1I0t come from state ", hence first of all, will be explained the legal force which do 1I0t come from state of in a few conflict situations. Second, before elaborating concernillg idea of law pluralism, it is important to tell the collcep' at law il1 the eyes of researcher of legal anthropology. Third will is the core of sollllion at ill this paper, which is hitting histOlY and growth of approach of pluralism of law. Methodologim l problem will be integrated to the consideration concerning theOlY, because every implication of philosophy will be its methodological approach.
Kata kunci: Pluralisme Hukum, Antropologi Hukum dan Metodologi
J. Pengantar Untuk menggarisbawahi bahwa hukum-hukum yang tidak be rasa I dari negara sangat berperan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
I Disampaikan da lam pelatihan Pluralisme Hukum. yang dise lenggarakan olch Huma, 28~ 30 Agustus 2003. Sebelumnya disampaikan dalam Simpos ium Interna sional Jurllal An[ropoiogi Indonesia ke-3: "Membangun kembali Indonesia yang Bhineka TUllggal Ika: Menuju Masyarakat Mutt ikult ural. 16 - 19 Juli 2002
Namar 4 Tahull XXXIII
486
Hllkwn dan PembanguJI{ff1
bagian ini akan menunjukkan fenomena terse but dalalll beberapa situasi konflik. Pad a tingkat institusional terdapat berhagai ragalll pranara penyelesaian sengketa di samp1l1g peradilan negara. Sengketa hisa diselesaikan oleh pranara-pranata yang otoritasnya bersumber pad a aliar. agama' . atau pranata sosial lain. Kecuali peradilan agama Islam. eli Indonesia pada umumnya pranara penyelesaian sengketa ridak sceara khusus diciptakan. retapi rerintegrasi dengan pranara lain yang melandasi kegiaran-kegiaran adar arau sosial yang dibutuhkan oleh masyarakat (komunitas) tertentu. Sebagai comah. sceara tradisianal orang Barak Karo mengenal rUl1ggul1, dan orang Batak Toba mengenalnya sebagai mar/will. yairu Ihe il1slilllliollu/i:ed Iradiliol1 process ol/iJr/llal deliberalio/l (I{/(I decisio/l maki/lg by COIICel1CiIS (Sla~ltS dan Slaats. 1992: I )' . "ranara tersebm bukan hanya merupakan pranata penyelesaian sengketa, (etapi juga digullakan untuk mell111syawarahkan herhagai rerkara yang lebih Illas. y~Lllg heluIll tentu menimbulkan sengketa. Insrirusi semacam iru juga terliara[ di
Toraja. Sulawesi Selatan, dan dinamakan hadal (lhromi, 19S5: 145) Dalam rangka rerdapatnya herbagai pilihan hukum dan insritusi peradilan. seseorang akall memiliil suatu hukum atau kOlllbinasi lebill clari saru aruran hukum. yang memungkinkall ia mendapatkan akses kepada sumberdaya atau pemenuhan kepentillganllya. Dalam hal illi dapat diacu suatu konsep yang menggambarkall hal tersebut yaitu konsep /imllll shoppil/g yang mengatakan bahwa: "dispulalUs have a choice 1)('IIt'('ert
Dalall1 k(lIllt:ks tertelllU peradilall agama ( Islam) juga Illerupakan peradilall Ileg;]ra.
Dalalll peraliilan aga1ll:l tersehu( diselesaikan herhagai persoal'llI yang herkaitall deng:ll1 hukulll !..:cllIa!"ga.
II Slaats dan Slaals llIelillar rtlll/.:J.:IfIl. lehih sehag;1I proses daripada sehagai SLJatu illSliwsi. karen" heherapa hal. Pertama. hal yang khih ditt:kankan adalah pros!:s pengalllil ii:ll! kepulu san
dalam
rtlllggllll.
hagailll
dipi01l1:11i s) . dinmsyawarahk'lIl.
persnalan
dan diputuskall.
IIasil
mulai
dari
dikelllukakall
lllusyawarah
( sec:!!"a
itu j:]LIIl),:
Illcrupakan :-.u.:ttu keputus
Oktnher - DeJf!mher 2(XJ3
Sejarait dan Perkembangall Pemikiran Pluralisme Hllkllm
4X7
differelll institUTiolls alld Ihey base their choice all what Ihey hope Ihe outcomes of the dispute will be, however vague or ill~toullded their expeClalions may be" (K. Benda-Beckmann, 1984: 37). Sebaliknya sebagail11ana para pihak, institusipun (sebenarnya yang lebih tepat hukanlah institusinya, tetapi fllngsionarisnya) mempunyai pilihan llntllk menolak atau menerima suatu perkara berdasarkan kepentingan pol itik. Hal itu tertuang dalal11 konsep shopping forums: " ... there are a/so shopping fOrl/ms engaged iu Irying to acquire and manipulOle
NOllwr 4 Tahun XXXlIl
488
Huklllll dall Pemballgull{f11
lII11nber ()t nOIl-courr rypes at hearings, sllch as Ihose held ill slimll (Islalllic prayer houses) village, school-halls 1'0', all mosqlle verolldas, in displlled fields, ill village coffee shops. Sitch hearillg are arrellded bv an adlzoc galherillg of imeresled village or hamlel alld adl'isOl), board. Similar bill more formal hearings are also held b~rore kin .tilllcliollaries (Tanner. 1969: 24-25) Mengenai pilihan orang terhadap pranata hukum dalam penyelesaian sengketa . elinyatakan oleh banyak ahli bahwa pilihan tersehut ternyata tidak "hitam-putih" , melainkan bisa merupakan suatu komb inasi lebih elari satu pranata hukum. bahkan Cecilio et.al mengatakan:
"!felice, il is besl 10 see Ihe .formall legal' {//Id illtomllll/exlro legai modes 1101 as dichotomies bill (IS exlremes at colllilllll/ln. Ther are 1101 allemmive lIIodes Ihm are eXc/lIsive at each OIlier, hilI r{[[lier colllpfemelllarv proces.\·es. SOll/ewhere between Ihese 111'0 extrellles lies Ihe merger of law ([lid lraditioll, al 1II0sl, or Ihe recogllilioll o{ Imdilioll Ihrvllgh lalv, ([Ilhe very least" (Cecilia, et.al. 1988:3) Dengan demikian hal yang lebih penting adalah melihat proses bagaill1ana pranata-pranata hukum itu bergerak elalall1 suatu kontinum berdasarkan konteks-konteks tertentu, kapan seseorang berada di suatu ujung kominum tersebut dan kapan ia berada di ujung yang lain. Dalam perkembangan pell1ikiran pluralisme hukum yang terakhir. terdapat penjelasan yang lebih gall1blang mengenal konfigurasi keberagaman pilihan hukum ini. Hal itu akan saya jelaskan dalam bagian pluralisme hukum eli bawah ini. Sementara itu wacana penclekalan metodologis yang menyertai tema-tema sengketa berkaitan elengan pilihan hukum seseorang. clapat dibaca elalam S. lrianto (2000: 65 - 67)
4
Schagai Sl.:or'lIlg s;ujana hukultl. Cecilio IlIcnggunakali iSlilah funnal /kgal dan inforll1;l1 /
extra kgal. Dalant p:IIH.langi.mnya hukull1 alau prosedur yang herasal dari neg'lra adal;dl yang hcrsifat formal d;.m kga1. Nalllull dal'lIll p;llllbngan ClllIropoiogi hukUlll. iSlil,lh iSlilClh lcrschu! IIIcllimhulkall pertallY,Jan : formal atau informal IllCnUnH siapa. scha h ;IP;I
y;.mg dikilti.lkan infonll.iI ;.H;W extra leg;'11 oleh nega!"a. d;dam kcnYill;'li.lIl1lya hi sa l1lenjaJi fornll.tI dan leg;11 hagi prallata hukul1I yang lain.
OklOber - Desemher 2003
Sejar,," dall Perkemballgm, Pemikirall Pluralisme Huklllll
4XlJ
II. Kousep Hukum dalam wacaua antl"opologi hukum
Terdapar begitu banyak pengerrian hukum. namun penjelasan mengenai pcngerrian tersebut akan dikemukakan berdasarkan pengert ian yang dikemukakan oleh tiga paradigma. yaitu rule cel1rered paradigm, pendekatan kritik dan penclekatan proscsual. karena ketiga paraJigllla itulah yang pa ling banyak lllengkaji masalah sengketa atau kontlik. Dalam ra ngka kaj ian terhadap hukum . beberapa aliran pemikiran digolongkan ke dalam mie-celllered paradigm oleh COlllaroff dan Roberts ( 1981) . Pada umumnya para ahli dalam paradigma tersebut menggunakan konsep-konsep dan kategori-kategori yang dikenal dalam sistem hukum Anglo-Amerika untuk mempelajari sistem hukum dalam kebudayaan yang lain . Kegiatan studi perbandingan yang mereka lakukan adalah bertujuan untuk meneari persamaan dan perbedaan yang ada di antara sistem-sisrcm hukllm yang herlainan tersebut. Dalam hal ini konsep hukum yang dikenal dalam kebudayaannya sendiri (BanH) sdalu dikaitkan dengan s{)VereigllifY, rilles, collrrs dan enforcement agencies. Pad a prinsipnya hukum dipandang sebagai eara untuk meningkatkan integrasi sosial, dan merupakan akumulasi at au abstraksi dari norma-norma dan kebiasaan-kebiasaan yang dianut sebaga i pedoman berperilaku. Sebagai contoh, Radcliffe-Brown yang dalam antropo!ogi paua umumnya dikenal beraliran Struktural Fungsianalisme. mengartikan hukum sebagai social control through the systemic application of the force ot politically organized society. Evans-Pritchard mengidentikkan hukum dengan situasi di mana di dalamnya terdapat authority lVith pOIVer to adjudicOie alld enforce a verdict (Camaro!"!" dan Roberts. 1981: (,). Kemudian Pospisil mengatakan bahwa hukum seharusnya dilihat schagai prillciples extracted from legal decisioll, dan kepurusan tersebut haruslah yang memenuhi empat atribut: allthority, imemioll o( /lIIiFer.wl application, obligatio dan sanCTion ( Pospisil. 1971: 39-96). Seorang ahli antropologi hukum Amerika Adamson Hoebel memunculkan uefinisi kerja mengenai hukum sebagai a social norms is legal it its lIeglect or in(ractian is regularly met, ill threat or ill facr, by Ih e applicalioll ot pl7ysical.!orce by an individual or grollp posessillg the socially recoglli~ed priviledge of" so actillg (Hoebel. 1983: 28. cetakan perlama tahun 1954). Karena definisi yang dikemukakan diturunkan dari teori hukum Barat. yang menghubungkan hukum dengan pengendalian sasial yang otoritatif. maka muncul permasalahan yaitu, sulit untuk menerapkan begitu saj"
Nomor 4 Tahun XXXIII
490
HukulIl dOll Pemballgllll1l1l
detlnisi-definisi tersebut ke dalam masyarakat lain. Bahkan beberapa masyarakat lain yang tidak memiliki kategori-kategori seperti yang climiliki hukum Barat. dan mereka namakan sebagai slaleless .wcietl· "tau arcltaic socierv. dipandang tidak memiliki hukum. Ketertiban yang hcrlangsung dalam masyarakat itu terjaga hukan herkat adanya 11lIkulll melainkan adanya (1IlIomatic .IJ}(II/taneous submission f() frat/ilion (Radcliffe-Brown. 1'186: 212-219. cctabn pcrtama 1'152). Scmentara itu dalam pandangan paradigma Ilukum kritikal. Ilukum lidak dipanclang sehaga i nelral. letapi merupakan "sesuam" ):Ii;~ diciprakan oleh suatu hadan hukum dengan lUjuan Illemberi kelllHlIll~~1I1
kepada seke lumpok orang di atas kcrugian seke lumpok orang yang lain (Starr dan Co lli er. I'IX5: 3). Berheda dengan panclangan bum fungsionaiis. yang: Illcmandang hUKUIll sehagai alal umuk meningkalkan
imegrasi soSi~1 1. pendekalan kritik memanLiang hukum sehagai cara ulltuk mendefinisikan dan menegakkan tata tertib yang menguntungkan kelOillpok tcrtentu di alaS pengorbanan kelompok lain (Wallace dan Wolf. 1980: lJ'I). Hukum tidak dipandang sebagai norma yang herasal dari konsensus sosial. tetapi ditentukan dan dijalankall oleh kekuasaan. dan substansi hukum dijelaskan dari kacamata kepentingan mereka yang sangat berkuasa. dcngan cara membangun Fllse consciollsness (Wallace dan Wolf. 1980: 123) . Pendekatan ketiga yang pengertian hukumnya akan dikemukaLlIl adalah pendekatan prosesual. Pada prinsipnya hukum dipandang sehagai hag ian kehudayaan. yang memberi pedoman hagi warga masyarakat mengenal apa yang boleh dan apa yang tidak (nonnatif). dan dalalll hal apa (kogn itif) (F. Benda-Beckmann. 19X6: 96). Oleh karena IlUklllll ada lah bagian dari kebudayaan. maka kOllsepsi Ilonnatif dan kognitif lerschut bisa berheda-beda di setiap kebudayaan. dan hisa beruhah di sepanjang \vaktll. Dalam pcmikiran prosesual. hukull1 t1ipandang scha~ai geja la sosial alaU proses sus ial. artinya. Ilukulll sclalu berada dalam pergerakan (dinalllika). karena Jirersersikan. diheri lIlakna dan kCleg"r! sccara heragam dan bcrubah scpalljang wakttl. PCllgcnian IIH:lIgCII~11 hukulll yang delllikianiah yang sebenamya menjadi acuan dalam pendili:1Il ini.
HI. Plunliisme Hukum Bila pad a pertengahan ahad ke-19 keanekaragarnan sistem Illlhllm yang dianut oleh lIlasyarakat di berbagai helallan dunia ini Jitanggapi
OklOber - neselll/Jer 2()()3
Sejarah dnn Perkemballgan Pemikiran Pluralisme Huku11l
4')1
sebagai gejala evolusi hukulll. Illaka pad a abad ke-20 keanekaragaman tersebut uilanggapi sebagai gejala pluralisllle hukulll. Kebutuhan u11luk Illenj el askan gejala Ill' Illuncul terulallla kelika banyak negara memerdekakall diri dari penjajahall . dan Illellinggalkan sistelll hukum [ropa di negara-negara lersebut. Sampai saat ini sudah banyak kOllsep dan atribut Illeng:enai pluralisme hukum yang diajukan oleh para ahli. Para legal piumiisl pada masa pennulaan (1970 an) Illengajukan konsep pluralisme hukum yang Illeskipun agak bervariasi. namun pada uasarnya mengacu pad" adanya lebih dari saW sistem hukulll yang sccara bersama-sam3 berada dalam lapanga n sosial yang sama. seperti yang dikemukakan oleh Sally Engle Merry. rlurali smc hukulll adalah "is gellerallr de/ill ed as II siflloliall ill 1I·'ilie/J 111 '0 or IIwre legal srSlelilS conisl ill I/Je sallie social field .. (Merry. 1988 : 870) . Pada kesempatan ini juga akan diajukan konsep klasik dari Grifiths . yang mengacu pada adanya lebih dari satu lalanan hukulll dalam suatll arena sosial. "By
Nfl/llor 4 1-'i/1//II XXXI/l
"
4')2
Huklll1l dan Pel1lhangunall
scntralisme hukum karena meskipull mengakui adanya pluralismc hllkum. tctapi hukum llegara tetap dipalldang sebagai superior. sementara hukum· hllkum yang lain disatukan dalam hierarki di hawah hukum negara. Contoh dari pandangall pluralisme hukum ya ng Icmah adalah konsep yang diajukan oleh Hooker: "The lam legal piliralism reters to the sitlla/ioll ill which 111'0 or more lallls il1leracr" (Hooker , 11)75: 3). Meskipun mengakui adanya kcanckaragamall sistem hukum. tetapi ia masi h lllcnekClilKan aclanya pertentangan antara apa yang disebut sebagai lIlunicipal lu\j' sehaga i sistem yang dominan (hukum negara), uengan servielll lall ' yallg menurutnya inferior seperti kebiasaan dan hukum agama. SClllentara itu kOllsep pluralisme hukum yang kuat. yang menu rut Griffiths merupakan produk dari para ilmuwan sosial. adalah pengalllatan ilmiah lllcngcnai fakta adanya kenlaJemukan taranan hukulll ya ng ter
ya ng menunjukkan sistem hukum yang satu lebih tinggi dari yang lain. Griffiths sendiri lllemasukkan pandangan beberapa ahli ke Jalam pluralisme hukum yang kuat antara lain adalah, teori livillg h{\l' dari Eugene Ehrlic h. yaitu aturan·aturan hukulll ya ng hidup dari tatanan normatif. yang dikontraskan dengan hukum negara. Ollir Il'e IIIUSI bear ill lIIilld rhar wllat has been said abour rhe rille or colldl/O IIl1rsl 11m he al'l'lied 10 Ihe 110rlll for decisioll: .for COII/'I" lIIar at allr lillie draw.liJrlil a legal proposirioll which has bem sllllll/Jerillg fin' ('emllries IIl1d lIIake ir Ihe /Jasis or their decisiolls ... The l1()rll1S opera/I! throllgh the soc;o/ force IIJhich recognition hy a social (Issociorioll imparts to them. !lor through recognition by rhe illdil'idllal II/('III/Jers of'the associatiol/ (Ehrlich dalam Tamanaha. 1993: 31 1
Dalam hal ini sebenarnya Ehrlich tidak hanya menunjukkan hahwa ada jurang di antara law 01/ the boaJ.:s dan aturan·aturan dalam kehidupan sosial. tetapi juga hahwa keduanya merupakan kategori yang bcrbeda secara hakiki (Tamanaha, 1993: 31). Pandangan lain yang dikategorikan sebagai pluralisme hukulll yang kuat menu rut Griffiths adalah teori dari Sally Falk Moore mengenai pClllbenrukan aturan dengan disertai kekuatan pemaksa di dalam kelolllpok·kelol1lpok sosial yang diberi label the sell1i·auroll0ll10llS social field. Dalalll hal ini Griffiths l1lengadopsi pengertian pluralisl1le hukul1l
Okrober - Deselllber 2()()3
Sl!jarali
dOli
Perkelllballgm/ P(!lJlikiran PIllra/isme Hukwll
clari Moore:
"Legal plur(flism refers {() rhe I/orllf(friv(! heterogelJeiry (l{lendolll UpOIl lhe PiC{ llwl sucial OCiioll O"\'{IVS rakes place ill a COlllnl uf IIIIIlliple, overlappillg 'sellli-(IIilUIIOllIOIIS social field" Semenrara iru pengenian ilukulll dari Moore ya ng juga uikutipnya aualail: .. LOIi' is Iiii' .Ie1f~reglll(l{ioll of a 'sellli-alllOIlOIllOllS social pelt! " (Tamanaha. 1993: 24- 2~ ) Meskipun masih sering menjadi aCuan. pandangan legul plfluflisf permulaan ItU kcmudian mendapal kritik terUIama clari sarjam hllkllm konvensional (Tamanaha. 1993, Kleinhans dan MacDonald. 1997). Menurul T,"nanaila sehena rnya konsep pluralisme hukum bukanlail hal yang haru,
karena Ehrlich telah lllel1lbicarakan hal ya ng sallla lehill darl
SO tahun yang lalu, ketika ia berbicara lllengenai kOllsep !il'jug Iml" 1!1l. Dalam salah saru kririknya terhadap pandangan riliralisme hllkulll. Tamanaha yang lehill sllka menggunakan is[iiah .. rille sysrelll" ullIuk menggamikan is[ilah "legal" ualam "legal pluralism ", mengatakan h
sistem-sistem hukllll1 tersebut saling herinteraksi (mempengaruhi)
-' lsitlall It)!k
!{I11'
saW
dalillll bahasa Illggris sering juga uikenal t.iellgan herhagai Ilallla lain
seperti: "illfentalLy-gt'lIem fed rq~{f!(ffi()1/ (~t sellli-lIl/fo/W!!/OIlS sochlf .!ield.,·"; ""("/fS(Oll/arr !all"', ··!iI·illJ.: law" ""osifire morality", '"informal fmv'"; '//oJ/ -state 1(111"'; illdiMel/OIlS {(/I\'" people's law": "autogenous reKII/ation"; "prim'e K0l'erlllflent"; "prim/e justice" (Gordon Woodl1lan, HislOrical Development. hahan maleri POS( Congress Course ""Folk Law Today
alltl TOlllOrrow·'. WellinglonlJniversily, 1993: 1·2)
Nomor 4 Tall/III XXXIJI
4')4
Hukllm dall Pelll/)(lIlgllll{llf
sama lain, dan bagaimanakah keberadaan dari sislem-sislem hukum yang beragam iru secara hersama-sama dalam sualll lapangan kajian rertelltu IF. Benda-Beckmann. 1990:2). Pemikiran di alas seka ligus juga menunjuk~all segi-segi metodologis, yailU cara hagaimana melakukan kaj ian Icrhadap keberagaman system hukum dalam sualu lapangan kajian tertemu. Pada tahar perkembangan ini (ak hir 199()-an) terdapar variasi pandangan, yang ditunjukkan oleh adanya konsep pluralisme hukum yang ridak didasarkan pad a lIIapping yang kita louat sendiri, rerap i melihanwa pada lalaran individu yang menjadi subyek dari plurali sme hukulll Icrselour. Liharlah bagaimana Gordon Woodman mengaju kan konsepnya: Lega l pluralism il/ gel/eral ilia), be detilled as rile ,Hare or attairs ill 1t'lIicll a C(l{egon' of social relariolls is wirllin rile fields o{ operarioll or
or more bodies (4"lego! 110rms. Alternatively. (r if is I';('\\'cd lIof ./;-()11/ a/Jove ill rfte process of II/opping fhe legal 1f1l;lIerse Inlf r(/fl!er III'()
Jimll rile perspecrive or rhe illdividual sub,ecr o{lalV, legal plurolisllI III(/Y he said /0 exisf whenever a person is subjecr /0 !IIore Ihall 01/(:' hody Ot/OIV (Woodman dalam Kleinhans dan MacDonald, 1997: 31)
Pandangan Woodman di aras masi h masih terap sam a sampai saal sekarang. Hal ini rerlihal dari makalahnya dalam Kongres Imerna sioml ke-13. Pluralisme Hukum di Chiang Mai (Woodman, 2002) Menurur hemal saya, munculnya pcndekalan yang lidak menciasark:in diri semara pada lIIappillR ot rhe legal IIlIil'('I'se. merupakan masukan yan~ cukup herarti dalam rangka mencari pendekatan yang dapar menyederhanakan geja la hukum yang rumil dalam masyarakal. Li hallah loahwa plura lismc hllkum juga rerdapal dalam sislcm hukum rakyar (/(}Ik lall'). sepeni ilukulll agama.
adat.
dan
kehiasaan-kebia saan
lain
yang
saling
··hersaing·' .
Semenrara iru sisrem hukum negara juga plural sifalnya. Pluralismc dal,"n hukulll Ilegara tidak saja herasal dari pembagian jurisdiksi normarif :-:eca ra formal scpe rti pengaluran paua badan-hadan ~orp()rasi. Iemhagal-Iembaga polilik. hadan-badan ekonomi. dan badan-badan adminisrrasi yang he rada da lam sam sisrcm, letapi juga dalam banyak sitllasi dapal dijumpai adan\'a choice (ItlalV, hahkan cOlltlicr or lall'. Pada prinsipnya s{(lre lall' ir.lett' rrpicallr cOlilprises IIIlIlriple hodies o{ law, Iviril lIIulriple illsrirllfiOilil1 rel/eeriolls alld IIIlIlriple SOllrces otiegirililacy (Kleinhans dan MacD
1997: 32).
Ok:o/J( r
De.\"i.'!IIi)l!}" 2003
Sejarah dan Perkelllbangm.l Pemikirnn Pluralisme Hukul1I
Mengarahkan perhatian pada . lalaranindividu, seperli yang disarankan oleh Woodman. nampaknya perlu mendapal perharian dalam rangka mengkaji masalah pluralisme hukum. Eksislensi dari pluralisme hukum akan nampak jika kila melihalilya dari perspeklif individual yang menjadi subyek hukum. Dengan kata lain. pluralisme hukum baru dikarakan ada bila lerdapar seseorang yang menjadi subyek lebih dari saW sislem hukum. Contoh yang paling nyata dalam hal ini adalah kerika seseorang menghadapi suatu sengkera. la akan berhadapan dengan berbagai pilihan hukum dan inslirusi peradilan. Namun persoalannya adalah, herbicara mengenai hukum tidak dapat dalam tataran il1l1ividu. 01eh karena itu pembahasan akan dilanjutkan dengan perilaku-perilaku hukum para individu yang pada gilirannya akan ikut menentukan perkemhangan kelompoknya, dan akhirnya juga masyarakatnya. Dengan demikian terjadi hubungan dua arah antara individu dan kebudayaannya . Suaru diskusi ihnilah mengenal konsep · kebudayaan baru-baru Inl mengemukakan adanya pergeseran dari kebudayaan sebagai sisrelll yang membentuk kelakuan dan pikiran manusia, menjadi kebudayaan sebagai . sisrem yang turur dibentuk oleh kelakukan dan pikiran manusia (Wacana Antropologi. 1998: 13).
IV. Pluralisme Hukmn Bam Pemikiran
pluralisme
hukum
terakhir.
menunjukkan
adanya
perke1l1bangan baru. yaitu 1l1e1l1beri perhatian kepada terjadinya saling kelergantungan atau saling pengaruh (interdependensi. interfaces) antara herbagai sistem hukum. Interdependensi yang dimaksud terutama adalah antara hukum internasional. nasionai. dan hukum lokal. Kajian-kajian yang berkembang dalam antropologi hukum haru mulai melihar bagaimanakah kebijakan dan kesepakatan-kesepakatan internasional memberi pengaruh atau bersinggungan dengan sistem hukum dan kebijakan di tingkar nasional. dan selanjutnya memberi imbas kepada sysrem hukum dan kebijakan di tingkat local. Karena kondisi interdependensi antara berbagai sistem hukum dari level-level yang berbeda iru. rimbulah kesadaran ballWa konsep pluralisme hukum kehilangan presisi dalam memberikan karakrer yang sisreillik . Karena sulitnya meruilluskan definisi pluralisme hukum yang sesuai dengan kondisi saar ini, tidak mengherankan jika kemudian beberapa ahli
Nomor 4 Tahull XXXI/l
496
HukulIl dan PemhllllglllufI/
mengatakan bahwa pluralisme hukum itu buka n teori. dan hanya Illerupakan sensitizing COI/cept (K dan F Benda-Beckmann. 2(02). Sebelum meneruskan perbincangan ini , saya akan meng ingarkan kembali mengenai konsepsi hukum yang banyak disepakati di ka langan antropolog hukulll. ya itu hu ku m adalah proposisi yang mengandung konsepsi normative dan konseps i kognitif (F. Benda-Beckmann. 1986). Dua belas rahun kemudian. kOllsepsi ini digunakan kembali UllIuk menguraikan kerumitan dalam Illenjelaskan pluralisme hukum . Hukull1 dipandang terdiri atas komponen-komponen. bagian-bagian atau elllsrer (K. Benda-Beckmann. 2002). Hendaknya melihat bahwa cluster. komponen atau bagian-bagian dad hnknm inilah yang saling bel'pengaruh, dan berinteraksi membentuk konfigllrasi pluralismc hukmll. Selanjumya say a akan kembali pad a kerumitan pembahasan mengenal pluralisme hukum dengan mengacu pada uralan ya ng dikelllukakan oleh Keebet von Benda-Beckmann (2002). Ke rumitan itu diseba bkan oleh tilkta menge nai hanyaknya konstelasi plralisme huku lll yang dic irikan oleh besarnya keragaman dalam karakrer sistelllik Illasing-masing clusrer. Seperti ya ng dikarakan oleh Keebet " III foCi . lIIallY cOlisrellarioll sol legal pluralislII are clw/'{/creri:ed
by gre{/{ diversirv ill rhe sysrell/ic characrer ol each ol irs colllpollems " (K . Benda-Beckmann. 2002: I) Konteks hukumnya mungkin j elas (hukum negara atau hukum adar). tetapi keberadaan sysrem hukum ,eea ra bersama-sa ma itu menunjukkan ada nya sa ling difusi. kompetis i. dan le11lU saja perubahan sepanjang waktu . Saling difusi. dan kompelis i. dan perubahan sehagai ko nsek uensinya ini sa ngatlah bervariasi. tergantung pada konleks geograti dan ruang lingkup subsransi hukum apa . Mereka beragam dalam hal institusi dan jenis-jenis aktor yang terlibat. dan mereka berbeda dalam kekualan nya dalam sal ing pengaruh ilU. Clllsrer arau bagian-bagian da ri s istem-sistem hukum itu sa ling berkaitan. menjadi saling bersemuhan. lebur, memberi respons saru sama lain. dan berkombinasi sepanjang waktu . Apa akibatnya? Sebelumnya . orang dapat dengan jelas mendefinisikan hukum (yang rerdiri dari komponen alau cluster). sebagai hukum adal. hukum agama, atau hukum negara . Pada tahun 1950 -all atau I 960-an, menu rut Keebet, banyak usaha-usaha untuk menunjukkan bahwa kebiasaan-kebiasaan lokal juga darat dipandang sebagai hukum . Meskipun dasar legitimasinya berbeda dari hukum negara. tetapi tidak ada perbedaan yang mendasar antara hukurn negara dan hukum rakyat. Pada
Oktoher - Desl'lIliJer 2003
Scjorah dOli Pcrkembal1gal1 PelllikiraJl Plilrolisllu! Hllklllll
4'17
tdhu n !'J7R Holleman mengatakan hahwa di wilayah urban di neg~lra herkemhang, herkemhang hemuk-benruk hukum barll yang tidak dapat diberi label sehagai hukum negara, hukul11 adm, atau hukum agallla. schingga disehut sebagai hyhrid loll', dan banyak pengarang l;lin lllellyehumya /(If/willed lu w. Dengan demikian argumen yang mengatakan bahwa lap~lllgan pluralisme hukum terdiri dari system-s istem hukum yang dapat dihedakan batas nya, tidak laku lagi. Tedalu banyak fragmentasi, overlap dan ketidakjelasan. Batas antara hukum ya ng satu dan yang lain menjadi kabur. dan hal ini merupakan proses yang dinamis (K.Benda-Beckmann, 20(2) lIcga ra
V, Catatan penting dalam perkembangan metodologi terakhir
13erikut ini akan disampaikan ca[atan penting ya ng hanls diberik~ l ll sehubungan dengan perkembangan terakhir pemikiran pluralisme hukulll. Sangatlah signifikan untuk menunjukkan hllbllngall antara peristiw
or
and Ihe Slale, hillls 01 Ihe wide lIe""orks IIlId persislelll odv(lnlage 1/11 eiile, alld Ihe ililporlance or Ih e dirisioll or knowledge (Moore. 1<)94:
370). Dalam hal ini ada lah, hagaimanakah per istiwa sosial, politik dan hukum pada tingkat makro (nas ional). termasuk yang dituangkan melalui kebijakan negara. berdampak pada masyaraka t lokal 8erhicara mengenai hubungan antara peristiwa raua skala IU:ls (nasional) dengan peristiwa pad a tingkat mikro (Ioka l) , adalah beri
h Dapa( dih,H:a tlalam S . iri;lIlto ( 2000: 47 - SO)
NOli/or 4 Tail,," XXXIII
498
J-/ukulIl dall Pem!;allglilllfl1
bidang hukum pada tingkat yang ll1akro itu. apakah yang ia lakubn. ketika ia sendiri berhadapan dengan masalah hukum. Oi samping itu. peristiwa tertentu yang terjadi pada wakru tertemu dapat dihubungkan dengan peristiwa lain yang terjadi pada \Vaktu yang lain. dan dapat dipandang sebaga i suatu rangkaian (Moore. 1994: 3(4)
II has been reliably rel'0rled recellfly Ihal hislOIY and elhnograplir liave often beell seell bedded IORelher ill Ihe sallie lexl. Thlll collplillg alld cOlllplementOlY ot IWO distillct forllls of knowledge has eIIlil'ellcd and enriched both (Moore . 1994: 326) Moore menjelaskan perlunya memberi perhatian kepada proses sej arah yang muneul beberapa dekade yang terkait dengan penelitian arsip . Penelitian lapangan juga merupakan pengalaman sejarah masa kini. sejarah yang sedang dalam proses pembuatan. Oalam hal ini hendaknya dijelaskan mengenai kasus-kasus yang berkaitan dengan konllik mengcnai sumberdaya yang pernah terjadi pada masa-masa sebelumnya. misalnva. yang terekam dalam arsip. khususnya vonis-vonis pengadilan. kell1udian menghubungkannnya dengan kasus-kasus kontlik ya ng teljadi pad a masa sekarang. Oari rangkaian kasus-kasus tersebut. dapat dilihat hagail11ana perkembangan kedudukan hukum yang mengatur mengenai pengelolaan sUl11berdaya tersebut.
Dalam
rangka
mengkaji
rangkaian
peristiwa
herdasarkan
hubungan makro (negara) dan mikro (individu) dan hubungan antar \Vaktli di atas, sengketa mau kontlik dipandang sebagai kejadian ya ng biasa dalall1 kehiclupan sosial sehar i-hari. blikan sebagai suatu peny impangan. kebelulan. alali kondisi yang tidak normal (van Vel zen. 1967: 12<)- 149 ). Oleh karena itu untuk dapat menjelaskannya harus dilakukan clengan cara mcngungkapkan konteks dari proses-proses sosial ya ng dip"rluas «'.rlelldcd sociol processes, e,rlended case lIIetiJod) eli seputar lerjadinya slialU sengketa. Hal tersebut membutuhkan deskripsi mengenai konteks sosial yang total (Comaroff dan Roberts. 1981: 13-14. van Velzen. 1%7: 129-149).
VI. Kesimpulan l3ila mengall1ati perkel11bangan pemikiran terakhir \\.'aca na pluralismc hukum. ll1aka hcndaknya kita lebih berhati-hati untuk llH':llarik
OkloiJer - Deselllher 2(}{)3
Sejllroll dall Perkembllllgllll Pemikirall Pluralisme Hukul11
garis secara amat tegas antara hukum negara dan hukum yang tidak berasal dari negara. Dalam kenyataan beroperasinya berbagai system hukum secara bersama-sama, sistel11-sistem hukum itu sa l in)! berkompetisi. dan sekaligus saling menyesuaikan dan mengadopsi . Hal itu sangat kelihatan dari bagaimana hukum internasional bahkan memberi dampak sampai kepada masyarakat local. Bagaimana hukum internasional memberi dampak kepada hukum nasional. atau hukum nasional memheri dampak kepada hukum lokal. Keterkaitan antara system hukum pada tingakt makro dan mikro (internasional, nasional dan local) harlls dapa! ditelusuri. Demikian pula hubungan antara system hukum yang pernah berlaku pada kurun waktu tertentu dan memberi dampak kepada apa yang berlangsung pada saat ini. juga harus dapat dilihat sebagai sliatu rangkaian.
Daftar Pustaka Benda-Beckmann. Franz von, Some Comparative General izations ahou! the Differential Use of State and Folk Institutio ns of Dispu!e Sett lement dalam . Antony Alia! dan Gordon Woodman (eds). f'mple's Law alld SIGle LalV. The Bel/agio Papers. Dordrecht: Foris Publications. hal 187 - 206. 19116. Anthropology and Comparati ve Law. dalam K BendaBeckmann dan F.Strijbosch (ed). Alllhropology of Law ill rhe Nelilerlallds, Dordrecht: Foris Publications. hal 90-109. Changing Legal Pluralism in Indonesia. VI th International Symposium Commission on Folk Law and Legal Pluralism. Ottawa. Benda-Beckmann. Keebet von. 1986. Tite Brokell Slainvays 10 COllsellslls. ViI/age ill.Hice alld S{(Ile Corms ill Millallgkab{{{l. Dordrecht: Fnris Publications. I (j8ti. Evidellce alld Legal Reasollillg ill MirulIIgkaiJall, oalam K.Benda- Beckmann dan F.Strijbosch. AIlli1ropo/rig.l' of'L{Jl1' ill lite NeliJerial1ds, Dordrecht: Foris Publications. hal 132-174.
NOlllor 4 Tallllll XXXIII
50n
flllkulJI dall Pem/JtIIl.'.!.I(!l{1I1
2002. The Context or Law. xii i th internati onal Congress or the Commiss ion on Folk Law and Legal Pluralism: Legal Plural ism and Unoffi cia l Law inSocial. Economic and Political developmelll . Chiang Mai. April. 2002 Cec ilio. Ju st ice & Gaudioso C Sosmena & Judge Alfredo F Tad iar. Il) X ,~ . Asia-Paci fic Countries on Alternati ve Processi ng of Disputes daLtIll Cecilia et.al (eds). Tml1sclllfllra l Mediafion ill fhe Asia-Pou li e. Manila: Asia-Pacific Organization for Mediation . hal 1-10. Comaroff. John L dan Simo n Robe rts. 1981. Introduct ion oab m Rilles (lIId Pmcesses. The Clllfllmi Logic or Dispwe ill all Afi'irtlll COI1ft'.rI. Chicago: The Uni ve rsity of Ch icago (cetakan pe rtam
!\I'II -
Colol1ial L(/lv. Lonclon: Oxford Uni versity Press.
Kleinhans. Martha-Mari e dan Roderick A Macdonald. 1997. WhOf
il
II
Crificnl Legal Pillralislll, Cal1adial1 JOll rl/al of LOll' (Illd SlIcierr. I'!ll 12 no.21 1997. hal 25-46.
letswaan. H .P. 1981. Labour Relat ions Litigations: Chill e Law and Society vol. 16/4.
1 970- 19 7 ~.
19XX . Informal Methods of Dispute Sett lement. dalam Cecilio PE (Ed). TrallS-Clllruml Mediariol1 ill file Asia Parific. Manila: Asia-Pacific Organization for Meoiation (APOM). hal 139 - 158.
Kurczewski. J & Fieske Kazimiers. 1988. Some Prohlems in the Le~ a l Regu lation of the Acti vities of Econom ics Institutions. dalam bunoel kuliah Ve rgel ijkende Sociologischc van het Recht. Land vouw University of Wa geningen.
Macaulay. S .. 1963. NOll-Contractual Relations in Business: Preliminary Study. American Sociological Review. vol 28: hal 55-65. Merry. Sally Engle . Legal Pluralism. dalam Law and Society rev iew. Vol 221 1988. hal 869-896. Moore. Sally Falk. 1983. Law and Social Change: the Semi-Autonomous Social Field as an Appropriate Suhject of Study. dalam Sally Falk
OklOber - De5ember 2003
Sejarah dati Perkelllbangall Pemikirall P/urali.\"IlIe Hukum
.'it ) !
Moore , Law as Process. All Al1Ihrop%gica/ Approach. London: Routledge & Kegan Paul, hal 54- 8 1. 1994, The Ethnography of the Present and the Analysis of Process. dalam Robert Borofsky, Assessillg CII/fllra/ amhr0l'0/ogr. sectilln five. cultural in motion. McGrw Hill-Inc. hal 362- 376. Nader. Laura dan Harry Todd., 1978, Introduct ion dalam The Dis/lflfillg Process: Law ill fell Svciefies. New York: Columb ia University Press. hal 1- 40. Pospisil. Leopold. 1971. Anfhrop%gy ot Lm1'.' A COIl11'arafil'e nlt!Orr . New York: Harper & Row . Radcliffe-Browll. AR. 1986. Srrllclure ({lid FlIllCfioll III Prilllili\'(' Socia\'. London: Routledge & Kegan Paul (cetakan pertama tahun
19521 Rorhl. Vivian . .I. 1'192. Possihle Uses of Mediation in a Situati()n "I Cultural Pluralism. Illakalah dalalll Congress on Folk La\\' alld Legal Pluralism. Wellington. New Zealand. Slaats. Herman dan Karen Portier. 1992. Tradifiolla / Decisioll-lIll1killg (llId Law. IlIsriluriolls alld Processes il1 (In Indonesial/ CO/lrt 'xi .
Yogyakarra: Gadjah Mada University press. Starr. June dan Jane F Collier, 1989, Illlroduction: Dialogues in Lc~al Anthropology , dalam June Starr dan Jane F Collier (edsi. lIisfOIT alld Power ill rhe Sflldv of Loll' . Ithaca: Cornell Unive rsity Press. hal I - 28. Tamanaha. Brian, 1993. The Folly of the Concept of Legal Pluralism. makalah dalam the IX th International Congress of Comm ission on Folk Law and Legal Pluralism. Law Fawlty, Victor ia Un iversity or Wellington. New Zealand, hal 5 - 4X . Tanner. Nancy. Di, puting and Disrute Settlement ;lInon~ I Ill' Minangkabau of Indonesia. in Indones ia. vol.9 Ithaca. hal 21- 117. VeJzen. J van, 1967, The Extended Case Method and Situational Analvsis dalam AL Epstein. The eratr of Social AlIlhropologl', London: TavislOck. Wallace. Ruth dan Alison Wolf. IlJXO. CO/llellll'OIwT So('iolllgi('(J1 Theon' . USA: Prent ice-Hall.lnc.
NO/llllr 4 TIIIIIIII XXXIII
502
Hu/.:ulII dan Pemb(ll1guJl(1JI
Woodman, Gordon, 1992, Historical Development. Introduction to Contemporary Legal Pluralism in a Worldwide Perspectives. Historical Development. Salah satu materi dalam a Post-Congress "Folk Law and State Law Today and Tomorrow, Faculty of Law, Victoria Uni vers ity, Wellington.
Buletin Wacana Antropologi, No. I. rahun II. Juli-Agustus 199X
Okrober - Desember 2003