Jurnal Teknik Informatika, Vol 1 September 2012
Segmentasi Tepi Citra CT Scan Paru-paru Menggunakan Metode Chain Code dan Operasi Morfologi Masfran, Ananda dan Erwin Setyo Nugroho Program Studi Teknik Informatika, Jurusan Komputer, Politeknik Caltex Riau Jalan Umban Sari no.1, Rumbai, Pekanbaru, Riau, 28265 (E-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected] )
Abstrak— Image segmentation is an important topic in digital image processing and can be found in various field of images research. One of them is medical image segmentation in the medical field. Edge of image segmentation of lung CT scan is an alternative step in medical lung images processing, which the result can be continued to be used to detect the presence of nodules that are useful as an auxiliary parameter in detecting lung disease like cancer. In this study, edge of image segmentation of lung CT scan is using chain code and mathematical morphology operations. The function of chain code in this study is to detect edge of lung in CT image, whereas the morphology operations are used to enhancement the shape of image. This study showed that the use of chain code and morphological operations can provide a smooth edge of lung CT scan image segmentation. The smooth detail on the edge of the lung CT scan can provide important information such as the boundary of an areas or object within the image. Mathematical morphology operations haven’t been success applied to all images, the percentage of success is 76.6% and percentage of success to eliminate noise in lung CT images is equal to 86.7%. Kata kunci : Segmentasi citra; CT-Scan paru-paru; Chain Code; Matematika Morfologi.
I.
PENDAHULUAN
Segmentasi citra merupakan topik penting dalam pengolahan citra digital dan dapat ditemukan dalam berbagai bidang riset citra. Salah satunya adalah segmentasi citra medis di bidang kedokteran. Tujuan yang ingin dicapai dalam segmentasi adalah untuk menentukan objek yang spesifik atau sebuah area dalam citra untuk pencocokan atau identifikasi. Dalam citra medis identifikasi dari objek atau area yang diinginkan dapat menyediakan informasi yang berguna untuk diagnosis dan perawatan penyakit. Citra medis yang akan disegmentasi pada penelitian ini adalah citra CT scan paru-paru. Pemilihan paru-paru sebagai objek yang akan disegmentasi adalah karena tingginya jumlah kematian yang disebabkan oleh penyakit paru-paru yaitu kanker paru-paru. Menurut data tahun 2008 dari situs resmi WHO (World Health Organization), kanker paru-paru adalah penyebab kematian paling besar diantara jenis kanker lainnya yaitu sebesar 1,4 juta kematian. Bandingkan dengan jenis
kanker lainnya seperti: kanker perut (740000 kematian), kanker hati (700000 kematian), kanker kolorektal (610000 kematian) dan kanker payudara (460000 kematian) [1]. Penelitian yang melibatkan segmentasi citra CT scan pada paru-paru sudah pernah dilakukan sebelumnya. Samuel, dkk memperkenalkan algoritma rolling ball untuk segmentasi paru-paru. Pada tahap awal, digunakan teknik gray-level thresholded untuk segementasi dada dari latar belakang dan kemudian paru-paru dari dada. Pada tahap selanjutnya algoritma rolling ball diterapkan untuk segmentasi kontur paru-paru untuk menghindari hilangnya nodul juxtapleural, yaitu nodul yang berbentuk bulat telur atau lonjong [2]. Shiying, dkk Menyajikan suatu metode otomatis untuk segmentasi paru-paru dalam citra CT scan. Metode ini memiliki tiga langkah utama. Pertama paru-paru diekstrak dari citra CT scan dengan gray-scale thresholding. Kemudian paru-paru kiri dan kanan dipisahkan dengan mengidentifikasi anterior (lebih dekat ke depan) dan persimpangan posterior (lrbih dekat ke belakang) dengan pemrograman dinamis. Akhirnya, sebuah rangkaian operasi morfologi digunakan untuk memperhalus batas yang tidak beraturan di sepanjang mediastinum untuk memperoleh hasil agar konsisten dengan yang diperoleh melalui analisis secara manual, dimana hanya arteri paru-paru paling sentral dikeluarkan dari wilayah paru-paru [3]. Saleem, dkk menyajikan suatu metodologi untuk segmentasi paru-paru yang akurat. Mereka mengatasi masalah segmentasi paru-paru dalam dua langkah utama. Pada langkah pertama, wilayah paru-paru di ekstrasi dari latar belakang dan dada dari citra CT scan menggunakan algoritma region growing. Pada langkah kedua, wilayah paru-paru diperhalus menggunakan algoritma k-means clustering yang dimodifikasi dari algoritma adaptive border marching [4]. Ananda menggunakan metode Max-Tree untuk membentuk pohon segmentasi sebagai representasi nodul paru-paru di CT scan. Kemudian attribute filters digunakan pada proses pruning tree untuk segmentasi kontruksi Max-Tree [5]. Perbedaaan penelitian ini dengan penelitian yang dibicarakan sebelumnya adalah pada penelitian sebelumnya tidak menampilkan atau mempertegas tepi dari citra berbeda dengan yang akan dibuat pada penelitian ini. Pada penelitian ini segmentasi citra CT
yang dilakukan menggunakan metode chain code dan operasi morfologi. Penggunaan chain code sebelumnya pernah digunakan untuk penelitian citra medis, hanya saja dalam kasus klasifikasi objek pada citra medis [6]. II.
METODE CHAIN CODE DAN MORFOLOGI MATEMATIKA
A. Median Filter Perbaikan kualitas citra salah satunya adalah pengurangan derau dapat dilakukan dengan pentapisan/operasi spatial (filtering). Pada proses pentapisan, nilai pixel baru umumnya dihitung berdasarkan piksel tetangga. Median filter merupakan salah satu dari tapis Non-linear. Median filter menghitung nilai dari setiap piksel baru, yaitu nilai piksel pada pusat koordinat kernel dengan nilai tengah (median) dari piksel di dalam kernel. Untuk ukuran kernel m baris dan n kolom maka banyaknya piksel dalam kernel adalah (m x n). Akan lebih baik ukuran kernel adalah bilangan ganjil karena piksel pada posisi tengahnya lebih pasti diperoleh, yaitu piksel pada posisi (m x n +1)/2. Semua piksel tetangga harus diurut sebelum menentukan piksel pada posisi tengah [7]. B. Penandaan Komponen terhubung Piksel p adalah adjacent (berbatasan) ke piksel q jika keduanya terhubung (pengertian terhubung tergantung pada jenis keterhubungan yang digunakan). Dua himpunan bagian citra S1 dan S2 adalah adjacent jika beberapa piksel pada S1 adalah adjacent ke beberapa piksel pada S2. Suatu jalur dari piksel p dengan koordinat (x,y) ke piksel q dengan koordinat (s,t) adalah suatu urutan atau deretan dari piksel yang berbeda (distinct pixel) dengan koordinat (x0, y0), (x1, y1), …, (xn, yn) dengan (x0, y0) = (x, y) dan (xn, yn ) = (s,t) adalah adjacent ke (xi-1, yi-1), 1 ≤i ≥ n, dan n menyatakan panjang dari jalur. Jika p dan q adalah piksel pada suatu himpunan bagian citra S maka p adalah terhubung ke q dalam S bila ada suatu jalur dalam S yang menghubungkan p ke q. Untuk setiap piksel p dalam S, sekumpulan piksel dalam S yang terhubung ke p disebut dengan komponen terhubung (connected component) dari S. Sekarang menjadi jelas bahwa dua piksel dari komponen terhubung adalah saling terhubung satu dengan yang lainnya dan komponen terhubung berbeda (distinct connected component) adalah tidak saling terhubung (disjoin). Penandaan komponen terhubung memeriksa suatu citra dan mengelompokkan setiap piksel ke dalam suatu komponen terhubung menurut aturan keterhubungan (4, 8, atau m-connectivity). Setiap komponen terhubung yang saling tidak terhubung (disjoin) pada suatu citra akan diberi tanda (label) berbeda. Memisahkan dan memberikan tanda pada setiap komponen terhubung maupun tidak terhubung pada suatu citra memegang peranan sentral pada beberapa aplikasi analisis citra secara otomatis.
Penandaan komponen terhubung dilakukan dengan memeriksa suatu citra, piksel per piksel (dari kiri ke kanan dan atas ke bawah) untuk mengidentifikasi area piksel terhubung yaitu suatu area dari piksel berbatasan yang memiliki nilai intensitas sama atau nilai intensitas berada dalam suatu himpunan V (pada citra biner V = {1}, pada citra keabuan himpunan V disesuaikan dengan kebutuhan). Penandaan komponen terhubung dapat dilakukan pada citra biner maupun citra keabuan [7]. C. Iterasi Threshold Salah satu metode segmentasi berbasis cluster adalah metode iterasi. Metode iterasi adalah bentuk khusus dari K-means di mana K = 2. Metode iterasi dimulai dengan memilih nilai batas (threshold) secara sembarang (perkiraan) sebagai nilai awal, lalu secara iterasi nilai tersebut diperbaiki berdasarkan sebaran nilai intensitas citra yang bersangkutan. Nilai threshold yang baru diharapkan akan menghasilkan pemisahan yang lebih baik dari citra sebelumnya. Langkah-langkah dalam menentukan nilai batas T dalam metode iterasi adalah sebagai berikut : Pilih nilai T awal, biasanya dipakai nilai ratarata dari intensitas citra. Segmentasi citra menjadi dua daerah, misalnya R1 dan R2 dengan menggunakan nilai T awal sebelumnya. Hitung nilai rata-rata intensitas pada daerah R1 dan R2. Kedua nilai rata-rata tersebut berturutturut disebut r1 dan r2. Hitung nilai T baru dengan rumus T = (r1 + r2)/2. Ulang langkah 2 sampai 4 sampai nilai T tercapai. Nilai T dikatakan telah tercapai bila nilai T tidak mengalami perubahan nilai T lagi [7]. D. Chain Code Chain code (kode rantai) pertama kali diperkenalkan untuk merepresentasikan kurva digital oleh Herbert Freeman [8]. Karena itu chain code disebut juga dengan Freeman code, sesuai dengan nama pencetus idenya. Menurut Freeman, skema coding untuk struktur garis harus memenuhi 3 syarat, yaitu : (1) menjaga informasi penting agar tidak hilang, (2) memungkinkan untuk disimpan dan ditampilkan lagi dengan mudah dan (3) mempermudah dalam melakukan pengoperasian atau pengolahan yang diperlukan Chain code digunakan untuk menggambarkan batas obyek atau jumlah piksel yang berada dalam satu obyek. Batas obyek direpresentasikan dengan piksel-piksel yang saling terhubung dan memiliki nilai yang sama. Chain code mendeskripsikan sebuah obyek dengan segmen garis yang berurutan berdasarkan arah prioritas penelusuran yang telah ditetapkan. Arah dari tiap segmen direpresentasikan dengan angka tertentu. Elemen pertama pada sebuah urutan harus memberikan informasi mengenai posisinya sehingga rekonstruksi area atau perhitungan luas dapat dilakukan. Chain code berjalan
dengan menelusuri piksel-piksel pada citra berdasarkan prioritas arah yang telah ditentukan. Sebuah chain code bisa terdiri dari 4 arah mata angin atau 8 arah mata angin seperti pada gambar 1 [9].
Gambar 1. Chain code arah 4 mata angin dan 8 mata angin [8]
chain code umumnya telah diterima dalam pengolahan citra digital karena menawarkan sejumlah keuntungan. Diantaranya adalah kelebihan untuk dapat mencari nilai dari keliling dan luas dari sebuah objek dari chain code. Selain itu, chain code juga dapat digunakan untuk memperhalus kontur dalam pengurangan derau [8]. E. Matematika Morfologi Matematika Morfologi (Mathematics Morphology) adalah sebuah metode untuk analisa citra yang didasarkan pada teori dasar matematika yaitu teori himpunan, dimana citra diasumsikan tersusun dari himpunan piksel [10]. Operasi morfologi menggunakan dua input himpunan yaitu suatu citra (pada umumnya citra biner) dan suatu kernel. Khusus dalam morfologi, istilah kernel biasa disebut dengan structuring elements (elemen pembentuk struktur). SE merupakan suatu matrik dan pada umumnya berukuran kecil. Elemen dari SE dapat bernilai 1, 0, don’t care. Nilai don’t care biasanya ditandai dengan nilai elemen dikosongkan atau diberi tanda silang. Ada dua operasi dasar morfologi yaitu dilasi dan erosi. Kedua operasi dasar tersebut menjadi basis untuk membuat berbagai operasi morfologi yang sangat berguna untuk pengolahan citra digital, seperti opening, closing, hit and miss transform, thinning, dan thickening [7]. Operasi dilasi A dengan B dapat dinyatakan sebagai berikut : D(A, B) = A ⊕ B = { x : Bx ∩ A ≠
}
(1)
Operasi erosi dapat dinyatakan sebagai berikut : E(A, B) = A Θ B = { x : Bx ⊆ X} III.
(2)
PERANCANGAN DAN PEMBAHASAN
Tahap-tahap yang dilakukan pada penelitian ini dapat diilustrasikan pada blok diagram gambar 2.
Gambar 2. Blok diagram sistem
Tahap awal penelitian ini adalah menyediakan citra CT scan paru-paru Langkah berikutnya adalah melakukan median filter. Median filter ini dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi noise yang ada. Dengan mengurangi jumlah noise akan menghasilkan citra dengan kualitas yang lebih baik untuk melakukan proses selanjutnya. Tahap selanjutnya adalah menghilangkan latar belakang citra. Langkah-langkahnya antara lain: mengubah citra masukan menjadi citra biner. Pengubahan citra menjadi citra biner menggunakan metode iterasi threshold. Selanjutnya bagian objek citra biner yang menyentuh border dihilangkan, sehingga menyisakan bagian paru-paru saja. Teknik Connected component labeling digunakan untuk mengetahui objek yang menyentuh border citra. Setelah itu tepi citra objek paruparu diperhalus menggunakan operasi morfologi opening. Opening merupakan proses erosi citra baru kemudian diikuti proses dilasi citra. Persamaan opening dapat dirumuskan sebagai berikut: Opening = A ο B = (A Θ B) ⊕ B
(3)
Proses opening selain memperhalus tepi objek pada citra juga dapat menghilangkan noise pada citra. Langkah selanjutnya adalah untuk menghilangkan atau menutup lubang yang terdapat pada bagian objek paruparu dengan operasi morfologi closing. Closing merupakan kebalikan dari opening, yaitu proses dilasi citra diikuti proses erosi citra. Persamaannya dapat dirumuskan sebagai berikut: Closing = A • B = (A ⊕ B) Θ B
(4)
Tahap berikutnya deteksi tepi citra. Langkah awal pada tahap ini adalah menetapkan piksel awal. Piksel awal dapat dicari dengan iterasi nilai piksel citra. Iterasi dilakukan dari sudut kiri atas citra dan berhenti setelah menemukan piksel bernilai 1. Piksel tersebut kemudian dijadikan sebagai piksel awal. Setelah itu, dilakukan pencarian piksel tetangga. Piksel tetangga ditelusuri berdasarkan arah jarum jam. Begitu piksel tetangga ditemukan lokasi nilai dari piksel sebelumnya disimpan dan diberi nilai arah chain code 8 mata angin. Kemudian posisi berpindah ke piksel tetangga yang ditemukan sebelumnya dan melakukan pencarian terhadap piksel tetangga lagi sampai kembali ke posisi piksel awal.
Berikutnya ekstrasi bagian paru-paru yang dilakukan menggunakan citra mask dan citra asli. Citra mask merupakan citra biner hasil penutupan lubang dengan operasi morfologi closing. Citra mask dengan nilai piksel satu atau berwarna putih akan menampilkan piksel dari citra asli, sedangkan citra mask dengan nilai piksel nol atau berwarna hitam nilai pikselnya tetap. Kemudian tahap terakhir adalah perbaikan kualitas citra, yaitu memperjelas atau mempertajam spons pada paru-paru yang berbentuk jaringan dengan operasi morfologi. Operasi morfologi yang digunakan adalah operasi tophat. Operasi morfologi tophat sendiri merupakan perbedaan antara citra dengan opening dari citra itu sendiri yang dirumuskan dalam persamaan berikut : Tophat = A – (A ο B) IV.
Proses pengolahan citra yang pertama dilakukan adalah pengurangan derau. Pengurangan derau dilakukan dengan median filter. Median filter penting dilakukan sebelum kita melanjutkan ke proses pengolahan citra selanjutnya. Dengan melakukan proses pengurangan derau, maka proses citra selanjutnya akan menghasilkan kualitas yang lebih baik. Median filter cocok digunakan untuk citra yang memiliki noise salt and pepper. Seperti halnya pada citra CT scan paru-paru yang akan dijadikan citra biner, maka median filter cocok untuk mengurangi noise pada citra ini. Hasil citra biner dengan pengurangan derau median filter dan tanpa median filter dapat dilihat pada gambar 4. Secara visual terlihat citra biner dengan median filter menghasilkan derau yang lebih sedikit dibanding kan dengan citra biner tanpa melakukan median filter.
(5)
HASIL DAN DISKUSI
Pada penelitian ini, citra CT scan paru-paru disegmentasi bagian tepinya menggunakan metode chain code dan operasi morfologi. Pengujian dari metode ini dicoba pada slice gambar CT scan paru-paru dari data citra medis umum yang bebas digunakan yaitu Lung Image Database Consortium of National Cancer Institute [11]. Berikut adalah beberapa sampel gambar yang telah diujikan.
Gambar 4. Citra biner dengan median filter dan tanpa median filter
Tahapan berikutnya adalah mengubah citra menjadi citra biner dengan metode iterasi threshold. Dengan metode ini, nilai threshold pada citra didapat secara otomatis. Iterasi threshold dapat mengubah citra menjadi citra biner dengan baik, dimana objek paru-paru dapat tersegmentasi dengan bagian lain yang berada disekitar objek paru-paru. Hasil citra setelah dilakukan iterasi threshold dapat dilihat pada gambar 4. Tahapan selanjutnya adalah membuang atau menghilangkan objek yang menyentuh border dari citra. Teknik Connected component labeling digunakan untuk mengetahui objek tersebut. Pada gambar CT scan setelah objek yang menyentuh border dihilangkan, maka bagian yang tampak adalah bagian paru-paru kanan dan kiri. Selain itu, pada gambar 5 terdapat beberapa objek kecil yang tersisa. Objek-objek tersebut merupakan objek yang bukan merupakan objek yang menyentuh tepi atau border dari citra atau merupakan bagian yang terpisah dan bukan merupakan objek yang terhubung ke objek yang menyentuh tepi atau border pada citra. Objek tersebut menjadi noise pada citra tersebut. Akan tetapi, tidak semua citra hasil pengujian memiliki noise pada tahapan ini. Hal ini dapat dilihat dari 10 buah citra yang diujikan, 9 dari 10 buah citra memiliki noise.
Gambar 3. Hasil pengujian pada beberapa sampel CT Scan Paru
Citra yang telah melalui tahapan ini memberikan citra bagian objek paru berwarna putih atau bernilai biner 1. Hasil citra ini menampakkan secara jelas mana bagian dari objek paru-paru kanan dan kiri. Setelah selesai memprosesan citra pada tahap ini, tahap selanjutnya adalah deteksi tepi dari objek paru-paru pada citra.
Gambar 5. Citra biner tanpa objek menyentuh border
Apabila diamati citra biner pada gambar 4 yang telah dilakukan pengurangan derau dengan median filter sebelumnya dengan citra pada gambar 5, maka dapat dilihat derau yang terdapat pada gambar 5 merupakan objek yang terpisah atau tidak terhubung dengan objek yang menyentuh tepi atau border dari citra. Tahapan berikutnya adalah penghalusan tepi citra menggunakan operasi morfologi opening. Morfologi opening dalam proses ini menggunakan structuring elements disk dengan ukuran 3x3 sebanyak dua kali. Hal ini dikarenakan karena apabila hanya sekali, maka noise yang dihilangkan lebih kecil atau juga tidak bisa menghilangkan noise dengan ukuran yang lebih besar. Bentuk structuring elements disk memberikan efek tepi citra yang lebih halus. selain memperhalus tepi citra operasi morfologi opening juga dapat menghilangkan noise yang tersisa pada tahapan sebelumnya. Ukuran structuring elements yang diberikan dapat menghilangkan noise yang berukuran kecil. Hasil pengujian pada tahapan ini dapat dilihat pada gambar 6 berikut.
Gambar 7. Citra setelah dilakukan closing
Proses selanjutnya adalah deteksi tepi dengan metode chain code. Tepi citra yang didapat hasil ini disimpan dalam sebuah matriks mapping dan tampak seperti pada gambar 8. Tepi objek yang didapat pada gambar 8 ada dua yaitu bagian tepi objek paru-paru kanan dan kiri. Tepi yang didapat memberikan hasil yang tampak halus di sepanjang kontur objek paru-paru. Metode ini memberikan hasil dari tepi citra dengan objek tertutup seperti sebuah rantai, sesuai dengan namanya chain code yang berarti kode rantai dalam bahasa Indonesia.
Gambar 8. Citra hasil deteksi tepi
Gambar 6. Citra setelah dilakukan opening
Tahapan berikutnya penutupan lubang pada objek paru-paru menggunakan operasi morfologi closing. Morfologi closing menggunakan structuring elements square dan diamond dengan ukuran sepuluh. Ukuran structuring elements yang digunakan setelah diujikan dapat menutupi lubang dengan baik pada sebagian besar citra CT scan paru. Akan tetapi, pada citra lainnya ukuran structuring elements yang digunakan terlalu besar sehingga bagian paru-paru kanan dan kiri menyatu. Hal ini dapat menyebabkan atau memberikan informasi yang salah. Adapula citra yang lubangnya tidak tertutup dengan baik karena ukuran structuring elements dianggap terlalu kecil. Hal ini dapat menghilangkan sebagian besar informasi yang penting pada citra. Hasil citra pada tahapan ini yang berhasil dapat dilihat pada citra gambar 7 yang telah diujikan.
Tahapan berikutnya adalah ekstrasi paru-paru yang hasilnya tampak seperti pada gambar 9. Pada tahap ini digunakan citra mask dari tahapan penutupan lubang sebelumnya. Jadi hasil ekstrasi citra sangat tergantung dari citra mask yang dihasilkan. Tepat atau tidaknya objek yang tersegmentasi dan tampak dari hasil ekstrasi dipengaruhi oleh proses operasi morfologi closing sebelumnya.
Citra 9. Citra hasil ekstrasi
Tahapan selanjutnya adalah memperjelas atau mempertajam spons pada paru-paru yang berbentuk jaringan dengan operasi morfologi tophat. Jenis structuring elements yang digunakan adalah disk sebanyak dua kali untuk memberikan efek penajaman yang tidak menghilangkan bagian sponsnya, karena apabila terlalu kecil maka spons paru-paru yang dihasilkan akan sangat halus atau bahkan tidak tampak. Hasil pengujian dapat dilihat pada gambar 10.
Gambar 13 Citra hasil yang masih memiliki derau
Dari hasil pengujian tersebut dapat kita lihat secara visual bahwa tepi yang diperoleh sangat halus. Selain itu gambar latar dari citra juga dapat dihilangkan sehingga focus mata lebih tertuju ke bagian paru-paru.
Gambar 10. Citra hasil tophat
Uji coba dilakukan terhadap 30 buah citra yang berbeda dari 3 pasien dengan masing-masing pasien 10 buah citra. Berdasarkan hasil pengujian yang didapat terdapat 7 buah citra yang paru-paru kanan dan kiri menyatu seperti tampak pada gambar 11, sebagai akibat dari pengggunaan ukuran structuring elements pada operasi morfologi closing yang terlalu besar. Sehingga mendapatkan error sebesar 23.3%. Berdasarkan hasil pengamatan citra CT paru-paru yang bagian paru-paru kanan dan kirinya menyatu adalah citra yang objek paruparu kanan dan kirinya memiliki jarak yang sangat berdekatan seperti tampak pada gambar 12, sehingga pada proses operasi morfologi closing kedua objek tersebut menyatu.
V. KESIMPULAN DAN STUDI PENGEMBANGAN Penggunaan metode chain code dan operasi morfologi dalam segmentasi tepi citra CT scan paru-paru mendapatkan hasil dengan visual deteksi tepi yang halus dan tidak mereduksi bagian bagian dalam citra CT sehingga tepi objek yang menjadi tujuan menjadi lebih tegas dibanding dengan keadaan citra aslinya yang masih terdapat objek objek rongga dada lainnya dari hasi pengambilan gambar asli CT Scan Paru-paru. Hasil citra pada penelitian ini kedepannya dapat digunakan sebagai langkah alternative pemrosesan citra medis paru-paru, yaitu untuk mendeteksi adanya nodul yang berguna sebagai parameter pembantu dalam mendeteksi ada atau tidaknya penyakit di paru-paru, seperti kanker. PENGHARGAAN
Terima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat dalam penelitian ini yaitu penyedia data CT scan Lung Image Database Consortium of National Cancer Institute dan kepada Politeknik Caltex Riau khususnya untuk program studi Teknik Informatika Multimedia. DAFTAR PUSTAKA [1]
[2]
Gambar 11 Citra hasil yang bagian paru-paru kanan dan kiri menyatu
[3]
[4]
[5]
Gambar 12 Citra CT asli paru-paru yang bagian paru-parunya berdekatan
Selain itu terdapat 4 buah citra yang masih terdapat derau diluar objek paru-paru. Dengan demikian error yang dihasilkan oleh derau sebesar 13.3 % yang didapat dari ujicoba 30 buah citra. Citra CT hasil yang masih memiliki derau tersebut tampak seperti pada gambar 13.
[6]
[7] [8]
World Health Organization. (Oktober 2011). Cancer. Diambil 8 Desember 2011 dari http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs297/en/index.html Armato, Samuel G., Giger, Maryellen L., Moran, Catherine J., Blackburn, James T., Doi, Kunio., Macmahon, Heber. (1999). Imaging & Therapeutic Technology. Computerized Detection of Pulmonary Nodules on CT Scans. hal.1303-1311. Hu, Shiying., Hoffman, Eric A. and Reinhardt, Joseph M. (2001). IEEE Transactions on Medical Imaging. Automatic Lung Segmentation for Accurate Quantitation of Volumetric X-Ray CT Images. 20(6), hal.490-498. Iqbal, Saleem,. Iqbal, Khalid. (2011). International Journal of Academic Research. Lungs Segmentation for ComputerAided Diagnosis. 3(5), hal.161-166. Ananda. (2012). Segmentasi Nodul pada Citra Computed Tomography Paru-Paru Menggunakan Max-Tree dan Atribute Filters. Institut Teknologi Sepuluh September. Bertalya, Prihandoko, Kusuma, Tb. Maulana. (2008). Seminar Ilmiah Ilmu Komputer Nasional. Klasifikasi Citra X-Ray Menggunakan Kode Freeman. Putra, Darma. (2010). Pengolahan Citra Digital. Yogyakarta: Penerbit ANDI. Shabab, Walid., Al-Otum, Hazem and Al-Ghoul, Farouq. (2009). The International Arab Journal of Information Technology. A Modified Chain Code Algorithm for Object Segmentation and Contour Tracing. 6(3), hal.250-257.
[9]
Gonzalez, Rafael C. dan Woods, Richard E. (2002). Digital Image Processing ( 2nd ed ). New Jersey: Prentice Hall. [10] Dougherty, Geoff. (2009). Digital Image Processing for Medical Applications. Unites States of America: Cambridge University Press.
[11] Lung Images Database Consortium, National Cancer Institute, http://imaging.nci.nih.gov/.