Sedangkan nilai RMSD pada 328 K naik secara bertahap menuju 10 Å pada 330 ps kemudian setelah 500 ps nilai RMSD mencapai 25 Å.
Gambaran kualitatif terhadap perubahan konformasi enzim selama proses simulasi divisualisasikan dalam bentuk snapshot trajektori (Gambar IV.19). Pada 315 K terlihat konformasi protein tetap stabil sebagaimana ditunjukkan oleh nilai RMSD-nya. Sedangkan pada temperatur simulasi 328 dan 350 K terlihat adanya kesamaan pada salah satu jalur unfolding yang terkarakterisasi oleh pemisahan antarmuka domain eksonuklease 3’5’ dengan domain polimerase 5’3’. Pada 328 K, integritas kedua domain tetap dipertahankan hingga mencapai waktu 375 ps, selanjutnya antarmuka kedua domain menjadi lebih terbuka dan di atas waktu 400 ps, kedua domain terpisah secara nyata. Hal ini diduga menjadi penyebab kenaikan nilai RMSD setelah 330 ps (Gambar IV.18a). Sedangkan pada 350 K, pergerakan domain sudah terlihat pada awal simulasi (~30 ps) dan setelah 100 ps, kedua domain terlihat terpisah. Fenomena ini bersesuaian dengan kenaikan nilai RMSD yang terjadi sejak awal simulasi (Gambar IV.18a).
(a)
100
(b) Gambar IV.18 (a) Profil RMSD KF terhadap waktu simulasi pada berbagai temperatur yaitu 315 (hijau), 328 (merah) dan 350 K (hitam). (b) Superposisi struktur protein hasil simulasi pada 315 K (hijau) terhadap struktur awalnya (merah). Perbedaan signifikan terlihat pada subdomain ibu jari dan jemari (lingkaran hitam)
101
(a)
(b)
102
(c) Gambar IV.19 Perubahan konformasi KF yang teramati pada simulasi (a) 315 K; (b) 328 K dan (c) 350 K. Terpisahnya antarmuka kedua domain ditandai dengan lingkaran merah.
Analisis terhadap hasil simulasi menyarankan bahwa proses transisi unfolding pada 328 K berlangsung lebih lambat dibandingkan pada 350 K. Karenanya evaluasi secara kuantitatif terhadap konformasi global (struktur tersier) dan komponen struktur sekunder hanya dilakukan terhadap hasil simulasi pada 328 K. Hasil analisis menunjukkan bahwa konformasi struktur tersier protein yang diwakili oleh nilai SASA (Gambar IV.20a) mengalami kenaikan yang signifikan selama proses simulasi berlangsung. Sedangkan komponen struktur sekunder utama yaitu α-helix dan β-sheet tetap stabil hingga di akhir simulasi (Gambar IV.20b). Hal ini mengindikasikan bahwa struktur tersier protein sudah unfolded meskipun struktur sekundernya masih bertahan.
103
(Å2)
(a)
(b) Gambar IV.20 Analisis kestabilan struktur sekunder dan tersier protein pada 328 K (a) Nilai SASA total KF dan (b) Persentasi komponen struktur sekunder α-helix (hitam) dan β-sheet (merah) selama simulasi.
104
Simulasi pada temperatur yang lebih tinggi (328 dan 350 K) terhadap KF mengindikasikan adanya kesamaan pola pada salah satu jalur awal unfolding, yaitu terpisahnya daerah antarmuka domain polimerase 5’3’ dan eksonuklease 3’5’. Analisis lebih mendalam terhadap proses pemisahan domain pada KF telah dilakukan untuk melihat interaksi yang berperan dalam menstabilkan kedua domain. Hasil analisis menyarankan terdapat dua interaksi antardomain antara Lys422-Glu541 dan Arg425-Ser538 yang berperan menstabilkan kedua domain. Jarak kedua pasang interaksi tersebut ditunjukkan pada Gambar IV.21. Interaksi antara Lys422-Glu541 merupakan interaksi elektrostatik sedangkan interaksi antara Arg425-Ser538 berupa ikatan hidrogen. Kedua interaksi stabil hingga 300 ps, selanjutnya di atas periode waktu 400 ps jarak kedua interaksi semakin menjauh. Ini bersesuaian dengan nilai RMSD dan snapshot trajektori, dimana pada rentang waktu tersebut terjadi lonjakan nilai RMSD yang terkarakterisasi akibat pemisahan antarmuka kedua domain.
Gambar IV.21 Jarak interaksi antardomain Lys422-Glu541 (abu-abu) dan Arg425Ser538 (hitam) pada antarmuka kedua domain KF pada simulasi di 328 K.
Evaluasi terhadap pentingnya kedua interaksi antardomain dilakukan dengan menghitung energi non-ikatan antara pasangan residu serta melakukan mutasi in silico sebagaimana yang dilakukan terhadap Klenow-like DNA Pol I ITB-1.
105
Perhitungan energi non-ikatan meliputi energi Coulomb dan energi van der Waals menunjukkan bahwa energi Coulomb lebih memiliki peran yang signifikan dibandingkan energi van der Waals. Nilai rata-rata energi Coulomb sebelum waktu 400 ps, untuk pasangan Lys422-Glu541 dan Arg425-Ser538 secara berurutan adalah -55.87 kkal/mol dan -3.05 kkal/mol sedangkan nilai rata-rata energi van der Waals secara berurutan sebesar -0.12 kkal/mol dan -0.14 kkal/mol.
Beberapa varian model enzim KF mutan yang dihasilkan melalui mutasi in silico adalah Glu541Gln, Glu541Asp, Ser538Ala dan Ser538Thr. Mutasi yang mengubah asam amino Glu dimaksudkan untuk mengevaluasi pentingnya interaksi elektrostatik. Mutan Glu541Gln menyebabkan perubahan interaksi elektrostatik menjadi ikatan hidrogen sedangkan mutan Glu541Asp tetap mempertahankan interaksi elektrostatik yang ada. Sedangkan mutasi asam amino Ser bertujuan untuk menganalisis pentingnya ikatan hidrogen pada antarmuka kedua domain. Mutan Ser538Ala menyebabkan hilangnya ikatan hidrogen sedangkan mutan Ser538Thr tetap mempertahankan ikatan hidrogen yang ada disebabkan oleh rantai samping Thr yang memiliki gugus OH sebagaimana halnya Ser. Residu asam amino yang juga memiliki gugus OH pada rantai sampingnya adalah Tyr, namun pemilihan Thr didasarkan atas beberapa pertimbangan, di antaranya kemiripan struktur, pKa rantai samping dan indeks hidropati (Tabel IV.4).
Tabel IV.4.
Komparasi rantai samping, pKa dan nilai indeks hidropati antara Ser, Thr dan Tyr (Kyte dan Doolittle, 1982; Mathews dan van Holde, 1996)
Ser
-CH2-OH
2.2
9.2
pKa ionisasi rantai samping -
Thr
-CHOH-CH3
2.6
10.4
-
-0.7
Tyr
-CH2-C-
2.2
9.1
10.1
-1.3
Residu
Rantai samping
pKa gugus α-COOH
pKa gugus α-NH2
(CH)4-C-OH
106
Indeks hidropati -0.8
Gambar IV.22 Kurva perubahan energi bebas (∆∆Gsolv) sebagai fungsi dari parameter kopling λ terhadap ke empat mutan in silico KF. Mutan Glu541Gln (hitam), Glu541Asp (merah), Ser538Ala (hijau) dan Ser538Thr (kuning). Hasil perhitungan nilai perubahan energi bebas (∆∆Gsolv) antara KF dan mutanmutannya diilustrasikan pada Gambar IV.22. Mutasi GluGln pada posisi 541 menyebabkan destabilisasi enzim (nilai ∆∆Gsolv sebesar +53.52 kkal/mol), sedangkan mutasi GluAsp pada posisi yang sama menyebabkan kenaikan stabilitas enzim yang ditandai dengan nilai ∆∆Gsolv sebesar -17.14 kkal/mol. Ini menyarankan bahwa interaksi elektrostatik pada antarmuka kedua domain berperan penting dalam menjaga integritas kedua domain tersebut. Hasil evaluasi terhadap ikatan hidrogen menunjukkan bahwa mutasi SerAla pada posisi 538 tidak memberikan pengaruh terhadap kestabilan konformasi enzim (nilai ∆∆Gsolv sebesar 0.58 kkal/mol). Sedangkan mutasi Ser pada posisi yang sama menjadi Thr menghasilkan perubahan ∆∆Gsolv sebesar -17.46 kkal/mol, hal ini menyarankan terjadinya peningkatan stabilitas enzim. Hasil dari analisis mutan-mutan in silico dari KF menyarankan bahwa selain ikatan hidrogen, efek hidrofobik turut memainkan peran dalam menstabilkan antarmuka domain eksonuklease 3’5’ dan polimerase 5’3’. Hal di atas ditunjang oleh fenomena bahwa ketika Ser
107
(R = -OH) diganti dengan Ala yang memiliki rantai samping -CH3 tidak ada perubahan stabilitas KF. Sedangkan ketika Ser diganti dengan Thr yang memiliki rantai samping -CHOH-CH3, dimana ikatan hidrogen tetap dipertahankan sekaligus penambahan residu metil (pengaruh hidrofobik), menunjukkan bahwa stabilitas enzim meningkat.
IV.3.3 Klenow Taq Pol I (Klentaq) Barnes (1994) melaporkan temperatur optimum Klentaq untuk reaksi polimerisasi in vitro berada pada rentang 70-75oC (343-348 K). Sedangkan studi denaturasi termal menggunakan DSC (differential scanning calorimetry) yang dilakukan oleh Karantzeni dkk. (2003) menyarankan bahwa Klentaq dalam larutan penyangga pH 9.5 memiliki nilai Tm sebesar 100oC (373 K). Karenanya studi stabilitas termal Klentaq dengan pendekatan SDM dilakukan pada temperatur 350, 373 dan 400 K. Simulasi pada temperatur 350 K dilakukan berdasarkan data temperatur optimum Klentaq untuk melakukan reaksi polimerisasi. Diasumsikan pada temperatur ini, struktur 3D dan konformasi enzim tidak mengalami unfolding yang signifikan. Sedangkan simulasi pada 373 K didasarkan atas data Tm yang dilaporkan oleh Karantzeni dkk. (2003). Simulasi pada temperatur tinggi (400 K) bertujuan untuk mempercepat proses unfolding enzim.
Karakterisasi awal terhadap simulasi dilakukan dengan menghitung nilai RMSD sebagai fungsi waktu. RMSD pada 350 K relatif stabil pada kisaran nilai 10 Å hingga 4 ns dan mencapai nilai 20 Å pada 12 ns (data RMSD pada 350 K hanya ditampilkan hingga 4 ns). Sedangkan nilai RMSD untuk simulasi pada 400 K, terlihat adanya lonjakan tajam mencapai 65 Å pada 600 ps. Simulasi pada 373 K memperlihatkan kenaikan RMSD secara bertahap hingga akhirnya mencapai 60 Å setelah 4 ns (Gambar IV.23).
Sedangkan gambaran perubahan konformasi secara kualitatif selama proses simulasi di berbagai temperatur ditampilkan dalam bentuk snapshot trajektori. Hasil snapshot pada temperatur 350 K (Gambar IV.24a) terhadap Klentaq, yang
108
berasal dari termofil memperlihatkan hasil yang menarik yaitu tidak ditemuinya proses pemisahan kedua domain sebagaimana teramati pada dua padanan enzim lain yaitu Klenow-like DNA Pol I ITB-1 dan KF. Integritas kedua domain tetap dipertahankan bahkan hingga simulasi mencapai 12 ns. Meskipun demikian, salah satu proses unfolding yang teramati pada Klentaq ditandai dengan kerusakan struktur pada subdomain ibu jari diikuti kemudian dengan subdomain jemari. Kerusakan struktur pada subdomain tersebut diduga menyebabkan kenaikan nilai RMSD mencapai 20 Å di akhir simulasi. Sedangkan snapshot trajektori pada 373 (Gambar IV.24b) dan 400 K (Gambar IV.24c) memperlihatkan adanya proses pemisahan antarmuka kedua domain setelah sebelumnya terjadi kerusakan struktur pada subdomain ibu jari dan jemari.
Gambar IV.23 Stabilitas Klentaq selama proses simulasi di berbagai temperatur yaitu 350 (hijau), 373 (merah) dan 400 K (hitam) yang dievaluasi berdasarkan nilai RMSD terhadap waktu
109
(a)
(b)
110
(c) Gambar IV.24 Snapshot trajektori Klentaq pada berbagai temperatur simulasi (a) 350 K; (b) 373 K dan (c) 400 K. Kerusakan subdomain ibu jari, jemari serta proses pemisahan kedua domain ditandai dengan lingkaran oranye.
Simulasi pada 400 K menunjukkan bahwa proses pemisahan kedua domain terjadi pada selang waktu yang relatif lebih cepat dibandingkan pada 373 K. Fleksibilitas subdomain ibu jari pada 400 K telah teramati sejak awal simulai (~50 ps), kemudiaan terjadi kerusakan pada subdomain tersebut, dilanjutkan dengan rusaknya struktur pada subdomain jemari serta pemisahan antarmuka domain eksonuklease 3’5’ dan polimerase 5’3’ (~250 ps). Peristiwa yang terjadi secara simultan ini menyebabkan meningkatnya nilai RMSD secara tajam di awal simulasi (Gambar IV.23). Simulasi Klentaq pada 373 K juga menunjukkan proses yang sama seperti pada 400 K, pemisahan antarmuka kedua domain terjadi setelah rusaknya subdomain ibu jari dan jemari.
111
(a)
(b) Gambar IV.25 Perubahan persentase komponen struktur sekunder Klentaq sebagai fungsi dari waktu simulasi (a) di 350 K dengan komponen α-helix (hitam), β-sheet (merah), turn (hijau) serta coil (kuning) dan (b) di 373 K dengan komponen α-helix (hitam) dan β-sheet (merah).
112
Perubahan konformasi enzim secara kuantitatif selama proses simulasi, dilakukan dengan menghitung persentase komposisi struktur sekunder, dan nilai SASA yang memberikan gambaran terhadap konformasi pada tingkat struktur tersier enzim. Analisis hanya dilakukan terhadap hasil simulasi pada 350 dan 373 K. Simulasi pada 350 K mengakibatkan penurunan persentase komposisi struktur sekunder αhelix maupun β-sheet secara gradual terutama setelah waktu 3 ns yang diikuti dengan penambahan komponen turn dan coil (Gambar IV.25a). Perubahan komponen struktur sekunder setelah 3 ns ini berkorelasi dengan snapshot trajektori yang memperlihatkan proses rusaknya subdomain ibu jari setelah waktu tersebut (Gambar IV.24a) Demikian juga dengan struktur tersier protein, nilai SASA total dan SASA non-polar naik secara gradual terutama setelah 3 ns (Gambar IV.26a). Ini mengindikasikan bahwa setelah simulasi mencapai 3 ns, kerusakan struktur tersier Klentaq diikuti pula dengan kerusakan struktur
(Å2)
sekundernya.
(a)
113
(Å2)
(b) Gambar IV.26 Evaluasi struktur tersier Klentaq selama proses simulasi berlangsung (a) di 350 K dan (b) di 373 K. Nilai SASA total (hitam), SASA polar (merah), SASA non-polar (hijau) dan SASA tulang punggung (kuning)
Sedangkan simulasi pada 373 K mengindikasikan bahwa kestabilan protein pada tingkat struktur sekunder (Gambar IV.25b) mengalami penurunan yang ditandai dengan berkurangnya persentasi komposisi α-helix dan β-sheet. Kestabilan pada tingkat struktur tersier dievaluasi dengan menganalisis nilai SASA total dan SASA non-polar (Gambar IV.26b). Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai SASA naik secara gradual hingga simulasi mencapai 1 ns, kemudian terjadi suatu lonjakan pada nilai SASA. Kenaikan nilai SASA secara gradual tersebut diduga karena kerusakan subdomain ibu jari, jemari dan pemisahan antarmuka kedua domain yang terjadi secara simultan (Gambar IV.24b). Berdasarkan hasil simulasi Klentaq pada temperatur 373 dan 400 K, disarankan bahwa salah satu jalur pada proses unfolding Klentaq ditandai dengan rusaknya subdomain ibu jari dan jemari serta diikuti dengan terpisahnya daerah antarmuka domain polimerase 5’3’ dengan eksonuklease 3’5’.
114
Analisis lebih mendalam terhadap daerah antarmuka kedua domain dilakukan untuk mendapatkan informasi residu maupun interaksi yang berperan penting dalam mempertahankan integritas daerah tersebut. Analisis terhadap hasil simulasi pada 373 K menyarankan adanya beberapa residu asam amino berperan penting dalam mempertahankan stabilitas kedua domain Klentaq, yaitu interaksi antara Lys354-Glu445, Asp371-Arg435, Asp355-Arg563 dan Glu363-Arg556. Keempat pasang residu ini saling berinteraksi melalui interaksi elektrostatik, dua yang pertama terdapat pada daerah antarmuka yaitu Lys354-Glu445 dan Asp371Arg435, sedangkan dua lainnya merupakan interaksi ionik antardomain antara Asp355-Arg563 dan Glu363-Arg556. Evaluasi terhadap interaksi-interaksi tersebut dilakukan dengan mengukur jarak setiap pasang interaksi selama proses simulasi (Gambar IV.27). Keempat pasang interaksi relatif stabil hingga 400 ps. Hal ini bersesuaian dengan snapshot trajektori (Gambar IV.24b) yang memperlihatkan bahwa integritas kedua domain tetap terjaga. Selanjutnya setiap pasang interaksi saling menjauh, diindikasikan oleh kenaikan jarak masing-
(Å)
masing interaksi.
Gambar IV.27 Jarak empat pasang interaksi elektrostatik antardomain selama proses simulasi Klentaq di 337 K. Pasangan interaksi Asp355Arg563 (hitam), Asp371-Arg435 (merah), Glu363-Arg556 (hijau) dan Lys354-Glu445 (kuning).
115
Pengaruh interaksi elektrostatik antardomain pada Klentaq dievaluasi dengan melakukan mutasi in silico sehingga diperoleh beberapa varian model enzim mutan, sebagaimana yang dilakukan terhadap dua padanan enzim lainnya. Enam varian model enzim mutan in silico yang telah dihasilkan yaitu Lys354Arg, Glu445Asp, Glu445Gln, Asp371Glu, Asp371Asn dan Arg435Lys. Keenam mutasi tersebut dilakukan terhadap residu-residu asam amino yang membentuk interaksi
elektrostatik
pada
daerah
antarmuka
domain
polimerase
dan
eksonuklease 3’5’. Tiga mutan pertama (Lys354Arg, Glu445Asp dan Glu445Gln) bertujuan untuk mengevaluasi pentingnya interaksi Lys354-Glu445, sedangkan ketiga mutan lainnya (Asp371Glu, Asp371Asn dan Arg435Lys) dimaksudkan untuk mempelajari pentingnya interaksi Asp371-Arg435. Mutan Lys354Arg, Asp371Glu, Arg435Lys dan Glu445Asp dirancang untuk tetap mempertahankan interaksi elektrostatik pada daerah antarmuka enzim. Sedangkan mutasi yang dilakukan pada Glu445Gln dan Asp371Asn akan merubah interaksi elektrostatik menjadi ikatan hidrogen. Mutan Asp371Glu, Asp371Asn dan Glu445Gln menunjukkan nilai ∆∆Gsolv positif yaitu sebesar 25.94; 63.45; dan 56.57 kkal/mol (Gambar IV.28), menyarankan bahwa enzim mutan lebih tidak stabil dibandingkan WT-nya. Adapun mutan Glu445Asp memperlihatkan nilai ∆∆Gsolv yang lebih negatif yaitu sebesar -20.72 kkal/mol (Gambar IV.28). Sedangkan nilai ∆∆Gsolv Lys345Arg dan Arg435Lys tidak berhasil diperoleh, karena model enzim menjadi tidak stabil ketika disimulasikan. Hasil perhitungan ∆∆Gsolv antara Klentaq dan mutan-mutannya mengindikasikan bahwa interaksi elektrostatik pada daerah antarmuka memiliki peran signifikan terhadap integritas kedua domain, karena menggantinya dengan ikatan hidrogen menyebabkan penurunan stabilitas enzim. Mutasi GluAsp pada posisi 445 dapat meningkatkan kestabilan model enzim, namun tidak berlaku sebaliknya, mutasi AspGlu pada posisi 371 bahkan menyebabkan destabilisasi model enzim. Hal ini menyarankan bahwa interaksi elektrostatik yang dibentuk oleh Asp371-Arg435 lebih kuat daripada mutannya, yaitu Glu371-Arg435.
116
Gambar IV.28 Kurva perubahan energi bebas (∆∆Gsolv) sebagai fungsi dari parameter kopling λ terhadap ke empat mutan in silico Klentaq. Mutan Asp371Glu (hitam), Asp371Asn (merah), Glu445Asp (hijau) dan Glu445Gln (kuning).
Hasil simulasi terhadap ketiga model enzim menyarankan bahwa peningkatan jumlah interaksi elektrostatik menyebabkan stabilitas termal enzim terutama kekuatan integritas kedua domain meningkat. Pada Klentaq, Klenow-like DNA Pol I ITB-1 dan KF secara berurutan memiliki 4, 2 dan 1 interaksi elektrostatik antardomain. Penelitian yang dilakukan oleh Korolev dkk. (1995) terhadap struktur 3D KF dan Klentaq menyarankan bahwa antarmuka Klentaq memiliki interaksi elektrostatik yang lebih banyak dibandingkan KF. Hal ini diduga turut berkontribusi terhadap kestabilan Klentaq.
117
Gambar IV.29 Komparasi nilai RMSD antara Klentaq (hitam), Klenow-like DNA Pol I ITB-1 (hijau) dan KF (merah) pada simulasi di 350 K.
Secara kuantitatif, misalnya dengan membandingkan nilai RMSD sebagai fungsi waktu pada salah satu temperatur simulasi (sebagai contoh digunakan simulasi di 350 K) memperlihatkan bahwa Klenow-like DNA Pol I ITB-1 dan KF mengalami lonjakan RMSD yang signifikan mencapai nilai 30 Å (Gambar IV.29) sebagai akibat dari pemisahan antarmuka kedua domain. Sedangkan Klentaq masih tetap mempertahankan integritas kedua domainnya. Hasil ini menyarankan bahwa proses unfolding yang berkaitan dengan pemisahan antarmuka domain enzim yang berasal dari mikroorganisme termofilik lebih lambat dibandingkan padanannya dari mesofil.
Stabilitas termal Klentaq yang lebih tinggi selain ditunjang oleh bertambahnya interaksi elektrostatik antardomain, diduga berkaitan pula dengan perbedaan residu yang membentuk interaksi elektrosatik pada daerah antarmuka kedua domain. Interaksi elektrostatik yang terdapat pada daerah antarmuka enzim KF dibentuk oleh pasangan residu Lys422-Glu541, pada Klenow-like DNA Pol I ITB1 dibentuk antara residu Lys374-Glu489 dan Lys381-Glu487. Sedangkan pada
118
Klentaq interaksi elektrostatik pada daerah antarmuka kedua domain dibentuk antara Lys354-Glu445 dan Asp355-Arg563. Vieille and Zeikus (2001) melaporkan bahwa residu Arg lebih mudah beradaptasi membentuk interaksi elektrostatik pada temperatur tinggi dibandingkan Lys. Hal ini disebabkan Arg lebih stabil mempertahankan muatan positif daripada Lys karena nilai pKa rantai sampingnya lebih basa (12.1) dibandingkan Lys (11.1). Sebagaimana halnya dengan Asp, rantai samping Arg memiliki gugus metil yang lebih pendek daripada Lys sehingga kontak yang tidak sesuai (unfavorable) dengan pelarut dapat lebih diminimalkan. Disamping itu, Asp lebih mudah mempertahankan muatan negatifnya daripada Glu karena nilai pKa rantai samping Asp (3.9) lebih asam dibandingkan pKa rantai samping Glu (4.2) (Matthew and van Holde, 1996). Hal ini dikuatkan pula oleh hasil perhitungan nilai ∆∆Gsolv untuk mutan Asp371Glu pada Klentaq, yang memberikan nilai ∆∆Gsolv lebih positif (Gambar IV.28). Fakta-fakta di atas menyarankan bahwa kekuatan interaksi elektrostatik yang dibentuk oleh Asp-Arg lebih tinggi daripada Glu-Lys.
IV.4 Pergerakan Dinamis Klenow-like DNA Pol I ITB-1 Teknik SDM merupakan metode yang umum digunakan untuk menyelidiki sifat dinamis dari struktur protein (Guenot dan Kollman, 1992; Pikkemaat dkk., 2002; Sacquin-Mora dan Lavery, 2006). Karenanya selain mempelajari stabilitas termal Klenow-like DNA Pol I ITB-1, pendekatan SDM dilakukan juga untuk melihat pergerakan konformasi dinamis enzim. Namun studi pergerakan dinamis ini hanya difokuskan terhadap model Klenow-like DNA Pol I ITB-1. Melalui studi struktur 3D kompleks enzim-substrat beberapa DNA Pol I, teramati adanya perubahan konformasi yang terkait dengan proses polimerisasi untai DNA, disebut sebagai konformasi terbuka (open) dan tertutup (closed) (Beese dkk., 1993; Kiefer dkk., 1997; Li dkk., 1998). Sejumlah peneliti telah berusaha untuk menangkap konformasi dinamis kompleks enzim-substrat dari keluarga Pol melalui pendekatan komputasi. Sebagaimana dilaporkan oleh Radhakrishnan and Schlick (2004), bahwa pergerakan subdomain pada DNA Pol β merupakan mekanisme penting untuk proses katalitik. Secara khusus, Venkatramani dkk. (2008)
119
melaporkan bahwa pergerakan subdomain jemari mempengaruhi ketepatan inkorporasi nukleotida. Terbatasnya informasi terkait dengan pergerakan dinamis tanpa kehadiran substrat, menyebabkan studi pergerakan dinamis yang telah dilakukan terhadap Klenow-like DNA Pol I ITB-1 hanya difokuskan pada enzim saja tanpa melibatkan adanya substrat.
Hasil simulasi dengan sistem solvasi implisit menunjukkan adanya pergerakan konformasi secara periodik pada domain polimerase (Gambar IV.3b, ditunjukkan dengan garis panah dua arah), terkonsentrasi pada subdomain ibu jari dan jemari. Analisis kuantitatif terhadap pergerakan dinamis dilakukan dengan mengevaluasi jarak perwakilan residu yang terdapat pada kedua subdomain selama proses simulasi berlangsung baik pada 300 maupun 350 K. Residu yang dianalisis diwakili oleh Asn pada posisi 726 dan Lys pada posisi 563. Kedua residu tersebut terletak pada ujung subdomain jemari dan ibu jari (Gambar IV.30). Hasil simulasi memperlihatkan adanya pola seperti gelombang dengan amplitudo pada 350 K lebih besar daripada 300 K (Gambar IV.30). Pola gelombang yang teramati pada 300 K relatif stabil selama proses simulasi berlangsung. Ini bersesuaian dengan fenomena yang terlihat pada snapshot trajektori (Gambar IV.3b).
Sedangkan pengamatan terhadap jarak kedua residu pada 350 K memperlihatkan frekuensi pola gelombang tersebut relatif stabil hingga 500 ps, selanjutnya terjadi pertambahan jarak yang signifikan dalam rentang waktu 500-1000 ps (Gambar IV.30, ditandai dengan lingkaran biru putus-putus). Rentang waktu yang sama dengan terjadinya peningkatan nilai RMSD (Gambar IV.12) maupun SASA (Gambar IV.15b dan 15c). Selanjutnya pola seperti gelombang ini teramati namun dengan amplitudo waktu yang sangat besar (~400 ps). Hal ini diduga karena setelah 1000 ps, struktur protein terutama struktur tersier sudah mengalami kerusakan sehingga pergerakan dinamis enzim sudah tidak alami lagi.
120
Gambar IV.30 Analisis pergerakan dinamis subdomain ibu jari dan jemari selama proses simulasi di 300 dan 350 K dengan sistem solvasi implisit. Perhitungan jarak antar residu diwakili oleh Asn 726 yang terdapat pada subdomain jemari dengan Lys563 yang terdapat pada subdomain ibu jari.
Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik terhadap pergerakan dinamis Klenow-like DNA Pol I ITB-1 dilakukan simulasi dinamika molekul pada temperatur 300 dan 350K dengan menggunakan sistem pelarut eksplisit. Pada kondisi ini, molekul air secara eksplisit akan mengelilingi protein karenanya pengaruh pelarut dapat dirasakan. Sehingga pengamatan pergerakan dinamis dapat mendekati kondisi eksperimen. Hasil simulasi menunjukkan adanya pergerakan secara periodik terutama pada domain polimerase (Gambar IV.31a), sebagaimana yang
teramati
pada
simulasi
dengan
121
menggunakan
pelarut
implisit
(Gambar IV.30). Pengamatan terhadap residu yang sama yaitu Asn-726 dan Lys563 pada simulasi di 350 K memperlihatkan pola osilasi yang berfluktuasi pada kisaran nilai 6-12 Å setiap 3 ns (Gambar IV.31b). Hal ini mengindikasikan adanya perubahan konformasi secara dinamis pada subdomain ibu jari dan jemari selama proses simulasi berlangsung. Meskipun demikian, pergerakan dinamis yang teramati pada sistem solvasi eksplisit berlangsung lebih lambat dibandingkan pada sistem solvasi implisit. Karenanya simulasi dengan menggunakan sistem solvasi eksplisit pada 350 K belum memperlihatkan adanya proses unfolding meskipun proses simulasi sudah mencapai 8 ns.
0 ps
500 ps
3500 ps
4700 ps
(a)
122
2500 ps
5500 ps
(b) Gambar IV.31 Analisis pergerakan dinamis subdomain ibu jari dan jemari selama proses simulasi di 350 K dengan sistem solvasi eksplisit. (a) Snapshot trajektori dan (b) Perhitungan jarak antar residu diwakili oleh Asn 726 yang terdapat pada subdomain jemari dengan Lys563 yang terdapat pada subdomain ibu jari.
Untuk menganalisis pergerakan yang paling dominan selama proses simulasi, dilakukan analisis principal component (PCA) (Amadei dkk., 1993) dan hasilnya menunjukkan bahwa pergerakan enzim yang paling dominan tanpa kehadiran substrat (dNTP maupun DNA) terkonsentrasi pada subdomain ibu jari dan jemari (Gambar IV.32, ditandai dengan lingkaran hitam putus-putus). Pergerakan dinamis ini diduga berperan penting dalam proses polimerisasi yaitu untuk pengikatan substrat (Beese dkk., 1993; Li dkk., 1998; Patel dkk., 2001; Rothwell dkk., 2005; Allen dkk., 2008).
123
Gambar IV.32 Representasi hasil proyeksi pergerakan dinamis protein selama proses simulasi di 300 K dan 350 K dengan sistem solvasi eksplisit. Klenow-like DNA Pol I ITB-1 digambarkan dalam bentuk ribbons. Panah berwarna biru menunjukkan arah dari eigenvektor (pergerakan), sedangkan ukuran panah mengindikasikan besar nilai dari eigenvektor.
Analisis lebih lanjut menggunakan DCCM bertujuan untuk “melihat” komunikasi intra maupun inter domain. Hasil DCCM pada 300 dan 350 K menunjukkan bahwa domain eksonuklease 3’5’ memiliki komunikasi antikorelasi dengan domain polimerase 5’3’ (Gambar IV.33a dan 33b). Hal ini diduga karena kedua domain memiliki aktivitas berlawanan (Steitz, 1999). Beberapa peneliti telah melaporkan bahwa sisi aktif eksonuklease 3’5’ (Freemont dkk., 1988; Beese dan Steitz, 1991) dan polimerase 5’3’ (Ollis dkk., 1985) memiliki fungsi yang saling tidak tergantung (independent) dan sisi pengikatan yang berbeda terhadap DNA. Sisi aktif eksonuklease 3’5’ mengikat DNA untai tunggal, sedangkan sisi aktif polimerase mengikat DNA untai ganda (Steitz, 1993; Steitz, 1999). Selama
124
reaksi polimerisasi berlangsung, terjadi kompetisi kedua sisi aktif untuk mengikat ujung 3’ dari primer (Steitz, 1999). Ketika terjadi proses pengeditan, produk hasil sintesis akan bergerak menuju domain eksonuklease 3’5’ berkebalikan dengan arah sintesis DNA.
Hasil analisis DCCM intra domain menyarankan bahwa residu-residu di dalam domain eksonuklease 3’5’ saling berkorelasi positif (Gambar IV.33a dan 33b, ditunjukkan dengan kotak berwarna hitam). Korelasi positif umumnya terjadi ketika residu berdekatan saling bergerak bersamaan. Sedangkan korelasi internal di dalam domain polimerase memperlihatkan adanya korelasi negatif antar subdomainnya. DCCM di 350 K memperlihatkan bahwa dua daerah dengan intensitas korelasi negatif terlihat nyata (ditandai dengan daerah berwarna merah) terletak pada rentang residu 500-600 and 650-876. Daerah pertama terletak pada subdomain ibu jari sedangkan yang satunya terletak pada subdomain jemari dan telapak. Hasil ini bersesuaian dengan sejumlah data eksperimen. Selama reaksi polimerisasi, subdomain jemari, terutama O-helix (Patel dkk., 2001), berfungsi untuk mengikat dNTP yang masuk karenanya merupakan daerah yang paling aktif dan fleksibel (Beese dkk., 1993) sekaligus berinteraksi dengan DNA untai tunggal (Beese dkk., 1993; Li dkk., 1998; Patel dkk., 2001; Allen dkk., 2008). Ujung subdomain jemari akan berputar ke arah dalam (~40-46o) menuju sisi aktif polimerase yang terdapat pada subdomain telapak (Li dkk., 1998). Adanya rotasi yang melibatkan subdomain jemari dan sisi aktif polimerase diduga menghasilkan korelasi negatif di antara keduanya. Selain subdomain jemari, telah dilaporkan pula bahwa subdomain ibu jari memiliki pergerakan signifikan terkait dengan proses pengikatan DNA yaitu mengikat lekuk kecil (minor groove) DNA mengakibatkan subdomain ibu jari seakan-akan membentuk silinder yang mengelilingi DNA (Beese dkk., 1993). Keseluruhan pergerakan serta rotasi yang terjadi pada subdomain-subdomain polimerase berkaitan erat dengan perubahan konformasi enzim dari keadaan terbuka menjadi tertutup. Perubahan konformasi ini menghasilkan korelasi negatif yang teramati pada DCCM (Gambar IV.33).
125
(a)
(b) Gambar IV.33 Hasil perhitungan correlated motions antar residu dalam Klenowlike DNA Pol I ITB-1 dipetakan dalam bentuk DCCM. (a) simulasi pada 300 K dan (b) simulasi pada 350 K. Daerah berwarna biru mengindikasikan korelasi positif sedangkan daerah berwarna merah mengindikasikan korelasi negatif.
126
Keseluruhan fenomena pergerakan dinamis dan perubahan konformasi yang teramati dapat dijelaskan atas dasar hasil eksperimen dengan menggunakan kompleks enzim-substrat. Untuk mendapatkan gambaran lebih detail terhadap pergerakan dinamis enzim tanpa adanya substrat, telah dilakukan perhitungan energi potensial elektrostatik permukaan enzim menggunakan perangkat lunak APBS. Hasilnya menunjukkan bahwa permukaan protein didominasi oleh muatan negatif dengan total muatan sistem sebesar -11. Permukaan luar subdomain ibu jari dan jemari bernilai negatif, tetapi nilai potensial permukaan pada antarmuka kedua subdomain tersebut didominasi oleh residu-residu bermuatan positif (Gambar IV.34). Sebagai komparasi, dilakukan pula perhitungan yang sama terhadap KF dan Klentaq. Hasilnya menunjukkan bahwa potensial permukaan pada antarmuka kedua subdomain jemari dan ibu jari pada KF dan Klentaq juga didominasi oleh residu-residu bermuatan positif (Gambar IV.34). Potensial elektrostatik bernilai positif pada daerah antarmuka kedua subdomain keluarga DNA Pol I diduga berkaitan erat dengan fungsi keduanya, yaitu mengikat molekul-molekul substrat yang bermuatan negatif (DNA dan dNTP). Hasil ini menyarankan bahwa fenomena pergerakan dinamis enzim terutama pada kedua subdomain selama proses simulasi yang dilakukan tanpa kehadiran substrat, lebih disebabkan karena tolakan elektrostatik pada daerah antarmuka ibu jari dan jemari. Proses tolak menolak yang berkesinambungan pada kedua subdomain ini diduga menyebabkan pergerakan dominan enzim khususnya DNA Pol I ITB-1 terkonsentrasi di kedua subdomain tersebut sebagaimana ditunjukkan oleh hasil analisis PCA (Gambar IV.32)
127
Gambar IV.34 Hasil perhitungan potensial permukaan elektrostatik Klenow-like DNA Pol I ITB-1, KF dan Klentaq. Protein digambarkan dalam bentuk new cartoon dengan pewarnaan structure. Sedangkan potensial permukaan ditandai dengan warna merah (potensial permukaan negatif) dan biru (potensial permukaan positif). Terlihat pada daerah antarmuka subdomain ibu jari dan jemari (ditandai dengan kotak bergaris putus-putus berwarna putih) memiliki potensial permukaan positif yang menyebabkan keduanya saling tolak menolak selama proses simulasi berlangsung (Digambarkan dengan perangkat lunak VMD 1.8.6)
128
IV.5 Diskusi Umum Dalam penelitian ini telah dilakukan kajian stabilitas termal enzim yang dipelajari dengan melakukan simulasi pada temperatur tinggi menggunakan sistem solvasi implisit. Keuntungan digunakannya sistem solvasi implisit adalah mengurangi secara signifikan jumlah atom yang disimulasikan sehingga perhitungan komputasi dapat berlangsung lebih cepat (Case dkk., 2005). Sistem solvasi implisit dalam rentang waktu yang cukup panjang pertama kali dipergunakan oleh Ferrara dkk. (2000) menggunakan model peptida sederhana yaitu (AAQAA)3 dan V5DPGV5. Peptida pertama membentuk struktur α-helix sedangkan peptida kedua membentuk struktur β-hairpin. Dengan menggunakan sistem solvasi implisit menyebabkan viskositas sistem sangat rendah (bahkan hampir nol). Hasil simulasi memperlihatkan bahwa proses unfolding menjadi lebih cepat. Selain itu, sistem solvasi implisit umum digunakan untuk simulasi yang memfokuskan pada kajian intramolekul protein karenanya interaksi antara protein dengan pelarut harus “dikaburkan”.
Simulasi pada temperatur tinggi terhadap ketiga enzim model mengindikasikan adanya kesamaan pada salah satu jalur unfolding yang teramati, terutama pada KF dan Klenow-like DNA Pol I ITB-1 yang terkarakterisasi melalui pemisahan antarmuka domain polimerase 5’3’ dan eksonuklease 3’5’, sedangkan salah satu jalur unfolding pada Klentaq ditandai dengan rusaknya subdomain ibu jari dan jemari diikuti dengan terpisahnya daerah antarmuka kedua domain. Hal ini menyarankan bahwa daerah tersebut merupakan daerah yang berperan penting dalam mempertahankan integritas kedua domain. Hasil simulasi memperlihatkan pula bahwa proses unfolding enzim yang berasal dari mikroorganisme termofilik lebih lambat dibandingkan padanannya dari mesofilik.
Penelitian terhadap beberapa protein multidomain menunjukkan pentingnya interaksi antardomain terhadap stabilitas protein. Glikosil hidrolase merupakan enzim multidomain yang terdiri atas domain katalitik, domain katalitik kedua dengan aktivitas yang sama maupun berbeda dengan domain sebelumnya (enzim dwifungsi), domain pengikat substrat, domain surface-layer dan domain
129
penghubung (linker). Studi yang dilakukan Kataeva dkk. (2001) menyarankan bahwa stabilitas termal glikosil hidrolase dari Clostridium thermocellum merupakan fungsi kooperativitas setiap domain yang dipengaruhi oleh interaksi antardomainnya.
Pengamatan
yang
sama
terhadap
protein
lensa
mata
menyarankan bahwa interaksi pada daerah antarmuka β- dan γ-kristalin berperan dalam menstabilkan protein tersebut (Wieligmann dkk., 1999; Flaugh dkk., 2005).
Analisis lebih lanjut terhadap proses pemisahan domain menyarankan bahwa interaksi antardomain beberapa residu asam amino berperan penting dalam mempertahankan stabilitas enzim. Pertanyaan yang diajukan adalah apakah ketiga model enzim ini memiliki kesamaan dalam interaksi antardomain ataukah ada perbedaan di antara ketiganya yang menyebabkan perbedaan sifat stabilitas termalnya? Hasil simulasi menyarankan bahwa interaksi elektrostatik antara Lys422-Glu541 dan ikatan hidrogen Arg425-Ser538 pada KF; dua interaksi elektrostatik antara Lys374-Glu489 dan Lys381-Glu487 pada Klenow-like DNA Pol I ITB-1; serta empat interaksi elektrostatik antara Lys354-Glu445, Asp355Arg563, Glu363-Arg556, Asp371-Arg435 pada Klentaq memiliki kontribusi signifikan terhadap kestabilan kedua domain. Analisis terhadap struktur 3D Klentaq (Korolev dkk., 1995) menyarankan bahwa interaksi elektrostatik pada daerah antarmuka domain eksonuklease 3’5’ dengan polimerase 5’3’ turut berkontribusi dalam meningkatkan stabilitas termal Klentaq. Adanya peningkatan jumlah interaksi elektrostatik pada daerah antarmuka kedua domain diduga menyebabkan kenaikan stabilitas termal Klentaq > Klenow-like DNA Pol I ITB-1 > KF. Yip dkk. (1998) melaporkan bahwa GDH hipertermostabil dari P.furiosus memiliki 7 interaksi elektrostatik antardomain sedangkan padanan mesofilnya yang berasal dari C.symbiosum hanya memiliki 1 interaksi elektrostatik antardomain. Sakasegawa dkk. (2001) melaporkan bahwa stabilitas termal gliserol kinase dari Flavobacterium meningosepticum dapat ditingkatkan dengan memperbaiki interaksi elektrostatik yang terdapat pada daerah antarmuka enzim tersebut. Sejumlah peneliti juga telah melaporkan bahwa peningkatan interaksi elektrostatik baik terhadap enzim yang berasal dari termofil maupun mesofil dapat meningkatkan sifat stabilitas enzim (Aguilar dkk., 1997; Voght dkk., 1997; Xiao
130
dan Honig, 1999; Kumar dkk., 2000b). Selain itu telah dilaporkan pula pentingnya ikatan hidrogen terhadap stabilitas termal enzim. Sifat stabilitas termal enzim fitase termostabil yang berasal dari Aspergillus fumigatus dipengaruhi oleh ikatan hidrogen (Glu35-Ser42) serta interaksi elektrostatik antara Arg168-Asp161 dan Arg248-Asp244 (Xiang dkk., 2004). Berdasarkan informasi tersebut, telah dilakukan konstruksi dengan menambahkan ikatan hidrogen dan interaksi elektrostatik terhadap homolog enzim fitase yang berasal dari mesofil Aspergillus niger. Hasilnya menunjukkan terjadinya peningkatan stabilitas termal dari fitase mesofil (Zhang dkk., 2007).
Pergerakan dinamis model enzim Klenow-like DNA Pol I ITB-1 pada temperatur 300 dan 350 K telah dilakukan dengan menggunakan dua sistem solvasi yaitu implisit dan eksplisit. Sistem solvasi eksplisit dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran nyata pergerakan protein karena molekul air akan mensolvasi protein sehingga efek pelarut dapat dirasakan. Hasil simulasi dengan kedua sistem solvasi tersebut menyarankan bahwa pergerakan dominan terkonsentrasi pada subdomain ibu jari dan jemari pada domain polimerase. Hasil analisis potensial elektrostatik permukaan menyarankan bahwa pergerakan ini diduga akibat tolakan muatan elektrostatik pada antarmuka subdomain ibu jari dan jemari. Studi pergerakan dinamis dengan pendekatan komputasi yang dilakukan oleh Radhakrishnan dan Schlick (2004) terhadap kompleks enzim DNA Pol β/DNA/dCTP menyarankan bahwa subdomain ibu jari, terutama residu Arg258 akan berotasi dari sudut awal 160o menjadi 25o ketika “menangkap” dCTP. Diduga bahwa pergerakan subdomain ibu jari ini merupakan suatu sinyal terhadap ketepatan seleksi nukleotida dalam proses polimerisasi DNA. Secara khusus, dengan melakukan SDM dalam rentang waktu nano detik, Yang dkk., (2008) melaporkan bahwa residu Arg258 yang terdapat pada subdomain ibu jari memiliki peran signifikan dalam proses transisi open dan closed DNA Pol β.
131