memikirkannya."
33 Pengacara pembela Carolyn Payne Catatan Kasus: Tory Troy
Saya baru-baru ini dihubungi Dr. Baraku Bexley, psikiater yang ditunjuk pengadilan yang menyatakan bahwa Tory Troy kompeten untuk menghadapi persidangan. Dia memberi tahu saya bahwa saat meninjau ulang sejumlah tulisan Tory yang diberikan kepadanya oleh dosen Tory Troy dalam kuliah Menulis Kreatif, Profesor Gabriel Mundane, dia menemukan cerita berjudul Kamar Bayi yang menurutnya mungkin menarik bagi saya. Ceritanya tentang seorang ibu muda yang kehilangan anaknya akibat SID. Saya melampirkan naskah cerita tersebut dalam berkas ini untuk peninjauan ulang kedua dan ketiga oleh pengacara dalam kasus ini. Jika subjek, ini dapat menunjukkan Strategi tambahan untuk pembelaan atas Nona Troy, saya akan menantikan laporannya.
Kamar Bayi
oleh Victoria Troy
Malam terakhir hidup-Nya Malam yang Biasa Kecuali si Sekarat—bagi Kita Membuat Alam terasa berbeda EMILY DICKINSON
DALAM SEKEJAP...
Sarah membuka matanya dan melihat jam digital di samping tempat tidurnya menunjukkan angka 6.15. Dia melewatkan saat memberi Annie makan. Namun, monitor bayi tidak berbunyi dan Sarah heran karena putrinya yang berumur empat tahun tetap tertidur meskipun tidak diberi makan pukul lima tadi. Sarah menduga bahwa Annie Bananny nya tersayang hanya kelelahan karena dia tidur lebih larut daripada biasanya. Orangtua Sarah sedang mampir dan mereka tak bisa membiarkan Annie dijauhkan dari mereka saat mereka berkunjung. Dia benci harus masuk dan membangunkan bayinya dari tidur nyenyak hanya untuk memberinya makan, tapi jika dia menunggu terlalu lama, dia akan mengacaukan
jadwalnya seharian ini dan dia tahu Annie akan ngambek dan bahkan tidak mau tidur siang. Sarah menyentakkan selimut dan mengayunkan kakinya turun dan tempat tidur. Bahkan, meskipun suaminya, David, sudah meninggal selama tahun, dia masih tidak bisa meniduri seluruh bagian ranjang. Dia masih tidur di salah sisi kasur tempatnya biasa tidur; dia masih membereskan tempat tidur setiap hari; dan dia masih mengganti seprai dan sarung bantal sekali seminggu. Dia tahu memang aneh mengganti sarung bantal David setiap minggu, tapi hal itu entah bagaimana menenangkannya sehingga dia terus melakukannya. Sarah duduk di pinggir tempat tidur sesaat, memandangi karpet di antara kaki telanjangnya, menggoyangkan jarinya, dan mencoba untuk bangkit. Kopi. Itu yang dibutuhkannya. Sejumlah besar kopi. Tapi pertama, dia harus mengurus Annie. Sarah menarik bagian kanan atas gaun malamnya dan meremas payudaranya yang penuh susu. Tetesan susu tampak memenuhi putingnya. Sarah keluar dan tempat tidur, menyelipkan kakinya ke dalam selop, dan mengenakan jubah merah tebal. Sambil menggaruk telinganya, dia menyusuri lorong menuju ke kamar Annie. Dia bisa melihat melalui jendela di ujung lorong bahwa awan mulai bergantung sejak malam dan, semakin dekat dengan kamar bayi, dia bisa mendengar hujan yang mulai membasahi vinil pelapis dinding. Sarah melewati kamar mandi tanpa masuk ke dalamnya. Sarah selalu menunggu sampai dia sudah memeriksa Annie sebelum mengizinkan dirinya untuk menggunakan kamar mandi. Kegiatan hariannya adalah menengok buaian, menepuk Annie sedikit untuk meyakinkan bahwa dia benar di sana, membisikkan kata-kata sayang kepadanya, dan memberitahunya bahwa dia akan segera kembali. Dia lalu pergi untuk buang air kecil, mengambil handuk lembut dan rak Annie di lemari linen, dan kembali ke kamar bayi tempat dia menyusui putrinya di ayunan bayi dari kayu ek yang diberikan ibunya tak lama sesudah dia hamil. Sarah masih menggoda ibunya kalau truk pengantar furnitur sudah ada di jalan masuk sebelum dia menutup telepon, memberitahukan bahwa dirinya mengandung. Sarah berhenti sebentar di depan pintu kamar bayi. Cahaya kelabu mulai menerobos masuk melalui gorden damask. putih, dan dia bisa melihat sosok kecil Annie di dalam buaian. Sarah melangkah masuk dan merunduk di sisi buaian, berharap untuk melihat mata Annie terbuka sehingga dia tidak perlu membangunkannya dengan cara menggoyang atau menggendongnya. Mata Annie masih tertutup. Sarah membungkuk dan melihat bahwa Annie tidak bergerak dalam tidurnya namun berbaring diam, terbungkus sampai ke leher dengan selimut Beauty and the Beast merah mudanya. Jantung Sarah mulai berpacu dan dia bisa merasakan selapis keringat dingin yang muncul di belakang lehernya. Dia meletakkan punggung tangannya di pipi Annie dan terkesiap saat merasakan betapa dingin kulitnya. Sarah mengeluarkan raungan ketakutan, meraih badan kecil Annie dengan kedua tangan, dan mengangkatnya keluar buaian. "Annie!" tangisnya sambil memandangi wajah bayinya. "Annie! Bangun! Tolong! Bangunlah demi Mami!" Tidak ada respons. Di luar, angin bertiup dan hujan deras menumbuk sisi luar jendela kamar bayi bertubi-tubi.
GAMBAR DARI SEBUAH MIMPI BURUK
Sarah bergegas, menggapai, berlari; Sarah menyaksikan, berdiri, memandangi; Sarah melompat, menangis, berputar; Sarah menjerit, Sarah jatuh pingsan. ... bergegas menyusun lorong, membawa Annie dalam gendongannya; ...menggapai telepon dan memencet 911 begitu keras hingga mematahkan kukunya tepat di kutikula sehingga jarinya berdarah, tapi sama sekali tak merasakannya; ... berlari di ruang keluarga masih dengan Annie di gendongannya, menunggu ambulans; ... menyaksikan saat dua teknisi medis darurat merobek selimut Beauty and the Beast Annie dan memasukkan tabung ke dalam tenggorokannya; ... berdiri di tengah hujan di luar UGD rumah sakit saat dua pria mengosongkan kereta dorong dan mendorong masuk Annie melalui pintu otomatis; ... menyaksikan tak berdaya dari luar ruang trauma saat orang-orang, yang seakan berjumlah ratusan, mengelilingi Annie dan mencoba tanpa daya untuk menghidupkannya kembali; ... melompat kaget saat dokter menempelkan bantalan elektrik kecil ke dada mungil Annie dan berteriak, "Mulai!"; ...menangis saat seorang perawat berambut merah paling terang yang pernah dilihatnya menarik sehelai seprai putih menutupi wajah Annie; ...kepalanya berputar saat dokter mengatakan apa adanya, "Mari kita sudahi. Waktu kematian, pukul tujuh-tiga puluh."; ... menjerit saat dia menunduk dan melihat selimut Beauty and the Beast Annie di lantai ruang trauma, berlumur darah dan jari tangannya yang terluka; ... jatuh pingsan saat seorang perempuan muda dengan rasa simpati yang tulus di matanya bertanya, "Apakah Anda baik-baik saja, Ma'am?"
ANNA DAN GEORGE
Orangtua Sarah, Anna dan George, datang ke rumah sakit setelah seorang asisten dokter bernama Erika menelepon mereka dan menyampaikan kabar buruk tersebut kepada mereka. Mereka berdua sudah bangun, tapi masih memakai baju tidur. George duduk di ruang keluarga sambil menonton Today show, dan Anna berdiri di dekat meja dapur, menambahkan daftar barang dalam belanjaannya. George mengangkat telepon dan amat terkejut, dia tidak sanggup menutup teleponnya. Telepon itu terlepas begitu saja dari tangannya dan mendarat di lantai tepat di sebelah kursi malasnya. Anna tahu bahwa biasanya telepon pada jam tujuh-tiga puluh berarti masalah, masuk ke ruang keluarga dan terkesiap saat melihat ekspresi di wajah suaminya. "Annie meninggal," dia berkata dengan nada datar. "Itu tadi rumah sakit. Kita harus menjemput Sarah."
"Ya Tuhan," Anna berbisik, menangis. "Seberapa banyak yang kauharap bisa ditanggung oleh seorang perempuan?"
HARI TERAKHIR HIDUPNYA... Sudah setahun sejak Anna dan George melalui kematian suami Sarah. David, pria pirang tinggi yang menurut semua orang agak mirip Robert Redford muda berkumis, sedang berada di meja kerjanya di kantor ketika tiba-tiba dia bangkit, memegangi kedua sisi kepalanya, menjerit, dan pingsan. David mengalami kejang hebat di lantai di belakang mejanya dan, saat teknisi medis darurat tiba, dia sudah meninggal. Mereka berusaha menyadarkannya, tentu saja, dan mereka bahkan menyalakan lampu dan sirene dalam perjalanan ke rumah sakit, tapi dua pria berbaju biru dari American Ambulance Service langsung tahu saat mereka melihatnya bahwa semua sudah terlambat. Otopsi menunjukkan bahwa David meninggal karena aneurisma otak. Pembuluh arteri penting di kepalanya pecah dan dia langsung meninggal dalam hitungan menit. Sarah ada di rumah menonton Oprah ketika dia menerima telepon dari atasan David. Suasana hatinya sedang baik karena dia pergi ke dokter pagi itu dan dokter memberitahunya bahwa dia positif hamil—sekitar lima minggu. Sarah tak sabar untuk memberi tahu David. Dia sudah mencoba tes kehamilan di rumah, dan mereka berdua duduk dengan gugup di ujung tempat tidur seraya menunggu hingga timer digital di jam Casio milik David berbunyi. Hasil tesnya positif, tapi mereka tidak mau terlalu senang sebelum kehamilan tersebut dikonfirmasi oleh dokter. Hari itu, kehamilannya dikonfirmasi, dan sekarang Sarah menunggu David pulang supaya bisa menyampaikan kabar baik itu dan mereka bisa merayakannya dengan pizza dan anggur non-alkohol. Telepon berdering sekitar pukul empat-tiga puluh "Halo?" "Halo, apa ini Sarah?" "Ya, siapa ini?" "Hai, Sarah, ini Bill Curtin dari MedTech." Sarah seketika merasa tegang. Bill Curtin adalah atasan David, dan dia langsung tahu bahwa satu-satunya alasannya menelepon secara pribadi adalah jika sesuatu yang buruk terjadi pada David. Hal pertama yang terpikirkan olehnya adalah kecelakaan di tempat kerja. MedTech membuat peralatan dan perlengkapan operasi yang canggih, dan tugas David sebagai insinyur desain senior adalah memecahkan masalah dalam proses produksi segera setelah salah satu bagian peralatan melalui jalur perakitan. Ini sering mengharuskannya pergi ke pabrik dan bekerja dengan beberapa pegawai untuk memperbaiki atau memodifikasi prosedur manufaktur.
Sarah tahu bahwa mesin-mesin itu bisa membahayakan, dan dia seketika membayangkan tangan David diremukkan oleh mesin pemotong atau kakinya dihancurkan oleh roda baja yang terlepas dan menimpanya. "Sarah, aku punya kabar buruk." Sarah menggertakkan giginya dan menyadari bahwa dia sudah menahan napas sejak
mendengar nama Bill. Dia memaksa dirinya mengembuskan napas dan melemaskan rahangnya. "Apa David? Apa dia terluka di tempat kerja? "Sarah, apa ada seseorang di sana yang bisa kauajak bicara? Aku benar-benar tidak ingin kau sendirian saat ini." "Sialan, Bill!" Sarah berteriak di telepon. "APA YANG TERJADI PADA SUAMIKU?" "David dalam perjalanan ke rumah sakit, Sarah. St. Stan. Mereka membawanya dengan ambulans. Dia tampaknya kena semacam Stroke ketika berada di meja kerjanya dan itulah yang kutahu. Apakah kauingin agar seseorang datang dan menemanimu? Apa ada seseorang yang bisa kau hubungi? Aku dalam perjalanan ke rumah sakit sekarang. Apa kauingin aku menjemputmu?" "Tidak, tidak, Bill. Terima kasih. Tapi, aku akan menelepon ayahku. Dan, sungguh, terima kasih sudah menelepon. Maaf aku meneriakimu." "Tak masalah, Sarah. Ya Tuhan, aku menyesal harus menyampaikan berita buruk, tapi aku yakin David baik-baik saja. Jangan terlalu khawatir sampai-sampai kau sendiri yang sakit, oke? David membutuhkanmu saat ini, kau tahu?" "Ya, aku tahu, Bill. Terima kasih lagi karena sudah menelepon. Aku harus menelepon ayahku. Dah." Sarah menutup telepon, dan dia tahu. Di dalam hati, di tempat sunyi tempat perempuan merasakan sesuatu yang tak mungkin dirasakan oleh pria, dia tahu. Di dalam relung terdalam, tempat yang selama berabad-abad kita sebut jiwa, Sarah pun tahu. Di tempat misterius dan tersembunyi dalam dirinya, Sarah tiba-tiba dan tak terelakkan merasakan kekosongan dalam tempat David dulu hidup. Sarah berdiri dengan tangan di perutnya selama dua menit penuh sebelum dia mengangkat telepon lagi dan menghubungi ayahnya. Ketika mereka tiba di rumah sakit, George mengurus semuanya, melindungi Sarah dari keharusan mencari tahu di mana suaminya berada dan apa yang terjadi padanya. Setelah sekian waktu, yang terasa bagaikan selamanya, seorang dokter residen muda bernama Dr. Taylor masuk ke ruang kecil tempat Sarah dan ayahnya menunggu dan duduk di lengan sofa, tepat di seberang dua kursi yang diduduki bersebelahan oleh ayah dan anak. Dr. Taylor perlu tepat 41 menit untuk memberitahu mereka bahwa David dibawa ke sini, bla, bla, bla; kami menanganinya, bla, bla, bla; tak ada yang bisa kami lakukan, bla, bla, bla; saya mohon maaf atas, bla, bla, bla ... sebelum pagernya berbunyi. Dia mohon maaf, berkata bahwa dia harus menangani ini, dan mohon permisi dari hadapan mereka. Saat dokter itu bicara, Sarah duduk diam, memandangi sampul depan majalah People yang sudah usang di atas meja di depannya dengan tatapan kosong. Sampul depannya berupa foto indah aktris Molly Ringwald, dan yang bisa Sarah pikirkan hanyalah, betapa merah rambut si aktris, aku bertanya-tanya apakah bayi kami akan berambut merah? Betapa merah rambutnya, aku bertanya-tanya apakah bayi kami akan berambut merah? Betapa merah rambutnya, aku bertanya tanya apakah bayi kami akan berambut
merah? Betapa ... betapa ... rambut merah ... aku bertanya-tanya?
NOTES BIRU
Perjalanan Sarah dan Annie ke rumah sakit benar-benar buruk. Perjalanan Sarah pulang ke rumah bersama orangtuanya bahkan lebih buruk lagi. Sarah meringkuk di balik selimut di pojok kursi belakang. Dia bertelanjang kaki dan tangannya ternoda darah dan jarinya yang luka. Dia menolak untuk menanggapi ayah atau ibunya dan dia terisak tak henti-henti sejak dari pintu depan rumah sakit sampai ibunya membaringkannya di tempat tidur di kamar tempatnya tumbuh besar. Beberapa jam kemudian, Anna mencoba untuk mengajak Sarah turun dan makan sedikit, tapi putrinya hanya berbaring di sana, di bawah selimut, sambil bergelung. Anna melihat sarung bantal yang basah, tapi ketika dia mencoba untuk memindahkan Sarah supaya bisa menggantinya, Sarah mengeluarkan raungan sedih yang terdengar seakan-akan keluar dari hewan yang terluka. Jadi, Anna meninggalkan kamar dan membiarkan Sarah berbaring di atas air matanya sendiri. Hari ini, hari saat Annie meninggal, Anna dan George harus menangani semua urusan untuk pemakaman. Seorang perempuan bernama Nyonya Tomkins dari rumah sakit menelepon saat tengah hari hari itu dan bertanya tentang Sarah. "Ini ayahnya, George. Sarah tidak bisa menjawab telepon sekarang. Ada yang bisa saya bantu?" "Ya, .Sir, ini Nyonya Tomkins dari Rumah Sakit St. Stan. Saya ikut berduka atas kehilangan Anda dan alasan saya menelepon adalah untuk menanyakan nama rumah pemakaman yang Anda pilih untuk penguburan cucu Anda. Karena dia meninggal awal hari ini, direktur rumah pemakaman mungkin bisa mengambil jenazahnya hari ini juga dan mulai mempersiapkan pemakaman. Apa Anda bisa memberikan informasinya kepada saya?" George tak bisa bicara selama beberapa saat. Dia dan Anna belum memikirkan soal "pengaturan", istilah yang hati-hati mereka pakai. Mereka dicekam kesedihan, tentu saja, karena meninggalnya Annie Bananny kesayangan mereka. Tapi, selama beberapa jam terakhir, mereka lebih mencemaskan Sarah, gadis kecil mereka yang kini berbaring di lantai atas, di tempat tidur lamanya dalam kamar gelap dengan darah kering di tangannya, membisu dan lumpuh secara emosional. Mereka juga telah menghabiskan sepanjang pagi menghubungi seluruh keluarga dan mencoba menghubungi dokter Sarah. Saat ini, hanya beberapa jam setelah jantung mereka serasa dicampakkan dan sedingin es, tiba-tiba muncul tuntutan praktis yang mau tak mau harus ditangani oleh keluarga berkenaan dengan kematian tersebut. "Sejujurnya, Nyonya—siapa tadi Anda bilang nama Anda? Tomkins? Ya, maaf—Nyonya Tomkins, kami belum punya kesempatan untuk mengatur soal itu. Apakah tidak apa-apa jika saya menelepon beberapa orang dulu dan kemudian menghubungi Anda sesegera mungkin?" "Ya, tidak apa-apa, Sir. Hanya saja, pegawai kamar jenazah berganti giliran jaga pukul tiga dan lebih baik jika jenazah cucu Anda diambil sebelumnya. Semua akan berjalan lebih lancar jika petugas yang membawanya masuk jugalah yang
menyerahkannya. Tapi, apapun yang perlu Anda lakukan, silakan saja, dan saya akan menantikan telepon Anda. Jika ada yang bisa saya lakukan untuk membantu, jangan ragu untuk memintanya. Dan sekali lagi, saya ikut berduka atas kehilangan Anda." George berterima kasih kepadanya dan menutup telepon. Anna berdiri menyandar ke meja dapur sambil melipat tangannya. Matanya bengkak dan merah, dan George melihat ekspresi bengong di wajahnya yang mengingatkan George akan ekspresi yang ditunjukkan oleh beberapa temannya semasa perang ketika stres akibat pertempuran menguasai mereka sepenuhnya dan kemampuan dasar mereka tiba-tiba tidak berfungsi. "Kita harus menelepon Neal di Saunders. Sekarang." Anna memandangnya dan mengangguk. Dia kemudian berbalik dan mulai mencuci gelas kopi yang tergeletak di bak cuci. George memerhatikan bahwa punggung istrinya bergerak naik-turun setiap beberapa detik dan dia mengingatkan dirinya bahwa dia harus membuang sampah dan mengeluarkan keranjang daur ulang malam ini. Harus membuang sampah, pikirnya, saat dia membongkar kertas kertas dalam laci lemari untuk mencari notes biru yang berisi nomor-nomor telepon penting.
DI KAMAR SARAH
"Tidak, dia belum keluar kamar sejak kami membawanya pulang sekitar pukul delapan pagi ini. Tidak, kupikir tidak. Anna? Apa Sarah sudah keluar untuk pergi ke kamar mandi? Tidak, Dokter, dia belum keluar. Tidak, saya pikir kami tidak akan bisa membawanya untuk menemui Anda. Dia bahkan tidak bergerak sama sekali selama sepuluh jam terakhir, demi Tuhan. Kadang matanya terbuka, tapi dia hanya menatap kosong. Ya. Ya, saya bisa ke apotek. Apa Anda yakin memberi obat penenang adalah tindakan bijaksana? Ya, saya tahu dia tidak bisa terus-menerus berada dalam keadaan ini. Oke. Oke. Apotek Green di Jalan Utama. Oke. Ya. Sekali setiap empat jam, bahkan jika kami harus membuka mulutnya dan menyogokkannya ke dalam kerongkongannya. Ya Tuhan, Dok. Ya, saya tahu. Ya. Oke. Ya, kami akan melakukannya. Terima kasih. Oke. Dah." George menutup telepon dan menoleh ke arah istrinya. "Dokter bilang kita harus membiusnya, bahwa dia berada dalam keadaan fugue, melupakan segalanya terutama karena syok, dan dia harus tidur atau dia bisa menjadi katatonik sehingga butuh berhari-hari, bahkan berbulan-bulan, untuk sadar. Dokter ingin aku mengambil resep untuknya di Apotek Green." Anna mengangguk dan mengambilkan kunci dan jaket suaminya. Saat Anna meraih jaket biru Khusus Anggota milik George di lemari dapur, Sarah, ibu dan Annie Bananny yang baru meninggal, putri Anna dan George, janda David, menjerit penuh kepedihan dan kengerian dari kamar masa kecilnya hingga Anna menjatuhkan jaket George dan kemudian jatuh pingsan di depan pintu lemari sapu. George berlari menghampiri istrinya, berlutut di sampingnya, dan dengan lembut menepuk pipinya yang pucat. "Anna! Anna! Demi Tuhan, bangun! Sarah memerlukan kita." Mendengar nama putrinya, mata Anna langsung terbuka dan George membantunya berdiri. "Apa kau baik-baik saja?" George menanyainya, dan ketika dia mengangguk, mereka lari ke lantai atas, tempat Sarah masih menjerit sejadijadinya. Ketika memasuki kamar tidur, mereka menemukan Sarah duduk di pinggir tempat tidur, memegangi kepalanya dengan tangan, menjerit begitu kencang sampai-sampai wajahnya menjadi merah terang.
Bisa-bisa dia kena stroke kalau tidak berhenti sekarang juga, pikir George, dan segera berlari ke tempat tidur, duduk di sebelah putrinya, dan merangkulnya hingga Sarah sepenuhnya dalam pelukannya. "Sarah!" teriaknya. Jeritan itu berlanjut. "SARAH!" dia berteriak lebih keras. Sarah berhenti menjerit dan membiarkan dirinya dipeluk oleh ayahnya. George mulai menggoyang goyangkan gadis kecilnya yang terisak-isak, dan ingatan tentang melakukan hal yang sama ketika umur Sarah delapan tahun dan ketakutan karena gelap berkelebat dalam pikirannya. Anna berdiri di pintu masuk dan melihat ayah dan anak mencoba mengatasi tragedi terburuk yang pernah mereka hadapi. Bahkan, kematian suami Sarah, David, karena aneurisma otak ketika Sarah hamil satu bulan tidaklah seburuk kematian Annie. Di luar jendela kamar tidur Sarah, ada pohon ek tua yang sudah berdiri sejak sebelum Anna dan George membeli rumah itu. Batangnya yang berdaun lebat telah menghalangi cahaya ke arah mata Sarah di musim panas, dan batangnya yang lebar telah melindunginya dari badai dan percikan salju di musim dingin. Malam ini, tidak ada daun di pohon itu, dan dari sudut matanya, terlindung dalam lengan ayahnya, Sarah tak bisa melihat apa pun kecuali siluet gelap batang kaku yang dilatar belakangi langit senja merah darah.
MELIHAT BATU DALAM AIR
Suatu Minggu Paskah, ketika Sarah mengunjungi orangtuanya di Brookvale, dia berjalan ke pantai dan menuju tanjung karang yang terjulur ratusan meter hingga Long Island South. Hari itu dingin dan, di antara batuan terjal, angin terasa menggigit dan mengganggu. Namun, Sarah menyukai tempat itu dan selalu menyempatkan diri untuk berjalanjalan di sana ketika mengunjungi orangtuanya. Pada hari Paskah yang menggigit ini, Sarah melakukan sesuatu yang spontan ketika sedang berdiri di karang seraya memandangi laut kelabu yang gelap. Dia seketika memungut batu besar berdasar rata yang mirip bola basket dan melemparkannya ke arah lautan. Sarah memandang, terpesona, saat batu itu berputar tinggi di udara dan menumbuk air dengan suara plung yang keras dan menghasilkan percikan yang lebih besar daripada yang diharapkannya. Batu itu menghilang ke dalam air gelap hampir seketika itu juga dari pandangannya. Tapi, dalam pikirannya, Sarah memandangi batu itu saat tenggelam perlahan-lahan ke dasar laut, diombang ambingkan oleh air, kemudian mendarat di pasir hingga menimbulkan, dalam bayangan Sarah, kabut lumpur kehijauan. Bertahun-tahun kemudian, saat Sarah berbaring di tempat tidur masa kecilnya pada hari Annie Bananny meninggal, dia bisa melihat batu tersebut di air sejelas batang pohon di luar kamarnya. Batu itu masih di sana, Sarah tahu, dan tak ada pekan yang berlalu tanpa Sarah memikirkan batu itu tergeletak di dasar Long Island South, melewati musim dingin dan musim panas dalam kesunyian abadi.
DR. SUNDERLAND
George masuk ke area parkir dan mengemudi naik hingga dua lantai. Dia berhenti di depan pintu lift rumah sakit, lalu keluar. Dia membantu Sarah keluar dari kursi belakang dan memegangi lengannya sampai Anna datang ke sisi pengemudi dan mengambil alih. George kembali ke mobil dan mengemudikan mobilnya untuk mencari tempat parkir, sementara Anna pelan-pelan menggandeng Sarah ke lift. Dr. Sunderland mengelola klinik psikiatri di Rumah Sakit St. Stanislau, dan dia berkeras untuk menemui Sarah segera setelah dia mampu datang ke sana. Sudah delapan hari sejak Annie meninggal, dan Sarah tetap bersama orangtuanya selama upacara pemakaman dan penguburan, masih tidak sanggup untuk pergi dan kembali ke rumahnya sendiri. George mengatur agar peti mati dibawa keluar dan memutuskan sendiri untuk tidak mengadakan penghormatan terakhir. Dia merasa akan lebih mudah bagi Sarah jika hanya ada misa dan kemudian upacara penguburan di tempat pemakaman daripada harus duduk selama empat jam sambil memandangi peti kecil putih di depan ruangan yang dikelilingi oleh begitu banyak bunga, seakan-akan seluruh bunga di dunia ada di sana. Hari ini, Sarah akhirnya setuju untuk menemui Dr. Sunderland. Sang psikiater direkomendasikan oleh dokter keluarga mereka yang tidak mampu berbuat apa-apa kecuali meresepkan valium dan menyarankan agar Anna dan George membujuk Sarah untuk makan sesuatu. Anna memberi Sarah sepuluh miligram valium, tiga kali sehari, dan mengabari teman dan keluarga yang terus-menerus menelepon bahwa Sarah belum siap menerima tamu. Anna juga membawa Sarah ke kamar mandi, memandikannya, memakaikannya baju, dan membujuknya agar makan sedikit sup dan minum jus buah setiap hari pada waktu sarapan, makan siang, dan makan malam. Selama beberapa hari pertama setelah kematian Annie, Sarah menolak untuk makan dan minum apa pun. Anna memakaikannya baju hitam untuk pemakaman dan memandikannya dan mengeramasi rambutnya, tapi itu tidak menyamarkan pandangan mata dan ekspresinya yang kosong. Bahkan, antinganting mutiara tidak membantu. Namun, beberapa hari terakhir ini, Sarah mulai menyantap sup dan kadang tampak kewaspadaan di matanya. Ini benar-benar suatu peningkatan karena, biasanya, dia hanya berbaring di tempat tidur lamanya dan terisak-isak selama berjam-jam. Akhirnya, pagi ini, Sarah mengangguk saat ayahnya kembali bertanya apakah dia mau menemui Dr. Sunderland. George merasa lega, tapi dia tidak terlalu yakin bahwa Dr. Sunderland yang amat sangat direkomendasikan dapat melakukan sesuatu untuk membantu putrinya. "Saya paham kau kehilangan suami tahun lalu, Sarah, benar?" Sarah mengangguk. "Dan sekarang kau kehilangan putrimu juga." Kemarahan sekilas melintas di wajah Sarah. "Ya." "Ayahmu berkata bahwa kau tidak mau makan." "Saya tidak lapar."
"Begitu." Sarah memandangi tangannya. "Ada yang ingin kau bicarakan, Sarah?" Sarah mengangkat kepalanya dan memandang langsung ke mata Dr. Sunderland. "Anda bercanda, kan?" "Apa maksudmu?" "Apa saya ingin bicara tentang apa pun? Apa itu yang Anda tanyakan kepada saya? Apa pula yang mungkin ingin saya bicarakan dengan Anda? Bagaimana kalau kita membicarakan suami saya yang berumur tiga puluh satu yang meninggal tiba-tiba di meja kerjanya di kantor ketika pembuluh nadi di otaknya pecah? Perlukah saya membicarakannya? Terlalu membuat depresi, bukan begitu? Saya rasa Anda tidak terlalu tertarik dengan kematian David, benar? Anda ingin saya bicara kepada Anda tentang Annie, kan?" Dr. Sunderland menyilangkan kakinya dan bergeser di kursinya untuk menemukan posisi yang lebih nyaman. Dia tidak mengatakan apa pun. "Well, saya tidak mau bicara tentang Annie. Saya tidak bisa.
Pokoknya, saya tidak bisa." Dr. Sunderland memandang wajah Sarah yang kelam sesaat dan kemudian menuliskan sesuatu di kertas yang ada di pangkuannya dan bangkit. "Sarah, saya ingin agar kau menelepon seseorang yang menurut saya bisa membantumu. Hadapilah. Kau tak mau bicara kepada saya karena kaupikir saya sama sekali tidak mengerti perasaanmu.
Kebanggaan profesional saya berkata lain, tapi perasaan saya tidaklah penting di sini. Membuatmu sehat adalah yang paling penting bagi saya." Dr. Sunderland menyerahkan secarik kertas bertuliskan sebuah nomor telepon. "Ini nomor telepon Cathenne Connolly. Dia psikolog klinis yang punya spesialisasi membantu orangtua menghadapi kematian anaknya. Dia punya banyak pasien yang kehilangan anaknya akibat SID. Dia menyelenggarakan pertemuan kelompok pendukung setiap Rabu dan saya pikir kau perlu hadir setidaknya sekali. Terserah kau tentu saja, tapi saya sarankan agar kau datang. Bersama orang orang yang telah mengalami apa yang kau alami bisa sangat membantu." Sarah menunduk ke arah kertas bertuliskan nomor telepon itu. Dia merasa tak berdaya secara emosional dan tangisnya nyaris meledak. Dia merasa bersalah karena sudah membentak sang dokter dan menjadi beban bagi orangtuanya. Dia merasakan kekosongan yang perih saat memikirkan tentang Annie. Dia masih merasakan luka akibat kematian David. Dia merasakan semuanya pada saat yang sama dan tidak tahu bagaimana menanganinya. "Apakah kau akan mempertimbangkan untuk menghadiri salah satu pertemuan yang dikelola Catherine, Sarah?" Sarah mengangguk tanpa memandang ke atas. Dan tempatnya berdiri, Dr. Sunderland
bisa melihat tetes-tetes besar air mata mengalir di pipi Sarah dalam garis lurus, meninggalkan alur basah saat turun ke dagunya. Cahaya lembut pagi yang menerobos kantornya membuat alur air mata itu berkilau terang dan, bagi Dr. Sunderland, alur lembab di pipi kanan Sarah mengingatkannya akan cat berkilau di wajah badut sirkus—tipe badut sedih yang ditakuti anak-anak, pikirnya. Bukan badut lucu. Dr. Sunderland tidak yakin ada air mata yang dicat di wajah badut lucu.
DOA
Kuburan dibanjiri terangnya cahaya matahari pada hari pemakaman Annie. Sarah duduk di samping peti mati kecil putrinya, mengenakan baju hitam dan anting mutiara. Selama upacara, dia sepenuhnya diam, duduk di kursi lipat putih di atas rumput palsu berkilauan yang selalu ditebarkan untuk setiap upacara di samping tempat pemakaman. Setelah upacara selesai, sebelum peti mati diturunkan dalam tanah, keluarga dan teman Sarah melewatinya dan membisikkan duka cita mereka. Sarah bahkan tidak mendongak ke arah wajah-wajah serius yang melewatinya, namun terus memandangi peti putih yang diselubungi mawar putih dan atas ke bawah. Teman-teman David dan MedTech ada di sana, begitu pula teman-teman SMA Sarah. Orangtua David, Donna dan Frank, amat diliputi kesedihan sehingga mereka bahkan tidak mampu mendekati Sarah maupun orangtuanya. Saat George membantu Sarah berdiri, dia bisa melihat kakek nenek lain yang sedang bersedih dibantu naik ke mobil oleh kedua saudara laki-laki David. Saat Sarah berjalan menuju limosin, tangannya menggandeng erat ayahnya, teman perempuan ibu Sarah menghampirinya dan merengkuh tangannya. "Kau perlu ini," dia berbisik di telinga Sarah sambil menyelipkan secarik kertas yang terlipat. "Ini doa spesial kepada St. Joseph. Tidak bisa menghidupkan putrimu kembali, tapi mungkin bisa memberimu ketenteraman. Aku harap ini bisa membantu, Sayangku, dan aku sangat, sangat menyesal." Sarah tidak menanggapi perempuan itu, yang kemudian dia tahu adalah Connie, istri penata rambut ibunya. Tapi, dia memasukkan kertas itu di sakunya. Berharihari kemudian, dia menemukannya. Awalnya dia tak mau membacanya, tapi kemudian rasa ingin tahu menguasainya dan dia membuka kertas berwarna krem itu.
"DOA ST. JOSEPH" Pendahuluan Doa St. Joseph dibuat pada kelima puluh Tuhan dan Juru Selamat Kita, Yesus Kristus. Pada 1505, doa ini dikirim oleh Paus kepada Kaisar Charles yang akan pergi bertempur. Siapa pun yang membaca doa ini, atau mendengarnya, atau menyimpannya, tidak akan mati mendadak, ataupun mati tenggelam, atau mempan diracun; begitu pula, mereka tidak akan jatuh ke tangan musuh, atau terbakar api, ataupun dikalahkan dalam pertempuran. Ucapkan dengan khusyuk selama sembilan hari sewaktu pagi sambil mengharapkan apa pun yang kau inginkan. Doa ini tak. pernah tidak, dikabulkan. Jadi, berdoalah untuk hal yang benar-benar kau inginkan. Wahai St. Joseph yang perlindungannya begitu hebat, begitu perkasa, begitu bersegera di seluruh kerajaan Tuhan, aku letakkan seluruh keinginan dan harapanku di tanganmu. Wahai St. Joseph, bantulah aku lewat perantaraanmu yang kuasa dan raihlah segala
karunia untukku dan Sang Anak Yang Mahakuasa, Yesus Kristus Tuhan Kita. Sehingga di bawah kuasa surgawimu, aku dapat menyerahkan syukur dan penghormatanku kepada Bapa Yang Maha Penyayang dan segala bapa. Wahai St. Joseph, aku tak pernah lelah membayangkanmu dan Yesus yang tertidur di pelukanmu; aku tak berani mendekat saat Dia berbaring dekat di hatimu.
Sebutkan namaku kepada-Nya dan ciumlah kepala-Nya untukku dan mintalah Dia untuk membalas ciuman itu saat aku menarik napas yang terakhir. St. Joseph, Pelindung Jiwa-jiwa yang Berpulang, berdoalah untukku.
Sarah membaca doa itu dua kali. Anehnya, ia tertarik oleh janji bahwa permintaan apa pun yang diharapkan oleh si pemohon akan dikabulkan. Dia tentu saja tahu bahwa doa "ajaib" ini tak mungkin mengembalikan Annienya (atau mungkinkah?), tapi dia berharap doa itu dapat membantunya mengatasi semua dan mungkin menyingkirkan permukaan air gelap dan dingin yang serasa menenggelamkannya sejak pagi mengerikan di kamar bayi. Sarah menghirup napas dalam-dalam, menyenderkan kakinya ke ambang jendela, dan mulai membaca doa kembali.
MAKAN
Makanan sungguhan pertama yang disantap Sarah setelah kematian Annie adalah sekotak kue mangkuk isi krim Entenmann dan sebelas kue beras. Dia melahap hidangan ini pukul sepuluh pagi setelah kunjungannya ke Dr. Sunderland dan langsung sakit perut. Dia menghabiskan dua jam berikutnya muntah-muntah ke dalam baskom dan duduk di toilet akibat diare parah. Dia awalnya mencoba berlutut di depan toilet untuk muntah, tapi perutnya bergolak hebat dan tak disangka-sangka. Jika dia tidak duduk di toilet, dia tahu dia akan mengotori seluruh lantai. Jadi, dia muntah di baskom saja. Pikiran aneh terus-menerus berkelebat dalam benak Sarah selama dua jam yang menyiksa itu. Dia bisa tiba-tiba dan tak terduga-duga menjadi sangat bergairah selama beberapa menit, menyadari bahwa di antara rasa kejang di perut, putingnya terasa sekeras peluru dan vaginanya telah terlumasi; dan secepat itu pula, hasrat seksual itu akan berlalu dan dia pun dikuasai tawa dan terkekeh-kekeh antara tarikan napas dalam dan sulit yang perlu dihirupnya saat jeda sebelum muntah. Setelah dia merasa sedikit lebih baik, Sarah mencuci mukanya, menggosok gigi dan menggunakan obat kumur, dan kembali masuk dan berbaring di tempat tidur masa kecilnya, lalu mulai menghitung garis merah di kertas pelapis dinding. Bukan
garis biru dan bukan garis kuning. Garis merah. Ada tepat 107 garis merah di kertas pelapis dinding kamar masa kecilnya. Setelah Sarah yakin bahwa jumlahnya benar (dia meyakinkan dirinya dengan cara menghitung dua kali), dia mulai menghitung garis biru. Dia memutuskan untuk menghitung garis kuning Kamis besok.
PESAN
Sarah mengalami dua kejadian tak biasa pada hari Minggu kedua setelah kematian Annie. Yang pertama terjadi di Stop & Shop. Sarah sedang bersender ke kereta belanja di bagian penjualan buku dan menelaah buku panduan diri-pribadi tentang bagaimana mengatasi masalah ketika dia memperoleh perasaan yang begitu menyesakkan dada akan keberadaan suaminya yang telah tiada, begitu juga akan betapa dekatnya Tuhan. Sarah terpaksa meletakkan bukunya dan melawan keluarnya air mata, begitu terpengaruh oleh kekuatan pengalaman ini. Peristiwa kedua, beberapa jam kemudian, terjadi di rumah orangtuanya. Di sebelah kursi malas ayahnya di ruang keluarga, ada meja kecil: ada TV Guide di atasnya, serta Alkitab, kalender saku, notes kecil, mug berisi bolpoin dan pensil, dan setumpuk majalah yang sedang dibaca George. Di atas tumpukan majalah, ayahnya meletakkan sekotak tisu. Sarah jatuh tertidur di kursi ini dan terbangun ketika majalah dan kotak tisu membentur lengan kirinya. Seluruh tumpukan terjatuh dengan rapi membentuk formasi mirip anak tangga, dengan kotak tisu mendarat lembut di lengan kirinya. Tidak mungkin tumpukan tersebut rubuh karena tidak seimbang atau miring. Tumpukan majalah itu cukup stabil untuk menyangga segelas minuman di atasnya tanpa ada gelembung udara dalam minuman itu. Ketika majalah-majalah yang jatuh itu membangunkan Sarah dari tidur siangnya, dia sekali lagi merasa seolah sebuah pesan dikirimkan kepadanya, Jangan khawatir. Kami di sini untukmu KELOMPOK
Pada Rabu ketiga setelah kematian Annie, delapan perempuan berbagai bentuk dan ukuran berdiri dalam lingkaran di atas kursi lipat cokelat di pojok auditorium Jewish Community Center yang terletak di Davenport Avenue. Salah satunya adalah Sarah. Kursi kesembilan kosong dan disediakan untuk pemimpin kelompok, Dr. Catherine Connolly. Dr. Connolly tiba jam sepuluh kurang satu dan berjalan mengelilingi kelompok, memperkenalkan dirinya kepada semua perempuan sebelum dia menanggalkan jasnya ataupun duduk. Sarah mencoba tersenyum ketika Dr. Connolly meletakkan tangannya di bahu Sarah dan berkata kepadanya, "Kau pasti Sarah," namun yang terbaik yang bisa dilakukannya hanyalah sesuatu yang menyerupai seringai lemah.
"Terima kasih banyak sudah datang hari ini, Ibu-ibu. Ini adalah SID Support Group—Kelompok Pendukung untuk SID—dan saya Catherine Connolly. Kita semua mengalami sesuatu yang bahkan tak terpikirkan dalam mimpi buruk kita yang terliar, namun harus kita jalani. 0Kita semua kehilangan bayi akibat SID.
Brandonku berumur tujuh bulan ketika dia meninggal. Aku membangunkannya suatu pagi dan ... well, Anda semua tahu kelanjutan ceritanya. Tidak ada hari yang berlalu tanpa aku memikirkannya dan bertanya tanya bagaimana kehidupannya jika dia hidup. Apakah dia murid yang baik? Siapa nama pacar pertamanya? Apakah dia menikah di musim panas atau musim dingin? Apakah cucu pertamaku laki-laki atau perempuan? Aku merasakan sakitnya, dan rasa kehilangan, dan ada hari-hari saat aku tak bisa bangkit dan tempat tidur. Duka yang mendalam adalah bagian besar dari alasanku memulai kelompok ini. Setelah rasa sakit itu tidak berkurang seiring perjalanan waktu, aku menyadari bahwa mungkin ada ibu-ibu lain yang mengalami hal yang persis sama. Aku mendirikan kelompok ini sebagai cara untuk membantu." Dr. Connolly meraih tas kantor birunya dan mengeluarkan selembar kertas biru terang. "Sudden Infant Death Syndrorne atau Sindrom Kematian Bayi Mendadak," dia memulai, "singkatannya SID, sejak lama disebut kematian di buaian karena di sanalah bayi-bayi malang itu meninggal: di buaian mereka sendiri, di rumah, saat tidur. Bayi normal yang tidak memiliki masalah kesehatan apa pun tiba-tiba meninggal suatu malam dan tak seorang pun bisa menjelaskan mengapa. Bayi-bayi ini biasanya berumur antara dua minggu dan satu tahun ketika meninggal, dan sampai hari ini kita masih tidak tahu penyebab utama SID. Oh, tentu, para dokter di rumah sakit akan memberitahumu apa yang menewaskan bayi-bayi kita—biasanya kegagalan pernapasan, gagal jantung, atau gangguan sirkulasi darah—tapi mereka tak bisa memberi tahu kita mengapa bayi-bayi normal dan sehat mengalami kegagalan pernapasan atau gangguan sirkulasi. Tujuh ribu bayi setahun meninggal karena SID di Amerika Serikat, dan beberapa di antara bayi ini ditemukan memiliki lebih banyak sel pertahanan tubuh di paru-parunya daripada bayi-bayi sehat. Para meneliti menjadikan hal ini sebagai petunjuk untuk menemukan penyebab SID. Tapi, mereka juga mempertanyakan apakah bayi-bayi SID meninggal karena ditidurkan tengkurap, atau karena kasurnya terlalu empuk, atau karena kamar mereka terlalu panas. Kita masih belum tahu. Dan ketidakmampuan ilmu medis untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan kita dan memecahkan misteri mengapa bayi kita meninggallah yang membuat sulit untuk melupakan semuanya dan, sayangnya, membuat kelompok pendukung ini perlu didirikan."
Seorang perempuan kurus kulit hitam berbaju biru yang bernama Clare mengacungkan tangannya. Cathenne mengangguk kepadanya. "Sudah berapa lama putra Anda meninggal, kalau saya boleh bertanya?" "Tidak, saya tidak keberatan sama sekali. Kamis depan tepat 22 tahun dan tujuh bulan sejak meninggalnya Brandon." Sarah, yang menghabiskan sepanjang waktu saat Dr. Connolly bicara dengan menghitung lekukan di telapaknya, mendongak dan memandang sang psikolog. Katakata "dua puluh dua tahun dan tujuh bulan" berulang dalam pikirannya bagaikan mantra surealistik yang merusak dan dia tak dapat melarikan diri darinya. Selama 52 menit berikutnya, Sarah tak melakukan apa pun kecuali mendengarkan mantra jahat itu dan mencoba menentukan berapa lekukan di telapaknya yang belum dihitung.
PULANG KE RUMAH
Hampir sebulan setelah kematian Annie, kakek Annie Bananny membawa dua kantong belanja Filene besar keluar ke jalan masuk dan meletakkannya di belakang
mobilnya. Dia membuka bagasi dan meletakkan kantong kantong itu di dalamnya, satu di sebelah yang lain. Kantong cokelat dengan huruf ungu di depannya berisi pakaian yang dia dan Anna bawakan untuk Sarah dari rumah serta beberapa brosur dari kelompok SID yang salah satu pertemuannya dihadiri Sarah, dan T-shirt bayi baru berwarna merah muda bergambar kelinci. Dr. Sunderland dan Dr. Connolly sepakat bahwa sudah saatnya Sarah pulang ke rumah. Dia tidak bisa tinggal dengan orangtuanya selama sisa hidupnya, dan membiarkannya tinggal hanya menunda yang tak terelakkan. Tentu saja, Anna dan George akan mengizinkan Sarah untuk pindah ke tempat mereka secara permanen jika dia menginginkannya, tapi dokternya merasa bahwa lebih baik jika dia pulang ke rumah dan mencoba menjalani kembali hidup yang normal. Perjalanan pulang ke rumah benar-benar buruk. Sarah merasa gugup dan tegang dan terus membentak ibunya, yang dengan sia-sia berusaha untuk menenangkan dan membuatnya nyaman, tapi hanya berhasil membuat Sarah makin jengkel. Sarah menolak membiarkan orangtuanya ikut masuk ke dalam rumah bersamanya. Dia tak pernah ke sana sejak meninggalkan rumah pada pagi yang mengerikan itu dalam ambulans. Dia telah meninggalkan rumah orangtuanya berkali-kali untuk pergi ke toko, mengunjungi dokter, berjalan-jalan ke pantai, pergi ke bank—tapi dia belum bisa kembali ke rumahnya sendiri. George pergi ke sana setiap hari untuk mengambil surat-suratnya, menyalakan lampu, mengambilkan beberapa pakaian dan beberapa barang lain yang dibutuhkan Sarah, dan memastikan agar semuanya baik-baik saja. Dia tidak masuk ke kamar Annie, kecuali untuk menutup pintu. Sarah berdiri di jalan masuk dan menyaksikan saat orangtuanya mengemudi menjauh. Ketika mereka hilang dari pandangan, dia menghirup napas dalam-dalam dan berbalik untuk memandangi rumah itu. Kelihatannya sama saja. Gordennya tidak asing; kotak pos hitam tampak tidak asing; semak-semak tampak rapi; lampu serambi sedikit bengkok—semuanya kelihatan sama. Sarah menjinjing kantongnya dan berjalan melalui garasi menuju pintu belakang. Inilah jalan masuk yang biasa dilalui olehnya dan David untuk memasuki rumah. Dia menarik gerai terbuka dan menahannya terbuka dengan pinggangnya, seperti yang selalu dilakukannya, saat dia meraba-raba mencari kunci pintu. Engsel pintu menghasilkan bunyi berderit yang tidak asing. Mungkin untuk kelima ratus kalinya, Sarah membuat catatan mental untuk menyemprotnya dengan WD-40. Dia memasukkan kunci, memutar pegangan, dan mendorong pintu terbuka. Dia secara otomatis meraih tiang pintu dengan tangan kanannya dan menyalakan lampu. Semuanya kelihatan sama. Kecuali satu hal. Di meja dapur, ada tumpukan surat setinggi tujuh inci. Sarah menahan napas saat
dia melihat tumpukan surat yang tampak hampir jatuh. Tangis berurai di matanya dan dia bersandar ke meja dapur. Dia tahu ayahnya telah membawakan dan menyerahkan surat-surat kepadanya. Namun, George memilih sedemikian rupa surat apa saja yang boleh dilihat Sarah. Tagihan, majalah, surat sampah. Begitulah. Dia meninggalkan surat-surat yang lain di meja dapur. Tumpukan surat setinggi tujuh inci (terdiri tepat dari 177 surat, hasil Sarah hitungan kemudian) adalah kartu duka cita, kiriman doa, dan ucapan belasungkawa yang ditulis secara pribadi. Sarah pada akhirnya membuka dan membaca semuanya. Butuh tiga minggu, tapi dia menulis ucapan terima kasih untuk 177 orang yang telah mengirimkan semua kepadanya. Namun demikian, hari ini Sarah berjalan melewati dapur dan langsung menuju ke ruang keluarga. Dia duduk di sofa dan, selama satu jam dan sebelas menit berikutnya, memandang ke atas TV, ke arah foto berwarna dirinya dan David di pernikahan mereka, dan foto kecil berpigura Annie, diambil beberapa saat setelah kelahirannya, yang terletak di sebelah foto pertama. Sudah gelap ketika Sarah akhirnya bangkit dan pergi ke kamar mandi. Hampir tengah malam ketika Sarah akhirnya pergi tidur. Dia sudah mandi air panas, makan sup, dan menonton beberapa acara TV yang belum pernah dia lihat sebelumnya. Dia bahkan tidak melirik pintu kamar Annie saat dia berjalan di lorong lantai atas. Ketika Sarah akhirnya pergi tidur, dia berbaring terjaga hingga jam empat pagi; menghitung domba; menghitung bayangan; menghitung T-shirt merah muda bergambar kelinci; menghitung selimut Beauty and the Beast; menghitung bantalan kardioresusitasi; menghitung perempuan sedih yang membisu, duduk di atas kursi lipat cokelat; menghitung majalah dalam tumpukan; menghitung ambulans; menghitung kotak tisu; menghitung komet; menghitung pil; menghitung garis merah; menghitung garis biru; menghitung garis kuning (akhirnya); menghitung doa St. Joseph; menghitung surat untuk Annie Bananny; menghitung botol bayi; menghitung batu dalam air; menghitung aneurisma serebral; menghitung jeritan; menghitung kue mangkok isi krim; menghitung tempat parkir; menghitung kue beras; menghitung kemungkinan; menghitung hari; menghitung tahun; menghitung kue buah; menghitung pohon Natal; dan, tentu saja, menghitung hari Natal.
VISI TENTANG ANNIE
Saat Sarah berbaring di tempat tidur, sia-sia berusaha mengusir kepedihannya, sebuah visi terungkap dalam benaknya. Sarah tak terduga melihat dirinya kembali berdiri di kamar bayi, masih mencengkeram Annie yang tak bergerak di depan dadanya, terkesiap dalam ketakutan dan putus asa berdoa agar Bananny kecilnya kembali hidup. Saat Sarah berbaring di balik selimut biru ringan dan menyaksikan drama menyeramkan itu terulang kembali, dia terkejut melihat cahaya terang tiba-tiba menyelimuti bayi perempuannya yang tak bergerak. Dari pusat cahaya tersebut, Sarah melihat saat seorang perempuan tinggi tiba-tiba muncul, dan dia berpikir bahwa perempuan itu persis seperti aktris Sandra Bullock. Namun, Sarah tahu siapa sang perempuan sebenarnya, perempuan ini adalah jiwa Annie-nya. Sarah diberkati dengan visi Annie-nya tumbuh menjadi perempuan yang Sarah tahu tak mungkin terjadi. Sarah sekarang melihat Annie dewasa, keajaiban yang lebih memedihkan hati baginya daripada kebenaran yang diketahui Sarah bahwa
Annie-nya takkan pernah tumbuh dewasa dan menjadi perempuan cantik yang langsing dan berambut cokelat kemerahan seperti yang dilihat di hadapannya. Saat Sarah terus memandangi drama mengerikan ini, Annie yang lebih tua ini tersenyum dan meletakkan tangannya yang tidak nyata di bahu ibunya yang menangis tersedu-sedu. Namun, Annie tak mengatakan apa-apa, dan segera saja cahaya yang menyelimutinya menjadi semakin terang hingga menjadi lingkaran cahaya biru yang sangat menyilaukan sampai-sampai Sarah harus melindungi mata batinnya dan kemilaunya. Sarah lalu melihat Annie tersenyum sekali lagi dan kemudian mulai memudar dari pandangan. Tepat sebelum Annie menghilang sepenuhnya ke dalam cahaya, Sarah merasakan pikiran terakhir putrinya.: Oh, negeri tempat pepohonan tak berakar'. Sarah mendengar bisikan lembut di benaknya, Siapa sangka di sini ada bunga anggrek? Dan akhirnya, Sarah tertidur.
...MATA
Sarah membuka matanya dan melihat jam digital di samping tempat tidurnya menunjukkan angka 6.15. Dia melewatkan saat memberi Annie makan. Namun, monitor bayi tidak berbunyi dan Sarah heran karena putrinya yang berumur empat tahun tetap tertidur meskipun tidak diberi makan pukul lima tadi. Sarah menduga bahwa Annie Bananny nya tersayang hanya kelelahan karena dia tidur lebih larut daripada biasanya. Orangtua Sarah sedang mampir dan mereka tak bisa membiarkan Annie dijauhkan dari mereka saat mereka berkunjung. Dia benci harus masuk dan membangunkan bayinya dan tidur nyenyak hanya untuk memberinya makan, tapi jika dia menunggu terlalu lama, dia akan mengacaukan jadwalnya seharian ini dan dia tahu Annie akan ngambek dan bahkan tidak mau tidur siang. Sarah menyentakkan selimut dan mengayunkan kakinya turun dari tempat tidur. Bahkan, meskipun suaminya, David, sudah meninggal selama tahun, dia masih tidak bisa meniduri seluruh bagian ranjang. Dia masih tidur di salah sisi kasur tempatnya biasa tidur; dia masih membereskan tempat tidur setiap hari; dan dia masih mengganti seprai dan sarung bantal sekali seminggu. Dia tahu memang aneh mengganti sarung bantal David setiap minggu, tapi hal itu entah bagaimana menenangkannya sehingga dia terus melakukannya. Sarah duduk di pinggir tempat tidur sesaat, memandangi karpet di antara kaki telanjangnya, menggoyangkan jarinya, dan mencoba untuk bangkit. Kopi. Itu yang dibutuhkannya. Sejumlah besar kopi. Tapi pertama, dia harus mengurus Annie.
Sarah menarik bagian kanan atas gaun malamnya dan meremas payudaranya yang penuh susu. Tetesan susu tampak memenuhi putingnya. Sarah keluar dari tempat tidur, menyelipkan kakinya ke dalam selop, dan mengenakan jubah merah tebal. Sambil menggaruk telinganya, dia menyusuri lorong menuju ke kamar Annie. Dia bisa melihat melalui jendela di ujung lorong bahwa awan mulai bergantung sejak malam dan, semakin dekat dengan kamar bayi, dia bisa mendengar hujan yang mulai membasahi vinil pelapis dinding. Sarah melewati kamar mandi tanpa masuk ke dalamnya. Sarah selalu menunggu sampai
dia sudah memeriksa Annie sebelum mengizinkan dirinya untuk menggunakan kamar mandi. Kegiatan hariannya adalah menengok buaian, menepuk Annie sedikit untuk meyakinkan bahwa dia benar di sana, membisikkan kata-kata sayang kepadanya, dan memberitahunya bahwa dia akan segera kembali. Dia lalu pergi untuk buang air kecil, mengambil handuk lembut dari rak Annie di lemari linen, dan kembali ke kamar bayi tempat dia menyusui putrinya di ayunan bayi dari kayu ek yang diberikan ibunya tak lama sesudah dia hamil. Sarah masih menggoda ibunya kalau truk pengantar furnitur sudah ada di jalan masuk sebelum dia menutup telepon, memberitahukan bahwa dirinya mengandung. Sarah berhenti sebentar di depan pintu kamar bayi. Cahaya kelabu mulai menerobos masuk melalui gorden damask putih, dan dia bisa melihat sosok kecil Annie di dalam buaian. Sarah melangkah masuk dan merunduk di sisi buaian, berharap untuk melihat mata Annie terbuka sehingga dia tidak perlu membangunkannya dengan cara menggoyang atau menggendongnya. Mata Annie masih tertutup. Sarah membungkuk dan melihat bahwa Annie tidak bergerak dalam tidurnya tapi berbaring diam, terbungkus sampai ke leher dengan selimut Beauty and the Beast merah mudanya. Jantung Sarah mulai berpacu dan dia bisa merasakan selapis keringat dingin yang muncul di belakang lehernya. Dia meletakkan punggung tangannya di pipi Annie dan terkesiap saat merasakan betapa dingin kulitnya. Sarah mengeluarkan raungan ketakutan, meraih badan kecil Annie dengan kedua tangan, dan mengangkatnya keluar buaian. "Annie!" tangisnya sambil memandangi wajah bayinya. "Annie! Bangun! Tolong! Bangunlah demi Mammy!" Tidak ada respons. Di luar, angin bertiup dan hujan deras menumbuk sisi luar jendela kamar bayi bertubi-tubi. "Annie! Bangunlah demi Mammy! Tolong, bangunlah!" Sarah kini menjerit di depan wajah kecil Annie.
Hujan makin kencang menampar-nampar jendela dan sisi luar rumah. Sarah berdiri tak berdaya, mencengkeram bayi kecilnya saat air mata mulai mengalir tak terkendali menuruni wajahnya. Jantungnya berdetak keras dalam dadanya dan dia dicekam teror yang belum pernah dirasakannya seumur hidup. Dan tepat pada saat itu, ketika Sarah percaya bahwa dia sungguh-sungguh tak diragukan lagi akan dihancurkan oleh rasa sedih yang tak terbayangkan, saat itulah si kecil kesayangannya Annie Bananny membuka matanya dan tersenyum manis ke arah mata ibunya yang terbuka lebar dan tiba-tiba berbinar.
34 Tory Troy Pengacara Pembela Carolyn Payne
"Aku membaca noveletmu."
"Kau juga?" "Apa maksudnya?" "Tak ada. Hanya saja Dr. Bexley mengambil setumpuk karyaku dari dosen menulisku, dan dia berkeras untuk membicarakan beberapa di antaranya. Yang mana yang kaubaca?" "Kamar Bayi." "Oh, iya. Cerita SID." "Apa yang bisa kau katakan kepadaku tentang maksudmu dalam cerita ini?" "Maksudku?" "Ya. Apa yang kaucoba katakan ketika menulis cerita ini?" "Kucoba katakan?' Sepertinya aku tidak berhasil, eh?" "Tidak, maaf. Kau berhasil. Aku punya ide tentang maksud cerita ini, tapi aku ingin kau memberitahukannya kepadaku." "Well, aku rasa cerita itu tentang kengerian luar biasa yang dipicu oleh rasa cinta." "Kengerian?" "Betul. Si ibu dalam cerita itu amat mencintai putrinya sehingga dia mengalami mimpi buruk yang nyata dalam waktu sepersekian milidetik yang dibutuhkan untuk mengedipkan mata. Kupikir hanya cinta yang mempunyai kekuatan mengerikan macam itu." "Kata orang, kematian tiba-tiba juga melakukan hal yang sama. Membuat orang menjalani serangkaian memori dalam satu detakan jantung." "Soal 'hidup melintas dalam sekejap mata' itu?" "Ya." "Mungkin. Tapi, itu seluruh hidup orang itu. Dalam ceritaku, cinta membuat Sarah mengalami insiden spesifik ... sebuah kemungkinan. Itu bukan seluruh hidupnya, cuma bagaimana dirinya dan hidupnya berubah jika Annie meninggal." "Begitu. Apa kaupikir hal itu memang mungkin?" "Iya, jelas. Aku tak pernah mengalaminya sendiri, tapi aku kenal orang-orang yang pernah menjalaninya. Orang-orang yang kupercaya. Seorang pria yang kukenal memberitahuku bahwa dia menjalani kembali seluruh hidupnya dalam dua menit ketika dia berada di bawah air dan tenggelam saat umurnya empat belas tahun." "Dari mana menurutmu pengalaman ini berasal?" "Utica." "Maaf?"
"Maaf. Itu lelucon."
"Oh. Satu hal yang tak pernah dikatakan orang kepadaku adalah bahwa aku cepat memahami lelucon." "Tidak. Jangan merasa begitu. Aku yang tidak sopan karena membuat lelucon tentang hal yang serius. 'Utica' langsung terpikirkan karena aku pernah membaca bahwa Stephen King biasa mengatakannya bila ada yang bertanya dari mana dia memperoleh ide." "Begitu." "Ayolah,Carolyn, aku yakin selera humormu tinggi. Lihat. Kautahu apa bedanya perempuan hamil dan bola lampu?" "Tidak. Apa bedanya?" "Kau bisa 'melonggarkan' bola lampu." "Tory!" "Sudahlah. Tidak usah pura-pura terkejut. Aku bisa melihat kau mencoba tidak tertawa. Jangan khawatir. Aku tidak akan berpikir kau kurang profesional. Jujur. Tapi, kautahu apa yang lucu? Steve Martin menggunakan lelucon itu di film My Blue Heaven untuk membuktikan kepada Joan Cusack bahwa dia tidak punya selera humor dan, tidak sepertimu, dia tidak mencoba menahan tawa. perempuan itu-Well, karakter yang dimainkannya—benar-benar tidak bisa menemukan apa yang lucu dalam lelucon itu. Yang membuatnya lebih lucu lagi. Meskipun kau lebih lucu daripada dia." "Trims. Aku hampir merasa tersanjung. Mari kita lanjutkan, ya? Kita hanya beberapa hari lagi menuju awal persidanganmu." "Aku tahu." "Apa aku bisa berasumsi bahwa kita tidak akan mengubah pembelaan kita sebelum persidangan dimulai?" "Aku tak tahu, Carolyn." "Kau tidak memikirkan soal mengaku bersalah, kan?" "Mungkin saja." "Tory, kau perlu menelaah dan memandang situasimu secara objektif. Dengan mengajukan pembelaan berupa ketidakwarasan, setidaknya ada peluang hidup." "Jika aku mengaku bersalah, siapa yang menghukumku?" "Hakim. Di beberapa negara bagian, kekuasaan untuk menjatuhkan hukuman telah diambil dari tangan hakim. Tapi, tidak di sini. Hakim Becker akan jadi orang yang menentukan nasibmu." "Apa menurutmu dia akan memberiku hukuman mati?" "Itu pertanyaan bagus. Aku benar-benar tidak tahu." "Ayolah, Carolyn. Beri aku tebakan terbaikmu." "Well, dan apa yang kutahu tentang Hakim Becker, dia tidak akan mau menghukummu mati, tapi dia akan merasa harus melakukannya. Jika kau mengaku bersalah, seluruh beban kesalahanmu harus ditanggung. Tempat kita berada sekarang adalah
area abu-abu yang aneh dan hukum. Semua tahu kau melakukannya, tapi belum dinyatakan secara tegas bahwa kau bertanggung jawab secara hukum atas kejahatanmu. Jika kau mengaku bersalah, pertanyaan tentang kewarasan atau ketidakwarasan saat kejahatan dilakukan akan dilupakan. Kau mengaku melakukannya, dan kau setuju untuk menerima sanksi yang dijatuhkan kepadamu. Mati atau penjara. Tidak ada peluang untuk dilembagakan. Plus tidak ada kesempatan untuk naik banding juga, meskipun aku yakin akan ada perintah peninjauan ulang wajib dari Pengadilan Tinggi Negara Bagian—yang akan mengizinkan pelaksanaan hukuman." "Apa menurutmu dia akan memberiku hukuman mati?" "Well..." "Carolyn, jawab aku. Apa menurutmu dia akan memberiku hukuman mati?" "Ya." "Suntikan mati, benar?" "Ya." "Kapan aku harus mengabarimu?" "Sesegera mungkin. Hakim tidak suka membuang-buang waktu dan uang di awal persidangan jika ternyata kasus akan diselesaikan dengan pengakuan." "Baiklah. Aku akan mengabarimu besok." "Tory, aku sarankan agar kau tidak mengganti pembelaanmu menjadi 'bersalah'. Kau akan melakukan apa yang ingin kau lakukan, tapi pertimbangkan pendapatku dalam keputusan akhirmu, oke?" "Oke."
35 Tory Troy Perawat Psikiatri Chiarra Ziegler
"Ini ambien-mu, Tory." "Aku benar-benar tidak butuh obat tidur lagi, Chiarra." "Aku tahu kau tidak butuh. Tapi, perintah untukmu belum diganti. Jadi, tugaskulah untuk memberikannya kepadamu dan melihatmu meminumnya. Kau atau pengacaramu harus bicara kepada salah seorang staf dokter dan meminta mereka membatalkan perintah minum ambien jika kau benar-benar tidak memerlukannya." "Apa kaupikir mereka akan membatalkannya?" "Mungkin. Tapi, jika ada sesuatu yang diperlukan oleh pasien-pasien di sini, itu adalah tidur. Jadi, jangan terlalu mengharapkannya." "Terima kasih. Aku takkan mengharapkannya." "Tory, boleh aku bertanya?" "Sebagai perawat atau seorang teman?"
"Teman." "Tentu. Silakan saja." "Apa yang terjadi?" "Maksudmu dengan enam orang itu?" "Ya." "Kautahu apa yang terjadi, Chiarra." "Tidak, maksudku apa yang terjadi padamu yang membuatmu mampu melakukan hal seperti itu?" "Kautahu pekerjaan apa yang yang lebih sulit daripada teknisi euthanasia hewan?" "Apa?" "Teknisi euthanasia hewan." "Maaf?" "Pekerjaan yang sama—tapi di rumah sakit hewan." "Kenapa?" "Karena di sana, mereka harus meng-euthanasia binatang peliharaan milik orang. Dan seringkali para pemilik ingin berada dalam ruangan itu." "Di kamar gas?" "Binatang peliharaan biasanya disuntik mati. Hanya satu binatang dalam satu waktu." "Oh. Itu pasti mengerikan—berdiri di sana dan melihat makhluk malang itu mati." "Aku kenal beberapa teknisi euthanasia yang bekerja di rumah sakit hewan. Aku bercucuran air mata waktu mendengar kisah yang mereka ceritakan. Anak-anak memeluk hewan mereka ... perempuan tua dengan air mata berurai di pipinya ketika kucing yang telah menemani mereka selama lima belas tahun 'ditidurkan' ... eufemisme sialan." "Menyedihkan sekali. Aku pikir aku tak dapat melakukannya. Malah, kupikir aku tidak dapat melakukan apa yang kau lakukan." "Seseorang harus melakukannya." "Jadi ... apa yang terjadi ... kautahu, padamu?" "Aku tidak terlalu yakin, Chiarra. Aku mencoba untuk mengerti, tapi ... kupikir kucingku ada hubungannya dengan itu." "Kucingmu?" "Ya." "Apa maksudmu?" "Apa kau benar-benar ingin mendengar ini?" "Ya, aku ingin. Sekarang, aku resminya sedang istirahat. Jadi, kita punya dua
puluh menit. Kalau ceritanya butuh waktu lebih lama dan itu, aku bisa mendengarnya sepotong-sepotong dulu." "Tidak, tidak akan butuh waktu lebih dan itu. Sebenarnya tidak banyak yang bisa diceritakan. "Kupingku kupasang." "Ketika aku masih kecil ... kira-kira awal remaja ... setelah ayahku pergi ... aku punya kucing bernama Gandalf." "Dari The Lord of the Rings." "Sebetulnya, aku mendapatkannya dari The Hobbit." "Oke." "Gandy kucing yang hebat. Dia dan aku selalu bersama. Aku ingat dia selalu tahu kalau aku sedang merasa tidak enak. Seperti, jika aku sakit kepala, dia akan melompat ke tempat tidur atau lengan kursiku dan menjilat dahiku. Gandalf selalu sehat. Seumur hidupnya." "Dia menjilat dahimu?" "Iya. Bisakah kau memercayainya? Dan dia langsung berjalan ke mangkoknya saat aku cuma berpikir untuk memberinya makan." "Luar biasa." "Suatu hari, dia muntah. Kucing selalu muntah sehingga aku tidak memikirkannya. Tapi, dia muntah lagi, dan muntahannya kuning terang. Seperti kuning telur." "Aku punya kucing, Tory. Aku tahu maksudmu." "Yup. Gangguan ginjal. Itu salah satu tanda awalnya. Jadi, aku membawanya ke dokter hewan dan tes darah menunjukkan bahwa ginjalnya hampir rusak." "Buruk sekali." "Dokter hewan memberitahuku bahwa aku perlu membawanya ke kantor dua kali seminggu untuk infusi intramuskular cairan. Dengan itu, kerja ginjalnya tidak terlalu berat dan memberinya sedikit waktu lagi. Setelah beberapa minggu, dia mengajarkan bagaimana melakukannya sendiri, dan aku memberi Gandy cairan di rumah."
"Kau punya kantong infus dan tabung suntik di rumah?" "Iya. Aku menginfusnya sekali sehari. Aku akan membaringkannya di handuk dan menyuntiknya. Dia tetap tenang sepanjang waktu.
Kupikir dia benar-benar merasa mual selama minggu-minggu terakhirnya." "Apa dia mau makan?" "Tidak. Ketika pertama didiagnosis, aku memberinya makanan bayi. Lalu, aku menggantinya jadi gel protein dalam tube. Aku akan meletakkan segumpal gel di lidahnya dan dia secara naluriah akan menelannya. Biarpun begitu, dia tidak menginginkannya." "Lalu apa yang terjadi?" "Dokter hewan memberitahuku bahwa aku akan tahu bila saatnya tiba. Suatu hari, Gandalf berhenti dan berbaring setengah jalan di tengah ruangan menuju kotak kotorannya. Dia begitu lemah dan mual, dia bahkan tak bisa berjalan sampai tujuan tanpa istirahat. Saat dia akhirnya tiba di kotak itu, dia cuma bisa melangkahkan kaki depannya sebelum dia mulai kencing dengan pantat menggantung di sisi kotak. Dia mengencingi seluruh karpet karena dia tidak punya tenaga untuk melangkah lagi ke dalam kotak kotoran." "Itu menyedihkan sekali." "Hari itu, aku tahu. Aku tahu aku memperpanjang penderitaannya dengan membiarkannya seperti itu. Dia sakit parah, dan hampir mati, dan aku membiarkannya tetap hidup karena aku tak mau melepasnya." "Aku mau menangis." "Well, aku menangis saat itu. Aku mengangkatnya terakhir kalinya, dan menggendongnya, dan aku bisa mencium bau amonia dari napasnya karena ginjalnya tidak lagi bisa memroses racun keluar dari aliran darahnya." "Makhluk malang." "Dia jadi tulang berbalut kulit. Aku meletakannya di selimut dan menelepon dokter hewan. Aku memberitahu dokter bahwa aku akan membawanya hari itu dan yang ingin aku lakukan hanyalah memberikan kereta dorong itu kepada seseorang di kantor dan langsung pergi. Aku tidak sanggup melihatnya dibawa keluar dari kereta dorong di ruang tunggu, dan aku tidak ingin bersamanya saat mereka mengeuthanasia-nya. Aku masih merasa bersalah soal itu. Dia bilang dia akan mengurusnya, dan begitulah. Aku menangis sepanjang perjalanan pulang dan dokter hewan." "Aku tidak terkejut." "Dan itulah sebabnya. Atau setidaknya kupikir itulah sebabnya. Aku tidak sungguh-sungguh tahu, Chiarra." "Untuk seseorang yang begitu sedih karena harus menidurkan binatang peliharaan, kau memilih karier yang aneh, tidakkah kaupikir begitu? Maksudku ... teknisi euthanasia hewan—pekerjaan itu seluruhnya tentang membunuh binatang." "Aku tahu." "Apa sih yang kau pikirkan?" "Aku tak tahu. Aku benar-benar tidak tahu. Aku dipekerjakan oleh Jake—dan harus kukatakan, dia sudah menjelaskan tentang pekerjaan itu—dan hal berikutnya yang kutahu adalah aku ikut pelatihan untuk memperoleh sertifikasi teknisi euthanasia-ku."
"Kenapa kau tidak bilang tidak waktu dia memintamu untuk mengikuti pelatihan itu?" "Aku sungguh tak tahu. Kupikir aku mungkin terjebak dalam pandangan bahwa teknisi euthanasia dengan penuh belas kasih membantu mengakhiri hidup hewanhewan yang memang akan mati—tapi mereka mati dengan cara yang lebih buruk. Dan aku masih memercayainya." "Aku harus bertanya. Bagaimana kau bisa melewati hari-hari Jumat itu?" "Oh, aku tak tahu ... mungkin dengan cara yang sama seperti para sipir—yang baik —menggiring para Yahudi ke dalam oven di Auschwitz mengatasi hari-hari Jumat mereka. Hanya saja, setiap hari adalah hari Jumat di kamp konsentrasi." "YaTuhan, Tory, itu menyedihkan." "Iya, aku tahu. Ngomong-ngomong, berapa lama lagi kau bisa nongkrong?" "Well, aku sudah menyelesaikan patroliku ambienmu adalah yang terakhir—jadi aku punya beberapa menit. Jika kau tak keberatan, tentu saja." "Kau bercanda? Kau satu-satunya temanku di tempat ini." "Jadi, beritahu aku. Apakah ada sesuatu yang ingin kau bicarakan?" "Oh, aku tak tahu ... Apakah kaupunya pendapat soal defisit perdagangan asing? Tom dan Nicole? Restoran sushi terbaik di kota ini?" "Ha-ha, lucu sekali. Ayolah, Tory. Serius. Apa ada sesuatu yang kau pikirkan?" "Oke, kuberitahu apa yang ada dalam pikiranku akhir-akhir ini, Chiarra. Aku bahkan belum memberitahukan ini kepada Carolyn. Atau ibuku. Terutama ibuku." "Apakah itu?" "Aku merasa tersesat. Amat tersesat saja. Aku tak mengerti tentang apa pun lagi ... Sebenarnya, lebih seperti aku tak bisa mengerti tentang apa pun lagi. Aku mencoba melihat diriku lewat pandangan orang lain ... siapa saja-Bexley, ibuku, kau-dan aku tak mengenali orang yang kulihat."
"Maaf, Tory ... aku tidak mengerti." "Aku tahu. Kedengarannya tidak masuk akal. Maaf." "Jangan terlalu khawatir soal itu, Sayang. Coba lah untuk rileks. Ingin agar aku menyalakan TV?" "Tidak. Aku akan membaca sebentar. Itu biasa nya membantu." "Oke kalau begitu. Aku akan segera kembali." "Baiklah. Sampai nanti."
36 Transkrip Persidangan:
Tory Troy Pengacara Pembela Carolyn Payne Jaksa Wilayah Brawley Loren Hakim Gerard Becker Pegawai Pengadilan Pengunjung Para Juri
"Tuan Loren? Pernyataan pembuka?" "Ya, Yang Mulia. Selamat pagi, Ibu-ibu dan Bapak-bapak. Nama saya Brawley Loren, dan saya adalah Jaksa Wilayah Connecticut yang menjadi jaksa penuntut kasus ini. Saya mewakili kepentingan negara bagian dalam persoalan Negara Bagian Connecticut vs Victoria Abigail Troy. Saya akan membuatnya singkat dan langsung ke sasaran. Fakta kasus ini cukup jelas. Suatu Jumat sore, terdakwa, Victoria Troy, menyelinap ke belakang keenam rekan kerjanya di penampungan hewan dan menyuntik mereka di belakang leher dengan obat yang melumpuhkan tubuh mereka seluruhnya, termasuk paru-paru mereka, namun memungkinkan mereka tetap sadar. Obat yang digunakannya adalah pancuronium bromida—obat yang dulu dijualnya ke rumah sakit-rumah sakit ketika dia bekerja sebagai sales representative perusahaan farmasi. Yang terjadi ketika seseorang disuntik dengan pancuronium bromida adalah korban mulai sesak napas, namun tetap sadar sepenuhnya atas apa yang dialaminya. Enam kali ia menyuntikkan tabung suntiknya. Enam kali ia menyaksikan korbannya terjerembab ke lantai. Dan, setelah enam rekan kerjanya dilumpuhkan, paru-paru mereka tak mampu bergerak, ia menyeret masing masing dan mereka ke kamar gas penampungan hewan—ruang euthanasia—dan menyalakan gas. Hanya untuk berjaga-jaga, tampaknya. Dia pasti ingin meyakinkan agar mereka benarbenar mati. Bukti yang merugikan terdakwa sangat banyak. Sidik jarinya ada di tabung suntik. Seorang rekan kerja melihatnya berdiri di pintu kamar gas yang terbuka, memandangi jenazah. Dan dia menyatakan tidak bersalah dengan alasan tidak waras. Jadi, tidak ada pertanyaan apakah dia melakukan enam kejahatan besar. Satu-satunya pertanyaan adalah apakah Anda menerima alasan bahwa dia tidak waras saat melakukan pembunuhan dan tak mampu memahami bahwa tindakannya salah? Itulah satu-satunya pertanyaan yang perlu Anda jawab sebelum Anda memutuskan bersalah atau tidak bersalah. Saya, sesungguhnya, sudah tahu jawaban pertanyaan itu. Saya memercayai penilaian adil dan kebijaksanaan Anda untuk mencapai kesimpulan yang sama dengan saya. Terima kasih." "Terima kasih, Tuan Loren. Nona Payne?" "Ya. Terima kasih, Yang Mulia. Selamat pagi, Ibu-ibu dan Bapak-bapak. Saya Pengacara Pembela Carolyn Payne, dan saya mewakili Tory Troy. Kakek saya pernah mengatakan sesuatu yang selalu saya ingat. Kau bisa mengungkapkan banyak hal tentang masyarakat, tentang kebudayaan, lewat dua hal: bagaimana
mereka memperlakukan manula dan bagaimana mereka memperlakukan hewan. Saat ini, Anda mungkin berpikir bahwa kita memperlakukan hewan dengan baik di Amerika. Bagaimanapun, setiap toko besar yang menjual bahan kebutuhan sehari-hari menyediakan satu lorong penuh untuk makanan hewan. Pemilik hewan bisa membeli asuransi kesehatan untuk anak anjing mereka, dan beberapa keluarga lebih sering mengunjungi dokter hewan daripada dokter mereka sendiri. Dokter untuk manusia. Tapi, ada sisi gelap tentang hewan di Amerika. Dan sisi gelap itu adalah banyaknya hewan yang tak diinginkan. Hewan-hewan berkeliaran di jalanan, banyak yang akhirnya tinggal di penampungan hewan publik yang kurang pegawai dan kurang dana tempat mereka dikurung selama beberapa waktu—biasanya waktu yang amat singkat dan lalu di-euthanasia. Ditidurkan. Disingkirkan. Dibunuh. Kita melatih orang-orang untuk pekerjaan mengerikan itu. Tory Troy adalah teknisi euthanasia hewan. Tugasnya adalah menyingkirkan hewanhewan yang tak diinginkan siapa pun, yang tak seorang pun bersedia mengurusnya, yang tak dipedulikan siapa pun. Kecuali Tory. Tory memedulikan hewan-hewan yang dibawa ke Penampungan Hewan Waterbridge. Dia amat sangat memedulikan mereka. Tapi, dia melakukan pekerjaannya. Kenapa? Karena dia tahu pilihan lain untuk hewan-hewan yang tak diinginkan siapa pun jauh lebih mengerikan daripada dibunuh: kelaparan, diabaikan, penyakit ... dan lebih buruk lagi. Dia melakukan pekerjaannya. Dan mencegah penderitaan yang lebih besar. Namun suatu hari, dia tak sanggup lagi dan meledak. Kengerian luar biasa dalam pekerjaannya menguasainya dan menghancurkan kemampuannya untuk berpikir rasional, logis, penuh kasih—dan dia meledak. Apakah Tory Troy waras saat melakukan keenam pembunuhan? Bagaimana bisa? Bagaimana mungkin perempuan sensitif, cerdas, penyayang ini berada dalam penguasaan diri penuh ketika dia melakukan yang dilakukannya? Kami percaya bahwa, setelah mendengar fakta-fakta kasus ini, termasuk kisah Tory yang diceritakan oleh Tory sendiri—terutama tentang penyiksaan yang dia terima di tangan ayahnya ketika dia anak-anak— Anda akan menyimpulkan bahwa satu-satunya vonis yang adil dan jujur yang bisa Anda buat adalah tidak bersalah dengan alasan tidak waras. Terima kasih."
“Terima kasih, Penasihat. Kita akan reses untuk makan siang selama satu jam." "Semua berdiri."
37 Transkrip Persidangan:
Tory Troy Pengacara Pembela Carolyn Payne Jaksa Wilayah Brawley Loren
Hakim Gerard Becker Pegawai Pengadilan Pengunjung Para Juri
"Penuntut memanggil Victoria Abigail Troy untuk bersaksi." "Tunggu sebentar. Tuan Loren. Nona Payne. Tolong mendekat ke kursi hakim." "Ya, Pak Hakim?" "Apa yang Anda lakukan, Tuan Loren?" "Sir?" "Penuntut tidak diizinkan memanggil terdakwa sebagai saksi." "Itu benar, Sir. Tapi, dia ingin bersaksi dan dia meminta saya untuk menanyainya. Dan dia meminta agar saya memanggilnya lebih dulu." "Nona Payne?" "Itu benar, Yang Mulia." "Sudahkah Anda menyarankan bahwa bukan saja dia tak perlu setuju untuk ditanyai oleh Tuan Loren, tapi dia bahkan tak perlu bersaksi?" "Sudah, Yang Mulia." "Jika saya menanyakan pertanyaan yang sama kepada Nona Troy, apakah dia akan memberikan jawaban yang sama?" "Pasti, Yang Mulia." "Ini tidak biasa, Nona Payne." "Saya tahu, Sir, tapi Tory ... Nona Troy ingin bersaksi dan dia ingin ditanyai oleh Tuan Loren. Berlawanan sekali dengan saran saya, tapi dia bosnya." "Dan, Anda tidak keberatan dengan ini, Tuan Loren?" "Sama sekali tidak, Yang Mulia. Saya sangat ingin menanyai Nona Troy tentang kejahatan yang dituduhkan kepadanya." "Aku taruhan kau tidak keberatan, Brawley." "Nona Payne. Anda bicara kepada saya?" "Maaf, Yang Mulia." "Baiklah. Asalkan saya mendapat kepastian dan Anda, Nona Payne, sebagai petugas pengadilan, bahwa Anda telah menjelaskan hak-haknya dengan jelas, juga konsekuensi yang mungkin timbul akibat kesaksiannya, saya akan mengizinkannya."
"Terima kasih, Yang Mulia." "Terima kasih, Pak Hakim."
"Mundur. Ibu-ibu dan Bapak-bapak anggota juri. Bisa dibilang, kita beralih dari prosedur standar karena terdakwa setuju untuk bersaksi bagi penuntut, dan akan dipanggil pertama. Tuan Loren, Anda boleh teruskan." "Silakan angkat tangan kanan Anda dan letakkan tangan kiri Anda di atas Alkitab. Apakah Anda sungguh-sungguh bersumpah bahwa kesaksian yang akan Anda berikan dalam persidangan ini adalah kebenaran, kebenaran seutuhnya, dan kebenaran semata?" "Saya bersumpah." "Silakan sebutkan nama Anda untuk catatan." "Victoria Abigail Troy."