Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
Sang Nabi Dalam Naskah Klasik
Judul Buku : MUHAMMAD, Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik Tahun terbit
: 2009 (Cetakan VIII)
Penulis
: Martin Lings (Abu Bakr Siraj al-Din)
Penerbit edisi Indonesia
: Serambi
Jumlah Halaman
: 555 +vii
Ketika saya sedang mengendarai motor, Fathurrahman sahabat saya di DPPAI menelepon untuk membuat resensi buku “Muhammad” karya Martin Lings. Namun, ketika berpikir tentang Muhammad s.a.w., tiba-tiba yang terlintas dalam benak saya adalah puisi Garuda yang ditulis Emha Ainun Nadjib dan dilantunkan dalam teater tafsir “Tikungan Iblis”, Agustus 2008 silam. Puisi Garuda ini dalam perasaan saya berbicara tentang kesunyian hati. Mungkin ini sekelumit gambaran perasaan Muhammad ketika mendapati generasinya justru lebih paham kisah hidup penyanyi yang ngetop gara-gara Youtube, heroisme Clark Kent dan Naruto Uzumaki, serta “pahlawan” imajiner yang lain dibanding kemuliaan sejarah kerasulannya. Muhammad, sosok yang dicinta oleh umatnya. Namun, tidak sedikit generasi yang tumbuh di tengah ingar-bingar industrialisme ini hanya tahu namanya saja. Perjalanan hidupnya? Rahasia kenabiannya? Atmosfir kesejukannya? Suci karakternya? Beban perjuangannya? Hampir tak ada waktu bagi generasi ini untuk menyelami, apalagi meneladaninya. Kesunyian yang barangkali dialami oleh sekian banyak tokoh, karakter, pribadi masa lampau yang hanya diingat namanya saja, namun cenderung tidak digubris ajarannya.:
“Sepinya hati Garuda Dijunjung tanpa cinta
1/6
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
Dijadikan hiasan maya Dipuja tapi dihina”
Garuda itu boleh jadi siapapun yang telah melampaui perjuangan berat untuk generasinya, namun nilai-nilai ajarannya terlupakan oleh generasi yang diperjuangkannya. Muhammad yang oleh Hart diletakkan sebagai manusia paling berpengaruh sepanjang sejarah peradaban, seringkali hanya dikenal namanya oleh generasi Muslim saat ini. Berapa besar generasi Muslim masa kini yang memahami masa kanak-kanak dan remaja Muhammad? Berapa besar generasi Muslim masa kini yang paham sosiologi masyarakat bertumbuhnya Sang Nabi? Berapa besar generasi masa kini yang mampu menghayati ajaran cintanya di tengah kecaman dan boikot kaumnya sendiri? Boleh jadi, Muhammad bagi generasi masa kini adalah “Garuda” yang dijunjung tanpa cinta, dibacakan shalawat oleh lisan namun tanpa hati, dijadikan legitimasi oleh kehausan akan kekuasaan. Dijadikan hiasan maya, bukan oleh siapa-siapa, tapi umatnya sendiri, yang atas nama Muhammad mereka menebar kebencian. Dipuja tapi dihina, dipuja oleh lisan mereka, disanjung oleh motif industri, dinyanyikan dalam pita-pita rekaman, namun diamdiam dalam hati, mereka mengeluh karena merasa berat menjalankan apa yang diwasiatkan. Muhammad, nama yang tak akan pernah lekang dalam labirin zaman. Meski gelombang sejarah terus bergemuruh melempar dan meninggalkan buihnya, nama itu adalah karang yang tak tergoyahkan. Ribuan karya tak akan mampu menampung keagungan karakternya, insan pilihan sepanjang zaman. Sebagai fisik manusia, ia telah hidup lima belas abad yang lalu di sebuah jazirah, sebagai energi dan ruh, ia tak pernah mati, dan tak akan pernah. Manusia intan, begitu sebagian umatnya menyebut namanya. Meskipun intan, ia menyatukan dirinya bersama kerikil-kerikil. Menjadi pendamping mereka yang dipinggirkan oleh arus kekuasaan setiap zaman. Bagai sebuah syi’ir di mushola kecil sebuah desa: Muhammadun Basyarun Laisa Kal Basyari Kanjeng Nabi Muhammad Iku manungso, nanging ora koyo lumrahe
manungso
Muhammad adalah manusia, namun tak sebagaimana manusia (pada umumnya)
Bal Huwa yaquutu baina al ahjari Dene Kanjeng Nabi iku koyo inten, campur karo watu, watu dudu inten Kanjeng Nabi itu laksana intan diantara bebatuan
Ratusan bahkan ribuan naskah ditulis tentang kisah hidupnya. Baik yang dilantunkan dalam
2/6
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
syair sebagaimana Burdah-nya Imam Busyiri maupun yang termaktub dalam prosa biografi. Ada ribuan karya berisi nukilan ucapan dan potongan-potongan peristiwa dalam kehidupannya. Ada ribuan pula yang disusun secara historis, berangkat dari perjalanan moyangnya hingga peristiwa-peristiwa besar setelah wafatnya. Muhammad adalah sosok yang teramat istimewa. Bagi sebagian kalangan, ia adalah penyampai risalah. Manusia suci yang dipilih untuk menjembatani ketentuan-ketentuan Tuhan bagi umat manusia sebagai jalan keselamatan bagi umat manusia itu sendiri. Namun bagi sebagian kalangan yang lain, beliau lebih dari sekedar itu. Ketika suatu masa, Allah bertanya kepada Sang Nabi, “Milik siapakah dirimu, Wahai Muhammad?” beliau menjawab, “Milik-Mu Ya Allah”. Kemudian Allah bertanya lagi, “Milik siapakah alam semesta ini wahai Muhammad?”, Beliau menjawab, “Milik-Mu Ya Allah”. Allah bertanya lagi, “Milik siapakah Aku ini wahai Muhammad?”, Sang Nabi diam, beliau tahu Allah tengah beretorika padanya. “Ana liman shalla ‘alaika, Aku adalah ‘milik’ orang-orang yang senantiasa bershalawat atasmu”. Demikian istimewanya Sang Nabi. Sehingga mustahil kita mencintai-Nya tanpa mencintai Sang Nabi, sebagaimana mustahilnya kita mencintai Sang Nabi tanpa mencintai-Nya. Perjalanan (sîrah) hidupnya memancar dan terus memancar menembus labirin sejarah. Menorehkan cinta di hati pecintanya, meski juga membekaskan kebencian bagi orang-orang yang iri akan kecemerlangan pribadinya. Sebagaimana dulu kaum kafir membenci diri dan umatnya. Kebencian yang kemudian terekspresikan dalam karikatur-karikatur amatiran. Kebencian yang tak seberapa sebenarnya, jika dibandingkan dengan apa yang beliau alami pada masanya dulu. Ketika harapan akan perlindungan dari kabilah Tsaqif di daerah Thaif justru berbalas cacian, makian bahkan lemparan batu. Hingga para malaikat, sekiranya diijinkan telah bersiap untuk menimpakan atas kaum tersebut gunung hingga mereka binasa. Manusia intan itu justru bermunajat, “Kepada siapakah Engkau (Allah) akan menyerahkan diriku? Kepada orang-orang asing yang bermuka masam terhadapku atau kepada musuh yang Engkau taqdirkan akan mengalahkanku?Asalkan Engkau tak murka kepada, fa lâ ubâlî, aku tak akan pernah risau” (Lings, 2009. Hal. 151). Dengan gaya bertuturnya yang indah, Martin Lings atau yang dikenal juga dengan nama Abu Bakr Siraj al-Dîn (wf.2005) menorehkan catatan-catatannya tentang perjalanan kehidupan Sang Nabi. Di tengah sekian banyak karya tentang sîrah-nya, dan di antara kealpaan sebuah generasi akan perjalanan sucinya, buku yang diwariskan Lings ini boleh jadi memiliki kekhasankekhasan yang tak dimiliki karya lain. Martin Lings adalah seorang muallaf berkebangsaan Inggris. Beliau lahir di Burnage, Lancashire, 24 Januari 1909. Meski begitu, beliau menghabiskan masa kanak-kanaknya di Amerika Serikat, mengikuti ayahnya. Setelah pulang ke Inggris, dia menempuh pendidikan di Clifton College, Bristol. Kemudian menempuh studi literature inggris dan memperoleh gelar BA dari Magdalen College, Oxford pada tahun 1932. Tahun 1935, beliau menjadi pengajar Studi Anglo-Saxon dan Inggris Tengah di Universitas Kaunas. Tahun 1940, Lings pergi ke Mesir mengunjungi seorang temannya yang mengajar di Universitas Kairo. Namun, dalam kunjungan tersebut, sang teman meninggal dalam sebuah kecelakaan dan Lings ditawari untuk mengisi posisi temannya sebagai pengajar. Dia menerima tawaran tersebut dan mulai mempelajari Islam di Mesir. Setelah banyak berhubungan dengan ajaran tasawuf, dia berketetapan hati
3/6
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
untuk masuk Islam. Pada saat yang sama, Lings juga dekat dengan seorang filosof mistis asal Prancis, Rene Guenon, yang juga telah memeluk Islam. Beliau lantas menjadi asisten pribadi serta penasehat spiritual Guenon. Lings menikahi Lesley Smalley pada tahun 1944 dan tinggal di sebuah kamp pengungsi dekat piramid. Tahun itu pulalah, Lings mulai berkiprah di bidang seni, dengan memproduksi sandiwara “Shakespeare” dengan didukung oleh para muridnya sebagai pemain. Lings memang senang mempelajari karya-karya pujangga itu. Ketertarikannya pada karya-karya Shakespeare lantas membawanya menulis buku berjudul The Secret Of Shakespeare: His Greatest Plays Seen In The Light Of Sacred Art empat puluh tahun kemudian. Revolusi anti-Inggris oleh kaum Nasionalis pimpinan Abdul Naser pecah dan seluruh staf universitas berbangsaan Inggris diungsikan. Oleh karena hal tersebut, Lings kembali ke London pada tahun 1952 tanpa memiliki pekerjaan yang menghasilkan uang. Meski demikian, Lings memutuskan untuk melanjutkan studi, sementara Lesley, sang istri berprofesi sebagai psikoterapis. Setelah berhasil memperoleh gelar BA pada jurusan studi Arab, dia juga memperoleh gelar Ph.D dari School of Oriental and African Studies (SOAS) untuk tesisnya tentang seorang sufi terkenal asal Aljazair, Ahmad Al-Alawi. Hal itu sekaligus menjadi basis dari salah satu bukunya yang berjudul A Sufi Saint of the Twentieth Century. Kemudian tahun 1955, dia bekerja sebagai asisten Penjaga Naskah-naskah dan Buku-buku Ketimuran pada British Museum. Pekerjaan itu dilakoninya hingga dua dekade. Tahun 1973, Lings merangkap kerja di British Library yang memfokuskan perhatiannya terhadap kaligrafi Quran. Dari semua karya yang pernah dihasilkan oleh Lings, buku yang berjudul asli Muhammad: His Life Based on The Earliest Sources ini merupakan karyanya yang paling monumental. Banyak sanjungan yang muncul terhadap buku ini, yang mengatakan bahwa Lings menghadirkan riwayat hidup Nabi Muhammad s.a.w. dengan narasi dan detil mengagumkan. Buku tersebut, oleh banyak kalangan dinilai sebagai salah satu buku biografi Rasul terbaik yang pernah diterbitkan. Buku yang ditulis Lings pada tahun 1983 ini mengabarkan sejarah hidup Muhammad s.a.w. Sebagaimana judulnya, buku ini mengacu pada kitab paling klasik tentang sejarah hidup Muhammad yang ditulis pada abad ke-8 hingga abad ke-9 Masehi. Tiga kitab utama yang dijadikan rujukan adalah Sîrah Rasul Allah yang diitulis oleh Ibnu Ishaq, kemudian Kitab atThabaqôt al Kabîr karya Ibnu Sa’d dan Kitab Al-Maghazi karya Muhammad Ibn Umar AlWaqidi. Runtutan narasi yang dihadirkan Lings di hadapan kita bermula dari sejarah Ibrahim beserta dua istrinya, Sarah dan Hajar yang kemudian menghasilkan keturunan berbagai kabilah di Jazirah Arab saat ini. Buku ini juga memuat bagaimana ritus haji yang sekarang diamalkan umat muslim terbentuk pada awalnya. Hal khusus yang disampaikan buku ini juga tentang detail bentuk bangunan ka’bah dari masa ketika didirikan oleh Ibrahim, kemudian diwarisi oleh kabilah-kabilah keturunannya, hingga pada masa Rasulullah s.a.w. Dalam sejarah yang pernah sampai kepada kita, barangkali pernah kita mendengar bahwa kekuasaan kakek Muhammad, yakni Abdul Muthalib demikian besar di Makkah kala itu. Beliau
4/6
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
adalah tuan rumah bagi segenap peziarah ka’bah yang hadir di Makkah tiap tahunnya. Kekuasaan tersebut dilandasi oleh peristiwa sejarah bahwa Abdul Muthalib lah yang menemukan sumber air zam-zam pada masa mudanya. Kita barangkali bertanya, apa yang dimaksud dengan kenyataan bahwa Abdul Muthalib menemukan sumur zam-zam? Bukankah sumur tersebut adalah mata air yang keluar dari hentakan kaki bayi Isma’il a.s.? Buku ini menjelaskan secara gamblang tentang perpindahan kekuasaan dari klan satu ke klan yang lain terkait dengan “copy right” sumur zam-zam tersebut. Dengan detail pula bercerita tentang satu klan yang kemudian menyembunyikannya dengan menimbunnya hingga hilang selama beberapa generasi dan ditemukan kembali oleh Abdul Muthalib. Siapakah yang menyembunyikan dan apa motif di baliknya? Jawabannya dapat kita temukan dalam buku ini. Buku ini juga memiliki kekhususan dalam hal penyebutan detail nama orang yang masuk dalam ruang sejarah Muhammad. Keterkaitan antara nama-nama penting yang telah kita kenal dalam sejarah islam secara klan disampaikan secara detail dalam buku ini. Misalnya bagaimana hubungan kekerabatan klan antara Muhammad dengan putra angkatnya Zaid bin Haritsah yang sebelumnya merupakan budak keluarga Khadijah. Buku ini juga memuat bagan silsilah para pendiri Klan keturunan Fihr yang kemudian dikenal sebagai Quraisy, asal nama dari sebuah suku besar yang mendiami lembah Bakkah (Makkah). Detail inilah yang nantinya akan membawa kita dalam membangun gambaran utuh mengenai kehidupan Rasulullah teladan umat manusia. Otentitisitas karya ini juga dapat dirasakan melalui penukilan langsung dari berbagai karya klasik terkait dengan ucapan lisan setiap tokohnya. Demikian juga ucapan yang disampaikan oleh lisan Muhammad, maka dalam rangkaian narasi yang disampaikan Lings dalam buku ini dapat ditemukan mutiara-mutiara hadits yang diambil langsung dari kitab aslinya, mulai dari Shahih Bukhari dan Muslim, Sunan Tirmidzi, Ibnu Hanbal, Nasa’i, Abu Dawud dan Ibnu Majah. Sebagaimana yang dituliskan Lings terkait dengan ungkapan Rasulullah di tengah perang Badar, Bergembiralah Abu Bakr! Pertolongan Allah pasti datang kepada kita. Jibril telah hadir, tangannya memegang tali kendali kuda yang ia tunggangi, dan ia akan berperang bersama kita.” Ungkapan tersebut dinukil langsung oleh Lings dari Kitab Shahih Bukhari Bab ke 64, hadits ke-10. Hal lain yang istimewa dari buku ini menurut saya adalah bagaimana Lings menuturkan asbabun nuzul dari ayat-ayat tertentu yang relevan dengan kejadian pada masa Rasulullah. Pola yang demikian menjadi satu nilai tambah bagi pembaca dalam memahami bagaimana konteks sejarah yang menyelimuti suatu ayat sehingga kemudian ia diturunkan. Sehingga tafsir yang dimunculkan terkait dengan ayat tersebut tidak kemudian tercerabut dari konteksnya. Bagi generasi sekarang, boleh jadi ayat-ayat yang dihafal atau diketahuinya tidak dilengkapi dengan pemahaman yang matang tentang bagaimana latar belakang historis turunnya ayat tersebut. Contoh yang dijelaskan oleh Lings dalam buku ini misalnya ayat tentang pengetahuan, “Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut menjadi tinta, ditambahkan kepadanya tujuh laut lagi sesudah keringnya, niscaya tidak akan habis-habisnya kalimat Allah dituliskan” (Q.S. 31: 27). Turunnya ayat tersebut diceritakan terkait dengan pertanyaan kaum Yahudi mengenai pengetahuan di tengah kegalauan mereka akan keyakinan bahwa Taurat yang diwariskan kepada mereka telah memuat seluruh pengetahuan yang ada. Hal ini setelah
5/6
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
mereka bertanya kepada Rasulullah mengenai tiga hal, pemuda yang melarikan diri ke gua (Ashhabul Kahfi), pemimpin pasukan yang menguasai Timur dan Barat (Dzulqarnain), dan soal ruh. Maka, di tengah kesenjangan generasi masa kini akan keteladanan Rasulnya, buku ini dapat menjadi oase yang menyejukkan sekaligus pohon ilmu yang buahnya siap kita petik setiap saat. Lings menghadirkan sosok Muhammad di depan kita secara otentik. Wa Allahu a’lam.[] Susilo Wibisono, S.Psi., M.Si
* Alumni Ma’had al-Jâmi’ah al-Islamiyah al-Indonesia, 2003
6/6 Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)