MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SD NEGERI 21 AMPENAN MELALUI PENGGUNAAN MEDIA KARTU ANGKA PADA KONSEP KELIPATAN PERSEKUTUAN TERKECIL SEMESTER I TAHUN PELAJARAN 2013/2014 Samsul Fahrozi NIM. 823827275 Email :
[email protected]
Abstrak Dalam belajar, seseorang siswa memiliki tiga modalitas utama yaitu, visual, auditorial dan kinestetik. Modalitas tersebut harus dimanfaatkan oleh guru dalam membangun pengetahuan siswa. Matematika banyak dianggap oleh siswa sebagai mata pelajaran yang membuat mereka stress, takut, dan tidak semangat. Matematika dianggap sebagai mata pelajaran yang paling sulit. Hal ini berdampak pada motivasi siswa dalam belajar matematika kurang sehingga hasil belajar siswa rendah. Paradigma inilah yang harus diubah. Tugas gurulah untuk menjadikan pembelajaran matematika menyenangkan dan terasa mudah. Pada awalnya, siswa kelas IV SD Negeri 21 Ampenan merasa sulit untuk memahami konsep matematika tentang kelipatan persekutuan terkecil. Namun dengan digunakannya media kartu angka membuat siswa menjadi antusias, termotivasi dan mudah dalam memahami konsep tersebut. Dengan media kartu angka, siswa tidak hanya diajak duduk mendengarkan penjelasan guru. Akan tetapi siswa bisa memegang, berteriak, dan bergerak. Inilah yang menjadikan proses pembelajaran menyenangkan bagi mereka. Bahkan, mejadikan mereka menantikan pelajaran matematika. Proses pembelajaran seperti itulah yang membuat siswa termotivasi dan menjadi aktif dalam mengikuti proses pembelajaran. Pada akhirnya berdampak pada hasil belajar siswa yang mencapai ketuntasan klasikal 100 % dengan rata-rata nilai keseluruhan mencapai 84. Kata Kunci
I.
: media kartu angka, kelipatan persekutuan terkecil, hasil belajar siswa
Pendahuluan
A. Latar Belakang 1.
Identifikasi Masalah Pembelajaran matematika dianggap berhasil jika peserta didik telah menguasai
materi yang diajarkan. Keberhasilan tersebut dapat dilihat dari tercapainya Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pembelajaran oleh peserta didik.
Berdasarkan hasil tes formatif pembelajaran matematika tentang Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK), rata-rata nilai kelas hanya mencapai 60 dan terdapat 13 orang dari 30 siswa yang belum mencapai KKM. Tingkat ketuntasan klasikal hanya mencapai 57%. Selain itu, keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran sangat rendah. Ketika guru menjelaskan, banyak siswa yang tidak memperhatikan. Melihat kondisi tersebut, maka penulis terdorong untuk melakukan refleksi dan perbaikan proses pembelajaran. 2.
Analisis Masalah Hasil refleksi pada prasiklus pembelajaran, penyebab rendahnya hasil belajar siswa
adalah proses pembelajaran lebih didominasi oleh guru. Siswa banyak yang hanya duduk mendengarkan tanpa dilibatkan dalam proses pembelajaran. Tidak adanya media yang digunakan untuk menanamkan konsep kelipatan persekutuan terkecil (KPK) juga menyebabkan siswa kurang aktif dan tidak termotivasi untuk belajar. Padahal seharusnya, dalam proses pembelajaran di dalam kelas peran guru adalah sebagai fasilitator untuk membimbing siswa membangun sendiri pengetahuannya. Artinya, Aktivitas siswa dalam kelas harus terlihat dalam bentuk mendengarkan, bertanya, menjawab, melakukan simulasi, diskusi kelompok, dan sebagainya. 3.
Alternatif dan Prioritas Pemecahan Masalah Melihat kondisi di atas, maka penulis akan melakukan perbaikan pembelajaran
melalui sebuah penelitian perbaikan pembelajaran dengan memanfaatkan penggunaan media kartu angka untuk melibatkan siswa secara aktif membangun sendiri pengetahuan mereka tentang kelipatan persekutuan terkecil. Maka, penelitan perbaikan pembelajaran ini diberi judul “Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IV SD Negeri 21 Ampenan Melalui Penggunaan Media Kartu Angka pada Konsep Kelipatan Persekutuan Terkecil Semester I Tahun Pelajaran 2013/2014”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana penggunaan media kartu angka dapat menigkatkah hasil belajar
siswa kelas IV SD Negeri 21 Ampenan melalui penggunaan media kartu angka pada konsep kelipatan persekutuan terkecil semester I tahun pelajaran 2013/2014?”.
C.
Tujuan Penelitian Perbaikan Pembelajaran Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian perbaikan pembelajaran
ini adalah: 1.
Untuk mengetahui penggunaan media kartu angka pada konsep kelipatan persekutuan terkecil dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas IV SD Negeri 21 Ampenan semester I tahun pelajaran 2013/2014.
2.
Untuk mengetahui penggunaan media kartu angka pada konsep kelipatan persekutuan terkecil dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri 21 Ampenan semester I tahun pelajaran 2013/2014.
D.
Manfaat Penelitian Perbaikan Pembelajaran Hasil dari pelaksanaan penelitian perbaikan pembelajaran ini diharapkan akan
memberikan manfaat bagi beberapa pihak yaitu: 1.
Bagi Siswa Penelitian ini akan bermanfaat bagi siswa, antara lain dapat meningkatkan hasil
belajar siswa dengan meningkatkan minat siswa melalui penggunaan media kartu angka karena mudah diperoleh dan dapat dibuat sesuai dengan kebutuhan. 2.
Bagi Guru Dengan dilaksanakan penelitian kelas ini, guru dapat menemukan format rancangan
pembelajaran Matematika dengan menggunakan media kartu angka dari kertas karton diharapkan dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. 3.
Bagi Sekolah Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi sekolah dalam
meningkatkan kualitas proses pembelajaran Matematika khususnya dan mata pelajaran lain pada umumnya.
II. Kajian Pustaka A. Karakteristik Siswa SD Dalam bukunya yang berjudul Chilhood and Society Erik H. Erikson menggolongkan usia SD pada fase produktivitas. Pada fase ini anak mulai mampu berfikir deduktif, bermain, dan belajar menurut peraturan yang ada. Anak didorong untuk membuat, melakukan dan mengerjakan dengan benda-benda yang praktis, dan mengerjakannya sampai selesai sehingga menghasilkan sesuatu. Berdasarkan hasilnya mereka dihargai dan bila perlu diberi hadiah. Dengan demikian, rasa/sifat ingin menghasilkan sesuatu dapat dikembangkan. Dalam belajar, seseorang memiliki tiga modalitas utama yaitu, visual, auditorial dan kinestetik. Meskipun kebanyakan orang memiliki akses ke ketiga modalitas tersebut, hampir semua orang cenderung pada salah satu modalitas belajar (Bandler dan Grinder, 1981) yang berperan sebagai saringan untuk pembelajaran, pemrosesan dan komunikasi. Orang tidak hanya cenderung pada salah satu modalitas, mereka juga memanfaatkan kombinasi modalitas tertentu yang member mereka bakat dan kekurangan alami tertentu (Markova, 1992)
B. Pembelajaran Matematika SD Menurut J. Bruner dalam Hidayat (2004:8) belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru diluar informasi yang diberikan kepada dirinya. Pengetahuan perlu dipelajari dalam tahap-tahap tertentu agar pengetahuan itu dapat diinternalisasi dalam pikiran (struktur kognitif) manusia yang mempelajarinya. Proses internalisasi akan terjadi secara sungguh-sungguh (yang berarti proses belajar mengajar terjadi secara optimal) jika pengetahuan itu dipelajari dalam tahap-tahap sebagai berikut: 1.
Tahap Enaktif adalah suatu tahap pembelajaran di mana pengetahuan dipelajari secara aktif dengan menggunakan benda-benda konkret atau situasi yang nyata.
2.
Tahap Ikonik adalah suatu tahap pembelajaran di mana pengetahuan direpresentasikan (diwujudkan) dalarn bentuk bayangan visual (visual imagery), gambar atau diagram yang menggambarkan kegiatan konkret atau situasi konkret
yang terdapat pada tahap enaktif. 3.
Tahap Simbolik adalah suatu tahap pembelajaran di mana pengetahuan itu direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak, baik simbol-simbol verbal (misalkan
huruf-huruf,
kata-kata
atau
kalimat-kalimat),
lambang-lambang
matematika maupun lambang-lambang abstrak lainnya (Hidayat, 2004:9). Suatu proses belajar akan berlangsung secara optimal jika pembelajaran diawali dengan tahap enaktif, dan kemudian jika tahap belajar yang pertama ini dirasa cukup, siswa beralih ke tahap belajar yang kedua, yaitu tahap belajar dengan menggunakan modus representasi ikonik. Selanjutnya kegiatan belajar itu dilanjutkan pada tahap ketiga, yaitu tahap belajar dengan menggunakan modus representasi simbolik. Dalam teori belajar Konstruktivis, mengajar bukan hanya memindahkan pengetahuan dari guru kepada murid, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Mengajar berarti partisipasi dengan pelajar dalam mengonstruksi pengetahuan, membuat makna, mempertanyakan kejelasan, bersikap kritis, dan mengadakan justifikasi. Jadi, mengajar adalah suatu bentuk belajar sendiri (Bettencourt, 1989). Salah satu strategi pembelajaran matematika yang konstruktivistik dan dianggap sesuai saat ini adalah penemuan terbimbing (guided discovery). Penemuan terbimbing adalah suatu kegiatan yang mana guru membimbing peserta didik dengan menggunakan media pembelajaran dan langkah-langkah yang sistematis sehingga mereka merasa menemukan sesuatu. Apa yang diperoleh peserta didik bukanlah temuan-temuan baru bagi guru, tetapi bagi siswa dapat mereka rasakan sebagai temuan baru.
C. Media Pembelajaran Matematika SD 1.
Pengertian Media Menurut Drs. M. Basyiruddin Usman, M.Pd dan Prof. Dr. H. Asnawir dalam
bukunya
“Media
Pembelajaran”,
“Media”
memiliki
arti
“Perantara”
atau
“Pengantar”. Association for education and communication Technology (AECT)
mendefinisikan media yaitu segala bentuk yang dipergunakan untuk suatu proses penyaluran informasi. Media pembelajaran adalah sebuah alat yang berfungsi untuk menyampaikan pesan pembelajaran. Pembelajaran adalah sebuah proses komunikasi antara pembelajar, pengajar, dan bahan ajar. Komunikasi tidak akan berjalan tanpa bantuan sarana penyampai pesan atau media Batasan media yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya adalah AECT (asosiatif of Education and Communication Technologi, 1997) memberi batasan tentang media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan, selain itu menurut Fleming (1987 :234) media adalah penyebab atau alat yang turut campur tangan dalam dua pihak dan mendamaikan media dapat mengatur hubungan yang efektif antara dua pihak utama dalam proses pembelajaran siswa dan isi pelajaran. Selain itu media dapat pula mencerminkan pengertian bahwa setiap sistem pengajaran yang melakukan peran mediasi. Mulai dari guru, sampai pada peralatan yang paling canggih, dapat disebut sebagai media. Dengan kata lain media dapat diartikan sebagai alat penyampaian pesanpesan pengajaran. Dalam mengajarkan matematika modern kita harus berusaha agar siswa lebih banyak mengerti dan mengikuti pelajaran matematika dengan gembira, sehingga minatnya dalam matematika akan lebih besar. Siswa akan lebih besar minatnya dalam belajar matematika bila pelajaran itu disajikan dengan baik dan menarik. Dengan dipergunakan media maka siswa akan lebih tertarik dan tidak jenuh dalam belajar matematika. Dalam hal ini, peneliti akan menggunakan media kartu angka untuk menanamkan konsep tentang kelipatan persekutuan terkecil. 2.
Media Kartu Angka Dalam Kamus Bahasa Indonesia, kartu adalah kertas tebal yg tidak berapa besar,
berbentuk persegi panjang (untuk berbagai keperluan, hampir sama dengan karcis). Jadi kartu angka dapat diartikan sebagai kertas tebal yang tidak berapa besar berbentuk persegi panjang yang berisi sebuah angka. Kartu angka yang digunakan peneliti terbuat dari kertas bufalo. Kertas buffalo dipilih karena memiliki ragam warna dan memiliki ketebalan yang sesuai untuk membuat kartu. Untuk membuat kartu angka, kertas buffalo dipotong dengan ukuran 10cm x
10cm.. Selanjutnya pada kertas karton tersebut di tulis angka 2 – 100 masing-masing dibuat rangkap 2. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.1 di bawah ini tentang model kartu angka yang digunakan peneliti dalam pembelajaran konsep kelipatan persekutuan terkecil.
Gambar 1 Model Kartu Angka
III. Pelaksanaan Penelitian Perbaikan Pembelajaran A. Subjek, Tempat dan Waktu Penelitian 1.
Subjek Penelitian Mata pelajaran yang menjadi subjek penelitian adalah matematika dengan topik
kelipatan persekutuan terkecil. Sampel penelitian adalah siswa kelas IV SD dengan jumlah siswa 30 orang terdiri dari 18 laki-laki dan 12 perempuan. 2.
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kelas IV SD Negeri 21 Ampenan, Jl. Cakalang 6B
Pondok Perasi Kelurahan Bintaro Kecamatan Ampenan Kota Mataram dengan jadwal sebagai berikut : No. 1.
Hari/Tanggal Kamis, 31 Oktober 2013
Materi Kelipatan Persekutuan Terkecil
Siklus
Waktu
I
07.30 s/d 09.15
2.
Senin,
Kelipatan
4 November 2013
Persekutuan Terkecil
II
07.30 s/d 09.15
Tabel 1 Jadwal Perbaikan Pembelajaran B. Desain Prosedur Perbaikan Pembelajaran Pelaksanaan perbaikan pembelajaran, peneliti menggunakan prinsip Penelitian Tindakan Kelas yang terdiri dari 2 siklus. Masing-masing siklus dilaksanakan melalui tahapan perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. 1.
Perencanaan Adapun kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini sebagai berikut:
Membuat Rencana Perbaikan Pembelajaran tentang kelipatan persekutuan terkecil berdasarkan hasil analisis masalah.
Membuat lembaran observasi kegiatan guru.
Membuat lembar observasi siswa
Membuat lembar kerja siswa.
Menyediakan media pembelajaran berupa kartu angka.
2.
Pelaksanaan Pada tahap ini, peneliti melaksanakan pembelajaran sesuai dengan yang telah
direncanakan pada rencana perbaikan pembelajaran. Setiap langkah yang telah direncanakan diamati dan dikumpulkan data-datanya, baik data aktivitas selama proses pembelajaranmaupun data hasil tes penilaian pembelajaran. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui peningkatan hasil dan aktivitas belajar siswa maupun kemampuan guru dalam proses pembelajaran pada masing-masing siklus. 3.
Observasi Melaksanakan obeservasi terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan
lembar observasi. Observasi dilaksanakan oleh teman sejawat dalam hal ini supervisor 2 sebagai observer yang dilaksanakan bersama dengan pelaksanaan proses pembelajaran. Kegiatan observasi dilakukan untuk menilai aktivitas siswa dalam proses pembelajaran serta kemampuan guru sebagai peneliti dalam merencanakan dan melaksanakan penelitian perbaikan pembelajaran.
4.
Refleksi Hasil observasi yang dilakukan bersaa supervisor 2 mengenai aktivitas siswa dan
guru selama proses perbaikan pembelajaran didiskusikan bersama. Kekurangan selama proses tersebut diidentifikasi dan dianalisis. Dari hasil identifikasi dan analisis tersebut, peneliti bersama supervisor 2 melakukan diskusi untuk menentukan langkah-langkah yang dapat dijadikan solusi pada siklus berikutnya.
C. Teknik Analisis Data Dalam menganalisis data yang telah terkumpul dilakukan dengan cara kualitatif dan kuantitatif. Data berupa komentar dan hasil observasi tentang proses perbaikan pembelajaran yang oleh supervisor 2 selaku observer dianalisis secara kualitatif. Sementara untuk data berupa skor hasil tes dianalisis secara kuantitatif. Analisisa data yang berupa skor hasil tes menggunakan standar Kriteria Ketuntasan. Data tersebut dianalisis secara kuantitatif dengan cara sebagai berikut: 1.
Ketuntasan Individu Setelah diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), setiap
sekolah memiliki Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi sekolah dan karakter siswa yang meliputi kompleksitas materi, daya dukung yang ada di sekolah dan intake (kemampuan awal) siswa. Untuk KKM mata pelajaran matematika siswa kelas 4 SD Negeri 21 Ampenan adalah 70. Artinya, jika siswa mendapat nilai ≥ 70 maka dianggap tuntas. Jika nilai yang diperoleh siswa < 70 maka dianggap belum tuntas. 2.
Ketuntasan Klasikal Selain dikonversi ke ketuntasan individu, data tes hasil belajar dianalisis
menggunakan analisis hasil belajar secara klasikal dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan: KK = ketuntasan klasikal = jumlah siswa yang tuntas
z
= jumlah siswa yang ikut tes Jika ketuntasan klasikal ≥ 85% maka kelas tersebut dianggap tuntas secara klasikal
dan jika ketuntasan klasikal < 85% maka tersebut dianggap belum tuntas secara klasikal.
IV. Hasil dan Pembahasan A. Deskripsi Hasil Pelaksanaan Perbaikan Pembelajaran 1.
Pembelajaran Siklus I
a.
Persiapan
Membuat Rencana Perbaikan Pembelajaran tentang kelipatan persekutuan terkecil berdasarkan hasil analisis masalah.
Membuat lembaran observasi kegiatan pembelajaran untuk guru
Membuat Lembar Kerja Siswa
Menyediakan media pembelajaran
b.
Pelaksanaan Perbaikan pembelajaran siklus I dilakukan pada hari kamis tanggal 31 Oktober
2013 dibantu oleh supervisor 2 sebagai observer. Pelaksanaan perbaikan pembelajaran dimulai dengan kegiatan awal yang berlangsung sekitar 15 menit. Guru mempersiapkan siswa agar siap untuk melalui proses pembelajaran. Guru memotivasi siswa dengan melakukan beberapa tepuk-tepuk penyemangat. Selanjutnya guru melakukan apersepsi dengan
melakukan tanya jawab tentang materi sebelumnya yaitu tentang kelipatan
bilangan. Setelah siswa dirsa siap, setiap siswa dibagikan kartu angka yang sebelumnya telah disiapkan. Semua kartu angka dibagi kepada semua siswa sampai kartu angkanya habis. Dalam kegiatan inti yang berlangsung sekitar 75 menit, guru menyampaikan kepada siswa bahwa siswa akan diminta untuk menentukan kelipatan 3. Siswa yang memegang kartu angka 3 berdiri di sebelah kanan kelas. Selanjutnya siswa yang merasa memengan kelipatan 3 berikutnya berdiri di sebelah siswa yang memegang kartu angka 3. Hal yang sama dilakukan hingga terdapat sepuluh kartu angka yang dipegang siswa yang berisi kelipatan 3.
Selanjutnya guru menyampaikan kepada siswa bahwa siswa akan diminta untuk menentukan kelipatan 4. Siswa yang memegang kartu angka 4 berdiri di sebelah kiri kelas. Selanjutnya siswa yang merasa memengan kelipatan 4 berikutnya berdiri di sebelah siswa yang memegang kartu angka 4. Hal yang sama dilakukan hingga terdapat sepuluh kartu angka yang dipegang siswa yang berisi kelipatan 4. Kegiatan inti selanjutnya adalah siswa dari kelipatan 3 dan 4 yang memegang kartu dengan angka yang sama diminta pindah dari barisan dan berdiri berdampingan di depan kelas membuat barisan. Siswa dijelaskan bahwa angka yang sama dari dua kelipatan yang berbeda disebut kelipatan persekutuan. Selanjutnya di antara barisan kelipatan pesekutuan yang memegang kartu angka terkecil diminta maju 3 langkah ke depan sambil mengangkat kartu angka di atas kepala. Sementara guru menjelaskan bahwa itulah yang disebut dengan kelipatan persekutuan terkecil (KPK). Artinya, KPK dari 3 dan 4 adalah 12. Selanjutnya siswa berlatih menentukan KPK dari 2 dan 5. Di saat yang sama, supervisor 2 selaku observer mengamati aktivitas guru dan siswa dalam proses perbaikan pembelajaran. Kegiatan inti diakhiri pemberian tugas kepada siswa untuk mengerjakan Lembar Kerja Siswa. Tahapan pelaksanaan berikutnya adalah kegiatan akhir yang berlangsung sekitar 15 menit. Siswa mengumpulkan Lembar Kerja Siswa yang telah dikerjakan. Siswa diberikan kesempatan untuk menanyakan hal-hal yang belum dimengerti. Selanjutnya siswa dibimbing guru menyimpulkan materi pembelajaran dan diakhiri dengan menutup pembelajaran. c.
Pengamatan Dari hasil pengamatan aktivitas siswa menunjukkan adanya peningkatan setelah
penggunaan media kartu angka. Siswa yang hanya duduk dan mendengar pada pembelajaran prasiklus tampak mulai bersemangat mengikuti pembelajaran. Suasana menyenangkan mulai terlihat dalam proses pembelajaran. Ini tampak dari siswa yang berebut untuk bisa maju ke barisan kelipatan. Namun masih ada beberapa siswa yang masih bingung tentang alur penggunaan kartu angka.
Sementara dari hasil pengamatan aktivitas guru menunjukkan bahwa penggunaan media kartu angka dalam menjelaskan konsep kelipatan persekutuan terkecil membuat guru lebih percaya diri ketika mengajar. Secara umum, guru telah melasksanakan aktivitas mengajar dengan baik. Terlihat dari nilai hasil pengamatan oleh supervisor 2 mencapai 84,86. Walaupun pada awal kegiatan inti ada kegaduhan dari siswa yang berebut mendapatkan kartu angka dan maju ke depan kelas. Ini menunjukkan antusias dari siswa tinggi setelah adanya media kartu angka yang digunakan pada saat proses pembelajaran. Hasil pembelajaran siklus I adalah sebagai berikut : Rentang Nilai
Frekuensi
Persentase
30 – 39
0
0%
40 – 49
0
0%
50 – 59
3
10 %
60 – 69
4
13 %
70 – 79
16
53 %
80 – 89
5
17 %
90 – 100
2
7%
Ketuntasan Klasikal
23
77 %
Jumlah
30
100 %
Tabel 2 Hasil Pembelajaran Siklus I Dari Tabel di atas, siswa yang mendapat nilai ≥ 70 berjumlah 23 orang dengan rincian 16 orang (53%) mendapat nilai pada rentang 70-79, 5 orang (17%) pada rentang 80-89, dan 2 orang (7%) pada rentang 90-100. Sehingga, ketuntasan klasikal meningkat dari 17 orang (57%) menjadi 23 orang (77%) dari 85% target yang telah ditetapkan. Sementara untuk nilai rata-rata kelas sudah meningkat pula menjadi 72. d.
Refleksi Kelebihan-kelebihan yang terdapat pada siklus I yaitu:
1.
Guru sudah menguasai materi dengan baik.
2.
Guru sudah mempersiapkan RPP dengan matang sebelum melaksanakan pembelajaran.
3.
Guru memberikan siswa kesempatan dalam mengeluarkan pendapatnya.
4.
Volume suara guru dalam menjelaskan materi sudah bagus
5.
Di akhir pertemuan, guru menunjuk beberapa siswa untuk diberikan kesempatan menyimpulkan hasil pembelajaran yang diperoleh
6.
Siswa masuk kelas tepat waktu.
7.
Siswa antusias dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Sementara kekurangan-kekurangan yang terdapat pada siklus I sebagai berikut:
1.
Masih ada beberapa siswa yang tidak terlalu aktif
2.
Guru kurang memberikan motivasi dan membimbing siswa secara individual.
3.
Guru terlalu cepat dalam menjelaskan materi.
4.
Guru belum menunjukkan hubungan antar pribadi yang harmonis, sehingga respon tindakan yang diharapkan belum semuanya muncul.
5.
Siswa masih bermain-main ketika guru menjelaskan sehingga kelas menjadi ribut.
6.
Interaksi siswa dengan guru
masih rendah
karena ada siswa belum mampu
merespon pertanyaan guru . 7.
Beberapa siswa masih kurang mampu menjaga ketertiban di dalam kelas karna masih ada siswa yang ribut.
2.
Pembelajaran Siklus II
a.
Persiapan Pada tahap ini dilakukan aktivitas seperti pada perencanaan siklus I
b.
Pelaksanaan Perbaikan pembelajaran siklus II dilakukan pada hari Senin tanggal 4 November
2013 dibantu oleh supervisor 2 sebagai observer. Pelaksanaan perbaikan pembelajaran dimulai dengan kegiatan awal yang berlangsung sekitar 15 menit. Guru mempersiapkan siswa agar siap untuk melalui proses pembelajaran. Guru memotivasi siswa dengan melakukan beberapa tepuk-tepuk penyemangat. Selanjutnya guru melakukan apersepsi dengan
melakukan tanya jawab tentang materi sebelumnya yaitu tentang kelipatan
bilangan. Setelah siswa dirsa siap, setiap siswa dibagikan kartu angka yang sebelumnya
telah disiapkan. Semua kartu angka dibagi kepada semua siswa sampai kartu angkanya habis. Dalam kegiatan inti yang berlangsung sekitar 75 menit, guru menyampaikan kepada siswa bahwa siswa akan diminta untuk menentukan kelipatan 3. Siswa yang memegang kartu angka 3 berdiri di sebelah kanan kelas. Selanjutnya siswa yang merasa memegang kelipatan 3 berikutnya maju ke depan kelas menunjukkan ke temannya yang lain sambil menyebut nama angka yang dipegang. Siswa lain memeriksa apakah kartu angka yang dipegang temannya termasuk kelipatan 3 atau tidak. Jika benar, siswa yang bersangkutan berdiri di sebelah siswa yang memegang kartu angka 3. Hal yang sama dilakukan hingga terdapat sepuluh kartu angka yang dipegang siswa yang berisi kelipatan 3. Siswa yang memegang kelipatan 3 mengucapkan ”Kami adalah kelipatan 3. 3, 4,.......” dan seterusnya Selanjutnya guru menyampaikan kepada siswa bahwa siswa akan diminta untuk menentukan kelipatan 4. Siswa yang memegang kartu angka 4 berdiri di sebelah kanan kelas. Selanjutnya siswa yang merasa memegang kelipatan 4 berikutnya maju ke depan kelas menunjukkan ke temannya yang lain sambil menyebut nama angka yang dipegang. Siswa lain memeriksa apakah kartu angka yang dipegang temannya termasuk kelipatan 4 atau tidak. Jika benar, siswa yang bersangkutan berdiri di sebelah siswa yang memegang kartu angka 4. Hal yang sama dilakukan hingga terdapat sepuluh kartu angka yang dipegang siswa yang berisi kelipatan 4. Siswa yang memegang kelipatan 4 mengucapkan ”Kami adalah kelipatan 4. 4, 8,.......” dan seterusnya Kegiatan inti selanjutnya adalah siswa dari kelipatan 3 dan 4 yang memegang kartu dengan angka yang sama diminta pindah dari barisan dan berdiri berdampingan di depan kelas membuat barisan. Siswa dijelaskan bahwa angka yang sama dari dua kelipatan yang berbeda disebut kelipatan persekutuan. Siswa yang memegang kelipatan persekutuan 3 dan 4 mengucapkan ”Kami adalah kelipatan persekutuan 3 dan 4. 12, 24” Selanjutnya siswa berlatih menentukan KPK dari 2 dan 5. Di saat yang sama, supervisor 2 selaku observer mengamati aktivitas guru dan siswa dalam proses perbaikan pembelajaran. Kegiatan inti diakhiri pemberian tugas kepada siswa untuk mengerjakan Lembar Kerja Siswa.
Tahapan pelaksanaan berikutnya adalah kegiatan akhir yang berlangsung sekitar 15 menit. Siswa mengumpulkan Lembar Kerja Siswa yang telah dikerjakan. Siswa diberikan kesempatan untuk menanyakan hal-hal yang belum dimengerti. Selanjutnya siswa dibimbing guru menyimpulkan materi pembelajaran dan diakhiri dengan menutup pembelajaran. c.
Pengamatan Dari hasil pengamatan aktivitas siswa pada siklus II menunjukkan adanya
peningkatan. Beberapa siswa yang sebelumnya tidak serius mengikuti pembelajaran sudah mulai berkurang. Siswa yang tidak tertib ketika pembelajaran mulai juga mulai berkurang. Suasana menyenangkan semakin terlihat dalam proses pembelajaran. Ini tampak dari siswa yang berebut untuk bisa maju ke barisan kelipatan. Sementara dari hasil pengamatan aktivitas guru menunjukkan bahwa kekurangankekurangan yang terjadi pada siklus sebelumnya disempurnakan pada siklus II ini. Guru lebih pelan dan jelas ketika menjelaskan materi. Tempat duduk siswa ditukar. Siswa yang tidak tertib pada pembelajaran siklus sebelumnya didudukkan paling depan dengan tujuan mempermudah kontrol oleh guru. Guru mengulang pertanyaan beberapa kali sebelum dijawab oleh siswa. Sehingga siswa faham maksud dari pertanyaan dan mampu untuk menjawabnya. Interaksi antara siswa dan guru tampak meningkat. Secara umum, guru telah melasksanakan aktivitas mengajar dengan baik. Terlihat dari hasil pengamatan oleh supervisor II mencapai nilai 91,14. Hasil pembelajaran siklus II yang adalah sebagai berikut : Rentang Nilai
Frekuensi
Persentase
30 – 39
0
0%
40 – 49
0
0%
50 – 59
0
0%
60 – 69
0
0%
70 – 79
10
33 %
80 – 89
9
30 %
90 – 100
11
37 %
Jumlah
30
100 %
Ketuntasan Klasikal
30
100%
Tabel 3 Hasil Pembelajaran Siklus II Dari Tabel di atas, siswa yang mendapat nilai ≥ 70 berjumlah 30 orang dengan rincian 10 orang (33%) mendapat nilai pada rentang 70-79, 9 orang (30%) pada rentang 80-89, dan 11 orang (37%) pada rentang 90-100. Sehingga, ketuntasan klasikal meningkat dari 23 orang (77%) menjadi 30 orang (100%) dari 85% target yang telah ditetapkan. Sementara untuk nilai rata-rata kelas sudah meningkat pula menjadi 84. Ini menunjukkan bahwa ketuntasan klasikal telah mencapai 100%, melebihi target 85 % yang telah ditetapkan. d.
Refleksi
1.
Penggunaan alat peraga kartu angka efektif pada materi kelipatan persekutuan terkecil.
2.
Kontrol terhadap siswa yang tidak tertib ketika belajar perlu mendapat perhatian yang lebih.
3.
Guru membimbing siswa secara individual ketika mengalami kesulitan.
4.
Guru bisa memanfaatkan tutor sebaya untuk membantu siswa yang bermasalah.
B. Pembahasan Hasil Penelitian Perbaikan Pembelajaran Pada pembelajaran prasiklus ketuntasan kelas hanya 57% (17 orang) saja. Pada siklus I terjadi peningkatan ketuntasan klasikal menjadi 77% (23 orang) setelah guru menggunakan media kartu angka dalam menjelaskan materi. Peningkatan ketuntasan klasikal terus terjadi pada siklus II mencapai 100% (30 orang). Artinya, pada siklus II ketuntasan klasikal melebihi target 85% yang telah ditetapkan sebelumnya. Pembahasan di atas menunjukkan bahwa selain kemampuan guru dalam menyampaikan materi, keberhasilan pembelajaran harus ditunjang oleh penggunaan media yang tepat. Modalitas siswa dalam belajar berupa visual, audiotorik, dan kinestetik perlu menjadi pertimbangan dalam menentukan media pembelajaran. Artinya, ketika melalui proses pembelajaran ketiga modalitas utama tersebut harus dimanfaatkan.
Media kartu angka yang digunakan peneliti dalam pembelajaran konsep kelipatan persekutuan terkecil memungkinkan siswa untuk menggunakan ketiga modalitas tersebut. Dengan penggunaan media tersebut, siswa bisa memegang, mendengar, melihat, mengucapkan dan bergerak. Dengan begitu akan terciptalah pembelajaran yang menyenangkan dan konsep pembelajaran menjadi mudah dipahami oleh siswa.
V. Simpulan dan Saran Tindak Lanjut A. Simpulan 1.
Terjadi peningkatan aktivitas belajar siswa.
2.
Aktivitas guru
semakin optimal karena adanya aktivitas pengendalian dan
pengontrolan proses pembelajaran, 3.
Terjadinya peningkatan hasil belajar pada setiap tahapan siklus. Dari KKM yang ditetapkan 70 diperoleh ketuntasan belajar klasikal prasiklus = 57% (17 orang), Siklus I = 77% (23 orang) dan Siklus II = 100% (30 orang).
B. Saran Tindak Lanjut Adapun saran-saran yang dapat dikemukakan oleh peneliti dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Bagi guru diharapkan agar dapat
memanfaatkan benda sekitar untuk membuat
media kartu angka. Dengan berhasilnya penelitian ini maka tidak menutup kemungkinan pada pada tingkat kelas dan materi yang berbeda media kartu angka dapat menjadi alternatif
untuk dimanfaatkan sebagai media pembelajaran untuk
mendukung upaya peningkatan mutu pembelajaran di kelas. 2.
Bagi peneliti lainnya yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai kartu angka sebagai media pembelajaran di kelas dapat mempelajari kelemahan dan keunggulannya dari hasil penelitian ini.
Daftar Pustaka DePorter, Bobbi., Reardon, Mark., & Singer-Nourie, S. (2003). Quantum Teaching. Bandung : Mizan Pustaka
Muhsetyo, Gatot., dkk. (2012). Pembelajaran Matematika SD.
Jakarta: Universitas
Terbuka. Mulyani, Sumantri. (2012). Perkembangan Peserta Didik.. Jakarta: Universitas Terbuka. Sahri. (2012). Laporan Pemantapan Kemampuan Profesional. Mataram : Universitas Terbuka Taufiq, Agus., dkk. (2012). Pendidikan Anak di SD. Jakarta : Universitas Terbuka Tim FKIP-UT. (2013). Pemantapan Kemampuan Profesional.
Jakarta: Universitas
Terbuka. Usman, Basyiruddin. (2002). Media Pembelajaran. Jakarta : Delia Citra Utama. Wahyudin, Dinn., dkk. (2012). Pengantar Pendidikan. Jakarta : Universitas Terbuka. Wardani, I.G.A.K., dkk. (2012) Teknik Menulis Karya Ilmiah. Jakarta : Universitas Terbuka