Salawat Wahidiyah Karya K. H. Abdoel Madjid Ma’roef Kajian Bentuk dan Isi Cita Rochmatul Inayah dan Fauzan Muslim Program Studi Sastra Arab, FIB, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia Email:
[email protected]
Abstrak Skripsi ini membahas Salawat Wahidiyah karya KH. Abdoel Madjid Ma’roef. Salawat Wahidiyah terdiri dari dua bentuk sastra: prosa dan puisi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif analisis melalui pendekatan struktural. Teori yang digunakan untuk menganalisis bentuk salawat tersebut adalah struktur bahasa untuk prosa dan teori ilmu ‘aruud untuk puisi, sedangkan untuk menganalisis makna menggunakan teori ilmu Ma’ani. Hasil analisis menunjukkan bahwa teks Salawat Wahidiyah menggunakan bahasa Arab yang mudah dipahami dan bentuk puisinya mengikuti gaya puisi Klasik. Unsur Ma’ani yang dominan dari salawat ini adalah al‘amr berjenis al-du’aa sehingga tema salawat ini adalah doa; doa kepada Allah, kepada Nabi Muhammad SAW, dan kepada Gauṡ.
Form and Content Study Three Poems of Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah Abstract This research about Salawat Wahidiyah of KH. Abdoel Madjid Ma’roef. This Salawat consist of two literature forms: proses and poetries. This research uses library research methods with structural approach. Grammatical in Arab language is theory which is used to analyze prose forms, and ‘aruud is theory which is used to analyze poetry forms. In besides, ma’ani is used to analyze the meaning. The result show that Salawat Wahidiyah uses Arabic language that easy to understand and appropriate Arabic classic poem style. Al-du’aa which is the type of Al-Amr form is the dominant elements in this salawat, its show that the theme of this salawat is prayer. There are three kinds of prayer: pray to Allah, pray to Prophet Muhammad SAW, and, pray to Gauṡ.
Keywords: Salawat Wahidiyah, Allah, Nabi Muhammad SAW, Gauṡ, ‘ilm ‘aruud, ilmu ma’ani
Pendahuluan Istilah salawat berasal dari bahasa Arab, merupakan bentuk jamak dari kata ṣallaah. Dalam kamus Arab-Indonesia Al-Munawwir (1997: 227) kata ṣallaah bermakna du’a, artinya berdoa. Dalam Mu’jam Maqayis al-Lugah karangan Al-Khalil yang disebutkan dalam buku Rahasia Salawat Nabi karangan Maksum (2009:2), kata ṣallaah berarti menyebut yang baik, ucapan yang mengundang kebajikan, doa, dan curahan rahmat. Arti bersalawat dalam buku 1
Salawat wahidiyah karya..., Cita Rochmatul Inayah, FIB UI, 2014
Dahsyatnya Doa dan Berdzikir dapat dijelaskan berdasar pada pelakunya. Salawat dari Allah adalah limpahan rahmat, anugerah, dan keridaan. Salawat dari malaikat adalah permohonan maghfirah dan doa. Sedangkan, salawat dari orang- orang yang beriman berarti penghormatan dan doa supaya Allah menambah kemuliaan dan kehormatan bagi beliau (Harahap, 2008: 66). Membaca salawat sangat dianjurkan oleh Allah swt seperti firman-Nya, dalam Q.S. Al-Ahzab: 56, yang berbunyi: ﺳ َﻠﱢﻤﻮﺍاﺗَﺴْﻠِﻴﯿْﻤًﺎ َﻋَﺍا ﻠَ ﻴﯿْﻪﮫِﻭو
ﺻﻠّﻮ ﻦَءﺍاﻣّﻨُ ﻮﺍا ﻲﻳﯾﺄﻳﯾﱡﻬﮭﺎ ﺍاﻟّﺬﻳﯾ ِ ﻰﺍا ﻟﻨﱠﺒ َ ﺼَﻠﱡﻮﻥنَﻋَﻠ ُ ﻳﯾ,ُ ﷲَﻭوَﻣَﻠﺌﻜ َﺘَﻪﮫ ﻥن ﱠ ﺇإ
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi. Hai orang- orang yang beriman, bersalawatlah dirimu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan baginya”. Dijelaskan dalam buku Kuliah Wahidiyah yang diterbitkan oleh Dewan Pimpinan Pusat Penyiar Salawat Wahidiyah (DPP-PSW) (2010: 68-72), terdapat dua macam salawat yaitu salawat ma’ṡuurah (salawat yang diajarkan langsung oleh Rasulullah SAW) dan salawat gairu ma’ṡuurah (salawat yang disusun oleh selain Rasulullah SAW yaitu oleh para sahabat, tabi’in, shalihin, ulama, dan umumnya oleh orang Islam). Contohnya salawat ma’ṡuurah yaitu Salawat Ibrahimiyah yang bacaannya termasuk kedalam tahiyyat shalat. Bacaan salawat Ibrahimiyyah adalah sebagai berikut, ﻝل ﺇإﺑﺮﻫﮬﮪھﻴﯿﻢ ﺻﻠ ّﻴﯿﺖﻋﻠﻰ ﺇإﺑﺮﻫﮬﮪھﻴﯿﻢ ﻭوﻋﻠﻰ ﺁآ ﺤﻤّ ﺪ ﻛﻤﺎ ﻰ ﺁآﻝلﻣ ﻋﻠ ﺤ ﻤّﺪ ﻭو ﻰﻣ ﻞ ّﻋﻠ ﻢ ّﺻ
ﺍاﻟﻠّﻬﮭ. Contoh
salawat gairu ma’ṡuurah yaitu: salawat munjiyah1, salawat nariyyah2, salawat badawi3, salawat burdah4, salawat masyisyiyah5, dan sebagainya. Salawat Wahidiyah yang akan dikaji oleh penulis dalam skripsi ini juga termasuk dalam jenis salawat gairu ma’ṡuurah. Sebagai salah satu salawat gairu ma’ṡuurah, Salawat Wahidiyah merupakan salawat yang diamalkan oleh kelompok pembacanya. Nama wahidiyah merupakan tabarukan6 dari asma’ul husna, al-wahidu, yang berarti satu (Esa) tidak ada penyekutu-Nya. Selain itu, nama wahidiyah dipilih karena kata al-wahidu terdapat pada salawat pertama dari teks Salawat Wahidiyah. 1
Salawat ini disusun oleh Syekh Imam Musa Ad-Dahiri, bermanfaat untuk memohon keselamatan dari suatu musibah (DPP-PSW, 2010:73). 2 Salawat ini juga disebut dengan salawat tafrijiyah. Diciptakan oleh Syekh Imam At- Tazi berisi permohonan bagi keselamatan dan kesejahteraan umat (DPP-PSW, 2010:73). 3 Salawat ini disusun oleh Syaikh Aḥmad al-Badawi, bermanfaat untuk meohon kemurahan rizki dalam segala perkara (DPP-PSW, 2010:73). 4 Salawat ini disusun oleh Syaikh Muhammad Al-Bushairi berisi dorongan batin yang menggugah serta menumbuhka rasa cinta kepada Nabi Muhammad SAW (DPP-PSW, 2010:73). 5 Salawat ini disusun oleh Syaikh Abdus Salam bin Masyisy berisi ajaran tauhid (DPP-PSW, 2010:73). 6 Tabarukan adalah mengambil berkah dari sesuatu. Dengan nama Salawat Wahidiyah diharapkan dapat akan mendapat berkah dari Asmaul aẓam tersebut, dan memberi berkah kepada pengamal, masyarakat, bangsa, dan Negara .
2
Salawat wahidiyah karya..., Cita Rochmatul Inayah, FIB UI, 2014
Salawat ini disusun oleh K.H. Abdoel Madjid Ma’roef. Beliau adalah pendiri sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Kedunglo yang berada di desa Bandar Lor, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri, Jawa Timur. K. H. Abdoel Madjid Ma’roef lahir pada tahun 1920 dan wafat pada tanggal 7 Maret 1989 M. Beliau sangat dihormati oleh santrinya, pengikut Wahidiyah, dan oleh ulama lain. Bagi kalangan Wahidiyah dalam penyebutan namanya sering kali didahului dengan sebutan Al-Mukarram “yang terhormat” Romo Kyai Haji dan dibelakang namanya ditambah dengan raḍiyallahu ‘anhu “semoga ridha Allah swt atasnya”, yang biasa disingkat menjadi r.a., secara lengkap nama beliau sering disebutkan Al-Mukarram Romo Kyai Haji Abdoel Madjid Ma’roef raḍiyallahu ‘anhu. Penjelasan tersebut terdapat dalam Anggaran Dasar Penyiar Salawat Wahidiyah (PSW), disebutkan bahwa muallif Salawat Wahidiyah adalah Al-Mukarram Romo Kyai Haji Abdoel Madjid Ma’roef radliyallahu ‘anhu, pengasuh Pondok Pesantren Kedunglo, Desa Bandar Lor, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri, Propinsi Jawa Timur, Indonesia (DPP PSW, 2006: pasal 1:2). Salawat Wahidiyah disusun secara bertahap mulai tahun 1963 – 1981 M. Dalam buku Lahirnya Salawat Wahidiyah yang diterbitkan oleh DPP-PSW (2008:16), penyusunan Salawat Wahidiyah disebabkan karena adanya alamat ghaib7 sebanyak tiga kali. Alamat ghaib yang pertama datang pada tahun 1959. Setelah menerima alamat ghaib tersebut beliau berusaha lebih mendekatkan diri kepada Allah dengan memperbanyak membaca dzikir dan salawat seperti salawat nariyyah dan salawat munjiyah. Setelah mendapat alamat ghaib yang ketiga, barulah K.H Abdoel Madjid Ma’roef menyusun sebuah salawat yang pertama yaitu berupa salawat ma’rifat. Kemudian beliau terus menyusun salawat kedua yaitu salawat wahidiyah, selanjutnya salawat ketiga yaitu salawat ṡaljul qulub, dan salawat serta doa-doa lainnya hingga akhirnya tersusunlah teks salawat wahidiyah sebuah rangkaian salawat. Selain itu, penyusunan salawat ini juga dilatarbelakangi oleh keadaan masyarakat Kediri dan sekitarnya yang pada waktu itu jauh dari nilai-nilai agama terutama agama Islam. Masyarakat lebih mementingkan kehidupan duniawi dan mengukur kehidupan semata-mata dari sudut pandang kebendaan saja, sehingga beliau menganggap bahwa masyarakat telah mengalami kekosongan jiwa dan agama (Dhofier: 1990: 143). 7
Alamat ghaib tersebut berupa seperti bisikan dalam keadaan terjaga. Isi dari alamat ghaib tersebut adalah supaya mengangkat masyarakat yang dimaksud yaitu ikut serta memperbaiki atau membangun mental masyarakat khususnya melalui kesadaran batiniyah yaitu meningkatkan kesadaran (ma’rifat) masyarakat kepada Allah swt wa Rasulihi SAW (DPP-PSW, 2008:16).
3
Salawat wahidiyah karya..., Cita Rochmatul Inayah, FIB UI, 2014
Pada tahun 1964 Salawat Wahidiyah dicetak dan disebarkan. Pada saat itu salawat yang disebarkan masih salawat ma’rifat saja. Sejak itu Salawat Wahidiyah dikenal oleh masyarakat dan mempunyai kelompok pembaca atau pengamal. Masyarakat yang mengamalkan Salawat Wahidiyah disebut pengamal Salawat Wahidiyah, seperti disebutkan dalam Anggaran Dasar PSW pasal 12, yang berbunyi: Siapa saja yang mengamalkan Salawat Wahidiyah disebut pengamal Salawat Wahidiyah atau Pengamal Wahidiyah atau Pengamal (DPP-PSW, 2006: 6). Untuk memudahkan pengamal Salawat Wahidiyah, DPP-PSW mengeluarkan lembaran8 teks Salawat Wahidiyah berserta tata cara mengamalkannya. Fathimah (2012) dalam skripsinya menjelaskan bahwa pengamal Salawat Wahidiyah adalah seseorang atau kelompok masyarakat yang sudah mengamalkan Salawat Wahidiyah selama 40 hari berturut-turut atau membaca ﻱي ﺳ ﻴﯿّ ﺪ ﻳﯾﺎ ﻳﯾﺎﺭرﺳﻮﻝل ﷲ/yaa Sayyidi yaa Rasulallah/ selama 30 menit berturut-turut selama 40 hari. Pengamal Salawat Wahidiyah tersebar diberbagai wilayah di Indonesia yaitu Banten9, Jawa Barat10, Jawa Timur11, Jawa Tengah12, D. I. Yogyakarta13, DKI Jakarta14, Bengkulu15, Kalimantan Timur16, Riau Daratan17, Kepulauan Riau18, dan Lampung19. Hal itu dapat diketahui berdasarkan adanya Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) dan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PSW yang berada di wilayah tersebut. Salawat Wahidiyah ini disusun dengan menggunakan bahasa Arab. Di dalamnya terdapat dua bentuk, yaitu puisi dan prosa. Puisi secara bahasa berasal dari kata ﺷﻌﺮﺍا ﺷﻌﻮﺭرﺍا
ﺷﻌﺮ – ﻳﯾﺸﻌﺮ
yang berarti mengetahui, merasakan, sadar, mengomposisi, atau menggubah sebuah syair (Muzakki, 2009:14). Secara istilah, puisi atau asy-syi`ru merupakan seni sastra yang 8
Lembaran teks Salawat Wahidiyah adalah lembaran yang berjumlah dua halaman yang berisi teks salawat wahidiyah dan terjemahannya. Terdapat pula lembaran yang berisi teks Salawat Wahidiyah berbahasa Arab pegon dan tata cara pengamalan. (lihat lampiran). 9 DDPC PSW Banten berada di daerah Cilegon, dan Serang. 10 DPC PSW Jawa Barat Berada di daerah Bekasi, Kabupaten Bandung, dan kabupaten Sumedang. 11 DPC PSW Jawa Timur berada hampir merata di setiap daerah yaitu Banyuwangi, Blitar, Bojonegoro, Gresik, Jombang, Kediri, Lamongan, Lumajang, Madiun, Magetan, Malang, Mojokerto, Nganjuk, Ngawi, Pacitan, Pasuruan, Ponorogo, Probolinggo, Sidoarjo, Sumenep, Surabaya, Trenggalek, Tuban, Tulungagung. 12 DPC PSW Jawa Tengah berada di daerah Banjarnegara, Banyumas, Blora, Boyolali, Cilacap, Demak Kabupaten Semarang, Kebumen, Kota Pekalongan, Kota Semarang, Kudus, Magelang, Purworejo, Sragen, Surakarta, Tegal, Wonogiri, Wonosobo. 13 DPC PSW D. I Yogyakarta berada di daerah bantul dan Kota Yogyakarta. 14 DPC PSW DKI Jakarta berada di daerah Jakarta Timur, Jakarta Pusat, dan Jakarta Utara. 15 DPC PSW Bengkulu berada di daerah Bengkulu Utara. 16 DPC PSW Kalimantan Timur berada di daerah Tarakan. 17 DPC PSW Riau Daratan berada di daerah Kuantan Singingi dan Kampar. 18 DPC PSW Kepulauan Riau berada di daerah Bintan dan Kota Bintan. 19 DPC PSW Lampung berada di daerah Lampung Barat, Lampung Selatan, Tanggamus, dan Way Kanan.
4
Salawat wahidiyah karya..., Cita Rochmatul Inayah, FIB UI, 2014
menggambarkan kehidupan sebagaimana yang dirasakan penyair, yang dibangun dengan struktur, perasaan dan imajinasi (Lesmana, 2010:87), sedangkan prosa adalah perpaduan atau kerja sama antara pikiran dan perasaan. Dalam pengertian kesusasteraan, prosa merupakan cerita rekaan (Rokhmansyah: 2014: 30). Berikut ini merupakan kutipan bentuk prosa dan puisi dalam teks Salawat Wahidiyah: ﺟِﺪ ﻳﯾَﺎﺟَﻮَﺍاﺩد ﺣَﺪﻳﯾﻭوََﺎﺍا َﺣِﺪ ﻳﯾَُﺎ ﺍا ﺍاﻟّ ﻠﻬﮭُﻢ ﱠﻳﯾﻭوََﺎﺍا
“ Ya Allah, Ya Tuhan Maha Esa. Ya Tuhan Maha Satu, Ya Tuhan Maha Menemukan, Ya Tuhan Maha Pelimpah” ﻋ ﻠ ﻴﯿ ﻚ ﻧﻮﺭر ﺍاﻟﺨﻠﻖ ﻫﮬﮪھﺎﺩدﻯى ﺍاﻷﻧﺎﻡم ﻓـﻘﺪ ﻅظﻠـﻤﺖ ﺍاﺑﺪﺍا ﻭوﺭرﺑﻨﻰ ﻓﺎﻥن ﺗﺮﺩد ﻛﻨﺖ ﺷﺨﺼﺎ ﻫﮬﮪھـﺎﻟﻜﺎ
ﻳﯾﺎ ﺷﺎﻓﻊ ﺍاﻟﺨﻠﻖ ﺍاﻟﺼﻼﺓة ﻭوﺍاﻟﺴﻼﻡم ﻭوﺍاﺻـﻠﻪﮫ ﻭوﺭرﻭوﺣﻪﮫ ﺍاﺩدﺭرﻛﻨﻰ ﻭوﻟﻴﯿﺲ ﻟﻲ ﻳﯾﺎﺳـﻴﯿﺪﻯى ﺳ ﻮﺍاﻛﺎ
1. Duhai Nabi pemberi syafa’at makhluk, salawat dan salam kepadamu kusanjungkan, Duhai Nur cahaya makhluk pembimbing manusia 2. Duhai unsur dan jiwa makhluk, didiklah diriku dan bimbinglah diriku, Sungguh aku dhalim selalu 3. Tiada arti diriku tanpamu Ya Sayyidi, jika Engkau hindari aku, pastilah aku ‘kan hancur binasa20 Bentuk prosa diatas memiliki pengulangan rima akhir. Pengulangan pada bentuk prosa berupa huruf ﺩد/dal/ dan yang menunjukkan bahwa teks ini mempunyai nilai sastra sedangkan pada puisi cara membacanya yaitu dilagukan ketika mujahadah21 secara berjamaah. Berdasarkan pada kedua contoh kutipan salawat di atas dapat dilihat bahwa Salawat Wahidiyah disusun dengan menggunakan gaya bahasa dan kata-kata yang indah. Keindahan katakata yang digunakan dalam salawat tersebut berada dalam ruang lingkup bahasan ilmu balagah. Balagah adalah ilmu yang memfokuskan pada pengolahan makna yang tinggi dan jelas, dengan disertai ungkapan yang benar dan fashih dari pembicara yang kemudian memberikan kesan yang mendalam di dalam jiwa dan sesuai dengan situasi dan kondisi orang-orang yang diajak bicara (Al-Jarim, 2010: 8). Selain itu bentuk puisi yang terdapat dalam Salawat Wahidiyah seperti mengikuti gaya puisi Arab Klasik yang masih terikat oleh ‘aruuḍ. ‘Aruuḍ adalah ilmu yang membahas benar 20
Arti dari salawat tersebut berdasarkan terjemahannya yang dikeluarkan oleh DPP-PWS pada lembaran Sholawat Wahidiyah. 21 Mujahadah adalah kegiatan membaca Salawat Wahidiyah baik sendiri maupun berjamaah.
5
Salawat wahidiyah karya..., Cita Rochmatul Inayah, FIB UI, 2014
tidaknya bahr (wazan) dan perubahan (varian)-nya yang dipakai dalam suatu syair (puisi Arab konvensional) (Kamil, 2009: 13). Puisi Arab klasik dengan susunan pola yang teratur sudah ada sejak zaman Jahiliyyah. Perjalanan puisi Arab cukup panjang, namun saat ini sudah jarang ditemukan susunan puisi yang polanya beraturan. Puisi kontemporer lebih bebas dan susunannya tidak teratur seperti puisi klasik. Salawat Wahidiyah disusun tahun 1963, pada zaman modern tetapi masih menggunakan gaya puisi Arab Klasik. Salawat Wahidiyah berisi salawat kepada Nabi Muhammad saw dan doa-doa lainnya. Namun terdapat hal yang berbeda dalam Salawat Wahidiyah, yaitu adanya permintaan doa kepada Gauṡu Haẑaz Zaman. Tidak disebutkan perihal siapa Gauṡu tersebut oleh Muallif Salawat Wahidiyah tetapi pengamal Salawat Wahidiyah menyakini bahwa Gauṡu tersebut adalah muallif. Dari hal yang sudah dijelaskan di atas, salawat Wahidiyah mempunyai keunikan tersendiri yaitu, (1) disusun oleh orang Indonesia dan diamalkan oleh pengamal Salawat Wahidiyah yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia, (3) bentuk salawat yang terdiri dari prosa dan puisi, (2) tidak hanya berisi salawat kepada Nabi Muhammad SAW dan berdoa kepada Allah serta Nabi Muhammad melainkan juga terdapat permohonan doa kepada Gauṡ sebagai guru rohani. Hal itulah yang mendorong penulis untuk mengkaji lebih dalam mengenai Salawat Wahidiyah dari segi bentuk dan isi. Pengkajian mengenai Salawat Wahidiyah tersebut menggunakan analisis yang biasa diterapkan pada pengkajian teks sastra. Metode Penelitian Dalam menganalisis Salawat Wahidiyah karya K.H. Abdoel Madjid Ma’roef, metode yang digunakan penulis adalah metode deskriptif analisis. Metode deskriptif analisis, yaitu suatu metode dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta kemudian dilanjutkan dengan analisis. Format penelitian ini menggunakan studi pustaka yang mencakup studi terhadap objek penelitian sebagai data penelitian. Deskriptif berarti penelitian yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan fakta yang ada atau fenomena yang memang secara empiris hidup pada penutur-penuturnya, sehingga yang dihasilkan atau yang dicatat berupa perian bahasa yang biasa dikatakan sifatnya seperti potret yaitu berupa paparan seperti apa adanya (Ratna, 2004:53).
6
Salawat wahidiyah karya..., Cita Rochmatul Inayah, FIB UI, 2014
Metode deskriptif analitik juga dapat digabungkan dengan metode formal. Mula-mula data dideskripsikan dengan maksud untuk menemukan unsur-unsur unsurnya, kemudian dianalisis, bahkan juga diperbandingkan (Ratna, 2004: 53)
Pembahasan Teks Salawat Wahidiyah ﺤﺔ ﺳﻠّﻢﺍاﻟﻔﺎ ﺗ ﻋ ﻠﻴﯿﻪﮫﻭو ﷲ ﻀﺮ ﺓةﺳﻴﯿ ّﺪﻧﺎﻣﺤﻤّﺪﺻ ﻠ ﻰ ﻰﺣ ﺇإﻟ ﻭوﺇإﻟﻰ ﺣﻀﺮﺓة ﻏﻮﺙث ﻫﮬﮪھﺬﺍا ﺍاﻟﺰﻣﺎﻥن ﻭوﺃأﻋﻮﺍاﻧﻪﮫ ﻭوﺳﺎﺋﺮ ﺃأﻭوﻟﻴﯿﺎء ﷲ ﺭرﺿﻲ ﷲ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻋﻨﻬﮭﻢ ﺍاﻟﻔﺎﺗﺤﺔ ٍﻞﱢ ﻟَﻤْﺤَﺔ ُ ﻰﻛ ِ ﻓ,ْﺤَﻤ ﱠﺪ ُ ﻴﯿﱢﺪِﻧ ﺎَﻣ
ِ ﻝل َﺳ ﻰ ﺁآ َﺤَﻤﱠﺪ ٍﻭوَﻋَ ﻠ ُﻰﺳَﻴﯿﱢﺪ ِﻧَﺎ ﻣ َﻋ ﻠ ْﺳَﻠﱢﻢْﻭوَﺑَﺎﺭرِﻙك ﻞﱢﻭو َﺻ ,ُ ﺟَ ﻮَﺍاﺩد ﺟِﺪ ُﻳﯾَﺎ ﺍاﻟ ّﻠ ﻬﮭُﻢﱠ ﻳﯾَﺎﻭوَﺍاﺣِﺪُﻳﯾ َﺎﺍاﺣَﺪ ُ ﻳﯾَﺎ ﻭوَﺍا ْﺿَﺎ ﺗﻪﮫِﻭوَﺍاَﻣْﺪَﺍاﺩدِﻩه ﺕتِﷲِﻭوَﻓﻴﯿُﻮ ﺲٍﺑِﻌَﺪَﺩدِ ﻣ َﻌْﻠُﻮﻣَﺎ ْ ﻭوَﻧَﻔ
“Ya Allah, Ya Tuhan Maha Esa. Ya Tuhan Maha Satu, Ya Tuhan Maha Menemukan, Ya Tuhan Maha Pelimpah, Limpahkanlah salawat salam barakah atas junjungan kami Nabi Muhammad dan atas keluarga Nabi Muhammad pada setiap kedipnya mata dan naik turunnya napas sebanyak bilangan segala yang Allah Maha Mengetahui dan sebanyak kelimpahan pemberian dan kelestarian pemeliharaan Allah” ِﻋ َﻠَﻴﯿﻪﮫ ُﷲ ﺻَ ﻠﱠ ﻰ ٍﺤَﻤ ﱠﺪ ُ ﻋ ْﻴﯿ ُِﻨَﺎﻣ َﺍا ﺠ ِﺪَ ﻭو َﻻ َ ﺴْﻤَﻊ ﻭوَﻻَﻧ َ َﻻ ﻯىﻭوَ ﻧ
ِﺣ َﺒ ﻴﯿﺒِﻨَﺎ ﻭوَﻗُﺮﱠﺓة َ ﺷَﻔِﻴﯿﻌِﻨﻭوَﺎ ﻻَ ﻧَﺎﻭو ﻰﺳَ ﻴﯿﱢﺪِﻧَﺎﻭوَﻣﻮ َﻋَ ﻠ ْ ﻙك ِﻞﱢﻭوﺳَﻠﱢﻢْﻭوَ ﺑَﺎﺭر َﺻ,ْﺖﺍاَﻫﮬﮪھْ ﻠُ ﻪﮫ ْ ﺍاﻟ ﻠﱠﻬﮭُ ﻢﱠﻛﻤَﺎ ﺍاَﻧ َﻰﻻَ ﻧﺮ ﺣَﺘ ﱠ,ْ َﺣْﺪ ﺓة َ ِﻰﺠﱠﺔِﺤﺑَْﺮ ِ ﺍاﻟْﻮ ُﻥنﺗُﻐﺮِﻗﻨَ ﺎﻓ ﻟ َ ﺴْ ﺄَﻟُﻚَﺍا ﻟﻠﱠﻬﮭ ُﻢﱠ ﺑِﺤَﻘﱢ ﻪﮫِﺍا َﻧ,ْﺳَ ﻠﱠﻢَﻛَﻤ َﺎ ﻫﮬﮪھُﻮ ﺍاَﻫﮬﮪھْﻠُﻪﮫ ﻭو
, ﻭوﺗﻤﺎﻡم ﻣﻌـﺮﻓﺘﻚ ﻳﯾﺎﷲ, ﻭوﺗﻤﺎﻡم ﻧﻌﻤـﺘﻚ ﻳﯾﺎﷲ, ﻭوﺗﺮﺯزﻗﻨﺎ ﺗﻤﺎﻡم ﻣﻐـﻔﺮﺗﻚ ﻳﯾﺎﷲ,ﻻﱠﺑِﻬﮭَﺎ ِ ﻦَ ﺍا ُﺴْ ﻜ َﻻ َﻧ َﻙكَ ﻭو ﺤَﺮﱡ ﻻﻧَ ﺘ َ ﺤِﺲﱠﻭو ُﻧ ﻭوﺻﻞ ﻭوﺳﻠﻢ ﻭوﺑﺎﺭرﻙك ﻋﻠﻴﯿﻪﮫ ﻭوﻋﻠﻰ ﺁآﻟﻪﮫ ﻭوﺻﺤﺒﻪﮫ ﻋﺪﺩد ﻣﺎ ﺍاﺣﺎﻁط ﺑﻪﮫ ﻋﻠﻤﻚ, ﻭوﺗﻤﺎﻡم ﺭرﺿﻮﺍاﻧﻚ ﻳﯾﺎﷲ,ﻭوﺗﻤﺎﻡم ﻣﺤـﺒﺘﻚ ﻳﯾﺎﷲ ﺑﺮﺣﻤﺘﻚ ﻳﯾﺎ ﺍاﺭرﺣﻢ ﺍاﻟﺮﺍاﺣﻤﻴﯿﻦ ﻭوﺍاﻟﺤﻤﺪ * ﺭرﺏب ﺍاﻟﻌﺎﻟﻤﻴﯿﻦ,ﻭوﺍاﺣﺼﺎﻩه ﻛﺘﺎﺑﻚ “Ya Allah, sebagaimana keahlian ada pada-Mu, limpahkanlah salawat salam barakah atas Junjungan kami, Pemimpin kami, Pemberi syafaat kami, Kecintaan kami, dan Buah jantung hati kami Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassallam yang sepadan dengan keahlian beliau, tenggelamkanlah kami di dalam pusat dasar samudera ke-Esaan-Mu sedemikian rupa sehingga tiada kami melihat dan 7
Salawat wahidiyah karya..., Cita Rochmatul Inayah, FIB UI, 2014
mendengar, tiada kami menemukan dan merasa, dan tiada kami bergerak maupun berdiam, melainkan senantiasa merasa di dalam samudra tauhid-Mu. Kami memohon kepada-Mu Ya Allah, limpahilah kami ampunan-Mu yang sempurna Ya Allah, nikmat karunia-Mu yang sempurna Ya Allah, sadar makrifat kepadaMuyang sempurna Ya Allah, cinta kepada-Mu dan menjadi kecintaan-Mu yang sempurna Ya Allah, ridha kepada-Mu dan memperoleh ridha-Mu yang sempurna Ya Allah. Dan sekali lagi Ya Allah, limpahkanlah salawat salam dan barakah atas Rasulullah dan atas keluarga dan sahabat beliau sebanyak bilangan segala yang diliputi oleh ilmu-Mu dan termuat dalam kitab-Mu, dengan rahmat-Mu Ya Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang dan segala puji bagi Allah Tuhan seru sekalian alam.” ﻋ ﻠ ﻴﯿ ﻚ ﻧﻮﺭر ﺍاﻟﺨﻠﻖ ﻫﮬﮪھﺎﺩدﻯى ﺍاﻷﻧﺎﻡم
ﻳﯾﺎ ﺷﺎﻓﻊ ﺍاﻟﺨﻠﻖ ﺍاﻟﺼﻼﺓة ﻭوﺍاﻟﺴﻼﻡم
ﻓـﻘﺪ ﻅظﻠـﻤﺖ ﺍاﺑﺪﺍا ﻭوﺭرﺑﻨﻰ
ﻭوﺍاﺻـﻠﻪﮫ ﻭوﺭرﻭوﺣﻪﮫ ﺍاﺩدﺭرﻛﻨﻰ
ﻓﺎﻥن ﺗﺮﺩد ﻛﻨﺖ ﺷﺨﺼﺎ ﻫﮬﮪھـﺎﻟﻜﺎ
ﻭوﻟﻴﯿﺲ ﻟﻲ ﻳﯾﺎﺳـﻴﯿﺪﻯى ﺳ ﻮﺍاﻛﺎ ﻳﯾﺎﺳـﻴﯿﺪﻯى ﻳﯾﺎﺭرﺳـﻮﻝل ﷲ
“Duhai Nabi pemberi syafa’at makhluk, salawat dan salam Kepadamu kusanjungkan, Duhai Nur cahaya makhluk pembimbing manusia Duhai unsur dan jiwa makhluk, didiklah diriku Dan bimbinglah diriku, Sungguh aku dhalim selalu Tiada arti diriku tanpamu Ya Sayyidi Jika engkau hindari aku, pastilah aku ‘kan hancur binasa” ﻋـﻠﻴﯿﻚ ﺭرﺑـــﻨﻰ ﺑﺈﺫذﻥن ﷲ
ﻳﯾﺎ ﺍاﻳﯾﻬﮭﺎ ﺍاﻟﻐـﻮﺙث ﺳﻼﻡم ﷲ
ﻣﻮﺻـﻠﺔ ﻟﻠﺤﻀـﺮﺓة ﺍاﻟﻌﻠﻴﯿﺔ
ﻭوﺍاﻧـﻈﺮ ﺍاﻟﻲ ﺳـﻴﯿﺪﻯى ﺑﻨﻆ ﺭرﺓة
“Duhai Ghoutsu Haẑaz Zaman, kepangkuanmu salam Allah Kuhaturkan, bimbinglah diriku dengan izin Allah Arahkan pancaran sinar nadhrahmu kepadaku Duhai Ya Sayyidii Radiasi batin yang mewusulkan aku, sadar kehadirat maha luhur Tuhanku”
8
Salawat wahidiyah karya..., Cita Rochmatul Inayah, FIB UI, 2014
ﺻﻼﺗﻪﮫ ﻋﻠﻴﯿﻚ ﻣﻊ ﺳﻼﻣﻪﮫ ﺧﺬ ﺑﻴﯿﺪﻯى ﻳﯾﺎﺳﻴﯿﺪﻯى ﻭوﺍاﻷﻣﺔ
ﻳﯾﺎﺷﺎﻓﻊ ﺍاﻟﺨﻠـﻖ ﺣــﺒﻴﯿﺐ ﷲ ﻰﻓﻲ ﺑﻠﺪﺗﻲ ﺖﺣ ﻴﯿﻠﺘ ّ ﺖﻭوﺿﻠ ّﺿ ﻠ
ﻳﯾﺎﺳـﻴﯿﺪﻯى ﻳﯾﺎﺭرﺳـﻮﻝل ﷲ “Duhai Nabi pemberi syafaat makhluk, Duhai Nabi kekasih Allah Kepangkuanmu salawat dan salam Allah kusanjunkan Jalanku buntu, usahaku tak menentu buat kesejahteraan negeriku Cepat-cepat raihlah tanganku Yaa sayyidi tolonglah diriku dan seluruh ummat ini” ﻋﻠﻰ ﻣﺤﻤﺪ ﺷﻔﻴﯿﻊ ﺍاﻷﻣﻢ
ﻳﯾﺎ ﺭرﺑﻨﺎ ﺍاﻟﻠﻬﮭﻢ ﺻﻞ ﺳﻠﻢ
ﺑﺎﻟﻮﺍاﺣﺪﻳﯾﺔ ﻟﺮﺏب ﺍاﻟﻌﺎﻟﻤﻴﯿﻦ
ﻭوﺍاﻵﻝل ﻭوﺍاﺟﻌﻞ ﺍاﻷﻧﺎﻡم ﻣﺴﺮﻋﻴﯿﻦ
ﻗﺮﺏب ﻭوﺃأﻟﻒ ﺑﻴﯿﻨﻨﺎ ﻳﯾﺎ ﺭرﺑﻨﺎ
ﻳﯾﺎ ﺭرﺑﻨﺎ ﺍاﻏﻔﺮ ﻳﯾﺴﺮ ﺍاﻓﺘﺢ ﻭوﺍاﻫﮬﮪھﺪﻧﺎ
“Ya Tuhan kami Ya Allah, limpakanlah salawat salam Atas Nabi Muhammad pemberi syafaat ummat Dan atas keluarga beliau, jadikanlah umat manusia cepa-cepat lari Lari kembali mengabdikan diri dan sadar kepada Tuhan semesta alam Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami, bukalah hati dan jalan kami,tunjukilah kami Pereratlah persaudaraan dan persatuan diantara kami” ﺍاﻟﻠﻬﮭﻢ ﺑﺎﺭرﻙك ﻓﻴﯿﻤﺎ ﺧﻠﻘﺖ ﻭوﻫﮬﮪھﺬﻩه ﺍاﻟﺒﻠﺪﺓة ﻳﯾﺎﷲ ﻭوﻓﻰ ﺍاﻟﻤﺠﺎﻫﮬﮪھﺪﺓة ﻳﯾﺎﷲ “Ya Allah limpahkanlah berkah di dalam segala makhluk yang Engkau ciptakan, dan di dalam negeri ini Ya Allah, dan di dalam mujahadah ini Ya Allah.” ﺑﺴﻢ ﷲ ﺍاﻟﺮﺣﻤﻦ ﺍاﻟﺮﺣﻴﯿﻢ ﺍاﻟﻠﻬﮭﻢ ﺑﺤﻖ ﺍاﺳﻤﻚ ﺍاﻷﻋﻈﻢ ﻭوﺑﺠﺎﻩه ﺳﻴﯿﺪﻧﺎ ﻣﺤﻤﺪ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﻴﯿﻪﮫ ﻭوﺳﻠﻢ ﻭوﺑﺒﺮﻛﺔ ﻏﻮﺙث ﻫﮬﮪھﺬﺍا ﺑﻠﻎ ﺟﻤﻴﯿﻊ ﺍاﻟﻌﺎﻟﻤﻴﯿﻦ ﻧﺪﺁآءﻧﺎ ﻫﮬﮪھﺬﺍا ﻭوﺍاﺟﻌﻞ. ﻳﯾﺎﷲ ﺭرﺿﻰ ﷲ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻋﻨﻬﮭﻢ, ﻳﯾﺎﷲ,ﺍاﻟﺰﻣﺎﻥن ﻭوﺍاﻋﻮﺍاﻧﻪﮫ ﻭوﺳﺎﺋﺮ ﺃأﻭوﻟﻴﯿﺂﺋﻚ ﻳﯾﺎﷲ ﻓﺎﻧﻚ ﻋﻠﻰ ﻛﻞ ﺷﺊ ﻗﺪﻳﯾﺮ ﻭوﺑﺎﻹﺟﺎﺑﺔ ﺟﺪﻳﯾﺮ.ﻓﻴﯿﻪﮫ ﺗﺄﺛﻴﯿﺮﺍا ﺑﻠﻴﯿﻐﺎ
9
Salawat wahidiyah karya..., Cita Rochmatul Inayah, FIB UI, 2014
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Ya Allah dengan hak kebesaran asma-Mu, dengan kemuliaan serta keagungan Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam, dan dengan barakah ghoutsu haẑaz zaman wa a’wanihi serta segenap auliya kekasih-Mu Ya Allah, Ya Allah, Ya Allah radhiyallahu ta’ala ‘anhum, sampaikanlah seruan kami ini kepada jami’al ‘alamiin dan letakkanlah kesan yang sagat mendalam Maka sesungguhnya Engkau Maha Kuasa berbuat segala sesuatu dan Maha Ahli memberi ijabah” ﻭوﻗﻞ ﺟﺎء ﺍاﻟﺤﻖ ﻭوﺯزﻫﮬﮪھﻖ ﺍاﻟﺒﺎﻁطﻞ ﺍاﻥن ﺍاﻟﺒﺎﻁطﻞ ﻛﺎﻥن ﺯزﻫﮬﮪھﻮﻗﺎ, ﻓﻔﺮﻭوﺍا ﺍاﻟﻰ ﷲ “Larilah kembali kepada Allah” “Dan katakanlah (wahai Muhammad) perkara yang hak telah datang dan musnahlah perkara yang batal. Sesungguhnya perkara yang batal itu pasti akan musnah” Analisis Bentuk dan Isi Salawat Wahidiyah Shalawat Wahidiyah terdiri dari prosa dan puisi. Bentuk prosa terdapat pada shalawat awal dan akhir dalam rangkaian Shalawat Wahidiyah, prosa tersebut merupakan prosa imajinatif yang termasuk ke dalam cerita pendek (qissah qasiirah) yang pendek (short-short story). Sedangkan pada bagian tengah Shalawat Wahidiyah berbentuk puisi yang berjumlah 12 larik. Teks Prosa yang terdapat dalam Salawat Wahidiyah mengikuti kaidah tata bahasa Arab. Susunan prosa sangat pendek dengan menggunakan bahasa Arab yang mudah dipahami dan mengandung unsur sastra berupa pengulangan bunyi akhir serta terdapat pula pengulanganpengulangan kata. Hal ini bertujuan agar pengamal Salawat Wahidiyah mudah menangkap pesan yang ingin disampaikan oleh penulis. Teks yang berbentuk puisi terdapat 12 larik yang terdapat di tengah salawat. Teks puisi ini dilagukan dan dibaca saat diawal dan diakhir kegiatan mujahadah. Teks puisi pada Salawat Wahidiyah mengikuti kaidah puisi Arab klasik karena mengikuti pola bahr rajz pada semua larik yang dianalisis oleh penulis. Dari 66 taf’ilat, ada 24 setia pada pola dasar, sedangkan 42 taf’ilat lainnya mengalami perubahan. Perubahan tersebut adalahh 24 buah zihaf khabn, 8 buah zihaf 10
Salawat wahidiyah karya..., Cita Rochmatul Inayah, FIB UI, 2014
thayy, 10 buah Illat al-Qaṭ’. Banyak terjadi perubahan pada taf’ilat yang terdapat pada semua larik di atas menunjukkan bahwa shalawat yang berbentuk puisi ini tidak setia dengan pola dasar. Terdapat 2 larik puisi yang tidak mengikuti bahr rajz yaitu pada larik 4 dan 9. Penggunaan bahr rajz pada salawat ini bertujuan untuk memudahkan pembaca dalam pembacaan dan menghapal. Bahr rajz mudah ditemukan dalam berbagai buku sastra, keagamaan, dan tata bahasa karena bahr ini termasuk dalam bahr favorit para penyair Arab. Puisi yang menggunakan bahr rajz, misalnya bisa ditemukan dalam buku semisal tata bahasa (nahwu) al-fiyyah karya Ibnu Malik yang sangat terkenal di pesantren Indonesia. Dalam mengkaji isi Salawat Wahidiyah penulis menggunakan unsur ma’ani
karena
dengan unsur tersebut apa yang diungkapkan oleh pengarang Salawat Wahidiyah lebih mudah diterima oleh pengamal. Hal ini dikarenakan penyair tidak menggunakan kata-kata yang mengandung arti kiasan atau majaz agar pengamal terhindar dari kekeliruan memahami makna kata yang dikehendaki. Unsur ma’ani yang ditemukan dalam teks Salawat Wahidiyah berupa kalam al-khabar, kalam al-insya’ (al-amr dan al-nidaa’), qashr, washal, musawah, ijaz, dan ithnab. Al-khabar adalah kalimat yang mengandung dua kemungkinan, benar atau salah. Berdasarkan analisis, kalimat al-khabar dalam teks Shalawat Wahidiyah mempunyai dua tujuan yaitu laziimul faidat (yang berbicara mengetahui keadaan lawan bicara) dan izharu al-da’fi wa su’l al-haal (menunjukkan kelemahan diri). Berdasarkan perbedaan lawan bicara al-khabar yang bertujuan laziimul faidat mempunyai tiga perbedaan yaitu; mengungkapkan sesuatu kepada Allah, mengungkapkan sesuatu kepada Nabi Muhammad SAW, dan mengungkapkan sesuatu kepada Gauṡ. Gauṡuu haẑaz zaman adalah seseorang yang dianggap sebagai pembimbing rohani oleh aku lirik sehingga ketika memanggil beliau menggunakan
huruf nida’ jauh sebagai
penghormatan. Dalam buku Kuliah Wahidiyah yang diterbitkan oleh DPP-PSW (2010:170), di dalam konsep tasawuf ghoutsu haẑaz zaman adalah guru penuntun atau pembimbing karena itu disebut gauṡu yang merupakan bentuk isim faa’il dan berarti orang yang memberi pertolongan. Selain itu ghoutsu haẑaz zaman dalam dunia wali juga disebut dengan sulthanul ‘auliyaa (pemimpim para wali), jadi yang dimaksud gauṡuu haẑaz zamanadalah pemimpin para wali Allah swt pada zaman sekarang. Dalam hadis riwayat Abu Dawud, al-Hakim, al-Baihaqi dari Abu Hurairah disebutkan bahwa Allah swt mengutus orang yang memperbaharui (pelaksanaan agamanya) kepada ummat pada setiap penghujung seratus tahun. Para ulama shufi berkeyakinan 11
Salawat wahidiyah karya..., Cita Rochmatul Inayah, FIB UI, 2014
bahwa yang dimaksud orang yang memperbaharui agamanya adalah sulthanul ‘auliyaa atau gauṡu hadẑaz zaman”. Al-‘Amr adalah menuntut dilaksanakannya suatu pekerjaan oleh pihak yang lebih tinggi kepada pihak yang lebih rendah. Al-‘Amr termasuk ke dalam
al-insyaa’ thalabi karena
menghendaki terjadinya sesuatu yang belum terjadi pada saat kalimat itu diucapkan. Al-Amr jenis al-du’aa merupakan jenis kata perintah terbanyak dalam teks Salawat Wahidiyah. Terdapat tiga berbedaan doa yang ada dalam Salawat Wahidiyah, (1) doa kepada Allah, (2) doa kepada Nabi Muhammad SAW, (3) doa kepada Gauṡ. Selain al-‘amr jenis al-du’aa terdapat juga al-‘amr jenis al-‘irsyaad (menyuruh tetapi konotasinya memberi petunjuk) dan merupakan al-‘amr jenis ‘ala wajhi al-‘isti’laa’ (permintaan mengerjakan sesuatu dari atas ke bawah). Doa kepada Nabi Muhammad SAW dan doa kepada Gauṡu Haẑaz Zaman merupakan bentuk tawasul dan istigasah. Orang yang bertawasul tidak boleh berkeyakinan bahwa perantaranya kepada Allah bisa member manfaat atau madarat kepadanya. Jika demikian maka termasuk ke dalam syirik. Dalil mengenai tawasul adalah Q. S. Al-Maidah: 35 yang berbunyi ﻲ ﺟﺎﻫﮬﮪھﺪﻭوﺍا ﻓ ﺳ ﻴﯿﻠﺔﻭو ﷲﻭو ﺍاﺑﺘﻐﻮﺍا ﺍاﻟﻴﯿﻪﮫ ﺍاﻟﻮ ﻳﯾﺎﻳﯾّﻬﮭ ﺎ ﺍاﻟﺬﻳﯾﻦﺍاﻣﻨﻮﺍا ﺍاﺗّﻘﻮﺍا ﺳﺒ ﻴﯿﻠﻪﮫ ﻟﻌ ﻠّﻜﻢﺗ ﻔﻠﺤﻮﻥن
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah
wasilah (jalan) untuk mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah (berjuanglah ) di jalanNya, agar kamu beruntung”. Tawasul juga bukan suatu keharusan dan terkabulnya doa tidak harus dengan cara tawasul. Hal ini hanya menjadi jalan atau cara untuk mendekatkan diri kepada Allah. Pandangan ulama mengenai tawasul berbeda-beda, ulama madzhab, Ibnu taimiyah, dan Imam Syaukani membolehkan adanya tawasul. Berbeda dengan pandangan Muhammad bin Abdul Wahab yang melarang adanya tawasul karena merupakan perkara yang makruh menurut jumhur ulama. Berikut ini adalah dalil-dalil yang menjelaskan mengenai tawasul yang diambil dari berbagai sumber22. Dalil yang membolehkan adanya tawasul yaitu (1) Q. S. Al-Maidah ayat 35 seperti yang telah disebutlan di atas, (2) Q. S. Yusuf ayat 97-98 yaitu “mereka berkata wahai ayah kami mohonkanlah ampunan bahi kami terhadap dosa-dosa kami, sesungguhnya kami adalah orang yang bersalah. Nabi Ya’qub berkata “ aku akan memohonkan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang ” ayat ini menjelaskan bahwa bertawasul kepada orang mulia kedudukannya di sisi Allah. (3) Q. S. AlBaqarah ayat 37yaitu, “kemudian Nabi Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, 22
http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&view=article&id-1085:hukum-berdoa-dengantawassul&catid=13:mozaik-fikih&<emid=55 dan http://www.islam-institute/tawassul-pengertian-tawassul-dandalil-dalil-tawassul.html
12
Salawat wahidiyah karya..., Cita Rochmatul Inayah, FIB UI, 2014
kemudian Allah menerima taubatnya, Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”. Beberapa kalimat dalam ayat tersebut menurut para mufassir berdasarkan sejumlah hadis adalah tawasul kepada Nabi Muhammad sekalipun pada saat itu Nabi Muhammad belum lahir. (4) Q. S. An-Nisa ayat 64 yaitu, “dan Kami tidak mengutus seorang rasul melainkan untuk ditaati dengan izin Allah. dan sungguh sekiranya mereka setelah menzalimi dirinya sendiri datang kepadamu (Muhammad), lalu memohon ampun kepada Allah dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang ”. ayat tersebut menerangkan bahwa taubat mereka pasti akan diterima jika mereka datang ke hadapan Rasulullah dan memohon ampun kepada Allah. Berikut ini juga dalil dari hadis yang membolehkan adanya tawasul yaitu, (1) Tawasul kepada Nabi Muhammad SAW ketika beliau sebelum dilahirkan. Disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Hakim dengan sanad sahih yaitu, “Rasulullah SAW bersabda: ketika Adam melakukan kesalahan, lalu ia berkata ‘Ya Tuhanku sesungguhnya aku memintaMu melalui Muhammad agar kamu ampuni diriku’, lalu Allah berfirman: ‘Wahai Adam, darimana engkau tahu Muhammad padahal belum aku jadikan?’ Adam menjawab, ‘Ya Tuhanku ketika Engkau ciptakan diriku dengan tangan-Mu dan Engkau hembuskan ke dalamku sebagian ruh-Mu, maka aku angkat kepalaku dan aku melihat di atas tiang-tiang Arash tertulis “laa ilaha illallaah muhammadun rasulullah” maka aku mengerti bahwa Engkau tidak akan mencantumkan sesuatu kepada nama-Mu kecuali nama makhluk yang paling Engkau cintai. Allah menjawab: ‘Benar Adam, sesungguhnya ia adalah makhluk yang paling Aku cintai, berdoalah dengan melaluinya maka Aku telah mengampunimu dan andaikan tidak ada Muhammad maka tidaklah Aku menciptakanmu”. Dalam menghukumi hadis ini pandangan ulama berbeda, disebabkan perbedaan mereka dalam penilaian kuat atau tidaknya terhadap seorang rowi. (2) Tawasul kepada Nabi Muhammad SAW semasa beliau masih hidup seperti yang disebutkan dalam hadist riwayat Imam Hakim yaitu, “Dari Usman bin Hunaif: Suatu hari seorang yang lemah dan Buta datang kepada Rasulullah SAW dan berkata: ‘Ya Rasulullah aku tidak mempunyai orang yang menuntunku dan aku merasa berat’, Rasulullah berkata, ‘ambilah air wudlu, lalu beliau berwudlu dan salat dua rakaat’, dan berkata: ‘bacalah doa “Ya Allah sesungguhnya aku memintaMu dan menghadap kepadaMu melalui NabiMu yang penuh kasih saying, Wahai Muhammad sesungguhnya aku menghadap kepadaMu dan meminta TuhanMu melaluimu agar dibukakan mataku, Ya Allah berilah ia syafaat untukku dan berilah aku syafaat”. Utsman berkata:’Demi Allah kami belum lagi bubar dan belum juga lama 13
Salawat wahidiyah karya..., Cita Rochmatul Inayah, FIB UI, 2014
pembicaraan kami, orang itu telah datang kembali dengan segar bugar’. (3) Tawasul kepada Nabi Muhammad SAW setelah beliau meninggal seperti yang disebutkan dalam hadis riwayat Imam Bukhari yaitu, “dari Anas bin Malik bahwa Umar bin Khattab ketika menghadap kemarau panjang, mereka meinta hujan melalui Abbas bin Abdul Muthalib, lalu Abbas berkata: ‘Ya Tuhanku sesungguhnya kami bertawasul kepadaMu melalui Nabi kami maka turunkanlah hujan dan kami bertawasul dengan paman nabi kami makana turunkanlah hujan kepada kami’ lalu turunlah hujan”. Berikut ini juga dalil-dalil yang melarang tawasul, yaitu (1) Q. S. Az-Zumar ayat 2, “Ingatlah hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik ). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”. Sesungguhnya Allah akan memutuskan diantara mereka tentang apa mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang pendusta dan sangat ingkar. (2) Q. S Al-Baqarah ayat 186, “Dan apabila hamba-hambaku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apanila ia memohon kepada-ku maka hendaklah mereka memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”. (3) Q. S Jin ayat 18, “Sesungguhnya mesjidmesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah”. Menurut kesepakatan ulama tawasul yang diperbolehkan dan tidak ada perdebatan tentangnya yaitu tawasul dengan Asma Allah, amal salih yang dikerjakan,ndan doa orang salih yang masih hidup (Jawaz, 2006: 445). Selain tawasul kepada tiga hal tersebut, masih terdapat perbedaan antar ulama. Bagi Ulama yang membolehkan tawasul beranggapan bahwa tawasul dilakukan dengan berkeyakinan bahwa Allahlah yang berhak mengabulkan permintaan ataupun meolaknya sedangkan perantara yang digunakan hanya sebagai perantara yang tidak bisa member manfaat maupun madarat. Dalam hukumnya tawasul adalah masalah khilafiyah atau perbedaan para ulama Islam ada yang memperbolehkan dan ada juga yang melarang, ada yang menganggap sunnah ada pula yang menganggap makruh. Al-nidaa’ artinya adalah “meminta datangnya sesuatu yang diajak berbicara”. Al-nidaa’ termasuk ke dalam al-insyaa’ thalabi karena menghendaki terjadinya sesuatu yang belum terjadi pada saat kalimat itu diucapkan. Unsur nida’ juga terdapat hampir di semua salawat . Nidaa’, 14
Salawat wahidiyah karya..., Cita Rochmatul Inayah, FIB UI, 2014
paling banyak ditemukan yaitu nidaa’ kepada Allah berjumlah. Kemudian nidaa’ kepada Nabi Muhammad SAW, dan yang terakhir nidaa’ kepada Gauṡ. Al-Qaṣr adalah mengkhususkan sesuatu dengan sesuatu dengan cara yang khusus. Dalam teks Salawat Wahidiyah terdapat 1 kalimat yang mengandung unsur al-qaṣr. Al-Musaawaat adalah pengungkapan kalimat yang maknanya sesuai dengan banyaknya kata-kata, dan kata-katanya sesuai dengan luasnya makna yang dikehendaki, tidak ada penambahan maupun pengurangan. Dalam teks Salawat Wahidiyah hampir semuanya merupakan al-musaawaat, hal ini bertujuan agar mudah dipahami oleh pembaca karena tidak menggunakan bahasa yang panjang ataupun yang terlalu ringkas. Al-ii’jaz adalah cara mengungkapkan makna dengan sedikit kata. Dalam teks Salawat Wahidiyah terdapat beberapa kalimat yang mengandung unsur al-ii’jaz. Al-‘Iṭnab adalah bertambahnya lafadz dalam suatu kalimat melebihi makna. Al-‘Iṭnab yang terdapat dalam Salawat Wahidiyah berupa ithnab tikrar (pengulangan). Tujuan dari pengulangan tersebut adalah untuk menegaskan dan memantapkan maknanya di hati pembaca salawat. Selain itu tujuan dari ithnab tikrar dalam ungkapan ini adalah untuk tahassur (menampakkan kesedihan).
Kesimpulan Salawat Wahidiyah adalah salawat karya K.H Abdoel Madjid Ma’roef (Kediri). Salawat ini terdiri dari beberapa rangkaian salawat. Salawat ini merupakan salah satu salawat gairu ma’ṡurah yang diamalkan oleh sebagian masyarakat yang disebut dengan pengamal Salawat Wahidiyah. Pengamal Saalawat Wahidiyah sudah menyebar diberbagai wilayah di Indonesia. Salawat ini mempunyai keunikan bentuk dan isinya. Struktur bahasa Arab dan ilmu ‘aruuḍ digunakan untuk menganalisis bentuk Salawat Wahidiyah. Dari hasil analisis bentuk prosa Salawat Wahidiyah dapat disimpulkan bahwa salawat ini mengkuti struktur bahasa Arab yang mudah dipahami dan mengandung unsur sastra berupa pengulangan bunyi-bunyi akhir. Selain itu juga terdapat beberapa pengulangan kata. Menurut penulis hal ini dikarenakan penyusun Salawat Wahidiyah adalah orang Indonesia sehingga tidak menggunakan bahasa Arab yang sulit dan agar mudah dipahami oleh pengamal Salawat Wahidiyah. Sedangkan hasil analisis bentuk puisi yaitu mengikuti bahr rajz. Penggunaan bahr rajz pada salawat ini bertujuan untuk memudahkan pembaca dalam pembacaan dan menghapal. Bahr 15
Salawat wahidiyah karya..., Cita Rochmatul Inayah, FIB UI, 2014
rajz mudah ditemukan dalam berbagai buku sastra, keagamaan, dan tata bahasa karena bahr ini termasuk dalam bahr favorit para penyair Arab. Puisi yang menggunakan bahr rajz, misalnya bisa ditemukan dalam buku semisal tata bahasa (nahwu) al-fiyyah karya Ibnu Malik yang sangat terkenal di pesantren Indonesia. Walaupun salawat ini dibuat pada zaman modern namun masih menggunakan kaidah sastra klasik. Kecuali tidak adanya qafiyat pada setiap akhir salawat. Penggunaan kaidah sastra Arab Klasik disebabkan karena pengaruh pendidikan penyair yang pernah mempelajari sastra arab klasik di pesantren tempat beliau menuntut ilmu. Pengkajian isi Salawat Wahidiyah dilakukan dengan menggunakan unsur ma’ani karena unsur tersebut yang paling banyak ditemukan. Tujuan penggunaan unsur ma’ani adalah untuk memudahkan pembaca atau pengamal Salawat Wahidiyah dalam memahami dan menghapalkan teks salawat. Jika Salawat Wahidiyah banyak menggunakan majaz atau konotasi maka akan mempersulit pembaca dan pesan yang ingin disampaikan penyusun tidak akan sampai kepada pembaca. Oleh karena itu pemilihan unsur ma’ani dalam penyusunan salawat ini sudah tepat menurut penulis. Unsur ma’ani yang paling banyak ditemukan yaitu al-amr jenis al-du’aa sehingga dapat disimpulkan Salawat Wahidiyah berisi mengenai doa. Ada tiga tujuan yang berbeda dalam doa pada Salawat Wahidiyah, yaitu doa kepada Allah, doa kepada Nabi Muhammad SAW, dan doa kepada Gauṡ. Doa kepada kepada Nabi Muhammad SAW dan Doa kepada Gauṡ haẑaz zaman dalam salawat ini merupakan bentuk tawasul dan istigasah kepada keduanya. Tawasul dan istigasah adalah memohon sesuatu atau memohon pertolongan Allah dengan perantara sesuatu yang lain, yang dianggap akan lebih mendekatkan kepada yang diminta pertolongan yaitu Allah. Menurut kesepakatan ulama tawasul yang diperbolehkan dan tidak ada perdebatan tentangnya yaitu tawasul dengan Asma Allah, amal salih yang dikerjakan,ndan doa orang salih yang masih hidup. Selain tawasul kepada tiga hal tersebut, masih terdapat perbedaan antar ulama termasuk bertawasul kepada Rasulullah dan kepada Gauṡ haẑaz zaman karena keduanya telah wafat. Bagi Ulama yang membolehkan tawasul beranggapan bahwa tawasul dilakukan dengan berkeyakinan bahwa Allahlah yang berhak mengabulkan permintaan ataupun meolaknya sedangkan perantara yang digunakan hanya sebagai perantara yang tidak bisa member manfaat maupun madarat. Tawasul adalah masalah khilafiyah atau perbedaan para ulama Islam ada yang memperbolehkan dan ada juga yang melarang, ada yang menganggap sunnah ada pula yang menganggap makruh. Gauṡ haẑaz zaman adalah seorang yang dianggap sebagai pembimbing rohani dalam konsep 16
Salawat wahidiyah karya..., Cita Rochmatul Inayah, FIB UI, 2014
Wahidiyah.. Selain itu ghoutsu haẑaz zaman dalam dunia wali juga disebut dengan sulthanul ‘auliyaa (pemimpim para wali), jadi yang dimaksud gauṡu haẑaz zaman adalah pemimpin para wali Allah swt pada zaman sekarang. Dalam hadis riwayat Abu Dawud, al-Hakim, al-Baihaqi dari Abu Hurairah disebutkan bahwa Allah swt mengutus orang yang memperbaharui (pelaksanaan agamanya) kepada ummat pada setiap penghujung seratus tahun. Para ulama shufi berkeyakinan bahwa yang dimaksud orang yang memperbaharui agamanya adalah sulthanul ‘auliyaa atau Gauṡu hadẑaz zaman. Kemudian unsur yang banyak ditemukan juga al-khabar yang berfaidah laazim al-fa’idat karena mengetahui keadaan lawan bicara yaitu Allah swt, Nabi Muhammad SAW, dan Gauṡ haẑaz zaman. Selanjutnya unsur al-musawah juga banyak ditemukan. Tujuan penggunaan almusawah adalah untuk memudahkan pengamal salawat dalam memahami teks salawat karena makna yang terkandung dalam musawah sesuai dengan kalimat yang diucapkan tidak kurang tidak lebih.
Saran Penelitian ini diharapkan menjadi dasar bagi penelitian lanjutan terhadap Salawat Wahidiyah karya K.H Abdoel Madjid Ma’roef dari segi sastra karena memiliki keunikan tersendiri sebagaimana yang telah penulis temukan dalam penelitian ini. Semoga penelitian terhadap Salawat Wahidiyah dari segi sastra berlanjut guna mendapatkan keunikan dan pesan yang terkandung di dalamnya karena penulis belum menemukan penelitian dari segi sastra pada Salawat ini.
Daftar Referensi
Buku Departemen Agama RI. Al-Qur’anul dan Terjemahnya. Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2006. Dhofier, Zamakkhsyari. Tradisi Pesantren: studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, Jakarta, LP3ES, 1990. DPP-PSW. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, 2006. 17
Salawat wahidiyah karya..., Cita Rochmatul Inayah, FIB UI, 2014
DPP-PSW. Kuliah Wahidiyah untuk Menjernihkan Hati dan Ma’rifat Billah wa Birrasulihi saw, cetatakan ke-13, 2010. DPP-PSW. Sejarah Singkat Lahirnya Sholawat Wahidiyah, 2008. Harahap, Amru Khoirul. Dasyatnya Do’a dan Dzikir, Jakarta: Quantum Media, 2008. Huda, Sokhi. Tasawuf Kultural: Fenomena Salawat Wahidiyah, Yogyakarta: PT. LKiS Pelangi Aksara, 2008. Jarim, Ali dan Amin, Musthafa. Terjemahan Al-Balaghatul Waadhihah; Mujiyo Nurkholis dan Bahrun Abu Bakar, penerjemah, Bandung: Penerbit Sinar Baru Algesindo, 2010 Jawaz, Yazid bin Abdul Qadir. Syarah ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Bogor: Pustaka Imam Asy-Syafi’I, 2006. Kamil, Syukron. Teori Kritik Sastra Arab Klasik dan Modern, Jakarta: Rajawali Pers, 2009. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008 . Lesmana, Maman. Kritik Sastra Arab dan Islam, Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2010. Maksum, MS. dan Fathoni, A. Rahasia Salawat Rasulullah saw. Yogyakarta: Mutiara Media, 2009. Munawir. A. Warson. Kamus Arab-Indonesia Al-Munawwir, Surabaya: Pustaka Progresif, 1997. Muzakki, Akhmad. Teori Metode Kesusasteraan Arab: Pengantar Teori dan Terapan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009. Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf, Jakarta: Rajawali Pers, 2012. Shofwan, Sholehuddin. Pengantar Memahami Nadzom Jauharul Maknun, Jombang: Darul Hikmah, 2007. Syukron, Muhammad dan Ahmad Fathoni. Rahasia Salawat Rasulullah SAW, Yogyakarta: Mutiara Media, 2009. Ratna, Nyoman Kutha. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004. Rokhmansyah, Alfian. Studi dan Pengkajian Sastra Perkenalan Awal Terhadap Ilmu Sastra, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014. Waluyo, Herman J. Pengkajian Cerita Fiksi, Surakarta: Universitas Sebelas Maret Press, 1994. Skripsi Handayani, Luthfi Fathimah. Kebertahanan Organisasi Islam Berideologi Tasawuf (Studi Pada Organisasi Penyiar Sholawat Wahidiyah (PSW) di Jombang, Jawa Timur), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen Sosiologi, 2012. 18
Salawat wahidiyah karya..., Cita Rochmatul Inayah, FIB UI, 2014