Batik Garut : Kajian Bentuk dan Warna | Nanang Rizali, Herman Jusuf, Saftiyaningsih Ken Atik
2003
BATIK GARUT KAJIAN BENTUK DAN WARNA Nanang Rizali Herman Jusuf Saftiyaningsih Ken Atik dipublikasikan pada Jurnal Wacana Seni Rupa Vol. 3 No.6 Agustus 2003
Abstrak Salah satu karya tradisi budaya bangsa Indonesia adalah batik. Hingga kini batik masih dipakai sebagai bahan sandang baik untuk keperluan sehari-hari maupun untuk keperluan yang sifatnya khusus. Batik di Indonesia telah mengalami perkembangan desain sebagai akibat dan persentuhannya dengan berbagai budaya yang pemah masuk ke Nusantara. Daerah penghasil kain batik yang paling menonjol di Indonesia ialah pulau Jawa dengan pusatpusatnya antara lain, Yogyakarta, Surakarta, Pekalongan, Cirebon, Tasikmalaya, dan Garut. Salah satu penghasil batik di Jawa barat yang cukup terkenal dan sampai saat ini masih menghasilkan kain batik yang memiliki corak dan wama yang khas adalah Garut. Untuk mengetahui perkembangan batik Garut yang berkaitan dengan motif; warna, bahan, fungsi dan pemasarannya perlu dilakukan suatu kajian teoretik maupun empirik. Dalam penelitian ini obyek yang diteliti adalah hasil karya tradisi budaya Jawa Barat, khususnya kota Garut. Selain memperlihatkan aspek historis penelitian ini menekankan pada unsur-unsur rupa yang dikandung dalam batik Garut. Berdasarkan wujudnya batik Garut diciptakan melalui penerapan berbagai teknik yang memerlukan keterampilan yang tinggi. Meskipun demikian perwujudan batik tidak ditentukan oleh keterampilan semata, namun memerlukan kepekaan batin dan kesabaran. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif maka data yang diperoleh diolah dan dianalisa melalui cara kualitatif. Proses analisis data dalam penelitian ini mencakup tiga alur kegiatan yang dilakukan secara bersamaan, yaitu reduksi (seleksi) data, pengujian data, dan penarikan kesimpulan. Dalam kaitannya dengan penciptaan, batik Garut selain berfungsi untuk sinjang juga bofungsi untuk memenuhi kebutuhan lainnya. Bentuk motif batik Garut merupakan cerminan dan kehidupan sosial budaya, falsafah hidup, dan adat-istiadat orang Sunda. Beberapa perwujudan batik Garut secara visual dapat digambarkan melalui motif dan warnanya. Berdasarkan 1 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa dan Desain vol. 3, 6, Agustus 2003
Batik Garut : Kajian Bentuk dan Warna | Nanang Rizali, Herman Jusuf, Saftiyaningsih Ken Atik
2003
pemikiran yang melatar belakangi penciptaan batik Garut, maka motif-motif yang dihadirkan berbentuk geometrik sebagai ciri khas ragam hiasnya. Bentuk-bentuk lain dan motif batik Garut adalah flora dan fauna. Bentuk geometrik umumnya mengarah ke garis diagonal dan bentuk kawung atau belah ketupat. Warnanya didomiansi oleh warna krem yang digabungkan dengan warna-warna cerah. Kata Kunci: batik Garut, motif batik, ragam hias
PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Sejak berabad-abad lamanya, batik telah berkembang di Indonesia seirama dengan perkembangan lingkungarmya. Dahulu, batik digunakan dalam upacara keagamaan atau acara yang bersifat ritual, khususnya di lingkungan keraton. Hingga kini batik masih dipakai dalam upacara-upacara resmi seperti perkawinan Jawa. Batik adalah salah satu wujud tekstil tradisional Indonesia yang telah mengalami perkembangan desain, perjalanan masa, dam sentuhan aneka budaya. Sampai saat ini, belum ditemukan bukti arkeologis yang menjelaskan kapan batik dikenal di Nusantara. Sebagai karya kreasi bangsa, batik mempunyai arti yang berkaitan dengan tradisi, kepercayaan, dan norma-norma yang berlaku maupun prilaku masyarakatnya. Seperti tercermin pada motif dan warnanya yang berkembang di lingkunagan Keraton Yogyakarta dan Surakarta, atau di kalangan bangsawan
(ningrat) maupun yang terdapat di pesisir. Pada umumnya batik yang berkembang di luar keraton tampak dinamis, dan cepat berubah dengan corak yang beraneka ragam. Batik jenis ini merupakan mata dagangan yang menyandarkan pada motif dan warnanya sesuai dengan permintaan pembeli. Meskipun seringkali terjadi saling pengaruh mempengaruhi antara batik keraton dengan batik pesisir (di luar keraton). Ditinjau dari disiplin ilmu desain/kriya tekstil batik dapat digolongkan pada jenis desain permukaan (surface design), yaitu suatu proses/upaya untuk memperkaya atau mendekorasi permukaan tekstil (kain). Alat yang digunakan untuk menggambar pada kain mori memakai canting dan prosesnya disebut membatik (mbatik). Dalam perkembangannya dipergunakan alat-alat lain yang lebih balk untuk mempercepat proses pengerjaarmya dengan menggunakan cap. Pengerjaan mencap dapat menghasilkan motif batik, meskipun Bari segi mutu tidak mungkin mengimbangi
2 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa dan Desain vol. 3, 6, Agustus 2003
Batik Garut : Kajian Bentuk dan Warna | Nanang Rizali, Herman Jusuf, Saftiyaningsih Ken Atik
batik tulis Dengan demikian sampai saat ini dikenal istilah dengan sebutan tulis' dan 'batik cap', yang keduanya disebut batik. Hasil penggambaran batik kemudian antara lain disebut dengan nama ragam hias atau dikenal dengan motif. Umumnya penampilan motif sangat dipengaruhi dan erat hubungannya dengan faktor-faktor seperti letak geografis pembuat batik, sifat dan tata kehidupan, kepercayaan dan adat, keadaan alam, dan adanya kontak atau hubungan antar daerah pembatikan (Djomena, 1990: 1).01eh karena itu untuk mengetahui seni batik dapat ditinjau dari berbagai aspek seperti proses pembuatan, mutu pembatikan, serta motif dan warnanya. Sebagai akibat dari letak geografis kepulauan Indonesia yang berada di jalur perdagangan, terutama daerah pesisir sedikitnya telah mempengaruhi kebudayaan (seni) setempat. Selain di Jawa Tengah, batik berkembang di Propinsi Jawa Barat yang juga memiliki corak dan ciri khas yang unik. Di antara kota-kota di Jawa Barat yang menghasilkan batik adalah Cirebon, Indramayu, Tasikmalaya, Ciamis dan Garut. Salah satu kota yang sampai saat ini masih mempertahankan tradisi membatik adalah Garut, batiknya disebut Batik Garut Asli. Motif batik Garut termasuk jenis batik pesisir yang bersifat naturalis, sedangkan
2003
warna khasnya adalah warna gumading (Djoemena, 1990: 51). Namun demikian terdapat persamaan atau pengaruh ragam bias daerah Yogya dan Solo, maupun daerah di Jawa Barat sendiri seperti Cirebon dan Indramayu dengan penyesuaian selera dan gaya garutan. Ditinjau dan motif, warna dan tata warnanya serta gayanya, batik Garut sampai sekarang masih digemari sejalan dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi penyempurnaan kain telah menghasilkan berbagai jenis kain batik dengan beragam coraknya. Untuk mengetahui perkembangan batik Garut yang berkaitan dengan motif, warna, bahan, fungsi dan permasararmya perlu dilakukan suatu kajian teoretik maupun empirik. Dengan demikian diharapkan dapat mengungkapkan keberadaan batik Garut untuk dapat dikembangkan untuk masa mendatang.
PERUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana perwujudan batik Garut, yang meliputi dasar pemikiran (konsep) yang melatar belakangi penciptaannya. 2. Bagaimana motif, warna, bahan, proses dan fungsinya. 3. Apakah ada makna simbolik yang terkandung pada batik Garut.
3 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa dan Desain vol. 3, 6, Agustus 2003
Batik Garut : Kajian Bentuk dan Warna | Nanang Rizali, Herman Jusuf, Saftiyaningsih Ken Atik
TUJUAN PENELITIAN 1. Mengetahui dan mengkaji keberadaan batik Garut ditinjau dan berbagai aspek. 2. Mengetahui dasar pemikiran (konsep) penciptaan batik Garut. 3. Mengetahui perwujudan motif dan warna, bahan, proses dan fungsinya. 4. Mengetahui makna simbolik yang terkandung dalam batik Garut. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini diharapkan dapat: 1) Menjelaskan konsep pemikiran, konsep penciptaan dan keberadaan batik Garut yang dapat memberikan sumbangan pengetahuan dan wawasan dalam pengembangan keilmuan Kria Tekstil. 2) Memberi masukan bagi fihak-fihak terkait seperti Pemda, Pengusaha, Pengrajin batik dalam rangka pelestarian tradisi pembatikan. 3) Memberi pilihan bagi para pembeli mengenai beragam jenis dan fungsi batik Garut.
TINJAUAN PUSTAKA SEJARAH BATIK Batik sudah dikenal oleh manusia sejak zaman Mesir kuno dan Persia kuno. Sebagian besar para ahli menyimpulkan bahwa batik yang terdapat di Indonesia
2003
berasal dan luar Indonesia, tetapi ada juga yang berpendapat bahwa batik merupakan karya bangsa Indonesia bukan hanya karya bangsa Jawa saja. Bukti-bukti menunjukkan bahwa teknik membatik telah dikenal pula oleh masyarakat di Toraja, Flores, Halmahera, dan Papua. Selain di Indonesia proses membatik ditemukan pula di Eropa, India, Jepang, Cina, dan Afrika. Proses membatik di setiap tempat tersebut secara umum sama, yaitu dalam penerapan corak pada kain melalui proses perintangan warna, sedangkan bahan yang dipergunakan sebagai perintang warna sangat beragam. Di Indonesia umumnya mempergunakan sebagai perintang warna, tetapi meskipun demikian di beberapa daerah di Jawa seperti suku Baduy di Jawa Barat menggunakan bubur tepung beras ketan sebagai zat perintang warna.
PENGERTIAN BATIK Batik merupakan suatu cara untuk memberi hiasan pada kain dengan cara menutupi bagian-bagian tertentu dengan mempergunakan perintang. Zat perintang yang sering digunakan ialah lilin atau malam. Kain yang telah selesai digambari dengan mempergunakan malam tersebut kemudian diberi warna dengan cara pencelupan. Setelah melalui proses pencelupan, malam dihilangkan dengan cara `merebus' kain. Akhirnya dihasilkan
4 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa dan Desain vol. 3, 6, Agustus 2003
Batik Garut : Kajian Bentuk dan Warna | Nanang Rizali, Herman Jusuf, Saftiyaningsih Ken Atik
sehelai kain yang disebut batik atau batikan berupa beragam motif yang mempunyai sifat-sifat khusus (Hamzuri, 1989: VI). Ditinjau dari disiplin ilmu desain/kriya tekstil batik dapat digolongkan pada jenis desain permukaan (surface design), yaitu suatu cara untuk memperkaya atau mendekorasi permukaan tekstil (kain). Alat yang digunakan untuk menggambar pada kain mori ialah canting dan prosesnya disebut membatik (mbatik). Dalam perkembangannya dipergunakan alat-alat lain yang lebih baik untuk mempercepat proses pengerjaannya yaitu dengan menggunakan 'cap'. Pengerjaan mencap dapat menghasilkan motif batik, meskipun dari segi mutu tidak mungkin mengimbangi batik tulis. Dengan demikian sampai saat ini dikenal istilah dengan sebutan batik tulis dan batik cap, yang keduanya disebut batik. Hasil penggambaran batik kemudian antara lain disebut dengan nama ragam hias atau dikenal dengan motif. Umumnya penampilan motif sangat dipengaruhi dan erat hubungannya dengan faktor-faktor seperti letak geografis pembuat batik, sifat dan tata kehidupan, kepercayaan dan adat, keadaan alam, dan adanya kontak atau hubungan antar daerah pembatikan (Djoemena, 1990: 1). Oleh karena itu untuk mengetahui seni batik dapat ditinjau dari berbagai aspek seperti proses pembuatan, mutu pembatikan, serta motif dan warnanya.
2003
Sebagai akibat dari letak geografis kepulauan Indonesia yang berada di jalur perdagangan, terutama daerah pesisir sedikitnya telah mempengaruhi kebudayaan (seni) setempat. DAERAH BATIK DI JAWA Secara umum kain batik dikenal sebagai kain yang diproduksi di Pulau Jawa. Daerahdaerah di Pulau Jawa yang menjadi pusat pembuatan batik menyebar dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Pulau Madura dengan pusat-pusat pembatikannya antara lain kota Pekalongan, Ponorogo, Surakarta, Yogyakarta, Cirebon, dan beberapa kota lainnya. Meskipun batik terdapat di berbagai negara dan daerah tetapi hanya di Pulau Jawalah batik mengalami perkembangan yang sangat pesat (Storey, 1992:12). BATIK GARUTAN BAHAN Bahan dasar pembuatan kain batik ialah kain katun yang biasa disebut mori. Kain mori ini terdiri dari beberapa jenis, dari jenis yang paling kasar, seperti belacu, sampai ke kain mori yang halus. Kain mori yang halus pun terdiri dari beberapa jenis, yaitu primissima dan prima. Dalam perkembangannya, batik tidak saja mempergunakan bahan dasar yang terbuat dari katun tetapi juga terbuat dari sutera. Kain batik yang terbuat dari sutera memerlukan perlakuan khusus utamanya
5 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa dan Desain vol. 3, 6, Agustus 2003
Batik Garut : Kajian Bentuk dan Warna | Nanang Rizali, Herman Jusuf, Saftiyaningsih Ken Atik
dalam proses penghilangan malamnya. Selain pada sutera, sekarang batikpun dapat dilakukan pada kain yang terbuat dari serat wol, tetapi batik pada kain wol tidak begitu populer karena mahalnya bahan baku. WARNA Salah satu daerah pembatikan di Jawa Barat yang memilild ciri khas dalam hal motif dan warna adalah Garut. Batik Garut memiliki warna yang khas yaitu warna gumading , biru tua, merah tua, hijau tua, coklat kekuningan dan ungu tua. Batik Garut pun mengenal warna sogan (coklat), tetapi warna sogan pada batik Garut sama dengan warna sogan pada batik di Solo atau Yogyakarta. Pada batik Garut warna sogannya ialah warna coklat muda kekuningan dan warna tersebut menajdi ciri khas yang kuat dari batik Garut. (Djoemena, 1990: 51). MOTIF DAN MAKNA SIMBOLISNYA Menurut Djoemena (1990:51) motif batik Garut bersifat naturalistik dan menggambarkan flora dan fauna dari alam sekitarnya. Selain itu, motif batik Garut pun mendapat pengaruh dari motif batik Solo, Yogyakarta, Cirebon, Pekalongan, dan bahkan pengaruh Cina. Pengaruh-pengaruh tersebut kemudian diolah sesuai dengan gaya dan selera Garut. Pengaruh ragam hias atau motif batik Solo Yogya ialah motif kawung, parang, dan liman. Sedangkan pengaruh Cirebon tampak
2003
pada motif Arjuna Menekung dan pada motif Kraton Galuh. Pada kedua motif tersebut terdapat motif wadasan yang merupakan ciri khas batik Cirebon. Sedangkan pengaruh Indramayu tampak pada motif Merak Ngibing dan pengaruh Cina tampak pada motif banji dan angkin. Pengaruh batik Pekalongan pada batik Garut bukan pada motif tetapi pada warna seperti tampak pada motif Terang Bulan. Berbeda dengan batik Solo atau Yogyakarta yang sanat dengan makna filosofis, motif batik Garut tidaklah mengandung makna atau perlambang tertentu (Djoemena, 1990: 57). Penamaan pada motif batik Garut lebih ditekankan pada segi visual, misalnya Lereng Surutu. Dinamai demikian karena coraknya mirip bentuk cerutu. Penamaan pada motif pun seringkali tergantung pada si pemakai atau si pemesan corak tertentu, misalnya saja corak Lereng Camat. Dinamai demikian karena corak tersebut dikenakan oleh isteri seorang camat. Demikian juga halnya dengan motif Lereng Dokter, dinamai demikian karena motif tersebut dibuat untuk pertama kalinya atas pesanan isteri seorang dokter. Sedangkan motif Drintin diilhami oleh keberadaan Kebun Binatang yang terletak di Kota Bandung. Kata Drintin itu sendiri berasal dari bahasa Belanda dieren tuin yang berarti kebun binatang.
6 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa dan Desain vol. 3, 6, Agustus 2003
Batik Garut : Kajian Bentuk dan Warna | Nanang Rizali, Herman Jusuf, Saftiyaningsih Ken Atik
PROSES PEMBATIKAN Proses pembatikan yang dilakukan di Garut tidak jauh berbeda dengan proses-proses yang dilakukan di daerah-daerah pembatikan lainnya di Jawa. Secara umum proses pembuatan batik garutan melalui tahapan sebagai berikut:
PROSES DASAR PADA KAIN Langkah pertama dalam pembuatan batik ialah memproses kain dasar yang akan dibatik, tujuannya ialah untuk mempertinggi kualitas kain sehingga mempermudah penerapan proses-proses berikutnya. Proses dasar pada kain dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu:
Mencuci. kain dicuci dengan tujuan untuk menghilangkan kanji yang melekat pada kain yang berasal dari pabrik Tujuannya ialah untuk mempermudah ngateli dan pewarnaan. Cara penghilangan kanji dapat dilakukan dalam dua cara, yaitu dengan cara perendaman dalam air biasa atau perendaman dengan mempergunakan larutan asam. Ngateli. Proses ini ialah proses pemasakan kain sebelum dilakukan proses pewarnaan. Tujuan dari pemasakan ialah untuk menghilangkan zat-zat kimiawi yang menempel pada serat. Proses ini dilakukan dengan cara penyabunan dalam alkali. Zat kimia yang
2003
dipergunakan dalam proses ini ialah KCO2 (air abu merang), NaCO2 (soda abu), NaOH (kostik soda). Bahan lainnya yang dipergunakan ialah minyak kacang, minyak ajrak, minyak nyamplung, dan minyak klenteng. Penganjian. Penganjian dilakukan dengan tujuan untuk menjaga agar susunan benang pada kain tetap stabil dan untuk menjaga agar malam tidak dapat menembus serat benang sehingga mudah dalam proses melorod. Penganjian ini dilakukan dengan mempergunakan larutan kanji cair. Ngemplong. Proses ngemplong dilakuan dengan tujuan untuk menghaluskan permukaan kain, sehingga kain tersebut memiliki permuklaan yang rata. Permukaan kain yang rata sangat dibutuhkan untuk mempermudah proses pemalaman dan pewarnaan. Proses ini dilakukan dengan cara sebagai berikut: kain yang akan dibatik dilipat sebanyak enam belas (16) lipatan kemudian kain tersebut dipukuli dengan mempergunakan pemukul kayu dan sebagai alasnya dipergunakan sebilah kayu yang permukaannya licin.
PROSES PEMALAMAN Proses pemalaman ialah proses penggambaran di atas kain dengan memperguna-kan canting dan cairan lilin (malam) panas. Proses pemalaman ini
7 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa dan Desain vol. 3, 6, Agustus 2003
Batik Garut : Kajian Bentuk dan Warna | Nanang Rizali, Herman Jusuf, Saftiyaningsih Ken Atik
melalui tiga tahapan, yaitu nglowongi, nembok, mbironi dan nonyok. PROSES PEWARNAAN Proses pewarnaan pada batik dilakukan dengan cara celup dingin, dan proses pewarnaan tersebut dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
Pencelupan. Proses pencelupan pada batik dibagi dalam beberapa tahapan sesuai dengan jenis zat warna yang harus digunakan. Tahapan tersebut adalah pencelupan dengan nila, pencelupan dengan naphtol, pencelupan dengan indigosol, pencelupan dengan soga alam, pencelupan dengan ergan soga, dan pencelupan dengan soga garam atau koppel soga. Pencoletan. Pencoletan adalah proses pemberian warna pada bagian-bagian dari corak atau motif yang berikuran kecil dengan mempergunakan kuas yang terbuat dari bambu. Zat warna yang dipergunakan dalam pencoletan ini ialah indigososl, naphtol, dan rapid.
PROSES MELOROD Proses melorod ialah proses penghilangan Jilin atau malam dari kain. Penghilangan malam tersebut dilakukan dengan cara merebus kain dalam air mendidih. Selain dengan cara melorod, proses penghilangan malam juga dapat dilakukan dengan cara
2003
ngerok. Pengerokan inipun dilakukan ketika kain berada dalam rebusan air mendidih. Sebelum dilakukan pengerokan kain harus dilrendam dulu supaya kanji yang melapisi kain tersebut menjadi lunak dengan demikian proses pengerokan akan menjadi mudah. PROSES AKHIR Proses akhir pada batik terdiri dari tiga langkah, yaitu proses pemberian kanji, nguwuk, dan melipat kain.
Proses pemberian kanji dilakukan setelah seluruh malam yang menempel pada kain telah berhasil dihilangkan, sedangkan kekentalan kanji yang dipergunakan disesuaikan dengan jenis kain morinya. Kain mori yang kasar, seperti blacu, memerlukan kanji yang kental. Setelah proses pemberian kanji selesai maka kain batik tersebut dijemur hingga kering. Nguwuk. Proses ini dilakukan dengan tujuan untuk menjadikan permukaan kain batik tersebut mengkilat. Caranya ialah dengan menggosokkan benda halus ke atas seluruh permukaan kain batik yang telah selesai dikanji tadi. Dalam proses penggosokan itu dapat pula diberikan lapisan parafin. Proses nguwuk biasanya dilakukan pada kain batik yang terbuat dari kain mori yang kasar.
8 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa dan Desain vol. 3, 6, Agustus 2003
Batik Garut : Kajian Bentuk dan Warna | Nanang Rizali, Herman Jusuf, Saftiyaningsih Ken Atik
Melipat Kain. Tahap terakhir yang dilakukan ialah melipat kain-kain batik tersebut. Pelipatan ini dilakukan dengan tujuan untuk memudahkan dalam penyimpanan dan transportasi.
METODE PENELITIAN OBJEK DAN FOKUS PENELITIAN Dalam penelitian ini objek yang diteliti adalah hasil karya traclisi budaya Jawa Barat, khususnya kota Garut berupa batik. Sebagai salah satu karya seni tradisional, batik senantiasa menyesuaikan diri dengan lingkungan yang sifatnya turun-temurun. Selain memperlihatkan aspek historis penelitian ini menekankan pada unsur¬unsur rupa yang dikandung dalam batik Garut. Hal itu tidak sekedar memahami berbagai gagasan, sikap dan perilaku serta wujud fisiknya, tetapi tanggapan yang berdasarkan kondisi lingkungan dan interaksi sosial. Oleh karena itu penelitian ini dititik beratkan pada pendekatan kualitatif yang mempunyai ciri-ciri deskriptif, holistik dan interpretatif (Rohidi, 2000: 1). Berdasarkan wujudnya batik Garut diciptakan melalui penerapan berbagai teknik seperti tulis, cap dan colet. Secara teknis hal ini berkaitan dengan metode pemberian rupa dan warna di atas permukaan kain. Dalam proses batik dimungkinkan penggabungan langsung dan
2003
bebas di atas kain sesuai dengan gagasan perajinnya. Meskipun demikian perwujudan batik tidak sekedar ditentukan oleh keterampilan semata, namun memerlukan kepekaan bafiti dan kesabaran. Dalam hal ini termasuk berbagai dimensi yang melatar belakangi terciptanya batik Garut. Oleh karena itu kajian permasalahannya difokuskan pada batik Garutan Asli dengan memperhatikan produk baru hasil pengembangan yang lama akibat tuntutan permintaan pasar. TEMPAT PENELITIAN DAN SUMBER DATA Menurut kepentingan masalahnya, kegiatan penelitian ini mengambil tempat di daerah Garut Kota dan sekitarnya. Dengan memperhatikan data potensi industri kecil/rumah tangga di Kabupaten Garut tekstil/batik tahun 2001(Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Garut, 2002) terdapat 3 (tiga) unit usaha industri batik. Namun perusahaan yang aktif hingga penelitian dilakukan hanya ada 1 (satu), yaitu Perusahaan Batik Tulis'Garutan" RM yang dikelola oleh Ny. U. Sri Husaodah Muharam beralamat di jalan Papandayan No. 54 Garut 44118. Dengan showroom di jalan Pasir Salam Asri E1 Bandung. Sumber data lain dalam penelitian ini diperoleh dari: -
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Garut Para perajin batik Garutan RM
9 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa dan Desain vol. 3, 6, Agustus 2003
Batik Garut : Kajian Bentuk dan Warna | Nanang Rizali, Herman Jusuf, Saftiyaningsih Ken Atik
-
Beragam jenis produk batik produksi perusahaan RM
STRATEGI DAN TEKNIK PENELITIAN Dalam penelitian ini diperlukan data dan informasi yang diperoleh dari berbagai macam sumber data. Dengan demikian strategi yang digunakan dalam pengumpulan data-data tersebut adalah strategi pemahaman. Untuk memahami makna berbagai fenomena dari sumber data dan informasi dilakukan penelusuran pustaka, pengamatan lapangan khususnya sumber visual berupa karya batik Garut. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: - Observasi langsung di lapangan, baik secara formal maupun tidak formal untuk mengamati berbagai data dan gejala melalui perekaman berbagai teknik. Tempat kegiatannya berada di lokasi pembatikan di Garut dan showroom di Bandung. - Wawancara yang dilakukan dengan cara tidak terlalu ketat untuk memperoleh data dan informasi yang lebih jelas dan rinci. Cara ini dilakukan dengan para nara sumber dari para perajin batik. - Kuesioner dilakukan untuk melengkapi data hasil observasi dan wawancara, hal ini dilakukan pada pimpinan perusahaan batik tulis RM yang merangkap sebagai desainer.
-
2003
Kumpulan arsip atau dokumen berupa data dan informasi yang dianggap mendukung kegiatan penelitian ini. Sumber-sumber lain ini diperoleh dari kumpulan jurnal, majalah yang terkait dengan masalah penelitian.
ANALISIS DATA Berhubung penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, maka seluruh data yang diperoleh diolah dan dianalisa melalui cara kualitatif. Pengertiannya adalah bahwa data yang disajikan berupa gambar (wujud batik) dan kata-kata yang dideskripsikan menjadi tampilan untuk kemudian dibuat penafsirannya. Proses analisis data dalam penelitian ini mencakup tiga alur kegiatan yang dilakukan secara bersamaan, yaitu reduksi (seleksi) data, pengujian data dan penarikan kesimpulan (Miles, Huberman, 1992: 16). Analisis dilakukan sepanjang penelitian terus menerus sejak awal pengumpulan data hingga akhir, sebagai usaha analisis berdasarkan kata-kata yang disusun ke dalam bentuk teks yang diperluas. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini digambarkan bagan proses analisis penelitian:
10 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa dan Desain vol. 3, 6, Agustus 2003
Batik Garut : Kajian Bentuk dan Warna | Nanang Rizali, Herman Jusuf, Saftiyaningsih Ken Atik
2003
Pengumpulan Data
Reduksi Data
Sajian Data
Kesimpulan/verifikasi
Bagan 1 : Model Analisis Interaktif (Miles, 1992: 16) HASIL DAN PEMBAHASAN GAMBARAN UMUM KABUPATEN GARUT Berdasarkan sejarahnya Kabupaten Garut berada di bawah kekuasaan Kerajaan Galuh yang berpusat di Ciamis. Sampai saat ini nama Kerajaan Galuh masih melekat pada sebuah desa, yaitu Bojong Galuh yang terletak di Kota Ciamis. Kerajaan Galuh adalah pemeluk agama Hindu, sehingga pengaruhnya terasa di daerah-daerah yang pernah tunduk termasuk beberapa daerah yang terdapat di Kabupaten Garut. Salah satunya adalah tempat yang terletak di daerah Kecamatan Leles. Pada tahun 1967, Dinas Purbakala Kabupaten Garut melakukan penelitian yang menemukan sebuah candi dalam bentuk bath bata yang berserakan. Setelah dilakukan renovasi, maka terbentuklah candi yang kemudian diberi nama candi Cangkuang yang terletak di desa Cangkuang, Kecamatan Leles Kabupaten
Garut. Sampai saat ini candi Cangkuang dikenal sebagai salah satu candi yang utuh setelah dibangun kembali di daerah Jawa Barat. Berhubung tidak terdapat keterangan yang jelas mengenai keberadaannya, maka hingga kini belum diketahui secara pasti tentang pendiri maupun usia dari peningggalam tempat tersebut. Salah satu petunjuk yang memberikan informasi mengenai keberadaan candi tersebut adalah terdapat sebuah patung Syailendra sedang duduk di atas seekor Nandi. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa candi tersebut dibuat oleh para pemeluk agama Hindu. Dalam perkembangannya masyarakat desa Cangkuang telah memeluk agama Islam, yaitu ketika daerah Priangan (Jawa Barat) dibawah kekuasaan Kerajaan Matararn, tahun 1613 - 1645. Salah seorang tokoh penyebar agama Islam di Garut adalah Embah Dalem Pangadegan yang
11 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa dan Desain vol. 3, 6, Agustus 2003
Batik Garut : Kajian Bentuk dan Warna | Nanang Rizali, Herman Jusuf, Saftiyaningsih Ken Atik
kemungkinan memiliki hubungan dengan Sunan Gunung Jati dan Cirebon. Pada tahun 1925 Kabupaten Garut masuk ke dalam wilayah Keresidenan Priangan (Timur), seining penduduknya mengungsi ke daerah peternakan yang lebih balk dan maju terutama dalam hal pertanian dan peternakan. Pada akhirnya Kabupaten Garut termasuk salah satu daerah yang berprestasi dalam berbagai hal di Jawa Barat. Begitu pula dibidang seni dan budayanya terus berkembang, termasuk bidang seni musik dan seni batik. POTENSI INDUSTRI KECIL/RUMAH TANGGA DI KABUPATEN GARUT Usaha pembatikan di Kabupaten Garut tergolong pada industri kecil (rumah tangga), meskipun pada masa sebelum penjajahan usaha ini berupa industri rumah. Hingga saat ini belum ditemukan sumber resmi yang mengatakan kapan usaha pembatikan di Garut. Oleh karena itu usaha pembatikan di Kabupaten Garut dianggap sebagai warisan dan nenek moyang yang berlangsung turun temurun. Pada tahun 1940 menjelang kemerdekaan, usaha ini pernah terhenti karena situasi tidak memungkinkan, dan setelah tahun 1949 kembali tumbuh yang dikerjakan oleh keluarga perajin. Perkembangan usaha pembatikan di Kabupaten Garut berkembang dengan pesat hingga tahun 1960 an. Jumlah perajin batik pada saat itu
2003
mencapai lebih kurang 30 unit usaha yang menyerap 300 tenaga kerja. Daerah pembatikan di Kabupaten Garut tersebar dibeberapa desa seperti Kadungora, Leles, Banyuresmi, Samarang, dan Karang Pawitan. Tetapi batik produksi Garut lebih dikenal dibandingkan dengan daerah sekitarnya. Kondisi tersebut berkembang hingga tahun 1968, ketika tumbuh batik dengan teknik printing mulai mendapat peminat dipasaran. Sejak saat itu sedikit demi sedikit produksi batik Garut mulai mengalami kemunduran. Di samping itu kemunduran pembatikan di Garut disebabkan juga oleh sulitnya mendapatkan bahan baku yang tidak tersedia. Dengan demikian para pembatik di beberapa daerah sekitar Garut menghentikan produksinnya. Hal yang sama juga terjadi dengan para pembatik yang berada di Garut Kota, selain juga karena sulitnya pemasanan. Oleh karena itu para pengusaha batik Garut lebih mengandalkan produksi yang berdasarkan pesanan. Untuk memperoleh bahan baku para pengusaha harus membelinya dari Tasikmalaya atau Surakarta. Berdasarkan data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Garut sampai bulan Mei 2002, potensi industri kecil/rumah tangga (tekstil /batik) adalah sebagai berikut: - Industri kecil batik (formal) Jumlah unit usaha : 1 unit Jumlah tenaga kerja: 11 orang
12 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa dan Desain vol. 3, 6, Agustus 2003
Batik Garut : Kajian Bentuk dan Warna | Nanang Rizali, Herman Jusuf, Saftiyaningsih Ken Atik
Jumlah investasi : Rp. 4.500.000,Jumlah nilai produk: Rp. 45.000.000,Jumlah nilai bahan baku: Rp. 5.700.000,- Industri kecil batik (non formal) Jumlah unit usaha : 2 unit Jumlah tenaga kerja : 25 orang Jumlah investasi : Rp. 10.000.000, Jumlah nilai produk : Jumlah nilai bahan baku: Rp. 45.000.000,- Menurut data industri kecil tahun 2001 Kabupaten Garut (Divas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Garut): - Jenis Industri : Industri Batik - Unit Usaha : 3 unit - Tenaga Kerja : 36 orang - Produksi : 1450 potong - Nilai Investasi : Rp. 14.500.000, - Nilai Produk : Rp. 45.000.000,MOTIF DAN WARNA BATIK GARUT Menurut sejarahnya batik sudah dikenal di Indonesia sejak masa prasejarah, kemudian mengalami perkembangan dan mencapai masa kesempurnaan sekitar abad 14-15. Pada masa Hindu terdapat batik golongan non geometris dengan geometris yang memiliki perlambangan tertentu dengan makna simbolik dan penafsiran sesuai masanya. Di samping itu terdapat jenis batik yang dikatagorikan pada gaya batik Keratonan yang memiliki makna khusus dan gaya pesisiran. Namun keduanya merupakan hasil karya kreasi bangsa
2003
Indonesia yang didasari kemampuan artistik dan keahlian yang turun temurun. Batik sebagai benda hasil kegiatan kerajinan terkait dengan nilai-nilai tradisional berkembang di lingkungan kraton Yogyakarta dan Surakarta. Begitu pula yang ber-kembang di kalangan bangsawan atau ningrat terikat dengan norma-norma yang disepakati bersama sesuai acuan mereka. Dalam pertumbuhan ekonomi, ternyata batik dapat dijadikan sebagai salah satu sumber penghasilan dan memberi lapangan kerja bagi masyarakat. Secara umum batik sebagai mata dagangan menyandarkan pada perubahan ragam Has dan warnanya, serta menyesuaikan dengan kecenderungan dan permintaan pembeli, batik jenis ini terutama berkembang di daerah pantai utara (pesisir) Jawa. Berdasarkan jenisnya, batik Garut cenderung memiliki gaya batik pesisir, meskipun secara geografis kota Garut tidak terletak di daerah pesisiran. Hal tersebut terutama dipengaruhi oleh adanya kontak atau hubungan antar daerah pembatikan dan keadaan alam sekitarnya. Di samping itu disebabkan karakter dan tata kehidupan daerah yang bersifat dinamis cerminan dari kehidupan sosial budayanya. Sampai saat ini batik Garut masih diproduksi, tetapi jumlah tempat yang memproduksi sangat terbatas. Teknik produksi masih dilakukan secara tradisional, yaitu menggunakan canting untuk batik tulis dan cap untuk batik cap.
13 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa dan Desain vol. 3, 6, Agustus 2003
Batik Garut : Kajian Bentuk dan Warna | Nanang Rizali, Herman Jusuf, Saftiyaningsih Ken Atik
LATAR BELAKANG PENCIPTAAN Dalam setiap penciptaan karya manusia, termasuk batik senantiasa dipengaruhi oleh cara berfikir dan perilaku pembuatnya. Suatu tatanan nilai dalam kebudayaan akan berpengaruh terhadap perilaku, sikap dan karyanya. Perwujudan nilai-nilai dalam kehidupan sosial akan melahirkan katagori¬katagori sosial yang dapat mencerminkan latar belakang budayanya. Dalam kaitannya dengan penciptaan batik Garut, selain berfungsi untuk sinjang juga diciptakan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan yang lainnya. Bentuk motif batik Garut merupakan cerminan dari kehidupan sosial budaya sehari-hari yang tidak terlepas dari falsafah hidup dan adat istiadat orang Sunda. Dalam pandangan orang Sunda setiap orang memiliki derajat yang sama, meskipun terdapat sebutan seperti raden atau menak dan lain sebagainya. Dengan demikian penggambaran motif batik Garut merupakan pengungkapan dari ciri kesederhanaan, kebersamaan yang digambarkan secara wajar. Di samping itu perwujudan bentuknya mengambil ciri-ciri bentuk alam sekitar dan kejadian sehari¬hari. Begitu pula dengan tema selalu disesuaikan dengan bentuk motif utamanya. Oleh karena itu pada batik Garut jarang ditemukan unsur motif yang dikaitkan dengan kepercayaan tertentu dan perlambangan. Unsur penciptaan lebih ditekankan pada tradisi yang dilakukan
2003
secara turun temurun dan untuk memenuhi kebutuhan batik sebagai bahan sandang. Dalam perkembangannya dasar penciptaan batik Garut dipengaruhi oleh beberapa daerah pembatikan lain di Jawa Barat maupun Jawa Tengah. Berbagai ragam hias yang menjadi inspirasi para perajin batik Garut di antaranya batik Cirebon, Indramayu, Pekalongan, Yogyakarta, Solo, dan Madura. Di samping itu dasar pemikiran (konsep) desain batik yang melatar belakangi penciptaannya adalah permintaan atau pesanan dari konsumen. Dengan demikian batik Garut mempunyai pola yang didasarkan pada keinginan atau selera pengrajin maupun pemesan. Hal inilah yang menyebabkan pola rancangan batik cukup beragam dan perwujudannya bersifat naturalistis dari dunia flora dan fauna maupun bentuk-bentuk geometrik. PERWUJUDAN BATIK GARUT Berdasarkan kondisi daerah pembatikan di Garut, dan perkembangannya, batik dengan ragam khasnya mengalami pasang surut. Sejak masa sebelum penjajahan batik Garut merupakan salah satu usaha industri rumah. Usaha pembatikan di Kabupaten Garut dianggap sebagai warisan nenek moyang yang berlangsung turun temurun. Secara umum teknik membatik sama dengan menulis di atas permukaan kain putih (mon) dengan alat yang disebut canting dan bahannya cairan malam Upaya penggambaran atau memberi hiasan dalam
14 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa dan Desain vol. 3, 6, Agustus 2003
Batik Garut : Kajian Bentuk dan Warna | Nanang Rizali, Herman Jusuf, Saftiyaningsih Ken Atik
pertekstilan dikenal dengan teknik "tutup celup" yang mirip dengan teknik celup ikat. Dalam prosesnya membatik memerlukan keterampilan, ketekunan dan kesabaran serta konsentrasi batin. Untuk menyelesaikan sehelai batik kadang-kadang memerlukan waktu berbulan-bulan, karena seluruh prosesnya dikerjakan secara manual (dengan tangan). Dalam perkembangannya diciptakan alat cap sebagai pengganti canting yang dapat mempercepat proses pembatikan, hingga saat ini batik tulis dan batik cap berjalan berdampingan. Hasil penggambaran di atas kain melalui canting atau cap dapat dihasilkan pola-pola yang lebih bebas, halus, rumit maupun kasar tergantung desain dan bahan dasar kainnya. Sebagai bahan sandang, batik telah memenuhi fungsinya sebagai kain panjang (sinjang), selendang, sarung dan ikat kepala. Secara mendasar pada batik Garut terdapat unsur¬unsur yang mempengaruhi perwujudanya seperti warna dan motif, bahan, teknis termasuk aspek psikologis dan simbolik. Adanya berbagai perpaduan unsur-unsur tersebut memberikan peluang untuk berbagai penafsiran terhadap makna yang dikandungnya. Beberapa perwujudan batik Garut secara visual dapat digambarkan melalui motif dan warnanya sebagai berikut: a) BENTUK DASAR GEOMETRIK Ragam hias dengan bentuk dasar geometrik memiliki ciri kerangka dasar
2003
berbentuk ilmu ukur, seperti segi empat dan segi empat panjang yang tersusun dalam garis miring diagonal. Motif-motif yang termasuk pada kelompok ini adalah lereng, umumnya pengembangan dari motif lereng arbai yang lama, pengembangan motif lama lereng barong , dan pengembangan lama lereng kaktus. Tata warna batik Garut pada umumnya warna batik Garut asli dengan latar yang khas, yaitu krem (pulas gumading - Sunda) dan sogan. Di samping itu terdapat warna-warna lain seperti biru tua, merah tua, coklat dan ungu tua. b) BENTUK DASAR GEOMETRIK DENGAN FAUNA Pada ragam hias dengan bentuk dasar geometrik terdiri dari beragam bentuk geometrik yang mengarah dan membentuk garis diagonal. Hal ini memberikan ciri khas motif batik Garut dengan karakter lerengnya. Ragam utamanya berbentuk fauna, yaitu kupu¬kupu yang mendapat pengaruh dari jenis batik daerah lain. Warna khas Garutan asli seperti krem tetap diperhatikan yang digabungkan dengan warna coklat muda dan tua, dan biru muda c) BENTUK DASAR GEOMETRIK DENGAN FLORA Sebagaimana motif-motif terdahulu, pada ragam bias ini dilatari oleh bentuk dasar geometrik seperti kawung dengan
15 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa dan Desain vol. 3, 6, Agustus 2003
Batik Garut : Kajian Bentuk dan Warna | Nanang Rizali, Herman Jusuf, Saftiyaningsih Ken Atik
motif utamanya flora yang berbentuk bunga, daun, dan tangkai. Pada ragam hias menunjukan adanya perpaduan motif batik Jawa Tengah dan Madura dengan batik Garutan. Hal tersebut diperkuat oleh warna dasar krem sebagai warna asli dengan warna Garutan klewr, yaitu warna cerah dari batik pesisir seperti Pekalongan dan Madura. Istilah klewr (Belanda) yang berarti warna-warna cerah misalnya ungu, merah dan coklat muda. Di samping itu terdapat ragam hias dengan latar geometrik yang berbentuk lereng (parang) yang dipadukan dengan motif flora (bunga dan daun) pada bagian bawahnya. Pada motif ini kembali warna krem mendominasi kain batik dengan warna lain seperti merah, coklat dan kuning . d) BENTUK FLORA MEMBENTUK GARIS DIAGONAL Pada dasarnya ragam bias ini berbentuk flora yang terdiri dari bunga, daun, tangkai dan kuncup-kuncupnya yang mengarah pada garis diagonal (gambar 14). Komposisi desain diilhami oleh batik Pekalongan yang membentuk
2003
sulur-suluran dan buketan dengan gaya Garutan. Warna-warna yang mendominasi adalah krem dan ungu sebagai ciri khas warna batik Garut asli dengan perpaduan warna merah, kuning dan ungu muda. e) BENTUK DASAR GEOMETRIS DENGAN FLORA DAN FAUNA Ragam bias ini berlatar bentuk dasar geometris, yaitu belah ketupat yang mendominasi seluruh kain batik. Di bagian tengah terdapat bentuk semacam tumpal (bidang) yang dibatasi motif bunga berbentuk saluran dan di tengahnya terdapat motif bunga berbentuk buketan. Di bagian bawah terdapat bentuk lingkaran yang dibatasi oleh motif flora berbentuk saluran dan di tengahnya terdapat motif flora berbentuk merak. Warna-warna yang hadir dalam komposisi ini adalah ungu, merah bata, kuning, ungu muda, merah dengan latar krem. Hal yang menarik dari ragam hias ini adalah adanya bentuk lingkaran putih (kain) di bagian bawah kain batik.
16 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa dan Desain vol. 3, 6, Agustus 2003
Batik Garut : Kajian Bentuk dan Warna | Nanang Rizali, Herman Jusuf, Saftiyaningsih Ken Atik
Gambar Bentuk dasar geometrik motif lereng
17 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa dan Desain vol. 3, 6, Agustus 2003
2003
Batik Garut : Kajian Bentuk dan Warna | Nanang Rizali, Herman Jusuf, Saftiyaningsih Ken Atik
A) B) C)
2003
Gambar Bentuk dasar geometrik dengan fauna Bentuk dasar geometrik dengan flora Bentuk dasar geometrik dengan flora dan fauna
Untuk memperoleh gambaran mengenai perwujudan batik Garut digambarkan melalui tabel sebagai berikut: Jenis Batik 1
Geometrik
Lereng Arbei
Batik 2
Geometrik
Geometrik
Batik 3
Geometrik
Geometrik
Lereng Barong Lereng Kaktur
Batik 4
Fauna dan geometrik
Batik 5
Frola dan geometrik
Batik 6
Flora dan geometrik
Geometrik Non geometrik Geometrik Non geometrik Geometrik Non geometrik
Batik 7
Flora
Pola
Bentuk
Ragam Hias Geometrik
Non Geometrik
Kupukupu Lereng Bunga, daun, kawung Bunga, daun, lereng (parang) Bunga, daun, tangkai
Bahan
Proses
Krem, coklat, biru tua, merah tua, ungu tua Krem, coklat tua, merah, biru muda Krem, coklat, biru tua, merah tua, u n g u t u a Krem, coklat tua/ muda, biru muda
Katun
Tulis
Kain sinjang
Katun
Tulis
Kain sinjang Kain sinjang
Krem, ungu, merah, coklat muda Krem, merah, coklat, kuning
Katun
Tulis
Kain sinjang
Katun
Tulis
Kain sinjang
Krem, merah, kuning, ungu muda
Katun
Tulis
Kain sinjang
Warna
Katun
Tulis
Katun
Tulis
18 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa dan Desain vol. 3, 6, Agustus 2003
Fungsi
Kain sinjang
Batik Garut : Kajian Bentuk dan Warna | Nanang Rizali, Herman Jusuf, Saftiyaningsih Ken Atik
Batik 8
Flora, fauna dan geometrik
Geometrik Non geometrik
Bunga, daun, merak, belah ketupat
Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa ragam hias batik Garut terdiri atas jenis geometrik, flora dan fauna, sedangkan polanya dapat digolongkan pada pola geometrik. Secara unsur bentuknya didominasi oleh lereng atau parang yang mengarah ke garis diagonal dan bentuk belah ketupat serta kawung. Dalam hal warna pada umumnya memiliki warna latar (dasar) krem (pulas gumading/ Sunda), walaupun ada warna-warna lain seperti biru tua, merah tua, coklat tua, ungu tua¬muda. Di samping itu terdapat warna pengaruh dan daerah pembatikan seperti Pekalongan, Madura, Indramayu, dan Cirebon. Bahan yang digunakan adalah beragam mulai dari bahan dasar mori, prima, primisima dan sutera, sedangkan teknik membatik melalui tulis dan cap. Pada umumnya fungsi dan kain batik Garut digunakan untuk sinjang (kain panjang), meskipun ada pula yang berfungsi untuk busana wanita maupun laki- laki. MAKNA SIMBOLIK BATIK GARUT Secara keseluruhan batik Garut menampilkan komposisi bentuk motif dan warna yang sederhana, dan memiliki ciri khas. Gaya pembatikan pada ragam hias batik Garut dipengaruhi oleh beberapa
Krem, ungu, kuning, merah, ungu muda
Katun
Tulis
2003
Kain sinjang
faktor seperti letak geografis, sifat dan tata kehidupan daerah yang bersangkutan, serta keadaan alam termasuk flora dan fauna dan konstruk hubungan antar daerah pembatikan. Oleh karena itu penampilan dan cerminan dan kehidupan sosial budaya dan falsafah hidup serta adat istiadat masyarakat Sunda. Berdasarkan latar belakang sosial budaya masyarakatnya, maka perwujudan batik Garut tampak tidak begitu rumit. Hal tersebut digambarkan dengan pengulangan bentuk geometrik yang mengarah pada garis diagonal. Namun terkesan dinamis, karena diimbangi dengan penempatan warna yang serasi. Di samping itu penampilan flora digambarkan secara sederhana dengan bentuk bunga, daun dan tangkai. Hal ini dipengaruhi oleh letak geografis kota Garut dan keadaan alam sekitarnya, termasuk bentuk fauna seperti kupu-kupu dan burung merak. Dalam hal warna sesuai dengan kondisi daerah priangan pada umumnya yang beriklim sejuk. Dengan demikian warna fatal (dasar) batik Garut berciri khas lembut/muda (kalem-Sunda), yaitu krem (gumadingSunda) yang berdasar cerah, bersih dan dinamis.
19 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa dan Desain vol. 3, 6, Agustus 2003
Batik Garut : Kajian Bentuk dan Warna | Nanang Rizali, Herman Jusuf, Saftiyaningsih Ken Atik
Batik Garut dikenal dengan sebutan 'Batik Garutan Asli', umumnya dibuat berupa kain sinjang yang dikenakan dalam berbagai kesempatan. Dengan perwujudan motif dan warna seperti dijelaskan di atas dengan latar belakang penciptaannya, maka batik Garut tidak memiliki makna simbolik. Bahkan nama atau tema dan ragam hias diambil menurut si pemesan atau pemakai, seperti contohnya lereng dokter atau lereng Camat karena yang memesan ibu dokter dan ibu camat. Kalaupun ada motif batik Garut yang memiliki makna simbolis, hanya pada kain panjang (sinjang) untuk upacara. pengantin. Hal itu pun bersifat umum, artinya berlaku di setiap daerah pembatikan yang maknanya untuk keselamatani kerukunan dan kelanggengan kedua mempelai. Oleh karena itu dalam penggambaran motif dan warna batik Garut merupakan pengungkapan dari kondisi alam dan kejadian sehari-hari. Meskipun demikian dibidang seni rupa yang menggunakan bahasa rupa dengan unsurnya seperti bentuk merupakan simbol rupa. Dalam penggunaan tertentu simbol mampu merabawa energi manusia ke alam pikiran sebagai ungkapan simbolik. Dengan dennkian bentuk-bentuk rupa yang terdapat pada batik Garut sebenarnya memiliki makna dart pemahaman melalui suatu penafsiran. Seperti bentuk geometrik, menurut seorang semiotik berhubungan dengan hukum atau aturan tertentu yang
2003
disebut legi sign, melambangkan pola yang tetap, teratur dan pasti. Bentuk-bentuk flora dan fauna dapat bermakna suatu perubahan dan pertumbuhan sebuah taman dan kehidupan suatu mahluk. Secara umum batik Garut menggunakan warna yang khas, seperti krem dan paduan dengan warna biru serta beragam warna seperti pada batik Pekalongan dan Madura. Keanekaragaman warna merupakan ciptaan Tuhan mempunyai makna untuk kepentingan manusia, yaitu daya hidup berupa sinar atau cahaya. PENUTUP KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan pada bab-bab terdahulu, maka dapat disimpulkan bahwa batik Garut merupakan salah satu hasil industri kecil/rumah tangga di Kabupaten Garut. Sampai tahun 2001, industri batik di Garut mencapai nilai investasi Rp. 14.500.000,-, dengan nilai produk Rp. 45.000.000,- dan hasil produksi 1.450 potong. Hal itu merupakan potensi yang hams dikembangkan dan dibina oleh pihakpihak terkait, terutama Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Garut. Batik Garut Ash merupakan khasanah hasil tradisi budaya masyarakat (lokal) yang mempunyai nilai historis dan estetis. Di samping sebagai aset bagi pemerintah daerah juga dapat dimanfaatkan sebagai sarana studi bagi ilmu kesenirupaan, khususnya kriya seni tekstil.
20 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa dan Desain vol. 3, 6, Agustus 2003
Batik Garut : Kajian Bentuk dan Warna | Nanang Rizali, Herman Jusuf, Saftiyaningsih Ken Atik
Perwujudan batik Garut mengandung unsur perlarnbanga.n yang berhubungan dengan kepercayaan tertentu. Ragam hiasnya sering kali menghadirkan bentuk yang ada di lingkungan daerahnya sebagai dekorasi semata. Bentuk-bentuk tersebut di antaranya geometrik, flora, fauna dengan pewarnaan yang khas. Dasar pemikiran (konsep) batik Garut senantiasa mengalannttlasi nilai tradisi budaya lokal Jawa Barat, khususnya Priangan dan Garut. Di samping cerminan dari tata kehidupan sehari-hari serta falsafah hidup dan adat istiadat orang Sunda. Dalam penciptaannya lebih ditekankan pada tradisi dan kebiasaan yang turun temurun dengan ciri permintaan dan pesanan dari konsumen, namun didasarkan juga pada selera perajin. Berdasarkan pernilciran yang melatar belakangi penciptaan batik Garut, maka motif-motif yang dihadirkan berbentuk geometrik sebagai ciri khas ragam hiasnya. Bentuk-bentuk lain dari motif batik Garut adalah flora seperti beragam bunga, daun dan tangkainya, fauna seperti kupu-kupu dan burung merak. Bentuk geometrik umumnya mengarah kegaris diagonal (lereng, parang) dan bentuk kawung atau belah ketupat. Warnanya didominasi oleh warna krem yang digabungkan dengan aneka ragam warna yang cerah seperti yang terdapat di daerah pembatikan Pekalongan dan Madura. Umumnya bahan yang digunakan adalah mori, prima, primisima dan sutera tergantung juga dari permintaan
2003
konsumen, sedangkan tekniknya melalui tulis dan cap. Fungsi batik Garut pada umumnya untuk kebutuhan sinjang (kain panjang) atau busana dan pelengkapnya seperti selendang, cindera mata dan lain sebagainya. Batik Garut yang saat ini berkembang merupakan warisan tradisi budaya yang berlangsung lama telah memberi peluang terhadap pemahaman atau simbol rupanya. Secara khusus batik Garut tidak mengandung makna simbolik, tetapi tema¬temanya disesuaikan dengan gambaran bentuk motifnya. Beberapa ragam hias yang mendapat pembahasan baru dalam makna simboliknya adalah motif geometrik yang melambangkan pola teratur, tetap dan pasti. Motif flora dan fauna melambangkan pertumbuhan, perubahan dalam kehidupan. SARAN-SARAN
Dalam rangka pengembangan dan pelestarian batik Garut, perlu adanya pembinaan dari pihak-pihak terkait seperti Dinas Perindustrian dan Perdagangan, maupun perguruan tinggi yang dapat menunjang pengembangan batik. Bagi para pengusaha batik di Garut agar lebih terbuka dalam menerima masukan-masukan dari berbagai pihak, terutama dalam upaya menjalin kerja sama.
21 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa dan Desain vol. 3, 6, Agustus 2003
Batik Garut : Kajian Bentuk dan Warna | Nanang Rizali, Herman Jusuf, Saftiyaningsih Ken Atik
Perlu adanya upaya untuk mempromosikan produk batik Garut agar lebih dikenal baik di dalam negeri maupun di luar negeri khususnya dari pemeritah daerah Kabupaten Garut. Perlu kajian khusus dan mendalam mengenai program terpadu dari berbagai instansi dalam upaya mempertahankan keberadaan batik Garut.
2003
DAFTAR PUSTAKA Djomena, Nian. 1990. Ungkapan Sehelai Batik. Jakarta: Jambatan. . 1990. Batik di Mitra. Jakarta: Jambatan. Hamzuri. 1989. Batik Klasik. Jakarta: Jambatan Johnston, M & Glen K. 1967. Design on Fabric. New York: Van Nostrand Reinhold Company. Storey, Joyce. 1992. Textile Printing. London: Thames R Hudson. Susanto, Sewan S.K. 1973. Seni Kerajinan Batik Indonesia. Yogyakarta: Balai Penelitian Batik dan Kerajinan. SUMBER LAIN: Ekadjati, Edi. S. 1984. "Beberapa Catatan tentang Rancangan Ruang Dilihat dari Sejarah Kebudayaan. Jakarta: Majalah Asri. Hasanudin. 1997. "Pengaruh Etos Dagang Santri pada Batik Pesisir", Tesis Program Magister SRD, PPs 17'B Bandung.
22 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa dan Desain vol. 3, 6, Agustus 2003