[101] Sistem Sekarat, Keluarga Bejat Sunday, 14 April 2013 16:42
“Saat ini masyarakat mengalami depresi sosial skala tinggi. Depresi ini lahir karena tidak ada pegangan hidup.”
Sadisme di tengah keluarga marak belakangan ini di Indonesia. Tidak sekadar main tangan dengan memukul atau lainnya, kekerasan itu sampai kepada pembunuhan. Kampanye anti kekerasan dalam rumah tangga meski sudah digalakkan tetap saja tidak mengurangi tingkat kejadian. Malah jumlahnya terus meningkat. Data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) mencatat, kasus KDRT pada 2009 berjumlah 143.586 kasus, 105.103, (2010), dan 119.107 (2011). Ada apa ini?
Direktur Yayasan Kita dan Buah Hati Elly Risman Musa menilai, maraknya kasus pembunuhan pemerkosaan, penyiksaan, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh keluarga terhadap anggota keluarganya ini akibat kurang gizi jiwa dan spiritual. “Yang terjadi sekarang ini, sehingga kekerasan dan pemerkosaan marak karena gizi jiwa dan gizi spiritualnya yang rusak!” katanya.
Yang dimaksud gizi spiritual itu adalah agama. Jangan-jangan, lanjutnya, para pelaku kejahatan di rumah tangga itu tidak pernah menikmati gizi spiritual ini. Yang mereka dapatkan sebelumnya adalah bentakan, pukulan, dan sejenisnya sehingga itulah yang membekas dalam benaknya.
Nah gizi jiwa, menurut Elly, adalah perasaan cinta dan kasih sayang. Umumnya, orang tua sekarang salah dalam pengasuhan sehingga tidak pernah atau sedikit memperhatikan perasaan anaknya. Tanpa ada empati. “Padahal Rasulullah SAW bilang muliakanlah anakmu, ajarkanlah anakmu akhlak yang baik,” katanya.
1/5
[101] Sistem Sekarat, Keluarga Bejat Sunday, 14 April 2013 16:42
Pengamat sosial Iwan Yanuar berpendapat, saat ini masyarakat mengalami depresi sosial skala tinggi. Depresi ini lahir karena tidak ada pegangan hidup seperti tawakal, sabar menghadapi masalah, dsb. “Karena masyarakat sudah ditanamkan sekulerisme, pemisahan agama dari kehidupan. Otomatis agama tidak lagi berperan dalam kehidupan sehari-hari. Ia cuma tempelan saja. Tidak menjadi landasan dalam pola pikir dan pola sikap,” katanya.
Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Syuhada Bahri sepakat faktor penting dari kondisi rusak keluarga belakangan ini disebabkan oleh menurunnya nilai-nilai agama. Selain itu, faktor lainnya adalah ketidakadilan di tengah masyarakat. Ketidakadilan itu menimbulkan
kejengkelan pada sebagian orang, yang akhirnya melampiaskannya dengan melakukan kekerasan di dalam rumah tangga.
Produk Sistem
Pendiri Lembaga Bantuan Psikologi Islam Indonesia Baiturokhim menjelaskan, kejahatan di dalam keluarga seperti memerkosa, membunuh, memutilasi, dsb terjadi akibat persoalan sistemik yang membentuk mereka mengalami disorientasi mental dari fitrah manusia. “Kehidupan pribadi yang kacau, stres dan depresi disebabkan mereka hidup dalam sistem ideologi yang rusak, penuh bakteri dan virus,” paparnya.
Menurutnya, saat ini rakyat dipaksa hidup dalam ideologi yang salah yang tidak sesuai kodratnya. Sistem kehidupan liberal menyebabkan sulitnya akses penghidupan akhirnya membuat konflik dalam keluarga. Negara tidak pernah memberikan tauladan warga negara dalam ketakwaan sehingga banyak keluarga sekuler hilang kendali pikiran dan emosi. Negara mendukung kemaksiatan dan pergaulan bebas hingga menyuburkan perselingkuhan yang akhirnya menimbulkan kecemburuan dan pembunuhan; dst. “Dalam konsepsi psikologi Islam, kecenderungan seseorang akan menjadi jahat dalam keluarga dipengaruhi oleh kepribadian yang bersumber dari lingkungan ideologisnya,” jelasnya.
Di mata kriminolog Mustofa Nahrawardaya, akar kerusakan berawal dari kehidupan sosial. Ketika sebuah rumah, masyarakat, komunitas terlalu terbuka dan bebas maka kerusakan akan mudah masuk. Ia mencontohkan, ketika orang tua terlalu memberi peluang pada anak untuk berkeliaran bebas di luar rumah tanpa bimbingan orang tua maka kerusakan akan mudah
2/5
[101] Sistem Sekarat, Keluarga Bejat Sunday, 14 April 2013 16:42
memengaruhinya.
Lingkungan sosial, menurut Ketua Lajnah Tsaqafiyah DPP HTI Hafidz Abdurrahman, punya peran yang besar menciptakan kejahatan di tengah keluarga dan masyarakat. Masyarakat yang terus menerus dipapar oleh pornografi dan pornoaksi akan dengan mudah melakukan aksi kejahatan seksual. Juga media massa yang bebas sehingga tayangannya tak terkontrol justru mendidik masyarakat berbuat kejahatan.
Di sisi lain, tambah Mustofa, dalam sistem hukum di Indonesia, UU tidak tegas menjalankan aturan hukum. Contoh UU Indonesia tidak bisa menghukum pelacur, sebab kalau ada perempuan melacur dengan keinginan sendiri atau istri dan anak melacur, maka UU tidak melarang. UU hanya melarang yang menyediakan tempat atau memaksa melacur. “Kalau sistem hukum kita seperti ini maka orang tidak akan takut,” tandasnya.
Hafidz pun sependapat, tidak ada cara lain sekarang ini selain perubahan sistem karena semua berpangkal pada kerusakan sistem. Menurutnya, para pelaku kejahatan juga produk atau korban dari penerapan sistem yang rusak.
Sistem hukum yang ada, menurutnya, tidak membuat orang jera. Justru dengan hukuman yang ringan membuat orang tidak takut dihukum. Dan ini terbukti dengan peningkatan jumlah kejahatan di Indonesia yang terus meningkat meski hukuman sudah banyak dijatuhkan dan banyak orang dipenjara karenanya. [] emje
BOKS
Lembut Berhati Singa
Selama ini laki-laki selalu ditempatkan sebagai pihak tertuduh dalam kekerasan dalam rumah
3/5
[101] Sistem Sekarat, Keluarga Bejat Sunday, 14 April 2013 16:42
tangga (KDRT). Namun fakta belakangan membantah tuduhan itu. Tidak setiap kekerasan dalam rumah tangga dilakukan oleh laki-laki terhadap istrinya.
Kini fenomena baru muncul, ternyata wanita pun bisa melakukan kekerasan dalam rumah tangga. Dan tingkat kekerasannya bahkan bisa melebihi laki-laki. Lihatlah bagaimana Maryati dengan enteng memotong alat kelamin suaminya dengan clurit yang sudah disiapkan sehingga suaminya cacat seumur hidup dan tak akan bisa lagi memiliki keturunan. Juga bagaimana jahatnya Puji Astuti merencanakan untuk membunuh suaminya sendiri karena merasa memiliki selingkuhan
Di luar itu, banyak kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh wanita kepada anak-anaknya. Ini bukan cerita ibu tiri lagi yang selalu dikonotasikan negatif, tapi fenomena baru menunjukkan, ibu kandung pun berani melukai bahkan sampai membunuh anak kandungnya sendiri.
Masih ingat kasus di Bandung bagaimana seorang ibu membunuh ketiga anaknya? Juga bagaimana RP membunuh anaknya gara-gara si anak memiliki kemaluan yang kecil setelah disunat. Merasa malu, si anak kandung sendiri dibunuh.
Di Pandeglang Banten, awal Desember 2012 lalu, seorang ibu membunuh anaknya yang baru berusia 1,5 bulan. Ia beralasan membunuh anaknya gara-gara repot mengurusnya. "Saya cape mengurusi dua anak, sedangkan suami bekerja di Jakarta dan jarang pulang," ucap Eni ditemui di ruang pemeriksaan polisi, Senin (3/12).
Dan mungkin yang paling bejat adalah seorang ibu di Gowa, Sulsel tahun 2011. Ia membiarkan anak kandungnya diperkosa oleh ayah tirinya di depan matanya. Bahkan ia malah membantu kebejatan suaminya itu. Bukannya malah mencegah, malah memberi jalan bagi pria bejat itu melampiaskan hawa nafsunya. Wanita ini di pengadilan mengaku melakukan itu karena merasa tak bisa melayani suaminya. Maka disodorkanlah anak kandungnya sendiri.
4/5
[101] Sistem Sekarat, Keluarga Bejat Sunday, 14 April 2013 16:42
5/5