perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
STUDI SENI BATIK KONTEMPORER KARYA TANTO SUHENG DI RT 02 / RW II TEGALREJO, SONDAKAN, LAWEYAN, SURAKARTA
SKRIPSI
Oleh: NORMANTA AGUS PURWASANDI K3208044
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Februari 2013 commit to user i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini
Nama
: Normanta Agus Purwasandi
NIM
: K3208044
Jurusan/Program Studi
: PBS/Pendidikan Seni Rupa
menyatakan
bahwa
skripsi
saya
berjudul
”STUDI
SENI
BATIK
KONTEMPORER KARYA TANTO SUHENG DI RT 02/RW II TEGALREJO, SONDAKAN, LAWEYAN, SURAKARTA”
ini benar-benar merupakan hasil
karya saya sendiri. Selain itu, sumber informasi yang dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.
Surakarta, 24 Januari 2013
Yang membuat pernyataan
Normanta Agus Purwasandi
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
STUDI SENI BATIK KONTEMPORER KARYA TANTO SUHENG DI RT 02/RW II TEGALREJO, SONDAKAN, LAWEYAN, SURAKARTA
Oleh: NORMANTA AGUS PURWASANDI K3208044
Skripsi diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Seni Rupa, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Februari 2013
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Surakarta, 24 Januari 2013
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Drs. Edi Kurniadi, M.Pd. NIP 1960051819890311001
Endang Widiyastuti, S.Pd. NIP 197105272005012001
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Hari
: Senin
Tanggal
: 4 Februari 2013
Tim Penguji Skripsi Nama Terang Ketua
Tanda Tangan
: Dr. Slamet Supriyadi, M.Pd.
_______________
Sekretaris : Drs. Margana, M.Sn.
_______________
Anggota I : Drs. Edi Kurniadi, M.Pd.
_______________
Anggota II : Endang Widiyastuti, S.Pd.M.Pd.
_______________
Disahkan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Dekan,
Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. NIP 196007271987021001
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Normanta Agus Purwasandi. A STUDY ON CONTEMPORARY BATIK ART BY TANTO SUHENG IN RT 02/RW II TEGALREJO, SONDAKAN, LAWEYAN, SURAKARTA. Thesis, Teacher Training and Education Faculty of Surakarta Sebelas Maret University. January 2013. The objective of research is to find out: (1) Tanto Suheng’s art journey in batik art creation, (2) the process of contemporary batik art production by Tanto Suheng, and (3) the form of contemporary batik art production by Tanto Suheng. This research directed to qualitative approach, using a single embedded case study. The data source derived directly from corresponding respondent: Tanto Suheng and several related persons in research, event and research location, and document. The sample of research was taken using Purposive Sampling. Techniques of collecting data used were observation, interview and documentation. The data validation was done using source triangulation and informant review. The data analysis was processed into three stages: (1) data reduction, (2) data display, and (3) conclusion drawing. The research procedure encompassed pre-field, field work, data analysis, and report writing stages. From the result of research, it could be concluded that: (1) Tanto Suheng’s art journey in batik art creation was affected by two supporting factors: batiker family’s environment and activeness in attending artistic activity, (2) the process of contemporary batik art by Tanto Suheng encompassed such stages as: Making outline on hvs paper as the reference before making it on the prime plain cloth, the cloth was stretched on spanram before batiking process was done, batiking process directly on the cloth stretched on spanram using canting (small dipper used to apply wax in batik process) and brush, coloring process was done using reactive colorant, namely remashol, with colet technique using brush or jegul, color locking using waterglass, batik wax removal from the cloth using hot water mixed with starch solution, cloth washing with clean water until the wax was totally removed, and cloth drying under sunlight. (3) The form of contemporary batik art by Tanto Suheng constituted the painting in 200 x 80 cm, 100 x 100 cm, 80 x 200 cm, and 70 x 60 cm sizes. The typical characteristic of batik was oriented to abstract form, with prominent shape elements including: curve, organic plane, white, red, orange, blue, brown, and black color combination. The works made, among other, featured Solo Batik Carnival theme made in 2010-2012. Keywords: batik art, contemporary, Tanto Suheng’s work.
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Normanta Agus Purwasandi. STUDI SENI BATIK KONTEMPORER KARYA TANTO SUHENG DI RT 02/RW II TEGALREJO, SONDAKAN, LAWEYAN, SURAKARTA. Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Januari 2013. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : (1) perjalanan kesenian Tanto Suheng dalam berkarya seni batik, (2) proses pembuatan seni batik kontemporer karya Tanto Suheng, (3) bentuk seni batik kontemporer karya Tanto Suheng. Penelitian ini mengarah pada pendekatan kualitatif, dengan menggunakan studi kasus tunggal terpancang. Sumber data berasal langsung dari informan yang bersangkutan yaitu Tanto Suheng dan beberapa orang yang masih terkait dalam penelitian, peristiwa dan tempat penelitian, dan dokumen. Sampel penelitian diambil berdasarkan Purposive Sampling. Teknik pengumpulan data dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Validitas data menggunakan teknik triangulasi sumber dan reviu informan. Analisis data diproses dalam tiga tahap, yaitu : (1) reduksi data, (2) penyajian data, (3) penarikan kesimpulan. Prosedur penelitian melalui, tahap pra lapangan, tahap pekerjaan lapangan, tahap analisis data, dan tahap penyusunan laporan. Hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut : (1) Perjalanan kesenian Tanto Suheng dalam berkarya seni batik dipengaruhi dua faktor pendukung, yaitu lingkungan keluarga pembatik dan keaktifan mengikuti kegiatan berkesenian, (2) Proses seni batik kontemporer karya Tanto Suheng melalui beberapa tahapan, diantaranya sebagai berikut : Membuat sketsa kasar pada kertas hvs untuk acuan sebelum pada kain mori prima, kain direntangkan pada spanram sebelum dilakukan pembatikan, proses pembatikan secara lansung pada kain yang sudah dispanram dengan menggunakan canting dan kuas, proses pewarnaan menggunakan zat warna reaktif yaitu remashol, dengan teknik colet menggunakan kuas atau jegul, penguncian warna dengan menggunakan watterglass, pelorodan malam batik pada kain dengan menggunakan air panas yang dicampuri larutan pati kanji, pencucian kain pada air bersih sampai malam terlepas seutuhnya, dan pengeringan kain di bawah sinar matahari. (3) Bentuk seni batik kontemporer karya Tanto Suheng berupa lukisan dengan ukuran 200 x 80 cm,100 x 100 cm, 80 x 200 cm, 70 x 60 cm. Ciri khas batiknya mengarah ke bentuk abstrak, dengan beberapa unsur rupa yang menonjol, yaitu: garis lengkung, bidang organis, kombinasi warna putih, merah, orange, biru, coklat, dan hitam. Karya-karya yang dibuat salah satunya sering menampilkan tema Solo Batik Carnival dengan tahun pembuatan 2010-2012.
Kata kunci: seni batik, kontemporer, karya Tanto Suheng. commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO “Kita tidak perlu memikirkan berapa kali kita gagal melakukan sesuatu, akan tetapi yang perlu kita pikirkan adalah berapa kali kita bangkit dari kegagalan tersebut” (Normanta Agus Purwasandi)
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN Teriring syukurku pada-Mu ya Allah SWT, kupersembahkan karya ini untuk : “Bapak dan Ibu” Selalu memberikan do’anya yang terbaik, di kala senang dan maupun susah. Serta selalu mengarahkan dan membimbing di kala salah dan lupa. “Adik-Adikku” Setiap kepercayaan kalian menjadi tonggak sepirit yang menyangga agar bisa berdiri tegap di saat gejala malas menghampiri. “Teman-Teman Seperjuangan” Kebersamaan mencari ilmu dari mulai berwarna hijau muda sampai hijau menguning akan terkenang selalu dalam perjalanan hidup selanjutnya.
commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang memberi ilmu, inspirasi, dan kemuliaan. Atas kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ”STUDI SENI BATIK KONTEMPORER KARYA TANTO SUHENG DI RT 02/RW II TEGALREJO, SONDAKAN, LAWEYAN, SURAKARTA”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana pada Program Studi Pendidikan Seni Rupa, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Dr. Muhammad Rohmadi, M.Hum. Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni. 3. Dr. Slamet Supriyadi, M.Pd. Ketua Program Pendidikan Seni Rupa, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. 4. Drs. Edi Kurniadi, M.Pd, selaku Pembimbing I yang selalu memberikan motivasi dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini. 5. Endang Widiyastuti, S.Pd, M.Pd, selaku Pembimbing II yang selalu memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini. 6. Bapak Tanto Suheng, yang telah memberi kesempatan dan tempat guna pengambilan data dalam penelitian. 7. Komunitas Canting Kakung, yang telah memberi bimbingan dan bantuan dalam penelitian. 8. Teman-teman FKIP Pendidikan Seni Rupa angkatan 2008 yang telah memberikan motivasi dan dorongan untuk menyelesaikan skripsi ini. commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak mungkin disebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan penulis. Meskipun demikian,
penulis berharap semoga skripsi ini
bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.
Surakarta, 24 Januari 2013
Penulis,
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................... ii HALAMAN PENGAJUAN ............................................................................... iii HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................... iv HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ v HALAMAN ABSTRAK .................................................................................... vi HALAMAN MOTTO ........................................................................................ viii HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................ ix KATA PENGANTAR ....................................................................................... x DAFTAR ISI ...................................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xv DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xviii BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1 B. Rumusan Masalah ......................................................................... 4 C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 4 D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Seni Batik Kontemporer .................................. 6 1. Pengertian Seni ........................................................................ 6 2. Pengertian Seni Batik ............................................................... 8 3. Sejarah Singkat Perkembangan Seni Batik di Surakarta ......... 9 4. Jenis-Jenis Batik ....................................................................... 11 5. Pengertian Batik Kontemporer ................................................. 12 a. Motif .................................................................................... 16 commit to user xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Persiapan Alat dan Bahan .................................................... 19 c. Proses Pembuatan Batik Kontemporer ................................ 29 6. Pengetahuan Dasar yang Perlu dimiliki oleh Pembuat Batik Kontemporer ............................................................................. 34 B. Kerangka Berfikir ......................................................................... 36 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 38 B. Pendekatan dan Jenis Penelitian ................................................... 38 C. Data dan Sumber Data ................................................................. 39 D. Teknik Pengambilan Sampel (Cuplikan) ...................................... 41 E. Pengumpulan Data ........................................................................ 42 1. Wawancara ............................................................................... 42 2. Observasi .................................................................................. 44 3. Dokumentasi ............................................................................ 45 F. Uji Validitas Data ......................................................................... 46 1. Triangulasi Sumber .................................................................. 47 2. Review Informan ...................................................................... 47 G. Analisis Data ................................................................................. 47 1. Reduksi data ............................................................................. 48 2. Penyajian Data ......................................................................... 48 3. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi ...................................... 48 H. Prosedur Penelitian ....................................................................... 49 1. Tahap Pra Lapangan ................................................................. 49 2. Tahap Pekerjaan Lapangan ...................................................... 50 3. Tahap Analisis Data ................................................................. 50 4. Tahap Penyusunan Laporan ..................................................... 51 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi ........................................................................... 52 commit to user xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Deskripsi Temuan Penelitian ........................................................ 57 1. Perjalanan Singkat Kesenian Tanto Suheng dalam Berkarya Seni Batik ................................................................ 57 a. Membentuk Kelompok Candik Ayu ................................... 59 b. Membentuk Kelompok Canting Kakung ............................ 62 c. Membentuk Kelompok Warung Seni ................................. 64 2. Proses Pembuatan Seni Batik Kontemporer Karya Tanto Suheng .......................................................................... 65 a. Persiapan Alat ..................................................................... 66 b. Persiapan Bahan ................................................................. 79 c. Proses .................................................................................. 83 3. Bentuk Seni Batik Kontemporer Karya Tanto Suheng ............ 94 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan ................................................................................... 104 B. Implikasi ................................................................................... 106 C. Saran ......................................................................................... 106 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 108 LAMPIRAN ...................................................................................................... 111
commit to user xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
Gambar 2.1. Contoh motif desain batik kontemporer ................................... 18 Gambar 2.2. Wajan ........................................................................................ 19 Gambar 2.3. Kompor kecil terbuat dari aluminium ...................................... 20 Gambar 2.4.Taplak ........................................................................................ 20 Gambar 2.5. Dingklik .................................................................................... 21 Gambar 2.6. Canting ..................................................................................... 21 Gambar 2.7. Pensil, Drawingpen, Spidol, Penggaris, dan Penghapus ............................................................................................... 22 Gambar 2.8. Kuas .......................................................................................... 23 Gambar 2.9. Spanram terbuat dari kayu ........................................................ 23 Gambar 2.10. Ember, gelas, dan mangkuk plastik ........................................ 24 Gambar 2.11. Meja pola ................................................................................ 25 Gambar 2.12. Kenceng .................................................................................. 25 Gambar 2.13. Ceret ....................................................................................... 26 Gambar 2.14. Kain mori putih ...................................................................... 27 Gambar 2.15. Lilin batik ............................................................................... 28 Gambar 2.16. Mempertegas disain dengan spidol ........................................ 30 Gambar 2.17. Memindahkan desain pada kain mori..................................... 31 Gambar 2.18. Pelorodan, pencucian, dan penjemuran kain ......................... 33 Gambar 2.14. Contoh karya seni batik kontemporer .................................... 35 Gambar 2.15. Skema kerangka berfikir ........................................................ 37 Gambar 3.1. Skema analisis data model alir ................................................. 49 Gambar 4.1. Peta Kelurahan Sondakan ........................................................ 53 Gambar 4. 2. Peta lokasi rumah Tanto Suheng, Tegalrejo RT 02 / RW II ............................................................................... 55 Gambar 4. 3. Rumah Tanto Suheng .............................................................. 56 commit to user xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 4. 4. Tanto Suheng........................................................................... 58 Gambar 4. 5. Dekorasi janur sebelah kanan dan kiri .................................... 60 Gambar 4. 6. Kebersamaan anggota Canting Kakung .................................. 63 Gambar 4.7. Staples ....................................................................................... 66 Gambar 4.8. Canting biasa, dan canting dot ................................................. 67 Gambar 4.9. Kuas .......................................................................................... 68 Gambar 4.10. Jegul ....................................................................................... 69 Gambar 4.11. Sendok .................................................................................... 69 Gambar 4.12. Lidi ......................................................................................... 70 Gambar 4.13. Ijuk .......................................................................................... 70 Gambar 4.14. Sikat ........................................................................................ 71 Gambar 4.15. Kompor minyak ukuran mini.................................................. 71 Gambar 4.16. Wajan mini ............................................................................. 72 Gambar 4.17. Botol bekas ............................................................................. 73 Gambar 4.18. Kaleng bekas dan gelas plastik............................................... 73 Gambar 4.19. Ember plastik ......................................................................... 75 Gambar 4.20. Ceret, ember aluminium, dan kenceng ................................... 75 Gambar 4.21 Spons dan kain gombal ............................................................ 77 Gambar 4.22. Saringan malam ...................................................................... 77 Gambar 4.23. Meja kayu ............................................................................... 78 Gambar 4.24. Kain mori putih jenis prima .................................................... 79 Gambar 4.25. Malam batik............................................................................ 80 Gambar 4.26. Zat pewarna reaktif................................................................. 81 Gambar 4.27. Pati kanji ................................................................................ 82 Gambar 4.28. Watterglass ............................................................................. 82 Gambar 4. 29. Pembatikan secara langsung menggunakan canting yang dialiri malam........................................................................................ 85 Gambar 4.30. Proses pembatikan 2 jalan ...................................................... 87 Gambar 4.31. Proses pelepasan kain dan penjemuran kain .......................... 89 commit to user xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 4.32. Pencampuran larutan pati kanji ke dalam air mendidih....................................................................................................... 90 Gambar 4.33. Proses pelorodan malam ........................................................ 91 Gambar 4.34. Proses pencucian kain ............................................................ 92 Gambar 4.35. Pemasangan ulang kain pada spanram................................... 93 Gambar 4.36. Batik kontemporer dengan tema Solo Batik Carnival ........... 97 Gambar 4.37. Batik kontemporer dengan tema relung-relung janur ............ 98 Gambar 4.38. Batik kontemporer dengan tema Solo Batik Carnival ........... 99 Gambar 4.39. Batik kontemporer dengan tema relung-relung janur. ........... 100 Gambar 4.40. Batik kontempoerer dengan tema relung-relung janur ........... 101 Gambar 4.41. Batik kontemporer dengan tema janin ................................... 102 Gambar 4.42. Batik kontemporer dengan tema Solo Batik Carnival ........... 103
commit to user xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran
Halaman
1 Peta Wilayah Kalurahan Sondakan ...................................................................... 112 2 Wawancara........................................................................................................... 113 3
Foto Dokumentasi Kegiatan ................................................................................ 141
4
Bank Data Kelurahan Sondakan ......................................................................... 148
5 Surat Permohonan Izin Penyusunan Skripsi ........................................................ 149 6 Surat Keputusan Dekan FKIP tentang Izin Penyusunan Skripsi .................................................................................................................. 150 7 Surat Permohonan Izin Observasi ........................................................................ 151 8 Surat Keterangan Penelitian ................................................................................. 154
commit to user xviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Solo atau lebih dikenal dengan nama kota Surakarta merupakan salah satu kota penghasil batik di Jawa Tengah. Perkembangan batik di Surakarta didukung oleh adanya beberapa sentra penghasil batik. Sentra penghasil batik di Surakarta adalah di Kecamatan Laweyan. Kegiatan pembatikan dilakukan oleh masyarakat setempat sebagai mata pencaharian utama. Kecamatan Laweyan dianggap sebagai tempat tertua perintisan batik sebelum adanya penguasa kerajaan-kerajaan. Hal ini juga ditegaskan oleh Wijaya (2011: 59) mengatakan, “…Laweyan merupakan desa kuno yang sudah ada sebelum berdirinya kerajaan Pajang”. Beberapa tempat industri batik di Kecamatan Laweyan terdiri dari bermacam-macam kelompok pembatik yang menyebar luas, diantaranya: Kelurahan Pajang, Kelurahan Laweyan, Kelurahan Panularan, Kelurahan Sriwedari, Kelurahan Penumping, Kelurahan Purwosari, Kelurahan Bumi, Kelurahan Sondakan, Kelurahan Kerten, Kelurahan Jajar, dan Kelurahan Karang Asem. Setiap tempat tersebut memiliki sejarah batik yang berbeda-beda. Misalnya di Kelurahan Sondakan memiliki sejarah seni batik kontemporer yang pernah booming di era 70an. Pada tahun 1970an para kelompok pembatik di Kelurahan Sondakan, mencoba memulai memproduksi batik kontemporer secara masal oleh beberapa kelompok pembatik. Awalnya produksi pesanan meningkat pesat, akan tetapi lambat laun terjadi penurunan pesanan produksi. Tentunya keberaandaan mepertahankan usaha batik kontemporer tersebut tidak bertahan lama. Banyak dari para pengrajin yang gulung tikar, namun juga ada beberapa pembatik batik kontemporer yang tetap bertahan sampai sekarang. Peran pembatik di Kelurahan Sondakan berpengaruh besar terhadap perjalanan panjang perkembangan dari seni batik klasik menjadi seni batik commit1to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
kontemporer. Keberanian mengubah sebuah pakem dalam aturan pembuatan seni batik klasik dilakukan oleh para pembatik kontemporer. Perubahan pakem ini menjadi keuntungan tersendiri bagi para pembatik keberadaan seni batik kontemporer dalam kegunaannya memiliki nilai jual yang tinggi di pangsa pasar manca Negara dengan mengikuti tren yang berkembang saat ini. Bentuk visual dari seni batik klasik mulai digantikan dengan perubahan seni batik kontemporer. Hal ini terjadi karena bentuk motif dan warna seni batik kontemporer tidak terikat seutuhnya. Kebebasan motif dan warna lebih memikat masyarakat luas. Sa‟du mengutarakan hal yang sama dalam bukunya yang berjudul “Buku Panduan Mengenal dan Membuat Batik” (2010: 14) mengatakan, “Motif batik tradisional yang didominasi oleh lukisan binatang dan tanaman sempat bergeser pada motif abstrak seperti awan, relief candi, dan wayang”. Pada prinsipnya dilihat dari bentuk seni batik kontemporer bisa difungsikan menjadi dua, yaitu: sebagai seni batik terapan yang mengarah pada benda pakai, dan sebagai seni batik non terapan (murni) yang hanya dinikmati nilai ekpresi seninya saja, misalkan batik dengan bentuk lukisan. Seni batik kontemporer berbeda dengan batik pada umumnya, baik dari segi teknik dan ide penciptaan. Teknik sangat dibebaskan pada pembuatan seni batik kontemporer, dengan acuan berupa ide sebelumnya. Sehingga banyak yang beranggapan bahwa seni batik kontemporer sama dengan seni lukis batik atau batik lukis. Menurut Yahya dalam Soedarsono, Astuti, dan Sunjata. Berpendapat seni lukis batik berbeda dengan batik pada biasanya, lebih menitik beratkan pada: ide pencipta atau seniman, kreasi menuju sesuatu yang lain atau berbeda, ekspresi sebagai ungkapan batiniah yang murni, orisinalitas dalam artian penciptaan bentuk-bentuk dan teknik yang ditemukan sendiri (1985). Seni batik kontemporer atau seni batik lukis memiliki nilai fungsi seni yang mengarah pada seni murni (fine art). Penuangan idenyapun lebih dibebaskan sesuai keinginan pembatik atau senimannya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
Beberapa kelompok pembatik atau komunitas seniman batik mendukung perkembangan seni batik kontemporer di Kelurahan Sondakan. Bagi komunitas seniman batik, batik kontemporer perlu dipertahankan dan dikembangkan lebih lanjut ke depannya. Karena tujuan utama para komunitas seniman batik kontemporer di Kelurahan Sondakan ingin mempertahankan seni batik sebagai warisan budaya dari nenek moyang yang perlu dipertahankan, dilestarikan, dan diperkenalkan kepada generasi muda. Canting Kakung adalah komunitas seniman batik kontemporer di Kelurahan Sondakan yang membuka lahirnya batik gaya baru di Surakarta pada tahun 70an. Komunitas ini terdiri dari beberapa anggota diantaranya: Bambang Tedeng, Chosaeri, Cuk Sugiarto, Lestari, Sumarsono, Suparman, Suratman, Tanto Suheng, Wiryanto, Warno Gombor, Perdana Kusuma, dan masih banyak lagi. Kegiatan utama mereka berkarya dan memenejemen bersama batik kontemporer menjadi kain batik yang penuh gaya masa kini bagi masyarakat Surakarta. Perubahan gaya atau corak seni batik kontemporer atau dikenal dengan seni batik lukis sangat berbeda sekali dengan seni batik tradisi atau seni batik klasik yang sudah mempunyai patokan khusus (pakem) dalam pembuatan bentuk polanya. Seni batik kontemporer sebenarnya adalah sebuah gaya atau corak masa sekarang. Bentuk motifnyapun tergantung ekspresi senimannya dalam membuat. Keindahan motif yang berbeda-beda menjadikan seni batik kontemporer banyak diminati oleh masyarakat. Salah satu tempat yang berani memulai gebrakan baru dalam upaya mengenalkan seni batik kontemporer kepada masyarakat
adalah di Kelurahan
Sondakan tepatnya di Tegalrejo, Rt 02 / Rw II. Seorang pelopornya bernama Tanto Suheng, beliau seorang aktivis di Komunitas Canting Kakung dan sekaligus seniman penggerak seni batik kontemporer di Kelurahan Sondakan. Beliau berfikir lebih kreatif dari pada pengrajin batik lain, yang masih mempertahankan batik pada umumnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
Bertolak dari akar permasalahan di atas yang telah diuraikan, penulis terdorong untuk mengangkat permasalahan tersebut dalam sebuah penulisan ilmiah yang berbentuk skripsi dengan judul “STUDI SENI BATIK KONTEMPORER KARYA TANTO SUHENG, DI RT 02 / RW II TEGALREJO, SONDAKAN, LAWEYAN, SURAKARTA.”
B. Rumusan Masalah Berpijak pada latar belakang masalah di atas, penulis memfokuskan masalah agar dapat bisa berkonserntrasi penuh dalam lingkup permasalahan yang telah ditetapkan. Sehingga menjadikan data yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan ke depannya. Dari permasalah di atas dapat ditarik perumusah masalah yang akan diteliti. Adapun perumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana perjalanan kesenian Tanto Suheng dalam berkarya seni batik ? 2. Bagaimana proses pembuatan seni batik kontemporer karya Tanto Suheng ? 3. Bagaimana bentuk seni batik kontemporer karya Tanto Suheng ?
C. Tujuan Penelitian Penelitian pada dasarnya harus ada tujuan yang hendak dicapai kedepannya. Adapun tujuan yang mendasari penelitian ini, diantaranya yaitu untuk : 1. Mengetahui perjalanan kesenian Tanto Suheng dalam berkarya seni batik. 2. Mengetahui proses pembuatan seni batik kontemporer karya Tanto Suheng. 3. Mengetahui bentuk seni batik kontemporer karya Tanto Suheng.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat, dalam arti berguna baik dari segi teoritis maupun praktis. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan sumber ilmu bagi masyarakat luas, dan khususnya bagi mahasiswa Pendidikan Seni Rupa. b. Dapat menambah khasanah wawasan keilmuan seni rupa khususnya seni batik kontemporer. 2. Manfaat Praktis a. Hasil penelitiian ini dapat memberikan sumbangan data dan informasi bagi penelitian lebih lanjut. b. Sebagai sebuah masukan dalam memperkenalkan kepada masyarakat luas tentang seni batik kontemporer.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Seni Batik Kontemporer 1. Pengertian Seni Setiap manusia diberi Tuhan akan rasa keindahan pada diri individu. Perbedaanya
hanya
terletak
pada
bagaimana
setiap
individu
itu
memvisualisasiakan seni. Seni adalah perbuatan manusia yang timbul dari perasaannya, Sehingga mampu merangsang munculnya pengalaman yang baru bagi penikmatnya. Sama halnya pendapat yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara, (Sulistyo, 2006 : 2) yang mengatakan “Seni yaitu segala perbuatan manusia yang timbul dari perasaan hidupnya dan bersifat indah, hingga dapat menggerakan jiwa perasaan manusia.” Seni merupakan usaha untuk mewujudkan sesuatu hal yang indah kedalam bentuk nyata. Kebutuhan manusia akan seni dijadikan prioritas paling akhir setelah kebutuhan utama terpenuhi. Seperti definisi yang dinyatakan oleh ahli dibawah ini bahwa : Seni adalah realisasi dari usaha manusia untuk menciptakan yang indahindah itu. Maka hal di atas dapat disubstitusi dengan seni; artinya, bisa juga dikatakan bahwa seni adalah kebutuhan manusia yang terakhir, sesuatu yang diinginkan setelah kebutuhan-kebutuhan lain seperti kebutuhan akan makan dan minum, kebutuhan akan perumahan dan sejenisnya terpenuhi. (Soedarso, 2006 : 2). Fungsi seni dibagi menjadi dua, yaitu: seni murni (fine art) dan seni terap (apllied art). Seni murni adalah dorongan manusia untuk memunculkan sebuah ungkapan batin yang pernah dialaminya, dengan cara memvisualisakan ke dalam bentuk yang indah tanpa memperdulikan bentuk luarnya. Sesuai dengan pendapat Soedarso (2006), “Seni murni atau fine art adalah seni yang lahir karena dorongan murni estetik, yaitu keinginan akan pengkomunikasian atau pengekspresian halhal yang indah yang dirasakan atau dialami seorang tanpa adanya maksudcommit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
maksud lain di luarnya”(hal.101). Berbeda dengan seni terap, Soedarso menambahkan, “Seni terap (seni terapan) atau applied art adalah jenis seni yang kehadirannya justru karena akan dimanfaatkan untuk kepentingan lain selain ekspresi estetik”(hal.101). Penelitian ini lebih mengarah pada seni murni yang bersifat lebih bebas dalam pengungkapan ekspresinya. Contohnya seni lukis yang lebih ditonjolkan untuk dinikmati nilai keindahanya, sedangkan bentuk luar tidak dipermasalahkan. Seniman pembuatnya menjadi kunci utama dalam mengeskpresikan bentuk dengan bebas. Fungsi seni murni dalam penelitian ini lebih menitik beratkan pada nilai sosial, yaitu the social functions of art. Seperti diungkapkan Feldman (Jusmani, 2010), dimana seorang seniman dalam membuat karya seninya bertujuan untuk mempengaruhi kelompok manusia, dan karya seni tersebut dibuat untuk situasi umum(17). Pada tahun 1970an seni lukis mengalami perubahan besar dalam perkembangannya. hal ini terjadi dengan munculnya para seniman muda yang mulai menemukan teknik dan gaya melukis secara lebih spontan dan kreatif. Zaini dan Popo Iskandar merupakan beberapa
contoh seniman yang berani
memunculkan cara baru dalam melukis. Sesuai dengan pendapat yang menyatakan, “…karya-karya Zaini yang dimunculkan tahun 1970-an, nampak kekuatannya dalam melantukan mesteri alam lingkungan… . Garis-garis yang digoreskan spontan ke atas kanvas”(Pameran Kias,1990), tidak lain juga pendapat yang menyatakan, ”Popo Iskandar pada perkembangan lukisan-lukisan di era 1970-an menunjukan kedigdyaan wujud, yang pada kemudian akhirnya muncul sebagai cap jati dirinya. …Popo menemukan obyek-obyek khasnya…”(hal. 129) Masih pada era yang sama muncul juga seni batik lukis atau batik abstrak yang dipelopori oleh para seniman di Kota Solo. Sebelumnya batik hanya boleh dipergunakan oleh kalangan raja dan kerabatnya, namun ketentuan tersebut bergeser bahwa batik bisa digunakan oleh masyarakat luas. Apalagi dengan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
proses pembuatannya yang mulai berkembang sesuai kebutuhan masyarakat. Hal ini sesuai dengan pendapat Riyanto (1995) yang menyatakan, “ Tetapi setelah kemerdekaan R.I. semua ragam hias itu telah menjadi milik masyarakat. Pada tahun tujuh puluhan batik abstrak oleh para seniman, diperkenalkan kepada masyarakat dan mendapat hati tersendiri sampai sekarang”(hal. 53). Jadi seni batik lukis atau batik abstrak merupakan salah satu bagian dari seni murni, yang masih mengandung unsur ekspresi bebas senimannya.
2. Pengertian Seni Batik Batik berasal dari kata bahasa Jawa, amba yang berarti kain dan tik berarti cara memberikan sebuah motif pada permukaan kain. Proses selanjutnya ditutupi dengan menggunakan canting yang dialiri malam atau lilin, dan diberi warna dengan menggunakan pewarna batik. Diteruskan dengan proses terakhir yaitu pelorodan malam atau lilin. Hal ini sesuai pendapat yang menyatakan, “Istilah batik berasal dari kosakata bahasa Jawa, yaitu amba dan titik. Amba berarti kain, dan titik adalah cara memberi motif pada kain menggunakan malam cair dengan cara dititik-titik.”(Sa‟du, 2010: 11). Sedangkan menurut Prasetyo yang mengatakan dalam pendapatnya bahwa: Batik adalah salah satu cara pembuatan bahan pakaian. Selain itu batik bisa mengacu pada dua hal. Yang pertama mengacu pada teknik pewarnaan kain dengan menggunakan malam untuk mencegah pewarnaan sebagian dari kain. Dalam literature internasional, teknik ini dikenal sebagai wax-resist dyeing. Pengertian kedua adalah kain atau busana yang dibuat dengan teknik tersebut, termasuk penggunaan motif-motif tertentu yang memiliki kekhasan. (2010: 1) Berkaitan dengan pendapat di atas menjelaskan bahwa batik sebagai sebuah proses yang mengarah pada dua anggapan. Pertama mengarah pada teknik pewarnaan, dan yang kedua mengarah pada motif-motif yang digunakan. Sedangkan proses membatik menurut Djumena (1990) mengatakan:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
Membatik pada dasarnya sama dengan melukis di atas sehelai kain putih. Sebagai alat melukis dipakai canting dan sebagai bahan melukis dipakai cairan malam. Canting terdiri dari mangkok kecil yang mempunyai carat dengan tangkai dari bambu. … Sesudah kain yang sudah dilukis atau ditulisi dengan malam diberi warna, dan sesudah malam dihilangkan atau dilorod, maka bagian yang tertutup malam akan tetap putih, tidak menyerap warna (hlm. 1). Seni batik menurut Riyanto (1995) mengatakan bahwa, “…Seni Batik adalah titik-titik yang diusahakan atau diciptakan manusia sehingga menimbulkan rasa senang atau indah baik lahir maupun batin”(hlm. 5). Jadi keindahan terhadap sebuah batik merupakan suatu proses dari buah karya manusia untuk mengkomunikasikan rasa terhadap manusia lainnya. Pengertian tentang seni batik telah dijelaskan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa batik adalah suatu proses pembuatan yang memiliki dua cara yaitu penggunaan motif-motif yang berciri khas tertentu,dan teknik dalam hal pewarnaannya yang tidak lepas dari unsur estetis. Dua hal tersebut dikemas dalam suatu proses yang disebut batik atau mbatik.
3. Sejarah Singkat Perkembangan Seni Batik di Surakarta Pembuatan seni batik dulu hanya dilakukan oleh keluarga kraton, khususnya para putri-putri, dan para permaisuri di lingkungan kraton. Menurut pendapat Sudarmono dalam Dharsono (2007) yang mengatakan, “Dalam lingkungan kraton Surakarta keahlian membatik dapat dikatakan merupakan pekerjaan yang sangat mulia untuk menjunjung tinggi derajat pangkat putra-putri kraton. Bahkan dalam waktu-waktu tertentu raja memandang penting dalam menentukan kategori remaja putri yang anggun menurut kraton” (hlm. 71). Perkembangan seni batik dimulai dengan seni batik klasik atau seni batik tradisi yang bermula dari Kraton Surakarta. Konsepsi klasik untuk kesenian Barat diangkat dari suatu hasil karya seni yang mempunyai kriteria tinggi sesuai dengan norma atau kaidah yang ada pada saat itu, dan sebagai salah satu syarat yang lain commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
masih dipergunakan dan dianggap belum ada tandingannya pada masa kini. Sedangkan konsepsi klasik menurut masyarakat Jawa adalah penetapan karya seni yang baik (sesuai dengan kaidah atau moral kerajaan) oleh raja (Soedarsono, dkk., tanpa tahun: 54). Pada masa Keraton Surakarta masyarakat pembuat batik di luar tembok kraton karya batiknya diberikan kepada pihak keraton untuk diakui menjadi karya kerajaan. Hal tersebut sebagai upaya untuk memperkuat kedudukan raja dalam hal politik, sehingga menghasilkan motif-motif keluaran kraton. Karya yang telah diambil oleh keraton dibabar dengan teknik yang halus, menjadikan sebuah karya jajaran golongan atas bangsawan. Masyarakat kemudian menyebut batik keraton sebagai batik klasik. Seperti pendapat dari Dharsono (2007: 11) mengatakan bahwa, “Kehalusan babaran batik membuat para perajin batik (di luar Keraton), tertarik membawa batiknya dibabar di dalam lingkungan keraton untuk mendapatkan babaran yang bagus dengan sebutan batik klasik”. Proses pembatikannya dilakukan secara bersama-sama oleh anggota, kerabat, dan masyarakat diluar kraton, seperti diungkapkan pendapat di bawah ini: “Batik kraton dikerjakan hanya dengan teknik batik tulis demikian pula pewarnaanya tetap mengandalkan pewarnaan alami yaitu dari bahan tumbuhan. Pembatiknya adalah para putri kraton, serta dalam proses pembatikan para putrid itu dibantu oleh para abdi dalem kraton pilihan. Yang sering kali diambil dari masyarakat luar tembok kraton yang ahli membatik” (Affanti, 2009: 73). Seiring dengan berjalannya waktu perkembangan teknologi semakin pesat, dan mulai ditemukannya alat cap pada pertengahan tahun 1920-an. Kemunculan batik cap waktu itu untuk mempermudah proses pembuatan batik. Pengusaha batik tulis yang masih berpegang pada pakem batik klasik di kraton dan sekitarnya
sempat
mengalami
kemunduran.
Produksi
batik
cap
lebih
menguntungkan, proses pembuatannya tidak sampai menuggu sampai berbulanbulan seperti halnya batik tulis yang menggunakan tangan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
Selanjutnya awal tahun 1970an perkembengan seni batik mulai mengenal pada seni batik yang lebih tinggi, yaitu tidak hanya sebagai seni pakai tetapi diangkat kearah seni untuk seni. Perkembangan seni batik tumbuh dan berkembang baik nilai seninya, pola, maupun proses pembuatannya (Riyanto, 1995: 5). Di dalam bentuk motif dan pewarnaan batik ini lebih bebas, tidak sama sepeti batik klasik yang masih memegang pakem. Bentuk batik ini tidak mengalami pengulangan motif, sehingga menimbulkan estetika tersendiri dalam seni batik. Sebelum batik kontemporer berkembang pesat, muncul lagi pembuatan batik dengan teknik sablon atau printing. Kesuksesan pembuatan batik sablon mulai mendapat perhatian dimata masyarakat. Karena pembuatannya yang lebih cepat dan sangat murah. Akan tetapi batik kotemporer perlahan juga mulai mengalami kemajuan pesat. Itulah sekilas perjalanan seni batik yang berkembang di Surakarta dan sekitarnya yang dimulai dari klasik (masa pemerintahan Kraton Surakarta) sampai pada seni batik kontemporer (masa kini).
4. Jenis-Jenis Batik Batik terbagi menjadi beberapa jenis. Setiap jenis satu dengan yang lainnya terdapat perbedaan, baik dari mulai bentuk motif, maupun proses pengerjaanya. Menurut Susanto (1980), ada 3 jenis batik dilihat dari cara tekniknya, yaitu diantaranya: a. Batik Tulis Batik tulis dibuat secara menulis-nuliskan lilin batik dengan alat canting semacam pena berbentuk khusus untuk tulis lilin terbuat dari plat tembaga. Pada umumnya pekerjaan membatik ditulis dikerjakan oleh wanita, adapula beberapa daerah di mana membatik tulis dilakukan oleh pria. Pada batik ini biasanya masih mengikuti batik pendahulunya batik klasik, yang memiliki pakem dari kraton. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
b. Batik Cap Batik cap adalah batik dalam proses pembuatan polanya menggunakan alat bantu berupa cetakan (cap), bahan cetakan sendiri terbuat dari tembaga. Cap ini biasa disebut canting cap, berbentuk stempel. Pembuatan batik ini sedikit lebih cepat dari pada batik tulis yang masih menggunakan tangan dalam membuat polanya. c. Batik Lukis Batik dalam hal proses pembuatannya tidak terpaku oleh suatu aturan yang ada seperti pada batik klasik. Spontanitas langsung dilakukan oleh pembuatnya yang mahir. Kebebasan memilih teknik merupakan ciri dari batik lukis. Menurut Riyanto, pada motif dan warna tidak mengalami pengulangan seperti pada batik klasik. Proses pembuatan batik ini banyak ragamnya, si pembatik bebas berkreasi, tetapi pada garis besarnya teknik pembuatan dibagi menjadi 3, yaitu: teknik tutup, teknik lorot, dan teknik colet (campuran) (1995). Handoyo (2008) juga menambahkan bahwa, “Batik lukis termasuk batik kreasi baru. Pola-pola batik kreasi baru tidak terikat oleh ketentuanketentuan seperti batik klasik. Batik kreasi baru berpola bebas. Polanya dapat diambil dari bentuk seni primitif, bentuk patung, bentuk dari alam, atau kesenian daerah” (hal.16). Pembagian jenis batik lukis merupakan salah satu keaneka ragaman teknik pada seni batik. Sehingga membedakan selera dan keinginan masyarakat dalam memilih seni batik yang diinginkan. Penulis sendiri tertarik pada jenis seni batik lukis yang mengacu pada ranah kontemporer, karena seni batik ini lebih menonjolkan kebebasan dalam berkaryanya. 5. Pengertian Batik Kontemporer Kontemporer pada mulanya adalah sebutan sebagai acuan seni yang berkembang pada masa kini (masa sekarang). Hal ini sesuai dengan pendapat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
Badudu dan Zain (terdapat tiga arti lesikal tentang kata kontemporer, yaitu (1) semasa, sezaman; (2) bersamaan waktu, dalam waktu yang sama; (3) masa kini, dewasa ini.”(Saidi, 2008: 17). Sama halnya dengan pendapat yang menyatakan, “Dengan demikian, seni rupa kontemporer bisa diartikan sebagai seni rupa atau aktivitas kesenian (rupa) pada saat ini, kesenian pada masa kini” (Saidi, 2008: 17). Pengertian kontemporer sebenarnya belum bisa dipastikan secara lebih rinci, karena setiap macam bentuk aliran atau gaya bisa masuk di dalamnya. Memang kontemporer hanya sebagian bentuk dari sebuah aktivitas berkesenian bagi para seniman. Saidi (2008) juga menambahkan bahwa: Dari makna lesikal di atas tampak bahwa masalah waktu kezamanan dan/atau kekinian merupakan batasan tegas dalam konsep itu. Dengan demikian, seni rupa kontemporer bisa diartikan dengan seni rupa atau aktivitas kesenian (rupa) pada saat ini, kesenian pada masa kini. Pengertian ini jelas masih sangat umum, bahkan masih bisa dikatakan ambigu. Bersifat umum sebab tidak merujuk pada satu genre, paham, ideologi, dan lain-lain…(hal.17) Perbedaan pendapat tentang pemahaman seni kontemporer masih ada pada masyarakat Indonesia. Belum ada pemahaman yang jelas seperti pada seni kontemporer dunia yang dianggap muncul setelah era modern menuju era postmodern. Sesuai dengan pendapat Ardhie (2012), “Seni kontemporer Indonesia tidak bisa dikenali sebagai bagian dari Seni Kontemporer dunia, yang diasumsikan punya ciri-ciri yang jelas” (hal: 9). Terkait dengan hal tersebut Jim menyatakan dalam pendapatnya, Istilah Kontemporer sebetulnya secara pengertian masih menimbulkan perdebatan, lebih-lebih pada batasan yang ketat. Ia mewakili daerah (praktek seni rupa) dan wacana disisi lain. Kalau wacana Seni Rupa Barat, berakhirnya era Modernisme ditandain dengan munculnya era Post Modernisme. Setelah itu baru digunakan istilah Seni Kontemporer. (Ardhie, 2012: 9).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
Beberapa kalangan masyarakat menganggap seni batik kontemporer sama pengertiannya dengan batik lukis ataupun batik modern. Karena Memang pengertian tersebut dianggap belum pasti, namun banyak di lapangan terjadi persamaan kata tersebut saling melengkapi satu sama lain. Banyak kontroversi di kalangan masyarakat pecinta batik terhadap pengertian batik kontemporer. Karena kata kontemporer pada hakekatnya merujuk pada kekinian atau yang terjadi sekarang ini. Jadi tidak bisa disalahkan jika ada sebagian memahami batik kontemporer disejajarkan dengan batik masa kini atau modern. Batik kontemporer merupakan karya batik yang berkembang pada masa kini atau sekarang, yang tidak memiliki ketentuan-ketentuan seperti pada batik klasik, dan lebih menonjolkan ekspresi bebas dalam pembuatannya. Seperti ditegaskan dalam pendapat di bawah ini, yang mengatakan bahwa: Batik-batik modern lebih banyak menampilkan konsepsi eksprersi dibandingkan dengan batik klasik…Kalau di atas batik klasik, batik tradisional lebih menekankan pada segi motif maka sekarang batik modern termasuk batik kontemporer lebih bertumpu pada persoalan yang lebih ganda, misalnya saja ekspresi, utilitas, dan kekhalayakan (produksi) (Soedarsono, dkk., tanpa tahun: 48). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Aribowo (2008). “Maka motifmotif batik kontemporer yaitu motif batik pada dewasa ini. Batik kontemporer sebagian besar dibuat oleh para seniman, juga disainer batik” (Utoro dan Kuwat). Kemudian ditambahkan oleh Utoro dan Kuwat, mengatakan: Batik kontemporer dibuat bukan untuk dipakai, tetapi untuk keperluankeperluan dekorasi atau hiasan dinding, motif yang dibuat dalam batik kontemporer dengan teknik seperti melukis, dan tidak terikat pada alat yang dipakai, yaitu canting. Pelaksanaanya persis seperti melukis, hanya teknik dan proses pewarnaanya sama dengan proses batik (Aribowo, 2008: 101). Menurut Sewan Susanto dalam bukunya Teknik Membuat Batik Tradisional dan Modern, yang dimaksud dengan “Batik Kontemporer ialah semua jenis batik yang motif dan gayanya tidak seperti batik Klasik. Pada batik klasik commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
susunan motifnya terikat oleh suatu aturan tertentu dengan isen-isen tertentu. Bila menyimpang dari ikatan atau aturan yang sudah menjadi tradisi itu, dikatakan menyimpang dari batik, maksudnya menyimpang dari batik klasik”(Wibowo, 2009: 27). Batik ini juga dikenal dengan sebutan corak baru atau gaya baru, dimana perkembangan menuntut dengan selera pasar. Warna-warna campuran yang terbuat dari warna buatan terdapat pada seni batik kontemporer. Sehingga seni batik ini sangat banyak diminati oleh semua kalangan masyarakat. Sama halnya dengan pendapat Handoyo (2008), “Corak baru merupakan salah satu upaya untuk meneruskan kegiatan yang disesuaikan dengan
perkembangan selera
pasar”. Handoyo juga menambahkan, “Aspek pewarnaan kain juga semakin berkembang ragamnya. Warna-warna baru dibuat dengan pewarnaan buatan yang tidak ditemukan dalam batik tradisional. Perkembangan teknik batik menyebar keseluruh penjuru tanah air.” (hal.12). Kreativitas dalam berkarya seni batik kontemporer juga perlu dimiliki oleh setiap senimannya. Pencarian ide baru untuk mengembangkan motif yang berbeda dari sebelumnya paling tidak sudah terbayang pada pikiran setiap seniman. Hal tersebut sesuai dengan simpulan Toekio, Guntur, dan Sjafi‟i (2007) bahwa seni sebagai karya manusia yang mengkomunikasikan pengalaman batin. Batin tesebut disajikan secara indah sehingga menimbulkan pengalaman batin pada manusia lainnya (hal. 103). Menimbulkan hal unik pada sebuah kain yang dulunya dianggap tradisi menjadi kain masa kini atau modern. Seperti halnya pendapat Musman dan Arini (2011) mengatakan, Terdapat setidaknya tiga hal dasar yang harus diketahui dalam pengembangan kain-kain tradisional menjadi produk masa kini atau tekstil modern. Pertama, faktor apa yang mau dikembangkan. Ini merujuk pada diperlukannya pengetahuan berbagai segi tentang produksi tekstil pada konteks tersebut sebagai sebuah keniscayaan. Kedua, faktor bagaimana pengembangannya, yang erat kaitannya dengan pengembangan daya cipta (kreativitas)(hal.12). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
Mulai tahun 1967 mulailah ada usaha perubahan dan pembaharuan dalam motif batik, dan ternyata pada tahun 1970 perubahan ini mendapat sambutan dari beberapa seniman dan dapat diterima oleh masyarakat. Pada tahun-tahun berikutnya, para tokoh batik yang dinamis dan beberapa seniman turut serta mengambil bagian pengembangan batik bukan klasik atau batik kontemporer ini. Maka timbulah beberapa jenis batik dalam batik kontemporer ini: 1). Gaya abstrak dinamis, misalnya digambarkan burung terbang, ayam tarung atau beradu, garuda melayang, ledakan senjata, loncatan panah, rangkaian bunga dan sebagainya. 2). Gaya gabungan, yaitu pengolahan dan penggabungan motif-motif dari berbagai daerah menjadi rangkaian suatu yang indah. 3) Gaya Lukisan, jenis ini menggambarkan yang serupa lukisan, seperti pemandangan, seperti pemandangan, bentuk bangunan dan sebagainya, diisi dengan isen yang diatur rapi sehingga menghasilakan suatu hasil seni yang indah. 4) Gaya khusus dari cerita lama, misalnya diambil dari Ramayana, atau Maha Bharata. Gaya ini kadang-kadang seperti
campuran
antara
riil
dan
abstrak
(Departemen
Perindustrian Proyek Bimbingan dan Pengembangan Industri Kecil, tanpa tahun: 19). Jadi dapat diambil kesimpulan bahwasannya seni batik kontemporer adalah seni membatik dengan cara berproses yang lebih bebas, dan tanpa batasan atau aturan (pakem) seperti halnya pada batik klasik. Teknik yang digunakan menggunakan teknik lukis, yaitu menguaskan malam pada permukaan kain. Bentuk dan warna motifnyapun juga lebih mengarah pada ekpresi seniman pembuatnya, sehingga menjadikan pemikiran lateral (befikir berbeda dari yang lain) dalam penemuan-penemuan teknik baru dalam dunia seni batik. a. Motif Motif menurut Suhersono adalah sebuah disain atau rancangan yang dibuat dari bagian-bagian bentuk, berbagai macam garis yang dipengaruhi dalam bentuk stilasi atau penggayaan, dan memiliki ciri tersendiri (2005: 13). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
Motif dan pola dalam batik klasik disusun berdasarkan pengulangan dari “pola batik”. Pola batik terdiri dari paduan motif-motif yang disusun sesuai dengan jenis batik sesuai ketentuan-ketentuan yang sudah dianggap baku (jawa: pakem). Tata susun batik merupakan paduan pola yang terdiri dari motif utama, motif pengisi (selingan), dan motif isian (Susanto dalam Dharsono, 2007: 12). Beberapa bentuk motif tersebut menghasilkan keindahan secara visual maupun konsep yang ada di dalamnya. Motif batik pada zaman keraton Surakarta memiliki tatanan dan tuntunan. Ada beberapa motif yang memiliki makna atau simbol tertentu yang berhubungan dengan tradisi kraton. Beberapa motif dibagi menjadi dua macam, antara lain: 1). Motif Geometris berupa garis lurus, garis patah, garis sejajar, lingkaran, dan sebagainya. dicontohkan seperti : Motif Banji, Pola Ceplok, Pola Kawung, Pola Nitik, Pola Garis Miring. (Budiyono. dkk, 2008 : 91)., 2). Motif Naturalis berupa tumbuh-tumbuhan, hewan dan sebagainya. Juga dicontohkan oleh Budiyono, dkk seperti : Motif Semen yang terdiri dari kumpulan motif diantaranya, Pohon Hayat, Meru, Garuda, Bangunan, Naga, Binatang Darat, Kupu-Kupu, Tumbuhan, Burung, Lidah Api (hlm. 94). Sangat berbeda dengan bentuk motif yang digunakan dalam seni batik kontemporer, karena pengguanaan motif tidak ada aturan khusus yang membatasi dalam pembuatannya. Susunan tata hiasnya cukup indah, tidak selalu mengalami pengulangan polanya. Karena pola dasarnya langsung dilukiskan pada kain yang akan dibatik. Si pembatik (seniman) dengan bebas dan leluasa mencari motif isen (Widodo, 1983). Sehingga Pencarian bentukbentuk baru (eksplorasi) sangat penting. Pengambilan berbagai bentuk visual diambil dari pengalaman yang pernah dialami oleh seniman pembuatnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
Gambar 2.1. Contoh motif desain batik kontemporer (Sumber: Budiyono,dkk. 2008 & Sa‟du, 2010) Kemampuan seniman juga menjadi kunci utama dalam penciptaan sebuah motif pada seni batik kontemporer. Motif seni batik kontemporer paling banyak menampilkan bentuk tokoh-tokoh pewayangan sampai pada bentuk abstrak. Untuk bentuk-bentuk abstrak biasanya tidak mengalami penciptaan pengulangan lagi dalam membuat karya yang sama peris, sehingga karyanya hanya dibuat tunggal (limited edition). Inilah yang menjadikan sebuah ide berbeda antara satu seniman dengan yang lainnya. Kemauan dan keinginan kuat juga menjadi pendukung seniman batik kontemporer untuk commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
mempelajari pengetahuan tentang teknik maupun segi disain dalam berkarya (Departemen Perindustrian Proyek Bimbingan dan Pengembangan Industri Kecil, tanpa tahun: 25). b. Persiapan Alat dan Bahan Pada proses membatik kontemporer perlu dipersiapkan beberapa perlengkapan atau alat. Ada beberapa alat dan bahan utama maupun bahan pendukung. Untuk alat diantaranya sebagai berikut: 1) Wajan Wajan ialah perkakas untuk mencairkan “malam” (lilin untuk membatik). Wajan dibuat dari logam baja, atau tanah liat. Wajan sebaiknya bertangkai supaya mudah diangkat dan diturunkan dari perapian tanpa mempergunakan alat lain (Hamzuri, 1981).
Gambar 2.2. Wajan (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012) 2) Kompor Digunakan sebagai alat untuk mencairkan batangan lilin atau malam batik. Kompor dalam membatik dipergunakan menggunakan kompor khusus batik, dijual di toko-toko bahan batik. Ukuran kompor lebih kecil dari kompor biasa. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
Gambar 2.3. Kompor kecil terbuat dari aluminium (Dokumentasi: Normanta A.P., 2011) 3) Taplak Berguna sebagai pelindung paha pembatik ketika proses pembatikan berlangsung. Lilin yang menetes jatuh dari canting terhalang oleh taplak, sehingga kulit paha pembatik tidak terasa kepanasan.
Gambar 2.4.Taplak (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
4) Dingklik Dingklik atau lincak pada prinsipnya sama, yaitu tempat duduk si pembatik. Bisa terbuat dari kayu ataupun dari besi.
Gambar 2.5. Dingklik (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012) 5) Canting Canting adalah alat pokok utama untuk membatik yang menentukan apakah hasil pekerjaan itu dapat disebut batik, atau bukan batik.
Gambar 2.6. Canting (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
6) Pensil, Drawingpen, Spidol, Penggaris, dan Penghapus Pada tahap pembuatan desain gambar pada kertas gambar menggunakan alat ini. Untuk pensil gunakanlah 2B, agar bisa dihapus jika ada kesalahan.
Gambar 2.7. Pensil, Drawingpen, Spidol, Penggaris, dan Penghapus (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012) 7) Kuas Ukuran kuas bermacam-macam tergantung kebutuhan dalam proses batik lukis. Kuas berfungsi sebagai alat pencolet warna yang digoreskan pada permukaan kain.
Gambar 2.8. Kuas (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
8) Spanram Pada dasarnya keguanaan spanram sama persis dengan sepanram untuk melukis kanvas. Kain direntangkan pada spanram, dan dikunci dengan menggunakan paku. Hal ini bertujuan untuk mendatarkan bidang kain selama proses penggoresan lilin atau pewarnaan (colet).
Gambar 2.9. Spanram terbuat dari kayu (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
9) Ember, gelas, dan mangkuk plastik Digunakan sebagai alat untuk pencelupan, pencampuran warna, dan juga sebagai pembilas atau pencucian kain yang sudah dilorod.
Gambar 2.10. Ember, gelas, dan mangkuk plastik (Sumber: Budiyono, dkk., 2008) 10) Meja pola Meja yang berfungsi untuk tempat memola motif batik pada kertas, kemudian dipindahkan pada permukaan kain.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
Gambar 2.11. Meja pola (Sumber: Budiyono, dkk., 2008) 11) Kenceng Sebuah tempat berbentuk tabung yang berfungsi sebagai tempat pelorodan malam yang melekat pada kain.
Gambar 2.12. Kenceng (Sumber: Budiyono, dkk., 2008) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
12) Ceret Alat untuk merebus air dingin agar menjadi panas. Suhu panas ditimbulkan dari bahan dasar aluminium yang terkena oleh api dari kompor.
Gambar 2.13. Ceret (Sumber: Budiyono, dkk., 2008) Bahan sendiri dalam pembuatan batik sendiri meliputi bahan utama dan bahan tambahan. Kurniadi (1996: 12) menjelaskan bahan batik antara lain: 1) Kain mori Kain mori ada beberapa jenis diantarannya ; mori sangat halus, mori halus, mori
sedang, dan mori kasar. Kualitas kain mori bisa
ditentukan dari kepadatan tenunan kain tersebut, dan muatan kanji yang terkandung semakin sedikit. Maka kain tersebut berkualitas bagus. Contoh kain mori yang sering digunakan proses pembuatan batik, diantaranya:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
primissima (kwalitas sangat baik), prima (kwalitas baik), biru (kwalitas sedang), dan blacu (rendah).
Gambar 2.14. Kain mori putih (Sumber: Budiyono, dkk., 2008)
2) Lilin Batik Lilin berfungsi untuk menutupi kain agar tidak terkena oleh warna atau sebagai perintang warna. Lilin batik ada dua jenis dan berbeda dalam pengguna‟annya, diantaranya: a. Lilin klowong berfungsi sebagai
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
menutupi garis pola.,b. Lilin tembok berfungsi untuk menutup bidang pola.
Gambar 2.15. Lilin batik (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012 & Sumber: Budiyono, dkk., 2008) 3) Pewarna Batik Pada
perkembangannya
pewarna
batik
mulai
mengalami
kemajuan, yaitu dengan munculnya pembuatan warna buatan atau sintetis. Untuk pewarna buatan yang sering digunakan untuk pewarna batik kontemporer atau batik lukis ada beberapa yang biasa dipakai, yaitu zat pewarna direk, napthol, bejana, indigosol, dan rapid. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
Menurut Kurniadi (1996) menjelaskan kelompok zat warna sintesis atau buatan dapat digolongkan sebagai berikut: a) Golongan cat Direk yang diperkuat, ialah cat-cat Ergan cat Koppel dan cat soga chroom, b) Golongan cat naphtol. Mempunyai banyak warna tergantung dari perpaduan napthol banyak dipakai dalam pembatikan, dan mempunyai kualitas yang cukup baik, c) Golongan cat bejana. Pembuatan warna untuk medel dalam proses tradisional dirasa sangat lambat, maka dipilihlah alternatif lain dalam pemberian warna biru tua dipilihlah cat indigo yang dirasa lebih baik, d) Golongan cat indigosol.Warna dari indigosol banyak dipakai di dalam proses pembatikan. Hal ini dikarenakan banyak sekali warna yang tersedia, serta ketahanan warnanya apabila dipergunakan untuk batik sangat baik. Cat ini bisa digunakan untuk pencelupan maupun coletan. e) Golongan cat rapid. Digunakan untuk teknik coletan, karena lebih cat ini sangat menguntungkan apabila dipakai untuk teknik tersebut, sedangkan untuk pemakaiannya secara celupan dianggap kurang menguntungkan. 4) Bahan Tambahan Merupakan bahan tambahan sebagai pembatu bahan utama dalam pembuatan batik menggunakan warna sintetis atau buatan. Beberapa bahan sebagai bahan campuran pewarna zat sintetis antara lain: a) garam pembangkit warna, b) soda abu, c) parafin, d) Turkis Red Oil (TRO), e) kostik soda, f) natrium nitrit, g) watterglas. c. Proses Pembuatan Batik Kontemporer Keindahan sebuah kain batik dapat dilihat dari bentuk motif dan pewarnaannya. proses pewarnaan yang mengkombinasikan berbagai warna merupakan salah satu ciri dari batik kontemporer. Proses pembuatan batik kontemporer dicontohkan menggunakan zat pewarna napthol diuraikan di commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
bawah ini. Ada beberapa tahapan dalam proses membuat batik kontemporer, yaitu: 1) Membuat desain gambar dengan menggunakan pensil terlebih dahulu, pada kertas gambar dengan disesuaikan menurut selera. Setelah selesai dipertegas dengan menggunakan drawingpen atau spidol bewarna hitam.
Gambar 2.16. Mempertegas disain dengan spidol (Sumber: Budiyono, dkk. 2008) 2) Pindahkan desain gambar yang telah dibuat pada kain mori, dengan cara kertas gambar diletakan di atas meja pola, kemudian letakan kain mori di atas kertas gambar. Hal ini untuk menjiplak disain gambar (dengan menggunakan pensil) dari kertas ke kain mori. Usahakan kain tidak bergeser pada permukaan kertas. Tahap selanjutnya yaitu proses pembatikan kain. (Budiyono, dkk., 2008)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
Gambar 2.17. Memindahkan desain pada kain mori (Sumber: Budiyono, dkk. 2008) 3) Kain yang sudah siap dibatik, sebelumya bisa direntangkan pada spanram, tapi ada juga yang langsung dibatik. dikerjakan dengan dilukis dan tulis tangan, dengan menggunakan goresan kuas, canting tulis besar maupun menggunakan canting tulis kecil. 4) Setelah lukisan dianggap sudah sempurna dan selesai, kemudian dicelup dengan warna biru memakai napthol. Pencelupan ini memberi warna pada kain sebagai warna dasar. 5) Kain setelah dicelup dan dicuci bersih, kemudian dilorod untuk menghilangkan seluruh lilin yang menempel pada kain. Maka hasilnya gambar atau lukisan putih di atas dasar biru. Gambar putih ini seperti bentuk lukisan lilin yang digoreskan seperti pada proses awal. Bekas goresan kuas memberikan warna transparan yaitu putih ke biru. 6) Kain setelah menjadi kering , diolah kembali dengan goresan-goresan lilin memakai alat kuas, canting tulis besar maupun canting tulis kecil. Disini semacam proses “bironi” menutup titik-titik atau cecek dan membuat gambaran seperti isen di tengah-tengah daerah warna putih. Bagian yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
ditutupi lilin ini nantinya akan tetap menjadi putih. Sedang bagian putih yang terbuka akan menjadi warna hitam setelah ditumpang warna coklat. 7) Pengerjaan berikutnya kain dicelup warna coklat atau disoga memakai jenis napthol. Terakhir pencelupan kain dicuci hingga bersih. 8) Sebagai pengerjaan terakhir dari proses pembuatan kain batik sederhana ini, ialah kain dilorod untuk menghilangkan atau melepaskan seluruh lilin. Cara melorod batik yaitu membuat air panas hingga mendidih menggunakan tempat yang cukup besar untuk menampung air, diberi sedikit soda abu, kemudian kain dimasukan ke dalamnya, sebentarsebentar diangkat dengan tongkat. Bila lilin sudah lepas dari kain, kain diangkat dan dicuci, kemudian keringkan (Susanto, 1980).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
Gambar 2.19. Pelorodan, pencucian, dan penjemuran kain (Sumber: Budiyono, dkk. 2008)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
6. Pengetahuan Dasar yang Perlu dimiliki oleh Pembuat Batik Kontemporer Semua bentuk kreatifitas dapat diciptakan dengan berbagai cara. Pengetahuan adalah sebuah cara dimana seseorang dapat mengambil pengalaman-pengalam yang didapatkan sebelumnya. Karena dari pengetahuan inilah, menjadikan sebuah idea tau gagasan yang muncul dalam sebuah karya seni batik kontemporer. Dasar-dasar pengetahuan yang harus dimiliki oleh seorang pembatik kontemporer menurut Susanto (1980) membedakan menjadi dua, yaitu: a). Kepandaian mencipta dan melukis dengan lilin. Dilakukan latihan secara terusmenerus, terutama bagi orang yang berbakat bisa memperoleh waktu yang cepat., b). Kepandaian dalam pewarnaan batik. Kepandaian semacam ini bisa diperoleh melalui belajar dari orang lain. Selanjutnya Susanto juga menambahakan dalam pendapatnya, bahwa, “Kedua pengetahuan tersebut di atas dapat dipelajari secara bersamaan atau satu-satu. Pembuat batik modern mula-mula ada yang sudah mempunyai pengetahuan cara membuat batik. Ada pula yang memiliki kepandaian melukis terlebih dahulu, kemudian mempelajari teknik membuat batik dan teknik pewarnaan” (1980: 25). Jadi pengetahuan dasar untuk membuat karya seni batik kontemporer memang sangat diperlukan bagi seorang pemula maupun seniman batik kontemporer yang sudah berpengalaman sekalipun. Paling tidak mempunyai dasar jiwa kreatifitas yang tinggi. Sehingga dapat menciptakan berbagai bentuk visual yang bervariasi ragamnya. Bentuk kreativitas seniman berbeda-beda, tergantung pengambilan sumber ide yang menjadikan sebuah gagasan dari sebuah karyanya. Pecarian ide dalam membuat karya seni batik kontemporer bagi setiap seniman memiliki jalan yang berbeda-beda. Ada yang mengawali dengan kegiatan-kegiatan ritual, memasyarakat, menonton pameran, syaring dengan beberapa rekan seniman, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
dan masih banyak lagi. Hal tersebut dilakukan untuk memperoleh semacam inspirasi terkait untuk membuat sebuah karya seni batik kontemporer. Selanjutnya dalam berprosesnya (teknik), sampai pada bentuk karyanyapun juga menjadi landasan ide yang didapat tersebut. Sehingga menjadi hubungan yang berkesinambuangan dari sumber ide sampai dengan bentuk visual. Hal semacam ini yang menjadikan seni batik kontemporer cukup banyak diminati oleh kalangan masyarakat di Nusantara hingga Manca Negara.
Gambar 2.14. Contoh karya seni batik kontemporer (Sumber: Budiyono, dkk.,2008) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
B. Kerangka Berfikir Pada dasarnya sebuah kerangka berfikir bertujuan sebagai pedoman atau arahan dalam pengetahuan dasar pada peneliti. Pemikiran dimulai dengan pola urutan penalaran antara lain: seni batik kontemporer (Tanto Suheng), sampai dengan bentuk visualnya karyanya. Seni batik merupakan sebuah karya manusia yang dihasilkan untuk memperoleh keindahan, dalam hal ini bertujuan untuk mendapat tanggapan dari manusia lain. Awal mula batik berkembang pada masa kraton disebut dengan batik klasik. Disebut demikian karena batik tersebut memiliki aturan yang diberlakukan baik dalam pembuatan dan pemakaian. Tidak sembarang orang bisa mempergunakan batik pada masa itu, hanya bisa dipergunakan oleh kalangan raja dan keluarganya. Seiring dengan perubahan zaman sekarang ini, munculah apa yang disebut dengan batik kontemporer. Seni batik kontemporer mempunyai istilah yang sama dengan batik lukis, batik modern, batik abstrak, batik kreasi baru, maupun batik gaya bebas memiliki keteknikan yang komplek. Penggabungan teknik yang bermacam-macam bisa digunakan dan dikombinasikan secara bersamaan pada seni batik kontemporer ini. Visualisasi karya seni batik kontemporer Tanto Suheng memiliki beberapa perbedaan dengan batik kontemporer pada umumnya, yaitu pada setiap karyanya selalu menonjolkan bentuk abstrak yang dimunculkan oleh kombinasi alat seperti: kuas, jegul, dan tambahan menggunakan lidi. Bahkan dalam hal pewarnaan juga memunculkan warna seperti: merah, kuning,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
Seni Batik
Seni Batik Kontemporer Seniman (Tanto Suheng)
Perjalanan Kesenian dalam Berkarya Seni Batik
Proses Pembuatan Seni Batik Kontemporer
Visualisasi Seni Batik Kontemporer Karya Tanto Suheng Gambar 2.15. Skema kerangka berfikir
commit to user
Bentuk Seni Batik Kontemporer
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Tanto Suheng yang terletak di Tegalrejo Rt 2/Rw II/No.136 D, Kelurahan Sondakan, Kecamatan Laweyan, Surakarta. Alasan tempat tersebut dipilih karena Tanto Suheng bertempat tinggal di sana. Serangkaian kegiatan proses membuat seni batik kontemporer berada di tempat tersebut. Waktu pelaksanaan penelitian akan dilakukan mulai pada bulan Februari sampai dengan bulan Juli 2012. Kegiatan tersebut meliputi dari kegiatan penyusunan proposal sampai pada penyusunan hasil laporan penelitian, hingga menjadi bentuk skripsi. Akan tetapi jika data-data yang diperlukan belum mencukupi, tidak menutup kemungkinan pelaksanaan penelitian ini diperpanjang waktu penelitiannya hingga kekurangan data-datanya menjadi lengkap.
B. Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan deskrptif kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang berusaha mempelajari sepenuhnya pada sesuatu hal tertentu dengan berbagai cara atau teknik. Menurut Nasution berpendapat bahwa “Penelitian kualitatif pada hakekatnya ialah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitar”(1996: 5). Pandangan lain juga dikemukakan oleh Bogdan dan Taylor dalam Meleong (1989) menjelaskan, ”Metodologi kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh)”(hlm. 3). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
Penelitian ini bersifat Holistik yaitu bersifat menyeluruh. Sutopo (2002) berpendapat bahwa peneliti sudah menentukan fokus pada variable tertentu. Namun peneliti juga tidak melepaskan variable fokusnya (pilihannya) dari sifatnya yang holistik. Sehingga bagian-bagian yang diteliti masih ada keterkaitan dengan bagian konteks keseluruhannya, bertujuan untuk memperoleh makana yang lengkap. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus tunggal terpancang (embedded & research). Sesuai dengan pendapat Sutopo (2002) bahwa “Penelitian terpancang merupakan suatu langkah sebelum melakukan penelitian harus memliki dan menentukan variable yang menjadi fokus utamanya namun tetap terbuka dengan sifat interaktif dan variabel utamanya”. Sutopo juga menambahkan: Jumlah sasaran (lokasi studi) tidak menentukan suatu penelitian berupa studi kasus tunggal ataupun ganda. Misalnya, meski penelitian dilakukan dibeberapa lokasi (beberapa kelompok, atau sejumlah pribadi), kalau sasaran studi tersebut memiliki karakteristik yang sama atau seragam, maka penelitian tersebut tetap merupakan studi kasus tunggal (2002 : 112). C. Data dan Sumber Data Ada beberapa pendapat dari para ahli tentang pengertian sumber data. Menurut Lofland dan Lofland dalam Moleong (1989: 122) “Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.” Moleong juga menambahkan, “Kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati dan diwawancarai merupakan sumber data utama. Sumber data utama dicatat melalui catatan tertulis atau melalui perekam video / audio tapes, pengambilan foto dan film.” Kegiatan melihat, mendengar, dan bertanya merupakan sebuah gabungan yang terangkum dalam sebuah wawancara maupun pengamatan untuk mendapatkan sumber data utama dalam penelitian di lapangan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
Adapun sumber data utama dalam penelitian ini diantaranya : 1. Informan Sumber data yang berupa manusia atau lebih dikenal dengan nama responden (orang yang menanggapi). Posisi informan sangat penting dalam pengumpulan data. Selain memberikan tanggapan terkait dengan pertanyaanpertanyaan dari peneliti, informan juga bisa mengarahkan selera penyajian yang nyaman bagi dirinya dan peneliti sehingga tidak ada kekakuan. Informan yang terkait yaitu; Tanto Suheng selaku pengrajin batik kontemporer di Tegalrejo, Dardji selaku lurah di Sondakan, Sumarsono selaku ketua Canting Kakung, Suparman selaku wakil ketua Canting Kakung,
Chosairi selaku
sekretaris Canting Kakung, Wiryanto selaku anggota Canting Kakung, ,Suratman selaku anggota Canting Kakung, dan Luluk Sumitro selaku seniman Pujosari. 2. Peristiwa dan Tempat Penelitian Peristiwa menurut Sutopo, sumber data yang sangat beragam, dari berbagai peristiwa, baik terjadi secara disengaja maupun tidak disengaja, dan sebuah aktivitas formal maupun tidak formal untuk dapat diamati oleh siapa saja (2002). Peristiwa ataupun aktivitas dalam penelitian ini mengarah pada proses pembuatan seni batik kontemporer karya Tanto Suheng. Tempat atau lokasi penelitian merupakan salah satu sumber data yang masih berkaitan dengan sasaran permasalahan penelitian, dan juga sebagai data yang bisa dimanfaatkan oleh peneliti (Sutopo: 2002). Tempat dalam penelitan ini diantaranya: Kecamatan Laweyan, Kelurahan Sondakan, rumah tinggal Tanto Suheng, rumah tinggal Sumarsono, rumah tinggal Suparman, rumah tinggal Chosairi, rumah tinggal Wiryanto, rumah tinggal Suratman, dan sanggar lukis Luluk Sumitro.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
3. Dokumen dan Arsip Pengertian dokumen dan arsip menurut Sutopo (2002) merupakan bahan yang masih terkait dengan suatu peristiwa tertentu, tentunya masih dalam lingkup penelitian. Bahan tersebut bisa berupa rekaman tertulis, maupun foto (gambar). Sedangkan untuk surat-surat khusus yang bersifat lebih formal, dan berencana biasanya disebut dengan istilah arsip. Sebaiknya dalam penelitian jangan terlalu banyak dengan mencatat sesuatu yang tertulis saja, paling tidak juga diikuti dengan berusaha menangkap makna yang tersirat pada semua dokumen maupun arsip yang ada. Dokumen dan arsip pada penelitian ini diantaranya: Buku Monografi Kecamatan Laweyan, Peta Kelurahan Sondakan, rekap Bank Data Kelurahan Sondakan, sketsa kasar Tanto Suheng, Kartu nama Tanto Suheng, stiker canting kakung, karya-karya seni batik kontemporer Tanto Suheng, dan fotofoto kegiatan Tanto Suheng baik individu maupun bersama Komunitas Canting Kakung.
D. Teknik Sampling (Cuplikan) Teknik sampling atau lebih dikenal dengan teknik cuplikan menurut Sutopo (2002) mengatakan, “Teknik cuplikan merupakan suatu bentuk khusus atau proses bagi pemusatan atau pemilihan dalam penelitian yang mengarah pada seleksi” (hlm. 55). Pertimbangan sampel yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian lebih cenderung bersifat selektif, dengan dilandasi konsep teori yang digunakan. Sehingga peneliti lebih memilih informan yang dianggap mengetahui sumber data yang dapat dipercaya. Cuplikan dalam kualitatif lebih cenderung bersifat purposive (bertujuan) pada kelengkapan maupun kedalam data yang diperoleh bagi peneliti. Purposive sampling adalah cara peneliti untuk memilih informan yang dianggap lebih mengetahui commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
permasalahan dalam penelitian dan dapat dipercaya sepenuhnya untuk pengambilan sumber data kuat (Sutopo, 2002: 56). Jadi dalam pengambilan cuplikan langsung mengarah pada informan yang lebih tahu tentang kedalaman data. “Pilihan sampel diarahkan pada sumber data yang dipandang memiliki data yang penting yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang diteliti” (Sutopo, 2002 : 36). Pengambilan sampel menggunakan teknik ini dikarenakan dapat mewakili informan dalam penelitian ini. Sehingga purposive sampling disesuiakan dengan kondisi yang ada, namun tetap fokus pada tujuan yang ingin dicapai. Pengambilan purposive sampling diarahkan pada informan yang mengetahui tentang permasalahan dalam penelitian. Adapun informan yang dimaksud di sini adalah Tanto Suheng selaku seniman batik kontemporer, dan beberapa informan yang masih berkaitan dalam penelitian. Sedangkan untuk mendapatkan data yang berkualitas paling tidak ada tambahan sumber data lain yang mampu membantu memperkuat perolehan data sebelumnya. Pembatasan pengambilan purposive sampling kepada Tanto Suheng dikhususkan mencakup: perjalanan singkat keseniannya dalam berkarya seni batik, proses pembuatan seni batik kontemporernya, dan bentuk seni batik kontemporernya.
E. Pengumpulan Data Sudah dijelaskan di atas dalam penelitian ini lebih banyak tertuju pada penyajian data yang bersifat deskriptif, artinya akan banyak dijelaskan menggunakan kata-kata dalam penyajiannya. Oleh karena itu diperlukan teknik pengumpulan data yang baik. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara, observasi, dan dokumentasi. 1. Wawancara Wawancara merupakan sebuah teknik dalam pengumpulan data yang cukup membantu untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan. Seperti pendapat yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
menjelaskan bahwa, “…wawancara adalah cara yang dipakai untuk memperoleh informasi melalui kegiatan interaksi sosial antara peneliti dengan yang diteliti” (Slamet, 2006: 101). Selanjutnya menurut Moelong (1989) bependapat bahwa, “Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan atas pertanyaan itu” (hlm.148). Wawancara merupakan sumber yang begitu penting dalam sebuah penelitian. Seorang peneliti dapat memperoleh data-data terkait melalaui informan yang bersankutan dengan meminta jawaban. Informan disini yaitu manusia yang mengetahui permasalahan penelitian. Pada jenis ini pertanyaan yang diajukan tidak secara formal melainkan secara informal. Artinya pertanyaan hanya bergantung pada spontanitas si peneliti dalam mengajukan pertanyaan kepada yang diwawancarai (Moelong, 1989). Selanjutnya Moelong menambahkan: Wawancara demikian dilakukan pada latar alamiah. Hubungan pewawancara dengan yang diwawancarai adalah dalam suasana biasa, wajar, sedangkan pertanyaan dan jawabannya berjalan seperti pembicaraan biasa dalam kehidupan sehari-hari saja. Sewaktu pembicaraan berjalan, yang diwawancarai malah barangkali tidak mengetahui atau tidak menyadari bahwa ia sedang diwawancarai (hlm. 148). Wawancara tidak bersifat formal atau terstruktur, akan tetapi bersifat wajar dan apa adanya merupakan salah satu keberhasilan pengumpulan data dalam penelitian kualitatif. Karena informan merasa santai ketika proses wawancara berlangsung. Wawancara dilakukan langsung pada subyek penelitian yang berkaitan, yaitu: Tanto Suheng selaku pembuat seni batik kontemporer, dan beberapa informan terkait lainnya seperti: Dardji selaku lurah di Sondakan, Sumarsono selaku ketua Canting Kakung, Suparman selaku wakil ketua Canting Kakung, Chosairi selaku sekretaris Canting Kakung, Wiryanto selaku anggota commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
Canting Kakung, Suratman selaku anggota Canting Kakung, dan Luluk Sumitro selaku senima Pujosari. 2. Observasi Pada pengumpulan sebuah data dalam penelitian, memang diperlukan observasi. Observasi adalah pengamatan secara langsung yang dilakukan di lapangan oleh peneliti, hal ini untuk mengetahui berbagai informasi dan kondisi, yang dibutuhkan dari awal penelitian hingga akhir. Observasi salah satu teknik dalam pengumpulan data yang aktivitasnya tertuju pada sipeneliti sendiri yang bertujuan untuk memperoleh data dari sumber data yang ada. Menurut Sutopo mengemukakan pendapatnya, “Teknik observasi digunakan untuk menggali data dari sumber data yang berupa peristiwa, tempat atau lokasi, dan benda, serta rekaman gambar” (2002: 64). Setidaknya pada awal penelitian dilakukan observasi awal terlebih dahulu untuk mengetahui pemahaman lingkungan penelitian secara garis besar, juga sebagai mengantisipasi ketidaksiapan diri. Pengenalan lingkungan penerlitian dengan pengamatan awal sangat membantu untuk terbiasa dalam sebuah lingkungan baru. Keterlibatan peneliti dalam sebuah situasi di lapangan memang sudah sewajarnya perlu dilakukan. Tapi juga perlu diingat meskipun terlibat, tidak sepenuhnya melibatkan diri terlalu dalam. Di dalam observasi, hasil yang diperoleh periset adalah „perasaan melibat‟ dalam subjek penelitian. Periset harus memiliki garis damarkasi yang tegas, yaitu tidak larut di dalam bejana peristiwa milik subjek yang sedang diteliti. Dengan demikian, periset dikatakan- dalam adagium Jawa – sebagai „melu ngeli nanging ora keli (ikut terjun dalam arus tetapi tidak ikut di dalam pusaran arus) (Salim, 2006: 14). Kemampuan
seseorang
dalam
melakukan
observasi
juga
sangat
mempengaruhi, semakin aktif seorang peneliti maka akan dapat pula merasakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
suasan baik fisik maupun batin ketika berada di lapangan. Tapi jangan sampai keaktifan peneliti menjadi terlalu berlebihan, karena akan merugikan diri sendiri. Seorang peneliti dalam melakukan observasi juga memiliki beberapa pilihan peran di lapangan, diantaranya observasi berperan pasif, observasi berperan aktif, dan observasi berperan penuh. Peneliti menggunakan pilihan observasi berperan pasif di lapangan, karena peneliti hanya mampu bisa melihat dan mengamati proses
pembuatan
seni
batik
kontemporer
sesaui
kondisi
yang
tidak
memungkinkan melibatkan diri. Menurut Sutopo (2002), obsevasi berperan pasif pengamatan dilakukan selama kunjungan, misal mengamati berbagai hal yang ditemui, dan sebaiknya pengamatan tidak dilakukan hanya sekali. Peneliti hanya datang di tempat dan tidak melakukan peran apapun, namun hadir berada dalam konteksnya. Observasi ini bertujuan untuk memperoleh data tentang proses pembuatan seni batik kontemporer karya Tanto Suheng. Proses pembuatan tersebut masih berada di dalam rumahnya. 3. Dokumentasi Selain menggunakan teknik pengumpulan data berupa wawancara dan observasi, perlu juga digunakan teknik studi dokumentasi. Menurut Afifuddin (2009) mengatakan, “ Metode atau teknik dokumenter adalah teknik pengumpulan data dan informasi melalui pencarian dan penemuan bukti-bukti. Metode dokumenter ini merupakan metode pengumpulan data yang berasal dari sumber non manusia”(hlm. 141). Kadang dalam pelaksanaanya di lapangan sumber informasi seperti ini selalu diabaikan karena dianggap merepotkan. Padahal sebuah kondisi waktu dalam penelitian tidak akan terulang kembali, dengan demikian untuk merekam waktu yang terbatas tersebut digunakan sebuah alat dokumentasi. Alat dokumentasi bisa berupa tape recorder, foto digital, maupun perekam video. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
Nasution berpendapat bahwasannya, “Data dalam penelitian naturalistik kebanyakan diperoleh dari sumber manusia atau human resources, melalui observasi atau wawancara. Akan tetapi ada pula sumber bukan manusia, non human resources, di antaranya dokumen, foto dan bahan statistik” (1996: 85). Biasanya sumber data ini tidak begitu sulit untuk mendapatkannya, karena sangat mudah dijumpai lapangan. Akan tetapi perlu ditinjau kembali akan kebutuhan yang sesuai dengan bahan yang diperlukan pada penelitian. Dokumentasi merupakan cara untuk mendapatkan data-data yang masih terkait dengan proses seni batik kontemporer karya Tanto Suheng melalui foto gambar, karya, dan lain-lain. Dokumen-dokumen ini diperoleh dibeberapa tempat yang masih berhubungan dengan penelitian, seperti: di Kantor Kelurahan Sondakan, rumah tinggal Tanto Suheng, Kantor skretariat Canting Kakung, beberapa rumah tinggal anggota Canting Kakung, dan galeri Pujosari.
F. Uji Validitas Data “Validitas membuktikan bahwa apa yang diamati oleh peneliti sesuai dengan apa yang sesungguhnya ada dalam dunia kenyataan, dan apakah penjelasan yang diberikan tentang dunia memang sesuai dengan sebenarnya ada atau terjadi“ (Nasution, 105). Keabsahan sebuah data merupakan sesuatu yang penting di dalam penelitian, tentunya harus diuji terlebih dahulu. Untuk mengembangkan validitas data, setiap peneliti mempunyai masing-masing cara. Menurut Moleong (1989: 195), mengatakan bahwa “Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Triangulasi Sumber dan Reviu Informan”.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
Denzin dalam Moleong (1989: 195) membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori. 1. Triangulasi Sumber Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informan yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif Patton dalam Moleong, (1989: 195). Cara mencapainya dengan membandingkan data-data yang kita peroleh dengan hasil wawancara, ataupun membandingkannya dengan hasil wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan. 2. Reviu Informan Teknik ini juga merupakan salah satu dari pengembangan validitas data dalam penelitian kualitatif pada umumnya. Peneliti dirasa sudah mendapatkan data yang cukup dan lengkap untuk selanjutnya akan disajikan menjadi sebuah laporan penelitian, paling tidak perlu adanya pengkomunikasian ulang dengan informan untuk mengetahui apakah bagian-bagian data yang diperoleh sudah benar. Menurut Sutopo (2002: 83) mengatakan, “Di dalam pelaksanaanya sering diperlukan suatu diskusi agar kesamaan pemahaman dari peneliti dan informannya bisa dicapai”.
G. Analisis Data Menurut Nasution (1996) dalam pendapatnya mengatakan bahwa,“Analisis adalah proses menyusun data agar dapat ditafsirkan. Menyusun data berarti menggolongkannya dalam pola, thema atau kategori” (hlm. 126). Analisisi menjadikan bagian-bagian data yang diperoleh dari penelitian diorganisasikan menurut kelompok-kelompoknya, sehingga menjadi satu teori dalam pandangan peneliti pribadi. Menurut Miles dan Huberman, (1992: 16) “Kami menganggap commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
bahwa analisis terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu: reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan/verifikasi”. 1. Reduksi Data Reduksi data adalah sebuah proses pengulangan data dengan cara penyeleksian, menggolongkan, maupun menyederhanakan data yang diperoleh dari penelitian di lapangan. Sehingga Hal ini perlu dilakukan secara berulangulang dan memfokuskan masalah, agar mendapatkan hasil yang maksimal. Menurut Miles dan Huberman (1992: 16) yang menyatakan bahwa, “Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan”. 2. Penyajian Data Langkah selanjutnya dalam analisis data yaitu penyajian data. Cakupan arti penyajian dibatasi hanya sebagai sekelompok informasi yang sudah tersusun, dan bisa peroleh kesimpulan/verifikasi akhir. Hal ini juga ditekankan dalam pendapat Miles dan Huberman (1992: 17) yang mengatakan, “Kami membatasi suatu “penyajian”
sebagai
sekumpulan
informasi
tersusun
yang
memberikan
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.” Bentuk penyajian dalam penelitian kualitatif berupa teks naratif di dalamnya. 3. Penarikan Kesimpulan/Verifikasi Penarikan kesimpulan dan verifikasi merupakan langkah terakhir dalam bagian analisis data. Setiap data yang diperoleh setelah disajikan menjadi data yang matang dalam hal ini sudah sesuai dengan tujuan penulisannya, untuk selanjutnya ditarik sebuah kesimpulan. Hasil dari kesimpulan tersebut juga dilakukan proses verifikasi pada penelitian berlangsung. Menurut Miles dan Huberman (1992: 19) yang menjelaskan, “Penarikan kesimpulan, dalam commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
pandangan kami, hanyalah sebagian dari satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh. Kesimpulan –kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung”. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa penarikan kesimpulan dan verifikasi saling berkaitan dengan sajian data yang telah disusun. Menjadikan kegiatan-kegiatan tersebut saling berkaitan satu sama lain ketika proses penelitian berlangsung dari awal sampai akhir. Analisis data yang dilakukan menggunakan model alir sama halnya dengan skema komponen-komponen analisis data Miles dan Huberman (1992: 18) yang digambarkan dalam bagan di bawah ini:
Masa pengumpulan data
------------------------------------------------------------------REDUKSI DATA
__________________________________________________ Antisipasi
Selama
Pasca
PENYAJIAN DATA
__________________________________________________ Antisipasi
Selama
=ANALISIS
Pasca
PENARIKAN KESIMPULAN/VERIFIKASI
__________________________________________________ Antisipasi
Selama
Pasca
Gambar 3.1. Skema analisis data model alir (Sumber: Miles dan Huberman, 1992)
H. Prosedur Penelitian Prosedur maupun langkah-langkah dalam penelitian ini melalui tahapantahapan sebagai berikut: 1. Tahap Pra Lapangan a. Persiapan penyusunan proposal commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
b. Melakukan survai lapangan atau tempat penelitian untuk mengenal lebih situasi lingkungan. c. Mengurus segala macam suarat izin beserta surat keterangan penelitian dari pihak Fakultas dan Universitas. d. Mempersiapkan perlengkapan alat pendukung seperti: alat tulis, perekam data, surat perizinan, dan lain-lain. e. Menyusun instrument riset, seperti: interview guide, dan pedoman untuk observasi lapangan.
2. Tahap Pekerjaan Lapangan a. Tahap proses pengumpulan data observasi tempat di rumah Tanto Suheng yang bertempatkan di Rt 02/Rw II Tegalrejo, Sondakan, Laweyan, Surakarta. b. Pengumpulan data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan Tanto Suheng selaku pembuat seni batik kontemporer di Rt 02/Rw II Tegalrejo, Sondakan, Laweyan, Surakarta. c. Pengumpulan data melalui alat pendukung yaitu dokumentasi dengan menggunakan kamera digital maupun hp untuk pengambilan karya seni batik kontemporer. 3. Tahap Analisis Data Telah dijelasakan bahwasanya analisis data sebagai proses penyeleksian data mentah yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara, maupun dokumentasi, sehingga bisa tersusun sebagai sajian yang matang dan bisa diambil sebuah penarikan kesimpulan/verifikasi. Adapun bentuk model yang digunakan dalam analisis data pada penelitian ini disebut (Flow model of analisis) yang di dalamnya mencakup antara lain, yaitu: a.
Reduksi data
b.
Penyajian data
c.
Penarikan kesimpulan/verifikasi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
4. Tahap Penyusunan Laporan Bagian terakhir dari prosedur penelitian yaitu penyusunan hasil laporan dari mulai pelaksanaan proses awal sampai dengan akhir penelitian, sampai pada penyusunan skripsi secara lengkap.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Sondakan merupakan salah satu dari 11 kelurahan yang terletak di Kecamatan Laweyan, Kotamadya Surakarta. Tempat ini memiliki luas wilayah 78,5 Ha, yang disekelilingnya masih dibatasi oleh beberapa kelurahan lainnya. 10 kelurahan lainya yaitu: Pajang, Laweyan, Panularan, Sriwedari, Penumping, Purwosari, Bumi, Kerten, Jajar, dan Karang Asem. Perbatasan tersebut dibatasi dari mulai sebelah utara bersebelahan dengan Kelurahan Purwosari sampai pada perbatasan sebelah timur. Selanjutnya masih berbatasan dengan Kelurahan Bumi. Sedangkan sebelah selatan bersebelahan dengan Kelurahan Laweyan, dengan diteruskan oleh Kelurahan Pajang sampai membujur ke arah barat. Kondisi lingkungan di Sondakan memiliki struktur bangunan yang cukup unik dan menarik. Terdapat beberapa bangunan rumah yang memiliki gaya seni seperti rumah Jawa, China, Eropa, dan Arab. Setiap bangunan rumah juga dikelilingi tembok yang menjulang tinggi membatasi antara rumah satu dengan lainnya. Model arsitektur semacam inilah yang menjadikan rumah-rumah penduduk saling berdempetan, serta terbentuknya gang-gang kecil yang kadang hanya bisa dilewati dengan kendaraan roda dua atau pejalan kaki. Meskipun demikian kegiatan perekonomian di tempat ini tidak terbatasi dengan kondisi lingkungannya, bahkan kegiatan pekerjaan harian masyarakatnya berjalan dengan lancar.
commit to user 52
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
Gambar 4.1. Peta Kelurahan Sondakan (Sumber: Arsip Kantor Kelurahan Sondakan) Kawasan Sondakan terdiri dari 3.720 kepala keluarga yang memiliki latar pekerjaan harian yang beraneka ragam, yaitu diantaranya terdiri dari: pengusaha 75 orang, buruh industri 1.070 orang, buruh bangunan 1.000 orang, pedagang 1.032 orang, pengangkutan 849 orang, pegawai negeri (sipil/ABRI) 336 orang, pensiunan 277 orang, dan lain-lain 3.350 orang. Pekerjaan dengan jumlah paling besar dipegang para buruh industri. Hal ini dikarenakan faktor perekonomian daerah tersebut memang tertuju pada produksi industrinya (Sumber: Bank Data Kelurahan Sondakan). Jumlah pekerja buruh industri paling banyak masyarakatnya menjadi buruh batik, meskipun ada beberapa pembatik rumahan yang juga aktif bekerja secara perorangan. Tidak menutup kemungkinan kegiatan tersebut menjadi kegiatan harian yang umum dilihat di setiap sudut-sudut perumahan para warganya. Di samping itu, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
kegiatan pekerjaan ini hampir menyebar luas di beberapa kampung di Kelurahan Sondakan. Kelurahan Sondakan sendiri terbagi menjadi 5 wilayah kampung, diantaranya: Kampung Tegalrejo, Kampung Sondakan, Kampung Premulung, Kampung Mutihan, dan Kampung Jantirejo. Kampung-kampung tersebut memiliki kegiatan perekonomian industri batik yang sedang berkembang saat ini. Salah satunya adalah di Kampung Tegalrejo. Kampung Tegalrejo adalah salah satu dari sekian tempat di Kelurahan Sondakan yang memiliki potensi aktivitas pembuatan batik, baik produksi batik tulis, batik cap, maupun batik printingnya. Apalagi dengan munculnya batik kontemporer yang di mulai sejak tahun 1970 oleh sekelompok pembatik dengan sebutan Canting Kakung. Pada waktu itu batik kontemporer atau istilah lainnya batik abstrak sedang banyak diproduksi dengan jumlah yang besar kala itu. Karena peminatnya yang cukup banyak, baik masyarakat dalam maupun luar. Faktor inilah yang kemudian mempengaruhi produksi batik kontemporer bertahan sampai sekarang di tempat ini. Penelitian ini bertempat di rumah salah satu pembatik bernama Tanto Suheng, beralamatkan di Jl. Parangkusuma Raya No. 136 D. Tempat ini dipilih karena wilayahnya yang jarang banyak masyarakat mengetahui, apalagi tempatnya yang tidak begitu nampak aktivitas pembatikan seperti halnya pada pembatik pada umumnya. Lokasi tempatnya memasuki gang kecil dari arah barat Jl. KH. Agus Salim menuju kea arah timur, dengan ukuran jalan yang memiliki panjang kurang lebih 1,5 m, dan jarak dari gang ke rumahnya sekitar 20 m. Jarak gang menuju rumahnya mimiliki panjang 30 m, bisa ditempuh menggunakan motor atau jalan kaki. Bangunan rumahnya di batasi dengan tembok bewarna hijau pupus muda setinggi 2,5 m. Bagian depan sebelum memasuki halaman rumah berdiri tegak dua pintu berukuran tinggi 2 m dan lebar 70 cm, satu di sebelah kanan dan satunya di sebelah kiri.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
Gambar 4. 2. Peta lokasi rumah Tanto Suheng, Tegalrejo RT 02/RW II.
Satu lahan tanah 690 Ha yang dibagi menjadi 6, diisi oleh beberapa bangunan tempat tinggal milik saudara Tanto Suheng. Bangunan rumah milik saudaranya terletak di sebelah kiri pada bagian depan setelah pintu masuk, sebelah kanan setelah pintu masuk ada tempat sarana bermain anak Play Station milik saudaranya. Pada bagian belakangnya juga masih rumah dari saudaranya. Sedangkan tempat Tanto Suheng berada di sebelah timur, meskipun bangunannya belum sepenuhnya direnovasi. Kegiatan keseharian Tanto Suheng dilakukan di bagian rumah sebelah berada di sebelah timur. Bangunan rumah bekas peninggalan orang tuanya sebagai juragan batik digunakan sebagai tempat berkreasinya dalam menciptakan karya seni batik commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
kontemporer. Bangunan ini memiliki ukuran panjang 12 m, dan lebar 7 m. Terbagi menjadi 3 ruangan. Ruangan depan berukuran 7 x 5 m digunakan sebagai tempat proses pelorodan, dan pencucian kain batik. Ruangan selanjutnya terbagi menjadi dua, yaitu: ruangan berukuran 3,5 x 3,5 m digunakan sebagai kamar tidur, untuk ruangan selebihnya berbentuk huruf U dengan 7 x 7 m, di dalamnya terdapat berbagai peralatan untuk membatik seperti canting, wajan, kompor, spanram, dan lain sebagainya. Bangunan ini sebenarnya sudah termakan usia, serta bagian depan sudah tumbuh rumput-rumput liar menyelimutinya, meskipun demikian tempat tersebut masih dipertahankan oleh Tanto Suheng sebagai tempat pribadinya dalam menjalani aktivitasnya sebagai seniman batik.
Gambar 4. 3. Rumah Tanto Suheng (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
B. Deskripsi Temuan Penelitian 1. Perjalanan Singkat Kesenian Tanto Suheng dalam Berkarya Seni Batik Penampilan dari Tanto Suheng sangat berbeda dari kebanyakan seniman batik pada umumnya. Pakaian yang sering digunakan Beliau saat membatik adalah kaos, celana yang digunakan cukup sederna yaitu jeans, dan yang menjadi ciri khas utama dari penampilannya selalu menggunakan topi kabaret bewarna hitam untuk menutupi rambut panjangnya, serta selalu membawa ransel berwarna biru hitam di belakang pundaknya ketika bepergian. Pria berusia 67 tahun dengan postur badan kurus, dan tinggi 180 cm ini masih semangat menekuni keasikannya dalam menggoreskan malam dan pemberian warna dengan bebas di atas kain mori yang direntangkan pada spanram. Raut wajah yang sudah keriput, warna rambut yang sudah
beruban
tidak
membatasi
kegiatannya
dalam
berekspresi,
menumpahkan idenya ke atas kain mori. Tidak ada yang menyangka dari penampilannya yang sederhana, terdapat pengalaman pribadi yang patut dibanggakan. Tanto Suheng merupakan salah satu tokoh yang berhasil mencetuskan seni batik kontemporer di Solo. Jerih payahnya mempertahankan kesenian batik kontemporer memang tidak mudah, pendiriannya yang kuat mampu menunjukan batik gaya bebasnya ke ranah pasar Manca Negara. Keaktifan beliau dalam bersosialisasi di masyarakat menjadikan masyarakat yakin dengan kepedulian Tanto Suheng terhadap seni batik kontemporer. Sutanto nama lengkap asli dari pria tua ini, dilahirkan dari keluarga pembatik, tepatnya pada tanggal 28 Agustus tahun 1945. Beliau lebih dikenal akrab dengan sebutan Tanto Suheng oleh rekan-rekannya. Tambahan kata Suheng adalah sebuah nama panggilan yang memiliki arti kakak seperguruan, nama ini diambil dari cerita komik jaman dahulu tutur Tanto Suheng. Pengetahuan dalam hal membatik sudah diperoleh dan dipelajari dari keluraganya pada waktu kecil. Seperti diungkapkan oleh Tanto Suheng yang mengatakan, “Dari kecil commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
lingkungan Saya pabrik batik, di sini pabrik batik bapak Saya dek, jadi Saya sering lihat orang buat batik”(Sumber: Tanto, 15 Mei 2012).
Gambar 4. 4. Tanto Suheng (Dokumentasi: Album Canting Kakung, 2012) Kebiasaan melihat aktivitas ayahnya yang merupakan salah satu pengusaha batik tulis pada waktu itu sudah menjadi hal biasa. Penguasaan teknik dan pemahaman setiap motif batik telah dipahami betul oleh Tanto Suheng ketika masih kecil, dari mulai proses membuat disain motif sampai tahap finishing. Inilah yang mendasari pengetahuan dasarnya dalam berkarya seni batik kontemporer sampai saat ini. Ketertarikan Tanto Suheng terjun menekuni seni batik sebenarnya tidak dimulai dari masa remajanya, memang beliau mengetahui dengan benar seluk beluk cara membatik dari kecil. Akan tetapi dirinya tidak melibatkan secara penuh dalam membuat batik seutuhnya. Beliau hanya aktif dalam kegiatan di luar commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
produksi batik di rumahnya. Keaktifan berkesenian beliau salah satunya dengan mengikuti sanggar seni, dan kerap kali membentuk perkumpulan seni.
a. Membentuk Kelompok Candik Ayu (Dekorasi Janur) Keaktifan berkesenian Tanto Suheng dimulai ketika beranjak dari usia remaja, keinginan dan keuletannya mencari hal yang baru memang sudah ditanamkan dalam dirinya. Kegigihannya berkesenian sudah dimulai sejak bersekolah di SMA 4 Surakarta pada tahun 1965, tapi tidak sempat lulus dikarenakan pada masa itu terjadi kerusuhan G30S PKI di Solo. Sehingga menimbulkan kekerasan di tempat-tempat umum, ini yang menjadikannya tidak bisa nyaman keluar rumah, sehingga berdampak tidak meneruskan sekolahnya. Meski dalam keadaan yang tidak nyaman dirinya berusaha mencari penghasilan sendiri untuk
mencukupi kebutuhan hidup, dengan
sering bekerja pada bidang yang mencakup kesenian. Pekerjaan tersebut yang pernah dijalaninya antara lain: tukang dekorasi, tukang janur, dan seniman. Semangat Tanto Suheng diwujudkan dengan membentuk kelompok kesenian, yang pertama adalah membentuk kelompok dekorasi janur di desanya. Dekorasi janur merupakan kegiatan membuat hiasan dari daun kelapa yang dirangkai secara khusus, sehingga menjadi bentuk yang indah. Hiasan ini dibuat untuk acara-acara warga yang punya hajatan, seperti: pesta perkawinan, khitanan, maupun hari-hari besar lainnya. Awalnya kegiatan ini hanya dilakukan oleh orang tua yang sudah dirasa mampu spiritualnya, karena masih mengikuti tradisi orang jawa. Hal ini sama dengan pendapat Tanto Suheng yang mengatakan, “…dulu yang mengerjakan anak muda nggak boleh, berarti itu sakral. Membuat janur itu sakral betul. Kembar mayang itu dibuat untuk temanten itu loh, tapi untuk anak muda nggak boleh karena masih belum kuat untuk menerima spiritualnya. Harus orang tua yang sudah kuat spiritualnya. Jadi dulu yang mengerjakan itu mudin yaitu orang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
yang memberi do’a pada acara-acara itu”(Sumber: Wawancara, 15 Mei 2012). Bermula dari sini Tanto Suheng yang masih berusia muda secara diam-diam mencoba membuat dekorasi janur tanpa diketahui oleh orang dewasa di desanya, apalagi kedua orang tuanya. Akan tetapi kegiatannya diketahui dan ditergur oleh orang tuanya agar berhenti membuat dekorasi janur. Meskipun demikian kegiatannya masih dilakukan oleh Tanto Suheng, dan seiring berjalannya waktu kegiatan tersebut sudah boleh ditekuni oleh para pemuda.
Gambar 4. 5. Dekorasi janur sebelah kanan dan kiri (Dokumentasi: Album Giyono, 1969) Akhirnya pada tahun 1969 Tanto Suheng membentuk kelompok Candik Ayu yang kegiatan utamanya adalah membuat dekorasi janur, anggotanya sendiri kebanyakan terdiri dari para remaja putra maupun purti yang berjumlah kurang lebih 100 orang. Kegiatannya lebih cenderung lebih mengarah pada sudut pandang sosial. Karena pada saat itu banyak dari para remaja tidak mempunyai pekerjaan tetap. Tanto Suheng berusaha untuk commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
mengajak dan mengajarkan kepada para remaja untuk belajar membuat hiasan janur. Kreativitas sangat dibutuhkan untuk membuat bentuk-bentuk hiasan kembar mayang yang berbeda, agar setiap orang yang memesan merasa puas. Akhirnya Tanto muda menekuni kegiatan membuat janur ini dengan beberapa teman, dikarenakan pesanan produksi kembar mayang meningkat cukup pesat kala itu. Sehingga Tanto Suheng lebih memfokuskan pada produksi dekorasi janurnya di Candik Ayu. Produksi janur selalu mengalami perubahan pada bentuk-bentuknya, sampai pada saat itu Tanto Suheng berfikir perubahan ini tidak bisa dilakukan terus menerus. Sehingga Beliau berinisiatif untuk membuat sesuatu yang lain, yaitu perubahan pada batik klasik menjadi batik kontemporer. Seperti yang diungkapkan Tanto Suheng, “Sampai pada suatu ketika Saya berfikir, kalau seandainya ini terus berkembang ya ndak bisa terus berkembang. Lalu Saya tahun tujuh puluh membuat batik ini, batik gaya bebas ya. Jadi dalam kliping Saya itukan merubah batik yang tradisionil atau klasik tulis ke batik modern, lalu Saya jadi pelopor batik modern Sondakan sini”(Sumber: Wawancara, Mei 2012). Percobaan membuat seni batik dengan gaya bebas dilakukan Tanto Suheng di rumahnya (sebelum direnovasi). Teknik membuat seni batik dengan tambahan kuas mulai dikombinasikan dalam pembuatannya. Batang lidipun pernah menjadi salah satu pencarian teknik eksplorasinya. batik ini tidak mengarah pada aturan pakem yang sudah ada seperti batik tulis pada umumnya, aturan yang mengikat pada proses batik tulis tidak di hiraukan oleh Tanto Suheng. Terjadi pertentangan dari pihak keluarganya terhadapap keberanian Tanto Suheng mengubah nilai-nilai pakem yang sudah ada. Teguran dari pihak keluarga sangat keras, terutama dari bapaknya sebagai pengusaha batik di Sondakan kala itu. Hal ini menjadi kemantapan bagi dirinya untuk terus berkarya seni batik kontemporer.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
b. Membentuk Kelompok Canting Kakung (Pembatik Laki-Laki) Kemudian pada tahun 1970 Tanto Suheng membentuk kelompok Sanggar dengan nama Canting Kakung. Dulu bertempat di rumah Tanto Suheng, tapi untuk sekarang mempunyai skretariat di Jalan Parang Kusumo No.
10
Tegalrejo
Sondakan,
Laweyan,
Surakarta.
Kelompok
ini
beranggotakan 20 orang yang terdiri dari laki-laki. Disebabkan kelompok tersebut beranggotakan khusus laki-laki, karena wanita dalam membatik kontemporer dianggap tidak berani tegas menggoreskan lilin malam di atas kain secara spontanitas. Jika untuk membuat batik tulis dengan menggunakan pakem yang benar, bagi para wanita belum bisa mampu membuat dengan cara yang maksimal, karena masih terpengaruh adat tradisi Jawa kental. “…kalau yang membatik wanita itu tidak bisa bebas, biasanya masih menggunakan cara pakem yang ada. Jadi tidak berani menggambar ekspresi bebas seutuhnya. Sedangkan laki-laki kan tidak, membut gambar dan cara menggorespun lain, tidak kaya kaum wanita. Itu yang menjadikan sampai saat ini anggotanya para lelaki semua” (Sumber: Wawancara dengan Tanto, 15 Mei 2012). Rutinitas dalam berkarya batik selalu mewarnai hari-hari Tanto Suheng dan rekan-rekan anggota Canting Kakung. Setiap orang memiliki ciri khas keunikan tersendiri dalam membuat motif-motif batik kontemporer, yang memang dituntut untuk berekspresi sebebas mungkin. Namun masih dibatasi dengan bahan utama malam atau lilin, serta zat pewarna digunakan untuk warnanya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
Gambar 4. 6. Kebersamaan anggota Canting Kakung. (Dokumentasi: Album Canting Kakung, 1970) Seiring berjalannya waktu kemajuan ilmu teknologi mulai meningkat secara pesat, salah satunya di dunia perindustrian. Pembuatan batik secara mudah mulai ditemukan pada tahun 1977, yaitu penggunaan alat percetakan dalam dunia pertekstilan yang disebut sablon atau printing. Seperti pendapat dari Tanto Suheng, “Batik lukis gaya bebas ini pernah kalah saing dengan batik sablon atau printing. Karena pembutan batik printing lebih cepat, banyak, dan murah”(Sumber: Wawancara dengan Tanto, 15 Mei 2012). Produktivitas Tanto Suheng dan rekan-rekan untuk membuat batik kontemporer sempat mengalami kemunduran sejenak, ketertarikan masyarakat terhadap batik sablon lebih banyak. Keunggulan dari batik sablon lebih menghemat waktu produksi, apalagi dengan harga pasar yang sangat terjangkau oleh masyarakat menengah kebawah. Keterpurukan ini sangat mempengaruhi
semangat
Tanto
Suheng
dan
rekan-rekannya
untuk
menggoreskan bentuk-bentuk motif batik kontemporer pada kain mori kala itu. Beberapa orang sempat berhenti menekuni batik kontemporer, terhalang oleh tingginya biaya bahan yang cukup mahal. Meskipun demikian Tanto Suheng
dan
rekan-rekan
Canting
Kakung
masih
mempertahankan
kelompoknya sampai pada pertengahan tahun 1990an sampai sekarang ini. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
Revolusi seni batik kontemporer yang dicetuskan Tanto Suheng dengan tujuan semula hanya sebagai ajang sosialisai antar seniman. Tidak dapat dipungkiri karya-karya seni batik kontemporernya ini mendapat nilai harga jual yang sangat besar di pasaran. Salah satunya di Yogya, karyakaryanya banyak di beli oleh turis-turis asing. Bali dan beberapa kota di Indonesia sempat menjadi target pasar seni batik kontemporer karya milik Tanto Suheng dan rekan-rekan. Peluang pasar cukup membangkitkan semangat yang dulu telah hilang dengan tergantinya upah yang sebanding.
c. Membentuk Warung Seni Pujasari Selain membentuk kelompok Candik Ayu dan Canting Kakung, Tanto Suheng juga pernah sesekali mengikuti kegiatan lain yaitu diantaranya : 1). Koordinator pariwisata pada tahun 1975, 2). Tahun 1978-1990 mengikuti kegiatan di Sri Mulat, 3). Kemudian membentuk Warung Seni Pujasari tahun 1993. Pengaruh pendirian Warung Pujasari juga menjadi salah satu sejarah hidup yang pernah dilakukan oleh Tanto Suheng, dan juga rekan-rekan lain seniman. Sebutan dari pendiri Warung Seni Pujasari terkenal dengan sebutan “orang tujuh”, disebut demikian karena ada tujuh orang pendiri yang memberikan pengaruh besar, yaitu diantaranya adalah: 1). Sarjiwo Wowok berlatar belakang dari bidang teater, 2). Luluk Sumitro berlatar belakang pelukis, 3). Gunawan Hanjaya berlatar belakang pelukis, 4). Yongki berlatar belakang pelukis, 5). Tanto Suheng berlatar belakang pelukis (batik), 6). Basu berlatar belakang entertaimen, 7). Nur Ali berlatar belakang pelukis, salah satu murid Dullah pelukis maestro di Solo. Warung Pujasari dulu rencana awalnya didirikan sebenarnya bertujuan untuk menampung pasar seni, segala macam bentuk karya seni bisa diperoleh di sana. Seperti : patung cindera mata, ukir-ukiran dari kayu, lukisan, wayang, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
blangkon, dan lain sebagainya. Lingkup pasar di tempatkan di bagian timur museum Radya Pustaka di pusat kota Solo. Akan tetapi pada waktu itu terjadi pergeseran penjualan menjadi tempat jual beli khusus lukisan, yang kemudian bertahan sampai sekarang. Bersamaan dengan keaktifannya membentuk beberapa kelompok tersebut, Tanto Suheng juga pernah mengikuti kegiatan berkesenian di HBS pada tahun 1958 (Himpunan Budayawan Surakarta) yang letaknya di sebelah alun-alun utara kraton Surakarta. Kegiatan kebersamaan antar seniman dilakukan seperti melukis bersama, dan bertukar pendapat antar seniman. Tambahan wawasan kesenian juga diperoleh secara cepat, hal ini disebababkan pribadinya yang mudah bersosialisasi dengan orang lain. Jadi pengalaman yang telah dilalui seorang Tanto Suheng di atas merupakan sebuah kunci pembelajaran yang sangat berpengaruh pada seni batik kontemporernya sampai sekarang, jerih payah dan kerja kerasnya dalam mempertahankan seni batik kontemporer menyadarkan sebagian golongan masyarakat, dimana sebuah pakem tidak selau harus membatasi dalam sebuah perilaku untuk menuju perubahan. Perubahan berkesenian yang disertai dengan kerterbukaan akan menghasilkan sesuatu hal pemahaman kreativitas yang baru bagi seniman dan penikmatnya.
2. Proses Pembuatan Seni Batik Kontemporer Karya Tanto Suheng Proses dalam seni batik kontemporer ini menggunakan teknik lukis, yaitu penambahan alat kuas dan jegul pada proses pembatikan dan pewarnaan. Sebelum beranjak pada proses pembuatan seni batik kontemporer perlu dipersiapkan beberapa alat dan bahan terlebih dahulu. Alat yang digunakan hampir sama dengan alat membatik tulis pada umumnya, hanya saja ada tambahan alat bantu maupun kombinasi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
a. Persiapan Alat Alat yang digunakan dalam membatik kontemporer ini meliputi: 1) Pensil, Bolpoint, dan Spidol, 2) Meteran, 3) Staples, 4) Canting, 5) Kuas, 6) Jegul, 7) Sendok, 8) Lidi, 9) Ijuk, 10) Sikat, 11) Kompor minyak ukuran mini, 12) Kompor besar, 13) Wajan mini, 14) Botol bekas, 15) Kaleng bekas dan gelas plastik, 16) Ember plastik, 17) Ceret, Ember aluminium, Kenceng, 18) Spons persegi dan kain gombal, 19) Saringan malam, 20) Meja kayu, 21) Spanram, 22) Dingklik plastik, 23) Tempat jemuran. 1)
Pensil, Bolpoint, dan Spidol Biasanya alat-alat ini digunakan hanya sebagai sarana menuangkan ide secara kasar (sketsa kasar) di atas permukaan kertas hvs.
Sebelum
dilanjutkan pada proses pembatikan secara langsung. 2)
Meteran Meteran merupakan sebuah alat yang digunakan untuk mengukur panjang dan lebar kain mori.
3)
Staples Alat ini digunakan untuk mengunci kain agar dapat direntangkan di atas permukaan spanram kayu.
Gambar 4.7. Staples (Dokumentasi: Normanta A.P.2012) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
4)
Canting Canting terdiri dari beberapa macam ukuran dan jenis, yaitu ukuran kecil, sedang, dan besar. Sedangkan untuk jenisnya biasanya ditambahkan canting dot. Canting berbentuk botol kecil dengan ujungnya berupa lubang kecil berukuran 1 mm. fungsi canting dot hanya digunakan dalam pewarnaan.
Gambar 4.8. Canting biasa, dan canting dot (Dokumentasi: Normanta A.P.2012) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
5)
Kuas Alat tambahan kedua berupa kuas. Jenis yang biasa digunakan adalah kuas cat minyak, yang mempunyai pegangan memanjang. Ukuran kuas dimulai dari no. 1 sampai 12. Kuas memiliki fungsi ganda, yang pertama sebagai alat penutup malam pada kain seperti halnya canting. Kedua sebagai alat pewarna.
Gambar 4.9. Kuas (Dokumentasi: Normanta A.P.2012) 6)
Jegul Berupa alat colet sejenis kuas, terbuat dari bahan spons yang dililitkan pada sebilah batang paralon atau kayu, berukuran 30-70 cm dengan menggunakan
tali
rafia
dengan
diameter
1
cm.
Keuntungan
menggunakan jegul adalah penyerapan warna bisa menyerap lebih banyak.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
Gambar 4.10. Jegul (Dokumentasi: Normanta A.P.2012) 7)
Sendok Berfungsi sebagai alat penghilang malam pada kain yang tidak dikehendaki tertutup malam. Caranya dengan memanaskan sendok tersebut, lalu ditempelkan pada malam yang sebelumnya pada sekelilingnya dibasahi dengan air.
Gambar 4.11. Sendok (Dokumentasi: Normanta A.P.2012)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
8)
Lidi Lidi berupa batang janur yang berfungsi sebagai alat kombinasi seperti halnya kuas untuk menorehkan malam maupun zat pewarna remashol.
Gambar 4.12. Lidi (Dokumentasi: Normanta A.P.2012) 9)
Ijuk Ijuk berupa bagian utama pada sapu, digunakan sebagai alat bantu untuk mendorong keluar atau membersihkan kotoran malam yang tersendat pada lubang canting.
Gambar 4.13. Ijuk (Dokumentasi: Normanta A.P.2012)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
10) Sikat Sikat digunakan sebagai alat pembersih sisa-sisa malam yang menempel pada kain setelah proses pelorodan. Proses ini dilakukan bersamaan dengan pembilasan kain pada bak yang berisi air bersih.
Gambar 4.14. Sikat (Dokumentasi: Normanta A.P.2012) 11) Kompor minyak ukuran mini Kompor ini terbuat dari aluminium seperti halnya kompor biasa. Perbedaan terletak pada ukuran yang lebih mini atau kecil. Berfungsi untuk memanaskan wajan yang berisi malam atau lilin batik.
Gambar 4.15. Kompor minyak ukuran mini (Dokumentasi: Normanta A.P.2012) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
12) Kompor besar Kompor ini tidak lain sama dengan kompor yang biasa digunakan untuk memasak. Berfungsi sebagai pemanas air untuk didihkan menggunakan ceret maupun dandang, yang tidak memungkinkan jika menggunakan kompor mini. 13) Wajan mini Wajan mini juga hampir sama dengan wajan pada umumnya, ukurannya saja yang berbeda. Fungsi wajan mini sebagai tempat malam atau lilin batik yang akan dipanaskan sampai cair.
Gambar 4.16. Wajan mini (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012) 14) Botol bekas Botol biasanya terbuat dari plastik maupun fiber, berfungsi sebagai tempat zat pewarna batik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
Gambar 4.17. Botol bekas (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012) 15) Kaleng bekas dan gelas plastik Kaleng bekas dan gelas plastik digunakan sebagai tempat campuran zat pewarna batik. Kaleng juga berfungsi sebagai tempat pencuci kuas, tempat waterglass, campuran pati kanji.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
Gambar 4.18. Kaleng bekas dan gelas plastik (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012) 16) Ember plastik Ember plastik digunakan sebagai tempat untuk pencampuran tepung kanji di awal kain sebelum masuk pada proses pencantingan. Fungsi lain sebagai pencuci kain mori, setelah proses pelorodan malam. Ukuran ember disuaikan dengan keperluan kain yang akan cuci.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
Gambar 4.19. Ember plastik (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012) 17) Ceret, Ember Aluminium, dan Kenceng Berfungsi sebagai alat untuk mendidihkan air pada proses pelorodan malam. Masing-masing memiliki kegunaan sesuai kebutuhan. Jika kain yang akan dilorod ukurannya lebih besar biasanya digunakan kenceng.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
Gambar 4.20. Ceret, ember aluminium, dan kenceng (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012) 18) Spons persegi dan kain gombal Spons persegi dan kain gombal digunakan sebagai pelindung paha si pembatik pada saat proses pembatikan berlangsung. Spons dalam penggunaanya tidak diletakan seperti kain gombal. Melainkan berada di bawah canting, bertujuan untuk menahan tetesan malam yang jatuh ke bawah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
Gambar 4.21. Spons dan kain gombal (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012) 19) Saringan malam Terbuat dari aluminium berbentuk linkaran dengan gagang memanjang sebagai pegangan tangan si pembatik. Sebelumya lingkaran aluminium telah diberi lubang kecil, bertujuan untuk memudahkan lilin cair jatuh ke bawah.
Gambar 4.22. Saringan malam (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
20) Meja kayu Meja kayu digunakan sebagai tempat pewarnaan kain berukuran 100 x 80 cm dilapisi dengan terpal tipis, dan ditumpuki kain, bertujuan agar kain yang direntangkan di atas meja tidak terasa kaku ketika dikuas.
Gambar 4.23. Meja kayu (Dokumentasi: Normanta A.P.2012) 21) Spanram Spanram terbuat dari kayu mahoni yang disambung menjadi persegi empat sama sisi, dengan bagian tengahnya berlubang. Fungsi spanram yaitu sebagai perentangan kain pada proses pewarnaan. 22) Dingklik plastik Berfungsi untuk duduk sipembatik, dengan ukuran tinggi 30 cm. Terbuat dari plastik. 23) Tempat jemuran Tempat jemuran dibuat dengan menggunakan kawat berdiameter 3 mm, dan panjang 3 m dikaitkan pada sisi tembok. Berfungsi untuk proses pengeringan kain, baik setelah diwarna, diwaterglass, maupun dicuci
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 79
b. Persiapan Bahan Bahan yang digunakan dalam proses membuat batik kontemporer Tanto Suheng digunakan berberapa bahan utama dan bahan tambahan (pembantu). Bahan utama terdiri dari: 1) Kertas hvs, 2) Kain mori putih, 3) Lilin atau batik malam, 4) Zat pewarna reaktif, 5) Pati kanji (tepung kanji), 6) Watterglass, 7) Pemutih pakaian. 1)
Kertas hvs Kertas ini digunakan sebagai media penuangan ide atau gagasan sebelum dieksekusi langsung pada kain mori. Ide pada kertas ini hanya sebagai patokan dalam membuat, meskipun nantinya tidak sepenuhnya sama.
2)
Kain mori putih Kain mori putih yang digunakan adalah kain jenis prima. Karena kain mori ini dipilih karena berkualitas sedang, dan harganya juga tidak terlalu mahal.
Gambar 4.24. Kain mori putih jenis prima (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80
3)
Malam batik Lilin atau malam batik tembokan digunakan sebagai penutup permukaan kain agar tidak terkena warna. Jenis malam parafin juga sebagai bahan tambahan untuk efek pecah-pecah pada kain.
Gambar 4.25. Malam batik (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
4)
Zat pewarna reaktif Zat pewarna reaktif merupakan salah satu dari zat pewarna buatan, jenis yang biasa digunakan adalah zat warna remashol, dipilih warna menggunakan remashol karena lebih mudah pencampurannya dan lebih kaya akan warna, serta harganya terjangkau.
Gambar 4.26. Zat pewarna reaktif (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012) 5)
Pati kanji (Tepung kanji) Sejenis bubuk berwarna putih yang terbuat dari bahan dasar singkong. Cara pengguna’annya dicampur menggunakan air, agar bisa menjadi adonan berlendir. Pati kanji berfungsi sebagai penguat kain sebelum dibatik, dan pelepas malam ketika proses pelorodan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 82
Gambar 4.27. Pati kanji (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012) 6)
Watterglass Watterglas digunakan sebagai penguat atau pengunci warna pada kain batik, sebelum berlanjut pada proses pelorodan.
Gambar 4.26. Watterglass (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012) 7)
Pemutih pakaian Pemutih pakaian berbentuk bubuk, digunakan sebagai penghilang zat pewarna remashol yang tidak sengaja menempel pada bidang kain yang tidak disengaja atau ingin dihilangkan. Jenis pemutih pakain yang digunakan bayklin. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 83
c. Proses Setelah alat dan bahan telah dipersiapkan dengan baik, selanjutnya bisa diteruskan pada proses pembuatan. Pada prinsipnya setiap prosesnya memiliki tahapan-tahapan yang harus dilalui sesuai dengan urutan yang benar. Karena antara tahap satu dengan yang lain memiliki keterkaitan, jadi tidak bisa memulai proses secara acak. Untuk tahap-tahapnya dibagi menjadi 3 tahap, yaitu: tahap pertama, tahap kedua, dan tahap ketiga (terakhir). 1)
Pada tahap pertama Membuat sketsa kasar menggunakan pensil, bolpoint, spidol pada kertas hvs. Hal ini biasa dilakukan oleh Tanto Suheng untuk menggali potensi pikiran dalam menuangan ide motif yang tergabung dalam bentukbentuk bebas yang dituangkan tanpa ragu-ragu. Biasanya sketsa dibuat beberapa lembar kertas, kemudian dipilih kembali untuk dituangkan langsung ke atas permukaan kain mori putih. Sebenarnya ada dua macam teori menurut Tanto Suheng dalam membatik, yaitu: ada yang dimulai dengan membuat pola menggunakan pensil terlebih dahulu, dan ada yang tidak menggunakan pola menggunakan pensil sama sekali, jadi secara langsung kain dibatik. Umunya pada proses pembuatan batik kontemporer lebih mengarah pada teori yang kedua, yaitu secara langsung digoreskan tanpa menggunakan pola dasar sesuai dengan sketsa yang terlebih dahulu dibuat. “Kalau batik kontemporer biasanya langsung dibatik, jadi sudah imajinasi dari pikiran untuk membuat pola yang diinginkan, tapi ada juga yang disket menggunakan pensil”(Sumber: Wawancara dengan Tanto, 15 Mei 2012). Kain mori prima sebelum pada proses pencantingan terlebih dahulu dimasukan ke dalam tempat atau ember yang berisi pati kanji (tepung kanji) yang sudah dicampur aduk dengan air panas sebelumnya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 84
Betujuan untuk meringankan pada waktu proses pelorodan malam agar mudah dihilangkan. Selanjutnya dijemur sampai kering, dan disetrika agar menjadi rapi. Pembatikan dilakukan secara langsung ke kain yang direntangkan secara kuat pada kayu mahoni berbentuk segi emat atau segi panjang berukuran: 200 x 80 cm,100 x 100 cm, 80 x 200 cm, dan 70 x 60 cm, baisanya disebut dengan spanram. Kain tersebut dikunci menggunakan stapless agar kain tidak mudah lepas, dengan ukuran yang disesuaikan pada kain yang akan dibatik. Cara ini dilakukan bertujuan untuk mendapatkan bidang datar pada kain mori. Penempatan kain mori yang sudah disepan biasanya diletakan oleh Tanto Suheng di atas meja dengan tinggi kaki 20 cm, panjang 90 cm, dan lebar 70 cm. Posisi ini untuk memudahkan Tanto Suheng duduk di depannya menggunakan dingklik plastik ketika proses pembatikan berlangsung. Malam batik yang telah dipanaskan digoreskan menggunakan canting maupun kuas oleh Tanto Suheng. Tangan kanan memegang canting atau kuas, sedangakan tangan kiri memegang spons berbentuk persegi berukuran 10 x 10 cm, atau bisanya menggunakan kain gombal diarahkan dibawah canting ketika malam diambil dari kompor. Hal ini digunakan sebagai penadah malam yang menetes ke bawah pahanya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 85
Gambar 4. 29. Pembatikan secara langsung menggunakan canting yang dialiri malam (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012) Bagi Tanto Suheng tidak tanggung-tanggung jika kuas dan canting saja belum memuaskan tekniknya dalam membatik, batang lidi diambilnya sebagai alat tambahan sehingga menghasilkan motif-motif baru. Sedangkan untuk menggunakan canting lilinya harus tua dalam artian matang setelah dipanaskan, sehingga bisa menembus kain mori. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 86
Tapi jika menggunakan kuas lilinnya bisa menggunakan yang muda, memang malam tidak sampai tembus pada kain mori. Hal semacam ini yang memunculkan ide baru dari seorang Tanto Suheng dalam berkarya batik kontemporer. Jadi keteknikan pembatikan bermula dengan aturan yang ada seperti pada batik klasik, tapi tidak membatasi bagi seorang Tanto Suheng dalam menuangkan ide gagasannya. Motif-motifnya tidak semata-mata tertuang dengan goresan tangan yang tidak memiliki arti apa-apa. Pengalaman berkesenian menghantarkannya dalam bentukbentuk baru dalam dunia pembatikan. Tanggapan positif negatif keluarga dan masyarakat tidak menjadi jalan buntu untuk terus berkarya baginya. 2)
Tahap kedua Pekerjaan selanjutnya pada tahapan kedua adalah proses pewarnaan sekaligus sampai pada proses pelorodan malam. Akan tetapi perlu diketahui dimana pewarnaan dalam pembatikan bisa diulang beberapa kali sesuai keinginan. Maka dari itu bagi Tanto Suheng ada dua proses pembatikan, yaitu: a). Proses satu jalan. Artinya pada proses pembatikan dilanjutkan dengan proses pewarnaan, di akhiri dengan pelorodan malam., b) Proses dua jalan atau lebih. Artinya pada proses pembatikan sampai pada proses pelorodan, kemudian dilakukan proses pewarnaan lagi sampai pada proses pelorodan lagi. Pengulangan proses pewarnaan yang diulang-ulang dan selalu merupakan ragam kekayaan ciri khas warna seni batik kontemporer karya Tanto Suheng. “Perembesan warna dari penutupan bagian malam muda dan tua, menghasilkan gabungan warna-warna baru ” (Sumber: Wawancara dengan Tanto, 15 Mei 2012). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 87
Gambar 4.30. Proses pembatikan 2 jalan (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012) Pengolahan zat warna remashol diambil dari botol-botol bekas, untuk kemudian dicampurkan dengan air pada kaleng bekas maupun mangkuk plastik. Keuntungan menggunakan zat pewarna remashol lebih mudah pencampurannya dengan air dingin. Jika ingin kepekatan warna agar menjadi lebih tua, yaitu pewarna remashol lebih banyak dari pada air. Sehingga menimbulkan warna menjadi lebih tua. Sedangkan warna commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 88
remashol agar menjadi muda, dengan cara memperbanyak air. Seperti halnya pada pewarnaan medium cat air. Pewarnaan dilakukan dengan teknik colet, yaitu dengan
cara
menempelkan ujung jegul atau kuas pada permukaan kain. Pewarnaan menggunakan jegul lebih menguntungkan karena menyerap warna lebih banyak dari pada menggunakan kuas. Akan tetapi kuas juga memiliki keuntungan, mampu mencapai pada sudut-sudut berukuran kecil. Cara memegang kuas maupun jegul dengan posisi tangan kanan memegang di bagian ujung belakang, seperti posisi menulis dengan pensil atau bolpoint. Hal ini bertujuan untuk memberikan gerakan tak terbatas dibandikan memegang dengan posisi tangan berada di ujung mendekati bagian bulu kuas. Setiap kali akan mengganti warna lain, misal dari warna biru, kewarna ungu. Perlu dipamahami untuk membersihkan kuas dengan air putih terlebih dahulu, kemudian dibilaskan pada kain gombal hingga kering. Cara ini dilakukan agar kuas bekas warna sebelumnya tidak tercampur dengan warna yang akan diambil. Jika pada tahap pewarnaan menggunakan zat pewarna remashol ini dirasa sudah mencukupi, untuk diteruskan pada proses penjemuran kain. dilakukan pada tempat yang terkena sinar matahari, untuk perolehan hasil yang maksimal dilakukan pada waktu cuaca cerah. Setelah kering kain akan dilanjutkan pada proses penguncian warna, pewarna remashol akan mudah luntur jika terkena air. Bahan penguncinya berupa cairan dengan nama waterglass. Ada dua jenis waterglass yang dijual di toko-toko bahan batik, yaitu jenis mentah dan jenis matang. Untuk watterglass matang bisa langsung digunakan, berbentuk cair seperti air. sedangkan untuk yang belum matang, cukup dicampur dengan air. Cara penggunaanya dioleskan dengan menggunakan kuas secara merata, bisa dilakukan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 89
ketika kain masih berada di spanram maupun kain dilepaskan dari spanram, kemudian direntangkan di meja. Dikeringkan selama kurang lebih satu malam, tidak perlu sampai terkena sinar matahari secara langsung. Jika proses penjemuran kain ini dilakukan sampai kain menjadi kering, akan berdampak pada lilin menjadi retak bahkan bisa pecah.
Gambar 4.31. Proses pelepasan kain dan penjemuran kain (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 90
3)
Tahap ketiga (terakhir) Pada proses terakhir setelah melalui penjemuran kain selama kurang lebih satu malam, dilanjutkan pada proses akhir yaitu pelorodan lilin atau malam yang melekat pada kain mori dengan cara merebusnya menggunakan perantara air panas yang didihkan. Buat larutan pati kanji dengan menggunakan air dingin terlebih dahulu, masukan larutan tersebut kedalam dandang atau kenceng. Usahakan larutan tersebut menutupi permukaan secara menyerluruh dan rata. Hal ini dilakukan untuk memudahkan malam cepat rontok, dan mudah lepas.
Gambar 4.32. Pencampuran larutan pati kanji ke dalam air mendidih (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012) Selanjutnya masukan kain tersebut pada dandang atau kenceng berisi air panas yang telah didihkan sebelumnya di atas kompor, atau bisa pada tungku batu bata jika kain berukuran besar. Kain direndam dengan menggunakan sebilah batang kayu beberapa saat, lalu diangkat apakah malam sudah terlepas dari kain, jika masih ada malam yang menempel masukan kain kedalam air seperti tadi sampai malam benarbenar tidak menempel pada kain. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 91
Gambar 4.33. Proses pelorodan malam (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012) Setelah pada proses pelorodan malam, dilakukan pencucian kain dengan cara dicuci ke dalam air bersih yang ditempatkan pada ember berurukuran besar. Bilas secara berulang-ulang pada kain untuk menghilangkan beberapa sisa malam yang masih menempel. Memang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 92
pada proses ini air diperlukan cukup banyak, karena untuk membersihkan kain dari malam secara tuntas. Ada efek samping dari pencucian ini, warna zat remashol bisa luntur meskipun tidak sampai hilang seutuhnya. Kadang warna yang luntur bisa mengenai bagian warna lain, namun tidak diberpengaruh sekali. Maka dari itu jika warna air tidak sejernih seperti diawal memasukan kain. Cobalah untuk menggati dengan air bersih yang baru, dan meneruskan pencucian kain hingga bersih dari lilin dan warna yang luntur.
Gambar 4.34. Proses pencucian kain (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012) Langkah terakhir kain yang telah dicuci dikeringkan dengan cara dijemur, alangkah baiknya dihadapkan di bawah sinar matahari agar proses pengeringan bisa lebih cepat. Kain biasanya setelah mengalami proses penjemuran terlihat lekukan-lekukan yang kurang rapi, ini commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 93
dikarenakan serat-serat kain mengalami benturan berulang-ulang ketika pada proses pencucian kain sebelumnya. Tetapi hal tersebut bisa kembali seperti ketika direntangkan kembali pada spanram. Proses terakhir perentangan kain pada spanram seperti sedia kala, sama halnya ketika pada proses pembatikan di awal, dan diteruskan dengan pemberian pigura dari kayu. Karena karya seni batik kontemporer yang dibuat oleh Tanto Suheng biasanya digunakan sebagai penghias ruangan saja, misal seperti: ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, kamar tidur, ruang kantor, dan lain sebagainya.
Gambar 4.35. Pemasanagan ulang kain pada spanram (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 94
3. Bentuk Seni Batik Kontemporer Karya Tanto Suheng Setiap karya yang dibuat oleh Tanto Suheng paling banyak diwujudkan dalam bentuk lukisan atau hiasan dinding dengan ukuran yang berfariasi. Mulai dari ukuran 200 x 80 cm,100 x 100 cm, 80 x 200 cm, 70 x 60 cm, dan seterusnya (disesuaikan dengan keinginan dalam membuatnya). Karya batiknya mengarah pada bentuk abstrak. Warna yang sering ditonjolkan berupa gabungan kombinasi antara warna putih, merah, kuning, orange, biru, biru tua, hijau, coklat, maupun hitam, dengan penggunaan jenis zat pewarna remashol. Kesemua betuk visual karya seni batiknya juga memuat beberapa ide sebuah pesan sosial. Pesan sosial itu diwujudkan sebagai sebuah ide yang dipikirkan oleh Tanto Suheng sebelumnya, untuk dikomunikasikan kepada masyarakat dalam bentuk karya seni batiknya. Pengunggahan ide batik menjadi sumber utama baginya untuk ditampilkan dalam sebuah penyajian karyanya. Ide tersebut difokuskan lagi dalam sebuah tema, Solo Batik Carnival merupakan salah satunya dari sekian banyak tema yang memuat pesan sosial dari setiap karyanya. Meskipun demikian tema lainpun pernah diangkat seperti: relung-relung janur, janin, penari Bali, dan revolusi. Batik Solo Carnival merupakan sumber tema yang memiliki daya tarik tersendiri bagi Tanto Suheng. Sosok peserta penari Solo batik Carnival yang memakai kostum busana ragam batik menutupi tubuhnya menjadikan tambahan pengalaman visual tersendiri. Gerakan lenggak-lenggok, senyuman terhadap penonton, memberikan lambaian tangan, dan sebagainya. Hal ini menjadi dasar utama pengambilan objek-objek karya seni batik kontemporernya. Tanto Suheng memiliki keberanian dalam menggeser dari bentuk motif batik klasik (pakem) menjadi kontemporer dengan gaya bebasnya yang menuju kebentuk abstrak. Sapuan canting maupun kuas dan jegul dijadikan
teknik baru dalam
berkarya seni batik, sehingga memunculkan keaneka ragaman membuat bentukbentuk motif baru dalam setiap karya yang dihasilkan. Sehingga membentuk bentuk commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 95
visual dengan ciri khas tertentu, yang juga memiliki keunikan tersendiri. Keunikan tersebut tertuang dalam gabungan dari beberapa unsur rupa yang menjadi satu pada setiap karya batik kontemporernya. Unsur pertama yang nampak terlihat dari setiap karyanya adalah unsur garis. Setiap goresan malam batik yang tertuang pada kain morinya
menghasilkan
beberapa bentuk garis lengkung yang sangat menonjol. Kesan dari garis lengkung tersebut memberikan perasaan bebas, bergerak, maupun dapat diartikan keluar dari perasaan kaku, apalagi dengan beberapa bentuknya tidak mengalami pengulangan yang sama. Inilah yang nantinya menjadi dasar pembeda antara garis pada motif batik klasik dengan batik kontemporer. Unsur kedua juga sama, yaitu sebuah bidang yang nampak pada setiap karyanya. Pembuatan bidang sendiri memiliki kedudukan sama kuatnya dengan garis. Ciri khas bidang pada setiap karyanya lebih mengarah pada bentuk organis, tidak memimiliki ukuran pasti seperti halnya pada bentuk geometris. Terekam dengan jelas banyak dimunculkan bidang yang mengarah pada bentuk seperti figuratif ataupun non figuratif, seperti: relung janur, janin, dan penari Bali. Unsur ketiga adalah gelap terang, dimana penataan pencahayaan muncul tergabung menjadi satu di sini. Penekanan pencahanyaan sebenarnya tidak terlihat dengan jelas, hal ini disebabkan adanya dasar yang melekat pada pemikiran Tanto dalam membuat karya yang tidak real atau nyata. Akan tetapi sebaliknya membuat karya yang mengarah pada pemikiran imajinatif atau khayal. Sehingga menghasilkan gelap terang yang muncul pada bagian-bagian kecil, itupun muncul karena tupukan dari beberapa garis, bidang, dan warna. Warna merupakan unsur keempat yang terdapat pada setiap karyanya. Pengolahan warna yang disapukan dengan menggunkan kuas dan jegul menghasilkan warna-warna unik. Keberadaan warna yang dihasilkan juga tidak monoton terpisah oleh bekas malam batik, misalkan ada warna yang tidak sengaja keluar melewati batas dari malam kemudian tercampur dengan warna lainnya. Hal semacam ini tidak commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 96
dipermasalahkan bagi seorang Tanto. Pencampuran warna satu dengan tersebut menjadikan gabungan warna bernuansa baru. Pencampuran zat warna remashol menghasilkan warna-warna baru, misalkan: warna biru bercampur dengan warna merah menjadi ungu, warna hijau dengan merah menjadi coklat, dan sebagainya. Selanjutnya unsur kelima adalah tekstur. Munculnya tekstur pada setiap karyanya dihasilkan oleh gabungan dari unsur-unsur sebelumnya. Karakter kasar sangat tampak terlihat oleh mata, namun tekstur tersebut hanyalah sebatas semu atau tidak nyata. Poin ini yang juga menjadikan ciri khas dari karya seni batik kontemporer buatan Tanto Suheng. Gabungan-gabungan dari beberapa unsur di atas sudah diatur dengan adanya pengorganisasian komposisi. Karya seni batik kontemporer yang telah dibuat Tanto memiliki komposisi asimetris, yaitu di mana penyusunan penataan unsur rupa yang ada diatur dengan keseimbangan yang berbeda. Bagian kanan dan kiri karya biasanya terdapat pula kekosongan ruang yang berbeda. Tapi hal tersebut tidak menjadikan karya-karyanya mati, akan tetapi arti kata hidup muncul dari karya yang dibuatnya. Penyajian karya seni batik kontemporer Tanto Suheng dipasang dengan menggunakan pigura kayu beraneka macam sesuai keinginan, untuk piguranya memesan langsung kepada tukang. Ukuran bingkai disesuaikan dengan karya seni batiknya, dari mulai ukuran 200 x 80 cm,100 x 100 cm, 80 x 200 cm, 70 x 60 cm, dan seterusnya. Karyanya paling banyak dibuat berfungsi sebagai penghias ruangan, namun tidak menutup kemungkinan jika ada pesanan untuk membuat batik berfungsi ganda juga diterimanya, seperti: kaos, dress, sprey, dan lain-lain. Penjualan karya seni batik ini tidak memiliki ketentuan pasti, karena penjualannya hanya sebatas kebutuhan yang dinomor duakan. Artinya Tanto membuat karya seni batiknya paling banyak dikerjakan karena tuntutan keinginan pengalaman batinnya saja. Meskipun ada
beberapa patokan harga pada setiap
karyanya. Harganya disesuaikan dengan variasi ukuran, kerumitan motif, dan warnanya. Harga dari masing-masing karya bervariasi dari mulai Rp.100.000,commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 97
sampai dengan Rp.1000.000,-. Meski hanya menunggu pesanan dari kenalan atau makelar.
Gambar 4.36. Batik kontemporer dengan tema Solo Batik Carnival (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012)
Keterangan: Pembatik/Seniman
: Tanto Suheng
Ukuran Karya
: 80 x 90 cm
Material/Media
: Kain mori prima, malam, dan zat pewarna remashol
Proses
: Batik lukis dengan gaya abstrak
Tahun pembuatan
: 2010
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 98
Gambar 4.37. Seni batik kontemporer dengan tema relung-relung janur (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012)
Keterangan: Pembatik/Seniman
: Tanto Suheng
Ukuran karya
: 90 cm x 2 m
Material/Media
: Kain mori prima, malam, dan zat pewarna remashol
Proses
: Batik lukis dengan gaya abstrak
Tahun Pembutatan
: 2011
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 99
Gambar 4.38. Seni batik kontemporer dengan tema Solo Batik Carnival (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012)
Keterangan: Pembatik/Seniman
: Tanto Suheng
Ukuran Karya
: 80 x 90 cm
Material/Media
: Kain mori prima, malam, dan zat pewarna remashol
Proses
: Batik lukis dengan gaya abstrak
Tahun pembuatan
: 2012
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 100
Gambar 4.39. Seni batik kontemporer dengan tema relung-relung janur (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012)
Keterangan: Pembatik/Seniman
: Tanto Suheng
Ukuran karya
: 80 x 90 cm
Material/Media
: Kain mori prima, malam, dan zat pewarna remashol
Proses
: Batik lukis dengan gaya abstrak
Tahun Pembutatan
: 2012
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 101
Gambar 4.40. Seni batik kontemporer dengan tema relung-relung janur (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012)
Keterangan: Pembatik/Seniman
: Tanto Suheng
Ukuran karya
: 90 cm x 2 m
Material/Media
: Kain mori prima, malam, dan zat pewarna remashol
Proses
: Batik lukis dengan gaya abstrak
Tahun Pembutatan
: 2012
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 102
Gambar 4.41. Seni batik kontemporer dengan tema janin (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012)
Keterangan: Pembatik/Seniman
: Tanto Suheng
Ukuran karya
: 80 cm x 1 m
Material/Media
: Kain mori prima, malam, dan zat pewarna remashol
Proses
: Batik lukis dengan gaya abstrak
Tahun Pembutatan
: 2012
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 103
Gambar 4.42. Seni batik kontemporer dengan tema Solo Batik Carnival (Dokumentasi: Normanta Agus P., 2012)
Keterangan: Pembatik/Seniman
: Tanto Suheng
Ukuran karya
: 40 x 80 cm
Material/Media
: Kain mori prima, malam, dan zat pewarna remashol
Proses
: Batik lukis dengan gaya abstrak
Tahun Pembutatan
: 2012
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 104
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil yang didapat dari penelitian “Studi Tentang Seni Batik Kontemporer Karya Tanto Suheng di Rt 02/ Rw II, Tegalrejo, Sondakan, Laweyan, Surakarta”, disimpulkan bahwa: 1. Perjalanan kesenian Tanto Suheng dalam berkarya seni batik dipengaruhi dua faktor pendukung, yaitu lingkungan keluarga pembatik dan keaktifan mengikuti kegiatan berkesenian, dan akhirnya membentuk beberapa kelompok dan tempat kesenian, antara lain: a) membentuk kelompok Candik Ayu (dekorasi janur) pada tahun 1969, b) membentuk kelompok Canting Kakung (pembatik laki-laki) pada tahun 1970, c) membentuk Warung Seni Pujasari pada tahun 1993. Bersamaan dengan keaktifannya membentuk beberapa kelompok tersebut, dirinya juga pernah mengikuti serangkaian kegiatan berkesenian di HBS pada tahun 1958 (Himpunan Budayawan Surakarta) yang letaknya di sebelah alun-alun utara kraton Surakarta. Pengalaman inilah yang mendorong dirinya untuk mencoba membuat dan memperkenalkan karya seni batik kontempoer atau masa kini di kalangan seniman dan masyarakat luas di Tegalrejo. 2. Proses pembuatan seni batik kontemporer karya Tanto Suheng melalui beberapa tahapan, diantaranya sebagai berikut: a. Membuat sketsa kasar pada kertas hvs dengan menggunakan pensil, bolpoint, ataupun spidol. Hal ini dilakukan untuk acuan gambar sebelum digoreskan pada kain mori prima. b. Kain mori prima direntangkan pada spanram yang terbuat dari kayu mahoni dengan ukuran yang bervariasi, diantaranya: 200 x 80 cm,100 x
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 105
100 cm, 80 x 200 cm, dan 70 x 60 cm. Kain mori prima yang direntangkan pada spanram dikunci dengan stapless. c. Proses pembatikan secara lansung dilakukan pada permukaan kain mori prima yang sudah dispanram dengan menggunakan canting, kuas, dan lidi. d. Proses pewarnaan menggunakan zat warna reaktif yaitu remashol, dengan teknik colet menggunakan kuas dan jegul. e. Penguncian warna dengan menggunakan watterglass dioleskan pada permukaan kain mori prima yang sudah dibatik dengan menggunakan kuas secara merata. Kemudian dikeringkan kurang lebih satu malam, tidak perlu tidak perlu sampai terkena sinar matahari secara langsung. f. Pelorodan malam atau lilin batik pada kain mori prima dengan menggunakan air panas yang dicampuri dengan cairan pati kanji. Kain mori prima sebelumnya sudah dilepaskan dari rentangan spanram untuk memudahkan proses pelorodan. g. Pembilasan kain mori prima dengan menggunakan air bersih sampai malam batik terlepas seutuhnya. Sisa malam yang masih menempel di bersihkan dengan sikat. h. Pengeringan kain mori prima dijemur langsung di bawah sinar matahari ditunggu sampai kering, kemudian direntangkan kembali pada spanram. 3. Bentuk visual seni batik kontemporer karya Tanto Suheng paling banyak diwujudkan dalam bentuk lukisan atau hiasan dinding. Mulai dari ukuran 200 x 80 cm,100 x 100 cm, 80 x 200 cm, 70 x 60 cm, dan seterusnya (disesuaikan dengan keinginan dalam membuatnya). Ciri khas batiknya mengarah pada bentuk abstrak yang digoreskan secara spontanitas. Warna yang sering ditonjolkan berupa gabungan kombinasi antara warna putih, merah, kuning, orange, biru, biru tua, hijau, coklat, maupun hitam, dengan penggunaan jenis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 106
zat pewarna remashol. Pengambilan tema Solo Batik Carnival paling banyak sering diangkat dalam setiap karya batiknya saat ini.
B. Implikasi Penelitian ini diperoleh sebuah implikasi antara subyek penelitian dengan peneliti, maupun dengan masyarakat luas. Pemahaman dan keilmuan Tanto Suheng tentang seni batik kontemporernya dapat dikembangkan oleh generasi penerusnya, terutama para anak muda. Bagi peneliti dapat mengambil manfaat dari penelitian ini sebagai ilmu baru, untuk ditujukan pada semua golongan masyarakat. Sehingga dapat dijadikan sumber refrensi, acuan pembelajaran, dan wacana tentang seni batik kontemporer.
C. Saran Berdasarkan hasil temuan penelitian di tempat Tanto Suheng, selaku pembuat seni batik kontemporer yang bertempat di Rt 02/ Rw II, Tegalrejo, Sondakan, Laweyan, Surakarta. Memberikan tambahan beberapa masukan ilmu, dari mulai motivasi latar belakang perjalanan berkesenian sampai dengan hasil bentuk visual karya yang dibuatnya. Namun ada beberapa masukan saran yang dapat menambah perbaikan-perbaikan kedepannya. Saran dari peneliti antara lain: 1. Kepada Tanto Suheng perlu adanya diskusi dan sharing pada pihak-pihak komunikasi yang bekaitan langsung dengan bidang seni, seperti: para seniman, mahasiswa seni, dan pengamat seni. Hal ini bertujuan untuk menambah khasanah wawasan perjalanan keseniannya. 2. Untuk pembuatan seni batik kontemporernya perlu dilakukan berbagai eksperimen sebanyak mungkin, misalkan dalam menggunakan media atau material tambahan seperti pasir, tekstur kayu, dan lain sebagainya. Hal ini bertujuan untuk pengembangan proses batik kontemporernya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 107
3. Perlu adanya inovasi bentuk baru dalam seni batik kontemporernya. Pembuatan karya batiknya bisa diarahkan pada bentuk-bentuk tiga dimensi dengan tidak meninggalkan bahan dasar utama malam batik pada kain. Misalkan dengan membuat hiasan tiga dimensi sejenis patung abstrak, dengan bahan dasar kain batik yang disusun secara bebas. Sehingga menghasilkan karya bernilai estetis yang tidak kalah unik dengan bentuk karya-karya dua dimensi sebelumnya, yaitu lukisan atau hiasan dinding.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 108
DAFTAR PUSTAKA Aribowo, Andhika. (2008). Perancangan Batik Kreasi Baru dengan Zat Warna Alam dari Kayu Nangka. Surakarta: Kriya Seni Tekstil UNS. Budiyono., Sudibyo, Widarwati., Herlina, Sri., Handayani, Sri., Parjiyah., Pudiastutu, Wiwik. dkk. (2008). Kriya Tekstil. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan menengah, Departemen Pendidikan Nasional. Dedi S.,Deden. (2009). Sejarah Batik Indonesia. Jakarta: PT Sarana Panca Karya Nusa. Departemen Perindustrian, (Tanpa Tahun). Tehnik Membuat Batik Tradisional dan Batik Modern. Yogyakarta: Departemen Perindustrian, Proyek Bimbingan dan Pengembangan Industri Kecil. Dharsono. (2007). Budaya Nusantara: Kajian Konsepsi Mandala dan Konsep Triloka Terhadap Pohon Hayat Pada Batik Klasik. Bandung: Rekayasa Sains. Djumena, Nian S., (1990). Batik dan Mitra. Jakarta: Djambatan. Djoemena, Nian S., (1990). Ungkapan Sehelai Batik. Jakarta: Djambatan. Hafis, Saifudin. (2012). Trilogy of Nation (Katalog Pameran Tunggal). Surakarta: Studio “Kiri” Colomadu-Karanganyar. Hamzuri. (1989). Batik Klasik. Jakarta: Djambatan. Handoyo, Joko Dwi. (2008). Batik dan Jumputan. Sleman: PT Macanan Jaya Cemerlang. Jusmani, Deni S. (2010). Edmund Burke Feldman dalam Gagasan Fungsi Seni. Diperoleh 09 April 2010 dari http://indonesiaartnews.or.id/artikeldetil.php?id=45 Kurniadi, Edi. (1996). Seni Kerajinan Batik. Surakarta: UNS Press. Miles & Huberman. (1992). Analisis Data Kualitatif. Terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: UI Press. Moleong, Lexy J. (1989). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remadja Karya CV. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 109
Musman, Asti. & Arini, Ambar B. (2011). Batik: Warisan Adiluhung Nusantara. Yogyakarta: Gramedia. Nasution, S. (1996). Metode Penelitian naturalistik – Kualitatif. Bandung: Tarsito. Pameran Kias. (1990). Perjalanan Seni Rupa Indonesia. Pameran Kias: Jakarta. Pedoman Penulisan Skripsi FKIP UNS Surakarta Tahun 2012. Prasetyo, Andito. (2010). Batik: Karya Agung Warisan Budaya Dunia. Yogyakarta: Pura Pustaka. Riyanto, Didik. (1995). Proses Batik: Batik Tulis-Batik Cap-Batik Printing. Surakarta: CV Aneka. Rustopo. (2008). Jawa Sejati: Otobiografi Go Tik Swan Hardjonagoro. Jakarta: Penerbit Ombak & Yayasan Nabil. Sa’du, Abdul Aziz. (2010). Buku Panduan Mengenal dan Membuat Batik. Jogjakarta: Harmoni. Saidi, Acep Iwan. (2008). Narasi Simbolik Seni Rupa Kontemporer Indonesia. Yogyakarta: ISACBOOK. Salim, Agus. (2006). Teori & Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta: Tiara Wacana. Siswomihardjo, Oetari. & Prawirohardjo. (2011). Pola Batik Klasik: Pesan Tersembunyi Yang Dilupakan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Slamet, Y. (2006). Metode Penelitian Sosial. Surakarta: UNS Press. Soedarsono, Astuti, Retna, & Pantja Sunjata, I.W. (Ed) (1985). Aspek Ritual dan Kreativitas dalam Perkembangan Seni di Jawa.Yogyakarta: Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara (Javanologi) Direktorat Jendral Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Soedjono. (1989). Batik Lukis. Bandung: Remadja Karya CV Bandung.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 110
Suhersono, Hery. (2005). Desain Bordir: Motif Geometris. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Sulistyo, Edy Tri. (2006). Kajian Dini Pendidikan Seni. Surakarta: UNS Press. Susanto, Sewan. (1980). Seni Kerajinan Batik Indonesia. Yogyakarta: Balai Penelitian Batik dan Kerajinan, Lembaga Penelitian dan Pendidikan Industri, Departemen Perindustrian R.I. Sutopo, H.B. (2002). Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press. Toekio M, Soegeng. (2007). Kekriyaan Nusantara. Surakarta: ISI Press. Widodo. (1983). Batik Seni Tradisional. Jakarta: P.T. Penebar Swadaya Anggota IKAPI. Wibowo, Arie Guntur. (2009). Persepsi Masyarakat Surakarta Terhadap Seni Batik Klasik. Surakarta: FKIP Sejarah UNS. Affanti, Tiwi Bina. (2009). Pakaian Batik: Kulturisasi Negara dan Politik Identitas. Jurnal Sejarah dan Budaya (Jantra), IV (8), 72-84.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 111
Keterangan: 1. Peta Kelurahan Sondakan 2. Wawancara 3. Foto dokumentasi kegiatan 4. Bank Data Kelurahan Sondakan 5. Surat Permohonan Izin Penyusunan Skripsi 6. Surat Keputusan Dekan FKIP tentang Izin Penyusunan Skripsi 7. Surat Permohonan Izin Observasi 8. Surat Keterangan Penelitian
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 112
commit to user