Rumah Sakit UNAIR Ditarget Mandiri Pada 1 Januari 2018 UNAIR NEWS – Rumah Sakit Universitas Airlangga ditarget menjadi rumah sakit yang mandiri pada 1 Januari 2018 mendatang. Hal itu diungkapkan oleh Rektor UNAIR Prof. Mochammad Nasih saat memberikan pengarahan di hadapan jajaran manajemen RS UNAIR dalam Rapat Kerja I, Sabtu (1/4). “Mulai 1 Januari 2018, kita akan menyerahkan pengelolaan operasional Rumah Sakit UNAIR sepenuhnya kepada manajemen dan Dewan Pengawas Rumah Sakit UNAIR. Jadi, keberadaan Dewan Pengawas RS UNAIR merupakan representasi universitas,” ungkap Nasih. Nasih mengatakan, status rumah sakit pendidikan di bawah Kemenristekdikti memiliki sejumlah konsekuensi logis. Ia mengingatkan agar RS UNAIR meluluskan dokter spesialis dan meningkatkan publikasi riset. “Itulah kontrak kinerja dengan Dikti. Pemerintah sudah mengeluarkan banyak dana untuk membangun rumah sakit ini, jadi setidaknya kita juga memberikan kontribusi ini kepada publik,” imbuh Nasih. Ia meminta agar manajemen RS UNAIR memperhatikan sejumlah asas pengelolaan seperti pengelolaan pendapatan secara mandiri, membiayai seluruh kegiatannya secara mandiri dari aspek operasional, pemeliharaan, maupun pengembangan sumber daya manusia, alat, bangunan, dan sistem. “Kami yakin dan percaya sepenuhnya kepada pihak RS UNAIR. Maka kami mohon kerjasamanya agar semua berjalan sebaik-baiknya,” pinta Rektor. Menghadapi target semacam itu, Direktur RS UNAIR Prof. Nasronuddin mengatakan, pihaknya sudah mempersiapkan kebutuhan
terhadap kemandirian tersebut sejak tahun 2016. Direktur RS UNAIR mengungkapkan empat langkah menuju kemandirian rumah sakit yang berdiri sejak lima tahun lalu. Yakni, menerapkan efisiensi pada pelayanan BPJS tanpa mengurangi kualitas. “Kita melakukan langkah-langkah efisiensi terkait layanan BPJS dengan tidak mengurangi kualitas sehingga tetap menarik dan membuat nyaman pasien,” tutur Nasron. Kedua, meningkatkan jumlah pasien umum yang berobat ke RS UNAIR melalui pendekatan profesional. Para dokter di RS UNAIR yang belum sepenuhnya memanfaatkan jatah tiga surat ijin praktik (SIP), akan didorong untuk menggunakan SIP tersebut di fasilitas kesehatan wilayah pinggiran. Tujuannya, agar tercipta potensi rujukan pasien tersebut ke RS UNAIR. Ketiga, membangun jejaring kerja sama dengan asuransi swasta. “Asuransi itu membawa pasien. Maka, kombinasi efisiensi BPJS dengan pasien umum, maka finansial akan membaik,” imbuh pakar penyakit tropik itu. Langkah-lainnya adalah meningkatkan pelayanan tata laksana yang sudah ada seperti pengobatan dengan stem cell, hemodialisis, ruang perawatan Intensive Care Unit (ICU), termasuk pelayanan di eks Rumah Sakit Penyakit Tropik dan Infeksi. Selain di bidang sarana dan prasarana, pihaknya juga akan berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan para karyawan di RS UNAIR. Targetnya, persiapan pihak RS UNAIR dalam mendokumentasikan rencana-rencana tersebut akan rampung pada bulan September 2017 dan diserahkan pada Rektor UNAIR. Penulis: Defrina Sukma S Editor: Nuri Hermawan
Menuju Kemandirian, RS UNAIR Gelar Rapat Kerja UNAIR NEWS – Sebagai bagian dari acara tahunan, pimpinan Rumah Sakit Universitas Airlangga dan rektorat menyelenggarakan Rapat Kerja I. Kegiatan rapat yang diikuti jajaran manajemen RS UNAIR dan pimpinan universitas dilaksanakan di Hotel Santika, Sabtu (1/4). Dalam sambutannya Direktur RS UNAIR Prof. Nasronuddin, memaparkan sederet capaian-capaian unit kerja yang telah berdiri selama kurang lebih lima tahun itu. Saat ini, tenaga medis RS UNAIR sudah melayani para pasien dengan asuransi BPJS Kesehatan. Sedangkan, di ranah pasien umum pihaknya akan meningkatkan sampai 30 persen pasien umum pada tahun 2020. “Untuk itu kami dongkrak sumber daya manusia yang sudah ada termasuk jajaran direksi. Kami hadirkan asuransi-asuransi swasta,” tutur Nasron, sapaan akrabnya. Selain soal pelayanan, RS UNAIR juga mengembangkan telemedicine untuk mempercepat pelayanan rujukan gawat darurat. Untuk itulah, pakar para manajemen yang terhadap berbagai sambil mengutamakan
penyakit tropik tersebut mengharapkan agar dipimpinnya untuk terus mengevaluasi diri hal yang perlu ditingkatkan. Tak lupa, kesejahteraan stakeholder.
Ketua Dewan Pengawas RS UNAIR, Prof. Fasich, berharap agar para manajemen tetap menjalankan rencana-rencana yang sudah dikerjakan sebelumnya, seperti penyusunan rencana-rencana. Rektor UNAIR Prof. Mochammad Nasih mengatakan RS UNAIR turut
berperan dalam peningkatan reputasi universitas. “Rumah sakit ada karena kita ingin mencapai tujuan bersama. Kami ingin agar Rumah Sakit UNAIR menjadi rumah sakit yang excellence with morality,” tutur Nasih. Rapat kerja antara pimpinan, dewan pengawas, dan manajemen rumah sakit diselenggarakan selama dua hari. Dalam rapat tersebut dibahas tentang strategi manajemen, mekanisme kerja dewan pengawas, penilaian kinerja rumah sakit, hingga manajemen keuangan. Penulis: Defrina Sukma S
Sempat Cabut Gigi dan Pasang Bola Mata, Operasi Celah Wajah Pasien RS UNAIR Berjalan Lancar UNAIR NEWS – Pasca operasi facial cleft atau celah wajah tahap kedua pada Rabu (14/12), kondisi Tutik Handayani (17) berangsur pulih. Tutik, pasien celah wajah Rumah Sakit Universitas Airlangga, berbicara santai dengan awak media meskipun badannya masih sedikit lemas. “Punggungku agak sakit,” ungkap Tutik. Pada siang hari, Kamis (15/12), di waktu yang sama tim dokter yang menangani operasi Tutik dan Direktur Rumah Sakit Pendidikan UNAIR Prof. Dr. Nasronudin, dr., Sp.PD-KPTI, mengadakan konferensi pers perihal kondisi terkini Tutik. Indri Lakshmi Putri, dr., Sp.BP-RE (KKF) selaku dokter bedah
plastik yang menangani Tutik mengatakan, operasi berjalan lancar meski waktu penanganan sempat terlambat. “Harusnya kan operasi jam delapan, dan kenyataannya penanganan pukul sepuluh karena memang rangkaian biusnya lama. Jadi, dokter bius menyiapkan akses-akses pembuluh darah lebih besar daripada tangan untuk menghindari indikasi pendarahan,” ujar dokter Putri. Pada operasi kedua, tim dokter melakukan pengambilan tulang wajah yang berlebihan pada sisi sebelah kiri wajah. Tulang tersebut digunakan untuk menutup celah wajah sebelah kanan. Pengambilan tulang dari pipi kiri juga diambil untuk membentuk bingkai mata Tutik yang sebelumnya agak turun. Selain itu, tim dokter juga mengambil bagian tulang punggung untuk digunakan menutupi celah wajah. Sebanyak empat gigi Tutik juga dicabut karena dianggap tidak berfungsi. “Hasilnya, pipi Tutik yang mulanya sedikit kempes sekarang dinaikkan,” tambah konsultan kraniofasial itu.
sudah
Pada bagian mata, tim dokter memasang conformer (bola mata palsu) pada sepasang mata untuk memberi kesan normal. “Untuk mata kiri keadaannya cukup menantang karena ada beberapa hal yang harus diperbaiki. Pertama, kelopaknya membalik ke atas, kemudian yang kedua tertarik ke bawah,” ujar Nurdin Zuhri, dr., Sp.M, selaku tim operasi. “Yang kemarin kita lakukan dalam operasi tahap kedua adalah kita membalik kelopak matanya, kemudian kita bentuk celahnya untuk tempat conformer. Kita lapisi kulit dari bagian dalam bibir yang ditempatkan di kelopak mata untuk membantu agar anatomi kembali seperti semula,” tambah dokter Nurdin. Dokter Putri kembali menambahkan, operasi yang berlangsung sekitar delapan jam ini berjalan lancar dan sesuai target. Ia dan timnya tidak mengalami kendala yang berarti. “Operasi selanjutnya akan dilakukan enam bulan lagi, tapi di tiga bulan ke depan, kita akan lakukan CT-Scan pada Tutik untuk
konsolidasi awal,” tandas dokter Putri. Rencananya, operasi tahap ketiga akan dilangsungkan enam bulan kemudian. Selama menunggu, Tutik akan kembali ke daerah asalnya, Lumajang, untuk menjalani rutinitas. Penulis: Faridah Hari Editor: Defrina Sukma S
Pasien Celah Wajah RS UNAIR Akan Jalani Operasi Tahap Kedua UNAIR biasa tahap pukul jam.
NEWS – Tutik Handayani, pasien facial cleft atau yang disebut celah wajah akan menjalani operasi celah wajah kedua pada Rabu (14/12). Operasi akan dilangsungkan pada delapan pagi hari dan berlangsung setidaknya selama enam
Pernyataan itu disampaikan oleh dokter bedah plastik yang menangani operasi facial cleft Tutik yakni Indri Lakshmi Putri, dr., Sp.BP-RE (KKF), dalam konferensi pers di Rumah Sakit Universitas Airlangga, Selasa (13/12). Dalam konferensi pers tersebut dihadiri oleh tim dokter yang menangani Tutik, Direktur RS UNAIR Prof. Dr. Nasronudin, Sp.PD, K-PTI, dan Manajer Pelayanan Medis RS UNAIR Muhammad Ardian Cahya Laksana, dr., Sp.OG. Menurut dokter yang akrab disapa Putri itu mengatakan, operasi tahap kedua akan menutup celah pada tulang wajah. Penutupan celah itu kemungkinan akan menggunakan tulang wajah sebelah kiri milik Tutik yang berlebihan. Dikatakan dokter Putri
merujuk pada hasil rontgen, rahang gigi sebelah kiri Tutik terdiri dari tiga lapis sehingga menyerupai belalai. “Langit-langit ini lebih besar celahnya. Rencananya, memang kita ubah dengan menutup celah pada lubang. Di sini (wajah sebelah kiri) kan ada celah pada tulang. Rahang yang kiri ini dobel karena ada tulang tambahan (berlebihan). Ini nanti kita buang kelebihannya, dan kita gunakan untuk menutup celah tulang yang ada di kanan dan kirinya,” jelas dokter Putri. Setidaknya, ada tiga tantangan yang akan dihadapi oleh tim dokter yang menangani Tutik. Pertama, adanya kemungkinan risiko pendarahan saat operasi. Kedua, kesulitan membius. Ketiga, struktur gigi geligi yang berlapis akan menjadi pekerjaan tambahan bagi dokter gigi untuk merapikan susunan gigi. Operasi yang akan dijalani Tutik esok hari ini akan ditangani oleh empat dokter yang berasal dari disiplin ilmu berbeda, yakni bedah plastik, mata, orthodonsia, dan anestesia. Selain di luar tindakan medis, mendampingi Tutik.
ada
pula
tim
psikiatri
yang
Usai operasi tahap kedua dilakukan, enam bulan setelahnya, akan kembali dilakukan operasi tahap ketiga. Rencananya, Tutik akan dioperasi setidaknya empat hingga lima kali. “Yang penting bisa memperbaiki kualitas dan fungsi. Di antara operasi kedua dan ketiga, kayak operasi rahang sementara kita habis nambal tulang, kan kita menunggu tulangnya stabil dulu. Biasanya operasi gap-nya bisa lima atau enam bulan,” tutur dokter Putri. Sebelumnya, Tutik menjalani operasi celah wajah tahap pertama pada tanggal 18 Agustus lalu. Pada operasi pertama, dokter menyambung otot, kulit, dan tulang wajah. Selain ketiga itu, dokter juga memperbaiki posisi mata Tutik. Kondisinya pun kian membaik. Usai operasi pertama, setiap minggunya Tutik rajin melakukan
kontrol dan melakukan pencabutan gigi di RS UNAIR. Dari sisi kejiwaan, dokter Izzatul Fitriyah mengatakan bahwa Tutik siap menjalani operasi celah wajah tahap kedua. “Tutik siap untuk menjalani operasi tahap yang kedua. Ke depan, Tutik ini kan penglihatannya kurang begitu bagus sehingga belum terbentuk konsep orang ini seperti apa. Nanti kita akan intervensi, selain ke dirinya, juga ke lingkungan sekitarnya,” tutur dokter Izza. Terkait dengan pembiayaan, biaya operasi Tutik akan sepenuhnya ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Bila plafon yang digunakan sudah maksimal, maka Ikatan Alumni UNAIR (IKA-UA) akan membantu untuk menutup kekurangan pendanaan. Direktur RS UNAIR dalam konferensi pers juga mengimbau kepada masyarakat bila menemui orang dengan penampilan yang abnormal agar segera dirujuk ke rumah sakit. “Bila tidak segera ditangani, tuturnya.
maka
tingkat
kesulitan
akan
lebih
tinggi,”
Penulis : Defrina Sukma Editor : Faridah Hari
RS Terapung UNAIR Siap Bantu Atasi Kesenjangan Yankes Kawasan DTPK UNAIR NEWS – Indonesia tercatat negara kepulauan terbesar di dunia. Di Nusantara ini terbentang 17.504 pulau besar-kecil, 6. 000 diantaranya berpenghuni, termasuk pada daerah tertinggal, perbatasan dan kepulauan (DTPK). Luasnya cakupan
wilayah DTPK ini menjadikan tantangan sangat berat dalam pelayanan publik yang tidak merata. Tidak heran jika ada penduduk Indonesia di perbatasan yang sakit dan berobat ke negara tetangga. Keadaan ini bisa mengancam kerawanan terhadap rasa berkeadilan. Berangkat dari itulah alumni-alumni Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga bertekad membangun Rumah Sakit Terapung di atas kapal Phinisi yang saat ini sedang dikerjakan menyerupai kapal pesiar. Sasaran operasional RS Terapung beranggaran Rp 5 miliar ini untuk melayani kesehatan (yankes) masyarakat di kawasan DTPK dan terluar. Yayasan yang akan memayungi operasional RS Terapung itu juga sudah berdiri, yaitu Yayasan Ksatria Medika Airlangga. Selasa (15/11) kemarin digelar Simposium dengan tajuk “Adventure and Remote Medicine”, di Aula FK UNAIR. Acara yang dibuka oleh Rektor UNAIR Prof. Dr. Moh Nasih, MT., SE., Ak., CMA ini juga dihadiri Dekan FK Prof. Dr. Soetojo, dr., SpU(K), utusan FK se-Indonesia, dan para alumni FK UNAIR. Enam nara sumber dihadirkan, antara lain Agus Hariyanto, dr., Sp.B., alumni FK UNAIR dan pemilik gagasan RS Terapung, yang secara empiris mengetahui bagaimana pelayanan kesehatan di daerah Maluku dan daerah DTPK sekitarnya. Kemudian dr. Gita Maya Koemara Sakti, MHA., Direktur Pelayanan Kesehatan Primer (Mewakili Kemenkes), dr. Hanibal Hamidin, M.Kes, Direktur Pelayanan Sosial Dasar Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT), Laksma TNI Dr. IDGN Nalendra J.I., dr., SpB., Sp.B-BTKV (K), Dir RSAL Surabaya yang berpengalaman bertugas di KRI dr. Soeharso., Dr. Kohar Hari Santoso, dr., Sp.An-(K)., Kadinkes Provinsi Jatim, dan Ketua IKA-FK UNAIR Dr. Pudjo Hartono, dr., Sp.OG(K). Rektor UNAIR Prof. Moh Nasih, dalam sambutannya, sangat mengapresiasi dan penghargaan setinggi-setingginya atas upaya ini. Membayangkan dampak yang akan terjadi, ia mengaku “merinding” melihat tekad serta gagahnya desain RS Terapung FK
UNAIR. Apalagi ketika nanti pada lambung kapal akan dituliskan “UNAIR Mengarungi Samodera untuk Selamatkan Anak Bangsa”. ”Sungguh ini sebuah harapan, keinginan, dan semangat yang sangat-sangat mulia. Jadi kegiatan ini harus kita support. Apapun yang diperlukan untuk niatan yang baik, tentu dengan proporsional yang ada, kita akan koordinasikan secara baik pula,” kata Pak Rektor. Ia akui, Indonesia masih menghadapi disparitas, seperti yang dilaporkan Dekan FK Prof. Soetojo bahwa jumlah dokter di Indonesia sebenarnya sudah cukup, tetapi karena keberadaannya yang tidak merata, maka kesenjangan itulah yang masih terjadi. Bagaimana tidak, lanjut Rektor, PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) masih 70% “ngumpul” di Jawa, dari hanya 30% di luar Jawa. “Dari sinilah ada PR (Pekerjaan Rumah) yang harus kita perjuangankan, yaitu di bidang infrastruktur, ekonomi, dan pengembangan SDM. IPM (Indeks Pembangunan Manusia) Indonesia memang lumayan, tetapi pada daerah DTPK kondisi IPM-nya masih memprihatinkan. Pada batas provinsi saja masih saja ada masalah, apalagi di perbatasan negara,” paparnya. Sila kelima “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, memang itu tujuan pembangunan Indonesia. Tetapi, lanjut Rektor, bukan berarti komposisi sarana-prasarana di suatu wilayah harus sama, tetapi disesuaikan dengan proporsi kondisi masing-masing. Tetapi agar pelayanan dasar dan pelayanan primer bisa dilaksanakan di banyak tempat, mulai dari ujung hingga ke ujung wilayah Indonesia, dengan modal ilmu pengetahuan di bidang kesehatan, Rektor yakin kita bisa membantu mengusahakan kesejahtera dan keadilan di bidang kesehatan, tidak terkecuali di pulau terpencil dan daerah terluar. ”Kalau kita tidak memperhatikan mereke, bisa jadi akan menganggu tujuan pembangunan kita. Jika ini yang terjadi, saya
khawatir cita-cita pendiri bangsa dan para pejuang, cita-cita pendiri UNAIR dan pimpinan terdahulu UNAIR bisa tidak akan tercapai. Jadi, abdikan ilmu pengetahuan kita untuk kesejahteraan umat Indonesia mencapai masyarakat berkeadilan sosial,” tandas Rektor Prof. Moh Nasih. (*) Penulis: Bambang Bes
Gebyar Akreditasi Tandai RS UNAIR Raih Akreditasi Paripurna UNAIR NEWS – Acara Gebyar Akreditasi dan Open House Airlangga Health Science Institute (AHSI), menjadi penanda atas capaian akreditasi paripurna yang berhasil diraih oleh Rumah Sakit Universitas Airlangga (RS UNAIR). Akreditasi paripurna sendiri merupakan bentuk pengakuan yang diberikan oleh pemerintah kepada manajemen rumah sakit, karena telah memenuhi standar yang ditetapkan. Acara yang dilaksanakan di Aula Lantai 7 Rumah Sakit Khusus Infeksi (RSKI), pada Selasa (15/11), dihadiri oleh Dirjen Sumber Daya Iptek dan Dikti Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti), Dirjen Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan, Ketua Eksekutif Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) Nasional, Direktur RS UNAIR, jajaran petinggi UNAIR, jajaran pemerintah, dan tenaga medis. Pada sambutan pembuka, Direktur RS UNAIR, Prof. DR. Dr. Nasronudin SpPD-KTI., menjelaskan bahwa langkahnya menuju akreditasi paripurna tidaklah mudah. Ia menjelaskan bahwa sebelumnya, mulanya RS UNAIR terus berupaya memperbaiki sistem
pelayanan hingga manajemen RS UNAIR. Tidak tanggung-tanggung, Prof. Nasron juga menuturkan bahwa ia dan tim kerap menginap di RS UNAIR untuk kesempurnaan akreditasi. “Untuk mencapai akreditasi paripurna ini, bukan kerja biasa, tapi bekerja luar biasa,” tegasnya yang diiringi tepuk tangan hadirin. Guru Besar FK UNAIR tersebut juga menjelaskan bahwa RS UNAIR telah mendapat respon nasional dengan beralihnya tipe rumah sakit tipe C ke tipe B. Selain itu, kini rumah sakit yang mulai beroperasi pada tahun 2011 tersebut sedang proses visitasi akreditasi untuk mendapat pengakuan sebagai Rumah Sakit Pendidikan (RSP). Rektor UNAIR Prof. Dr. Moh. Nasih, SE., MT., Ak., CMA turut hadir dalam acara ini. Dalam sambutannya ia mengatakan, RSUA menjadi RSP pertama di Indonesia. “Dari awal UNAIR sudah berkomitmen untuk RSP. Kini tinggal selangkah. Kita melayani kesehatan juga menyediakan dokter yang profesional, dan menyediakan dokter yang bisa mengabdi ke seluruh indonesia. Tentu kita juga kerjasama dengan FK. RSUA menjadi RSP pertama di Indonesia. Inilah kenapa Gebyar menjadi salah satu caranya,” ujar Prof Nasih. Hadir sebagai salah satu pembicara inti, Dirjen Sumber Daya IPTEK Dikti Prof. Ali Gufron Mukti., M.Sc., Ph.D., sangat mengapresiasi RS UNAIR yang telah berkembang dalam waktu singkat. Ia juga menambahkan bahwa RS UNAIR telah mendapatkan akreditasi paripurna bintang lima. “Di Indonesia yang mendapat akreditasi tersebut masih UNAIR dan UGM,” paparnya. Apresiasi selanjutnya yang diberikan Prof. Ali Gufron yakni atas meningkatnya tipe RS UNAIR dari C ke B. Selain itu, ia juga mendukung langkah RSUA agar bisa menjadi RSP. Di akhir pemaparannya, Guru Besar UGM tersebut berharap bahwa antar
PTN haruslah bersinergi dan saling belajar bersama. “Kami ingin PTN dengan rumah sakitnya punya unggulan-unggulan. Silakan saling belajar, insya Allah kami dukung. Ingat masingmasing rumah sakit di PTN tidak saling bersaing tapi punya skema penelitian dan masing-masing punya unggulan,” jelasnya mengakhiri. (*) Penulis: Nuri Hermawan Editor: Defrina Sukma Satiti
Bakti Sehat, RS UNAIR Layani Operasi Katarak Gratis UNAIR NEWS – Para dokter spesialis mata Rumah Sakit Universitas Airlangga memberikan pelayanan operasi katarak secara gratis kepada masyarakat kurang mampu di sekitar Surabaya. Acara “Bakti Sehat” yang merupakan bagian dari perayaan Dies Natalis UNAIR ke-62 itu dilaksanakan di ruang operasi lantai tujuh RS UNAIR, Sabtu (5/11). Operasi katarak gratis diikuti oleh delapan pasien yang positif mengalami katarak. Mereka berasal dari Surabaya dan Madura. Kedelapan pasien itu ditangani secara langsung oleh tiga dokter spesialis mata RS UNAIR yaitu M. Nurdin Zuhri, dr., Sp.M., Maitri Anindita, dr., Sp.M, dan Indri Wahyuni, dr., Sp.M. Dalam melakukan operasi, ketiganya dibantu oleh tiga orang staf RS UNAIR. Dokter Nurdin selaku koordinator tim operasi katarak mengatakan ada banyak masyarakat yang datang untuk mendaftar. Namun, dari hasil screening yang dilakukan, ada sejumlah pendaftar yang tidak mengalami katarak, melainkan kelainan
mata seperti glaukoma. Sebelum operasi dilakukan, pasien melakukan screening pemeriksaan awal. Selanjutnya, ada beberapa tes kesehatan seperti pemeriksaan tensi dan gula darah. Jika syarat-syarat telah terpenuhi, bisa langsung dilakukan operasi. Selanjutnya, sehari setelah dilakukan tindakan, dilakukan evaluasi terhadap hasil operasi yang telah dilakukan. “Setelah operasi, pasien bisa beraktivitas ringan selama dua minggu. Setelah dua minggu, kalau kondisinya bagus bisa beraktivitas seperti biasa. Kan itu ada irisan, walau kita tutup faktor penyembuhan dua minggu, setelah dua minggu bisa aktivitas seperti semula,” tutur dokter Nurdin. Pada kesempatan ini, Rektor UNAIR Prof. Dr. M. Nasih, S.E., M.T., Ak, melakukan tinjauan pelaksanaan operasi katarak. Melalui bakti sehat ini, Prof. Nasih berharap agar UNAIR bisa memberikan semakin banyak pelayanan kepada masyarakat. “Tidak semua masyarakat memiliki akses untuk melakukan operasi katarak. Bisa memakai BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan), tapi tentu tidak semua masyarakat punya BPJS, dan tidak semua masyarakat punya informasi yang cukup untuk bisa mendapatkan pelayanan. Kita membuka peluang itu bagi masyarakat yang belum terjangkau. Dengan begitu akan semakin banyak yang bisa kita layani,” ujar Prof. Nasih. Sementara itu, di waktu yang bersamaan, berbagai kegiatan bakti sehat dilangsungkan di lingkungan RS UNAIR seperti pemeriksaan dan penyuluhan kesehatan gigi, serta donor darah. Para dokter gigi RS UNAIR memberikan pemeriksaan secara gratis bagi seratus anak. Terkait dengan donor darah, kantong darah yang terkumpul hingga siang hari sudah mencapai 80 buah. Penulis : Binti Q. Masruroh Editor: Defrina Sukma S.
Rumah Sakit UNAIR Resmikan Bank Darah UNAIR NEWS – Guna menunjang pelayanan prima bagi para pasien, Rumah Sakit Universitas Airlangga kembali menambah fasilitas baru. Tepat pada Kamis, (27/10), di lantai tujuh Aula Instalasi Khusus Infeksi, Direktur RS UNAIR bersama pimpinan UNAIR dan perwakilan pimpinan PMI cabang Surabaya meresmikan Bank Darah RS UNAIR. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan, keberadaan Bank Darah merupakan prasyarat untuk akreditasi. Hal ini diungkapkan oleh Direktur RS UNAIR Prof. Dr. Nasronudin, Sp.PD., K-PTI, FINASIM, dalam sambutan acara peresmian tersebut. Prof. Nasron pun lantas berterima kasih kepada Palang Merah Indonesia cabang Kota Surabaya karena sudah memberikan izin untuk mendirikan Bank Darah. “Terima kasih kepada PMI cabang Surabaya karena sudah memberikan kesempatan bagi kami untuk mendirikan Bank Darah di RS UNAIR terkait dengan pelayanan dan produk darah. Ini juga merupakan langkah maju patologi klinik,” tutur Prof. Nasron. Pendirian Bank Darah RS UNAIR itu sendiri merupakan tindak lanjut dari penandatanganan nota kesepahaman antara Direktur RS UNAIR dan Kepala PMI cabang Surabaya. Penandatanganan dilakukan pada tanggal 1 September 2016 lalu. Ke depan, kebutuhan atas stok darah di RS UNAIR tidak lagi harus jauh-jauh ke kantor PMI. Bank Darah RS UNAIR akan menyediakan stok kantong darah dari seluruh golongan setiap bulannya. Diah Puspita Rini, dr., Sp.PK., selaku staf Bank Darah RS UNAIR mengungkapkan, guna menunjang pelayanan, Bank Darah RS UNAIR telah dilengkapi dengan dua unit kulkas dan
alat uji silang serasi bernama gel test. Nantinya, pihak instalasi Bank Darah akan mengisi stok darah dari PMI setiap bulannya. Kemudian, pihak analis medis akan menguji silang serasi antara darah pendonor dan calon penerima.(*) Penulis: Defrina Sukma S. Editor : Dilan Salsabila
RS UNAIR Jadi Percontohan RS PTN Seindonesia UNAIR NEWS – Rumah Sakit Universitas Airlangga dijadikan model sebagai rumah sakit pendidikan bagi perguruan tinggi negeri lainnya di Indonesia. Hal ini diungkapkan oleh Direktur RS UNAIR Prof. Nasronuddin, Sp.PD., K-PTI, FINASIM, di sela-sela acara bertajuk “Forum Group Discussion: Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit Pendidikan dalam Menyongsong MEA”. Acara ini diselenggarakan di hall lantai delapan, RS UNAIR, Senin (5/9). Acara FGD tersebut diselenggarakan oleh Komite Bersama Rumah Sakit Perguruan Tinggi Negeri Pendidikan yang merupakan gabungan dari pihak Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Kementerian Kesehatan, dan pihak-pihak perguruan tinggi negeri yang memiliki rumah sakit akademik. Acara ini dihadiri oleh Rektor UNAIR Prof. Dr. M. Nasih, S.E., M.T., Ak, perwakilan Kemenkes Dr. Ina Rosalina, dr., Sp.A (K)., M.Kes, MH.Kes., perwakilan Kemenristekdikti Ulfiandri, S.H., M.H., dan sejumlah pihak. “Acara ini diselenggarakan oleh Komite Bersama dari Dikti dan
Kemenkes untuk mendiskusikan pengelolaan rumah sakit PTN itu. Jadi, kita menentukan pola dan model pengelolaannya itu bagaimana. Jadi, RS UNAIR dijadikan pilot project. Kalau hasilnya bisa disepakati bersama, bisa diaplikasikan ke RS PTN yang lain,” tutur Prof. Nasron. Sebagai bagian dari perwujudan Tri Dharma Perguruan Tinggi, maka rumah sakit pendidikan juga menyelenggarakan tiga fungsi utama, yakni penelitian, pendidikan, dan pengabdian masyarakat. Demi menjalankan fungsi dan tugas rumah sakit pendidikan, manajemen dari rumah sakit pendidikan tersebut perlu menyediakan dosen yang melakukan bimbingan dan pengawasan terhadap mahasiswa. Oleh karena itu, salah satu hal yang dibahas dalam forum diskusi adalah perihal mengenai status kepegawaian. Menurut Prof. Nasron, sumber daya manusia yang bekerja di RS PTN Pendidikan berasal dari Kemenkes dan Kemenristekdikti. Oleh karena itu, harus ada persamaan persepsi mengenai status kepegawaian. Di RS UNAIR sendiri, profesi dokter merangkap menjadi dosen. Di bidang penelitian, RS UNAIR sendiri telah menyelenggarakan beberapa kali riset di Surabaya. Pada tahun 2013, tim peneliti mengadakan survey kasus demam berdarah di Surabaya. Pada tahun 2014 dan 2015, tim peneliti melakukan deteksi MERS pada jemaah haji embarkasi Juanda, Surabaya. Pada tahun 2016, tim peneliti melakukan penelitian infeksi virus Zika terhadap seratus penderita demam berdarah di Surabaya. “Dari hasil penelitian, maka tidak ditemukan virus Zika pada seratus penderita DB itu. Seandainya ditemukan, maka kami (RS UNAIR) sudah siap untuk merawat,” tutur Prof. Nasron. Diakui, RS PTN Pendidikan memang masih banyak mengalami keterbatasan. Di RS UNAIR sendiri, Prof. Nasron mengakui masih membutuhkan dukungan anggaran dari universitas. Karena ada banyak anggaran yang dialokasikan untuk pembangunan fisik maupun pengajuan akreditasi. Terbukti, pada tanggal 2
September 2016 lalu, status RS UNAIR naik dari rumah sakit tipe C menjadi tipe B. Perwakilan Kemenkes Ina mengatakan, dengan adanya sederet prestasi maupun kemajuan yang telah dilakukan oleh manajemen RS UNAIR, maka diharapkan RS UNAIR bisa menjadi contoh bagi RS PTN Pendidikan yang lain. Ina menuturkan, pihak Kemenkes nantinya akan melihat rasio jumlah dosen dengan mahasiswa, dan jumlah variasi dan jenis kasus penyakit. Hal itu tertulis dalam Permenkes nomor 93 tahun 2015 tentang Rumah Sakit Pendidikan. Selain masalah rasio, ada beberapa poin lain yang perlu diperhatikan, yakni perjanjian kerjasama antara rumah sakit pendidikan dengan fakultas kedokteran, maupun dengan afiliasi, serta keberadaan komite koordinasi pendidikan. Rektor UNAIR Prof. Nasih dalam sambutannya mengatakan ada tiga hal yang perlu diperbaiki dalam manajemen pelayanan RS PTN Pendidikan. Pertama, adalah mendorong kemandirian. Kedua, optimalisasi sumber daya. Ketiga, menjaga serta membangun jejaring yang harmonis terutama dengan rumah sakit pendidikan jenis utama. Penulis: Defrina Sukma S Editor: Faridah Hari
Apresiasi Kontribusi UNAIR, Gus Ipul Kunjungi Pasien Facial Cleft UNAIR NEWS – Kisah kasus facial cleft (celah wajah) pertama kali yang ditangani oleh tim dokter Rumah Sakit Universitas
Airlangga terdengar jajaran Pemerintah Provinsi Jawa Timur, dan Pemerintah Kabupaten Lumajang. Buktinya, pasien celah wajah Tutik Handayani mendapatkan kunjungan dari orang nomor dua di Jatim, Selasa (23/8), di RS UNAIR. Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf didampingi Rektor UNAIR Prof. Dr. Mochammad Nasih, S.E., M.T., Ak, Bupati Lumajang As’at Malik, Wakil Direktur RS UNAIR Prof. M. Amin, dr., Sp.P (K), dan ketua tim dokter kasus celah wajah dr. Indri Lakshmi Putri, Sp.BP-RE (KKF), menjenguk Tutik di ruang lantai delapan RS UNAIR. Dalam kesempatan tersebut, Gus Ipul –sapaan akrabnya– terlihat berdialog dengan Tutik. Setelah mengetahui cita-cita Tutik yang ingin menjadi seorang ustazah, Gus Ipul meminta Tutik untuk membaca salah satu surat dalam kitab suci AlQuran. “Tutik bisa ngaji Al Fatihah, ya. Fasih juga ternyata bacaan calon ustazah ini,” ujar Gus Ipul menghibur Tutik. Di sela-sela dialog, Wagub Jatim juga mengajak bercanda Tutik yang kondisinya kian membaik. Selain itu, Gus Ipul juga memberi wejangan kepada Tutik, agar ia tak perlu malu dalam bergaul dengan teman-teman sebayanya. Pasalnya, selama ini Tutik jarang keluar rumah karena merasa berbeda dengan teman sebayanya. “Alhamdulillah, Tutik bisa bercanda. Setelah ini sembuh ya, Tut. Yang penting Tutik sudah bisa tertawa, saya juga ikut bahagia,” ujar Gus Ipul. “Setelah ini, Tutik gak perlu minder sama teman-temannya, ya, jadi bisa main bareng temen,” imbuhnya. Terkait dengan operasi kasus celah wajah, Wagub Jatim menyampaikan apresiasinya kepada tim dokter RS UNAIR. Menurut Gus Ipul, hal tersebut merupakan prestasi yang membanggakan. Pasalnya, operasi celah wajah ini merupakan kasus pertama yang ditangani tim dokter RS UNAIR. “Jadi, Tutik dengan UNAIR bersinergi. Tutik mendapatkan
perawatan medis, UNAIR semakin terkenal karena mampu menangani kasus ini. Ini prestasi yang luar biasa,” ujar Wagub Jatim itu. Gus Ipul juga menyampaikan bahwa Tutik tidak perlu mengkhawatirkan biaya perawatan medis. Walaupun biaya penanganan medis tidak gratis, ada banyak pihak yang siap membantu. “Biaya gak usah dipikir,” kata Gus Ipul. “Gak ada yang gratis karena pada dasarnya gak ada yang gratis, cuma siapa yang bantu bayar nanti. Mungkin BPJS Kesehatan, mungkin Jamkesda, mungkin dari pak Bupati juga ada,” tambahnya. Dokter Putri yang mendampingi kunjungan pemerintah saat itu mengatakan, bahwa Tutik sudah bisa pulang dua hari lagi (Kamis, 25/8). Namun, Tutik masih harus menjalani operasi tahap selanjutnya, yakni operasi penutupan celah langit-langit dan sudut bibir yang nantinya disesuaikan dengan perkembangan hasil operasi tahap pertama. (*) Penulis : Dilan Salsabila Editor : Defrina Sukma S.