ROLE OF VOLATILE 1 Pendahuluan Kita telah melihat pada bab sebelumnya bagaimana magma bergerak melewati mantel dan kerak. Jika magma mengandung volatile (bahan yang mudah menguap) yang tidak larut maka jika mencapai permukaan akan meletus secara efusiv – hanya mengalir keluar melalui lubang (vent) membentuk aliran atau kubah lava ( tergantung pada kandungan kimia dan tingkat efusinya – chapter 10). Dalam prakteknya, bagaimanapun , sebagian besar letusan yang terjadi secara sub areal melibatkan beberapa derajat ledakan (eksplosif). Sebagaimana dijelaskan dalam bagian 1.2, dalam vulkanologi istilah “eksplosif” digunakan untuk menunjukkan adanya letusan dimana magma terfragmentasi dan dikeluarkan melalui lubang (vent) yang didalamnya mengandung aliran gas. Dalam beberapa kasus ledakan (eksplosif) vulkanik adalah peristiwa transien (ini akan dijelaskan pada bab 7) tetapi sering fragmentasi dapat terjadi terus menerus selama erupsi stabil yang mungkin berlangsung beberapa jam atau hari ( letusan tersebut dibahas pada bab 6). Jadi, dalam sumber lava Hawaiian, dimana pembekuan magma mencapai diameter lebih dari 1 meter yang dibawa ke ketinggian ratusan meter di atass lubang (vent), maupun erupsi plinian, dimana partikel abu dibawa ke ketinggian beberapa puluh kilometer, letusan eksplosif melibatkan magma yang terfragmentasi dikeluarkan dari lubang (vent) didalam aliran gas. Dalam beberapa kasus, letusan eksplosif terjadi karena suatu zat yang mudah menguap seperti air tercampur dengan magma saat mendekati permukaan. Namun, dalam beberapa kasus letusan eksplosif disebabkan karena magma yang naik memiliki volatile (zat yang mudah menguap) terlarut di dalamnya. Saat magma naik ke permukaan dan batas tekanan menurun, zat-zat volatile (mudah menguap) secara bertahap melepaskan diri dari magma membentuk gelembung gas yang didistribusikan keseluruh cairan. Proses ini mirip dengan botol soda ketika dibuka. Ketika minuman ini dimasukkan kedalam botol mereka memiliki karbon dioksida (CO2) yang dipaksa masuk kedalam botol pada tekanan yang tinggi. Pada tekanan yang tinggi CO2 larut dalam cairan. Ketika botol dibuka tekanan berubah menjadi sama dengan tekanan atmosfer. Tingkat kelarutan CO2 dalam cairan lebih rendah pada tekanan yang rendah, sehingga ketika botol dibuka tidak semua CO2 dapat tetap larut, sebagian akan melepaskan diri dari cairan dan membentuk gelembung gas yang memuai dan membuat minuman menguap (fizz). Dalam magma biasanya 95-99% dari massa material yang tererupsi adalah batuan cair, jumlah gas hanya beberapa persen dari beratnya, tetapi sejumlah kecil gas tersebut menyumbang volume yang sangat besar ketika memuai pada tekanan atmosfer, dan pada dasarnya gas tersebut penting di dalam memproduksi letusan eksplosif. Pada bab ini akan membahas tentang gas apa saja yang umumnya terlarut di dalam magma, bagaimana komposisi magma mempengaruhi jumlah gas yang terlarut, dan bagaimana gas-gas terlepaskan dari magma.
2 Volatil (bahan yang mudah larut) dalam magma Ketika magma dalam mantel dan lower crust mengandung berbagai volatile terlarut di dalamnya. Volatile yang paling umum terlarut adalah H2O (air) dan CO2 (karbondioksida). Namun, siapapun yang pernah mengunjungi gunung api aktif mungkin familiar dengan kenyataan bahwa gunungapi juga mengeluarkan banyak gas sulfur ( seperti telur busuk) yang disebabkan oleh penguapan hydrogen sulfide (H2S), dan sering kumpulan sulfur dapat ditemukan di dekat lubang (vent) dan fumarol (fig 5.1). pada kenyataannya campuran sulfur yang paling umum terlepaskan oleh gunung api adalah sulfur dioksida (SO2). Gas sulfur sangat berkaitan dengan magma basaltic – erupsi basaltic akan melepaskan sekitar 10 kali belerang sebanyak letusan rhyolitic dengan ukuran yang sama. Ini merupakan factor penting ketika mempertimbangkan efek letusan gunung berapi pada iklim
(bab 12). Berbagai volatile lainnya dapat ditemukan dalam jumlah yang bervariasi dalam magma, termasuk hydrogen klorida (HCl) dan hydrogen fluoride (HF).
3 Daya Larut Volatiles dalam Magma Jumlah volatile yang dapat larut di dalam magma tergantung pada beberaba faktor; tekanan, komposisi magma, dan temperatur magma. Dari ketiga faktor tersebut yang paling penting adalah tekanan dan komposisi. Untuk memahami sifat volatile pada magma, perlu diketahui tentang beberapa daya larut volatile pada magma yang berbeda. Dari percobaan laboratorium, para ilmuwan telah menemukan rumus ‘solubility laws’ untuk berbagai macam kombinasi volatile magma. Pada H2O yang larut dalam basalt; n = 0,1078 P0,7 Pada H2O yang larut dalam rhyolit; n = 0,4111 P0,5 Pada CO2 yang larut dalam semua jenis magma; n = 0,0023 P Dimana: n = jumlah gas yang larut (dalam persentase berat / wt% ) P = tekanan dalam magma ( dalam megapascal / Mpa ) Persamaan di atas diterapkan jika terdapat salah salah satu volatile terdapat pada magma. Walaupun pada kenyataannya magma sendiri selalu memiliki beberapa volatile. Sehingga fungsi solubility menjadi lebih kompleks karena volutile berinteraksi satu sama lain selain bertiraksi dengan magma sendiri. Dan akhirnya volutile yang larut akan mulai terurai dan membentuk gelembung gas. Secara sederhana grafik di samping menunjukkan daya larut Grafik 5.2 H2O di dalam rhyolite dan basalt sebagai fungsi tekanan dan kedalaman di bawah permukkaan bumi. Diagram tersebut mengilustrasikan beberapa poin penting tentang sifat volatile di dalam magma; o Jumlah air yang dapat larut dalam magma menurun ketika tekanan dalam magma menurun, o Daya larut air di dalam magma rhyolit lebih besar dibandingkan pada magma basalt, o Kurva daya larut menunjukkan jumlah maksimal air yang dapat larut di dalam magma terhadap tekanan, namun demikian bukan berarti magma mempunyai kandungan air yang dapat larut di dalamnya. Sebagai contoh, pada kedalaman 8 km , pada rhyolite magma mampu menyimpan 6 wt% air dalam larutan, namun demikian magma dapat menyimpan kandungan yang lebih kecil, dimana magma tersebut dikatakan belum jenuh dalam air. Pada grafik tersebut menggambarkan jika terdapat 2 jenis magma, rhyolitic dan basaltic. Kita ambil setiap 2 wt% air larut pada kedalaman 7 km (titik A). Selama kenaikan magma tidak mengalami gangguan hingga titik B, tercapai kurva daya larut untuk magma basalt, dimana pada titik tersebut telah dikatakan jenuh di dalam air. Dan jika magma terus bergerak naik, magma akan menjadi sangat jenuh di dalam air. Proses yang sama juga terjadi rhyolite magma, hanya saja untuk mencapai keadaan jenuh, kedalaman magma lebih dangkal dan tekanan lebih rendah dibandingkan pada basaltic magma (titik C).
Grafik di samping membandingkan daya larut H2O dan CO2 pada basaltic dan rhyolitic magma. Diagram tersebut menunjukkan beberapa aspek penting mengenai sifat gas; o Daya larut CO2 pada basaltic dan rhyolitic magma sangat mirip dan lebih rendah daripada daya larut H2O pada basaltic dan rhyolitic magma, o Semakin rendah daya larut CO2 pada basaltic magma menandakan lebih cenderung untuk terurai dari magma pada kedalaman yang lebih besar daripada H2O. Perbedaan antara CO2 dan H2O yang cenderung terurai dapat mempengaruhi sifat sistem magma secara keseluruhan. Sebagai contoh, di dalam puncak kaldera gunung api terdapat magma chamber dengan kedalaman atas 2 km dan kedalaman bawah 6 km dari puncak kaldera. Basaltic magma masuk mengisi magma chamber dari bawah. Seiring berjalannya waktu, daya larut CO2 yang rendah akan merubah magma menjadi sangat jenuh pada volatile sehingga magma yang mencapai magma chamber telah mengandung gelembung CO2. Gelembung CO2 akan bergerak naik hingga puncak magma chamber. Terkadang CO2 akan bergerak naik melewati celah pada batuan yang menyebabkan pelepasan CO2 pada puncak kaldera. Magma pada magma chamber lebih bersifat kurang jenuh pada H2O pada keseluruhan tubuh magma chamber. Sehingga ketika terjadi erupsi, magma lebih cenderung kehilangan CO2 dari pada H2O.
4 Bubble nucleation Pada prinsipnya, gelembung seharusnya membentuk atom di magma secepat mungkin selama jenis volatile yang mudah larut tersaturasi dalam lelehan. Namun, proses nukleasi gelembung tidak sepele. Menurut definisinya nukleasi ini melibatkan molekul dalam jumlah besar yang dating bersama-sama untuk membentuk gelembung stabil dalam gelembung yang mencoba untuk membentuk dirinya sangat kecil, gaya tegangan permukaan berperan untuk mengecilkan gelembung yang pada tingkat molekuler, berarti mendorong molekul volatile kembali kedalam cairan. Pengumpulan molekul jenis volatil yang terjadi secara spontan kedalam gelembung dengan cara ini dinamakan homogenous nucleation . Proses nukleasi ini sangat dibantu jika ada beberapa hal, sebaiknya tidak teratur, permukaan dimana molekul-molekul volatile dapat berkumpul untuk meminimalkan efek dari tegangan permukaan, dalam hal terjadinya nukleasi heterogen. Dengan demikian, nukleasi dibantu oleh adanya Kristal padat, dan Kristal tersebut biasa hadir dalam banyak magma, terutamajika magma telah disimpan dalam dapur magma sebelum letusan cukup lama untuk telah didinginkan di bawah temperatur solidus, sehingga setidaknya salah satu mineral telah mulai mengkristal. Penggunaan Kristal ini dalam magma sebagai tempat terjadinya nukleasi gelembung gas yang memiliki analogi dengan cara uap air mengembun menjadi serbuk motes di atmosfer untuk membentuk hujan. Tentu saja,setiap dapur magma atau dike harus memiliki dinding, dan pada pengamatan pertama ini adalah lokasi potensial
untuk nukleasi gelembung (seperti Anda memegang segelas sampanye melihat lebih dekat pada alira ngelembung nukleasi yang tidak biasa pada dinding gelas kaca ). Namun, magma berbatasan langsung dengan dinding akan relative dingin dan kental, dan faktor-faktor ini mengurangi kemampuan volatile untuk bermigrasi melalui magma ketempat terbentuknya nukleasi. Jika tidak ada pendukung nukleasi dalam magma maka mungkin ada penundaan trivial pada timbulnya pembentukan gelembung, dan magma dapat menjadi amat sangat tersaturasikan, sebanyak kurang lebih 100 MPa, sebelum gelembung mulai terbentuk. Keseimbangan antara tekanan supersaturasi ΔP dan jejari gelembung r adalah: ΔP = 2 r Dimana teta adalah tegangan permukaan, biasanya 0,05 – 0,1 N m-'. Dengan ΔP = 100 MPa, ukuran gelembung awal hanya beberapa nanometer (1 nm = m). Namun, jika nukleasi heterogen pada kristal magma berlangsung pada supersaturasi yang kecil, katakanlah 1 MPa, maka gelembung nukleasi akan berukuran kurang lebih sekitar 1 μm Jika magma telah menjadi sangat jenuh sebelum gelembung mulai terbentuk, akan banyak gelembung yang ternukleasi kurang lebih bersamaan di seluruh magma, dan ini akan berarti bahwa jarak antar gelembung akan lebih kecil jika nukleasi terjadi dalam kesetimbangan dengan penurunan tekanan. Tentu saja, masih harus ada beberapa gerakan molekul volatile untuk mencapai tempat nukleasi bahkan jika magma sangat jenuh, dan gerakan tersebut, oleh difusi melalui magma cair, dibutuhkan waktu yang terbatas. Jadi semakin besar kenaikan kecepatan magma ke permukaan, yang lebih seimbang, dan karenanya semakin jenuh, magma cenderung lebih jenuh. Pada semua tahapan dalam penaikan magma yang exsolving volatile akan ada persaingan antara menambahkan lebih banyak molekul kepada gelembung yang ada dan nukleasi gelembung baru. Jarak antara gelembung merupakan factor utama dalam menentukan seberapa efisien molekul volatile dapat mencapai gelembung terdekat yang ada atau tempat terjadinya nukleasi gelembung baru. Dengan demikian ada atau tidak adanya kristal (dan juga apakah ada banyak Kristal kecil atau sedikit Kristal besar) akan memiliki pengaruh besar pada bagaimana bentuk gelembung dan kelanjutannya.
5 Bubble Growth Setelah gelembung gas telah terbentuk dalam kenaikan magma, gelembung tumbuh secara progresif melalui beberapa kombinasi dari tiga proses: penyebaran banyak gas kedalam gelembung yang ada, dekompresi dan perluasan gas yang ada pada gelembung, dan koalesensi gelembung. 5.1 Growth by dffusion Pertumbuhan dengan difusi melibatkan migrasi kedalam gelembung molekul dari senyaw avolatil yang masih terlarut dalam magma sekitarnya. Volatile utama memasuki gelembung akan menjadi pertama yang telah terlebih dahulu menjadi jenuh sehingga menyebabkan nukleasi gelembung, tetapi beberapa molekul dari setiap volatile yang ada juga akan memasuki gelembung. Proses difusi dari salah satu volatile dipengaruhi oleh banyak faktor, terutama komposisi magma, tempeiature magma, dan campuran dari spesies volatil lain yang ada. Ketika gelembung sangat kecil bahkan sejumlah gas yang relative sedikit menyebabkan peningkatan ukurang elembung yang relative besar. Sebagai molekul gas dalam magma yang paling dekat dengan gelembung adalah yang pertama yang akan ditambahkan ke gelembung, ini membuat gradient konsentrasi sekitar gelembung yang jumlah gas molekulnya dekat itu kecil dibandingkan yang lebih jauh. Konsentrasi gradient ini mendorong molekul kedaerah konsentrasi rendah dan dengan demikian mendorong molekul kearah growing bubble, sehingga pertumbuhan lebih lanjut dapat terjadi (Gambar 5.4). Pertumbuhan dengan diffiusi penting ketika gelembung kecil tetapi menjadi kurang penting ketika gelembung tumbuh lebih besar karena persentase kenaikan volume gelembung untuk penambahan sejumlah tertentu molekul menjadi kurang ketika gelembung tumbuh, dan juga karena gelembung tumbuh maka molekul gas yang tersisa di magma sekitar menjadi lebihs edikit. Dan juga karena penurunan gradient konsentrasi.
Gambar. 5.4 Migrasi dari molekul dari volatile ke dalam gelembung gas dari cairan sekitarnya meningkatkan gradient konsentrasi dalam cairan terdekat (area berbayang). Mendorong molekul kearah growing bubble.
5.2 Growth by decompression Hukum Boyle (salah satu Hukum Gas) menyatakan bahwa: PV = constant atau P1 V1 = P2 V2 di mana P adalah tekanan dalam gas dan V adalah volume yang ditempati oleh gas, dan subskrip 1 dan 2 mengacu pada kondisi sebelum dan setelah perubahan terjadi. Ini berarti bahwa jika tekanan gas berkurang, volume gas akan naik, misalnya gas mengembang. Jadi kenaikan magma dan tekanan yang diberikan di atasnya oleh penurunan batuan sekitarnya, gelembung gas apapun dalam magma juga mengalami penurunan tekanan dan kenaikan volume. Misalnya, jika gelembung terbentuk pada kedalaman sekitar 200 m di bawah permukaan dan tumbuh dengan dekompresi hingga mencapai permukaan tekanan awal pada gelembung, P1 adalah P1 = g h dimana adalah densitas batuan sekitarnya, g adalah percepatan gravitasi dan h adalah kedalaman di bawah permukaan. Jadi untuk = 2800 kg 𝑚−3 , g = 9,81 m𝑠 −2 h = 200 m, P1 tekanan awal, adalah 5,5 MPa. Tekanan di permukaan, P2 adalah 1 bar, yaitu, 0,1 MPa. Oleh karena itu: V2 = (5,5 / 0,1) V1 dimana V2 adalah volume akhir dari gelembung gas dan V1, adalah volume awal. Volume gelembung sebanding dengan radius potong dadu, sehingga peningkatan jari-jari gelembung dalamc ontoh ini ditemukan dari r2 = 551/3 r1 = 3,8 r1 Gambar 5.5 menunjukkan pentingnya difusi dan dekompresi pada pertumbuhan gelembung. Gelembung terbentuk pada kedalaman sekitar 220 m di bawah permukaan dan tumbuh baik dengan difusi dan dekompresi sampai mereka mencapai permukaan. Jari-jari gelembung meningkat dengan factor sekitar 1000 antara kedalaman nukleasi (220 m) dan permukaan (Gambar 5.5). Dekompresi lebih dari jarak -200 m dapat meningkatkan radius gelembung dengan hanya factor sekitar empat, sehingga pertumbuhan gelembung dalam hal ini didominasi oleh difusi. Gambar (5.5) Variasi radius gelembung gas dengan kedalaman di bawah permukaan pada penaikan magma. Selama ini berbagai kedalaman pertumbuhan gelembung dikendalikan terutama oleh difusi molekul volatile dari cairan sekitarnya.
Namun, jika gelembung terbentuk pada kedalaman lebih besar, perubahan tekanan yang dialami oleh gelembung yang lebih besar dan proporsional sehingga pentingnya pertumbuhan dekompresi juga lebih besar.Misalnya, untuk gelembung awalnya terbentuk pada kedalaman 5 km di bawah permukaan, dekompresi saja akan meningkatkan volume gelembung dengan factor lebih dari 1000 dan karenanya jari-jari gelembung dengan faktor 10 pada saat mencapai permukaan .
5.3 Bubble Coalescence Proses akhir dimana gelembung dapat meningkat adalah melalui koalesensi. Ini hanya proses yang signifikan dalam keadaan tertentu, tetapi penting dalam letusan eksplosif transien seperti strombolian dan vulcanian eruptions. Gelembung di dalam magma yang selalu mengapung dibandingkan dengan magma karena kepadatan gas yang dikandungnya rendah. Kemampuan mengapung ini berarti gelembung selalu berusaha naik melalui magma diatasnya bahkan saat magma naik. Kekuatan daya apung yang menyebabkan gelembung naik melalui magma yang dinetralkan oleh gesekan yang diberikan pada gelembung ketika bergerak melalui magma. Selama gelembung tidak naik terlalu cepat mereka dapat menjaga bentuk yang hampir bulat, sehingga gaya apung (FB) dapat didefinisikan sebagai : 𝐹𝐵 = 4 3 𝜋𝑟 3 𝜌𝑚 − 𝜌𝑔 𝑔 dimana r adalah jari-jari gelembung, dan ρm dan ρg adalah magma dan densitas gas, masing-masing. Selama jari-jari gelembung tidak menjadi sangat besar, kekuatan hambatan, FD, dikendalikan hanya dengan viskositas dari magma, η, dan diberikan oleh: FD = 6π η r u di mana u adalah kecepatan munculnya gelembung. Kesetimbangan tercapai di mana gaya gesek sama kekuatan daya apung dan, dengan demikian, kecepatan meningkat, u, dari gelembung adalah: u = [(2/9) (ρm - ρg) g r2] / η distribusi tipikal ukuran gelembung dalam magma yang naik ke permukaan. gelembung terbesar adalah yang paling awal terbentuk di bawah permukaan dan sudah terdifusi dan terdekompresi, gelembung terkecil adalah gelembung yang baru memiliki nukleus. panjang panah gelembung mencerminkan kecepatan kenaikan relatif palung gelembung magma, gelembung terbesar memiliki kecepatan kenaikan terbesar.
Gambar di atas menunjukkan skematik "snapshot" yang diambil dari gelembung dalam magma yang naik ke permukaan. pada waktu tertentu magma akan berisi populasi gelembung berbagai ukuran. saat gelembung mulai terbentuk pada tingkat larutan padat, gelembung baru terus bernukleasi sampai magma tersebut akhirnya meletus. Namun, seperti yang terlihat sebelumnya, proses nukleasi tergantung pada ketersediaan nukleasi dan tingkat kejenuhan dari magma pada waktu tertentu. Namun, pada umumnya magma akan berisi beberapa gelembung yang relatif besar yang terbentuk beberapa waktu yang lalu di level yang lebih dalam di bawah permukaan dan yang telah berkembang melalui difusi dan dekompresi, dan juga beberapa gelembung sangat kecil yang baru saja terbentuk. spektrum ukuran gelembung akan ada di antara dua ekstrem. Semua gelembung meningkat relatif terhadap magma karena daya apung mereka tetapi gelembung besar naik lebih cepat daripada yang lebih kecil. ini berarti bahwa gelembung besar bisa menyusul, gelembung kecil yang lebih lambat. ketika hal ini terjadi ada dua kemungkinan. gelembung kecil dapat tersapu di sekitarnya yang lebih besar, secara efektif terperangkap dalam cairan magma yang bergerak ke samping dan ke bawah untuk membiarkan gelembung yang lebih besar lewat, dan dengan demikian gelembung yang besar terus bergerak ke atas. tetapi jika gelembung kecil cukup dekat dengan yang besar itu dapat menyapu ke belakang gelembung besar. bangun ini terdiri dari beberapa magma cair yang efektif terperangkap di belakang gelembung besar dan bergerak dengan itu melalui sisa cairan. gelembung kecil tidak lagi tertinggal melainkan naik perlahan-lahan melalui cairan bangun dan akhirnya bertabrakan dengan bagian bawah gelembung besar dan menggabung dengan itu, membentuk gelembung, tunggal yang lebih besar. gelembung ini, baru yang lebih besar kemudian naik lebih cepat, menyusul gelembung lebih dan menggabung dengan beberapa dari mereka, tumbuh lebih besar dan bergerak lebih cepat dan sebagainya. ini proses pelarian dapat menyebabkan situasi di mana gelembung tunggal yang besar (disebut siput) dapat mengisi seluruh lebar tanggul atau saluran, menyerap semua gelembung kecil di depan itu seperti terus meningkat.
Gambar 5.7. Menunjukkan keempat urutan ini diambil dari film yang menunjukkan munculnya magma di lubang pada gunung berapi Kilauea, Hawai'I, selama episode pistoning gas. dalam bingkai (a) sampai (c) accumation gas bawah kerak lava menyebabkan kerak lava meningkat semakin tinggi di ventilasi. dalam bingkai (d) gas telah melarikan diri dari bawah kerak lava dengan merobek kerak terpisah dalam sebuah ledakan kecil yang tingkat lava di ventilasi telah jatuh. Dalam magma basaltik, merupakan faktor penting dalam menentukan apakah koalesensi gelembung dapat terjadi adalah meningkat kecepatan magma. Sebuah contoh sederhana akan
menggambarkan mengapa hal ini terjadi. Pertimbangkan magma naik lebih dari jarak 500 m. Jika kecepatan munculnya magma adalah 1 ms-1 maka dibutuhkan 500 detik untuk magma naik 500 m. Jika kecepatan kenaikan magma adalah hanya 0,1 ms-1 maka dibutuhkan 5000 detik untuk bergerak jarak yang sama. Jika gelembung magma meningkat relatif terhadap magma pada kecepatan 0,01 ms1 maka dalam 500 detik itu akan naik jarak 5 m melalui magma atasnya, sedangkan pada 5000 detik itu akan naik 50 m. Dengan demikian, pada saat munculnya magma melalui jarak, magma naik lebih lambat memungkinkan gelembung melakukan perjalanan lebih jauh dibandingkan dengan mereka mulai posisi dalam magma. Gelembung selanjutnya dapat meningkat melalui magma, semakin besar peluang untuk bertabrakan dengan gelembung lainnya dan oleh karena itu untuk koalesensi. secara ekstrim, magma itu sendiri mungkin diam dan gelembung naik melaluinya untuk mencapai permukaan kolam lava di lubang. Naiknya gelembung melalui magma tersebut memberikan gelembung semula terbesar kesempatan posible terbesar untuk menyalip gelembung kecil dan mencapai tahap di mana pelarian tunggal, gelembung besar membentuk, mengisi seluruh tanggul atau saluran. dalam magma basaltik efek ini dapat memanifestasikan dirinya dalam ledakan strombolian yang kuat atau lebih "pistoning gas" lembut (gambar 5.7).
Gambar 5.8. Pengaruh kenaikan magma kecepatan pertumbuhan gelembung untuk awal magma air isi 1 dan 2 wt% dalam magma basaltik. Pada kenaikan magma lebih besar dari ~ 1 m s-1 kecepatan gelembung tumbuh dengan difusi dan dekompresi dengan cara biasa, tetapi pada kecepatan kenaikan yang lebih kecil ada waktu yang signifikan untuk jumlah gelembung koalesensi dan sangat jauh lebih besar gelembung dapat hadir dalam magma mencapai permukaan.
Gambar 5.8 menunjukkan pengaruh kecepatan kenaikan pada gelembung pertumbuhan dua isi gas magma yang berbeda (jumlah gas awalnya terlarut pada kedalaman magma) dalam magma basaltik yang tidak menjadi jenuh. Grafik menunjukkan bahwa pada magma naik kecepatan lebih besar dari 1 ms-1 final Ukuran dicapai oleh gelembung pada saat itu meletus linear tergantung pada kecepatan meningkat dan juga pada Total gas konten. Bubbles tumbuh lebih besar dalam magma dengan tinggi isi gas awal dan dengan kenaikan yang lebih rendah kecepatan. Isi gas yang lebih tinggi menyebabkan gelembung lebih besar karena gelembung mulai terbentuk pada level yang lebih dalam (jenuh terjadi pada level yang lebih dalam) dan dengan demikian gelembung tumbuh oleh dekompresi selama pendakian. Kecepatan kenaikan yang lebih kecil menyebabkan gelembung lebih besar karena gelembung memiliki lebih banyak waktu untuk tumbuh difusi selama pendakian. Untuk
gelembung di magma basaltik meningkat pada kecepatan yang lebih besar dari 1 ms-1, ukuran maksimum bahwa gelembung mencapai biasanya antara 1 dan 10 mm dan pada dasarnya tidak ada gelembung koalesensi terjadi. Pada kecepatan naik kurang dari 1 m s-1, meskipun kandungan total gas masih mempengaruhi ukuran gelembung, koalesensi adalah faktor dominan yang menentukan ukuran akhir gelembung - yang lambat meningkat kecepatannya dan semakin besar ukuran akhir dari gelembung. Ketika Pertumbuhan gelembung dikendalikan oleh koalesensi, gelembung dalam magma basaltik dapat tumbuh hingga ukuran yang lebih besar dari 1 m.
5.6 Magma fragmentation and the influence of volatiles on eruption styles Akibat dari tumbuhnya gelembung gas di magma, ini memberikan kemampuan pada magma untuk berpecah belah. Hal ini merubah dari jenis cair kontinyu mengandung gelembung gas menjadi tubuh gas kontinyu yang mana piroklastik -tetesan atau bekuan dari cairan- terbawa oleh gas. Fragmentasi dapat terjadi karena salah satu dari beberapa alasan, dan ini cenderung dikaitkan dengan komposisi magma, tetapi tidak semata-mata karena itu. Pengamatan tentang semua jenis piroklastik menyatakan bahwa hampir semua batuan piroklastik mengandung vesikel atau gelembung (gambar 5.9),
Gambar 5.9. Ini merupakan lubang yang ditinggalkan oleh gelembung gas vulkanik yang terjebak di dalam piroklastik saat erupsi. Umumnya, gelembung saling berhubungan, sehingga gas vulkanik akan menghilang dan tergantikan oleh udara, dan umumnya bentuk vesikularnya sama dengan batuan piroklastik, dengan kata lain volume dari pecahan clasts atau fragmen yang terdiri dari ruang gelembung adalah 70-80%. Ini memunculkan pemikiran bahwa fragmentasi terjadi ketika gelembung gas dalam magma yang telah tumbuh begitu banyak menimbulkan kemas yang sangat rapat, sehingga dinding cair antara gelembung-gelembung yang lebih besar hancur, hal ini menjadikan gelembung-gelembung besar untuk bergabung menjadi satu.
Gambar 5.9 menampilkan jenis pertumbuhan yang dapat menyebabkan hal ini. Tidak semua gelembung akan saling terhubungkan, dan hal tersebut menjadikan piroklastik yang terbentuk diduga mengandung banyak jebakan gelembung. Tetapi, ada kecenderungan terbentuknya ukuran distribusi yang berbeda dari pembentukan jebakan gelembung tergantung dari komposisi magmanya. Piroklastik lebih berkembang, magma yang sangat kental atau tingkat viskositas tinggi, yang disebut batu apung atau pumice (gambar 5.10), umumnya memiliki ukuran vesikel atau lubang yang lebih kecil dibandingkan dengan piroklastik yang berasal dari magma basalt, yang biasa disebut scoria (gambar 5.11).
Gambar 5.10
Gambar 5.11
Hal ini dikarenakan berkurangnya koalesensi atau tingkat peleburan, kemungkinan besar karena tingkat kejenuhan atau saturasi yang sangat tinggi dan karena nukleasi dari sejumlah besar gelembung kecil, dan sehingga berkurangnya kemampuan molekul volatile untuk menyebar menembus magma kental seperti yang terjadi pada magma basalt. Ini menunjukkan dalam evolusi magma penyebab fragmentasi magma tidak hanya pada kemas tertutup pada gelembung besar. Sering ditemukan bahwa magma kental susah untuk memiliki kemampuan mengalir melewati selaput atau lapisan tipis liquid atau cairan yang memisahkan gelembung. Pada skala waktu dari perubahan tekanan yang mana magma dikenakan karena mempercepat keatas melalui bendungan ke permukaan rheology yang tidak lagi Newtonian, dan ini berkembang menjadi kekuatan yang efektif. Ketika tekanan melampaui batas, magma akan patah seperti batuan solid rapuh lainnya. Seperti pada bab 3, dimana rheology adalah fungsi dari lingkungan tekanan dalam hubungannya dengan tingkah laku pada upper mantel. Terdapat hubungan penting antara gelembung gas dengan fragmentasi magma. Saat proses terjadinya fragmentasi keluar dari magma, di kedalaman tertentu pada bendungan, setiap sekumpulan magma muncul melalui system proses yang sama, dan relatif seragam dan aliran gasnya tetap dan material piroklastik keluar melalui lubang. Ini adalah kebiasaan yang umum pada magma yang kental saat erupsi. Tetapi, apabila terjadi peleburan yang baik pada gelembung, terutama pada titik dimana gelembung besar hampir terisi seluruhnya selebar tanggul, lalu magma muncul meskipun tanggul jauh dari seragam. Sebagai magma yang diantaranya terdapat gelembung besar yang sampai ke permukaan, benda ini dinamakan lava, dan lava ini mengandung gas gelembung yang akan menyapu gas gelembung lainnya yang terlebih dahulu diatasnya. Lava yang keluar ke permukaan akan membeku membentuk kubah berlapis-lapis. Apabila lava keluar dengan cepat, maka akan terbentuk plastic. Sedangkan apabila keluarnya dengan lambat, maka akan terbentuk lapisan yang memiliki retakan dan mudah pecah. Gas yang terperangkap di dalam gelembung yang besar biasanya bertekanan lebih tinggi dari pada atmosphere, sehingga ini menjelaskan kenapa ada pelemparan gumpalan lava dari robeknya kulit pada ledakan strombolian. Ledakan erupsi dibagi menjadi dua kelas utama. Yang pertama magma dengan pemunculan yang relative cepat sehingga menghasilkan piroklastik dengan peleburan gelembung yang hampir seragam, dan gas gelembung tetap pada magma dan berdampingan. Yang kedua magma dengan pemunculan yang lambat atau magma jenis basalt. Tipe ini cenderung menghasilkan piroklastik yang gelembung saling melebur atau bergabung. Dan gelembungnya saling tidak seragam.