PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN REACT DENGAN METODE DEMONSTRASI UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KERJA ILMIAH DAN PRESTASI BELAJAR FISIKA SISWA KELAS VIIID SMPN 1 KARANGPLOSO MALANG Rizka Warna Kaliantin Universitas Negeri Malang E-mail :
[email protected] ABSTRAK: Hasil observasi pembelajaran yang diterapkan di kelas yaitu guru belum memanfaatkan media untuk demonstrasi dan praktikum, siswa tidak diajari dilatih menghubungkan materi yang dipelajari dengan pengetahuannya, guru jarang memberikan latihan soal. Siswa belum diberikan kesempatan untuk memperoleh pengetahuan tentang alat, metode dan prosedur. Prestasi belajar siswa kelas 8D untuk pelajaran fisika adalah 58,13 dengan kemampuan siswa dalam mengingat, memahami, menerapkan masih kurang serta belum pernah dilatih untuk menganalisis. Hanya 6,67% siswa yang nilainya sudah mencapai 75. Hal ini diduga karena model pembelajaran yang diterapkan belum melatih siswa untuk menemukan konsep sendiri dan tidak melatih unjuk kerja siswa. Salah satu upaya untuk memecahkan permasalahan tersebut diterapkan suatu pembelajaran dengan model REACT. Demonstrasi pada awal pembelajaran bertujuan untuk membuat pelajaran fisika menarik. Model pembelajaran REACT ini menuntun mengkonstruksi pengetahuan yang siswa miliki dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian Tindakan Kelas dilakukan dalam dua siklus di kelas 8D SMPN 1 Karangploso Malang yang berjumlah 33 siswa. Data dikumpulkan dengan melakukan observasi, dan tes. Analisis data yang dilakukan adalah deskriptif kualitatif dan juga kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterlaksanaan pembelajaran meningkat dari siklus I sebesar 81,94% menjadi 91,94% pada siklus II dimana sebelum dilaksanakan penelitian guru belum pernah melaksanakan demonstrasi, eksperimen, appliying, dan transferring. Seluruh kemampuan kerja ilmiah siswa mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II. Urutan peningkatan komponen dasar kerja ilmiah dari yang paling tinggi adalah bersikap ilmiah, berkomunikasi ilmiah, mengolah data, dan melakukan percobaan. Prestasi belajar fisika siswa mengalami peningkatan dari siklus I 73,89 menjadi 77,62 pada siklus II. Peningkatan terjadi pada seluruh aspek mengingat (pada relating), memahami (pada experiencing), menerapkan (pada appliying), dan menerapkan (pada transferring). Kata kunci: Model REACT, metode demonstrasi, kemampuan kerja ilmiah, prestasi belajar
Proses pembelajaran merupakan salah satu unsur penting untuk mencapai keberhasilan dalam pembelajaran. Terjadi proses transformasi ilmu pengetahuan serta nilai-nilai selama proses pembelajaran. Terjadi interaksi antara guru dengan siswa yang memungkinkan bagi guru untuk dapat mengenali karakteristik serta potensi yang dimiliki siswa ketika proses pembelajaran berlangsung. Demikian pula sebaliknya, pada saat pembelajaran siswa memiliki kesempatan untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya sehingga potensi tersebut dapat dioptimalkan. Oleh karena itu, pendidikan bukan lagi memberikan stimulus akan tetapi usaha mengembangkan potensi yang dimiliki. Dalam proses pembelajaran banyak komponen yang mempengaruhi hasil belajar, antara lain: tujuan, bahan
atau materi yang dipelajari, strategi pembelajaran, siswa dan guru sebagai subjek belajar, media pembelajaran dan penunjang proses pembelajaran (Sugandi, 2008: 28). Pembelajaran fisika dipandang sebagai suatu proses untuk mengembangkan kemampuan memahami konsep, prinsip maupun hukum-hukum fisika sehingga dalam proses pembelajarannya harus mempertimbangkan strategi atau metode pembelajaran yang efektif dan efisien. Pembelajaran fisika di sekolah menengah pertama merupakan salah satu mata pelajaran IPA yang dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Pengalaman proses sains dan pemahaman produk sains dalam bentuk pengalaman langsung akan sangat berarti dalam membentuk konsep siswa dalam pembelajaran fisika. Berdasarkan hasil observasi pembelajaran pada saat melaksanakan praktik pengalaman lapangan di SMP Negeri 1 Karangploso Malang selama enam minggu di kelas 8D, diketahui bahwa pembelajaran yang berlangsung masih didominasi oleh ceramah. Hal itu dikarenakan ceramah di kelas tidak memakan waktu yang lama baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan. Kelas masih terlihat sunyi dikarenakan siswa tidak banyak menanggapi penjelasan dari guru. Tanya jawab antara guru dan siswa kurang nampak sehingga kelas terlihat pasif. Kegiatan motorik siswa di dalam kelas belum terlihat. Respon atau tanggapan siswa terhadap pembelajaran belum terlihat dengan jelas. Hal ini menyebabkan prestasi belajar siswa menjadi kurang, terlihat dengan masih banyak siswa yang bingung dalam mengejakan soal yang diberikan oleh guru. Selain itu, belum terlihat pemanfaatan media pembelajaran baik untuk demonstrasi maupun praktikum. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran fisika dan beberapa murid kelas 8D, siswa juga jarang melaksanakan kegiatan praktikum. Siswa kurang mengerti tentang praktikum atau percobaan fisika dikarenakan guru sangat jarang menyampaikan materi fisika dengan metode eksperimen maupun demonstrasi. Padahal eksperimen merupakan metode yang dibutuhkan untuk menata konsep materi fisika dengan baik. Siswa berperan aktif menemukan konsep secara langsung dari apa yang mereka lakukan selama praktikum,. Hal ini dikarenakan guru juga kurang telaten untuk melakukan praktikum dan demonstrasi. Menurut guru, banyak siswa yang tidak tertarik dengan pelajaran fisika. Banyak siswa yang tidak menghiraukan saat guru menyampaikan materi, terbukti dengan banyaknya siswa yang keluar masuk kelas dengan alasan ke kamar mandi serta banyak siswa yang mengobrol dengan temannya. Dari data awal yang diperoleh dari guru fisika SMP Negeri 1 Karangploso Malang, diketahui bahwa nilai rerata ujian harian siswa kelas 8D untuk pelajaran fisika adalah 63,875 dan 58,13. Nilai tersebut masih di bawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum) yang ditentukan yaitu 75. Presentase siswa yang lulus untuk ujian pertama sebanyak 21,875% dan untuk ujian kedua sebanyak 6,67% yang semestinya masih bisa ditingkatkan lagi. Dibutuhkan solusi untuk mengatasi masalah tersebut, salah satunya dengan menerapkan model dan metode pembelajaran yang tepat. Model pembelajaran yang digunakan diharapkan dapat melibatkan siswa secara aktif dan mampu memberi pengalaman langsung pada siswa sehingga kemampuan kerja ilmiah dan prestasi belajar siswa dapat meningkat. Model pembelajaran fisika yang mampu membantu siswa tidak hanya sekedar memahami konsep tetapi juga menemukan konsep sendiri ialah model pembelajaran REACT (Relating, Experiencing,
Appliying, Cooperating, dan Transfering. Model pembelajaran REACT adalah model pembelajaran yang membantu guru untuk menanamkan konsep pada siswa. Siswa diajak menemukan sendiri konsep yang dipelajarinya, bekerja sama, menerapkan konsep tersebut dalam kehidupan sehari-hari dan mentransfer dalam kondisi baru (Sri Rahayu dalam Yuliati, 2008:60). Pembelajaran dengan model pembelajaran REACT menuntun siswa untuk dapat mengkonstruksi pengetahuan yang siswa miliki dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga siswa dapat membangun sendiri informasi dan pengetahuan awal yang dimilikinya. Selain itu juga diperlukan metode yang sesuai untuk menambah daya tarik siswa terhadap pelajaran fisika. Metode yang diharapkan dapat membuat siswa belajar secara langsung tentang fenomena atau kejadian fisika. Metode pengajaran dimana guru dapat memperagakan kejadian baik secara langsung maupun melalui media adalah demonstrasi. Siswa mendapat pengalaman dan kesan sebagai hasil pembelajaran dengan metode demonstrasi sehingga lebih melekat dalam diri siswa.
METODE Penelitian yang akan dilaksanakan ini termasuk dalam pendekatan kualitatif karena data yang diperoleh dalam penelitian nanti dinyatakan dalam bentuk verbal yaitu berupa kata-kata. Penelitian yang akan dilaksanakan digunakan untuk mendeskripsikan peristiwa yang dilaporkan, sehingga penelitian yang akan dilaksanakan termasuk dalam penelitian kualitatif bersifat deskriptif yang dilaksanakan selama dua siklus pembelajaran, sesuai dengan yang diartikan dalam Moelong (2011:11), bahwa dalam penelitian deskriptif data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka.Peneliti berusaha melihat, mengamati, merefleksi dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran yang berlangsung. Jenis penelitian ini mengacu pada tempat dan konteks dimana penelitian dilakukan. Oleh karena itu penelitian ini diberi nama penelitian tindakan kelas. Penelitian ini didahului dengan observasi awal yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi tentang kegiatan pembelajaran yang selama ini berlangsung. Informasi yang diperoleh dari observasi awal diantaranya adalah metode pembelajaran yang digunakan selama ini dan kesulitan guru dalam pembelajaran.. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas 8I SMP Negeri 1 Karangploso Malang semester genap tahun ajaran 2013/2014. Jumlah kelas dua yang terdapat di SMP Negeri 1 Karangploso ada delapan kelas. Diantara delapan kelas itu, yang akan dijadikan objek penelitian ini adalah siswa kelas 8D yang berjumlah 33 siswa. Penelitian ini mengacu pada rancangan penelitian model Hopkins (dalam Arikunto, 2009:105) di mana setiap siklus terdiri dari tiga langkah yang terdiri dari: (1) perencanaan tindakan, (2) pelaksanaan tindakan dan pengamatan (observasi), dan (3) refleksi. Data yang akan diambil dalam penelitian ini meliputi keterlaksanaan model pembelajaran REACT, kemampuan kerja ilmiah fisika siswa, dan prestasi belajar fisika siswa. Data-data tersebut diperoleh selama penelitian berlangsung sesuai dengan rancangan penelitian yang telah
ditentukan sebelumnya. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan catatan lapangan, observasi, dan tes formatif. Analisis data dalam penelitian ini bersifat kualitatif (berupa kata-kata dan kalimat) dan kuantitatif (berupa angka). Analisis data ini dilakukan oleh peneliti setelah proses penelitian telah mendapatkan data sesuai tujuan penelitian. Teknik analisis data dalam penelitian ini meliputi mereduksi data, paparan data, penarikan kesimpulan dan verifikasi. Prosedur penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitian ini sesuai dengan pendapat Arikunto (2009:16), ada empat tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Penelitian yang dilaksankan terdiri dari siklus I dan siklus II. HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Data pada Refleksi Awal Observasi awal dalam penilitian ini dilakukan pada tanggal 20 Januari 2014 oleh peneliti ke SMP Negeri 1 Karangploso Malang yang terletak di Jl. Pb. Sudirman no 49 Malang. Adapun tujuan dari observasi ini adalah melihat keadaan kelas pada saat pembelajaran. Terlihat bahwa metode ceramah masih dominan dilakukan oleh guru pada saat menyampaikan materi. Kelas masih terlihat sunyi dikarenakan siswa tidak banyak menanggapi penjelasan dari guru. Tanya jawab antara guru dan siswa kurang nampak sehingga kelas terlihat pasif. Kegiatan motorik siswa di dalam kelas belum terlihat. Respon atau tanggapan siswa terhadap pembelajaran belum terlihat dengan jelas. Selain itu, belum terlihat pemanfaatan media pembelajaran baik untuk demonstrasi maupun praktikum. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran fisika dan beberapa murid kelas 8D, siswa juga jarang melaksanakan kegiatan praktikum. Siswa juga kurang mengerti tentang praktikum atau percobaan fisika dikarenakan guru sangat jarang menyampaikan materi fisika dengan metode eksperimen maupun demonstrasi. Hal ini dikarenakan guru juga kurang telaten untuk melakukan praktikum dan demonstrasi. Menurut guru, banyak siswa yang tidak tertarik dengan pelajaran fisika. Banyak siswa yang tidak menghiraukan saat guru menyampaikan materi, terbukti dengan banyaknya siswa yang keluar masuk kelas dengan alasan ke kamar mandi serta banyak siswa yang mengobrol dengan temannya. Dari data awal yang diperoleh dari guru fisika SMP Negeri 1 Karangploso Malang, diketahui bahwa nilai rerata ujian harian siswa kelas 8D untuk pelajaran fisika adalah 63,875 dan 58,13. Nilai tersebut masih di bawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum) yang ditentukan yaitu 75. Dengan presentase siswa yang lulus untuk ujian pertama sebanyak 21,875% dan untuk ujian kedua sebanyak 6,67%.. Temuan Penelitian Hasil temuan penelitian ini mencangkup tindakan peneliti selama proses pembelajaran fisika, kemampuan kerja ilmiah siswa, serta prestasi belajar siswa. (1) Keterlaksanaan model pembelajaran REACT pada pada siklus I sebesar 81,94% dan mengalami peningkatan pada siklus II menjadi 91,11%. (2) Presentase skor total kemampuan kerja ilmiah fisika siswa pada siklus I adalah 61,67 dan mengalami peningkatan pada siklus II menjadi 73,33. (3) Pelaksanaan siklus I penerapan model pembelajaran REACT dengan metode demonstrasi
diperoleh rata-rata prestasi belajar siswa sebesar 73,89 dengan presentase siswa yang tuntas belajar sebesar 51,52%. Sedangkan pada siklus II rata-rata prestasi belajar fisika siswa adalah 77,62. Pada siklus II siswa yang tuntas belajar adalah 23 siswa dari 33 siswa, dengan presentase sebesar 69,7%. Keterlaksanaan Model Pembelajaran REACT dengan Metode Demonstrasi Penerapan model pembelajaran REACT pada siklus I dilaksanakan 3 kali pertemuan. Sedangkan pada siklus II juga 3 kali pertemuan. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:7), “Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri.” Pelaksanaan model pembelajaran dilakukan oleh siswa itu sendiri guna memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep yang ia jumpai dalam kehidupannya. Model pembelajaran REACT dipilih untuk meningkatkan kemampuan kerja ilmiah siswa dan prestasi belajar fisika siswa yang masih rendah berdasarkan observasi awal dan wawancara dengan guru fisika maupun siswa kelas VIIID SMP Negeri 1 Karangploso. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan selama proses pelaksanaan tindakan diperoleh rata-rata keterlaksanaan model pembelajaran REACT dengan metode demonstrasi pada siklus I sebesar 81,94% dan pada siklus II sebesar 91,94%. Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, kedua indikator tersebut telah memenuhi indikator keterlaksanaan model pembelajaran REACT, dimana keterlaksanaan model REACT untuk siklus I masuk dalam katagori baik dan keterlaksanaan model pembelajaran REACT untuk siklus II masuk dalam katagori sangat baik. Selain itu, keterlaksanaan model pembelajaran telah mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II. Peningkatan ini merupakan hasil refleksi yang telah dilakukan oleh peneliti, observer, dan temuan selama tindakan berlangsung setelah tindakan siklus I dengan berusaha memperbaiki kekurangankekurangan pada pelaksanaan siklus I serta mempertahankan kelebihan pada siklus I untuk diterapkan pada siklus berikutnya. Presentase keterlaksanaan model pembelajaran REACT pada tahap relating untuk siklus I adalah 83,33% dan 91,67%. Pada tahap experiencing presentase keterlaksanaannya adalah 82,64% untuk siklus I dan 93,06% pada pelaksanaan siklus II. Tahap appliying untuk siklus I memiliki presentase keterlaksanaan sebesar 83,33% dan meningkat menjadi 91,67% pada siklus II. Selanjutnya untuk tahap cooperating presentase keterlaksanaannya adalah 80% untuk siklus I dan 91,67% untuk siklus II. Pada tahap transferring keterlaksanaannya sebesar 80,95% untuk siklus I dan meningkat menjadi 90,48% pada siklus II. Tahap relating guru mengaitkan materi dengan kehidupan sehari-hari serta melakukan demonstrasi sehingga siswa antusias dalam pembelajaran. Menurut Sri Rahayu dalam Yuliati (2008:61) hal ini sesuai dengan definisi pembelajaran kontekstual sebagai suatu proses pendidikan yang bertujuan untuk membantu siswa memahami makna yang ada pada bahan ajar yang mereka pelajari dengan menghubungkan pelajaran. Kekurangan yang ditemui pada siklus I antara lain pada tahap experiencing, siswa masih belum melaksanakan praktikum dengan baik. Sebagian besar siswa masih bingung dalam memahami langkah-langkah percobaan yang tertera dalam lembar kerja siswa. Hal ini ditunjukkan dari masih banyaknya siswa
yang bertanya pada peneliti saat melaksanakan praktikum. Selain itu siswa masih belum terbiasa membuat hipotesis dan kesimpulan dari percobaan yang mereka lakukan. Pada siklus II guru memperbaiki kekurangan tersebut dengan memperjelas LKS, memberikan pertanyaan diskusi yang lebih detail, dan mendesain alat dengan gambar yang jelas agar lebih mudah dipahami oleh siswa dalam melakukan praktikum. Pada tahap appliying siswa cenderung pasif dalam pembelajaran, siswa masih kebingungan dalam menjawab pertanyaan guru dan mengemukakan pendapat. Selanjutnya pada siklus II guru memperbaiki dengan memberikan motivasi, memancing dan memandu siswa, serta memberikan penguatan kepada siswa sehingga pada siklus II siswa lebih percaya diri dalam menjawab pertanyaan guru dan mengemukakan pendapat. Pada tahap transferring, sebagian besar siswa masih mengalami kesalahan saat mengerjakan soal latihan yang diberikan guru. Selain itu, siswa masih kesulitan dalam membuat kesimpulan dari materi pembelajaran yang mereka peroleh. Guru berupaya memperbaiki kekurangan tersebut dengan memberikan contoh soal yang beragam sehingga siswa lebih banyak mendapat aplikasi materi kedalam soal. Selain itu guru juga memberikan banyak pertanyaan terkait materi yang telah diajarkan, sehingga siswa mudah membuat kesimpulan pada akhir pembelajaran. Guru juga memberikan penguatan terhadap jawaban siswa untuk lebih memperjelas kesimpulan yang diperoleh. Pada siklus I siswa masih banyak yang ramai saat kegiatan praktikum dan diskusi berlangsung. Siswa masih sering main-main dengan alat praktikum yang selesai mereka pergunakan. Pada pelaksanaan siklus II guru lebih meningkatkan pengawasan terhadap siswa dengan mengelilingi kelas secara merata dan memperingatkan serta mendekati siswa yang ramai. Guru juga menarik alat praktikum yang selesai digunakan siswa agar siswa tidak menggunakan alat tersebut untuk bermain. Sebelum pelaksanaan siklus II, guru menyampaikan nilainilai yang mereka peroleh selama siklus I berlangsung dengan harapan siswa lebih termotivasi untuk memperbaiki nilai mereka pada siklus II baik penilaian kerja ilmiah maupun prestasi belajar fisika. Kemampuan Kerja Ilmiah Fisika Siswa dengan Adanya Penerapan Model Pembelajaran REACT dengan Metode Demonstrasi Kelas VIIID SMP Negeri 1 Karangploso Malang Kemampuan kerja ilmiah siswa merupakan kemampuan siswa yang diukur selama kegiatan experiencing berlangsung. Kemampuan kerja ilmiah ini terdiri dari empat komponen dasar dimana masing-masing komponen dasar memiliki beberapa indikator. Komponen dasar tersebut adalah melakukan percobaan, mengolah data, berkomunikasi ilmiah, bersikap ilmiah. Siswa dibagi menjadi enam kelompok dimana penilaian dilakukan oleh observer kepada masing-masing kelompok. Skor kemampuan kerja ilmiah siswa yang diperoleh pada siklus I sebesar 61,67 dan 73,33 pada pelaksanaan siklus II. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran REACT mampu meningkatkan kemampuan kerja ilmiah. Faktor penting untuk dapat membuat pembelajaran fisika lebih menarik dan menghasilkan prestasi belajar yang tinggi adalah dengan melibatkan siswa secara aktif dalam mengamati, mengoperasikan alat, berlatih menggunakan objek konkrit sebagai bagian dari pelajaran (Handayanto, 2003:3).
Komponen dasar melakukan percobaan terdiri dari empat indikator penilaian yaitu menggunakan instrument yang sesuai, mengumpulkan data hasil percobaan, melakukan pengukuran yang sesuai untuk mendapatkan keterandalan (reliabilitas) instrument, dan menyusun hipotesis. Pengukuran keempat indikator tersebut melalui lembar observasi penilaian kemampuan kerja ilmiah siswa. Pada siklus I kemampuan kerja ilmiah rata-rata yang diperoleh siswa pada komponen melakukan percobaan ini sebesar 64,58. Rata-rata nilai melakukan percobaan yang diperoleh siswa pada siklus II adalah 72,92. Pada komponen ini terjadi peningkatan dari siklus I dibandingkan dengan siklus II. Kendala yang dihadapi pada pelaksanaan siklus I adalah siswa masih kesulitan melaksanakan praktikum dan menyusun hipotesis. Kekurangan ini diperbaiki guru pada siklus II dengan memperbaiki lembar kerja siswa sehigga lebih mudah dipahami oleh siswa. Selain itu guru juga membimbing siswa dalam menyusun hipotesis percobaan. Komponen dasar mengolah data terdiri dari tiga buah indikator pencapaian. Indikator tersebut adalah memproses data kedalam bentuk tabel, grafik, diagram alur, (flow-chart), dan peta konsep untuk melihat kecenderungan, hubungan, pola dan keterkaitan, antar variabel, dan menganalisis data percobaan, serta menyimpulkan data sesuai dengan tujuan penelitian. Nilai siswa untuk kemampuan mengolah data secara rata-rata adalah 55,53 pada siklus I dan 69,45 pada siklus II. Indikator yang masih kurang selama pelaksaaan siklus I adalah memproses data kedalam bentuk tabel dan grafik serta menganalisis data percobaan. Guru memperbaiki kekurangan tersebut pada siklus II dengan memandu siswa dalam menganalisis data percobaan serta memproses data tersebut dengan mencantumkan pertanyaan diskusi yang terperinci untuk mempermudah siswa. selain itu guru juga berkeliling untuk membantu setiap kelompok menganalisis hasil percobaan. Komponen dasar berkomunikasi ilmiah ini terdiri dari dua bua indikator yaitu menjelaskan data dengan menggunakan simbol fisika yang sesuai dengan tujuan penyelidikan dan membuat laporan tertulis hasil percobaan. Nilai rata-rata siswa untuk aspek berkomunikasi ilmiah ini adalah 60,42 untuk siklus I dan 75 untuk siklus II. Sebagian besar kelompok masih kurang dalam aspek menjelaskan data menggunakan simbol fisika yang sesuai dengan tujuan penyelidikan. Mereka kurag tau symbol fisika yang sesuai dengan data percobaan. Pada siklus II, guru memperbaiki kekurangan tersebut dengan mencantumkan simbol fisika pada lembar jawaban siswa agar siswa mengerti simbol yang harus mereka gunakan dalam menyajikan data hasil percobaan. Komponen dasar bersikap ilmiah terdiri dari satu buah indikator yaitu berani dan santun dalam mengajukan pertanyaan dan berargumentasi. Aspek ini dinilai pada saat siswa berkomunikasi dengan teman mereka, atau dengan guru selama tahap experiencing berlangsung. Agar semua kelompok memiliki nilai pada aspek bersikap ilmiah ini, guru meminta semua kelompok untuk menyampaikan hasil diskusi mereka di depan kelas secara bergantian dan mempersilakan setiap kelompok untuk bertanya dan menanggapi. Kemampuan kerja ilmiah pada aspek bersikap ilmiah diperoleh nilai rata-rata siswa sebesar 66,67 pada siklus I. Nilai rata-rata siswa pada siklus II sebesar 83,33. Mayoritas siswa masih belum menggunakan bahasa yang tegas dan jelas pada saat menyampaikan hasil diskusi mereka di depan kelas. Selain itu, siswa juga masih pasif dalam menanggapi hasil
diskusi teman mereka. Kekurangan ini diperbaiki guru dengan cara mengajari bagaimana presentasi yang baik dan menyampaikan hasil diskusi dengan bahasa yang jelas sehingga mudah dipahami dan didengar oleh teman mereka. Selain itu guru juga mewajibkan setiap kelompok untuk menanggapi maupun bertanya kepada kelompok yang sedang presentasi. Prestasi Belajar Siswa dengan Adanya Penerapan Model Pembelajaran REACT dengan Metode Demonstrasi Kelas VIIID SMP Negeri 1 Karangploso Malang Prestasi belajar yang meningkat merupakan salah satu tujuan yang ingin dicapai dalam proses belajar mengajar. Proses belajar merupakan salah satu indikator dari mutu pengajaran yang mencerminkan mutu pendidikan. Prestasi belajar merupakan kemampuan aktual siswa yang dapat diukur secara langsung melalui berbagai pembuktian, salah satunya adalah tes. Ketuntasan belajar yang digunakan berdasarkan kriteria ketuntasan minimum yang telah ditetapkan oleh sekolah untuk pelajaran fisika. Ketuntasan belajar secara individu harus mencapai 75, dan apabila pencapaiannya kurang dari 75 maka siswa tersebut belum dapat dikatagorikan tuntas dalam belajar ekonomi. Rata-rata prestasi belajar siswa sebelum diadakannya model pembelajaran REACT adalah 58,13 dengan presentase ketuntasan siswa sebesar 6,67%. Berdasarkan analisis prestasi belajar siswa pada siklus I, dapat diketahui bahwa jumlah siswa yang tuntas belajar sebanyak 17 siswa dari total 33 siswa dengan presentase sebesar 51,52 % dan jumlah siswa yang belum tuntas belajar sebanyak 16 siswa atau 48,48 %. Rata-rata prestasi belajar fisika siswa kelas VIIID sebesar 73,89 pada siklus I. Prestasi belajar fisika siswa ini mengalami peningkatan baik dari nilai rata-rata siswa maupun jumlah siswa yang tuntas belajar. Kenaikan prestasi belajar fisika siswa sebesar 15,76 dengan presentase kenaikan jumlah siswa yang tuntas belajar sebesar 44,85%. Dilihat dari prestasi belajar siswa pada siklus II terjadi kenaikan ketuntasan dan rata-rata prestasi belajar siswa. Banyaknya siswa yang mencapai ketuntasan belajar sebanyak 23 siswa atau 69,7 % dan siswa yang belum tuntas sebanyak 10 siswa atau 30,3 %. Rata-rata nilai prestasi belajar fisika siswa adalah 77,62. Maka hal ini terjadi kenaikan ketuntasan belajar yang mencapai pada siklus I 51,52 % sedangkan pada siklus II menjadi 69,7 %. Sehingga terjadi kenaikannya sebesar 18,18 %. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran REACT dapat mengingkatkan prestasi belajar PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan paparan data dan pembahasan tentang model pembelajaran REACT dengan metode demonstrasi, dapat disimpulkan (1) Penerapan Model Pembelajaran REACT dengan metode demonstrasi untuk mata pelajaran fisika sudah terlaksana dengan baik di kelas VIIID SMPN 1 Karangploso Malang. Presentase keterlaksanaan model pembelajaran REACT dengan metode demonstrasi adalah sebesar 81,94% pada siklus I dan meningkat menjadi 91,11% pada siklus II; (2) Kemampuan kerja ilmiah siswa mengalami peningkatan untuk masing-masing komponen dasar. Guru menjelaskan prosedur percobaan secara
lebih terperinci agar siswa lebih mudah dalam melakukan percobaan. Pertanyaan yang tercantum dalam LKS lebih beragam untuk mempermudah siswa dalam mengolah data. Siswa dilatih untuk presentasi dan menyampaikan pertanyaan atau pendapat untuk melatih sikap dan komunikasi ilmiah menjadi lebih baik daripada sebelum diadakan pembelajaran REACT; (3) Prestasi belajar fisika siswa kelas VIIID SMPN 1 Karangploso meningkat dengan diterapkannya penerapan model pembelajaran REACT dengan metode demonstrasi. Rata-rata prestasi belajar siswa sebelum diadakannya model pembelajaran REACT adalah 58,13 dengan presentase ketuntasan siswa sebesar 6,67%. Setelah diterapkan model pembelajaran REACT dengan metode demonstrasi ini rata-rata prestasi belajar fisika siswa menjadi 73,89 dengan presentase ketuntasan siswa sebesar 51,52% pada siklus I. dan pada siklus II rata-rata prestasi belajar fisika siswa adalah 77,62 dengan presentase ketuntasan siswa sebesar 69,7%. Peningkatan ini terjadi untuk setiap aspek ranah kognitif mulai dari mengingat (siswa dilatih pada tahap relating), memahami (siswa dilatih pada tahap experiencing), menerapkan (siswa dilatih pada tahap appliying), dan menganalisis (siswa dilatih pada tahap transferring). Saran Dari hasil penelitian mengenai penerapan model pembelajaran REACT dengan metode demonstrasi pada mata pelajaran fisika kelas VIIID SMPN 1 Karangploso Malang, maka saran yang dapat peneliti sampaikan yaitu; (1) Bagi guru SMPN 1 Karangploso Malang, diharapkan dapat mengimplementasikan strategi pembelajaran yang tepat, dan sesuai dengan masing-masing karakteristik mata pelajaran. Khususnya bagi guru mata pelajaran fisika agar dapat menerapkan model pembelajaran REACT sebagai alternatif model pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan kemampuan kerja ilmiah dan prestasi belajar fisika siswa. Selain itu hendaknya guru lebih memotivasi siswa untuk berani mengungkapkan pendapatnya, sehingga pembelajaran di kelas tidak hanya didominasi oleh guru saja; (2) Bagi siswa, agar dapat belajar dengan giat, karena pembelajaran tersebut akan melatih siswa berpikir kritis, berani mengungkapkan pendapat, mengasah kreativitas siswa, dan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa; (3) Bagi peneliti berikutnya, dapat menggunakan model pembelajaran REACT dengan subyek yang berbeda, guna peningkatan kualitas pembelajaran di kelas dan meningkatkan kemampuan analisis siswa.
DAFTAR RUJUKAN Arikunto, S. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara Arikunto, S, dkk. 2009. Penelitian Tindakan kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara Dawson, C. 2006. Beginning science teaching. Longman Cheshire. National Library of Australia Depdiknas. 2006. Panduan Penilaian Kelompok Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Dimyati, dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Fachrozi, D. 2011. Penerapan Model Pembelajaran REACT untuk Meningkatkan Aktivitas dan Prestasi Belajar Fisika Pokok Bahasan Cahaya Siswa Kelas VIII-D MTs Miftahul Ulum Pamekasan Tahun Ajaran 2010/2011. Skripsi, Program Studi Pendidikan Fisika FMIPA, Universitas Negeri Malang Hamid, A. 2011. Pembelajaran Fisika di Sekolah. (Online), (https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd= 1&cad=rja&uact=8&ved=0CCkQFjAA&url=http%3A%2F%2Fstaff.uny .ac.id%2Fsites%2Fdefault%2Ffiles%2F130814851%2FPembelajaran%2 520Fisika%2520di%2520Sekolah.pdf&ei=OldeU4L7I4b8rAef4YCADw &usg=AFQjCNFENJWqw7vYsCm_yGVSzZZcuXJJEQ&sig2=1e4Itwer 8NCmx2T5cf8bzw), diakses tanggal 20 Oktober 2013 Handayanto, S.K. 2003. Strategi Pembelajaran Fisika. Malang: Universitas Negeri Malang. Indrawati & Wanwan Setiawan. 2009. Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan untuk Guru SD. PPPPTK IPA Mahyudinnor. 2010. Kerja Ilmiah dalam Pembelajaran Fisika, (Online), (http://bdkbanjarmasin.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=22), diakses tanggal 20 Oktober 2013 Moleong, L. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Roesdakarya Sagala, S. 2006. Konsep dan Makna Pembelajaran. Jakarta: Alfabeta Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT. Rineka Cipta Sudjana, N.2009. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo Sugandi, A. 2008. Teori Pembelajaran. Semarang : Unnes Press Syah, M. 2006. Psikologi belajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada Wiriaatmadja, R. 2010. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung. PT Remaja Rosdakarya Yuliati, L.2008. Model-model Pembelajaran Fisika. Universitas Negeri Malang: Lembaga Pengembangan Pembelajaran