Riset Informasi Kesehatan, Vol. 5, No. 2 Juni 2015
Identifikasi rhodamin B pada kembang gula yang beredar di Kota Jambi 1
1.2.3
2
3
Lili Andriani , Armini Hadriyati , Bambang Irwanto Program Studi Farmasi, STIKES Harapan Ibu, Jambi, Indonesia
,
ABSTRAK Latar Belakang: Rhodamin B merupakan zat pewarna tambahan yang dilarang penggunaannya dalam produk-produk pangan. Rhodamin B bersifat karsinogenik, karna dapat menyebabkan kerusakan hati, pembengkakan ginjal, dan kanker. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi ada tidaknya Rhodamin B dalam sampel kembang gula yang beredar di Kota Jambi. Metode:. Penentuan Rhodamin B secara kualitatif dilakukan menggunakan metode kromatografi lapis tipis dengan eluen (n-butanol – asam asetat glasial = 6:4), sedangkan penentuan kadar Rhodamin B secara kuantitatif dalam sampel dilakukan dengan Spektrofotometri UV-Vis Hasil: Dari 9 sampel yang diteliti keberadaan Rhodamin B, terdapat 5 sampel yang positif mengandung Rhodamin B dan 4 sampel negatif mengandung Rhodamin B, dengan kadar tertinggi pada sampel G 0.12578 μg/ml dan kadar terendah pada sampel A 0.044062 µg/ ml Kesimpulan: Terdapat 6 sampel yang mengandung rhodamin B. Kadar rhodamin B tertinggi dihasilkan oleh kembang gula G yaitu sebesar 0.12578 mg/mL sedangkan kadar rhodamin B terendah yaitu pada kembang gula A yaitu 0.044062 mg/mL Kata kunci : Kembang gula, Rhodamin B, Kromatografi lapis tipis, Spektrofotometri UV-Vis
PENDAHULUAN Makanan yang beredar di masyarakat, umumnya ditambahkan zat pewarna. Pada awalnya, makanan diwarnai dengan zat warna alami yang diperoleh dari tumbuhan, hewan, atau mineral, akan tetapi zat warna tersebut tidak stabil oleh panas dan cahaya serta harganya mahal1. Pada saat sekarang diketahui bahwa banyak makanan yang ditambahkan bahan pewarna sintesis. Bahan pewarna sintesis pada dasarnya adalah senyawa kimia yang merupakan bahan asing yang masuk bersama bahan pangan yang dikonsumsi. Apabila penambahan zat warna pada bahan makanan, dosisnya tidak sesuai dengan aturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)2, kemungkinan besar akan terjadi dampak negatif pada kesehatan masyarakat, baik yang bersifat langsung misalnya keracunan ataupun yang bersifat tidak langsung, misalnya pewarna sintetis yang digunakan bersifat karsinogenik3. Rhodamin B merupakan zat warna sintetis yang umum digunakan sebagai pewarna tekstil. Menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan, Rhodamin B merupakan zat warna yang dilarang penggunaannya dalam produkproduk pangan. Rhodamin B dapat menyebabkan iritasi saluran pernafasan,
iritasi kulit, iritasi pada mata, iritasi pada saluran pencernaan, keracunan, gangguan hati dan dapat menyebabkan kanker4. Harga yang relatif murah menjadi salah satu alasan produsen menggunakan zat pewarna tekstil untuk ditambahkan pada produk makanan dan minuman, dan warna makanan menjadi lebih menarik dibanding dengan zat pewarna khusus untuk makanan. Selain itu ketidaktahuan masyarakat tentang zat pewarna apa saja yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan untuk ditambahkan pada makanan5. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi apakah rhodamin B terdapat pada makanan jajanan masyarakat Jambi khususnya kembang gula, mengingat makanan tersebut memiliki warna yang mencolok. Analisis rhodamin B dilakukan melalui identifikasi dengan kromatografi lapis tipis dan penentuan panjang gelombang maksimum sampel dan penentuan kadar dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang 544 nm. METODE PENELITIAN Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitiaan ini adalah: Neraca listrik, penangas air, alat-alat gelas, erlenmeyer, gelas ukur (10 ml, 50 ml, 100 ml) beaker
106
Riset Informasi Kesehatan, Vol. 5, No. 2 Juni 2015
gelas, cawan penguap, batang pengaduk dan camber, plat KLT, pipa kapiler, pipet tetes dan spektrofotometer UV-Vis. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: sabun deterjen, kembang gula, bulu domba, n-heksan, akuades, akuabides, asam asetat 6%, larutan ammonia 10%, rhodamin B, metanol p.a, asam asetat glasial dan n-butanol. Sampel Sampel yang digunakan adalah kembang gula yang diambil dari beberapa tempat di Kota Jambi, yaitu di 3 pasar tradisional, 3 sekolah dasar, dan di 3 tempat-tempat umum, masing- masing tempat di ambil 1 (satu) sampel, sampel di ambil secara acak. Prosedur Penghilangan Lemak Bulu Domba Bulu domba direndam selama 24 jam dengan sabun, kemudian dicuci hingga bersih. Setelah itu dikeringkan. Bulu domba yang telah kering, direndam dengan nheksan selama 2 jam, dikeringkan6. Pembuatan Larutan Standar Sampel masing-masing ditimbang 40 gram, dilarutkan masing-masing sampel dalam 50 ml akuabides dan tambahkan 30 ml asam asetat 6%, kemudian bulu domba dimasukkan kedalam sampel dan dipanaskan diatas penangas air selama 30 menit, sambil diaduk sampai warna terserap. Bulu domba yang berwarna dibilas dengan akuades hingga bersih. Bulu domba yang bersih dimasukkan ke dalam cawan penguap, ditambahkan 30 ml larutan ammonia 10%, dipanaskan di atas penangas air hingga warna bulu domba luntur. Larutan berwarna yang diperoleh dikumpulkan dalam cawan penguap dan diuapkan di atas penangas air hingga diperoleh ekstrak kering, kemudian ekstrak kering di cukupkan kan dalam 5 ml metanol p.a dan disaring pakai kertas saring dan ditotolkan pada plat KLT yang siap pakai6.
Larutan Standar Larutan standar dibuat dengan cara 50 mg rhodamin B dilarutkan dengan 100 ml metanol p.a6. Analisis Kualitatif Kromatografi Lapis Tipis Prinsip uji bahan Pewarna Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah zat warna dalam contoh makanan/minuman diserap oleh bulu domba dalam suasana asam dengan pemanasan, dilanjutkan dengan pelarutan bulu domba yang telah berwarna7. Metode Kromatografi Lapis Tipis diawali dengan pemotongan plat KLT dengan ukuran 6 x 4 cm, kemudian diberi tepi atas dan tepi bawah masing-masing berjarak 1 cm. Larutan senyawa uji dan standar ditotolkan dengan pipa kapiler pada titik penotolan sampai kering. Bejana kromatografi (chamber) di isi dengan fasa gerak (n-butanol : asam asetat glasial dengan perbandingan 6:4 ) setinggi 1 cm, chamber ditutup, dibiarkan fasa gerak merambat naik sampai membasahi kertas saring (penjenuhan bejana). Plat KLT dimasukkan kedalam chamber dengan posisi sedikit miring, kemudian chamber ditutup, dibiarkan fasa gerak merambat naik sampai garis batas atas, kemudian dikeluarkan, dikeringkan dan kromatogram diamati dibawah lampu UV dan dihitung Rf masingmasing bercak. Sampel yang secara KLT menunjukkan adanya Rhodamin B dicatat dan selanjutnya rhodamin B ini diidentifikasi lebih lanjut dengan cara Spektrofotometri UV- Visible. Spektrofotometri UV-Visible Untuk sampel yang secara KLT terbukti mengandung rhodamin B dilakukan identifikasi secara spektrofotometri, larutan induk ekstrak sampel di ambil 3 ml dan dilakukan pengenceran dalam metanol p.a cukupkan 25 ml diukur serapannya dengan spektrofotometri pada panjang gelombang 400-800 nm, di tentukan panjang gelombang serapan gelombang maksimum larutan standar, kemudian dibandingkan hasilnya
107
Riset Informasi Kesehatan, Vol. 5, No. 2 Juni 2015
dengan spektrum rhodamin B.
serapan
maksimum 6 sampel positif mengandung rhodamin B dari 9 sampel yang diteliti yaitu sampel A, B, C, D, F, G. Dilihat dibawah lampu UV 366 nm, Analisis Kuantitatif Pembuatan Larutan Standar Rhodamin B terdapat 7 sampel yang berfluoresensi dan 2 sampel tidak berfluoresensi. Namun hanya 6 20 µg/ml Timbang rhodamin B sebanyak 2 mg, sampel yang nilai Rf nya sama dengan masukan kedalam labu ukur 100 ml, pembanding, dapat dilihat pada gambar 1. Sampel juga dilakukan uji kualitatif tambahkan metanol p.a kemudian di cukupkan 100 ml sampai tanda batas. dengan spektrofotometri UV-Vis dengan Larutan diencerkan dengan metanol membandingkan panjang gelombang sampel Dari hasil uji sehingga didapat konsentrasi larutan4 µg/ml. dengan pembanding. didapatkan 6 sampel panjang gelombangnya Penentuan Panjang Gelombang Serapan hampir mendekati pembanding, yaitu mempunyai selisih ±3 nm dan 3 sampel Maksimum Rhodamin B 4 µg/ml Larutan standar rhodamin B 4µg/ml panjang gelombangnya tidak sama dengan dilakukan pengenceran dengan metanol p.a pembanding, dapat dilihat pada tabel 1. hingga 10 mL kedalam labu ukur, ukur serapan larutan dengan spektrofotometri UV Penetapan Kadar Rhodamin B pada Sampel pada panjang gelombang 400 – 800 nm. Penetapan kadar dilakukan dengan metoda spektrofotometer UV-Vis. Panjang Pembuatan Kurva Kalibrasi Rhodamin B Dari larutan standar dengan konsentrasi gelombang maksimum digunakan karena juga maksimum serta 4 µg/ml, dibuat sederetan larutan dengan kepekaannya berbagai konsentrasi yaitu 1,6 µg/mL; 2 perubahan absorbansi untuk setiap satuan konsentrasi adalah paling besar. Absorban µg/mL; 2,4 µg/mL; 2,8 µg/mL; 3,2 µg/mL. terbaca pada spektrofotometer Masing-masing larutan ini diukur yang 8 serapannya dengan spektrofotometri UV-Vis hendaknya antara 0,2 - 0,8 nm . Didapatkan pada panjang gelombang maksimum persamaan regresi Y = 0,29366 X – 0,05716 rhodamin B. Kemudian dibuat kurva kalibrasi dengan harga koofisien korelasinya (r) = antara serapan dan konsentrasi larutan 0,999, jadi linearitasnya mendekati satu. Hasil kuantitatif pada sampel dari 3 standar. tempat–tempat umum, 2 pasar tradisional Penetapan Kadar Rhodamin B dalam dan 1 dari sekolah dasar dapat dilihat pada Sampel dengan Spektrofotometri UV-Vis. tabel 2. Larutan induk ekstrak sampel diambil 3 mL masukkan ke dalam labu ukur dan dilakukan PEMBAHASAN Hasil uji kualitatif secara KLT dan pengenceran sampai 25 ml dalam metanol kadar menggunakan p.a sampai tanda batas, kemudian larutan penetapan sampel di ukur absorbannya dengan spektrofotometri sinar tampak menunjukkan spektrofotometri UV – Vis pada panjang bahwa kembang gula menggunakan zat gelombang serapan maksimum = 544.00 warna sintetis, yaitu rhodamin B. Hal ini nm dan dihitung kadar menggunakan rumus menunjukkan bahwa zat warna sintetis yang terdapat pada sampel yang dijual dibeberapa Lambert-Beer. tempat di Kota Jambi merupakan zat pewarna yang dilarang penggunaannya HASIL menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Identifikasi Rhodamin B Dalam Sampel Berdasarkan analisa rhodamin B No. 033/Menkes/Per/IX/2012 tentang bahan secara kromatografi lapis tipis terbukti bahwa tambahan makanan. Jenis pewarna sintetis 108
Riset Informasi Kesehatan, Vol. 5, No. 2 Juni 2015
P A B C
P D E F
P G H I
Gambar 1. Hasil KLT dibawah lampu UV 366 nm Tabel 1. Panjang gelombang maksimum masing-masing sampel Nama sampel A ( Gentala Arasy) B (Gor Kota Baru) C (Taman Rimba) D (Pasar 46) E (Pasar Rawasari) F (Pasar Baru) G (SD 74 Kota Baru) H (SD 66 Telanai Pura) I (SD 01 Rawasari)
Panjang Gelombang Max () 541,00nm 542,00nm 541,50nm 543,00nm 540,00nm 542,00nm 544,50nm 530,00nm 530,00nm
Tabel 2. Kadar rhodamin B pada sampel Nama sampel A ( Gentala Arasy) B (Gor Kota Baru) C (Taman Rimba) D (Pasar 46) F (Pasar Baru) G (SD 74 Kota Baru)
Kadar Rhodamin B dalam Sampel 40g (µg/ml) 0,044062 0,060055 0,052133 0,065427 0,057646 0,125780
ini bersifat toksik dan memberikan dampak yang membahayakan bagi kesehatan manusia9. Rhodamin B dapat membahaya kan kesehatan manusia karena tidak dapat dicerna oleh tubuh dan akan mengendap secara utuh dalam hati sehingga dapat menyebabkan keracunan hati. Pengaruh toksisitas yang teramat biasanya bersifat akut saja yaitu yang pengaruhnya cepat terjadi, sedangkan pengaruh yang bersifat kronis tidak dapat diketahui secara cepat karena manusia yang normal memiliki toleransi yang tinggi terhadap racun dalam tubuh dengan adanya mekanisme detoksifikasi. Selain itu pembeli juga diduga tidak mengonsumsi menu yang sama setiap harinya. Efek toksik yang disebabkan oleh makanan yang mengandung pewarna sintetis yang tidak diizinkan dapat timbul pada manusia karena golongan pewarna
Kadar Rhodamin B dalam Sampel (% b/b) 0,00011015 0,00015013 0,00013032 0,00016356 0,00014411 0,00031445
sintetik tersebut memang bukan untuk dimakan manusia. Efek ini tergantung pada banyaknya intake pewarna sintesik yang tidak diizinkan dan daya tahan seseorang karena dalam tubuh manusia terdapat proses detoksifikasi di dalam tubuh10. Menurut Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 4/M-DAG/PER/ 2/2006 bahan berbahaya adalah zat, bahan kimia dan biologi, baik dalam bentuk tunggal maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan hidup secara langsung atau tidak langsung, yang mempunyai sifat racun (toksisitas), karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif, dan iritasi. Rhodamin B merupakan jenis zat yang dinyatakan berbahaya dalam lampiran 1 peraturan Menteri Perdagangan tersebut sehingga penggunaanya sama sekali dilarang dan keberadaannya dalam
109
Riset Informasi Kesehatan, Vol. 5, No. 2 Juni 2015
makanan merupakan suatu pelanggaran dengan sanksi pidana11. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pada makanan dan minuman banyak mengandung rhodamin B. Penelitian pada daerah Hyderabad dan Secunderabad, India, membuktikan bahwa pada jajanan kembang gula mengandung rhodamin B12. Studi pada jajanan anak seperti es doger, kerupuk dan saus yang beredar di Kabupaten Labuahan Batu Selatan, Sumatera Utara menemukan bahwa sebanyak 10% jajanan anak-anak sekolah dasar mengandung rhodamin B13.
9. 10.
11.
12.
KESIMPULAN 13. Sampel kembang gula di Kota Jambi yang diteliti terdapat 6 sampel mengandung rhodamin B dari total 9 sampel. Kadar rhodamin B tertinggi dihasilkan oleh kembang gula G yaitu sebesar 0.12578 mg/mL sedangkan kadar rhodamin B terendah yaitu pada kembang gula A yaitu 0.044062 mg/mL. DAFTAR PUSTAKA 1. Azizahwati D. Analisis Zat Warna Sintetik Terlarang Untuk Makanan yang Berada di Pasaran. Maj Ilmu Kefarmasian. 2007; IV(1):7–8. 2. Badan POM. Bahan Tambahan Pangan. Direktorat SPKP, Deputi III. Jakarta: BPOM; 2013. 3. Seto S. Pangan dan Gizi Ilmu Teknologi Industri dan Perdaganga Internasional. Bogor: Fakultas Tekologi Pertanian; 2001. 4. Departemen Kesehatan RI. Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. Depkes RI; 2004. 5. Yuliarti N. Awas Bahaya Di Balik Lezatnya Makanan. Yogyakarta: Andi; 2007. 6. Hendayana S. Kimia Pemisahan: Metoda Kromatografi dan Elektroforesis Modern. In: Cetakan I. Bandung: PT Remaja Kosdakarya; 2006. 7. SNI 01-2895-1992. Cara Uji Pewarna Tambahan Makanan. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional; 1992. 8. Rohman A. Kimia Farmasi Analisis. Jakarta: Pustaka Pelajar; 2007. 110
KEMENKES RI. Bahan Tambahan Makanan. Kemenkes RI; 2012. Sumarlin L. Identifikasi Pewarna Sintetis pada Produk Pangan yang Beredar di Jakarta dan Ciputat. J Val. 2010; 1(6). Permendag No 04/M-Dag/Per/2/2006. Tentang Distribusi dan Pengawasan Bahan Berbahaya. Jakarta: Depdagri; 2006. Gulla S. Adulteration Pattern in Different Food Products Sold in the Twin Cities of Hyderabad and Secunderabad-India. J Dairyng, Foods HS. 2011; 30(2): 117–21. Silalahi J, Rahman F. Analisis Rhodamin B pada Jajanan Anak Sekolah Dasar di Kabupaten Labuhan Batu Selatano Sumatera Utara. J Indon Med Assoc. 2011; 61(7):293–8.