Risalah ‘Amman, antara Sanjungan Ali Hasan dan Fatwa Sesat Syaikh Shalih Al-Fauzan Hafizahullah RISALAH ‘AMMAN antara Sanjungan Al-Halabi dan
Fatwa Sesat Syaikh Al-Fauzan Tentu belum lupa dari ingatan kita bagaimana Ali Hasan Abdul Hamid Al-Halabi pernah memuji dalam salah satu ceramah atau khutbahnya tentang risalah ‘amman, risalah yang mengajak kepada persatuan agama. Walaupun Ali Hasan Al-Halabi menolak jika risalah ‘amman mengajak kepada persatuan agama, tetapi realita membuktikan bahwa memang risalah itu adalah upaya kepada wihdatul adyan. Kita akan lebih memahami bahwa risalah itu benar-benar ada upaya penyatuan agama dari jawaban Syaikh Shalih Al-Fauzan berikut, Insya Allah Ta’ala ———————————Pada acara Daurah Al-Imam Abdul ‘Aziz bin Baaz Al-‘Ilmiyyah tahun 1431 H yang diselenggarakan di Thoif, dilontarkan sebuah pertanyaan kepada Asy-Syaikh yang mulia Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, anggota hai’ah kibarul ulama’ saudi arabiyah sebagai berikut:
“Aku mendapatkan sebuah ungkapan dalam salah satu risalah, disebutkan disitu:
أﺻﻞ اﻟﺪﻳﺎﻧﺎت اﻹﻟﻬﻴﺔ واﺣﺪ ،واﻟﻤﺴﻠﻢ ﻳﺆﻣﻦ ﺑﺠﻤﻴﻊ ،اﻟﺮﺳﻞ ،وﻻ ﻳﻔﺮق ﺑﻴﻦ أﺣﺪ ﻣﻨﻬﻢ وإنّ إﻧﺎر رﺳﺎﻟﺔ أي واﺣﺪ ﻣﻨﻬﻢ ﺧﺮوج ﻋﻦ ،اﻹﺳﻼم ﻣﻤﺎ ﻳﺆﺳﺲ إﻳﺠﺎد ﻗﺎﻋﺪة واﺳﻌﺔ ﻟﻼﻟﺘﻘﺎء ﻣﻊ اﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ ﺑﺎﻟﺪﻳﺎﻧـــــﺎت اﻷﺧﺮى ﻋﻠـــــ ﺻﻌﺪ ﻣﺸﺘﺮﻛـــــــﺔ ﻓ ﺧﺪﻣﺔ اﻟﻤﺠﺘﻤﻊ اﻹﻧﺴﺎﻧ دون ﻣﺴﺎس
ﺮي ( اﻫـﺰ اﻟﻌﻘﺪي واﻻﺳﺘﻘــﻼل اﻟﻔﺑﺎﻟﺘﻤﻴ ———————— Itulah bunyi pertanyaan yang dilontarkan kepada Fadhilatusy Syaikh Shalih AlFauzan Hafizhahullah Ta’ala. Perlu anda ketahui, bahwa teks arab di atas yang ditanyakan kepada Syaikh Al-Fauzan adalah nukilan dari isi risalah ‘amman yang disanjung oleh Ali Hasan Al-Halabi dalam satu ceramah atau khutbahnya. Sekarang, simak jawaban Syaikh Shalih Al-Fauzan Hafizhahullah Ta’ala: “INI ADALAH UCAPAN SESAT –wal-‘iyadzu billah-… benar, kita beriman kepada seluruh para rasul dan seluruh kitab-kitab, Tetapi mereka, mereka tidak beriman kepada seluruh para rasul, mereka kafir kepada ‘Isa dan kepada Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berkaitan dengan orang-orang Yahudi, dan orang-orang Nashara, mereka kafir kepada penutup para nabi, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam! Mereka juga tidak beriman kepada Al-Qur’an!
Bagaimana kita mengatakan mereka beriman?!!! Sedangkan mereka kafir kepada sebagian para rasul! dan mereka juga kafir kepada sebagian kitab-kitab! Mereka bukanlah mukminin, mereka bukanlah mukminin,
Ini adalah upaya al-khalth (mencampurkan alhaq dan bathil) dan penyesatan umat manusia! wajib mengingkarinya. [selesai jawaban beliau] ——————Saudaraku yang saya hormati, runtutan tahdzir para ulama’ kibar dan masyayikh dari ucapan, perbuatan, dan manhaj Al-Halabi yang sudah tampil di blog ini demikian pula yang belum tampil menunjukkan bahwa pada manhaj Al-Halabi ada kholal dan penyimpangan…. Renungilah penjelasan para ulama’ kibar! Hanyakah disebabkan pembelaan kita terhadap Ali Al-Halabi membawa kita meninggalkan semua tahdzir dan peringatan para ulama’ atasnya? wallahul musta’an….. Kembali kepada alhaq adalah keutamaan, sedangkan terus berjalan di atas kekeliruan adalah kebinasaan dan kesengsaraan……
Download Download teks arab tanya jawab beliau di sini dalam bentuk pdf
Silahkan Audio fatwanya di sini:
Silahkan
Nasehat dan Tahdzir Lajnah Daimah lil Ifta’ (Komite Fatwa) Arab Saudi kepada Ali Hasan AlHalabi Sekarang simak bersama nasehat dan tahdzir
LAJNAH DA’IMAH LIL BUHUTS WAL IFTA’ (Komite Fatwa Arab Saudi) Yang tergabung didalamnya para ulama’ senior dan diketuai oleh AsySyaikh Abdul ‘Aziz Alu Syaikh Hafizhahullah Ta’ala. ————————————– Wahai kiranya apa lagi yang mereka tunggu….. Bukankah para ulama’ kibar telah bersikap? Bukankah para ulama’ senior telah angkat suara? Bukankah para ulama’ yang telah berambut dan berjenggot putih telah menyingkap? ya, mereka telah bersikap, angkat suara, dan menyingkap talbis dan kesesatan serta penyimpangan Ali Hasan Al-Halabi….. Ya Allah, hilangkanlah dari hati-hati kami sikap mengikut tanpa ilmu… Para pembaca rahimakumullah, sudah kita simak pada beberapa pertemuan lalu
penjelasan para masyayikh Ahlussunnah tentang hakekat keadaan Ali Hasan bin Ali bin Abdul Hamid Al-Halabi ….. Asy-Syaikh Ahmad Bazmul, Asy-Syaikh Muhammad Bazmul, Asy-Syaikh Usamah Athoyah, Asy-Syaikh ‘Ubaid Al-Jabiri, Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali, dan juga Asy-Syaikh Ahmad bin Yahya An-Najmi…. Mereka semua telah berbicara tentang Ali Hasan Al-Halabi. Sekarang, mari kita lihat dan simak kualitas keilmuan Al-Halabi yang tertuang dalam kitabnya, dengan itu kita akan tahu bahwa penyimpangan-penyimpangan Al-Halabi memang sudah lama dan tampak. At-Tahdzir min Fitnati At-Takfiir, itulah judul buku karangan Ali Al-Halabi yang banyak dibanggakan beberapa kalangan… Mari simak pernyataan para ulama’ kita tentang kitabnya itu…, Para Ulama’ Kibar yang tergabung dalam AL-LAJNAH AD-DAIMAH LIL IFTA’ WAL BUHUTS (KOMITE FATWA ARAB SAUDI) yang dikepalai oleh: 1. Samahatusy Syaikh Abdul ‘Aziz Alu Syaikh Hafizhahullah dan beranggotakan: 1. Asy-Syaikh
Abdullah
bin
Abdurrahman
Al-Ghudayyan
Rahimahullah 2. Asy-Syaikh Bakr bin Abdillah Abu Zaid Rahimahullah 3. Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan Hafizhahullah Ta’ala Pembaca rahimakumullah, sebelumnya kami ingatkan bahwa fatwa ini dikeluarkan pada tanggal 14 / 6 / 1421 H yaitu sekitar 10 tahun lalu. Ini menunjukkan bahwa Al-Halabi telah mengalami pergeseran aqidah dan manhaj sejak beberapa tahun lamanya, hanyasaja para ulama’ terus berusaha menasehatinya dan bersabar atasnya… Fatwa Lajnah: Setelah menyebutkan pendahuluan dan beberapa keterangan, lanjah mengatakan: “Dan setelah Al-Lajnah mempelajari dua kitab tersebut (yaitu kitab At-Tahdzir min Fitnati At-Takfir dan Shaihatu nadzir karya Ali Hasan Al-Halabi) dan
mendalaminya, maka menjadi jelaslah bagi Lajnah bahwa kitab At-Tahdzir min Fitnati At-Takfir yang ditulis oleh Ali Hasan Al-Halabi dan ia menukilkan pernyataan para ulama’ di muqoddimah dan catatan kaki, mengandung hal-hal berikut: 1. Penulis membangun (tulisannya itu) di atas madzhab murji’ah yang bid’ah lagi bathil. yaitu mereka yang membatasi kekufuran hanya sebatas kufur pengingkaran, pendustaan, dan penghalalan hati. Sebagaimana terdapat pada halaman 6 catatan kaki ke 2 dan halaman 22. Pernyataannya ini bertentangan dengan apa yang Ahlussunnah wal Jama’ah berada di atasnya, yaitu bahwa kufur bisa terjadi dengan keyakinan, ucapan, perbuatan, dan keraguan. 2. tahrifnya (membelokkan maksud) dalam menukil dari Ibnu Katsir rahimahullah dalam Al-Bidayah wan Nihayah 13/18. Dimana ia menyebutkan pada catatan kakinya halaman 15 menukil dari Ibnu katsir: Bahwa Genghis Khan mengklaim tentang (Qanun) Yasiq berasal dari Allah dan bahwa inilah sebab kekufuran mereka.” Ternyata ketika di ruju’ ke referensi yang telah disebutkan tidak didapatkan padanya apa yang ia nisbahkan kepada Ibnu katsir rahimahullah Ta’ala. 3. Taqowwulnya (Bualan dan ucapan dusta) atas Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah Ta’ala pada halaman 17-18, dimana penyusun kitab tersebut menisbahkan kepada beliau (Ibnu Taimiyah) bahwa hukum pengganti menurut Syaikhul Islam tidak kufur kecuali jika didasari ma’rifah, keyakinan, dan penghalalan. Ini murni kebohongan atas Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah Ta’ala, beliau adapah penebar madzhab salaf ahlussunnah wal jama’ah dan madzhab mereka. seperti yang telah lalu, dan ini tidak lain adalah madzhab murji’ah. 4. Tahfirnya (membelokkan) maksud Al-‘Allamah Asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh rahimahullah Ta’ala dalam risalahnya: Tahkimul Qawanin Al-Wadh’iyah. Dimana penyusun kitab tersebut (Ali Al-Halabi) mengira bahwa Syaikh mensyaratkan penghalalan hati, padahal ucapan Syaikh amat jelas seperti jelasnya matahari -pada tulisannya tersebut- diatas (manhaj) ahlus sunnah wal jama’ah sejati. 5. Ta’liqnya (catatan kaki sebagai penjelas) atas ucapan para ulama’ yang ia cantumkan dan menafsirkan ucapan mereka tidak pada mestinya. Sebagaimana pada halaman 108 catatan kaki no.1, hal.109
footnote no.21, dan hal.110 footnote.2 6. Sebagaimana pula dalam kitab tersebut ada sikap peremehan dari berhukum kepada selain Allah, terkhusus pada hal.5 footnote.1, dengan alasan bahwa mementingkan merealisasikan tauhid dalam permasalahan ini ada sifat tasyabbuh kepada orang-orang syi’ah rafidhah-. Ini adalah kekeliruan yang fatal. 7. dan setelah mendalami tulisan kedua Shaihatu Nadzir didapati bahwa ia bagaikan musnad bagi kitab yang telah disebutkan, dan keadaannya keduanya telah disebutkan (atau seperti yang disebutkan). Maka Lajnah Daimah memandang bahwa kedua kitab tersebut tidak boleh dicetak dan disebarkan, tidak boleh pula diedarkan dikarenakan didalamnya terdapat kebathilan dan penyimpangan.” Demikianlah saudaraku pembaca keadaan kitab Ali Hasan Al-Halabi, ini ia tulis bertahun-tahun lalu. Dan karyanya yang sekarang tidak jauh berbeda dengan yang dahulu…. Jangan terkeco dengan keilmuan, hafalan, dan karya tulisnya…. Patokannya bukanlah ia punya karya tulis yang banyak atau punya hafalan yang kuat. Tetapi, sesuaikah aqidah, manhaj, dan amalannya dengan aqidah salafush shalih? Sebagai penutup, Lajnah Daimah memberikan nasehat kepada Ali Hasan AlHalabi dengan nasehat seorang ayah kepada anaknya. “Dan kami menasehati penulis dua buku itu untuk betaqwa kepada Allah pada dirinya dan pada kaum muslimin. Terkhusus para pemudanya. Dan agar ia bersungguh-sungguh dalam menimbah ilmu syar’i dari para ulama’ yang terpercaya keilmuan dan kebaikan aqidahnya. Dan bahwa ilmu adalah amanah sehingga tidak boleh disebarkan kecuali yang mencocoki Al-Kitab dan As-Sunnah. Dan agar ia membersihkan dirinya dari keyakinan-keyakinan seperti ini dan (membersihkan dirinya) dari maslak yang dungu dalam melencengkan ucapan ahlul ilmi. Dan sudah maklum bahwa kembali kepada al-haq adalah keutamaan dan kemuliaan bagi seorang muslim. wallahul muwaffiq.
اﻟﻠﺠﻨﺔ اﻟﺪاﺋﻤﺔ. ﻧﺒﻴﻨﺎ ﻣﺤﻤﺪ وآﻟﻪ وﺻﺤﺒﻪ أﺟﻤﻌﻴﻦﻪ ﻋﻠ اﻟوﺻﻠ ﻟﻠﺒﺤﻮث اﻟﻌﻠﻤﻴﺔ واﻹﻓﺘﺎء. Anggota: Abdullah bin Abdurrahman Al-Ghudayyan Anggota: Bakr bin Abdullah Abu Zaid Anggota: Shalih bin Fauzan Al-Fauzan Ketua: Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Muhammad Alu Syaikh ————————————————— Demikian, semoga dapat diambil pelajarannya. Tentang Ali Hasan, Insya Allah masih berlanjut…. Ikuti terus pernyataan ulama’ kibar lainnya di pertemuan mendatang Diterjemahkan sebisanya dari fatwa Lanjah Daimah, simpan versi arabnya
[ DOWNLOAD ]
Hadits Lemah dan Palsu yang Bertebaran Tentang Bulan Ramadhan Hadits-hadits Palsu dan Lemah yang Sering Disebut di Bulan Ramadhan Sesungguhnya segala pujian hanya bagi Allah, kami menyanjung-Nya, memohon
pertolongan kepada-Nya, memohon ampunan kepada-Nya, dan kami juga berlindung kepada Allah dari kejahatan jiwa-jiwa kami dan dari kejelekan amalanamalan kami. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka sungguh dia termasuk orang yang mendapatkan hidayah, dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah, maka tidak ada seorang pun yang bisa memberikan petunjuk kepadanya. Dan aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak untuk diibadahi dengan benar kecuali Allah satu-satunya, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku juga bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya. Adapun setelah itu, bahwasanya sebaik-baik perkataan adalah Kalamullah, dan sebaikbaik petunjuk adalah petunjuk nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa’ala alihi wasallam, dan bahwasanya sejelek-jelek perkara adalah segala sesuatu yang diadakan-adakan, dan segala sesuatu yang diada-adakan dalam agama ini adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat. Kemudian setelah itu, ketahuilah bahwasanya perbuatan dusta atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam merupakan penyakit berbahaya dan sulit diobati yang telah menyebar (di tengah-tengah umat) seperti menyebarnya api pada tumbuhan yang kering. Pernyakit ini merupakan penjerumus ke dalam kebid’ahan, kesesatan, khurafat, menentang dalil, serta menyimpang dari jalan yang lurus dan jalan kaum mu’minin. Berdusta atas nama nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga menyebabkan pelakunya pantas untuk mendapatkan ancaman berupa tempat duduk dari neraka.[1] Saudara pembaca sekalian, akan kami sebutkan untuk anda beberapa hadits yang dusta (palsu) atas nama nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan juga hadits dha’if (lemah) yang sering disebut pada bulan yang penuh barakah ini, dengan harapan agar anda berhati-hati darinya, tidak mencampuradukkan antara al-haq dengan al-bathil, dan agar urusan (agama) anda benar-benar di atas ilmu. HADITS PERTAMA
ﻨَﺔنَ اﻟﺴﻮنْ ﻳ اﺘﻣ اﻨﱠﺖﺎنَ ﻟَﺘَﻤﻀﻣ رﺎ ﻓ ﻣﺎدﺒ اﻟْﻌﻠَﻢﻌ ﻳﻟَﻮ
ﺎﻠّﻬﻛ “Kalau seandainya hamba-hamba itu tahu apa yang ada pada bulan Ramadhan (keutamaannya), maka niscaya umatku ini akan berangan-angan bahwa satu tahun itu adalah bulan Ramadhan seluruhnya.” Hadits ini adalah hadits yang didustakan atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam (palsu). Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah di dalam Shahihnya [III/190], Abu Ya’la Al-Mushili di dalam Musnadnya [IX/180], dan selain keduanya. Di dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama Jarir bin Ayyub. Tentang rawi yang satu ini, para ulama telah menjelaskan keadaannya, di antaranya: Abu Nu’aim Al-Fadhl bin Dukain mengatakan bahwa dia suka memalsukan hadits. Al-Bukhari, Abu Hatim, dan Abu Zur’ah mengatakan bahwa dia adalah Munkarul Hadits. Ibnu Khuzaimah mengatakan: “Jika haditsnya shahih …”[2] Ibnul Jauzi dalam kitabnya Al-Maudhu’at [II/103] dan juga Asy-Syaukani dalam AlFawa’id Al-Majmu’ah [hal. 74] menghukumi dia (Jarir bin Ayyub) adalah perawi yang suka memalsukan hadits -yakni pendusta-. Lihat Lisanul Mizan [II/302] karya Ibnu Hajar.
HADITS KEDUA
ﺘ أﻣﺮﺎنُ ﺷَﻬﻀﻣر وﺮِيﺎنُ ﺷَﻬﺒﺷَﻌ وﻪ اﻟﺮ ﺷَﻬﺐﺟر “Rajab adalah bulan Allah, Sya’ban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulan umatku.” Hadits ini adalah hadits yang didustakan atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam (palsu). Di dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama Abu Bakr An-Naqqasy. Tentang rawi yang satu ini, para ulama telah menjelaskan keadaannya, di antaranya: Thalhah bin Muhammad Asy-Syahid mengatakan bahwa Abu Bakr An-Naqqasy suka memalsukan hadits, dan kebanyakannya tentang kisah-kisah. Abul Qasim Al-Lalika’i mengatakan bahwa tafsir dari Abu Bakr An-Naqqasy justru
akan mencelakakan hati, tidak menjadi obat bagi hati-hati ini. Dan di dalamnya juga terdapat rawi yang bernama Al-Kisa’i yang dikatakan oleh Ibnul Jauzi sebagai rawi yang majhul (tidak dikenal). Hadits ini diriwayatkan oleh Abul Fath bin Al-Fawaris di dalam Al-Amali dari AlHasan Al-Bashri secara mursal. Al-Hafizh Al-‘Iraqi mengatakan dalam Syarh AtTirmidzi: “Ini adalah hadits dha’if jiddan (sangat lemah), dan dia termasuk haditshadits mursal yang diriwayatkan dari Al-Hasan (Al-Bashri), kami meriwayatkannya dari Kitab At-Targhib Wat Tarhib karya Al-Ashfahani, haditshadits mursal yang diriwayatkan dari Al-Hasan (Al-Bashri) tidak bernilai (shahih) menurut Ahlul Hadits, dan tidak ada satu hadits pun yang menyebutkan tentang keutamaan bulan Rajab.” Ibnul Jauzi dalam kitabnya Al-Maudhu’at [II/117], Adz-Dzahabi dalam Tarikhul Islam [I/2990], dan Asy-Syaukani dalam Al-Fawa’id Al-Majmu’ah [hal. 95] menghukumi bahwa hadits ini adalah hadits palsu, didustakan atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Lihat Lisanul Mizan [VI/202] karya Ibnu Hajar.
HADITS KETIGA
ﻢ ﺷﻬﺮ ﻋﻈﻴﻢ ﺷﻬﺮ ﻣﺒﺎرك ﻓﻴﻪ ﻟﻴﻠﺔﻳﺎ أﻳﻬﺎ اﻟﻨﺎس اﻧﻪ ﻗﺪ أﻇﻠ ﻪ ﺻﻴﺎﻣﻪ وﺟﻌﻞ ﻗﻴﺎم ﻟﻴﻠﻪ ﺗﻄﻮﻋﺎﺧﻴﺮ ﻣﻦ أﻟﻒ ﺷﻬﺮ ﻓﺮض اﻟ ى ﻓﺮﻳﻀﺔ ﻓﻤﺎﻓﻤﻦ ﺗﻄﻮع ﻓﻴﻪ ﺑﺨﺼﻠﺔ ﻣﻦ اﻟﺨﻴﺮ ﻛﺎن ﻛﻤﻦ أد ﺳﻮاه … وﻫﻮ ﺷﻬﺮ أوﻟﻪ رﺣﻤﺔ وأوﺳﻄﻪ ﻣﻐﻔﺮة وآﺧﺮه ﻋﺘﻖ ﻣﻦ اﻟﻨﺎر “Wahai sekalian manusia, sungguh hampir datang kepada kalian bulan yang agung dan penuh barakah, di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan, Allah wajibkan untuk berpuasa pada bulan ini, dan Allah jadikan shalat pada malam harinya sebagai amalan yang sunnah, barangsiapa yang dengan rela melakukan kebajikan pada bulan itu, maka dia seperti
menunaikan kewajiban pada selain bulan tersebut …, dan dia merupakan bulan yang awalnya adalah kasih sayang, pertengahannya adalah ampunan, dan akhirnya adalah pembebasan dari api neraka.” Hadits ini adalah hadits munkar, dikeluarkan oleh Ibnu Khuzaimah di dalam Shahihnya [III/191], dan beliau mengatakan: “Jika haditsnya shahih.” Maksud ungkapan ini adalah bahwa Al-Hafizh Ibnu Khuzaimah ragu (tidak memastikan) penshahihan hadits ini karena derajat sanadnya yang rendah (tidak sampai derajat shahih), maka jangan ada seorangpun yang mengira bahwa hadits ini shahih menurut Ibnu Khuzaimah. Lihat Tadribur Rawi [I/89] karya As-Suyuthi. Hadits ini juga dikeluarkan oleh Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman [III/305], AlHarits bin Usamah dalam Musnadnya [I/412], dan yang lainnya. Di dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama ‘Ali bin Zaid bin Jud’an yang dikatakan oleh para ulama, di antaranya: Ibnu Khuzaimah mengatakan bahwa dia tidak bsa dijadikan hujjah karena jeleknya hafalan dia. Al-Bukhari mengatakan bahwa dia tidak bisa dijadikan hujjah. Di dalam sanadnya juga terdapat rawi yang bernama Iyas bin Abi Iyas yang dikatakan oleh para ulama, di antaranya: AdzDzahabi mengatakan bahwa dia adalah rawi yang tidak dikenal. Al-‘Uqaili mengatakan bahwa dia adalah rawi yang majhul (tidak dikenal) dan haditsnya tidak mahfuzh (yakni syadz/ganjil). Abu Hatim mengatakan: “Ini adalah hadits Munkar.” (Al-‘Ilal karya Ibnu Abi Hatim [I/249]). Lihat Lisanul Mizan [II/169] karya Ibnu Hajar, As-Siyar [V/207] karya Adz-Dzahabi, dan As-Silsilah AdhDha’ifah [II/262] karya Asy-Syaikh Al-Albani.
HADITS KEEMPAT
ﻪ ﺧﻠﻘﻪ إﻟل ﻟﻴﻠﺔ ﻣﻦ ﺷﻬﺮ رﻣﻀﺎن ﻧﻈﺮ اﻟإذا ﻛﺎن أو ﻞ وﺟﻪ ﻋﺰوﻟ، أﺑﺪًاﻪ ﻋﺒﺪٍ ﻟﻢ ﻳﻌﺬِّﺑﻪ إﻟﺎم ﻓﺈذا ﻧﻈﺮ اﻟاﻟﺼﻴ ﻣﻦ اﻟﻨﱠﺎر أﻟﻒ ﻋﺘﻴﻖ ﻳﻮمﻞ ﻛﻓ “Ketika malam pertama bulan Ramadhan, Allah melihat makhluknya, ketika Allah melihat kepada seorang hamba, maka Dia tidak akan mengadzabnya selamanya,
dan Allah ‘azza wajalla pada setiap harinya memiliki seribu hamba yang dibebaskan dari neraka.”[3] Hadits ini adalah hadits yang didustakan atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam (palsu). Di dalam sanadnya banyak rawi yang majhul (tidak dikenal) dan rawi yang dituduh berdusta yaitu ‘Utsman bin ‘Abdillah Al-Qurasyi Al-Umawi AsySyami yang dikatakan oleh para ulama di antaranya: Al-Juzajani menyatakan bahwa dia adalah kadzdzab (pendusta), suka mencuri hadits. Abu Mas’ud As-Sijzi menyatakan dia adalah kadzdzab. Ibnul Jauzi di dalam Al-Maudhu’at [II/104], Ibnu ‘Arraq di dalam Tanzihusy Syari’ah [II/146], Asy-Syaukani di dalam Al-Fawa’id Al-Majmu’ah [hal. 85], dan yang lainnya menghukumi hadits ini sebagai hadits palsu, didustakan atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Lihat Lisanul Mizan [V/147] karya Ibnu Hajar.
HADITS KELIMA
ﻮاﺤﻮا ﺗَﺼﻣﻮﺻ “Berpuasalah, niscaya kalian akan sehat.“ Ini adalah hadits dha’if, dikeluarkan oleh Al-‘Uqaili dalam Adh-Dhu’afa’ [II/92], Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jam AlKabir [1190], dan selain mereka. Di dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama Zuhair bin Muhammad At-Tamimi, riwayat penduduk negeri Syam dari dia adalah riwayat yang di dalamnya banyak riwayat munkar. Dalam sanadnya yang lain, terdapat rawi yang bernama Nahsyal bin Sa’id, dan dia adalah rawi yang matruk (ditinggalkan haditsnya). Ishaq bin Rahuyah dan Abu Dawud AthThayalisi menyatakan dia adalah rawi yang kadzdzab (pendusta). Di samping itu sanadnya juga terputus. Dalam sanadnya yang lain juga terdapat rawi yang bernama Husain bin ‘Abdillah bin Dhamirah Al-Himyari yang dikatakan oleh para ulama di antaranya: Al-Imam Malik menisbahkan dia sebagai rawi yang pendusta. Ibnu Ma’in menyatakan bahwa dia adalah kadzdzab (pendusta), tidak ada nilainya sedikitpun. Al-Bukhari menyatakan bahwa dia adalah munkarul hadits (kebanyakan haditsnya munkar). Abu Zur’ah menyatakan bahwa dia adalah rawi yang tidak ada nilainya sedikitpun, hinakan haditsnya (yakni
yang dia riwayatkan).” Al-Hafizh Al-‘Iraqi melemahkan sanadnya, dan AsySyaikh Al-Albani melemahkan hadits ini. [As-Silsilah Adh-Dha’ifah (253)].
HADITS KEENAM
ٌﺔ أﻣ رﻣﻀﺎن ﻟﻢ ﺗُﻌﻄﻬﻦﺼﺎلٍ ﻓ ﺧﻤﺲ ﺧﺘﻴﺖ أﻣﻋﻄا ﻣﻦ رﻳﺢﻪ ﻋﻨﺪ اﻟ اﻟﺼﺎﺋﻢ أﻃﻴﺐ ﻓَﻢﺧﻠﻮف:ﻗﺒﻠﻬﻢ ﻔﻄﺮوا ﻳﻴﺘﺎن ﺣﺘ ﻟﻬﻢ اﻟﺤوﺗﺴﺘﻐﻔﺮ،ﺴﻚاﻟﻤ “Umatku ini pada bulan Ramadhan diberi lima perangai yang tidak diberikan kepada umat sebelumnya: (1) Bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada aroma misk,(2) Ikan-ikan memintakan ampun untuk mereka sampai berbuka …” Ini adalah hadits dha’if jiddan (sangat lemah). Dikeluarkan oleh Ahmad dalam Musnadnya [II/292, 310], Al-Harits bin Usamah dalam Musnadnya [I/410], dan selain keduanya. Di salam sanadnya terdapat rawi yang bernama Hisyam bin Ziyad bin Abi Zaid yang dikatakan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar sebagai matrukul hadits (ditinggalkan haditnya). Asy-Syaikh AlAlbani menghukumi hadits ini sebagai hadits dha’if jiddan (sangat lemah), sebagaimana dalam Dha’if At-Targhib Wat Tarhib [586].
HADITS KETUJUH
ﻻ اﻓَﻊﺮ ﻳضِ ﻻراْﻻ وﺎءﻤ اﻟﺴﻦﻴ ﺑﻠﱠﻖﻌﺎنَ ﻣﻀﻣ رﺮنﱠ ﺷَﻬا ِﻄْﺮ اﻟْﻔﺎةﻛﺑِﺰ “Sesungguhnya bulan Ramadhan itu tergantung di antara langit dan bumi, tidaklah bisa diangkat kecuali dengan zakat fitrah.” Ini adalah hadits dha’if. Diriwayatkan oleh Ibnu Shishri di dalam Al-Amali dan bagian hadits ini hilang, juga diriwayatkan oleh Ibnu Syahin di dalam At-Targhib, dan Ibnul Jauzi di dalam Al-‘Ilal Al-Mutanahiyah [II/499]. Di dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama
Muhammad bin ‘Ubaid yang dikatakan oleh Ibnul JAuzi bahwa dia adalah majhul (tidak dikenal). Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan setelah menyebutkan hadits ini di dalam Lisanul Mizan [V/276]: “Dia adalah rawi yang tidak ada satupun yang mengikutinya.” Asy-Syaikh Al-Albani mendha’ifkan hadits ini di dalam As-Silsilah Adh-Dha’ifah (43). -Ditulis secara ringkas oleh Abu Zur’ah Sulaiman bin ‘Ali bin Syihab As-Salafy-. Dan diterjemahkan secara ringkas[4] pula dari http://sahab.net/forums/showthread.php?t=380588 ditambah sedikit catatan kaki dari penerjemah. Wallahu a’lam bish-shawab.
[1] Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
اﻟﻨﱠﺎرﻦ ﻣﺪَهﻘْﻌ ﻣاﻮﺘَﺒﺪًا ﻓَﻠْﻴﻤﺘَﻌ ﻣَﻠ ﻋﺬَب ﻛﻦﻣ “Barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaknya dia mempersiapkan tempat duduknya di neraka.” [Muttafaqun ‘Alaihi dari shahabat Abu Hurairah, Al-Mughirah bin Syu’bah, dan yang lainnya] [2] Ungkapan seperti ini menunjukkan bahwa beliau tidak memastikan keshahihan hadits sebagaimana yang akan disebutkan dalam penjelasan hadits ketiga setelah ini. Wallahu a’lam. [3] Demikian lafazh yang tercantum dalam sumber rujukan. Namun di dalam sebagian referensi, -dengan keterbatasan pengetahuan kami-, ditemukan ada perbedaan lafazh, yaitu tentang jumlah hamba yang dibebaskan dari neraka, di referensi tersebut disebutkan berjumlah satu juta. Wallahu a’lam. [4] Sengaja bagian yang tidak kami terjemahkan adalah beberapa istilah muhadditsin atau istilah dalam ilmu hadits yang belum bisa kami terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan tepat. Tetapi insya Allah tidak akan mengubah isi dan substansi pembahasan. Wallahu a’lam.
Sumber: http://www.assalafy.org/mahad/?p=533
Meninggalkan Maksiat di Bulan Ramadhan, dan Berniat Mengulanginya di Bulan Lain Meninggalkan kemaksiatan ketika Ramadhan, tetapi dengan niat akan mengulanginya lagi di bulan yang lain, Maka dia teranggap sebagai orang yang terus menerus melakukan kemaksiatannya itu[1]. Syaikhul Islam Abul ‘Abbas Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata dalam Majmu’ Al-Fatawa [X/743-744] -ketika menjelaskan bentuk terus-menerusnya orang yang berbuat maksiat-: “Dan terkadang seseorang dikatakan terus menerus berbuat maksiat ketika dia bertekad untuk melakukannya (maksiat tersebut) pada waktu tertentu dan tidak pada waktu yang lain, seperti seseorang yang bertekad untuk meninggalkan kemaksiatan pada bulan Ramadhan tetapi tidak demikian pada bulan yang lain, maka dia bukan termasuk orang yang benar-benar bertaubat secara mutlak. Namun orang yang meninggalkan perbuatan (maksiat) pada bulan Ramadhan akan diberi pahala manakala upaya dia dalam meninggalkan maksiat tadi karena Allah, dan dalam rangka mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, serta menjauhi segala sesuatu yang diharamkan-Nya pada bulan tersebut. Akan tetapi dia bukan termasuk orang yang benar-benar bertaubat, yang akan diampuni dosanya dengan taubat dia, dan bukan pula orang yang dikatakan terus menerus berbuat maksiat secara mutlak[2]. Adapun orang yang terus menerus (berbuat maksiat) sebagaimana yang disifatkan oleh Ibnul Mubarak adalah jika di antara niatnya adalah mengulangi minum khamr.[3] Aku (Ibnu Taimiyyah katakan):
Dan orang yang meninggalkan maksiat pada bulan Ramadhan, dan di antara niatnya adalah mengulanginya pada selain bulan Ramadhan, maka dia termasuk orang yang terus-menerus (berbuat maksiat itu) juga.” -selesai perkataan Ibnu Taimiyyah-. Aku memohon kepada Allah agar Dia memberikan rizki untuk kita semua taubat yang sebenar-benarnya, dan agar Dia menjauhkan kita semua dari segala bentuk kemaksiatan dan terus-menerus berbuat maksiat selama hidup kita. Amin.
Diterjemahkan dari: http://sahab.net/forums/showthread.php?t=380510 Dengan tambahan catatan kaki dari penerjemah.
[1] Di antara syarat taubat adalah meninggalkan perbuatan maksiat dan bertekad untuk tidak mengulanginya lagi. Sehingga apabila seseorang telah meninggalkan suatu perbuatan maksiat, namun masih ada padanya keinginan dan tekad untuk mengulanginya lagi, maka dia belum dikatakan orang yang jujur dan sungguhsungguh dalam taubatnya. Allah ta’ala menyebutkan beberapa sifat orang yang bertaqwa (dalam surat Ali ‘Imran: 133-136), di antaranya adalah: “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka Mengetahui.” [Ali ‘Imran: 135]. [2] Jadi orang yang mengulangi perbuatan maksiatnya, apakah dia dikatakan terus-menerus berbuat maksiat ataukah tidak, sangat terkait dengan niat dan tekad si pelakunya sebagaimana yang akan dijelaskan oleh Ibnul Mubarak setelah ini. Pelaku kemaksiatan yang bertekad untuk mengulanginya di waktu yang lain tentunya berbeda dengan orang yang megulanginya karena kealpaan atau kelalaian dirinya, selama dia sudah bertekad dengan jujur untuk tidak mengulanginya. Wallahu a’lam.
[3] Nampaknya perkataan beliau ini dalam konteks pembicaraan tentang peminum khamr yang meninggalkan kemaksiatannya ini. Wallahu a’lam. Sumber: http://www.assalafy.org/mahad/?p=529
Nasehat Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baaz dalam Menyambut Ramadhan Nasehat Ulama dalam Menyambut Bulan Ramadhan Oleh: Samahatusy Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz rahimahullahu ta’ala Beliau rahimahullah pernah ditanya: Samahatusy Syaikh, apa nasehat anda kepada kaum muslimin dan kita semua, dalam rangka menyambut datangnya bulan (Ramadhan) yang memiliki keutamaan ini? Beliau menjawab: Nasehatku kepada seluruh kaum muslimin dalam menyambut bulan Ramadhan adalah hendaklah mereka bertakwa kepada Allah jalla wa’ala, dan hendaklah mereka bertaubat dari semua perbuatan dosa yang telah lalu dengan taubat yang benar, serta hendaklah mereka memahami agama ini dengan baik dan mempelajari hukum-hukum tentang masalah puasa dan juga hukum-hukum yang berkaitan dengan amalan pada bulan ini, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: اﻟﺪﻳﻦﻪ ﺑﻪ ﺧﻴﺮاً ﻳﻔﻘﻬﻪ ﻓﻣﻦ ﻳﺮد اﻟ “Barangsiapa yang Allah kehendaki dengannya kebaikan, maka ia akan difahamkan dalam masalah agama.” [Muttafaqun ‘alaihi][1] Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda : وﺳﻠﺴﻠﺖ اﻟﺸﻴﺎﻃﻴﻦ، وﻏﻠﻘﺖ أﺑﻮاب اﻟﻨﺎر،إذا دﺧﻞ رﻣﻀﺎن ﻓﺘﺤﺖ أﺑﻮاب اﻟﺠﻨﺔ “Apabila telah memasuki bulan Ramadhan, maka dibukalah pintu-pintu Al Jannah, ditutuplah pintu-pintu An Naar dan para syaithan dibelenggu.” [Muttafaqun ‘alaihi][2] Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda : ﻳﺎ:ٍإذا ﻛﺎن أول ﻟﻴﻠﺔ ﻣﻦ رﻣﻀﺎن ﻓﺘﺤﺖ أﺑﻮاب اﻟﺠﻨﺔ وﻏﻠﻘﺖ أﺑﻮاب ﺟﻬﻨﻢ وﺻﻔﺪت اﻟﺸﻴﺎﻃﻴﻦ وﻳﻨﺎد ﻣﻨﺎد ﻛﻞ ﻟﻴﻠﺔﻪ ﻋﺘﻘﺎء ﻣﻦ اﻟﻨﺎر وذﻟﻚ ﻓ وﻟ، اﻟﺸﺮ أﻗﺼﺮ وﻳﺎ ﺑﺎﻏ، اﻟﺨﻴﺮ أﻗﺒﻞﺑﺎﻏ
“Apabila memasuki awal malam di bulan Ramadhan maka dibukalah pintu-pintu Al Jannah, ditutuplah pintu-pintu Jahannam dan para syaithan dibelenggu. Kemudian berserulah seorang penyeru : ‘Wahai para pencari kebaikan, sambutlah kebaikan tersebut dan wahai para pelaku kejelekan, kurangilah kejelekan tersebut. Bahwasanya Allah akan membebaskan para penghuni An Naar pada setiap malam.” [HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah][3] Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga pernah menyampaikan kepada para shahabat: ﻪﻪ ﻓﻴﻪ ﻓﻴﻨﺰل اﻟﺮﺣﻤﺔ وﻳﺤﻂ اﻟﺨﻄﺎﻳﺎ وﻳﺴﺘﺠﻴﺐ اﻟﺪﻋﺎء ﻓﺄروا اﻟأﺗﺎﻛﻢ ﺷﻬﺮ رﻣﻀﺎن ﺷﻬﺮ ﺑﺮﻛﺔ ﻳﻐﺸﺎﻛﻢ اﻟ ﻪ ﻣﻦ ﺣﺮم ﻓﻴﻪ رﺣﻤﺔ اﻟﻢ ﺧﻴﺮاً ﻓﺈن اﻟﺸﻘﻣﻦ أﻧﻔﺴ “Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan yang penuh barakah, Allah akan datangkan kepada kalian di dalamnya yaitu turunnya rahmat dan berkurangnya kejahatan-kejahatan serta dikabulkannya do’a, maka bergegaslah menuju amal-amal kebaikan, dan bersegeralah kepada ketaatan serta menjauhlah dari amal-amal kejelekan, karena sesungguhnya orang yang celaka adalah orang yang diharamkan rahmat Allah padanya.”[4] Dan makna dari:
ًﻢ ﺧﻴﺮاﻪ ﻣﻦ أﻧﻔﺴأروا اﻟ adalah “Bergegaslah menuju amal-amal kebaikan, dan bersegeralah kepada ketaatan serta menjauhlah dari amal-amal kejelekan.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : وﻣﻦ ﻗﺎم رﻣﻀﺎن إﻳﻤﺎﻧﺎً واﺣﺘﺴﺎﺑﺎً ﻏﻔﺮ ﻟﻪ ﻣﺎ،ﻣﻦ ﺻﺎم رﻣﻀﺎن إﻳﻤﺎﻧﺎً واﺣﺘﺴﺎﺑﺎً ﻏﻔﺮ ﻟﻪ ﻣﺎ ﺗﻘﺪم ﻣﻦ ذﻧﺒﻪ وﻣﻦ ﻗﺎم ﻟﻴﻠﺔ اﻟﻘﺪر إﻳﻤﺎﻧﺎً واﺣﺘﺴﺎﺑﺎً ﻏﻔﺮ ﻟﻪ ﻣﺎ ﺗﻘﺪم ﻣﻦ ذﻧﺒﻪ،ﺗﻘﺪم ﻣﻦ ذﻧﺒﻪ “Barangsiapa yang melaksanakan puasa di bulan Ramadhan dalam keadaan iman dan mengharap pahala, maka dia akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. Dan barangsiapa yang melaksanakan shalat (tarawih) di bulan Ramadhan dalam keadaan iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dia akan diampuni dosadosanya yang telah lalu. Dan barangsiapa yang menegakkan malam Lailatul Qadr[5] dalam keadaan iman dan mengharap pahala, maka dia akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”[6] Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Allah jalla wa’ala berfirman: ﺗﺮك ﺷﻬﻮﺗﻪ، وأﻧﺎ أﺟﺰي ﺑﻪ ﺳﺒﻌﻤﺎﺋﺔ ﺿﻌﻒ إﻻ اﻟﺼﻴﺎم ﻓﺈﻧﻪ ﻟﻛﻞ ﻋﻤﻞ اﺑﻦ آدم ﻟﻪ اﻟﺤﺴﻨﺔ ﺑﻌﺸﺮ أﻣﺜﺎﻟﻬﺎ إﻟ
وﻟﺨﻠﻮف ﻓﻢ اﻟﺼﺎﺋﻢ أﻃﻴﺐ، ﻟﻠﺼﺎﺋﻢ ﻓﺮﺣﺘﺎن ﻓﺮﺣﺔ ﻋﻨﺪ ﻓﻄﺮه وﻓﺮﺣﺔ ﻋﻨﺪ ﻟﻘﺎء رﺑﻪوﻃﻌﺎﻣﻪ وﺷﺮاﺑﻪ ﻣﻦ اﺟﻠ ﻪ ﻣﻦ رﻳﺢ اﻟﻤﺴﻚﻋﻨﺪ اﻟ “Setiap amalan anak Adam, balasan kebaikannya adalah sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali lipat kecuali puasa. Karena sesungguhnya puasa itu adalah untukKu dan Aku yang akan membalasnya. Dia meninggalkan syahwatnya, makanannya dan minumannya karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa ada 2 kegembiraan yaitu kegembiraan ketika berbuka dan kegembiraan ketika bertemu dengan Rabbnya. Dan bau mulut orang yang berpuasa adalah lebih wangi daripada bau misik di sisi Allah.” [HR. Al-Bukhari, Muslim, dan Ibnu Majah][7] Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : اﻣﺮؤ ﺻﺎﺋﻢ ﻓﺈن ﺳﺎﺑﻪ أﺣﺪ أو ﻗﺎﺗﻠﻪ ﻓﻠﻴﻘﻞ إﻧ، ﻓﻼ ﻳﺮﻓﺚ وﻻ ﻳﺼﺨﺐ،إذا ﻛﺎن ﻳﻮم ﺻﻮم أﺣﺪﻛﻢ “Apabila salah seorang di antara kalian berpuasa maka janganlah ia berkata-kata kotor, keji, dan berteriak-teriak. Maka apabila dia diejek atau diperangi maka
katakanlah: aku adalah seorang yang berpuasa.” [HR. Al-Bukhari][8] Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : أن ﻳﺪع ﻃﻌﺎﻣﻪ وﺷﺮاﺑﻪﻪ ﺣﺎﺟﺔ ﻓﻣﻦ ﻟﻢ ﻳﺪع ﻗﻮل اﻟﺰور واﻟﻌﻤﻞ ﺑﻪ واﻟﺠﻬﻞ ﻓﻠﻴﺲ ﻟ “Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatannya serta perbuatan kebodohan, maka Allah tidak membutuhkan usahanya dalam meninggalkan makan dan minum.” [HR. Al-Bukhari dalam Ash-Shahih][9] Maka wasiat kepada seluruh kaum muslimin adalah hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah, hendaklah mereka menjaga puasa yang akan mereka lakukan, hendaklah mereka membentengi puasa tersebut dari segala perbuatan maksiat, dan disyari’atkan bagi mereka pada bulan tersebut untuk bersungguh-sungguh dalam melakukan amalan-amalan kebaikan dan berlomba-lomba dalam ketaatan seperti memberikan shadaqah, memperbanyak membaca Al-Qur’an, bertasbih, bertahlil, bertahmid, bertakbir dan beristighfar, karena ini adalah bulan AlQur’an: ُآن اﻟْﻘُﺮﻴﻪ ﻓﻧْﺰِلﺎنَ اﻟﱠﺬِي اﻀﻣ رﺮﺷَﻬ “Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an.” [AlBaqarah: 185] Sehingga disyari’atkan bagi kaum mu’minin untuk bersungguh-sungguh dalam membaca Al-Qur’an. Disunnahkan bagi kaum laki-laki dan wanita juga untuk memperbanyak membaca Al-Qur’an, baik siang maupun malam. Setiap satu huruf dibalas dengan satu kebaikan, dan setiap kebaikan akan dilipatgandakan sampai sepuluh kali lipat, sebagaimana yang disebutkan oleh hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Itu semua diiringi dengan menjauhkan diri dari segala kejelekan dan perbuatan maksiat, saling menasehati dalam kebenaran serta memerintahkan kepada perkara yang baik dan melarang dari perkara yang munkar. Inilah bulan yang agung. Dalam bulan tersebut balasan terhadap amalan-amalan shalih akan dilipatgandakan, dan amalan-amalan jelek yang dilakukan pada bulan tersebut akan mendapatkan balasan kejelekan yang besar pula. Maka wajib atas setiap mu’min untuk bersungguh-sungguh dalam menunaikan amalan yang telah Allah wajibkan atasnya dan hendaknya ia menjauhkan diri dari perkara-perkara yang diharamkan oleh Allah.
Hendaklah di bulan Ramadhan tersebut, seseorang memberikan perhatian yang lebih besar dan lebih banyak (dibanding bulan yang lain), sebagaimanan disyari’atkan baginya untuk bersungguh-sungguh dalam melakukan amalanamalan kebaikan seperti shadaqah, menjenguk orang yang sakit, mengiringi jenazah, menyambung tali silaturahmi, banyak membaca Al-Qur’an, banyak berdzikir, bertasbih, bertahlil, beristighfar, berdo’a dan amalan-amalan kebaikan yang lain. Ini semua dilakukan dalam rangka mengharap pahala dari Allah dan takut dari hukuman-Nya. Kita memohon kepada Allah agar memberi taufiq-Nya kepada kaum muslimin pada perkara-perkara yang diridhai-Nya. Kita juga memohon agar Allah menyampaikan puasa dan shalat kita serta puasa dan shalat segenap kaum muslimin pada derajat keimanan dan mengharap pahala dari Allah. Dan kita juga memohon agar Allah ta’ala menganugerahkan kepada kita dan seluruh kaum muslimin di berbagai tempat pemahaman terhadap agama ini dan istiqamah di atasnya. Kita juga memohon kepada Allah keselamatan dari sebab-sebab yang dapat mendatangkan murka Allah dan hukuman-Nya, sebagaimana aku juga memohon kepada Allah subhanahu wata’ala agar memberikan taufiq kepada para penguasa kaum muslimin dan para pemimpin mereka, agar Allah memberikan hidayah kepada mereka dan memperbaiki keadaan-keadaan mereka, dan agar Allah memberi taufiq kepada mereka untuk berhukum dengan syari’at Allah dalam seluruh urusan mereka seperti ibadah mereka, tugas-tugas mereka dan seluruh bidang-bidang urusan mereka. Sekali lagi kita memohon agar Allah ta’ala memberi taufiq kepada mereka dalam hal-hal tersebut. Ini semua dalam rangka merealisasikan firman Allah jalla wa’ala berikut: ﻪ اﻟلﻧْﺰﺎ ا ﺑِﻤﻢﻨَﻬﻴ ﺑﻢنِ اﺣاو “Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan oleh Allah.” [Al-Maidah: 49] Dan juga firman-Nya subhanahu wata’ala: َﻨُﻮنﻮﻗ ﻳمﻘَﻮﻤﺎً ﻟ ﺣﻪ اﻟﻦ ﻣﻦﺴﺣ اﻦﻣﻐُﻮنَ وﺒ ﻳﺔﻴﻠﺎﻫ اﻟْﺠﻢﻓَﺤا “Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” [Al-Maidah: 50]
Dan firman-Nya subhanahu wata’ala: ﻮاﻤّﻠﺴﻳ وﺖﻴﺎ ﻗَﻀﻤﺟﺎً ﻣﺮ ﺣﻬِﻢﻧْﻔُﺴ اﺠِﺪُوا ﻓ ﻻ ﻳ ﺛُﻢﻢﻨَﻬﻴ ﺑﺮﺎ ﺷَﺠﻴﻤﻮكَ ﻓﻤﺤ ﻳﺘﱠﻨُﻮنَ ﺣﻣﻮِﻚَ ﻻ ﻳﺑرﻓَﻼ و ًﻴﻤﺎﻠﺗَﺴ “Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” [An-Nisa’: 65] Dan juga firman-Nya subhanahu wata’ala: ﻪ اﻟَﻟ اوهد ﻓَﺮءَ ﺷ ﻓﺘُﻢنْ ﺗَﻨَﺎزَﻋ ﻓَﺎﻢْﻨﺮِ ﻣﻣ اوﻟا وﻮلﺳﻮا اﻟﺮﻴﻌﻃا وﻪﻮا اﻟﻴﻌﻃﻨُﻮا ا آﻣﺎ اﻟﱠﺬِﻳﻦﻬﻳﺎ اﻳ وِﻳﻼ ﺗَﺎﻦﺴﺣا وﺮﻚَ ﺧَﻴﺮِ ذَﻟﺧ امﻮاﻟْﻴ وﻪﻨُﻮنَ ﺑِﺎﻟﻣ ﺗُﻮﻨْﺘُﻢنْ ﻛﻮلِ اﺳاﻟﺮو “Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya serta Ulil Amri diantara kalian. Kemudian apabila kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul-Nya, apabila kamu benarbenar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya.” [An-Nisa’: 59] Dan firman-Nya subhanahu wata’ala: ﻮلﺳﻮا اﻟﺮﻴﻌﻃا وﻪﻮا اﻟﻴﻌﻃ اﻗُﻞ “Katakanlah: “Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul-Nya.” [An-Nur: 54] Dan firman-Nya subhanahu wata’ala: ﻮا ﻓَﺎﻧْﺘَﻬﻨْﻪ ﻋﻢﺎﻛﺎ ﻧَﻬﻣ و ﻓَﺨُﺬُوهﻮلﺳ اﻟﺮﻢﺎ آﺗَﺎﻛﻣو “Apa saja yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.” [Al-Hasyr: 7] Inilah yang wajib atas seluruh kaum muslimin dan para pemimpin mereka. Wajib atas para pemimpin kaum muslimin dan ulama mereka serta kalangan awamnya untuk bertaqwa kepada Allah dan ta’at terhadap syari’at Allah. Hendaklah mereka menjadikan syari’at Allah ini sebagai pemutus perkara (hakim) di antara mereka, karena berhukum dengan syari’at Allah akan membuahkan kebaikan, hidayah, kesudahan yang terpuji, keridhaan Allah dan akan meraih kebenaran yang telah Allah syari’atkan, dengan berhukum terhadap syari’at Allah, juga akan
terhindarkan dari tindak kezhaliman. Kita memohon kepada Allah taufiq, hidayah, lurusnya niat dan baiknya amalan untuk seluruh kaum muslimin. آﻟﻪ وأﺻﺤﺎﺑﻪ ﻧﺒﻴﻨﺎ ﻣﺤﻤﺪ وﻋﻠﻪ وﺳﻠﻢ ﻋﻠ اﻟوﺻﻠ. [Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawi’ah Asy-Syaikh Ibn Baz rahimahullah, juz 15] Sumber: http://sahab.net/forums/showthread.php?t=380207 Diterjemahkan oleh Muhammad Rifqi.
[1] HR. Al-Bukhari dalam kitab “Al-‘Ilmu” bab “Man Yuridillahu bihi Khairan Yufaqqihhu fiddin” no. 71 dan Muslim dalam kitab “Az-Zakat” bab “An-Nahyu ‘anil Mas’alah” no. 1037. [2] HR. Al-Bukhari dalam kitab “Bad’ul Khalqi” bab “Shifat Iblis wa Junudihi ” no. 3277 dan Muslim dalam kitab “Ash-Shiyam” bab “Fadhlu Syahr Ramadhan” no. 1079. [3] HR. At-Tirmidzi dalam kitab “Ash-Shaum” bab “Maa Ja’a fi Fadhli Syahri Ramadhan no. 682 dan Ibnu Majah dalam kitab “Ash-Shiyam” bab “Maa Ja’a fi Fadhli Syahri Ramadhan” no. 1642. [4] Disebutkan oleh Al-Mundziri di dalam At-Targhib Wat Tarhib bab “At-Targhib fi Shiyami Ramadhan” no. 1490, dan dia mengatakan: Hadits ini diriwayatkan oleh Ath-Thabarani. [5] Maksudnya adalah shalat, dan termasuk pula adalah amal ketaatan yang lain seperti membaca Al-Qur’an, dzikir, tasbih, tahlil, tahmid, istighfar, berdo’a, dan amalan yang lain (pent). [6] HR. Al-Bukhari dalam kitab “Ash-Shaum” bab “Man Shaama Ramadhana
Imanan wa Ihtisaban” no. 1901 dan Muslim dalam kitab “Shalat Al-Musafirin wa Qashriha” bab “At-Targhib fi Shiyami Ramadhan” no. 760. [7] HR. Al-Bukhari dalam kitab “At-Tauhid” bab “Qaulullahi Ta’ala: Yuriiduuna an yubaddiluu kalaamallaah no. 7492 dan Muslim dalam kitab “Ash-Shiyam” bab “Fadhlu Ash-Shiyam” no. 1151 serta Ibnu Majah dalam kitab “Ash-Shiyam” bab “Maa Ja’a fi Fadhli Ash-Shiyam” no. 1638. [8] HR. Al-Bukhari dalam kitab “Ash-Shaum” bab “Hal Yaquulu Inni Sha’im idza Syutima” no. 1904. [9] HR. Al-Bukhari dalam kitab “Ash-Shaum” bab “Man lam Yada’ Qaul Az-Zuur” no. 1903. Sumber: http://www.assalafy.org/mahad/?p=528
Biografi Singkat Asy-Syaikh Ahmad bin Umar Bazmul Hafizhahullah Ta’ala Biografi Singkat Asy-Syaikh Ahmad Bazmul
– Hafizhahullah Ta’ala – Nama dan Nasabnya Beliau adalah Asy-Syaikh Ahmad bin Umar bin Salim bin Ahmad bin ‘Abud, Abu Umar Bazmul Al-Makki. Kelahiran dan Pertumbuhan Beliau Beliau dilahirkan dan bertumbuh kembang dengan baik di Makkah. Disitulah beliau menimbah ilmu dari para ulama’nya.
Diantara ulama’ dan masyayikh beliau adalah: Asy-Syaikh DR. Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali, beliau menghadiri pelajaranpelajaran Syaikh Rabi’, seperti: Syarah Kitabut Tauhid karya Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab. Syarah Kitab Asy-Syari’ah karya Imam Al-Ajurri. Syarah ‘Aqidah Ashabul Hadits karya Imam Ash-Shabuni. Dan beliau juga belajar dihadapan Asy-Syaikh Rabi’ beberapa hadits Shahih Muslim dan beberapa kitab lainnya. Saudara kandung beliau, Asy-Syaikh Muhammad bin Umar Bazmul. Kepada beliau lah Syaikh Ahmad banyak mengambil faedah dan beliau juga belajar kepadanya beberapa kitab, diantaranya: Kitabut Tauhid, karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Bulughul Marom, karya Al-Hafizh Ibnu Hajar. Al-Waroqot, karya Imam Al-Juwaini. Beberapa Risalah tentang tauhid, karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Muqoddamah Tafsir, karya Ibnu Taimiyyah. Al-Itqan fi ‘Ulumil Qur’an Dan beberapa kitab lainnya. Dan beliau diberi ijazah semua riwayat Syaikh Muhamamad Bazmul. Asy-Syaikh DR. Washiyullah Abbas, dosen di Jami’ah Ummul Qura, Mekkah. Syaikh Ahmad Bazmul belajar kepada beliau kitab Nuzhatun Nazhor, Umdatul Ahkam, dan beberapa pelajaran lainnya. Ada beberapa ulama’ dan masyayikh lainnya lagi yang beliau keruk ilmunya di berbagai macam ilmu dan bidang-bidangnya. Ijazah Haditsiyah Diantara ulama’ yang memberikan kepada beliau Ijazah dalam hal periwayatan hadits adalah: Asy-Syaikh Muhammad Abdullah Ash-Shaumali.
Asy-Syaikh Ahmad bin Yahya An-Najmi. Asy-Syaikh Abdullah Aad Asy-Syinqithi. Rahimahullah Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkholi Hafizhahullah. Asy-Syaikh Muhammad bin Abdullah As-Sabil. Asy-Syaikh Yahya bin Utsman Al-Mudarris. Asy-Syaikh Abdullah bin Abdul Aziz Al-‘Aqil, manta ketua Majlis Qadha’ Al-A’la. Asy-Syaikh Washiyullah ‘Abbas. Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Umar Bazmul Hafizhahumullah Ta’ala. Terjun ke Medan Dakwah dan Mengajar Di antara kebiasaan dan adab yang kita dapati dari para ulama’ salaf adalah mereka tidak memberanikan diri untuk terjun dan tampil di medan dakwah sampai diberi ijin dan rekomendasi dari para guru mereka. Sebagai contoh adalah Al-Imam Malik, Khalaf bin ‘Umar Shiddiq meriwayatkan, bahwa suatu ketika ia berada di sisi Imam Malik bin Anas. Khalaf berkata: “Aku mendengar Malik bin Anas berkata, ‘Tidaklah aku berfatwa hingga aku bertanya kepada orang yang lebih berilmu dariku, apakah ia memandang aku memiliki tempat dalam hal itu (fatwa)? Aku bertanya kepada Rabi’ah dan bertanya kepada Yahya bin Sa’id, maka keduanya memerintahkan aku untuk itu. Maka aku (Khalaf,pen) berkata kepadanya (Malik bin Anas), ‘Wahai Abu Abdillah, seandainya mereka melarangmu? Beliau menjawab, ‘aku akan berhenti. Tidak pantas bagi seseorang menilai dirinya telah mapan tentang sesuatu hingga ia bertanya kepada orang yang lebih berilmu darinya.” (Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah 6/312) Para pembaca rahimakumullah, itulah bukti bahwa di antara akhlaq salaf adalah tidak memberanikan diri tampil untuk berdakwah kecuali setelah mendapatkan rekomendasi dari para ulama’nya. Jika kita perhatikan keadaan Asy-Syaikh DR. Ahmad Bazmul Hafizhahullah, maka beliau tidak jauh dari apa yang telah ternukilkan dari Al-Imam Malik. Beliau hafizhahullah tidak memberanikan diri untuk tampil di medan dakwah sampai mendapatkan rekomendasi dan ijin dari masyayikh beliau. Diantara para masyayikh yang memberi rekomendasi beliau untuk berdakwah dan mengajar adalah:
Asy-Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Bassam. Asy-Syaikh Muhammad As-Sabiil. Asy-Syaikh Rabi’ Al-Madkhali. Asy-Syaikh Washiyullah ‘Abbas. Asy-Syaikh Muhammad Umar Bazmul. Dan beberapa masyayikh lainnya. Tentu para ulama’ dan masyayikh tersebut tidaklah sembarangan memberikan rekomendasi kepada seseorang untuk mengajar dan berdakwah kecuali setelah mengetahui bahwa orang tersebut memiliki kemapaman dalam bidang tersebut. Pernah ditanyakan kepada Asy-Syaikh DR. Ahmad Bazmul Hafizhahullah Ta’ala, “Seandainya mereka tidak membolehkanmu (berdakwah dan mengajar)?” Beliau menjawab: “Aku akan berhenti mengajar.” Subhanallah, benar-benar menakjuban. Demikianlah seharusnya akhlaq seorang ‘alim dan seorang salafi, berusaha semaksimal mungkin untuk mengikuti jejak para salafush shalih. Demikian pula, ketika mengajar di Ma’had Al-Haramil Makki, beliau mendapatkan rekomendasi dari empat Ulama’ Ma’had. Mereka adalah: Asy-Syaikh Yahya bin ‘Utsman Al-Mudarris. Asy-Syaikh Musa As-Sukkar. Asy-Syaikh Abdullah At-Tinbukti Asy-Syaikh Sayyid Shadiq Al-Anshari Dan beberapa gurunya juga meminta beliau untuk mengajar dan berdakwah agar para penuntut ilmu bisa mengambil faedah darinya. Dari sinilah beliau memberanikan diri untuk mengajar dan berdakwah. Alhamdulillah, beliau telah mengajar di beberapa Ma’had di Saudi Arabiyah, diantaranya adalah: Ma’had Al-Haram Al-Makki, di Mekkah. Ma’had Manabir As-Su’ada’ Ma’had Al-‘Ilmiy As-Sanawi, keduanya di Jeddah, pada mata pelajaran Tafsir, hadits, mustholah, dan takhrij. Jami’ah Thoif, pada mata pelajaran ahaditsul ahkam, fiqih, mawarits
(hukum waris), qowa’id ushuliyah, dan takhrijul furu’ ‘alal ushul. Beliau juga memberikan muhadharah di radio Idza’atul Qur’an dengan tema “Ma la yashluhu fi shiyam” Dan di radio Idza’atu Nida-il Qur’an dengan tema “Al-Minnah fi Nasyris Sunnah”. Beliau juga mengajarkan beberapa cabang ilmu pada beberapa daurah ‘ilmiyyah, seperti: Ushul Tafsir Fiqih Hukum waris Nahwu Takhrij Dan Dirosah asanid Beliau juga memberikan berbagai kajian ilmiyyah di beberapa masjid… Dan beliau sekarang sebagai Dosen di Jami’ah Ummul Qura, Mekkah AlMukarromah. Pujian Para ulama’ Di antara ciri seorang ‘alim yang dapat diambil ilmunya adalah adanya rekomendasi dan pujian dari ‘alim lain yang setara atau lebih tua dari sisi umur dan ilmu. Baik pujian itu kembali kepada pribadi ‘alim tersebut atau kembali kepada ilmunya. Demikianlah kiranya Asy-Syaikh DR. Ahmad Bazmul Hafizhahullah Ta’ala. Diantara para ulama’ yang memuji beliau adalah: 1. Asy-Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Bassam Beliau adalah murid Syaikh Abdurrahman As-Sa’di Rahimahullah Ta’ala. Beliau menyatakan: أﺣﻤﺪ ﺑﻦ: ﻓﺒﺨﺼﻮص اﻷخ اﻟﺸﻴﺦ: ﻧﺒﻴﻨﺎ ﻣﺤﻤﺪ أﻣﺎ ﺑﻌﺪ واﻟﺼﻼة واﻟﺴﻼم ﻋﻠ،ﻪ رب اﻟﻌﺎﻟﻤﻴﻦاﻟﺤﻤﺪ ﻟ ﻋﻤﺮ ﺑﻦ ﺳﺎﻟﻢ ﺑﺎزﻣﻮل اﻟﺴﻌﻮدي اﻟﺠﻨﺴﻴﺔ ﻫﻮ ﻣﻦ ﻃﻼب اﻟﻌﻠﻢ وﻣﺘﺨﺮج ﻣﻦ ﺟﺎﻣﻌﺔ أم اﻟﻘﺮى وﻳﺤﻀﺮ ﻔﺎءة ﻟﻠﺼﻼة واﻹﻣﺎﻣﺔ واﻟﺨﻄﺎﺑﺔ ﻛﻤﺎ أن ﻓﻴﻪ اﻟ، وﻫﻮ ﺻﺎﺣﺐ دﻳﻦ واﺳﺘﻘﺎﻣﺔ،ﺘﺎب واﻟﺴﻨﺔ اﻟاﻟﺸﻬﺎدة ﻓ ﻪ اﻟﻤﻮﻓﻖ واﻟﻮﻋﻆ وﻫﻮ ﺑﻌﻴﺪ ﻋﻤﺎ ﻻ ﻳﻌﻨﻴﻪ ﻣﻦ اﻷﻣﻮر واﻟ.
2. Asy-Syaikh Ahmad bin Yahya An-Najmi Beliau adalah Mufti Saudi bagian selatan, dan murid Asy-Syaikh Hafizh Al-Hakami dan Asy-Syaikh Abdullah Al-Qar’awi, Rahimahullah Ta’ala.
آﻟﻪﻪ وﻋﻠ رﺳﻮل اﻟﻪ واﻟﺼﻼة واﻟﺴﻼم ﻋﻠاﻟﺤﻤﺪ ﻟ وﺻﺤﺒﻪ. أﻣﺎ ﺑﻌﺪ: “Telah memperlihatkan kepadaku Al-‘Allamah Ahmad bin Umar Bazmul -semoga Allah memberinya taufik- tulisannya berjudul Ad-Durarus Saniyyah fi Tsanail ‘Ulama ‘alal Mamlakah Al-‘Arabiyyah As-Su’udiyyah…” Dalam tempat lain beliau berkata, “Telah mengirimkan kepadaku Asy-Syaikh Al-Fadhil As-Salafi, kitabnya berjudul As-Sunnah fima Yata’allaqu bi Waliyyil Ummah.” 3. DR. ‘Uwaid bin ‘Iyad Al-Mathrofi Rahimahullah Ta’ala Beliau berkata: “wa ba’du: Sesungguhnya al-akh al-ustadz Ahmad bin Umar Bazmul… beliau memiliki pemahaman ilmu yang mumtaz dalam menetapkan berbagai masalah ilmiyyah, baik memahami dan membaca. Dan pengetahuannya bagus tentang maraji’ ilmiyyah, dan ia memahami kejadian-kejadian fikriyah yang kesemua itu menunjukkan keahliannya yang ilmiyyah. Beliau berhak untuk di timba ilmunya. Dan aku berwasiat untuknya dengan kebaikan, mudah-mudahan Allah memberikan manfaat melaluinya islam dan kaum muslimin.” 4. Asy-Syaikh Muhammad bin Abdullah As-Sabil Beliau adalah imam sekaligus khatib Masjidil Harom. Beliau berkata, “Sesungguhnya al-akh asy-syaikh Ahmad bin Umar bin Salim Bazmul adalah salah seorang penuntut ilmu yang baik. Beliau telah meraih gelar magister dari Jami’ah Ummul Qura. Beliau memiliki kesungguhan yang diberkahi dalam berdakwah di jalan Allah, dan mengajari kaum muslimin tentang urusan agama mereka.
Dan kami telah mengenal kebaikan aqidahnya dan manhajnya yang sesuai dengan manhaj ahlus sunnah wal jama’ah, dan beliau juga mentahdzir dari ahlul bida’ dan ahwa’ (pengikut hawa nafsu).” 5. Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan Hafizhahullah Ta’ala Beliau adalah ulama’ kondang dan sepuh yang semua kita mengenalnya, beliau termasuk anggota Hai’ah Kibarul ‘Ulama. Dalam pendahuluan beliau terhadap kitab Asy-Syaikh Ahmad Bazmul berjudul Al-Madarij, beliau berkata: “Alhamdulillah wa ba’du: aku telah membaca kitab yang ditulis oleh al-akh fillah, Ahmad bin Umar bin Salim Bazmul yang bertema Kasyfu Syubuhatil Khawarij (menyingkap syubuhat khawarij), maka aku mendapatinya –bihamdillah(bantahan) yang mencukupi pada temanya untuk membantah syubuhat kelompok yang melenceng dan merusak ini…, semoga Allah membalas penulis kitab ini dengan balasan yang terbaik. Kitab ini adalah saham darinya yang bagus untuk menahan bahaya mereka, dan meruntuhkan syubuhat mereka. Semoga Allah memberikan manfaat dengan kitab ini, dan membungkam dengannya tipu daya musuh-musuh.” 6. Asy-Syaikh Prof. Dr. Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali Hafizhahullah. Beliau adalah pembawa bendera Jarh wa Ta’dil abad ini, beliau berkata:
آﻟﻪ وﺻﺤﺒﻪ وﻣﻦﻪ وﻋﻠ رﺳﻠﻮ اﻟﻪ واﻟﺼﻼة ﻋﻠاﻟﺤﻤﺪ ﻟ اﺗﺒﻊ ﻫﺪاه. “amma ba’du: Sesungguhnya al-akh Ahmad Bazmul, aku mengenalnya termasuk seorang ‘alim yang khair, baik pada agama, akhlak, dan manhaj. Dan aku meyakini bahwa ia termasuk orang yang berhak untuk mengajar dan berdakwah. Dan ia telah meminta dariku tazkiyah ini, maka aku pun memberinya tazkiyah karena aku yakin ia berhak menerimanya.” 7. Asy-Syaikh Al-‘Allamah Zaid bin Muhammad Al-Madkhali Beliau adalah seorang ‘alim yang terkenal, semoga Allah menjaganya. Beliau berkata ketika memberi pendahuluan terhadap kitab Ad-Durarus Saniyyah, kata
beliau: “Dan aku telah menyempurnakan pengecekan atas risalah berjudul Ad-Durarus Saniyyah fi Tsana-il Ulama’ yang disusun oleh saudara kami yang mulia AsySyaikh Ahmad bin Umar bin Salim Bazmul.” 8. Ada beberapa tazkiyah lain dari masyayikh lainnya Karya Tulis Beliau Asy-Syaikh Ahmad Bazmul memiliki sekian karya tulis yang itu semua menunjukkan kemapamannya dalam hal dakwah dan mengajar. Diantara karya tulis beliau adalah:
1) اﻟﻘﻀـﺎء اﻷﺷﻌـﺮي ﻓـ ﻣﻮﺳـ أﺑـرﺳﺎﻟـﺔ ﻋﻤـﺮ ﺑـﻦ اﻟﺨﻄـﺎب إﻟـ وآداﺑﻪ رواﻳﺔ ودراﻳﺔ. 2) ﺑﻴﺎن اﻟﻤﻀﻄﺮباﻟﻤﻘﺘﺮب ﻓ. 3) ـ. ﻛﺸﻒ ﺷﺒﻬﺎت اﻟﺨﻮارجاﻟﻤﺪارج ﻓ 4) اﻷﻣﺔاﻟﺴﻨﺔ ﻓﻴﻤﺎ ﻳﺘﻌﻠﻖ ﺑﻮﻟ. 5) ﺔ اﻟﻌﺮﺑﻴﺔ اﻟﺴﻌﻮدﻳﺔ اﻟﻤﻤﻠ ﺛﻨﺎء اﻟﻌﻠﻤﺎء ﻋﻠاﻟﺪرر اﻟﺴﻨﻴﺔ ﻓ. 6) دوﻟﺔ اﻟﺘﻮﺣﻴﺪ واﻟﺴﻨﺔ. 7) ﺎم اﻟﺴﻌ وأﺣ ﺑﻤﻌﺮﻓﺔ ﺣﺪود اﻟﻤﺴﻌﺗﺤﻔﺔ اﻷﻟﻤﻌ 8 ) اﻟﻄﺐ واﻟﻌﻼجﺣﺠﻴﺔ اﻷﺣﺎدﻳﺚ اﻟﻨﺒﻮﻳﺔ اﻟﻮاردة ﻓ
9) ﺧﻄﻮرة ﻧﻘﺪ اﻟﺤﺪﻳﺚ. 10) ﺑﻦ ﻋﺜﻤﺎن ﻳﺤﻴ ﺗﺮﺟﻤﺔ اﻟﺸﻴﺦ اﻟﻌﻼﻣﺔ اﻟﺴﻠﻔاﻟﻨﺠﻢ اﻟﺒﺎدي ﻓ ﻋﻈﻴﻢ آﺑﺎدي. 11) ﺘﺒـــﺎتاﻻﻧﺘﻘـــﺎدات اﻟﻌﻠﻴـــﺔ ﻟﻤﻨﻬـــﺞ اﻟﺨﺮﺟـــﺎت واﻟﻄﻠﻌـــﺎت واﻟﻤ واﻟﻤﺮاﻛﺰ اﻟﺼﻴﻔﻴﺔ وﻫﻮ ﻛﺘﺎب أﻟﻔﻪ ﻣﺸﺎرﻛﺔ ﻣﻊ اﻟﺸﻴﺦ أﺣﻤﺪ ﺑﻦ ﻳﺤﻴ اﻟﺰﻫﺮاﻧ. 12) ﻓﻘﻪ اﻟﻔﺮاﺋﺾ واﻟﻤﻮارﻳﺚﻗﻮاﻋﺪ وﺿﻮاﺑﻂ ﻓ Semoga tulisan sederhana ini bisa menambah faedah dan wawasan kita…. Lihat versi arabnya di : http://www.ajurry.com/vb/showthread.php?t=7829 Bagi yang sudah memiliki kemampuan berbahasa arab kami sarankan membaca Biografi beliau yang berbahasa arab di link yang kami sertakan di atas. Karena padanya ada tambahan dan pemahaman yang tidak ada pada tulisan kami…, wallahu a’lam
Asy-Syaikh Rabi’ Berbicara tentang Ali Hasan Al-Halabi Setelah sebelumnya kami suguhkan ke hadapan
anda hidangan hangat dari para ulama’, seperti Syaikh Ahmad Bazmul, Syaikh Abu Umar Usamah Al-‘Utaibi, Syaikh ‘Ubaid Al-Jabiri, dan Syaikh Ahmad An-Najmi…. Kini giliran selanjutnya…,
Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkholi – Hafizhahullah Ta’ala – Pembawa bendera Jarh wa Ta’dil abad ini giliran beliau berbicara tentang Ali Al-Halabi hadahullah ————————————— Aku hadiahkan tulisan-tulisan tentang Ali Hasan Al-Halabi yang ada di blog sederhana ini tuk saudaraku yang masih terkungkung dalam penjara kefanatikan, dan tuk saudaraku yang masih memiliki husnu dzan yang tinggi , yaitu husnu dzan yang tidak pada tempatnya… Saudaraku, siapa dan apalagi yang kita tunggu? Para ulama’ dan masyayikh sudah berbicara… Para ulama’ dan masyayikh sudah bersikap…. Mereka sudah menjelaskan dengan begitu gamblang dan jelas. Asy-Syaikh Ahmad Bazmul sudah berbicara panjang lebar dalam kitabnya “Shiyanatus Salafi…” dengan dalil-dalil yang bertebaran, demikian pula masyayikh lainnya…
————————————-
Asy-Syaikh DR. Ahmad Bazmul berkata: Dan kami para salafiyin walaupun sampai sekarang tidak mentabdi’ (memvonis mubtadi’) Al-Halabi, karena menunggu penjelasan para ulama’ kibar, hanyasaja kami mengatakan bahwa tidak boleh menimbah ilmu darinya sebagaimana ucapan Syaikh kami (Yahya) An-Najmi rahimahullahu ta’ala, dan disepakati oleh ahlul ilmi juga para penuntut ilmu. Dan Al-Halabi menjarh sendiri dirinya dengan manhaj barunya… Dan kami tidak mentabdi’ dia, tidak, karena dia masih ahlus sunnah dan dia memiliki kesalahan. Selamanya, ahlus sunnah berlepas diri dari manhaj barunya Al-Halabi. Namun kami tidak ingin mendahului para ulama’ kibar, sebagai adab kepada mereka. Tetapi jika Al-Halabi tidak rujuk dari petaka dan penyimpangannya, maka ia berhak digabungkan bersama orang-orang yang ia beri tazkiyah dan ia bela dari kalangan ahlul bidah, tidak ada kemuliaan, sebagaimana para salaf menghukumi seperti itu kepada orang-orang yang lebih berilmu darinya dan lebih selamat keadaannya.” [ Selesai ucapan Syaikh Ahmad Bazmul ] Memang begitulah adab seorang ‘alim, tidak bertindak kecuali dengan bimbingan alim di atasnya. Ucapan ini keluar dari beliau sebelum muncul vonis dari Syaikh Rabi’ bin Hadi AlMadkhali Hafizhahullah Ta’ala. Alhamdulillah, Asy-Syaikh Rabi’ pun telah mengeluarkan sikapnya terhadap AlHalabi. Al-Halabi, orang yang selama ini di “eman” oleh Syaikh Rabi’ dan masyayikh lainnya, tapi begitulah orang yang tak tahu di sayang…. Kemudian, Asy-Syaikh Ahmad berkata: “Dan sekarang, akan aku nukilkan kepada anda dan saudaraku salafiyin: bahwa Syaikh pembawa bendera jarh wa ta’dil telah melontarkan ucapannya tentang Ali bin Hasan Al-Halabi dan Abu Manar Al-‘Iraqi, yaitu bahwa
keduanya adalah mubtadi’. Dan beliau berkata kepada saudara-saudara dari Iraq: “Nukilkan (vonis) ini dari aku.” ————————————– Asy-Syaikh Abu Umar Usamah bin ‘Athoya Al-‘Utaibi Hafizhahullah berkata:
ﻪ أﻣﺎ ﺑﻌﺪ رﺳﻮل اﻟ واﻟﺼﻼة واﻟﺴﻼم ﻋﻠ،ﻪاﻟﺤﻤﺪ ﻟ: Ketika aku berkunjung hari kemarin kepada Asy-Syaikh Rabi’ Hafizhahullah wa Ro’ahu, aku pun mendengar beliau mengucapkan hal itu…” Maksud beliau adalah bahwa beliau ketika berkunjung ke kediaman Syaikh Rabi’ Hafizhahullah Ta’ala mendengar bahwa Syaikh memvonis Ali Hasan dan Abu Manar sebagai mubtadi’…. Wahai seandainya Ia mau rujuk dan mau mendengar nasehat dan bimbingan para ulama’ dan masyikhnya yang mulia, pasti Ia tidak akan terjerembab ke dalam kesalahan yang begitu fatal . ———————FAEDAH DARI REALITA INI Dari realita yang kita saksikan ini dapat dipetik beberapa faedah ilmiyah, betapa pun seorang itu berilmu dan faqih dalam ilmu agama, pasti dia memiliki peluang tuk tergelincir dari jalan yang lurus….. Maka janganlah seorang tertipu dengan kefaqihan, kecerdasan, dan kemantapan ilmunya, Ingatlah bahwa hidayah itu di tangan Allah, Ia berikan kepada siapa yang Dia kehendaki… Bahwa tidak boleh bagi seseorang tuk fanatik buta kepada seorang ‘alim yang terjatuh dalam kesalahan, walaupun ia seorang yang faqih. Ingat, selama koreksi yang ditujukan kepadanya itu berdasarkan dalil yang benar dan qo’idah yang disepakati, maka
itulah yang harus kita pegang..
wallahu a’lam bish shawwab Sumber: http://www.sahab.net/forums/showthread.php?s=0a8d83ee3c8b033eb6cf8fb9987 b48a0&p=785764#post785764
Menimbang Bimbingan tentang Gelar “Pak Haji”
Islam
Pak Haji dan Bu Hajah adalah gelar bagi orang-orang yang sudah naik haji ke tanah suci, Makkah Al-Mukarromah. Begitu bangganya kebanyakan orang-orang kita dengan gelar ini dan begitu senangnya bapak-bapak itu dipanggil dengan “Pak Haji” atau “IBu Hajah” Berbagai macam tanda pengenal mereka kenakan agar orang-orang tidak salah memanggilnya. Dari sekedar memakai sarung dan baju koko, atau menyelempangkan sorban di pundaknya, atau membawa biji-bijian tasbih sambil komat kamit. Disebagian daerah, sejak keberangkatan si calon Bapak Haji dan Ibu Hajah, keluarga yang ditinggal menyewa para tukang baca Al-Qur’an untuk membacakannya sampai bapak-bapak dan ibu-ibu itu pulang dari tanah suci. Dan juga, setelah kembalinya dari tanah suci, pesta yang begitu istimewa dan meriah di adakan di rumah masing-masih Bapak-bapak Haji itu, tak lupa di pintu masuk rumah mereka tertulis dengan kaligrafi yang begitu cantik nan indah “Selamat Datang Pak Haji Pulan dari Tanah Suci”. Semua itu, selain yang katanya untuk syukuran, juga untuk mengenalkan kepada
masyarakat dan para tentangga bahwa bapak itu sudah naik haji, jadi memanggilnya harus “Pak Haji”. Demikianlah keadaan masyarakat kita dan masyarakat beberapa negara tetangga. lebih parahnya, kalau dipanggil tanpa gelar tersebut mereka tidak menoleh, terkadang lirikan tajam juga akan di arahkan kepada anda. Menanggapi realita di atas. Mari kita simak bersama nasehat dari Asy-Syaikh Shalih As-Suhaimi, seorang alim besar dari negeri Madinah. Pertanyaan diajukan kepada beliau, “Jama’ah Haji di tempat kami, apabila seorang dari mereka telah kembali (ke daerahnya) tidak rela dipanggil, “wahai fulan”, akan tetapi harus ditambah: “Haji Fulan”? Beliau menjawab, “Ini perkara yang berbahaya sekali. Bahkan sebagiannya menggantungkan tanda di rumahnya, biar agar dipanggil “HAJI FULAN” dan meletakkan bingkai yang besar kemudian digantungkan di rumahnya, atau disetiap sisi di ruang tamu. Tidak diragukan lagi, (perbuatan seperti) tidak boleh, dan dikhawatirkan akan menyeretnya kepada RIYA’.
Para shahabat yang berjumlah 120 ribu, mereka juga telah menunaikan haji, tetapi tidak seorang pun dari mereka yang digelari dengan “HAJI Fulan”. [ Sumber: http://www.alsoheemy.net/play.php?catsmktba=1966 ] Demikianlah wahai saudaraku, wahai bapak dan ibu haji penjelasan Syaikh Shalih bin Sa’ad As-Suhaimi, ulama tersohor dari Madinah. Sungguh beliau benar, betapa banyak gelar seperti itu menyeret pelakunya kepada perbuatan RIYA’, Sombong, dan bangga diri. Tidak diragukan lagi perkara tersebut adalah termasuk perbuatan dosa bosar yang tercela dalam Islam. Semoga Allah selalu meluruskan hati dan niat kita….. Amin ya Rabbal ‘alamin.
Hukum Membaca Sebelum Bekam
Ayat
Kursi
Asy-Syaikh Shalih bin Sa’ad As-Suhaimi ditanya, “Membaca ayat kursi sebelum berbekam apakah termasuk sunnah?” Syaikh berkata, “Sebelum apa?” Penanya: “Bekam.” Syaikh menjawab, “Aku tidak mengetahui ada dalil yang mengkhususkan membaca ayat kursi sebelum berbekam. Ada beberapa waktu disyari’atkan padanya membaca ayat kursi, seperti sebelum tidur atau pada setiap penghujung shalat dan selainnya. Adapun dikhususkan sebelum berbekam atau setelahnya, ini seperti orang yang mengkhususkan Al-Fatihah sebelum khitbah (melamar) atau sebelum jual beli. Itu semua termasuk BID’AH.” Sumber: http://www.alsoheemy.net/play.php?catsmktba=2128
Daftar Karya: Tulis Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab AnNajdi Kutub Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab An-Najdi Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, sudah tidak asing lagi di telinga kita. Semua kalangan –insya Allah– pernah mendengar namanya, atau mengenal
nasabnya, atau merasakan manisnya dakwah beliau. Tapi, banyak dari kita yang belum mengenal karya tulisnya. Mungkin yang paling sering kita dengar atau pelajari adalah: Tsalatsatul Ushul, Qowa’id Arba’, Ushul Sittah, Kitabut Tauhid, dan Kasyfu Syubuhat. Jangan salah, beliau masih punya karya tulis dan kumpulan fatawa lainnya yang banyak. Nah berikut ini kami sajikan untuk anda….
اﻟﻔﺘﻦ واﻟﺤﻮادثأﺣﺎدﻳﺚ ﻓ – ﺎم اﻟﺼﻼةأﺣ – اﻟﺼﻼة إﻟآداب اﻟﻤﺸ – ﺎم ﻋﻠﻴﻬﺎأرﺑﻊ ﻗﻮاﻋﺪ ﺗﺪور اﻷﺣ – أﺻﻮل اﻹﻳﻤﺎن – ﻣﻨﺴﻚ اﻟﺤﺞ – اﻟﺠﻮاﻫﺮ اﻟﻤﻀﻴﺔ – اﻟﺨﻄﺐ اﻟﻤﻨﺒﺮﻳﺔ – اﻟﺮﺳﺎﺋﻞ اﻟﺸﺨﺼﻴﺔ – اﻟﺮﺳﺎﻟﺔ اﻟﻤﻔﻴﺪة
اﻟﻄﻬﺎرة – اﻟﻘﻮاﻋﺪ اﻷرﺑﻌﺔ – اﻟﺒﺎﺋﺮ – ﻣﺴﺎﺋﻞ اﻟﺠﺎﻫﻠﻴﺔ – ﺑﻌﺾ ﻓﻮاﺋﺪ ﺻﻠﺢ اﻟﺤﺪﻳﺒﻴﺔ – ﺗﻔﺴﻴﺮ آﻳﺎت ﻣﻦ اﻟﻘﺮآن اﻟﺮﻳﻢ – ﺛﻼﺛﺔ أﺻﻮل – ﻣﺠﻤﻮﻋﺔ اﻟﺤﺪﻳﺚ ﻋﻠ أﺑﻮاب اﻟﻔﻘﻪ – رﺳﺎﻟﺔ ﻓ اﻟﺮد ﻋﻠ اﻟﺮاﻓﻀﺔ – ﺷﺮوط اﻟﺼﻼة وأرﻛﺎﻧﻬﺎ وواﺟﺒﺎﺗﻬﺎ – ﻓﺘﺎوى وﻣﺴﺎﺋﻞ – ﻓﻀﺎﺋﻞ اﻟﻘﺮآن – ﻓﻀﻞ اﻹﺳﻼم –
ﻛﺘﺎب اﻟﺘﻮﺣﻴﺪ – ﻛﺸﻒ اﻟﺸﺒﻬﺎت – ﻣﺒﺤﺚ اﻻﺟﺘﻬﺎد واﻟﺨﻼف – ﻣﺠﻤﻮﻋﺔ رﺳﺎﺋﻞ ﻓ اﻟﺘﻮﺣﻴﺪ واﻹﻳﻤﺎن – ﻣﺨﺘﺼﺮ اﻹﻧﺼﺎف واﻟﺸﺮح اﻟﺒﻴﺮ – ﻣﺨﺘﺼﺮ ﺗﻔﺴﻴﺮ ﺳﻮرة اﻷﻧﻔﺎل – ﻣﺨﺘﺼﺮ زاد اﻟﻤﻌﺎد ﻻﺑﻦ ﻗﻴﻢ اﻟﺠﻮزﻳﺔ – ﻣﺨﺘﺼﺮ ﺳﻴﺮة اﻟﺮﺳﻮل ﺻﻠ اﻟﻪ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ – ﻣﺴﺎﺋﻞ ﻟﺨﺼﻬﺎ اﻟﺸﻴﺦ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﻮﻫﺎب ﻣﻦ ﻛﻼم اﺑﻦ ﺗﻴﻤﻴﺔ – ﻣﻔﻴﺪ اﻟﻤﺴﺘﻔﻴﺪ ﻓ ﻛﻔﺮ ﺗﺎرك اﻟﺘﻮﺣﻴﺪ –
1. Ahaditsu fil Fitani wal Hawadits 2. Ahkamush Sholah 3. Adabul Masy-yi Ilash Sholah 4. Arba’ul Qowa’id Taduurul Ahkam ‘alaiha 5. Ushulul Iman 6. Mansakul Hajj 7. Al-Jawahirul Mudhiyyah 8. Al-Khuthobul Minbariyah 9. Ar-Rosa-ilu Asy-Syakhshiyyah
10. Ar-Risalatul Mufidah 11. Ath-Thoharoh 12. Al-Qowa’idul Arba’ah 13. Al-Kabair 14. Masa-ilul Jahiliyyah 15. Ba’dhu Fawa-id Shulhil Hudaibiyah 16. Tafsiru Ayaatin Minal Qur’anil Karim 17. Tsalatsatul Ushul 18. Majmu’atul Hadits ‘ala Abwabil Fiqh 19. Risalah fir Raddi ‘alar Rafidhah 20. Syuruthush Sholah wa Arkanuha wa Wajibatuha 21. Fatawa wa Masa-il 22. Fadho-ilul Qur’an 23. Fadhlul Islam 24. Kitabut Tauhid 25. Kasyfus Syubuhat 26. Mabhatsul Ijtihad wal Khilaf 27. Majmu’atu Rosa-il fit Tauhidi wal Iman 28. Mukhtashorul Inshof wa Asy-Syarhul Kabir 29. Mukhtashor Tafsir Surat Al-Anfal 30. Mukhtashor Zadil Ma’ad li Ibnil Qayyim Al-Jauziyah 31. Mukhtashor Sirotir Rasul Shallallahu ‘alaihi wa Sallam 32. Masa-il, ringkasan dari penjelasan-penjelasan Ibnu Taimiyyah 33. Mufidul Mustafid fi Kufri Tarikit Tauhid Berkaitan dengan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab An-Najdi bisa anda lihat di sini: http://asysyariah.com/print.php?id_online=334 http://asysyariah.com/print.php?id_online=335