REVITALISASI DEWAN PENDIDIKAN & KOMITE SEKOLAH Usulan Naskah Kebijakan Revisi PP No.17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan
YAYASAN SATU KARSA KARYA
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Transformasi Pendidikan
REKOMENDASI 1
Revisi Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, khususnya pada Bagian Kelima tentang Dewan Pendidikan dan Bagian Keenam tentang Komite Sekolah/Madrasah. -
-
-
-
-
1
Pasal 192 (6). Perlu ada penegasan tentang unsur keanggotaan Dewan Pendidikan harus berasal dari pihak yang memiliki kepentingan langsung dan netral (tidak ada potensi konflik kepentingan). Perlu ada larangan masuknya unsur eksekutif dan legislative dalam kepengurusan Dewan Pendidikan. Pasal 192 (13). Perlu penegasan sumber pendanaan Dewan Pendidikan yang bersumber dari pemerintah, sedangkan yang besumber dari masyarakat, bantuan pihak asing yang tidak mengikat dan/atau sumber lain yang sah menggunakan istilah “dapat”. Pasal 197 (1). Perlu ada penegasan unsure keanggotan Komite Sekolah harus berasal dari pihak yang memiliki kepentingan langsung dan netral (tidak ada potensi konflik kepentingan). Unsur orang tua/wali peserta didik ) yang anaknya masih bersekolah) minimal 50%. Perlu ada penegasan larangan masuknya unsur guru dan pengurus yayasan (sekolah swasta) dari sekolah yang bersangkutan dalam keanggotan Komite Sekolah/Madrasah. Pasal 197 (7). Surat Keputusan (SK) penetapan Komite Sekolah/Madrasah oleh Dewan Pendidikan kabupaten/kota atau Dinas Pendidikan kabupaten/kota. Hal ini untuk mempertegas kedudukan dan fungsi Komite Sekolah/Madrasah agar dapat berjalan efektif. Perlu ada penambahan pasal yang mengatur tentang kewenangan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah/Madrasah. Hal ini penting untuk mempertegas sekaligus memperkuat kedudukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah/Madrasah.
2
Revisi Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Nomor 044/U2002 tengan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah/Madrasah. Hal tersebut mendesak untuk dilakukan untuk memperkuat dan memperjelas kedudukan, tujuan, kewenangan, peran dan fungsi, pembentukan, keorganisasian, tata hubungan dan hal lainnya dari Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah/Madrasah.
3
Perlu ada program dan anggaran yang memadai setiap tahunnya untuk penguatan kapasitas Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah/Madrasah.
Usulan Naskah Kebijakan
Pendidikan = Hak Dasar Warga Bangsa “Mencerdaskan kehidupan bangsa” adalah salah satu tujuan dibentuknya NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) yang berdimensi idiilprinsipil sebagaimana termaktub dalam Preambule Undang-undang Dasar 1945 (konstitusi) Republik Indonesia. Undang-undang Dasar 1945 perubahan keempat dalam Bab XIII Pendidikan dan Kebudayaan Pasal 31 ayat (1) – (4) secara tegas menyatakan pentingnya pendidikan. Pendidikan adalah jalan untuk membentuk harkat-martabat setiap warga negara dalam pergaulan sosial, ekonomi, politik, dan budaya untuk menciptakan interaksi yang berkeadilan antar elemen bangsanegara. Pada era saat ini dan kedepan, hanya bangsa yang memiliki sumber daya manusia terdidik dan terlatih yang akan menguasai persaingan yang kian bebas.
Usulan Naskah Kebijakan
Desentralisasi Pendidikan, Dimana Peran Masyarakat ? Sejalan dengan arah kebijakan otonomi daerah (desentralisasi) yang ditempuh oleh pemerintah, maka tanggung jawab pemerintah daerah akan mengikat dan semakin luas, termasuk dalam bidang pendidikan. Bahkan dalam konsep desentralisasi pendidikan tidak saja berhenti pada pemerintahan kabupaten/kota tetapi sampai pada satuan pendidikan yaitu sekolah. Hal tersebut dipertegas dalam UU nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional tentang MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). Maksud dari MBS adalah bentuk otonomi manajemen pendidikan pada satuan pendidikan, yang dalam hal ini kepada sekolah/madrasah dan guru dibantu oleh komite sekolah/madrasah dalam mengelola kegiatan pendidikan. Paradigma MBS beranggapan bahwa, satusatunya jalan masuk yang terdekat menuju peningkatan mutu dan relevansi adalah demokratisasi dan akuntabilitas pengelolaan dan penyelenggaran pendidikan. Kepala sekolah, guru, dan masyarakat adalah pelaku utama dan terdepan dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah sehingga segala keputusan mengenai penanganan persoalan pendidikan pada tingkatan mikro harus dihasilkan dari interaksi dari ketiga pihak tersebut. Masyarakat adalah stakeholder pendidikan yang memiliki kepentingan akan berhasilnya pendidikan di sekolah, karena mereka adalah pelaku (subyek) sekaligus pemanfaat (obyek) layanan pendidikan.
2
Pertanyaannya, siapa yang dimaksud “masyarakat” itu ? Karena entitas masyarakat itu sangat kompleks dan tak berbatas (borderless). Selain itu, sejauhmana ruang lingkup peran serta masyarakat? UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB XV Pasal 54 tentang Peran Serta Masyarakat dalam Pendidikan menegaskan bahwa: (1) Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan. (2) Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan. Selanjutnya dipertegas dalam Pasal 56 yang berbunyi: (1) Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah. (2) Dewan pendidikan sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota yang tidak mempunyai hubungan hirarkis. (3) Komite sekolah/madrasah, sebagai lembaga mandiri, dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan. Secara tehnis peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan, sebagaimana tertuang dalam Pasal 188 (2) PP Nomor 17 Tahun 2010 adalah: (a) penyediaan sumber daya pendidikan, (b) penyelenggaraan satuan pendidikan, (c) penggunaan hasil pendidikan, (d) pengawasan penyelenggaraan pendidikan, (e) pengawasan pengelolaan pendidikan, (f) pemberian pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada pemangku kepentingan pendidikan pada umumnya; dan/atau (g) pemberian bantuan atau fasilitas kepada satuan pendidikan dan/atau penyelenggara satuan pendidikan dalam menjalankan fungsinya. Secara konseptual semangat desentralisasi pendidikan yang diatur dalam UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional khususnya terkait MBS ingin menegaskan bahwa penyelenggaraan pendidikan akan lebih efektif bila didukung oleh system berbagi kekuasaan (power sharing) antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, sekolah, orang tua/wali murid dan masyarakat dalam penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan.
3
Usulan Naskah Kebijakan
Inisiatif YSKK
S
ebagai sebuah organisasi masyarakat sipil yang bekerja untuk mengawal layanan pendidikan, YSKK berkepentingan untuk melakukan penelitian mendalam terkait kondisi kelembagaan dan fungsi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Penelitian dilakukan di di 5 provinsi (3 kabupaten dan 3 kota) yakni Jawa Tengah (Kota Surakarta), DIY (Kabupaten Gunung Kidul), Lampung (Kota Bandarlampung), Banten (Kota Serang dan Kabupaten Tangerang) dan Provinsi NTT (Kabupaten Kupang). Adapun jumlah sekolah mencapai 24 sekolah yang terbagi dari SDN 10 sekolah, SMPN 9 sekolah dan SMAN ada 5 sekolah. Total responden ada 54 responden yakni 18 orang komite sekolah, 17 kepala sekolah dan 19 orang tua siswa. Sementara untuk dewan pendidikan didapat dari 4 orang dewan pendidikan dan 4 orang dinas pendidikan. Ini penting sebagai dasar argumentasi penyusunan usulan naskah kebijakan untuk revisi PP nomor 17 tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan.
Kondisi Dewan Pendidikan & Komite Sekolah Saat ini hampir setiap institusi pendidikan (sekolah) sudah memiliki komite sekolah, begitu juga dengan dewan pendidikan, hampir semua daerah di Indonesia sudah terbentuk. Justru untuk dewan pendidikan tingkat nasional yang hingga kini belum terbentuk. Meski demikian tidak dapat dipungkiri bahwa pandangan sebagian besar masyarakat terhadap keberadaan dan kinerja dewan pendidikan dan komite sekolah masih sangat rendah. Hasil kajian yang dilakukan YSKK menemukan fakta umum bahwa fungsi dan peran Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah belum berjalan secara efektif. Bahkan ada kesan dari sebagian masyarakat yang menilai keberadaan Dewan Pendidikan hanya sekedar “formalitas” saja. Sedangkan Komite Sekolah dinilai hanya sebagai “tukang stempel” atas berbagai kebijakan sekolah. Hasil penelitian yang dilakukan oleh YSKK sepanjang tahun 2014-2015 mencatat ada tujuh temuan menarik terkait kondisi kelembagaan dan kinerja Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.
Usulan Naskah Kebijakan
4
Kinerja Dewan Pendidikan & Komite Sekolah yang belum optimal
“
Karena ada larangan memungut biaya dari orang tua, sekarang ini komite sekolah nyaris tidak ada kegiatan. Sekolah nggak mau resiko tapi ya itu, komite sekolah bingung mau ngapain sekarang.
“
Komite Sekolah SMP di Bandar Lampung
Sebagian Dewan Pendidikan masih belum mampu menjalankan fungsi dan perannya secara terencana dan terukur. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan masih banyak yang sifatnya rutinitas dan kurang strategis. Sedangkan untuk komite sekolah, fungsi mereka lebih banyak pemberi dukungan sekolah terutama dalam hal mengorganisir dukungan dana. Fungsi mediasi, pengawasan dan pemberi pertimbangan sangat sedikit porsinya. Ada temuan menarik di banyak sekolah setelah adanya program BOS dan terbitnya Permendikbud nomor 44 tahun 2012 yang melarang adanya pungutan sekolah, banyak komite sekolah yang vakum (tidak ada kegiatan).
Sebagian besar proses pembentukan pengurus Dewan Pendidikan & Komite Sekolah belum demokratis Untuk Komite Sekolah, yang banyak terjadi adalah model penunjukan langsung oleh kepala sekolah dan sebagian lagi melalui model pemilihan formatur yang pada akhirnya penentunya adalah kepala sekolah. Sedangkan untuk Dewan Pendidikan, di sebagian besar daerah proses pembentukannya tertutup, mulai dari proses penjaringan calon, pemilihan hinggan penetapannya. Bahkan tidak sedikit pengurus Dewan Pendidikan dibeberapa daerah yang pembentukannya diintervensi oleh kepala daerah untuk kepentingan politik dengan cara menempatkan orang-orang terdekatnya. Secara proses bisa dipastikan sebagian besar pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah belum berjalan secara demokratis, dan inilah yang menyebabkan minimnya partisipasi orang tua dan masyarakat.
Kemandirian Dewan Pendidikan & Komite Sekolah yang masih setengah hati Prinsip “ badan mandiri” tidak relevan dengan status Surat Keputusan penetapan Dewan Pendidikian yang dikeluarkan oleh Kepala Daerah (Gubernur/Bupati/Walikota), dan untuk Komite Sekolah, Surat Keputusan penetapan juga dikeluarkan oleh Kepala Sekolah. Sementara mereka harus bekerja mengawasi kinerja mereka yang menentukan dan menetapkan keberadaannya. Yang terjadi, sebagian besar komite sekolah justru tunduk dan lebih banyak merepresentasikan kepentingan pemerintah dan sekolah dari pada kepentingan orang tua/wali murid dan masyarakat.
5
Usulan Naskah Kebijakan
Pemahaman yang lemah tentang kedudukan, peran dan fungsi Dewan Pendidikan & Komite Sekolah Komite sekolah masih dipandang sebagai penjelmaan dari BP3 (Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan) atau POMG (Persatuan Orang Tua Murid dan Guru), dengan peran dan fungsi yang sama saja. Kondisi sebagian besar Dewan Pendidikan pun tidak kalah memprihatinkan, karena banyak yang tidak berjalan (bekerja), bahkan tidak jelas kepengurusannya dan kantor sekrtariatannya. Salah satu factor utama terjadinya kondisi ini adalah karena minimnya program peningkatan kapasitas bagi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.
Komposisi keanggotaan Dewan Pendidikan & Komite Sekolah diisi oleh orang yang tidak memiliki kepentingan langsung dan netral Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dirancang sebagai badan mandiri sebagai mitra strategis sekaligus penyeimbang dalam pengambilan dan implementasi kebijakan pendidikan oleh pemerintah dan sekolah. Dengan demikian keanggotaan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah seharusnya diisi oleh orang-orang yang memiliki kepentingan dan kapasitas terkait dengan pendidikan. Komposisi Komite Sekolah Berdasar Status Anak di Sekolah
Komposisi Komite Sekolah Berdasar Unsur
Usulan Naskah Kebijakan
6
Periode kepengurusan Dewan Pendidikan & Komite Sekolah yang tidak jelas Sebagian besar komite sekolah tidak memiliki batas waktu periode kepengurusan yang jelas. Kalaupun ada, masa periode kepengurusan antara sekolah satu dengan yang lainnya juga berbeda-beda, ada yang 3 tahun, 4 tahun dan 6 tahun. Temuan YSKK di Jawa Tengah, D.I.Yogyakarta dan Lampung menunjukkan hampir 65% kepengurusan dan keanggotaan komite sekolah telah menjabat lebih dari 2 periode. Meskipun tidak sebanyak Komite Sekolah, tetapi kondisi serupa terkait periode kepengurusan Dewan Pendidikan juga terjadi. Situasi tersebut tentu sangat tidak sehat untuk membangun sebuah iklim tata kelola yang demokratis. Karena potensi penyalahgunaan wewenang dalam jabatan yang lama sangat mungkin terjadi dan susah untuk terdeteksi.
1 Periode 2 Periode Lebih 2 Periode
18% 17% 65%
Periode Keanggotaan Komite Sekolah
Mekanisme kerja Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah yang tidak jelas Sampai saat ini mekanisme kerja Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah tidak tidak jelas. Misalnya saja, yang lazim dilakukan adalah komite melakukan pertemuan dengan semua wali murid dan sekolah secara rutin (terjadwal). Tetapi yang terjadi mereka hanya melakukan pertemuan 1 kali dalam 1 semester, bahkan sebagian hanya 1 kali dalam 1 tahun. Biasanya dilakukan setiap tahun ajaran baru dan terkait dengan iuran atau sumbangan untuk sekolah. Mulai dari iuran pembangunan, SPP, tambahan les, penambahan sarana belajar dan beragam istilah iuran lainnya. Isi pertemuan pun bukan untuk merumuskan besaran iuran yang sesuai dengan keadaan ekonomi wali murid, akan tetapi berupa sosialisasi kebijakan (kenaikan iuran) kepada wali murid setelah terlebih dahulu pengurus komite dan sekolah melakukan transaksi perumusan dan pengesahan atas kebijakan tersebut.
Tentang YSKK & KMSTP Yayasan Satu Karsa Karya (YSKK) adalah organisasi masyarakat sipil yang bekerja untuk dan bersama masyarakat terpinggirkan, khususnya perempuan dan anak-anak untuk memperjuangkan hak-hak dasar mereka terpenuhi. YSKK bersama Indonesia Corruption Watch (ICW), Article 33 Indonesia, Paramadina Public Policy Institute (PPPI) merupakan penggagas dari Koalisi Masyarakat untuk Transformasi Pendidikan (KMSTP) yakni kumpulan Organisasi Masyarakat Sipil yang melakukan advokasi demi perbaikan sistem pendidikan di Indonesia. Anggota KMSTP lainnya adalah OMS peduli pendidikan dan para pegiat pendidikan dari seluruh Indonesia. Alamat YSKK:
7
Singopuran Rt.04/II Kartasura, Sukoharjo 57164 Jawa Tengah Telp./Fax.: 0271-784928 | eMail:
[email protected] Website: www.yskk.org & www.awasibos.org Usulan Naskah Kebijakan