STUDI KUALITAS AKUSTIK BERDASARKAN WAKTU DENGUNG DAN BISING LATAR BELAKANG MASJID – MASJID BESAR DI SURABAYA akustik lingkungan berkisar antara 125 – 4000 Hz ( Candra Budi S, Andi Rahmadiansah, ST, MT, dyah sawitri ST. MT)batas maksimum (Szokolay,2004). Dimana Reverberation Time yang baik untuk ruangan yang Jurusan Teknik Fisika – Fakultas sejenisTeknologi adalah Industri sekitar 2.5 detik. Jadi dapat Institut Teknologi Sepuluh Nopember dikatakan bahwa memiliki kondisi akustik yang sangat baik 60111 apabila ditinjau dari aspek Kampus ITS Keputih Sukolilo,Surabaya Reverberation Time ini. Untuk nilai Reverberation Time yang standart untuk masjid ialah berkisar 0,9–1,2 detik, dengan tingkat tekanan bising Abstrak berkisar antara 25- 30 dB (Szokolay,2004).. Jika Masjid adalah merupakan bangunan yang masjid terdapat dlam area pemukiman, syarat penting bagi umat islam karena disanalah tempat bising antara 45 – 55 dB (Szokolay,2004).. Selain segala kehiatan keislaman berlangsung. Kegiatan penilaian objektif seperti diatas,penilaian subjektif yang sering dilakukan di dalama masjid adalah dengan cara mengobservasi waktu dengung tanpa kegiatan yang menimbulkan kejelasan melihat data yang ada itu perlu. Observasi penyampaian suara, seperti sholat berjamaah dan dilakukan dengan memperkirakan waktu yang diperlukan energi suara ketika mengalami ceramah agama. kegiatan tersebut bisa dilakukan peluruhan. Energi suara dihasilkan dari suara dengan baik bila sebuah masjid memiliki nilai tepukan tangan penulis ketika berada di dalam akustik yang baik dan kondisi akustik ruangan yang ruangan. Teori mengatakan bahwa bentuk ruang optimal. Masjid yang telah diteliti dan memiiki sangat mempengaruhi jalanya bunyi di dalam nilai background noise didapatkan bahwa pada ruangan. Penelitian ini bertujuan untuk mencari masjid Al-Falah memiliki nilai baground noise pengaruh bentuk plafon masjid terhadap kualitas ruang masjid, terutama pada kejelasan suara dalam bernilai 59,922 dB. Dan masjid yang memiliki nilai ruang. Parameter akustik yang akan dilihat adalah kualitas akustik yang paling baik yaitu pada masjid waktu dengung (RT) dan Background Noise (Noise Al-Falah, karena untuk Waktu Dengung Criteria). Penelitian dilakukan pada tiga masjid (Reverberation Time) pada masjid tersebut sebesar yang memiliki plafon dan bentuk yang berbeda, 1,81 detik. Hal yang mempengaruhi tingkat nilai dimana ketiga masjid tersebut terdapat di Surabaya. akustik yang terbaik ialah variable bangunan yang Arsitektur mesjid yang terkait dengan kinerja ada didalam masjit tersebut, misalnya bukaan, baik akustik adalah bentuk atap yang akan mempengaruhi bentuk langit-langit, bentuk denah itu berupa pintu, jendela, atau angin-angin dan dinding termasuk pintu,jendela serta bukaanbukaan., dan bahan-bahan permukaan dari ruang Pendahuluan ibadah Masjid adalah merupakan bangunan yang penting bagi umat islam karena disanalah tempat Permasalahan segala kehiatan keislaman berlangsung. Kegiatan Dilihat dari paparan latar belakang yang yang sering dilakukan di dalama masjid adalah telah dikemukakan diatas, maka permasalahan dari kegiatan yang menimbulkan kejelasan tugas akhir ini ialah: “Seberapa besar kualitas penyampaian suara, seperti sholat berjamaah dan akustik berdasarkan waktu dengung dan ceramah agama. kegiatan tersebut bisa dilakukan dengan baik bila sebuah masjid memiliki nilai background noise dari masjid – masjid besar yang akustik yang baik dan kondisi akustik ruangan yang terdapat di Surabaya.” optimal Frekuensi kegiatan keagamaan. Fungsi masjid adalah sebagai tempat ibadah umat muslim, Batasan Masalah yang mana tujuan utamanya adalah penyampaian Dalam penelitian tugas akhir ini, berlaku beberapa suara imam kepada makmum ketika sholat batsan masalah sebagai berikut berjamaah atau khotib kepada jamaah ketika 1. Penentuan kualitas akustik waktu dengung berceramah. Penyampaian suara ini harus sampai dan background noise didalam ruangan kepada para jamaah dengan baik untuk menjaga masjid. kekhusukan selama beribadah, karena faktor 2. Daerah penelitian hanya mencakup akusik kejelasan suara ini juga mempengaruhi ruang masjid yang telah ditentukan yaitu kekhusukan. mempunyai luasan berkisar antara 500-7000 Berdasarkan keputusan mentri negara m3. lingkungan hidup tentang pedoman penerapan buku 3. Bentuk plafón Masjid yang dipilih ialah, mutu tingkat kebisingan untuk fasilitas umum kubah, tajug (piramid bertumpuk), dan datar berkisar antara 60 dB. Frekuensi standart dalam
1
4.
Kondisi lingkungan disekitar areal masjid diabaikan
dikelurkan pembicara dengan baik diseluruh titik yang ada dalam ruangan (satrio, 2005). Fungsi masjid adalah sebagai tempat ibadah umat muslim, yang mana tujuan utamanya adalah penyampaian suara imam kepada makmum ketika sholat berjamaah atau khotib kepada jamaah ketika berceramah. Penyampaian suara ini harus sampai kepada para jamaah dengan baik untuk menjaga kekhusukan selama beribadah, karena faktor kejelasan suara ini juga mempengaruhi kekhusukan. Dalam memenuhi tujuan masjid untuk penyampaian suara, maka dibutuhkan ruang dengan akustik yang baik supaya distribusi suara bisa merambat secara merata ke seluruh jamaah. Masjid yang digunakan untuk keperluan percakapan, dalam hal ini ceramah atau khotbah disyaratkan untuk memilki distribusi tingkat tekanan bunyi yang merata di seluruh sudut ruangan agar pendengar dapat menangkap informasi yang dikeluarkan pembicara dengan baik di seluruh titik yang ada dalam ruangan (Satriyo, 2005). Bunyi terjadi karena adanya benda yang bergetar dan menimbulkan gesekan dengan zat di sekitarnya. Frekuensi standart yang dipilih secara bebas sebagai wakil yang penting dalam akustik lingkungan adalah 125, 250, 500, 1000, 2000, dan 4000 Hz (Doelle, 1972). Untuk suara manusia, frekuensi yang penting adalah 500, 1000, dan 2000 Hz (Szokolay, 2004).
Tujuan Tugas Akhir Tujuan dari penelitian tugas akhir ini adalah menganalisa kualitas akustik masjid – masjid besar di Surabaya menggunakan Metode Waktu Dengung Dan Background Noise. Metodologi Penelitian Dalam penelitian tugas akhir ini, langkah-langkah yang dilakukan untuk mencapai tujuan penelitian tugas akhir ini adalah sebagai berikut 1. Identifikasi Permasalahan Melakukan pengamatan langsung ke lokasi yang menjadi objek pengambilan data sehingga nantinya akan mendapatkan data awal sebagai permasalahan yang akan dibahas. 2. Studi Lapangan Mengidentifikasi bagaimana kondisi lapangan dan menentukan kapan waktu dalam pengambilan data tugas akhir ini dapat berlangsung 3. Pengambilan Data Setelah ditentukan waktu yang sesuai dengan kondisi untuk pengambilan data, dilakukan pada titik-titik pengukuran yang telah ditentukan sebelumnya 4. Analisis Data dan Pembahasan Dari data yang telah diambil, selanjutnya dilakukan analisis data yang dimana untuk menentukan nilai RT dengan menggunakan persamaan yang telah ada 5. Kesimpulan dan Saran Setelah melakukan serangkaian kegiatan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa hasil dari analisis data apakah telah dapat mencapai tujuan dari penelitian tugas akhir kali ini.
2.1 Gelombang Bunyi Gelombang bunyi dapat merambat langsung melalui udara dari sumbernya ke telinga manusia, gelombang bunyi dapat juga terpantul-pantul terlebih dahulu oleh permukaan-permukaan bangunan, menembus dinding, atau merambat melalui struktur bangunan. Perjalanan bunyi dari sumbernya keteliga akan sangat menentukan karakter (kualitas dan luantitas) bunyi tersebut. Getaran mekanik atau gelombang fisik yang dapt merambat melalui media gas, cair, atau medium padat elstis dengan memindahkan energy dari sumber ke penerima melalui mekanisme gelombang, sehingga suatu benda yang bergetar akan melepas sebagian kecil dari energy yang dikandungnya ke medium sekitarnya sebagai suara
2.DASAR TEORI Masjid merupakan bangunan yang penting bagi umat Islam karena di sanalah tempat segala kegiatan keislaman berlangsung. Kegiatan yang sering dilakukan di dalam masjid adalah kegiatan yang membutuhkan kejelasan penyampaian suara, seperti sholat berjamaah dan ceramah keagamaan. Kegiatan tersebut bisa dilakukan dengan baik bila sebuah masjid memiliki standar nilai akustik yang baik. Tipologi bentuk masjid di setiap negara mempunyai ciri khas tersendiri. Masjid yang digunakan untuk keperluan pecakapan, disyaratkan untuk memiliki distribusi tingkat tekanan bunyi yang merata di seluruh sudut ruangan agar pendengar dapat menangkap informasi yang
2.2 Akustik ruang Suara yang keluar dari satu atau beberapa sumber di dalam ruang tertutup akan menyebar
2
sarbine diartikan sebagai nilai serapan bunyi yang setara dengan 1 m2 jendela terbuka (tidak ada yang terpantul, atau terserap semua), sedangkan 1 ft2 sarbine setara dengan serapan 1 ft2 jendela terbuka
kesegala penjuru ruang dengan karakteristik yang berbeda dengan perambatan suara di ruang terbuka. Suara yang diranbatkan dalam ruang, tetutup pada suatu saat akan membentuk suatu penghalang (partisi) atau pembatas ruang, seperti lantai, dinding atau langit-langit. Energi suara yang dating pada penghalang atau dinding pada penghalang atau dinding pembatas ini, sebagian dipantulkan dan sebagian lagi diserap atau ditransmisikan. •
•
Pemantulan Bunyi Permukaan yang keras, tegar dan rata seperti beton, bata, batu, plester atau gelas memantulkan hamper semua energy bunyi yang jatuh padanya. Gejala pemantulan bunyi hamper serupa dengan pemantulan cahaya. Dimana “ bunyi dating dan bunyi pantul berada pada bidang datar yang sama dan sudut gelombang bunyi dating sama dengan gelombang bunyi pantul” (Doelle, 1990).
Penyerapan bahan Derajat serat bunyi suatu bahan adalah perbandingan antara energy yang tidak dipantulkan kembali dan energi bunyi keseluruhan. Bahan penyerap bunyi yang baik adalah yang memiliki ohm akustik mendekti udara, biasanya berupa bahan yang ringan elastic, mengandung rongga udara yang banyak.
Koefisien penyerapan beberapa bahan yang dapat dilihat pada tabel berikut: Table 2.1 Daftar koefisien penyerapan bahan
Gambar 2.1 Suara yang dating berbanding sama dengan yang dipantulkan •
Penyerapan Bunyi Penyerapan bunyia adalah perubahan energy bunyi menjadi satu bentul lain, biasanya adalah energy panas. Pengendalian akustik bangunan yang baik memebutuhkan penggunaan bahanbahan dengan tingkat penyrapan bunyi yang tinggi. Penyerapan bunyi (Sound-Absorbing) adalah kemampuan suatu bahan meredam bunyi yang datang, dihitung dalam persen, atau pecahan bernilai 0≤ α ≤ 1. Nilai 0 berarti tidak ada peredaman bunyi (seluruh bunyi yang dating dipantulkan sempurna). Sedangkan , nilai 1 berarti bunyi yang dating diserap seluruhnya (tidak ada yang dipantulkan kembali). Jendela yang terbuka dianggap mempunyai α=1 karena seluruh bunyi tidak dipantulkan. Sarbine (derajat serap) adalah pembanding antara energy yang tidak dipantulkan kembali dan energi bunyi keseluruhan yang dating. 1 m2
Rancangan bangunan mesjid di Indonesia, sebagaimana rancangan bangunan pada umumnya sangat dipengaruhi oleh budaya dan iklim setempat, bahan bangunan lokal dan bahan lain yang dapat diperoleh serta teknologi yang dapat digunakan. Perancangan interior pada beberapa mesjid terutama masjid agung adalah sangat diperhatikan. Tetapi rancangan akustik pada umumnya tidak pernah diperhatikan. Hal inilah yang menyebabkan kinerja akustik mesjid di Indonesia menjadi kurang baik. Arsitektur mesjid yang terkait dengan kinerja akustik adalah bentuk atap yang akan mempengaruhi bentuk langit-langit,
3
sembarangan dapat mengakibatkan suara bertumpuk-tumpuk sehingga terjadi gema atau gaung. Dari beberapa tipologi masjid, dinding ratarata berbentuk datar, bentuk cekung biasa ditemui pada plafon kubah, sementara bentuk cembung jarang ditemui di Masjid. Padahal justru bentuk cembung inilah yang memiliki kemampuan untuk menyebarkan suara (Mediastika, 2005). Bentukbentuk tersebut juga tidak diatur perletakannya. Hal itu dapat menyebabkan suara tidak dapat terdistribusi secara merata ke seluruh ruangan. Selain itu, pemantulan yang berlebih dan tidak merata yang ditimbulkan dari bentuk-bentuk tersebut dapat menyebabkan gaung. Kondisi bunyi di dalam ruang tertutup bisa dianalisa dalam beberapa sifat yaitu: • bunyi langsung, • bunyi pantulan, • bunyi yang diserap oleh lapisan permukaan, bunyi yang disebar, • bunyi yang dibelokkan, bunyi yang ditransmisi, • bunyi yang diabsorpsi oleh struktur bangunan, • bunyi yang merambat pada konstruksi atau struktur bangunan (Suptandar,2004).
bentuk denah dan dinding termasuk pintu,jendela serta bukaan-bukaan., dan bahan-bahan permukaan dari ruang ibadah. Persyaratan akustik yang berlaku untuk auditorium berlaku juga untuk ruangan ibadah,ialah antara lain: 1. Suara cukup keras diterima di seluruh tempat di dalam ruangan. 2. Distribusi tingkat tekanan suara merata 3. Ruangan mempunyai waktu dengung yang optimal sesuai dengan fungsi ruangan. 4. Ruangan bebas dari cacat-cacat akustik seperti gema gema berulang,konsentrasi suara dan bayangan suara. 5. Bising dan getaran harus dikurangi sampai tingkat yang tidak mengganggu.. Sistem tata suara dapat digunakan untuk membantu memenuhi persyaratan (1) dan (2), tetapi jika tidak dirancang dengan baik mungkin tidak dapat memenuhi tujuan yang diharapkan, malahan dapat menimbulkan masalah baru. Masalah tersebut adalah terjadinya distribusi tingkat tekanan suara yang tidak merata, dan kehilangan lokalisasi dari sumber suara asli serta terjadinya gema dan konsentrasi suara. Kedua cacat akustik ini dapat berlainan dengan gema clan konsentrasi suara yang disebabkan oleh geometri ruangan dimana yang disebut terakhir ini dapat diperkuat oleh sistem tata suara yang tidak sesuai. Hal ini sangat dipengaruhi oleh pemilihan jenis dan penempatan loudspeaker Selain persyaratan akustik tersebut diatas terdapat pula kriteria untuk kejelasan pembicaraan ialah Prosentase Kehilangan Artikulasi Konsonan ( % ALcons ) dan Fraksi F. Energi Dini C7 dan C50. Bentuk merupakan unsur yang ikut mendukung pengkondisian akustik suatu ruang sebagai element nonstructural, tapi bias juga sebagai element structural. Sedangkan bentuk permukaan dari sebuah ruang sangat mempengaruhi jalanya bunyi di ruang tertutup, baik permukaan itu datar, cekung, atau cembung. Pada sebuah ruang pembicaraan, seharusnya bentuk-bentuk ini juga diatur peletakaanya, supaya bias mengarahkan bunyi ke tempat yang diinginkan. Dalah hal penyebaran suara, bentuk cembung adalah bentuk yang paling cocok untuk digunakan dan berguna untuk pemantulan serta pendistribusian suara. Tapi peletakan yang
Perambatan gelombang bunyi yang mengenai obyek akan mengalami pemantulan, penyerapan, dan penerusan bunyi, yang karakteristiknya tergantung pada karakteristik obyek. Perambatan gelombang bunyi yang mengenai bidang batas dengan celah akan mengalami defraksi (Mediastika, 2005). Hal inilah yang terjadi pada bunyi pada ruangan yang berlubang. Refleksi atau pemantulan bunyi oleh suatu obyek penghalang atau bidang batas disebabkan oleh karakteristik penghalang yang memungkinkan terjadinya pemantulan. Pada ruangan yang memiliki bidang batas yang memiliki kemampuan pantul yang besar akan terjadi tingkat pemantulan yang besar, sehingga tingkat kekerasan bunyi pada titik-titik berbeda dalam ruangan tersebut lebih kurang sama. Pada keadaan ini, ruang mengalami difus Pemantulan suara bisa digambarkan sebagai berikut: pantulan ke fokus, pantulan menyebar, pentulan terkendali (Suptandar, 2004). Dalam ruangan, suara yang memantul akan mempengaruhi kejelasan suara. Terkadang pemantulan suara bisa meningkatkan intensitas
4
Bentuk Tajuk merupakan bentuk pemantul suara yang baik karena memiliki sifat penyebar gelombang suara yang ikut mendukung kondisi difusi akustik ruang. Bentuk cembung bisa menciptakan kejelasan suara dari berbagai arah yang cukup luas dan menyebar. Bentuk akustik datar sifatnya paling sederhana dan jelas. Bentuk akustik datar dengan teknik geometri akan memberikan suara yang jelas kepada para penonton yang duduk di deret paling belakang tanpa cacat dan perbedaan tempo penerimaan (Suptandar, 2004).
suara dan membuat suara menjadi lebih jernih, tapi jika suara itu datang terlambat ke penerima, maka akan menimbulkan gema. Reverberation time merupakan indikator penting untuk ruang pembicaraan. Dalam akustik lingkungan unsurunsur berikut dapat menunjang penyerapan bunyi: 1. Lapisan permukaan dinding, lantai, atau atap 2. Isi ruang seperti penonton, bahan tirai, tempat duduk dengan lapisan lunak, dan karpet 3. Udara dalam ruang Efisiensi penyerapan bunyi suatu bahan pada suatu frekuensi tertentu dinyatakan oleh koefisiensi penyerapan bunyi. Koefisiensi penyerapan bunyi suatu permukaan adalah bagian energi bunyi yang datang yang diserap, atau tidak dipantulkan oleh permukaan. Koefisiensi ini dinyatakan dalam huruf greek á. Nilai á dapat berada antara 0 dan 1 (Doelle,1972).
• Bentuk Datar Bentuk datar dengan teknik geometri akan memberikan suara yang jelas kepada para penonton yang duduk di deretan shaf belakang tanpa cacat dan perbedaan tempo penerimaan
2.3 Geometri Bentuk Langit-Langit Masjid Pada umumnya, masjid di Indonesia memiliki tiga bentuk langit-langit yaitu kubah, tajuk, dan datar. • Bentuk cekung Bentuk ini bersifat pemusatan suara yang tidak menyebar dan bentuk tersebut merupakan kebalikan dari fungsi reflektor. Bentuk cekung menimbulkan efek focal point atau sebagai pusat arah pantulan suara, disebut whispering gallery atau gema yang merambat. Bentuk cekung bila diolah menurut rambatan suara akan lebih mendukung kondisi akustik. Permukaan cekung akan memantulkan cahaya terfokus ke titik yang sama. Pendengar di titik itu akan mendengar suara yang sangat keras dan yang jaug dari situ akan mendapat sedikit suara. . Oleh karena itu bentuk ini adalah akustik yang buruk dan bias menebabkan gema. Bentuk cekung yang memiliki permukaan datar atau rata dapat berfungsi sebagai akustik bila diletakkan dengan kemiringan agar memiliki arah pantulan. Bentuk akustik datar dapat diolah untuk mengarahkan suara ke daerah penerima yang luasnya ditentukan oleh besar kemiringan atau sudut dating gelombang agar mampu meningkatkan jumlah pantulan dan mengurangi cacat bunyi berupa gema melalui TDG (Perbedaan jarak dengung) (Suptandar, 2004). •
Gambar 2.4 Pemantulan yang Terjadi pada Bidang Batas Cembung, Datar, dan Cekung (Mediastika, 2005) Desain akustik ruang untuk pembicaraan dipengaruhi oleh lima faktor: 1. Memberikan reverberation time optimum 2. Mengeliminasi cacat akustik 3. Memaksimalkan kekerasan 4. Meminimalkan tingkat kebisingan dalam ruangan 5. Menyediakan sistem buatan di tempat yang dibutuhkan Pada prinsipnya akustik ruang dipengaruhi oleh nilai Tingkat Tekanan Bunyi (TTB) atau Sound Pressure Level (SPL), Reverberation Time (RT), Early Decay Time (EDT), Clarity atau Early-to-late sound, Early Energy Fraction, dan Total Sound Level. Formula pengukuran tingkat kekerasan bunyi di dalam ruang dengan menggunakan
Bentuk Tajuk (Piramid Bertumpuk)
5
dalam ruangan berkaitan dengan karakteristik permukaan yang menyusun ruangan tersebut. Ruangan yang dominan disusun oleh material permukaan yang bersifat memantulkan energi suara cenderung memiliki RT yang panjang, sedangkan ruangan yang didominasi oleh material permukaan yang bersifat menyerap energi suara akan memiliki RT yang pendek. Ruangan yang keseluruhan permukaan dalamnya bersifat menyerap energi suara (RT sangat pendek) disebut ruang anti dengung (anechoic chamber), sedangkan ruangan yang keseluruhan permukaan dalamnya bersifat memantulkan suara (RT sangat panjang) disebut ruang dengung (reverberation chamber). Ruangan-ruangan yang kita tempati dan gunakan sehari-hari, mulai dari ruang tidur, ruang kelas, auditorium, masjid, gereja dsb akan memiliki RT diantara kedua ruangan tersebut diatas, karena pada umumnya permukaan dalamnya disusun dari gabungan material yang menyerap dan memantulkan energi suara. Desain bentuk, geometri dan komposisi material penyusun dalam ruangan inilah yang akan menentukan RT ruangan, sekaligus kinerja akustik ruangan tersebut. Bila sumber bunyi telah berhenti, suatu waktu yang cukup lama akan berlalu sebelum bunyi hilang dan tak dapat didengar. Bunyi yang berkepanjangan ini sebagai akibat pemantulan yang berturut-turut dalam ruang tertutup setelah sumber bunyi dihentikan disebut dengung (Doelle, 1972). Pentingnya pengendalian dengung dalam rancangan akustik auditorium telah mengharuskan masuknya besaran standar yang relevan, yaitu waktu dengung (RT). Ini adalah waktu agar Tingkat Tekanan Bunyi dalam ruang berkurang 60 dB setelah bunyi dihentikan. Rumus perhitungan RT adalah
Tingkat Tekanan Bunyi atau Sound Pressure Level (SPL).Formula pengukuran tingkat kekerasan bunyi di dalam ruang dengan menggunakan Tingkat Tekanan Bunyi atau Sound Pressure Level (SPL).
Di mana: SPL : sound pressure level (dB) PWL : sound power level (dB) r : jarak dari sumber (m) R : konstana ruangan (m2) R dapat dicari dengan formula :
Di mana: S : total luas permukaan pembentuk ruang (m2) á : rata-rata koefisien absorpsi dari semua material pembentuk ruang 2.4 Waktu Dengung (Reverberation Time) Parameter akustika ruangan yang paling banyak dikenal orang adalah Waktu Dengung (Reverberation Time - RT). RT seringkali dijadikan acuan awal dalam mendesain akustika ruangan sesuai dengan fungsi ruangan tersebut. RT menunjukkan seberapa lama energi suara dapat bertahan di dalam ruangan, yang dihitung dengan cara mengukur waktu peluruhan energi suara dalam ruangan. Waktu peluruhan ini dapat diukur menggunakan konsep energi tunak maupun energi impulse. RT yang didapatkan berdasarkan konsep energi tunak dapat digunakan untuk memberikan gambaran kasar, waktu dengung ruangan tersebut secara global. RT jenis ini dapat dihitung dengan mudah, apabila kita memiliki data Volume dan Luas permukaan serta karakteristik absorpsi setiap permukaan yang ada dalam ruangan. Sedangkan RT yang berbasiskan energi impulse, didapatkan dengan cara merekam response ruangan terhadap sinyal impulse yang dibunyikan didalamnya. Dengan cara ini, RT di setiap titik dalam ruangan dapat diketahui dengan lebih detail bersamaan dengan parameter-parameter akustik yang lainnya. RT pada umumnya dipengaruhi oleh jumlah energi pantulan yang terjadi dalam ruangan. Semakin banyak energi pantulan, semakin panjang RT ruangan, dan sebaliknya. Jumlah energi pantulan
Di mana: RT : waktu dengung, detik V : volume ruang, meter kubik A : penyerapan ruang total, sabin meter persegi x : koefisien penyerapan udara Penyerapan permukaan diperoleh dengan mengalikan luasnya (S) dengan koefisien penyerapan α. A= alah luas masing-masing
6
Besaran bising latar belakang ruang dapat diketahui melalui pengukuran Tingkat Tekanan Bunyi (TTB) di dalam ruangan pada rentang frekuensi tengah pita oktaf antara 63 Hz sampai dengan 8 kHz, dimana hasil pengukuran digunakan untuk menentukan kriteria kebisingan ruang dengan cara memetakannya pada kurva kriteria kebisingan (Noise Criteria – NC). Terdapat pula beberapa standart yang digunakan diantaranya adalah OSHA dan peraturan pemerintah yang membatasi tingkat kebisingan di beberapa tempat seperti yang terlihat dalam tabel 2.2 tentang batas maksimal kebisingan yang diperbolehkan di suatu tempat tertentu sehingga tidak menimbulkan gangguan pada indera pendengaran manusia dan kenyamanan lingkungan.
permukaan dikali dengan koefisien penyerpan permukaan. Koefisien penyerpan masing-masing bahan dapat dilihat pada table diatas. Dimana nilai koefisien penyerapan udara (x) yang diperhatihkan hanya pada frekuensi 1000 Hz ke atas. Penyerapan suatu permukaan diperoleh dengan mengalikan luasnya S dengan koefisien penyerapan á, dan penyerapan ruang total A diperoleh dengan menjumlahkan perkalianperkalian ini dengan mengikutsertakan penyerapan yang dilakukan oleh jemaah dan benda-benda lain dalam ruang (karpet, tirai, dan lain-lain). Jadi Nilai koefisien penyerapan udara x yang diperhatikan hanya pada dan di atas 1000 Hz (Doelle, 1972). Berikut ini adalah gambaran RT yang ideal untuk beberapa fungsi ruangan sesuai dengan volumenya, sebagai berikut:
Tabel 2.1 PERMENLH RI no. 48 tahun 1996
Gambar 2.5. Nilai RT yang Disarankan Untuk Masjid (Kayili, 2005) 2.5 Background Noise Dalam setiap ruangan, dirasakan atau tidak, akan selalu ada suara. Hal ini menjadi dasar pengertian tentang adanya bising latar belakang (background noise). Bising latar belakang dapat didefinisikan sebagai suara yang berasal bukan dari sumber suara utama atau suara yang tidak diinginkan. Dalam suatu ruangan tertutup maka bising latar belakang dihasilkan oleh peralatan mekanikal atau elektrikal di dalam ruang seperti pendingin udara (air conditioning), kipas angin, dan seterusnya. Demikian pula, kebisingan yang datang dari luar ruangan, seperti bising lalu lintas di jalan raya, bising di area parkir kendaraan, dan seterusnya. Bising latar belakang tidak dapat sepenuhnya dihilangkan, akan tetapi dapat dikurangi atau diturunkan melalui serangkaian perlakuan akustik terhadap ruangan. Bising latar belakang ini selalu ada pada setiap ruangan.
3.
METODOLOGI PENELITIAN Metode yang akan dilakukan adalah pengukuran lapangan dengan menggunkan taktik respon impuls dengan alat SLM Rion NL-31 dan Sample Champion Pro ver 3.0 . Variabel penelitian terdiri dari variable bebas dan terikat. Variabel bebas yaitu bentuk plafon masjid anatara lain kubah, tajuk, dan datar. Sedangkan variable terikat
7
Berikut adalah gambar tampak depan masjidmasjid yang menjadi data sample penelitian 1. Masjid Al-Falah
yaitu parameter akustik ruang antara lain RT dan EDT Tabel 3.1 Data daftar masjid sampel penelitian
Gambar 3.1. Gambar masjid Al-Falah tampak depan
Pengukuran akustik dilakukan dalam tiga tahap yaitu, yang pertama adalah mengukur nilai background noise. Alat yang digunakan adalah Sound Level Meter (SLM). Pengukuran dilakukan pada frekuensi 125Hz sampai 400Hz. Pengukuran dilakukan pada titik-titik yang telah ditentukan. Pengambilan sampel titik ukur di lapangan harus diukur mulai minimal 2 meter dari jarak bidang pantul. Setiap titik harus mewakili critical position. Jarak yang diperoleh dibagi rata dan pengukuran dilakukan secara acak. Selisih masing-masing titik ukur tidak boleh lebih dari 6 dB pada masingmasing pita frekuensi. Pengukuran untuk keiga masjid sampel penelitian diambil pada 9 titik, Pengukuran kedua adalah mengukur ditribusi tingkat tekanan bunyi (TTB) pada titiktitik yang telah diukur background noisenya. Dalam mengukur ditribusi TTB diperlukan pembangkit suara yang mewakili semua frekuensi. Pembangkit suara yang digunakan berupa miniatur bahan peledak sederhana yang cara kerjanya dipukul setelah diisi bahan peledak, yang dimana bahan peledak disini berupa serbuk batang korek api yang kemudian ditumbuk dengan alat tersebut. Akibat tumbukan tersebut menghasilkan suara yang mneyerupai suara ledakan petasan atau pistol. Lalu suara yang dihasilkan tadi diukur dengan menggunakan Sound Level Meter (SLM) pada frekuensi 125 Hz sampai 4000Hz
2.
Masjid Al-Irsyad
Gambar 3.2 Gambar masjid Al-Irsyad tampak depan 3.
Masjid Manarul Ilmi – ITS
Gambar 3.2 Gambar masjid Manarul IlmiITS tampak depan Pengukuran berikutnya ialah untuk mengukur Reverberation Time (RT) yang bias diperoleh dengan metode respon implus, yaitu yang digunakan disini ialah membuat alat peledak sebagai simulasi suara yang menyerupai tembakan /
8
Tabel 3.2 Daftar spesifikasi material dengan daya serapnya
petasan. Suara yang diakibatkan letusan tadi diterima oleh alat ukur Sound Level meter yang dimana pengukuran dengan menggunakan SLM tersebut menggunakan program computer sehingga diperoleh nilai RT pada tiap-tiap titik ukur yamd telah ditetapkan. Adapaun titik-titik pengukuran RT dan background noice yang telah dilakukan didalam ke 3 masjid tersebut. Berikut adalah skema titik-titik pengukuran tersebut:
Gambar 3.4 Titik-titik pengukuran pada masjid Al-Falah
Gambar 3.5 Titik-titik pengukuran pada masjid Al-Irsyad
4.
ANALISIS DATA dan PEMBAHASAN
Pada analisis berdasarkan studi pustaka ini akan dibahas mengenai kondisi akustik pada ruang utama masjid Istiqamah berdasarkan data kuantitatif yang didapat dari hasil pengamatan eksperimen maupun simulasi. Aspek-aspek yang ditinjau secara kuantitatif adalah sebagai berikut : 4.1 Bising Latar Belakang (Background Noise) Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data mengenai background noise sebagai berikut : 1. Masjid Al-Falah Dari pengukuran yang telah dilakukan untuk data background noise didapatkan data sebagai berikut:
Gambar 3.6 Titik-titik pengukuran pada masjid Manarul Ilmi Keterangan : = Pengukuran Backgrud noise = Pengukuran RT = Pintu Masjid
9
Tabel 4.1 Hasil pengukuran backgroud noice AlFalah
Dari data background noise diatas didapatkan bahwa pada masjid Manarul Ilmi memiliki nilai baground noise bernilai 63,504 dB pada titik 2 pada frekuensi 125, hal ini dikarenakan posisi atau letak dari masjid Manarul Ilmi yang terdapat pada lingkungan kampus ITS. 4.2 Waktu Dengung Ruangan (Reverberation Time) Hasil pengukuran dan perhitungan yang telah dilakukan untuk waktu dengung saat ruang utama masjid dalam keadaan kosong ialah sebagai berikut : 1. Masjid Al-Falah Pengukuran dilakukan pada 2 sumber, yaitu pada titik tengah masjid dan sekeliling masjid. Hasil dari pengukuran ditengah masjid sebagai berikut: Tabel 4.4 data RT dengan Pengukuran ditengah
Dari data background noise diatas didapatkan bahwa pada masjid Al-Falah memiliki nilai baground noise bernilai 59,922 dB pada titik 3, hal ini dikarenakan posisi atau letak dari masjid Al-Falah yang terdapat pada lingkungan yang ramai,dimana terletak dipinggir jalan utama salah satu wilayah padat kendaraan di Surabaya. 2.
Masjid Al-Irsyad Dari pengukuran yang telah dilakukan untuk data background noise didapatkan data sebagai berikut: Tabel 4.2 Hasil pengukuran backgroud noice Al-Irsyad Tabel 4.5 data RT dengan Pengukuran tiap sisi masjid
Dari data background noise diatas didapatkan bahwa pada masjid Al-Irsyad memiliki nilai background noise bernilai 55,42 dB pada titik 2 pada frekuensi 125.
Pada tiap-tiap ruangan dalam berbagai bidang memiliki bahan maerial penyusunya. Disini didapaatkan data komposisi bahan akustik yang terdapat dalam masjid. Asumsi material dapat dilihat pada tabel sebagai dalam masjid Al-Falah sebagai berikut:
3.
Masjid Manarul Ilmi-ITS Dari pengukuran yang telah dilakukan untuk data background noise didapatkan data sebagai berikut: Tabel 4.3 Hasil pengukuran Manarul Ilmi-ITS
10
Tabel 4.6 Asumsi material dalam masjid Al-Falah
Pada tiap-tiap ruangan dalam berbagai bidang memiliki bahan maerial penyusunya. Disini didapaatkan data komposisi bahan akustik yang terdapat dalam masjid. Asumsi material dapat dilihat pada tabel sebagai dalam masjid Al-Irsyad sebagai berikut: Tabel 4.9 Asumsi material dalam masjid Al-Irsyad
2. Masjid Al-Irsyad Pengukuran dilakukan pada 2 sumber, yaitu pada titik tengah masjid dan sekeliling masjid. Hasil dari pengukuran ditengah masjid sebagai berikut: Tabel 4.7 data RT dengan Pengukuran ditengah
3.
Masjid Manarul Ilmi – ITS Pengukuran dilakukan pada 2 sumber, yaitu pada titik tengah masjid dan sekeliling masjid. Hasil dari pengukuran ditengah masjid sebagai berikut: Tabel 4.10 data RT dengan Pengukuran ditengah
Tabel 4.8 data RT dengan Pengukuran tiap sisi masjid
11
Tabel 4.11 data RT dengan Pengukuran tiap sisi masjid
menghasilkan nilai akustik yang paling buruk. Nilai-nilai tersebut bisa dilihat dari nilai RT (Waktu Dengung) yang telah dihitung dari data hasil pengukuran sebelumnya dilapangan. Hasil tersebut sesuai dengan teori bunyi yang menyebutkan bahwa bentuk cekung akan memusatkan suara, sehingga suara tidak terdistribusi merata ke seluruh ruangan. Faktor lain yang dimaksud yaitu faktor denah dan bukaan. Selain itu, ketiga masjid yang dijadikan sampel penelitian tersebut, tidak memiliki kesamaan pada variable-variabel yang lain. Seperti pada Masjid Al-Irsyad yang memiliki volume paling besar, dan berada di atas ruang yang digunakan untuk Sekolah Dasar sehingga akan menghasilkan nilai bising latar belakang yang berbeda. Dari perbedaanperbadaan yang ada pada variabel-variabel tersebut bisa menyebabkan nilai kualitas akustiknya jadi berbeda meskipun tanpa memperhatikan efek perbedaan bentuk plafon. Karena itulah pada metode kedua pada saat dilaksanakannya simulasi, variabel-variabel yang berbeda tersebut disederhanakan. Hasil simulasinya juga mengatakan bahwa plafon datar memiliki nilai kualitas akustik yang paling baik yaitu dapat dilihat pada masjid Al-Falah, tetapi background noise pada masjid AL-Falah terlalu besar dikarenakan posisi masjid tersebut terletak pada pinggir jalan raya yang dilalui padat kendaraan dan mempengaruhi kebisingan masjid pada waktu siang hari. Dari berbagai studi mengenai bentuk masjid dan kualitas akustiknya tersebut, untuk geometri bentuk denah dapat dilihat dari penelitian yang dilakukan oleh Abdou (2005) yang menghasilkan bentuk bujursangkar sebagai bantuk masjid yang berakustik paling baik. Untuk bentuk plafon bisa dilihat dari penelitian Icha (2005) yang menghasilkan bentuk plafon datar menghasilkan akustik yang paling baik. Tetapi penelitianpenelitian tersebut melupakan variabel lain yang sangat berpengaruh terhadap akustik. Variabel tersebut adalah bukaan, baik itu berupa pintu, jendela, atau angin-angin. Sementara masjid-masjid di Indonesia yang beriklim tropis, harus memiliki bukaan untuk mengatasi masalah peghawaan. Tentunya hal ini bertentangan dengan persyaratan ruang akustik. Untuk itu diperlukan penelitian lebih lanjut yang mempertimbangkan variabel ini. Untuk nilai Reverberation Time yang standart untuk masjid ialah berkisar 0,9–1,2 detik, dengan tingkat tekanan bising berkisar antara 25- 30 dB (Szokolay,2004).. Jika masjid terdapat dlam area pemukiman, syarat bising antara 45 – 55 dB (Szokolay,2004).. Selain penilaian objektif seperti diatas,penilaian subjektif dengan cara mengobservasi waktu dengung tanpa melihat data yang ada.
Pada tiap-tiap ruangan dalam berbagai bidang memiliki bahan maerial penyusunya. Disini didapaatkan data komposisi bahan akustik yang terdapat dalam masjid. Asumsi material dapat dilihat pada tabel sebagai dalam masjid Manarul Ilmi – ITS sebagai berikut: Tabel 4.12 Asumsi material dalam masjid Manarul Ilmi-ITS
4.3 Pembahasan Dari data yang ada diatas yang menghasilkan nilai akustik yang paling baik. Hasil penelitiannya mengatakan bahwa bentuk plafon datarlah yang menghasilkan nilai akustik yang paling baik, dan bentuk kubahlah yang
12
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari tugas akhir yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa: • Untuk bentuk plafon yang menghasilkan bentuk plafon datar menghasilkan akustik yang paling baik yaitu pada masji Al-Falah, yang dimana memiliki nilai background noise bernilai 59,922 dB. • Dan masjid yang memiliki nilai kualitas akustik yang paling baik yaitu dapat dilihat pada masjid Al-Falah, karena untuk Waktu Dengung (Reverberation Time) pada masjid tersebut sebesar 1,81 detik. • Variabel lain yang sangat berpengaruh terhadap akustik (Variabel tersebut adalah bukaan, baik itu berupa pintu, jendela, atau angin-angin). • Factor yang mempengaruhi suatu bangunan memiliki nilai akustk yang baik juga dipengaruhi bising lingkungan dan distribusi tingkat tekanan bunyi yang ada dalam ruangan tersebut. 5.2 Saran Adapaun saran yang dapat diberikan dalam tuags akhir kali ini anatara lain: • Peneliti selanjutnya harus mempertimbangkan koefisien karakteristik absorbs suara adri bahanbahan ruang ibadah • Karakteristik radiasi suara dari sumber suara juga berpengaruh terhadapa jalannya rambatan bunyi serta cepatnya waktu penyampaian suara atau tingkat kejelasanya. DAFTAR PUSTAKA [1] Mediastika, E Christina. 2009. “Material Akustik Pengendali Kualitas Bunyi pada Bangunan”. Yogyakarta. [2] Setyowati, Ernaning. “Pengaruh Bentuk Arsitektur Masjid Terhadap Kualitas Akustik Ruang”. http://ninkarch.files.wordpress.com/2008/11/04/mas jid-dan-akustik/ – Akses pada 28 Maret 2010. [3] Basuki, I. (2005),” Penentuan Kualitas Akustik Ruang pada Masjid Berdimensi Joglo dengan Menerapkan Pengukuran Berbasis Monaural”, Tugas Akhir, Teknik Fisika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. [4] Barron, Randall F. 2001. “Industrial Noise Control and Acoustics”. Marcel Dekker. New York. [5] Irwin, J.D and Graf, E.R. 1979. “Industrial Noise and Vibration Control”. New Jersey. [7] Mediastika, C.E. (2005), ”Akustika Bangunan Prinsip Prinsip dan Penerapannya di Indonesia”, Erlangga, Jakarta.
13