xvii
RESPON FISIOLOGI TANAMAN JAGUNG DAN CABAI TERHADAP APLIKASI PUPUK ORGANIK YANG DIPERKAYA DENGAN PUPUK HAYATI PADA DUA LOKASI PENGUJIAN YANG BERBEDA
SRI SURIPTI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
xviii
i
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Respon Fisiologi Tanaman Jagung dan Cabai Terhadap Aplikasi Pupuk Organik yang Diperkaya dengan Pupuk Hayati pada Dua Lokasi Pengujian yang Berbeda” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Februari 2012
Sri Suripti G353090041
ii
iii
ABSTRACT SRI SURIPTI. Physiological Response of Maize and Chili to Application of Organic Fertilizer Enriched with Biofertilizer on Two Different Locations Test. Supervised by TRIADIATI and ARIS TJAHJOLEKSONO It was known that biofertilizer can improve plant growth and production. The aim of this research was to study the influence of organic fertilizer enriched by biofertilizer on maize (Zea mays L.) and chili (Capsicum annum L.) planted in Bogor (West Java) and Kubu Raya (West Kalimantan). This research was conducted by using randomized block design with two factors. The first factor was the NPK fertilizer doses, which were 0%, 50%, and 100% of recommended dose. The second factor was different type of organic fertilizers, which were without compost, compost, and compost enriched with biofertilizer. Growth and production of both maize and chili increased in Kubu Raya as well as in Bogor. In combining with enriched compost, there was no significally different effect between NPK dose of 50% and 100%. The result showed that enriched compost was able to reduce the use of NPK fertilizer up to 50%. Production of maize in Kubu Raya was higher than that of in Bogor, while the chili production was higher in Bogor than that of Kubu Raya. Enriched compost affected leaf chlorophyll content of maize in Kubu Raya and Bogor, but it had no effect on vitamin C content of chili and total sugar content of maize planted in both locations.
Keywords: biofertillizer, chili, maize, physiological response
iv
v
RINGKASAN SRI SURIPTI. Respon Fisiologi Tanaman Jagung dan Cabai Terhadap Aplikasi Pupuk Organik yang Diperkaya dengan Pupuk Hayati pada Dua Lokasi Pengujian yang Berbeda. Dibimbing oleh TRIADIATI dan ARIS TJAHJOLEKSONO. Pertumbuhan dan produksi tanaman selain dipengaruhi oleh pemupukan juga tergantung pada jenis tanah dan iklim. Wilayah Indonesia memiliki jenis tanah dan iklim yang beragam. Oleh karena itu, sebelum pupuk organik diaplikasikan perlu dilakukan pengujian multilokasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji respon fisiologi tanaman jagung dan cabai terhadap aplikasi pupuk organik yang diperkaya dengan pupuk hayati pada dua lokasi yang berbeda. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2010 sampai dengan Juni 2011 di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kecamatan Sui Kakap, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat dan Kebun Percobaan Leuwikopo, Institut Pertanian Bogor (IPB). Pembuatan kompos dilakukan di Kebun Percobaan Cikabayan, IPB. Uji kompos dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB. Uji vitamin C dan gula total dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia, IPB. Percobaan dilakukan dengan menggunakan rancangan acak kelompok faktorial dengan 2 faktor. Faktor pertama ialah pupuk anorganik yang terdiri atas 3 taraf yaitu NPK dosis 0%, 50%, dan 100%. Faktor kedua adalah pupuk organik yang terdiri atas 3 taraf yaitu tanpa kompos, kompos, dan kompos yang diperkaya dengan pupuk hayati (kompos diperkaya). Percobaan dilakukan di 2 lokasi tanam, masing-masing perlakuan diulang 3 kali sehingga terdapat 27 unit percobaan untuk setiap komoditi di setiap lokasi. Satu unit percobaan adalah satu petak percobaan berukuran 3m x 3m. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam pada tingkat kepercayaan 95%, jika terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada lokasi tanam di Bogor, kompos diperkaya mampu meningkatkan tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, luas daun, bobot kering tajuk, panjang tongkol, diameter tongkol, bobot pipil kering per tongkol, bobot 100 butir, dan perkiraan produksi jagung per hektar. Kompos diperkaya mampu meningkatkan perkiraan produksi jagung per hektar sebesar 53% dibandingkan tanpa kompos. Antara perlakuan NPK dosis 0%, 50%, dan 100% yang dikombinasikan dengan kompos diperkaya memberikan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap perkiraan produksi jagung per hektar. Kompos diperkaya mampu meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, bobot kering akar, bobot kering tajuk, dan perkiraan produksi jagung per hektar dibandingkan dengan perlakuan tanpa kompos pada lokasi tanam di Kubu Raya. Kompos diperkaya mampu meningkatkan perkiraan produksi jagung per hektar sebesar 16% dibandingkan tanpa kompos. Antara perlakuan NPK dosis 50% dan 100% yang dikombinasikan dengan kompos diperkaya memberikan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap perkiraan produksi jagung per hektar di Kubu Raya. Kompos diperkaya berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi cabai di Bogor. Kompos diperkaya mampu meningkatkan perkiraan produksi cabai per hektar sebesar 109% dibandingkan tanpa kompos. Perlakuan NPK dosis 50%
vi
yang dikombinasikan dengan kompos diperkaya memberikan hasil tertinggi terhadap perkiraan produksi cabai di Bogor. Pupuk organik berpengaruh terhadap tinggi tanaman, bobot kering tajuk, dan obot buah per tanaman di Kubu Raya. Kompos diperkaya mampu meningkatkan perkiraan produksi cabai per hektar di Kubu Raya sebesar 68% dibandingkan tanpa kompos. Kompos diperkaya mampu menurunkan penggunaan NPK sampai 50%. Pertumbuhan dan produksi jagung dan cabai di Bogor maupun di Kubu Raya tidak berbeda nyata antara perlakuan NPK dosis 50% dan 100%, namun untuk mendapatkan pertumbuhan dan produksi yang maksimal dengan menggunakan kompos diperkaya di Kubu Raya masih dibutuhkan NPK dosis 100%. Produksi jagung di Kubu Raya lebih tinggi daripada di Bogor, sedangkan produksi cabai lebih tinggi di Bogor daripada di Kubu Raya. Kompos diperkaya berpengaruh terhadap kandungan klorofil daun jagung di Bogor dan Kubu Raya. Kompos diperkaya tidak berpengaruh terhadap kandungan vitamin C buah cabai dan kandungan gula total biji jagung di kedua lokasi tanam. Kata kunci: cabai, jagung, pupuk hayati, respon fisiologi.
vii
©Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
viii
ix
RESPON FISIOLOGI TANAMAN JAGUNG DAN CABAI TERHADAP APLIKASI PUPUK ORGANIK YANG DIPERKAYA DENGAN PUPUK HAYATI PADA DUA LOKASI PENGUJIAN YANG BERBEDA
SRI SURIPTI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biologi Tumbuhan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
x
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Sulistijorini, M.Si.
xi
Judul Tesis
Nama NIM
Respon Fisiologi Tanaman Jagung dan Cabai Terhadap Aplikasi Pupuk Organik yang Diperkaya dengan Pupuk Hayati pada Dua Lokasi Pengujian yang Berbeda. : Sri Suripti : G353090041 :
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Dra. Triadiati, M.Si. Ketua
Dr. Ir. Aris Tjahjolekseono, DEA. Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Biologi Tumbuhan
Dr. Ir. Miftahudin, M.Si.
Tanggal Ujian:
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.
Tanggal Lulus:
xii
xiii
PRAKATA Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penelitian yang berjudul “Respon Fisiologi Tanaman Jagung dan Cabai Terhadap Aplikasi Pupuk Organik yang Diperkaya dengan Pupuk Hayati pada Dua Lokasi Pengujian yang Berbeda” ini didanai oleh Project I-MHERE/B2c dan Departemen Agama Republik Indonesia. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Dra. Triadiati, M.Si dan Dr. Ir. Aris Tjahjoleksono, DEA selaku pembimbing atas kesabarannya dalam memberikan saran, bimbingan, dukungan serta kesempatan dalam pelaksanaan penelitian dan penyempurnaan penyusunan karya ilmiah ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Sulistijorini, M.Si. atas kesediaannya sebagai penguji luar komisi dengan memberikan saran dan bimbingan dalam penyempurnaan penulisan tesis ini. Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Kementerian Agama Republik Indonesia yang telah memberikan beasiswa bagi penulis untuk menyelesaikan studi Program Magister Sains. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada hibah penelitian Project IMHERE/B2c atas nama Triadiati yang telah mendanai penelitian ini. Terima kasih saya sampaikan kepada pegawai Tata Usaha dan laboran Departemen Biologi IPB, Bapak Nana dari kebun percobaan Leuwikopo yang telah membantu pelaksanaan penanaman di Bogor, Bapak Sanusi dan Bapak Andi Awaluddin dari BPTP Kalimantan Barat yang telah membantu penanaman di Kubu Raya, Bapak Milin dari kebun percobaan Cikabayan yang telah membantu pembuatan kompos, dan Ibu Nunung yang telah membantu analisis gula dan vitamin C. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada suami saya Muh Dahlan, ananda Rianti Eka Wulanjani dan Ihsan Dwi Andhika atas dukungan, kesabaran, pengorbanan, dan ketulusannya dalam memberi motivasi dan semangat selama penulis menempuh pendidikan. Kepada Bapak Mantodiharjo dan Ibu Widji (almarhumah) yang senantiasa menjadi inspirasi, memberi semangat, dukungan dan do’a untuk penulis dalam menyelesaikan tugas belajar di Sekolah Pascasarjana IPB. Kepada adik-adikku serta seluruh keluarga atas dukungan, doa dan kasih sayangnya selama ini. Kepada seluruh keluarga besar MAN 14 Jakarta atas doa dan dukungannya. Semoga Allah senantiasa membalas kebaikan semuanya dengan pahala yang berlipat ganda, amin. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat, terutama dapat memberikan informasi bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan kesejahteraan manusia terutama masyarakat Indonesia. .
Bogor, Februari 2012
Sri Suripti
xiv
xv
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Klaten Propinsi Jawa Tengah pada tanggal 2 Agustus 1970 sebagai anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Mantodiharjo dan ibu Widji (almh.). Tahun 1990 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Klaten, dan pada tahun 1990 penulis diterima pada Diploma III Pendidikan Biologi FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta dan lulus pada tahun 1993. Tahun 1997 melanjutkan S1 Pendidikan Biologi FKIP Universitas Terbuka dan lulus tahun 2000. Penulis bekerja sebagai staf pengajar biologi di SMP Negeri 69 Jakarta (1994-1999), Madrasah Pembangunan UIN Jakarta (1999-2005), Madrasah Aliyah Negeri 5 Jakarta (2005-2008) dan Madrasah Aliyah Negeri 14 Jakarta (2008-sekarang).Tahun 2009 penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan studi di Program Magister Sains Program Studi Biologi Tumbuhan Departemen Biologi FMIPA Institut Pertanian Bogor melalui Beasiswa Utusan Daerah (BUD) dari Departemen Agama Republik Indonesia.
xvi
xi
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
xv
PENDAHULUAN Latar Belakang ........................................................................................ Tujuan Penelitian ................................................................................... Manfaat Penelitian .................................................................................. Hipotesis .................................................................................................
1 3 3 3
TINJAUAN PUSTAKA Pengaruh Bahan Organik Terhadap Ketersediaan Hara Tanah .............. Pupuk Organik dan Produktivitas Tanaman ........................................... Rhizobakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman sebagai Pupuk Hayati ....
5 6 6
BAHAN DAN METODE Bahan ...................................................................................................... Waktu dan Tempat Penelitian................................................................. Rancangan Percobaan ............................................................................. Prosedur Penelitian Analisis Tanah ................................................................................. Penyiapan Pupuk Hayati .................................................................. Pembuatan Pupuk Kompos .............................................................. Penyiapan Lahan .............................................................................. Persemaian dan Penanaman ............................................................. Pemeliharaan ............................................................................... Aplikasi Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik ............................... Pengamatan....... ............................................................................... Analisis Data...... ..............................................................................
11 12 12 13 13 13 14 14 15
HASIL PERCOBAAN Hasil Analisis Tanah .............................................................................. Hasil Analisis Kompos dan Kompos Diperkaya ................................... Data Klimatologi .................................................................................... Pertumbuhan Tanaman Jagung di Bogor ................................................ \ Produksi Jagung di Bogor ....................................................................... Pertumbuhan Tanaman Jagung di Kubu Raya........................................ Produksi Jagung di Kubu Raya............................................................... Pertumbuhan Tanaman Cabai di Bogor .................................................. Produksi Cabai di Bogor ......................................................................... Pertumbuhan Tanaman Cabai di Kubu Raya.......................................... Produksi Cabai di Kubu Raya....................................................... ......... Kandungan Vitamin C dan Gula Total ................................................... Kandungan Klorofil Daun ......................................................................
17 17 17 18 19 20 21 23 23 25 25 26 27
PEMBAHASAN ..............................................................................................
29
xi
11 11 11
xii
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ................................................................................................. Saran .......................................................................................................
37 37
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................
39
LAMPIRAN .....................................................................................................
43
DAFTAR TABEL Halaman 1 Hasil analisis kompos dan kompos diperkaya ............................................. 16 2 Data klimatologi di lokasi tanam...............................................................
18
3 Petumbuhan jagung di Bogor ...................................................................... 18 4 Produksi jagung di Bogor ............................................................................ 19 5 Pertumbuhan jagung di Kubu Raya ............................................................. 21 6 Produksi jagung di Kubu Raya .................................................................... 22 7 Pertumbuhan cabai di Bogor ........................................................................ 23 8 Produksi cabai di Bogor ............................................................................... 24 9 Pertumbuhan cabai di Kubu Raya ................................................................ 25 10 Produksi cabai di Kubu Raya ....................................................................... 26 11 Kandungan vitamin C buah cabai dan gula total biji jagung ....................... 27 12 Kandungan klorofil daun ............................................................................. 28
xiii
xiv
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Perkiraan produksi jagung di Bogor pada perlakuan kombinasi pupuk anorganik dan organik ................................................................................
20
2 Tongkol jagung hasil percobaan di lokasi tanam Bogor ............................
20
3 Perkiraan produksi jagung di Kubu Raya pada perlakuan kombinasi pupuk anorganik dan organik .....................................................................
22
4 Tongkol jagung hasil percobaan di lokasi tanam Kubu Raya .....................
22
5 Perkiraan produksi cabai di Bogor pada perlakuan kombinasi pupuk anorganik dan organik ................................................................................
24
6 Buah cabai hasil percobaan di lokasi tanam Bogor ...................................
24
7 Perkiraan produksi cabai di Kubu Raya pada perlakuan kombinasi pupuk anorganik dan organik ................................................................................
26
xv
xvi
DAFTAR LAMPIRAN 1 Deskripsi varietas jagung BISI-816 .......................................................... 43 2 Deskripsi varietas cabai Wibawa-F1 ....................................................... 44 3 Kombinasi perlakuan percobaan di lokasi Bogor dan Kubu Raya ......... 45 4 Denah petak percobaan di lokasi Bogor dan Kubu Raya ........................ 46 5 Kurva standar jumlah bakteri .................................................................. 47 6 Hasil analisis tanah dan tanah dicampur kompos ................................... 48 7 Persyaratan teknis minimal pupuk organik ............................................. 49 8 Hasil analisis ragam komponen pertumbuhan dan produksi jagung di Bogor ....................................................................................................... 50 9 Hasil analisis ragam komponen pertumbuhan dan produksi jagung di Kubu Raya ............................................................................................
54
10 Hasil analisis ragam komponen pertumbuhan dan produksi cabai di Bogor ....................................................................................................... 58 11 Hasil analisis ragam komponen pertumbuhan dan produksi cabai di Kubu Raya ............................................................................................... 61 12 Hasil analisis ragam kandungan klorofil................. ................................ 64 13 Kriteria penilaian sifat kimia tanah ......................................................... 66
xvii
xviii
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung dan cabai merupakan komoditas unggulan nasional. Renstra Kementerian Pertanian tahun 2010-2014 menyebutkan bahwa jagung merupakan salah satu dari 7 tanaman pangan unggulan dan cabai merupakan salah satu dari10 hortikultura unggulan nasional. Jagung dimanfaatkan untuk konsumsi, bahan baku industri pangan, industri pakan, dan bahan bakar. Cabai selain dimanfaatkan untuk konsumsi juga digunakan sebagai bahan baku industri pangan. Cakrabawa et al. (2010) melaporkan bahwa produksi jagung nasional tahun 2007 dan 2008 berturut-turut sebesar 13,2 juta ton dan 16,3 juta ton, terjadi pertumbuhan sebesar 22%. Pemerintah menyatakan bahwa Indonesia telah mengalami swasembada jagung pada tahun 2008. Pertumbuhan produksi jagung tahun 2008-2009 sebesar 8%, ini berarti mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Selain terjadi penurunan pertumbuhan produksi jagung, ternyata produktivitas tanaman jagung dan cabai juga terlihat mengalami pelandaian. Produktivitas jagung dan cabai tahun 2006-2009 berturut-turut berkisar 3,47-4,24 ton/ha dan 5,45-5,89 ton/ha (Cakrabawa et al. 2010). Kementerian Pertanian melaporkan bahwa pelandaian produktivitas tanaman ini disebabkan oleh menurunnya kapasitas produksi lahan pertanian akibat terjadinya degradasi lahan. Penurunan degradasi lahan disebabkan oleh penggunaan pupuk kimia yang tidak diimbangi dengan pupuk organik. Oleh karena itu untuk memperbaiki kesuburan tanah, pemerintah mencanangkan gerakan nasional pengurangan penggunaan pupuk kimia dengan meningkatkan penggunaan pupuk oganik. Kesuburan tanah merupakan suatu hal yang penting dalam usaha pertanian. Dalam usaha pertanian, tanah mempunyai fungsi utama sebagai sumber penggunaan unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman, sebagai tempat tumbuh dan berpegangnya akar, serta tempat menyimpan air yang sangat diperlukan untuk kelangsungan hidup tumbuhan. Oleh karena itu usaha mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan kapasitas produksi lahan pertanian. Salah satu usaha untuk meningkatkan kesuburan tanah adalah melalui pemupukan yang efisien. Efisiensi pemupukan dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu pupuk, tanah, dan tanaman
2
(Goenadi 2006). Sifat tanah yang mempengaruhi efisiensi pemupukan diantaranya adalah kadar bahan organik tanah, kapasitas tukar kation (KTK) tanah, dan pH tanah (Goenadi 2006). Kebiasaan petani meninggalkan penggunaan pupuk organik pada masa revolusi hijau telah berdampak pada penyusutan bahan organik tanah. Las dan Setyorini (2010) melaporkan bahwa 73% lahan pertanian di Indonesia memiliki kandungan bahan organik rendah (kurang dari 2%). Usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi rendahnya bahan organik tanah tersebut ialah dengan menambahkan bahan organik ke dalam tanah. Penambahan bahan organik tanah dapat meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah, sebagai cadangan dan pemasok hara tanaman, terutama N, P, K, S, dan hara mikro, menyediakan sumber energi bagi kehidupan dan aktivitas mikroba tanah, meningkatkan kapasitas menyimpan air tanah dan memperbaiki struktur tanah (Sumarno et al. 2009). Pemberian bahan organik menjadi kunci utama untuk mengaktifkan peranan organisme tanah yang sebagian besar merupakan organisme heterotrof (Subowo 2010). Semua peran bahan organik dapat berlangsung setelah mengalami perombakan oleh aktivitas organisme tanah. Tanpa organisme tanah bahan organik akan tetap utuh, sehingga penambahan organisme kedalam bahan organik dapat meningkatkan efektivitas fungsi bahan organik. Menurut Simanungkalit (2001) bahwa pupuk organik yang diperkaya dengan pupuk hayati mampu meningkatkan kualitas dari pupuk organik tersebut. Penambahan bakteri pelarut fosfat dapat meningkatkan kandungan fosfat dalam kompos dan lebih efektif dibandingkan Actinomycetes dan jamur (Chang & Yang 2009). Bakteri merupakan organisme paling dominan dalam tanah dengan populasi melebihi 108 per gram tanah dan memiliki 104-106 spesies (Handayanto & Hairiah 2007). Selain berperan dalam perombakan bahan organik, bakteri mampu meningkatkan status hara tanaman sehingga dapat memacu pertumbuhan tanaman. Peran bakteri pemacu pertumbuhan tanaman dalam meningkatkan status hara tanaman dilakukan melalui lima mekanisme yaitu: meningkatkan fiksasi N2 secara biologi,
meningkatkan
ketersediaan nutrisi
dalam
rhizosfer, mendorong
3
peningkatan luas permukaan akar, meningkatkan simbiosis menguntungkan dari inang, dan kombinasi dari mekanisme-mekanisme tersebut (Vessey 2003). Departemen
Biologi
Institut
Pertanian
Bogor(IPB)
telah
berhasil
mengembangkan suatu formulasi pupuk hayati berupa konsorsium dari 4 spesies bakteri yang hidup pada rhizosfer dan telah diuji efektivitasnya oleh Hamim et al. (2007). Untuk mengetahui efektivitas pupuk organik yang diperkaya dengan pupuk hayati ini terhadap respon fisiologi tanaman jagung dan cabai pada kondisi tanah dan iklim yang bervariasi di Indonesia, maka uji multilokasi ini perlu dilakukan agar diketahui kesesuaian antara kondisi geografis dengan pupuk hayati yang akan didiseminasikan pada petani. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini ialah mengkaji respon fisiologi tanaman jagung dan cabai terhadap aplikasi pupuk organik yang diperkaya dengan pupuk hayati pada dua lokasi yang berbeda. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan dan pemanfaatan pupuk organik dan pupuk hayati pada berbagai wilayah di Indonesia. Hipotesis Kompos yang diperkaya dengan pupuk hayati mampu meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman jagung dan cabai.
4
5
TINJAUAN PUSTAKA Pengaruh Bahan Organik Terhadap Ketersediaan Hara Tanah Tingkat ketersediaan hara tanah bagi tanaman umumnya bervariasi bergantung pada jenis tanah dan kesuburannya (Suwandi 2009). Indonesia merupakan salah satu wilayah yang berada di daerah tropika basah yang memiliki beberapa masalah dalam usaha tani. Menurut William dan Joseph (1976), bahwa masalah yang penting dalam usaha tani dikawasan tropika basah adalah rendahnya kandungan hara tanah, ketersediaan bahan organik tanah, dan kemampuan tanah menahan air. Sugito et al. (1995) melaporkan bahwa 60% areal sawah di Jawa mengandung bahan organik kurang dari 1%. Sebagian besar tanah di luar Jawa dikategorikan sebagai tanah marginal dan submarginal dengan tingkat kesuburan yang rendah (Sutanto 2005), padahal sistem pertanian bisa menjadi berkelanjutan jika kandungan bahan organik tanah lebih dari 2% (Handayato 1999). Untuk menambahkan bahan organik tanah dapat digunakan pupuk organik. Bahan organik tanah terbentuk dari jasad hidup tanah yang terdiri atas flora dan fauna, perakaran tanaman yang hidup dan mati yang sebagian terdekomposisi dan mengalami modifikasi, serta hasil sintesis baru yang berasal dari tanaman dan hewan (Sutanto 2005). Menurut Permentan No.28/Permentan/SR.130/5/2009, pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari sisa tanaman dan/atau kotoran hewan yang telah melalui proses rekayasa, berbentuk padat atau cair dan dapat diperkaya dengan bahan mineral alami dan/atau mikroba yang bermanfaat memperkaya hara, bahan organik tanah, dan memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Menurut Simanungkalit et al. (2006) definisi tersebut menunjukkan bahwa pupuk organik lebih ditujukan kepada kandungan C-organik atau bahan organik daripada kadar haranya. C-organik inilah yang menjadi pembeda dengan pupuk anorganik. Pupuk organik dalam bentuk kompos atau segar berperan penting dalam perbaikan sifat kimia, fisika dan biologi tanah serta sebagai sumber nutrisi tanaman. Pupuk organik yang telah dikomposkan dapat menyediakan hara dalam waktu yang lebih cepat dibandingkan dalam bentuk segar (Ditjen PLA 2008). Banyak penelitian telah dilakukan untuk mengetahui peranan pupuk organik terhadap ketersediaan unsur hara di dalam tanah. Pemberian pupuk organik berupa
6
kompos jerami dan pupuk kandang dapat meningkatkan serapan hara N, kandungan klorofil a dan klorofil b tanaman padi (Iqbal 2008). Syukur dan Indah (2008) melaporkan bahwa penambahan pupuk organik pada takaran 40 ton/ha dapat meningkatkan kandungan C-organik tanah dan N total tanah, dan penambahan takaran pupuk organik dapat memperbaiki aerasi tanah yang memacu bakteri nitrifikasi sehingga lebih banyak NH4+ yang diubah menjadi NO3.Pemberian pupuk organik 30 ton/ha dapat meningkatkan secara nyata Cu tersedia, Mn tersedia dan kandungan Mn pada jaringan tanaman jagung. (Indrasari & Syukur 2006). Pupuk Organik dan Produktivitas Tanaman Penelitian tentang pemanfaatan pupuk organik untuk peningkatan produktivitas tanaman telah banyak dilakukan oleh para peneliti. Akil (2007) menyebutkan bahwa pemberian bahan organik berupa pupuk kandang pada tanaman jagung di lahan kering dengan takaran 1 ton/ha memberikan keuntungan lebih tinggi dan menghasilkan bobot biomassa yang lebih besar dibandingkan pemberian takaran 5 ton/ha. Faesal et al. (2003) melaporkan bahwa penggunaan pupuk organik dapat mensubstitusi urea sampai 75%. Arafah & Sirappa (2003) menyebutkan bahwa penggunaan pupuk organik yang bersumber dari jerami pada musim tanam pertama belum memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan dan komponen hasil padi, namun ada kecenderungan pertumbuhan dan hasil tanaman yang menggunakan bahan organik lebih tinggi dibanding tanpa pupuk organik, baik secara tunggal maupun interaksinya dengan pupuk NPK. Hasil penelitian Iqbal (2008) menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik yang diimbangi dengan pemberian pupuk N buatan sampai dengan 50% dosis anjuran dapat meningkatkan komponen fisiologi dan hasil tanaman padi sawah. Rhizobakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman sebagai Pupuk Hayati Menurut Permentan No.28/Permentan/SR.130/5/2009 pupuk hayati ialah produk biologi aktif terdiri dari mikroba yang dapat meningkatkan efisiensi pemupukan, kesuburan, dan kesehatan tanah. Pupuk hayati juga didefinisikan sebagai inokulan berbahan aktif organisme hidup yang berfungsi untuk menambat hara tertentu atau memfasilitasi tersedianya hara dalam tanah bagi tanaman (Simanungkalit et al.2006). Vessey (2003) mendefinisikan pupuk hayati sebagai
7
suatu substansi yang mengandung mikroorganisme hidup, yang bila diterapkan pada bibit tanaman atau tanah, koloni rhizosfer atau bagian tanaman akan memacu pertumbuhan dengan meningkatkan pasokan ketersediaan hara utama tanaman. Ada 4 kelompok mikroorganisme pupuk hayati. yaitu (1) penambat nitrogen simbiotik, misalnya Rhizobium dan Anabaena azollae, (2) penambat nitrogen nonsimbiotik, misalnya Azotobacter dan Azospirillum, (3) cendawan mikoriza, misalnya Acaulospora dan Gigaspora, (4) pelarut fosfat, misalnya Bacillus dan Pseudomonas (Simanungkalit 2001). Rhizobakteri pemacu pertumbuhan tanaman yang lebih dikenal dengan istilah PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) merupakan bakteri yang hidup bebas di sekitar perakaran tanaman dan dapat tumbuh pada sekitar jaringan tanaman serta dapat memacu pertumbuhan tanaman. Bakteri yang dikelompokkan dalam PGPR diantaranya adalah genus Alcaligenes, Acinetobacter, Arthrobacter, Burkholderia, Enterobacter, Erwinia, Flavobacterium, Rhizobacterium, Serratia, Azospirillum, Azotobacter, Pseudomonas, dan Bacillus (FNCA 2006). Penelitian ini memanfaatkan PGPR dari spesies Azotobacter sp., Azospirillum sp., Pseudomonas beteli, dan Bacillus subtilis yang berperan sebagai pupuk hayati. Azotobacter sp. merupakan bakteri aerob berbentuk batang (Handayanto & Hairiah 2007), dari famili Azotobacteriaceae, hidup bebas pada tanah netral sampai basa dengan kerapatan 104- 106coloni forming unit (cfu)/g tanah, mampu memproduksi antifungi dan antibiotik, mampu mensintesis IAA dan giberelin, dan mampu memfiksasi nitrogen 10 mg N/g C (Mahdi et al. 2010). IAA merupakan suatu hormon tumbuhan yang berperan dalam pemanjangan batang, dominasi apikal, penyembuhan luka, dan penuaan daun (Taiz & Zeiger 2002), penundaan gugurnya daun, bunga dan buah (Salisbury & Ross 1995). Giberelin merupakan hormon tumbuhan yang berperan dalam memacu pertumbuhan tanaman utuh, memacu perkecambahan biji dorman, memacu pertumbuhan kuncup dorman, mendorong pembungaan, memacu pengangkutan makanan dan unsur mineral dalam sel penyimpan biji, dan menyebabkan perkembangan buah tanpa biji (Salisbury & Ross 1995). Azospirillumsp. merupakan bakteri gram negatif yang hidup bebas di sekitar perakaran, dapat bersifat aerob maupun anaerob, berbentuk koma atau spiral
8
dengan flagel di seluruh permukaan tubuh. Azospirillum sp. berperan dalam meningkatkan jumlah dan panjang rambut akar, meningkatkan luas permukaan akar (Okon & Labandera-Gonzalez 1993), mampu memfiksasi nitrogen sebesar 20-40 kg/ha, mampu bersimbiosis khususnya dengan tanaman C4 dan sangat direkomendasikan untuk tanaman jagung (Mahdi et al. 2010). Pseudomonas merupakan bakteri gram negatif kemoorganotrof (Handayanto & Hairiah 2007), bila ditumbuhkan dalam media dengan penambahan asam amino triptofan mampu memproduksi IAA (Sutariati et al. 2006), mampu memproduksi asam organik berupa gluconic acid yang berperan dalam melarutkan fosfat (FNCA 2006). Bacillus merupakan bakteri gram positif berbentuk batang yang mampu memproduksi asam organik berupa 2-ketogluconic acid yang berperan dalam pelarutan fosfat (FNCA 2006).Wahyudi et al. (2011) melaporkan bahwa 90 dari 118 isolat Bacillus sp. yang dikulturkan dengan penambahan triptofan mampu memproduksi IAA dengan konsentrasi 0,81-86,82 mg/L, dan dari 12 isolat 97,7% mampu melarutkan fosfat dan 100% mampu memproduksi siderofor. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui jenis-jenis dan peran pupuk hayati yang berhubungan dengan kesuburan tanah dan peningkatan produktivitas tanaman. Hasil penelitian Purwaningsih (2004) menunjukkan bahwa Rhizobium yang diinokulasikan pada tanaman Acacia mangium mampu membentuk bintil akar. Hal ini menunjukkan bahwa Rhizobium dapat bersimbiosis secara efektif dan efisien, yang ditandai dengan pertumbuhan vegetatif tanaman yang diinokulasi lebih bagus dibanding tanpa diinokulasi dan tanpa dipupuk N. Benih cabai yang mendapat perlakuan Pseudomonas sp. meningkatkan daya kecambah 87-88%, potensi tumbuh maksimum 97-99%, indeks vigor 68-72%, spontanitas tumbuh 84-86%, kecepatan tumbuh relatif 7476% dan menurunkan waktu kecambah 4,44-4,52 hari (Sutariati et al. 2006). Pemberian pupuk hayati mempengaruhi kemampuan mikroba dalam penyediaan unsur hara dalam tanah. Penelitian Mezuan et al. (2002) menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah anakan total tanaman padi dengan nilai rata-rata tertinggi sebesar 2.58 batang per pot untuk formula Azotobacter sp., Aspergillus sp., Streptomyces sp.. Hasil lebih
9
baik pada formula tersebut kemungkinan berkaitan dengan kemampuan mikroba dalam membantu menyediakan unsur hara terutama N dan P bagi tanaman padi. Mikroba penambat N dan pelarut P memiliki kemampuan dalam menghasilkan urea reduktase dan enzim fosfatase yang berperan penting dalam penambatan N bebas dari udara dan pelarutan P dari senyawa P sukar larut. Pemberian pupuk hayati pada tanaman kedelai di tanah ultisol Bengkulu mampu menghasilkan peningkatan kadar hara N 10% dan peningkatan serapan hara P sebesar 854% (Bertham et al. 2005). Pemberian pupuk hayati yang dikombinasikan dengan NPK maupun pupuk organik dapat meningkatkan produksi tanaman. Pemupukan NPK dosis anjuran pada tanaman jagung manis jika diberi inokulan mikroba cenderung meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis daripada tanpa mikroba (Simanihuruk et al. 2002). Pemberian mikroba ke dalam kompos dapat meningkatkan hasil biji kering kedelai sebesar 25% dibanding kontrol (Sudarsana 2005). Penggunaan terpadu PGPB (Plant Growth Promoting Bacteria) dan kompos yang diperkaya P pada tanaman buncis meningkatkan biomasa segar, jumlah polong tanaman dan hasil biji berturut-turut sebesar 84%, 97%, dan 79% dibanding tanpa kompos (Shahzad et al. 2008).
10
11
BAHAN DAN METODE Bahan Bahan tanaman yang digunakan adalah benih jagung hibrida varietas BISI 816 produksi PT. BISI International Tbk (Lampiran 1) dan benih cabai merah hibrida varietas Wibawa F1 cap Panah Merah produksi PT. Eastwest Indonesia (Lampiran 2). Pupuk hayati terdiri atas isolat bakteri Bacillus subtilis strain HU48, Pseudomonas beteli strain ATCC1986IT, Azotobacter sp. strain HY1141 dan Azospirillum sp. strain NS01 koleksi IPBCC IPB dan telah diuji efektivitasnya oleh Hamim et al. (2007). Pupuk organik berasal dari jerami dan kotoran sapi yang telah dikomposkan. Pupuk anorganik berupa NPK dengan dosis yang telah direkomendasikan (dosis100%) adalah N (urea 200 kg/ha), P (SP-36 100 kg/ha), dan K (KCl 100 kg/ha). Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Mei 2010 sampai Juni 2011, bertempat di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), Kecamatan Sui Kakap, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat dan Kebun Percobaan Leuwikopo, IPB. Rancangan Percobaan Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok faktorial dengan 2 faktor. Faktor pertama ialah pupuk anorganik yang terdiri atas 3 taraf, yaitu NPK dosis 0%, 50%, dan 100%. Faktor kedua adalah pupuk organik yang terdiri atas 3 taraf yaitu tanpa kompos, kompos, dan kompos yang diperkaya dengan pupuk hayati (kompos diperkaya). Dari kedua faktor tersebut didapatkan 9 kombinasi perlakuan (Lampiran 3) dengan 3 kali ulangan, sehingga didapatkan 27 unit percoban untuk setiap komoditi (Lampiran 4). Satu unit percobaan ialah satu petak percobaan berukuran 3m x 3m. ProsedurPenelitian Analisis Tanah Sampel tanah diambil pada lapisan top soil sebelum tanam secara acak pada masing-masing lokasi sebanyak 2 kg pada kedalaman 0-25 cm. Selain dilakukan analisis tanah, juga dilakukan analisis tanah yang diberi kompos dan kompos
12
diperkaya dengan dosis 5 ton/ha dan 20 ton/ha untuk masing-masing tanah dari dua lokasi tanam. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Balittanah, Bogor. Penyiapan Pupuk Hayati Isolat bakteri dibiakkan dalam media cair. Perbanyakan bakteri dilakukan dengan media spesifik, yaitu yaitu media Nutrient Broth (NB) untuk B. subtilis, Trypton Soy Broth (TSB) untuk P. beteli, Nitrogen Free-Base (NFB) untuk Azospirillum sp. dan Lacto Glucose Infusion (LGI) untuk Azotobacter sp. Penyiapan pupuk hayati diawali dengan sterilisasi media cair sebagai media inokulasi dan gambut sebagai bahan pembawa. Media cair yang telah steril diinokulasi dengan isolat bakteri. Biakan diinkubasi selama 24 jam untuk B. subtilis, P. beteli, Azospirillum sp., dan 48 jam untuk Azotobacter sp., sampai populasi bakteri mencapai 108 sel/ml. Kerapatan sel diamati dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm. Penghitungan jumlah bakteri dilakukan dengan kurva standar (Lampiran 5). Biakan disentrifus dengan kecepatan 5000 rpm selama 15 menit untuk memisahkan bakteri dengan media. Dari biakan media cair 2000 ml dihasilkan pelet sekitar 50 ml. Pelet dicampurkan ke dalam gambut steril 1kg. Pembuatan Pupuk Kompos Pupuk kompos dibuat dari bahan jerami dan kotoran sapi dengan perbandingan 1:1 (b/b). Cacahan jerami disusun secara berlapis dengan kotoran sapi dalam 2 kotak pengomposan berukuran 1,5m x 1,5m kemudian ditutup dengan terpal. Dilakukan pembalikan setiap 10 hari dan pengukuran suhu setiap 3 hari. Pengayaan kompos dengan menambahkan pupuk hayati sebesar 2,5% bobot bahan kompos dilakukan setelah 20 hari pengomposan pada kotak kedua, kemudian dikomposkan kembali sampai matang dan dilakukan pembalikan setiap 10
hari.
Kompos
dan
kompos
diperkaya
dipanen
pada
hari
ke-45,
dikeringanginkan selama satu minggu, kemudian disimpan sampai diaplikasikan di lapang. Analisis kompos dilakukan di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB.
13
Penyiapan Lahan Pengolahan lahan dilakukan dengan menggunakan traktor, dilanjutkan pembuatan petak percobaan. Petak percobaan untuk tanaman jagung berbentuk persegi ukuran 3m x 3m. Petak percobaan tanaman cabai berupa 3 guludan dengan ukuran 3m x 1m dan tinggi 0,5m untuk tiap guludan. Guludan ditutup dengan mulsa plastik hitam perak dan dibuat lubang dengan jarak 0,5m x 0,5m. Persemaian dan Penanaman Benih cabai disemai pada media steril campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1 (b/b). Bibit tanaman dipindahkan ke lapang setelah berdaun 5-6 helai atau mencapai tinggi 10 cm. Jarak tanam cabai di lapang 0,5m x 0,5m, terdapat 30 tanaman dalam satu petak percobaan. Benih jagung langsung ditanam secara tugal dengan jarak tanam 0,7m x 0,4m dengan 2 benih tiap lubang, terdapat 80 tanaman tiap petak percobaan. Pemeliharaan Pemeliharaan tanaman cabai meliputi pemasangan ajir, penyulaman, penyiraman, perempelan tunas bawah, penyiangan, dan pengendalian hama. Pemasangan ajir dilakukan pada saat tanam, penyulaman dilakukan jika ada tanaman yang mati sampai 2 minggu setelah tanam (MST). Penyiraman disesuaikan dengan kondisi lengas tanah yang dipertahankan dalam kondisi kapasitas lapang. Perempelan tunas bawah dilakukan 2 kali sampai muncul cabang utama. Penyiangan dilakukan setiap saat, yaitu pada saat gulma sudah dianggap mengganggu tanaman percobaan. Pengendalian hama dilakukan dengan penyemprotan insektisida 2 minggu sekali sampai muncul bunga dan tidak dilakukan pengendalian terhadap penyakit. Pemeliharaan
tanaman
jagung
meliputi
penyiraman,
penyulaman,
penyiangan, pembumbunan, dan pengendalian hama. Penyiraman disesuaikan dengan kondisi lengas tanah yang dipertahankan dalam kondisi kapasitas lapang. Penyulaman dilakukan saat ada tanaman yang mati sampai dua MST. Penyiangan dan pengendalian hama dilakukan seperi pada tanaman cabai.
14
Aplikasi Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik Pupuk organik baik berupa kompos maupun kompos diperkaya diberikan saat tanam pada lubang tanam dengan dosis 5 ton/ha (4 kg/petak percobaan) untuk jagung dan 20 ton/ha (18 kg/petak percobaan) untuk cabai. Perlakuan pupuk N diberikan 2 kali yaitu ½ bagian saat tanam pada lubang berjarak 5 cm dari lubang tanam dan ½ bagian lainnya 35 hari setelah tanam pada lubang berjarak 10 cm dari lubang tanam. Pupuk P dan K diberikan sekaligus saat tanam pada lubang berjarak 5 cm dari lubang tanam. Pengamatan Respon tanaman yang diamati dalam percobaan ini adalah sebagai berikut: 1. Tinggi tanaman jagung dan cabai, jumlah cabang tanaman cabai, diameter batang jagung, dan jumlah daun jagung diamati mulai 3 MST sampai muncul buah, dengan interval 10 hari. Pengamatan dilakukan terhadap 5 sampel tanaman per petak percobaan. 2. Bobot kering akar dan bobot kering tajuk tanaman cabai maupun jagung dan luas daun jagung diamati pada 5 sampel tanaman per petak percobaan yang diambil pada saat tanaman mulai berbunga. Sampel akar dan tajuk dikeringkan dengan oven pada suhu 70-80oC selama 3 hari sampai bobot kering konstan. 3. Panjang buah dan diameter buah cabai diukur terhadap 10 buah sampel buah hasil panen ke-2, jumlah buah dan bobot buah diperoleh dari hasil panen ke- 1 sampai ke- 5. Produksi tanaman jagung, meliputi panjang tongkol, diameter tongkol, bobot buah per tongkol, bobot 100 butir pipilan kering, dan perkiraan produksi per hektar diamati pada saat panen. 4. Kandungan klorofil daun diamati pada saat tanaman mulai berbunga dengan menggunakan klorofilmeter. Hasil pengukuran klorofilmeter dihitung dengan kurva standar berdasarkan analisis klorofil dengan metode Arnon (1949). 5. Kandungan vitamin C buah cabai dilakukan dengan sampel buah hasil panen ke-2. Pengukuran dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia, IPB. 6. Kandungan gula jagung dianalisis di Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia, IPB.
15
Analisis Data Data hasil pengamatan pertumbuhan, produksi, dan kandungan klorofil dianalisis dengan Analisis Ragam (ANOVA) pada taraf kepercayaan 95%. Data yang memperlihatkan perbedaan nyata, diuji lanjut dengan Uji Duncan (DMRT).
16
17
HASIL PERCOBAAN Hasil Analisis Tanah Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa tekstur tanah di Kubu Raya didominasi oleh debu dan liat dengan sedikit kandungan pasir. Tanah di Sui Kakap, Kabupaten Kubu Raya merupakan jenis tanah aluvial (Purba et al. 2000). Tanah di Bogor bertekstur lebih gembur dengan kandungan pasir yang lebih banyak. Sifat kimia kedua jenis tanah tidak berbeda jauh, kecuali untuk kandungan P dan K. Kandungan P di Bogor lebih rendah, namun kandungan K lebih tinggi dibandingkan Kubu Raya (Lampiran 5). Hasil uji tanah yang dicampur dengan kompos maupun kompos diperkaya menunjukkan adanya peningkatan kandungan C, N, P-tersedia, dan K-tersedia (Lampiran 6). Hasil Analisis Kompos dan Kompos Diperkaya Hasil analisis kompos dan kompos diperkaya menunjukkan bahwa kedua jenis kompos telah memenuhi standar minimal pupuk organik menurut Peraturan Menteri Pertanian No. 28/Permentan/Sr.130/5/2009 (Lampiran 7). Kompos diperkaya memiliki kandungan hara yang lebih tinggi dibandingkan dengan kompos yang tidak diperkaya. Penambahan pupuk hayati dalam pengomposan mampu meningkatkan kandungan hara dalam kompos seperti Ca (63,8%), Mg (100%), Cu (136,9%), Zn (5,7%), dan Mn (49,2%) serta menurunkan pH kompos (1,45 %) dibandingkan pengomposan tanpa pengayaan (Tabel 1). Tabel 1 Hasil analisis kompos dan kompos diperkaya. Parameter C Kompos Kompos diperkaya
N (%) 9,5 0,5 9,6 0,5
C/N P
K
Ca Mg (%) 18,3 0,5 0,8 0,6 0,2 21,3 0,6 1,5 1,0 0,4
pH 7,2 7,1
Cu
Zn Mn ppm 41,9 92,4 921,8 99,3 97,7 1.375,0
Data Klimatologi Data iklim menunjukkan bahwa lokasi penanaman di Bogor memiliki curah hujan dan kecepatan angin yang lebih besar, sementara itu rata-rata suhu udara, kelembaban, lama penyinaran dan tekanan udara di Kubu Raya menunjukkan angka yang lebih besar (Tabel 2).
18
Tabel 2 Data klimatologi di lokasi tanam Parameter Klimatologi Curah hujan (mm) Kelembaban Udara (%) Suhu rata-rata (°C) Tekanan udara (milibar) Lama penyinaran (% dari 12 jam/hari) Kecepatan angin (km/jam)
Lokasi Bogor Kubu Raya Bogor Kubu Raya Bogor Kubu Raya Bogor Kubu Raya Bogor Kubu Raya Bogor Kubu Raya
Bulan (Tahun 2011) Jan Feb Mar April Mei 203 77 140 278 362 192 65 95 236 293 83 82 82 84 84 86 86 84 81 85 25 26 26 26 26 26 26 27 26 27 988 988 989 989 1.011 1.010 1.010 1.010 1.011 1.010 34 48 46 61 67 51 65 50 70 67 9 7 7 7 6 6 7 7 7 6
Juni 275 150 80 80 26 27 1.012 1.010 88 68 7 7
Pertumbuhan Tanaman Jagung di Bogor Hasil analisis statistik (Lampiran 8) menunjukkan bahwa pengaruh pupuk anorganik tidak berbeda nyata antar perlakuan, sedangkan pupuk organik berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman jagung di Bogor, kecuali terhadap bobot kering akar. Perlakuan kompos maupun kompos diperkaya mampu meningkatkan pertumbuhan jagung bila dibandingkan dengan perlakuan tanpa kompos. Peningkatan pertumbuhan oleh pengaruh kompos diperkaya terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan kompos yang tidak diperkaya (Tabel 3). Tabel 3 Pertumbuhan jagung di Bogor Parameter
Tinggi (cm)
Diameter Jumlah Luas batang daun daun (cm)
Bobot Bobot kering kering akar (g) tajuk (g)
Pupuk Anorganik NPK 0% 142,6 1,9 10,5 456,5 4,5 NPK 50% 153,7 2,0 11,0 504,0 4,7 NPK 100% 143,1 1,9 10,5 463,8 6,2 Pupuk Organik Tanpa kompos 125,7b 1,8b 9,7b 391,0c 3,8 Kompos 151,6a 2,0a 11,0a 483,9b 5,5 Kompos diperkaya 162,1a 2,0a 11,3a 549,4a 6,1 Ket: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama nyata pada taraf uji 5% (DMRT).
41,0 36,6 43,3 28,6b 42,2a 50,1a tidak beda
19
Produksi Jagung di Bogor Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pupuk organik berpengaruh nyata terhadap produksi jagung di Bogor, sedangkan pupuk anorganik hanya berpengaruh nyata terhadap bobot 100 butir (Lampiran 8). Pupuk organik berupa kompos maupun kompos diperkaya mampu meningkatkan produksi jagung. Kompos diperkaya memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap seluruh komponen produksi yang diamati (Tabel 4). Pada setiap perlakuan NPK (dosis 0%, 50% dan 100%) penambahan kompos maupun kompos diperkaya mampu meningkatkan perkiraan produksi jagung per hektar (Gambar 1). Perlakuan kompos diperkaya menghasilkan perkiraan produksi yang tertinggi. Perlakuan kompos diperkaya menghasilkan tongkol jagung yang berukuran paling besar jika dibandingkan dengan perlakuan kompos dan tanpa kompos pada pemberian dosis NPK yang sama (Gambar 2). Tabel 4 Produksi jagung di Bogor Parameter
Panjang Diameter Bobot pipil tongkol tongkol kering per (cm) (cm) tongkol (g)
Bobot 100 butir (g)
Perkiraan produksi (ton/ha)
Pupuk Anorganik NPK 0% 14,8 4,4 98,6 21,1b 3,9 NPK 50% 15,1 4,6 112,4 23,3a 4,5 a NPK 100% 15,2 4,5 112,8 23,5 4,5 Pupuk Organik Tanpa kompos 14,1c 4,3c 85,2c 19,5c 3,4c Kompos 15,0b 4,5b 107,6b 22,2b 4,3b Kompos diperkaya 16,1a 4,7a 131,0a 26,2a 5,2a Ket: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak beda nyata pada taraf uji 5% (DMRT).
20
Perkiraan produksi (ton/ha)
6.0 5.0 4.0 3.0 2.0 1.0 0.0 0%
50% Dosis NPK
100%
Gambar 1 Perkiraan produksi jagung di Bogor pada perlakuan kombinasi pupuk anorganik dan organik. tanpa kompos kompos kompos diperkaya
A0B0 A0B1 A0B2
A1B0 A1B1 A1B2 A2BO A2B1 A2B2
Gambar 2 Tongkol jagung hasil percobaan di lokasi tanam Bogor Pertumbuhan Tanaman Jagung di Kubu Raya Pupuk organik dan anorganik berpengaruh nyata tetapi tidak pada semua komponen pertumbuhan yang diamati (Lampiran 9). Pupuk organik mampu meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun, dan bobot kering tajuk, sedangkan pupuk anorganik mampu meningkatkan tinggi tanaman, diameter batang, dan bobot kering tajuk (Tabel 5). Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara pengaruh perlakuan pupuk anorganik dosis 50% dan 100% terhadap semua komponen pertumbuhan jagung yang diamati. Antara perlakuan kompos dan kompos diperkaya juga tidak terdapat perbedaan yang nyata, namun jika dibandingkan dengan perlakuan tanpa kompos kedua jenis kompos menunjukkan perbedaan yang nyata.
21
Tabel 5 Pertumbuhan jagung di Kubu Raya Parameter
Tinggi (cm)
Diameter Jumlah Luas batang daun daun (cm)
Pupuk Anorganik NPK 0% 197,8b 1,9b 15,0 719,6 a a NPK 50% 219,9 2,1 15,4 738,4 a a NPK 100% 218,5 2,2 15,2 737,3 Pupuk Organik Tanpa kompos 203,4b 2,0 14,7b 722,0 a a Kompos 220,3 2,1 15,3 761,4 ab a Kompos diperkaya 212,4 2,1 15,5 711,9 Ket: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom nyata pada taraf uji 5% (DMRT).
Bobot kering akar (g)
Bobot kering tajuk (g)
13,0 24,5 24,0
79,3b 100,2a 100,7a
14,1 82,1b 18,9 91,6ab 28,2 106,5a yang sama tidak beda
Produksi Jagung di Kubu Raya Hasil analisis statistik (Lampiran 9) menunjukkan bahwa pupuk anorganik berpengaruh nyata terhadap semua komponen produksi yang diamati, sedangkan pupuk organik tidak berpengaruh nyata. Pupuk NPK dosis 50% dan 100% meningkatkan secara nyata perkiraan produksi jagung per hektar berturut-turut sebesar 22% dan 28% bila dibandingkan dengan perlakuan tanpa kompos. Pupuk organik kompos dan kompos diperkaya mampu meningkatkan perkiraan produksi jagung per hektar berturut-turut sebesar 13% dan 16% dibandingkan dengan tanpa kompos, namun tidak ada perbedaan yang nyata antara perlakuan kompos dengan kompos diperkaya (Tabel 6). Kombinasi NPK 100% dengan kompos diperkaya menghasilkan perkiraan produksi tertinggi diantara perlakuan lainnya (Gambar 3). Kombinasi NPK 100% dengan kompos diperkaya mampu meningkatkan perkiraan produksi per hektar jagung di Kubu Raya sebesar 12,5% dibandingkan dengan perlakuan NPK dosis 100% tanpa kompos. Perlakuan kombinasi NPK dosis 100% dengan kompos diperkaya menghasilkan tongkol jagung paling besar dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Gambar 4).
22
Tabel 6 Produksi jagung di Kubu Raya Panjang Diameter Bobot pipil Bobot tongkol tongkol kering per 100 butir (cm) (cm) tongkol (g) (g)
Parameter
Perkiraan produksi (ton/ha)
Perkiraan produksi (ton/ha)
Pupuk Anorganik NPK 0% 16,9b 4,8b 153,0b 30,2b 6,0b NPK 50% 18,6a 5,0a 187,2a 34,5a 7,3a NPK 100% 18,9a 5,1a 191,3a 34,1a 7,7a Pupuk Organik Tanpa kompos 18,0 4,9 170,9 31,5 6,4 Kompos 18,4 5,0 178,7 33,6 7,2 Kompos diperkaya 18,0 5,0 181,9 33,7 7,4 Ket: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak beda nyata pada taraf uji 5% (DMRT). 9.0 8.0 7.0 6.0 5.0 4.0 3.0 2.0 1.0 0.0 0%
50%
100%
Dosis NPK
Gambar 3 Perkiraan produksi jagung di Kubu Raya pada perlakuan kombinasi pupuk anorganik dan organik. tanpa kompos kompos kompos diperkaya
Gambar 4 Tongkol jagung hasil percobaan di lokasi tanam Kubu Raya.
23
Pertumbuhan Tanaman Cabai di Bogor Pupuk anorganik berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan bobot kering akar, tetapi tidak berpengaruh terhadap jumlah cabang dan bobot kering tajuk, sedangkan pupuk organik berpengaruh terhadap semua komponen pertumbuhan cabai yang diamati (Lampiran 10). Pupuk organik secara nyata mampu meningkatkan
semua komponen pertumbuhan cabai
di
Bogor
dibandingkan dengan perlakuan tanpa kompos (Tabel 7). Tabel 7 Pertumbuhan cabai di Bogor Parameter
Tinggi (cm)
Jumlah cabang
Bobot kering akar (g)
Bobot kering tajuk (g)
Pupuk Anorganik NPK 0% 61,0b 36,3 0,8b 8,6 ab ab NPK 50% 64,0 40,3 0,9 10,1 a a NPK 100% 68,0 39,7 1,1 10,8 Pupuk Organik Tanpa kompos 58,8b 30,2b 0,5c 4,2c Kompos 65,3a 41,0a 0,9b 9,4b Kompos Diperkaya 68,8a 45,1a 1,3a 15,8a Ket: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak beda nyata pada taraf uji 5% (DMRT). Produksi Cabai di Bogor Pupuk anorganik hanya berpengaruh terhadap panjang buah cabai, sedangkan pupuk organik berpengaruh terhadap semua komponen produksi cabai yang diamati di Bogor (Lampiran 10). Kompos diperkaya mampu meningkatkan semua komponen produksi yang diamati dibandingkan dengan perlakuan tanpa kompos. Kompos diperkaya memberikan pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan kompos yang tidak diperkaya (Tabel 8). Perlakuan kombinasi NPK dosis 50% dengan kompos diperkaya mampu menghasilkan perkiraan produksi per hektar cabai yang paling tinggi diantara kombinasi lainnya (Gambar 5). Kombinasi NPK 50% dengan kompos diperkaya mampu meningkatkan perkiraan produksi per hektar berturut-turut sebesar 327%, 154%, dan 78,6% dibandingkan dengan perlakuan NPK dosis 0%, 50%, dan 100% tanpa kompos. Pada perlakuan NPK 0%, buah cabai yang diberi perlakuan pupuk organik secara visual tampak lebih baik dibandingkan dengan tanpa pupuk organik (Gambar 6).
24
Tabel 8 Produksi cabai di Bogor Panjang buah (cm)
Parameter
Diameter Jumlah buah buah per (cm) tanaman
Bobot buah per tanaman (g)
Pupuk Anorganik NPK 0% 12,7b 1,4 29,5 333,1 a NPK 50% 13,6 1,5 31,9 372,1 ab NPK 100% 13,3 1,4 35,6 409,4 Pupuk Organik Tanpa kompos 12,2c 1,3c 23,8b 280,5b Kompos 13,1b 1,4b 35,8a 390,3a Kompos Diperkaya 14,3a 1,6a 37,4a 443,8a Ket: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama nyata pada taraf uji 5% (DMRT).
Perkiraan produksi (ton/ha) 9,7 12,1 10,9 6,9b 11,4a 14,4a tidak beda
Perkiraan produksi (ton/ha)
25 20 15 10 5 0 0%
50% Dosis NPK
100%
Gambar 5 Perkiraan produksi cabai di Bogor pada perlakuan kombinasi pupuk anorganik dan organik. tanpa kompos kompos kompos diperkaya.
Gambar 6 Buah cabai hasil percobaan di lokasi tanam Bogor.
25
Pertumbuhan Tanaman Cabai di Kubu Raya Hasil analisis statistik (Lampiran 11) menunjukkan bahwa pupuk organik berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan bobot kering tajuk tanaman cabai yang ditanam di Kubu Raya, sedangkan pupuk anorganik tidak berpengaruh terhadap semua komponen pertumbuhan yang diamati. Kompos diperkaya lebih meningkatkan tinggi tanaman, bobot kering akar, dan bobot kering tajuk dibandingkan dengan kompos yang tidak diperkaya (Tabel 9). Tabel 9 Pertumbuhan cabai di Kubu Raya Parameter
Tinggi (cm)
Jumlah cabang
Bobot kering akar (g)
Bobot kering tajuk (g)
Pupuk Anorganik NPK 0% 38,9 25,0 0,6 2,7 NPK 50% 40,5 28,8 0,7 3,1 NPK 100% 38,9 31,0 0,6 3,3 Pupuk Organik Tanpa kompos 34,0c 22,7 0,5b 2,0b Kompos 40,1b 29,3 0,6ab 2,7b Kompos Diperkaya 43,6a 32,9 0,8a 4,4a Ket: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak beda nyata pada taraf uji 5% (DMRT) Produksi Cabai di Kubu Raya Pupuk anorganik berpengaruh nyata terhadap diameter buah dan bobot buah per tanaman, namun tidak berpengaruh terhadap komponen produksi lainnya, sedangkan pupuk organik hanya berpengaruh nyata terhadap bobot buah per tanaman (Lampiran 11). Kompos diperkaya lebih meningkatkan bobot buah per tanaman dan perkiraan produksi per hektar dibandingkan dengan kompos yang tidak diperkaya, namun perbedaanya tidak nyata (Tabel 10). Perlakuan kombinasi NPK dosis 100% dengan kompos diperkaya mampu menghasilkan perkiraan produksi cabai paling tinggi dibandingkan dengan kombinasi perlakuan lainnya (Gambar 7). Kombinasi NPK dosis 100% dengan kompos diperkaya mampu meningkatkan perkiraan produksi cabai per hektar berturut-turut sebesar 127%, 47%, dan 108% dibandingkan dengan perlakuan NPK dosis 0%, 50%, dan 100% tanpa kompos.
26
Tabel 10 Produksi cabai di Kubu Raya Panjang buah (cm)
Parameter
Diameter Jumlah Bobot buah Perkiraan buah buah per per produksi per (cm) tanaman tanaman (g) hektar (ton)
Pupuk Anorganik NPK 0% 11,8 1,36b 21,5 144,9b 4,8 ab ab NPK 50% 12,0 1,43 20,6 163,1 5,5 a a NPK 100% 11,9 1,45 25,0 193,6 5,8 Pupuk Organik Tanpa kompos 11,5 1,40 18,0 128,3b 4,0 a Kompos 11,9 1,41 24,3 190,8 5,4 ab Kompos Diperkaya 12,2 1,40 24,7 182,5 6,7 Ket: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak beda nyata pada taraf uji 5% (DMRT)
Perkiraan produksi (ton/ha)
9.0 8.0 7.0 6.0 5.0 4.0 3.0 2.0 1.0 0.0 0%
50% Dosis NPK
100%
Gambar 7 Perkiraan produksi cabai di Kubu Raya pada perlakuan kombinasi pupuk anorganik dan organik. tanpa kompos kompos kompos diperkaya Kandungan Vitamin C dan Gula Total Kandungan vitamin C buah cabai yang ditanam di Bogor dan Kubu Raya relatif sama yaitu berkisar 0,1-0,2%. Perlakuan tanpa pupuk anorganik maupun pupuk organik menunjukkan kandungan vitamin C yang lebih tinggi diantara perlakuan lainnya. Kandungan gula total biji jagung yang ditanam di Bogor berkisar 8-14% dan di Kubu Raya berkisar antara 6-8% (Tabel 11).
27
Tabel 11 Kandungan vitamin C buah cabai dan gula total biji jagung Kandungan Gula Total Biji Jagung Perlakuan (%) Bogor Kubu Raya Bogor Kubu Raya NPK 0% + Tanpa kompos 0,2 0,2 9 8 NPK 50% + Tanpa kompos 0,1 0,1 9 8 NPK 100% + Tanpa kompos 0,1 0,1 14 7 NPK 0% + Kompos 0,2 0,1 9 8 NPK 50% + Kompos 0,1 0,1 14 8 NPK 100% + Kompos 0,1 0,1 8 8 NPK 0% + Kompos diperkaya 0,1 0,1 10 7 NPK 50% + Kompos diperkaya 0,1 0,1 13 6 NPK 100% + Kompos diperkaya 0,1 0,1 14 6 Ket: Data merupakan hasil uji dari satu sampel yang dikompositkan dari 3 ulangan. Kandungan Vitamin C Cabai (%)
Kandungan Klorofil Daun Hasil analisis statistik (Lampiran 12) menunjukkan bahwa kandungan klorofil daun jagung di Bogor maupun di Kubu Raya dipengaruhi oleh pupuk organik, sedangkan pupuk anorganik hanya berpengaruh terhadap kandungan klorofil daun jagung di Bogor. Pupuk anorganik maupun organik tidak berpengaruh terhadap kandungan klorofil daun cabai yang ditanam di Bogor maupun di Kubu Raya, namun pupuk organik berupa kompos maupun kompos diperkaya memberikan hasil yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan tanpa kompos (Tabel 12). Kandungan klorofil daun jagung di Bogor relatif sama dibandingkan dengan di Kubu Raya, sedangkan kandungan klorofil daun cabai di Kubu Raya lebih tinggi dibandingkan dengan di Bogor.
28
Tabel 12 Kandungan klorofil daun Perlakuan
Jagung (mg/L) Kubu Bogor Raya
Cabai (mg/L) Kubu Bogor Raya
Pupuk Anorganik NPK dosis 0% 4,8ab 4,4 6,2 7,4 a NPK dosis 50% 4,9 4,6 6,3 6,7 b NPK dosis 100% 4,6 4,8 6,2 7,9 Pupuk Organik Tanpa kompos 4,3b 4,4b 6,1 7,4 a b Kompos 4,9 4,5 6,2 7,3 a a Kompos diperkaya 5,1 4,9 6,4 7,3 Ket: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak beda nyata pada taraf uji 5% (DMRT)
29
PEMBAHASAN Hasil analisis tanah yang dicampur dengan pupuk organik baik berupa kompos maupun kompos yang diperkaya menunjukkan adanya peningkatan kandungan unsur C, N, P-tersedia, dan K-tersedia. Peningkatan P-tersedia di lokasi Bogor lebih tinggi dibandingkan dengan Kubu Raya, sedangkan peningkatan K-tersedia di lokasi Bogor lebih rendah dibandingkan dengan Kubu Raya. Pada tanah dengan kandungan P dan K tersedia yang rendah, penambahan pupuk organik memberikan peningkatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanah dengan kandungan P dan K tersedia yang tinggi. Sumarno et al. (2009) menyatakan bahwa penambahan bahan organik tanah dapat meningkatkan KTK tanah, sebagai cadangan dan pemasok hara tanaman, terutama N, P, K, S, dan hara mikro, menyediakan sumber energi bagi kehidupan dan aktivitas mikroba tanah, meningkatkan kapasitas menyimpan air tanah dan memperbaiki struktur tanah, dan peran pupuk organik dalam membangun kesuburan tanah ini tidak dapat digantikan oleh sarana produksi lain. Pupuk organik dalam bentuk kompos atau segar berperan penting dalam perbaikan sifat kimia, fisik, dan biologi tanah serta sebagai nutrisi tanaman (DEPTAN 2008). Hasil analisis kompos dan kompos diperkaya menunjukkan adanya peningkatan kandungan hara pada kompos yang diperkaya. Kompos diperkaya memiliki kualitas yang lebih baik dalam hal kandungan haranya dibandingkan dengan yang tidak diperkaya. Hasil analisis kompos menunjukkan bahwa penambahan pupuk hayati mampu meningkatkan kandungan unsur Ca, Mg, Cu, Zn, dan Mn serta menurunkan pH. Peningkatan kandungan hara ini diduga mempengaruhi peningkatan pertumbuhan dan produksi tanaman jagung dan cabai. Peningkatan pertumbuhan dan produksi cabai dan jagung oleh perlakuan kompos diperkaya cenderung lebih baik dibandingkan dengan perlakuan kompos saja. Azotobacter sp. dan Azospirillum sp. yang digunakan sebagai pupuk hayati merupakan bakteri penambat nitrogen, sedangkan B. subtilis dan P. beteli merupakan bakteri pelarut fosfat. Menurut Mahdi et al. (2010), Azospirillum mampu mengikat nitrogen 20-40 kg/ha dan mampu menghasilkan zat pengatur tumbuh, mampu bersimbiosis dengan banyak tanaman terutama tanaman C4. Azotobacter mampu memfiksasi nitrogen kira-kira 10 mg N/g C dalam kondisi in
30
vitro, mampu memproduksi IAA dan giberelin. Hindersah dan Simarmata (2004) menyebutkan bahwa Azotobacter memiliki kemampuan memfiksasi nitrogen menjadi amonium dan memproduksi fitohormon yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan perakaran tanaman sayuran. Selain pengaruh bakteri pengikat nitrogen, pertumbuhan dan produksi tanaman juga dipengaruhi oleh adanya bakteri pelarut fosfat. Bakteri pelarut fosfat berperan dalam mengubah fosfat yang tidak tersedia menjadi tersedia. Penambahan bakteri pelarut fosfat dapat meningkatkan kandungan fosfat dalam kompos dan lebih efektif dibandingkan Actinomycetes dan jamur (Chang & Yang 2009). Zarabi et al. (2011) menyebutkan bahwa bakteri pelarut fosfat memberikan efek positif terhadap peningkatan pertumbuhan jagung. Penambahan pupuk hayati akan menambah biomassa mikroba. Penambahan biomasa mikroba akan menambah efek positif pada aktivitas berbagai enzim hidrolase (Gracia et al. 1994), peningkatan amonifikasi, nitrifikasi, dan fiksasi nitrogen (Setyorini et al. 2006). Peran pupuk hayati dalam meningkatkan produksi pertanian dapat melalui berbagai mekanisme, yaitu meningkatkan fiksasi N2 secara biologi, meningkatkan ketersediaan nutrisi dalam rhizosfer, mendorong peningkatan luas permukaan akar, dan meningkatkan simbiosis mikroba lain dengan tanaman inang, atau kombinasi dari keempat mekanisme tersebut (Vessey 2003). Peningkatan pertumbuhan dan produksi tanaman akibat pemberian pupuk organik baik berupa kompos maupun kompos diperkaya dimungkinkan oleh adanya peningkatan bahan organik tanah dan ketersediaan hara dalam tanah. Pada lokasi tanam di Bogor kompos diperkaya mampu meningkatkan semua komponen pertumbuhan tanaman dan produksi jagung, kecuali terhadap bobot kering akar tanaman jagung. Kompos diperkaya yang dikombinasikan dengan NPK dosis 50% dan 100% memperlihatkan hasil yang lebih tinggi terhadap perkiraan produksi jagung per hektar dibandingkan perlakuan NPK dosis 100% yang tidak dikombinasi dengan kompos. Perkiraan produksi jagung per hektar tidak berbeda nyata antara perlakuan NPK dosis 0%, 50%, dan 100% yang dikombinasikan dengan kompos diperkaya, tetapi terdapat kecenderungan peningkatan produksi jagung seiring dengan penambahan dosis NPK. Hasil ini menunjukkan bahwa peningkatan produksi jagung lebih banyak dipengaruhi oleh kompos diperkaya
31
dibandingkan dengan pupuk NPK. Hal ini kemungkinan oleh kurangnya dosis NPK khususnya urea yang digunakan sebagai pupuk N. Hal ini terlihat dengan adanya peningkatan produksi seiring dengan penambahan dosis NPK. Pada penelitian ini dosis rekomendasi (100%) yang digunakan adalah urea 200 kg/ha yang diberikan 2 kali yaitu 100 kg/ha pada saat tanam dan 100 kg/ha saat berumur 35 HST, sedangkan dosis rekomendasi budidaya jagung ialah 350-450 kg/ha yaitu 100 kg/ha saat tanam, 150 kg/ha saat umur 28-30 HST, dan 100-150 kg/ha saat umur 45-50 HST (Murni & Arief 2008). Berdasarkan kriteria kimia tanah menurut Pusat Penelitian Tanah (1983) (Lampiran 13), lokasi tanam di Bogor memiliki status N tanah rendah. Menurut Balittanah (2008) pada status N tanah rendah dosis pupuk N yang dianjurkan adalah 115 kg/ha (250 kg urea/ha). Potensi produksi jagung BISI 816 sebesar 13,65 ton/ha dengan produksi rata-rata 10,44 ton/ha. Jika melihat potensi dan hasil rata-rata tersebut, hasil penelitian di Bogor belum mencapai target. Perkiraan produksi jagung tertinggi di Bogor baru mencapai 5,4 ton/ha pada perlakuan kombinasi NPK dosis 50% dan 100% dengan kompos diperkaya. Belum tercapainya target ini dimungkinkan oleh pengaruh masamnya lahan pertanian dan tidak dilakukannya pengendalian terhadap penyakit. Tanah yang baik untuk pertumbuhan jagung memiliki pH 5,5-7,5 dan optimal pada pH 6,8, sedangkan tanah di lokasi Bogor yang digunakan untuk penelitian ini memiliki pH 4,9. Pada masa pengisian tongkol terjadi serangan penyakit busuk tongkol, sehingga tidak semua tongkol dapat bertahan sampai panen. Namun jika dibandingkan dengan perlakuan NPK dosis 100% tanpa kompos yang menghasilkan perkiraan produksi sebesar 3,3 ton/ha, hasil pemberian kompos diperkaya telah memperlihatkan peningkatan yang nyata. Jika dibandingkan dengan rata-rata produksi jagung tahun 2006-2009 Propinsi Jawa Barat (5,3 ton/ha) dan Nasional (3,9 ton/ha) (Cakrabawa et al. 2010), hasil penelitian ini sudah melebihi angka tersebut. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa kompos diperkaya yang dikombinasikan dengan NPK dosis 50% sudah dapat meningkatkan produksi jagung. Pada lokasi tanam di Bogor, kompos diperkaya mampu meningkatkan semua komponen pertumbuhan dan produksi cabai. Kombinasi NPK dosis 50% dengan kompos diperkaya menghasilkan perkiraan produksi cabai per hektar paling tinggi
32
yaitu 17,5 ton. Hasil penelitian ini telah mencapai target jika dibandingkan dengan potensi produksi cabai Wibawa F1 sebesar 16-25 ton/ha maupun produksi cabai rata-rata Propinsi Jawa Barat sebesar 12,17 ton/ha dan Nasional sebesar 5,67 ton/ha (Cakrabawa et al. 2010). Hal ini menunjukkan bahwa kompos diperkaya mampu mensubtitusi 50% pupuk NPK jika diaplikasikan pada budidaya cabai. Pada lokasi tanam di Kubu Raya, kompos diperkaya mampu meningkatkan jumlah daun, bobot kering akar, bobot kering tajuk, dan perkiraan produksi per hektar untuk tanaman jagung. Kompos diperkaya juga berpengaruh nyata pada tanaman cabai yaitu mampu meningkatkan tinggi tanaman, bobot kering akar, bobot kering tajuk, dan perkiraan produksi per hektar. Bila dikombinasikan dengan kompos diperkaya, perlakuan NPK dosis 50% tidak berbeda nyata dengan dosis 100% dalam menghasilkan peningkatan tinggi tanaman, bobot kering akar, bobot kering tajuk, dan perkiraan produksi per hektar. Perlakuan NPK 100% yang dikombinasi dengan kompos diperkaya menghasilkan perkiraan produksi jagung dan cabai berturut-turut sebesar 8,1 ton/ha dan 7,5 ton/ha, paling baik diantara kombinasi lainnya. Hasil ini belum mencapai target jika dibandingkan denganpotensi produksi jagung BISI 816 maupun cabai Wibawa F1. Belum tercapainya target ini kemungkinan juga disebabkan oleh masamnya tanah di lokasi penelitian yang memilki pH 4,3 dan adanya serangan penyakit antraknosa yang menyerang cabai saat panen sehingga hanya bisa dilakukan lima kali panen. Namun jika dibandingkan dengan rata-rata produksi jagung tahun 2006-2009 di Propinsi Kalimantan Barat (4,0 ton/ha) dan Nasional (3,9 ton/ha) dan produksi cabai tahun 2006-2009 di Propinsi Kalimantan Barat (3,98 ton/ha) dan Nasional (5,67 ton/ha) (Cakrabawa et al. 2010), maka hasil penelitian ini sudah melebihi angka tersebut. Walaupun belum mencapai angka potensi hasil dari masingmasing komoditi, ternyata jika dibandingkan dengan produksitivitas jagung skala propinsi dan nasional sudah meningkatkan hasil lebih dari 50%. Dengan kondisi tanah di Kubu Raya yang memiliki kandungan liat yang tinggi, dan bahan organik yang rendah, maka untuk mendapatkan hasil maksimal masih memerlukan tambahan NPK dengan dosis 100%. Pemberian NPK yang dikombinasikan dengan kompos maupun kompos diperkaya memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian
33
NPK dosis 100% tanpa kompos. Penelitian Elwan dan El-Hamed (2011) menunjukkan bahwa kombinasi pupuk organik dengan pupuk hayati mampu meningkatkan tinggi tanaman, jumlah, dan luas daun tanaman tomat. Penggunaan pupuk hayati selain meningkatkan pertumbuhan tanaman juga dapat mengurangi penggunaan dosis pupuk NPK. El-Naghdy et al. (2010) menyatakan bahwa penggunaan pupuk hayati mampu menggantikan 50% dosis NPK yang dianjurkan. Menurut Bashyal (2011) bahwa penggunaan pupuk hayati tidak sepenuhnya mampu menggantikan pupuk nitrogen tetapi dapat mengurangi kebutuhan nitrogen hampir setengahnya. Penelitian Kiran et al. (2010) membuktikan bahwa pemberian N (100 kg/ha), P (100 kg/ha), K (50 kg/ha) yang dikombinasikan dengan Azospirillum dan bakteri pelarut fosfat memberikan pertumbuhan dan produksi terung yang terbaik dibandingkan dengan aplikasi Azospirillum dan bakteri pelarut fosfat tanpa NPK. Perlakuan kombinasi pupuk anorganik dengan pupuk organik memberikan pengaruh yang tidak sama terhadap perkiraan produksi per hektar antar komoditi walaupun ditanam pada lokasi yang sama. Peningkatan perkiraan produksi cabai baik di Bogor maupun di Kubu Raya memberikan nilai yang lebih besar dibandingkan dengan jagung. Hal ini dimungkinkan adanya perbedaan ketinggian, kondisi tanah dan iklim di kedua lokasi. Perlakuan kombinasi pupuk anorganik dengan pupuk organik memberikan pengaruh yang tidak sama terhadap perkiraan produksi per hektar antar lokasi tanam pada komoditi yang sama. Pada perlakuan kombinasi NPK dosis 100% dengan kompos diperkaya, pada lokasi tanam di Bogor, perkiraan produksi jagung meningkat sebesar 68% sedangkan di Kubu raya meningkat 13%. Pada perlakuan kombinasi NPK dosis 50% dengan kompos diperkaya, pada lokasi tanam di Bogor perkiraan produksi cabai meningkat sebesar 79% sedangkan di Kubu raya meningkat 83%. Perbedaan peningkatan hasil antara dua komoditi yang ditanam dimungkinkan oleh perbedaan respon masing-masing varietas tanaman. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa respon tanaman cabai terhadap kombinasi perlakuan pupuk organik dan anorganik lebih baik dibandingkan tanaman jagung. Perbedaan peningkatan hasil antara dua lokasi pada komoditi yang sama dimungkinkan dipengaruhi oleh perbedaan kandungan hara, kondisi geografis dan iklim di kedua lokasi tanam. Perkiraan produksi per
34
hektar jagung terlihat lebih tingggi di Kubu Raya dibandingkan Bogor, sedangkan pada tanaman cabai terjadi sebaliknya. Kubu Raya berada pada ketinggian 0 m dpl, memiliki jenis iklim tropik basah dengan curah hujan merata sepanjang tahun, memiliki suhu dan kelembaban yang lebih tinggi serta lama penyinaran matahari yang lebih besar sehingga Kubu Raya merupakan wilayah yang cocok untuk tanaman jagung. Jagung menghendaki suhu yang cukup panas (optimum pada 2327°C) dan lembab dari waktu tanam sampai pembuahannya, jenis tanah lempung atau lempung berdebu, dan distribusi hujan yang merata sepanjang tahun (Harniati et al. 2000). Bogor berada pada ketinggian 400 m dpl. Berdasarkan klasifikasi iklim Koppen, Kabupaten Bogor memiliki tipe Am sehingga komoditi sayuran yang cocok dikembangkan di daerah ini adalah cabai, terung, kangkung, bayam, sawi, dan mentimun (Yusmur 2003). Suhu udara yang paling cocok untuk tanaman cabai adalah 16°C di malam hari dan 23°C di siang hari, dengan jenis tanah lempung berpasir (Sumarni 2006). Kubu Raya memiliki jenis tanah aluvial, liat, dan sedikit mengandung pasir, kandungan bahan organik rendah, dan memiliki suhu rata-rata yang lebih panas dari pada di Bogor, sehingga cabai lebih cocok dengan lingkungan Bogor daripada di Kubu Raya. Kandungan vitamin C buah cabai tidak dipengaruhi oleh perlakuan kombinasi pupuk anorganik dan pupuk organik. Kandungan vitamin C buah cabai di kedua lokasi tanam cenderung sama walaupun terlihat sedikit perbedaan pada perlakuan tanpa pupuk. Kandungan vitamin C pada perlakuan tanpa pupuk terlihat lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Perbedaan ini dimungkinkan oleh pengaruh dosis urea yan diberikan. Pemberian urea dosis 50 % (100kg/ha) dan 100% (200 kg/ha) cenderung menurunkan kandungan vitamin C. Bashyal (2011) menyebutkan bahwa pemberian urea 60 kg/ha yang dikombinasikan dengan pupuk hayati menghasilkan kembang kol dengan kandungan vitamin C yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian dosis 90 kg/ha dan 120 kg/ha yang dikombinasi dengan pupuk hayati. Kandungan gula total biji jagung yang ditanam di Bogor menunjukkan angka yang lebih tinggi daripada Kubu Raya pada perlakuan kombinasi NPK dosis 100% dengan kompos diperkaya. Kandungan gula total biji jagung yang ditanam di Kubu Raya menunjukkan nilai yang tidak jauh berbeda untuk semua perlakuan.
35
Kandungan gula total biji jagung di Bogor menunjukkan angka yang lebih tinggi dibandingkan di Kubu Raya. Perbedaan kandugan gula total biji jagung diantara kedua lokasi kemungkinan disebabkan oleh perbedaan kematangan fisiologis jagung saat panen. Panen jagung dikedua lokasi dilakukan pada umur tanaman yang sama yaitu 100 hari. Kondisi suhu yang lebih panas dan lamanya penyinaran yang lebih banyak menyebabkan jagung di Kubu Raya mengalami kematangan fisiologis yang lebih cepat. Jika dipanen pada umur yang sama maka jagung di Kubu Raya lebih tua secara fiologis dibandingkan di Bogor. Kandungan gula biji jagung semakin menurun seiring dengan meningkatnya ketuaan biji (Suarni & Firmansyah 2005). Kandungan klorofil daun cabai di Kubu Raya lebih tinggi dibandingkan Bogor. Perbedaan ini dimungkinkan karena adanya perbedaan kandungan hara tanah, terutama unsur Mg. Berdasarkan hasil analisis tanah, Kubu Raya memiliki kandungan Mg 170% lebih tinggi dibandingkan dengan Bogor. Pembentukan klorofil tanaman dipengaruhi oleh ketersediaan hara N, Mg, dan Fe. Unsur N dan Mg merupakan unsur pembentuk klorofil, sedangkan Fe merupakan katalis yang menjadi prekursor pada proses sintesis protein. Malgorzata dan Georgius (2009) menyatakan bahwa kandungan klorofil cabai semakin meningkat pada aplikasi pupuk hayati. Suharja dan Sutarno (2009) menyebutkan bahwa kandungan klorofil cabai dipengaruhi oleh varietas cabai dan jenis pupuk yang diberikan.
36
37
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kompos diperkaya mampu menurunkan penggunaan NPK sampai 50%. Perlakuan NPK 50% dan 100% tidak berbeda nyata dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi jagung dan cabai di Bogor maupun di Kubu Raya. Untuk mendapatkan pertumbuhan dan produksi maksimal, di lokasi Kubu Raya masih dibutuhkan NPK dosis 100% disamping aplikasi kompos diperkaya. Produksi jagung di Kubu Raya lebih tinggi daripada di Bogor, sedangkan produksi cabai lebih tinggi di Bogor daripada di Kubu Raya. Kompos diperkaya berpengaruh nyata terhadap kandungan klorofil daun jagung di Bogor dan Kubu Raya Kompos diperkaya tidak berpengaruh terhadap kandungan vitamin C buah cabai dan kandungan gula total biji jagung di kedua lokasi tanam. Saran Perlu dilakukan uji lanjut pada lokasi yang sama untuk melihat pengaruh kompos diperkaya terhadap peningkatan hasil pada musim tanam berikutnya.
38
39
DAFTAR PUSTAKA Akil M. 2007. Peningkatan Produksi Jagung dengan Pemberian Bahan Organik di Lahan Kering. Simposium V Penelitian Tanaman Pangan. Puslitbang Pangan, Deptan. hlm 803-811. Arafah dan Sirappa MP. 2003. Kajian penggunaan jerami dan pupuk N, P, dan K pada lahan sawah irigasi. J Ilmu TanahLingkungan 4: 15-24. Arnon DI. 1949. Copper enzymes in isolated chloroplasts. Polyphenoloxidase in Beta vulgaris. Plant Physiol 24: 1-15. [Balittanah] Balai Penelitian Tanah. 2008. Pemupukan Berimbang dengan Uji Tanah Sawah. Puslitbang Tanah dan Agroklimat Balitbang Pertanian, Deptan. Bashyal LN. 2011. Response of cauliflower to nitrogen fixing biofertilizer and grade level of nitrogen. J Agric Environ 12: 41-50. Bertham YM, Kusuma C, Setiadi Y, Mansur I, Sopandie D. 2005. Introduksi pasangan CMA dan rhizobia indigenous untuk peningkatan pertumbuhan dan hasil kedelai di ultisol Bengkulu. JIPI 7: 94-103. Cakrabawa DN, Muliany PH, Riniarsi D, Supriyatna A, editor. 2010. Statistik Pertanian. Jakarta: Kementan. Chang CH, Yang SS. 2009. Thermo-tolerant phosphate-solubilizing microbes for multi-functional biofertlizer preparation. Biores Tech 100: 1648-1658. [DEPTAN] Departemen Pertanian. 2008. Pedoman Teknis Pemanfaatan PUTS Tahun 2008. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengolahan Lahan dan Air. [Ditjen PLA] Direktorat Jenderal Pengolahan Lahan dan Air. 2008. Pedoman Teknis Pemanfaatan PUTS Tahun 2008. Jakarta: Departemen Pertanian. EL-Naghdy GA, Dalia SA, El-Kady EA, El-Yamanee GSA. 2010. Response of flax plant (Linum usitatissimum L.) to treatment with mineral and bio-fertilizer from nitrogen and phosphorus. J Am Sci 6: 207-217. Elwan MWM, El-Hamed KEA. 2011. Influence of nitrogen form, growing season and sulfur fertilization on yield and the content of nitrate and vitamin C of broccoli. Sci Hort 127: 181-187. Faesal, Akil M, Momuat EO. 2003. Pengaruh Substistusi N-Urea dengan NPupuk Organik Terhadap Hasil Jagung. Risalah Penelitian Serealia 8:35-40. [FNCA] Forum for Nuclear Cooperation in Asia, Biofertilizer Project Group. 2006. Biofertilizer Manual. Tokyo: Japan Atomic Industrial Forum. Goenadi DH. 2006. Pupuk dan Teknologi Pemupukan Berbasis Hayati. Jakarta: Yayasan John Hi-Tech Idetama. Gracia C, Hernandez T, Costa F, Ceccanti B. 1994. Biochemical parameter in soil regenerated by addition of organic wastes. Wastes Manage Res 12: 457-466. Hamim, Rachmania N, Hanarida I, Sumarni N. 2007. Pengaruh Pupuk Biologi Terhadap Pola Serapan Hara, Ketahanan Penyakit, Produksi dan Kualitas Hasil Beberapa Tanaman Sayuran Unggulan. Bogor: Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, IPB.
40
Handayanto E. 1999. Komponen Biologi Tanah sebagai Bioindikator Kesehatan dan Produktivitas Tanah. Malang: Unibraw. Handayanto E, Hairiah K. 2007. Biologi Tanah. Yogyakarta: Pustaka Adipura. Harniati, Marsusi R, Sahari D, Purnamawati. 2000. Teknologi Budidaya Tanaman Jagung di Lahan Kering. Pontianak: Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Deptan. Harpenas A, Dermawan R. 2009. Budidaya Cabai Unggul. Jakarta: Penebar Swadaya. Hidayati N. 2009. Efektivitas Pupuk Hayati pada Berbagai Lama Simpan Terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi (Oriza sativa) dan Jagung (Zea mays) [Skripsi]. Bogor. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Hindersah R, Simarmata T. 2004. Potensi rhizobakteri Azotobacter dalam meningkatkan kesehatan tanah. J Natur Ind 5: 127-133. Indrasari A, Syukur A. 2006. Pengaruh pemberian pupuk kandang dan unsur hara mikro terhadap pertumbuhan jagung pada ultisol yang dikapur. J Ilmu Tanah Lingkungan 6: 116-123. Iqbal A. 2008. Potensi kompos dan pupuk kandang untuk produksi padi organik di tanah inceptisol. Akta Agros 11: 13-18. Kiran J, Vyakarannahal BS, Raikar SD, Ravikumar GH, Deshpande VK. 2010. Seed yield and quality of brinjal as influenced by nutrition. Indian J Agric Res 44: 1-7. Las I, Setyorini D. 2010. Teknologi, arah, dan pengembangan pupuk majemuk NPK dan pupuk organik. Di dalam: Peranan Pupuk NPK dam Organik dalam Meningkatkan Produksi dan Swasembada Beras Berkelanjutan. Prosiding Seminar Nasional; Bogor, 24 Februari 2010. Bogor: Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Hlm 47. Mahdi SS, Hasan GI, Samoon SA, Rather HA, Dar SA, Zehra B. 2010. Biofertilizer in organic agriculture. J Phytol 2: 42-54. Malgorzata B, Georgius K. 2009. Physiological response and yield of pepper plants (Capsicum annum L.) to organic fertilization. J Central Europ Agric 9: 715-721. Mezuan H, Handayani IP, Inoriah P. 2002. Penerapan formulasi pupuk hayati untuk budidaya padi gogo. Ilmu Pertanian 4: 27-34. Murni AM, Arief RW. 2008. Teknologi Budidaya Jagung. Bogor: Balitbang Pertanian, Deptan. Okon Y, Labandera-Gonzalez GA. 1993. Agronomic applications of Azospirillum: an evaluation of 20 years wordwide field inoculation. Soil Biol Biochem 26: 1591-1601.
41
Purba S, Siswanto AB, Id AA, Supriadi H, Tangkuman F, Ruhendi, Wahyuni S, Astanto. 2000. Karakterisasi Wilayah di Scheme Kapuas Kecil II dan III, Sei Kakap, Sei Nipah, Sei Bulan, Jangkang I, Air Putih, Olak-Olak Kubu dan Desa Kubu. Jakarta: Proyek Penelitian Pengembangan Pertanian Rawa TerpaduISDP, Deptan. Purwaningsih S. 2004. Pengujian mikroba sebagai pupuk hayati terhadap pertumbuhan tanaman Acacia mangium pada pasir steril rumah kaca. Biodiversitas 5: 85-88. [PPT] Pusat Penelitian Tanah. 1983. Kriteria Sifat Kimia Tanah. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Deptan. Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid 3. Lukman DR, Sumaryono, penerjemah; Niksolihin S, editor. Bandung: ITB. Terjemahan dari: Plant Physiology. Setyorini D, Saraswati R, Anwar EK. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Bogor: Balai Besar Litbang Pertanian, Deptan. Shahzad SM, Khalid A, Arshad M, Khalid M, Mehboob I. 2008. Integrated use of plant growth promoting bacteria and P-enriched compost for improving growth, yield and nodulation of chickpea. Pak J Bot 40: 1735-1741. Simanihuruk BW, Nusantara AD, Faradila F. 2002. Peran EM5 dan pupuk NPK dalam meningkatkan pertumbuhan dan hasil jagung manis pada lahan alangalang. JIPI 4: 56-61. Simanungkalit RDM, dan Suriadikarta DA, Saraswati R, Setyorini D, Hartatik W. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor: Balitbang Pertanian. Simanungkalit RDM. 2001. Pupuk Hayati dan Pupuk Kimia: Status Pendekatan Terpadu. Seminar Puslitbang Tanaman Pangan; Bogor, 14 Agu 2001. Bogor: Puslitbang Tanaman Pangan. Suarni, Firmansyah IU. 2005. Pengaruh Umur Panen Terhadap Kandungan Nutrisi Biji Jagung Beberapa Varietas. Maros: Balai Penelitian Tanaman Serealia, Deptan. Subowo G. 2010. Strategi efisiensi penggunaan bahan organik untuk kesuburan dan produktivitas tanah melalui pemberdayaan sumberdaya hayati tanah. J Sumber Daya Lahan 4: 13-25. Sudarsana IK. 2005. Pengaruh mikroorganisme efektif (EM-4) dan kompos organik terhadap produksi kedelai (Glycine max. L. Merr) pada tanah ultisol. Stigma 13: 74-77. Sugito Y, Nuraini Y, Nihayati E. 1995. Sistem Pertanian Organik. Malang: Faperta Unibraw. Suharja, Sutarno. 2009. Biomass, chlorophyll content of leaves of two chili pepper varieties (Capsicum annum L.) in different fertilization treatment. Bioscience 1: 9-16.
42
Sumarni N. 2006. Teknologi Produksi Cabai Merah. Lembang: Balai penelitian Sayuran, Deptan. Sumarno, Kartasasmita UG, Pasaribu J. 2009. Pengayaan kandungan bahan organik tanah mendukung keberlanjutan sistem produksi padi sawah. Iptek Tanaman Pangan 4: 18-32. Sutanto R. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Yogyakarta: Kanisius. Sutariati GAK, Widodo, Sudarsono, Ilyas S. 2006. Pengaruh perlakuan rhizobakteri pemacu pertumbuhan tanaman terhadap viabilitas benih serta pertumbuhan bibit tanaman cabai. BulAgron 34: 46-54. Suwandi. 2009. Menakar kebutuhan hara tanaman dalam pengembangan inovasi budidaya sayuran berkelanjutan. Pengemb Inov Pert 2: 131-147. Syukur A, Indah MN. 2008. Kajian pengaruh pemberian macam pupuk organik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jahe di inceptisol Karanganyar. J Ilmu Tanah Lingkungan 6: 124-131. Taiz L, Zeiger D. 2002. Plant Physiology. 3rd Ed. Sinauer. Sunderland. Vessey JK. 2003. Plant growth promoting rhizobacteria as biofertilizers. Plant and Soil 255: 571-586. Wahyudi AT, Astuti RP, Widyawati A, Meryandini A, Nawangsih AA. 2011. Characterization of Bacillus sp. strain isolated from rhizosphere of soybean plants for their use as potential plant growth for promoting rhizobacteria. J Microbiol Antimicrob 3: 34-40. Wiliam CN, Joseph KT. 1976. Climate Soil and Crop Production in Humic Tropic, Kualalumpur. London: Oxford University Press. Yusmur A. 2003. Basisdata Spasial Agroklimatologi: Studi Kasus Kabupaten Bogor [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Zarabi M, Alahdadi I, Akbari GA, Akbari GA. 2011. A study on the effects of different biofertilizer combination on yield, its components and growth indices of corn (Zea mays L.) under drough stress condition. Afr J Agric Res 6: 681685.
43
LAMPIRAN
44
43
Lampiran 1 Deskripsi varietas jagung BISI-816
Golongan Hibrida Silang Tunggal
Umur tanaman saat 50% keluar rambut ± 55 hari di dataran rendah dan ± 70 hari di dataran tinggi.
Umur masak fisiologis ± 101 hari di dataran rendah dan ± 130 hari di dataran tinggi.
Tinggi tanaman ± 203 cm dengan batang besar, kokoh dan tegak serta berwarna hijau ber-strip ungu.
Daun berwarna hijau gelap.
Malai kompak dan agak tegak dengan warna sekam ungu kemerahan dan warna anthera ungu kemerahan.
Warna rambut ungu kemerahan.
Klobot menutup tongkol dengan baik.
Tongkol besar dengan jumlah baris biji 14-16 baris.
Tipe biji adalah semi mutiara - mutiara, berwarna oranye kekuningan.
Berat 100 butir mencapai 325 gram.
Rata-rata hasil mencapai 10,44 ton per ha pipilan kering.
Potensi hasil mencapai 13,65 ton per ha pipilan kering.
Tahan terhadap penyakit bulai (Peronosclerospora maydis), karat daun (Puccinia sorghi) dan agak tahan hawar daun (Helminthosporium maydis). (Sumber: KepMenTan No. 605/Kpts/SR.120/2/2009)
44
Lampiran 2 Deskripsi varietas cabai Wibawa-F1
Tinggi tanaman: 80 cm
Panen pertama : 95-100 HST
Ukuran buah
: 17 cm x 2,0 cm
Warna buah
: Hijau sedang- merah cerah
Kulit buah
: mulus mengkilap
Produksi
: 1,0-1,6 kg/tanaman
Keunggulan: Daerah adaptasi tanaman luas Tahan layu cendawan Phythopthora Tahan layu bakteri Tahan bercak bakteri Xanthomonas Buah keras dan tahan pecah Produksi tinggi (potensi 16-25 ton/ha) Daya simpan 4-6 hari
(Sumber: Harpenas & Dermawan 2009)
45
Lampiran 3 Kombinasi perlakuan percobaan di lokasi Bogor dan Kubu Raya
Pupuk organik (B) Pupuk anorganik (A)
Tanpa kompos (B0)
Kompos (B1)
Kompos diperkaya (B2)
NPK 0% (A0)
A0B0
A0B1
A0B2
NPK 50% (A1)
A1B0
A1B1
A1B2
NPK 100% (A2)
A2B0
A2B1
A2B2
Keterangan: A0 B0 : NPK dosis 0% + Tanpa Kompos A0B1 : NPK dosis 0% + Kompos AOB2 : NPK dosis 0% + Kompos Diperkaya A1B0 : NPK dosis 50% + Tanpa Kompos A1B1 : NPK dosis 50% + Kompos A1B2 : NPK dosis 50% + Kompos Diperkaya A2B0 : NPK dosis 100% + Tanpa Kompos A2B1 : NPK dosis 100% + Kompos A2B2 : NPK dosis 100% + Kompos Diperkaya
46
Lampiran 4 Denah petak percobaan di lokasi Bogor dan Kubu Raya 0.5 m A2B1 1
A0B0
3,0 m
A2B2
3,0 m 0.5 m
KELOMPOK I
A1B1
A2B0
A0B2
A1B2
A1B0
A0B1 1,0 m
KELOMPOK II
A2B1 1 1
2 A1B1
A0B0 3
A1B0 4
5 A0B2
6 A2B0
A0B1 7
A1B2 8
9 A2B2
1,0 m 1 A2B2
KELOMPOK III
2 A0B1
A2B1 3 1
A1B1 4
A1B2 5
A0B0 6
A2B0 7
A1B0 8
A0B2 9
U
47
Lampiran 5 Kurva standar jumlah bakteri Bacillus subtilis y = 0.535x - 4.0653 R² = 0.9333
1
0.5
0 7.5
8
8.5
9
Pseudomonas beteli 1.5 y = 0.7921x - 5.6139 R² = 0.9808
1 0.5 0 7
7.5
8
8.5
Azospirillum sp. 0.08
y = 0.0473x - 0.3009 R² = 0.9252
0.06 0.04 0.02 0 -0.02
6
6.5
7
7.5
8
Azotobacter sp. 0.04
y = 0,0296x - 0,2146 R² = 0,9695
0.03 0.02 0.01 0 7
7.5
8
8.5
y (abs)
Linear (y (abs))
x : Log jumlah sel Sumber: Hidayati (2009)
44
48
Lampiran 6 Hasil analisis tanah dan tanah dicampur kompos Tekstur Parameter
pH
Pasir
Debu
Liat
%
%
%
H2O
Bahan Organik
KCl
C %
N
C/N
%
HCl 25% P2O5
K2O
mg/100g
Bray 1
Morgan
P2O5
K 2O
ppm
ppm
Nilai Tukar Kation Ca
Mg
K
Na
KTK
cmol(+)/kg
Lokasi Bogor* Tanah
22
39
39
4,9
4,3
1,76
0,13
13,5
65
23
42
183
5,93
1,35
0,36
0,2
11,23
Tanah + Kompos dosis 5 ton/ha
25
34
41
4,7
4,4
1,94
0,14
13,9
120
24
27
236
6,39
1,26
0,47
0,27
12,35
Tanah + Kompos dosis 20 ton/ha
23
30
47
4,7
4,5
2,00
0,14
14,3
140
39
37
389
6,99
1,58
0,77
0,21
12,06
Tanah + Kompos diperkaya dosis 5 ton/ha
26
34
40
4,6
4,4
1,87
0,14
13,4
121
26
26
251
5,72
1,49
0,50
0,10
12,35
Tanah + Kompos diperkaya dosis 20 ton/ha
21
34
45
4,9
4,6
1,96
0,15
13,1
141
39
24
387
6,99
2,84
0,77
0,17
11,64
Lokasi Kubu Raya** Tanah
9
51
40
4,3
3,7
1,54
0,11
14,0
36
37
67
43
3,08
2,70
0,21
0,18
11,87
Tanah + Kompos dosis 5 ton/ha
0
53
47
4,1
3,8
1,81
0,12
15,1
69
20
118
151
2,92
2,80
0,30
0,19
10,37
Tanah + Kompos dosis 20 ton/ha
0
54
46
4,2
3,8
1,96
0,14
14,0
73
23
129
178
2,92
0,35
0,19
10,77
Tanah + Kompos diperkaya dosis 5 ton/ha
0
53
47
4,1
3,8
1,85
0,12
15,4
67
20
101
152
3,07
1,52 2,56
0,30
0,31
10,96
Tanah + Kompos diperkaya dosis 20 ton/ha
0
55
45
4,1
3,8
2,27
0,15
15,1
75
26
130
234
3,62
1,89
0,46
0,10
11,17
* ketinggian 400 m dpl, letak astronomis 106o51’ BT dan 06o38’ LS. ** ketinggian 0 m dpl, letak astronomis 108o35'-109o58' BT dan 0o44' LU-1o01' LS
49
Lampiran 7 Persyaratan teknis minimal pupuk organik PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 28/Permentan/SR.130/5/2009 TANGGAL : 22 Mei 2009 Persyaratan No
Parameter
Satuan
Granul/Pelet Diperkaya Murni mikroba
Cair/Pasta
˃ 12
˃ 12
15-25
15-25
˂2
˂2
˂2
%
4-15*
10-20*
As
ppm
≤10
Hg
ppm
Pb Cd
1
C-Organik
2
C/N rasio
3
Bahan ikutan
≥12
≥12
10-25
10-25
˂2
˂2
-
15-25*
15-25*
≤10
≤2,5
≤10
≤10
≤1
≤1
≤0,25
≤1
≤1
ppm
≤50
≤50
≤12,5
≤50
≤50
ppm
≤10
≤10
≤2,5
≤10
≤10
4-8
4-8
4-8
4-8
4-8
% %
≥4
Remah/Curah Diperkaya Murni ikroba
(plastik, kaca, kerikil, endapan 4
Kadar Air
5
Kadar Logam Berat
6
pH
7
Kadar total
8 9
10
N
%
˂ 6***
˂ 6***
˂2
˂ 6***
˂ 6***
P2O5
%
˂ 6**
˂ 6**
˂2
˂ 6**
˂ 6**
K2O
%
˂ 6**
˂ 6**
˂2
˂ 6**
˂ 6**
Mikroba kontaminan
cfu/g;
˂ 10
˂ 10
˂ 10
˂ 10
˂ 102
(E. Coli, Salmonella sp.
cfu/ml
Mikroba fungsional (penambat N,pelarut P, dll)
cfu/g;
2
2
2
2
-
>103
-
-
˃ 103
2-5
2-5
-
-
-
Fe total
0-8000
0-8000
0-800
0-8000
0-8000
Mn
0-8000
0-8000
0-1000
0-5000
0-5000
Cu
0-5000
0-5000
0-1000
0-5000
0-5000
Zn
0-5000
0-5000
0-1000
0-5000
0-5000
B
0-2500
0-2500
0-500
0-2500
0-2500
Co
0-20
0-20
0-5
0-20
0-20
Ukuran Butiran
11 Kadar unsur mikro
cfu/ml mm ppm
Mo 0-10 0-10 0-1 0-10 0-10 Keterangan: *) Kadar air berdasarkan bobot asal **) Bahan-bahan yang berasal dari bahan organik alami diperbolehkan mengandung kadar P2O5 dan K2O > 6% (dibuktikan dengan hasil lab.) ***) N-total=N-organik + N-NH4 + N-NO3; Nkjeldahl=N-organik + N-NH4; C/N, N=N-total
50
Lampiran 8 Hasil analisis ragam komponen pertumbuhan dan produksi jagung di Bogor. A. Tinggi tanaman jagung di Bogor Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Pupuk Anorganik (A) Pupuk Organik (B) AXB Galat Umum
Derajat Bebas 2 8 2 2 4 16 26
Jumlah Kuadrat 1.966,35 8.005,13 712,29 6.323,21 969,62 2.843,73 12.815,21
Kuadrat F Hitung Tengah 983,175 5,532* 1.000,641 5,630** 356,148 2,004 3.161,606 17,788** 242,406 1,364 177,733
P Value 0,015 0,002 0,167 0,000 0,290
Kuadrat Tengah 0,150 0,042 0,011 0,095 0,032 0,012
P Value 0,001 0,015 0,423 0,004 0,069
B. Diameter batang jagung di Bogor Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Pupuk Anorganik (A) Pupuk Organik (B) AXB Galat Umum
Derajat Bebas 2 8 2 2 4 16 26
Jumlah Kuadrat 0,299 0,340 0,022 0,190 0,128 0,191 0,830
F Hitung 12,570** 3,565* 0,907 7,989** 2,681
C. Bobot kering akar jagung di Bogor Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Pupuk Anorganik (A) Pupuk Organik (B) AXB Galat Umum
Derajat Bebas 2 8 2 2 4 16 26
Jumlah Kuadrat 0,373 55,315 16,518 25,402 13,395 87,998 143,686
Kuadrat Tengah 0,186 6,914 8,259 12,701 3,349 5,500
F Hitung 0,034 1,257 1,502 2,309 0,609
P Value 0,967 0,330 0,253 0,131 0,662
51
D. Bobot kering tajuk jagung di Bogor Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Pupuk Anorganik (A) Pupuk Organik (B) AXB Galat Umum
Derajat Bebas 2 8 2 2 4 16 26
Jumlah Kuadrat 145,971 2.786,080 209,170 2.119,738 457,172 2.242,152 5.174,202
Kuadrat Tengah 72,985 348,260 104,585 1.059,869 114,293 140,134
Jumlah Kuadrat 8,649 18,053 1,502 13,227 3,324 10,178 36,880
Kuadrat F Hitung Tengah 4,324 6,798** 2,257 3,548* 0,751 1,181 6,613 10,397** 0,831 1,307 0,636
F Hitung 0,521 2,485 0,746 7,563** 0,816
P Value 0,604 0,058 0,490 0,005 0,534
E. Jumlah daun jagung di Bogor Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Pupuk Anorganik (A) Pupuk Organik (B) AXB Galat Umum
Derajat Bebas 2 8 2 2 4 16 26
P Value 0,007 0,015 0,332 0,001 0,310
F. Luas daun jagung di Bogor Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Pupuk Anorganik (A) Pupuk Organik (B) AXB Galat Umum
Derajat Bebas 2 8 2 2 4 16 26
Jumlah Kuadrat 8.503,69 139.251,58 11.807,90 113.997,26 13.447,23 35.787,21 183.542,49
Kuadrat F Hitung Tengah 4.251,84 1,901 17.406,44 7,782** 5.903,54 2,639 56.998,63 25,483** 3.361,80 1,503 2.236,70
P Value 0,182 0,000 0,102 0,000 0,248
52
G. Panjang tongkol jagung di Bogor Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Pupuk Anorganik (A) Pupuk Organik (B) AXB Galat Umum
Derajat Bebas 2 8 2 2 4 16 26
Jumlah Kuadrat 0,246 19,233 0,712 17,924 0,597 10,240 29,719
Kuadrat Tengah 0,123 2,404 0,356 8,962 0,149 0,640
F Hitung
P Value
0,192 3,757* 0,556 14,003** 0,233
0,827 0,012 0,584 0,000 0,916
H. Diameter tongkol jagung di Bogor Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Pupuk Anorganik (A) Pupuk Organik (B) AXB Galat Umum
Derajat Bebas 2 8 2 2 4 16 26
Jumlah Kuadrat 0,070 1,095 0,126 0,930 0,038 0,412 1,577
Kuadrat Tengah 0,035 0,137 0,063 0,465 0,010 0,026
F Hitung
P Value
1,350 5,310** 2,453 18,043** 0,372
0,287 0,002 0,118 0,000 0,825
F Hitung
P Value
0,226 5,816** 2,408 19,336** 0,760
0,800 0,001 0,122 0,000 0,566
I. Bobot pipil kering per tongkol jagung di Bogor Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Pupuk Anorganik (A) Pupuk Organik (B) AXB Galat Umum
Derajat Bebas 2 8 2 2 4 16 26
Jumlah Kuadrat 109,99 11.336,53 1.173,43 9.422,67 740,42 3.898,40 15.344,93
Kuadrat Tengah 54,99 1.417,06 586,71 4.711,33 185,10 243,65
53
J. Bobot 100 butir pipilan kering jagung di Bogor Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Pupuk Anorganik (A) Pupuk Organik (B) AXB Galat Umum
Derajat Bebas 2 8 2 2 4 16 26
Jumlah Kuadrat 2,202 244,013 32,362 202,407 9,244 66,071 312,287
Kuadrat Tengah 1,101 30,502 16,181 101,203 2,311 4,129
F Hitung
P Value
0,267 7,386** 3,918* 24,508** 0,560
0,769 0,000 0,041 0,000 0,695
F Hitung
P Value
0,209 5,887** 0,671 11,125** 1,073
0,813 0,001 0,525 0,001 0,402
K. Perkiraan roduksi per jektar Jagung di Bogor Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Pupuk Anorganik (A) Pupuk Organik (B) AXB Galat Umum
Derajat Bebas 2 8 2 2 4 16 26
Jumlah Kuadrat 0,161 18,148 2,005 33,231 6,407 6,165 24,474
Kuadrat Tengah 0,081 2,268 1,003 16,615 1,602 0,385
54
Lampiran 9 Hasil analisis ragam komponen pertumbuhan dan produksi jagung di Kubu Raya. A. Tinggi tanaman jagung di Kubu Raya Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Pupuk Anorganik (A) Pupuk Organik (B) AXB Galat Umum
Derajat Bebas 2 8 2 2 4 16 26
Jumlah Kuadrat 384,889 5.096,160 2.756,862 1.295,636 1.043,662 2.034,258 7.515,307
Kuadrat F Hitung P Value Tengah 192,444 1,514 0,250 637,020 5,010** 0,003 1.378,431 10,842** 0,001 647,818 5,095* 0,019 260,916 2,052 0,135 127,141
B. Diameter batang jagung di Kubu Raya Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Pupuk Anorganik (A) Pupuk Organik (B) AXB Galat Umum
Derajat Bebas 2 8 2 2 4 16 26
Jumlah Kuadrat 0,049 0,760 0,517 0,123 0,120 0,472 1,281
Kuadrat Tengah 0,025 0,095 0,259 0,061 0,030 0,029
F Hitung
P Value
0,833 3,220* 8,765** 2,084 1,016
0,453 0,022 0,003 0,157 0,428
F Hitung
P Value
0,452 1,746 2,528 3,106 0,675
0,644 0,163 0,111 0,073 0,619
C. Bobot kering akar jagung di Kubu Raya Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Pupuk Anorganik (A) Pupuk Organik (B) AXB Galat Umum
Derajat Bebas 2 8 2 2 4 16 26
Jumlah Kuadrat 134,767 2.081,971 753,586 925,908 402,477 2.385,192 4.601,931
Kuadrat Tengah 67,384 260,246 376,793 462,954 100,619 149,075
55
D. Bobot kering tajuk jagung di Kubu Raya Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Pupuk Anorganik (A) Pupuk Organik (B) AXB Galat Umum
Derajat Bebas 2 8 2 2 4 16 26
Jumlah Kuadrat 3.224,864 7.523,457 2.674,158 2.735,013 2.114,287 3.893,016 14.641,337
Kuadrat Tengah 1.612,432 940,432 1.337,079 1.367,506 528,572 243,313
F Hitung
P Value
6,627** 3,865** 5,495* 5,620* 2,172
0,008 0,010 0,015 0,014 0,119
F Hitung
P Value
0,498 2,057 1,108 6,616** 0,252
0,617 0,104 0,354 0,008 0,904
E. Jumlah daun jagung di Kubu Raya Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Pupuk Anorganik (A) Pupuk Organik (B) AXB Galat Umum
Derajat Bebas 2 8 2 2 4 16 26
Jumlah Kuadrat 0,225 3,719 0,501 2,990 0,228 3,615 7,559
Kuadrat Tengah 0,113 0,465 0,250 1,495 0,057 0,226
F. Luas daun jagung di Kubu Raya Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Pupuk Anorganik (A) Pupuk Organik (B) AXB Galat Umum
Derajat Bebas 2 8 2 2 4 16 26
Jumlah Kuadrat 5.940,894 21.823,505 1.997,852 12.297,310 7.528,343 89.788,940 117.553,338
Kuadrat Tengah 2.970,447 2.727,938 998,926 6.148,655 1.882,086 5.611,809
F Hitung
P Value
0,529 0,486 0,178 1,096 0,335
0,599 0,849 0,839 0,358 0,850
56
G. Panjang tongkol jagung di Kubu Raya Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Pupuk Anorganik (A) Pupuk Organik (B) AXB Galat Umum
Derajat Bebas 2 8 2 2 4 16 26
Jumlah Kuadrat 2,669 26,993 22,802 0,669 3,522 13,744 43,407
Kuadrat Tengah 1,334 3,374 11,401 0,334 0,881 0,859
F Hitung
P Value
1,553 3,928** 13,272** 0,389 1,025
0,242 0,010 0,000 0,684 0,424
F Hitung
P Value
0,159 3,084* 9,043** 1,126 1,083
0,855 0,026 0,002 0,349 0,398
H. Diameter tongkol jagung di Kubu Raya Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Pupuk Anorganik (A) Pupuk Organik (B) AXB Galat Umum
Derajat Bebas 2 8 2 2 4 16 26
Jumlah Kuadrat 0,008 0,633 0,464 0,058 0,111 0,411 1,052
Kuadrat Tengah 0,004 0,079 0,232 0,029 0,028 0,026
I. Bobot pipil kering per tongkol jagung di Kubu Raya Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Pupuk Anorganik (A) Pupuk Organik (B) AXB Galat Umum
Derajat Bebas 2 8 2 2 4 16 26
Jumlah Kuadrat 322,241 11.026,522 8.225,065 2.389,977 411,481 5.977,055 17.325,818
Kuadrat F Hitung Tengah 161,121 0,431 1.378,315 3,690* 4.112,532 11,009** 1.194,988 3,199 102,870 0,275 373,566
P Value 0,657 0,013 0,001 0,068 0,890
57
J. Bobot 100 butir pipilan kering jagung di Kubu Raya Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Pupuk Anorganik (A) Pupuk Organik (B) AXB Galat Umum
Derajat Bebas 2 8 2 2 4 16 26
Jumlah Kuadrat 3,009 131,852 101,644 27,932 2,276 193,490 328,351
Kuadrat Tengah 1,504 16,482 50,822 13,966 0,569 12,093
F Hitung
P Value
0,124 1,363 4,203* 1,155 0,047
0,884 0,284 0,034 0,340 0,995
F Hitung
P Value
0,428 3,744* 11,173** 3,253 0,274
0,659 0,012 0,001 0,065 0,891
K. Perkiraan produksi per hektar jagung di Kubu Raya Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Pupuk Anorganik (A) Pupuk Organik (B) AXB Galat Umum
Derajat Bebas 2 8 2 2 4 16 26
Jumlah Kuadrat 0,508 17,751 13,245 3,856 0,649 9,483 27,742
Kuadrat Tengah 0,254 2,219 6,623 1,928 0,162 0,593
58
Lampiran 10 Hasil analisis ragam komponen pertumbuhan dan produksi cabai di Bogor. A. Tinggi tanaman cabai Bogor Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Pupuk Anorganik (A) Pupuk Organik (B) AXB Galat Umum
Derajat Bebas 2 8 2 2 4 16 26
Jumlah Kuadrat 53,799 835,594 220,172 482,741 132,681 428,015 1.317,407
Kuadrat Tengah 26,899 104,449 110,086 241,370 33,170 26,751
Jumlah Kuadrat 426,836 1.580,507 83,316 1.074,516 422,676 994,924 3.002,267
Kuadrat Tengah 213,418 197,563 41,658 537,258 105,669 62,183
Jumlah Kuadrat 0,472 3,236 0,447 2,645 0,144 0,888 4,596
Kuadrat Tengah 0,236 0,405 0,224 1,323 0,036 0,056
F Hitung
P Value
1,006 3,905** 4,115* 9,023** 1,240
0,388 0,010 0,036 0,002 0,334
F Hitung
P Value
3,432 3,177* 0,670 8,640** 1,699
0,058 0,023 0,526 0,003 0,199
F Hitung
P Value
4,250* 7,288** 4,030* 23,827** 0,647
0,033 0,000 0,038 0,000 0,637
B. Jumlah cabang cabai Bogor Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Pupuk Anorganik (A) Pupuk Organik (B) AXB Galat Umum
Derajat Bebas 2 8 2 2 4 16 26
C. Bobot kering akar cabai Bogor Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Pupuk Anorganik (A) Pupuk Organik (B) AXB Galat Umum
Derajat Bebas 2 8 2 2 4 16 26
59
D. Bobot kering tajuk cabai Bogor Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Pupuk Anorganik (A) Pupuk Organik (B) AXB Galat Umum
Derajat Bebas 2 8 2 2 4 16 26
Jumlah Kuadrat 77,336 645,900 23,476 603,860 18,564 134,331 857,567
Kuadrat Tengah 38,668 80,738 11,738 301,930 4,641 8,396
Jumlah Kuadrat 0,299 26,591 3,498 21,679 1,414 7,215 34,105
Kuadrat Tengah 0,150 3,324 1,749 10,839 0,354 0,451
Jumlah Kuadrat 0,010 0,389 0,036 0,325 0,027 0,098 0,497
Kuadrat Tengah 0,005 0,049 0,018 0,163 0,007 0,006
F Hitung
P Value
4,606* 9,617** 1,398 35,962** 0,553
0,026 0,000 0,276 0,000 0,700
F Hitung
P Value
0,332 7,371** 3,879* 24,038** 0,784
0,722 0,000 0,042 0,000 0,552
F Hitung
P Value
0,843 7,950** 2,983 26,598** 1,110
0,449 0,000 0,079 0,000 0,386
E. Panjang buah cabai Bogor Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Pupuk Anorganik (A) Pupuk Organik (B) AXB Galat Umum
Derajat Bebas 2 8 2 2 4 16 26
F. Diameter buah cabai Bogor Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Pupuk Anorganik (A) Pupuk Organik (B) AXB Galat Umum
Derajat Bebas 2 8 2 2 4 16 26
60
G. Jumlah buah per tanaman cabai Bogor Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Pupuk Anorganik (A) Pupuk Organik (B) AXB Galat Umum
Derajat Bebas 2 8 2 2 4 16 26
Jumlah Kuadrat 760,536 1.782,607 173,087 987,745 621,775 1.244,424 3.787,567
Kuadrat Tengah 380,268 222,826 86,544 493,873 155,444 77,776
F Hitung
P Value
4,889* 2,865* 1,113 6,350** 1,999
0,022 0,035 0,353 0,009 0,143
H. Bobot buah per tanaman cabai Bogor Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Pupuk Anorganik (A) Pupuk Organik (B) AXB Galat Umum
Derajat Bebas 2 8 2 2 4 16 26
Jumlah Kuadrat 119.990,691 217.286,735 26.186,092 124.888,357 66.212,285 189.081,869 526.359,295
Kuadrat Tengah 59.995,345 27.160,842 13.093,046 62.444,179 16.553,071 11.817,617
F Hitung 5,077* 2,298 1,108 5,284* 1,401
P Value 0,020 0,075 0,354 0,017 0,278
I. Perkiraan produksi per hektar cabai Bogor Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Pupuk Anorganik (A) Pupuk Organik (B) AXB Galat Umum
Derajat Bebas 2 8 2 2 4 16 26
Jumlah Kuadrat 42,402 384,253 25,899 252,903 105,452 194,791 621,446
Kuadrat Tengah 21,201 48,032 12,949 126,451 26,363 12,174
F Hitung
P Value
1,741 3,945** 1,064 10,387** 2,165
0,207 0,009 0,368 0,001 0,120
61
Lampiran 11 Hasil analisis ragam komponen pertumbuhan dan produksi cabai di Kubu Raya. A. Tinggi tanaman cabai di Kubu Raya Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Pupuk Anorganik (A) Pupuk Organik (B) AXB Galat Umum
Derajat Bebas 2 8 2 2 4 16 26
Jumlah Kuadrat 19,529 478,880 15,360 436,809 26,711 560,978 1.059,387
Kuadrat Tengah 9,764 59,860 7,680 218,404 6,678 35,061
F P Value Hitung 0,278 0,761 1,707 0,172 0,219 0,806 6,229** 0,010 0,190 0,940
Kuadrat Tengah 2,111 102,820 80,973 240,840 44,733 103,596
F Hitung 0,020 0,993 0,782 2,325 0,432
Kuadrat Tengah 0,011 0,083 0,005 0,268 0,029 0,086
F Hitung 0,133 0,955 0,056 3,101 0,332
B. Jumlah cabang cabai di Kubu Raya Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Pupuk Anorganik (A) Pupuk Organik (B) AXB Galat Umum
Derajat Bebas 2 8 2 2 4 16 26
Jumlah Kuadrat 4,222 822,560 161,947 481,680 178,933 1.657,538 2.484,320
P Value 0,980 0,477 0,474 0,130 0,784
C. Bobot kering akar cabai di Kubu Raya Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Pupuk Anorganik (A) Pupuk Organik (B) AXB Galat Umum
Derajat Bebas 2 8 2 2 4 16 26
Jumlah Kuadrat 0,023 0,661 0,010 0,536 0,115 1,384 2,067
P Value 0,877 0,502 0,946 0,073 0,852
62
D. Bobot kering tajuk cabai di Kubu Raya Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Pupuk Anorganik (A) Pupuk Organik (B) AXB Galat Umum
Derajat Bebas 2 8 2 2 4 16 26
Jumlah Kuadrat 1,212 30,647 1,716 26,739 2,193 33,308 65,167
Kuadrat Tengah 0,606 3,831 0,858 13,369 0,548 2,082
F Hitung 0,291 1,840 0,412 6,422** 0,263
Kuadrat Tengah 0,117 0,399 0,091 1,168 0,169 0,472
F Hitung 0,249 0,847 0,192 2,476 0,359
Kuadrat Tengah 0,000 0,005 0,019 0,001 0,001 0,005
F Hitung 0,091 1,193 4,082* 0,198 0,246
P Value 0,751 0,142 0,669 0,009 0,897
E. Panjang buah cabai di Kubu Raya Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Pupuk Anorganik (A) Pupuk Organik (B) AXB Galat Umum
Derajat Bebas 2 8 2 2 4 16 26
Jumlah Kuadrat 0,235 3,195 0,181 2,336 0,678 7,547 10,977
F. Diameter buah cabai di Kubu Raya Derajat Jumlah Sumber Keragaman Bebas Kuadrat Ulangan 2 0,001 Perlakuan 8 0,043 Pupuk Anorganik (A) 2 0,037 Pupuk Organik (B) 2 0,002 AXB 4 0,004 Galat 16 0,073 Umum 26 0,117
P Value 0,783 0,577 0,827 0,116 0,834
P Value 0,914 0,362 0,037 0,822 ,0908
63
G. Jumlah buah per tanaman cabai di Kubu Raya Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Pupuk Anorganik (A) Pupuk Organik (B) AXB Galat Umum
Derajat Bebas 2 8 2 2 4 16 26
Jumlah Kuadrat 26,456 505,647 98,492 253,354 153,801 719,304 1.251,407
Kuadrat Tengah 13,228 63,206 49,246 126,677 38,450 44,956
F Hitung 0,294 1,406 1,095 2,818 0,855
P Value 0,749 0,267 0,358 0,089 0,511
H. Bobot buah per tanaman cabai di Kubu Raya Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Pupuk Anorganik (A) Pupuk Organik (B) AXB Galat Umum
Derajat Bebas 2 8 2 2 4 16 26
Jumlah Kuadrat 252,60 42.755,74 10.912,09 20.715,19 11.128,45 17.075,83 60.084,18
Kuadrat Tengah 126,30 5.344,46 5.456,04 10.357,60 2.782,11 1.067,24
F Hitung 0,118 5,008** 5,112* 9,705** 2,607
P Value 0,889 0,003 0,019 0,002 0,075
I. Perkiraan produksi per hektar cabai di Kubu Raya Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Pupuk Anorganik (A) Pupuk Organik (B) AXB Galat Umum
Derajat Bebas 2 8 2 2 4 16 26
Jumlah Kuadrat 0,394 45,647 5,324 33,003 7,320 43,137 89,177
Kuadrat Tengah 0,197 5,706 2,662 16,501 1,830 2,696
F Hitung 0,073 2,116 0,987 6,121 0,679
P Value 0,930 0,096 0,394 0,011 0,617
64
Lampiran 12 Hasil anailis ragam kandungan klorofil. A. Kandungan klorofil jagung di Bogor Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Pupuk Anorganik (A) Pupuk Organik (B) AXB Galat Umum
Derajat Bebas 2 8 2 2 4 16 26
Jumlah Kuadrat 0,116 4,939 0,456 2,857 1,626 0,853 5,908
Kuadrat Tengah 0,058 0,617 0,228 1,429 0,407 0,053
F Hitung
P Value
1,084 11,576** 4,276* 26,784** 7,623**
0,362 0,000 0,033 0,000 0,001
B. Kandungan klorofil jagung di Kubu Raya Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Pupuk Anorganik (A) Pupuk Organik (B) AXB Galat Umum
Derajat Bebas 2 8 2 2 4 16 26
Jumlah Kuadrat 0,391 3,182 0,723 1,436 1,022 2,715 6,287
Kuadrat Tengah 0,195 0,398 0,362 0,718 0,255 0,170
F Hitung
P Value
1,152 2,344 2,131 4,233* 1,506
0,341 0,070 0,151 0,033 0,247
C. Kandungan klorofil cabai di Bogor Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Pupuk Anorganik (A) Pupuk Organik (B) AXB Galat Umum
Derajat Bebas 2 8 2 2 4 16 26
Jumlah Kuadrat 0,033 0,695 0,029 0,589 0,077 2,179 2,908
Kuadrat Tengah 0,017 0,087 0,014 0,295 0,019 0,136
F Hitung 0,122 0,638 0,106 2,164 0,142
P Value 0,886 0,735 0,900 0,147 0,964
65
D. Kandungan klorofil cabai di Kubu Raya Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Pupuk Anorganik (A) Pupuk Organik (B) AXB Galat Umum
Derajat Bebas 2 8 2 2 4 16 26
Jumlah Kuadrat 1,276 14,951 7,059 0,045 7,847 22,921 39,148
Kuadrat Tengah 0,638 1,869 3,529 0,023 1,962 1,433
F Hitung 0,445 1,305 2,464 0,016 1,369
P Value 0,648 0,309 0,117 0,984 0,288
66
Lampiran 13 Kriteria penilaian sifat kimia tanah Sifat Tanah
Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
C (%)
<1,0
1,00-2,00
2,01-3,00
3,01-5,00
>5,00
N (%)
<0,1
0,10-0,20
0,21-0,50
0,51-0,75
>0,75
C/N
<5
5-10
11-15
16-25
>25
P2O5 HCl (mg/100g)
<10
10-20
21-40
41-60
>60
P2O5 Bray 1 (ppm)
<10
10-15
16-25
26-35
>35
P2O5 Olsen (ppm)
<10
10-25
26-45
46-60
>60
K2O HCl 25%
<10
10-20
21-40
41-60
>60
<5
5-16
17-24
25-40
>40
K (cmol(+)/kg)
<0,1
0,1-0,2
0,3-0,5
0,6-1,0
>1,0
Na (cmol(+)/kg)
<0,1
0,1-0,3
0,4-0,7
0,8-1,0
>1,0
Mg (cmol(+)/kg)
<0,4
0,4-1,0
1,1-2,0
2,1-8,0
>8,0
Ca (cmol(+)/kg)
<2
2-5
6-10
11-20
>20
Kejenuhan Basa (%)
<20
20-35
36-50
51-70
>70
Aluminium (%)
<10
10-20
21-30
31-60
>60
Sangat Masam
Masam
Agak
Netral
Agak
Alkalis
(mg/100g) KTK (cmol(+)/kg) Sususnan Kation:
Masam pH H2O < 4,5
4,5-5,5
5,6-6,5
Sumber: Pusat Penelitian Tanah (1983)
Alkalis 6,6-7,5
7,6-8,5
>8,5