1
PERTUMBUHAN DAN POTENSI PRODUKSI TANAMAN PADI DAN JAGUNG PADA TANAH PODSOLIK MERAH KUNING YANG DIPERKAYA PUPUK HAYATI
DAIMAN HALIM
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
2
3
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Pertumbuhan dan Potensi Produksi Tanaman Padi dan Jagung pada Tanah Podsolik Merah Kuning yang Diperkaya Pupuk Hayati” merupakan gagasan dan karya saya beserta pembimbing yang belum pernah dipublikasikan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2013
Daiman Halim NRP G353090051
1
* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama terkait.
4
ABSTRACT
DAIMAN HALIM. Plant Growth and Production Potential of Rice and Maize on Podzol Soil which Enriched by Biofertilizer. Under the direction of ENCE DARMO JAYA SUPENA and SUHARSONO. Yellow Red Podzolic soil (YRP) is one of the low fertility soil. The fertility of YRP soil could be increased using the biofertilizer because it can improve soil fertility, plant growth and yield. The objective of this study were to analyze the growth of plant and production potential of rice and maize on YRP soil, which enriched by biofertilizer. The biofertilizer used in this research were Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) (Azotobacter sp., Azospirillum sp., Bacillus subtilis and Pseudomonas beteli), arbuscular mycorrihzal fungus (AMF) that was Glomus manihotis, endophytic that was Aspergillus niger, and an anorganic fertilizer used NPK Pelangi. The experiment used Complete Randomized Design with ten levels of treatment for rice and thirteen levels of treatment for maize, all in five replication. Rice cultivated on a pot which filled by 8 kg of soil. Maize cultivated on a poliybag (40 cm x 40 cm) filled by 10 kg of soil. The result showed that the aplication of biofertilizer (PGPR + endophytic) with reduced NPK up to 50% was not different than control (NPK 100% + compost without PGPR) to support plant growth and yield of rice. While maize showed that the aplication of biofertilizer (PGPR + endophytic + AMF) with reduced NPK up to 50% showed significantly increase height of plant, round of stem and length of ear than control (NPK 100% + compost without PGPR). This research suggest that enriched of podzol soil with biofertilizer could reduce application of anorganic fertilizer (NPK) up to 50% of recomendation doses.
Key words: Biofertilizer, plant growth, podzol soil, yield, maize, rice
5
RINGKASAN DAIMAN HALIM. Pertumbuhan dan Potensi Produksi Tanaman Padi dan Jagung pada Tanah Podsolik Merah Kuning yang Diperkaya Pupuk Hayati. Dibimbing oleh ENCE DARMO JAYA SUPENA dan SUHARSONO. Tanah podsolik merah kuning (PMK) mempunyai ciri pH yang rendah, kandungan Ca, Mg dan Mo rendah. Tanah PMK juga memiliki kandungan Al, Mn dan Fe relatif tinggi. Kandungan unsur N, P dan K tanah PMK juga kurang mencukupi untuk pertumbuhan tanaman. Usaha untuk meningkatkan kesuburan tanah PMK ini biasanya dilakukan melalui cara memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah dengan pengapuran dan pemupukan. Pemupukan menggunakan pupuk anorganik jika dilakukan secara terus menerus seperti pupuk NPK dapat menyebabkan kerusakan fisik, kimia dan biologi tanah. Aplikasi pupuk organik dapat memperbaiki kerusakan tanah. Namun demikian pupuk organik perlu dipertimbangkan karena diperlukan dalam jumlah banyak Salah satu usaha untuk mengatasi kekurangan pupuk organik adalah pemanfaatan pupuk hayati atau biofertilizer seperti rhizobakteria, cendawan endofit, dan mikoriza. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh Plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) dan cendawan endofit pada pertumbuhan dan produksi tanaman padi sawah serta pengaruh PGPR, cendawan endofit dan mikoriza, pada pertumbuhan dan produksi tanaman jagung yang dikombinasikan dengan pupuk NPK dosis rekomendasi (100%, 75% dan 50%) yang ditanam pada tanah PMK. Perlakuan terdiri dari 10 taraf pemupukan untuk tanaman padi sawah dan 13 taraf pemupukan untuk tanaman jagung dengan 5 ulangan yang ditempatkan menggunakan Rancanagan Acak Lengkap (RAL). Bahan tanaman yang digunakan adalah benih padi sawah varietas Inpari 13 dan benih jagung varietas komposit Sukmaraga dari Balitsereal Maros. Pupuk hayati yang digunakan adalah PGPR (Azotobacter sp., Azospirillum sp., Bacillus subtilis dan Pseudomonas beteli), cendawan endofit Aspergillus niger dan cendawan mikoriza arbuskula (CMA) Glomus manihotis. Pupuk anorganik yang digunakan adalah NPK Pelangi dengan perbandingan N: P: K (20 : 10 : 10) (b/b/b) Aplikasi pupuk hayati (PGPR + endofit) dengan NPK 100% pada tanaman padi yang ditanam pada tanah PMK tidak berpengaruh nyata terhadap komponen pertumbuhan maupun hasil tanaman. Aplikasi PGPR + endofit dapat mengurangi penggunaan NPK sampai 50% untuk menghasilkan pertumbuhan dan hasil tanaman padi setara dengan kontrol (NPK 100% + kompos tanpa PGPR). Aplikasi pupuk hayati (PGPR + endofit + CMA) dikombinasikan dengan NPK 100% pada tanaman jagung menunjukan perbedaan yang nyata terhadap pertumbuhan (tinggi tanaman dan jumlah daun) tetapi tidak berpengaruh pada sebagian komponen hasil seperti panjang tongkol dan bobot per 100 biji . Aplikasi PGPR + endofit + CMA yang dikombinasikan dengan NPK berbeda (100%, 75% dan 50%) menunjukan pengaruh yang sama terhadap komponen pertumbuhan dan hasil, ini berarti aplikasi PGPR + endofit + CMA dapat mengurangi penggunaan NPK 50% juga masih nyata dapat meningkatkan tinggi tanaman, lingkar batang dan panjang tongkol dibandingkan kontrol (NPK 100% + kompos tanpa PGPR). Penelitian ini menunjukan bahwa aplikasi pupuk hayati pada tanah PMK dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik (NPK) sampai 50% dosis rekomendasi
6
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
7
PERTUMBUHAN DAN POTENSI PRODUKSI TANAMAN PADI DAN JAGUNG PADA TANAH PODSOLIK MERAH KUNING YANG DIPERKAYA PUPUK HAYATI
DAIMAN HALIM
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Biologi Tumbuhan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
8
Penguji luar pada Ujian Tesis: Dr Ir Sulistijorini, MSi
9
Judul Tesis
Nama NRP
: Pertumbuhan dan Potensi Produksi Tanaman Padi dan Jagung Pada Tanah Podsolik Merah Kuning yang Diperkaya Pupuk Hayati : Daiman Halim : G353090051
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Ence Darmo Jaya Supena, MSi Ketua
Prof Dr Ir Suharsono, DEA Anggota
Diketahui oleh
Koordinator Mayor Biologi Tumbuhan
Dekan Sekolah Pasacasarjana
Dr Ir Miftahudin, MSi
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 07 Pebruari 2013
Tanggal lulus:
10
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan khadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul “Pertumbuhan dan Potensi Produksi Tanaman Padi dan Jagung Pada Tanah Podsolik Merah Kuning yang Diperkaya Pupuk Hayati” telah dapat diselesaikan. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Biologi Tumbuhan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Ence Darmo Jaya Supena, MSi dan Bapak Prof Dr Ir Suharsono, DEA selaku pembimbing atas bimbingan dan arahannya yang diberikan selama ini. Disamping itu, penulis sampaikan terima kasih kepada PT. Pupuk Kaltim yang mendanai proyek penelitian ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Istri, Ibunda, Ayahanda (Alm) dan Ananda tercinta, serta seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya. Semoga Allah senantiasa membalas kebaikan semuanya dengan pahala yang berlipat ganda, amin. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2013
Daiman Halim
11
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sukabumi 09 September 1983 dari Ayah Dalimi (Alm) dan Ibu Nuryati. Penulis merupakan putra ke 2 dari 3 bersaudara. Tahun 2002 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Jampangkulon Sukabumi dan pada tahun yang sama melanjutkan ke Universitas Pasundan, penulis memilih jurusan Pendidikan Biologi, lulus tahun 2006. Pada tahun 2009 diterima di Mayor Biologi Tumbuhan pada Program Pascasarjana IPB melalui sponsor Kementerian Agama Republik Indonesia. Selama menempuh program Pascasarjana, penulis pernah menjadi tim peneliti Uji Multilokasi Tanaman Cabai Calon Varietas Hibrida yang didanai oleh Program I-MHERE B.2C IPB.
12
DAFTAR ISI
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... xi DAFTAR TABEL .... ........................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xii PENDAHULUAN ................................................................................................ Latar Belakang .......................................................................................... Tujuan Penelitian ...................................................................................... Hipotesis ...................................................................................................
1 1 3 3
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 4 Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Padi dan Jagung .................. 4 Tanah Podsolik Merah Kuning ................................................................. 6 Kebutuhan Unsur Hara untuk Tanaman Tumbuh dan Berproduksi ......... 7 Pupuk Hayati............................................................................................... 9 Unsur Hara Nitrogen, Fosfor dan Kalium ............................................... 12 BAHAN DAN METODE ..................................................................................... Tempat dan Waktu..................................................................................... Bahan ........................................................................................................ Metode ..................................................................................................... Persiapan Media Tumbuh Tanaman ......................................................... Persiapan PGPR dalam Media Kompos ................................................... Persiapan CMA dalam Media Zeolit ........................................................ Persiapan Aspergillus niger dalam Media Dedak ..................................... Pembibitan Benih Padi.............................................................................. Pertanaman dan Pemupukan ..................................................................... Pengamatan Parameter Tanaman ............................................................. Analisis Serapan Hara ............................................................................... Analisis Tanah ......................................................................................... Rancangan Percobaan .............................................................................. Analisis Data Kuantitatif .........................................................................
14 14 14 14 15 15 16 17 17 17 18 18 18 18 19
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................ Respon Pertumbuhan Tanaman Padi Terhadap Pemupukan .................... Respon Produksi Tanaman Padi Terhadap Pemupukan ........................... Respon Pertumbuhan Tanaman Jagung Terhadap Pemupukan ................ Respon Produksi Tanaman Jagung Terhadap Pemupukan ...................... Korelasi antara Komponen Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Padi dan Jagung ........................................................................................
20 20 22 24 26 29
13
SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 30 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 31 LAMPIRAN .......................................................................................................... 36
DAFTAR TABEL 1
Pengaruh berbagai perlakuan pemupukan pada komponen pertumbuhan, biomassa dan produksi tanaman padi sawah.................................................. 23
2
Pengaruh berbagai perlakuan pemupukan pada komponen pertumbuhan dan biomassa tanaman jagung.........................................................................25
3
Pengaruh berbagai perlakuan pemupukan pada komponen produksi tanaman jagung .............................................................................................. 27
DAFTAR GAMBAR 1
Bagan alir kegiatan penelitian ........................................................................ 15
2
Kurva pertumbuhan padi pada umur 2-8 mst ................................................ 20
3
Respon morfologis tanaman padi terhadap perlakuan pemupukan pada umur 8 mst ............................................................................................ 21
4
Respon morfologis tanaman jagung terhadap perlakuan pemupukan pada umur 4 mst ............................................................................................. 25
DAFTAR LAMPIRAN 1
Data iklim periode bulan Juli sampai dengan bulan Desember 2011 ............ 37
2
Tabel deskripsi tanaman padi varietas Inpari 13 dan tanaman jagung Komposit Sukmaraga ..................................................................................... 38
3
Hasil analisis sifat kimia dan mikroba media tanam padi sawah dan jagung sebelum pertanaman dan setelah perlakuan ................................ 39
14
4
Hasil pengamatan pengaruh pupuk terhadap tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah anakan tanaman padi sawah umur 2-8 mst ........................ 40
5
Tabel perbandingan pengaruh antar kelompok perlakuan terhadap komponen pertumbuhan dan biomassa tanaman padi sawah ....................... 41
6
Tabel perbandingan pengaruh antar kelompok perlakuan terhadap komponen pertumbuhan tanaman padi sawah umur 2-8 mst ....................... 42 Hasil analisis serapan hara kimia N, P dan K pada tanaman padi sawah dan jagung pada berbagai perlakuan pada umur 4 mst.................................. 43
7
8
Tabel perbandingan pengaruh antar kelompok perlakuan terhadap berbagai komponen produksi tanaman padi sawah ....................................... 44
9
Pengaruh pemupukan terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun pada tanaman jagung umur 2-8 mst ....................................................................... 45
10 Tabel perbandingan pengaruh antar kelompok perlakuan terhadap komponen pertumbuhan tanaman jagung umur 2-8 mst .............................. 46 11 Tabel perbandingan pengaruh antar kelompok perlakuan terhadap komponen pertumbuhan dan biomassa pada tanaman jagung ..................... 47 12 Tabel perbandingan pengaruh antar kelompok perlakuan terhadap komponen produksi tanaman jagung ............................................................ 48 13 Koefisien korelasi pada komponen pertumbuhan dan komponen produksi tanaman padi sawah........................................................................ 49 14 Koefisien korelasi komponen pertumbuhan dan komponen produksi tanaman jagung.............................................................................................. 50
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Tanah podsolik merah kuning (PMK) merupakan tanah yang terbentuk dari batuan beku dan sedimen dengan proses dekomposisi yang lambat (Darmawijaya 1997). Oleh karena itu tanah PMK secara alami memiliki kesuburan yang rendah karena miskin unsur hara sehingga kurang mendukung bagi pertumbuhan tanaman. Tanah PMK mempunyai ciri pH yang rendah, kandungan Ca, Mg dan Mo rendah, kandungan unsur N, P dan K kurang mencukupi untuk pertumbuhan tanaman, sedangkan kandungan Al, Mn dan Fe relatif tinggi (Miller & Roy 1990). Tanah PMK memiliki penampang tanah yang dalam sehingga berpotensi sebagai media yang baik bagi pertumbuhan tanaman (Prasetyo & Suriadikarta 2006). Usaha untuk meningkatkan kesuburan tanah PMK untuk tanaman pangan biasanya dilakukan melalui perbaikan sifat fisik dan kimia tanah dengan pengapuran dan pemupukan, baik pupuk anorganik dan atau pupuk organik. Pupuk anorganik dapat memperkaya unsur hara tanah, namun jika dilakukan secara terus menerus seperti penggunaan pupuk NPK dapat menyebabkan kerusakan sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Penggunaan pupuk organik dapat meningkatkan C-organik tanah untuk menunjang pertumbuhan mikroorganisme tanah, namun penggunaannya kurang aplikatif karena harus diberikan dalam jumlah (bobot dan volume) yang banyak sebagai akibat dari ketersediaan haranya yang rendah (Simanungkalit 2006). Kandungan unsur hara dalam pupuk organik ini dapat ditingkatkan melalui pemanfaatan mikroorganisme sebagai pengurai (dekomposer). Mikroorganisme yang dapat dijadikan pupuk hayati tersedia di alam dengan keanekaragaman yang melimpah, diantaranya mikroorganisme yang bersimbiosis dengan tanaman seperti rhizobakteria, cendawan endofit, dan cendawan mikoriza arbuskula (CMA). Plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) adalah kelompok bakteri tanah yang berasosiasi dengan akar tanaman dan memberikan pengaruh yang bermanfaat pada tanaman inangnya. PGPR mempengaruhi pertumbuhan tanaman dengan cara menghasilkan hormon pertumbuhan tanaman seperti indole acetat acid (IAA). Pengaruh secara tidak langsung, PGPR berperan sebagai pengendali
2
penyakit secara biologis atau biokontrol dengan cara memproduksi senyawasenyawa metabolit seperti siderofor, HCN, dan amonia (Zhang et al. 1997; Weller et al. 2002). PGPR juga memiliki kemampuan sebagai penyedia hara disebabkan karena kemampuannya dalam melarutkan mineral-mineral dalam bentuk senyawa kompleks menjadi bentuk ion sehingga dapat diserap oleh tanaman (Vessey 2003). Cendawan mikoriza dan cendawan endofit ialah cendawan yang membentuk simbiosis mutualisme dengan tanaman inang yang berperan dalam meningkatkan penyerapan air dan unsur hara dari dalam tanah oleh tanaman inangnya. Kedua macam cendawan tersebut juga dapat berfungsi sebagai agen pengendali hama dan penyakit tanaman, serta meningkatkan pertumbuhan mikroba yang bermanfaat seperti bakteri penambat nitrogen (Smith & Read 1997). Pemanfaatan pupuk organik yang diperkaya pupuk hayati dikombinasikan dengan NPK 50% dapat memberikan hasil yang setara dengan pupuk organik tanpa pupuk hayati dengan NPK 100% dalam hal serapan hara tanaman serta produksi tanaman padi dan jagung (Setiyowati 2011). Hal yang serupa juga telah dilaporkan oleh Kasniari dan Supadma (2007) bahwa penggunaan pupuk hayati dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik sampai 50% pada tanaman padi. Pemupukan pada tanah PMK menggunakan pupuk hayati dan NPK berpengaruh nyata terhadap komponen vegetatif tanaman, hasil pipilan dan bobot segar berangkasan tanaman jagung (Siagian & Harahap 2001; Hasanudin & Gonggo 2004; Suere & Sarawa 2006). Pemberian 20 g spora cendawan mikoriza arbuskula (CMA) per tanaman juga dapat meningkatkan hasil tanaman jagung pada pemupukan NPK 100% (Musfal 2010). Yusmandhany (2001) menyatakan bahwa penambahan mikroba Azospirillum lipoverum, Azotobacter beijerinckii, Aeromonas punctata dan Aspergillus niger pada pupuk organik mampu memperbaiki kemantapan struktur tanah, menambah aktivitas biologis tanah dan penambatan N bebas dari atmosfer, serta melarutkan P dan K pada tanah PMK, sehingga dapat menunjang pertumbuhan bibit tanaman karet. Hal ini memberikan harapan bahwa tanah PMK dapat dijadikan lahan untuk pengembangan tanaman pangan. Namun demikian belum ada yang mengungkapkan peranan PGPR, cendawan endofit dan mikoriza yang dikombinasikan dengan pupuk anorganik
3
NPK pada jenis tanah PMK untuk tanaman padi dan jagung. Oleh karena itu penelitian mengenai pengaruh pupuk hayati yang dikombinasikan dengan pupuk NPK pada tanah PMK untuk tanaman padi dan jagung menjadi penting untuk dikaji.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1.
Mempelajari pengaruh pupuk hayati PGPR, cendawan endofit dan kombinasinya dengan pupuk NPK dosis rekomendasi (100%, 75% dan 50%) pada pertumbuhan dan produksi tanaman padi yang ditanam pada tanah PMK.
2.
Mempelajari pengaruh pupuk hayati PGPR, cendawan endofit, mikoriza dan kombinasinya dengan pupuk NPK dosis rekomendasi (100%, 75% dan 50%) pada pertumbuhan dan produksi tanaman jagung yang ditanam pada tanah PMK.
Hipotesis Hipotesis pada penelitian ini yaitu: 1.
Aplikasi pupuk hayati (PGPR dan cendawan endofit) pada tanah PMK dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik (NPK) untuk pertumbuhan dan produksi tanaman padi.
2.
Aplikasi pupuk hayati (PGPR, cendawan endofit dan cendawan mikoriza arbuskula) pada tanah PMK dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik (NPK) untuk pertumbuhan dan produksi tanaman jagung.
4
TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Padi dan Jagung
Tanaman Padi Pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi dibagi ke dalam tiga fase. Pertama fase vegetatif yaitu mulai perkecambahan benih sampai awal pembentukan malai atau primordia, kedua fase reproduktif yaitu mulai dari primordia sampai pembungaan dan ketiga fase pematangan yaitu mulai dari pembungaan sampai gabah matang (IRRI 2007). Fase vegetatif dimulai dengan perkecambahan benih tumbuh menjadi tanaman muda (bibit), pembentukan anak sampai pemanjangan batang sebelum pembentukan malai. Pembentukan anakan berlangsung sejak munculnya anakan pertama sampai pembentukan anakan maksimum tercapai. Anakan muncul dari tunas aksial pada buku batang dan menggantikan tempat daun. Setelah tumbuh anakan pertama akan memunculkan anakan sekunder, yang umumnya terjadi pada umur 30 hari setelah pindah tanam. Anakan terus berkembang sampai tanaman memasuki tahap pertumbuhan berikutnya yaitu pemanjangan batang yang terjadi sebelum pembentukan malai atau pada akhir pembentukan anakan. Fase reproduktif dimulai dengan pembentukan malai, bunga mekar (antesis), penyerbukan (polinasi) sampai proses pembuahan (fertilisasi). Pembentukan malai dimulai munculnya bakal malai (primordia) berupa kerucut putih, panjang 1.0 mm – 1.5 mm, kemudian tahapan heading dikenal juga sebagai tahap keluar bunga atau malai. Tahapan heading memerlukan waktu 10-14 hari karena terdapat perbedaan laju perkembangan antar tanaman maupun antar anakan. Apabila 50% bunga telah keluar, maka pertanaman tersebut dianggap sudah dalam tahap pembungaan (Yoshida 1981). Tahapan antesis, dimulai ketika benang sari bunga yang paling ujung pada tiap cabang malai telah tampak keluar dari bulir. Dalam suatu malai, semua bunga memerlukan 7-10 hari untuk antesis. Pada umumnya, antesis berlangsung antara pukul 08.00-13.00. Tahapan polinasi akan selesai dalam 5-6 jam setelah antesis, kemudian diikuti proses fertilisasi (Vergara 1980; Yoshida 1981).
5
Fase pematangan dimulai dengan pembentukan gabah matang susu. Pada tahap ini, gabah mulai terisi dengan cairan kental berwarna putih susu. Bila gabah ditekan, maka cairan tersebut akan keluar. Tahapan berikutnya yaitu tahapan gabah setengah matang. Pada tahap ini, isi gabah yang menyerupai susu, berubah menjadi gumpalan lunak. Pelayuan (senescense) dari anakan dan daun di bagian dasar tanaman tampak jelas. Seiring menguningnya malai, ujung dua daun terakhir pada setiap anakan mulai mengering. Terakhir tahapan gabah matang penuh, ditandai dengan gabah yang keras, dan berwarna kuning. Daun bagian atas mengering dengan cepat (daun dari sebagian varietas ada yang tetap hijau). Sejumlah daun yang mengering terakumluasi pada bagian dasar tanaman (IRRI 2007).
Tanaman Jagung Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman semusim anggota famili Poaceae. Terdapat berbagai varietas jagung hasil pengembangan pemulia diantaranya komposit Sukmaraga. Varietas ini sangat prospektif untuk dikembangkan pada lahan kering iklim basah, selain itu memiliki keunggulan spesifik yaitu tingkat adaptasinya lebih baik untuk tumbuh dan berkembang pada tanah yang memiliki pH rendah dengan kadar unsur N, P dan K yang rendah (Herniwati & Tandisau 2010). Pertumbuhan dan perkembangan tanaman jagung meliputi pertumbuhan vegetatif dan reproduktif. Pertumbuhan vegetatif terdiri dari tiga fase. Fase pertama merupakan periode pada saat jagung ditanam sampai muncul lapang (emergence), fase kedua merupakan periode mulai dari emergence sampai tanaman muda, fase ketiga merupakan periode dari tanaman muda sampai tasseling yang merupakan akhir dari fase vegetatif. Lama pertumbuhan vegetatif tanaman jagung mulai dari biji berkecambah sampai muncul di atas permukaan tanah kurang lebih 5 hari. Laju pertumbuhan vegetatif awal relatif lambat tetapi saat berumur 4 minggu akan menjadi lebih cepat (Pursegloves 1975). Fase reproduktif merupakan periode dari berbunga jantan (tasseling), munculnya bunga betina (silking) sampai masak fisiologis. Tasseling akan muncul pada tanaman umur 45-52 hari setelah tanam di bagian paling atas tanaman diikuti silking dari
6
ujung tongkol biasanya 2-3 hari setelah tasseling. Penyerbukan (polinasi) terjadi ketika serbuk sari yang dilepas oleh bunga jantan jatuh menyentuh permukaan bunga betina yang masih segar, setelah kurang lebih 4 hari setelah penyerbukan, biji mulai terbentuk dan berkembang. Bakal biji hasil pembuahan tumbuh dalam suatu struktur tongkol dengan dilindungi oleh tiga bagian penting biji, yaitu glume, lemma, dan palea, serta memiliki warna putih pada bagian luar biji. Bagian dalam biji berwarna bening dan mengandung sedikit cairan (Sutoro 1988). Tanaman jagung memasuki tahap masak fisiologis pada umur 55-65 hari setelah munculnya bunga betina (silking). Pada tahap ini biji-biji pada tongkol telah mencapai bobot kering maksimum. Lapisan pati yang keras pada biji telah berkembang dengan sempurna dan telah terbentuk pula lapisan absisi berwarna coklat atau kehitaman. Pembentukan lapisan hitam (black layer) berlangsung secara bertahap menuju ke bagian ujung tongkol, dimulai dari biji pada bagian pangkal tongkol. Pada tahap ini kadar air biji berkisar 30-35% (Subekti et al. 2007).
Tanah Podsolik Merah Kuning Tanah podsolik merah kuning (PMK) di Indonesia luasnya mencapai 51 juta hektar yang tersebar di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Irian Jaya dan Jawa (Soepraptohardjo 1961). Pada umumnya tanah PMK di Indonesia terbentuk dari sedimen kuarsa pada daerah bergelombang sampai berbukit dengan ketinggian 350 m dpl dengan curah hujan antara 2500 sampai 3500 mm tiap tahun, vegetasi meliputi hutan tropik, alang-alang, pinus, dan melastoma. Proses pembentukan tanah PMK yaitu melalui proses podsolisasi diawali terjadinya pencucian basabasa, oksida Fe dan Al serta mineral liat dari horizon A atau horizon eluviasi, kemudian diikuti oleh penimbunan liat, senyawa-senyawa yang larut dan tercucinya oksida Fe dan Al pada horison B (Soepraptohardjo 1961). Podsolisasi ini terjadi karena adanya curah hujan yang tinggi, yang mengakibatkan tercucinya kation-kation pada basa dengan ion H. Selain itu kelangsungan podsolisasi juga ditunjang oleh adanya asam-asam organik yang mempunyai daya pelarut efektif pada keadaan panas (Soepardi 1979).
7
Secara fisik tanah PMK dicirikan oleh adanya solum yang tebal, berwarna merah hingga kuning, struktur gumpal hingga pejal, agregat berselaput liat serta mempunyai horizon yang cukup nyata. Tanah PMK juga memiliki tingkat perkembangan tanah cukup lanjut, dicirikan oleh tekstur beragam dan permeabilitas lambat (Soepraptohardjo 1961). Tanah PMK memiliki kandungan mineral liat kaolinit dan atau gibsit, reaksi tanah masam dan kejenuhan basa rendah. Pada umumnya tanah ini memiliki kandungan bahan organik dan kandungan hara terutama P dan kation-kation yang dapat ditukar seperti Ca, Mg, Na, dan K rendah, sedangkan kadar Al tinggi, dan peka terhadap erosi (Subowo et al. 1990). Rendahnya kandungan bahan organik pada tanah PMK karena pencucian berlangsung intensif. Kesuburan alaminya hanya bergantung pada bahan organik di lapisan atas. Dominasi kaolinit pada tanah ini tidak memberi kontribusi pada kapasitas tukar kation tanah, sehingga kapasitas tukar kation hanya bergantung pada kandungan bahan organik dan fraksi liat. Oleh karena itu, peningkatan kesuburan tanah PMK dapat dilakukan melalui perbaikan tanah (ameliorasi), pemupukan, dan pemberian bahan organik (Prasetyo & Suriadikarta 2006).
Kebutuhan Unsur Hara untuk Tanaman Tumbuh dan Berproduksi Proses pertumbuhan tanaman memerlukan asupan hara essensial yang berasal dari alam maupun pupuk yang ditambahkan ke dalam tanah. Unsur hara essensial yang dibutuhkan oleh tanaman berjumlah 19, 10 diantaranya hara esensial makro dan sisanya adalah esensial mikro. Ketersediaan hara mineral makro tersebut sangat penting karena setiap zat mempunyai kegunaan yang berbeda-beda untuk kebutuhan tanaman (Taiz & Zeiger 2002). Unsur hara makro C, H dan O mendominasi lebih dari 95% bobot kering tanaman, sedangkan unsur lainnya unsur hara mikro kurang dari 5%. Hal ini terkait dengan peran C, H dan O sebagai kerangka utama senyawa organik dalam tubuh tanaman. Unsur C dan O diperoleh dari udara dalam bentuk CO 2 dan O2, unsur H dari dalam tanah dalam bentuk air (H2O) (Hamim 2007). Unsur hara nitrogen (N) merupakan unsur penting dalam penyusunan protein, klorofil dan asam-asam nukleat. Unsur fosfor (P) berperan dalam transfer
8
energi sebagai bagian dari adenosin triposfat dan subtrat metabolisme. Unsur hara kalium (K) berperan dalam pengaturan mekanisme fotosíntesis, sintesa protein dan translokasi karbohidrat. Unsur hara kalsium (Ca) berperan dalam pembentukan komponen dinding sel dan permeabilitas membran. Unsur hara magnesium (Mg) sebagai penyusun klorofil dan aktivator enzim. Unsur hara belerang (S) berperan dalam penyusunan protein-protein tanaman. Unsur hara essensial lain yang tergolong essensial mikro seperti boron (Bo) berperan dalam translokasi gula dan metabolisme karbohidrat. Unsur hara besi (Fe) berperan dalam sintesa klorofil dan enzim-enzin untuk transfer elektron. Unsur hara mangan (Mn) berperan dalam pengendalian beberapa sistem oksidasi reduksi. Unsur hara tembaga (Cu) berperan dalm proses respirasi dan penyusunan enzim. Unsur hara seng (Zn) berperan dalam sistem enzim. Unsur hara molibdenum (Mo) dan kobalt (Co) terdapat dalam enzim nitrogenase dalam fiksasi nitrogen, dan unsur hara klorin (Cl) berperan dalam menghasilkan oksigen dalam fotosíntesis (Foth 1984). Pertumbuhan merupakan pertambahan atau kenaikan berat kering, volume, panjang dan luas yang melibatkan pembelahan sel, ekspansi dan diferensiasi sel (Lambers et al. 1997). Pertumbuhan tanaman diantaranya pertumbuhan vegetatif yang meliputi pertumbuhan daun, batang dan akar. Pertumbuhan daun dan batang dipengaruhi oleh faktor internal (hormon dan nutrisi) dan faktor eksternal (status air dalam jaringan, suhu udara dan cahaya). Pertumbuhan akar dipengaruhi oleh kelembaban, ketersediaan oksigen (aerasi), faktor fisik media tumbuh, pH media tumbuh, hormon, nutrisi dan status air dalam jaringan. Pertumbuhan daun dan luas daun berperan penting dalam proses fotosintesis, sedangkan perluasan akar akan menentukan jumlah dan distribusi akar yang kemudian berfungsi sebagai penyerap unsur hara dan mineral (Gardner et al.1991). Proses produksi tanaman terkait erat dengan proses fotosintesis. Daun sebagai organ utama fotosíntesis pada tumbuhan berpengaruh pada efektivitas fotosintesis. Laju penuaan pada daun disebabkan kandungan nutrisi dan mineral daun. Masukan nutrisi mineral yang cukup, memungkinkan daun tumbuh optimal. Namun, nutrisi yang terbatas lebih sering didistribusikan ke daun yang muda, hal ini dapat mengurangi laju fotosintesis pada daun yang tua, menyebabkan makin cepatnya
9
proses penuaan pada daun. Fotosintesis mengakibatkan meningkatnya bobot kering
tanaman karena pengambilan CO2, sedangkan respirasi menyebabkan pengeluaran CO2, dan mengurangi berat kering. Daun yang muda memiliki laju asimilasi CO 2 yang tinggi, dan mentranslokasikan sejumlah besar hasil asimilasi ke bagian tanaman yang lain. Sebaliknya, daun-daun yang lebih tua pada dasar tajuk dan terlindung mempunyai laju asimilasi CO2 yang rendah dan memberikan lebih sedikit hasil asimilasi kepada bagian tanaman (Gardner et al. 1991).
Pupuk Hayati Mikroorganisme yang berkembang di tanah sangat melimpah, terutama pada rhizosfer tanaman. Berbagai spesies bakteri dan cendawan memiliki hubungan fungsional dan merupakan satu kesatuan yang menyeluruh dengan tanaman. Mikroorganisme tersebut mampu memberi pengaruh yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman (Vessey 2003). Mikroorganisme di alam dapat dibagi menjadi dua yaitu mikroorganisme nonsimbiotik dan simbiotik. Mikroorganisme nonsimbiotik yaitu mikroorganisme yang hidup bebas dan mandiri dalam tanah seperti Clostridium pasturianum dan Azotobacter (Pelczar & Chan 2006). Sedangkan mikroorganisme simbiotik yaitu mikroorganisme yang bersimbiosis dengan tanaman seperti mikroorganisme kelompok PGPR, cendawan endofit dan mikoriza.
Plant Growth Promoting Rhizobacteria Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) adalah kelompok bakteri menguntungkan yang mengkolonisasi rizosfir (lapisan tanah tipis antara 1-2 mm disekitar zona perakaran). Aktivitas PGPR memberikan efek langsung dan tidak langsung terhadap tanaman. Secara langsung PGPR mampu menyediakan dan memfasilitasi penyerapan unsur hara dalam tanah serta mensintesis berbagai fitohormon pemacu tumbuh. Sedangkan pengaruh tidak langsung PGPR dapat menekan aktivitas patogen dengan cara menghasilkan berbagai senyawa atau metabolit seperti siderofor (Kloepper 1993; Glick 1995; Zhang et al. 1997; Weller et al. 2002).
10
Bakteri yang telah diidentifikasi sebagai PGPR, sebagian besar dari kelompok bakteri gram negatif dengan jumlah strain paling banyak dari genus Pseudomonas dan beberapa dari genus Serratia (Kloepper 1993). Selain dari kedua genus tersebut dilaporkan juga oleh Glick (1995) bahwa dari genus Azotobacter, Azospirillum, Acetobacter dan Bacillus berperan sebagai PGPR. Pemanfaatan PGPR untuk tanaman pangan dapat meningkatkan kesuburan tanah dan pertumbuhan serta produksi tanaman jagung (Hasanudin & Gonggo 2004) dan padi gogo (Mezuan et al. 2002). Hal ini kemungkinan berkaitan dengan kemampuan mikroba dalam penyediaan unsur hara terutama N, P dan K bagi tanaman. Selain itu perombakan bahan organik akan menghasilkan asam-asam organik seperti asam humat dan asam fulvat yang berperan dalam mengkelat Fe dan Al tanah, sehingga ketersediaan P akan meningkat (Rao 1995).
Cendawan endofit Cendawan endofit adalah organisme hidup yang berukuran mikroskopis yang hidup di dalam jaringan tanaman (xilem dan floem), daun, akar, buah, dan batang. Hubungan antara cendawan endofit dan inangnya dapat berbentuk simbiosis mutualisme sampai hubungan yang patogenik. Hubungan simbiosis mutualisme ditandai dengan hubungan yang saling menguntungkan antara cendawan endofit dan tumbuhan inangnya. Cendawan endofit dapat melindungi tumbuhan inang dari serangan patogen dengan senyawa yang dikeluarkan oleh mikroba cendawan endofit. Cendawan endofit pada tanaman dapat juga membantu dalam proses penyerapan fosfat dan air (Goenadi & Saraswati 1993). Salah satu contoh cendawan endofit yaitu Aspergillus niger. Cendawan A. niger yang diaplikasikan pada jarak pagar dapat meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun, dan bobot basah tajuk tanaman (Iwan 2008).
Cendawan Mikoriza Arbuskula Mikoriza merupakan salah satu mikroorganisme yang dapat digunakan sebagai pupuk hayati. Mikoriza adalah asosiasi mutualisme antara cendawan di tanah dengan akar tanaman (Zarate & Dela Cruz 1995).
11
Berdasarkan struktur tubuh dan cara menginfeksi akar, mikoriza dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu endomikoriza dan ektomikoriza. Jenis cendawan endomikoriza memiliki jaringan hifa yang masuk ke dalam sel korteks, membentuk struktur yang khas seperti oval yang disebut vesikula atau bercabang yang disebut arbuskula. Dengan demikian, jenis cendawan endomikoriza disebut pula sebagai cendawan mikoriza arbuskula (CMA) atau mikoriza vesikula. Ciri lain dari cendawan endomikoriza adalah tidak memiliki batang tubuh dan tidak dapat diperbanyak tanpa inang, sedangkan cendawan ektomikoriza memiliki batang tubuh dengan bentuk dan warna yang beragam dan dapat diperbanyak tanpa tanaman inang. Jenis ektomikoriza memiliki jaringan hifa yang tidak masuk sampai ke sel korteks, tetapi berkembang diantara sel tersebut membentuk mantel pada permukaan akar. Keberadaan CMA pada akar tanaman dapat bermanfaat untuk tanaman maupun ekosistem. Bagi tanaman, CMA sangat berguna untuk meningkatkan serapan hara, khususnya unsur fosfat (P). Bolan (1991) melaporkan bahwa kecepatan masuknya hara P ke dalam hifa CMA dapat mencapai enam kali lebih cepat pada akar tanaman yang terinfeksi CMA dibandingkan dengan yang tidak terinfeksi CMA. Hal ini terjadi karena jaringan hifa eksternal CMA mampu memperluas bidang serapan. Hasil penelitian serapan hara lainnya dilaporkan oleh Kabirun (2002) dan Hasanudin (2003), yaitu CMA dapat meningkatkan serapan nitrogen (N) dan kalium (K). Manfaat CMA bagi ekosistem dilaporkan oleh Bolan (1991). Cendawan Mikoriza Arbuskula menghasilkan enzim fosfatase yang dapat melepaskan unsur P yang terikat unsur Al dan Fe pada lahan masam dan Ca pada lahan berkapur sehingga P akan tersedia bagi tanaman, selain itu juga berperan dalam memperbaiki sifat fisik tanah, yaitu membuat tanah menjadi gembur. Menurut Wright dan Uphadhyaya (1998), CMA melalui akar eksternalnya menghasilkan senyawa glikoprotein glomalin dan asam-asam organik yang akan mengikat butirbutir tanah menjadi agregat mikro. Selanjutnya melalui proses mekanis oleh hifa eksternal, agregat mikro akan membentuk agregat makro yang mudah diserap tanaman.
12
Unsur Hara Nitrogen, Fosfor dan Kalium
Unsur Nitrogen Unsur nitrogen (N) di atmosfer sangat melimpah, namun karena terdapat dalam bentuk unsur bebas (N2) sehingga menjadi kendala bagi tanaman untuk memanfaatkannya. Kebutuhan N bagi tanaman selain dari pupuk buatan (anorganik) biasanya berasal dari aktivitas jasad mikro yang ada di dalam tanah yang merombak bahan organik. Bahan organik dapat berupa karbohidrat, lemak dan protein. Protein adalah bahan organik yang mengandung N yang dirombak oleh mikroba untuk menghasilkan energi dan unsur hara (Delwiche 1970). Aktivitas mikroba yang terkenal adalah proses fiksasi nitrogen bebas dari udara oleh bakteri yang bersimbiosis dengan tumbuhan leguminosae atau yang dikenal dengan nama bakteri Rhizobium. Nitrogen dapat diambil dari dalam tanah oleh tanaman dalam bentuk ion nitrat (NO3-) dan amonia (NH4+). Kebutuhan tanaman umumnya lebih banyak dalam bentuk nitrat dan sedikit sekali dalam bentuk amonium. Amonium pada umumnya akan diambil dalam keadaan pH tanah netral, nitrat diambil dalam keadaan pH tanah di bawah netral. Sementara tanah PMK memiliki pH berada di bawah kondisi netral. Dengan demikian pengambilan N oleh tanaman pada tanah PMK lebih dominan dalam bentuk nitrat (Mengel & Kirkby 1979). Kandungan N pada tanah PMK tergolong rendah karena proses dekomposisi bahan organik yang lambat. Selain itu terjadi proses pencucian yang intensif, sehingga tidak dapat mencukupi kebutuhan N untuk tanaman.
Unsur Fosfor Unsur fosfor (P) adalah unsur essensial kedua setelah N yang berperan penting dalam fotosintesis dan perkembangan akar. Sebagian besar keberadaan P di dalam tanah terikat oleh koloid tanah sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Salah satu alternatif untuk menanggulangi rendahnya serapan P tersedia oleh tanamam adalah dengan memanfaatkan mikroorganisme pelarut fosfat, yaitu mikroorganisme yang mampu melarutkan P tidak tersedia menjadi tersedia sehingga dapat diserap oleh tanaman. Pemanfaatan mikroorganisme ini dapat
13
menanggulangi masalah serapan P oleh tanaman pada tanah masam (Sundara & Sinha 1963). Mikroorganisme pelarut fosfat misalnya cendawan Aspergillus niger, A. awamori, Pseudomonas digitatum dan Fusarium. Cendawan yang dominan di temukan di tanah adalah A. niger dan Penicilium (Goenadi & Saraswati 1993). Cendawan ini hidup di sekitar perakaran tanaman, yaitu di daerah sekitar 25 cm di bawah permukaan tanah. Akar tanaman akan mempengaruhi kehidupan mikroorganisme. Secara fisiologis mikroorganisme yang berada dekat dengan daerah perakaran akan lebih aktif dibandingkan dengan yang jauh dari perakaran. Ketersediaan hara P yang rendah pada tanah PMK dipengaruhi oleh pH tanah, jumlah Al dan Fe bebas dalam tanah. Ketika kandungan Al dan Fe tinggi di dalam tanah maka menyebabkan P terikat menjadi Al-P dan Fe-P yang sulit untuk dilepas sehingga P tidak tersedia bagi tanaman (Santoso 2006).
Unsur Kalium Kalium (K) adalah unsur essensial yang berperan penting bagi tanaman setelah N dan P. Ketersediaannya di tanah ditentukan oleh jenis dan jumlah mineral primer serta tingkat pelapukannya. Pada umumnya ketersediaan K dalam tanah dapat digolongkan dalam bentuk cepat tersedia, lambat tersedia dan tidak tersedia. Kalium tersedia berada pada koloid jerapan, oleh karena itu Kapasitas Tukar Kation (KTK) yang dimiliki tanah sangat berpengaruh terhadap K yang dapat dipertukarkannya. Pada tanah-tanah dengan tingkat pelapukan lanjut seperti tanah PMK menyebabkan nilai KTK nya sangat rendah. Sebaliknya tanah dengan nilai KTK tinggi, K tersedia yang disumbangkannya juga relatif tinggi (Boyer 1972). Kapasitas tukar kation merupakan gambaran kemampuan permukaan koloid tanah untuk mengadopsi berbagai kation dari proses pencucian. Peningkatan nilai KTK pada tanah PMK dapat dilakukan dengan pemupukan diantaranya pemberian bahan organik yang telah mengalami dekomposisi secara sempurna. Peningkatan nilai KTK akan menaikkan nilai kesuburan tanah dan respon terhadap pemupukan bagi tanaman (Santoso 2006)
14
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm IPB Bogor dengan suhu harian rata-rata 25.5 oC, kelembaban harian rata-rata 84%, curah hujan rata-rata 251.4 mm per bulan selama periode penelitian (Lampiran 1), dan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Departemen Biologi FMIPA IPB. Penelitian berlangsung mulai bulan Agustus 2011 sampai dengan bulan Desember 2011.
Bahan Bahan tanaman yang digunakan adalah benih padi sawah varietas Inpari 13 dan benih jagung varietas komposit Sukmaraga dari Balai Penelitian Serealia Maros (Lampiran 2). Pupuk hayati yang digunakan adalah PGPR (Azotobacter sp., Azospirillum sp., Bacillus subtilis dan Pseudomonas beteli) dari Departemen Biologi FMIPA IPB, cendawan endofit Aspergillus niger diperoleh dari PPSHB IPB, dan CMA Glomus manihotis dari bagian Mikologi FMIPA IPB. Pupuk anorganik yang digunakan adalah NPK Pelangi dengan komposisi N: P: K (20 : 10 : 10).
Metode Penelitian terdiri atas beberapa tahapan seperti pada gambar 1. Tahap pertama persiapan bahan tanam (media tanam, benih, pupuk hayati dan pupuk anorganik), tahap kedua proses penyemaian benih padi, tahap ketiga penanaman dan pemupukan, tahap keempat proses pemanenan, tahap terakhir proses analisis (analisis potensi produksi, analisis serapan hara dan analisis mikroba dan N, P, K media tanam).
15
Kompos tanpa PGPR; kompos + PGPR; CMA pada Zeolit; dan A. niger pada dedak; NPK pelangi
Persiapan media tanam (tanah podsolik merah kuning), benih, dan analisis media tanam
Penyemaian benih padi
Penanaman dan pemupukan
Panen
Analisis potensi Produksi
Analisis Serapan Hara
Analisis Media Tanam (N,P,K dan Mikroba)
Gambar 1 Bagan alir kegiatan penelitian Persiapan Media Tumbuh Tanaman Media tumbuh yang digunakan adalah tanah podsolik merah kuning dari Jasinga Bogor dengan pH 4.1 (Lampiran 3). Media tumbuh untuk tanaman padi adalah sebanyak 8 kg pot-1 atau setara dengan volume 8 liter pada ember plastik berukuran 10 liter yang selanjutnya dilumpurkan selama 2 minggu. Media tumbuh untuk tanaman jagung yaitu tanah sebanyak 10 kg polibag-1 atau setara dengan 10 liter yang dimasukkan ke dalam polibag berukuran 40 cm x 40 cm. Untuk pengujian awal sifat kimia dan kandungan mikroba tanah digunakan 1 kg tanah komposit.
Persiapan PGPR dalam Media Kompos Isolat bakteri yang digunakan sebagai pupuk hayati adalah Bacillus subtilis (strain HU48), Pseudomonas beteli (strain ATCC1986IT), Azotobacter sp. (strain HY1141), dan Azospirillum sp. (strain NS01) yang didapatkan dari koleksi Departemen Biologi FMIPA IPB. Perbanyakan bakteri dilakukan dalam media spesifik, yaitu media NB (Nutrient Broth) untuk B. subtilis, media NFB (Nutriemt Ferro Broth) untuk Azospirillum sp., media LGI (Lacto Glucose Infusion) untuk
16
Azotobacter sp., dan media TSB (Triptic Soy Broth) untuk P. beteli. Penyiapan PGPR ini diawali dengan sterilisasi media cair sebagai media inokulasi dan tanah gambut sebagai bahan pembawa. Media yang sudah steril tersebut kemudian diinokulasi dengan isolat bakteri yang akan digunakan sebagai pupuk hayati. Setelah itu, biakan diinkubasi selama 24 jam untuk B. subtilis, P. beteli, Azospirillum sp., dan 48 jam untuk Azotobacter sp. dengan penggoyangan. Sentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm dilakukan untuk menghasilkan endapan bakteri dengan volume cair dari 2 liter menjadi 50 ml. Pelet yang dihasilkan sebanyak 50 ml kemudian dicampur dengan 1 kg gambut yang sudah disterilisasi sebelumnya. Pemanenan bakteri dilakukan pada fase eksponensial dengan kepadatan sel 108 sel ml-1. Kepadatan sel bakteri diamati dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm. Penyiapan pupuk kompos diawali dengan penyiapan cacahan jerami dan kotoran sapi dengan perbandingan 2 : 1 (b/b). Cacahan jerami dan kotoran sapi tersebut kemudian disusun masing-masing dalam 5 lapisan, kemudian ditutup menggunakan terpal. Setelah 3 minggu (setengah matang), sebagian kompos diperkaya (dicampur) pupuk hayati PGPR dalam media pembawa gambut sebanyak 1% bobot bahan kompos dan sebagian kompos tidak diperkaya untuk kontrol. Kompos dikategorikan telah matang dan siap digunakan setelah 6 minggu.
Persiapan CMA dalam Media Zeolit Perbanyakan CMA dilakukan dengan menggunakan metode biakan pot. Tanaman Pueraria phaseloides yang telah disterilisasi dengan larutan hipoklorit 0.05% selama 1 menit ditumbuhkan dalam pot yang berisi campuran media zeolit steril dan inokulum CMA 20% (v/v). Tanaman dipelihara dan disiram setiap hari. Penyiraman terhadap pot dihentikan pada saat P. phaseloides berumur 4 bulan. Tajuk tanaman dipotong, akar dan media tumbuh dibiarkan mengering yang selanjutnya digunakan sebagai pupuk hayati.
17
Persiapan Aspergillus niger dalam Media Dedak Isolat yang digunakan yaitu cendawan Aspergillus niger yang didapatkan dari PPSHB IPB. Isolat diperbanyak pada media PDA dalam cawan petri. Pembuatan pupuk hayati diawali dengan mencampurkan dedak sebanyak 3 kg dengan urea 90 g ditambah dengan aquadest sebanyak 500 ml. Campuran diaduk rata sehingga didapatkan struktur yang liat. Selanjutnya campuran dedak sebanyak 150 g dimasukkan ke dalam plastik transparan ukuran 1 kg. Kemudian campuran disterilisasi pada tekanan 1 atm dan suhu 121 ºC selama 2 jam. Campuran dedak yang telah disterilisasi diinokulasi dengan isolat A. niger di dalam laminar. Kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama seminggu dan dihaluskan.
Pembibitan Benih Padi Benih padi dikecambahkan menggunakan kertas merang basah. Selanjutnya pada umur 5 hari setelah perkecambahan dilakukan pembibitan menggunakan media tanah PMK pada baki persemaian. Setelah bibit berumur 20 hari dilakukan pindah tanam ke dalam pot.
Pertanaman dan Pemupukan Tanaman padi ditanam dua bibit pada setiap pot. Pada umur satu minggu setelah tanam dibuat hanya satu setiap pot. Tanaman jagung ditanam dua biji pada setiap polibag, dan pada umur satu minggu setelah tanam dibuat hanya menjadi satu tanaman setiap polibag. Aplikasi pupuk hayati dan kompos dilakukan pada saat bersamaan dengan penanaman padi maupun jagung, sedangkan pupuk NPK diaplikasikan pada umur satu minggu setelah tanam. Kompos tanpa PGPR sebanyak 20 g tanaman -1 diaplikasikan pada tanaman kontrol. Kompos yang diperkaya PGPR diaplikasikan sebanyak 20 g tanaman-1 setara dengan 2 x104 sel bakteri untuk tanaman padi dan 25 g tanaman-1 atau setara dengan 2.5 x 104 sel bakteri untuk tanaman jagung. Cendawan endofit pada media dedak diaplikasikan sebanyak 7.5 g tanaman -1 setara dengan 5 x 102 spora tanaman-1 untuk tanaman padi dan jagung. CMA dengan media zeolit diaplikasikan 12.5 g tanaman -1 setara dengan 9 spora tanaman-1 hanya untuk tanaman jagung. Aplikasi pupuk NPK dengan dosis yang
18
direkomendasikan (dosis 100%) adalah 250 kg ha -1 untuk tanaman padi dan 300 kg ha-1 untuk tanaman jagung (Setiyowati 2011).
Pengamatan Parameter Tanaman Komponen pertumbuhan padi dan jagung diukur secara berkala sekali dalam seminggu selama tujuh minggu mulai umur dua minggu setelah tanam. Komponen pertumbuhan yang diamati adalah tinggi tanaman dan jumlah daun. Jumlah total anakan padi diamati hanya sampai menjelang berbunga, dan bobot kering akar dan tajuk diukur setelah panen. Komponen produksi tanaman padi yang diukur meliputi panjang malai, jumlah malai, bobot gabah total, ukuran gabah (bobot 100 biji), jumlah gabah isi dan jumlah gabah hampa. Komponen produksi tanaman jagung meliputi ukuran tongkol (panjang dan diameter), bobot kering pipil biji dan bobot 100 biji diamati setelah panen.
Analisis Serapan Hara Analisis serapan hara tanaman padi dan jagung hanya untuk perwakilan beberapa satuan percobaan yang dilakukan di Balai Penelitian Tanah Bogor. Bagian tumbuhan yang digunakan untuk analisis yaitu bagian daun. Daun diambil dari daun ketiga pada tanaman yang berumur 4 mst.
Analisis Tanah Analisis media tanam sebelum dan setelah perlakuan dilakukan di Balai Penelitian Tanah Bogor. Kandungan mikroba Aspergillus niger, Glomus manihotis, Azotobacter sp., Azospirillum sp., Bacillus subtilis dan Pseudomonas beteli dianalisis di IPBCC Departemen Biologi FMIPA IPB.
Rancangan Percobaan Penelitian dilaksanakan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu perlakuan. Perlakuan terdiri dari 10 taraf pemupukan untuk tanaman padi, dan 13 taraf pemupukan untuk tanaman jagung, masing-masing dengan 5 ulangan. Semua perlakuan menggunakan pupuk kompos. Padi dan jagung yang ditanam di media yang mengandung pupuk NPK 100% digunakan sebagai
19
kontrol. Perlakuan 9 taraf lain untuk padi adalah kombinasi antara pupuk NPK 100% (K1), 75% (K2) dan 50% (K3) dengan pupuk hayati PGPR (H1), pupuk hayati cendawan endofit (H2) dan pupuk hayati PGPR + cendawan endofit (H3). Perlakuan 12 taraf lain untuk jagung yaitu kombinasi antara NPK 100% (K1), 75% (K2) dan 50% (K3) dengan pupuk hayati PGPR (H1), hayati PGPR + cendawan endofit (H2), pupuk hayati PGPR + mikoriza (H3) dan pupuk hayati PGPR + cendawan endofit + mikoriza (H4).
Analisis Data Kuantitatif Pengolahan data hasil pengamatan dilakukan pada parameter pertumbuhan dan produksi. Program yang digunakan yaitu Statistical Analysis System 9.1 (SAS) dengan uji Anova (Analyisis of varians), uji lanjut Duncan Multiple Rank Test (DMRT), Kontras Orthogonal dan Analisis Korelasi.
20
HASIL DAN PEMBAHASAN
Respon Pertumbuhan Tanaman Padi terhadap Pemupukan Hasil pengamatan respon pertumbuhan tanaman padi untuk tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah anakan umur 2-8 minggu setelah tanam (MST) tidak berbeda nyata antar semua perlakuan pupuk hayati terhadap kontrol (Lampiran 4). Hasil yang tidak berbeda nyata juga ditunjukkan bila dilakukan analisis hanya pada pemberian pupuk hayati pada media tanam yang dipupuk anorganik NPK 100% (H0K1, H1K1, H2K1 dan H3K1) (Gambar 2 dan Gambar 3). Hasil ini didukung hasil analisis kandungan unsur N, P dan K serta mikroba (Azotobacter dan Pseudomonas) pada media tanam tanaman padi yang tidak berbeda nyata antara sebelum dan setelah pertanaman, khsusnya pada unsur N (Lampiran 3). Tinggi tanaman (cm)
80
(A)
60 40 20
0
Jumlah daun (helai)
2
3
4 5 6 Umur (mst)
7
3
4 5 6 Umur (mst)
7
8
100
(B) 50 0 2
8
30 Jumlah anakan (individu)
(C) H0K1
20
H1K1 10
H2K1
0
H3K1 2
3
4 5 6 Umur (mst)
7
8
Gambar 2 Kurva pertumbuhan padi pada umur 2-8 mst. (A) tinggi tanaman; (B) jumlah daun; (C) jumlah anakan. (H0K1) kompos tanpa PGPR + NPK 100%, (H1K1) PGPR + NPK 100%, (H2K1) endofit + NPK 100% dan (H3K1) PGPR + endofit + NPK 100%.
21
21
(A)
(B)
(C)
(D)
1:15cm
Gambar 3
Respon morfologis tanaman padi terhadap pemupukan pada umur 8 mst. (A) NPK 100% tanpa PGPR; (B) Cendawan endofit + NPK 100%; (C) PGPR + NPK 100%; dan (D) PGPR + Cendawan endofit + NPK 100%.
Perbandingan antara tanaman yang dipupuk NPK berbeda (100%, 75% dan 50%) pada pupuk hayati PGPR + cendawan endofit maupun pada pupuk hayati PGPR saja menunjukan perbedaan yang tidak nyata pada semua komponen pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah anakan (Lampiran 5). Hal ini menunjukan bahwa pemberian pupuk NPK 50% dengan ditambahkan pupuk hayati PGPR + cendawan endofit ataupun pupuk hayati PGPR saja memiliki pengaruh yang sama dengan tanaman yang dipupuk dengan NPK 75% dan NPK 100%. Perbandingan antara tanaman yang dipupuk NPK berbeda (100%, 75% dan 50%) dengan ditambahkan pupuk hayati cendawan endofit saja menunjukkan adanya perbedaan yang nyata lebih rendah pada komponen pertumbuhan. Perbedaan yang nyata lebih rendah untuk komponen tinggi tanaman terjadi pada umur 2 mst, 6 mst dan 7 mst. Komponen jumlah daun berbeda nyata lebih rendah terjadi pada umur 6 mst, 7 mst dan 8 mst, sedangkan komponen jumlah anakan perbedaan yang nyata lebih rendah terjadi pada pengamatan umur 5 mst, 6 mst, 7 mst dan 8 mst (Lampiran 6). Hal ini menunjukan bahwa pemberian pupuk hayati cendawan endofit dikombinasikan dengan pupuk NPK dosis 75% dan 100% masih berpengaruh lebih baik dibandingkan dengan pupuk NPK 50%.
22
22
Respon Produksi Tanaman Padi terhadap Pemupukan Penambahan pupuk hayati pada media dengan NPK 100% (H1K1, H2K1 dan H3K1) selain tidak berbeda nyata terhadap kontrol (H0K1) untuk respon pertumbuhan, juga untuk komponen produksi (Tabel 1). Hal ini terkait dengan hasil analisis unsur N, P dan K pada media tanaman (Lampiran 3) dan serapan jaringan tanaman (Lampiran 7) yang juga menunjukan tidak berbeda nyata antar perlakuan H0K1, H1K1, H2K1 dan H3K1. Serapan N dan P antara perlakuan pada tanaman padi tidak berbeda nyata diduga karena aktivitas mikroorganisme yang kurang efektif pada media tanaman padi sawah yang berada pada kondisi anaerob karena tergenang. Puspitasari et al. (2012) menyebutkan bahwa PGPR (Azospirillum, Azotobacter, Rhizobium dan Pseudomonas) termasuk kelompok bakteri aerob, demikian halnya dengan cendawan endofit Aspergilus niger adalah cendawan aerob obligat hanya dapat tumbuh pada lingkungan yang mengandung oksigen. Penambahan pupuk hayati pada media dengan NPK 75% menunjukan kombinasi PGPR dengan cendawan endofit (H3K2) memiliki pengaruh yang cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan PGPR maupun endofit saja untuk komponen jumlah gabah isi walaupun tidak berbeda nyata (Tabel 1). Hal ini berarti bahwa penggunaan PGPR dikombinasikan cendawan endofit bersifat sinergis. Hasil uji Kontras Orthogonal pada komponen produksi tanaman padi sawah menunjukan perbandingan antara pemberian pupuk NPK 50% dengan 100% dan 75% yang dikombinasikan dengan PGPR saja maupun cendawan endofit saja memberikan respon yang menurun nyata pada bobot gabah total (Lampiran 8). Bila PGPR dikombinasikan dengan cendawan endofit ternyata tidak terjadi perbedaan yang nyata untuk komponen bobot gabah total antara pemberian dosis NPK 50% terhadap NPK 100% dan 75%. Hal ini berarti bahwa pemberian pupuk NPK 50% sudah cukup baik untuk meningkatkan pertumbuhan generatif tanaman. Terjadinya penurunan pada pemberian NPK 50% terhadap NPK 100% dan 75% yang dikombinasikan dengan cendawan endofit atau PGPR saja menunjukan bahwa pemberian pupuk hayati ini tidak dapat mendukung pertumbuhan generatif tanaman, jika dilakukan pengurangan pupuk NPK. Kombinasi PGPR + cendawan
23
Tabel 1. Pengaruh berbagai perlakuan pemupukan pada komponen pertumbuhan, biomassa dan produksi tanaman padi sawah. Komponen pertumbuhan dan biomassa
Komponen produksi
Perlakuan
Tinggi tanaman (cm)
Jumlah daun (helai)
Jumlah anakan (anak)
Bobot kering akar (g)
Berat kering tajuk (g)
Panjang malai (cm)
Jumlah malai (malai)
H0K1
69.2
73.4 abc
18.8 abcd
12.1
27.1 ab
21.5
14.4 abc
H1K1
68.8
63.0 c
17.4 cd
12.7
18.9 b
21.1
H1K2
68.3
66.2 bc
17.6 cd
8.8
18.1 b
H1K3
64.2
66.6 bc
16.4 d
17.4
H2K1
69.1
84.6 ab
22.2 abc
H2K2
70.4
91.2 a
H2K3
70.3
H3K1
Bobot gabah isi (g)
Bobot per 100 butir (g)
Jumlah gabah isi (biji)
Jumlah gabah hampa (biji)
8.9 ab
2.5
1260 abcd
82
12.0 bc
7.1 b
2.2
952 bcd
57
20.3
11.6 c
6.2 b
2.5
856 cd
60
17.7 b
19.6
11.2 c
6.0 b
2.6
646 d
64
21.9
32.2 ab
21.7
14.8 abc
9.3 ab
2.5
1357 abc
81
23.8 a
17.6
42.1 a
21.4
14.8 abc
13.8 a
2.5
1107 abcd
100
74.2 abc
18.4 bcd
13.4
22.6 b
21.2
16.4 ab
9.9 a
2.4
1431 abc
88
70.2
68.2 bc
20.6 abcd
12.2
21.9 b
21.5
18.0 a
13.4 a
2.4
1597 ab
116
H3K2
72.6
91.2 a
23.4 ab
12.3
28.7 a
21.9
17.2 a
13.9 a
2.5
1681 a
89
H3K3
70.0
73.2 abc
19.0 abcd
17.5
22.5 b
21.5
14.4 abc
11.3 ab
2.6
1255 abcd
83
H0K1 (NPK 100% tanpa PGPR) sebagai kontrol, H1K1 (PGPR + NPK 100%), H1K2 (PGPR + NPK 75%), H1K3 (PGPR + NPK 50%), H2K1 (Cendawan endofit + NPK 100%), H2K2 (Cendawan endofit + NPK 75%), H2K3 (cendawan endofit + NPK 50%), H3K1 (PGPR + cendawan endofit + NPK 100%), H3K2 (PGPR+ cendawan endofit + NPK 75%), H3K3 (PGPR + cendawan endofit + NPK 50%). Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%.
23
24
endofit lebih baik daripada PGPR saja maupun cendawan endofit saja dalam upaya mereduksi NPK.
Respon Pertumbuhan Tanaman Jagung terhadap Pemupukan Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa pemberian pupuk hayati pada tanah PMK berpengaruh nyata dapat meningkatkan komponen pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah daun dan lingkar batang tanaman jagung (Tabel 2 dan Lampiran 9). Hasil Uji Kontras Orthogonal pada pertumbuhan tanaman jagung antara tanaman yang diberi kompos tanpa dipupuk hayati dengan tanaman yang dipupuk hayati pada NPK 100% dosis rekomendasi menunjukan pengaruh yang nyata pada komponen pertumbuhan tinggi tanaman dan jumlah daun pada sebagian waktu pengamatan (Lampiran 10). Pengaruh positif pemberian pupuk hayati pada tanaman jagung ini diduga terkait dengan kondisi aerob pada media tanaman jagung. Menurut Puspitasari et al. (2012), PGPR (Azospirillum, Azotobacter, Rhizobium dan Pseudomonas) dalam pertumbuhannya memerlukan oksigen. Demikian halnya dengan cendawan endofit (Aspergilus niger) dan CMA (Glomus manihotis) termasuk cendawan aerob sehingga akan dapat tumbuh baik pada lingkungan yang cukup oksigen. Pengaruh positif pemberian pupuk hayati masih mampu meningkatkan lagi komponen pertumbuhan tinggi tanaman dan jumlah daun secara nyata meskipun sudah diberi pupuk NPK 100% ditambah kompos tanpa PGPR. Pengaruh kombinasi PGPR + cendawan endofit + CMA pada dosis NPK 100%, 75% dan 50% pada komponen pertumbuhan tinggi tanaman dan jumlah daun jagung disajikan pada gambar 4. Perbandingan antara tanaman yang dipupuk NPK berbeda pada pemberian pupuk hayati PGPR saja menunjukan perbedaan yang tidak nyata pada komponen jumlah daun dan tinggi tanaman (Lampiran 11). Hal ini menunjukan bahwa pemberian pupuk NPK 50% dengan PGPR memberi pengaruh yang sama dengan NPK dosis 75% dan 100% pada komponen tinggi tanaman dan jumlah daun. Hal yang sama juga terjadi pada tanaman yang dipupuk NPK berbeda pada pupuk hayati PGPR + cendawan endofit + CMA maupun pupuk hayati PGPR + cendawan endofit menunjukan perbedaan yang tidak nyata untuk semua waktu pengamatan pada komponen tinggi tanaman. Hasil ini menunjukan bahwa aplikasi
25
25
Tabel 2 Pengaruh berbagai perlakuan pemupukan pada komponen pertumbuhan dan biomassa tanaman jagung
H0K1
Tinggi tanaman (cm) 122.6 c
Komponen pertumbuhan dan biomassa Jumlah daun Lingkar Bobot kering (helai) batang (cm) akar (g) 12.0 bc 1.1 c 12.0 bc
H1K1
158.4 abc
11.0 cd
1.7 abc
11.0 cd
98.4 ab
H1K2
147.8 bc
11.2 cd
1.5 abc
11.2 cd
82.1 b
H1K3
146.8 bc
10.0 cd
1.4 abc
10.0 d
92.1 ab
H2K1
160.4 abc
11.0 cd
1.7 abc
11.0 cd
70.9 b
H2K2
148.6 bc
10.6 cd
1.3 bc
10.6 cd
54.0 b
H2K3
124.0 c
10.4 cd
1.2 bc
10.4 cd
56.3 b
H3K1
148.6 bc
13.2 ab
1.7 abc
13.2 ab
104.6 ab
H3K2
192.6 ab
13.8 a
2.0 a
13.8 ab
103.9 ab
H3K3
199.6 a
14.0 a
1.8 ab
14.0 a
165.8 a
H4K1
188.8 ab
13.8 a
1.8 ab
13. 8 ab
95.5 ab
H4K2
185.8 ab
13.4 ab
1.8 ab
13.4 ab
121.4 ab
H4K3
177.6 ab
13.0 ab
1.8 ab
13.0 ab
104.3 ab
Perlakuan
Bobot kering tajuk (g) 52.7 b
H0K1 (NPK 100% tanpa PGPR) sebagai kontrol, H1K1 (PGPR + NPK 100%), H1K2 (PGPR + NPK 75%), H1K3 (PGPR + NPK 50%), H2K1 (PGPR + cendawan endofit + NPK 100%), H2K2 (PGPR + cendawan endofit + NPK 75%), H2K3 (PGPR + cendawan endofit + NPK 50%) , H3K1 (PGPR + CMA + NPK 100%), H3K2 (PGPR + CMA + NPK 75%), H3K3 (PGPR + CMA + NPK 50%), H4K1 (PGPR+ cendawan endofit + CMA + NPK 100%), H4K2 (PGPR+ cendawan endofit + CMA + NPK 75%), H4K3 (PGPR+ cendawan endofit + CMA + NPK 50%). Angkaangka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan.
(B)
(A)
(C)
(D)
1 : 20cm
Gambar 4 Respon morfologis tanaman jagung terhadap pemupukan pada 4 mst. (A) kompos tanpa PGPR + NPK 100%; (B) PGPR + cendawan endofit + CMA + NPK 100%, (C) PGPR + cendawan endofit + CMA + NPK 75%, (D) PGPR + cendawan endofit + CMA + NPK 50%.
26
pupuk NPK 50% yang dikombinasikan PGPR + cendawan endofit + CMA maupun PGPR + cendawan endofit telah mampu memberi pengaruh yang sama dengan pupuk NPK dosis 75% maupun 100% yang dikombinasikan pupuk hayati tersebut baik untuk komponen tinggi tanaman maupun jumlah daun. Hasil ini menggambarkan bahwa aplikasi pupuk hayati pada media tanah PMK selain berpengaruh dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman jagung pada NPK 100% juga dapat bermanfaat untuk menurunkan penggunaan pupuk NPK sampai 50% dengan tanpa terjadi penurunan pertumbuhan tanaman. Perbandingan antara tanaman yang dipupuk NPK berbeda pada PGPR + mikoriza menunjukan perbedaan yang nyata lebih tinggi untuk sebagian waktu pengamatan baik pada komponen tinggi tanaman maupun jumlah daun. Komponen tinggi tanaman memiliki perbedaan yang nyata pada umur 4 mst, 6 mst, 7 mst dan 8 mst. Jumlah daun memiliki perbedaan yang nyata lebih tinggi pada umur 3 mst, 5 mst dan 8 mst (Lampiran 10). Hal ini menujukan bahwa pemberian NPK 50% dengan PGPR + mikoriza memiliki pengaruh yang nyata lebih tinggi untuk komponen tinggi tanaman dan jumlah daun dibandingkan dengan pupuk NPK dengan dosis 75% dan 100%.
Respon Produksi Tanaman Jagung terhadap Pemupukan Penambahan pupuk hayati pada kombinasi tertentu berpengaruh baik pada semua komponen produksi yang mencakup panjang tongkol, diameter tongkol, bobot per 100 biji dan bobot pipilan per tongkol (Tabel 3). Perlakuan PGPR + cendawan endofit + CMA + NPK 50% (H4K3) dan PGPR + CMA + NPK 75% (H3K2) berbeda nyata pada komponen panjang tongkol terhadap kontrol. Pupuk hayati PGPR ditambah endofit dan atau CMA dengan NPK 100% (H2K1, H3K1, H4K1), PGPR + cendawan endofit + NPK 50% (H2K3) dan PGPR + CMA + NPK 75% (H3K2) berbeda nyata pada komponen diameter tongkol terhadap kontrol. Perlakuan PGPR + cendawan endofit + NPK 100% (H2K1) dan PGPR + cendawan endofit + CMA + NPK 75% (H4K2) berbeda nyata pada komponen bobot per 100 biji terhadap kontrol. Perlakuan PGPR + cendawan endofit + NPK 50%, PGPR + CMA dengan NPK 75% dan PGPR + cendawan endofit + CMA + NPK 100% berbeda nyata dengan kontrol pada bobot pipilan per tongkol.
27
27
Tabel 3 Pengaruh berbagai perlakuan pemupukan pada komponen produksi tanaman jagung Perlakuan H0K1
Panjang tongkol (cm) 9.0 b
Komponen produksi Diameter Bobot per 100 tongkol (cm) biji (g) 3.0 c 11.1 b
Bobot pipilan per tongkol (g) 24.5 b
H1K1
8.5 b
3.8 c
13.2 ab
28.9 b
H1K2
13.0 ab
3.3 bc
10.4 ab
28.6 b
H1K3
14.0 ab
3.7 bc
11.7 ab
26.0 b
H2K1
15.0 ab
4.3 ab
19.7 a
39.8 ab
H2K2
13.3 ab
3.8 bc
15.6 ab
33.8 ab
H2K3
14.0 ab
4.9 a
17.2 ab
64.0 a
H3K1
12.4 ab
4.2 ab
19.2 ab
50.8 ab
H3K2
15.5 a
4.3 ab
14.3 ab
61.8 a
H3K3
14.8 ab
4.1 abc
17.3 ab
37.2 ab
H4K1
11.4 ab
4.3 ab
13.9 ab
63.9 a
H4K2
14.2 ab
3.9 abc
20.6 a
55.5 ab
H4K3
16.1 a
3.9 abc
15.7 ab
51.1 ab
H0K1 (NPK 100% tanpa PGPR) sebagai kontrol, H1K1 (PGPR + NPK 100%), H1K2 (PGPR + NPK 75%), H1K3 (PGPR + NPK 50%), H2K1 (PGPR + cendawan endofit + NPK 100%), H2K2 (PGPR + cendawan endofit + NPK 75%), H2K3 (PGPR + cendawan endofit + NPK 50%) , H3K1 (PGPR + CMA + NPK 100%), H3K2 (PGPR + CMA + NPK 75%), H3K3 (PGPR + CMA + NPK 50%), H4K1 (PGPR+ cendawan endofit + CMA + NPK 100%), H4K2 (PGPR+ cendawan endofit + CMA + NPK 75%), H4K3 (PGPR+ cendawan endofit + CMA + NPK 50%). Angkaangka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan.
Perlakuan pupuk hayati berpengaruh positif pada komponen bobot pipilan per tongkol pada perlakuan PGPR + cendawan endofit + NPK 50%, PGPR + CMA + NPK 75% dan PGPR + cendawan endofit + CMA + NPK 100% berbeda nyata terhadap kontrol. Hal ini diduga terkait dengan unsur K dan kandungan PGPR dan CMA yang terdapat dalam media tanam tanaman jagung (Lampiran 3). Hasil analisis media menunjukan bahwa perlakuan H4K1 memiliki kandungan K lebih tinggi dibandingkan kontrol H0K1. Kalium merupakan unsur berperan penting dalam peningkatan kandungan hidrat arang dalam tumbuhan dan translokasi gula, selain itu berperan dalam pengisian biji dan meningkatkan produksi (Tisdale & Nelson 1975). Kandungan bakteri Pseudomonas (PGPR) dan CMA pada media setelah tanam terjadi peningkatan dibandingkan sebelum pertanaman (Lampiran 3). Pseudomonas mampu memberikan suplai hara bagi tanaman karena mampu
28
melarutkan P dan K, serta mampu menghasilkan zat pengatur tumbuh berupa IAA (Ashrafuzzaman et al. 2009; Han & lee 2005). Cendawan endofit dan CMA berfungsi dalam perbaikan penyerapan hara khususnya unsur P dan K bagi tanaman dan perbaikan struktur tanah (Zareen et al. 2001; Saeed & Bhatti 2002; Calvet et al. 2004; Wu & Xia 2006; Bedini et al. 2009; Lioussanne et al. 2010). Hal ini sesuai dengan penelitian Bashri (2011), bahwa pertanaman tanaman jarak yang diberi perlakuan PGPR yang dikombinasikan dengan CMA pada media tanah PMK bekas penambangan emas mampu meningkatkan serapan hara P dan K. Setiyowati (2011) juga mengungkapkan bahwa penambahan PGPR pada media tanam dapat meningkatkan serapan N, P dan K pada tanaman jagung. Fenomena ini memperkuat dugaan bahwa kombinasi antara PGPR dan CMA serta PGPR, cendawan endofit dan CMA bersinergi meningkatkan beberapa komponen hasil pada tanaman jagung. Hasil Uji Kontras Orthogonal pada komponen produksi tanaman jagung pada perlakuan PGPR, PGPR + cendawan endofit, PGPR + CMA, dan PGPR + cendawan endofit + CMA pada NPK 100%, NPK 75% dan NPK 50% menunjukan tidak berbeda nyata (Lampiran 12). Hal ini berarti bahwa aplikasi NPK 50% dengan PGPR, PGPR + cendawan endofit, PGPR + CMA maupun dengan PGPR + cendawan endofit + CMA dapat mengurangi NPK sampai 50% untuk menghasilkan komponen produksi yang setara dengan penggunaan pupuk NPK 100% dengan penambah pupuk hayati kombinasi tertentu, sedangkan penambahan pupuk hayati yang berbeda pada dosis NPK 100% menunjukan perbedaan yang nyata pada komponen diameter tongkol terhadap kontrol yang diberi kompos tanpa PGPR. Hal ini menunjukan bahwa penambahan pupuk hayati dengan kombinasi tertentu pada dosis NPK 100% mampu meningkatkan komponen diameter tongkol. Selain itu pemberian PGPR + cendawan endofit + CMA pada NPK yang berbeda (100%, 75% dan 50%) menunjukan perbedaan yang nyata pada komponen bobot pipilan per tongkol terhadap kontrol. Hal ini berarti bahwa pengurangan pupuk NPK sampai 50% dari dosis rekomendasi dengan ditambah pupuk hayati PGPR + cendawan endofit + CMA mampu meningkatkan bobot pipilan per tongkol.
29
29
Korelasi Antara Komponen Pertumbuhan dengan Komponen Produksi Tanaman Padi dan Jagung Hasil analisis korelasi antara komponen pertumbuhan dengan komponen produksi tanaman padi menunjukan bahwa jumlah anakan berkorelasi positif cukup nyata terhadap jumlah malai, bobot gabah total dan jumlah gabah isi (Lampiran 13). Tinggi tanaman berkorelasi positif cukup nyata terhadap jumlah gabah isi dan berkorelasi positif sangat nyata pada panjang malai. Jumlah daun pun berkorelasi positif cukup nyata terhadap jumlah malai dan jumlah gabah isi (Lampiran 13). Hal ini berarti bahwa tanaman padi yang lebih tinggi serta mempunyai jumlah anakan dan jumlah daun yang lebih banyak berpotensi untuk membentuk jumlah malai dan jumlah gabah isi yang banyak. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Mezuan et al. (2002) bahwa bobot gabah total, panjang malai dan jumlah gabah dipengaruhi oleh pertumbuhan vegetatif seperti jumlah daun dan jumlah anakan. Hasil analisis korelasi antara komponen pertumbuhan dengan komponen produksi tanaman jagung menunjukan jumlah daun berkorelasi positif nyata terhadap semua komponen produksi tanaman jagung kecuali pada komponen bobot basah 100 biji dan bobot kering 100 biji menunjukan korelasi positif cukup nyata (Lampiran 14). Hal ini berarti bahwa jumlah daun yang banyak pada tanaman jagung, berpotensi untuk membentuk tongkol lebih panjang dan lebih besar, ukuran biji lebih besar, dan pada akhirnya akan menghasilkan bobot produksi biji jagung lebih tinggi. Jumlah daun tanaman merupakan suatu faktor yang menentukan jumlah energi matahari yang dapat diserap oleh daun dalam proses fotosintesis. Fotosintesis akan mempengaruhi besarnya fotosintat yang dihasilkan tanaman. Fotosintat tersebut sangat menentukan hasil biji karena sebagian fotosintat ditimbun dalam biji (Efendy & Suwardi 2010; Mayadewi 2007). Tinggi tanaman menunjukan tidak berkorelasi nyata terhadap komponen hasil pada tanaman jagung.
30
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Aplikasi pupuk hayati PGPR + cendawan endofit yang dikombinasikan NPK 100% pada tanaman padi yang ditanam pada tanah podsolik merah kuning (PMK) tidak berpengaruh nyata, baik pada komponen pertumbuhan maupun produksi. Aplikasi pupuk hayati PGPR + cendawan endofit dapat mengurangi penggunaan NPK 50% untuk menghasilkan pertumbuhan dan produksi tanaman padi yang setara dengan penggunaan NPK 100% dosis rekomendasi + kompos tanpa PGPR. Aplikasi PGPR + cendawan endofit + CMA dikombinasikan dengan NPK 100% pada tanaman jagung yang ditanam pada tanah PMK berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan sebagian komponen produksi. Aplikasi pupuk hayati PGPR + cendawan endofit + CMA yang dikombinasikan dengan NPK berbeda (100%, 75% dan 50%) menunjukan pengaruh yang sama terhadap komponen pertumbuhan dan komponen produksi. Aplikasi pupuk hayati PGPR + cendawan endofit + mikoriza selain dapat mengurangi penggunaan NPK 50% juga masih nyata dapat meningkatkan tinggi tanaman, lingkar batang dan panjang tongkol dibandingkan pupuk NPK 100% dosis rekomendasi ditambah kompos tanpa PGPR.
Saran Pupuk hayati dari bakteri dan cendawan yang bersifat aerob akan efektif bila diberikan pada sistem pertanaman aerob, dan sebaliknya tidak efektif untuk pertanaman anaerob seperti pola tanam sawah yang tergenang. Untuk pengujian lebih lanjut di tingkat petani dan untuk mempermudah dalam teknis penggunaannya, disarankan agar pupuk hayati dibuat dalam bentuk dan media pembawa yang lebih praktis.
37
DAFTAR PUSTAKA Ashrafuzzaman M, Hossen FA, Ismail MR, Hoque MA, Islam MZ, Shahidullah SM, Meon S. 2009. Efficiency of plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) for the enhancement of rice growth. African J Biotech 8:1247-1252. Bashri A. 2011. Respon pertumbuhan beberapa aksesi jarak pagar yang berpotensi sebagai batang bawah terhadap pupuk hayati pada media tailing tambang emas [Tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana IPB. Bedini S, Pellegrino E, Avio L, Pellegrini S, Bazzoffi P, Argese E, Giovannetti M. 2009. Changes in soil aggregation and glomalin-related soil protein content as affected by the arbuscular mycorrhizal fungal species Glomus mosseae and Glomus intaradices. Soil Biol Biochem 41:1491-1496. Bolan NS. 1991. A critical review on the role of mycorrhizal fungi in the uptake of phosphorus by plants. Plant Soil 134:189-207. Boyer. 1972. Soil Potassium in the Soil Humid Tropics. Washington DC (US): National Academi. Calvet C, Estaun V, Camprubi A, Dorrego AH, Pinochet J, Moreno MA. 2004. Aptitude for mycorrhizal root colonization in Prunus rootstocks. Sci Hort 100:39-49. Darmawijaya. 1997. Klasifikasi Tanah Dasar Teori bagi Penelitian Tanah dan Pelaksanaan Pertanian di Indonesia. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Delwiche CC. 1970. The Biosfer. San Fransisco (US): WH Freeman. Efendy R, Suwardi. 2010. Respon tanaman jagung hibrida terhadap tingkat takaran nitrogen dan kepadatan populasi. Di dalam: Widarta N, Adi M, editor. Meningkatkan Peran Penelitian Serealia Menuju Swasembada Pangan Berkelanjutan. Pekan Serealia Nasional; 2010 Juli 27-28; Maros, Indonesia. Maros (ID): Balai Penelitian Tanaman Serealia. Hlm 260-268. Foth HD. 1984. Dasar - Dasar Ilmu Tanah. Purbayanti et.al, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Fundamentals of Soil Science. Gardner FP, Pearce RB, Mitchel RL. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Susilo, penerjemah. Jakarta (ID): UI press. Terjemahan dari: Physiology of Crops Plants. Goenadi DH, Saraswati R. 1993. Kemampuan melarutkan fosfat dari beberapa isolat fungi pelarut fosfat. Menara Perkebunan 3:61-66.
32
38
Glick BR. 1995. The Enhancement of plant growth by living-bacteria. J Microbiol 4:109-117. Hamim. 2007. Fisiologi Tumbuhan. Jakarta (ID): Universitas Terbuka. Han HS, Lee KD. 2005. Phosphate and potassium solubilizing bacteria effect on mineral uptake, soil availability and growth of eggplant. J Agric Biol Sci 1:176-180. Hasanudin. 2003. Peningkatan ketersediaan dan serapan N dan P serta hasil tanaman jagung melalui inokulasi mikoriza, Azotobacter sp. dan bahan organik pada PMK. J Ilmu Pert Ind. 5:83-90. Hasanudin, Gonggo MB. 2004. Penggunaan bakteri pelarut fosfat dan mikoriza untuk perbaikan posfor tersedia, serapan posfor tanah (PMK) dan hasil jagung pada (PMK). J Ilmu Pert Ind 6:8-13. Herniwati, Tandisau P. 2010. Kajian Pemupukan N, P dan K pada Jagung Komposit Varietas Sukmaraga di Kabupaten Luwu Utara. Di dalam: Widarta N, Adi M, editor. Meningkatkan Peran Penelitian Serealia Menuju Swasembada Pangan Berkelanjutan. Pekan Serealia Nasional; 2010 Juli 27-28; Maros, Indonesia. Maros (ID): Balai Penelitian Tanaman Serealia. Hlm 254-259 [IRRI] International Rice Research Institute. 2007. Rice Knowledge Bank. Los Banos (PH): International Rice Research Institute. Iwan SH. 2008. Pemantapan pertumbuhan bibit jarak pagar (Jatropha curcas Linn.) melalui pemanfaatan cendawan endofit dan hydrogel, serta modifikasi komposisi media tanam [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Kabirun S. 2002. Tanggap padi gogo terhadap inokulasi mikoriza arbuskula dan pemupukan fosfat di Entisol. J Ilmu Tanah dan Lingkungan 3:49-56. Kasniari DN, Supadma NAA. 2007. Pengaruh beberapa dosis pupuk (N, P, K) dan jenis pupuk alternatif terhadap hasil tanaman padi (Oryza sativa L.) dan kadar N, P, K Inceptisol Selemadeg, Tabanan. J Agritrop 4:168–176. Kloepper JW. 1993. Plant Growth Promoting Rhizobacteria as Biological Control Agents. Di dalam: Metting B, editor. Soil Microbial Technologies, Application in Agricultural and Enviromental Management. New York (US): Marcel Deckker. Inc. Lambers H, Stuart CHF, Pons TL. 1997. Plant Physiological Ecology. New York (US): Springer.
39 33
Lioussanne L, Perreault F, Jolicoeur M, St-Arnaud M. 2010. The bacterial community of tomato rhizosphere is modified by inoculation with arbuscular mycorrhizal fungi but unaffected by soil enrichment with mycorrhizal root exudates or inoculation with Phytopthora nicotiane. Soil Biol Biochem 42:473-483. Mayadewi NNA. 2007. Pengaruh jenis pupuk kandang dan jarak tanam terhadap pertumbuhan gulma dan hasil jagung manis. Agritrop 26:153-159. Mengel K, Kirkby EA. 1979. Principles of Plant Nutrition. Bern (CH): International Potash Institute. Mezuan I, Handayani P, Inoriah E. 2002. Penerapan formulasi pupuk hayati untuk budidaya padi gogo. J Ilmu-ilmu Pert 4:27-34. Miller RW, Roy LD. 1990. Soils an Introduction to Soils and Plant Growth. 6th ed. New Jersey (US): Prentice – Hall International. Musfal. 2010. Potensi cendawan mikoriza arbuskula untuk meningkatkan hasil tanaman jagung. J Litbang Pertanian 29:154-158. Pelczar MJ, Chan ECS. 2006. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Volume ke-2. Hadioetomo RS, Imas T, Tjitrosomo SS, Angka SL, penerjemah. Jakarta (ID): Penerbit UI Press. Terjemahan dari: Elements of Microbiology. Prasetyo BH, Suriadikarta BA. 2006. Karakteristik, potensi dan teknologi pengelolaan tanah PMK untuk pengembangan pertanian lahan kering di Indonesia. J Litbang Pert 25: 39-47 Pursegloves JW. 1975. Tropical Crops Monocotyledona. Singapore (SG): Longman. Puspitasari FD, Shovitri M, Kuswytasari ND. 2012. Isolasi dan karakterisasi bakteri aerob proteolitik dari tangki septik. J Sains Seni ITS 1:1-4. Rao S. 1995. Soil Microorganism and Plant Growth. 3rd ed. New Hampshire (US): Science Published. Saeed S, Bhatti TM. 2002. Bioleaching studies of rock phosphate using Aspergilus niger. J Bio Sci 2:76-78. Santoso B. 2006. Pemberdayaan lahan Podsolik Merah Kuning dengan tanaman rosella (Hibiscus sabdariffa L.) di Kalimantan Selatan. Persfektif 5:1-12. Setiyowati. 2011. Penambahan mikroba pemacu tumbuh untuk meningkatkan kualitas pupuk organik, serapan hara, pertumbuhan serta produksi padi gogo dan jagung [Tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana IPB.
34
40
Siagian MH, Harahap R. 2001. Pengaruh pemupukan dan populasi tanaman jagung terhadap produksi baby corn pada tanah Podsolik Merah Kuning. J. Pen Universitas Muhammadiyah Jakarta. 7:331-340. Simanungkalit RDM. 2006. Aplikasi pupuk hayati dan pupuk kimia: suatu pendekatan terpadu. Bul Agrobiol 4:56-61. Smith SE, Read DJ. 1997. Mycorrhizal Symbiois. 2nd ed. London (GB): Academic Pr. Soepardi G. 1979. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor (ID): Departemen Ilmu-ilmu tanah, Insitut Pertanian Bogor. Soepraptohardjo M. 1961. Klasifikasi Tanah di Indonesia. Bogor (ID): Lembaga Penelitian Tanah. Subekti NA, Syafruddin, Efendy R, Sunarti S. 2007. Morfologi tanaman dan fase pertumbuhan jagung. Di dalam: Sumarno, Suyanto, Widjono A, Hermanto, Kasim H, editor. Jagung: Teknik Produksi dan Pengembangan. Maros, Indonesia. Jakarta (ID): Puslitbang Tanaman Pangan. Badan Litbang Pertanian. Hlm 16-28. Subowo J. Subagja. Sudjadi M. 1990. Pengaruh bahan organik terhadap pencucian hara tanah PMK Rangkasbitung Jawa Barat. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk 31:19-26. Suere L, Sarawa. 2006. Kesuburan jagung manis pada tanah PMK yang diberi berbagai takaran effective microorganism (EM4) dan pupuk NPK. J Agrivigor 7:180-188. Sundara R, Sinha MK. 1963. Phospat dissolving organisms in the soil and rhizosphere. Indian J Agric Sci 33:272-278. Sutoro Y, Sulaeman, Iskandar. 1988. Budidaya Tanaman Jagung. Bogor (ID): Badan Penelitian dan Perkembangan Pertanian. Taiz L, Zeiger D. 2002. Plant Physiology. 3rd ed. Massachusetts (US): Sinauer Associate Inc. Tisdale SL, Nelson WL. 1975. Soil Fertility and Fertilizers. 3rd ed. New York (US): Macmillan Publ.
Vergara BS. 1980. Rice Plant Growth and Development. Wesport (US): AVI Publishing Company. Vessey JK. 2003. Planth growth promoting rhizobacteria as biofertilizer. Plant and Soil 255:571-586.
41 35
Weller DM, Raasjmakers JM, Gardener BBM, Thomashow LS. 2002. Mycrobial populations responsible for specific soil suppressiveness to plant pathogens. Ann Rev Phytopathological 40:309-348. Wright SF, Uphadhyaya A. 1998. Survey of soils for aggregate stability and glomalin, a glycoprotein produced by hyphae of arbuscular mycorrhizal fungi. Plant Soil 198:97-107. Wu QS, Xia RX. 2006. Arbuscular mycorrhyzal fungi influence growth, osmotic adjustment and photosynthesis of citrus under well-watered and water stress conditions. J Plant Physiol 163:417-425. Yoshida S. 1981. Fundamentals of Rice Crop Science. Los Banos (PH): International Rice Research Institute. Yusmandhany ES. 2001. Teknik pemberian biofertilizer EMAS pada tanah Podsolik (PMK) Rangkasbitung. Bul Tek Pert 7:30-32. Zarate JT, Dela Cruz RE. 1995. Pilot testing the effectiveness of arbuscular mycorrhizal fungi in the reforestation of marginal grassland. Biology and Biotechnology of Mycorrhizae Publ 56:131-137. Zareen A, Zaki MJ, Khan NJ. 2001. Effect of fungal filtrates of Aspergillus species on development of root-not nematodes and growth of tomato (Lycopersicon esculentum Mill.). Pakistan J Bio Sci 4:995-999. Zhang F, Dashti N, Hynes RK, Smith DL. 1997. Plant growth promoting rhizobacteria and soybean (Glycine max L. Merr) growth and physiology at suboptimal root zone temperatures. Ann Bot 79:243-249.
42
LAMPIRAN
43 37
Lampiran 1 Data iklim periode bulan Juli sampai dengan bulan Desember 2011 Bulan Temperatur rataKelembaban rata- Curah hujan rata harian (o rata harian per bulan (mm) C) (%) Juli 25.8 84 202.0 Agustus 25.8 84 142.0 September 25.3 84 105.9 Oktober 25.4 86 256.0 Nopember 25.0 82 457.7 Desember 25.5 83 344.6 Rata-rata 25.5 84 251.4 Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor (2011).
44
38
Lampiran 2 Tabel deskripsi tanaman padi Inpari 13 dan tanaman jagung komposit Sukmaraga Deskripsi Bentuk beras Bentuk tananaman Tekstur nasi Rata-rata hasil (t/ha)
: : : :
Padi Inpari 13 panjang tegak pulen 6.6
Potensi hasil (t/ha) Umur tanaman (hari)
: :
8.0 101 – 103
Tinggi tananan(cm) Jumlah anakan produktif Ketahanan terhadap hama Tahun dilepas Sumber : BB Padi (2010)
: : : :
103 17 tahan wereng coklat biotipe 1, 2, dan 3 2009
Deskripsi Umur 50% keluar rambut Masak fisiologis Tinggi tanaman Bentuk tongkol Tinggi tongkol Tipe biji Warna biji Jumlah baris/tongkol Bobot 1000 biji Rata-rata hasil Potensi hasil Ketahanan penyakit
Jagung Komposit Sukmaraga : ± 58 hari : ± 105-110 hari : ± 195 cm (180-220 cm) : panjang dan silindris : ± 95 cm (90-100 cm) : semi mutiara (semi flint) : kuning tua : 12-16 baris : ± 270 g : 6.0 t/ha pipilan kering : 8.5 t/ha pipilan kering : cukup tahan terhadap penyakit bulai (P. maydis), penyakit bercak daun (H. maydis), dan penyakit karat daun (Puccinia sp.) Sumber: Balitsereal Maros Sulawesi Selatan (2012)
39
Lampiran 3 Hasil analisis sifat kimia dan mikroba media tanam padi sawah dan jagung sebelum pertanaman dan setelah panen Sifat
Sebelum perl akua n
Setelah perlakuan H0K1
H1K1
H1K2
Padi H1K3
H2K1
H3K1
H0K1
H1K1
H1K2
Jagung H1K3
H2K1
H3K1
H4K1
Kimia pH C organic (%) N total (%) P (ppm) K (ppm) Ca (cmol/kg) Mg (cmol/kg)
4.10 1.29 0.11 5.5 47 1.25 0.55
0.11 12 49
0.11 13 81
H0K1 H1K1 Mikroba Azotobacter (sel/gram) 5.9 x 104 1.3x105 2.2x105 4 Azospirillum (mpn/gram) 2.8 x 10 Bacillus (sel/gram) 1.9 x 105 3.2x104 2.7x104 4 Pseudomonas (sel/gram) 3.5 x 10 4.7x104 9.0x104 Aspergilus niger (sel/gram) CMA (spora/50gram) 3 Padi: H0K1 (kontrol) : kompos tanpa PGPR + NPK 100% H1K1 : PGPR + NPK 100% H1K2 : PGPR + NPK 75% H1K3 : PGPR + NPK 50% H2K1 : Endofit + NPK 100% H3K1 : PGPR + endofit + NPK 50%
0.11 11 83
0.10 25 96
0.10 14 85
0.12 12 94
0.15 15 78
0.10 25 96
0.11 10 113
0.13 11 111
0.11 10 87
0.13 14 95
0.11 11 112
H1K2
H1K3
H2K1
H3K1
H0K1
H1K1
H1K2
H1K3
H2K1
H3K1
H4K1
3.7x104
6.7x104
1.0x105
1.1x105
1.9x104 4.1x104
9.0x103 4.5x104
3.5x103 2.0x104
4.5x103 4.9x104
8.0x105 0 7.0x104 3.1x106
2.7x106 1.6x105 1.5x105 2.3x106
9.2x104 1.6x105 5.4x104 1.5x106
2.9x105 3.5x104 1.0x104 9.4x105
3.8x105 3.5x104 6.0x103 4.1x105
3.5x105 2.8x104 1.3x104 2.5x105
3.1x105 1.4x104 1.6x104 3.5x105
448
257
Jagung: H0K1 (kontrol) H1K1 H1K2 H1K3 H2K1 H3K1 H4K1
61 285 226 250 224 : kompos tanpa PGPR + NPK 100% : PGPR + NPK 100% : PGPR + NPK 75% : PGPR + NPK 50% : PGPR + endofit + NPK 100% : PGPR + CMA + NPK 100% : PGPR + endofit + CMA + NPK100%
39
40 40
Lampiran 4 Hasil pengamatan pengaruh pupuk terhadap tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah anakan tanaman padi umur 2-8 mst Pupuk
Komponen pertumbuhan tanaman padi Jumlah daun (helai) Pengamatan ke 2 3 4 5 6 15.4 a 38.4 57.4 a 65.0 ab 70.2 ab
H0K1
1 28.9 ab
2 33.8 ab
Tinggi tanaman (cm) Pengamatan ke 3 4 5 42 ab 48.6 52.3 ab
H1K1
26.2 a
31.4 ab
45.4 ab
52.6
53.9 ab
55.1 ab
60.4 ab
5.8
9.0 ab
27.2
42.4 ab
51.4 bc
58.0 b
61.2 b
2.0
7.0 a
12.8 ab
H1K2
29.6 a
35.2 ab
45.9 a
50.6
53.3 ab
55.5 ab
64.0 a
6.8
11.8 ab
29.8
40.6 ab
49.8 ba
56.0 b
62.6 b
2.4
8.2 a
H1K3
28.7 ab
35.9 a
42.5 ab
47.8
48.7 b
50.3 b
55.8 b
6.0
12.8 ab
33.0
40.4 ab
48 bc
55.0 b
64.0 b
0.6 ab
2.6
H2K1
24.9 abc
33.9 ab
44.4 ab
48.6
50.8 ab
53.8 ab
62.7 ab
4.4
9.2 ab
27.2
44.4 ab
61.4 ab
73.4 a
80.2 ab
0.2 b
H2K2
21.9 c
33.7 ab
44.8 ab
52.6
54.8 ab
58.1 a
64.0 a
4.8
11.0 ab
33.6
51.6 ab
70.6 ab
80.0 a
90.2 a
H2K3
21.0 c
26.4 b
35.5 b
46.2
49.9 ab
55.0 ab
62.0 ab
3.4
9.8 ab
32.8
51.2 ab
63.4 ab
70.0 ab
H3K1
22.9 bc
28.4 ab
36.9 ab
48.6
51.9 ab
54.7 ab
63.9 a
3.6
5.2 ab
16.0
30.2 b
40.0 c
H3K2
26.0 abc
33.6 ab
43.9 ab
52.3
57.3 a
60.9 a
68.1 a
4.2
10.6 ab
34.8
60.4 a
H3K3
23.4 abc
29.9 ab
40.9 ab
46.1
50.5 ab
54.8 ab
62.1 ab
5.4
10 ab
27.2
49.2 ab
6 56.6 ab
7 63.9 a
1 6.4
7 73.4 ab
1 1.0 a
2 3.0
Jumlah anakan (individu) Pengamatan ke 3 4 5 10.4 14.6 ab 16.4 ab
6 17.8 ab
7 18.8 abc
14.6 b
16.4 b
17.2 bc
13.6 ab
14.8 b
16.0 b
17.2 bc
7.3
10.4 b
13.2 b
14.8 b
15.8 c
1.8
8.6
15.8 ab
18.2 ab
19.6 ab
21.8 ab
0.2 b
2.0
10.2
17.6 a
21.0 a
22.0 a
23.6 a
73.8 ab
0.4 ab
2.2
9.6
14.8 ab
16.4 ab
17.4 ab
18.8 abc
57.2 b
64.6 b
0.0
1.8
5.4
10.8 b
16.2 ab
17.8 ab
18.8 abc
75.8 a
86.2 a
91.2 a
0.0
1.8
9.2
18.8 a
21.2 a
22.4 a
23.4 a
57.2 abc
67.2 ab
73.2 ab
0.2 b
2.6
8.8
13.6 ab
15.6 b
17.0 ab
18.4 ab
H0K1 (Kompos tanpa PGPR + NPK 100% ) sebagai kontrol, H1K1 (PGPR + NPK 100%), H1K2 (PGPR + NPK 75%), H1K3 (PGPR + NPK 50%), H2K1 (Endofit + NPK 100%), H2K2 (Endofit + NPK 75%), H2K3 (endofit + NPK 50%), H3K1 (PGPR + endofit + NPK 100%), H3K2 (PGPR + endofit + NPK 75%), H3K3 (PGPR + endofit + NPK 50%). Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%. TT : tinggi tanaman (cm), JD : jumlah daun (helai), JA : jumlah anakan (individu)
41
Lampiran 5 Tabel perbandingan pengaruh antar kelompok perlakuan terhadap berbagai komponen pertumbuhan dan biomassa tanaman padi sawah Perbandingan
Tinggi tanaman (cm)
Jumlah daun (helai)
Peubah Jumlah anakan (individu)
Bobot kering akar (g)
Bobot kering tajuk (g)
H0K1 Vs H1K1; H2K1; H3K1
ns
ns
ns
ns
ns
H1K3 Vs H1K1; H1K2
ns
ns
ns
ns
ns
H2K3Vs H2K1; H2K2
*
*
*
ns
*
H3K3Vs H3K1; H3K2 ns ns ns ns * H0K1 (Kompos tanpa PGPR + NPK 100%) sebagai kontrol, H1K1 (PGPR + NPK 100%), H1K2 (PGPR + NPK 75%), H1K3 (PGPR + NPK 50%), H2K1 (Endofit + NPK 100%), H2K2 (Endofit + NPK 75%), H2K3 (Endofit + NPK 50%), H3K1 (PGPR + endofit + NPK 100%), H3K2 (PGPR + endofit + NPK 75%), H3K3 (PGPR + endofit NPK 50%). ns : Tidak berbeda nyata; * : Berbeda nyata (α = 5%).
42 42
Lampiran 6 Tabel perbandingan pengaruh antar kelompok perlakuan terhadap komponen pertumbuhan tanaman padi sawah umur 2-8 mst 1
2
Tinggi Tanaman 3 4 5
H0K1 Vs H1K1; H2K1; H3K1
ns
ns
ns
ns
ns
ns
ns
H1K3 Vs H1K1; H1K2
ns
ns
ns
ns
ns
ns
ns
H2K3Vs H2K1; H2K2
*
ns
ns
ns
*
*
ns
H3K3Vs H3K1; H3K2
ns
ns
ns
ns
ns
ns
ns
Perbandingan
6
7
1
n
n
n
n
Peubah Jumlah Daun 2 3 4 5
6
7
n s
n s
n s
n s
n s
n s
s
n s
n s
n s
n s
n s
n s
s
n s
n s
n s
*
*
*
n s
n s
n s
n s
n s
n s
s
1
*
n
n
n s
Jumlah Anakan 3 4 5
6
7
n s
n s
n s
n s
n s
s
n s
n s
n s
n s
n s
n s
s
n s
n s
*
*
*
*
n s
n s
n s
n s
n s
n s
2
n
s
H0K1 (Kompos tanpa PGPR + NPK 100%) sebagai kontrol, H1K1 (PGPR + NPK 100%), H1K2 (PGPR + NPK 75%), H1K3 (PGPR + NPK 50%), H2K1 (Endofit + NPK 100%), H2K2 (Endofit + NPK 75%), H2K3 (Endofit + NPK 50%), H3K1 (PGPR + endofit + NPK 100%), H3K2 (PGPR + endofit + NPK 75%), H3K3 (PGPR + endofit + NPK 50%). ns : Tidak berbeda nyata; * : Berbeda nyata (α = 5%)
s
43
Lampiran 7 Hasil analisis serapan hara kimia N, P dan K pada tanaman padi sawah dan jagung pada berbagai perlakuan pada umur 4 mst Sifat Kimia
Setelah perlakuan Padi H0K1 H1K1 H1K2 H1K3 H2K1 H3K1 N total (%) 2.40 2.33 3.16 2.13 2.19 1.82 P (ppm) 0.03 0.03 0.02 0.08 0.03 0.02 K (ppm) 1.24 1.04 1.33 1.09 1.01 1.00 Sifat Jagung Kimia H0K1 H1K1 H1K2 H1K3 H2K1 H3K1 H4K1 N total (%) 1.21 2.60 2.18 0.81 1.21 1.53 1.59 P (ppm) 0.03 0.06 0.03 0.02 0.02 0.02 0.02 K (ppm) 0.85 2.02 0.85 0.59 1.02 1.85 1.01 Padi: Jagung: H0K1 : Kompos tanpa PGPR + NPK 100% H0K1 : Kompos tanpa PGPR + NPK 100% H1K1 : PGPR + NPK 100% H1K1 : PGPR + NPK 100% H1K2 : PGPR + NPK 75% H1K2 : PGPR + NPK 75% H1K3 : PGPR + NPK 50% H1K3 : PGPR + NPK 50% H2K1 : Endofit + NPK 100% H2K1 : PGPR + endofit + NPK 100% H3K1 : PGPR + endofit + NPK 50% H3K1 : PGPR + CMA + NPK 100% H4K1 : PGPR + endofit + CMA + NPK 100% `Analisis dilakukan di Balai Penelitian Tanah Bogor (2012)
44
44
Lampiran 8 Tabel perbandingan pengaruh antar kelompok perlakuan terhadap berbagai komponen produksi tanaman padi sawah Perbandingan
Panjang malai (cm)
Jumlah malai (malai)
Bobot gabah total (g)
H0K1 Vs H1K1; H2K1; H3K1
ns
ns
ns
H1K3 Vs H1K1; H1K2
ns
ns
H2K3Vs H2K1; H2K2
ns
H3K3Vs H3K1; H3K2
ns
Peubah Bobot per 100 butir (g)
Jumlah gabah isi (biji)
Jumlah gabah hampa (biji)
ns
ns
ns
*
ns
ns
ns
ns
*
ns
ns
ns
ns
ns
ns
ns
ns
H0K1 (Kompos tanpa PGPR + NPK 100%) sebagai kontrol, H1K1 (PGPR + NPK 100%), H1K2 (PGPR + NPK 75%), H1K3 (PGPR + NPK 50%), H2K1 (Endofit + NPK 100%), H2K2 (Endofit + NPK 75%), H2K3 (Endofit + NPK 50%), H3K1 (PGPR + endofit + NPK 100%), H3K2 (PGPR + endofit + NPK 75%), H3K3 (PGPR + endofit NPK 50%). ns : Tidak berbeda nyata, *: Berbeda nyata (α = 5%)
45
Lampiran 9 Pengaruh pemupukan terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun pada tanaman jagung umur 2-8 mst Komponen pertumbuhan tanaman padi Perlakuan
H0K1 H1K1 H1K2 H1K3 H2K1 H2K2 H2K3 H3K1 H3K2 H3K3 H4K1 H4K2 H4K3
1 14.3 b 21.9 ab 21.8 ab 19.9 ab 20.3 ab 22.5 a 21.9 ab 26.7 a 22.2 a 20.8 ab 22.4 a 19.1 ab 19.2 ab
2 20.1 e 31.7 cd 30.3 cde 29.1 de 37.3 bcd 32.8 cd 29.9 cde 50.1 a 40.6 abc 46.4 ab 45.3 ab 39.0 abcd 41.4 abc
3 28.7 d 42.9 cd 40.2 cd 38.4 cd 52.1 bc 39.0 cd 69.5 a 52.1 bc 71.3 a 69.5 a 74.9 a 62.1 ab 68.5 a
Tinggi Tanaman Pengamatan ke 4 5 48.9 d 67.1 d 62.5 cd 67.3 d 59.8 cd 86.5 cd 56.1 cd 75.4 d 73.2 bc 96.1 bcd 59.6 cd 85.4 cd 58.7 cd 76.8 d 102.2 a 123.4 ab 90.7 ab 119.7 ab 99.7 a 130.6 a 96.4 a 116.2 ab 88.7 ab 113.4 abc 90.9 ab 117.9 ab
6 98.9 c 117.1 bc 118.9 bc 107.9 c 126.3 bc 113.9 c 93.2 c 168.9 a 169.8 a 174.9 a 166.6 a 151.9 ab 151.1 ab
7 116.9 de 142.1 cde 145.1 bcde 120.7 de 155.0 bcd 129.2 de 115.3 e 193.7 a 193.2 a 202.9 a 199.8 a 180.8 ab 173.6 abc
1 1.6 b 2.0 ab 2.2 ab 2.0 ab 2.0 ab 2.4 a 2.0 ab 2.2 ab 2.4 a 2.0 ab 2.2 ab 2.0 ab 1.8 ab
2 3.2 cd 3.4 bcd 3.8 abcd 3.4 bcd 4.0 abcd 3.8 abcd 3.5 bcd 4.2 abc 4.8 a 4.6 a 4.6 a 4.2 abc 4.4 ab
3 4.6 d 5.4 cd 5.8 bcd 5.0 d 6.0 bcd 5.8 bcd 5.4 cd 6.8 abc 7.0 ab 7.3 a 7.0 ab 7.0 ab 6.6 abc
Jumlah Daun Pengamatan ke 4 5 6.6 d 7.2 d 7.2 cd 8.4 cd 7.4 bcd 9.2 abc 6.8 d 7.8 cd 7.4 bcd 8.8 bc 6.8 d 8.6 bcd 6.6 d 8.6 bcd 8.4 abc 10.4 a 9.0 a 10.4 a 9.2 a 10.6 a 9.0 a 10.6 a 9.0 a 10.0 ab 8.6 ab 10.4 a
6 9.2 d 10.2 cd 10.4 bcd 9.2 d 10.0 cd 10.2 cd 10.2 cd 12.0 ab 11.6 abc 12.0 ab 12.3 a 11.4 abc 11.6 abc
7 9.2 d 11.0 cd 11.2 cd 10.0 d 11.0 cd 10.6 cd 10.4 cd 13.2 ab 13.8 a 14.0 a 13.8 a 13.4 ab 13.0 ab
H0K1 (Kompos tanpa PGPR + NPK 100%) sebagai kontrol, H1K1 (PGPR + NPK 100%), H1K2 (PGPR + NPK 75%), H1K3 (PGPR + NPK 50%), H2K1 (PGPR + endofit + NPK 100%), H2K2 (PGPR + endofit + NPK 75%), H2K3 (PGPR + endofit + NPK 50%) , H3K1 (PGPR + CMA + NPK 100%), H3K2 (PGPR + CMA + NPK 75%), H3K3 (PGPR + CMA + NPK 50%), H4K1 (PGPR+ endofit + CMA + NPK 100%), H4K2 (PGPR+ endofit + CMA + NPK 75%), H4K3 (PGPR+ endofit + CMA + NPK 50%). Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%. TT : tinggi tanaman (cm), JD : jumlah daun (helai).
45
46 46
Lampiran 10 Tabel perbandingan pengaruh antar kelompok perlakuan terhadap komponen pertumbuhan tanaman jagung umur 2-8 mst Peubah Jumlah Daun
1
2
Tinggi Tanaman 3 4 5
H0K1 Vs H1K1; H2K1; H3K1; H4K1
ns
*
ns
*
*
*
*
ns
*
*
*
*
*
*
H1K3 Vs H1K1; H1K2
ns
ns
ns
*
*
ns
ns
*
ns
ns
ns
*
ns
ns
H2K3 Vs H2K1; H2K2
ns
ns
ns
ns
ns
ns
ns
*
ns
ns
ns
*
ns
ns
H3K3 Vs H3K1; H3K2
ns
ns
*
ns
*
*
*
ns
*
ns
*
ns
ns
*
H4K3 Vs H4K1; H4K2
ns
ns
ns
ns
ns
ns
ns
*
ns
ns
ns
*
ns
ns
Perbandingan
6
7
1
2
3
4
5
6
7
ns ns ns ns H0K1 Vs H4K1; H4K2; H4K3 * * * * * * * * * * H0K1 (Kompos tanpa PGPR + NPK 100%) sebagai kontrol, H1K1 (PGPR + NPK 100%), H1K2 (PGPR + NPK 75%), H1K3 (PGPR + NPK 50%), H2K1 (PGPR + endofit + NPK 100%), H2K2 (PGPR + endofit + NPK 75%), H2K3 (PGPR + endofit + NPK 50% ), H3K1 (PGPR + CMA + NPK 100%), H3K2 (PGPR + CMA + NPK 75%), H3K3 (PGPR + CMA + NPK 50%), H4K1 (PGPR+ endofit + CMA + NPK 100%), H4K2 (PGPR+ endofit + CMA + NPK 75%), H4K3 (PGPR+ endofit + CMA + NPK 50% ); ns : Tidak berbeda nyata; * : Berbeda nyata (α = 5%)
47
Lampiran 11 Tabel perbandingan pengaruh antar kelompok perlakuan terhadap komponen pertumbuhan dan biomassa pada tanaman jagung Peubah
Perbandingan
Tinggi tanaman (cm)
Jumlah daun (helai)
Lingkar batang (cm)
Bobot kering akar (g)
Berat kering tajuk (g)
H0K1 Vs H1K1; H2K1; H3K1; H4K1
*
*
*
*
ns
H1K3 Vs H1K1; H1K2
ns
ns
ns
ns
ns
H2K3 Vs H2K1; H2K2
ns
ns
ns
ns
ns
H3K3 Vs H3K1; H3K2
*
*
ns
*
ns
H4K3 Vs H4K1; H4K2
ns
ns
ns
ns
ns
H0K1 Vs H4K1; H4K2; H4K3 * * * * * H0K1 (Kompos tanpa PGPR + NPK 100%) sebagai kontrol, H1K1 (PGPR + NPK 100%), H1K2 (PGPR + NPK 75%), H1K3 (PGPR + NPK 50%), H2K1 (PGPR + endofit + NPK 100%), H2K2 (PGPR + endofit + NPK 75%), H2K3 (PGPR + endofit + NPK 50%) , H3K1 (PGPR + CMA + NPK 100%), H3K2 (PGPR + CMA + NPK 75%), H3K3 (PGPR + CMA + NPK 50%), H4K1 (PGPR+ endofit + CMA + NPK 100%), H4K2 (PGPR+ endofit + CMA + NPK 75%), H4K3 (pupuk hayati (PGPR+ endofit + CMA) NPK 50%). ns : Tidak berbeda nyata; * : Berbeda nyata (α = 5%)
48
48
Lampiran 12 Tabel perbandingan pengaruh antar kelompok perlakuan terhadap komponen produksi pada tanaman jagung Peubah Bobot per 100 biji (g
Perbandingan
Panjang tongkol (cm)
Diameter tongkol (cm)
H0K1 Vs H1K1; H2K1; H3K1; H4K1
ns
*
ns
ns
H1K3 Vs H1K1; H1K2
ns
ns
ns
ns
H2K3 Vs H2K1; H2K2
ns
ns
ns
ns
H3K3 Vs H3K1; H3K2
ns
ns
ns
ns
H4K3 Vs H4K1; H4K2
ns
ns
ns
Bobot pipilan per tongkol (g)
ns
H0K1 Vs H4K1; H4K2; H4K3 ns ns ns * H0K1 (Kompos tanpa PGPR + NPK 100%) sebagai kontrol, H1K1 (PGPR + NPK 100%), H1K2 (PGPR + NPK 75%), H1K3 (PGPR + NPK 50%), H2K1 (PGPR + endofit + NPK 100%), H2K2 (PGPR + endofit + NPK 75%), H2K3 (PGPR + endofit + NPK 50%) , H3K1 (PGPR + CMA + NPK 100%), H3K2 (PGPR + CMA + NPK 75%), H3K3 (PGPR + CMA + NPK 50%), H4K1 (PGPR+ endofit + CMA + NPK 100%), H4K2 (PGPR+ endofit + CMA + NPK 75%), H4K3 (pupuk hayati (PGPR+ endofit + CMA) NPK 50%). ns : Tidak berbeda nyata; * : Berbeda nyata (α = 5%)
49
Lampiran 13 Koefisien korelasi komponen pertumbuhan dan komponen produksi tanaman padi Komponen
TT
JA
JM
TT
1
JA
0.315*
1
JM
0.163
0.475*
1
Pj_Akar
0.066
0.105
-0.082
1
*
P. Akar
BAB
BAK
BAB
0.219
0.282
0.028
0.482*
1
BAK
0.120
0.137
-0.110
0.203
0.512**
**
*
*
*
BBB
Bobot Tangkai
BBK
0.131
0.546
0.282
0.338
0.594
0.294
1
BBK
0.127
0.444*
-0.078
0.416*
0.529*
0.290*
0.648*
1
Bobot_Tangkai
0.125
0.214
-0.026
-0.082
0.151
0.047
0.169
0.061
1
**
Bobot 100 biji
Bobot_Total
0.190
0.342
0.500
-0.086
0.215
-0.001
0.277
0.225
0.042
1
Bobot_100biji
-0.081
0.114
-0.013
0.018
0.080
-0.150
0.099
0.226
-0.133
0.181
1
PJ_Malai
0.579**
0.193
0.139
0.265*
0.332*
0.221
0.339*
0.289*
-0.029
0.177
0.023
*
Jml_Bulir Bulir_Hampa
*
0.337 0.204
***
0.401
0.763
*
0.181
0.597 *
0.080 -0.087
0.207 -0.130 *
PJ Malai
Jml Bulir
Bulir Hampa
Bobot Tajuk
Jml Daun
-0.119
0.365
-0.014
0.079
-0.136
-0.143 *
-0.090 **
-0.008
1
*
0.124
0.545**
1
0.346
*
0.000
0.202
0.474*
1
0.368
Bobot_Tajuk
0.166
0.392
-0.059
0.126
0.378
0.177
0.450
0.523
0.883
0.141
-0.007
0.111
-0.079
-0.144
1
Jml_Daun
0.319*
0.931***
0.442*
0.081
0.293*
0.156
0.522**
0.416*
0.275*
0.303*
0.123
0.175
0.342*
0.150
0.431*
1
Gabah_Isi
*
-0.133
*
-0.070
0.342*
0.332
0.400
*
0.742
*
0.090
0.225
Gabah Isi
1
BBB
*
Bobot Total
0.033
0.379
*
0.093
0.353
0.129
0.548
*
0.997
**
0.410
*
1
TT: tinggi tanaman, JA: jumlah anakan, JM: jumlah malai, P. Akar: panjang akar, BAB: bobot akar basah, BAK: bobot akar kering, BB: bobot batang basah, BBK: bobot batang kering, *: cukup nyata; **: nyata; ***:sangat nyata
49
50 50
Lampiran 14 Koefisien korelasi komponen pertumbuhan dan komponen produksi tanaman jagung Komponen
TT
DB
PD
LD
BBB
BBK
PA
BAB
BAK
JD
BBBT
PT
DT
BB100B
BKBT
TT
1
DB
0.652**
1
PD
0.381*
0.525**
1
LD
0.280*
0.429*
0.448*
1
BBB
0.599**
0.713**
0.429*
0.283*
1
BBK
0.538**
0.637**
0.451*
0.251*
0.894***
1
PA
0.340*
0.295
0.157
0.188
0.253*
0.292*
1
BAB
0.573**
0.630**
0.400*
0.504**
0.467*
0.337*
0.245
1
BAK
0.655**
0.623**
0.467*
0.446*
0.700**
0.675**
0.304*
0.739*
1
JD
0.502**
0.469*
0.442*
0.364*
0.486*
0.432
0.083
0.527*
0.532**
1
BBBT
0.223
0.170
0.279
0.224
0.113
0.083
0.074
0.315*
0.225
0.521**
1
PT
0.212
0.154
0.265
0.313*
0.131
0.092
0.102
0.353*
0.309*
0.522**
0.850***
1
DT
0.179
0.155
0.269
0.308*
0.127
0.087
0.097
0.273
0.235
0.525**
0.880***
0.949***
1
BB100B
0.143
0.042
0.151
0.228
0.064
0.001
0.049
0.211
0.151
0.475*
0.864***
0.844***
0.884***
1
BKBT
0.196
0.173
0.296
0.217
0.103
0.074
0.064
0.318*
0.201
0.518**
0.990***
0.808***
0.845***
0.847***
1
BK100B
0.114
0.063
0.184
0.206
0.025
0.028
0.065
0.204
0.102
0.464*
0.892***
0.822***
0.87***
0.965***
0.893***
BK100B
1
TT: tinggi tanaman, DB: diameter batang, PD: panjang daun, LD: lebar daun, BBB: bobot batang basah, BBK: bobot batang kering, PA: panjang akar, BAB: bobot akar basah, BAK: bobot akar kering, JD: jumlah daun, BBBT: bobot biji basah per tongkol, PT: panjang tongkol, DT: diameter tongkol, BB100B: bobot basah 100 biji, BKBT: bobot kering biji per tongkol, BK100B: bobot kering 100 biji *: cukup nyata; **: nyata; ***:sangat nyata.