JURNAL AGROTEKNOS Juli 2012 Vol.2. No.2. hal. 86-91 ISSN: 2087-7706
RESPON FASE PERTUMBUHAN BEBERAPA GENOTIPE JAGUNG LOKAL SULAWESI TENGGARA TERHADAP KONDISI KEKURANGAN AIR Vegetative Stage Response of Maize Landraces of Southeast Sulawesi to Less Water Condition TEGUH WIJAYANTO*, GUSTI RAY SADIMANTARA, MADE ETIKAWATI Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo
ABSTRACT The research was conducted to test the potency of several local maize genotypes (landraces) of Southeast Sulawesi and to find the genotypes that were tolerant to less water conditions. The research was performed in a plastic house at the experimental farm of Agriculture Faculty, University of Halu Oleo. The research was arranged in a Randomized Complete Design (RCD) with 2 treatment factors. The first factor was water availability level (A), consisted of 3 (three) levels (A0, A1 dan A2), and the second factor was maize genotype, consisted of 9 local maize and 1 national variety (Arjuna). Research results showed that the less water conditions (A1 and A2) had negative effects on maize vegetative variables (plant height, plant diameter, leaf number and length of leaf tip). On the other hand, the genotype treatment had significant effect on plant height, plant diameter, and length of leaf tip. Genotipe G7 dan G6 had the highest plant height, while G1 had the biggest plant diameter. Keywords: less water condition, local maize genotype, vegetative stage 1PENDAHULUAN
Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu bahan pangan penting di Indonesia, disamping beras dan bahan pangan lainnya. Mengingat pentingnya kedudukan jagung sebagai bahan makanan pokok, maka peningkatan produksi jagung perlu terus dilaksanakan melalui program intensifikasi dan ekstensifikasi sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan serta permintaan pasar. Sulawesi Tenggara merupakan salah satu daerah penghasil jagung yang cukup potensial, karena selain mempunyai lahan kering yang belum termanfaatkan yang cukup luas yaitu sekitar 202.973 ha (BPS, 2012) juga karena tanaman jagung di daerah ini cukup penting mengingat penduduknya terutama yang berdiam di daerah kepulauan sebagian masih menggunakan jagung sebagai makanan pokok. Data Badan Pusat Statistik (2010) menunjukkan produktifitas jagung di Sulawesi Tenggara hanya sekitar 1.638 ton.ha-1, Alamat korespondensi: wijayanto_teguh@yahoo.com; 0401-3193596 *)
menurun dibanding produktifitas tahun 2009 yang mencapai 1.854 ton.ha-1. Produksi jagung Sulawesi Tenggara tersebut masih jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan ratarata produksi nasional yaitu sekitar 2,670 ton.ha-1. Salah satu penyebab rendahnya produksi jagung di Sulawesi Tenggara adalah masih banyaknya petani yang menanam varietas lokal yang berdaya hasil rendah. Selain varietas, yang juga merupakan faktor penyebab rendahnya produksi jagung adalah kondisi lahan yang kering dan curah hujan yang relatif rendah (Jatoi et al., 2014; Khan et al., 2010). Tanaman jagung membutuhkan distribusi curah hujan yang merata selama pertumbuhannya, terutama menjelang berbunga dan pengisian biji (Amer, 2010). Pada umumnya pertanaman jagung menghendaki curah hujan antara 50 – 500 mm per bulan dengan curah hujan optimal 100 – 200 mm per bulan (Suprapto, 1991). Tanaman jagung membutuhkan air terutama pada fase-fase berikut: (1) pada waktu tanam, untuk merangsang perkecambahan, (2) pada saat tanaman berumur sekitar 4 minggu
Vol. 2 No.2, 2012
Respon Fase Pertumbuhan Beberapa Genotipe Jagung Lokal
sesudah tanam, karena pada saat tersebut merupakan puncak pertumbuhan vegetatif, (3) pada saat tanaman berbunga, keluar malai dan pembuahan (umur 50 – 60 hari), dan (4) pada saat fase pengisian biji. Pada saat tersebut, bila tidak turun hujan maka perlu dilakukan pemberian air (Suprapto, 1991). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan membandingkan potensi ketahanan beberapa nomor genotip jagung lokal Sulawesi Tenggara terhadap kondisi kekurangan air, dan untuk mendapatkan genotip jagung lokal Sulawesi Tenggara yang memiliki potensi dan lebih tahan terhadap stres kekurangan air (Rashidi and Seyfi, 2007). Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi bagi para petani, khususnya petani jagung dan sebagai informasi untuk penelitian selanjutnya, khususnya dalam mengembangkan varietas jagung yang tahan kekeringan (Azizian & Sepaskhah, 2014).
BAHAN DAN METODE
Tempat penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada rumah plastik di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo Kendari Bahan dan alat yang digunakan. Bahanbahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: benih jagung lokal (9 genotip) Sulawesi Tenggara (Tabel 1), benih jagung varietas Arjuna, pupuk kandang, pupuk Urea, KCl, SP-36, tanah dan air. Alat-alat yang digunakan adalah: polybag, meteran, timbangan, pisau, oven, kertas label dan alat tulis menulis. Rancangan penelitian. Penelitian ini disusun berdasarkan rancangan acak lengkap dengan menggunakan pola faktorial, yang terdiri dari dua faktor. Faktor pertama adalah varietas jagung yang terdiri dari 9 genotip lokal (Tabel 1) dan satu varietas Arjuna.
Tabel 1. Genotip jagung lokal Sulawesi Tenggara yang digunakan Asal Desa / No Kode Nama Lokal Kelurahan 1 G1 Barangka Katilombu 2 G2 Nguhe Gunung Sejuk 3 G3 Pulut Jampaka 4 G4 Kokodi/Mowine Sandang Pangan 5 G5 Jagung biasa Waruruma 6 G6 Jagung biasa Abeli 7 G7 Gandu/Agak pulut Konawe 1.1 8 G8 Pulut Wowoli (SP-II) 9 G9 Jagung biasa Jampaka
Sedangkan faktor kedua adalah kondisi ketersediaan air yang terdiri atas: A0 = Ketersediaan air 100 %, kapasitas lapang (~3,2 lt), disiram 2 hari sekali.
87
Kecamatan
Sampolawa Sampolawa Kulisusu Sampolawa Wolio Poasia Wawotobi Watubangga Kulisusu
Kabupaten Buton Buton Muna Buton Buton Kendari Kendari Kolaka Muna
A1 = Ketersediaan air 100 %, kapasitas lapang (~3,2 lt), disiram 5 hari sekali. A2 = Ketersediaan air 25 %, kapasitas lapang (~0,8 lt), disiram 5 hari sekali.
Tabel 2. Kombinasi Perlakuan antara Genotipe (G) dan Penyiraman (A) Penyiraman Genotipe / Varietas A0 (100 %) A1 (100 %) G1 A0G1 A1G1 G2 A0G2 A1G2 G3 A0G3 A1G3 G4 A0G4 A1G4 G5 A0G5 A1G5 G6 A0G6 A1G6 G7 A0G7 A1G7 G8 A0G8 A1G8 G9 A0G9 A1G9 Arjuna A0Arjuna A1Arjuna
A2 (25 %) A2G1 A2G2 A2G3 A2G4 A2G5 A2G6 A2G7 A2G8 A2G9 A2Arjuna
88
WIJAYANTO ET AL.
Dengan demikian terdapat 30 kombinasi perlakuan, yang diulang sebanyak 3 kali, sehingga terdapat 90 satuan percobaan (polybag). Adapun kombinasi perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2. Persiapan media di lapangan. Media yang digunakan berupa tanah lapisan atas, yang kemudian dihancurkan lalu dimasukkan ke dalam polybag sebanyak 13 kg, setelah dicampur dengan pupuk kandang (15 ton.ha-1 atau setara dengan 39,5 g.polybag-1). Polybag selanjutnya ditempatkan pada rumah plastik, sesuai denah percobaan. Penanaman. Benih jagung ditanam pada masing-masing polybag dengan dua biji untuk setiap varietas dengan kedalaman 3 cm. Penanaman untuk seluruh percobaan dilakukan pada hari yang sama yaitu satu hari setelah persiapan media. Jarak antar polybag adalah 30 cm. Pemupukan. Pemupukan dilakukan bersamaan dengan waktu tanam, dengan dosis urea 250 kg.ha-1 setara dengan 1,62 g.polybag1, SP-36 150 kg.ha-1 setara dengan 0,97 g.polybag-1 dan KCl 50 kg.ha-1 setara dengan 0,32 g.polybag-1 dilakukan dengan cara dibenamkan dalam tanah. Pemupukan urea dilakukan dua kali yaitu pemupukan pertama pada saat tanam dengan dosis 0,81 g.polybag-1 bersama dengan seluruh pupuk SP-36 0,97 g.polybag-1 dan KCl 0,32 g.polybag-1, sedangkan pemupukan kedua untuk urea dilakukan pada umur 4 Minggu Setelah Tanam (MST) sebanyak 0,81 g.polybag-1.
J. AGROTEKNOS Pemeliharaan. Pemeliharaan terdiri dari penyulaman, penyiraman, penyiangan, dan pengendalian hama penyakit. Penyulaman dilakukan terhadap tanaman yang pertumbuhannya kurang sehat atau mati. Penyiangan dilakukan terhadap gulma yang tumbuh di dalam polybag perlakuan. Penyiraman dilakukan sesuai dosis setiap perlakuan. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara mekanis maupun secara kimiawi. Pengamatan dan analisis data. Variabel yang diamati adalah: Tinggi tanaman (cm), dilakukan pada saat tanaman berumur 30 HST, yang diukur mulai dari pangkal batang sampai ujung malai. Diameter batang (cm), dilakukan pada saat tanaman berumur 30 HST, yaitu diukur 5 cm dari pangkal batang. Jumlah Daun (helai), dilakukan pada saat tanaman berumur 30 HST, yaitu dengan menghitung jumlah daun yang telah membuka sempurna. Panjang Pucuk Daun (cm), dilakukan pada saat tanaman berumur 30 HST, dengan mengukur panjang pucuk dari daun. Data hasil pengamatan dianalisis dengan sidik ragam. Untuk perlakuan yang menunjukkan pengaruh nyata maka untuk melihat perbedaan antar perlakuan dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test pada taraf kepercayaan 95 %.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Toleransi beberapa genotip (plasma nutfah) jagung lokal Sulawesi Tenggara terhadap kondisi kekurangan air
Tabel 3. Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh perlakuan ketersediaan air (A) dan genotipe jagung (G) serta interaksinya (AG) terhadap beberapa variabel pertumbuhan
No. 1. 2. 3. 4.
Variabel Pertumbuhan Tinggi tanaman (30 hst) Diameter batang (30 hst) Jumlah daun (30 hst) Panjang pucuk daun (30 hst)
A ** ** ** **
G * ** tn *
Ket: *) berpengaruh nyata; **) berpengaruh sangat nyata; tn) berpengaruh tidak nyata.
AG tn tn tn tn
Vol. 2 No.2, 2012
Respon Fase Pertumbuhan Beberapa Genotipe Jagung Lokal
Hasil sidik ragam yang disajikan pada Tabel 3 memperlihatkan bahwa perlakuan cekaman (ketersediaan) air (A) berpengaruh sangat nyata terhadap semua variabel pertumbuhan yang sudah diamati. Demikian pula perlakuan genotip jagung (G) memberikan pengaruh nyata atau sangat nyata terhadap hampir semua variabel yang diamati, kecuali terhadap jumlah daun umur 30 hari. Namun interaksi dari kedua perlakuan (AG) berpengaruh tidak nyata terdapat variabel-variabel pertumbuhan tersebut. Pengaruh sangat nyata dari perlakuan A mencerminkan besarnya peranan air bagai proses pertumbuhan tanaman jagung. Demikian pula pengaruh nyata atau
89
sangat nyata dari perlakuan G menunjukkan bahwa ada pengaruh faktor genetik tanaman dan/atau lingkungan terhadap pertumbuhan tanaman jagung. Hasil DMRT pada Tabel 4 menunjukkan bahwa tanaman jagung mengalami stres dan berakibat terhadap penurunan pertumbuhan akibat perlakuan A1 (tanaman diairi normal, 5 hari sekali), dan terlebih akibat perlakuan A2 (tanaman diairi sebanyak 25% normal, 5 hari sekali). Terhadap semua variabel pertumbuhan yang diamati, perlakuan A0 (diairi normal 2 hari sekali) memberikan pengaruh yang terbaik, yang berbeda nyata dengan perlakuan A1 dan A2.
Tabel 4. Rekapitulasi hasil DMRT pengaruh ketersediaan air terhadap beberapa variabel pertumbuhan genotip jagung Sulawesi Tenggara
Ketersediaan Air A0 A1 A2
Keterangan.:
TT 60,58 a 49,91 b 37,07 c
Rata-rata 1, 2 DB 1,32 a 1,20 b 1,01 c
JD 11,52 a 10,97 b 10,27 c
PPD 36,64 a 33,32 a 27,08 b
Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata pada uji DMRT dengan taraf kepercayaan 95%. 2) TT: tinggi tanaman (cm); DB: diameter batang (cm); JD: jumlah daun (helai); dan PPD: panjang pucuk daun (cm).
1)
Semua jenis tanaman membutuhkan air untuk kelangsungan hidupnya mulai dari fase pertumbuhan sampai panen. Dalam jaringan tanaman secara fungsional air berperan sebagai pelarut pada proses fisiologis dan merupakan alat yang dapat membawa zat hara serta gas dari luar ke dalam jaringan tanaman yang akan digunakan dalam pertumbuhannya. Air tanah diserap oleh tanaman apabila gaya adhesi antara air dan partikel-partikel tanah lebih kecil dari pada daya serap akar. Jika kadar air tanah sedikit maka tanaman tidak dapat menggunakan air tanah sehingga dapat mengakibatkan tanaman menjadi layu. Air yang ada di dalam tanah dapat berkurang karena adanya penyerapan, perkolasi, dan diserap oleh tanaman. Apabila dalam jangka waktu tertentu tidak ada penambahan air, maka tanah akan mengering. Kondisi seperti ini dinamakan titik layu permanen (Najiyanti dan Danarti, 1993). Jagung membutuhkan banyak air terutama pada masa pembungaan dan pembuahan (Suprapto, 1991). Kekurangan air yang menyebabkan layunya daun selama satu atau dua hari pada saat pembungaan akan menurunkan hasil. Pada waktu pembentukan
malai dan tongkol juga merupakan saat yang kritis bagi tanaman jagung. Bila pada saat tersebut kekurangan air dapat mengakibatkan tongkol tidak berisi penuh (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Dengan terbatasnya ketersediaan air, seperti pada perlakuan A1 dan A2, maka pertumbuhan tanaman menjadi terhambat. Hal ini disebabkan karena jika kadar air tanah sedikit maka tanaman tidak dapat menggunakan air tanah sehingga dapat mengakibatkan tanaman menjadi layu. Keadaan demikian secara langsung maupun tidak langsung akan mengurangi proses fotosintesis, yang pada akhirnya menghambat pertumbuhan tanaman. Menurunnya aktivitas fotosintesis adalah sebagai akibat dari kurangnya suplai CO2 karena menutupnya stomata, padahal CO2 sangat diperlukan dalam proses fotosintesis. Akibat menutupnya stomata tanaman dapat mengurangi suplai karbondioksida pada tanaman jagung. Islami dkk. (1995) menyatakan bahwa cekaman air dapat mempengaruhi semua aspek pertumbuhan tanaman, terutama proses fisiologis dan biokimia tanaman serta
90
WIJAYANTO ET AL.
J. AGROTEKNOS
menyebabkan terjadinya modifikasi anatomi dan morfologi tanaman. Hasil DMRT yang disajikan pada Tabel 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara satu genotip dengan genotip lain dalam hal tinggi tanaman, diameter batang, dan panjang pucuk daun. Jagung G7 memiliki nilai tinggi tanaman dan panjang pucuk daun yang
tertinggi, namun dengan nilai diameter batang yang terkecil. Sebaliknya jagung Arjuna, yang merupakan varietas jagung unggul nasional, memiliki nilai tinggi tanaman dan panjang pucuk daun yang terkecil, demikian pula dengan nilai diameter batang yang agak kecil.
Tabel 5. Rekapitulasi hasil DMRT pengaruh genotip jagung Sulawesi Tenggara terhadap beberapa variabel pertumbuhan
Perlakuan Genotipe G1 G2 G3 G4 G5 G6 G7 G8 G9 Arjuna
Keterangan :
TT 46,22 bc 51,67 ab 47,33 abc 47,78 abc 49,28 abc 52,72 ab 54,14 a 51,33 ab 47,39 abc 44,00 c
Rata-rata1, 2 DB 1,29 a 1,20 ab 1,18 b 1,14 b 1,24 ab 1,20 ab 1,04 c 1,17 b 1,14 b 1,14 b
PPD 33,30 ab 31,58 abc 33,00 ab 28,64 bc 30,86 abc 32,69 ab 34,75 a 33,11 ab 30,94 abc 27,92 c
Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata pada uji DMRT dengan taraf kepercayaan 95%. 2) TT: tinggi tanaman (cm); DB: diameter batang (cm); dan PPD: panjang pucuk daun (cm). 1)
Perlakuan varietas jagung biasa (G7) berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 30 HST. Hal ini disebabkan karena varietas jagung biasa memiliki sifat-sifat genetis dengan keragaman yang lebih luas dan lebih unggul sehingga mampu beradaptasi dengan lingkungannya. Sifat-sifat genetis ini pula yang mempengaruhi ketahanannya terhadap faktor lingkungannya (Abdelmoneim, 2014). Hal ini sejalan dengan pendapat Subandi (1989) bahwa varieta jagung dapat digolongkan dan masing-masing varietas ini mempunyai keunggulan dibandingkan dengan yang lainnya. Sedangkan tinggi tanaman terendah terdapat pada varietas Arjuna dan tidak berbeda nyata dengan varietas G1, G3, G4, G5 dan G9. Hal ini disebabkan karena varietas tersebut daya adaptasinya rendah terhadap lingkungan serta adanya sifat-sifat genetik yang kurang baik. Pada hasil pengamatan tinggi tanaman memberikan hasil yang berbeda karena adanya perbedaan varietas. Perbedaan varietas menunjukkan pertumbuhan jagung yang berbeda.
Keragaman yang ada mencerminkan pula respon yang berbeda dari genotip-genotip jagung tersebut terhadap lingkungan tumbuh, akibat pengaruh faktor genetis ataupun lingkungan. Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan G1 memiliki perbedaan diameter batang yang nyata dengan perlakuan G2, G4 dan G5. Hal ini berarti terdapat perbedaan nilai genotip individu yang diuji. Menurut Yatim (1986), variasi yang terdapat pada suatu individu mahluk hidup sesungguhnya disebabkan oleh 2 faktor yakni faktor genetis dan lingkungan. Faktor genetis atau variasi genetis yang terdapat pada suatu individu tanaman menyebabkan adanya perbedaan jenis varietas tanaman. Rendahnya penampilan jagung Arjuna kemungkinan juga disebabkan karena varietas tersebut kurang cocok dengan lingkungan tumbuh setempat atau dengan kondisi kekurangan air yang diberikan, karena walaupun varietas ini merupakan varietas unggul, tetapi tidak dirakit untuk spesifik lokasi, apalagi untuk lokasi Sulawesi Tenggara.
Vol. 2 No.2, 2012
Respon Fase Pertumbuhan Beberapa Genotipe Jagung Lokal
91
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Perlakuan ketersediaan air dan genotip jagung berpengaruh nyata atau sangat nyata terhadap semua variabel pertumbuhan yang telah diamati (umur 30 hst), kecuali variabel jumlah daun. Namun interaksi antara kedua perlakuan tersebut berpengaruh tidak nyata terhadap semua variabel pertumbuhan. 2. Genotipe G7 (Gandu asal Konawe) dan G6 (Jagung biasa asal Abeli) cenderung memiliki tinggi tanaman dan panjang pucuk daun tertinggi (umur 30 hst) dibanding genotipe yang lainnya, sedangkan genotipe G1 (Barangka asal Buton) memiliki diameter batang terbesar. 3. Ketersediaan air yang kurang (perlakuan A1 dan A2), berpengaruh negatif menurunkan pertumbuhan tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, dan panjang pucuk daun (umur 30 hst)
Abdelmoneim, T.S., T. Mousa, and I. Abdelbagi, 2014. Increasing plant tolerance to drought stress. Life Science J. 11(1): 10-17. Amer, K.H., 2010. Corn response under different irrigation levels. Agric. Water Manage. 97: 1553-1563. Azizian, A., A.R. Sepaskhah, 2014. Maize response to water levels. Int. J. Of Plant Production 8(1): 131-162. Badan Pusat Statistik (BPS), 2010. Sulawesi Tenggara dalam Angka 2010. Badan Pusat Statistik, Kendari. Badan Pusat Statistik (BPS), 2012. Sulawesi Tenggara dalam Angka 2012. Badan Pusat Statistik, Kendari. Islami, Titiek, 1995. Hubungan Tanah, air dan Tanaman. IKIP Semarang. Press. Semarang. Jatoi, W.A., M. Baloch, and S. Gul, 2014. Heterosis for yield and traits in wheat under water stress conditions. J of An. & Plant Sci. 24(1): 252-261. Khan, A.S., Ullah, and S. Sadique, 2010. Genetic variability and correlation among traits of wheat under water stress. Int. J Agr. Biol. 12: 247-250 Najiyanti, S. dan Danarti, 1993. Petunjuk Mengairi dan Menyiram tanaman. Penebar Swadaya, Jakarta. Rashidi, M., and K. Seyfi, 2007. Effect of water stress on crop yield. Int J. Agric. Biol. 9:271-273. Rubazky, E.V. and Yamaguchi, M., 1998. Sayuran Dunia Jilid I. Terjemahan Heriston Catur, ITB Press, Bandung. Subandi, 1989. Perbaikan Varietas Jagung. Dalam Subandi M. Syam, dan A. Widjono. Jagung. BP3 Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Suprapto, H.S., 1991. Bertanam Jagung. Penebar Swadaya, Jakarta. Yatim, W., 1986. Genetika. Penerbit Tarsito. Bandung.