Protecting Structures from Fire Severity
Repairability of Fire-Damaged Structures Yoppy Soleman
Penilaian Kerusakan Struktur Beton Pemeriksaan visual pendahuluan struktur beton harus dibuat untuk menentukan bilamana timbul kerontokan (pengelupasan) lapisan selimut dan tingkat keparahannya. Sudut-sudut balok dan kolom biasanya mudah mengalami pengelupasan/kerontokan selimut tetapi seringnya langit-langit lantai juga rusak akibat pengelupasan selimut. Dampak yang disebutkan diatas tidak signifikan apabila kerusakan terbatas pada selimut luar dan tidak mencapai tulangan utama (longitudinal). Keterpaparan tulangan tambahan di dalam selimut beton kurang membahayakan, atau apabila hanya beberapa bidang-bidang kecil dalam langit-langit lantai yang dirusak. Bila terjadi pengelupasan/kerontokan yang luas dan kebakaran berlangsung cukup lama, elemenelemen struktur beton harus diuji secara hati-hati untuk menentukan pelemahan tulangan atau relaksasi kabel pratekan. Bersama-sama dengan pengelupasan selimut, suatu keretakan di dalam pelat-pelat, balok atau kolom adalah catatan penting. Retak akibat api di dalam daerah tarik tidak kritis tetapi retak tranversal pada permukaan lantai, retak horizontal pada balok-balok atau retak-retak geser pada kolom-kolom menandakan suatu reduksi dalam kapasitas daya dukung apabila strukturnya tidak runtuh. Perlu untuk menentukan tegangan sisa beton dan tulangan, dan untuk tujuan ini bisa menggunakan sejumlah teknik. Suatu prosedur terdiri dari menentukan pencapaian temperatur di dalam tipikal dan tegangan sisa yang berhubungan. Peneliti Bessey menemukan bahwa ketika beton dipanaskan suatu perubahan warna yang permanen timbul dan suatu estimasi temperatur pemanasan bisa dibuat. Warna abu-abu (grey) yang normal dari jenis semen Portland biasa (tipe I) berubah menjadi merah-muda muda/terang (light pink) pada temperatur ±3000C (±5720F), dan intensitas maksimum warna gelap dicapai pada temperatur maksimum ±6000C (±11120F) sebelum kemudian mulai berwarna terang, menjadi abu-abu keputihan (whitish grey) pada temperatur ±8000C (±14720F). Tabel 1. Hubungan intensitas warna beton yang terbakar dan perkiraan temperatur 0 - 3000C 300 – 6000C > 6000C Temp. 0 0 0 0 0 20 C ±300 C ±450 C ±600 C ±700 C ±8000C MerahMerahAbuAbu-abu Abu-abu Abumuda muda abu Keputihan tua abu muda tua Warna normal
Perubahan warna disebabkan oleh transformasi (ubah bentuk) senyawa besi, dalam bentuk tak-murni dalam pasir, menjadi ferro-oksida (FeO2, oksida besi). Intensitas warna bergantung pada tingkat ketidakmurnian dan perubahan warna tetap ditemukan sekalipun beton menggunakan aggregat murni pasir sungai yang tersusun dari batugamping. Concrete Society menggunakan indikator perubahan warna untuk menentukan layak tidaknya struktur beton digunakan kembali dengan mengusulkan bahwa apabila tidak ada perubahan yang timbul (Gbr. 1: Hubungan perubahan warnaFDF untuk beton padat/normal), tegangan sisa struktur beton tidak berupa secara 1
Repairability of Fire-Damaged Structures © Yoppy Soleman, 2005
Protecting Structures from Fire Severity
signifikan. Rasio tegangan nominal tersisa mereprentasikan tingkat kerusakan struktural (FDF = Fire Damage Factor). Untuk menentukan bilamana terjadi perubahan warna beton, maka suatu spesimen dari tipikal harus diambil. Tebal terdalam tipikal yang mengalami perubahan warna (dari normal abu-abu) boleh ditentukan sebagai batas isoterm 3000C. Relasi yang diberikan melalui ( G a m b a r 1 ) memetakan angka-angka rasio tegangan nominal yang aman/konservatif (berdasar perbandingan dengan literatur penelitian lainnya). Suatu contoh prosedur tak-langsung untuk menentukan tingkat kerusakan struktur ekivalen akibat kebakaran diberikan dalam contoh soal 1. Dapat dilihat bahwa metoda perubahan warna ini adalah suatu prosedur penentuan kerusakan struktur pasca-kebakaran yang paling murah dan cukup mudah.
Gambar 1. Hubungan perubahan warna (temperatur) - FDF untuk beton normal
Estimasi tegangan sisa berdasar grafik hubungan Warna – Temperatur T=1000C (indikator: abu-abu normal) FDF 98-91% T=2000C (indikator: abu-abu normal) FDF 94-81% T=2400C (indikator: abu-abu normal) FDF 90-74% T=2900C (indikator: abu-abu normal) FDF 81-69% T=3500C (indikator: merah-muda muda) FDF 73-61% T=4000C (indikator: merah-muda muda) FDF 58-51% T=5000C (indikator: merah-muda muda) FDF 31-30% T=6100C (indikator: abu-abu keputihan) FDF 17% Kurva ( G a m b a r 1 ) memang mudah digunakan, akan tetapi memberikan rentang FDF yang cukup besar. Semakin tinggi capaian temperatur di dalam tipikal maka estimasi grafik tersebut semakin valid (karena semakin kecil rentang FDF). Estimasi yang memiliki error cukup besar berada dalam rentang 100-3500C.
2
Repairability of Fire-Damaged Structures © Yoppy Soleman, 2005
Protecting Structures from Fire Severity
Contoh Soal 1_Menentukan tegangan sisa ekivalen dengan gabungan prosedur2: Hitunglah kapasitas tahanan momen izin pasca-kebakaran, MRF, suatu balok yang merupakan suatu bagian dari struktur portal dengan tipikal b = 300 mm, d = 475 mm, d’ = 65 mm, h = 540 mm, dan data-data lainnya yang diberikan dibawah. wL = 55 kN/m
L = 7.0 meter Gambar 2. Struktur Portal yang mengalami perubahan warna akibat kebakaran
Data Material: (a) Tegangan luluh tulangan, fy = 350 MPa (b) Tegangan tekan beton silinder 28 days, fc’ = 25 MPa (beton normal) Data Tulangan: (a) Tulangan tarik terpasang, As = 5 28 mm (b) Tulangan tekan terpasang, As’ = 3 28 mm. 300 mm
Investigasi pasca-kebakaran
As’ = 3 28 d’ = 65 mm d = 478 mm h = 540 mm
Data observasi struktural dan forensik pendukung: Balok, L = 7.0 meter Warna permukaan = 30% abu-abu, dan 70% merah-muda muda Kaca polos 5 mm (lapis meja tulis) Kondisi : normal/stabil (T < 6000C) Timah (segel amplof) Kondisi : meleleh/mencair (T > 3000C)
Resume Pemeriksaan: (1) Temperatur maksimal < 6000C As = 5 28 (2) Temperatur minimal > 3000C (3) Pencapaian temperatur berdasarkan observasi Gambar 3. Tipikal balok, susunan warna permukaan balok dan spesimen. Penulangan dan 300 < T ≤ 400 Tebal zona isoterm 0 T ditentukan sebesar 350 C. (± 7.5 cm) (4) Rasio Kapasitas Nominal Tersisa yang diestimasi berdasarkan FDF A. P e r h i t u n g a n K a p a s i t a s M o m e n B a l o k P r a - K e b=a61 k a–r 73% an (5) FDF ditentukan sebesar 61% (batas bawah)
3
Repairability of Fire-Damaged Structures © Yoppy Soleman, 2005
Protecting Structures from Fire Severity
Gambar 4. Diagram tegangan-regangan balok bertulangan rangkap
Tabel 2. Hasil Perhitungan Kapasitas Momen Pra-Kebakaran
ND1 = 0.85.fc'.a.b. Cond. 1 or 2
ND2 = As'.fs'.
ND =
0.85.fc'.a.b + As'.fs'. Cond. 1 or 2:
NT = As.fy. Kontrol:
IF ND = NT Cond. 1 or 2: ==> OK!
Mn2 = Mn1 = ND2.z2 ND1.z1 = = ND1.(dND2.(da/2) d')
Mn =
MR =
Mn1 + Mn2
0.80.Mn
kN
kN
kN
kN
kN.m
kN.m
kN.m
kN.m
595.0
482.5
1077.6
1077.6
256.7
200.7
457.4
365.91
Dari tabel 2 bisa dilihat kapasitas tahanan momen teoretik pra-kebakaran, MN = 457.4 kNm, dan kapasitas tahanan momen izin, MR = 365.91 kNm.
B. P e r h i t u n g a n K a p a s i t a s M o m e n B a l o k P a s c a - K e b a k a r a n B.1. Reduksi tegangan kompresif beton, fc’ Untuk meningkatkan validitas estimasi tegangan kompresif beton sisa fc’R maka perlu meninjau/membandingkan pendekatan berdasar perubahan warna ( G a m b a r 1 ) dengan data-data penelitian lainnya, sbb:
Kurva rectilinear hubungan temperatur-reduksi tegangan kompresif dalam Chap. 8 akan digunakan sebagai prosedur kedua. Apabila merujuk ( G a m b a r 5 ) maka untuk beton berkepadatan normal, pada temperatur 4000C dapat ditarik garis vertikal ke kurva rectilinear untuk memperoleh nilai aproksimasi faktor reduksi kekuatan kompresifr beton sebesar 0.75, atau,
f cu 0 . 75 f cT 0
4
Repairability of Fire-Damaged Structures © Yoppy Soleman, 2005
Protecting Structures from Fire Severity
Gambar 5. Hubungan temperatur – faktor reduksi tegangan kompresif untuk beton kepadatan normal (wc ≥ 23.544 kN/m3)
Suatu faktor sebesar 0.75 yang diperoleh melalui prosedur ini berarti bahwa FDF yang ditentukan berdasar observasi visual perubahan warna (data penelitian pertama) yang besarnya 61% terlalu konservatif (aman). Kita melanjutkan dengan data penelitian ketiga (prosedur 3) Kurva hubungan temperatur-persentase tegangan kompresif sisa yang dihasilkan oleh 4 peneliti (Malhotra, Waubke, Abrams, Schneider). Apabila merujuk ( G a m b a r 6 ) maka untuk beton berkepadatan normal, pada temperatur 4000C dapat ditarik garis vertikal ke kurva rectilinear untuk memperoleh nilai aproksimasi faktor reduksi kekuatan kompresif yang masing-masing sebesar,
f cu 0 . 62 Malhotra f cT 0
f cu 0 . 70 Waubke f cT 0 f cu 0 . 88 Abrams f cT 0
f cu 0 . 86 Schneider f cT 0 Faktor reduksi yang diperoleh dari kurva penelitian Malhotra (62%) praktis sama dengan batas bawah FDF (61%). Sedangkan hasil-hasil penelitian 3 peneliti lainnya, faktor reduksi kekuatan kompresif jauh lebih kecil. Maka tetap dapat disimpulkan bahwa FDF yang ditentukan berdasarkan observasi visual perubahan warna sangat konservatif (aman). Kita melanjutkan dengan data-data penelitian keempat. Beberapa peneliti juga memberikan angka reduksi yang lebih rendah, yaitu: (1) A. Partowiyatno: FDF 80% pada temperatur 4000C (2) Crozier, Sanjayan, Lie FDF 65.8% pada temperatur 4000C
5
Repairability of Fire-Damaged Structures © Yoppy Soleman, 2005
Protecting Structures from Fire Severity
Gambar 6. Hubungan temperatur – persentase tegangan kompresif dari 4 peneliti.
Setelah memeriksa beberapa data penelitian yang diberikan di atas maka kita bisa menyimpulkan bahwa estimasi tegangan kompresif beton tersisa (compressive residual strength) berdasarkan FDF sebesar 61% adalah valid dan relevan. Maka: -----------------------------------------------------------Tegangan kompresif beton pasca-kebakaran: fc’R = 0.61 (25) = 15.25 MPa -----------------------------------------------------------B.2. Reduksi tegangan leleh baja tulangan, fy Bagian tarik dari tipikal beton bertulang dihasilkan oleh kekuatan tarik baja tulangan dan perlekatannya dalam massa beton. Akan tetapi walaupun aliran panas (konduktif) yang menerobos tipikal beton bertulang memiliki isoterm yang sama untuk massa beton dan batang-batang tulangan baja, efek pemanasan terhadap kehilangan kekuatan pada kedua material tersebut berbeda. Harus diingat bahwa perbedaan karakteristik diantara keduanya. Massa beton (yang berkualitas baik) boleh dikatakan tidak mengalami pelumeran, tetapi mengalami pengelupasan, kerontokan atau keretakan pada temperatur diatas 8000C. Pada temperatur tersebut, kuat tekan kompresif beton hanya tinggal ±20% (Gbr. 6). Sebaliknya baja tulangan, karena memiliki titik leleh/lumer (melting point) yang jelas, yaitu 14600C, maka lewat dari temperatur tersebut baja tulangan segera lumer. Berdasarkan observasi visual warna spesimen (Gambar 3) dapat dipastikan bahwa temperatur minimal 3500C telah menerobos lapisan beton setebal ±8 cm, dengan demikian mengindikasikan capaian temperatur tulangan baja yang setara. Untuk menentukan kehilangan tegangan tarik tulangan baja dapat menggunakan rumus atau plot grafik ( G a m b a r 7 ) . Rumus hubungan temperatur-tegangan leleh (SNI 03-1729-2002, pasal 14.4.1) dan hubungan 6
Repairability of Fire-Damaged Structures © Yoppy Soleman, 2005
Protecting Structures from Fire Severity
temperatur modulus elastisitas (SNI 03-1729-2002, pasal 14.4.2). Hubungan kenaikan temperatur dan tegangan luluh dinyatakan sebagai:
fy (T ) 905 T fy ( 30 ) 690 dimana:
untuk
215 0 C T 905 0 C
fy (T ) = tegangan luluh pada temperatur T (0C) fy (30) = tegangan luluh pada temperatur 300C = 350 MPa T = temperatur baja yang terjadi (0C) = 3500C
Hubungan kenaikan temperatur dan modulus elastis bahan baja dinyatakan sebagai:
E (T ) T 0 0 1 .0 untuk 0 C T 600 C E ( 30 ) T 2000 ln 1100 dimana: E (T ) = modulus elastis baja pada T (0C) E (30) = modulus elastis baja pada 300C = 2x105 MPa. Plot grafik kedua rumus ini diberikan dalam (Gambar 7).
Gambar 7. Grafik hubungan temperatur – rasio tegangan luluh baja tulangan berdasarkan SNI 03-1729-2002.
Selanjutnya hubungan kenaikan temperatur dan penurunan tegangan luluh tulangan baja akan dibandingkan dengan data hasil penelitian Malhotra (Gambar 8).
7
Repairability of Fire-Damaged Structures © Yoppy Soleman, 2005
Protecting Structures from Fire Severity
Gambar 8. Grafik hubungan temperatur – rasio tegangan luluh baja dan kabel pratekan dari penelitian Malhotra.
Aproksimasi grafik untuk rasio tegangan luluh sisa masing-masing sebesar 0.80 (menggunakan grafik SNI) dan 0.83 (menggunakan grafik hasil penelitian Malhotra). Dan, karena pada prinsipnya kita perlu menggunakan estimasi yang lebih aman maka digunakan estimasi SNI yang sedikit lebih rendah. -------------------------------------------------------------------------------------------------Tegangan luluh tulangan baja pasca-kebakaran:
fy ( 350 )
( 905 350 ) fy ( 30 ) 281 . 52 MPa 690
≈ 0.80 (350)
Modulus elastisitas baja pasca-kebakaran: 350 5 5 E ( 350 ) 1 . 0 2 x10 169436 MPa 0.847 ( 2 x10 ) 350 2000 ln 1100 ---------------------------------------------------------------------------------------------------
Tabel 3. a. Perhitungan Kapasitas Momen Pasca-Kebakaran
d = h - d' = 40 Diameter Diameter Tebal Lebar Tinggi Tulangan Tulangan Selimut (s+1/2. + S + Balok, b Balok, h Tarik, D Geser, S Beton, s D+S) 1/2.D'
fc'
fy
mm
mm
mm
mm
mm
mm
mm
MPa
MPa
300
540
28
8
40
478.0
62.0
15.25
281.52
8
Repairability of Fire-Damaged Structures © Yoppy Soleman, 2005
Protecting Structures from Fire Severity
Tabel 3.b. Lanjutan Perhitungan
Es = 0.847x2x10 Ec = 5 MPa = 4700.fc'0.5 169436 Mpa MPa
MPa
169436
18354
Diameter Diameter Tulangan Luas Luas ns ns' Tulangan =Jumlah Tekan =Jumlah Tulangan Tulangan Tarik atau Batang atau Tarik Tekan Batang Tulangan Tulangan Tulangan Tulangan Terpasang Terpasang negatif, Tarik Tekan As As' Positif, D D' mm mm mm 2 mm 2 28
5
28
3
3078.8
1847.3
Tabel 3.c. Lanjutan Perhitungan
ND1 = 0.85.fc'.a. b. Cond. 1 or 2
ND2 = As'.fs'. Cond. 1 or 2:
ND =
NT = As.fy.
0.85.fc'.a.b Kontrol: + As'.fs'. IF ND = NT ==> Cond. 1 or 2: OK!
Mn1 = Mn2 = ND1.z1 = ND2.z2 = ND1.(d- ND2.(da/2) d')
Mn =
MR =
Mn1 + Mn2
0.80.Mn
kN
kN
kN
kN
kN.m
kN.m
kN.m
kN.m
404.0
462.7
866.7
866.7
172.1
192.5
364.6
291.7
Kapasitas tahanan momen teoretik pasca-kebakaran: MNF = 364.6 kNm Kapasitas tahanan momen izin pasca-kebakaran: MRF = 291.7 kNm ≈ 0.797 MR Hasil estimasi/penilaian tingkat kerusakan struktur pasca-kebakaran berdasarkan observasi visual perubahan warna spesimen. -------------------------------------------------------------------
R e d u k s i k a p a s i t a s t a h a n a n m om e n b a l o k s e b e s a r 2 0 . 3 %. -------------------------------------------------------------------------------
Prosedur 2 Hasil perhitungan estimasi/taksiran yang tersebut ini akan dibandingkan dengan teknik berikutnya yang tidak konservatif karena menggunakan isoterm distribusi temperatur berdasarkan ketebalan (jarak) lapisan terluar ke suatu titik tertentu di dalam tipikal ( G a m b a r 9 ) . Berdasarkan observasi warna permukaan (merah-muda muda) dapat ditegakkan estimasi temperatur maksimum ±4000C. Menggunakan skema distribusi isoterm untuk balok dengan ½ lebar balok b (Gambar 9)
9
Repairability of Fire-Damaged Structures © Yoppy Soleman, 2005
Protecting Structures from Fire Severity
Batang tulangan
Gambar 9. Isoterm distribusi temperatur pada tipikal balok persegi, b = 300 mm.
Dalam pemeriksaan pasca-kebakaran balok dan pelat, daerah tarik adalah bagian yang hampir pasti akan mengalami kerusakan lebih dulu, sedangkan daerah tekan akan tetap mempertahankan sebagian besar kekuatannya. Dalam konstruksi menerus, bagian tekan juga bisa terpapar panas langsung dan perlu diperiksa dengan cermat. Untuk kolom-kolom beton, sisi-sisi luar akan menderita kerusakan lebih besar sehingga mengurangi kapasitas kompresif kolom. Dalam penaksiran kekuatan sisa pascakebakaran, pengambilan/pemotongan inti balok dan kolom kadang-kadang perlu dilakukan, yang sekaligus digunakan untuk observasi perubahan warna.
Teknik/Prosedur Pengujian Kekuatan Menggunakan Instrumen Metoda-metoda penaksiran kekuatan struktur beton bertulang pasca-kebakaran dengan alat-alat yang umum digunakan dalam uji beton adalah sebagai berikut: A. N o n - D e s t r u c t i v e T e s t 1. Tes PUNDIT (=Portable Ultrasonic Non-Destructive Digital Indicating Tester) Suatu metoda gelombang suara yang terdiri dari trasmitter dan transducer. Prinsipnya adalah menghitung kecepatan perambatan gelombang dalam elemen beton sehingga karakteristik material dapat dievaluasi, yaitu: Uniformitas massa beton dan rasio poisson Keretakan Rongga/Lubang
Gambar 10.a. PUNDIT-6
Gambar 10.b. PUNDIT Plus
10
Repairability of Fire-Damaged Structures © Yoppy Soleman, 2005
Protecting Structures from Fire Severity
Gambar 10.c. Jenis-jenis tranduser PUNDIT
2. Concrete Test Hammer (Palu Uji Beton) Instrumen (digital atau manual) yang dengan suatu aplikasi cepat (langsung) dapat menentukan kuat kompresif beton. Kekuatan beton akan langsung diketahui berdasar bacaan angka pantulan instrumen.
Gambar 11.b. Palu Uji Beton (digital) Gambar 11.a. Palu Uji Beton (Schmidt Hammer Test, manual)
3. Uji Termoluminesans Pengujian ini mengambil sedikit sampel mortar semen dari spesimen untuk menentukan pencapaian temperatur pada sampel. Dasar kimiawi teknik ini adalah adanya perubahan progresif struktur mineral silica karena temperatur tinggi. A. De s t r u c t i v e T e s t / M e c h a n i c T e s t 1. Pengeboran inti beton (concrete core drilling) 2. Uji kuat tarik tulangan baja
Beberapa Catatan tentang Beton Pratekan Dalam hal kabel pratekan atau tendon, ada 2 pokok penting harus ditentukan: (1) Kabel pratekan mengalami kehilangan kekuatan yang lebih besar akibat kenaikan temperatur dari tulangan beton bertulang biasa (Chap. 6) (2) Proses relaksasi kabel pratekan bisa menimbulkan deformasi permanen dan berakibat pada kehilangan gaya pratekan. 11
Repairability of Fire-Damaged Structures © Yoppy Soleman, 2005
Protecting Structures from Fire Severity
Karena itu, estimasi temperatur pada tendon dan kabel pratekan merupakan sesuatu yang sangat penting. Suatu estimasi tegangan ultimit sisa dan batas proporsional tegangan-regangan diperlukan untuk menentukan kemampuan struktur apabila akan digunakan kembali.
Menentukan Tingkat Kerusakan dan Prosedur Perbaikan Klasifikasi Kerusakan Berdasar observasi, estimasi, penaksiran dan atau pengujian seperti yang dijelaskan sebelumnya, Concrete Society (ref: Malhotra) mengklasifikasikan tingkat kerusakan beton bertulang/pratekan dalam 4 strata, sbb: Class 1 -- Kerusakan permukaan yang ringan, tidak memerlukan perbaikan serius Class 2 -- Kerusakan lapis permukaan sedang dengan tanpa atau hanya sedikit mempengaruhi kekuatan struktural Class 3 -- Kerusakan yang substansial, memerlukan perbaikan dan penggantian parsial. Class 4 -- Kerusakan berat, sangat memerlukan penggantian dan perbaikan Klasifikasi kerusakan beton yang sedemikian ini kurang jelas sebab tidak mendefinisikan seperti apa tepatnya bentuk atau karakteristik yang dimaksud. Maka klasifikasi tingkat kerusakan pada elemen-elemen beton dikembangkan menjadi 5 level, sbb:
Class 1 -Class 2 -Class 3 -Class 4 -Class 5 --
Retak-retak halus/minor Keretakan Pengelupasan lapisan/selimut beton (spalling) Kerontokan Kerusakan Tulangan
Teknik Perbaikan Metoda perbaikan elemen-elemen beton pasca-kebakaran menggunakan teknik atau prosedur yang umum dan pada prinsipnya serupa dengan perbaikan kerusakan beton oleh faktor-faktor lainnya (seperti gempa, proses fatique, pengaruh kelembaban, dsb.nya). Maka beberapa prosedur perbaikan yang dihubungkan dengan derajat kerusakan dapat diberikan sbb: Tabel 4. Ringkasan Teknik2 Perbaikan Elemen Beton Pasca-Kebakaran
Level Kerusakan Class 1
Deskripsi Teknik Perbaikan
Prosedur
Material yang digunakan
Perbaikan kosmetik dengan P1 Semen portland, material penyelesaian Gypsum, Tamcrete 30HB, Semprotan Class 2 Injeksi Epoxy P1 + P2 gunite*, Injeksi Epoxy, Menambal bidang yang P1 + P2 + Class 3 Semen Latex terkelupas P3 (Quickcrete) Membuang dan mengganti P1 + P2 + Class 4 bagian yang rusak P3 + P4 Mengeluarkan, mengganti P1 + P2 + Class 5 tulangan atau menambah P3 + P4 + tulangan baru (retrofit) P5 * (Aplikasi dari pasir kering+ PC+air yang disemprot menggunakan kompresor)
12
Repairability of Fire-Damaged Structures © Yoppy Soleman, 2005
Protecting Structures from Fire Severity
Beberapa material perbaikan yang direkomendasikan diatas dapat diberikan disini: Tamcrete 30B – Lightweight cementious mortar Informasi Teknis
Epoxy Resin Injection (Polyurethane elastometric foam)
Gambar 12.a. Kit Injeksi Epoksi
Gambar 12.b. Dispenser
Untuk penanggulangan class kerusakan 5 yaitu penggantian tulangan dan penambahan tulangan baru (retrofitting) bisa dikerjakan seperti skema dibawah ini:
Gambar 13. Retrofitting (perkuatan) tipikal dengan pembesaran dimensi dan penambahan tulangan.
13
Repairability of Fire-Damaged Structures © Yoppy Soleman, 2005
Protecting Structures from Fire Severity
Penilaian Kerusakan Struktur Baja Pada dasarnya, seperti halnya beton, kekuatan baja akan berkurang dengan kenaikan temperatur. Tetapi konstruksi baja lebih mempunyai batas kekuatan yang jelas karena merupakan material fabrikasi yang uniform, sedang beton bertulang harus selalu dianalisis sebagai aksi komposit. Secara umum ada 2 tipe struktur baja yang perlu dipertimbangkan dalam perbaikan pasca-kebakaran, sbb: 1. Konstruksi pabrik berlantai satu 2. Konstruksi portal baja Pasca kebakaran, konstruksi pabrik berlantai satu biasanya memberi petunjuk terjadinya kerusakan hebat. Atap mengalami kerusakan, rangka purlin terpuntir, dan rusuk-rusuk seringkali telah terlepas. Dalam kebakaran hebat, seluruh kerangka mungkin telah mengalami distorsi. Tipe konstruksi portal berlantai banyak yang dipergunakan untuk gedung sekolah dan bangunan rakitan dan yang menggunakan konstruksi proteksi langit-langit dapat mencegah rusaknya kerangka baja sehingga hanya mengalami kerusakan minimal. Konstruksi portal berlantai banyak juga mampu bertahan dalam kebakaran. Dalam konstruksi bangunan portal baja, biasa menggunakan tipikal baja lunak yang digulung, tetapi sekarang pilihannya adalah menggunakan material baja lunak (Grade 43A) dan baja paduan (Grade 50B). Peneliti Smith telah menguji karakteristik baja-baja tersebut dan menunjukkan bahwa apabila dipanaskan sampai 5000C, reduksi kekuatan tidak kurang dari tegangan aplikasi, dan modulus elastisitasnya tidak berkurang hingga lebih dari 6000C. Konsekuensinya, apabila tipikal baja telah diproteksi sedemikian rupa maka tidaklah mungkin terjadi kegagalan pada temperatur 5500C. Uji tipikal balok yang diproteksi dari Grade 43A dan 50B menunjukkanj bahwa pada saat mengalami kegagalan, temperatur flens boleh mencapai 7000C, sedangkan untuk baja tak diproteksi temperatur mencapai kira-kira 6500C sebelum mengalami kegagalan. Temperatur kegagalan yang lebih rendah dari baja tanpa proteksi mungkin berhubungan dengan tingkat pemanasan yang lebih cepat, sebagaimana ditunjukkan pada Bab 6. Uji tegangan sisa menunjukkan bahwa dalam kedua kasus, apabila tidak terjadi kegagalan atau ketidakstabilan, maka pada saat pendinginan menuju kondisi semula, struktur akan memperoleh kembali sebagian besar kekuatannya (Gambar 14). Beberapa bangunan tua mungkin menggunakan kolom-kolom dari besi tempa. Pengujian menunjukkan bahwa kekuatan baja tuang akan berkurang menjadi 50% pada kira-kira 6000C, sesudah itu kehilangan kekuatan terjadi lebih cepat daripada baja lunak. Peneliti Smith juga sudah menguji tipikal baja dari bangunan-bangunan pascakebakaran dan mendapatkan beberapa data dalam Tabel 5. Tabel 5. Tegangan sisa (N/mm2 = MPa) baja lunak (kadar karbon 0.15-0.29%)
Referensi Data Kebakaran A Kebakaran B Tes Bakar
Kekuatan Aktual Luluh (MPa) 242 - 307 235 - 258 262 - 382
Tarik (MPa) 444 - 469 359 - 422 396 - 478
Kekuatan yang Dispesifikasikan Luluh (MPa) Tarik (MPa) 247 432 - 510 247 432 - 510 255 430 - 510
Jelas sekali dari contoh yang diberikan ini bahwa dalam banyak kasus, hanya sedikit bukti tentang adanya kehilangan kekuatan permanen dari struktur baja yang tidak gagal dalam kebakaran. Ketegaran struktur memberi pengaruh signifikan terhadap deformasi selama kebakaran. Bila suatu tipikal baja ditahan sempurna, suatu ekspansi yang timbul 14
Repairability of Fire-Damaged Structures © Yoppy Soleman, 2005
Protecting Structures from Fire Severity
dari temperatur 1000C bisa menyebabkan tegangan yang cukup tinggi dalam tipikal sehingga luluh. Jadi, dalam praktek struktur memiliki suatu tingkat fleksibilitas dan bahkan sekalipun perletakkan jepit digunakan, tidak diperbolehkan suatu tingkat kekangan yang lebih dari 50 - 60%. Deformasi tipikal akan menyebabkan suatu reduksi pada tegangan-tegangan yang ditimbulkan oleh temperatur.
Gambar 14. Hubungan angka kekerasan Brinnel dengan kekuatan baja
Tidak ada metoda observasi visual untuk menentukan bilamana suatu tipikal pascakebakaran telah kehilangan kekuatannya. Suatu metoda non-destruktif yang sederhana dapat dipakai menggunakan teknik identasi yang biasanya diterapkan untuk menentukan tingkat kekerasan. Instrumen jinjing bisa digunakan untuk mendapatkan angka kekerasan Brinnel yang mempunyai hubungan langsung dengan kekuatan tarik baja (Gambar 14). Juga terdapat hubungan langsung antara tegangan tarik dan tegangan luluh untuk setiap tipe baja, dengan demikian adalah mungkin untuk menentukan tegangan luluh berdasarkan angka kekerasan Brinnel. Struktur yang rusak sebagian membutuhkan pengujian yang lebih cermat sebelum suatu keputusan dibuat apakah suatu elemen tetap dipertahankan atau perlu diganti. Apabila suatu elemen terdistorsi, misalnya terdistorsi dalam besaran yang tidak signifikan 1 (dalam kisaran L ), maka elemen demikian bisa digunakan kembali. Bila defleksi 360 melebihi batas ini maka masih mungkin memperkuat. Selanjutnya, temperatur yang telah dicapai dalam suatu tipikal harus diestimasi. Bila temperatur tidak melebihi 6000C, maka boleh diasumsikan bahwa tidak ada kehilangan tegangan yang signifikan. Untuk
15
Repairability of Fire-Damaged Structures © Yoppy Soleman, 2005
Protecting Structures from Fire Severity
elemen-elemen yang dilapis, apabila pelapis tetap berada dalam posisinya maka tidaklah mungkin temperatur telah melampaui 6000C. Apabila tidak dimungkinkan mengestimasi temperatur baja maka perlu menggunakan uji mekanik. Bisa menggunakan tes kekerasan Brinnel dengan instrumen jinjing atau dengan suatu potongan kecil tipikal dalam pengujian laboratorium.
Teknik/Prosedur Pengujian Kekuatan Menggunakan Instrumen Metoda-metoda penaksiran kekuatan struktur baja pasca-kebakaran dengan alat-alat yang umum digunakan dalam pengujian metal adalah sebagai berikut: A. D e s t r u c t i v e T e s t 1. Tes Kekerasan Brinell (Brinell Hammer Test) Suatu metoda penumbukan (mekanik) untuk mengetahui tingkat kekerasan makro (macro hardness) suatu material dengan cara mengukur kedalaman penetrasi pelekuk (indenter). Setelah menumbukkan ujung instrumen Brinell (terbuat dari suatu bentuk bulat dari baja yang diperkeras atau intan, Vickers Hardness) ke dalam suatu material, kedalaman lekukan atau diameter diukur dan angka kekerasan Brinell dihitung berdasar formula:
BHN
P Dt
dimana: BHN = Brinell Hardness Number (angka kekerasan Brinell) P = Gaya/beban aplikasi (kgf=N) D = diameter pelekuk/indenter (mm) t = kedalaman lekukan (mm)
Alat uji tipikal menggunakan bola baja diameter 10 mm sebagai pelekuk (indenter) dengan aplikasi gaya sebesar 3000 kgf (29 kN). Untuk material yang lebih lunak digunakan gaya yang lebih kecil dan untuk material yang lebih keras digunakan bola tungsten carbide.
Gambar 15.a. Skema Pengujian
Gambar 15.b. Brinell Portable Unit
Beberapa nilai-nilai tipikal angka kekerasan Brinell diberikan dalam Tabel 6.
16
Repairability of Fire-Damaged Structures © Yoppy Soleman, 2005
Protecting Structures from Fire Severity
Tabel 6. Nilai karakteristik BHN (Brinell Hardness Number) dan Kekerasan Vickers HV dari beberapa material. Untuk Tungsten Carbide, Titanium Carbide, Intan dan Pasir menggunakan skala Vickers HV (indenter dari intan berbentuk piramida)
Spesifikasi Pelekuk dan Gaya Indenter/ pelekuk Gaya Aplikasi (kgf) Kayu lunak (pinus) Bola baja 10 mm 100 Kayu keras Bola baja 10 mm 100 Aluminium murni Bola baja 10 mm 3000 Tembaga murni Bola baja 10 mm 3000 Baja lunak Bola baja 10 mm 3000 304 Stainless Stell Bola baja 10 mm 3000 Kaca Bola baja 10 mm 3000 Alat-alat Baja yang Bola baja 10 mm 3000 diperkeras Pelat Chromium Bola baja 10 mm 3000 keras Tungsten Carbide Intan piramida Titanium Carbide Intan piramida Intan Intan piramida Pasir Intan piramida * Angka kekerasan Vickers Material
BHN (angka kekerasan Brinell) 1.6 2.6 – 7.0 15 35 120 250 550 650 - 700 1000 1400* 2400* 8000* 1000*
Untuk material yang lebih keras dari pelat chromium maka harus menggunakan Pengujian Vickers menggunakan indenter (pelekuk) dari intan berbentuk piramida. Berdasarkan prinsip bahwa goresan/lekukan yang dihasilkan pelekuk secara geometrik serupa dengan beban. Maka pembebanan yang bervariasi yang bergantung kekerasan material digunakan. Formula:
HV 1 . 854
F D2
dimana: HV = Vickers Hardness (kekerasan Vickers) P = Gaya/beban aplikasi (kgf=N) D = ukuran diagonal goresan/lekukan yang dihasilkan indenter/pelekuk (mm)
2. Uji Kuat tarik mekanik
Penilaian Kerusakan Dinding-Batu Dinding batu biasanya dirangkai dengan struktur beton, baja atau kayu. Konstruksi dinding-batu biasanya tahan terhadap paparan panas (apabila mempunyai ketebalan yang cukup, misalnya min. 30 cm dan menggunakan aggregat batu gamping) tanpa mengalami banyak kerugian. Masalah timbul apabila elemen lainnya, khususnya balok dan slab,mengalami ekspansi. Suatu profil baja dengan panjang 20 meter bisa mengalami ekspansi sebanyak 150 mm apabila temperatur mencapai 5000C. Hal ini bisa menyebabkan deformasi dinding batu terhadap apa yang didukungnya, dan sebagai konsekuensinya terbentuk lubang-lubang pada dinding atau dinding mengalami pergeseran. 17
Repairability of Fire-Damaged Structures © Yoppy Soleman, 2005
Protecting Structures from Fire Severity
Apabila dinding batu tidak gagal/runtuh dalam peristiwa kebakaran, tidak terjadi deformasi yang signifikan dan hanya terjadi retak-retak kecil, maka dapat digunakan kembali. Apabila terjadi deformasi signifikan atau retak hebat maka tidak ada alternatif selain menghancurkan dan menggantinya. ---
Referensi :
H. L. Malhotra (Fire Resistant Structures) Laura Lowes (University of Washington) Syntheses and Review of Past Practice and Work Fire Resistance of Concrete Homes Tamcrete 30HB Lightweight Cementious Material Master Thesis: Irma Aswani, Y.S. Tikupasang
18
Repairability of Fire-Damaged Structures © Yoppy Soleman, 2005