Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
RELEVANSI ALIRAN UTILITARIANISME, LIBERALISME, LIBERTALIANISME, DAN KOMUNITARIANISME DALAM ISLAM
Ishak Hariyanto
Fakultas Dakwah dan Komunikasi Institut Agama Islam Negeri IAIN Mataram Email:
[email protected] Abstrak Etika merupakan aturan bagi umat manusia, karena etika berbicara bagaimana seharusnya manusia itu hidup. Akan tetapi dalam etika juga terdapat beberapa aliran, diantara aliran-aliran tersebut adalah utilitarianisme, liberalisme, libertalianisme dan komunitarianisme. Aliran utilitarianisme berpandangan kebaikan merupakan kebahagiaan tertinggi dan rasa sakit jahat, dan juga harus mengedepankan prinsip manfaat yang paling besar bagi sebanyak mungkin anggota masyarakat. Liberalisme mengatakan kebebasan itu tidak dapat dikorbankan untuk nilai yang lain, seperti-nilai ekonomi, sosial dan politik, maka cara pemaksimalan itu harus adanya hukum yang mengatur, karena adanya hukum itu bukan untuk membebaskan ataupun untuk membatasi individu, melainkan hukum itu ada untuk memperluas dan memelihara kebebasan. Libertalisme memandang bahwa kebebasan itu menjadi hak individu dan kebebasan merupakan satu bentuk properti privat, tidak seorang pun yang dapat merampas dan mencabutnya. Komunitarianisme berpandangan individuindividu itu memiliki ketergantungan dan keterikatan pada komunitasnya, dengan kata lain komunitarianisme mengutamakan nilai-nilai yang ada di dalam komunitas dan menolak permasalahan individualisme, hedonisme dan liberalisme. Kata Kunci: Utilitarianisme, Liberalisme, Libertalianisme, Komunitarianisme, Islam.
30
Relevansi Aliran Utilitarianisme, Liberalisme...
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
A. Pendahuluan Politik merupakan puncak ke sosialan manusia dan kesosialan adalah ciri yang khas bagi manusia. Karenanya, manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan antara satu sama lain. Sosial bagi Aristoteles tidak hanya sekedar bekerjasama antara satu sama lain, akan tetapi lebih daripada itu. Bekerja sama menandakan manusia memiliki hakikat, karena itu untuk menjadi bahagia manusia perlu membuat nyata hakekat sosialnya. Filsafat sosial dan politik adalah suatu cabang ilmu yang memiliki hubungan yang sangat erat dan bahkan berkaitan juga dengan permasalahan etika. Dalam filsafat sosial membahas bagaimana mempelajari persoalan sosial kemasyarakatan secara kritis, radikal serta komprehensif. Sedangkan dalam filsafat politik bagaimana cara manusia menemukan serta mencari problem solving dalam hidup bermasyarakat.1 Manusia sebagai anggota masya rakat hanya bisa menjalankan hidupnya secara bersama, dalam berpikir, berefleksi dan bertindak. Maka dari itu, bagi Aristoteles
manusia sebagai mahluk sosial harus terlibat dalam urusan masyarakat, karena mau tidak mau manusia harus terjun ke masyarakat untuk memikul tanggungjawab demi kemajuan masyarakat.2 Kesosialan manusia itu terletak ketika dia saling membutuhkan satu sama lain. Manusia adalah makhluk eksentris, karena relasi manusia itu ada sehingga aku menjadi aku berkat relasi dengan kamu. Aku dipanggil untuk menjadi sesama untukmu.3Akan tetapi, dalam diri manusia sesungguhnya terdapat nilainilai yang paradoks, sehingga kadangkadang manusia sebagai makhluk sosial menjadi diri berkat relasinya dengan sesama, tetapi sebagai person manusia berdiri sendiri, dan kadang-kadang manusia cendrung utilitarianis, liberalis, libertalianis dan bahkan komunitarianis. Oleh karena itu kadang-kadang manusia itu sangat unik dan paradoks dalam kehidupannya.4 Dari aliran utilitarianise, libe ralisme, libertalianisme dan komu nitarianisme yang muncul di tengah-tengah fenomena sosial Ibid., 31-32. Adelbert Snijders OFM Cap, Antropologi Filsafat Manusia Paradoks dan Seruan, (Yogyakarta: Kanisius, 2004), 35. 4 Ibid., 35-36. 2 3
Franz Magnis Suseno, Menjadi Manusia Belajar Dari Aristoteles, (Yogyakarta: Kanisius, 2009), 29-30. 1
Ishak Hariyanto
31
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
ini sesungguhnnya untuk menguji kedewasaan kita. Akan tetapi, dalam konteks ini alangkah baiknya kita membahasnya guna mendapatkan pencerahan dari asumsi-asumsi dasar masing-masing aliran dan juga melihat kesamaaan, perbedaan, kelemahan dan bahkan kritikan diantara masing-masing aliran tersebut. B. Prinsip-prinsip Utilitarianisme dan Liberalisme Sebelum lebih jauh membahas aliran utilitarianisme, tentu saja aliran ini memiliki sejarah kapan dan dimana perkembangannya. Utilitarianisme adalah aliran filsafat etika yang dikemukakan oleh David Hume dan dirumuskan secara definitif oleh Jeremy Bentham dan John Stuart Mill. Pada akhir abad 18 dan abad 19, terjadi rentetan pergolakan yang sangat mengagumkan, yakni munculnya negara bangsa (nation state) modern diakhir gejolak revolusi Perancis dan kehancuran kekaisaran Napoleon. Revolusi ini terjadi pada tahun 1848 yang memperlihatkan berkuasanya gagasan-gagasan mengenai ke bebasan, kesamaan (equality) dan persaudaraan.5 James Rachels, The Elements of Moral Phylosophy, Terj. A. Sudiarja, (Yogyakarta: 5
32
Di tengah-tengah pergolakan yang terjadi serta perubahan yang diakibatkan oleh revolusi Prancis tersebut tentu saja orang mulai berpikir secara berbeda mengenai etika. Akan tetapi, dalam konteks ini Bentham hadir dengan argumen-argumennya yang sangat berpengaruh besar ketika itu, karena bagi Bentham moralitas bukan hanya persoalan untuk menyenangkan hati Allah ataupun soal kesetiaan pada aturan-aturan yang abstrak. Akan tetapi jauh dari sekedar itu. Dalam hal ini Bentham berpendapat bahwa ada satu prinsip moral yang utama yakni “prinsip utilitas”. Prinsip ini menuntut agar setiap kali kita menghadapi pilihan dari tindakan-tindakan alternatif atau kebijakan sosial kita harus mengambil suatu pilihan yang mempunyai konsekuensi yang secara menyeluruh paling baik bagi setiap orang yang terlibat didalamnya.6 Berbicara mengenai utilitarianisme sesungguhnya hal yang paling mendasar dalam konsep ajaran utilitarianisme ini adalah bahwa “kesenangan merupakan kebaikan tertinggi, dan rasa sakit
Kanisius, 2004), 168. 6 Ibid., 169.
Relevansi Aliran Utilitarianisme, Liberalisme...
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
itu jahat”.7 Utilitarianisme juga memberikan prinsip manfaat sebagai norma, dimana suatu konsep keadilan bisa bertumpu dan dikembangkan, karena penekanannya untuk memberikan manfaat yang paling besar bagi sebanyak mungkin anggota masyarakat.8 Sedangkan dalam pandangan John Stuart Mill mengatakan tentang prinsip utilitarian adalah: The greatest happiness of the gratest number ought to be the individual’s goal and standard of conduct.9
Meskipun konsep utilitarianisme ini adalah konsep kebahagiaan yang tertinggi dan masih dikatakan aliran etika yang klasik, dan bahkan dikatakan sebagai aliran yang terlalu hedonisme.10 Tetapi paling tidak Henry Hazlitt, The Foundations of Morality, Terj. Cuk Ananta Wijaya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), 20. 8 Andre Ata Ujan, Keadilan Dan Demokrasi Telaah Filsafat Politik John Rawls, (Yogyakarta: Kanisius, 2001), 29. 9 Denise dkk, Great Traditions In Ethics, (United States of America: Wadsworth Publishing Company, 1999 ), 168. 10 Hedonisme dalam ajaran Bentham ini memilki dua aliran yakni, hedonisme psikologis dan hedonisme etis. Hedonisme psikologis adalah, ajaran bahwa kita senantiasa melakukan tindakan yang kita pikir akan memberi kenikmatan yang besar. Hedonisme etis adalah ajaran bahwa seharusnya kita 7
aliran ini sangat berpengaruh dan paling banyak dibicarakan pada saat itu. Bagi Bentham hidup di dunia ini diatur oleh dua penguasa yakni rasa sakit dan kesenangan. Oleh karena itu, hendaknya kita menciptakan kebaikan yang tertinggi dan menghilangkan rasa sakit, seperti yang dikutip diawal buku Bentham yang berjudul An Introduction To The Principles of Morals and Legislation berikut ini: Nature has placed mankind under the governance of two sovereign masters, pain and pleasure. It is for them alone to point out what we ought to do, as well as to determine what we shall do. On the one hand the standard of right and wrong, on the other the chain of causes and effects, are fastened to their throne. They govern us in all we do, in all we say, in all we think: every effort we can make to throw off our subjection, will serve but to demonstrate and confirm it.11
Terjemahannya: Alam memang telah menempatkan manusia dibawah aturan yang berasal dari dua penguasa yakni rasa sakit dan melakukan tindakan yang akan menghasilkan kenikmatan atau kebahagiaan terbesar. Henry Hazlitt, The Foundations…, 21. 11 Jeremy Bentham, An Introduction To The Principles of Morals And Legislation, (London: Oxford University Warehouse, 1781), 14.
Ishak Hariyanto
33
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
kesenangan. Hanya mengacu pada dua hal itu untuk menunjukkan apa yang harus kita lakukan, dan juga untuk menentukan apa yang akan kita perbuat. Disatu pihak mengatakan standar benar dan salah, dan dalam pihak lain mengatakan mata rantai sebab akibat itu sesungguhnya terikat pada dua penguasa mereka. Mereka mengatur semua yang kita lakukan, yang kita katakan dan yang kita pikirkan, setiap usaha yang kita dapat kita lakukan untuk melepaskan diri dari ketundukan kita, tidak lain hanya untuk melaksanakan dan menyetujuinya. Untuk lebih mudah memahami aliran utilitarianisme dalam fenomena sosial alangkah baiknya penulis memulainya dengan mem berikan contoh berikut: dalam sebuah cerita Mattew Donnelly adalah seorang dokter yang mengabdikan diri di rumah sakit pada bagian penyinaran (X-ray) selama tigapuluh tahun. Mungkin akibat dari pekerjaannya, ia terkena kanker. Ia kehilangan sebagian rahang, bibir atas, hidung, tangan kiri dan dua jari tangan kanannya dan dia juga menjadi buta. Atas penderitaannya ini lalu dia tidak merasakan kebahagiaan dan menyuruh ketiga saudaranya untuk membunuhnya, diantara ketiga saudaranya ini hanya satu
34
yang setuju untuk membunuhnya agar tidak merasakan penderitaan lagi, sedangkan saudaranya yang lain tidak tega untuk membunuh Mattew.12 Lalu bagaimanakah pandangan kaum utilitarian dalam konteks ini, penulis mencoba untuk meng analisanya. Dalam hal ini apa yang dilakukan oleh saudaranya Mattew yang satu itu adalah benar dalam konteks etika utilitarianisme karena mengurangi rasa sakit terhadap saudaranya yang menderita. Ka rena betapa Mattew merasakan penderitaan dalam hidupnya sehingga dia menginginkan ke senangan yang besar maka cara mendapatkan kesenangan itu menyuruh saudaranya untuk membunuhnya. Dalam pandangan utilitarianis me, tentu saja hal ini dianggap bermoral karena seperti apa yang dikatakan oleh Mill, utilitarianisme adalah kebahagiaan itu diinginkan, dan satu-satunya hal yang bisa diinginkan sebagai tujuan, semua yang lain bisa diinginkan sebagai sarana menuju tujuan ini.13
Contoh ini bisa dilihat dalam buku James Rachels, The Elements of Moral …, 172. 13 Ibid., 189.
Relevansi Aliran Utilitarianisme, Liberalisme...
12
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
Apabila utilitarianisme ini ditinjau dari konsep keadilannya John Rawls, maka sikap utilitarian ini justru bertolak belakang dengan prinsip keadilan sebagai fairness. Karena keadilan sebagai fairness menuntut bahwa orang pertamapertama harus menerima prinsip kebebasan dan hak yang sama bagi semua orang. Dengan kata lain, setiap keputusan sosial yang mempunyai akibat bagi semua anggota masyarakat harus dibuat atas dasar hak (right based weight).14 Posisi utilitarian bagi penulis dalam konteks ini tentu saja ingin memberikan kritikan dari kelemahan aliran ini. Kritikan penulis, bahwa aliran ini masih terkesan sangat klasik dan selalu mengedepankan prinsip manfaat, dan bahkan cederung mengorbankan hak-hak secara individu hanya demi kepentingan orang lain, dan apabila kita memberikan hak kita direnggut oleh orang lain, maka secara tidak lansung kita telah merelakan kebebasan kita untuk direnggut. Berbeda sekali dengan pan dangan kaum liberalism. Dalam permasalahan sosial maupun politik, pandangan yang satu ini memang
Andre Ata Ujan, Keadilan Dan Demokrasi Telaah Filsafat…, 31. 14
masih sangat seksi untuk dibicarakan, lalu bagaimanakah pandangan dasar dari aliran ini. Liberalisme ini sesungguhnya memiliki sejarah yang cukup panjang, karena liberalisme dimulai dari zaman Renaissance,15 sebagai reaksi terhadap ortodoksi religius. Saat itu kekuasaan gereja mendominasi seluruh aspek kehidupan manusia. Semua aturan kehidupan ditentukan dan berada di bawah otonomi gereja. Hasilnya, manusia tidak memiliki kebebasan dalam bertindak, otonomi indi vidu dibatasi dan bahkan ditiada kan. Kondisi ini memicu kritik dari berbagai kalangan, yang menginginkan otonomi individu dalam setiap tindakan dan pilihan hidup. Otonomi individu dipahami sebagai keterbebasan Pencerahan renaissance adalah bahasa Perancis, renaissance ini merupakan periode pemikirna Eropa yang dicirikan oleh penekanan terhadap pengalaman dan rasio, tidak mempercayai agama dan otoritas tradisional, dan terjadi kemunculan bertahap ideal-ideal tentang masyarakat yang liberal, sekuler dan demokratis. Di Inggris, gerakan ini dimulai pada abad ke-17 lewat tulisan tulisan Francis Bacon dan Hobbes. Sedangkan di perancis lebih pada penekanan baru terhadap rasio dan di tandai oleh Descrates. Sedangkan di Jerman ditandai dengan filsafat kritis Kant. Lihat Simon Blackburn, Kamus filsafat, Terj. Yudi Santoso, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), 280. 15
Ishak Hariyanto
35
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
dari determinasi dan intervensi eksternal, berupa pembatasan, pemaksaan atau berbagai bentuk ancaman dan manipulasi, dalam melakukan tindakan. Menurut liberalisme, individu adalah pencipta dan penentu tindakannya. Dengan konsep seperti ini, maka kesuksesan dan kegagalan seseorang ditentukan oleh dirinya sendiri, oleh tindakantindakannya dan pilihan-pilihan terhadap tindakan tersebut. Intinya, manusia memiliki kebebasan dalam hidupnya, manusia adalah pribadi yang otonom.16 Liberalisme sesungguhnya se buah ideologi politik yang berpusat pada individu yang dianggap memiliki hak-hak terkait proses dibawah hukum, dalam konsep liberalisme ini bukan berarti bebas tanpa adanya hukum, akan tetapi harus ada hukum-hukum yang melindungi hak-hak individu. Hak-hak kebebasan individu itu seperti saling menghargai, bebas berekspresi, bertindak dan bebas dari batasan-batasan religius dan ideologi, lalu apabila liberalisme ini dipandang dari segi ketatanegaraan dan ekonomi, maka liberalisme ini menghendaki demokrasi dan 16
Ridha Aida, “Liberalisme dan Komunita rianisme Konsep Tentang Individu dan Komunitas”, Jurnal Demokrasi Vol. IV No. 2 Th. 2005, 1.
36
kebebasan pribadi untuk berusaha dan berniaga, pemerintah tidak boleh turut campur dalam usaha perjuangan menuju kebebasan.17 Aliran liberalisme ini memang berguna dalam meningkatkan konsep keadilan di tengah-tengah masyarakat, karena pada dasarnya bahwa manusia itu memiliki konsep kebebasan secara alami dalam dirinya, sehingga apabila hal itu direnggut maka akan berakibat fatal. Dalam konteks liberalisme Andre Ata Ujan dalam John Rawls mengatakan bahwa kebebasan itu adalah nilai yang sangat mendasar bagi manusia sehingga manusia merasakan dan mendapatkan kesempatan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, oleh karena itu pemerintah atau orang lain harus secara hukum mempunyai kewajiban untuk tidak menghalanginya.18 Maka dari itu, kebebasan individu ataupun warga masyarakat itu menurut Rawls harus dilihat sebagai kesatuan atau suatu sistem seperti yang dikutip berikut: liberty is connection with consti tutional and legal restrictions. In these cases liberty is a certain structure of institutions, a certain system of public rules defining Simon Blackburn, Kamus…, 502. Andre Ata Ujan, Keadilan Dan Demokrasi Telaah Filsafat…, 85.
Relevansi Aliran Utilitarianisme, Liberalisme...
17 18
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
rights and duties. Set in this background, persons are at liberty to do something when they are free from certain constraints either to do it or not to do it and when their doing it or not doing it is protected from interference by other persons.19
di renggut. Liberalisme juga jangan dimaknai dengan kebebasan yang secara lepas, akan tetapi kebebasan itu di atur oleh hukum, karena hukum ini mencegah yang kuat dari mendominasi dan mencampuri kehidupan kita.21
Dalam pandangan yang lain Rawls juga mengatakan kebebasan juga harus sama diantara semua orang, tanpa terkecuali, karena kebebasan itu bukan dimaknai dalam pemahaman yang sederhana seperti kebebasan suatu kelompok lebih besar dan berhak mendapatkan kebebasan secara penuh daripada kelompok yang lain, seperti dikutip berikut:
Corak liberalisme ini kemudian muncullah aliran libertalianisme. Kemunculan Liberalisme ini se sungguhnya yang menginspirasi munculnya libertarianisme yang dipelopori oleh Alexis de Tocqueville, Friedrich von Hayek dan Robert Nozick.22
Liberty is unequal as when one class of persons has a greater liberty than another, or liberty is less extensive than it should be. Now all the liberties of equal citizenship must be the same for each member of society.20
Aliran liberalisme memang bisa dikatakan sebagai aliran yang memberikan kebebasan individu tanpa adanya kekangan-kekangan, karena setiap individu memiliki otonom kebebasan yang tidak boleh John Rawls, A Theory of Justice, (Harvard University Press, 1971), 177. 20 John Rawls, A Theory of…, 178. 19
C. Pandangan Libertalianisme dan Komunitarianisme Sangat bervariasi sekali apabila kita membicarakan aliran yang satu ini, yakni aliran libertalianisme atau dalam bahasa inggris disebut dengan liberty (kebebasan). Kata liberty sering digunakan baik dalam hukum-politis dan juga dunia moral. Libertarianisme ini memiliki pandangan yang agak sama dengan liberalisme, namun memiliki perbedaan cara pandang yang agakberbeda. Franz Magnis Suseno, Etika Politik Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern, ( Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama,2003), 116. 22 Ridha Aida,“Liberalisme dan Komunitarianisme Konsep …, 2. 21
Ishak Hariyanto
37
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
Dalam konteks hukum dan politis Henry Hazlitt dalam John Locke mengatakan tentang libertalianisme ini, bagi Locke tujuan hukum bukanlah untuk membebaskan atau membatasi melainkan untuk memelihara dan memperluas kebebasan. Karena dalam segala macam keadaan diperlukan hukum, bila di sana tidak ada hukum maka tidak ada kebebasan. Karena kebebasan itu harus bebas dari pembatasan dan pelanggaran orang lain, hal tersebut tidak dapat terjadi jika disuatu tempat tidak ada hukum, dan sebagaimana dia katakana, bukanlah kebebasan bagi setiap orang untuk melakukan apa yang ia kehendaki, karena bagi siapa yang dapat bebas bila setiap humor orang lain dapat menguasai humor dia, tetapi kebebasan untuk melakukan dan mengatur secara bebas pribadinya, tindakannya, miliknya dan seluruh kekayaan sesuai dengan keinginannya sesuai dengan hukum yang berlaku di tempat dia berada. Maka dari itu, tidak menjadi sasaran kehendak yang sewenang-wenang dari orang lain selain secara bebas mengikuti kehendaknya sendiri.23 Pembahasan mengenai liber talianisme juga memiliki dua aliran yang disebut dengan libertalianisme 23
38
metafisik, dan libertalianisme politik. Libertalianisme metafisik, memiliki pandangan yang berusaha melindungi realitas, kehendak bebas manusia dengan mengasumsikan bahwa pilihan bebas tidak ditentu kan secara kausal ataupun acak. Sedangkan libertalianisme politik, me miliki pandangan dalam mendukung pemaksimalan hak-hak individu khususnya yang berkaitan dengan operasi pasar bebas dan penimalan peranan negara. Dalam pandangan kaum libertarian, penggunaan ke kuasaan negara untuk tujuan positif seperti menolong mereka yang kurang beruntung secara sosial lewat program kesejahteraan sosial, berarti melandasi penghormatan terhadap hak orang lain. Maka dari itu negara bertugas sebagai pengawas untuk memastikan tatanan sosial dan menyediakan layanan-layanan publik karena harus memaksimalkan hakhak individu.24 Dalam konteks libertalianisme John Stuart Mill pernah mengatakan bahwa adanya kebebasan itu sesungguhnya sebagai manifestasi kebahagiaan yang diinginkan oleh setiap manusia, dan juga se buah penghormatan kepada diri sendiri sebagai individu. Dan untuk mendapatkan kebebasan
Henry Hazlitt, The Foundations…, 336.
Relevansi Aliran Utilitarianisme, Liberalisme...
24
Simon Blackburn, Kamus…, 503.
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
itu Mill mengatakan bahwa ma syarakat harus mengekspresikan kebebasannya secara pemikiran. Dan untuk mengekspresikan kebebasan pemikiran itu masyarakat harus ikut campur sebagai individu guna mencegah melakukan kejahatan yang lain.25 Lalu apakah perbedaan yang mendasar antara liberalisme dan libertarianisme. Kedua aliran ini sama-sama memiliki pandangan tentang kebebasan individu. Kebebasan menurut liberalisme tidak dapat dikorbankan untuk nilai yang lain, untuk nilai ekonomi, sosial dan politik. Kebebasan hanya dapat dibatasi dan dikompromikan ketika ia konflik dengan kebebasan dasar yang lain yang lebih luas. Karenanya, kebebasan menurut liberalisme bukan sesuatu yang absolut, kebebasan hanya dapat dibatasi demi kebebasan itu sendiri, dan dalam aliran Liberalisme ini harus adanya payung hukum untuk melindungi hak-hak individula. Sedangkan Menurut libertarianis me, juga mengutamakan kebebasan. Kebebasan yang menjadi hak individu merupakan satu bentuk properti privat, tidak seorang pun yang dapat William H. Shaw, Social And Personal Ethics, (United States of America: Wadsworth Publishing Company, 1999 ), 232.
merampas dan mencabutnya dari seseorang tanpa dianggap telah melanggar hak orang tersebut.26 Pandangan libertarianisme ini menganggap manusia adalah bebas, tanpa ada hukum juga manusia mampu mencari jalan hidup dan melakukan baik dan benar, karena pada dasarnya manusia itu berakal. Oleh karena itu, hukum di sini tidak penting karena akan mengekang manusia dari kebebasannya. Akan tetapi, apabila kita menganalisa pandangan ini bahwa manusia menjadi bebas landas dan tidak ada hukum yang mengaturnya. Dan bayangkan saja, andaikan dunia ini jatuh pada aliran libertarianisme yang lebih mengedepanakan kebebasan dan tidak ada hukum yang mengaturnya, maka manusia bebas berprilaku seperti binatang. Menurut penulis dalam konteks Indonesia kita telah menganut paham-paham ini, karena bagaimana mungkin kita bisa hidup dengan damai apabila hak-hak kebebasan kita direnggut oleh orang lain, seperti contoh: kita bebas untuk kuliah dimana saja—kita bisa merasakan pilihan yang telah kita tentukan, kebebasan untuk menikmati fasilitas-fasilitas kampus karena
25
Ridha Aida,“Liberalisme dan Komuni tarianisme Konsep …, 3-4. 26
Ishak Hariyanto
39
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
dalam konteks ini fasilitas-fasilitas itu adalah bagian dari hak kita, maka dalam konteks hukum di sini hanya mengatur fasilitas dan memberikan layanan publik. Lalu bagaimanakah pandangan kaum komunitarianisme dalam konteks sosial. Aliran komunitarian ini muncul sejak tahun 1970-an ada satu perkembangan dalam filsafat politik, ditandai dengan munculnya komunitarianisme, yang mengutamakan nilai komunitas dan mengkritik individualisme dan liberalisme. Menurut mereka, otonomi individu yang ditonjolkan liberalisme bersifat atomistik dan transenden. Liberalisme yang mereka kritik terutama adalah liberalisme egalitarian yang dikemukakan oleh John Rawls. Sedangkan fokus dari kritikan mereka adalah otonomi individu, netralitas negara dan universalisme.27 Pendapat yang lain mengatakan bahwa komunitarianisme ini muncul pada abad ke 20 Tahun 1840-an. Asumsi dasar dari aliran ini sesungguhnya ber tolak belakang dengan paham Liberalisme, Kapitalisme dan Indi vidualisme. Seiring perkembang
Ridha Aida,“Liberalisme dan Komuni tarianisme Konsep …, 5. 27
40
an zaman aliran komunitarian ini dibagi menjadi dua aliran. Pertama, Komunitarianisme filo sofis, pemahaman mereka lebih mengedepankan peranan komunitas daripada individu yang membentuk komunitas tersebut. Orientasi mereka pada upaya memuaskan kebutuhan seluruh komunitas (terlepas punya daya beli atau tidak), peran aktif negara, serta bersifat holistik atau saling tergantung antar manusia, dan manusia dengan alam. Cara pandang mereka melihat individu memiliki ketergantungan satu-sama lainnya dalam komunitas. Pandangan mereka, hubungan individu terhadap komunitas bersifat deduktif, karena mereka menganggap individu memiliki kebebasan. individu memiliki hak untuk berbeda pendapat atau menolak pendapat mayoritas komunitas. Kedua, Komunitarianisme ideo log is, pemikirannya banyak di pengaruhi oleh Amitai Etzioni seorang sosiolog IsraelAmerika berkelahiran Jerman pada awal tahun 1990-an. Dalam fase ini, pemikiran mereka lebih menekan kan pada modal sosial social capital. Menurut mereka modal sosial sebuah komponen penting dalam pembangunan dan pemeliharaan demokrasi. Maksudnya, pemerintah memiliki peran penting sebagai
Relevansi Aliran Utilitarianisme, Liberalisme...
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
agen pelayan masyarakat, untuk mencapai tujuan yang kompleks itu, pemerintah (public) di perbolehkan bekerja sama perusahaanperusahaan swasta (privat) selama tidak merugikan masyarakat.28 Dalam pengertian yang lain komunitarianisme merupakan sebuah ajaran atau gerakan yang lebih pada respon atas sistem liberalisme yang dinilai gagal dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat atau dalam hal ini ‘kebaikan bersama’. Sebuah alternatif sistem dalam membangun kembali komunitaskomunitas yang bertujuan untuk mewujudkan kebaikan bersama tersebut, yang selama ini di nafikan oleh kaum liberal. Kaum komunitarian jelas menolak konsep keadilan versi liberalisme yang lebih menonjolkan atas nilai-nilai individu, sehingga mereka hendak mengangkat identitas komunalis dalam suatu tatanan masyarakat yang telah mengakar, seperti; pada masyarakat Indonesia yang potensi kolektifitasnya cukup besar..29
Inti dari pandangan Komunitaria nisme ini lebih menekankan keter gantungan dan keterikatan individu pada komunitasnya. dan bahkan cenderung menolak liberalisme, individualisme, hedonisme, dan tokoh yang termasuk dalam aliran komunitarianisme ini adalah Alisdair Macintyre.30 D. Pandangan Islam Dalam Aliran Etika Bagi penulis sendiri agak kesulitan untuk mencari posisi Islam dalam alira-aliran ini, akan tetapi paling tidak penulis mencoba untuk menganalisis dimana letak etika Islam. Dalam aliran utilitarianisme Islam memiliki posisi, karena Islam juga mengajarkan asas manfaat demi kepentingan umat, karena Islam lebih jauh mengajarkan konsep kepentingan bersama, dan Islam juga tidak hanya mengajarkan demi kepentingan bersama, akan tetapi mementingkan individu juga, disinilah letak perbedaan etika Islam dengan etika yang utilitarianisme ini, Islam lebih memperhatikan nilainilai kemanusian dan tidak terjebak
28
Fahrian, Rizki, “Komunitarianisme Kewarga negaraan”, dalam http://rizkfahriani 09.blogspot. com. diakses tanggal 26 November 2014.
Cinta, Sufi, “Komunitarianisme Dalam Kultur Masyarakat Pedesaan”, dalam http://. cintasufi wordpress.com. diakses 26 November 2014. 29
Alisdair MacIntyre adalah filsuf moral dan politik,lahir pada Tahun 1929, dia adalah seorang Aristotelian yang menonjol di masa kontemporer, dan dia juga seorang kritikus aliran liberalisme yang lebih condong individualis. Simon Blackburn, Kamus…, 524. 30
Ishak Hariyanto
41
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
dalam materialisme semata. Memang yang menjadi kelemahan aliran utilitarianisme terjebak pada asas manfaat orang banyak, akan tetapi hak-hak individu tidak memiliki arti, seperti kritik yang dilontarkan oleh John Rawls utilitarianisme ini gagal dalam menjamin keadilan sosial, karena mendahulukan asas manfaat daripada asas hak. Oleh karena itu, kegagalan utilitarianisme tidak tepat dijadikan basis dalam membangun suatu konsep keadilan.31 Meskipun dalam Islam me mentingkan manfaat orang banyak akan tetapi dalam konsep Islam tidak pernah melupakan hak-hak secara individu, karena dalam Islam manusia disuruh untuk mementingkan diri sendiri dalam kasus-kasus tertentu baru baru orang lain. Islam dalam aliran ini lebih rasional karena antara kepentingan individu dan demi kepentingan orang banyak harus berjalan bersama-sama, bukan hanya kepentingan orang banyak saja yang didahulukan akan tetapi hak secara individu juga harus dipenuhi. Lalu posisi Islam sejauh saya melihat dalam konteks liberalisme ini sesungguhnya Islam tidak melarang dan mengekang manusia
Andre Ata Ujan, Keadilan Dan Demokrasi Telaah Filsafat…, 21. 31
42
untuk berbuat apapun dalam artian memiliki kebebasan, karena sesungguhnya manusia secara alami ingin kebebasan, karena kebebasan ini sangatlah penting, seperti ke bebasan bertindak, berekspresi, liberalisme ini memberikan manusia otonomi individual, artinya hak-hak individu selalu melekat tanpa ada kekangan dari manapun. Seperti contoh hak-hak individu anda akan diambil dan anda tidak memiliki kebebasan untuk bertindak, maka secara tidak lansung anda adalah manusia yang lemah. Islam mengajarkan bahwa manusia harus kuat secara mental fisik dan bahkan ekonomi, maka dari itu liberalisme bermanfaat dalam mengatur aspek kehidupan dalam berkehendak, agar otonomi individu menjadi penting tanpa ada sebuah pembatasan, pemaksaan atau berbagai bentuk ancaman dan manipulasi, dalam melakukan tindakan. Disamping itu, individu adalah pencipta dan penentu tin dakannya, dengan konsep seperti ini, maka kesuksesan dan kegagalan seseorang ditentukan oleh dirinya sendiri, oleh tindakan-tindakannya dan pilihan-pilihan terhadap tindakan tersebut. Akan tetapi kebebasan individu itu harus dibarengi dengan hukum, bukan berarti bebas tanpa
Relevansi Aliran Utilitarianisme, Liberalisme...
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
ada sebuah aturan yang mengikat manusia. Islam dalam permasalahan kebebasan telah diatur dalam alQur’an, hadits dan sunnah Nabi sebagai nilai-nilai etika dan petunjuk bagi umat manusia. Akan tetapi akibat dari analisis mengenai ajaranajaran Islam secara rasional sangat kurang, serta pemahaman yang masih terlalu tekstualis sehingga mengakibatkan hilangnya nilai-nilai etika serta hak-hak individu dalam dunia Islam. Aliran libertarianisme dalam Islam memang berkaitan seperti kebebasan merupakan satu bentuk properti privat, tidak seorang pun yang dapat merampas dan mencabutnya dari seseorang tanpa dianggap telah melanggar hak orang lain. Seperti hak individu kita untuk hidup dengan tenang, mendapatkan pendidikan, beragama dan lainnya. Akan tetapi apabila kita mengaitkan dengan konsep Islam, bahwa aliran libertalianisme ini kurang cocok untuk diterapkan, karena dalam aliran ini kebebasan manusia itu harus bebas tanpa ada hukum yang mengaturnya. Bagi penulis aliran ini bagaikan binatang yang ingin lepas dan bebas bebuat sesuai dengan keinginannya, lalu dalam konteks manusia sudah barang tentu aliran ini tidaklah
sesuai, karena manusia adalah mahluk yang berakal dan memiliki tingkat kesadaran yang tinggi, maka dari itu aliran ini terlalu ekstrim dalam konteks humanisasi, dan tidak sesuai dengan kodrat manusia. Bayangkan saja andaikan umat Islam menerpakan konsep ini maka mereka hidup bagaikan hewan yang lepas tanpa ada aturan yang mengikat, tidak adanya rasa malu sehingga konsep kebaikan dalam diri manusia sirna begitu saja. Islam memang menghargai kebebasan manusia, akan tetapi kebebasan itu harus adanya hukum yang mengaturnya, agar manusia tidak seperti binatang. Aliran yang terahir adalah komunitarianisme seperti halnya utilitarian juga yang lebih mementingkan urusan orang banyak daripada urusan pribadi, komunitarian ini sangat dekat dengan makna al-Qur’an yang mengatakan “jagalah dirimu keluargamu dari siksa api neraka”, secara tersirat makna yang terkandung di sini adalah jaga komunitasmu. Artinya komunitas yakni keluarga, maka etika Islam dalam hal ini relevan sekali bagi penulis, karena kita disuruh menjaga diri kita hak-hak kita, komunitas kita, keluarga kita, baru kita mengurus orang lain, karena urusan masing-masing secara
Ishak Hariyanto
43
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
pribadi saja belum tentu kita dapat mengurusnya. E. Penutup Dari catatan di atas penulis mencoba untuk menarik kesimpulan dari masing-masing aliran etika sosial di atas. Aliran utilitarianisme memiliki pandangan bahwa kebaikan merupakan kebahagiaan tertinggi dan rasa sakit itu jahat, dan juga harus mengedepankan prinsip manfaat yang paling besar bagi sebanyak mungkin anggota masyarakat. Aliran liberalisme ini dipengaruhi oleh situasi yang sangat dilematis yakni saat pencerahan, sehingga memiliki pandangan kebebasan itu tidak dapat dikorbankan untuk nilai yang lain, seperti-nilai ekonomi, sosial dan politik. Kebebasan bukan sesuatu yang absolut, kebebasan hanya dapat dibatasi demi kebebasan itu sendiri,dalam arti harus adanya payung hukum yang melindungi hak-hak individu. Aliran libertalisme muncul akibat dari respon terhadap liberalisme dan memandang bahwa kebebasan itu menjadi hak individu. Kebebasan merupakan satu bentuk properti privat, tidak seorang pun yang dapat merampas dan mencabutnya dari seseorang tanpa dianggap telah melanggar hak orang. Dan
44
hak tersebut harus ada dalam hakhak individu, oleh karenya harus dimaksimalkan. Dalam hal ini kebebasan adalah yang penting tanpa adanya kekangan-kekangan hukum yang ikut campur, dalam bahasa yang lebih sederhana manusia harus bebas tanpa harus ada hukum yang mengatur, karena pada dasarnya manusia adalah bebas. Oleh karenanya tidak perlu hukum. Komunitarianisme yang mengkritisi aliran hedonisme, individualisme. komunitarinaisme memang meiliki ketergantungan dan keterikatan pada komunitasnya, dengan kata lain komunitarianisme mengutamakan nilai-nilai yang ada di dalam komunitasnya tanpa saling mereduksi satu sama lain. Aliranaliran di atas tentu saja memiliki kelebihan dan kekuarangan masingmasing, akan tetapi paling tidak dari banyaknya aliran-aliran tersebut dapat dipahami ide-ide dasarnya, dan membuat mind pattern kita semakin dewasa dalam bertindak dan membuka horizon pengetahuan kita lebih luas, agar kita lebih toleran dan bijak dalam menghadapi fenomenafenomena sosial kemasyarakatan.
Relevansi Aliran Utilitarianisme, Liberalisme...
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
Daftar Pustaka Aida, Ridha, “Liberalisme dan Komunitarianisme Konsep Tentang Individu dan Komunitas” (Jurnal Demokrasi, Vol. IV No. 2 Th. 2005) Bentham, Jeremy, An Introduction To The Principles of Morals And Legislation, (London: Oxford University Warehouse, 1781) Blackburn, Simon, Kamus Filsafat, terj. Yudi Santoso, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013) Cinta, Sufi, “Komunitarianisme Dalam Kultur Masyarakat Pedesaan” dalam http://. cintasufiwordpress.com. (Akses 26 November 2014) Denise dkk, Great Traditions In Ethics, (United States of America: Wadsworth Publishing Company, 1999) Fahrian, Rizki, “Komunitarianisme Kewarganegaraan” dalam http://rizkifahrian 09.blogspot.com. (Akses tanggal 26 November 2014)
OFM Cap, Snijders, Adelbert, Antropologi Filsafat Manusia Paradoks dan Seruan, (Yogyakarta: Kanisius, 2004) Rachels, James, The Elements of Moral Phylosophy, terj. A. Sudiarja, (Yogyakarta: Kanisius, 2004) Rawls, John, A Theory of Justice, (Harvard University Press, 1971) Shaw, H., William, Social And Personal Ethics, (United States of America: Wadsworth Publishing Company, 1999) Suseno, Magnis, Franz, Menjadi Manusia Belajar Dari Aristoteles, (Yogyakarta: Kanisisus, 2009) ______________, Etika Politik Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern, ( Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003) Ujan, Ata, Andre, Keadilan dan Demokrasi Telaah Filsafat Politik John Rawls, (Yogyakarta: Kanisius, 2001)
Hazlitt, Henry, The Foundations of Morality, terj. Cuk Ananta Wijaya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003)
Ishak Hariyanto
45