REKOMENDASI IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
UKK NUTRISI DAN PENYAKIT METABOLIK 2014
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja Penyunting: Damayanti Rusli Sjarif; Lanny Christine Gultom; Aryono Hendarto; Endang Dewi Lestari; I Gusti Lanang Sidiartha; Maria Mexitalia Ikatan Dokter Anak Indonesia 2014 Kedokteran – Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang Dilarang memperbanyak, mencetak, dan menerbitkan sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara dan bentuk apapun juga tanpa seiijin penulis dan penerbit. Disusun oleh: Unit Kerja Koordinasi Nutrisi dan Penyakit Metabolik Ikatan Dokter Anak Indonesia Diterbitkan pertama kali tahun 2014 Cetakan Pertama
ISBN
Tim Penyusun Damayanti Rusli Sjarif Lanny Christine Gultom Aryono Hendarto Endang Dewi Lestari I Gusti Lanang Sidiartha Maria Mexitalia
iii
Sambutan
Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia Salam hormat dari Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (PP IDAI) mengucapkan selamat kepada Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nutrisi dan Penyakit Metabolik IDAI yang telah menerbitkan ‘Rekomendasi Diagnosis, Tata Laksana, dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja’. Rekomendasi yang dibuat oleh satu organisasi profesi bertujuan untuk memberi panduan dan menyamakan persepsi kepada anggotanya dalam menangani penyakit atau kondisi yang terlihat sangat lebar perbedaannya, sehingga memberikan hasil tata laksana yang tidak optimal dan tentunya merugikan pasien. Obesitas merupakan masalah yang mulai banyak ditemukan, tidak saja di daerah perkotaan dengan sosial ekonomi yang tinggi, tetapi tidak sedikit pula ditemukan pada anak yang tinggal di daerah pedesaan bahkan dari kelompok sosial ekonomi menengah ke bawah. Penanganan obesitas memerlukan pendekatan tata laksana yang komprehensif, mencakup promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Penanganan obesitas dapat sangat bervariasi, karena banyak faktor yang mempengaruhinya, tidak saja genetik, tetapi juga faktor lingkungan dan kebiasaan yang salah. Oleh karena itu, sangat tepat bila UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik IDAI menerbitkan Rekomendasi IDAI tentang Diagnosis, Tata Laksana, dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja. Rekomendasi ini merupakan jawaban dari masalah tersebut dan akan menjadi acuan bagi anggota IDAI. Semoga dengan memberikan pelayanan kesehatan secara profesional, IDAI dapat lebih berperan dalam mewujudkan konsep ‘child survival, child health and child development’ dalam rangka menyiapkan anakanak yang sehat untuk Indonesia yang sehat.
Badriul Hegar Ketua Umum Pengurus Pusat IDAI 2011-2014 v
Kata Pengantar Angka kejadian overweight dan obesitas anak secara global meningkat dari 4,2% pada tahun 1990 menjadi 6,7% pada tahun 2010. Kecenderungan ini diperkirakan akan mencapai 9,1 % atau 60 juta ditahun 2020. Di Indonesia, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, secara nasional menunjukkan bahwa masalah overweight dan obesitas pada anak umur 5 sampai 12 tahun berturut-turut sebesar 10,8% dan 8,8%, sudah mendekati perkiraan angka dunia di tahun 2020. Peningkatan obesitas tersebut di sertai dengan peningkatan ko-morbiditas yang berpotensi menjadi penyakit degeneratif di kemudian hari misalnya penyakit jantung koroner, hipertensi, DM Tipe 2, dll. Sulitnya tata laksana obesitas menyebabkan pencegahan menjadi prioritas utama. Kompetensi dokter spesialis anak dalam mendeteksi dini early adiposity rebound serta menata laksana segera dengan pendekatan pola makan serta aktifitas yang sehat perlu dimiliki oleh seluruh dokter spesialis anak di Indonesia. Untuk mewujudkan hal tersebut, UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik IDAI berinisiatif untuk membuat Rekomendasi Diagnosis,Tata laksana serta Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja agar terdapat persamaan persepsi dalam pelaksanaannya. Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan Rekomendasi ini. Kami menyadari bahwa Rekomendasi ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu diperlukan masukan dari sejawat dokter spesialis anak yang mengamalkannya. Akhir kata terima kasih pada PP IDAI atas dukungan moral dalam penyelesaian Rekomendasi ini.
Tim Penyusun vii
Daftar Isi Tim Penyusun .............................................................................
iii
Sambutan ......................................................................................
v
Kata Pengantar .............................................................................
vii
Daftar isi ........................................................................................
ix
Pendahuluan .................................................................................
1
Rekomendasi 1 ............................................................................
4
Anamnesis .......................................................................
4
Etiologi dan manifestasi klinis ......................................
5
Pemeriksaan antropometris .........................................
9
Deteksi dini komordibitas ............................................ 13
Rekomendasi 2 ............................................................................ 22
............................................ Pola aktivitas yang benar ............................................ Modifikasi perilaku ........................................................ Rekomendasi 3 ............................................................................
Pola makan yang benar
22 24 28 29
Rekomendasi 4 ............................................................................ 30 Farmakoterapi ................................................................ 30
Terapi bedah ................................................................... 31
Rekomendasi 5 ............................................................................ 33
Pencegahan primer
Pencegahan sekunder
Pencegahan tersier
............................................ 33 ............................................ 35 ............................................ 36
Kesimpulan ................................................................................. 37
................................................................................. 38 Kepustakaan ................................................................................. 48 Lampiran
ix
1. Pendahuluan Obesitas merupakan masalah kesehatan dunia yang semakin sering ditemukan di berbagai negara. Prevalensi overweight dan obes pada anak di dunia meningkat dari 4,2% di tahun 1990 menjadi 6,7% di tahun 2010, dan diperkirakan akan mencapai 9,1% di tahun 2020.1 Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 20132 didapatkan prevalensi obesitas pada (1) anak balita di tahun 2007, 2010, dan 2013 berdasarkan berat badan menurut tinggi badan lebih dari Z score 2 menggunakan baku antropometri anak balita WHO 2005 berturut-turut 12,2%, 14,0%, dan 11,9%, serta (2) anak berusia 5-12, 13-15, dan 16-18 tahun berturut-turut 8,8%, 2,5%, dan 1,6% berdasarkan indeks massa tubuh menurut umur lebih dari Z score 2 menggunakan baku antropometri WHO 2007 untuk anak berumur 5-18 tahun. Beberapa penelitian mengenai prevalensi obesitas pada anak dan remaja telah dilakukan di Jakarta, Bali, dan Semarang, yaitu (1) Djer3 mendapatkan prevalensi anak obes di dua sekolah dasar negeri di Jakarta Pusat 9,6% dari 488 anak, (2) Meilany4 mendapatkan prevalensi anak obes di tiga sekolah dasar swasta di Jakarta Timur 27,5% dari 2292 anak, (3) Susanti5 mendapatkan prevalensi obesitas pada anak sekolah dasar usia 10-12 tahun di lima wilayah DKI Jakarta 15,3% dari 600 anak, (4) Adhianto dkk.6 mendapatkan prevalensi obesitas 11% dari 552 anak berusia 11-17 tahun di kota Denpasar dan Badung, (5) Dewi dkk.7 mendapatkan prevalensi obesitas 15% dari 241 anak berusia 6-10 tahun di dua sekolah dasar negeri di Bali, dan (6) Mexitalia dkk.8 mendapatkan prevalensi obesitas 10,6% dari 1157 anak usia 6-7 tahun di kota Semarang. Penelitian Multisenter 10 PPDSA di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi obesitas pada anak usia sekolah dasar rata-rata 12,3%.9
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
1
Peningkatan prevalensi obesitas juga diikuti dengan peningkatan prevalensi komorbiditas, seperti peningkatan tekanan darah, aterosklerosis, hipertrofi ventrikel kiri, sumbatan jalan napas saat tidur (obstructive sleep apnea), asma, sindrom polikistik ovarium, diabetes melitus tipe-2, perlemakan hati, abnormalitas kadar lipid darah (dislipidemia), dan sindrom metabolik.10,11 Berbagai penelitian yang telah dilakukan di Indonesia juga mendapatkan hasil yang tidak jauh berbeda, yaitu (1) anak dan remaja obes sudah mengalami komorbiditas seperti hipertensi, dislipidemia, peningkatan kadar SGOT dan SGPT, dan uji toleransi glukosa yang terganggu4,12,13, (2) prevalensi dislipidemia sebesar 45% ditemukan pada anak obes usia sekolah dasar di Surakarta14 dan anak obes berisiko lebih tinggi mengalami dislipidemia dibandingkan anak tidak obes15, (3) kecepatan aliran ekspirasi puncak (peak expiratory flow rate/PEFR) anak obes lebih rendah dibandingkan anak tidak obes bahkan sebelum aktivitas fisis16, (4) gangguan emosional dan perilaku berdasarkan Child Behavior Checklist (CBCL) dan 17-item Pediatric Symptom Checklist (PSC17) berturut-turut ditemukan pada 28% dan 22% anak obes. Masalah terbanyak yang ditemukan adalah gangguan internalisasi seperti menarik diri, keluhan somatik, ansietas, ataupun depresi17, (5) sebesar 32,5% anak obes mengalami ketidakmatangan sosial18, (6) resistensi insulin ditemukan pada 47% anak laki-laki superobes berusia 5-9 tahun19 dan 38% remaja obes20, (7) remaja obes berisiko lebih tinggi mengalami defisiensi besi dibandingkan remaja tidak obes21, (8) ketebalan tunika intima media arteri karotis, kadar profil lipid, tekanan darah sistolik dan diastolik remaja obes lebih tinggi dibandingkan dengan remaja tidak obes22, dan (9) tiga penelitian yang dilakukan di Jakarta dan Manado mendapatkan prevalensi sindrom metabolik pada remaja obes berturut-turut 19,6%20, 34%23, dan 23%24, sedangkan prevalensi sindrom metabolik pada anak laki-laki superobes sebesar 42%.19
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
2
Penelitian tersebut dilakukan pada kurun waktu yang berbeda dan menggunakan kriteria sindrom metabolik yang berbeda. Berdasarkan data yang ditemukan pada Riskesdas 20132, beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai prevalensi anak dan remaja obes serta komorbiditas yang menyertai di Indonesia3-9,12-24, dan kecenderungan anak obes menjadi dewasa obes yang diperberat dengan kejadian obesitas pada orangtua25-28, maka Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menganggap perlu dibuat rekomendasi diagnosis, tata laksana, dan pencegahan obesitas pada anak dan remaja. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan kemampuan dokter spesialis anak dalam mendeteksi, mengelola, serta mencegah obesitas dan komorbiditas yang menyertainya.
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
3
Rekomendasi 1 Gizi lebih dan obesitas pada anak dan remaja ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan antropometris, dan deteksi dini komorbiditas yang dibuktikan dengan pemeriksaan penunjang terkait. Tahapan yang dilakukan dalam mengevaluasi anak dan remaja obes dengan gizi lebih atau obesitas adalah sebagai berikut:29,30 • Anamnesis terkait obesitas untuk mencari tanda atau gejala yang dapat membantu menentukan apakah seorang anak mengalami atau berisiko obesitas • Pemeriksaan fisis dan evaluasi antropometris • Pemeriksaan penunjang yang meliputi analisis diit, pemeriksaan laboratorium, pencitraan, ekokardiografi, dan respirometri atas indikasi • Penilaian komorbiditas
Anamnesis Anamnesis faktor risiko medis dan perilaku yang harus diperoleh pada saat evaluasi anak dan remaja overweight atau obesitas tercantum pada Tabel 1.29-31
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
4
Etiologi dan manifestasi klinis Obesitas terjadi karena ketidak-seimbangan antara asupan energi dengan keluaran energi (energy expenditures), sehingga terjadi kelebihan energi yang selanjutnya disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Kelebihan energi tersebut dapat disebabkan oleh asupan energi yang tinggi atau keluaran energi yang rendah.32 Asupan energi tinggi disebabkan oleh konsumsi makanan yang berlebihan, sedangkan keluaran energi rendah disebabkan oleh rendahnya metabolisme tubuh, aktivitas fisis, dan efek termogenesis makanan yang ditentukan oleh komposisi makanan. Lemak memberikan efek termogenesis lebih rendah (3% dari total energi yang dihasilkan lemak) dibandingkan karbohidrat (6-7% dari total energi yang dihasilkan karbohidrat) dan protein (25% dari total energi yang dihasilkan protein).33 Sebagian besar gangguan homeostasis energi ini disebabkan oleh faktor idiopatik (obesitas primer atau nutrisional), sedangkan faktor endogen (obesitas sekunder atau non-nutrisional, yang disebabkan oleh kelainan hormonal, sindrom, atau defek genetik) hanya mencakup kurang dari 10% kasus.34 Secara klinis obesitas idiopatik dan endogen dapat dibedakan sebagaimana yang tercantum pada Tabel 2, sedangkan pemeriksaan fisis serta dampak dan gejala yang harus dicari pada anak dan remaja dengan obesitas ditampilkan pada Tabel 3.
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
5
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
6
Temuan
Kelainan yang berkaitan
Evaluasi kemungkinan kerusakan hipotalamus yang disebabkan tumor otak, iradiasi, atau trauma
•
Riwayat kebiasaan hidup santai di dalam keluarga (sedentary life style)
Riwayat risiko kesehatan yang terkait obesitas di dalam keluarga, seperti penyakit kardiovaskular dini (< 55 tahun), peningkatan kolesterol, hipertensi, atau diabetes melitus tipe-2
Riwayat obesitas di dalam keluarga untuk mencari faktor genetik sebagai penyebab obesitas
Pola aktivitas fisis : frekuensi/minggu, durasi/hari, jenis (terstruktur/tidak terstruktur)
Pola makan : kebiasaan makan (apakah menerapkan food rules), perilaku abnormal terkait makanan, dsb
Tanda dan gejala risiko kesehatan yang terkait obesitas pada anak seperti mengorok, sering terbangun pada saat tidur di malam hari, menstruasi dini, nyeri panggul, dsb
Evaluasi kemungkinan sindrom Cushing yang disebabkan pemberian steroid
•
Riwayat tumbuh-kembang untuk mencari obesitas yang disebabkan faktor endogen, sebagai contoh:
• Remaja
• Early adiposity rebound, yaitu indeks massa tubuh (IMT) terendah yang terjadi lebih dini dan cepat (<5 tahun)
• Prenatal
Periode mulai timbulnya obesitas:
Umum
Anamnesis
Tabel 1. Identifikasi faktor risiko medis dan perilaku yang berkaitan dengan obesitas
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
7
Hipertiroidisme, sindrom Cushing, sindrom Prader-Willi Pseudotumor serebri Sleep apnea, obesity hyperventilation syndrome
Perawakan pendek
Nyeri kepala
Kesulitan bernafas di malam hari
Slipped capital femoral epiphysis Polycystic ovary syndrome
Nyeri panggul atau lutut
Oligomenore atau amenore
(Sumber: dikutip dan dimodifikasi dari Sjarif DR. Hot topics in pediatrics II. 200229, Sjarif DR. Nutrition Growth-Development. 200630, Standar Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia.31)
Depresi
Merokok
Riwayat sosial/psikologis
Penyakit kandung empedu
Dislipidemia
Hipertensi
Penyakit kardiovaskular
NIDDM
Obesitas
Riwayat keluarga
Penyakit kandung empedu
Nyeri perut
Somnolen di siang hari
Kelainan genetik
Delayed development
Khusus
Tabel 2. Karakteristik dan etiologi obesitas
(Sumber: dikutip dan dimodifikasi dari Williams CL, dkk. Ann N Y Acad Sci. 1997.32)
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
8
Pemeriksaan antropometris Lemak tubuh yang berlebihan pada obesitas berhubungan dengan peningkatan risiko kesehatan, khususnya faktor risiko kardiovaskular. Indeks massa tubuh (IMT) dan pengukuran berat badan terhadap tinggi badan merupakan metode yang berguna untuk menilai lemak tubuh dan diukur dengan cara berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan kuadrat dari tinggi badan (dalam meter).10,35 Konsensus internasional untuk penentuan gizi lebih adalah berdasarkan grafik indeks massa tubuh (grafik IMT) berdasarkan usia dan jenis kelamin. Saat ini ada tiga klasifikasi yang digunakan untuk anak dan remaja yaitu CDC 2000 (Center for Disease Control and Prevention 2000), IOTF (International Obesity Task Force), dan WHO 2006 (World Health Organization 2006).10,35,36 Berdasarkan hal tersebut dan untuk kepentingan klinis praktis dalam menentukan klasifikasi mana yang dapat digunakan sebagai uji tapis obesitas, maka data Riskesdas 2010 tersebut dianalisis kembali dan selanjutnya diklasifikasi menggunakan grafik IMT berdasarkan CDC 2000, IOTF, dan WHO 2006.37
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
9
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
10
Dada yang membusung dengan payudara membesar
Perut membuncit disertai dinding perut yang berlipat-lipat
Tungkai umumnya berbentuk X
Penis tampak kecil
Dada
Perut
Ekstremitas
Genitalia
Sering ditemukan pada anak obes, yaitu kulit terlihat gelap disebabkan peningkatan risiko resistensi insulin Sindrom ovarium polikistik
Akantosis nigrikans
Jerawat berlebihan, hirsutism
Kulit
Hipertensi jika tekanan darah sistolik atau diastolik > P95 untuk usia, jenis kelamin, dan tinggi badan pada ≥ 3 kali pemeriksaan
Kondisi genetik atau endokrin yang mendasari
Perawakan pendek
Peningkatan tekanan darah
Overweight atau obesitas
Persentil BMI yang tinggi
obesitas (BMI >P95)
: overweight (BMI >P85 – P95)
Tanda vital
Antropometri
Khusus
Anak 2-18 tahun (IMT CDC 2000)
obesitas (z score > +3)
: overweight (z score > +2)
Leher relatif pendek
Berat dan tinggi Anak < 2 tahun (IMT WHO 2006) badan, IMT
Wajah membulat, pipi tembem, dagu rangkap
Penjelasan
Leher
Gejala
Kepala
Umum
Sistem
Tabel 3. Pemeriksaan fisis serta dampak dan gejala yang perlu dicari pada anak dan remaja dengan obesitas
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
11
NAFLD*
Wheezing
Nyeri abdomen
Hepatomegali
Dada
Abdomen
Beberapa sindrom genetik
Tangan dan kaki yang kecil,
polidaktili
Blount disease
Bowing of tibia
Sindrom Prader-Willi
Undescended testis
Slipped Capital Femoral Epiphysis
Penis dengan ukuran normal yang terpendam dalam lemak suprapubik
Mikropenis
Abnormal gait, gerakan panggul terbatas
Timbulnya perkembangan seks sekunder < 9 tahun pada anak laki-laki atau < 8 tahun pada anak perempuan
Stadium Tanner
Asma, terkait dengan intoleransi latihan, sindrom hipoventilasi obesitas
Hipotiroidism
Kondisi ini pada umumnya tidak bergejala; NAFLD: nonalcoholic fatty liver disease. (Sumber: dikutip dan dimodifikasi dari Barlow SE and The Expert Committee Pediatrics. 200710,dan Standar Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia.31)
Ekstremitas
Sistem reproduksi
Gangguan refluks gastroesofagus, penyakit kandung empedu, NAFLD*
Goiter
Leher
Obstructive sleep apnea
Hipertrofi tonsil
Tenggorokan
Pseudotumor serebri
Papiledema, paralisis n. VI kranialis
Sindrom Cushing
Striae violaceous
Mata
Konsekuensi dari obesitas berat
Iritasi, inflamasi
Tabel 4. Perbandingan prevalensi gizi lebih dan obesitas pada balita Riskesdas 2010 berdasarkan grafik IMT CDC 2000, WHO 2006 dan IOTF
CDC, Center Disease for Control and Prevention; WHO, World Health organization; IOTF, International Obesity Task Force. (Sumber: dikutip dan dimodifikasi dari Sjarif dan Pustika. PIT 2012.37)
Tabel 4 di atas memperlihatkan bahwa untuk klasifikasi gizi lebih pada anak di bawah dua tahun hanya dapat menggunakan grafik IMT WHO 2006, sedangkan untuk usia 2-5 tahun prevalensi gizi lebih hampir sama pada ketiga klasifikasi. Obesitas tertinggi didapat berdasarkan klasifikasi CDC 2000 (19,9%), diikuti IOTF (15,3%), dan WHO 2006 (12,8%). Hal ini terjadi karena klasifikasi obesitas menurut WHO adalah IMT terletak pada Z score > +3 SD yang setara dengan persentil 99,8, sedangkan CDC 2000 menggunakan kriteria IMT di atas persentil 95 sebagai batasan obesitas.36,38 Klasifikasi IMT adalah cara yang praktis untuk menjaring gizi lebih di pelayanan kesehatan primer. Bila pada hasil pengukuran didapatkan potensi gizi lebih (Z score > +1 SD) atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) > 110%, maka grafik IMT sesuai usia dan jenis kelamin digunakan untuk menentukan adanya obesitas. Overweight dan obesitas pada anak usia < 2 tahun ditegakkan jika Z score > +2 SD dan > +3 SD dengan menggunakan grafik IMT WHO 2006, sedangkan pada anak usia 2-18 tahun menggunakan
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
12
grafik IMT CDC 2000 (Lampiran 1-2). Ambang batas yang digunakan untuk overweight adalah di atas P85 – P95, sedangkan obesitas adalah lebih dari P95 grafik IMT CDC 2000.36
Deteksi dini komorbiditas Dampak obesitas mempengaruhi hampir setiap sistem organ di dalam tubuh. Tabel 5. menampilkan ringkasan deteksi dini komorbiditas yang harus dilakukan pada anak dan remaja obes.
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
13
Tabel 5. Deteksi dini komorbiditas pada anak dan remaja obes
Komorbiditas
Obstructive sleep apnea
Prevalensi dalam/luar negeri (%) 38,2/79,9
Anamnesis
Pemeriksaan fisis yang spesifik
• Mengorok yang disertai
• Pembesaran tonsil
• Henti napas saat tidur
40-42
• Sering tidur
terbangun
saat
• Mengantuk di siang hari S i n d r o m hipoventilasi obesitas42
-/20,6
Nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD)43-44
-/48,1
Kolelitiasis/
• Umumnya tidak bergejala • Nyeri perut kuadran kanan atas
-/ 6,1
Diabetes melitus tipe220,46
0/0,4
• Hepatomegali ringan.
• Nyeri kolik hebat dan berulang pada kuadran kanan atas perut
• Kuadran kanan atas perut teraba nyeri
• Polidipsi, polivagi, atau poliuria
• Seringkali gejala
tanpa
• Berat badan menurun
-/-
• Menstruasi yang jarang (<9 siklus/tahun)
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
14
• Sianosis pada bibir, jari, kulit • Gejala gagal jantung kanan, seperti edema tungkai dan napas pendek
Kolesistitis45
S i n d r o m polikistik ovarium47,48
• Gejala sama seperti obstructive sleep apnea
• Hirsustism, jerawat yang berlebihan, dan akantosis nigrikans
Pemeriksaan penunjang
Level of Evidence39
• Polisomnografi
IA
• Pemeriksaan pencitraan adenoid • AHI (apnea hypopnea index) = 3,540 • Konsul Respirologi
• Peningkatan karbon dioksida pada polisomnografi
II B
• Peningkatan kadar HCO3 > 27 mMol/L • Peningkatan hemoglobin dan hematokrit pada darah perifer lengkap • Konsul Respirologi • Kadar SGOT atau SGPT meningkat > 2 kali nilai normal
IB
• USG menunjukkan perubahan yang konsisten dengan steatohepatitis nonalkoholik tetapi tidak dapat menunjukkan derajat inflamasi atau fibrosis • Biopsi hati adalah gold standard untuk menegakkan diagnosis • Konsul Hepatologi • USG dapat menunjukkan kolelitiasis/kolesistitis
IV
• Konsul Hepatologi • Kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dL atau kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dL
V
• Kadar gula darah puasa ≥ 100 mg/dL disebut sebagai prediabetes, yang merupakan risiko diabetes di kemudian hari • Konsul Endokrinologi • Pemeriksaan TSH, prolaktin, testosteron total dan bebas, DHEAS (dehydroepiandrosterone sulfate), 17-OH progesteron, FSH, LH, estradiol
V
• USG ovarium menunjukkan polikistik ovarium • Konsul Endokrinologi
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
15
Tabel 5. Deteksi dini komorbiditas pada anak dan remaja obes
Komorbiditas
Hipotiroid49
Prevalensi dalam/luar negeri (%) -/8,33
Anamnesis
• Kelelahan
Pemeriksaan fisis yang spesifik • Goiter
• Penurunan prestasi akademik • Perlambatan pertumbuhan linier • Benjolan di leher Sindrom Cushing Primer50
-/-
• Peningkatan berat badan
• Moon facies
• Penggunaan obat steroid jangka panjang
• Buffalo hump • Perawakan pendek, dan • Striae violaceous • Hirsustism, jerawat, hipertensi, hiperpigmentasi
Pubertas prekoks50
-/-
• Bau badan seperti orang dewasa
• Timbulnya perkembangan seks sekunder < 9 tahun • Pertumbuhan rambut pada anak laki-laki pubis dan aksila atau < 8 tahun pada anak perempuan • Kulit wajah berminyak dan berjerawat • Perkembangan payudara pada perempuan
• Pembesaran testis pada laki-laki Pseudotumor serebri51
-/0,02
• Nyeri kepala hebat • Fotofobia • Penglihatan ganda jika mengganggu N. VI kranial
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
16
• Gambaran diskus optikus kabur
Pemeriksaan penunjang
Level of Evidence39
• Pemeriksaan FT4 dan TSH
V
• Konsul Endokrinologi
• Pemeriksaan pencitraan untuk mencari penyebab endogen peningkatan ACTH (adrenocorticotropic hormone)
V
• Pemeriksaan kortisol bebas urin 24 jam, serta kadar kortisol plasma setelah tes supresi deksametason dosis tinggi, kadar ACTH plasma • CT Scan/MRI abdomen atau MRI kepala • Konsul Endokrinologi • Pengukuran kadar hormon steroid seks (testosteron, estradiol, DHEA-S, atau androstenedion)
V
• Konsul Endokrinologi
• Pemeriksaan funduskopi dengan opthalmoskop
V
• Konsul Neurologi
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
17
Tabel 5. Deteksi dini komorbiditas pada anak dan remaja obes Komorbiditas
Hipertensi22,52
Prevalensi dalam/luar negeri (%) 49/50
Anamnesis
• Pusing, nyeri kepala • Terkadang tidak bergejala
Dislipidemia53,54
Depresi17,55
Blount disease/ tibia vara56
• Tekanan darah sistolik atau diastolik >P95 menurut usia, jenis kelamin, dan persentil tinggi badan pada ≥3 kali pemeriksaan berdasarkan National Heart, Lung, and Blood Institute
88,4/45,8
• Umumnya tanpa gejala
• Xanthelasma (jarang ditemukan)
22/30
• Cemas, ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh, makan berlebih, kelelahan, dan kesulitan tidur.
• Afek datar
• Onset umumnya setelah usia 8 tahun
• Ekstremitas bawah bengkok (kaki pengkor)
-/2,5
• Bengkok pada tungkai yang tidak disertai nyeri
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
18
Pemeriksaan fisis yang spesifik
• Tanda-tanda pelecehan fisik dan seksual
Pemeriksaan penunjang
Level of Evidence39
• Ureum, kreatinin, asam urat
IV
• Konsul Nefrologi
• Pemeriksaan profil lipid darah (kolesterol total, trigliserida, LDL, dan HDL)
IB
• Nilai normal profil lipi darah menurut National Cholesterol Education Program (NCEP) o Kolesterol total < 170 mg/dL o Trigliserida < 110 mg/dL 0 – 9 tahun
: < 75 mg/dL
10 – 19 tahun : < 90 mg/dL o Kolesterol LDL < 110 mg/dL o Kolesterol HDL > 45 mg/dL
• 17-item Pediatric Symptom Checklist (PSC-17)
IV
• Konsul Pediatri Sosial
• Foto lutut antero-posterior yang terkena pada saat pasien berdiri tegak
V
• Konsul Bedah Ortopedi
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
19
Tabel 5. Deteksi dini komorbiditas pada anak dan remaja obes Komorbiditas
Prevalensi dalam/luar negeri (%)
Anamnesis
Slipped capital femoral epiphysis57
-/-
• Lebih banyak ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan perempuan obes
Pemeriksaan fisis yang spesifik • Panjang tungkai yang berbeda
• Nyeri panggul atau lutut dan nyeri ketika berjalan • Pergerakan panggul terganggu pada saat berjalan Akantosis nigrikans20,58
71,4/55,4
Iritasi dan infeksi kronik pada lipatan kulit59
-/50,42
Sindrom Genetik10,35
-/-
• Leher dan lipatan kulit (ketiak, perut bawah, dan selangkangan) berwarna kehitaman • Bau yang tidak sedap pada lipatan kulit
• Laserasi dan ulserasi pada lipatan kulit
• Gangguan belajar
• Stigmata tertentu sesuai sindrom terkait
• Perawakan pendek • Delayed development, dsb
• Tes IQ
Sindrom
19,6-42/
• Gabungan gejala diabetes • Obesitas sentral melitus, hipertensi, • Pemeriksaan fisik dislipidemia lain sesuai dengan diabetes melitus, hipertensi, dan dislipidemia
Defisiensi besi21,60
55/38,8
• Pucat, letih, lemah, lesu
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
20
• Konjungtiva anemis
Pemeriksaan penunjang
Level of Evidence39
• Gambaran radiografi panggul bilateral pada posisi frog-leg
V
• Konsul Bedah Ortopedi
• Pemeriksaan resistensi insulin (HOMA-IR)
IV
• Pengecatan KOH atau perwarnaan gram
V
• Konsul Kulit & Kelamin • Pemeriksaan genetik yang sesuai dengan dugaan sindrom
V
• Pemeriksaan kadar gula darah puasa atau sewaktu, kadar trigliserida dan kolesterol HDL.
III B
• Lihat Konsensus Sindrom Metabolik
• SI, TIBC, Feritin,
III B
• CRP
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
21
Rekomendasi 2 Prinsip tata laksana gizi lebih dan obesitas pada anak adalah menerapkan pola makan yang benar, aktivitas fisis yang benar, dan modifikasi perilaku dengan orangtua sebagai panutan. Tujuan tata laksana gizi lebih dan obesitas pada anak harus disesuaikan dengan usia dan perkembangan anak, penurunan berat badan mencapai 20% di atas berat badan ideal, serta pola makan dan aktivitas fisis yang sehat dapat diterapkan jangka panjang untuk mempertahankan berat badan tetapi tidak menghambat pertumbuhan dan perkembangan.29 A. Pola makan yang benar Pemberian diet seimbang sesuai requirement daily allowances (RDA) merupakan prinsip pengaturan diet pada anak gemuk karena anak masih bertumbuh dan berkembang dengan metode food rules, yaitu:30,36,61,62 1. Terjadwal dengan pola makan besar 3x/hari dan camilan 2x/hari yang terjadwal (camilan diutamakan dalam bentuk buah segar), diberikan air putih di antara jadwal makan utama dan camilan, serta lama makan 30 menit/kali 2. Lingkungan netral dengan cara tidak memaksa anak untuk mengonsumsi makanan tertentu dan jumlah makanan ditentukan oleh anak 3. Prosedur dilakukan dengan pemberian makan sesuai dengan kebutuhan kalori yang diperoleh dari hasil perkalian antara kebutuhan kalori berdasarkan RDA menurut height age dengan berat badan ideal menurut tinggi badan Langkah awal yang dilakukan adalah menumbuhkan motivasi anak untuk ingin menurunkan berat badan setelah anak mengetahui berat badan ideal yang disesuaikan dengan tinggi badannya, diikuti dengan membuat kesepakatan bersama berapa target penurunan berat badan yang dikehendaki.63 Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
22
Sebagai alternatif pilihan jenis makanan dapat menggunakan the traffic light diet dan satuan bahan makanan penukar (Lampiran 3-4). The traffic light diet64,65 terdiri dari green food yaitu makanan rendah kalori (<20 kalori per porsi) dan lemak yang boleh dikonsumsi bebas, yellow food artinya makanan rendah lemak namun dengan kandungan kalori sedang yang boleh dimakan namun terbatas, dan red food yaitu mengandung lemak dan kalori tinggi agar tidak dimakan atau hanya sekali dalam seminggu.63,66 Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengaturan kalori dengan metode food rules, yaitu:29 • Kalori yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan normal. Pengurangan kalori berkisar 200–500 kalori sehari dengan target penurunan berat badan 0,5 kg per minggu. Penurunan berat badan ditargetkan sampai mencapai kira-kira 20% di atas berat badan ideal atau cukup dipertahankan agar tidak bertambah karena pertumbuhan linier masih berlangsung • Diet seimbang dengan komposisi karbohidrat 50-60%, lemak 30%, dan protein cukup untuk tumbuh kembang normal (15-20%). Bentuk dan jenis makanan harus dapat diterima anak, serta tidak dipaksa mengonsumsi makanan yang tidak disukai • Diet tinggi serat dapat membantu pengaturan berat badan melalui jalur intrinsik, hormonal dan colonic. Ketiga mekanisme tersebut selain menurunkan asupan makanan akibat efek serat yang cepat mengenyangkan (meskipun kandungan energinya rendah) serta mengurangi rasa lapar, juga meningkatkan oksidasi lemak sehingga mengurangi jumlah lemak yang disimpan. Pada anak di atas 2 tahun dianjurkan pemberian serat dengan rumus (umur dalam tahun + 5) g per hari. (Lampiran 5.)
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
23
B. Pola aktivitas fisis yang benar Pola aktivitas yang benar pada anak dan remaja obes dilakukan dengan melakukan latihan dan meningkatkan aktivitas harian karena aktivitas fisis berpengaruh terhadap penggunaan energi.67,68 Peningkatan aktivitas pada anak gemuk dapat menurunkan napsu makan dan meningkatkan laju metabolisme. Latihan aerobik teratur yang dikombinasikan dengan pengurangan energi akan menghasilkan penurunan berat badan yang lebih besar dibandingkan hanya dengan diet saja. Ilyas EI69 menyatakan bahwa latihan fisis yang diberikan pada anak disesuaikan dengan tingkat perkembangan motorik, kemampuan fisis, dan umurnya. Pada anak berusia 6-12 tahun atau usia sekolah lebih tepat untuk memulai latihan fisis dengan keterampilan otot seperti bersepeda, berenang, menari, karate, senam, sepak bola, dan basket, sedangkan anak di atas usia 10 tahun lebih menyukai olahraga dalam bentuk kelompok. Aktivitas sehari-hari dioptimalkan seperti berjalan kaki atau bersepeda ke sekolah, menempati kamar tingkat agar naik dan turun tangga, mengurangi lama menonton televisi atau bermain games komputer, dan menganjurkan bermain di luar rumah.10 Penelitian di Semarang70 yang melakukan intervensi konseling diet National Cholesterol Education Program (NCEP) step II dan olahraga intensitas sedang sampai vigorous seperti lari 20 menit ditambah bulu tangkis, senam, lempar tangkap bola, lari ABC dengan frekuensi 3 kali seminggu dan durasi 40 menit/sesi selama 12 minggu pada remaja usia 12-14 tahun dapat menurunkan berat badan sebesar 2,5 kg. Diet NCEP step II yang dianjurkan di dalam penelitian tersebut terdiri dari lemak ≤ 30% total kalori, asam lemak jenuh < 7% total kalori, dan kolesterol < 200 mg/ hari. Intervensi yang hampir sama dalam jangka waktu 8 minggu berupa konseling diet NCEP step II dengan target 1700 kalori/hari Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
24
dan olahraga intensitas sedang sampai vigorous seperti lari dan senam dengan frekuensi 3 kali seminggu dan durasi 45 menit/ sesi pada anak usia 9-10 tahun dapat menurunkan berat badan sebesar 0,9 kg.71 Latihan fisis yang dianjurkan pada anak dan remaja berbeda di beberapa negara. Pedoman Health Canada menganjurkan untuk meningkatkan latihan fisis minimal 30 menit dengan 10 menit latihan fisis bugar, dan menurunkan aktivitas fisis kurang gerak dengan jumlah waktu yang sama setiap hari. Aktivitas fisis setiap bulan, latihan fisis tersebut ditingkatkan dan aktivitas fisis kurang gerak dikurangi sebanyak 15 menit sampai mencapai akumulasi latihan fisis aktif dan aktivitas fisis kurang gerak selama 90 menit setiap hari.72 Center for Disease Control and Prevention Amerika Serikat menganjurkan anak dan remaja harus melakukan latihan fisis setiap hari selama 60 menit atau lebih, yang terdiri dari aktivitas aerobik, penguatan otot, dan penguatan tulang (Tabel 6).73,74 1. Aktivitas aerobik Aktivitas aerobik merupakan latihan fisis yang dapat dilakukan setiap hari selama 60 menit atau lebih. Aktivitas aerobik terdiri dari aktivitas aerobik dengan intensitas sedang (misalnya jalan cepat) atau aktivitas aerobik dengan intensitas bugar (misalnya berlari). Aktivitas aerobik dengan intensitas bugar dilakukan paling sedikit tiga kali dalam satu minggu. 2. Penguatan otot (muscle strengthening) Aktivitas penguatan otot, seperti senam atau push-up, dilakukan paling sedikit tiga kali dalam satu minggu sebagai bagian dari total latihan fisis selama 60 menit atau lebih. 3. Penguatan tulang (bone strengthening) Aktivitas penguatan tulang, seperti lompat tali atau berlari, dilakukan paling sedikit tiga kali dalam satu minggu sebagai bagian dari total latihan fisis selama 60 menit atau lebih. Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
25
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
26
Rekreasi aktif, seperti mendaki, bermain skateboard atau sepatu roda
Bermain aktif, seperti berlari dan mengejar Bersepeda Melompat tali Bela diri, seperti karate Berlari Olahraga, seperti hoki es atau lapangan, bola basket, berenang, tenis, atau senam
Aerobik dengan intensitas bugar
Anak
Aerobik dengan intensitas sedang
Tipe Latihan fisis Remaja
Bermain aktif berlari dan mengejar, seperti sepak bola Bersepeda Melompat tali Bela diri, seperti karate Berlari Olahraga, seperti tenis, hoki es atau lapangan, bola basket, berenang Menari Aerobik Cheerleading atau senam
Rekreasi aktif, seperti bermain kano, mendaki, ski, bermain skateboard atau sepatu roda Jalan cepat Bersepeda Melakukan pekerjaan rumah atau halaman, seperti menyapu atau mendorong mesin pemotong rumput Bermain dengan gerakan melempar dan menangkap, seperti baseball, softball, bola basket, dan bola voli
Kelompok Usia
Tabel 6. Contoh latihan fisis aerobik dengan intensitas sedang dan bugar serta aktivitas penguatan otot dan tulang untuk anak dan remaja
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
27
Melompat, skipping Melompat tali Berlari Olahraga, seperti senam, bola basket, bola voli, tenis
Penguatan tulang
Melompat, skipping Melompat tali Berlari Olahraga, seperti senam, bola basket, bola voli, tenis
Bermain tarik tambang Push-up Olahraga resistans menggunakan exercise band, alat beban, beban pada tangan Panjat tebing Sit-up Cheerleading atau senam
Sumber: dikutip dan dimodifikasi dari Center for Disease Control and Prevention. www.cdc.gov.73, U.S. Department of Health & Human Services. www.health.gov.74)
Bermain tarik tambang Push-up dimodifikasi (dengan lutut di lantai) Olahraga resistans menggunakan berat badan atau resistance band Memanjat tali atau pohon Sit-up Berayun pada peralatan bermain atau palang Senam
Penguatan otot
Penelitian intervensi selama 28 hari yang meliputi kombinasi konsumsi diet NCEP step II setiap hari dan latihan fisis yang diberikan 3 kali seminggu menyebabkan rerata penurunan berat berat badan sebesar 3 kg pada anak usia 10-19 tahun. Latihan fisis yang diberikan mengacu pada latihan fisis yang dianjurkan oleh CDC, berdurasi 60 menit/sesi, dan disupervisi oleh pelatih.53 Strategi yang digunakan untuk meningkatkan latihan fisis pada anak dan remaja adalah dengan mengurangi aktivitas yang kurang gerak (santai) seperti menonton televisi, bermain komputer atau video game ≤ 2 jam/hari dan tidak meletakkan televisi di dalam kamar tidur anak. Menonton televisi dapat menggantikan aktivitas fisis dan bermain, serta berhubungan dengan peningkatan asupan energi dan makanan karena anak menjadi sering mengonsumsi camilan saat menonton atau dampak iklan di televisi.10,35
C. Modifikasi perilaku Tata laksana diet dan latihan fisis merupakan komponen yang efektif untuk pengobatan, serta menjadi perhatian paling besar bagi ahli fisiologi untuk memperoleh perubahan makan dan aktivitas perilakunya.75 Oleh karena prioritas utama adalah perubahan perilaku, maka perlu menghadirkan peran orangtua sebagai komponen intervensi.64 Beberapa cara pengubahan perilaku berdasarkan metode food rules diantaranya adalah:29,61,62 a. Pengawasan sendiri terhadap berat badan, masukan makanan, dan aktivitas fisis, serta mencatat perkembangannya b. Kontrol terhadap rangsangan/stimulus, misalnya pada saat menonton televisi diusahakan untuk tidak makan karena menonton televisi dapat menjadi pencetus makan. Orangtua diharapkan dapat meniadakan semua stimulus di sekitar anak yang dapat merangsang keinginan untuk makan Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
28
c. Mengubah perilaku makan, misalnya belajar mengontrol porsi dan jenis makanan yang dikonsumsi, serta mengurangi makanan camilan d. Penghargaan, yaitu orangtua dianjurkan untuk memberikan dorongan, pujian terhadap keberhasilan atau perilaku sehat yang diperlihatkan anaknya, misalnya makan makanan menu baru yang sesuai dengan program gizi yang diberikan, berat badan turun, dan mau melakukan olahraga e. Pengendalian diri, misalnya dapat mengatasi masalah apabila menghadapi rencana bepergian atau pertemuan sosial yang memberikan risiko untuk makan terlalu banyak, yaitu dengan memilih makanan yang berkalori rendah atau mengimbanginya dengan melakukan latihan tambahan untuk membakar energi
Rekomendasi 3 Orangtua, anggota keluarga, teman, dan guru harus dilibatkan dalam tata laksana obesitas Peran orangtua dalam mengobati anak sangat efektif dalam penurunan berat badan atau keberhasilan pengobatan. Orangtua menyediakan nutrisi yang seimbang sesuai dengan metode food rules. Seluruh anggota keluarga ikut berpartisipasi dalam program diet, mengubah perilaku makan dan aktivitas yang mendukung keberhasilan anak, serta menjadi bagian dari keseluruhan program komprehensif tersebut.64 Guru dan teman sekolah juga diharapkan ikut mendukung tata laksana obesitas, misalnya memberikan pujian bila anak yang gemuk berhasil mengikuti program diet atau menurunkan berat badannya, dan sebaliknya tidak mengejek anak gemuk.
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
29
Rekomendasi 4 Terapi intensif berupa farmakoterapi dan terapi bedah dapat diterapkan dengan persyaratan pada anak dan remaja obes yang mengalami penyakit penyerta dan tidak memberikan respons pada terapi konvensional Farmakoterapi dan terapi bedah dapat diterapkan dengan persyaratan pada anak dan remaja obes yang mengalami penyakit penyerta dan tidak memberikan respons pada terapi konvensional. Diet sangat rendah kalori (600-800 kalori/hari) tidak boleh diterapkan pada anak dan remaja obes karena berisiko menyebabkan pembentukan batu empedu, hiperurisemia, hipoproteinemia, hipotensi ortostatik, halitosis, dan diare.76,77 • Farmakoterapi Secara umum farmakoterapi untuk obesitas dikelompokkan menjadi tiga, yaitu penekan nafsu makan (sibutramin), penghambat absorbsi zat-zat gizi (orlistat), dan rekombinan leptin untuk obesitas karena defisiensi leptin bawaan, serta kelompok obat untuk mengatasi komorbiditas (metformin). Belum tuntasnya penelitian tentang efek jangka panjang penggunaan farmakoterapi obesitas pada anak, menyebabkan belum ada satupun farmakoterapi tersebut di atas yang diijinkan pemakaiannya pada anak di bawah 12 tahun oleh U.S. Food and Drug Administration sampai saat ini.77 Sejak tahun 2003, Orlistat 120 mg dengan ekstra suplementasi vitamin yang larut dalam lemak disetujui oleh U.S. Food and Drug Administration untuk tata laksana obesitas pada remaja di atas usia 12 tahun. Studi klinis menunjukkan bahwa orlistat dapat membantu menurunkan berat badan dari 1,31 sampai 3,37 kg lebih banyak dibandingkan plasebo.78
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
30
Sibutramin berfungsi menimbulkan rasa kenyang dan meningkatkan pengeluaran energi dengan menghambat ambilan ulang (reuptake) noraderenalin dan serotonin. Penggunaan obat tersebut diijinkan oleh U.S. Food and Drug Administration pada remaja yang berusia ≥ 16 tahun.10,79 Sebagian besar studi, review, dan penelitian yang menggunakan sibutramin pada remaja dan anak menunjukkan manfaat jangka pendek yang terbatas.80 Efek penggunaan sibutramin jangka panjang tidak dipelajari karena efek samping obat yang berat, yaitu infark miokard dan stroke pada dewasa sehingga obat tersebut ditarik dari pasaran di Amerika Serikat dan Eropa. Metformin merupakan obat yang digunakan pada diabetes melitus tipe-2 tetapi sering disalahgunakan sebagai farmakoterapi untuk obesitas. Review sistematik mengenai penggunaan metformin untuk obesitas pada anak dan remaja memperoleh hasil penggunaan metformin jangka pendek memberikan efek penurunan IMT dan resistensi insulin pada anak dan remaja obes dengan hiperinsulinemia81, tetapi belum cukup bukti untuk menyatakan bahwa obat tersebut dapat berperan dalam tata laksana overweight atau obesitas tanpa hiperinsulinemia.82 • Terapi bedah Prinsip terapi bedah pada obesitas (bedah bariatrik) adalah (1) mengurangi asupan makanan (restriksi) atau memperlambat pengosongan lambung dengan cara gastric banding dan vertical-banded gastroplasty, dan (2) mengurangi absorbsi makanan dengan cara membuat gastric bypass dari lambung ke bagian akhir usus halus. Sampai saat ini belum cukup banyak diteliti manfaat serta bahaya pembedahan jika diterapkan pada anak.77
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
31
Bedah bariatrik dapat di pertimbangkan dilakukan pada:83 1. Remaja yang mengalami kegagalan menurunkan berat badan setelah menjalani program yang terencana ≥ 6 bulan serta memenuhi persyaratan antropometri, medis, dan psikologis 2. Superobes (sesuai dengan definisi World Health Organization jika IMT ≥40) 3. Secara umum sudah mencapai maturitas tulang (umumnya perempuan ≥13 tahun dan laki-laki ≥15 tahun), dan 4. Menderita komplikasi obesitas yang hanya dapat diatasi dengan penurunan berat badan Remaja yang terindikasi tindakan bedah bariatrik harus dirujuk ke Pusat Rujukan Obesitas yang bersifat multidisipliner serta mempunyai pengalaman dalam penanganan jangka panjang.83 Terapi bedah bariatrik tetap berpotensi menimbulkan komplikasi yang serius walaupun menghasilkan penurunan berat badan yang bermakna pada pasien pediatrik. Komplikasi laparoscopic adjustable gastric banding (LAGB) yang paling sering dilaporkan adalah band slippage dan defisiensi mikronutrien, dengan beberapa kasus sporadik erosi band, disfungsi lubang atau pipa, hiatal hernia, infeksi luka dan dilatasi kantung. Komplikasi yang lebih berat dilaporkan setelah Roux-en-Y gastric bypass (RYGB), seperti embolisme paru, syok, obstruksi usus, perdarahan pasca bedah, kebocoran di tempat jahitan, dan gizi buruk.84
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
32
Rekomendasi 5 Pencegahan terjadinya gizi lebih dan obesitas terdiri dari 3 tahap, pencegahan primer dengan menerapkan pola makan dan aktivitas fisis yang benar sejak bayi, pencegahan sekunder dengan mendeteksi early adiposity rebound, dan pencegahan tersier dengan mencegah terjadinya komorbiditas Pencegahan Primer Pencegahan primer dilakukan menggunakan dua strategi pendekatan yaitu strategi pendekatan populasi untuk mempromosikan cara hidup sehat pada semua anak dan remaja beserta orang tuanya, serta strategi pendekatan pada kelompok yang berisiko tinggi mengalami obesitas. Anak yang berisiko mengalami obesitas adalah seorang anak yang salah satu atau kedua orangtuanya menderita obesitas dan anak yang memiliki kelebihan berat badan semenjak masa kanak-kanak. Usaha pencegahan dimulai dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan di Pusat Kesehatan Masyarakat.85 Dokter harus mendiskusikan risiko jangka panjang yang potensial dan mendorong orangtua untuk menerapkan strategi pencegahan obesitas. Pada bayi 0-12 bulan, peran dokter anak adalah:10 1. Mendorong pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif sampai usia 6 bulan dan meneruskan pemberian ASI sampai usia 12 bulan dan sesudahnya setelah pengenalan makan padat dimulai 2. Mendorong orangtua untuk menawarkan makanan baru secara berulang serta menghindari minuman manis dan makanan selingan (french fries dan potato chips) 3. Tidak meletakkan televisi di dalam kamar tidur anak 4. Pengasuh selain orangtua harus menerapkan strategi yang dianjurkan Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
33
Pada anak berusia 12-24 bulan, strategi pencegahan obesitas yang dianjurkan adalah:10,86 1. Menghindari minuman manis, konsumsi jus dan susu yang berlebih. Konsumsi susu >480-720 mL/hari dapat menambah energi ekstra atau menggantikan nutrien lainnya 2. Makan bersama di meja makan dengan anggota keluarga lainnya sebanyak 3x/hari dan televisi dimatikan selama proses makan bersama 3. Keluarga tidak membatasi jumlah makanan dan selingan yang dikonsumsi anak, tetapi memastikan bahwa semua makanan yang tersedia sehat serta cukup buah dan sayuran 4. Selingan dapat diberikan sebanyak 2 kali, dan orangtua hanya menawarkan air putih bila anak haus diantara selingan dan makan padat 5. Anak harus mempunyai kesempatan bermain aktif, membatasi menonton televisi atau DVD, serta tidak meletakkan televisi di dalam kamar tidur anak 6. Orangtua dapat menjadi model untuk membantu anak belajar lebih selektif dan sehat terhadap makanan yang dikonsumsi. Orangtua berperan aktif dalam pendidikan media anak dengan menemani anak saat menonton program televisi dan mendiskusikan acara tersebut dengan anak 7. Membuat jadwal penggunaan media, membatasi waktu menonton <1-2 jam/hari dan mengurangi pajanan media
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
34
Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder dilakukan dengan mendeteksi early adiposity rebound. Anak mengalami peningkatan IMT pada tahun pertama kehidupan. Indeks massa tubuh menurun setelah usia 9-12 bulan dan mencapai nilai terendah pada usia 5-6 tahun, dan selanjutnya meningkat kembali pada masa remaja dan dewasa. Nilai IMT paling rendah adalah disebut sebagai adiposity rebound. Waktu terjadinya adiposity rebound merupakan periode kritis untuk perkembangan obesitas pada masa anak. Adiposity rebound yang terjadi lebih dini dan cepat (<5 tahun) berhubungan dengan peningkatan risiko obesitas dan sindrom metabolik di kemudian hari dijelaskan dalam Gambar 1.87-89 ADIPOSITY REBOUND 22
95
BMI (Body Mass Index, kg/m2)
21 20
90
19
85
18
75
4.2
17
50
16
25
15
2.0
14
10 5
13 12
2
3
4
5
6
7
8
9
AGE (years) Gambar 1. Adiposity rebound
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
35
Pencegahan tersier Pencegahan tersier dilakukan dengan mencegah komorbiditas yang dilakukan dengan menata laksana obesitas pada anak dan remaja. Prinsip tata laksana obesitas pada anak berbeda dengan orang dewasa karena faktor tumbuh kembang pada anak harus dipertimbangkan. Tata laksana obesitas pada anak dan remaja dilakukan dengan pengaturan diet, peningkatan aktivitas fisis, mengubah pola hidup (modifikasi perilaku), dan terutama melibatkan keluarga dalam proses terapi.10,79 Sulitnya mengatasi obesitas menyebabkan kecenderungan untuk menggunakan jalan pintas, yaitu diet rendah lemak dan kalori, diet golongan darah atau diet lainnya serta berbagai macam obat. Penggunaan diet rendah kalori dan lemak dapat menghambat tumbuh kembang anak terutama di masa emas pertumbuhan otak, sedangkan diet golongan darah ataupun diet lainnya tidak terbukti bermanfaat untuk digunakan dalam tata laksana obesitas pada anak dan remaja. Penggunaan obat dipertimbangkan pada anak dan remaja obes dengan penyakit penyerta yang tidak memberikan respons pada terapi konvensional.
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
36
Kesimpulan Obesitas merupakan masalah kesehatan dunia pada anak dan remaja yang semakin sering ditemukan di berbagai negara. Ikatan Dokter Anak Indonesia mengeluarkan rekomendasi diagnosis dan tata laksana obesitas pada anak dan remaja, yaitu: 1. Gizi lebih dan obesitas pada anak dan remaja ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan antropometris, dan deteksi dini komorbiditas yang dibuktikan dengan pemeriksaan penunjang terkait 2. Prinsip tata laksana gizi lebih dan obesitas pada anak adalah menerapkan perilaku makan, aktivitas yang benar, dan modifikasi perilaku dengan orangtua sebagai panutan 3. Orangtua, anggota keluarga, teman, dan guru harus dilibatkan dalam tata laksana obesitas 4. Terapi intensif berupa farmakoterapi dan terapi bedah dapat diterapkan dengan persyaratan pada anak dan remaja obes yang mengalami penyakit penyerta dan tidak memberikan respons pada terapi konvensional 5. Pencegahan terjadinya gizi lebih dan obesitas terdiri dari 3 tahap, pencegahan primer dengan menerapkan pola makan dan aktivitas yang benar sejak bayi, pencegahan sekunder dengan mendeteksi early adiposity rebound, dan pencegahan tersier dengan mencegah terjadinya komorbiditas
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
37
Lampiran 1. Grafik indeks massa tubuh (IMT) anak laki-laki dan perempuan usia 0-2 tahun
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
38
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
39
Lampiran 2. Grafik indeks massa tubuh (IMT) anak laki-laki dan perempuan usia 2-20 tahun
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
40
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
41
42
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
Makanan yang mengandung tinggi vitamin, mineral dan serat, tetapi rendah energi, lemak jenuh, gula, dan garam
Buah-buahan dan sayursayuran Daging tanpa lemak dan ikan Kacang-kacangan, biji-bijian, buncis, dan lentil Roti gandum, sereal, beras, dan pasta Produk susu rendah lemak Air dan susu
Yoghurt rendah lemak, sandwich gandum, bubur, kacang panggang, jus buah kalengan, ikan tuna kalengan, buah dan sayuran segar atau beku, daging sapi, daging babi atau domba tanpa lemak, ayam tanpa kulit
Komposisi
Jenis kelompok makanan
Contoh
Daging babi, sereal olahan, roti, keju, pancakes, atau biskuit manis
Daging olahan rendah lemak dan garam Roti dan sereal olahan Produk susu tinggi lemak Kue dan biskuit rendah lemak/gula Susu dan jus buah rendah lemak tanpa tambahan gula
Makanan yang mengandung vitamin, mineral, energi, lemak jenuh, gula, dan garam dalam jumlah sedang
Makanan yang boleh dikonsumsi dalam porsi kecil, tetapi tidak dianjurkan untuk dikonsumsi setiap hari
Yellow Food
Kentang goreng, sosis, salami, pie, hot dogs, nuget ayam, keripik kentang, makanan manis seperti kue coklat, muffins, donat, soft drink
Makanan yang digoreng dan kentang olahan Daging olahan yang mengandung tinggi lemak Makanan penutup yang berbahan dasar susu Kue manis dan biskuit Coklat dan minuman manis
Makanan yang mengandung rendah vitamin dan mineral, tetapi tinggi energi, lemak jenuh, gula, dan garam
Makanan yang boleh dimakan 1x/minggu
Red Food
(Sumber: dikutip dan dimodifikasi dari www.thelunchboxclub.co.nz. Diakses pada tanggal 8 Agustus 2014)
Makanan yang boleh dimakan setiap hari
Definisi
Green Food
LAMPIRAN 3. The traffic light diet
Lampiran 3. The Traffic Light Diet
Lampiran 4. Satuan bahan makanan penukar
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
43
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
44
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
45
LAMPIRAN 5. Daftar kandungan serat dalam buah Satu satuan penukar mengandung 50 kalori, 12 g karbohidrat
Kandungan Serat
Bahan Makanan
URT
Gram
Anggur
15 buah sedang
125
Apel Merah
1 buah kecil
85
Apel Malang
1 buah sedang
75
S+
Arbei
6 buah sedang
135
K+
Belimbing
1 buah besar
149
S++, K+
Blewah
1 potong sedang
70
S+
Cempedak
7 biji sedang
45
S++
Duku
9 buah sedang
80
K+
Durian
2 biji besar
35
Jambu Air
2 buah besar
110
S+
Jambu Biji
1 buah besar
100
K+
Jambu Bol
1 buah kecil
90
S+
Jambu Monyet
1 buah besar
80
Jeruk Bali
1 potong
105
S+, K+
Jeruk Garut
1 buah sedang
115
S+, K+
Jeruk Manis
2 buah sedang
110
K+
Jeruk Nipis
1¼ gelas
135
K+
Kedondong
2 buah sedang
120
S++
Kemang
1 buah besar
105
Kesemek
½ buah
65
S+
Kolang-kaling
5 biji sedang
25
S++
Kurma
3 buah
15
Kiwi
1½ buah
110
S+
Lontar
16 buah
185
S++
Lychee
10 buah
75
& Kalium S++, K+
Keterangan: S+ : Serat 3-6 g, S++ : Serat > 6 g, K+ : tinggi kalium
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
46
Satu satuan penukar mengandung 50 kalori, 12 g karbohidrat
Kandungan Serat
Bahan Makanan
URT
Gram
Mangga
¾ buah besar
90
Manggis
2 buah sedang
80
S++
Markisa
¾ buah sedang
35
S++
Melon
1 potong besar
190
S+
Menteng
4 buah sedang
75
Nangka Masak
3 biji sedang
45
Nenas
¼ buah sedang
95
Pala (daging)
4 buah sedang
120
S++
Peach
1 buah kecil
115
S++
Pear
½ buah sedang
85
S++
Pepaya
1 potong besar
110
S+, K+
Pisang Ambon
1 buah kecil
50
K+
Pisang Kepok
1 buah
45
K+
Pisang Mas
2 buah
40
S+, K+
Pisang Raja Sereh
2 buah kecil
40
K+
Plum
2½ buah
140
S+
Rambutan
8 buah
75
Salak
2 buah sedang
65
Sawo
1 buah sedang
55
Semangka
2 potong sedang
180
Sirsak
½ gelas
60
S+
Srikaya
2 buah besar
50
S+
Strawberry
4 buah besar
215
S++
& Kalium
S++
S+
Keterangan: S+ : Serat 3-6 g, S++ : Serat > 6 g, K+ : tinggi kalium
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
47
KEPUSTAKAAN 1.
de Onis M, Blössner M, Borghi E. Global prevalence and trends of overweight and obesity among preschool children. Am J Clin Nutr. 2010;92:1257-64.
2.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Kementerian Kesehatan RI Tahun 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013.
3.
Djer MM. Prevalensi obesitas pada anak usia sekolah dasar di SD Kenari 7 dan 8 Jakarta dan faktor-faktor yang memengaruhi. Tesis. Jakarta: Universitas Indonesia; 1998.
4.
Meilany TA. Profil klinis, laboratoris serta sikap dan perilaku murid sekolah dasar dengan obesitas. Studi kasus di SD Tarakanita 5, SDI Al Azhar Rawamangun dan SDI Al Azhar Kelapa Gading Jakarta. Tesis. Jakarta: Universitas Indonesia; 2001.
5.
Susanti TE. Prevalens dan faktor risiko obesitas pada anak sekolah dasar usia 10-12 tahun di lima wilayah DKI Jakarta. Tesis. Jakarta: Universitas Indonesia; 2007.
6.
Adhianto G, Soetjiningsih. Prevalence and risk factors of overweight and obesity in adolescent. Paediatr Indones. 2002;42:206-11.
7.
Dewi MR, Sidiartha IGL. Prevalensi dan faktor risiko obesitas anak sekolah dasar di daerah urban dan rural. Medicina. 2013;44:15-21.
8.
Mexitalia M, Faizah Z, Hardian, Susanto JC. Hubungan pola makan dan aktivitas fisik pada anak dengan obesitas usia 6-7 tahun di Semarang. M Med Indones. 2005;40:6270.
9.
Sjarif dkk. 2004. Penelitian Multisenter 10 PPDSA di Indonesia mengenai prevalensi obesitas. Dipresentasikan pada KONIKA XIII, Bandung 4-7 Juli 2005.
10. Barlow SE and the Expert Committee. Expert committee recommendations regarding the prevention, assessment, and treatment of child and adolescent overweight and obesity: summary report. Pediatrics. 2007;120:S164-92. 11. Benson L, Baer HJ, Kaelber DC. Trends in the diagnosis of overweight and obesity in children and adolescents: 1999-2007. Pediatrics. 2009;123:e153-8. 12. Pribadi A, Subardja D, Rustama DS, Fadil RMR. Relationship between the degree of obesity and oral glucose tolerance in primary obese adolescents. Paediatr Indones. 2002;42:249-53. 13. Tangkilisan AH, Akune K. Some factors related to lipid profile in obese children at junior high schools in Manado. Paediatr Indones. 2007;47:166-71. 14. Martuti S, Lestari ED, Soebagyo B. Prediktor penyakit kardiovaskular pada anak obes usia sekolah dasar di Kotamadya Surakarta. Sari Pediatri 2008;10:18-23.
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
48
15. Himah R, Prawirohartono EP, Julia M. Association between obesity and lipid profile in children 10-12 years of age. Paediatr Indones. 2008;48:257-60. 16. Siregar FZ, Panggabean G, Daulay RM, Lubis HM. Comparison of peak expiratory flow rate (PEFR) before and after physical exercise in obese and non-obese children. Paediatr Indones. 2009;49:20-4. 17. Harahap DF, Sjarif DR, Soedjatmiko, Widodo DP, Tedjasaputra MS. Identification of emotional and behavior problems in obese children using Child Behavior Checklist (CBCL) and 17-items Pediatric Symptom Checklist (PSC-17). Paediatr Indones. 2010;50:42-8. 18. Lestari ED, Hidayah D, Karini SM. Social maturity among obese children in Surakarta, Indonesia. Paediatr Indones. 2006;46:174-178. 19. Hendarto A, Sastroasmoro S, Sjarif DR, Wijaya A. Hubungan antara leptin, adiponektin, tumor necrosis factor-α, C-reactive protein, asupan karbohidrat dan lemak terhadap resistensi insulin pada anak lelaki superobese usia 5-9 tahun. Disertasi. Jakarta: Universitas Indonesia; 2009. 20. Pulungan AB, Puspitadewi A, Sekartini R. Prevalence of insulin resistance in obese adolescents. Paediatr Indones. 2013;53:167-72. 21. Febrianti Z, Oenzil F, Arbi F, Lubis G. Soluble transferrin receptor levels in obese and non obese adolescents. Paediatr Indones. 2014;54:77-81. 22. Hariyanto D, Madiyono B, Sjarif DR, Sastroasmoro S. Hubungan ketebalan tunika intima media arteri karotis dengan obesitas pada remaja. Sari Pediatri. 2009;11:15966. 23. Gultom LC, Sjarif DR, Ifran EKB, Trihono PP, Batubara JRL. Metabolic syndrome and visceral fat thickness in obese adolescents. Paediatr Indones. 2007;47:124-9. 24. Malonda AA, Tangklilisan HA. Comparison of metabolic syndrome criteria in obese and overweight children. Paediatr Indones. 2010;50:295-9. 25. Hill JO, Trowbridge FL. Childhood obesity: future directions and research priorities. Pediatrics. 1998;101:570-4. 26. Guillaume M. Defining obesity in childhood: current practice. Am J Clin Nutr. 1999;70:S126-30. 27. Dietz WH. Health consequences of obesity in youth: childhood predictors of adult disease. Pediatrics. 1998;101:518-25. 28. Whitaker RC, Wright JA, Pepe MS, Seidel KD, Dietz WH. Predicting obesity in young adulthood from childhood and parental obesity. N Engl J Med. 1997;337:869-73. 29. Sjarif DR. Obesitas pada anak dan permasalahannya. Dalam: Trihono PP, Pujiarto PS, Sjarif DR, Hegar B, Gunardi H, Oswari H, Kadim M, penyunting. Naskah lengkap PKB-IKA XLV. Hot topics in pediatrics II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2002.h.219-34.
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
49
30. Sjarif DR. Pediatric nutritional care. Dalam: Pulungan AB, Hendarto A, Hegar B, Oswari H, penyunting. Continuing Professional Development IDAI Jaya 2006. Nutrition Growth-Development. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang DKI Jakarta; 2006.h.1-10. 31. Standar Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. 32. Rosenbaum M, Leibel RL. The physiology of body weight regulation: relevance to the etiology of obesity in children. Pediatric. 1998:101:523-39. 33. Maffeis C, Schutz Y, Grezzani A, Provera S, Piancentini G, Tato L. Meal-induced thermogenesis and obesity: Is a fat meal a risk factor for fat gain in children? J Clin Endocrinol Metab. 2001;86:214-9. 34. Williams CL, Campanaro LA, Squillace M, Bollella M. Management of childhood obesity in pediatric practice. Ann N Y Acad Sci. 1997;817:225-40. 35. Krebs NF, Himes JH, Jacobson D, Nicklas TA, Guilday P, Styne D. Assessment of child and adolescent overweight and obesity. Pediatrics. 2007;120:S193-228. 36. Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Asuhan Nutrisi Pediatrik. UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2011. 37. Sjarif DR, Pustika E. Stunting pada anak Indonesia usia 0-18 tahun. Perbandingan antara kurva CDC 2000 dan WHO 2006 (Abstrak). Dipresentasikan pada PIT 2012, Bandung. 38. Wang Y, Chen HJ. Use of percentiles and Z-scores in anthropometry. Dalam: Preedy VR, penyunting. Handbook of Anthropometry: Physical Measures of Human Form in Health and Disease. New York: Spinger Science+Business Media, LLC 2012.h.29-48. 39. Oxford Center for Evidence-based Medicine. Levels of Evidence (March 2009). Diunduh dari www.cebm.net. Diakses pada tanggal 8 Agustus 2014. 40. Supriyatno B, Said M, Hermani B, Sjarif DR, Sastroasmoro S. Risk factors of obstructive sleep apnea syndrome in obese early adolescents: A prediction model using score system. Acta Med Indones. 2010;42:152-7. 41. Marcus CL, Brooks LJ, Draper KA, Gozal D, Halbower AC, Jones J, dkk. Diagnosis and management of childhood obstructive sleep apnea syndrome. Pediatrics. 2012;130:576-84. 42. Macavei VM, Spurling KJ, Loft J, Makker HK. Diagnostic predictors of obesityhypoventilation syndrome in patients suspected of having sleep disordered breathing. J Clin Sleep Med. 2013;9:879-84. 43. Boyraz M, Hatipoğlu, Sari E, Akҫay A, Taᶊkin N, Ulucan K. Non-alcoholic fatty liver disease in obese children and the relationship between metabolic syndrome criteria. Obes Res Clin Pract. 2014;8:e356-63. 44. Chalasani N, Younossi Z, Lavine JE, Diehl AM, Brunt EM, Cusi K, dkk. The
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
50
diagnosis and management of non-alcoholic fatty liver disease: Practice guideline by the American Association for the Study of Liver Diseases, American College of Gastroenterology, and the American Gastroenterological Association. Hepatology. 2012;55:2005-23. 45. de A. Nunes MM, Medeiros CCM, Silva LR. Cholelitiasis in obese adolescents treated at an outpatient clinic. J Pediatr (Rio J). 2014;90:203-8. 46. Brufani C, Ciampalini P, Grossi A, Fiori R, Fintini D, Tozzi A, dkk. Glucose tolerance status in 510 children and adolescents attending an obesity clinic in Central Italy. Pediatr Diabetes 2010; 11:47-54. 47. Frank S. Polycystic ovary syndrome in adolescents. Int J Obesity. 2008;32:1035-41. 48. Bremer AA. Polycystic ovary syndrome in the pediatric population. Metabolic Syndrome and Related Disorders. 2010;8:375-94. 49. Ramzan M, Ali I, Ramzan F, Ramzan F, Ramzan MH. Prevalence of sub clinical hypothyroidism in school children (6-11 years) of Dera Ismail Khan. J Postgrad Med Inst. 2012;26:22-8. 50. Jospe N. Endokrinologi. Dalam: Susanto R, Pulungan AB, penyunting. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial. Edisi ke-6. Singapura: Elsevier (Singapore) Pte Ltd; 2014.h.679-727. 51. Degnan AJ, Levy LM. Pseudotumor cerebri: Brief review of clinical syndrome and imaging findings. Am J Neuroradiol. 2011;32:1986-93. 52. Sorof J, Daniels S. Obesity hypertension in children: A problem of epidemic proportions. Hypertension. 2002;40:441-7. 53. Gultom LC, Sjarif DR, Sudoyo HA, Mansyur M, Hadinegoro SRS, Immanuel S, dkk. Peran polimorfisme apolipoprotein E pada remaja obes dengan dislipidemia yang mendapat intervensi latihan fisis dan diet National Cholesterol Education Program Step II. Disertasi. Jakarta: Universitas Indonesia; 2014. 54. Korsten-Reck U, Kromeyer-Hauschild K, Korsten K, Baumstark MW, Dickhuth HH, Berg A. Frequency of secondary dyslipidemia in obese children. Vascular Health and Risk Management. 2008;4:1089-94. 55. Nemiary D, Shim R, Mattox G, Holden K. The relationship berween obesity and depression among adolescents. Psychiat Ann. 2012;42:305-8. 56. Wills M. Orthopedic complications of childhood obesity. Pediatr Phys Ther. 2004;16:230-5. 57. Peck D. Slipped Capital Femoral Epiphysis: Diagnosis and Management. Am Fam Physician. 2010;82:258-62. 58. Hirschler V, Aranda C, Oneto A, Gonzalez C, Jadzinsky M. Is Acanthosis nigricans a marker of insulin resistance in obese children? Diabetes Care. 2002;25:2353.
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
51
59. Swiney J. The relationship between obesity and skin and soft tissue infections. Capstone Project 2010. 60. Pinhas-Hamiel O, Newfield RS, Koren I, Agmon A, Lilos P, Phillip M. Greater prevalence of iron deficiency in overweight and obese children and adolescents. Int J Obesity. 2003;27:416-8. 61. D Arts-Rodas, D Benoit. Feeding problems in infancy and early child-hood: Identification and management. Paediatr Child Health. 1998;3:21-7. 62. Bernard-Bonnin AC. Feeding problems of infants and toddlers. Can Fam Physician. 2006;52:1247-51. 63. Sjarif DR. Obesitas anak dan remaja. Dalam: Sjarif DR, Lestari ED, Mexitalia M, Nasar SS, penyunting. Buku Ajar Nutrisi dan Penyakit Metabolik. Edisi ke-1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2011.h.230-44. 64. Weaver KA, Piatek A. Childhood obesity. Dalam: Samour PQ, Helm KK, Lang CE, penyunting. Handbook of pediatric nutrition. Edisi ke-2. Maryland: Aspen Publishers Inc; 1999.h.173-89. 65. Neumann CG, Jenks BH. Obesity. Dalam: Levine MD, Carey WB, Crocker AC, penyunting. Developmental-behavioral pediatrics. Edisi ke-2. Tokyo: WB Sanders Co; 1992.h.354-63. 66. Pereira MA, Ludwig DS. Dietary fiber and body-weight regulation. Observations and mechanisms. Pediatr Clin North Am. 2001;48:969-80. 67. Dietz WH, Bandini LG, Morelli JA, Ching PL. Effect of sedentary activity on resting metabolic rate. Am J Clin Nutr. 1994;59:556-9. 68. Linder MC. Energy metabolism, intake, and expenditure. Dalam: Linder MC, penyunting. Nutritional biochemistry and metabolism with clinical applications. Edisi ke-2. London: Prentice-Hall International Inc; 1991.h.277-304. 69. Ilyas El. Aspek kebugaran pada obesitas anak. Dalam: Samsudin, Nasar SS, Sjarif DR, penyunting. Naskah lengkap PKB-IKA XXXV. Masalah gizi gandan dan tumbuh kembang anak. Jakarta: Bina Rupa Aksara; 1995.h.89-102. 70. Adiwinanto W, Soetadji A, Mexitalia M. Pengaruh olah raga terhadap indeks massa tubuh dan tingkat kesegaran jasmani pada remaja obesitas. Tesis. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro; 2007. 71. Anam MS, Mexitalia M, Widjanarko B, Pramono A, Susanto H, Subagio HW. Pengaruh intervensi diet dan olah raga terhadap IMT, lemak, dan kesegaran jasmani anak obes. Sari Pediatri. 2010;12:36-41. 72. Council on Sports Medicine and Fitness and Council on School Helath. Pediatrics. 2006;117:1247-51. 73. Center for Disease Control and Prevention. Physical activity for everyone. Diunduh dari www.cdc.gov. Diakses pada tanggal 8 Agustus 2014.
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
52
74. U.S. Department of Health & Human Services. Active children and adolescents. Physical activity guidelines for americans. Diunduh dari www.health.gov. Diakses pada tanggal 8 Agustus 2014. 75. Wing RR, Greeno CG. Behavioural and psychosocial aspects of obesity and its treatment. Baillieres Clin Endocrinol Metab. 1994;8:689-703. 76. Beguin Y, Grek V, Weber G, Sautois B, Paquot N, Pereira M, dkk. Acute functional iron deficiency in obese subject during a very-low-energy all-protein diet. Am J Clin Nutr. 1997;66:75-9. 77. Yanovski JA. Intensive therapies for pediatric obesity. Pediatr Clin North Am. 2001;48:1041-53. 78. Dunican KC, Desilets AR, Montalbano JK. Pharmacotherapeutic options for overweight adolescents. Ann Pharmacother. 2007;41:1445-55. 79. Spear BA, Barlow SE, Ervin C, Ludwig DS, Saelens BE, Schetzina KE, dkk. Recommendations for treatment of child and adolescent overweight and obesity. Pediatrics. 2007;120:S254-88. 80. Kanekar A, Sharma M. Pharmacological approaches for management of child and adolescent obesity. J Clin Med Res. 2010;2:105-111. 81. Park MH, Kinra S, Ward KJ, White B, Viner RM. Metformin for obesity in children and adolescents: A Systematic Review. Diabetes Care. 2009;32:1743-5. 82. Brufani C, Crinò A, Fintini D, Patera PI, Cappa M, Manco M. Systematic review of metformin use in obese nondiabetic children and adolescents. Horm Res Paediatr. 2013;80:78-85. 83. Inge TH, Krebs NF, Garcia VF, Skelton JA, Guice KS, Strauss RS, dkk. Bariatric surgery for severely overweight adolescents: concerns and recommendations. Pediatrics. 2004;114:217-23. 84. Treadwell JR, Sun F, Schoelles K. Systematic review and meta-analysis of bariatric surgery for pediatric obesity. Ann Surg. 2008;248:763-76. 85. Schmitz MK, Jeffrey RW. Public health intervention for the prevention and treatment of obesity. Med Clin North Am. 2000;84:491-512. 86. American Academy of Pediatrics. Policy Statement. Children, adolescents, and the media. Pediatrics. 2013;132:958-61. 87. Koyama S, Ichikawa G, Kojima M, Shimura N, Sairenchi T, Arisaka O. Adiposity rebound and the development of metabolic syndrome. Pediatrics. 2014;133:e114-9 88. Ohlsson C, Lorentzon M, Norjavaara E, Kindblom JM. Age at adiposity rebound is associated with fat mass in young adult males-The Good study. Plos One. 2012;7:e49404-11. 89. Gill TP. Key issues in the prevention of obesity. Br Med Bull. 1997;53:359-88. Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
53