LAMPIRAN KEPUTUSAN DPRD PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR : 8 TAHUN 2016 TANGGAL : 27 APRIL 2016
REKOMENDASI DPRD PROVINSI JAWA TENGAH TERHADAP LKPJ GUBERNUR JAWA TENGAH AKHIR TAHUN ANGGARAN 2015
Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Gubernur Jawa Tengah Akhir Tahun Anggaran 2015 merupakan dokumen yang harus dipenuhi oleh Gubernur sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No 23 Tahun 2014. LKPJ Gubernur Jawa Tengah ATA 2015 menjadi early warning system atas pencapaian visi Jawa Tengah “Menuju Jawa Tengah Sejahtera dan Berdikari; Mboten Korupsi, Mboten Ngapusi” sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2014. Keberhasilan dan kegagalan pencapaian target yang terungkap dalam LKPJ diharapkan menjadi pemandu dan pemacu kerja Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sehingga visi yang diukur dari indikator kinerja sebagaimana dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) pada akhirnya dapat terwujud di Tahun 2018. Sebagai bagian dari penyelenggara pemerintahan daerah, DPRD senantiasa menjunjung objektivitas dan tetap bersikap kritis konstruktif bagi peningkatan kinerja penyelenggaraan Pemerintahan Provinsi Jawa Tengah. Oleh karenanya kami perlu memberikan apresiasi : Pertama, kepada Gubernur atas 3 penghargaan yang diperoleh pada Tahun 2015 yakni Satya Lencana Karya Bhakti Praja Nugraha, Adhikarya Pangan Nusantara, dan Wahana Tata Nugraha Kencana.
2
Kedua, kepada seluruh jajaran SKPD Pemerintah Provinsi Jawa Tengah atas tercapainya 405 target dari 454 indikator atau dengan tingkat keberhasilan 83,34% untuk semua urusan yang diselenggarakan (angka ini berbeda dengan di Buku I LKPJ yang mencantumkan 88,13%). Ketiga, kepada Badan Pendidikan Pelatihan, Badan Penanaman Modal Daerah serta Badan Kepegawaian Daerah yang telah mengembangkan sistem
pelayanan
berbasis
teknologi
informasi
untuk
memberikan
kemudahan dan percepatan pelayanan sesuai tugas dan fungsinya. Pansus LKPJ menganggap, setidaknya ada lima isu strategis yang selama ini selalu diangkat oleh Gubernur Jawa Tengah yang harus diwujudkan untuk membawa Jawa Tengah menjadi lebih sejahtera dan merupakan subtansi kinerja Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang harus terus dicermati dan diawasi performanya. Hal ini untuk mengingatkan kita semua akan janji Gubernur sekaligus untuk menilai status perwujudan dari harapan-harapan masyarakat yang harus dipenuhi. Lima hal dimaksud adalah: 1) peningkatan infrastruktur; 2) kedaulatan energi; 3) kedaulatan pangan; 4) penurunan pengangguran dan 5) penurunan tingkat kemiskinan. Kami menyadari bahwa isu infrastruktur adalah isu yang sudah menjadi ikon pemerintah dari tingkat pusat, provinsi hingga kabupaten/kota dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi, pertumbuhan ekonomi dan memperbaiki konektivitas antar daerah, tidak terkecuali untuk Jawa Tengah. Hampir di setiap kesempatan, Gubernur tidak pernah lupa untuk mengangkat pembangunan infrastruktur sebagai kunci penyelesaian semua persoalan di Jawa Tengah. Infrastruktur yang baik diharapkan akan meningkatkan iklim investasi yang akan memperluas kesempatan kerja dan mengurangi kemiskinan. Infrastruktur yang baik diyakini pula akan mempermudah pengembangan akses pasar hasil-hasil bumi, menurunkan
3
ongkos distribusi dan pada gilirannya akan meningkatkan daya saing produksi hasil-hasil bumi. Pola berfikir logis tersebut membuat hampir kita semua menyetujui hal tersebut dan berkonsentrasi membangun infrastruktur dengan anggaran yang sedemikian besar dalam struktur anggaran yang terbatas. Keyakinan yang besar bahwa infrastruktur adalah pangkal dari persoalan, membuat kita
agak
mengabaikan
sektor-sektor
produksi
yang
menopang
perekonomian Jawa Tengah. Dari sajian dalam LKPJ, kami meyakini banyak hal yang harus mendapat intervensi serius dari Gubernur agar negara bisa hadir untuk senantiasa melindungi bangsanya dan rakyat pun terlindungi dari ekses-ekses negatif pembangunan yang berbasis kepada pertumbuhan seperti kesenjangan, ketidakadilan dan penyimpangan. Sehingga tahuntahun mendatang, persoalan pertanian dan masalah di sektor-sektor produksi lainnya menjadi fokus utama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Dalam melihat isu kedaulatan pangan, dua hal utama untuk melihat status kedaulatan pangan adalah dari tingkat ketersediaannya dan stabilitas harga. Kedua hal tersebut ibarat dua sisi mata uang yang tidak bisa terpisah. Kita bisa memproklamirkan diri berdaulat atas pangan jika komoditas pangan tidak lagi menjadi kontributor utama inflasi. Pada kenyataannya, meskipun capaian 7 indikator kinerja urusan ketahanan pangan sudah 100% berhasil, namun ketersediaan pangan di Jawa Tengah masih tetap terbatas pada beras saja belum daulat atas komoditas lainnya seperti kedelai yang masih impor besar, jagung, gula dan beberapa komoditas hortikultura lainnya. Sektor pangan masih menjadi penyumbang inflasi terbesar. Yang memprihatinkan pada Tahun 2015 adalah Nilai Tukar Petani (NTP) justru turun drastis menjadi 100,24 dari 100,65, jauh di bawah target RPJMD yang sebesar 102,36.
Pada posisi ini logika perbaikan
infrastruktur menyelesaikan seluruh persoalan terbukti tidak efektif lagi. Kartu Tani, yang sejak awal digadang-gadang Gubernur untuk memperbaiki
4
data pertanian kita dan meminimalkan penyelewengan pasar pupuk bersubsidi, hingga saat ini juga tidak terbit-terbit, cenderung mengalami kegagalan. Swasembada gula pun tidak tentu arahnya, berjalan di tempat. DPRD berharap besar, di era Gubernur saat ini, akan hadir programprogram yang efektif untuk menurunkan kemiskinan. Kita percaya pada awalnya bahwa perbaikan infrastruktur yang masif dengan dana besar akan sangat membantu percepatan penurunan tingkat kemiskinan. Namun dari data yang disajikan, tingkat penurunan kemiskinan kita masih sangat lambat. Pada Tahun 2015, jumlah penduduk miskin hanya berkurang 0,265% menjadi 13,32% target Tahun 2015 di RPJMD sebesar 9,05%-8,75%. Tampaknya mustahil menurunkan tingkat kemiskinan sesuai RPJMD dengan tingkat kecepatan penurunan kemiskinan yang sedemikian kecil tersebut. Perlu ada perubahan revolusioner dalam pengembangan programprogram kemiskinan. Dalam sisa masa pemerintahan yang tinggal dua tahun anggaran efektif, Gubernur harus segera mengambil langkah-langkah taktis yang lebih strategis agar tingkat kemiskinan bisa diturunkan lebih besar dan lebih cepat. Kemiskinan dan pengangguran mempunyai relasi sangat kuat, artinya dikala pengangguran bertambah maka kemiskinan pun akan bertambah. Dalam hal pengurangan persentase pengangguran, kami memberikan apresiasi kepada pihak Pemerintah Provinsi yang telah berupaya keras untuk merealisasikan target RPJMD, meskipun belum memuaskan. Tingkat pengangguran pada Tahun 2015 sebesar 4,99%, relatif masih lebih tinggi dibandingkan target RPJMD 4,93%-4,62%. Perlu terus dilakukan perbaikanperbaikan dalam pelayanan perijinan dan iklim investasi agar Jawa Tengah bisa menjadi daerah yang atraktif dalam menarik investor. Terdapat koherensi yang konsisten antara realisasi penurunan tingkat kemiskinan dan pengangguran dengan tingkat kesenjangan dalam LKPJ Gubernur ATA 2015. Pada Tahun 2015, nilai indeks gini rasio (0,38) masih
5
lebih tinggi dibanding target RPJMD (0,347). Ini juga menandakan bahwa pembangunan
infrastruktur
belum
direlasikan
secara
adil
dengan
kebutuhan wilayah di lapangan, masih terkonsentrasi di daerah-daerah yang tingkat transaksi ekonominya tinggi akibatnya kita kesulitan meminimalkan kesenjangan, justru yang terjadi kesenjangan makin tinggi dan mendekati angka yang dapat merugikan stabilitas pembangunan. Dalam konteks ini, Gubernur hendaknya harus bisa lebih memetakan daerah-daerah yang belum
prioritas
dari
sisi
distribusi
tetapi
menjadi
kantong-kantong
kemiskinan di Jawa Tengah. Daerah tersebut harus mendapat perhatian lebih besar dalam perbaikan infrastruktur pada tahun anggaran mendatang. Apa yang kami sampaikan terkait performa 5 program besar yang selama ini menjadi isu strategis Gubernur adalah pemikiran-pemikiran realistis yang harus mendapat perhatian serius dari Gubernur dan jajarannya. Beberapa kegagalan dalam pencapaiannya, menjadi makin lengkap jika kita memasuki area pendapatan daerah. Sesuai dengan data yang kami peroleh, hampir tidak pernah terjadi realisasi pendapatan di bawah target yang ditetapkan. Namun, pada Tahun 2015, hal ini benarbenar terjadi, kita mengalami resesi pendapatan. Pada Tahun 2015, pendapatan dari PKB dan BBNKB, yang menjadi kontributor andalan PAD terjerambab di angka 86,4%. PAD kita kekurangan RP 1,4 triliun dari target. Berikut kami sampaikan catatan dan rekomendasi Pansus LKPJ terhadap kualitas dokumen LKPJ maupun kinerja Pemerintah Provinsi Jawa Tengah antara lain sebagai berikut : I. Dokumen LKPJ Gubernur Jawa Tengah Akhir Tahun Anggaran 2015 a. PP No 3 Tahun 2007 menerangkan bahwa LKPJ pada dasarnya merupakan dokumen keterangan kinerja Gubernur yang disampaikan kepada DPRD dengan prinsip transparasi dan akuntabilitas.
6
Oleh karenanya, LKPJ Gubernur Jawa Tengah ATA 2015 semestinya dapat menjelaskan kinerja secara utuh di setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh SKPD dengan mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan kinerja penyelenggaraan pemerintahan. Menurut Perpres No 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, indikator kinerja adalah keluaran (output) dan hasil (outcome) yang mencerminkan berfungsinya keluaran dari kegiatankegiatan dalam satu program. Tetapi dalam LKPJ Gubernur Jawa Tengah Akhir Tahun Anggaran 2015 ini
tidak
mampu
memaparkan
hasil
(outcome)
kinerja
program
pembangunan, akibatnya kinerja Gubernur tidak bisa diukur. Hal ini menunjukkan inkonsistensi Gubernur terhadap visi “Mboten Korupsi, Mboten Ngapusi”, khususnya pada aspek transparansi dan akuntabel. Untuk mengukur kinerja Gubernur dengan prinsip transparan dan akuntabel
ini
maka
DPRD
merujuk
pada
peraturan
perundang-
undangan yang mengatur tentang akuntabilitas kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah antara lain: 1. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, 2. Peraturan Pemerintah No 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, 3. Peraturan Pemerintah No 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan
Pengendalian
dan
Evaluasi
Pelaksanaan
Rencana
Pembangunan Daerah, 4. Peraturan
Pemerintah
No
60
Tahun
2008
tentang
Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah, 5. Peraturan Presiden No 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah,
7
6. Permendagri No 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan PP No 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah, dan 7. Permenpan
Nomor
53
Tahun
2014
tentang
Petunjuk
Teknis
Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah. LKPJ Gubernur Jawa Tengah Akhir Tahun Anggaran 2015 hanya memaparkan keluaran (output) kegiatan lebih banyak menunjukkan bahwa
kinerja
Pemerintah
Daerah
baru
pada
tahapan
sebagai
penyelenggara kegiatan. Tabel 1. Capaian Kinerja Keluaran (output) Masing-Masing Urusan
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Urusan Ketahanan Pangan Pemberdayaan Perempuan Dan PA Lingkungan Hidup Perpustakaan Penataan Ruang Perencanaan Pembangunan Koperasi Dan UKM Pertanahan Kebudayaan Statistik Kearsipan Kehutanan ESDM Industri Pekerjaan Umum Perhubungan Pendidikan Kesehatan Kelautan Dan Perikanan Penanaman Modal Pariwisata Sosial Kominfo
Jumlah Indikator Kinerja 7
Indikator Kinerja Gagal 0
19
0
17 7 3
0 0 0
17
0
7 6 23 3 5 9 5 13 25 20 60 50
0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 4 4
11
1
10 9 9 8
1 1 1 1
Persentase Keberhasilan 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 96.00 95.00 93.33 92.00 90.91 90.00 88.89 88.89 87.50
8
Otda Pemum Adm KD 25 Kepeg 25 Kesbangpoldagri 12 Kepemudaan Olah 26 10 Raga 27 Perdagangan 9 28 Kependudukan Capil 3 Pemberdayaan Masy 29 11 Desa 30 Pertanian 18 31 Ketenagakerjaan 9 Keluarga Berencana 32 8 Dan KS 33 Transmigrasi 2 34 Perumahan 4 TOTAL 454 Persentase Keberhasilan Diolah dari Buku II LKPJ Gubernur TA 2015 24
4
84.00 83.33
2 2
80.00 66.67 66.67
3 1 4
63.64 61.11 55.56
7 4 4
50.00 50.00 50.00
1 2 49
83,34
Dalam konteks ini, Bappeda tidak menjalankan tugas utamanya sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No 27 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Rencana Kerja Pembangunan Daerah Tahun 2015 yang menyebutkan bahwa Bappeda adalah
unsur
perencana
penyelenggara
pemerintahan
yang
melaksanakan tugas dan mengoordinasikan penyusunan, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan daerah. b. Dasar Hukum yang digunakan dalam LKPJ Gubernur Jawa Tengah Akhir Tahun Anggaran 2015 antara lain adalah Undang-Undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah No 3 Tahun 2007 tentang LPPD kepada Pemerintah, LKPJ KDH kepada DPRD, dan ILPPD kepada Masyarakat. Undang-Undang No 23 Tahun 2014 memuat Urusan Pemerintahan Wajib sebanyak 24 Urusan yang terbagi dalam 6 urusan yang berkaitan dengan pelayanan dasar, dan 18 urusan yang tidak terkait dengan pelayanan dasar serta 8 urusan pemerintahan pilihan. Namun dalam LKPJ ini masih menggunakan 26 urusan wajib dan 8 urusan pilihan. Tanpa ada keterangan transisional, maka penyajian berdasarkan urutan
9
26 urusan wajib menjadi tidak sejalan dengan UU 23 Tahun 2014 yang diawal menjadi salah satu dasar hukum penyusunan LKPJ 2015. Seharusnya, dalam Bab IV LKPJ ini disusun mengacu pada Pasal 12 Undang-Undang No 23 Tahun 2014 dengan mendahulukan 6 urusan Wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar yakni : pendidikan; kesehatan; pekerjaan umum dan penataan ruang; perumahan rakyat dan
kawasan
permukiman;
ketentraman,
ketertiban
umum
dan
perlindungan masyarakat; sosial. Fakta tersebut mencerminkan kekurangcermatan Gubernur dalam penyusunan dokumen LKPJ sesuai dengan Undang-Undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. c. LKPJ tidak menyajikan data atas setiap capaian di setiap indikator kinerja secara menyeluruh di 35 kabupaten/kota. Data yang disajikan hanya 3 (tiga) data makro yakni : Tingkat Pengangguran Terbuka, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja, dan Perkembangan IPM. Padahal dalam Pasal 91 ayat 2 huruf b Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 menyebutkan bahwa Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Pusat memiliki 6 tugas antara lain bahwa Gubernur melakukan monitoring, evaluasi dan supervisi, terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota yang ada diwilayahnya. Seharusnya LKPJ ini juga menjelaskan sebaran data dan capaian di setiap indikator kinerja secara menyeluruh di 35 kabupaten/kota. Data tersebut sangat diperlukan untuk : 1) mengetahui validitas, akurasi, dan sinkronisasi data LKPJ. 2) melakukan
monitoring,
evaluasi
dan
supervisi,
terhadap
penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota (sebagaimana menjadi tugas gubernur yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014).
10
3) mengetahui kabupaten/kota di Jawa Tengah yang masih tertinggal dan
memerlukan
perhatian
lebih
untuk
mencapai
target
dari
indikator-indikator dalam LKPJ. 4) mengetahui ketepatan, efektifitas, efisiensi program/kegiatan dan bantuan yang dilakukan/diberikan oleh Pemerintah Provinsi kepada Pemerintah Kabupaten/Kota. Dari hasil pembahasan Pansus bersama SKPD menunjukkan bahwa sebenarnya SKPD dapat menjabarkan data di setiap kabupaten/kota. Dengan kondisi yang demikian dapat disimpulkan bahwa : Pertama, LKPJ yang disampaikan oleh Gubernur kurang cermat karena tidak didukung dengan data yang komprehensif. Kedua, Tim Daerah Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (EPPD) bekerja tidak optimal sebagaimana diamanatkan oleh PP No 8 Tahun 2008. Ketiga, penyajian LKPJ ATA 2015 tidak memperhatikan Keputusan DPRD
Provinsi
Jawa
Tengah
Nomor
21
Tahun
2013
tentang
Rekomendasi DPRD Terhadap LKPJ Gubernur ATA 2012. d. LKPJ Gubernur Jawa Tengah Akhir Tahun Anggaran 2015 tidak menjelaskan perihal tindak lanjut terhadap temuan Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK
Tahun
2014
untuk
memperbaiki
kinerja
dan
akuntabilitas Pemerintah Daerah. II. Pengelolaan Keuangan Daerah a. Gagalnya target pendapatan asli daerah yang disebabkan oleh gagalnya
pencapaian
target
pajak
daerah
khususnya
Pajak
Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor. Realisasi sebesar 86,4% atau selisih dari target sebesar Rp 1,4 trilyun merupakan
kemunduran
kinerja
yang
sangat
besar
jika
11
dibandingkan dengan Tahun 2014 yang realisasinya mencapai 105,04%. Realisasi
PAD
hanya
mencapai
90,36%
dari
target
yang
direncanakan. Rendahnya pencapaian target PAD karena rendahnya kinerja dalam pemungutan pajak daerah. Pendapatan Pajak daerah hanya terealisasi sebesar 86,48% dari target yang direncanakan. Analisis masalah yang disebutkan dalam LKPJ terkait hal ini adalah karena adanya perlambatan ekonomi global yang berdampak pada daya beli masyarakat serta penjualan kendaraan bermotor baru. Namun demikian tidak disajikan data, Gambaran Umum Daerah, tentang tren daya beli masyarakat dan tren pembelian serta penjualan kendaraan bermotor baru. Analisis masalah ini tampak paradoks
dengan
data
yang
disajikan
tentang
peningkatan
pertumbuhan ekonomi dan penurunan jumlah penduduk miskin dan pengangguran. b. Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan, Jumlah Dana Alokasi Khusus (DAK) Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2015 menempati
peringkat ke-9 terkecil dari seluruh provinsi di Indonesia. Melihat kondisi wilayah dan dinamika sosial ekonomi Jawa Tengah maka jumlah
DAK
tersebut
sangatlah
kecil.
Padahal
mekanisme
pengalokasian DAK pada Tahun 2015 mendasarkan pada proposal yang diajukan oleh pemerintah daerah. Hal ini menandakan bahwa upaya Gubernur untuk memperoleh DAK belum maksimal. c. Pelaksanaan Tugas Pembantuan Tahun 2015 yang diampu oleh 11 SKPD dengan realisasi fisik 86,68% dan keuangan 79,93%. Capaian kinerja terendah oleh Dinas Perkebunan dengan realisasi fisik sebesar 52,27% dan keuangan 44,56%. Kondisi ini mencerminkan buruknya
perencanaan
mengelola anggaran.
program
dan
ketidakmampuan
dalam
12
d. Terdapat
Rp
301,9
milliar
dana
Bantuan
Keuangan
kepada
Pemerintah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa yang tidak dapat terserap.
Gubernur
beralasan
bahwa
ketidakterserapan
dana
tersebut adalah karena “sebagian kegiatan Bantuan Keuangan kepada Kabupaten/Kota yang pelaksanaannya/tidak disampaikan menunjukkan
mengalami
dilaksanakan”.
keterlambatan dalam
Sementara
alasan
yang
senantiasa sama dari tahun ke tahun. Hal ini solusi
yang
disusun
belum
dapat
optimal
menyelesaikan permasalahan tersebut. e. Realisasi belanja program Pelayanan Administrasi Perkantoran di seluruh SKPD mencapai Rp 556, 06 milliar atau 99,85 persen. Hal ini mencerminkan bahwa SKPD gagal melakukan efisiensi dalam hal belanja rutin yang tidak membawa dampak terhadap kesejahteraan masyarakat Jawa Tengah. f. Realisasi Belanja Modal pada Belanja langsung hanya mencapai 87,98%
dari
anggaran
yang
dialokasikan.
Alasannya
karena
terbatasnya jumlah personil bersertifikat ahli dalam Pengadaan Barang dan Jasa serta Gagal Lelang. Alasan berulang tahunan ini berkaitan dengan lemahnya pengelolaan SDM Aparatur yang setiap tahunnya terdapat alokasi belanja langsung untuk peningkatan kapasitas aparatur di tiap SKPD serta lemahnya perencanaan pengadaan barang dan jasa. g. Rendahnya serapan Belanja Bantuan Hibah Pendidikan yang hanya mencapai 18,84%. Hal ini disebabkan ketidakpahaman Kepala Dinas Pendidikan
terhadap
peraturan
perundang-undangan
dan
ketidakberaniannya dalam mengambil keputusan. Kesimpulan ini diperoleh antara lain dari fakta bahwa proposal yang diajukan oleh lembaga pendidikan yang berada dibawah naungan Ormas seperti NU dan Muhammadiyah yang jelas-jelas memiliki
13
payung hukum ternyata tidak dapat dicairkan. Sementara di provinsi lainnya bantuan untuk lembaga tersebut dapat diberikan. III. Kinerja Pemerintah Provinsi Jawa Tengah 2015 Menurut dokumen LKPJ yang DPRD terima, keberhasilan pencapaian keluaran (output) sebesar 83,34% target RKPD 2015 ternyata tidak berbanding lurus dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat Jawa Tengah. Kesejahteraan masyarakat yang dilihat dari indikator makro pembangunan menunjukkan fakta yang berbeda, dimana Pemerintah Provinsi Jawa Tengah gagal mencapai target-target tersebut. Kegagalan tersebut setidaknya ditandai oleh 6 indikator yakni : a. Penurunan persentase kemiskinan. Memang telah terjadi penurunan jumlah maupun persentase penduduk miskin jika dibandingkan dengan tahun 2014. Dari 13,58% jumlah penduduk miskin di tahun 2014 tinggal 13,32% di tahun 2015 atau menurun 0,265%. Namun demikian kondisi tersebut jauh dari ideal, mengingat persentase penduduk miskin di tahun 2015 dalam RPJMD ditargetkan tinggal 9,05-8,75%. Dengan persentase penurunan yang sangat kecil maka ada potensi besar, target penurunan angka kemiskinan tidak akan tercapai. b. Pengurangan persentase pengangguran. Target
dalam RPJMD di
Tahun 2015 seharusnya tinggal 4,93-4,62%. Sedangkan realisasi di Tahun 2015 sebesar 4,99%. c. Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Capaian IPM saat ini (data terakhir yang sudah dirilis oleh BPS adalah data tahun 2014) tidak mencapai target sebagaimana ditetapkan dalam RPJMD dan masih berada di bawah rata-rata nasional. Jawa Tengah masih menempati peringkat ke-13 secara nasional. Kondisi ini menunjukkan bahwa program pembangunan dalam bidang pendidikan, kesehatan dan
14
ekonomi belum efektif meningkatkan kualitas manusia di Jawa Tengah. d. Tingkat kesejahteraan petani yang diukur melalui Nilai Tukar Petani (NTP). NTP Tahun 2015 sebesar 100,24 lebih rendah dari tahun 2014 sebesar 100,65 dan jauh dari target 2015 dalam RPJMD sebesar 102,36. Kondisi tersebut juga menjadi kondisi terrendah dalam 6 tahun terakhir. Ini menunjukkan bahwa tingkat daya beli petani semakin menurun, Program dan kegiatan Pemprov Jateng gagal meningkatkan kesejahteraan petani. e. Pencapaian
Pertumbuhan
Ekonomi.
Target
6,0-6,5%
hanya
terealisasi 5,44%. f. Kesenjangan pendapatan yang diukur melalui Indeks Gini. Target 0,347
terealisasi
0,38.
Ini
menunjukkan
bahwa
kesenjangan
pendapatan masyarakat di Jawa Tengah semakin melebar. Menurut dokumen revisi RKPD 2015 BAB II tentang Evaluasi Hasil Pelaksanaan RKPD Tahun 2015 dan Capaian Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sub.subbab 2.2.1 tentang Evaluasi Agregatif Pembangunan Jawa Tengah hal. II-6 dijelaskan bahwa Evaluasi terhadap capaian kinerja pembangunan secara makro ditunjukkan dengan capaian indikator agregat meliputi :
a. Indeks Pembangunan Manusia (IPM); b. Pertumbuhan Ekonomi; c. Inflasi; d. Indeks Gini; e. Indeks William; f. Nilai Tukar Petani; g. Penduduk Miskin;
15
h. Pengangguran; i. Indeks Pembangunan Gender (IPG); dan j. Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) Tabel 2. Indikator Kegagalan Pemerintah Provinsi Dalam Menciptakan Kesejahteraan Masyarakat Jawa Tengah INDIKATOR KINERJA Kemiskinan Pengangguran Indek Pembangunan Manusia Nilai Tukar Petani Pertumbuhan ekonomi Kesenjangan pendapatan (Indeks Gini)
TAHUN 2014 TAHUN 2015 TARGET REALISASI TARGET TARGET REALISASI RKPD 2015 2014 RPJMD RPJMD 2015 2014 13,58 9,05%9,05%11,5813,32% 8,75% 8,75% 11,37 5,314,77 74,24
5,68 68,78
4,934,62 74,68
4,934,62 Tidak ada data
4,99 Belum ada data
102,04
100,65
102,36
102,36
100,24
6,06,5% 0,349
5,28
6-6,5
6-6,5
5,44 %
0,38
0,347
0,34
0,38
Sumber data : RPJMD Jawa Tengah (Perda N0 5 Tahun 2014) dan BPS Jawa Tengah
Diolah dari Sumber data BPS Jawa Tengah. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa keberhasilan pencapaian target
dari
kegiatan
yang
dilaksanakan
oleh
SKPD
tidak
dapat
16
memberikan dampak yang signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat Jawa Tengah. IV. Pelaksanaan Urusan Pemerintahan Daerah A. Urusan Wajib Berkaitan Dengan Pelayanan Dasar. a. Pendidikan. Ketidakpahaman Kepala Dinas Pendidikan terhadap peraturan perundang-undangan dan ketidakberaniannya untuk mengambil keputusan berdampak pada rendahnya serapan anggaran dana hibah yang hanya mencapai 18,84 persen. b. Kesehatan. 1. Disebutkan
pada
realisasi
program
pencegahan
dan
penanggulangan penyakit (hal 61 Buku II) bahwa berhasil menurunkan factor resiko dan sumber penularan DBD di 35 Kab/Kota. Hal ini tidak sinkron dengan indicator kinerja kesehatan (hal L-I.A.2.1) yang menyebutkan bahwa angka kesakitan dan kematian DBD sangat tinggi, jauh dari target yang ditetapkan untuk tahun 2016.
Alasannya karena rendahnya
masyarakat untuk melakukan gerakan 3 M plus. Alasan ini juga tidak
sinkron
dengan
realisasi
program
promosi
dan
pemberdayaan yang menyebutkan bahwa telah terlaksananya promosi
media
kesehatan
berbagai
media,
pemberdayaan
masyarakat baik desa siaga aktif,posyandu mandiri maupun rumah tangga sehat. 2. Berkaitan dengan kasus kematian ibu dan rujukan, tampak tidak
sinkron
dengan
pencapaian
SPM
kesehatan
terkait
kehamilan dan persalinan yang seluruhnya telah dipenuhi. Disebutkan pula bahwa program pelayanan kesehatan telah berhasil membina puskesmas PONED di Kab/Kota (hal 61).
17
Capaian puskesmas PONED tahun 2015 sebesar 17% dan RS PONEK
sebesar
24,52%.
Keberadaan
Puskesmas
PONED
maupun RS PONEK seharusnya cukup efektif untuk menekan AKI. 3. Disebutkan pencapaian AKI berhasil dibandingkan target yang dicanangkan (hal L-I.A.2.2). Namun terhitung masih cukup tinggi dibanding target MDGS yang seharusnya dicapai pada tahun 2015.
Dari seluruh kasus yang ada, perlu disebutkan
akar persoalan atas kematian ibu yang terjadi berdasar hasil audit tiap kasus. permasalah
dan
Karena ada ketidakjelasan dalam sub bab solusi
bidang
kesehatan
menyebutkan tentang tingginya angka
(hal
63)
yang
kematian ibu akibat
system rujuan yang belum optimal. c. Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang. 1. Target pembangunan dan rehabilitasi jalan dan jembatan telah tercapai, namun masih banyak ruas jalan rusak dengan tingkat kepadatan tinggi belum memperoleh penanganan. 2. Masih banyak irigasi dalam kondisi rusak (14 persen). 3. Tingginya pelanggaran terhadap rencana tata ruang yang tidak ditindak. d. Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman. 1. Luas kawasan kumuh mencapai 9.331 ha di 703 kawasan sementara di tahun 2015 belum ada program dan kegiatan yang dapat menangani permasalahan tersebut. 2. Terdapat 1.723.500 rumah tidak layak huni yang tersebar di 35 kab/kota. Sinergi penanganan antara Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota belum nampak.
18
e. Ketentraman Umum dan Perlindungan Masyarakat. 1. Banyaknya pelanggaran Perda (inventarisasi pelanggar perda 2.042 pelanggar) yang belum semua disertai dengan penindakan tegas. 2. Pada urusan Kesbangpoldagri terdapat 2 program dan kegiatan yang tidak mencapai target : Pertama,
Program/kegiatan
peningkatan
pendidikan
politik
masyarakat. Untuk skor IDI melampaui target sebesar 77,44 dari target 67,48, tetapi partisipasi pemilih tidak mencapai target 68,64%. Capaianya tipis hanya 68,54 %. Padahal target partisipasi pemilih yang dicanangkan KPU Jateng 77,5%, Nasional 70%. Kegagalan capaian ini kompleks tidak semata keterlambatan sosialisasi. Yang lebih parah adalah banyaknya pemilih yang berdomisili sebagai perantau (boro) mencapai 32,3% ditambah regulasi Pilkada lebih rigid dalam menggunakan hak pilih dibanding Pilpres yang cukup dapat dengan KTP saja. Kedua, Peningkatan kemampuan Linmas dan Ratih yang juga belum
mencapai
target
dengan
alasan
kurangnya
minat
masyarakat. Tampaknya kondisi sosial-ekonomi lebih menjadi pertimbangan, karena menjadi Linmas lebih bersifat relawan padahal sisi lain ada tuntutan ekonomi yang lebih kuat. f. Sosial. 1. Jumlah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial sangat besar, penanganan dan koordinasi dengan pemerintah kabupaten/kota kurang optimal. 2. Banyak kasus penyandang masalah kesejahteraan sosial yang tidak memperoleh jaminan kesehatan.
19
B. Urusan Wajib Tidak Berkaitan Dengan Pelayanan Dasar a. Ketenagakerjaan. 1. Masih terdapat masalah mendasar yaitu “belum digunakannya perencanaan tenaga kerja daerah sebagai rujukan dalam menentukan prioritas program/ kegiatan ketenagakerjaan.” Implikasinya
bisa
sangat
serius
karena
dapat
berakibat
ketidakefektifan berbagai kegiatan yang dilaksanakan. 2. Tingkat ketercapaian target indikator kinerja yang relatif rendah (55,56%) dapat dimaknai sebagai akibat dari kelemahan perencanaan tenaga kerja daerah dan implementasinya. b. Pemberdayaan Perempuan Dan Pelindungan Anak. Dalam
menyebutkan
permasalahan
urusan
pemberdayaan
perempuan dan perlindungan anak belum menggambarkan akar persoalan (hal 131 Buku II). Untuk menekan jumlah terjadinya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak (mencegah), belum tampak inovasi sebagai solusi. Pada urusan ini tidak hanya menyelenggarakan
pelayanan
korban
kekerasan
terhadap
perempuan dan anak namun seharusnya kinerja yang dihasilkan adalah adanya sistem yang mendorong
pencegahan terjadinya
kekerasan. c. Ketahanan Pangan. Diperlukan evaluasi yang menyeluruh dikarenakan Pola Pangan Harapan (PPH) warga Jawa Tengah yang diukur dari kecukupan kandungan gizi dalam makanan yang dikonsumsi masyarakat ANJLOK di tahun 2015. Kalau sebelumya nilainya 92, nyaris sempurna, tahun 2015 menjadi 41. Sangat ironi kenapa bisa turun drastis sebab ukuran pola PHH itu dari kandungan protein, vitamin, karbohidrat, mineral dan lainnya atau dalam kata singkat
20
dari kecukupan gizi atau dalam kata lain, angka kecukupan gizi masyarakat Jateng tahun 2015 melorot tajam. d. Pertanahan. Penyelenggaraan
urusan
pertanahan
dilaksanakan
melalui
program penataan, penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah. Dari 6 indikator kinerja program secara keseluruhan target 100% tercapai. Sayangnya Pemprov tidak memaparkan kondisi alih fungsi lahan khususnya dari lahan pertanian ke lahan non pertanian yang berpotensi mengancam ketahanan pangan Jawa Tengah. Realisasi atas penyediaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan setiap Kabupaten/Kota tidak dapat diketahui implementasinya dikarenakan kurangnya monitoring dan evaluasi terhadap program ini yang telah diamanatkan dalam Perda Provinsi Jawa Tengah Nomor
2
Tahun
2013
tentang
Lahan
Pertanian
Pangan
Berkelanjutan. e. Lingkungan Hidup. Disebutkan
bahwa
pengendalian
dan
pengawasan
terhadap
sumber pencemaran telah mencapai target. Namun pada analisis masalah justru menyebutkan bahwa masih banyak industri kecil yang tidak mempunyai IPAL. Hal ini menjadi tidak sinkron karena IPAL merupakan sarana pengendalian pencemaran.
Sangat
mungkin target kinerjanya memang sangat rendah dibanding yang seharusnya (sumber pencemaran yang harus dikendalikan dan diawasi). Realisasi
pelaksanaan
program
Pengembangan
Kapasitas
Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup antara lain : terealisasinya pembelajaran mengenai penerapan teknologi eko-
21
efisiensi dan produksi yang ramah lingkungan bagi para pengrajin industri kecil tahu dan batik, terlaksananya pameran gelar teknologi 2015, pelaksanaan peringatan hari bumi. Pada matriks pencapaian indikator kinerja Pengembangan Kapasitas Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup hanya menyebutkan jumlah sekolah adiwiyata. Realisasi maupun capaian indikator kinerja sama sekali tidak menggambarkan keberhasilan kinerja Gubernur namun hanya menggambarkan bahwa kegiatan yang direncanakan telah terlaksana. f.
Administrasi Kependudukan Dan Pencatatan Sipil. Cakupan program kegiatan penataan administrasi kependudukan belum narasinya tidak tersusun dengan baik dan belum mencakup penyusunan
profil
kependudukan
provinsi
sebagaimana
diamanatkan oleh UU 23/2014. Indikator rasio penduduk memiliki e-KTP per wajib e-KTP belum mencapai target 100 %. Di samping alasan banyaknya TKI LN yang belum kembali dan penduduk usia lanjut yang malas mengurus KTP, sebenarnya pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil
bukan
kewenangan
Provinsi
tetapi
kewenangan
kabupaten/kota dengan segala keterbatasannya. g. Pemberdayaan Masyarakat Dan Desa Dari berbagai keluaran kegiatan, belum bisa diketahui dengan jelas keterkaitan dan sinergi di antara ketiga program utama, yaitu fasilitasi
pengembangan
masyarakat
dan
desa;
peningkatan
partisipasi masyarakat; dan penguatan kelembagaan masyarakat
22
h. Pengendalian Penduduk Dan Keluarga Berencana.
1. Salah satu indikator kinerja yang tidak tercapai adalah unmetneed (ketidakikutsertaan PUS dalam KB) dan DropOut KB. Dokumen LKPJ belum mencantumkan akar persoalan tidak tercapainya
target.
Solusi
yang
ditawarkan
juga
tidak
menggambarkan sebuah strategi menurunkan unmetneed dan DO.
2. Salah satu realisasi pelaksanaan program pengembangan model operasional BKB disebutkan bahwa 175 kader terbina mengikuti orientasi dalam peningkatan kualitas dan fasilitasi ketahanan dan pemberdayaan keluarga. Pelaksanaan program Tri Bina (BKB, BKR dan BKL) alokasi anggarannya tidak sebesar pelayanan KB. Namun demikian perlu ada progress yang spesifik dan
terukur
apakah
program
tersebut
secara
faktua
berkontribusi pada Pembangunan Keluarga Berkualitas. Karena RPJMN 2014-2019 menyebutkan bahwa Pembangunan keluarga dilakukan melalui pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga yang ditandai dengan peningkatan pemahaman dan kesadaran fungsi keluarga. Tidak disebutkan jumlah/prosentase keluarga balita/keluarga remaja/keluarga lansia yang terlibat aktif dalam program tersebut dan hasil dari keterlibatannya. i.
Perhubungan 1. Operasionalisasi KMC Kartini memebani APBD sementara kajian atas
pendapatan
dan
belanja
operasionalisasi
yang
dilakukan tidak segera ditindaklanjuti dengan kebijakan. 2. Tata kelola BRT belum optimal.
telah
23
j.
Komunikasi dan informatika. 1. Dari perspektif arah kebijakan dalam RPJMD yaitu “optimalisasi pemanfaatan pemerintahan
teknologi yang
informasi
akuntabel
dan
dalam
mendukung
transparan,”
berbagai
kegiatan yang dilaksanakan belum menggambarkan dampak dan kontribusi nyata. 2. Permasalahan yang ada
masih menggambarkan hambatan
besar dan mendasar terhadap potensi pencapaian kinerja yang relevan dan kontributif , seperti “keterbatasan kualitas dan kuantitas sarana prasarana teknologi informasi” dan “kurangnya kualitas dan kapasitas pengelola teknologi informasi di masingmasing SKPD”. k. Koperasi, Usaha Kecil Dan Menengah. 1. Jumlah Koperasi Tahun 2015 sejumlah 28.227 unit dengan jumlah Koperasi Aktif 23.059 unit (81,69%) dan jumlah Koperasi Sehat hanya 59 unit (0,25%). 2. Aset koperasi senilai Rp 49,123 trilyun dengan nilai omset baru mencapai Rp 47,218 trilyun. Idealnya, omset harus lebih besar daripada aset untuk menunjukkan kinerja koperasi yang sehat. Hal ini diyakini karena rendahnya pertumbuhan ekonomi dan nilai mata uang rupiah. 3. Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) terserap Rp 2,5 trilyun (70%) untuk 251 ribu debitur dari plafon Rp 4 trilyun. l.
Penanaman Modal. 1. Tahun 2015, penghitungan nilai investasi masih berdasarkan/ menggunakan Izin Usaha Tetap (IUT) yaitu metode pencatatan realisasi investasi pada akhir pembangunan proyek dan siap komersial dan dicatat pada saat akhir proyek.
24
2. Tahun 2016 adalah masa transisi dari IUT ke LKPM, mengingat RKA BPMD (2016) masih menggunakan IUT. 3. Jenis investasi berdasarkan IUT tertinggi di sektor industri tekstil
dan
terendah
di
sektor
jasa
lainnya.
Sedangkan
berdasarkan LKPM, tertinggi di sektor industri tekstil dan terendah di sektor perikanan. Hal ini dikarenakan : Pertama, Data menunjukkan bahwa jumlah investor yang masuk ke Jateng dengan nilai investasi yang kecil, contohnya pada industri tekstil dan makanan; Kedua, Kepeminatan investasi yang masuk ke Jawa Tengah cenderung kepada yang nilai investasinya dengan skala relatif kecil; dan Ketiga, Daya tarik investor yang datang ke Jawa Tengah melihat peluang SDM bukan SDA (yang butuh nilai investasi besar). m. Kepemudaan Dan Olah Raga. Permasalahan yang ada masih sangat mendasar dan belum dapat diselesaikan
melalui
Permasalahan
seperti
berbagai “belum
kegiatan adanya
yang
dilaksanakan.
kesinambungan
dan
sinergitas pola pembibitan, pembinaan dan pemanduan atlet olahraga”
dan
“terbatasnya
potensi
pelatih
dan
atlet
pada
pembibitan dan pembinaan olahraga di Jawa Tengah” ternyata belum dapat diatasi melalui berbagai kegiatan yang keluarannya kurang relevan dan tidak substansial. Hal yang sama terjadi juga untuk masalah “masih kurangnya peran lembaga/organisasi kepemudaan dalam penanganan permasalahan generasi muda”.
25
n.
Statistik. Urusan statistik dilaksanakan melalui program pengembangan data/informasi/statistik daerah. Dari 4 indikator kinerja pada urusan statistik secara keseluruhan tercapai target 100%.
o. Persandian p. Kebudayaan. Penyelenggaraan urusan kebudayaan dilaksanakan melalui 3 program yaitu : pembinaan tradisi kesenian dan nilai budaya, pelestarian dan pengembangan kesenian dan cagar budaya, dan pembinaan penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Dari
23
indikator
kinerja
urusan
kebudayaan
secara
keseluruhan mencapai target. q. Perpustakaan Terdapat kurang sinkronnya antara capaian dan permasalahan. Pada
program
dan
kegiatan
“pengembangan
budaya
baca”
digambarkan sangat berhasil; tetapi dalam pokok permasalahan (hlm.196 poin 2) disebutkan “budaya baca” masih rendah. r. Kearsipan. Urusan
kearsipan
perbaikan
sistem
dilaksanakan melalui 4 program yaitu administrasi
kearsipan,
penyelamatan
:
dan
pelestarian dokumen/arsip daerah, pemasyarakatan kearsipan kepada
masyarakat
dan
peningkatan
kualitas
pelayanan
informasi. Dari 5 indikator kinerja pada urusan kearsipan secara keseluruhan tercapai target 100%.
26
C. Urusan Pilihan a. Kelautan dan Perikanan.
1. Pendapatan wanita pesisir minimal Rp.396.391,31/bulan atau dibulatkan
menjadi
Rp.400.000,00/bulan.
Ini
merupakan
pendapatan tambahan yang diperoleh oleh para wanita khususnya istri nelayan guna mengisi waktu luang melalui usaha ekonomi produktif dan berfungsi sebagai tabungan pada saat masa paceklik ± 3 bulan.
2. Nelayan mengalami persoalan perihal harga solar non subsidi yang lebih murah daripada solar subsidi. 45 SPBN yang sudah terbangun terancam bangkrut. Adanya peraturan menteri yang mempersulit pembelian solar bersubdi sehingga nelayan tidak berdaya dan dilemahkan.
3. Terjadinya el nino pada tahun 2015 berdampak pada tingginya produksi rumput laut dibandingkan dengan komoditas lain. Produksi rumput laut pada tahun 2015 sebesar 20,32% dari jumlah produksi budidaya keseluruhan. Namun demikian nilai jual rumput laut mengalami penurunan dengan kisaran harga rumput laut kering asin sebesar Rp.2.000,00/kg sedangkan harga normal berkisar Rp.6.000,00. Hal tersebut berdampak pada menurunnya jumlah rata-rata pendapatan pembudidaya ikan pada tahun 2015.
4. Kajian tentang reklamasi dari sisi rehabilitasi dan konservasi sumberdaya kelautan dan perikanan belum pernah dilakukan, mengingat reklamasi selama ini (menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah), merupakan kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota. Dengan berlakunya Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, Kewenangan Laut sampai dengan 12 mil di luar minyak dan gas bumi, merupakan
27
kewenangan Pemerintah Provinsi termasuk pengelolaan ruang laut untuk reklamasi. Reklamasi hanya dapat dilakukan setelah adanya Perda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. b. Pariwisata. Pertumbuhan ekonomi sektor pariwisata di kabupaten/kota yang memiliki obyek wisata belum optimal. Sinergi pengembangan pariwisata antara provinsi dan kabupaten/kota kurang optimal. Kualitas standar objek pariwisata belum tergambarkan dengan baik. c. Pertanian. NTP tahun 2015 menurun jika dibandingkan dengan NTP selama 5 tahun terakhir. Menunjukkan bahwa program di sektor pertanian gagal memberikan nilai tambah bagi daya beli petani! Peningkatan produksi hasil pertanian berkorelasi negatif atau tidak signifikan terhadap kemampuan daya beli petani. d. Kehutanan. Luas hutan di Jawa Tengah sebesar 1,289 juta ha perlu disinkronkan dengan luas Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan seluas 1,002 ha dimana dengan luas total Provinsi Jawa Tengah sebesar 3,254 juta ha. Dengan asumsi bahwa tidak terjadi irisan antara
lahan
kepentingan
hutan
dengan
pembangunan
lahan
lainnya
pertanian
maka
termasuk
industri
untuk dan
permukiman menyisakan 963 ribu ha saja. e. Energi dan Sumber Daya Mineral.
1. Belum ada kepastian ketersediaan listrik untuk kawasan industri.
2. Banyaknya pertambangan ilegal yang belum tertangani.
28
3. Progres pengembangan energi terbarukan belum optimal. 4. Masih banyak dusun (sekitar 2 ribu dusun) belum teraliri listrik. f. Perdagangan dan Perindustrian Ekspor bersih Jawa Tengah mengalami minus (-22,78 %) di hampir semua komoditas ekspor. Salah satu penyebab kondisi tersebut adalah lemahnya daya saing produk dari Jawa Tengah. g. Transmigrasi Banyaknya kasus transmigran asal Jawa Tengah yang tidak digambarkan dalam LKPJ disebabkan oleh sistem rekruitmen dan minimnya pemantauan paska penempatan transmigran. V. Rekomendasi A. Umum. Pertama, Untuk meningkatkan kualitas dokumen LKPJ Gubernur Tahun 2016 perlu: 1. Mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. 2. Mencantumkan hasil dan dampak dari setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh setiap SKPD. 3. Mencantumkan dan menjabarkan data setiap capaian dari target indikator kinerja di masing-masing kabupaten/kota. 4. Menyelaraskan sistematika urusan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No 23 Tahun 2014. Kedua,
mendorong
keberhasilan
penanggulangan
kemiskinan
dan
peningkatkan kualitas SDM dengan : 1. meningkatkan alokasi belanja hibah dan bantuan sosial yang telah terbukti memiliki korelasi dengan percepatan penanggulangan kemiskinan.
29
2. mengoptimalkan peran TKPKD yang diketua oleh Wakil Gubernur untuk
memperkuat
sinergi
antar
SKPD
dan
Pemerintah
Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan. 3. menetapkan target peringkat Indeks Pembangunan Manusia. Ketiga, memperbaiki tata kelola keuangan dan aset daerah dengan: 1. Mengembangkan kerjasama dengan Badan Pengawas Keuangan dan
Pembangunan
untuk
melakukan
pengkajian
potensi
pendapatan asli daerah di seluruh SKPD. 2. Gubernur memerintahkan Kepala Dinas Kesehatan, Kepala Dinas Kelautan
dan
Perikanan,
Kepala
Dinas
Perindustrian
dan
Perdagangan, dan Kepala Biro Umum Sekretariat Daerah untuk menindaklanjuti
hasil
kajian
dan
saran
Badan
Pengawas
Keuangan dan Pembangunan Tahun 2015 guna mengoptimalkan PAD. 3. Mendorong setiap SKPD dan TAPD untuk menyusun proposal pengajuan DAK secara komperhensif dan ditindaklanjuti dengan langkah aktif kepada Pemerintah Pusat agar memberikan alokasi DAK lebih besar. 4. DPPAD Melakukan survey kepada masyarakat khususnya wajib pajak kendaraan bermotor tentang kepatuhan, harapan, dan pelayanan
Samsat
guna
meningkatkan
pajak
daerah
dari
kendaraan bermotor. 5. DPPAD
segera
melakukan
penagihan
yang
lebih
maksimal
terhadap wajib pajak yang tidak taat. 6. Gubernur
mendorong
kinerja
kontribusi BUMD terhadap PAD.
BUMD
untuk
meningkatkan
30
7. Memperbaiki mekanisme pengajuan belanja bantuan keuangan kepada kabupaten/kota dan desa. 8. Perlu evaluasi dan rasionalisasi terhadap besaran alokasi belanja untuk kegiatan-kegiatan
yang
tidak memiliki
keterkaitan
langsung dengan kesejahteraan rakyat; terutama kegiatan seperti penyediaan jasa peralatan dan perlengkapan kantor, kegiatan rapat koodinasi dan konsultasi, kegiatan
pengadaan
pakaian
dinas. 9. Segera menyelesaikan aset yang bermasalah di 25 lokasi yang berada di 5 SKPD yakni Dinas Sosial, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Pertanian, Dinas PSDA, dan DPPAD. Keempat,
agar
dapat
diperhatikan
dengan
seksama
pada
saat
pembahasan Perda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD TA 2015 beberapa hal berikut ini: 1.
Kewajiban Tahun 2015 yang belum terbayar.
2.
Tindak lanjut atas kurang salur pada Bagi Hasil Pemerintah Pusat.
3.
Piutang pajak yang sudah terealisasi dan yang belum. Berapa obyek yang tercapai dan tidak tercapai.
4.
Sisa uang kas di rekening Kasda per 31 Desember 2015.
5.
Dimana saja penempatan dana ABPD berikut besaran bunganya.
6.
Besaran SILPA dan berasal dari komponen apa saja.
B. Rekomendasi Untuk Setiap Urusan. I. Urusan Wajib Berkaitan Dengan Pelayanan Dasar a. Pendidikan. 1. Mencairkan proposal bantuan hibah pendidikan dari lembaga di bawah naungan yayasan/organisasi masyarkat yang telah memiliki payung hukum.
31
2. Meningkatkan keterampilan melalui pendidikan vokasi bagi semua (tidak terbatas pada lulusan SMP/sederajat). 3. Penambahan jumlah Sekolah inklusi. b. Kesehatan. 1. Peningkatan kapasitas ruang kelas III di Rumah Sakit milik provinsi. 2. Mengupayakan kembali pembelian sebagian aset Kemensos berupa tanah yang ada dibelakang rumah sakit Moewardi untuk perluasan RS Moewardi. c. Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang 1. Kebutuhan belanja untuk pembangunan infrastruktur yang melebihi proyeksi dalam RPJMD Jawa Tengah perlu disertai dengan upaya lebih serius dari SKPD dan TAPD untuk mencari
sumber
pendanaan
dari
dana
alokasi
khusus
infrastruktur. 2. Meningkatkan
serapan
tenaga
kerja
dalam
program
infrastruktur. 3. Percepatan rehabilitasi jalan yang memiliki kepadatan lalu lintas tinggi. 4. Percepatan rehabilitasi irigasi. 5. Menindak tegas temuan pelanggaran terhadap tata ruang. d. Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman 1. Percepatan penanganan 3.715 rumah tidak layak huni di tahun 2016. 2. Memastikan
mekanisme
penganggaran
bagi
penanganan
kawasan kumuh dan sinergi dengan P2KP. e. Ketentraman Umum dan Perlindungan Masyarakat 1. Perlu penindakan tegas dari pelanggaran Peraturan Daerah.
32
2. Secara umum Jawa Tengah kondusif, namun kewaspadaan dan deteksi dini terhadap kegiatan yang membahayakan Ideologi Pancasila dan NKRI perlu ditingkatkan dengan lebih inovatif. 3. Skor IDI mencapai target namun faktanya indikator demokrasi pada Hak-Hak Politik dalam hal ini partisipasi pemilih tidak mencapai
target
bahkan
ada
kecenderungan
menurun.
Terakhir adanya fenomena gerakan Independen di Pilkada DKI dan DIY, maka peran parpol sebagai pilar demokrasi perlu lebih ditingkatkan. 4. Perlunya reward bagi Satlinmas untuk memotivasi agar dapat menumbuhkembangkan
keikutsertaan
masyarakat
dalam
Linmas dan Ratih. f. Sosial 1. Peningkatan persentase penanganan PMKS. 2. Implementasi Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial. II. Urusan Wajib Tidak Berkaitan Dengan Pelayanan Dasar. a. Tenaga kerja. 1.
Mempercepat Pembentukan Layanan Terpadu Satu Pintu di Jawa Tengah bagi calon TKI sesuai dengan Permennaker No 22 Tahun 2014.
2.
Meningkatkan menjalankan
pengawasan
kewajibannya
kepada
perusahaan
memberikan
jaminan
dalam sosial
ketenagakerjaan bagi para pekerja. 3.
Mewajibkan penggunaan dokumen perencanaan tenaga kerja daerah sebagai salah satu rujukan utama terdekat
33
dalam
penentuan
prioritas
program/kegiatan
ketenagakerjaan. 4.
Evaluasi menyeluruh terhadap relevansi dan efektivitas berbagai
kegiatan
(pelatihan,
pemagangan,
pembinaan,
pemberdayaan, pendataan, pengkajian ulang, sosialisasi, bimtek, koordinasi dan konsolidasi) terkait dampak dan kontribusinya bagi pencapaian visi-misi dan RPJMD. b. Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak. BP3AKB meningkatkan fasilitasi penanganan kasus KDRT yang tidak
terselesaikan
di
kabupaten/kota
serta
aktif
mengkampanyekan bahaya LGBT. c. Ketahanan Pangan.
1. Pemerintah Provinsi diharapkan secara serius dan fokus untuk mendorong dan memantau pelaksanaan program Penganekaragaman
Konsumsi
Pangan
Berbasis
Sumber
Daya Lokal ditingkat kabupatan/kota.
2. Diperlukan evaluasi yang menyeluruh terhadap program ini dikarenakan Pola Pangan Harapan (PPH) warga Jawa Tengah yang diukur dari kecukupan kandungan gizi dalam makanan yang dikonsumsi masyarakat agar angka kecukupan gizi masyarakat Jateng tahun 2016 menjadi lebih baik.
3. Pemerintah Provinsi harus terus mendorong Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan melalui Konsep Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL), Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L) termasuk Sosialisasi dan Promosi Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP).
4. Gerakan bersama masyarakat menjadi kunci penting dalam kesuksesan
program
ini.
Jejaring
penyadaran
melalui
34
sosialisasi
dan
promosi
ini
harus
berjalan
massif,
berkesinambungan dan terukur dengan melebarkan jaringan partisipasi masyarakat dan media promosi secara kekinian. d. Pertanahan.
1. Meningkatkan programnya terkait dengan kepemilikan tanah provinsi dan terutama pengawasan yang ketat terhadap alih fungsi LP2B.
2. Melakukan konsolidasi pemetaan tanah secara integral antara
lahan
hutan,
lahan
pertanian,
lahan
industri,
permukiman dan peruntukan lainnya dengan memantau setiap saat perubahan regulasi RTRW Kabupaten/Kota dan turunannya. e. Lingkungan Hidup. 1. Perluasan reklamasi bekas kawasan pertambangan. 2. Peningkatan luas ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan. f.
Administrasi Kependudukan Dan Pencatatan Sipil.
1. Perlunya
fasilitasi
pembinaan
provinsi
penyelenggaraan
melalui
utamanya
administrasi
fungsi
kependudukan
lebih ditingkatkan, sehingga bagi kabupaten/kota terutama yang anggarannya kecil dapat terbantu dalam pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil.
2. Perlunya peningkatan fungsi koordinasi dan pengawasan atas pengoperasian SIAK kab/kota mengingat data ini oleh Kementerian akan dimanfaatkan untuk: pelayanan publik, perencanaan
pembangunan,
pembangunan demokrasi, dan pencega han kriminal.
alokasi
anggaran,
penegakan hukum dan
35
g. Pemberdayaan masyarakat dan Desa. 1. Perlu
upaya
sistematis
terencana
untuk
yang
serius,
menghubungkan
substansial
keluaran
dan
berbagai
kegiatan dengan dampak nyata dan kontribusinya bagi pencapaian RPJMD. 2. Perlu peningkatan koordinasi dan sinergi tidak hanya antara Bapermasdes dan Biro Bina Sosial, tetapi bisa diperluas ke SKPD yang relevan. Misalnya Balitbang dalam rangka pemasyarakatan dan pemanfaatan tentang hasil penelitian. 3. Perlu peningkatan kreativitas dan inovasi program/kegiatan daerah dalam rangka mengurangi ketergantungan pada pelaksanaan kegiatan oleh pemerintah pusat. h. Pengendalian Penduduk Dan Keluarga Berencana. Peningkatan dan pemerataan penyuluh KB. i.
Perhubungan, Komunikasi Dan Informatika. 1. Melakukan pembenahan tata kelola KMC Kartini sehingga tidak
membebani
APBD.
Pemprov
segera
mengambil
kebijakan berdasar hasil kajian yang telah dilaksankan bahwa pengelolaan KMC Kartini 1 secara komersial harus dilaksanakan oleh Badan dan Usaha Angkutan Laut dengan alternatif: a. dijual kepada pihak angkutan laut wisata, b. dikelola oleh badan usaha Milik Daerah, atau c. dikelola oleh Koperasi. 2. Percepatan pembenahan tata kelola BRT melalui BUMD (PT SPJT).
Gubernur segera mengajukan revisi atas payung
hukum
BUMD
yang
telah
ditunjuk
sebagai
pengelola
36
angkutan umum massal aglomerasi dan mekanisme Public Service Obligation. 3. Perlu peningkatan koordinasi dan sinergi di antara berbagai SKPD
pelaksana
urusan
(Balitbang,
Dishubkominfo,
Sekretariat BPBD, Biro Humas, Sekretariat KPID) untuk memastikan seluruh kegiatan saling terkait dan terintegrasi sesuai RPJMD. 4. Perlu dihasilkan identifikasi dan rumusan masalah terkait urusan komunikasi dan informatika secara jelas dan spesifik sehingga tidak terjebak pada pernyataan masalah (problem statement) yang bersifat klise dan umum. j.
Koperasi, Usaha Kecil, Dan Menengah. 1. Melakukan penyehatan koperasi agar dapat berdaya fungsi dan memasang target penyehatan yang signifikan. 2. Mengupayakan
secara
sungguh-sungguh
dalam
hal
meningkatkan omset koperasi agar berlipat paling sedikit 3-4 kali dari nilai asetnya. k. Penanaman Modal. 1. Tahun
2017
akan
menggunakan
Laporan
Kegiatan
Penanaman Modal (LKPM) yaitu metode pencatatan realisasi investasi
berdasarkan
kemajuan
pembangunan
proyek
dengan periode tertentu (triwulan/semester) dan dicatat pada masa pembangunan sampai dengan akhir. LKPM digunakan untuk melihat perkembangan/kemajuan realisasi investasi dan menunjukkan adanya aktivitas ekonomi yang berjalan 2. Pada revisi RPJMD 2017 mengacu kepada UU 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan Perka BKPM RI Nomor 17/2015 yang wajib menggunakan LKPM, mengingat hanya
37
BPMD Prov. Jateng yang masih menggunakan IUT sebagai dasar realisasi investasi. l.
Kepemudaan dan olah raga. 1. Keluaran
berupa
dokumen
data
kepemudaan
dan
keolahragaan harus jelas tindak lanjut dan manfaatnya dalam
penyelesaian masalah; termasuk evaluasi dampak
terhadap keluaran berupa rakor-rakor dan sejenisnya. 2. Perlu dievaluasi relevansi, efektivitas dan dampak keluaran kegiatan yang dilaksanakan oleh Biro Bina Mental Setda terkait substansi kegiatan-kegiatan tersebut. m. Statistik. Indikator
kinerja
pada
program
penyelenggaraan
urusan
statistik yang hanya dilaksanakan melaui 1 program mencapai target 100 persen. Ke depan kiranya data/informasi/statistik lebih akurat dan up to date. n. Persandian. o. Kebudayaan. Pembinaan tradisi kesenian dan nilai budaya perlu lebih digali dan dikembangkan lagi secara kontekstual misalnya dolanan anak-anak yang syarat dengan pendidikan karakter usia dini yang mulai punah. p. Perpustakaan. 1. Meningkatkan kegiatan untuk mendorong budaya baca pada anak-anak. 2. Meningkatkan perpustakaan keliling. q. Kearsipan. Meningkatkan kegiatan digitalisasi arsip.
38
III. Urusan Pilihan a. Kelautan dan Perikanan. 1. Melakukan pendampingan kepada wanita pesisir untuk terus meningkatkan kemampuan pendapatan demi menunjang kesejahteraan keluarga nelayan. 2. Membuat
kajian
dan
analisa
tentang
pelestarian
dan
pengamanan pesisir laut dari dampak negatif reklamasi dan abrasi. b. Pariwisata 1. Mendorong percepatan perluasan bandara A Yani dan pembangunan atau rehabilitasi jalan
pariwisata untuk
membangun akses langsung dan meningkatkan konektivitas dan antar objek wisata. 2. Meningkatkan standar kualitas objek wisata. 3. Mendorong intensifikasi sektor pariwisata di kabupaten/kota (Kab
Sukoharjo,
Pemalang,
Tegal,
Wonogiri,
Kebumen,
Klaten, Temanggung, Purbalingga, Grobogan, Kota Magelang) di
Jawa
Tengah
yang
memiliki
objek
wisata
tetapi
pertumbuhan ekonomi pada sektor tersebut rendah (sumber data . berdasarkan hasil penelitian kepariwisataan Jawa Tengah yang dilakukan oleh Bank Indonesia Tahun 2015). c. Pertanian 1. Ketersediaan 16 komoditas pertanian harus terus dijaga produksinya dimana tahun 2015 yang lalu 9 komoditas mengalami penurunan. Hal ini harus diantisipasi secara serius. 2. Pemerintah Provinsi segera mempersiapkan adanya Bank Tani
dan
Jaminan
Kredit
Tani
untuk
mendukung
39
perlindungan
Petani
dengan
memberikan
dukungan
pendanaan dan kecukupan serta kecakapan personil. d. Kehutanan. Perlu ditingkatkan kerjasama antara SKPD dengan BUMN dan instansi pusat dalam rangka menjaga hutan dan DAS serta memberdayakan kelembagaan hutan masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan dan sekaligus menjaga kelestarian hutan. e. Energi dan Sumber Daya Mineral. 1. Segera menyelesaikan
permohonan izin pertambangan
untuk mendukung ketersediaan bahan tambang khususnya galian c bagi pembangunan infrasrtuktur di Jawa Tengah. 2. Segera menyelesaikan permasalahan
2000-an dusun yang
belum teraliri listrik. 3. Meningkatkan
program/kegiatan
pengembangan
energi
terbarukan. f. Perdagangan dan Perindustrian 1. Menyusun
peta
dan
meningkatkan
kegiatan
untuk
mengembangkan industri kreatif 2. Mendorong
ketersediaan
dan
kepastian
listrik
bagi
pengembangan industri di Jawa Tengah. 3. Dinas Perindustrian dan Perdagangan perlu menambah kegiatan untuk meningkatkan daya saing barang produk Jawa Tengah. g. Transmigrasi 1. Meningkatkan
peran
aktif
dalam
seleksi/rekruitmen calon transmigran.
mengawasi
proses
40
2. Aktif melakukan pemantauan terhadap kondisi transmigran asal Jawa Tengah.
PENUTUP Demikian catatan dan rekomendasi DPRD terhadap LKPJ Gubernur Jawa Tengah Akhir Tahun Anggaran 2015. Perbaikan peningkatan kinerja pemerintah daerah dan pelaksanaan atas rekomendasi ini akan senantiasa kami perhatikan dan menjadi bahan dalam pembahasan perubahan APBD 2016, RAPBD 2017 serta penyusunan rekomendasi LKPJ di tahun yang akan datang.