REKLAMASI LAHAN UNIT PEMUKIMAN TRANSMIGRASI (UPT) CEMPAKA
Syekhfani, Sunarto Ismunandar, dan Retno Suntari
PENDAHULUAN
Unit pemukiman transmigrasi (UPT) Cempaka merupakan Program Transmigrasi pengembangan desa (Transbangdes) dengan jumlah penghuni 150 Kepala Keluarga (KK) penempatan tahun 1995/1996; terletak di Kecamatan Cempaka Kota administratip (Kotip) Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Hal positif yang merupakan aset UPT Cempaka sebagai pemukiman adalah: akses jalan penghubung Kecamatan Cempaka - Banjarbaru berupa jalan aspal dan jaraknya relatif dekat; meskipun dari Kecamatan Cempaka - UPT Cempaka masih berupa jalan tanah yang diperkeras, tetapi kondisinya cukup baik. Hal ini berkaitan dengan kemudahan transportasi sarana/prasarana serta pemasaran hasil panen. Universitas Brawijaya mendapat tugas dari Departemen Transmigrasi untuk mereklamasi lahan jenis tanah Podsolik Merah Kuning (Ultisols) UPT Cempaka yang tergolong marginal. Untuk itu, sebagai langkah awal dilakukan upaya prakondisi yaitu berupa reklamasi tanah sehingga berubah dari lahan marginal menjadi produktif dan bersifat bersinambung (sustainable). Beberapa kaedah pengelolaan perlu diterapkan dan dipraktekkan dalam bentuk langkah-langkah pelaksanaan program.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------1) Disampaikan dalam seminar sehari penanganan UPT Potensial Bermasalah di Cempaka, Banjarbaru, Kalsel, 3 April 1997, di Banjarmasin 2) Staf Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya
POTENSI DAN KENDALA
Sifat Kimia Tanah: Secara umum, Podsolik Merah Kuning termasuk tanah miskin akan hara disebabkan tingkat pelapukan cadangan mineral dan pencucian relatif tinggi; dan sifat fisik termasuk sedang, miskin akan bahan organik sebagai akibat tingkat pelapukan tinggi, dan kapasitas fiksasi P tinggi sebagai akibat dominasi jenis mineral liat dan oksida-oksida berkemampuan mengikat ion-ion monofosfat dalam jumlah besar. Kendala utama lain yang perlu diatasi adalah kapasitas tukar kation efektif (KTKE) rendah, serta potensi keracunan aluminium tinggi (Kamprath, 1972; Setijono, 1982). Kadar besi dan/atau mangan tinggi akibat pencucian dijumpai pada lapisan tanah bawah. Bila lapisan bawah terungkap akibat pengolahan atau pengikisan top soil, maka besi dan mangan mengalami oksidasi dan membentuk krokos yang disebut plinthite. Krokos yang tersebar di bagian permukaan menyebabkan sifat olah tanah menjadi jelek dan daya penahanan air rendah sehingga berpengaruh terhadap sifat kimia tanah. Selain tanaman mengalami keracunan besi atau mangan, juga dapat mengalami kekurangan P akibat terfiksasi. Nilai KTKE・2rendah menyebabkan unsur-unsur basa seperti K, Ca dan Mg tercuci sehingga kadarnya rendah dalam tanah.
Sifat Fisik Tanah: Secara fisik, kendala yang dihadapi dalam pengembangan UPT Cempaka sebagai lahan pertanian adalah umumnya solum tanah dangkal dengan permukaan tanah didominasi oleh krokos besi/mangan (plinthite); lapisan top soil tipis dan bahkan pada bagian puncak hilang; drainase pada bagian datar atau cekungan jelek, dicirikan oleh karatan besi/mangan. Kandungan bahan organik rendah sehingga daya penahanan air dan unsur hara juga rendah. Pada beberapa tempat, sistem drainase lahan pekarangan jelek dan lahan tergenang pada musim hujan. Adanya krokos di bagian permukaan menyebabkan sifat olah tanah jelek dan mudah mengalami erosi. Untuk mengatasi hal ini diperlukan pembentukan lapisan bahan organik di bagian permukaan (top soil), melalui penambahan bahan organik lapis demi lapis hingga mencapai batas ketebalan olah. Sebelum lapisan tersebut tercapai, maka prinsip pengolahan tanah adalah tanpa olah (no tillage) atau olah minimum (minimum tillage).
Topografi:
Topografi berombak hingga bergelombang disertai daya infiltrasi rendah akibat didominasi krokos menyebabkan kehilangan air mudah terjadi sehingga masalah kekeringan
pada musim kemarau (meskipun waktunya relatif pendek) dan kelebihan air pada musim hujan merupakan kendala utama dalam sistem hidrologi kawasan UPT Cempaka. Pada beberapa tempat, sistem drainase lahan pekarangan belum sempurna sehingga lahan pekarangan tergenang air pada musimhujan. Curah hujan di Kalimantan Selatan umumnya dan UPT Cempaka khususnya cukup tinggi dalam waktu cukup lama. Kondisi topografi disertai sifat fisik tanah jelek seperti disebutkan di atas menyebabkan peluang terjadi erosi tanah cukup besar. Hal ini diperburuk oleh kondisi penutupan permukaan oleh vegetasi tumbuhan yang tidak sempurna akibat kesuburan rendah.
UPAYA PERBAIKAN
Atas kerjasama antara Departemen Transmigrasi dengan Universitas Brawijaya, maka secara umum kendala tersebut di atas dapat diatasi dengan menggunakan konsep perbaikan drainase, perbaikan pH tanah, maksimalisasi masukan bahan organik, pengolahan tanah minimum, dan pencegahan erosi.
Perbaikan Drainae Tanah: Keberadaan air dalam tanah menentukan status udara, yang selanjutnya mengatur perilaku serta sifat ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Parr (1969) mengemukakan bahwa bila tanah digenangi mula-mula akan mendorong kehidupan jazad mikro tahan dan setengah tahan terhadap kekurangan udara. Jazad mikro tersebut akan mengubah ion-ion NO3-, SO42-, Fe+3, Mn4+/+3 menjadi gas NO, N2O, atau N2, SO2 atau H2S, Fe2+, dan Mn2+. Perubahan ini menyebabkan unsur N dan S menjadi tidak tersedia karena hilang ke atmosfer, sedang Fe dan Mn kelarutannya meningkat dan dapat menyebabkan racun bagi tanaman. Pada kasus ini, tanaman padi menunjukkan pertumbuhan kerdil, warna daun kekuningan dan Usaha perbaikan dilakukan dengan cara pembuatan saluran drainase, pergantian air pengairan secara terus menerus, atau pembuatan bedengan (untuk tanaman non padi sawah).
Perbaikan pH Tanah: Salah satu usaha untuk mengatasi kendala-kendala tumbuh tanaman atau ketidaksuburan tanah bereaksi masam adalah melalui pemberian kapur. Pemberian kapur diharapkan dapat meningkatkan pH tanah, KTKE, kejenuhan basa, ketersediaan P dan unsur-unsur hara lain, dan kegiatan jasad mikro tanah serta pengurangan ketersediaan aluminium, besi atau mangan sehingga tidak lagi meracun tanaman. Dengan demikian, cara ini mampu melestarikan produksi tanaman pada lahan Podsolik Merah Kuning (Driessen dan Soepraptohardjo, 1974; Nurhajati Hakim, 1982; Setijono, 1982; Soepardi dan Setijono, 1981; Soepardi, 1984).
Perbaikan pH tanah diikuti dengan penggunaan pupuk NPK yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tanaman akan unsur tersebut. Pemberian kapur akan meningkatkan efisiensi pemberian pupuk pabrik (Setijono, 1982). Dosis kapur ditetapkan melalui uji cepat menggunakan larutan penentu pH dan lakmus (program pelatihan); jenis kapur yang digunakan adalah dolomit.
Masukan Bahan Organik: Topografi berombak hingga bergelombang disertai daya infiltrasi rendah menyebabkan kehilangan air mudah terjadi sehingga masalah kekurangan air pada musim kemarau menjadi kendala utama di lokasi Cempaka. Peranan bahan organik tanaman sebagai sumber unsur hara tidak diragukan. Sebelum pupuk buatan pabrik yang mulai tersedia sekitar tahun 1960-an di negara-negara sedang berkembang, pupuk organik merupakan satu-satunya sumber unsur hara yang diberikan kepada tanaman (Sing, 1975). Pupuk inorganik dapat menambahkan unsur tetapi tidak dapat berperan terhadap mekanisme pembentukan tanah (de la Cruz, 1982; Sawat dan Rouysungneru, 1977). Usaha memaksimalkan peran bahan organik secara efektif adalah dengan menggunakan tanaman pengikat N atmosferik dalam sistem pertanaman, yaitu dari kelompok Legum, Casuarina, dan 44Alnus, bersimbiose dengan bakteri jenis Rhizobia dan Frankia (Nair, 1984). Bahan organik yang ditanam pada saat prakondisi adalah tanaman legum penutup tanah jenis Mucuna, disebar setelah penyiangan gulma. Biomas Mucuna cepat berkembang dan menutupi lahan sehingga selain sebagai sumber bahan organik juga dapat memberantas gulma; biomas dikembalikan ke tanah (inkorporasi atau mulsa) setelah berumur sekitar 3 bulan. Sebagai tambahan sumber bahan organik, di sepanjang batas pemilikan lahan pekarangan petani ditanam Glirisidia (Glyricidia sepium), turi (Sesbania glandiflora) dan petaian (Peltophorum dasyrachis) sebagai tanaman pagar. Pada waktu tertentu, tanaman pagar ini dapat dipangkas dan bahan pangkasan dimasukkan ke lahan. Sumber bahan organik lain diperoleh dari pembuatan kompos oleh petani di bawah bimbingan petugas.
Pencegahan Erosi: Masalah kelebihan air pada musim hujan merupakan kendala dalam sistem hidrologi kawasan pemukiman. Program jangka panjang memerlukan pembuatan kolam/balong penampung air sebagai cadangan di musim kemarau. Perbaikan daya pegang air tanah dilakukan dengan cara pemberian bahan organik ke dalam tanah. Bahan organik berperan penting dalam peningkatan efisiensi penggunaan pupuk karena ia dapat meningkatkan daya sangga hara dan aktivitas jazad mikro. Bila digunakan sebagai mulsa, maka peningkatan efisiensi terjadi karena ia mengurangi erosi, aliran permukaan dan penguapan. Pada kondisi tanah berombak hingga bergelombang, usaha pencegahan erosi
dilakukan dengan cara menanam tanaman tegak lurus kontur atau pembuatan teras lebar. Pada program jangka panjang, penanaman tegak lurus kontur dilakukan dengan sistem tanaman pagar (alley cropping system) dengan jenis tanaman Glirisidia; hasil pangkasan digunakan sebagai mulsa dan/atau diinkorporasikan sebagai bahan organik tanah.
DAMPAK POSITIF DARI PERBAIKAN LAHAN
Jangka waktu prakondisi lahan adalah kurang lebih 3 bulan. Bulan-bulan berikutnya, para transmigran ditempatkan dan mereka langsung telah dapat mengusahakan lahan yang siap ditanami. Jenis tanaman disarankan sesuai dengan pola yang dirancang, tetapi tidak menutup kemungkinan petani menanam komoditi sesuai dengan keinginan mereka. Secara garis besar, lahan pekarangan yang diusahakan oleh petani tersebut telah dapat memberikan hasil yang cukup menggembirakan terutama dari jenis sayuran. Hasil sayuran telah menarik masyarakat di sekitar UPT Cempaka bahkan dari Banjarbaru untuk datang dan membeli secara langsung di lahan petani. Langkah selanjutnya (yang saat ini sedang berjalan) adalah mengembangkan tanaman pangan, buahan dan industri yang dapat menjadi sumber pendapatan petani dalam jangka panjang demi jaminan hidup mereka.
PENUTUP Secara garis besar, reklamasi lahan Cempaka dilakukan melalui tahap pelaksanaan sebagai berikut: Drainase lahan, dengan cara membuat saluran drainase di tempat-tempat cekungan; selanjutnya dilakukan pembuatan bedengan serta pengaliran air secara terus menerus. Pengapuran tanah, dilakukan setelah lahan dibersihkan dari gulma menggunakan dolomit dengan dosis ditentukan melalui uji cepat kebutuhan kapur. Pengolahan tanah dilakukan secara minimum (minimum tillage). Selain kapur, untuk meningkatkan produksi tanaman digunakan pula pupuk NPK. Penanaman penutup tanah, menggunakan tanaman jenis Mukuna yang mempunyai biomas cukup banyak dan umur relatif pendek (sekitar 3 bulan). Biomas dipotong dan dikembalikan ke lahan sebagai mulsa ataupun dicampur ke tanah (inkorporasi) sebagai sumber bahan organik. Pembuatan kompos dari seresah yang ada merupakan tambahan sumber bahan organik.
Penanaman tanaman pagar, dilakukan di sepanjang batas pemilikan lahan pekarangan petani dan sepanjang jalan raya. Bahan pangkasan tanaman pagar digunakan sebagai sumber bahan organik. Penanaman tegak lurus kontur dan pembuatan teras lebar, dilakukan pada lahan berombak hingga bergelombang dengan tujuan mencegah terjadi erosi.
Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih disampaikan kepada Departemen Transmigrasi dari tingkat pusat, kanwil hingga UPT, dan instansi terkait di Banjarmasin, Banjarbaru, dan Martapura atas kerjasama serta pemberian kesempatan dan fasilitas untuk melaksanakan pekerjaan sehingga dapat berjalan dengan lancar dan baik.
Daftar Pustaka de la Cruz, R..1982. Quantity of nitrogen contents of litterfall from forest stands in Mt. Makiling, Laguna. Univ. Philippines, Los Banos, Laguna, The Philippines (unpubl.). Driessen, P.M. and M. Soeparaptohardjo. 1974. Soil for Agricultural Expansion in Indonesia. Soil Research Institute Bogor. Bull No. 1: 1-63. Kamprath, E.J. 1972. Soil Acidity and Liming. In Soils of the Humid Tropics. National Academy of Sciences, Washington DC, p. 136-149. Nair, P.K.R. 1984. Soil productivity under agroforestry. Possibilities and Potentials (Ed. by H.L. Gholz).
In Agroforestry:
Realities,
Nurhajati Hakim. 1982. Pengaruh Pemberian Pupuk Hijau dan Kapur pada Podsolik Merah Kuning terhadap Ketersediaan Fosfor dan Produksi Tanaman Jagung (Zea mays L). Disertasi Doktor, Fakultas Pasca Sarjana IPB, Bogor. Parr, J.F. 1969. Nature and significance of inorganic transformations in tile drain soils. Soil Fert. 32(5): 411-415. Sawat, D. dan S. Rouysungneru, 1977. Litter accumulation of some species in forest plantations. Royal for Dept., Bangkok, Thailand. Setijono, S. 1982. Lime Estimation of Indonesian Acid Mineral Soils and Its Significance to Crop Production. Disertasi Doktor, Fakultas Pasca-sarjana IPB, Bogor.
Sing, A. 1975. Use of organic materials and green manures as fertilizers in developing contries. Soils Bulletin, FAO Rome. pp. 19-30. Soepardi, G. 1984. Hubungan antara Bahan Organik dan Pengapuran dengan ciri Tanah dan Pertumbuhan Kedelai serta Jagung. Makalah disajikan pada Pertemuan Pemantapan Penggunaan Kapur Pertanian, 18-19 April di Yogyakarta. ___________ dan S. Setijono. 1981. Kapur untuk Lahan Bereaksi7A・7Masam. Makalah disajikan dalam Pertemuan Teknis Regional se Sumatra di Banda Aceh, 7-9 April 1981.