REFRIGERATION TECHNIQUE OF SHRIMP FREEZING APPLICATION ON PT. GRAHA MAKMUR CIPTA PRATAMA, SIDOARJO, JAWA TIMUR APLIKASI TEKNIK REFRIGERASI PADA PEMBEKUAN UDANG DI PT. GRAHA MAKMUR CIPTA PRATAMA, SIDOARJO, JAWA TIMUR 1
2
Dendy Akbar Hakim , Sapto Andriyono 1
Undergraduate Student of Industrial Technology of Fisheries, Faculty of Fisheries and Marine, Universitas Airlangga, Kampus C UNAIR Jl. Mulyorejo, Surabaya 60115 2 Department of Marine, Faculty of Fisheries and Marine, Universitas Airlangga, Kampus C UNAIR Jl. Mulyorejo, Surabaya 60115 Abstract Shrimp were known as a source of food that contains protein and water is very high, therefore including the highly perishable commodity or easily contaminated with spoilage bacteria. Shrimp by the market's needs were always expected in the form of fresh and meet export quality standards, it remains difficult to be met. To maintain the quality of the shrimp that will be exported, shrimp freezing process were required which is applications of refrigeration technique. This observation refrigeration technique was conducted on shrimp freezing in PT. Graha Makmur Cipta Pratama Sidoarjo. The working method used is descriptive method that can be interpreted by the fact-finding proper interpretation include primary data and secondary data. Mechanical refrigeration is used in PT. GMCP is using IQF (Individually Quick Frozen). The results of calculations performed on the sampling size shrimp as raw material ranging in size 25 with the value of the product yield PDTO 89.63% and 86.71% PND products then the percentage of glazing value achieved was 14%. Shrimp core temperature optimum is -18o C. Keywords: IQF, Refrigeration, Freezing, PT. GMCP, Shrimp Abstrak Udang dikenal sebagai sumber makanan yang memiliki kandungan protein dan air sangat tinggi, oleh karenanya termasuk komoditi yang sangat mudah rusak/busuk (perishable food) atau mudah dicemari bakteri pembusuk. Kebutuhan udang oleh pasar dunia yang selalu mengharapkan dalam bentuk segar dan memenuhi standar mutu ekspor, tetap sukar dipenuhi. Untuk menjaga kualitas udang yang akan diekspor, tentunya diperlukan proses pembekuan udang yang dalam hal ini merupakan salah satu aplikasi dari teknik refrigerasi. Pengamatan ini bertujuan untuk mengetahui aplikasi teknik refrigerasi pada pembekuan udang di PT. Graha Makmur Cipta Pratama Sidoarjo. Metode kerja yang digunakan adalah metode deskriptif yang dapat diartikan pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Metode pengumpulan data meliputi data primer dan data sekunder. Teknik refrigerasi yang digunakan di PT. GMCP adalah menggunakan metode IQF (Individual Quick Frozen). Hasil perhitungan yang dilakukan pada sampling size udang sebagai bahan baku berkisar pada size 25 dengan nilai rendemen produk PDTO 89,63% dan produk PND 86,71% serta prosentase nilai glazing yang dicapai adalah 14%. Suhu core udang yang optimum adalah -18o C. Kata Kunci : IQF, Refrigerasi, Pembekuan, PT. GMCP, Udang
Pendahuluan Udang dikenal sebagai sumber makanan yang memiliki kandungan protein dan air sangat tinggi, oleh karenanya termasuk komoditi yang sangat mudah rusak/busuk (perishable food) atau mudah dicemari bakteri pembusuk. Kebutuhan udang oleh pasar dunia yang selalu mengharapkan dalam bentuk
segar dan memenuhi standar mutu ekspor, tetap sukar dipenuhi (Hariadi, 1994). Sari (2006) mengatakan bahwa, salah satu cara yang digunakan untuk mempertahankan mutu udang adalah dengan mengaplikasikan teknologi refrigerasi, salah satunya pembekuan (freezing). Pembekuan udang
adalah salah satu pengolahan hasil perikanan yang bertujuan untuk mengawetkan makanan berdasarkan atas penghambatan pertumbuhan mikroorganisme, menahan reaksi-reaksi kimia dan aktivitas enzim-enzim (Nuryani, 2006). PT. Graha Makmur Cipta Pratama merupakan salah satu perusahaan cold storage sekaligus pengekspor udang yang berada di Sidoarjo, Jawa Timur. Untuk menjaga kualitas udang yang akan diekspor, tentunya diperlukan proses pembekuan udang yang dalam hal ini merupakan salah satu aplikasi dari teknik refrigerasi. Berdasarkan hal tersebut, penulis berminat untuk mempelajari lebih dalam, mencari lebih banyak pengalaman serta meningkatkan keterampilan dengan melaksanakan Praktek Kerja Lapang di PT. Graha Makmur Cipta Pratama, Sidoarjo-Jawa Timur. Metodologi Kegiatan Praktek Kerja Lapang ini dilaksanakan di PT. Graha Makmur Cipta Pratama, Jl. Industri No. 29A Desa Sukorejo, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo, Propinsi Jawa Timur pada tanggal 12 Januari 12 Februari 2015. Metode kerja yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapang ini adalah metode deskriptif yang dapat diartikan pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat dengan teknik pengambilan data meliputi data primer dan data sekunder. Metode ini mempelajari masalah dan tata cara serta situasi tertentu, termasuk tentang kegiatan dan proses yang sedang berlangsung serta pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena (Nazir, 2011). Parameter yang dikumpulkan dalam kegiatan ini adalah size udang, berat rendemen, persentase glazing, dan waktu pembekuan udang. Pada penentuan size udang yang digunakan sebagai bahan baku pada proses pembekuan. Perhitungan size udang pada setiap sampling dilakukan berdasarkan Kartika (2010) menggunakan persamaan sebagai berikut : = Parameter perhitungan rendemen dilakukan berdasarkan Kartika (2010) menggunakan persamaan sebagai berikut Cek Kupas
PDTO n kg PDTO/PND = x 100% PND n kg HL
Perhitungan persentase glazing dilakukan berdasarkan Solval, et al (2013) yang menggunakan persamaan sebagai berikut:
− 0 100% 0 Perhitungan waktu pembekuan udang dilakukan berdasarkan Earle (1983) menggunakan rumus sebagai berikut : a a tf = λρ P + R : (T − Ta) hs k Keterangan : tf = waktu pembekuan, λ = panas laten bahan, p = densitas bahan, a = ketebalan bahan, hs = konduktivitas total bahan, k = konduktivitas pembekuan, P dan R = tetapan Plank (slab = P = 1/2 dan R = 1/8) (T-Ta) = selisih suhu. %
=
Hasil dan Pembahasan Proses Pembekuan Udang Pada dasarnya proses pembekuan udang yang ada di PT Graha Makmur Cipta Pratama dibagi menjadi empat area yakni area bongkar raw material, area pemotongan kepala, grading, dan sortir, area pengupasan kulit dan soaking serta area pembekuan, packing, dan cold storage. Tahap setiap proses kegiatan pembekuan udang disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Skema alur proses produksi Keterangan : a. =Data Primer hasil perhitungan saat pengamatan di lapangan b. =Data sekunder Bahan baku yang digunakan dalam kegiatan produksi udang beku di PT. Graha Makmur Cipta Pratama adalah udang vannamei (Litopenaeus vannamei). Tahap pertama dalam proses pembekuan adalah penerimaan bahan baku. Bahan baku berupa udang vannamei diperoleh dari hasil budidaya tambak di wilayah Sidoarjo, Banyuwangi, Bali, Situbondo, Tuban, Gresik, Lamongan, dan Sumbawa. Setiap box yang diterima dari
supplier ini berisi udang yang size-nya sama dengan kisaran ukuran udang size 24-26. Perlu diketahui bahwa size 24-26 ini berarti terdapat 24 sampai 26 ekor udang dalam satu Kg. Udang yang terdapat dalam keranjang dicuci dengan air dingin dengan suhu 1,3oC. Proses pencucian udang menggunakan air dingin merupakan salah satu aplikasi teknik refrigerasi yang diterapkan di PT. GMCP. Pencucian bertujuan untuk membersihkan udang dari kotoran-kotoran yang terdapat pada permukaannya serta memisahkan udang dari pecahan-pecahan es pendingin. Selain itu, pencucian menggunakan air dingin pada udang dapat menjaga suhu udang agar tetap o kurang dari 3 C. Lalu, dilakukan inspeksi dengan cara mengambil sampling udang tiap sepuluh keranjang yang dipindahkan dari truk. Sampling inspection ini dilakukan untuk menentukan harga pada supplier berdasarkan range kualitas dan size dari udang mereka. Hasil pengamatan sampling size udang pada penerimaan bahan baku adalah udang dengan size 24,9. Perhitungan size udang pada setiap sampling berdasarkan rumus Kartika (2010). Setelah dilakukan inspeksi dan grading secara sampling, selanjutnya udang masuk ke dalam area pemotongan cephalothorak. Rendemen udang setelah di potong bagian cephalothoraknya adalah 69%. Udang yang telah di potong cephalothorak kemudian di masukkan ke dalam mesin grader. Mesin grader berfungsi memisahkan size udang berdasarkan ukuran besar kecil udang. Mesin grader memiliki kapasitas 400-500 kg/jam. Prinsip dari mesin grader adalah menggunakan prinsip gravitasi yang memisahkan udang yang diangkut dengan conveyor kemudian dialirkan diantara pipapipa yang memutar dengan bantuan semprotan air, kemudian ukuran udang yang kecil akan terlebih dahulu turun ke keranjang penampungan, berlanjut size selanjutnya. Setelah disortir dengan mesin grader, udang yang sudah dipisahkan sesuai ukurannya akan disortir ulang oleh karyawan, proses ini disebut dengan bagian final yang fungsinya mengkalibrasi ulang hasil sortir sesuai standar size, kualitas dan warna. Size udang adalah di dalam berat tertentu udang terdapat jumlah /banyaknya udang. Udang yang telah keluar dari mesin grader ditampung dalam keranjang dan diberi label size. Apabila ada udang yang tidak masuk ke dalam kerajang tampungan grader maka udang akan disortir secara manual oleh pegawai untuk menentukan size udang tersebut. Tahap berikutnya adalah proses pengupasan karapas dan soaking yaitu udang
di kupas karapasnya dan dibuang ususnya sesuai spesifikasi yang diminta pembeli. Hasil pengamatan pada proses pengupasan, permintaan pembeli berupa udang yang dikupas dalam bentuk PDTO (Peeled Deveined Tail on) dan PND (Peeled and Deveined). Selama proses kupas karapas dan pembuangan usus udang ini suhu udang dipertahankan agar tidak lebih dari 3oC dengan cara penambahan es. Penambahan es ini juga merupakan salah satu aplikasi teknik refrigerasi yang diterapkan di PT. GMCP. Es yang digunakan adalah ice flake karena mempunyai kemampuan untuk mendinginkan lebih cepat. Setelah dilakukan pengupasan karapas, petugas quality control mengambil sampling dari kupasan dan menghitung rendemen kupasan. Rendemen yaitu perbandingan bahan awal dan hasil akhir. Standar untuk produk PDTO (Peeled Deveined Tail on) yaitu rendemen 88% dan PND (Peeled and Deveined) rendemen 84%. Hasil perhitungan rendemen udang PDTO berdasarkan Kartika (2010) adalah 89,93% dan rendemen udang PND adalah 86,71%. Hasil kedua rendemen udang tersebut menunjukkan bahwa rendemen udang sangat baik karena hasilnya melebihi standar. Udang yang telah dikupas dan dibelah kemudian ditampung kembali dalam keranjang, setelah itu dipindahkan ke dalam blong soaking. Soaking adalah proses pemberian larutan phospat dan non-phospat pada udang yang bertujuan untuk menambah dan mengembalikan berat udang setelah kupas dan pengambilan usus. Proses soaking merupakan tahapan dalam pembekuan udang yang paling banyak menghabiskan waktu karena proses ini dilakukan sekitar tiga jam. Prinsip yang digunakan mesin soaking yaitu dengan kecepatan putaran atau rpm yang dapat mengubah larutan menjadi homogen sehingga mudah diserap oleh pori-pori udang. Suhu larutan soaking harus dipertahankan antara 10-15oC. Kegagalan dalam proses soaking diakibatkan karena penempatan alat yang tidak rata, sehingga proses putaran kurang sempurna dan suhu air yang jauh dari suhu yang ditentukan. Udang yang telah di soaking ditempatkan dalam wadah box fiber dan dibawa ke area pembekuan. Teknik pembekuan udang vannamei di PT. Graha Makmur Cipta Pratama menggunakan pembekuan secara mekanis yaitu dengan mesin IQF (Individual Quick Frozen). Proses pembekuan udang di PT GMCP ini dilakukan dengan cara mencuci udang dari proses sebelumnya dengan air dingin untuk menghilangkan larutan soaking pekat yang menempel dipermukaan udang,
kemudian udang dibekukan secara individu, caranya dengan menata satu persatu udang pada conveyor berjalan, dimungkinkan udang tidak melingkar atau yang disebut udang cincin atau curl melainkan berbentuk sabit karena air akan menumpuk di tengah-tengah udang yang menyebabkan udang akan lama membeku. Proses pembekuan udang dilakukan selama kurang lebih 15 menit dengan suhu optimal -33°C. Jika suhu mesin IQF turun sampai -29°C proses pembekuan harus dihentikan karena pada suhu tersebut udang tidak mencapai suhu core yang optimum. Suhu core adalah suhu pusat udang yang diukur dengan cara mengebor daging udang sampai ke bagian tengah udang dengan menggunakan bor kemudian diukur menggunakan termometer. Suhu core udang berkisar antara suhu -18°C sampai dengan 22°C. Pengukuran suhu core udang di PT GMCP dilakukan oleh QC (Quality Control) bagian pembekuan. Proses selanjutnya adalah, udang ditimbang per dua lbs dan di glazing dengan air dingin. Proses glazing adalah proses pelapisan es pada produk IQF yang fungsinya untuk menghindari atau meminimalisir efek dehidrasi terhadap finish product dan untuk mengetahui berat material sebelum dan setelah di glazing. Glazing dilakukan pada saat udang keluar dari mesin IQF kemudian ditimbang untuk mengetahui berat sebelum di glazing, setelah itu udang di glazing dengan cara dicelupkan pada air dingin bersuhu kurang dari 1,3°C sebanyak 13 – 15 %. Hasil glazing udang menunjukkan kenaikan berat udang sebesar 14% yang awalnya 908 gram menjadi 1035 gram. Pada saat pelapisan dimungkinkan keranjang yang berisi udang harus sepenuhnya masuk pada bak yang berisi air dingin, agar hasil glazing maksimal. Keberhasilan glazing tergantung dari suhu core atau inti udang yang dicapai pada saat proses pembekuan IQF. Setelah proses glazing selesai, selanjutnya udang dimasukkan ke dalam polybag ready dan dilewatkan ke alat metal detector untuk mengetahui bahwa udang terhindar dari bahan logam beserta turunanya. Proses terakhir adalah udang dimasukkan dalam MC (Master Carton) dan disimpan dalam cold storage hingga menunggu proses loading ke kontainer. Penyimpanan udang dilakukan di cold storage room dengan dengan suhu yaitu antara -18ºC sampai -22ºC. PT. Graha Makmur Cipta Pratama memiliki dua cold storage room yang mampu menyimpan udang dengan kapasitas 300 ton. Cold storage room berfungsi sebagai tempat penyimpanan produk udang beku
sementara agar tetap menjaga kualitas udang sebelum didistribusikan. Teknik Refrigerasi Pada Pembekuan Udang di PT GMCP Refrigerasi adalah proses pengambilan kalor atau panas dari suatu benda atau ruang untuk menurunkan temperaturnya. Kalor adalah salah satu bentuk dari energi, sehingga mengambil kalor suatu benda ekuivalen dengan mengambil sebagian energi dari molekul-molekulnya. Pada aplikasi tata udara (air conditioning), kalor yang diambil berasal dari udara. Untuk mengambil kalor dari udara, maka udara harus bersentuhan dengan suatu bahan atau material yang memiliki temperatur yang lebih rendah (Tampubolon, 2005). Sedangkan menurut Hartanto (1985) pendinginan atau refrigerasi adalah suatu proses penyerapan panas pada suatu benda dimana proses ini terjadi karena proses penguapan bahan pendingin (refrigerant). Proses pembekuan bertujuan untuk mengawetkan sifat-sifat alami udang dengan cara menghambat aktifitas bakteri dan aktifitas enzim (Hariadi, 1994). Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), keadaan beku menyebabkan bakteri dan enzim terhambat kegiatannya, sehingga daya awet ikan beku lebih besar dibandingkan dengan ikan yang hanya didinginkan. Pada suhu -12oC, kegiatan bakteri telah dapat dimatikan tetapi proses kimia enzimatis terus berjalan. Mesin pembeku yang digunakan di PT. GMCP adalah mesin IQF (Individual Quick Freezer) yang berjumlah dua mesin, yaitu merek AOWID dan Nantong. Kedua mesin IQF yang dimiliki perusahaan ini mampu membekukan satu ton udang tiap satu jam. Dalam sehari kedua mesin IQF tersebut mampu membekukan udang sebanyak delapan ton. Menurut Murniyati dan Sunarman (2000) ukuran freezer ditentukan oleh waktu pembekuan, kapasitas pembekuan, dan kepadatan produk di atas konveyor. Komponen mesin pembeku atau freezer yang ada di PT. GMCP yaitu evaporator, kompresor, kondensor, katup ekspansi. Prinsip mesin pembeku ini yaitu menyerap panas dari tubuh udang dan memindahkan ke media lain dengan perantaraan bahan pendingin atau refrigerant. Di dalam mesin pembeku AOWID, proses pembekuan dikendalikan oleh peralatan mekanis sehingga proses pembekuan berjalan dengan efektif dan efisien. Refrigerant cair yang berasal dari tangki penampung dimasukkan dalam evaporator melalui katup ekspansi. Di evaporator, refrigerant cair dipaksa menguap dengan menurunkan tekanannya oleh kompresor. Di dalam
evaporator ini proses pembekuan udang terjadi dengan cepat. Uap refrigerant yang terhisap oleh kompresor kemudian dimampatkan dan dimasukkan dalam kondensor untuk diembunkan. Refrigerant yang telah menjadi cairan kembali ditampung di dalam sebuah tangki penampung yang kemudian diuapkan kembali di dalam evaporator. Siklus tersebut berjalan terusmenerus sehingga refrigerant tidak perlu dibuang. Mesin IQF menggunakan penghembusan udara dingin melalui fan yang ada didalam mesin untuk membekukan udang secara individu. Udara yang dihembuskan merupakan udara dingin yang berasal dari bahan pendingin atau refrigerant. Mesin ini memiliki suhu optimal -30°C sampai -36ºC. Refrigerant bersirkulasi melalui keempat komponen tersebut dan mengalami perubahan fase dari gas menjadi cairan. Refrigerant yang digunakan di PT. GMCP berupa amonia dikarenakan harga amonia yang murah dan mudah didapat. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Hariadi (1994) yang menyatakan bahwa amonia banyak digunakan dibidang industri perikanan karena mempunyai sifat menguntungkan, terutama adalah murah dan mudah diperoleh dipasaran. Selain itu, amonia memiliki bau yang sangat tajam sehingga jika terjadi kebocoran mudah diketahui. Bila terjadi kebocoran pada sistem refrigerasi, refrigerant mungkin dapat mengenai produk makanan tetapi tidak mempunyai dampak yang serius terhadap makanan, kulit, atau bahan tenunan untuk jangka waktu yang pendek. Persentuhan yang lebih lama dengan udara yang mengandung amonia dapat menyebabkan makanan berasa atau berbau amonia (Stoecker and Jones, 1982). Mesin IQF yang digunakan di PT. GMCP menggunakan sistem kontinu. Menurut Estiasih dan Ahmadi (2009) pembekuan sistem kontinu merupakan pembekuan yang menggunakan konveyor untuk meletakkan produk atau bahan, dan udara dihembuskan searah atau berlawanan dengan pergerakan bahan. Sistem pembekuan secara kontinu yang diterapkan di PT. GMCP memanfaatkan konveyor untuk meletakkan udang. Konveyor tersebut bergerak melewati mesin IQF. Di dalam mesin IQF, fan menghembuskan udara dingin pada udang dengan suhu -30°C sampai -36ºC yang menyebabkan udang beku. Kemudian, konveyor bergerak keluar dari mesin IQF dan udang secara otomatis jatuh ke dalam wadah yang berada pada outlet mesin. Sistem tersebut berjalan terus menerus selama mesin tetap menyala. Kelebihan pembekuan IQF sistem kontinu ini adalah
semua permukaan bahan dibekukan seragam, waktu pembekuan pendek, dehidrasi pada produk dapat diminimalisir, dan kapasitas produksi yang besar. Kelemahan pembekuan sistem kontinu adalah bahan yang dibekukan terbatas pada produk atau bahan pangan dalam bentuk kecil saja seperti udang. Waktu Pembekuan Udang Waktu yang dibutuhkan untuk membekukan udang berbeda-beda. Menurut Murniyati dan Sunarman (2000) waktu pembekuan adalah waktu yang dibutuhkan untuk menurunkan suhu produk dari suhu awal hingga mencapai suhu tertentu pada bagian tengah produk. Suhu tengah udang yang ditetapkan di PT. GMCP berkisar antara -18°C sampai dengan -22°C. Waktu yang diperlukan untuk membekukan udang di PT. GMCP berkisar antara 10-15 menit. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pembekuan udang yaitu performa mesin IQF, suplai amonia sebagai pendingin, ukuran udang yang akan dibekukan, dan suhu udang sebelum dibekukan. Hasil perhitungan waktu pembekuan udang dengan menggunakan rumus perhitungan berdasarkan Earle (1983) yaitu 12,67 menit. Hasil perhitungan tersebut berbeda dengan waktu pembekuan udang saat pengamatan di lapangan, yaitu 15 menit. Perbedaan waktu pembekuan antara pengamatan di lapangan dengan hasil perhitungan dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu pertama, pada perhitungan pembekuan hanya menggunakan asumsi nilai koefisien transfer panas permukaan mesin IQF dan panas laten pembekuan karena tidak diperoleh data yang pasti mengenai nilai koefisien transfer panas permukaan mesin dan panas laten pembekuan udang. Kedua, waktu pembekuan udang yang ditetapkan oleh PT. GMCP untuk udang size 15 selama 15 menit tentunya sudah melalui banyak pertimbangan dan perhitungan yang kaitannya dengan efisiensi waktu, listrik, daya kerja mesin IQF, kualitas pembekuan udang, dan faktor-faktor lainnya. Kesimpulan Aplikasi teknik refrigerasi pada pembekuan udang yang dilakukan oleh PT. Graha Makmur Cipta Pratama (PT. GMCP) adalah menggunakan teknik pembekuan udang IQF (Individual Quick Frozen). Prinsip pembekuan udang secara IQF yaitu dengan membekukan udang yang ditata satu-persatu pada konveyor yang berjalan lalu dibekukan menggunakan mesin IQF dengan zat pendingin atau
refrigerant berupa amonia. Berdasarkan perhitungan sampling size udang 24-26 ratarata berukuran 25 dengan nilai rendemen produk udang PDTO sebesar 89,63% serta PND sebesar 86,71% dan glazing sebanyak 14%. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pembekuan udang di PT. GMCP yaitu performa mesin IQF, suplai amonia sebagai pendingin, ukuran udang yang akan dibekukan, dan suhu udang sebelum dibekukan. Daftar Pustaka Earle, R. L. 1983. Unit Operations in Food Processing. The New Zealand Institute of Food Science and Technology Inc. Hariadi, S. 1994. Pembekuan Udang Jilid I. Karya Anda. Surabaya. Hartanto, B. 1985. Teknik Mesin Pendingin. BKPI, Tegal. Kartika, N. M. 2010. Teknik Pembekuan Udang Vanamei (Litopenaeus vannamei) Di PT. Grahamakmur Cipta Pratama Kecamatan Buduran Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur. Hasil Praktikum Kerja Lapang Program Studi Budidaya Perairan Universitas Airlangga. Koswara, S. 2009. Pengolahan Pangan Dengan Suhu Rendah. Ebookpangan.com. Tampubolon, D. dan Samosir, R. 2005. Pemahaman Tentang Sistem Refrigerasi. Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol. 4 No. 1 – April 2005: 312 – 316. Lailossa, G. W. 2009. Studi Awal Design Model Sistem Rantai Dingin (Cold Chain System) Komoditas Unggulan Ekspor Sektor Perikanan Maluku (Ikan Beku/Frozen Fish). Artikel pada Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 17 Desember 2009. Murniyati, A.S. dan Sunarman. 2000. Pendinginan Pembekuan dan Pengawetan Ikan. Kanisius. Yogyakarta. Nazir, M. 2011. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Bogor. Nuryani, A. B. 2006. Pengendalian Mutu Penanganan Udang Beku Dengan Konsep Hazard Analysis Critical Control Point (Studi Kasus Di Kota Semarang Dan Kabupaten Cilacap). Tesis. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang. Safitra, A. G., & Putra, A. B. 2013. Studi Variasi Beban Pendinginan Di Evaporator Low Stage Sistem
Refrigerasi Cascade Menggunakan Heat Exchanger Tipe Concentric Tube Dengan Fluida Kerja Refrigeran Musicool-22 Di High Stage Dan R404a Di Low Stage. Jurnal Teknik POMITS Vol. 2, No. 1, 2301-9271. Sari, D. K. 2006. Optimasi Proses Pembekuan Udang Masak Beku Dengan Menggunakan DantechTM Freezer Di PT Central Pertiwi Bahari, Lampung. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Solval, M. K., Luis, A. E. R., Marvin, M., David, B., Subramaniam, S. 2013. Evaluation of chitosan nanoparticles as a glazing material for cryogenically frozen shrimp. LWT - Food Science and Technology 57 (2014) 172e180. Stoecker, W. F. and Jones, J. W. 1982. Refrigerasi dan Pengkondisian Udara. Penerbit Erlangga. Jakarta. Tampubolon, D. dan Samosir, R. 2005. Pemahaman Tentang Sistem Refrigerasi. Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol. 4 No. 1 – April 2005: 312 – 316.