DENI KARSANA: REFERENSI DAN FUNGSI MAKIAN ...
REFERENSI DAN FUNGSI MAKIAN DALAM BAHASA KAILI (REFERENCE AND FUNCTION OF CURSING IN KAILI ) Deni Karsana Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Tengah Jalan Untad I, Bumi Roviga, Tondo Pos-el:
[email protected]
Tanggal naskah masuk: 4 Januari 2015 Tanggal revisi terakhir: 30 Novembern 2015
Abstract CURSING is a verbal expression which we encounter in daily life. This writing aims at describing the cursing in Kaili language using descriptive qualitative method. The result shows that there are two kinds of cursing in Kaili language. Firstly, the cursing that is based on the references, namely a) situations, b) animals, c) things, d) body parts, e) kinship, f) ghosts, g) activities, h) appellations, and i) phatic words. Secondly, based on its functions the cursing in Kaili language can be used to express anger, dejection, disappointment, astonishment, contempt or harassment, sense of humor, and warning. Key words: cursing, verbal, function, and Kaili Abstrak MAKIAN merupakan ungkapan verbal yang sering kita temui dalam kehidupan seharihari. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ujaran memaki dalam bahasa Kaili. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam bahasa Kaili terdapat makian 1) berdasarkan jenis referensinya, yaitu a) keadaan, b) binatang, c) benda-benda, d) bagian tubuh, e) kekerabatan, f) makhluk halus, g) aktivitas, h) profesi, dan i) seruan; dan 2) berdasarkan fungsinya makian dapat dipakai untuk mengungkapan kemarahan, kesesalan, kekecewaan, keheranan, penghinaan atau merendahkan orang lain, rasa humor, dan peringatan. Kata kunci: makian, verbal, fungsi, dan Kaili
141
Metalingua, Vol. 13 No. 2, Desember 2015:141—150
1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Ujaran makian akrab dalam telinga kita dalam kehidupan sehari-hari. Terjadinya pertengkaran antara suami dan istri, keributan antara adik dan kakak, perselisihan antara sesama teman, atau antara kawan dan lawan, menyebabkan salah seorang di antaranya terkadang mengeluarkan kata-kata makian. Kata-kata makian tersebut membuat merah telinga kita saat mendengarnya. Seseorang yang dilanda emosi akan mengeluarkan kata-kata yang dirasakan tidak pantas untuk didengar. Kata-kata tersebut terasa kasar bagi kita. Kata-kata itu disebut makian. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2008:863) makian berasal dari kata ma.ki v cak mengeluarkan kata-kata (ucapan) keji (kotor, kasar, dsb) sbg pelampiasan kemarahan atau rasa jengkel dsb: jangan engkau – orang tua itu; ma.ki.an n kata keji yang diucapkan krn marah dsb. Menurut Montagu (1973:81) dalam Indrawati (2006:29), makian terbentuk ketika seseorang untuk bereaksi akibat ada faktor pemicu dari luar dirinya sehingga terjadilah perubahan emosi. Kadang-kadang emosi yang dirasakan oleh seorang penutur diungkapkan secara verbal dengan cara berlebihan sehingga ungkapan verbal yang dilontarkan secara spontan (swearing). Selanjutnya, menurut McEnery (2006:1) makian umumnya dianggap sebagai penggunaan bahasa yang tidak baik serta dianggap sebagai fitur linguistik yang tidak penting dan merusak bahasa. Akan tetapi, Leigh dan Lepine (2005:8) menyatakan bahwa makian telah menjadi bagian dari kehidupan manusia, “it is a fair guess that swearing has been around as long as human speech” (sebuah dugaan yang tepat bila dikatakan bahwa makian telah seumur dengan bahasa manusia). Bahasa Kaili (BK) merupakan bahasa dengan penutur terbanyak di Sulawesi Tengah. BK digunakan oleh penuturnya yang mendiami beberapa tempat, yaitu Kabupaten Donggala, Kabupaten Sigi, Kabupaten Parigi, Kabupaten Poso, Kabupaten Tojo Una-Una, dan Kota Palu. 142
Menurut Pusat Bahasa (2008:79), berdasarkan dialektometri BK memiliki sepuluh dialek, yaitu (1) dialek Tara dituturkan di Desa Olaya dan Desa Dolago, Kecamatan Parigi, Kabupaten Parigi Moutong; di desa Lasoanio, Kecamatan Palu Timur, Kota Palu; Desa Tinggede, Kecamatan Marawola dan Desa Sibalaya Selatan, Kecamatan Biromaru, Kabupaten Sigi (2) dialek Taje/Petapa dituturkan di Desa Petapa, Kecamatan Parigi, Kabupaten Parigi Moutong; (3) dialek Ledo dituturkan di kelurahan-kelurahan di Kecamatan Palu Timur; Kelurahan Kayu Maluwe, Kecamatan Palu Utara, Kota Palu; Desa Kotarindau, Kecamatan Dolo, Kabupaten Sigi; Desa Towale, Kecamatan Banawa, Kabupaten Donggala; Desa Sintuvu, Kecamatan Sigi Biromaru, Kabupaten Sigi (Dialek Ledo ini paling banyak penuturnya jika dibandingkan dengan sembilan dialek lainnya. Dialek Ledo merupakan dialek standar karena selain dituturkan di pusat pemerintahan/ ibu kota provinsi, sebaran geografisnya amat besar. Dialek Ledo digunakan dalam media massa cetak dan elektronik); (4) dialek Daa dituturkan di Desa Waturalele, Kecamatan Dolo; Desa Uwemanje, Kecamatan Marawola; Desa Lebanu, Kecamatan Marawola; dan Desa Kecamatan Banawa Selatan, Kabupaten Donggala; (5) dialek Rai dituturkan di Desa Lende, Kecamatan Sirenja, Kabupaten Donggala; (6) dialek Unde dituturkan di Kelurahan Watu, Kecamatan Watu, Kecamatan Palu Barat, Kota Palu dan Desa Dalaka, Kecamatan Sindue, Kabupaten Donggala; (7) dialek Unde Kabonga dituturkan di Desa Kabonga Besar, Kecamatan Banawa, Kabupaten Donggala; (8) dialek Kori dituturkan di Desa Taripa, Kecamatan Sindue, Kabupaten Donggala; (9) dialek Njedu dituturkan di Desa Enu, Kecamatan Sindue, Kabupaten Donggala; dan (10) dialek Pendau dituturkan di Desa Tambu, Kecamatan Balaesang, Kabupaten Donggala. BK menjadi bahasa daerah yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari di Kota Palu. Bahasa merupakan alat yang mempererat kerukunan kehidupan bersama. Kehidupan yang rukun dan damai menjadi dambaan semua insan.
DENI KARSANA: REFERENSI DAN FUNGSI MAKIAN ...
Akan tetapi, kenyataannya seringkali tidak demikian. Ketidakmampuan mengelola emosi dan rasa ego yang tinggi merupakan salah satu penyebab munculnya perselisihan yang menimbulkan ketidakharmonisan kehidupan. Ketidakharmonisan dalam kehidupan menimbulkan fenomena bahasa tersendiri. Fenomena penggunaan bahasa yang berbeda dari keseharian, yaitu munculnya penggunaan makian. Makian menjadi sesuatu hal yang menarik untuk dikaji.
psikolinguistik, yaitu teori yang menyangkut psikologi atau kejiwaan yang dipadukan dengan linguistik. Karsana (2010) mengkaji bentuk lingual sumpah serapah BK dengan analisis struktur atau pendekatan struktural. Sepengetahuan penulis, kajian mengenai makian dalam BK, khususnya mengenai referensi dan fungsi belum pernah ada yang meneliti. Untuk itulah, penulis melakukan kajian ini.
2. Kerangka Teori 1.2 Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, penulis berasumsi bahwa ada pemakaian makian dalam bahasa Kaili. Untuk itu, masalah dalam tulisan ini dapat dipaparkan sebagai berikut. 1. Jenis refererensi apa saja yang digunakan pada makian BK? 2. Apa fungsi makian dalam BK? 1.3 Tujuan Bertolak dari rumusan masalah tersebut, tujuan tulisan ini adalah untuk mendeksripsikan jenis referensi dan fungsi makian BK. 1.4 Metode Metode yang digunakan dalam penelitian ini metode deskriptif kualitatif. Pendekatan kualitatif deskriptif digunakan untuk mendeksripsikan bagaimana penggunaan makian dalam Bahasa Kaili. Metode deskriptif adalah metode penelitian yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan pada fakta yang ada atau fenomena yang memang secara empiris hidup pada penutur-penuturnya sehingga yang dihasilkan atau dicatat berupa perian bahasa yang biasa dikatakan sifatnya seperti potret, paparan seperti adanya. Perian deskriptif tidak mempertimbangkan benar salahnya penggunaan bahasa oleh penutur-penuturnya, hal itu merupakan cirinya yang utama (Sudaryanto, 1986:62). Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan sumpah serapah, khususnya dalam BK pernah diteliti oleh Asri (2004) dan Karsana (2010). Asri (2004) mengkaji umpatan dari sudut
Menurut Montagu (dalam Indrawati, 2006:23--25) memasukkan makian (abusive swearing) ke dalam kelompok sumpah serapah (swearing). Sumpah serapah (swearing) oleh Montagu dicirikan oleh kata-kata keji (kotor, kasar) yang diucapkan karena timbulnya emosi. Keseluruhan dari sumpah serapah (swearing) yang dimaksud Montagu adalah makian (abusive swearing), (2) hujatan (blasphemy), (3) kutukan (cursing), (4) sumpahan (swearing), (5) kecarutan (obscenity), dan (6) lontaran/seruan (expletive). Selanjutnya, Montagu menjelaskan pengertian makian, yaitu tindakan verbal yang mengekspresikan perasaan agresif yang mengikuti perasaan frustasi yang dalam atau berlebihan yang tercermin dalam kata-kata atau tuturan yang mengandung asosiasi emosional yang kuat. Menurut Wijana (2006:125), bentuk makian dikelompokkan menjadi kata (monomorfemik atau polimorfemik), frasa, dan klausa yang secara kategorial dapat berjenis adjektiva, nomina, dan interjeksi. Selanjutnya, Wijana (2006:125) menyatakan bahwa berdasarkan referensinya, sistem makian dalam bahasa Indonesia dapat digolong-golongkan menjadi bermacam-macam, yaitu (1) keadaan, (2) binatang, (3) benda-benda, (4) bagian tubuh, (5) kekerabatan, (6) makhluk halus, (7) aktivitas, (8) profesi, dan (9) seruan. Wijana (2006) lebih lanjut menjelaskan bahwa terdapat enam substansi yang sering dijadikan sasaran makian, yaitu (1) kebodohan, (2) keabnormalan, (3) sesuatu yang terkutuk atau dilarang oleh agama, (4) ketidakberuntungan, (5) sesuatu yang menjijikkan, dan (6) sesuatu yang 143
Metalingua, Vol. 13 No. 2, Desember 2015:141—150
mengganggu hidup manusia dalam arti yang seluas-luasnya. Fungsi bahasa dalam pemakaiannya ada beberapa. Menurut Leech (1974:52–54), ada lima macam fungsi bahasa, yaitu fungsi informasional, fungsi ekspresif, fungsi direktif, fungsi estetik, dan fungsi fatis. Makian sebagai ungkapan spontan yang berupa kata-kata kasar (tidak sopan) menunjukkan fungsi ekpresif. Dalam fungsi ekspresif, penutur menyatakan sikap terhadap apa yang dituturkannya. Perasaan penutur yang menyertai kata-kata yang digunakan dalam makian dapat berupa rasa marah, rasa jengkel, atau rasa menyesal.
3. Hasil dan Pembahasan Sesuai dengan permasalahan yang telah disebutkan di atas, maka dalam tulisan ini akan dibahas sebagai berikut. 3.1 Jenis Makian Berdasarkan referensinya, makian-makian dalam BK dapat digolongkan pada beberapa jenis berikut. A. Keadaan Dalam BK seringkali kita menjumpai katakata yang mencerminkan keadaan seseorang dipakai untuk menjadi makian. Kata-kata tersebut di antaranya, yaitu nabaya ‘sinting/gila’, nadoyo ‘bodoh’, nabuto ‘malas’, nakese ‘urakan’, nambongo ‘tuli’, dan nasoa ‘sial’. Berikut adalah contoh kalimat makian yang menggunakan keadaan seseorang. (1) Nabaya ntuu siko hii! ‘Sinting betul kamu ini!’ (2) Nadoyo ngana hii! ‘Bodoh anak ini!’ (3) Nabuto ntuu, ngana hii!, ‘Malas betul, anak ini!’ (4) Nakese, iko! ‘Urakan, kau!’ (5) Nambongo siko! ‘Tuli kau!’ (6) Nasoa, eo hii. 144
‘Sial, hari ini.’ Dalam kalimat (1–6) terdapat penggunaan makian yang mencerminkan keadaan sesorang yang ditujukan kepada lawan bicara. Pada kalimat (1) terdapat kata nabaya ‘gila’ yang berkelas kata adjektiva. Kata nabaya termasuk kata makian, penggunaan kata itu menunjukkan ketidaksukaan pembicara kepada lawan bicara atas kelakuannya. Pada kalimat (2) terdapat kata nadoyo ‘bodoh’ yang berkelas kata adjektiva. Kata nadoyo termasuk kata makian, penggunaan kata itu menunjukkan ketidaksukaan pembicara kepada lawan bicara atas kelakuannya sebagai seorang anak. Pada kalimat (3) terdapat kata nabuto ‘malas’ yang berkelas kata adjektiva. Kata nabuto termasuk kata makian, penggunaan kata itu menunjukkan ketidaksukaan pembicara kepada lawan bicara atas kelakuannya sebagai seorang anak. Selanjutnya, pada kalimat (4) terdapat kata nakese ‘urakan’ yang berkelas kata adjektiva. Kata nakese termasuk kata makian, penggunaan kata itu menunjukkan ketidaksukaan pembicara kepada lawan bicara atas kelakuannya. Pada kalimat (5) terdapat kata nambongo ‘tuli’ yang berkelas kata adjektiva. Kata nambongo termasuk kata makian, penggunaan kata itu menunjukkan ketidaksukaan pembicara kepada lawan bicara atas kelakuannya. Pada kalimat (6) terdapat kata nasoa ‘sial’ yang berkelas kata adjektiva. Kata nasoa termasuk kata makian, penggunaan kata ini menunjukkan ketidaksukaan pembicara pada nasibnya. B. Binatang Dalam BK seringkali kita menjumpai katakata yang menggunakan referensi nama-nama binatang dipakai untuk makian. Kata-kata tersebut di antaranya, yaitu bengga bula ‘kerbau bule’, asu ‘anjing’, tovau ‘kambing’, ibo ‘monyet’, japi ‘sapi’, dan paneki ‘kelelawar’. Berikut adalah contoh kalimat makian yang menggunakan nama binatang. (7) Bengga bula, ngana kodi hii. ‘Kerbau bule, anak kecil ini.’ (8) Asu, naria aga masalana.
DENI KARSANA: REFERENSI DAN FUNGSI MAKIAN ...
‘Anjing, ada saja masalahnya.’ (9) Tovau, bereimu hai. ‘Kambing, suamimu itu.’ (10) Ibo, siko hii. ‘Kera, kamu ini.’ (11) Japi, karajamu nangande aga. ‘Sapi, kerajamu makan saja.’ (12) Paneki siko ini, baru nanjili nasadondo ivei. ‘Kelelawar kamu ini, baru pulang pagi begini.’ Pada kalimat (7–12) terdapat penggunaan makian yang merujuk pada referensi binatang yang ditujukan pembicara kepada lawan bicara. Pada kalimat (7) terdapat kata bengga bula ‘kerbau putih’ yang berkelas kata nomina yang merujuk pada binatang. Kata bengga bula termasuk kata makian, penggunaan kata itu menunjukkan ketidaksukaan pembicara kepada lawan bicara atas kelakuannya. Kelakuannya diumpamakan seperti kerbau putih yang lambat gerakannya dan bodoh, tidak secerdik binatang lainnya seperti anjing. Kemudian, pada kalimat (8) terdapat kata asu ‘anjing’ yang berkelas kata nomina yang merujuk pada binatang. Kata asu termasuk kata makian, penggunaan kata itu menunjukkan ketidaksukaan pembicara kepada lawan bicara atas kelakuan seseorang (orang ketiga). Kelakuannya diumpamakan seperti anjing. Anjing dianggap sebagai binatang yang bernajis dan kurang disukai manusia. Pada kalimat (9) terdapat kata tovau ‘kambing’ yang berkelas kata nomina yang merujuk pada binatang. Kata tovau termasuk kata makian, penggunaan kata itu menunjukkan ketidaksukaan pembicara kepada lawan bicara atas kelakuan suaminya. Kelakuannya diumpamakan seperti kelakukan kambing yang suka kawin. Selanjutnya, ada kalimat (10) terdapat kata ibo ‘kera’ yang berkelas kata nomina yang merujuk pada binatang. Kata ibo termasuk kata makian, penggunaan kata itu menunjukkan ketidaksukaan pembicara kepada lawan bicara atas kelakuannya. Kelakuannya diumpamakan seperti kera yang tidak tahu aturan. Pada kalimat (11) terdapat kata japi ‘sapi’
yang berkelas kata nomina yang merujuk pada binatang. Kata japi termasuk kata makian, penggunaan kata itu menunjukkan ketidaksukaan pembicara kepada lawan bicara atas kelakuannya yang hanya bisa makan. Kelakuannya diumpamakan seperti sapi. Sapi adalah binatang yang kerjanya makan rumput dan kurang mau bekerja bila tidak diperintahkan atau kurang inisiatif. Kemudian, pada kalimat (12) terdapat kata paneki ‘kelelawar’ yang berkelas kata nomina yang merujuk pada binatang. Kata paneki termasuk kata makian, penggunaan kata itu menunjukkan ketidaksukaan pembicara kepada lawan bicara atas kelakuannya. Kelakuannya diumpamakan seperti kelelawar yang hidupnya di malam hari. Pergi mencari makan di waktu petang dan pulang sebelum fajar. C. Benda-Benda Dalam BK seringkali kita menjumpai katakata yang menggunakan nama benda-benda untuk dijadikan makian. Kata-kata tersebut di antaranya adalah tarasi ‘terasi’, tai ‘tahi’ dan lana ‘minyak’. Berikut adalah contoh kalimat makian yang menggunakan nama benda-benda. (13) Notarasi ntuu tina hai. ‘Terasi betul ibu itu.’ (14) Tai, siko ledo sanggania nadota nangepe petevaiku. ‘Tahi kamu tak pernah mau dengar nasihatku.’ (15) Tai lana karajamu hai. ‘Tahi minyak kerjamu itu!’ Pada kalimat (13–15) terdapat penggunaan makian yang merujuk pada benda yang ditujukan pembicara kepada lawan bicara. Kata tarasi yang digunakan pada kalimat (13) merujuk pada benda terasi yang biasa digunakan oleh ibu rumah tangga sebagai bumbu penyedap masakan atau sambal. Pengertian terasi, menurut KBBI (2008:1449), adalah n bumbu penyedap masakan yang dibuat dari ikan kecil-kecil atau udang yg dilumatkan halus-halus; belacan. Kata terasi dipakai sebagai makian yang memiliki makna lain, yaitu bukan sebagai bumbu masakan, tetapi sebagai bumbu penambah cerita yang belum 145
Metalingua, Vol. 13 No. 2, Desember 2015:141—150
tentu benar adanya. Benda lain yang dipakai sebagai makian adalah kata tai ‘tahi’. Kata tai yang digunakan pada tuturan kalimat (14) mempunyai makna sebagai ampas makanan dari dalam perut yang keluar melalui dubur. Menurut KBBI (2008:1376), tahi didefinisikan sebagai n 1 ampas makanan dr dl perut yg keluar melalui dubur; tinja: –kerbau; 2 berbagai-bagai kotoran, endapan, atau barang yg dianggap sbg ampas (sisa, karat, buangan, dsb); –angin. Pada kalimat (15) terdapat referensi benda, yaitu ‘lana’ minyak yang seringkali digunakan sebagai makian oleh orang Kaili. Akan tetapi, kata minyak dijadikan frasa dalam penggunaanya, yaitu dengan kata tai menjadi tai lana. Ibaratnya apabila mendapat makian tai lana, dimaksudkan adalah ampas minyak yang tidak bernilai atau berharga. Penggunaan kata tai ‘tahi”, seringkali dalam BK digabungkan dengan benda lain sehingga menjadi frasa, seperti tai lana ‘tahi minyak’, tai boro ‘tahi yang keluar sedikit demi sedikit (menceret)’, tai japi ‘tahi sapi’, tai tovau ‘tahi kambing’, tai lasu ‘tahi kemaluan laki’, dan tai taveve ‘tahi kucing’.
Bagian tubuh yang dijadikan referensi makian pada BK, umumnya adalah kemaluan, baik kemaluan laki-laki maupun kemaluan wanita. Makian yang merujuk pada alat kelamin ini merupakan makian yang kasar bila digunakan. Pada kalimat (16) digunakan kata leti ‘kemaluan wanita’ sebagai makian pada tuturan tersebut. Kata batu ‘vagina’ pada kalimat (17) digunakan sebagai makian yang dianggap kasar oleh etnik Kaili. Kata lasu ‘kemaluan laki-laki’ pada kalimat (18) digunakan sebagai makian. Selain kemaluan, bagian tubuh yang sering dijadikan referensi makian dalam BK adalah mata ‘mata’. Mata merupakan indra untuk melihat; indra penglihat. Penggunaan mata sebagai makian terlihat pada kalimat (19). E.
Kekerabatan
Dalam BK seringkali kita menjumpai katakata yang menggunakan nama kekerabatan untuk dijadikan makian. Kata-kata tersebut di antaranya adalah mangge ‘paman’. Berikut adalah contoh kalimat makian yang menggunakan nama kekerabatan. (20) Mange, nakuya hii! ‘Paman, mengapa ini!
D. Bagian Tubuh Dalam BK seringkali kita menjumpai katakata yang menggunakan nama bagian tubuh untuk dijadikan makian. Kata-kata tersebut di antaranya adalah leti ‘kemaluan wanita/vagina’, batu ‘vagina’, mata ‘mata’, dan lasu ‘kemaluan laki-laki dewasa’. Berikut adalah contoh kalimat makian yang menggunakan nama bagian tubuh manusia. (16) Leti, najampa siko hii. ‘Kemaluan wanita, kurang ajar kamu ini.’ (17) Batumu! ‘Vaginamu!’ (18) Lasumu, ledo parana neumba. ‘Kemaluan laki-lakimu, tak pernah muncul.’ (19) Matamu! Nakuya siko nangitana? ‘Matamu! mengapa kau tak melihatnya?’ 146
F.
Makhluk Halus
Dalam BK seringkali kita menjumpai katakata yang menggunakan nama makhluk halus untuk dijadikan makian. Kata-kata tersebut di antaranya adalah seta ‘setan’. Berikut adalah contoh kalimat makian yang menggunakan nama makhluk halus. (21) Seta ngana hii! ‘Setan anak ini!’ Makhluk halus yang sering dijadikan makian dalam BK adalah seta ‘setan’. Kata seta ‘setan’ pada kalimat (21) dituturkan pembicara kepada lawan bicaranya, yaitu seorang anak yang dianggapnya berperilaku seperti setan. Sebenarnya, etnik Kaili mengenal banyak jenis makhluk halus lainnya, seperti kalomba ‘ setan yang hinggap pada binatang’, jii ‘jin’ , dan toua ‘tuyul’. Akan tetapi, kata-kata tersebut tidak pernah dipakai sebagai makian.
DENI KARSANA: REFERENSI DAN FUNGSI MAKIAN ...
G. Aktivitas Dalam BK seringkali kita menjumpai katakata yang menggunakan aktivitas atau kegiatan manusia untuk dijadikan makian. Kata-kata tersebut di antaranya adalah hau ‘pergi’ dan nokeju ‘bersenggama’. Berikut adalah contoh kalimat makian yang menggunakan aktivitas atau kegiatan manusia. (22) Hau, nemo parana ri hii hanupa. ‘Pergi, jangan pernah ke sini lagi. (23) Nokeju siko hii! ‘Senggama kamu ini!’ Aktivitas manusia sering kita jumpai ketika dipakai untuk makian. Kata hau ‘pergi’ dalam BK terkadang dipakai sebagai makian yang sifatnya menghardik atau mengusir. Pada kalimat (22) digunakan kata hau ‘pergi’ yang berkelas kata verba, merupakan tindakan pengusiran dari pembicara kepada lawan bicara yang telah melakukan tindakan yang menimbulkan kebencian atau ketidaksukaan pembicara. Kata nokeju ‘senggama’ pada kalimat (23) juga merupakan aktivitas manusia. Aktivitas nokeju ‘senggama’ merupakan aktivitas manusia yang dianggap tabu untuk dibicarakan secara umum. Sebenarnya, aktivitas tidak dilakukan oleh lawan bicara. Kata nokeju pada kalimat (23) merupakan makian yang dilontarkan oleh pembicara kepada lawan bicara yang telah melakukan satu tindakan yang mengesalkannya. H. Profesi Dalam BK seringkali kita menjumpai katakata yang menggunakan profesi manusia untuk dijadikan makian. Kata-kata tersebut di antaranya, yaitu lonte ‘pelacur’, bajinga ‘bajingan’ tolare ‘orang gunung/kampung’ dan topogade ‘pembual’. Berikut adalah contoh kalimat makian yang menggunakan profesi seorang. (24) Lonte, nevalina aga neganggu berei ntona. ‘Pelacur bisanya cuma ganggu suami orang.’ (25) Bajinga, siko hii ledo nangurusi
nganamu. ‘Bajingan kamu ini tak pernah kau urus anakmu.’ (26) Tolare! ‘Orang gunung!’ (27) Topogade, namate siko hii. ‘Pembual, mati kau ini.’ Profesi manusia juga sering dipakai sebagai makian. Akan tetapi, tidak semua profesi manusia dapat dipakai sebagai makian, umumnya yang dipakai sebagai makian adalah profesi yang tidak baik. Profesi lonte ‘pelacur’, bajinga ‘bajingan’, tolare ‘orang gunung’, dan topogade ‘pembual’ sering dipakai dalam makian. Kata lonte ‘pelacur’ digunakan pada kalimat (24) diujarkan oleh pembicara kepada lawan bicaranya sebagai makian karena lawan bicaranya dianggap melakukan profesi sebagai pelacur atau wanita tuna susila. Lawan bicaranya itu dianggap telah merebut suaminya. Pengertian pelacur menurut KBBI (2008:769), yaitu n perempuan yg melacur; wanita tuna susila; sundal. Kata bajinga ‘bajingan’ digunakan pada kalimat (25) yang diujarkan oleh pembicara kepada lawan bicara karena lawan bicaranya tidak mengurus anaknya. Anak tersebut diurus oleh pembicara. Pembicara marah kepada lawan bicara, yaitu seorang lelaki yang tidak bertanggung jawab diumpamakan sebagai seorang bajingan. Pengertian bajingan (KBBI, 2008:120) adalah 1 n penjahat; pencopet; 2 a kas kurang ajar (makian). Kata tolare ‘orang gunung/kampung’ digunakan pada kalimat (26) yang diujarkan oleh pembicara kepada lawan bicara karena lawan bicaranya bertingkah laku seperti orang gunung. Orang gunung adalah orang yang tinggal di kampung pinggir gunung yang masih berpikir dan bertindak secara tradisional dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Kata topogade ‘pembual’ digunakan pada kalimat (27) yang diujarkan oleh pembicara kepada lawan bicara karena lawan bicaranya suka berbohong atau membual. Isi pembicaraan lawan bicara tersebut tidak benar adanya. Oleh karena itu, pembicara mengungkapkan 147
Metalingua, Vol. 13 No. 2, Desember 2015:141—150
kekesalannya dengan memaki lawan bicaranya tersebut dengan kata topogade. I.
Seruan
Dalam BK seringkali kita menjumpai katakata yang menggunakan seruan untuk dijadikan makian. Kata-kata tersebut di antaranya adalah bah ‘bah’, puh/huh ‘huh’, dan adu ‘aduh’. Berikut adalah contoh kalimat makian yang menggunakan seruan. (28) Bah, siko hii! ‘Bah, kamu ini!’ (29) Puh/huh, geira hii nevalina aga jarita. ‘Puh, mereka itu bisanya cuma bicara.’ (30) Adu, napoi siko. ‘Aduh, asam kamu.’ 3.2 Fungsi Makian Berdasarkan fungsinya, makian dalam BK digunakan sebagai alat untuk mengekspresikan emosi yang meliputi kemarahan, kekesalan, keheranan, penghinaan atau merendahkan orang lain, keterkejutan, dan ancaman atau peringatan. Berikut adalah contoh penggunaan makian sebagai ekspresi emosi yang meliputi kemarahan. (31) Asu, siko hii, dotamu nuapa? ‘Anjing, kamu ini, maumu apa?’ Contoh makian (31) ditujukan kepada lawan bicara sebagai ungkapan kemarahan. Pada contoh ungkapan kemarahan itu terdapat kata makian asu ‘anjing’. Ungkapan kekesalan seseorang dapat terlihat dari lontaran makian. Berikut adalah contoh penggunaan makian sebagai ekspresi emosi yang meliputi kekesalan. (32) Adu, nedua tau! ‘Aduh, sakit tahu!’ Contoh makian (32) ditujukan kepada lawan bicara sebagai ungkapan kekesalan. Pada contoh ungkapan kekesalan tersebut terdapat kata makian aduh ‘aduh’. Ungkapan keheranan seseorang dapat terlihat pula dari lontaran makian. Berikut adalah 148
contoh penggunaan makian sebagai ekspresi emosi yang meliputi keheranan. (33) E ranga, baru narata komu hii! ‘Aduh, baru datang kamu ini!’ Contoh makian (33) ditujukan kepada lawan bicara sebagai ungkapan keheranan. Pada contoh ungkapan keheranan itu terdapat kata makian ranga ‘aduh’. Ungkapan merendahkan seseorang atau penghinaan dapat terlihat pula dari lontaran makian. Berikut adalah contoh penggunaan makian sebagai ekspresi emosi yang meliputi penghinaan. (34) Lonte, nakuya siko nabato bereiku ‘Pelacur, kenapa kau ganggu suamiku?’ Contoh makian (34) ditujukan kepada lawan bicara sebagai ungkapan penghinaan. Pada contoh ungkapan penghinaan tersebut terdapat kata makian lonte ‘pelacur’. Ungkapan keterkejutan dapat terlihat pula dari lontaran makian. Berikut adalah contoh penggunaan makian sebagai ekspresi emosi yang meliputi keterkejutan. (35) Hama, namate ana hii saba naterumpa oto Bukan main, mati anak itu karena tertabrak mobil. Contoh makian (35) ditujukan kepada lawan bicara sebagai ungkapan keterkejutan. Pada contoh ungkapan keterkejutan itu terdapat kata makian hama ‘bukan main’. Ungkapan humor atau keakraban dapat terlihat pula dari lontaran makian. Menurut Asri (2004:140), dalam BK digunakan umpatan tai ntovau ‘tai kambing’, tai asu ‘tahi anjing’, tai japi ‘tahi sapi’, dan tai ntaveve ‘tahi kucing’ sebagai cercaan kepada orang lain. Akan tetapi, orang yang menyumpah atau mencerca tidak dalam kondisi marah-marah atau emosional. Keempat istilah tersebut biasanya dipakai dalam berkelakar atau bersenda gurau. Berikut adalah contoh penggunaan makian sebagai ekspresi emosi yang meliputi rasa humor atau keakraban. (36) Tai ntaveve, hau rimbamu? ‘Tahi kucing, ke mana saja kamu?’
DENI KARSANA: REFERENSI DAN FUNGSI MAKIAN ...
Contoh makian (36) ditujukan kepada lawan bicara sebagai ungkapan humor atau keakraban. Pada contoh ungkapan humor atau keakraban tersebut terdapat kata makian tai ntaveve ‘tahi kucing’. Ungkapan ancaman atau peringatan dapat terlihat pula dari lontaran makian. Berikut adalah contoh penggunaan makian sebagai ekspresi emosi yang meliputi ancaman. (37) Jaga! Ane siko nabia naganggu tuaiku ‘Awas! Kalau kau berani ganggu adikku?’ Contoh makian (37) ditujukan kepada lawan bicara sebagai ungkapan ancaman. Pada contoh ungkapan ancaman itu terdapat kata makian jaga ‘awas’.
keadaan, 2) binatang, 3) benda-benda, 4) bagian tubuh, 5) kekerabatan, 6) makhluk halus, 7) aktivitas, 8) profesi, dan 9) seruan. Berdasarkan fungsinya, makian dalam BK digunakan sebagai alat untuk mengekspresikan emosi yang meliputi kemarahan, kekesalan, keheranan, penghinaan atau merendahkan orang lain, keterkejutan, rasa humor, dan ancaman atau peringatan. 4.2 Saran Data yang dideskripsikan dalam tulisan ini baru menjangkau makian dalam BK, khususnya melihat jenis referensi dan fungsi makian. Masih ada aspek lain yang belum diteliti, misalnya substansi makian. Bentuk-bentuk sumpah serapah selain makian yang belum pernah diteliti, antara lain adalah hujatan, kutukan, sumpahan, kecarutan, dan lontaran/seruan.
4. Penutup 4.1 Simpulan Makian dalam BK berdasarkan referensi dapat digolongkan pada beberapa jenis, yaitu 1)
Daftar Pustaka Asri, M. 2004. “Umpatan dalam Bahasa Kaili” dalam Multilingual, Volume 1, Tahun III, Januari–Juni 2004. Palu: Balai Bahasa Prov. Sulteng. Indrawati, Dianita. 2006. “Makian dalam Bahasa Madura”. Disertasi. Denpasar: Univeristas Udayana. Karsana, Deni, 2010. “Bentuk Lingual Sumpah Serapah Bahasa Kaili” dalam Multilingual Volume 1, Tahun IX, Juni 2010. Leech, Geoffrey. 1974. Semantics. Harmondsworth, Middlesex: Penguin. Leigh, Mark dan Lepine, Mike, 2005. Advanced Swearing Handbook. West Sussex: Summersdale Publisher Ltd. McEnery, Tony. 2006. Swearing in English. New York: Routledge. Pusat Bahasa. 2008. Bahasa dan Peta Bahasa di Indonesia. Jakarta: Depdiknas. Saptomo, Sri Wahono. 2001. “Makian dalam Bahasa Jawa.” Tesis. Yogyakarta: Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Suparno, Darsito. 2015. “Tindak Ujar Memaki dalam Bahasa Melayu Menado” dalam http:// paguyubanpulukadang.forumotion.net/t106-tindak-ujar-memaki-dalam-bahasa-melayu-manado diakses pada tanggal 19 januari 2015. Sudaryanto. 1986. Metode Lingusitik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Wijana, I dewa Putu dan Rochmadi, Muhammad. 2006. Sosiolinguistik: Kajian Teori dan Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 149
Metalingua, Vol. 13 No. 2, Desember 2015:141—150
150