RANCANGAN OVITRAP MIX STICKY-AUTOCIDAL UNTUK MENURUNKAN DENSITAS LARVA DAN VIRUS DENGUE DI WILAYAH ENDEMIS DBD KOTA PONTIANAK Susilawati dan Hajimi Jurusan Kesehtan Lingkungan, Poltekkes Kemenkes Pontianak E-mail:
[email protected]
Abstrak: Rancangan Ovitrap Mix Sticky-Autocidal untuk Menurunkan Densitas Larva Dan Virus Dengue Di Wilayah Endemis DBD Kota Pontianak. Jenis penelitian ini rancangan ekperimental quasi yaitu Control group, pree and pos test design Control group, pree and pos test design.. Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah kelurahan endemis DBD yakni kelurahan Sungai Bangkong sebagai lokasi intervensi dan Kelurahan Sungai beliung sebagai pembanding. Jumlah sampel sebanyak 200, masingmasing kelurahan sebanyak 100 rumah. Hasil dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan rerata indeks kepadatan larva House Index (HI) nilai p:0,014, larva Container Index (CI) dg nilai p:0,026 dan Breteu Index (BI) dengan nilai p:0,007 antara sebelum dan sesudah pemasangan rancangan Ovitrap Mix Sticky-Autocidal. Namun tidak terdapat perbedaan rerata indeks transmsi transovarial (ITT) sebelum dan sesudah intervensi menggunakan rancanagan ovitrap Mix Sticky-Autocidal dengan nilai p:1,00. Kata Kunci : Ovitrap Mix Sticky-Autocidal, densitas Larva dan Virus Dengue Abstract: Design of Ovitrap Mix Sticky-Autocidal to Lower Larva Density and Dengue Virus in Endemic DBD Region of Pontianak City. This research type is quasi experimental design that is Control group, pree and post test design. Control group, pree and post test design. Population and sample in this research is dengue endemic village that is Sungai Bangkong as the location of intervention and Sungai Beliung urban village as comparison. The number of samples is 200, each kelurahan is 100 houses. The result of this research is there is difference of mean of House Index (HI) larvae density index p value: 0,014, Container Index (CI) larva with p value: 0,026 and Breteu Index (BI) with p value: 0,007 between before and after installation of Ovitrap Mix Sticky-Autocidal. However, there was no difference in the mean of transovarial transmision index (ITT) before and after intervention using sticky-autocidal Mix ovitrap plan with p value: 1.00. Keywords: Ovitrap Mix Sticky-Autocidal, Larva density and Dengue Virus
Penyakit Demam Berdarah Dengue merupakan masalah kesehatan di Indonesia.Seluruh wilayah Indonesia mempunyai resiko untuk terjangkit penyakit DBD, sebab baik virus penyebab maupun nyamuk penularnya tersebar luas di perumahan penduduk dan fasilitas umum di seluruh Indonesia. Berdasarkan laporan yang ada sampai saat ini penyakit DBD sudah menjadi masalah endemis pada di 33 Propinsi dan 436 kabupaten atau kota, 605 kecamatan dan 1800 desa atau kelurahan. Pada Tahun 2012 sampai dengan Tahun 2013 mencapai 41,25/100.000 penduduk, dengan laju
kematian (Case Fatality Rate) 0,7% (Depkes.go.id, 2013) DBD di Provinsi Kalimantan Barat pada tahun 2009 angka kematian DBD CFR menduduki urutan ke dua di Indonesia, meskipun jumlahpenderita hanya 979 kasus, dibanding Jawa Barat dengan jumlah 35.453 kasus DBD, dan DKI Jakarta dengan jumlah 27.964 kasus, namun angka kematian mencapai CFR: 3,38%, setelah Jambi dengan CFR 3,67%. Peningkatan kasus DBD terjadi pada setiap tahun, Tahun 2014 tercatat jumlah kasus DBD sebanyak 5.049 kasus dengan 68
124
Susilawati, dkk, Rancangan Ovitrap Mix Sticky-... 125
kematian, lima kabupaten/kota termasuk Kota Pontianak dinyatakan KLB. Provinsi Kalimantan Barat menempati urutan ke-2 di wilayah Kepulauan Kalimantan yaitu setelah Kaltim dengan jumlah kasus 5.762 kasus DBD. (Dinkes Prov. Kalbar, 2014) Penyakit DBD di Kota Pontianak, merupakan penyakit yang selalu ada setiap tahun (endemis) dan masih berpotensi menimbulkan wabah. Periode 2009-2014 angka kesakitan DBD menunjukan trend fluktuatif, dimana incidence rate (IR) pada tahun 2009 sangat tajam yaitu 728,8 per 100.000 penduduk, Tahun 2010 (IR: 14,2), Tahun 2011 (IR: 28,3), Tahun 2012 (IR: 23,1), Tahun 2013 (IR: 17,06), dan meningkat hampir 4 kali di Tahun 2014 (IR: 58,85), disamping itu angka kematian juga masih tinggi (CFR: 4%).Penyebaran penyakit ini merata di seluruh kecamatan Kota Pontianak, jumlah penderita tertinggi pada Tahun 2014 adalah Kecamatan Pontianak Barat (93 kasus) Wilayah kecamatan Pontianak Barat terdiri dari 4 kelurahan dan 103 RW, dimana yang termasuk RW endemis sebanyak 9 RW, sedangkan RW lainnya masuk kategori sporadis dan potensial terhadap penyakit DBD. Adanya berbagai fakktor resiko antara lain: Kondisi lingkungan geografi Kota Pontianak berada tepat di garis Khatulistiwa, dengan ketinggian berkisar antara 0,10 meter sampai 1,50 meter diatas permukaan laut, dikategorikan sebagai dataran rendah (kurang dari 500 m) dengan tingkat populasi nyamuk tinggi. Suhu kota Pontianak berkisar antara 26,8 - 28,80C, suhu dan curah hujan optimal. Suhu tersebut merupakan suhu ideal (20-300C) bagi kehidupan Ae aegypti, naiknya suhu udara menyebabkan masa inkubasi ekstrinsik agent penyakit menjadi lebih singkat serta pola penyebaran virus Dengue mengalami kecenderungan meningkat dari waktu ke waktu. (Boewono, 2006). Hal ini dapat ditujukan dari indeks kepadatan Aedes dan Virus Dengue, yakni Angka bebas jentik (ABJ) di Kota Pontianak pada Tahun 2014 masih rendah yaitu 63,54% dan indeks kepadatan Virus Dengue yaitu transmisi transovarial (ITT) sebesar 76,6% (Sucipto, 2009). Hal ini mengakibatkan jumlah nyamuk dewasayang bersal dari wilayah transovaral akan memiliki tingkat infeksi melebihi 80%. (Beaty, 1996). Penyebaran virus semakin meluas, juga dipengaruhi kondisi perubahan perilaku nyamuk yang mengarah pada peningkatan kompetensi vektor, yaitu
kemampuan nyamuk menyebarkan virus. Infeksi virus pada tubuh nyamuk mengakibatkan nyamuk kurang handal dalam mengisap darah, berulang kali menusukkan probosisnya, namun tidak berhasil mengisap darah sehingga nyamuk berpindah dari satu orang ke orang lain. Akibatnya, risiko penularan virus menjadi semakin besar. (Wikipedia, 2003). Virus dengue dapat tumbuh dan berkembangbiak tanpa menimbulkan kematian pada nyamuk karena tidak terbentuk cytopathic effect (Yutopranoto, 1998). Hal inilah salah satu faktor yang mempengaruhi keberadaan dan kemampuan virus dengue untuk mempertahankan keberadaanya di alam, selain itu juga virus Dengue menyebar dan mempertahankan diri melalui dua mekanisme transmisi horizontal antara vertebrata viremia yang ditularkan oleh nyamuk Aedesdan dengan transmisi vertikal (transovarial) yaitu dari nyamuk betina infektif ke generasi berikutnya.(Halstead, 1990 dn Mardihusodo, dkk, 2007). Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan pengendalian yang kompleks dari telur-larva/jentik-pupa-dewasa, sehingga tujuan pengendalian vektor nyamuk Aedes spp dapat terwujud dan angka kejadian penyakitnya juga dapat dikendalikan.(Gubler, 2002). Pengendalian DBD secara khusus terhadap vektor bertujuan menurunkan kepadatan populasi nyamuk Aedes, serta menurunkan penyebaran virus sampai batas tertentu sehingga tidak berpotensi menularkan penyakit DBD. Program pengendalian Aedes di berbagai negara termasuk Indonesia pada umumnyamasih bergantung pada pengasapan (fogging) untuk membunuh nyamuk dewasa..Hal ini membutuhkan biaya besar, menimbulkan resistensi vektor akibat dosis yang tidak tepat, dan tidak berdampak panjang karena jentik nyamuk tidak mati. ResistensiAedes aegyptiterhadap organofosfat di Salatiga berkisar antara 16,6 - 33,3 persen sedangkan terhadap malathion 0,8% mencapai 66 - 82 persen. WHO hanya merekomendasikan pemakaian Fogging bukan untuk rutin, melainkan hanya terbatas di area yang sudah teridentifikasi dengan jelas.( WHO, 1999)Penelitian di Bandung menunjukkan bahwa Aedes aegypti juga resisten terhadap Allethrin, Permethrin, dan Cypermethrin dengan Lethal Time 90% (LT90) berkisar antara 9-43 jam.(Astari,2005).
126 Sanitarian, Volume 9 Nomor 1, April 2017, hlm.124 - 134
WHO dalam pengendalian DBD ini merekomendasikan cara terbaik untuk mengendalikan nyamuk Aedes aegypti ditujukan pada habitatnya yang berada dilingkungan pemukiman penduduk.(WHO, 2009).Salah satu metode pengendalian vektor Aedesaegyptitanpa insektisida yang berhasil menurunkan densitas vektor di beberapa negara adalah penggunaan perangkap telur (ovitrap). Ovitrap sebagaiperangkap nyamuk yang mematikan yaitu lethal/autocidal ovitrap (LO) dikembangkan pertama kalioleh Zeichner dan Perich (1999) dengan menambahkan beberapa jenis insektisida pada media bertelur, dengan efektifitas 45-100 persen.Hasil uji lapangan di Brazil terbukti dapat mereduksi densitas Aedesaegypti secara nyata. (perich, 2003),namun modifikasi ini juga masih menggunakan bahan pestisida, sehingga dikembangkan ovitrap tanpa pestisida dengan menambahkan zat atraktan terbukti juga dapat meningkatkan jumlah telur yang terperangkap. Polson et al (2002) menggunakan atraktan air rendaman jerami 10% dan membuktikan jumlah telur terperangkap delapan kali lipat dibanding ovitrap standar. Rancangan Ovitrap Mix sticky – autocidal merupakangambungan dari sticky danAutocidal Ovitrap, penggabungan 2 modifikasi Ovotitrap tersebut didasarkan pada fungsi kedua ovitrap, yaitusatu sisi untuk menangkap nyamuk dewasa dengan cara merekat pada perkat (sticky ovitrap) dansisi lain sebagai perangkap telur yang bisa mematikan diri (Autocidal ovitrap), penggabungan ini dapat memerankan kedua fungsi tersebut yaitu menangkap nyamuk Gravis betina dewasa sekaligus membunuh larva nyamuk setelah menjadi dewasa, sehingga diharapkan dapat menurunkan densitas Larva dan penyebaran virus Dengue serendah rendahnya pada wilayah endemis DBD. Rancangan dalam penelitian ini dengan menggunakan rancangan ekperimental quasi yaitu Control group, pree and pos test design.Skema rancangan penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:(Campbell, 1973)
Kelompok perlakuan: O1 XO2
X = penerapan rancangan EmberOvitrap Mix sticky - autocidal O1 = observasisebelum perlakukan O2 = observasi setelah perlakuan Populasi dalam penelitian ini seluruh Rumah yang memiliki tempat penampungan air (TPA) baik di dalam dan luar rumah di wilayah Kecamatan Pontianak Barat dan Pontianak Kota, tempat penampungan air tersebut tidak mengandung ikan dan minimal dalam waktu satu minggu selalu dalam keadaan berisi air. Sampel penelitian adalah sebagian rumah yang dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling, dari unit kecamatan berdasarkan Kriteria (1) salah satu wilayah kelurahan endemis tinggi DBD selama 4 tahun berturutterut terdapat kasus DBD. (2) karakteristik wilayah (keadaan pemukiman, vegetasi, dan topografi) yang setara, (3) indek jentik selama 3 kali pelaksanaan pemantauan jentik pada minggu I, II dan III Bulan Juni 2015 Angka Bebas Jentik < 50%, dan (4) terdapat kasus fatal DBD dalam 4 Tahun Terakhir, serta (5) Memiliki jarak berjauhan sekitar > 5 km antara lokasi penelitian (antara lokasi perlakuan dan lokasi pembanding), maka yang dipilih sebagai lokasi penelitian adalah 2 (dua) Kelurahan. Sampel tersusun ke dalam 2 kelompok yaitu perlakukan di Kel. Sungai Bangkong Kec. Pontianak Kota sebanyak 100 rumah dan kelompok pembanding di Kel. Sungai Beliung Kec. Pontianak Barat sebanyak 100 rumah, sedangkan jumlah ovitrap mix sticky-Autocidal dipasang sebanyak 2 buah, didalam maupun di luar rumah. HASIL Distribusi Indikator Kepadatan larva Pengukuran indikator kepadatan larva Aedes aegypti berupa HI, BI dan CI, dilakukan sebelum dan sesudah intervensi sebanyak 2 kali, yaitu 1 kali sebelum intervensi dan 1 kali setelah dilakukan intervensi. Hasil pengukuran indikator kepadatan larva sebelum dan sesudah intervensi pada wailayah penelitian disajikan pada gambar berikut ini House Index (HI)
Kelompok Kontrol:
O1O2
Keterangan:
Susilawati, dkk, Rancangan Ovitrap Mix Sticky-... 127
50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
46.67
1.2 40.32
40
1
34.29 0.8 0.6 0.4 0.2 0 Zona I
Zona II
Zona III
Rerata
Rerata
Kel Intervensi (%) Pree
Kel Intervensi (%) Post
Kel Pembanding (%) Pree
Kel Pembanding (%) Post
Kel Pembanding (%) Pree
Kel Pembanding (%) Post
Container Index 18
15.8515.78 14.47
16 13.22
13.81
12.35
12
8
Zona III
Kel Intervensi (%) Post
Hasil analisis gambar 1. menunjukan bahwa rerata HI setelah perlakukan lebih rendah yaitu 40,32% dibandingkan sebelum penelitian yaitu sebesar 28,09%;. Berdasarkan zona pengukuran, HI pada zona III tertinggi yaitu 5,71% dibandingkan pada zona I dan II yaitu 3,33% dan 2,86%
10
Zona II
Kel Intervensi (%) Pree
Gambar 1. Perbandingan HI sebelum dan sedudah Intervensi
14
Zona I
10.00 7.6 5.97
8.04 6.62
6
3.68
4 2 0 Zona I
Zona II
Zona III
Rerata
Kel Intervensi (%) Pree
Kel Intervensi (%) Post
Kel Pembanding (%) Pree
Kel Pembanding (%) Post
Gambar 2. Perbandingan CI sebelum dan sesudah Intervensi Hasil analisis gambar 3 menunjukan bahwa rerata CI setelah perlakukan lebih rendah yaitu 13,81% dibandingkan sebelum penelitian yaitu sebesar 2,98%;. Berdasarkan Zona pengukuran, CI pada zona III kelompok pembanding mengalami kenaikan dari 6,62% menjadi 15,78%. Breuteu Index (BI)
Gambar 3. Perbandingan BI sebelum dan seduah Intervensi Hasil analisis gambar 3. menunjukan bahwa rerata BI setelah perlakukan lebih rendah yaitu 0,19 dibandingkan sebelum penelitian yaitu sebesar 0,87%;. Berdasarkan zona hasil pengukuran BI pada zona I tertinggi yaitu 0,27 % dibandingkan pada zona II dan III yaitu 0,2% dan 0,11% Distribusi Indikator Transovari (ITT)
Index
Transmisi
Pemeriksaan virus Dengue pada nyamuk Ae.aegypti dengan menggunakan metode IHC. Pengiriman sampel ke Laboratorium Parasitologi UGM berupa telur Aedes sp yang menepel pada kertas saring yang dikemas kedalam amplop berkodekan wilayah, waktu, nomor rumah, dan lokasi ovitrap. Sesampinya di laboratorium dilakukan proses liring (penetasan), terlebih dahulu diidentifikasi mikroskopis pembesaran 400 dan 600 kali untuk melihat keberadaan telur. Selanjutnya kertas yang teridentifikasi mengandung telur di tanam pada ovitrap yg telah diberi kode sesuai dengan kode pada kertas saring. Hasil kolonisasi ternyata hanya 12,5 % yang menetas menjadi jentik dan sampai menjadi nyamuk Dewasa, Oleh karena disepakati untuk membuat sediaan pencet kepala nyamuk/head squash, masing-masing lokasi per waktu pengamatan maksimal sebanyak 2 (dua) slide atau menyesuaikan dengan jumlah sampel yang ada, sehingga seluruhnya berjumlah 19 slide. Setiap kaca preparat berisi sediaan pencet kepala nyamuk/head squash maksimal sebanyak 11 head squash. Sehingga jumlah nyamuk yang diperlukan 191 ekor selama penelitian. Nyamuk
128 Sanitarian, Volume 9 Nomor 1, April 2017, hlm.124 - 134
yang digunakan adalah nyamuk Ae.aegypti berumur rerata 7 hari. Tabel 1. Distribusi Sampel Head squas dan telur Aedes sp Zona Pree 1 2 3 Post 1 2 3 Jumlah Rerata
Wilayah Intervensi Wilyah Pembanding Σ (+) Σ (+) Head Head menetas squash VirDen menetas squash VirDen 82 87 20
20 20 20
0 2 (10%) 0
47 11 22
20 11 20
0 1 (9%) 0
33 29 0 251 41,83
20 20 0 100 16,66
0 1 (5%) 0 3 0,5
0 39 53 172
0 20 20 91 28,67
0 0 1 (5%) 2 0,33
Hasil analisis Tabel 1 menunjukan bahwa rerata pemanfaatan sampel pencet kepala (Head squas) dari telur yang menetas menjadi nyamuk dewasa di wilayah Intervensi adalah 41,83%, sedangkan diwilayah pembanding 28,67%. Hasil pemotretan sediaan mikroskopis IHC dengan antibodi monoklonal anti Dengue komersial (1:200) pada sediaan head squash nyamuk Ae. aegypti pada perbesaran mikroskopis 100x10 sediaan head squash yang menunjukkan hasil positif sebagaii berikut:
Wilayah Intervensi
II.2.4.100x10 .Z2
II.2.7.100x10.Z2
II. 2.5. 100x10.Z2
Wilayah Pembanding
II.3.3.100x10 .Z2 III.2.11.100x10.Z3 Ket. kode: Kelompok pemeriksaan/ No.Slide/No.head squas/Perbesaran mikroskop/wilayah penelitian. Gambar 4. Hasil Pembacaan IHC Positip Virus Dengue Analisis gambar 4 mengindikasikan infeksi virDen pada nyamuk Ae. aegypti masa inkubasi 7 hari dapat dideteksi pada sediaan head squash di jaringan otak memperlihatkan imunoreaksi positif yang ditunjukkan oleh warna coklat. Setelah mengalami replikasi di dalam usus tengah nyamuk vektornya, virus kemudian menyebar ke jaringan-jaringan antara
lain sistem saraf, kelenjar ludah, usus depan, badan lemak, sel-sel epidermis, ovarium, bagian dalam dinding sel nyamuk (Malvige, G.N., Fernando, S. & Seneviratne, S.L,2004). Menurut WHO masa inkubasi dalam tubuh nyamuk berlangsung 10-12 hari, kemudian virus siap ditularkan WHO, 2005).
Susilawati, dkk, Rancangan Ovitrap Mix Sticky-... 129
Hasil deteksi virus Dengue pada nyamuk Ae. aegypti asal telur dilihat pada gambar 5 berikut. 12
400 350
334
300 250 186
200
10
150 8
100 50
6
0 OVITRAP MIX STICKYAUTOCIDAL
4 2
OVITRAP STANDAR
Gambar 6. Distribusi Jumlah Jentik yang terperangkap
0 Zona I
Zona II
Zona III
Rerata
Kel Intervensi (%) Pree
Kel Intervensi (%) Post
Kel Pembanding (%) Pree
Kel Pembanding (%) Post
Gambar 5. Perbandingan ITT sebelum dan sesudah Intervensi Hasil analisis gambar 5 menunjukan bahwa rerata ITT setelah perlakukan terdapat penuruanan dari 10% menjadi 3,33%, hasil pengukuran berdasarkan Zona hnaya diketumukan Vir Den pada Zona II baik pada wilayah intervensi mapun wilayah pembanding. Distribusi Hasil observasi Ovitrap Mix Sticky-Autocidal
Rancangan
Distribusi rerata jumlah nyamuk dan Jentik yang terperangkap pada Ovitrap Mix Sticky-Autocidal. Hasil analisis gambar 6 menunjukan bahwa jumlah Rerata jentik yang terperangkap pada Ovitrap Mix lebih tinggi yaitu 334 ekor, dibandingkan pada pada Ovitrap standar yaitu sebesar 186 ekor jentik. Dapat dilihat pada gambar sebagai berikut:
PEMBAHASAN Gambaran umum lokasi penelitian menunjukan bahwa karakteristik endemisitas dan lingkungan geografis dan kependudukan dari kedua lokasi penelitian sebelum penelitian relatif sama, terutama kejadian kasus DBD yang menjadi kriteria utama penentuan lokasi penelitian, menunjukan bahwa kejadian kasus DBD di kedua Lokasi tersebut pada bulan April 2016, selisih dalam waktu satu minggu yaitu kejaidan kasus di wilayah intervensi pada minggu ke-3 bulan April, sedangkan wilayah pembanding pada minggu ke-2 bulan April 2016. Sebagai tidak lanjut atas kejadian tersebut, telah dilaksankan kegiatan pengedalian vektor berupa fogging fokus dan abatisasi selektif (Dirjen P2MPL, 2005). Dengan demikian kondisi kepadatan nyamuk sebelum kegiatan penelitian relatif sama, hal ini sesuai hasi pengukuran indeks larva sebeleum dilakukan intervensi, menunjukan indeks kepadatan larva yang besarnya relatif sama dikedua lokasi penelitian yaitu HI wilayah pembanding 31,74% dan Intervensi 24,33% Kegiatan Intervensi pemasangan Ovirap Mix sticky-Autocidal di wilayah Intervensi dilaksanakan sesuai jadwal yaitu selama 2 Minggu, Kegiatan pengukuran/observasi terhadap seluruh variabel baik variabel utama maupun variabel perancu dilakukan sebelum dan sesudah intervensi. Untuk menghindari terjadinya bias pengukuran, maka telah dilakukan pelatihan praktek sebelum dilaksankan penelitian. terhadap 12 surveyor, selain itu dalam pelaksanaan kegiatan survei selain surat tugas juga dibekali buku pedoman yang berisikan langkah kegiatan survei dan intervensi di wilayah perlakuan. Sedangkan
130 Sanitarian, Volume 9 Nomor 1, April 2017, hlm.124 - 134
Variabel perancu dilakukan pengendalian dengan uji statistik dan menunjukan tidak terdapat perbedaan sebelum dan sesudah pengukuran. Dengan demikian terjadinya efek penurunan indeks kepadatan larva dan indeks transmisi transovarial benar-benar disebebkan oleh adanya intervensi pemasangan Ovitrap mix Sticky-Autocidal. Adapun hasil penghitungan varibel utama menunjukan terdapat perbedaan indeks kepadatan larva (HI, BI dan CI ) sebelum dan sesudah intervensi, namun tidak terdapat perbedaan rerata tranmisi tranovarial (ITT) antara sebelum dan sesudah perlakukan, secara terperinci akan diuraian dlam pembahsan berikut ini Indikator Kepadatan Larva Sebelum dan Selama Intervensi Berdasarkan analisa statistik menunjukan terdapat perbedaan yang bermakna pada Indikator kepadatan larva HI, CI dan BI sebelum dan sesudah perlakukan. Namun demikian terdapat penurunan indeks-indek tersebut yakni HI: dari 40,32% menjadi 3,97%, CI: 13,81 menjadi 2,98 serta BI: 0,8 mejadi 0,18. Dengan demikian jika dikaitkan dengan figur densitas Aedes aegypti dan hubungannya dengan Indeks Aedes oleh AWA Brown.19,82 kegiatan intervensi dapat menurunkan status resiko yaitu dari resiko tinggi ( > 10%) menjadi resiko rendah (<5%). Hasil pengukuran ITT menunjukan tidak ada perbedaan secara setatistik, meskipun terdapat penurunan dari 10% menjadi 5% setelah intervensi.. Berdasarkan analisis indikator sebelum dan sesudah intervensi di wilayah intervensi dapat menurunkan resiko penularan DBD sampai titik terendah. (WHO, 1999). Hal tersebut membuktikan bahwa Ovitrap mix Sticky-Autocidal telah berfungsi dengan baik sebagai pengendali vektor Aedes, sejalan dengan Ujicoba Rancangan ini dilakukan di Tamaulipas, Mexico, dan terbukti telur Aedes aegypti yang terperangkap lebih banyak dibanding pada ovitrap yang tidak dimodifikasi. (Lenhart AE, Walle M, Cedillo H, Kroeger, 2005). Penelitian ini sejalan dengan penelitian Sayono (2008) bahwa terdapat pengaruh modifikasi lethal ovitrap terhadap salah satu indikator densitas larva (HI). Namun berbeda dengan penelitian Umniyati et al (2004), bahwa modifikasi Autocidal ovitrap tidak berpengaruh
terhadap densitas larva. Meskipun sama modifikasi Autocidal yang dibuat dalam penelitian Sayono dan Umniyati dan peneliti lain sebelumnya yaitu dengan menggunakan penutup kasa dan larutan atraktan, dan yang lainnya menggunakan larutan insektisida, dapat membunuh jentik yang menetas selama intervensi, namun sebagian tidak ada perbedaan indikator densitas larva. Rancangan ini merupakan pengembangan modifikasi Ovitrap Rekattidri dari Saepudin, M. (2016), dimana sama-sama menggunakan model sticky dan Autocidal, namun terdapat perbedaan dirancang dengan mengggunakan bahan ember dengan volume dan penampang perekat (stycky) yang lebih besar, sehingga memungkinkan dapat memperangkap sejumlah nyamuk Aedes spp dan larva yang lebih besar secara kuantitasnya. Dengan demikian ada perbedaan dengan penelitian-penelitian sebelumnya selain dirancangan dengan dua kekuatan yakni Autocidal dan Sticky juga adanya volume yang besar. Hal lain dengan terpenuhinya syarat ovitrap ini yakni berwarna gelap, tutup terbuka sebagian, sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya bahwa nyamuk Ae. Aegypti lebih tertarik meletakkan telurnya pada TPA berair yang berwarna gelap/warna hitam, terbuka lebar dan terutama yang terletak di tempat-tempat terlindung sinar Matahari langsung (Budiyanto Arif,2010). Selain ini itu juga memeiliki volume dari ovitrap standar yang sebesar gelas minum. Namun Ovitrap ini berupa ember yang dirancang sedemikian rupa 800 ml, sehingga dapat memperlambat penguapan, meskipun tidak dilakukan pengukuran dikarenakan keterbatasan disain yang digunakan hanya pree dan post satu kali, dari hasil pengamatan Ovitrap menunjukan 195 ovitrap (98,5% ) masih berfungsi baik, serta masih terpasang dengan baik sampai akhir kegiatan intervensi di dalam maupun di luar rumah pada lokasi yang diinginkan yaitu berdekatan dengan TPA dan di tempat penampungan air yang disimpan di dalam rumah.Hal ini sesuai modifikasi ovitrap yang dilakukan oleh Supakul et al (2001) di Thailand selama bulan Mei hingga September 2001, memodifikasi terhadap fungsi dipasang di dalam rumah dipasang di kamar mandi atau dekat tandon air. Larva yang muncul dibuang setiap hari. Setelah 4 minggu berjalan, tidak ditemukan lagi larva di tandon air lainnya, dan setelah 9 minggu tidak ditemukan larva pada ovitrap.
Susilawati, dkk, Rancangan Ovitrap Mix Sticky-... 131
Kegiatan fogging fokus dan abatisasi selektif yang telah dilakukan 3 minggu sebelum penelitian juga memberikan dampak terhadap penurunan densitas larva di lokasi penelitian, kegiatan tersebut efektif untuk membunuh nyamuk yang terinfeksi virus dengue dalam satu siklus. Hal itupun jika dilakukan dengan tepat atau sesuai prosedur, sebagaimana dinyatakan Menurut Haryanto Budi (2016), bahwa tindakan pengasapan atau fogging akan efektif jika pemakaiannya benar dan sesuai dengan prosedurmeliputi; ketepatan dosis, kualitas mesin fogging, radius penyemprotan dan waktu pengasapan, serta adanya sosialisasi yang baik kepada masyarakat. Selain itu adanya tempat-tempat perindukan alamiah yang tidak terjangkau dalam kegiatan fogging dan abatisasi, juga berpengaruh terhadap indeks kepadatan larva. (Miller JE, 1992). Adanya perlakukan pemasangan ovitrap mix StickyAutocidal di wilayah intervensi menujukan cukup efektif untuk mengendalikan Aedes yang masih tersisa di wilayah intervensi setelah adanya kegiatan fogging focus dan Abatisasi seletif. Hal tersebut juga dibuktikan dari hasil pemeriksaan virus Dengue hanya ditemukan pada Zona II baik pada wilayah pembanding dan intervensi, dimungkinkan nyamuk yang infeksius dapat meloloskan diri dari kegiatan fogging fokus disekitar rumah penderita, namun tidak menjangkau sampai radius 100 meter. Sebagaimana dinyatakan oleh Menurut Haryanto Budi (2016), bahwa tindakan pengasapan atau fogging akan efektif jika pemakaiannya benar dan sesuai dengan prosedurmeliputi; ketepatan dosis, kualitas mesin fogging, radius openyemprotan dan waktu penyemprotan, serta adanya sosialisasi yang baik kepada masyarakat. Index Transmisi Transovarial kepadatan Virus Dengue (ITT) Hasil penelitian ini menunjukan rerata ITT pada kelompok intervensi sebesar 15% sedandangkan kelompok kontrol sebesar 10%. Namun menunjukan tidak terdapat perbedaan sebelum dan sesudah perlakukan pada tingkat signifikansi 95%, Tidak terdapat perbedaan sebelum dan sesudah intervensi ini, dikarenakan bahwa virus Dengue dapat ditularkan secara vertikal dalam 7 generasi, Menurut Joshi et al., (2003) virDen secara persisten ditularkan secara transovarial yang meningkat frekuensinya sampai filial (F)-
7 kemudian persisten pada generasi berikutnya. Kegiatan inyervensi yandilakukan dalam 4 minggu masih belum cukup waktu untuk memusnahkan sirkulasi dan transmisi virus Dengue pada nyamuk Ae. aegypti sebagai reservoir virDen sepanjang waktu. Hal ini juga dinyatakan oleh Leake, (1984) bahwa Nyamuk betina mengalami infeksi virus jaringan ovariumnya dan terpelihara sampai generasi berikutnya secara genetik Mekanisme transmisi vertikal arbovirus dalam tubuh nyamuk dapat ditularkan oleh nyamuk betina pada telurnya (transovarial), selanjutnya akan berkembang menjadi nyamuk dengan tingkat infeksi melebihi 80%. Adapun mekanisme penularannya secara jelas diterangkan oleh Beaty et al., (1996), Transovarial terjadi bila virus ditransfer masuk ke dalam telur saat fertilisasi melalui oviduct/saluran sel telur selama masa embryogenesis, akibatnya telur terinfeksi menghasilkan larva yang infeksius. Pada tahap selanjut replikasi virus terjadi pada daur nyamuk mulai dari telur, larva, pupa hingga dewasa sebagai media replikasinya. Namun tidak semua nyamuk dapat terinfeksi secara transovarial, hal ini dikarenakan adanya sistem barrier pada tubuh nyamuk. Sistem barier terdapat di usus tengah, kelenjar ludah dan ovarum. Pada ovarium, beberapa organ seperti folikel, cairan permukaan ovari, epitel folikel, selubung ovarium dan hemocoel berperan sebagai barrier. Meskipun tidak ada perbedaan sebelum dan sesudah intervensi, namun menunjukan jumlah larva yang terperangkap pada ovitrap mix Sticky- Autocidal sebesar 334 ekor, jika dipasang dalam waktu 1 (satu) bulan, maka menjadi 1340, jika dalam satu tahun menjadi 16.080 ekor nyamuk yang mati terperangkap, juga adanya penurunan indeks transmisi transovarial pada wilayah intervensi, serta ada perbedaan yang bermakna ideks larva (HI, BI dan CI) adalah menjadi bukti bahwa bahwa peran Ovitrap mix Sticky-Autocidal dalam mengurangi jumlah nyamuk yang bertelur cukup menjanjikan. Dengan demikian semakin banyak jumlah telur, jentik dan nyamuk terperangkap akan semakin banyak pula densitas virus Dengue yang mati, hal ini sejalan dengan sifat virus Dengue sebagai Parasit Intraseluler Obligat yaitu kemampuan virus dengue hanya dapat hidup di dalam sel hidup organisme tertentu yang cocok sehingga bila sel hidup yang ditumpanginya mati, maka virus pun akan mati. Sel hidup yang ditumpanginnya
132 Sanitarian, Volume 9 Nomor 1, April 2017, hlm.124 - 134
disebut sel inang. Sel inang yang dimaksudkan disini adalah nyamuk Aeides aegypti (Yotopranoto, 1998) Sebaliknya pada wilayah pembanding menunjukan index larva (HI,CI dan BI), yang tidak mengalami penuruanan setelah intervensi, menunjukan populasi Ae. aegypti semakin besar dibanding pada wilayah intervensi, sehingga memberikan peluang kontak/transmisi dengan host (manusia) disekitarnya lebih tinggi, (Food andvironmental,2010) serta penyebaran virus Dengue yang semakin meluas, dikarenakan juga adanya perilaku pertahanan host, yang mengganggu nyamuk menghisap darah dan membatasi jumlah darah yang dihisap, berpengaruh pola perilaku menghisap darah berulang/multiple bitters dan berpindah-pindah dari host satu ke host yang lain. (sutaryo, 2004) Diketemukananya positip Virus Dengue pada telur yang dibiakan menjadi nyamuk Ae. aegypti dewasa di labroratorium, maka menggambarkan telah terjadi penularan secara vertikal Virus Dengue pada wilayah penelitian baik pada wilayah intervensi maupun pembanding, sesuai dengan penelitian sebelumnya bahwa selain secara horisontal penyebaran virus Dengue, juga secara vertikal yaitu adanya transovarial virDen pada nyamuk Ae. aegypti di wilayah penelitian Rokhani A, 2008). Hal inilah sebagai salah satu penyebab terjadinya peningkatan dan penyebaran DBD, serta mempertahankan wilayah tersebut menjadi wilayah epidemik Dengue. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Pontianak dari tahun 2013 sampai 2016 terjadi peningkatan kasus DBD di wilayah penelitian. Adanya transovari pada lokasi penelitian yang diukur stelah dilakukan fogging fokus pada bulan minggu ke dua bulan April 2016, ini menggambarkan bahwa kegiatan fogging fokus dan abatisasi selektif tersebut belum bisa menghilangkan nyamuk yang terinveksi Dengue secara vertikal maupun horisontal. Hal ini ada beberapa sebab yaitu kegiatan fogging hanya efektif untuk membasmi vektor atau nyamuk Aedes aegypti dewasa saja dan hanya efektif bertahan selama dua hari. Kegiatan fogging fokus yang tidak tepat waktu juga sebagai salah satu faktor penyebab lolosnya nyamuk yang terinfeksi virus dan atau telah bertelur di wilayah tersebut, sehingga secara vertikal menularkan virus pada generasi berikutnya, Adanya transovarial di Kota Pontianak, maka telur-telur yang terinfeksi, menghasilkan larva yang infeksius akan
menjadi nyamuk dengan tingkat infeksi melebihi 80%9. Secara horisontal nyamuk yang lolos dari wilayah kasus, dapat menularkan kepada Host yang rentan. Seseorang yang mengidap virus Dengue beredar bergerak kesana kemari secara dinamik menjadi sumber (foci) penular yang sangat efektif, selama itu pula telah terjadi eskalasi transmisi secara horisontal yang mirip deret ukur. Satu menjadi dua, dua menjadi empat, dan seterusnya.( Achmadi,U Fahmi, 2010) Oleh karena apabila akan menghentikan sirkulasi virus, maka harus memperhatikan tiga faktor yang memegang peranan penting pada transmisi infeksi virus Dengue, yaitu manusia, vektor perantara dan virus. (Mardihusoda, 2007) Manusia yang mempunyai status imun yang baik menjadi salah satu faktor terhindarnya dari penyakit DBD. Menurut WHO faktor yang mempengaruhi KLB DBD apabila level imunitas penduduknya terhadap Dengue rendah (WHO, 1997).. Keterbatasan penelitian ini tidak mempunyai data tentang status imunitas penduduk di kelurahan/desa endemis DBD dan sporadis DBD. Beradasarkan hal tersebut di atas, maka upaya untuk menghilangkan sirkulasi virus Dengue pada nyamuk Aedes, maka Rancangan Ovitrap Mix Sticky-Autocidal ini sebagai terobosan baru dalam pengedalian vektror DBD, terutama setelah kegiatan fogging fokus dan Abatisasi selektif dilakukan, bertujuan sebagai perangkap nyamuk yang tersisa terutama nyamuk yang terinfeksi virus Dengue secara horisontal maupun vertikal, serta sekaligus sebagai perangkap telur/larva transovari, sehigga dapat memutus terjadinya sirkulasi virus Denguue pada nyamuk Ae.aegypti di lokasi tersebut. Penggunaan Ovitrap Mix StickyAutocidal dengan atraktan bisa dijadikan alternatif tambahan dalam metode pengendalian vektor DBD. Ovitrap Mix Sticky-Autocidal ini merupakan Rancangan terlengkap, dibandingkan dengan ovitrap yang dirancang oleh beberapa peneliti sebelumnya. Ovitrap ini berfungsi 3 in one, yaitu pertama berfungsi sebagai autocidal ovitrap utk mengumpulkan data monitoring kepadatan vektor dan adanya potensi penularan vertikal/secara transovarial di suatu daerah (Norzahira, R.,2011). Kedua berfungsi juga sebagai perekat/sticky ovitrap, adanya perkat pada sisi bagian dalam ovitrap, berfungsi menangkap Aedes betina gravid, sesuai dengan kebiasan nyamuk Aedes sp betina
Susilawati, dkk, Rancangan Ovitrap Mix Sticky-... 133
gravid yang mencari kontainer untuk tempat bertelur, sehingga model ini sangat sesuai digunakan dalam survei epidemiologi yang mengkaji lebih lanjut nyamuk yang tertangkap di laboratorium (Norzahira, R., 2003). Penelitian yang telah dilakukan di Brazil menunjukan bahwa ovitrap lebih sensitif dari pada survey larva dalam mendeteksi keberadaan nyamuk Aedes sp, sehingga program pengendalian vektor terpadu dan deteksi dini penularan dapat dilakukan lebih cepat. (Ritchie SA, 2003). ketiga diharapkan sebagai alternatif pengendali vektor, efektif digunakan pasca kegiatan fogging fokus dan abatisasi selektif, sebagaimana hasil penelitian menunjukan terdapat penuruanan index larva (HI,CI dan BI) juga index tranovarial setelah dilakukan kegiatan pemasangan Ovitrap Mix Sticky-Autocidal. Harapan ke depan kebijakan pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan RI, dalam kegiatan pengendalian vektor Ae. aegypti dapat menggunakan Rancangan ovitrap mix StickyAutocidal ini, dan kegiatan surveilans vektor DBD tidak hanya terfokus pada indikator entomologis seperti ABJ, tetapi lebih ditingkatkan lagi pada surveilans virus pada vektornya, sebagai upaya SKD untuk mencegah terjadinya KLB. (Sucipto, 2012). Oleh karenanya Dinas Kesehatan dan Puskesmas diharapkan dapat membuat program
pemberdayaan masyarakat untuk memproduksi kembali Ovitrap Mix Sticky-Autocidal. SIMPULAN Terdapat perbedaan rerata indeks kepadatan larva House Index (HI), antara sebelum dan sesudah pemasangan Rancangan Ovitrap Mix Sticky-Autocidal. (nilai p: 0,014) Terdapat perbedaan rerata indeks kepadatan larva Container Index (CI), antara sebelum dan sesudah pemasangan Rancangan Ovitrap Mix Sticky-Autocidal. (nilai p: 0,026) Terdapat perbedaan rerata indeks kepadatan larva Breteu Index (BI) sebelum dan sesudah pemasangan Rancangan Mix StickyAutocidal.. (nilai p: 0,007) Tidak terdapat perbedaan rerata indeks transmsi transovarial (ITT) sebeleum dan sesudah pemasangan Rancangan Mix StickyAutocidal.. (nilai p: 1,00) Perlu adanya penelitian lanjutan selain mengidentifikasi perubahan konsentrasi efektifitas rendaman jerami (atraktan) dan penyustan Volume air atraktan berdasarkan jangka waktu tertentu, juga jumlah Ovitrap disesuaikan dengan jumlah Tempat Penampungan Air (TPA) yang dimiliki oleh penduduk, serta juga mengidentifikasi jenis Virus Dengue Den 1,2, 3 dan 4.
DAFTAR PUSTAKA Astari S, Ahmad I. 2005, Insecticide Resistance and Effect of Piperonyl Butoxide as a Synergist in Three Strain nof Aedes aegypti (Linn) (Diptera: Cullicidae) on Insecticide Permethrin, Sypermethrin, and d-Allethrin. Bul. Penel. Kesehatan 2005 Vol 33 No 2: 73 – 79. Beaty BJ, Marquardt WC, 1996.The Biology of Disease Vektor s. Colorado: the University Press of Colorado. 1996. p 85 – 93 52 Beaty, B.J, Jennifer L.W and Stephen Higgs, 1996.Natural cycles of vector-borne pathogens. In: B.J Beaty and W.C Marquardt (eds): The Biology of Disease Vectors.University Press of Colorado. 1996. pp.51-70 Boewono DT, Barodji, Suwasono H, Ristiyanto, Widiarti, Widyastuti U, dkk. 2006, Studi Komprehensif
Penanggulangan dan Analisis Spatial Transmisi Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kota Salatiga. Prosiding Seminar Sehari: Strategi Pengendalian Vektor dan Reservoir pada Kedaruratan Bencana Alam di Era Desentralisasi. Salatiga: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit. 2006. Hal 98 – 115 Budiyanto A. 2008.Studi Indeks Larva Nyamuk Aedes aegypti dan Hubungannya dengan PSP Masyarakat tentang Penyakit DBD di Kota Palembang Sumater Selatan. 2005 http//:www.balitbang.depkes.id. Diakes 23 Mei 2008 Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat.2014.Laporan Kasus Penyakit Demam Berdarah Dengue. 2014. Ditjen P2PL, Pencegahan Dan Pemberantasan Demam BerdarahBerdarah Dengue Di Indonesia.Jakarta.. 2005
134 Sanitarian, Volume 9 Nomor 1, April 2017, hlm.124 - 134
Gubler DJ (2002). The Global Emergence/Resurgence of Arboviral Diseases as Public Health Problems. Arch Med Res. 33: 330 Halstead, S.B. Dengue. InK.S. Warren & A.A.F Mahmound (eds): Tropical and Geographical Medicine. 1990: pp.675685 Lenhart AE, Walle M, Cedillo H, Kroeger A. Building a Better Ovitrap for Detecting Aedes aegypti Oviposition. Acta Tropica 2005 96: 56 – 59. Ritchie SA, Long S, Hart A, Webb CE and Russell RC. An Adulticidal Sticky Ovitrap For Sampling ContainerBreeding Mosquitoes. Journal of theAmerican Mosquito Control Association. 2003. 19(3); p. 235-242. Saepudin, Malik, Pengaruh Ovitrap rekattidiri terhadap densitas larva dan Virus Dengue di Wilayah endemis- studi kasus di Kota Pontianak Provinsi Kalbar, disampaikan pada Sosialisasi/Publikasi kuliah dan Kuliah Umum hasil penelitian Desertasi pada prodi S-3 Kedokteran-Kesehatan UNDIP pada Mahsiswa Prodi D-IV kesehatan Lingkungan Poltekkes Pontianak, Pontianak, 2016. Sayono, Pengaruh Penerapan Lethal Ovitrap Yang Dimodifikasi Terhadap Jumlah Nyamuk Aedes Yang Terperangkap, tesis, Program Studi Magister Epidemiologi Universitas Diponegoro Semarang, 2008. http://eprints. undip.ac.id /18741/1/ saono.pdf, diakses pada 3 April 2014. Sucipto, Cecep Dani,.Deteksi transmisi transovarial virus dengue pada nyamuk Aedes aegypti (Diptera: Culicidae)
jantan dan betina serta hubungannya dengan incidence rate demam berdarah dengue di Kota Pontianak, 2009 http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php ?mod=penelitian_detail&sub=Penelitian Detail&act=view&typ=html&buku_id=4 1763, diakses pada 8 Juni 2015 Supakul S, Chitnumsup P. Effectiveness of Kontrol of Aedes aegypti Larvae by Using Ovitrap and Larvatrap. J Trop Med Parasitol 2001 24: 43 – 48. WHO media centre "Dengue and dengue haemorrhagic fever". World Health Organization, March 2009. http://www.who.int/mediacentre/factshee ts/fs117/en/ diakses pada 27 Desember 2014 WHO.Demam Berdarah Dengue Diagnosis, Pengobatan, Pencegahan, Dan Pengendalian.Jakarta:EGC. 1999. World Health Organization Regiona l Office for South-East Asia.Management of Dengue Epidemic Report of A Technical Meeting, SEARO, New Delhi, 1997.12: 28-30 World Health Organization. Dengue: guidelines for diagnosis, treatment, prevention and control-New edition. WHO Press, Geneva, 2009. Www. Depkes.go.id, Situasi Demam Berdarah Dengue Indonesia Tahun 2013, diakses pada 22 April 2014. Yotopranoto, S., Sri Subekti, Rosmanida, Salamun. Analisis Dinamika Populasi Vektor pada Lokasi dengan Kasus Demam Berdarah Dengue yang Tinggi di Kotamadya Surabaya.Majalah Kedokteran Tropis Indonesia, 1998. 9: 23-31