RANCANG BANGUN “WAVE BUOY” DAN ANALISIS PENGUKURANNYA (SEBAGAI ALAT PENGUKUR GELOMBANG PERMUKAAN DI DAERAH PESISIR)
ERIK MUNANDAR
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Rancang Bangun “Wave Buoy“ Dan Analisis Pengukurannya (Sebagai Alat Pengukur Gelombang Permukaan Di Daerah Pesisir) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2016 Erik Munandar NIM C552130081
RINGKASAN ERIK MUNANDAR. Rancang Bangun “Wave Buoy“ Dan Analisis Pengukurannya (Sebagai Alat Pengukur Gelombang Permukaan Di Daerah Pesisir). Dibimbing oleh INDRA JAYA dan AGUS SALEH ATMADIPOERA. Gelombang laut memiliki pergerakan yang acak dan komplek, sehingga tinggi dan periode gelombang sulit untuk diukur dan dirumuskan secara akurat. Pengukuran gelombang laut telah berkembang dan mencapai penggunaan teknologi yang lebih tinggi. Salah satu teknologi dalam pengukuran tinggi gelombang yaitu menggunakan wahana terapung seperti wave buoy dengan dilengkapi oleh sensor untuk melihat pergerakannya sebagai representasi perubahan gelombang. Sensor yang digunakan yaitu dengan menggunakan sensor 10 Degree of Freedom (DOF) dengan empat sensor yang bekerja didalamnya yaitu sensor percepatan, sensor Gyroscope, sensor magnetometer dan sensor tekanan. Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah merancang sebuah wave buoy sebagai salah dasar pembuatan pengukur gelombang permukaan terutama di daerah pesisir dan menganalisa kinerja dari alat yang dihasilkan. Penelitian ini memiliki dua tahap, yaitu perancangan dan uji coba wave buoy. Perancangan wave buoy meliputi pembuatan wahana dan perangkat elektronik serta software. Tahapan uji coba terbagi dalam dua tahap yaitu uji coba laboratorium dan lapangan. Uji laboratorium dilakukan dengan melakukan uji putar dengan periode 3 detik dan 5 detik, dimana jari-jari roda uji yang digunakan sebesar 1 meter. Hasil uji coba dilakukan pengolahan data dengan Fast Fourier Transform (FFT) serta pengukuran nilai kesalahan (error) dari alat yang dihasilkan. Uji coba lapangan dilakukan untuk melihat kinerja pengukuran alat secara langsung di lapangan. Hasil uji coba dilakukan pengolahan dengan Fast Fourier Transform (FFT) serta Continues Wavelet Transform (CWT). Hasil penelitian diperoleh alat pengukur gelombang dengan wahana yang terbuat dari bahan fiberglass (serat fiber) dengan diameter 30 cm dan tinggi 27 cm. Alat yang dihasilkan dapat menyimpan data hingga 2 Gb dengan waktu dengan kecepatan pengukuran sebesar 8 hz. Wahana memiliki nilai metasentrum 2.5, hal ini menunjukan bahwa wahana yang dibuat telah stabil. Hasil uji laboratorium diperoleh dua periode yang signifikan pada hasil FFT yakni periode 2.91 detik dan 4.96 detik. Pengukuran yang dilakukan diperoleh kesalahan sebesar 0.01-0.07 meter. Hasil uji lapangan yang dilakukan selama 24 jam diperoleh 4 periode yang signifikan pada saat pengukuran yakni periode 1 detik, 3.37 detik, 1.20 jam dan 12 jam. Periode signifikan yang diperoleh jika dikelompokan kedalam gelombang dilautan maka diperoleh menjadi gelombang angin (periode 1 detik dan 3.37 detik), gelombang variasi angin (1.20 jam) dan gelombang pasang surut (12 jam). Akan tetapi, keseluran perekaman data diperoleh gelombang dengan periode dibawah 1 detik hingga gelombang dengan periode 12 jam. Kesimpulan yang diperoleh yaitu alat yang dihasilkan dapat berfungsi dengan baik yakni mampu menyimpan data, memiliki nilai akurasi yang tinggi serta mampu merekam gelombang dengan periode kecil hingga periode besar serta mampu membedakan jenis gelombang berdasarkan panjang gelombangnya. Kata kunci: gelombang laut, teknologi, wave buoy, sensor, FFT , CWT.
SUMMARY ERIK MUNANDAR. Design of Wave Bouy and Measurement Analysis (Surface Wave Measurement Tools in Coastal Area). Supervised by INDRA JAYA and AGUS SALEH ATMADIPOERA. Ocean wave has random and complex movements, so that wave height and period are difficult to measure and accurately formulated. Ocean wave measurements have developed and reached higher technology. One of the developments is floating instrument utility, such as wave buoy which equipped with movement sensors to capture wave changes representation. The sensor used was 10 Degree of Freedom (DOF) with 4 sensors including the acceleration, Gyroscope, magnetometer and pressure sensor. The aims of this research were to design surface wave measurement instrument, particularly in coastal area, and it is performance analysis. The work comit of two main research, namely wave buoy design and it is trials. Wave buoy design consist of instrument, electronic devices and software manufacture. Trials were conducted in laboratory and field station. Laboratory trial was done by rotary trial for 3 and 5 second period, which the radius of the wheel was 1 meter. The trial result was procced using Fast Fourier Transform (FFT) and the instrument error was calculated. Field trial was done to measure instrument performance in field directly. The trial result was procced using Fast Fourier Transform (FFT) and Continues Wavelet Transform (CWT). The research result was wave measurement instrument made by fiberglass with 30 cm diameter and 27 cm height. The instrument was able to store data up to 2 GB with measurement speed in 8 Hz. It had 2.5 metasentrum value. Tis value showed that the instrument was stable. The laboratory trial showed that there were 2 significant period in FFT result, that were 2.91 and 4.96 second. The error was 0.01-0.07 meter. The field trial that was done for 24 hours showed 4 significant period, that were 1 second, 3.37 second, 1.20 hour, and 12 hour. The significant periods classified into wind wave (1 and 3.37 second), anomaly wave (1.20 hour), and tidal wave (12 hour). But overall, the measurement was able to record ocean wave with less than 1 second period to long period wave up to 12 hour. The conclusion of this research was the instrument can function properly, which was capable of storing data, have high accuracy and capable of recording wave with small to large period. Keyword: ocean wave, wave buoy technology, sensor, FFT, CWT
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
RANCANG BANGUN “WAVE BUOY” DAN ANALISIS PENGUKURANNYA (SEBAGAI ALAT PENGUKUR GELOMBANG PERMUKAAN DI DAERAH PESISIR)
ERIK MUNANDAR
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Kelautan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc
Judul Tesis : Rancang Bangun “Wave Buoy” Dan Analisis Pengukurannya (Sebagai Alat Pengukur Gelombang Permukaan Di Daerah Pesisir) Nama : Erik Munandar NIM : C552130081
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir Indra Jaya, M.Sc Ketua
Dr Ir Agus Saleh Atmadipoera, DESS Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Teknologi Kelautan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Jonson Lumban Gaol, M.Si
Dr Ir Dahrul Syah, MSc. Agr
Tanggal Ujian : 23 Agustus 2016
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ialah “Rancang Bangun “Wave Buoy” Dan Analisis Pengukurannya (Sebagai Alat Pengukur Gelombang permukaan Di Daerah Pesisir)”. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc dan Bapak Dr. Agus S.Atmadipoera, DESS selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Muhammad Iqbal M.Si, yang telah membantu selama penelitian Serta Bapak Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc selaku dosen penguji tamu. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala do’a dan kasih sayangnya.
Bogor, September 2016 Erik Munandar
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Kerangka Penelitian
1 1 2 2 2 2
2
METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Bahan Alat Desain Penelitian Perancangan Buoy Perhitungan Tinggi Gelombang Analisis Data
4 4 4 4 5 5 12 13
3
HASIL DAN PEMBAHASAN Wave Buoy Uji Laboratorium Kinerja Alat Akurasi Data Uji Lapang
14 14 16 19 20 21
4
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
24 24 25
DAFTAR PUSTAKA
26
LAMPIRAN
29
RIWAYAT HIDUP
36
DAFTAR TABEL Tabel 1 Bahan yang digunakan pada penelitian Tabel 2 Alat yang digunakan pada penelitian Tabel 3 Hasil uji wahana Tabel 4 Gelombang, mekanisme fisik dan periode
4 5 14 22
DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Gerakan Partikel di Perairan Gambar 2 Ilustrasi sistem Gambar 3 a. Rancangan wave buoy Tampak samping b. Rancangan wave buoy Tampak atas Gambar 4 Skematik fungsional wave buoy Gambar 5 Skematik sistem program pada wave current buoy yang dibuat Gambar 6 Tahapan uji coba lab Gambar 7 Gaya-gaya yang bekerja pada benda terapung Gambar 8 Kesetabilan benda yang terapung Gambar 9 Skema perpindahan posisi benda Gambar 10 Skema uji putar Gambar 11 Profil vertikal gelombang laut ideal Gambar 13 Perangkat instrumen sensor Gambar 14 Hasil perekaman sensor percepatan pada uji putar Gambar 18 Respon sensor terhadap perubahan posisi buoy Gambar 19 Fast Fourier Transform (FFT) gelombang uji lab Gambar 20 a.Kesalahan pada periode 2.91 detik b.Kesalahan pada periode 4.96 detik Gambar 21 Hasil Pengukuran Tinggi Gelombang di Teluk Palabuhan Ratu Gambar 22 Fast Fourier Transform (FFT) Gelombang di Lapangan Gambar 23 Continuous Wavelet Transform (CWT) gelombang di Lapangan Gambar 24 Varian gelombang berdasarkan periode
3 3 6 6 6 7 8 9 10 11 11 12 15 16 19 19 20 20 21 22 23 24
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 skrip matlab pengolahan data
30
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Gelombang laut merupakan pergerakan air naik dan turun tegak lurus terhadap permukaan laut. Secara umum penyebab pembentukan gelombang permukaan laut oleh angin (Tirozzi et al. 2007). Pada perairan laut terbuka gelombang dapat di indentifikasi menjadi 5 tipe yaitu suara, kapiler, gravitasi, internal dan planet (Tirozzi et al. 2007). Gelombang yang terjadi di laut memiliki pergerakan yang acak, dinamis, dan kompleks, sehingga pengukuran tinggi dan periode gelombang sulit dirumuskan secara akurat dan diperlukan penyederhanaan melalui persamaan matematis yang berbentuk sinusoidal. Kini pengukuran dan pemantauan gelombang laut telah dilakukan dengan menggunakan wahana terapung seperti wave buoy. Pengukuran tinggi gelombang secara konvensional dapat dilakukan menggunakan papan duga dengan metode visual, namun kelemahan utama dari pengukuran nilai gelombang yang diperoleh masih merupakan nilai skalar sementara itu gelombang secara umum memiliki nilai vektor. Mitsuyasu et al. (1975) mulai mengembangkan instrumen pengukuran gelombang dengan mempertimbangkan dari dua sumbu X dan Y dengan menggunakan sistem cloverleaf buoy. Teknologi pemantauan gelombang laut telah berkembang selama 40 tahun terakhir (Pandian et al. 2010). Wahana terapung seperti wave buoy telah digunakan secara luas di seluruh dunia untuk mengukur gelombang permukaan yaitu sebagai referensi atau validasi data ramalan (Krogstad et al. 1999, Li & Saulter 2012, Christensen et al. 2013). Akan tetapi, masih banyak instrument dalam pengukuran gelombang seperti Ultrasonik Altimeter (Sasaki et al. 2005, Christensen et al. 2013), Advanced Synthetic Aperture Radar (ASAR)(Li & Saulter 2012) dan acoustic doppler current profiler (ADCP) (Bouferrouk et al. 2016). Penelitian Krogstad et al. (1999) melakukan pengukuran tinggi gelombang dengan sensor Motion reference unit (MRU) dengan sistem pengukuran yang berpusat pada sistem koordinat kartesius tiga dimensi (XYZ) sebagai pengukur perpindahan posisi buoy sebagai gambaran nilai tinggi gelombang. Selain sensor MRU terdapat sensor yang memiliki prinsip perpindahan posisi sebagai nilai ukur yaitu sensor accelerometer dengan sistem perpindahan posisi sebagai percepatan yang berpatokan terhadap sitem koordinat kartesius (XYZ). Patra dan Jena (2013) mengukur tinggi gelombang dengan menggunakan sensor accelerometer dan GPS (global positioning system) yang digunakan pada Datawell directional wave rider buoy. Penggunaan sensor accelerometer menjadi menjadi bagian dalam rancangan wave buoy dengan upaya untuk mengetahui kemampuan kerjanya. Accelerometer merupakan sensor yang dapat mengukur percepatan pada tiga sumbu bumi (XYZ). Accelerometer dapat mengukur percepatan positif maupun negatif akibat pergerakan benda yang melekat padanya. Percepatan dapat diukur dalam satuan gaya gravitasi atau "G" dengan asumsi 1G merupakan tarikan gravitasi di permukaan bumi (Earl 2014). Gravitasi adalah kekuatan yang relatif stabil, sehingga menjadi referensi kalibrasi yang dapat digunakan diseluruh dunia. Nilai tinggi gelombang yang diperoleh lebih jelas dilihat secara nilai spektrum
2 gelombang. Spektrum gelombang adalah pendekatan yang paling standar untuk statistik menggambarkan kondisi gelombang, dan berasal dari data yang diukur instrumentasi modern dan langsung dari model spektral numerik (Holthuijsen 2007). Perumusan Masalah Pemantauan gelombang di daerah pesisir sangat jarang dilakukan. Sejauh ini pengamatan gelombang laut secara langsung di wilayah perairan Indonesia masih belum cukup memadai, Pandoe dan Djamaludin (2009) menyebutkan bahwa hanya terdapat beberapa weather buoy di perairan sebelah barat Aceh, selatan jawa dan sebelah barat Papua. Selama ini data gelombang yang dimiliki oleh perairan kita sebagian merupakan data sekunder yaitu data hasil pengamatan satelit ataupun data hasil peramalan sehingga sangat sedikit data yang diperoleh dari pengukuran secara in situ. Sehingga pengembangan wave buoy ini menjadi jalan keluar dalam memperoleh data tinggi gelombang permukaan. Penelitian ini mencoba melakukan perancangan instrument wave buoy yang disesuaikan dengan alat dan bahan yang ada di Indonesia. Penggunaan sensor accelerometer diupayakan mampu mereprentasikan pergerakan partikel diperairan sebagai cerminan dari perubahan tinggi gelombang. Data hasil pengukuran dilakukan analisa untuk melihat sejauh mana instrumen dapat membedakan jenis gelombang berdasarkan periodenya. Tujuan Penelitian 1. 2.
Penelitian ini bertujuan untuk: Melakukan perancangan wave buoy sebagai dasar pembuatan wahana pengukur gelombang permukaan terutama di daerah pesisir. Menganalisa kinerja instrument dan data hasil pengukuranya.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, memberikan informasi bagi para pengguna yang membutuhkannya dan menjadi sebuah wahana yang dapat membantu daerah pesisir untuk memantau tinggi gelombang. Serta dapat memberikan informasi yang lebih mengenain gelombang permukaan. Kerangka Penelitian Gelombang biasanya memiliki gerakan vertikal dimana gerakan tersebut naik turun sehingga membentuk pola sinusoidal. Pergerakan ini menentukan seberapa besar tinggi gelombang yang terjadi sebagai amplitudo gerakan tersebut dan penentuan periode dari gelombang itu sendiri, sehingga setiap benda atau partikel dalam Perairan mengalami pergerakan naik turun seperti pada Gambar 1.
3
= arah gerakan Gelombang = kiri-kanan
Gambar 1 Gerakan Partikel di Perairan Selain pergerakan naik turun secara horizontal, gelombang akan memiliki nilai arah sehingga dibutuhkan pengukuran pergerakan partikel yang disesuaikan dengan pola pergerakan arah gelombang tersebut (Falcão et al. 2012). Pengukuran gelombang ini faktor yang penting untuk dilihat adalah pola pergerakan dari gelombang itu terhadap alat yang digunakan. Pola yang terukur dari pergerakan gelombang adalah 3 dimensi. Pola pergerakan 3 dimensi ini akan terlihat dengan mengukuran pada sumbu X, Y, dan Z. Pada alat ini pengukuran ketiga sumbu tersebut diukur dengan menggunakan sensor accelerometer. Sensor ini bekerja berdasarkan perpindahan dari posisis asal benda atau titik normal. Sensor disimpan dalam sebuah wahana terapung (buoy) selanjutnya digabungkan dengan menggunakan sistem mooring atau tertambat pada sebuah pemberat (anchor) yang tertanam di dasar perairan seperti pada Gambar 2. Pada saat terjadi perubahan posisi akibat pergerakan naik turun permukaan sensor mendeteksinya sebagai perubahaan posisi berdasarkan kecepatan atau disebut percepatan. Data percepatan yang disimpan pada data memori akan diolah lebih lanjut. Data hasil perekaman yang diolah menghasilkan pola gelombang yang terekam, frekuensi gelombang yang bekerja, serta nilai spektral dari frekuensi gelombang tersebut. Hasil pengolahan nilai spektral akan dilakukan analisis Continous Wavelet Transform (CWT) untuk memberikan gambaran yang terjadi dilapangan, sehingga informasi yang diberikan akan menjadi lebih lengkap. pelampung
permukaan
penambat
pemberat
Gambar 2 Ilustrasi sistem
4
2 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Rancang bangun instrumen dilakukan pada bulan Agustus 2014 - Juli 2015. Perancangan instrumen dan analisis data dilakukan di Laboratorium Instrumentasi dan Telemetri Kelautan Bagian Akustik dan Instrumentasi Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Uji lapang dilakukan pada bulan Agustus 2015 di teluk Palabuhan Ratu, Desa Sakrawayang, Kecamatan Simpenan, Palabuhan Ratu Kabupaten Sukabumi. Bahan Perancangan wahana maupun elektronik dari alat wave buoy dapat dilihat pada Tabel 1. Bahan yang digunakan termasuk bahan untuk perancangan sistem elektronik yang dibangun. Selain itu, terdapat bahan yang gunakan dalam pembuatan wahana buoy. Tabel 1 Bahan yang digunakan pada penelitian Bahan Mikrokontroller Sensor
Modul RTC DS 1307 Modul MMC Micro SD card Baterai Matt Besi Pondasi Tali Tambang Resin Katalis
Tipe Arduino Uno – R3 10 DOF MEMS IMU (Percepatan, Gyroscope, Magnetometer dan Tekanan) Grove – RTC SD Module SanDisk 2 Gb 5 V, 20 Ah
157 BQTN Mepoxe
Jumlah 1 buah 1 buah
1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 5 meter 10 meter 20 meter 5 Kg 1 ons
Alat Daftar penggunaan alat dalam perancangan wave bouy dapat dilihat pada Tabel 2. Penggunaan alat ini didasarkan tahapan pembuatan yang dimulai dari perancangan hingga uji coba. Setiap alat yang digunakan termasuk dalam peralatan yang digunakan pada perancangan sistem elektronik, perancangan wahana buoy, uji laboratorium dan uji lapang serta perangkat yang digunakan dalam pengolahan data hasil pengukuran alat.
5 Tabel 2 Alat yang digunakan dalam penelitian Alat Tipe Solder Dekko DCS30 Multimeter Digital
HELES UX839TR
Programer Obeng Laptop
ISP dan K125R Plus (+) dan Minus (-) Lenovo thinkpad L412
Kuas
Eterna 2”
Gerinda Tangan
Krisbow
Bor Tangan
Krisbow KW07-1000
Fungsi Merekatkan antar komponen elektronik Mengukur tegangan, hambatan, arus dan koneksi Mengunggah program Menghubungkan Baut Merancang perangkat keras, lunak dan pengolahan data Membantu merekatkan resin dan Matt Memotong dan merapihkan buoy Melubangi bagian komponen dan Buoy
Desain Penelitian Penelitian dilakukan dengan membagi kedalam tiga kegiatan yaitu perancangan buoy (Perancangan Wahana, Perancangan Elektronik dan Perancangan perangkat lunak), Uji Coba Lab ( Uji Apung dan Uji Putar) dan Uji Coba Lapang (di teluk Palabuhan Ratu). Perancangan Buoy Perancangan Wahana Desain instrumen terdiri atas pelampung (buoy ) dengan berbahan fiberglass (serat fiber) serta resin sebagai perekat. Wahana digunakan sebagai pemberi daya apung sekaligus tempat meletakan komponen elektronika. Buoy ini dirancang untuk dapat mengikuti gerakan partikel air pada permukaan laut sehingga dapat dideteksi perpindahannya (perubahan posisi vertikal dan horizontal). Selain itu, pengaruh angin permukaan diupaya diminimalisir pada rancangan yang dibuat guna memperoleh nilai pengukuran yang lebih akurat. Pengukuran yang dilakukan menggunakan sistem penambatan pada satu titik tetap ( mooring system ) sehingga diperluka pemilihan sistem penambatan yang sesuai untuk instalasi di lapang agar dapat menghasilkan data pengukuran yang paling baik. Bentuk wahana buoy yang dirancang pada alat yang dibuat dapat dilihat seperti pada Gambar 3. Wahana ini memiliki diameter 30 cm dengan tempat kompartemen alat berbentuk tabung diameter 9 cm. ketinggian dari buoy yang dirancang yaitu sebesar 27 cm.
6 penutup
30cm 9cm
a
27cm
b
9 cm
30cm
tubuh pengait Gambar 3 a. Rancangan wave buoy Tampak samping b. Rancangan wave buoy Tampak atas Perancangan sistem elektronik Sistem elektronik menggunakan mikrokontroler Arduino Mega 2560 sebagai pengendali utama kerja instrumen, modul sensor 10 DOF (Degree Of Freedom) untuk mendapatkan data percepatan, modul real time clock (RTC) DS1307 sebagai penanda waktu. Kemudian data yang diperoleh disimpan dalam mikro SD card sebagai sistem penyimpanan data. Catu daya untuk semua komponen elektronik tersebut menggunakan baterai 5 V 5400 mAH. Skematik fungsional komponen elektronika dapat dilihat pada Gambar 4.
DOF = Degree Of Freedom RTC = Real Time Clock SD = Secure Digital
Gambar 4 Skematik fungsional wave buoy Perancangan perangkat lunak Perancangan perangkat lunak difokuskan untuk melakukan pemrograman mikrokontroler. Perangkat lunak yang digunakan yaitu Arduino 1.6.1 dengan pemograman bahasa C. Perangkat lunak dirancang untuk mengambil data dari sensor accelerometer dan penanda waktu kemudian disimpan pada media penyimpanan (SD card) yang telah tertanam pada alat. Secara lebih terperinci dapat dilihat pada gambar 5. Pada saat alat dinyalakan dilakukan inisialisasi sensor 10 DOF dan mikro SD card oleh mikrokontroller. Kemudian, jika sensor 10 DOF dan mikro SD card tidak terbaca maka alat berhenti bekerja (kesalahan). Akan tetapi, jika sensor 10 DOF dan mikro SD dapat terbaca oleh mikrokontroller maka penanda waktu ds
7 1807 akan menunjukan tangga serta waktu pengukuran dengan format jam, menit dan detik (hh:mm:ss). Selanjutnya mikrokontroller membuat sebuah file sebagai tempat menyimpan data yang diukur dengan format (*.csv) dengan nama file merupakan tanggal, bulan dan tahun pengukuran (DDMMYYYY).
Gambar 5 Skematik sistem program pada wave current buoy yang dibuat Perancangan Uji Coba Lab Pengujian lab dilakukan untuk mengukur sejauh mana alat dapat bekerja dan melihat kinerja dari alat yang dibuat. Tahapan uji coba laboratorium dimulai dengan dihitung nilai gaya apung (FB) dan gaya berat (FG). Selanjutnya penentuan jarak antara titik apung (A0) dan titik berat (B0) dari wahana untuk memperoleh nilai metasentrum lebih dari nol, setelah diperoleh nilai metasentrum lebih dari nol selanjutnya dilakukan uji putar untuk melihat kinerja dari perangkat elektronik yang digunakan. Pada uji ini alat ditempatkan pada sebuah kincir putar dengan diameter 1 meter, kemudian diberikan gaya putar dengan periode putar dari alat uji yakni 3 detik dan 5 detik. Selanjutnya alat yang diputar dan diberikan waktu perkaman data selama 5 menit. Hasil dari perkaman data digunakan sebagai nilai kalibrasi dan penentuan nilai kesalahan (error) dari alat yang dibuat. Tahapan uji coba ini dapat dilihat pada Gambar 6. Nilai kesalahan (error) diperoleh dari selisih nilai hasil pengukuran dengan nilai acuan pengukuran.
8
Gambar 6 Tahapan uji coba lab a. Uji wahana Uji wahana dilakukan untuk kemampuan buoy dalam menstabilkan diri akibat pengaruh dari gaya luar. Asumsi umum yang diambil yaitu jika benda yang terendam di dalam air mengalami gaya berat benda itu sendiri (FG) dengan arah vertikal ke bawah dan gaya tekanan air dengan arah vertikal ke atas. Gaya berat berpusat pada titik pusat berat benda tersebut. Gaya ke atas pada sebuah benda tercelup disebut dengan gaya apung atau gaya Buoyancy (FB). Gaya apung ini bekerja pada seluruh luasan permukaan dari benda tercelup. Gaya-gaya yang bekerja adalah berat sendiri benda (FG) dan gaya hidrostatik pada seluruh permukaan yang terendam. Karena benda diam, maka gaya hidrostatik pada arah horizontal akan sama besar dan saling meniadakan, sedangkan gaya hidrostatik yang bekerja pada permukaan dasar benda merupakan gaya apung atau gaya Buoyancy (FB). Gaya-gaya yang bekerja pada wahana ini dapat dilihat secara jelas pada Gambar 7.
9
Gambar 7 Gaya-gaya yang bekerja pada benda terapung Secara matematis jika perhitungan dinyatakan dalam persatuan lebar berdasarkan rumus Munson et al. (2003) maka:
𝐹𝐺 = 𝛾𝑏 𝐵𝐻
(1)
𝐹𝑏 = 𝑝. 𝐵, dimana 𝑝 = 𝛾𝑎𝑖𝑟 . 𝐻 (2) Keterangan : FG : Gaya berat benda FB : Gaya apung 𝑝 : Massa jenis benda B : Diameter benda terapung H : Kedalaman benda tercelup 𝛾𝑎𝑖𝑟 : Massa jenis air 𝛾𝑏 : Massa benda Bila benda dalam keadaan diam, maka resultan gaya arah vertikal maupun horisontal sama dengan nol maka berdasarkan rumus Munson et al. (2003) maka : a. ∑𝐹𝑥 = 0
(3)
b. ∑𝐹𝑧 = 0 𝐹𝐵 = 𝐹𝐺
𝑝. 𝐵 = 𝐹𝐺 𝐹𝐺 = 𝛾𝑎𝑖𝑟 . ℎ. 𝐵 𝐹𝐺 = 𝛾𝑎𝑖𝑟 . 𝐴 Keterangan : Fxy : Gaya berat benda Fz : Gaya pada sumbu Z FB : Gaya apung
(4)
10 Fg
𝑝 B H
𝛾𝑎𝑖𝑟 A
: Gaya berat benda : Massa jenis benda : Diameter benda terapung : Kedalaman benda tercelup : Massa jenis air : Luas permukaan yang tercelup
Kesetabilan benda terapung yaitu sebuah benda tidak terpengaruh oleh gangguan kecil (gaya). Suatu benda terapung dalam keseimbangan stabil apabila titik pusat berat benda (Bo) berada di bawah titik pusat apung benda (Ao) dan jika sebaliknya maka benda dalam keseimbangan tidak stabil. Apabila titik pusat berat benda (Bo) berimpit dengan titik pusat apung benda (Ao) maka benda dikatakan dalam keseimbangan sembarang (indifferent) seperti yang terlihat pada Gambar 8.
Indiferrent (Ao = Bo) Labil (Ao > Bo) Gambar 8 Kesetabilan benda yang terapung
Stabil (Ao < Bo)
Tinggi metasentrum ditentukan dengan rumus Munson et al. (2003):
𝑚=
𝐼𝑜 𝑉
− 𝐴𝑜 𝐵𝑜
(5)
dimana : Io = momen inersia tampang benda yang terpotong permukaan zat cair V = volume zat cair yang dipindahkan benda AoBo = jarak antara pusat apung dan pusat benda Berdasarkan nilai tinggi metasentrum (m) maka dapat ditentukan bahwa, jika m > 0 maka benda dikatakan stabil, m = 0 maka benda dikatakan dalam stabilitas netral (indifferent), dan jika m< 0 benda dikatakan labil. b. Uji Putar Uji Putar dilakukan untuk mengeatahui kemampuan sensor dalam merepresentasikan perpindahan posisi awal. Sensor accelerometer pada sensor 10 Degree Of Freedom (DOF) berfungsi untuk merespon pergerakan wahana berdasarkan percepatannya terhadap titik awal. Titik awal adalah kondisi diam dari wahana (A), sehingga ketika terjadi perpindahan dari titik (A) menuju titik (B) dihitung sebagai percepatan (ab) seperti pada Gambar 9. Sensor ini bekerja pada tiga sumbu axis (XYZ) dengan nilai percepatan yang diukur dalam satuan g (grafitasi). Uji putar yang dilakukan untuk melihat perubahan pergerakan wahana dari posisi awal terhadap waktu (Dunbar et al. 2015) dan perlakuan.
11
Gambar 9 Skema perpindahan posisi benda Perubahan posisi yang diberikan diatur dengan menggunakan roda yang berputar dengan jari-jari adalah 1 meter seperti Gambar 10. Kecepatan atau laju putar dari roda akan diberikan bervariasi yaitu dari kecepatan yang lebih besar kepada kecepatan yang lebih kecil. Diharapkan variasi kecepatan dan jarak ini dapat memberikan gambaran dari respon yang sebenarnya dari sensor yang digunakan. Pengujian ini diharapkan sensor dapat bekerja maksimal pada saat di lapangan (Sarlak et al. 2010). Puncak
Berat balas
Alat U
peralihan
lembah
Gambar 10 Skema uji putar Keterangan : r = jari-jari x = sumbu x sensor z = sumbu z sensor
12 Kecepatan putaran yang diberikan akan mengakibatkan perpindahan posisi dari benda tersebut. Amplitudo dari perekaman data adalah jarak antara sensor terhadap titik poros roda mendekati nilai dari jari-jari roda. Perhitungan Tinggi Gelombang Gelombang di laut merupakan suatu gerakan yang acak dan tidak linear. Penyederhanaan teori gelombang permukaan, diasumsikan bentuk gelombang adalah berbentuk sinusoidal. Asumsi ini menyatakan perpindahan gelombang (η) sebagai gerakan harmonik sederhana yaitu variasi putaran dalam level air yang disebabkan oleh lintasan gelombang (Stewart 2002). Terdapat suatu hubungan matematis antar karakteristik gelombang. Tinggi gelombang (H) adalah perubahan tinggi secara vertikal antara puncak gelombang (crest) dan lembahnya (trough) (Gambar 3). Tinggi gelombang adalah dua kali amplitudo gelombang (a). Panjang gelombang (L) adalah jarak antara dua rangkaian puncak gelombang (atau melalui 2 puncak berturut-turut). Interval waktu antara dua puncak yang berurutan yang melalui suatu titik tetap disebut sebagai periode (T). Profil vertikal gelombang laut ideal yang memperlihatkan dimensi linier dan bentuk sinusoidal ditunjukkan pada Gambar 11.
Gambar 11 Profil vertikal gelombang laut ideal Data perekaman wave buoy yang digunakan untuk perhitungan tinggi gelombang adalah data percepatan pada arah vertikal. Data percepatan dalam satuan g merupakan satuan percepatan yang menunjukkan adanya pengaruh gravitasi bumi yang bekerja pada setiap benda. Nilai yang didapatkan kemudian dikalikan dengan percepatan gravitasi standar yang didefinisikan sebagai 9.81m/s2. Percepatan benda (a) ini kemudian dikonversi menjadi jarak (displacement) yang menunjukkan tinggi gelombang dalam satuan meter. Walker et al (2008) menyebutkan bahwa percepatan merupakan perubahan kecepatan terhadap waktu, sedangkan kecepatan merupakan perpindahan posisi tiap satuan waktu. Maka dengan persamaan 6 dan 7 dapat diketahui jarak atau perpindahan posisi buoy terhadap titik sebelumnya berdasar rumus Young dan Freedman (2007): Δv =
Δa = Keterangan: a : percepatan (m/s2) t : waktu (s)
𝑠 𝑡
𝑣 𝑡
v : kecepatan (m/s) s : jarak (m)
(6)
(7)
13 Analisis Data Data pengukuran alat akan berada pada domain waktu (Group 2000) dan secara umum pengamatan phenomena fisik akan memiliki karakter periodik (Mathews dan Fink 2004). Lama pengukuran (T) sedangkan fungsi untuk contoh perekaman data (x(t)) dimana t adalah waktu. Pengukuran secara lapang secara sederhana akan ditentukan nilai rataan (m) sebagai faktor pengurang nilai rataan. Sementara itu, nilai hasil perekaman dilakukan pencarian nilai simpangan baku (𝜎) dan akar kuadratnya yaitu varian (𝜎2). Secara sistematis seperti pada persamaan 8 , 9 dan 10 dari rumus Mathews dan Fink (2004).
𝑚= 𝜎2 =
1
𝑇
1
𝑇
1
𝑇
∫ 𝑥(𝑡)𝑑𝑡 𝑇 0 ∫ (𝑥(𝑡) − 𝑚)2 𝑑𝑡 𝑇 0
𝜎 = √ ∫0 (𝑥(𝑡) − 𝑚)2 𝑑𝑡 𝑇
(8) (9)
(10)
Power spektral merupakan karakteristik utama dari signal (data) pada domain frekuensi. Mathews & Fink (2004) menyatakan Perubahan domain waktu (periodik) menjadi frekuensi dilakukan dengan melakukan fourier series yaitu dengan mengasumsikan bahwa (f(x)) fungsi secara periodik maka nilai fungsi (S(x)) secara fourier series adalah persamaan 11 dari rumus Mathews dan Fink (2004).
𝑆(𝑥) =
𝑎0 2
+ ∑𝑁 𝑗=1 𝑎𝑗 cos(𝑗𝑥) + 𝑏𝑗 𝑠𝑖𝑛 (𝑗𝑥)
(11)
Akan tetapi, jika kita memasukan kedalam persamaan dari signal yang kita peroleh maka persamaan 10 maka nilai dari fourier series menjadi persamaan 12 dari rumus Mathews dan Fink (2004).
𝑓(𝑡) ≈ 𝑚 + ∑𝑁 𝑖=1 𝑎𝑖 cos(𝜔𝑖 𝑡) + 𝑏𝑖 𝑠𝑖𝑛 (𝜔𝑖 𝑡)
(12)
Asumsi yang diambil dari persamaan 11 dan 12 adalah m sama dengan nilai rataan signal dan (𝜔𝑖 𝑡 = 𝑗𝑥 = 𝑖 .2𝜋/𝑇) serta nilai (ai=aj) dan (bi=bj) merupakan koefisien fourier (Group 2000). Nilai power spektral yang akan diperoleh menjadi persamaan 12 dari rumus Mathews dan Fink (2004).
𝑠̂𝑖 = (𝑎𝑖2 + 𝑏𝑖2 )/(2∆𝜔)
(13)
Asumsi dari persamaan 13 yaitu ∆𝜔 merupakan sampling interval pada domain frekuensi sehingga nilai power spekral yang diperoleh adalah 𝑠̂ (𝜔𝑖 ) = (𝜔𝑖 , 𝑠̂𝑖 ). Penggunaan rumus diaplikasikan dalam program dengan sintak program seperti pada Lampiran 1.
14
3 HASIL DAN PEMBAHASAN Wave Buoy Wahana buoy yang dihasilkan berbentuk setengah bola dengan bagian penutup berbentuk kerucut terpenggal seperti yang terlihat pada Gambar 12. Parameter penting dari sebuah wahana mooring buoy adalah kestabilan, keseimbangan, dan kemampuan kembali ke kondisi seimbang (Jordán dan BeltránAguedo 2004). Wahana buoy terbagi menjadi tiga bagian utama yaitu bagian penutup dari DOP PVC dengan diameter 9 cm, selanjutnya terdapat bagian badan pelampung terbuat berbahan dasar serat fiber dan resin dimana pada bagian dalamnya terdapat rongga kosong dan bagian selanjutnya yaitu pengait yang terbuat dari bahan stainless yang berfungsi sebagai tempat pengikat antara wahan buoy dengan tali pengikat mooring. Penutup
Badan Pelampung
Pengait Gambar 12 Wahana buoy yang dihasilkan Uji wahana yang dilakukan pada wahana buoy yang dibuat diperoleh nilai seperti pada gambar diatas. Uji yang dilakukan untuk melihat kemampuan dari wahana yang diperoleh apakah dapat digunakan sebagai wahana terapung. Tabel 3 menunjukan bahwa gaya apung (FB) lebih besar dibandingkan dengan gaya berat benda (Fg) dengan demikian maka wahana ini mampu mengapung di atas permukaan air sehingga memenuhi syarat sebagai wahana pelampung Tabel 3 Hasil uji wahana FB (Gaya apung) 24 Kg/m3 Fg (Gaya berat) A (Luas permukan (Massa jenis benda) B (Diameter benda terapung) H (Kedalaman benda tercelup) (Massa jenis air) (Massa benda) M (Metasentrum)
0.06 Kg/m3 0.06 x 10-3 561 0.30 0.08 1000 2.50 2.50
m2 kg/m3 m m kg/m3 Kg
Withamana (2014) yang menyatakan jika nilai gaya apung lebih besar dibandingkan gaya berat maka wahana yang dibuat digunakan sebagai wahana
15 terapung. Nilai metasentrum (M) dari wahana buoy diperoleh nilai 2.50, berdasarkan teori Archimedes menurut Munson et al (2003) jika nilai metasetrum lebih dari nol (M>0) maka benda tersebut dinyatakan stabil. Sistem Elektronik Sistem elektronik yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 13. Perangkat elektronik yang digunakan terbagi kedalam tiga bagian yaitu sistem pengukur (sensor), sistem pengolah data (Arduino Mega R2560) serta sistem penyimpanan data (Adapter mikro SD dan Mikro SD). Instrumen sensor berfungsi untuk mengukur percepatan dari perubahan posisi yang terjadi pada wahana buoy. Data akan disimpan pada mikro SD dengan rentang perekaman data yang mampu di simpan maksimum adalah 1.25 x 10-1 detik atau resolusi sebesar 8 Hz. Resolusi yang yang diberikan berbeda dengan pengukuran gelombang oleh Miles et al (2003) yang menggunakan TRIAXYS wave buoy dengan resolusi yang diberikan pada saat pengukuran yakni sebesar 0.30 x 10-1 Hz. Suatu mikrokontroler bekerja berdasarkan perangkat lunak yang telah di unggah dan disimpan dalam memori flash. Perangkat lunak dirancang untuk mengambil data dari sensor accelerometer dan penanda waktu kemudian disimpan pada media penyimpanan. RTC (ds 1307)
Adapter mikro SD
Sensor 10 DOF Arduino mega R2560 Gambar 13 Perangkat instrumen sensor Bagian sistem pengukur (sensor) dengan menggunakan sensor 10 DOF ditempatkan pada poros sebagai titik pusat alat. Sensor ini merekam nilai dari 10 drajat kebebasan yakni 3 sumbu (XYZ) accelerometer, 3 sumbu (XYZ) gyroscope, 3 sumbu (XYZ) Kompas dan nilai tekanan. Nilai sensor accelerometer menjadi acuan utama dalam pengukuran tinggi gelombang. Sensor ini akan terhubung dengan sistem komunikasi antar muka I2C yang ada pada arduino mega R2560 bersamaan dengan penggunaan pada RTC. Bagian sistem kontrol yaitu arduino mega R2560 akan mengatur perintah sesuai dengan perangkat tegar yang diberikan. Sensor akan bekerja dengan resolusi 8 hz ini diatur oleh mikrokontroller pada arduino selanjutnya penanda waktu sebagai sensor tambahan akan memberikan penanda waktu real pada saat perkaman data sesuai dengan setiap data yang diberikan oleh sensor 10 DOF. Bagian penyimpanan data yakni mikro SD akan terhubungkan dengan arduino mega R2560 melalui adapter mikro SD dengan sistem komunikasi antar muka Serial Peripheral Interface (SPI) yang membutuhkan 3 jalur miso, mosi dan SCK. Media penyimpanan sebesar 2 Gb dengan data pengukuran satu hari sebesar 46.38 Mb, maka kapasitas memori yang diberikan akan mampu menyimpan data selama 43.11 hari. Penggunaan penyimpanan data akan berbeda pada setiap penganturan perkaman data yang diberikan seperti pada penelitian Idris dan Jaya (2014) dengan
16 kapasitas memori yang sama sebesar 2 Gb mampu merakam data selama 700876 hari dengan besaran nilai file perhari 766 byte. Uji Laboratorium a. Sensor Percepatan Uji laboratorium dengan metode uji putar dengan 2 periode yang berbeda pada saat uji coba, sehingga diperoleh 2 kecepatan putar yang berbeda yakni 2.09 cm/detik dan 1.26 cm/detik. Kecepatan tersebut menghasilkan gaya sentrifugal sebesar 5.46 x 10-4 N dan 1.98 x 10-4 N. Hasil uji putar yang dilakukan diperoleh respon sensor percepatan seperti pada Gambar 14.
Gambar 14 Hasil perekaman sensor percepatan pada uji putar Respon sensor percepatan pada setiap sumbu selama uji putar menunjukan nilai yang berbeda. Nilai terbesar pada sumbu z menunjukan bahwa perubahan utama yang terjadi pada saat pengukuran terbesar pada sumbu ini. Perubahan yang besar ini diakibatkan oleh adanya gaya grafitasi bumi yang bekerja terhadap sumbu z. Akan tetapi, pada sumbu x dan sumbu y masih terdapat perbedaan nilai respon hal ini dikarenakan uji putar yang dilakukan tidak memberikan pengaruh yang besar pada setiap sumbu pengukuran terutama pada sumbu x. Nilai pada sumbu x yang kecil menunjukan bahwa uji putar hampir tidak mempengaruhi percepatan dari sensor terhadap sumbu ini. Hal ini berbeda dengan yang terjadi pada sumbu y, pada sumbu y masih diperoleh nilai respon yang cukup besar walaupun perubahannya tidak sebanding dengan perubahan yang terjadi pada sumbu z. Respon ketiga sumbu
17 yang ditunjukan pada Gambar 14 memperlihatkan bahwa uji putar secara jelas lebih memberikan pengaruh terhadap 2 sumbu percepatan yakni sumbu y dan sumbu z. b. Sensor gyroscope Sensor gyroscope yang digunakan mampu memberikan respon terhadap uji putar pada Gambar 15. Respon yang ditunjukan sebanding dengan respon yang ditunjukkan oleh sensor percepatan. Sumbu z lebih memberikan nilai respon yang signifikan dengan menunjukan nilai pengukuran sensor yang lebih besar. Hal ini juga terjadi pada sumbu y dari sensor gyroscope memberikan respon yang sama dengan sumbu y. Akan tetapi, Nilai respon yang diberikan oleh sumbu y masih lebih kecil dibandingkan respon dari sumbu z. Sementara itu, pada sumbu x dari sensor gyroscope terdapat perubahan akan tetapi dengan skala nilai yang sangat kecil dibandingkan kedua sumbu y dan z. Ketiga sumbu yang masih memberikan respon pada saat pengukuran menunjukan bahwa saat uji coba alat yang dihasil tidak pernah dalam keadaan diam.
Gambar 15 Hasil perekaman sensor gyroscope pada uji putar c. Sensor magnetometer Respon yang diberikan oleh sensor magnetometer secara umum memberikan nilai yang bervariasi pada setiap sumbu pengukuran seperti yang terlihat pada Gambar 16. Sumbu x memberikan respon yang paling berbeda pada saat terjadi perubahan perlakuan pada saat uji coba. Breiner (1999) menyebutkan bahwa perubahan medan magnet akan berbeda pada setiap bentuk yang diberikan. Setiap sumbu yang ada pada sensor akan memiliki sudut respon yang berbeda terhadap kutub bumi sehingga menghasilkan nilai yang berbeda. Perubahan yang berbeda ini dapat disebabkan karena terjadinya distorsi pada sumbu tersebut yang
18 mengakibatkan perbelokan arah berdasarkan Yadav dan Chris (2014). Pada sumbu y dan sumbu z memiliki pola yang sama walaupun dengan arah respon yang berbeda dimana nilai pada sumbu x memiliki respon pada vektor negative sementara itu pada sumbu z memiliki respon pada vekor positif. Akan tetapi, kedua sumbu tersebut memiliki rentang skala yang sama yakni berkisa 20- 30. Uji coba putar yang dilakukan menghasilkan nilai magnetometer yang merupakan hasil resultan pada sumbu y dan sumbu z menjadi lebih dominan.
Gambar 16 Hasil perekaman sensor magnetometer pada uji putar d. Sensor tekanan Sensor tekanan pada saat pengukuran uji putar diperoleh hasil seperti pada Gambar 17. Tekanan pada saat pengukuran menjadi meningkat selama pengukuran hal ini dikarenakan terjadinya peningkatan suhu komponen pada saat pengukuran. Perubahan tekanan akan berbanding lurus dengan perubahan suhu (Krisdato et al 2011). Perubahan suhu yang terjadi dikarenakan adanya pemanasan komponen selama alat dalam keadaan aktif atau menyala.
Gambar 17 Hasil perekaman sensor tekanan pada uji putar
19 Kinerja Alat Kinerja alat dilihat dari sejauh mana alat merepresentasikan perubahan fisik yang ada. Kinerja alat difokuskan pada sumbu z dari sensor percepatan, dengan asumsi bahwa nilai gelombang akan dilihat berdasarkan tinggi gelombang dan periodenya sehingga sumbu yang memberikan respon yang signifikan yakni sumbu z. Respon pengukuran alat dapat dilihat pada Gambar 18 dimana nilai yang ditunjukkan dapat dilihat bahwa alat mendekati nilai amplitudo pada saat pengujian yaitu 1 m. Rata-rata amplitude yang diukur adalah 0.95 m. Riyadi et al (2010) menunjukan bahwa setiap sumbu pada sensor percepatan akan memberikan nilai yang berbeda dengan hasil respon yang terbaik berada pada sumbu yang diuji.
waktu
Gambar 18 Respon sensor terhadap perubahan posisi buoy Pengujian dilakukan menggunakan sistem rotar seperti roda. Hasil yang dilihat seperti pada Gambar 18 menunjukan bahwa terjadi keragaman pada setiap pengukuran dimana titik maksimum data tidak selalu menunjukan nilai maksimum ataupun minimum yang sama. Selain itu, secara langsung dapat dilihat perbedaan kerapatan pola gelombang yang diukur. Hal ini dikarenakan perlakuan beda kecepatan pada setiap pengukuran yang dilakukan. Perbedaan ini dapat diintepretasikan langsung oleh alat dalam bentuk kerapatan dari setiap gelombang yang dihasilkan. Perubahan ini dapat ditentukan nilainya dengan melihat nilai power spektral densitasnya seperti Gambar 19. 4.96 detik
Amplitudo
2.91 detik
Periode (detik) Gambar 19 Fast Fourier Transform (FFT) gelombang uji lab
20 Nilai spektral yang ditunjukan merupakan hasil yang ditampilkan dalam domain frekuensi nilai FFT yang diperoleh disajikan dalam bentuk gambar grafik sebagai bentuk representasi dari nilai power spetral. Berdasarkan Gambar 19 menujukkan nilai spectral tertinggi terbagi kedalam dua periode yang berbeda yaitu 2.91 detik dan 4.96 detik. Akurasi Data Nilai yang yang direkam oleh alat dilakukan analisis kesalahan untuk melihat sejauh mana penyimpangan dari pengukuran yang dilakukan. Dikarenakan ada dua perlakuan yang dilakukan pada saat uji coba maka diperoleh nilai kesalahan yang berbeda seperti yang terlihat pada Gambar 20a dan 20b. Kesalahan yang terjadi pada kecepatan yang rendah yaitu frekuensi yang lebih kecil memiliki varian yang lebih kecil. Gambar 20a menunjukan bahwa nilai simpangan terkecil ditunjukan pada puncak maupun lembah dari gelombang yaitu sebesar 0.01 m. Hal ini menunjukan bahwa nilai yang diukur pada saat titik puncak maupun titik lembah hampir selalu sama. Akan tetapi, berbeda dengan nilai pada bagian daerah transisi dengan kesalahan yang diperoleh berbeda sebesar 0.07 m dibandingkan pada titik puncak maupun lembah. Selain nilai kesalahan yang terukur, pada periode 2.91 detik jumlah pencuplikan yang dilakukan untuk frekuensi ini yaitu sebanyak 12 kali pencuplikan untuk satu periode gelombang. Perbedaan pada kondisi kedua akibat perbedaan kecepatan pada saat uji putar, kesalahan hasil pengukuran dapat dilihat pada Gambar 20b. Nilai kesalahan yang terjadi pada kondisi ini hampir sama seperti pada Gambar 20a untuk pengukuran pada titik puncak ataupun lembah dari gelombang yaitu dengan nilai berkisar 0.01 m – 0.07 m. Nilai sebaran yang berbeda pada setiap pengukuran alat terjadi pada daerah kemiringan dari grafik. Nilai kesalahan yang lebih besar menunjukan rentang pengukuran alat yang lebih besar jika kita melakukan pengukuran dengan periode yang lebih besar.
Puncak Kemiringan (a)
(b)
Gambar 20 a.Kesalahan pada periode 2.91 detik b.Kesalahan pada periode 4.96 detik
21 Uji Lapang Hasil uji lapang berdasarkan padar sensor percepatan sumbu z, hal ini dikarenakan hasil dari sensor gyroscope, magnetometer dan tekanan tidak terlalu memberikan pengaruh tehadap tinggi gelombang. Hasil dari pengukuran alat dapat dilihat pada Gambar 21 dengan lama perekaman data yang dilakukan selama 24 jam. Pengujian tinggi gelombang dilautan memiliki banyak faktor pembangkit, sehingga dalam perkaman data dapet diperoleh beberapa gelombang yang berbeda tergantung pembangkitnya yang menjadi satu nilai pengukuran. Gambar 21 menunjukan bahwa hasil gelombang permukaan dilaut tidak sesederhana gelombang sinusoidal (Stewart 2002). Gelombang permukaan yang diperoleh merupakan gabungan dari gelombang acak yang bervariasi berdasarkan panjang gelombang dan periodenya. Gelombang hasil pengukuran seperti pada Gambar 21.
Gambar 21 Hasil Pengukuran Tinggi Gelombang di Teluk Palabuhan Ratu Perbedaan dari gelombang yang bekerja pada perekaman dilakukan melalui fourier transform untuk melihat sejauh mana periode yang mampu terekam oleh alat. Spekterum gelombang permukaan dari Gambar 21 akan mendistribusikan periode akan meditribusikan gelombang permukaan yang terukur menjadi energi gelombang yang berbeda berdasarkan frekuensi ataupun periode dari panjang gelombang seperti yang diperlihatkan Gambar 22. Stewart (2002) menyebutkan bahwa spektrum akan memberikan distribusi energi gelombang berdasarkan frekuensi gelombang dari panjang gelombang yang ada dipermukaan laut. Spektrum yang dihasilkan dari pengolahan FFT seperti yang terlihat pada Gambar 22 menujukan bahwa selama perekaman terdapat 4 periode gelombang yang signifikan yang diperoleh selama pengukuran. Keempat periode tersebut akan yaitu 1 detik, 3.37 detik, 1.20 jam dan 12 jam selanjutnya dikelompokan berdasarkan gelombang pembangkitkanya yang dilihat dari periode gelombang tersebut. Periode 1 detik dan 3.37 detik dikelompokan menjadi gelombang angin berdasarkan pembagian kelompok yang ditunjukan pada Tabel 4 dikarenakan masih termasuk kedalam gelombang dengan periode antara 10-1-15 detik. Periode 1.2 jam pada Gambar 22 dikelompokan menjadi gelombang variasi angin (Seiche). Periode 12 jam dikelompokan menjadi gelombang pasang surut, dikarenakan masuk kedalam gelombang dengan periode 12 jam - 24 jam.
22 Tabel 4. Gelombang, mekanisme fisik dan periode Tipe Gelombang
Mekanisme Fisik
Periode
Gelombang kapiler Gelombang angin Alun Surf beat Sieche Pasang surut
Tekanan permukaan Sapuan angin, grafitasi Gelombang angin Kumpulan gelombang Variasi angin Gravitasi bulan dan matahari, rotasi bumi
<10-1 detik <15 detik <30 detik 1-5 menit 10-2 jam 12-24 jam
Sumber : modifikasi Tirozi et al (2007) Selama waktu pengukuran dengan resolusi pengukuran data 8 Hz dapat dilihat bahwa secara keseluruhan pada Gambar 22 diperoleh bahwa selama pengukuran terdapat gelombang dengan periode dibawah 0.10 detik hingga lebih dari 12 jam. Alat yang digunakan telah mampu merekam data dengan periode kurang dari 1 detik dan mampu mengukur gelombang dengan periode lebih dari 12 jam.
Variasi angin (Seiche) 1.20 jam
Pasang surut
1 detik 3.37 detik
Surf beat
Gelombang angin Alun
Gelombang kapiler
Amplitudo
12 Jam
Periode (detik) Gambar 22 Fast Fourier Transform (FFT) Gelombang di Lapangan Kemunculan gelombang pada saat pengukuran berdasarkan periode yang yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 23. Nilai kemunculan berdasarkan periode dan waktu dari gelombang yang dihasilkan dapat terlihat dengan jelas berdasarkan skala CWT yang diberikan. Periode 1 detik dan 3.37 detik dari gelombang dapat dilihat pada Gambar 19 menunjukan nilai skala yang paling besar hingga mencapai nilai 1 (merah). Kejadian muncul gelombang tersebut dapat terlihat terjadi dua kali selama pengukuran yakni pada 15 agustus pukul 15:00 – 03:00 dan pada pukul 06:00-12.00. Terdapat waktu dimana periode tersebut tidak muncul yakni pada 15 agustus pukul 12:00-15:00 dan pada 16 agustus pukul 03:0006:00. Berdasarkan pengamatan yang terjadi jika dibandingkan dengan Gambar 21 maka pada waktu tersebut memiliki nilai ketinggian gelombang yang paling rendah. Selain itu, keajadian tersebut dapat disebabkan karena tidak adanya gaya pembangkit gelombang tersebut yaitu angin. Kemunculan gelombang dengan
23 periode 1.20 jam dari grafik FFT, jika dilihat berdasaran nilai CWTnya hingga mencapai skala 0.30, maka dapat ditentukan bahwa gelombang tersebut terjadi pada 15 agustus pukul 15:00-18:00. Kelompok gelombang dengan periode 1.20 jam, jika merujuk menurut Tirozzi et al (2002) maka diprediksi bahwa pada jam tersebut terjadi variasi angin akibat adanya perubahan cuaca. 1 detik
Periode (detik)
3.37 detik
1.20 jam 12 jam 15 Agustus 2015
16 Agustus 2015
Gambar 23 Continuous Wavelet Transform (CWT) gelombang di Lapangan Periode pasang surut yang memiliki rentang sekitar 12-24 jam berdasarkan analisis FFT yang dilakukan yaitu pada pengukuran gelombang yang dilakukan hanya terjadi pada gelombang dengan periode 12 jam. Akan tetapi, berdasarkan analisis CWT yang dilakukan (Gambar 23) dapat diketahi bahawa gelombang dengan periode tersebut terjadi selama rentang pengukuran yaiitu selama 24 jam, Skala yang ditunjukan oleh grafik CWT yang menunjukan angka mencapai 0.40 yakni berwana cyan. Perbedaan nilai skala warna 0-1 pada wavelet menunjukan nilai lokal spektral wavelet yang mendekati dengan nilai spektral dari fourier transfom berdasarkan Torrence dan Compo (1998). Pengolahan dengan CWT dapat memberikan gambaran dengan jelas mengenai waktu dan periode pengukuran gelombang. Akan tetapi, gambaran dari setiap gelombang yang dihasilkan dari pektrum gelombang yang besar belum dapat dilihat secara langsung. Dekomposisi dilakukan untuk melihat gambaran grafik gelombang yang diperoleh, hal ini dilakukan dengan melakukan filter data berdasarkan periode yang diperoleh. Hasil dekomposisi dari gelombang permukan dapat dilihat pada Gambar 23. Periode gelombang 1 detik dan 3.37 detik digambarkan dengan grafik yang hampir sama, tetapi memiliki perbedaan pada besar elevasi yang dihasilkan. Gambar 23 menunjukan bahwa gelombang 2 detik memiliki nilai ketinggian gelombang yang lebih besar dibandingkan dengan gelombang pada periode 3.37 detik. Pembangkit gelombang yang sama tidak selalu mengahasilkan nilai tinggi gelombang yang sama, walopun periode 1 detik dan 3.37 detik memiliki kelompok yang sama berdasarkan gelombang periode dan gelombang pembangkitnya, akan tetapi memiliki nilai tinggi yang berbeda. Periode 1.20 jam pada hasil pengukuran FFT dan CWT dapat ditunjukan pada
24 Gambar 24 sebagai gelombang yang non-periodical. Gelombang tersebut tidak pada setiap saat dan dapat berulang secara terus menerus. Periode ini dapat terjadi ketika terjadi anomali pada cuacai di lokasi pengukuran. Periode pasang surut yang dilihat pada Gambar 24 ditunjukan bahwa terjadi dua kali pasang dan dua kali surut selama pengukuran. Akan tetapi, tinggi puncak yang terjadi tidak sama. Nugraha dan Surbakti (2009) menyebutkan bahwa daerah teluk palabuhan ratu memiliki tipe pasang surut campuran dominan ganda dimana pada satu hari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan dengan tinggi yang berbeda, sehingga dapat dikatan bahwa pada alat yang dibuat dari Gambar 24 maka pasang surut yang diukur sebanding dengan penelitian tersebut yakni bertipe campuran dominan ganda.
WW : Wind Wave
WV : Wind Varian
Waktu
Gambar 24 Varian gelombang berdasarkan periode
4 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pengukuran tinggi gelombang dengan rancangan yang dibuat berfungsi dengan baik, mampu menyimpan data serta memiliki nilai akurasi yang tinggi. Analisa hasil pengukuran lapangan diperoleh empat gelombang yang signifikan yang terjadi di Teluk Palabuhan Ratu yaitu gelombang periode 1 detik, 3.37 detik, 1.20 jam dan 12 jam.
25 Saran Keterbatasan waktu pengambilan data yang dilakukan pada saat penelitian dikarenakan oleh penggunaan power supply yang sedikit. Penggunaan power supply yang lebih besar dan recharger akan memberikan waktu pengamatan menjadi lebih lama. Selain itu, penggunaan teknologi telemetri akan lebih memberikan hasil pengukuran yang real time sehingga data yang diperoleh menjadi lebih baik dan lebih sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
26
DAFTAR PUSTAKA Breiner S. 1999. Applications Manual For Portable Magnetometers. Geometrics California Bouferrouk A, Saulnier J-B, Smith GH, Johanning L. 2016. Field measurements of surface waves using a 5-beam ADCP. Ocean Engineering. 112:173-184 Christensen KH, Röhrs J, Ward B, Fer I, Broström G, Saetra Ø, Breivik Ø. 2013. Surface wave measurements using a ship-mounted ultrasonic altimeter. Methods in Oceanography. 6:1-15 Dunbar AJ, Craven BA, Paterson EG. 2015. Development and validation of a tightly coupled CFD/6-DOF solver for simulating floating offshore wind turbine platforms. Ocean Engineering. 110:98-105 Earl W. 2014. ADXL345 Digital Accelerometer. Adafruit Learning System. [internet] [diunduh 2015 Juli 17]. Tersedia pada : https://learn.adafruit.com/adxl345-digital-accelerometer Group W. 2000. A Matlab toolbox for analysis of random waves and loads. Lund University, Lund Institute of Technology, Centre for Mathematic Sciences, Mathematical Statistics. Holthuijsen LH. 2007. Waves in oceanic and coastal waters. Cambridge University Press. Indris M, Jaya I. 2014. Pengembangan Data Logger Suhu Air Berbiaya Rendah. Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. 5(1):95-108 Jordán MA, Beltrán-Aguedo R. 2004. Nonlinear identification of mooring lines in dynamic operation of floating structures. Journal of Ocean Engineering. 31(3):455-482 Krogstad HE, Barstow SF, Aasen SE, Rodriguez I. 1999. Some recent developments in wave buoy measurement technology. Coastal engineering. 37(3):309-329 Li J-G, Saulter A. 2012. Assessment of the updated Envisat ASAR ocean surface wave spectra with buoy and altimeter data. Remote Sensing of Environment. 126:72-83 Mathews JH, Fink KD. 2004. Numerical methods using MATLAB fourth Edition. Prentice hall Upper Saddle River, New Jersey. Miles MD, Mansard E, Vandall T, Phillips R. 2003. TRIAXYS Directional Wave Buoy. Canadian Coastal Conference 2003. [internet] [diunduh 2016 September 13]. Tersedia pada : http://axystechnologies.com/wpcontent/uploads/2014/04/TRIAXYS-Directional-Wave-Buoy-Miles.pdf Mitsuyasu H, Tasai F, Mizuno S, Ohkusu M, Honda T, Rikishi K. 1975. Obsevation of the directional spectrum of ocean wave using a cloverleaf buoy. Journal of physic Oceanografi. 5(4):750-760 Munson BR, Young DF, Okiishi TH. 2003. Mekanika Fluida. Erlangga Nugraha R, Surbakti H. 2009. Simulasi pola arus dua dimensi di perairan teluk pelabuhan ratu pada bulan September 2004. Jurnal Kelautan Nasional. 4(1):48-55 Pandian PK, Emmanuel O, Ruscoe J, Side J, Harris R, Kerr S, Bullen C. 2010. An overview of recent technologies on wave and current measurement in
27 coastal and marine applications. Journal of Oceanography and Marine Science. 11(1):1-10 Pandu W, Djamaludin R. 2009. The Indonesian Tsunami Buoy Development Program. Prosiding Seminar ISOI 2009. 284-295 Patra SK, Jena BK. 2013. Inter-comparison of wave measurment by accelerometer and GPS wave buoy in shallow water off Cuddalore, east coast of India. Journal of Geo-Marine Sciences. 43(1):45-49 Riyadi M, Wahyudi, Setiawan I. 2010. Pendeteksi Posisi Menggunakan Sensor Accelerometer MMA7260Q Berbasis Mikrokontroler Atmega 32. Jurnal Transmisi. 12(2):76-81 Sarlak H, Seif MS, Abbaspour M. 2010. Experimental investigation of offshore wave buoy performance. International Journal of Maritime Technology. 6(11):0-0 Sasaki W, Iwasaki S, Matsuura T, Iizuka S, Watabe I. 2005. Changes in wave climate off Hiratsuka, Japan, as affected by storm activity over the western North Pacific. Journal of Geophysical Research: Oceans (1978–2012). 110(C9) Stewart RH. 2002. Introduction to physical oceanography. Texas A & M University. Tirozzi B, Puca S, Pittalis S, Bruschi A, Morucci S, Ferraro E, Corsini S. 2007. Neural networks and sea time series: reconstruction and extreme-event analysis. Springer Science & Business Media. Torrence C, Compo GP. 1998. A Practical Guide to Wavelet Analysis. Bulletin of the American Meteorological Society. 79(1):61-78 Yadav N, Cris B. 2014. Accurate Orientation Estimation Using AHRS under Conditions of Magnetic Distortion. Journal Sensor. 4(1):20008-20024 Young HD, Freedman RA. 2007. Univesity Physics 12th edition with modern physics. Pearson Aditional - Wesley Walker J, David H, Robert R. 2008. Fundamental of Physics. Hoboken NJ
28
29
LAMPIRAN
30 Lampiran 1 skrip matlab pengolahan data clear; close all; clc; %----------------------------------------------------------------%------------------------------input data------------------------load ('gabung.txt'); data = gabung; time = data(:,1); %-----------------------------Jumlah Data--------------------------------Z = 1; %jam keA = 8*60*60*Z; %batas data pertama G = (8*60*60)*12; %selang B = A+G; %---------------------------Pembagian Data----------------------accZ = data(A:B,5); %--------------------------------------------------------------%--------------------------Konversi Data-------------- ----------C = accZ*9.81; %mengubah ke satuan m/s2 D = (C*((1/8)^2));%mengubah ke satuan meter E = D; %mengubah ke satuan cm F = E-(min(E)); %----------------------------------------------------------------%-----------------------Menghilangkan Data error-----------------idx=find(F>=2.5 | F<=0.2); F(idx)=0; for i=2:size(F)-1 awal = F(i-1); akhir = F(i+1); if (F(i)==0) F(i)=(awal+akhir)/2; else F(i)=F(i); end end n = length(F); s1=5; s2=s1-1; a=1; b=1; for c=1:s1:n-1; d=c+s2; H(a)=4*(std(F(c:d))); b=d+1; a=a+1; end %waktu---Xmin=datenum(2015,8,15,12,0,0); Xmax=datenum(2015,8,16,12,0,0); X = linspace(Xmin,Xmax,length(F));
31 Lampiran 1. Lanjutan XX=X'; rerata=mean(F); fluk=F-rerata; figure(1) subplot(211); %ploting data asli plot(X,F); datetick('x','mm/dd HH:MM'); xlabel('waktu'); ylabel('Elevasi (m)'); grid on title ('Grafik Gelombang ','fontweight','bold'); subplot (212); %ploting data fluktuasi plot (X,fluk,'g');datetick('x','mm/dd HH:MM'); xlabel('waktu'); ylabel('Elevasi (m)'); grid on title ('Grafik Gelombang (fluktuasi)','fontweight','bold'); %fft------------------figure(2) t=(1:2557); [a,b,yfit] = Fseries(XX,F,6,true); plot(XX,F,'g','LineWidth',1); %grafik data hold on plot(XX,yfit,'r','LineWidth',1) %grafik data yang telah di fitting dengan deret fourier datetick('x','mm/dd HH:MM') xlabel('Waktu'); ylabel('Elevasi (m)'); grid on title ('Grafik Gelombang','fontweight','bold') % Plot Fast Fourier Transform (FFT) figure (3); Nsampl=length(F); Fs=8;%frekuensi sampling data (periode =1 hari; f=1/periode=1/1=1) tdata=(1/Fs)*(1/Nsampl); yfft=abs(fft(F)); yfft = yfft(1:Nsampl/2); ftime = Fs*(0:Nsampl/2-1)/Nsampl; semilogx(ftime,yfft,'r','linewidth',1); xlabel('cycle/second (Hz)'); ylabel('amplitude'); grid on title ('Grafik FFT Gelombang','fontweight','bold') %%PSD y=reshape(F,length(F),1); ny=length(y); ny2=round(ny/2); exp1=0; exp2=round(log2(ny2))+1; inter=20; j=0; k0=5.4; for m=exp1:exp2-1; jj=inter-1;
32 Lampiran 1. Lanjutan for n=0:jj; a=2^(m+n/inter); j=j+1; aa(j)=a; end; end; a=2^exp2; aa(j+1)=a; omega0=1/2*(k0./aa+sqrt(2+k0*k0)./aa); period=1./omega0*2*pi; aa=aa'; period=period'; y=y'; y=(y-mean(y))/std(y); k0=5.4; dt=1; n1=length(y); base2=fix(log(n1)/log(2)+0.4999); if(2^base2-n1 < 0) base2=base2+1; end; x=[y,zeros(1,2^base2-n1)]; y=y'; n=length(x); k=[1:fix(n/2)]; k=k.*((2.*pi)/(n*dt)); k=[0., k, -k(fix((n-1)/2):-1:1)]; f=fft(x); scale=aa; J=length(aa); wave=zeros(J,n); wave=wave+i*wave; nn=length(k); for a1=1:J; expnt=-(scale(a1).*k - k0).^2/2.*(k > 0.); norm=sqrt(scale(a1)*k(2))*(pi^(-0.25))*sqrt(nn); daughter=norm*exp(expnt); daughter=daughter.*(k>0.); wave(a1,:)=ifft(f.*daughter)/sqrt(scale(a1)); end; wave=wave(1:J,1:n1); wave1=wave'; pwr=sum(abs(wave1(1:181,:))); freq=flipud(1./period); pwr=fliplr(pwr); % %Plot Power Spectral Density (PSD) figure(4); semilogx(freq,pwr);
33 Lampiran 1. Lanjutan xlabel('Frequency, (cycle/second)'); ylabel('Power Density (m)^2/cps'); grid on; title ('PSD Gelombang','fontweight','bold') %Grafik Continous Wavelet Transform figure (7); tt=(1:361); contourf(X,tt,(abs(wave)),30); datetick('x','mm/dd HH:MM'); shading flat; %mesh(abs(wave)); view(0,-90); for k=1:exp2+1; exponent=k-1; brol=abs(period-2^exponent); [x1,x2]=min(brol); yyyy(k)=x2; yyyylab(k)=2^exponent; end; set(gca,'yTick',yyyy,'yTickLabel',yyyylab,'FontSize',12); ylabel('period (day)','FontSize',12); title('CWT angin meridional Pada Perairan Mindanao','FontSize',12); caxis([0,1]); colorbar('eastoutside'); %Low pas filter cutoff_lowpass=0.0001; %cut-off untuk lowpass filter (60 hari) nyquist_freq = Fs/2; % Nyquist frekuensi Wn=cutoff_lowpass/nyquist_freq; % non-dimensional frequency [filtb,filta]=butter(1,Wn,'low'); low_pass=filtfilt(filtb,filta,F); % filter data dengan zero phase figure(8)%plot data suhu yang telah difilter low pass plot(X,F,'g','LineWidth',1); datetick('x','mm/dd HH:MM') xlabel('waktu'); ylabel('Elevasi (m)'); grid on hold on plot(X,low_pass,'k','LineWidth',0.5); xlabel('waktu'); ylabel('Elevasi (m)'); grid on hold off title ('Low Pass Filter Gelombang','fontweight','bold') %% %High pass Filter cutoff_highpass=1/20; %cut-off untuk highpass filter (20 hari) nyquist_freq = Fs/2; % Nyquist frekuensi Wm=cutoff_highpass/nyquist_freq; % non-dimensional frequency [filtb1,filta1]=butter(1,Wm,'high'); high_pass=filtfilt(filtb1,filta1,F); % filter data dengan zero phase
34 Lampiran 1. Lanjutan figure(9)%plot data suhu yang telah difilter high pass plot(X,fluk,'b','LineWidth',1.25); datetick('x','mm/dd HH:MM') xlabel('waktu'); ylabel('Elevasi (m)'); grid on hold on plot(X,high_pass,'r','LineWidth',0.5); xlabel('waktu'); ylabel('Elevasi (m)'); grid on hold off title ('High Pass Filter Gelombang ','fontweight','bold') %% %Bandpass filter figure (10) plot(X,fluk); datetick('x','mm/dd HH:MM'); xlabel('waktu'); ylabel('Elevasi (m)'); grid on hold on % INTER-ANNUAL BANDPASS first=1; second=16; somme=sum(real(wave(1:length(aa),:))); filtrage=sum(real(wave(first:second,:))); standard=std(somme); filtrage=filtrage/standard; plot(X,filtrage,'r'); datetick('x','mm/dd HH:MM'); grid on; hold on; % ANNUAL BANDPASS first2=17; second2=90; somme2=sum(real(wave(1:length(aa),:))); filtrage2=sum(real(wave(first2:second2,:))); standard2=std(somme2); filtrage2=filtrage2/standard2; plot(X,filtrage2,'c'); datetick('x','mm/dd HH:MM'); grid on; hold on; % SEMI-ANNUAL BANDPASS first3=146; second3=147; somme3=sum(real(wave(1:length(aa),:))); filtrage3=sum(real(wave(first3:second3,:))); standard3=std(somme3); filtrage3=filtrage3/standard3; plot(X,filtrage3,'k'); datetick('x','mm/dd HH:MM'); grid on; hold on; % INTRA-SEASONAL BANDPASS
35 Lampiran 1. Lanjutan first4=110; second4=111; somme4=sum(real(wave(1:length(aa),:))); filtrage4=sum(real(wave(first4:second4,:))); standard4=std(somme4); filtrage4=filtrage4/standard4; plot(X,filtrage4,'g') datetick('x','mm/dd HH:MM'); grid on; hold off;
36
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Garut, 13 September 1989 dari Ayah Enan Munandar dan Ibu Rukiah. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara. Tahun 2003-2006 Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 4 Bogor. Pada tahun 2006 Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur masuk USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan tahun 2007 diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama kuliah di Institut Pertanian Bogor, penulis menjadi Asisten Luar Biasa mata kuliah Dasar-Dasar Instrumentasi Kelautan tahun ajaran 2008-2009, tahun ajaran 2009-2010 dan tahun ajaran 20102011, dan Asisten Luar Biasa mata kuliah Instrumentasi Kelautan tahun ajaran 2009-2010, tahun ajaran 2010-2011 dan tahun ajaran 2011-2012. Selain itu, penulis juga aktif dalam organisasi BEMC (Badan Eksekutif Mahasiswa FPIK) sebagai anggota divisi Sosial Lingkungan periode 2008-2009, HIMITEKA IPB sebagai anggota divisi kewirausahaan periode 2008-2009, HIMITEKA IPB sebagai anggota divisi hubungan luar dan komunikasi periode 2009-2010, dan MIT (Marine Instrument and Telemetry) sebagai anggota divisi hadware periode 2009-2010. Penulis menyelesaikan studi S1 dan lulus pada tahun 2012. Pada tahun 2013 penulis melanjutkan studi S2 dengan diterima di Program Studi Magister Teknologi kelautan, sekolah pascasarjana IPB. Untuk menyelesaikan studi di Institut Pertanian Bogor, penulis membuat tesis yang berjudul Rancang Bangun “Wave Buoy” Dan Analisis Pengukurannya (Sebagai Alat Pengukur Gelombang Permukaan Di Daerah Pesisir).