Rancang Bangun Sistem Transfer Video Real – Time pada Robot ITS - 01 Dimas Bayu Pradipta, Dr. Ir. Wirawan, DEA., Eko Setijadi, ST.,MT.,Ph.d. Jurusan Teknik Elektro - FTI, Kampus ITS, Sukolilo, Surabaya 60111
II. TEORI PENUNJANG
Abstrak— Teknologi robotika adalah salah satu teknologi yang sedang berkembang pesat di dunia. Banyak penelitian – penelitian yang membuat terobosan – terobosan baru setiap harinya untuk membuat robot yang semakin pintar dan canggih. Salah satu terobosan yang terkenal adalah teknik VSLAM pada sistem navigasi robot. VSLAM memungkinkan robot untuk dapat bergerak sendiri secara otomatis pada lingkungan yang tidak pernah dia kenali sebelumnya, melakukan fungsi lokalisasi, dan menggambar peta lingkungan tersebut sebagai titik acuan pergerakannya. Ada 2 jenis bentuk implementasi VSLAM,yaitu: RGB – D SLAM, dan Mono SLAM. RGB – D SLAM mempunyai peformansi yang sangat baik, namun membutuhkan komputasi yang berat, sedangkan Mono SLAM mempunyai performansi yang tidak sebaik RGB – D SLAM, namun kebutuhan komputasinya lebih ringan dibandingkan RGB – D SLAM. Tugas akhir ini menawarkan solusi implementasi RGB – D SLAM pada Robot ITS – 01, tanpa membebani robot untuk melakukan komputasi algoritmanya. Robot akan mengirimkan data – data video yang diperlukan oleh algoritma RGB – D SLAM kepada unit pemroses lain di jaringan (video RGB dan video Depth), dan unit pemroses akan memandu pergerakan robot berdasarkan peta yang telah dibuat. Media transmisi yang digunakan untuk fungsi tersebut adalah nirkabel dengan standar IEEE 802.11. Hubungan antara kondisi kanal propagasi dan performansi sistem transfer video tersebut akan diberikan dan dijelaskan pada tugas akhir ini.
2.1 Sistem Komunikasi Robot Pada era awal adopsi komunikasi robot nirkabel, teknologi infrared diterapkan dalam skala besar karena mempunyai biaya yang rendah. Namun, gelombang inframerah tidak dapat melewati rintangan (misalnya : dinding) dan mempunyai rate komunikasi dan kualitas yang buruk. Selanjutnya, teknologi frekuensi radio (RF) menjadi lebih disukai dalam desain komunikasi robot bergerak. Robot dapat berkomunikasi dengan perangkat – perangkat yang lain melalui link point – to – point atau dengan melakukan mekanisme penyiaran (broadcasting). Teknik modulasi Frequency Hopping Spread Spectrum (FHSS) dan Direct Sequence Spread Spectrum (DSSS) banyak diterapkan secara luas pada pita frekuensi ISM (Industrial Scientific Medical) karena memiliki lisensi yang bersifat bebas dan gratis di banyak negara. Proliferasi dari jaringan yang bersifat internet – like telah memotivasi para peneliti untuk menggunakan standar LAN nirkabel (IEEE 802.11x), Bluetooth, dan jaringan Ad – Hoc pada sistem komunikasi nirkabel robot bergerak. 2.2 Sistem Navigasi Robot Salah satu teknik navigasi robot yang populer saat ini adalah Simultaneous Localization and Mapping (SLAM). Teknik SLAM memungkinkan robot untuk dapat melakukan 2 hal untuk dirinya sendiri sekaligus secara bersamaan, yaitu : melakukan fungsi lokalisasi di tempat dimana dia berada, dan menggambar peta untuk dirinya sendiri di tempat dia berada tersebut. Ada banyak jenis implementasi teknik SLAM pada robot. Salah satu jenisnya adalah VSLAM (Visual – SLAM). VSLAM adalah teknik SLAM yang implementasinya hanya berdasarkan pada aspek visual dari robot. Artinya adalah, navigasi dari robot dipandu dari “penglihatan” robot itu sendiri. Teknik VSLAM ini terdiri dari 2 jenis lagi, yaitu : RGB – D SLAM, dan Mono SLAM.
Kata kunci— navigasi robot, SLAM, transmisi video real – time
I. PENDAHULUAN
R
obot ITS – 01 adalah robot otomatis yang digunakan untuk aplikasi pelayanan dan kemanan pada Gedung Pusat Robotika ITS. Untuk aplikasi pelayanan, robot dilengkapi dengan vacuum cleaner untuk melakukan pekerjaan pembersihan lantai gedung. Untuk aplikasi keamanan, robot dilengkapi dengan sensor inframerah dan algoritma deteksi manusia untuk melakukan pekerjaan patroli gedung. Lokasi operasi robot ITS – 01 untuk sementara adalah pada seluruh area lantai 1 di Gedung Pusat Robotika ITS. Tugas akhir ini masuk ke dalam topik komunikasi pada penelitian tersebut. Pada topik komunikasi, tugas akhir ini mengerjakan rancang bangun sistem transfer video real – time dari robot ke stasiun kontrol untuk mendukung sistem navigasi robot.
2.3 Standar IEEE 802.11 Standar IEEE 802.11 adalah salah satu standar komunikasi nirkabel yang banyak digunakan di dunia. Beberapa macam standar IEEE 802.11 itu antara lain : IEEE 802.11b, IEEE 802.11a, IEEE 802.11g, dan IEEE 802.11n. Perbedaan dari macam – macam standar yang dikeluarkan ini adalah pada alokasi frekuensi kerja (2.4 Ghz untuk 802.11b/g/n, dan 5 Ghz untuk 802.11a/n) , skema modulasi yang digunakan, dan kecepatan transmisi data yang ditawarkan. Pada tabel berikut akan diberikan perbandingan 1
kecepatan transmisi data yang ditawarkan untuk masing – masing standar.
dimana n adalah eksponen path loss, d adalah jarak antenna pemancar dan penerima, dan adalah jarak referensi, dan adalah suatu variable acak terdistribusi gaussian dengan rata – rata nol dan standar deviasi σ.
Tabel 1 Perbandingan kecepatan transmisi data yang ditawarkan oleh masing – masing standar IEEE 802.11 Ragam standar IEEE 802.11 Kecepatan transmisi data maksimal IEEE 802.11b 11 Mbps IEEE 802.11a 54 Mbps IEEE 802.11g 54 Mbps IEEE 802.11n 600 Mbps
2.5 TCP/IP TCP/IP (Transmission Control Protocol/Internet Protocol) adalah standar komunikasi data yang digunakan oleh komunitas internet dalam proses tukar-menukar data dari satu komputer ke komputer lain di dalam jaringan Internet. Protokol ini tidaklah dapat berdiri sendiri, karena memang protokol ini berupa kumpulan protokol (protocol suite). Protokol ini juga merupakan protokol yang paling banyak digunakan saat ini. Data tersebut diimplementasikan dalam bentuk perangkat lunak (software) di sistem operasi. Istilah yang diberikan kepada perangkat lunak ini adalah TCP/IP stack. Seperti pada perangkat lunak, TCP/IP dibentuk dalam beberapa lapisan (layer). Dengan dibentuk dalam layer, akan mempermudah untuk pengembangan dan pengimplementasian. Antar layer dapat berkomunikasi ke atas maupun ke bawah dengan suatu penghubung interface. Tiap-tiap layer memiliki fungsi dan kegunaan yang berbeda dan saling mendukung layer diatasnya.
2.4 Model Propagasi Dalam Ruang (Indoor) Penelitian mengenai propagasi dalam ruang (indoor) telah banyak dilakukan, baik secara eksperimental, maupun secara teoritis. Hasil dari penelitian tersebut menghasilkan beberapa model – model propagasi indoor. Model – model tersebut bertujuan untuk menunjukkan beberapa karakteristik propagasi dalam ruang, seperti temporal fading, atau interfloor losses. Model Path Loss Log Distance Pada lingkungan propagasi indoor maupun outdoor, nilai rata – rata path loss skala besar antara pemancar dan penerima direpresentasikan sebagai fungsi jarak dengan menggunakan eksponen path loss n. Nilai n ini bergantung pada kondisi lingkungan propagasi yang ada antara pemancar dan penerima. Kondisi lingkungan propagasi yang dimaksud adalah seperti, tipe material bangunan, arsitektur dari bangunan, dan lokasi dari bangunan. Semakin kecil nilai n maka semakin kecil pula nilai path loss. Nilai n bervariasi dari 1.2 (efek waveguide) sampai 8. Sebagai contoh, pada kondisi lingkungan propagasi free space, nilai n = 2. Namun ketika terdapat penghalang, n akan mempunyai nilai yang lebih besar. Rumus model path loss log – distance
2.6 Performansi Jaringan dan Sistem Performansi jaringan dari sistem transmisi video dilihat dari beberapa parameter, yaitu : packet loss, throughput, packet delay, jitter, dan frame/detik. Nilai throughput didapatkan dengan melakukan pengukuran menggunakan bantuan perangkat lunak seperti wireshark. Sedangkan nilai parameter performansi yang lain didapatkan dengan melakukan pengukuran kemudian melakukan perhitungan. Nilai packet loss dihitung dengan menggunakan rumus : (3) dimana A adalah banyaknya paket, dan B adalah banyaknya paket yang diterima di sisi klien.
(1) dimana n adalah eksponen path loss, d adalah jarak antenna pemancar dan penerima, dan adalah jarak referensi.
Nilai packet delay dihitung dengan menggunakan rumus :
(4) dimana n adalah jumlah paket, dan RTT adalah waktu yang diperlukan paket data untuk sampai di penerima.
Model Path Loss Log Normal Shadowing Efek shadowing acak yang terjadi pada banyak lokasi pengukuran yang mempunyai jarak pemancar – penerima yang sama, namun mempunyai kondisi propagasi yang berbeda, sehingga memberikan hasil pengukuran yang berbeda, direpresentasikan sebagai suatu bilangan acak terdistribusi log normal. Fenomena ini disebut juga sebagai log – normal shadowing. Hal ini mengindikasikan bahwa perhitungan path loss dengan menggunakan metode log distance tidak lagi cukup, karena terdapat variasi acak pada nilai daya yang diukur pada jarak yang sama akibat adanya efek shadowing. Oleh karena itu, rumus path loss dengan tambahan efek shadowing menjadi :
Nilai jitter dihitung dengan menggunakan rumus :
(5) dimana n adalah banyaknya nilai paket delay. Nilai frame/detik dihitung dengan menggunakan rumus :
(6) (2) 2
dan ITS_200.51_11. Kemudian, di sepanjang jalur operasi robot tersebut, diambil titik - titik sample pengukuran sebanyak 25 titik. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan komputer Robot ITS – 01 (Fujitsu T580), wireless adapter TP – Link TLWN7200D, software TP – Link wireless utility, access point WRT160N, dan prototype tiruan rangka Robot ITS – 01. Nilai daya terima yang diperoleh dari hasil pengukuran kemudian akan dibandingkan dengan nilai daya terima hasil perhitungan dengan menggunakan model path loss log distance (n = 2 hingga n = 6), dan path loss log normal shadowing (nilai n = 3 hingga n = 6, dan = 6.7 dB). Nilai jarak untuk proses perhitungan antara titik sample dengan access point didapatkan dengan menggunakan bantuan denah gedung pusat robotika ITS dan software Autocad. Nilai perbandingan didapatkan dengan cara menghitung nilai MSE dari masing – masing nilai daya terima. Setelah dilakukan pengukuran, dilakukan kalibrasi terhadap alat ukur yang digunakan. Tujuan proses kalibrasi ini adalah untuk mendapatkan referensi nilai MSE paling kecil antara alat ukur dengan model propagasi pada lingkungan propagasi yang mempunyai karakteristik yang paling mendekati model propagasi. Proses kalibrasi tersebut adalah dengan mengukur nilai daya terima access point WAP160N di lingkungan propagasi yang LOS, kemudian dari nilai yang diperoleh dibandingkan dengan nilai daya terima hasil perhitungan dengan menggunakan model path loss log distance dengan nilai n = 2. Nilai perbandingan didapatkan dengan cara menghitung nilai MSE dari masing – masing nilai daya terima. Proses kalibrasi dilakukan di Gedung B Teknik Elektro ITS, lantai 3, dengan jarak transmitter dan receiver 5m, 10m, 15m, 20m, 25m, 30m, 40m, dan 45m.
III. PERANCANGAN SISTEM 3.1 Metode Penelitian Mulai
1
2
Identifikasi sistem navigasi yang digunakan Robot ITS - 01
Pengukuran propagasi Access Point di Gedung Robotika ITS
Pengukuran performansi sistem transfer video
Mendapatkan requirement dari sistem transfer video untuk sistem navigasi pada Robot ITS – 01
Analisa data propagasi
Mendapatkan sistem transfer video yang sesuai dengan requirement
Implementasi sistem yang didapatkan pada Robot ITS - 01
Penarikan kesimpulan
1
2
Selesai
Analisa data performansi
Gambar 1 Metode Penelitian 3.2 Requirement Sistem Transfer Video Untuk mendukung sistem navigasi RGB – D VSLAM, sistem transfer video harus mengirimkan data video RGB dan data video depth uncompressed dari sensor kamera Robot ITS – 01 (Kinect Xbox 360) dengan resolusi masing – masing adalah 640x480 dan 320x240. Arsitektur sistem transfer video ditampilkan pada gambar 1 berikut. Access point
Router Komputer kontrol Robot ITS - 01 Wireless Adapter Sensor Video RGB & Video Depth Robot ITS - 01
Access point
Gambar 2 Arsitektur sistem transfer video TP – Link Wireless Adapter
3.3 Sistem Transfer Video Untuk memenuhi requirement dari sistem transfer video, digunakan program KinectTCP Server dan KinectTCP Client yang bertugas untuk mengirimkan dan menerima data video yang diperlukan. KinectTCP Server dieksekusi pada Robot ITS – 01, sedangkan KinectTCP Client dieksekusi pada komputer kontrol robot. KinectTCP Server dibangun dengan menggunakan program Microsoft Visual C# 2010 Express Edition dan API Microsoft Kinect SDK v.1.0 beta 2. Sedangkan KinectTCP Client dibangun dengan menggunakan program Netbeans 6.9.1. Berdasarkan program KinectTCP Server, ukuran frame untuk data video RGB adalah 921608 byte, sedangkan ukuran frame untuk data depth adalah 460808 byte.
ITS_200.51_13/11 Access Point
Robot ITS - 01
Gambar 3 Skema pengukuran propagasi access point 3.5 Pengukuran Performansi Sistem Transfer Video Pengukuran performansi sistem transfer video mempunyai lokasi yang sama dengan pengukuran propagasi access point. Hanya saja pada pengukuran performansi ini dilakukan klasifikasi kondisi kanal pada nilai daya terima dari hasil pengukuran propagasi. Klasifikasi yang dimaksud dijelaskan pada tabel 2. Kemudian diambil 1 titik sample untuk setiap jenis klasifikasi kondisi kanal pada masing – masing access point. Sehingga didapatkan 8 titik pengukuran performansi sistem transfer video. Skema pengukuran performansi ditampilkan pada gambar 5. Pengukuran performansi dilakukan selama 30 detik untuk masing – masing titik pengukuran dan dengan menggunakan bantuan software wireshark yang terinstal pada komputer kontrol robot. Data hasil pengukuran kemudian digunakan
3.4 Pengukuran Propagasi Access Point Pengukuran propagasi dilakukan pada access point yang berada pada jalur operasi Robot ITS – 01 pada Gedung Pusat Robotika ITS lantai 1. Di sepanjang jalur operasi robot, terdapat 2 buah access point dengan SSID ITS_200.51_13 3
untuk menghitung parameter – parameter performansi yang telah dijelaskan pada teori penunjang.
n = 4 pada access point ITS_200.51_11.
Tabel 2 Klasifikasi kondisi kanal Kondisi Kanal Kekuatan sinyal Daya terima Nirkabel Excellent >73% > -61 dBm Good Fair
47% - 73% 26% - 47%
Poor
< 26%
Gambar 5 Grafik hasil kalibrasi wireless adapter TP – Link TLWN7200D
-71 dBm - -61dBm -79 dBm - -71 dBm < -79 dBm
Router TP – Link Wireless Adapter
ITS_200.51_13/11 Access Point
Robot ITS - 01
Komputer kontrol
Gambar 6 Grafik perbandingan nilai daya terima pengukuran dengan nilai daya terima perhitungan dengan menggunakan model path loss log distance pada access point ITS_200.51_13
Gambar 4 Skema pengukuran performansi sistem transfer video IV. ANALISA DATA 4.1 Hasil Pengukuran Propagasi Hasil pengukuran propagasi direpresentasikan pada gambar 5 hingga gambar 9. Pada gambar 5, ditampilkan plot grafik hasil pengukuran dan hasil perhitungan daya terima dengan menggunakan model path loss log distance (n = 2) untuk kalibrasi alat ukur. Hasil analisa nilai MSE pada kalibrasi ini adalah sebesar 23.59 Pada gambar 6 dan gambar 7, ditampilkan plot grafik hasil pengukuran dan hasil perhitungan daya terima dengan menggunakan model path loss log distance (n = 2 hingga n = 6) untuk access point ITS_200.51_13 dan ITS_200.51_11. Hasil analisa nilai MSE paling kecil yang didapat adalah sebesar 75.28 pada nilai n = 4 pada access point ITS_200.51_13, dan 70.63 pada nilai n = 4 pada access point ITS_200.51_11. Pada gambar 8 dan gambar 9, ditampilkan plot grafik hasil pengukuran dan hasil perhitungan daya terima dengan menggunakan model path loss log normal shadowing (n = 3 = 6.7 dB) untuk access point hingga n = 6, ITS_200.51_13 dan ITS_200.51_11. Hasil analisa nilai MSE paling kecil yang didapat adalah sebesar 138.65 pada nilai n = 5 pada access point ITS_200.51_13, dan 110.65 pada nilai
Gambar 7 Grafik perbandingan nilai daya terima pengukuran dengan nilai daya terima perhitungan dengan menggunakan model path loss log distance pada access point ITS_200.51_11
4
Pada gambar 13, didapat nilai frame/detik paling besar untuk data video RGB adalah 1.76 frame/detik pada kondisi kanal excellent, dan nilai frame/detik paling kecil adalah 0.26 frame/detik pada kondisi kanal poor. Sedangkan untuk data video depth, nilai frame/detik paling besar adalah 6.42 frame/detik pada kondisi kanal excellent, dan nilai frame/detik paling kecil adalah 1.32 frame/detik pada kondisi kanal poor. Jika dilakukan analisa performansi sistem pada kedua jenis data, data video depth mempunyai nilai performansi yang lebih baik jika dibandingkan data video RGB. Hipotesa ini dibuktikan pada nilai packet loss yang lebih kecil, nilai throughput yang lebih besar, nilai packet delay yang lebih kecil, nilai jitter yang lebih kecil, dan nilai frame/detik yang lebih besar pada masing – masing kondisi kanal, pada data video depth jika dibandingkan dengan data video RGB. Hal ini disebabkan karena data video depth mempunyai ukuran data yang lebih kecil dibandingkan dengan data video RGB. Sedangkan jika dilakukan analisa performansi sistem pada keempat jenis kondisi kanal, terlihat bahwa kondisi kanal excellent mempunyai nilai throughput yang lebih besar, nilai packet delay yang lebih kecil, nilai jitter yang lebih kecil, dan nilai frame/detik yang lebih besar pada masing – masing data video, jika dibandingkan dengan kondisi kanal good, fair, dan poor. Berdasarkan fenomena ini, dapat diambil hipotesa bahwa kondisi kanal excellent mempunyai nilai performansi sistem yang lebih baik jika dibandingkan dengan kondisi kanal yang lain. Walaupun demikian, pada parameter performansi packet loss, hipotesa ini tidak memenuhi. Namun, karena pada keempat parameter performansi yang lain, hipotesa ini memenuhi, maka dapat disimpulkan kondisi kanal excellent mempunyai performansi yang lebih baik jika dibandingkan dengan kondisi kanal yang lain. Hal ini disebabkan karena kondisi kanal excellent mempunyai nilai daya terima dan kecepatan transmisi data yang paling tinggi diantara kondisi kanal yang lain.
Gambar 8 Grafik perbandingan nilai daya terima pengukuran dengan nilai daya terima perhitungan dengan menggunakan model path loss log normal shadowing pada access point ITS_200.51_13
Gambar 9 Grafik perbandingan nilai daya terima pengukuran dengan nilai daya terima perhitungan dengan menggunakan model path loss log normal shadowing pada access point ITS_200.51_11 4.2 Hasil Pengukuran Performansi Sistem Transfer Video Hasil pengukuran performansi sistem transfer video direpresentasikan pada gambar 9 hingga gambar 13. Masing – masing gambar 9, 10, 11, 12, 13 menampilkan plot diagram batang nilai packet loss, throughput, packet delay, jitter, dan frame/detik yang didapatkan dari hasil pengukuran performansi sistem transfer video untuk masing – masing data video (RGB,depth). Pada gambar 9, didapatkan nilai packet loss paling besar untuk data video RGB adalah 0.0062 pada kondisi kanal poor, dan nilai packet loss paling kecil adalah 0.0047 pada kondisi kanal good. Sedangkan untuk data video depth, nilai packet loss paling besar adalah 0.0016 pada kondisi kanal good, dan nilai packet loss paling kecil adalah 0.0002 pada kondisi kanal poor. Pada gambar 10, didapatkan nilai throughput paling besar untuk data video RGB adalah 12.94 Mbps pada kondisi kanal excellent, dan nilai throughput paling kecil adalah 1.93 Mbps pada kondisi kanal poor. Sedangkan untuk data video depth, nilai throughput paling besar adalah 23.65 Mbps pada kondisi kanal excellent, dan nilai throughput paling kecil adalah 4.87 Mbps pada kondisi kanal poor. Pada gambar 11, didapatkan nilai packet delay paling besar untuk data video RGB adalah 10.83 ms pada kondisi kanal poor, dan nilai packet delay paling kecil adalah 0.92 ms pada kondisi kanal excellent. Sedangkan untuk data video depth, nilai packet delay paling besar adalah 2.98 ms pada kondisi kanal poor, dan nilai packet delay paling kecil adalah 0.49 ms pada kondisi kanal excellent. Pada gambar 12, didapatkan nilai jitter paling besar untuk data video RGB adalah 13.25 ms pada kondisi kanal poor, dan nilai jitter paling kecil adalah 1.37 ms pada kondisi kanal excellent. Sedangkan untuk data video depth, nilai jiiter paling besar adalah 3.43 ms pada kondisi kanal poor, dan nilai jitter paling kecil adalah 0.92 ms pada kondisi kanal excellent.
Gambar 10 Grafik nilai packet loss masing – masing data video pada masing – masing klasifikasi kondisi kanal
5
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari hasil analisa yang telah dilakukan, beberapa hal yang dapat disimpulkan adalah : 1. Nilai MSE paling kecil yang dihasilkan oleh alat ukur pada proses kalibrasi adalah sebesar 23.59 2. Nilai MSE paling kecil pada perbandingan hasil pengukuran dengan model path loss log distance adalah pada nilai eksponen path loss n = 4 3. Nilai MSE paling kecil pada perbandingan hasil pengukuran dengan model path loss log normal shadowing adalah pada nilai eksponen path loss n = 4.5 4. Data video depth mempunyai nilai performansi sistem yang lebih baik jika dibandingkan dengan data video RGB 5. Kondisi kanal excellent mempunyai nilai performansi sistem yang lebih baik jika dibandingkan dengan kondisi kanal good, fair, dan poor.
Gambar 11 Grafik nilai throughput masing – masing data video pada masing – masing klasifikasi kondisi kanal
5.2 Saran Adapun masukan – masukan yang dapat diberikan untuk pengembangan sistem ini kedepan adalah sebagai berikut : 1. Untuk mendapatkan hasil pengukuran propagasi, dan pengukuran performansi sistem transfer video yang lebih akurat, sebaiknya dilakukan penambahan jumlah titik sampling pengukuran. 2. Untuk mendapatkan nilai MSE yang lebih rendah pada pengukuran propagasi, sebaiknya dilakukan penelitian terhadap model propagasi pada lingkungan Gedung Pusat Robotika ITS.
Gambar 12 Grafik nilai packet delay masing – masing data video pada masing – masing klasifikasi kondisi kanal
DAFTAR PUSTAKA
1. Wang, Zhigang., Liu, Lichuan., and Zhou, Mengchu., “Protocols and Applications of Ad-hoc Robot Wireless Communication”, International Journal of Intellegent Control and Systems, Vol.10, No.4, December, 2005. 2. Holt, Alan., and Huang, Chi-Yu., “802.11 Network Security and Analysis”, Springer, 2010. 3. Adhiatma, Nirwan., “Impelementasi E – Learning dengan Integrasi Video Conference Berbasis Web dalam Sistem Manajemen Pembelajaran”, ITS press, 2011. 4. Henry, Peter., Krainin, Michael., Herbst, Evan., Ren, Xiaofeng., Fox, Dieter., “RGB – D Mapping : Using Depth Cameras For Dense 3D Modeling of Indoor Environments”, University of Washington, 2010. 5. Akl, Robert., Tummala, Dinesh., Li, Xinrong., “Indoor Propagation Modeling At 2.4 Ghz For IEEE 802.11 Networks”, The Sixth IASTED International Multi Conference On Wireless and Optical Communication, July 3-5, Banff, AB, Canada, 2006. 6. Dona, Dewi Friska., “Pemodelan Fading Skala Besar di Lingkungan dalam Gedung Pada Pita 2,5 Ghz”, ITS press, 2009
Gambar 13 Grafik nilai jitter masing – masing data video pada masing – masing klasifikasi kondisi kanal
Gambar 14 Grafik nilai frame/detik masing – masing data video pada masing – masing klasifikasi kondisi kanal
6
7. Taank, Ritesh., Hong Peng, Xiao., “Impact of Error Characteristics of an Indoor 802.11g WLAN on TCP Retransmission”, Aston University, 2008. 8. Kuang, Tianbo., Williamson, Carey., “Hierarchical Analysis of RealMedia Streaming Traffic on An IEEE 802.11b Wireless LAN”, University of Calgary, 2004. Dimas Bayu Pradipta dilahirkan di Surabaya pada tanggal 12 Mei 1990. Merupakan putra pertama dari dua bersaudara pasangan Asrani dan Sri Peni Sunaryati.Menempuh pendidikan di SDN Kendang Sari I Surabaya pada tahun 1996-2002 dan melanjutkan ke SMPN 1 Surabaya pada tahun 2002-2005. Kemudian melanjutkan jenjang pendidikan di SMAN 5 Surabaya pada tahun 2005 dan lulus pada tahun 2007. Setelah menamatkan pendidikan SMA, penulis melanjutkan pendidikan di Jurusan Teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya pada tahun 2007. Pada bulan Januari 2012 penulis mengikuti seminar dan sidang Tugas Akhir di bidang studi Telekomunikasi Multimedia Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS Surabaya sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Elektro.
7