Prosiding SENTIA 2009 – Politeknik Negeri Malang
RANCANG BANGUN SISTEM DATA AKUISISI ELECTRICAL CAPACITANCE TOMOGRAPHY (ECT) 8 CHANNEL Arba’i Yusuf1, Wahyu Widada2, Warsito3 1
Pusat Teknologi Elektronika Dirgantara, LAPAN 2 Pusat Teknologi Wahana Dirgantara, LAPAN 3 Department of Chemical Engineering Ohio State University, USA 1
[email protected], 2
[email protected], 3
[email protected] ABSTRAK Electrical Capacitance Tomography (ECT) merupakan salah satu metode visualisasi gambar dua dimensi menggunakan efek kapasitansi. Perkembangan algoritma rekonstruksi sinyal ini sangat pesat, tetapi perkembangan hardware ECT belum banyak dilakukan. Tulisan ini menjelaskan cara mendesain rangkaian sensor chager/discharge untuk diaplikasikan pada ECT berbasis teknologi CMOS switch. Eksperimen yang kami lakukan menggunakan sebuah tabung yang telah dipasangi sensor, tabung tersebut diisi dengan beras atau air sebagai obyeknya. Kemudian ke-delapan sensor discanning satu per satu hingga terkumpul data sebanyak 28 data. Data tersebut dikirim ke komputer untuk diproses menggunakan algoritma rekonstruksi sehingga terbentuk gambar (citra). Dari hasil eksperimen, sistem ECT tersebut mampu mendeteksi kapasitansi 83.33 femto farad dengan noise 50 mV dan error 16.67%. Kata kunci : Circuit sensor, ECT, CMOS switch, Tomography.
untuk mengukur perubahan kapasitansi menjadi data pengukuran. Kemudian data pengukuran tersebut direkonstruksi menjadi gambar dua dimensi menggunakan komputer.
1. Pendahuluan Tomography adalah proses visualisasi gambar dua dimensi maupun tiga dimensi yang banyak digunakan dalam proses industri, seperti dalam memvisualisasikan dua aliran cairan dalam pipa (gas dengan minyak atau minyak dengan air). Terdapat beberapa cara dalam proses tomography, yaitu menggunakan ultrasonic, electrical resistance tomography, electrical inductance tomography, electrical capacitance tomography, dll. Electrical capacitance tomography (ECT) merupakan salah satu cara dalam proses tomography. ECT terdiri dari tiga bagian utama yaitu sensor, sinyal kondisioning, dan komputer. Sensor terbuat dari plat tembaga yang berfungsi sebagai elektroda untuk mengukur perubahan kapasitansi, sinyal kondisioning berupa rangkaian elektronik yang mengkonversi sinyal dari elektroda menjadi data digital, sedangkan komputer berfungsi sebagai pengolah data dan rekonstruksi image menjadi gambar dua dimensi atau tiga dimensi. Untuk proses rekonstruksi image menjadi gambar dua dimensi dibutuhkan sedikitnya 8 – 12 elektroda, sedangkan untuk rekonstruksi image tiga dimensi dibutuhkan sedikitnya 24 elektroda. Semakin banyak elektroda yang dipakai semakin detil gambar yang dihasilkan. Untuk tahap pertama ini kami mengembangkan hardware elektronik ECT untuk 8 elektroda. Gambar 1.1 memperlihatkan blok diagram ECT dengan delapan buah sensor elektroda. Elektroda tersebut ditempelkan pada tabung percobaan. Rangkaian sinyal kondisoning digunakan
4
5 6
3
7
2 1
DATA ACQUISITION SYSTEM
KOMPUTER
8
Gambar 1.1. Sistem ECT Dengan Delapan Sensor Elektroda 2. ECT Hardware Permasalahan yang dihadapi dalam mendesain hardware ECT ini adalah bagaimana membuat sinyal kondisioning yang dapat mengukur perubahan kapasitansi diantara 1 fF sampai 500 fF. Dalam rancangan ECT ini terdapat tiga bagian utama, yaitu rangkaian charge/discharge, rangkaian differensial, dan peak detector. 2.1. Rangkaian Charge/Discharge Rangkaian charge/discharge berfungsi untuk mengukur perubahan nilai kapasitansi yang terjadi dalam pipa. Gambar 2.1 memperlihatkan rangkaian charge/discharge. CX adalah elektroda yang terpasang pada pipa yang berfungsi sebagai sensor H-48
Prosiding SENTIA 2009 – Politeknik Negeri Malang
kapasitansi, S1 sampai S4 digunakan untuk mengontrol charge/discharge, opamp 1 dan opamp 2 berfungsi untuk menguatkan sinyal yang terukur dan penguatan diatur oleh Rf, kemudian Cf berfungsi sebagai pengatur bandwidth sensor. Jika S1 dan S3 on maka rangkaian dalam kondisi charge, sebaliknya jika S2 dan S4 on maka rangkaian dalam kondisi discharge. Kondisi charge/discharge diatur oleh pembangkit pulsa dengan frekuensi 1 MHz. Efek charge/discharge ini akan menghasilkan tegangan differensial yang terjadi pada VO1 dan VO2. Tegangan differensial tersebut dapat dihitung menggunakan persamaan:
2.2 berfungsi untuk menggeser fasa sinyal sebesar 180o. Kenapa dibutuhkan rangkaian shifter karena tegangan charge dan tegangan discharge waktunya berbeda 180o. VO3 adalah tegangan keluaran differensial dan dapat dihitung menggunakan persamaan:
VO3 G(VO2 VO1) G 2 fVc C x R f G(e2
e1 ) ......... (2.6)
dimana G adalah gain: Rf/R1. Rf
VO 2 VO1 ....................................... (2.1)
Vdif
dihitung
VO1
e1 ............................ (2.2)
VO2
Sedangkan VO1 dan VO2 menggunakan persamaan:
VO1
fV c C x R f
VO 2
fV c C x R f
dapat
VO3 PHASE SHIFTER
VO2 VO1 fVc C x R f e2 fVc C x R f 2 fVc C x R f e2 e1
+ Rf
e2 ............................. (2.3)
VO1 terjadi pada saat S1 dan S3 on yang menghasilkan sinyal charge minus. VO2 terjadi pada saat S2 dan S4 on yang menghasilkan singal discharge positif. E1 dan e2 adalah tegangan ofset yang terjadi pada opamp. Jika tegangan ini didifferensialkan, maka tegangan ofset antar opamp dapat saling meniadakan sehingga dapat mengurangi noise. Dengan menggunakan persamaan 2.1, tegangan Vdif dapat ditentukan sehingga persamaannya menjadi:
Vdif
R1
Gambar 2.2. Rangkaian Differensial 2.2. Rangkaian Peak Detector Peak detector adalah suatu rangkaian yang dapat mendeteksi amplitudo sinyal. Gambar 2.3 memperlihatkan rangkaian peak detector. Dalam Gambar 2.3 tersebut yang digunakan sebagai detektor adalah D1, sedangkan D2 berfungsi sebagai kompensasi atau level shifting. RL dihubungkan dengan tegangan –vcc, RB berfungsi sebagai bias dioda. Supaya didapatkan sinyal yang lebih bagus, ditambahkan kapasitor CFB yang mana kapasitor ini berufungsi untuk mempertinggi slew rate pada input negatif.
e1 ... (2.4)
Kapasitor Cf sebagai feedback dan menentukan bandwidth sinyal yang akan dilewatkan, nilainya dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan:
+vcc VO3
+
D1 VO4
Cf
Rs
1 .......................................... (2.5) 2 Rf f
-
D2
CFB
RL
CL
-vcc -vcc
Cf VC
RB
-vcc
Rf S1
S3 1
CX
VO1
Gambar 2.3. Rangkaian Peak Detector
Cf
S2
CS1
CS2
3.
S4 Rf 2
Experiment Result
Experiment dilakukan untuk mengetahui karakteristik dan sensitivitas sensor yang telah dibuat dan juga untuk menguji performance sinyal kondisioning ECT. Pengujian yang menggunakan tabung sensor dibuat kosong dan full, yaitu dibiarkan kosong tanpa benda didalamnya dan diisi dengan beras sampai penuh. Proses ini digunakan untuk menentukan resolusi dan sensitivitas sensor dan juga sinyal kondisioning yang telah dibuat.
VO2
Gambar 2.1. Rangkaian Charge/Discharge 2.2 Rangkaian Differensial Rangkaian differensial digunakan untuk menjumlah tegangan VO1 dan VO2 dan sekaligus mengeliminasi tegangan ofset yang terjadi pada opamp. Gambar 2.2 berikut memperlihatkan rangkaian differensial. Phase shifter pada Gambar H-49
Prosiding SENTIA 2009 – Politeknik Negeri Malang
pada saat tabung kosong dan pada saat tabung berisi beras penuh. Gambar 4.1 memperlihatkan hasil pengukuran tabung kosong sedangkan Gambar 4.2 memperlihatkan tabung penuh.
3.2. Pengukuran Sensitivitas ECT Untuk mengukur sensitivitas alat yang telah dibuat terlebih dahulu harus mengetahui capasitansi dan tegangan pada saat kosong dan pada saat penuh. Untuk mengukur kapasitansi sensor idealnya menggunakan LCR meter yang mampu mengukur dalam orde femto farad. Tetapi kami tidak memiliki alat tersebut dan kalau beli harganya sangat mahal. Untuk itu kami menggunakan metode sendiri dengan menggunakan kapasitor sebagai nilai acuan, hasil dari pengukuran cukup akurat. Pertama dilakukan pengukuran tegangan menggunakan kapasitor 500 fF dan 1000 fF. Kapasitor 500 fF diibaratkan tabung dalam keadaan kosong (Vempty) sedangkan 1000 fF diibaratkan tabung dalam keadaan penuh (Vfull). Hasil pengujian diperlihatkan dalam Gambar 3.1. Untuk (Vempty) tegangan dibuat 2000 mv, kemudian diukur tegangan untuk kapasitor 1000 fF. Hasil pengukuran menunjukkan tegangan (Vfull) sebesar 2300 mv. Dari data tersebut dapat dihitung perubahan kapasitansi terhadap tegangan (resolusi kapasitor) yang nantinya digunakan untuk mengukur kapasitansi sensor pada saat full, yaitu: Cf Ce resolusica p Vf Ve dimana: Cf: Capasitansi Full Ce: Capasitansi Empty Vfull: Tegangan pada saat full Vempty: Tegangan pada saat empty 1000 500 resolusica p 2300 2000 1.667 fF Selanjutnya diukur tegangan sensor pada saat kosong, tegangan dibuat sama dengan tegangan vempty pada kapasitor sebagai referensi. Kemudian diukur tegangan sensor pada saat penuh, yaitu sebesar 2800mV. Dari hasil tersebut dapat dihitung besar kapasitansi pada saat penuh, yaitu: Cf resolusica p (Vf Ve ) Ce 1.667( 2800 2000) 500 1833.33 fF Dari perhitungan ini dapat dihitung sensitivitas sensor, yaitu: Cf Ce ssen noise Vf Ve 1833.33 500 50 2800 2000 83.33 fF Jadi dari sinyal kondisioning yang telah dibuat mempunyai sensitivitas sebesar 83.33fF.
Pengukuran Kapasitnasi Kosong Cap Kosong
Kapasitansi (fF)
60 50 40 30 20 10 0 1
3
5
7
9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 No data
Gambar 4.1. Pengukuran Tabung Elektroda pada Saat Kosong Pengukuran Kapasitansi Penuh Cap Penuh
Kapasitansi (fF)
140 120 100 80 60 40 20 0 1
4
7
10
13
16
19
22
25
28
No Data
Gambar 4.2. Pengukuran Tabung Elektroda pada Saat Penuh Gambar 4.1 adalah grafik pengukuran kapasitansi sensor pada saat tabung tidak diberi benda (dibiarkan kosong). Gambar 4.2 adalah grafik pengukuran pada saat tabung diisi beras penuh. Sumbu x menunjukkan jumlah data sedangkan sumbu y menunjukkan nilai kapasitansi yang terukur. Pada saat tabung kosong, nilai kapasitansi berkisar diantara 40 – 50 femto farad. Sedangkan pada saat tabung berisi beras penuh nilai kapasitansi berkisar antara 100 – 130 femto farad. Grafik tersebut membentuk pola dimana sensor yang jaraknya dekat akan menghasilkan nilai kapasitansi paling besar, sensor yang jauh akan menghasilkan nilai kapasitansi kecil. 4.3. Gambar Hasil Experiment Berikut ditampilkan gambar-gambar hasil percobaan sistem data akuisisi, sensor yang digunakan berjumlah 8 elektroda dengan obyek yang diukur berupa beras. Gambar 4.3 menunjukkan gambar sensor dan sistem data akuisisi 8 channel.
4.2. Pengukuran Kapasitansi Sensor Pengukuran kapasitansi dilakukan pada tabung sensor dengan 8 elektroda. Pengukuran dilakukan H-50
Prosiding SENTIA 2009 – Politeknik Negeri Malang
Gambar 4.3. Tabung Elektroda dan Data Acquisition System (DAS) Pada Gambar 4.4 menunjukkan hasil percobaan sistem data akuisisi dengan tabung dibiarkan kosong. Gambar 4.4 sebelah kiri menunkkan data digital, gambar disebelah kanan menunjukkan hasil rekonstruksi image. Pada saat tabung kosong, nilai data digital berikisar 100 mV dan hasil rekonstruksi menunjukkan image berwarna biru, menandakan ruang kosong dalam tabung.
Gambar 4.6. Tabung Elektroda Diisi Beras Separuh Gambar 4.7 menunjukkan hasil percobaan sistem data akuisisi dengan tabung diisi dengan beras sedikit, beras tersebut ditempatkan dipinggir tabung. Hasil rekonstruksi diperlihatkan dalam Gambar 4.7 sebelah kanan dengan warna merah adalah konsentrasi beras dalam tabung, warna biru menunjukkan ruang kosong dalam tabung.
Gambar 4.4. Tabung Elektroda Dalam Keadaan Kosong Pada Gambar 4.5 menunjukkan hasil percobaan sistem data akuisisi dengan tabung diisi dengan beras penuh. Nilai data digital yang dihasilkan adalah berkisar 4000 mV dan hasil rekonstruksi image berwarna merah.
Gambar 4.7. Tabung Elektroda Diisi Beras dan Diletakkan di Pinggir Gambar 4.8 menunjukkan hasil percobaan sistem data akuisisi dengan tabung diisi dengan beras sedikit, beras tersebut ditempatkan ditengahtengah tabung. Hasil rekonstruksi menunjukkan warna biru kehijauan. Untuk pengukuran ditengah tabung hasil rekonstruksi kurang bagus, image agak kabur. 4000
3500 5 3000 10 2500
Digital Value
Gambar 4.5. Tabung Elektroda Diisi Beras Penuh Gambar 4.6 menunjukkan hasil percobaan sistem data akuisisi dengan tabung diisi dengan beras separuh. Nilai data digital menunjukkan pola tertentu berkisar diantara 100 mV sampai 4000 mV dan hasil rekonstruksi terlihat warna merah dan biru. Warna merah menunjukkan posisi beras dalam tabung, sedangkan warna biru menunjukkan ruang kosong dalam tabung.
15
20
2000
25 1500 30 1000
5
0
500
0
0
5
10
15 Data
20
25
10
0.2
15
0.4
20
0.6
25
0.8
30
1
30
Gambar 4.8. Tabung Elektroda Diisi Beras Dan Ditempatkan Ditengah Tabung H-51
Prosiding SENTIA 2009 – Politeknik Negeri Malang
4.
Kesimpulan dan Saran
Sistem hardware ECT yang telah kami rancang menggunakan sistem charge/discharge dengan memanfaatkan switch analog CMOS. Masih terdapat error pada sistem charge/discharge akibat efek switch CMOS yang menyebabkan tambahan charge/discharge. Walaupun demikian sistem ini telah mampu mengukur kapasitansi paling kecil 83.33 femto farad dengan noise sebesar 50 mV dan error pembacaan sebesar 16.67%. sistem data akuisisi yang telah kami kembangkan ini mampu mengirim data dengan kecepatan 15 – 20 frame per detik menggunakan komunikasi data serial dengan baud rate 115 kbps. Dengan memperbaiki rangkaian charge/discharge dan switch diharapkan dapat mengurangi error dan memperbesar sensitivitas. Untuk meningkatkan kecepatan transfer data hingga 100 frame per detik perlu digunakan mikrokontroller dengan kecepatan prosessing data tinggi misal menggunakan AVR 32 bit. Daftar Pustaka: Philip Williams and Trevor York, Evaluation of Integrated Electrodes for Electrical Capacitance Tomography, Tomography, Dept of Electrical Eng and Electronics, UMIST, PO Box 88, Manchester, M60 1QD. W Q Yang, Hardware design of electrical capacitance tomography systems, Department of Electrical Engineering and Electronics, Process Tomography Group, UMIST, PO Box 88, Manchester M60 1QD, UK.International Conference Pattern Recognition, Barcelona, Spain, Vol. 2, pp. 676-679. W Q Yang, Charge injection compensation for charge/discharge capacitance measuring circuits used in tomography systems, Department of Electrical Engineering and Electronics, Process Tomography Group, UMIST, PO Box 88, Manchester M60 1QD, UK. Warsito and L-S Fan, Development of 3Dimensional Electrical Capacitance Tomography Based on Neural Network Multicriterion Optimization Image Reconstruction, Department of Chemical Engineering, The Ohio State University, Columbus, OH 43210, USA. Warsito, A. Maezawa, S. Uchida, and S. Okamura, “A model of simultaneous measurement of gas and solid holdup in a bubble column using ultrasonic technique,” Can. J. Chem. Eng., vol. 73, pp. 734–743, 1995. Warsito, M. Ohkawa, N. Kawata, and S. Uchida, “Cross-sectional distributions of gas and solid holdups in slurry bubble column investigated by ultrasonic computed tomography,” Chem. Eng. Sci., vol. 54, no. 21, pp. 4711–4728, 1999. H-52
Prosiding SENTIA 2009 – Politeknik Negeri Malang
H-53