Fibusi (JoF) Vol. 2 No. 1, April 2014
RANCANG BANGUN ALAT UKUR KONDUKTANSI LISTRIK OTOMATIS BERBASIS MIKROKONTROLER ATMEGA8535 D. Harjono1, A. Aminudin2*, D. G. Syarif3* 1,2
Jurusan Pendidikan Fisika, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) 3
Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri-Badan Tenaga Nuklir Nasional (PTNBR-BATAN)
[email protected],
[email protected],
[email protected]
ABSTRAK Rancang Bangun Alat Ukur Konduktansi Listrik Otomatis Berbasis Mikrokontroler ATMega8535 Kegiatan penelitian sifat kelistrikan bahan dalam rangka pengembangan komponen elektronik, membutuhkan sebuah alat ukur yang teliti dan user friendly. Berkaitan dengan itu telah dirancang dan dibuat sebuah alat ukur konduktansi listrik bahan pada berbagai suhu. Alat ukur ini memiliki modul penguat sinyal sensor suhu, penguat sinyal arus dan tegangan, modul mikrokontroler berbasis ATMega8535, dan rangkaian penampil LCD 16 × 2. Alat ini dapat terhubung dengan personal computer (PC) untuk mencatat data pengukuran secara otomatis dengan bantuan dari software. Alat mampu mengukur mengukur hambatan pada rentang 10 kΩ hingga 1 MΩ pada berbagai suhu dari 25 °C hingga 500 °C. Alat ini dapat beroperasi dengan baik, namun masih butuh pengembangan lebih lanjut. Kata kunci: Alat ukur konduktansi, Mikrokontroler ATMega8535, Konduktansi. ABSTRACT Design of Automatic Measuring Instrument Electrical Conductance-Based Microcontroller ATMega8535 Research activities on electrical properties of materials in order to develop electronic components, need an accurate and user friendly measuring instrument. Regarding this, it has been designed and fabricated an instrument for measuring electrical conductance of the material at various temperatures. This instrument has a temperature sensor signal amplifier module, current and voltage amplifier signals, ATMega8535 microcontroller module, and a 16 × 2 LCD viewer. This instrument is connected to a personal computer (PC) in order to record the measurement data automatically with aid of software. It is able to measure the resistance in the range of 10 kΩ to 1 MΩ at various temperature from 25 °C to 500 °C. This instrument can operate well, but still need further development. *
Penulis penanggung jawab
2
D. Harjono, dkk., -Rancang Bangun Alat Ukur...
Keywords: Conductance Measuring Instrument, Microcontroller ATMega8535, Conductance.
PENDAHULUAN Penemuan material-material baru yang diduga dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan piranti elektronik membuat penelitian mengenai karakteristik bahan-bahan tersebut terus berkembang. Penemuan material-material baru yang cepat juga membuat kebutuhan akan alat ukur sifat kelistrikan yang lebih mudah dan efisien semakin meningkat. Kontrol sifat listrik merupakan suatu hal yang sangat penting dalam aplikasi piranti elektronik (Sutanto, 2001). Pada era digital seperti saat ini semakin memberikan kemudahan dalam mendesain sebuah alat ukur karena telah ditemukannya sebuah sirkuit yang terintegrasi (IC) yang mampu mengakuisisi data dalam satu chip (Suryadi, 2003). Pada umumnya untuk mengukur sebuah besaran konduktansi sampel bahan, digunakan ohmmeter seperti yang dilakukan sebagian besar orang. Nilai konduktansi selanjutnya dihitung dengan menggunakan software lain seperti Microsoft Excel buatan Microsoft. Untuk mengukur konduktansi sampel bahan harus diketahui terlebih dahulu besarnya hambatan listrik sampel bahan tersebut. Arus listrik mengalir jika terdapat beda potensial diantara ujung-ujung kawat penghantar. Menurut Hukum Ohm aliran arus listrik (I) berbanding lurus dengan beda potensial (V) dan berbanding terbalik dengan hambatan (R) (Smith, 1990). Resistansi dilambangkan dengan (R) dan memiliki satuan ohm, apabila resistansi dilambangkan sebagai sebuah ukuran untuk menghambat aliran elektron, maka konduktansi merupakan ungkapan yang digunakan untuk melambangkan kemudahan elektron dalam mengalir dalam sebuah komponen atau suatu bahan.
Apabila diartikan secara bahasa maka konduktansi merupakan kebalikan dari hambatan listrik (R). Konduktansi memiliki simbol (G) dengan satuan siemens (S). Besarnya nilai konduktansi sampel bahan tersebut diukur menggunakan pengukuran tidak langsung dengan menggunakan kaidah bahwa konduktansi (G) merupakan kebalikkan hambatan listrik (R), atau dapat ditulis secara matematis:
Alat ukur yang telah dibuat mengukur tiga besaran inti sebagai sinyal masukan, yaitu beda potensial (V), arus listrik (I), dan suhu (T). Ketiga besaran tersebut diubah menjadi data yang selanjutnya diakuisisi oleh software. Dukungan dari software yang juga telah dibuat, memberikan kemudahan untuk mengukur konduktansi sampel bahan yang dipengaruhi perubahan suhu, karena software dapat mengakusisi data secara otomatis. Selain dari sistem akuisisi data yang otomatis, alat ukur konduktansi yang telah dibuat ini memiliki kelebihan lain, yaitu dari segi data yang ditampilkan adalah perubahan suhu serta perubahan nilai konduktansi karena pengaruh suhu secara langsung, dan pencatatan datanya bersifat real time yaitu data yang masuk dan ditampilkan pada software merupakan data dari perubahan suhu dan konduktansi sampel bahan untuk setiap detiknya. Perancangan alat ukur ini menggunakan mikrokontroler seri ATMega8535 sebagai otak dari sistem pada alat ukur. Mikrokontroler berfungsi menerima masukan dari rangkaian pengondisi sinyal termokopel berupa suhu (T) dan rangkaian pengolah sinyal sampel
Fibusi (JoF) Vol. 2 No. 1, April 2014
bahan berupa arus listrik (I) dan beda potensial (V). Ketiga besaran inti keluar berupa sinyal analog, sinyal keluaran tersebut diubah menjadi data sinyal digital oleh Analog to Digital Converter (ADC). Mikrokontroler ATMega8535 telah memiliki fitur ADC didalamnya. Kemudian data dari mikrokontroler ditampilkan pada Liquid Crystal Display (LCD) 16 × 2 sebagai media penampil dan juga data dari mikrokontroler dapat diteruskan menjadi data masukan pada komputer untuk diolah lebih lanjut sebagai basis data. Kelebihan dari seri ATMega8535 yang termasuk ke dalam keluarga Alf and Regard’s Reduce Instruction Set Computing processor (AVR) memiliki arsitektur 8-bit, dimana seluruh instruksi dikemas kedalam 16-bit dan seluruh instruksi dieksekusi dalam satu siklus clock, berbeda dengan sistem MCS – 51 yang hanya memiliki 12 siklus karena memiliki sistem Complex Instruction Set Computing (CISC) (Sitinjak, 2011). Pada dasarnya keluarga AVR dapat dibagi menjadi 4 kelas, yaitu ATTiny, AT90Sxx, AT89RFxx, dan ATMega (Sitinjak, 2011). Pada penelitian ini mikrokontroler yang digunakan adalah seri ATMega karena mikrokontroler ini mudah didapatkan dan harganya lebih murah dibanding dengan seri lainnya. Alat ukur yang dirancang pada penelitian tugas akhir ini sangat bermanfaat dari sistem akuisisi datanya. Sistem akusisi data dari rancang bangun alat ukur ini dibuat bersifat otomatis. Pengaruh suhu terhadap konduktansi sebuah sampel bahan ditampilkan pada tampilan layar penampil dan data hasil pengukuran disimpan dalam bentuk basis data. Pemanfaatan mikrokontroler seri ATMega8535 pada rancang bangun alat ukur ini dapat memberikan kemudahan dalam sistem akuisisi data. Selain itu, sistem pengoperasian dalam akuisisi data yang dilakukan secara otomatis memberikan kemudahan saat melakukan
3
pengukuran karena tidak perlu memantau alat saat sedang melakukan pengukuran. Pembuatan alat ukur ini diharapkan dapat dikembangkan ke tahap selanjutnya melalui penelitian lebih lanjut. METODE Perancangan awal dimulai dengan penggambaran skema rangkaian penguat sinyal termokopel pada program Proteus yang dilanjutkan dengan rangkaian penguat sinyal arus dan tegangan.
Gambar 1. Diagram blok rangkaian. Setelah skema rangkaian selesai, skema tersebut disimulasikan. Skema rangkaian yang telah berjalan normal tanpa adanya error pada proses simulasi dirakit pada sebuah protoboard untuk menguji skema rangkaian berjalan secara baik.
Gambar 2. Skema rangkaian penguat sinyal sensor suhu.
4
D. Harjono, dkk., -Rancang Bangun Alat Ukur...
Gambar 3. Skema rangkaian pengolah sinyal. Pembuatan alat dilanjutkan dengan memprogram mikrokontroler ATMega8535 dengan menggunakan bahasa pemrograman Basic Compiler (BASCOM). Setelah selesai melakukan perancangan dilanjutkan dengan pengambilan data untuk karakterisasi rangkaian. Karakterisasi awal dimulai dengan mencari besarnya koefisien Seebeck dari termokopel yang digunakan pada penelitian. Setelah didapatkan nilai dari koefisien Seebeck, dilanjutkan dengan karakterisasi penguat sinyal. Karakterisasi penguat sinyal pada sensor suhu dilakukan dengan tujuan agar respon keluaran dari termokopel yang telah dikuatkan dapat diketahui. Karakterisasi penguat sinyal termokopel dilakukan dengan cara membandingkan antara pengukur suhu yang telah terstandarisasi dengan penguat sinyal yang telah dibuat. Proses karakterisasi dilakukan dengan melihat suhu awal yang ditunjukkan oleh kedua alat ukur, apabila mengalami perbedaan dapat disamakan dengan mengatur variable resistor (VR) yang ada pada rangkaian yang dibuat. Selanjutnya menaikkan suhu pada heater (pemanas) sampai batas maksimum pemanas. Cara membandingkannya dilakukan dengan mendekatkan kedua ujung kepala termokopel ke dalam chamber (ruang tungku) buatan. Suhu yang terisolasi dari pengaruh suhu luar akan terbaca sebagai suhu ruangan oleh termokopel dari kedua alat ukur.
Setelah karakterisasi yang dilakukan terhadap rangkaian penguat sinyal sensor suhu, dilanjutkan dengan proses karakterisasi rangkaian pengolah sinyal. Karakterisasi bertujuan untuk mengetahui besarnya arus yang mengalir pada hambatan atau beban. Selain itu tujuannya untuk mencari besarnya faktor konversi dengan membandingkan besarnya nilai antara Iinput dengan Voutput. Selanjutnya seluruh rancangan diwujudkan pada print circuit board (PCB). Perancangan alat yang telah selesai dicetak pada PCB dilanjutkan dengan membangun sebuah perangkat lunak pengakuisisi data yang menggunakan program Delphi 7.0. HASIL DAN PEMBAHASAN Berikut adalah data dari pengujian dua kali rangkaian penguat sinyal sensor suhu yang dibuat. Tabel 1. Pengujian karakteristik rangkaian penguat sinyal. T (°C) 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48
Pengujian I (V) Pengujian II (V) 0,30 0,31 0,32 0,32 0,33 0,34 0,35 0,36 0,37 0,38 0,39 0,40 0,41 0,42 0,43 0,44 0,45 0,46 0,47
0,30 0,31 0,32 0,33 0,34 0,34 0,35 0,36 0,36 0,37 0,38 0,39 0,40 0,40 0,41 0,42 0,43 0,44 0,44
Fibusi (JoF) Vol. 2 No. 1, April 2014
Rangkaian penguat sinyal yang dibuat dengan menggunakan IC AD595 sebagai penguat untuk sinyal keluaran dari termokopel. IC AD595 merupakan IC penguat yang digunakan khusus untuk termokopel tipe K. IC AD595 memiliki kelebihan antara lain, rentang operasional tegangan yang tinggi antara 5 volt sampai dengan 15 volt, telah memiliki Cold Junction Compensation (CJC), dan yang palin penting adalah memaksa sinyal keluaran dari termokopel setelah dikuatkan sebesar 10 mV/°C untuk kenaikan dan penurunan suhu. Pengujian pertama dan kedua dilakukan untuk mengetahui besarnya perubahan sinyal keluaran termokopel yang telah dikuatkan oleh rangkaian terhadap perubahan suhu. Pengujian dilakukan dengan membandingkan dua alat ukur, alat ukur yang pertama merupakan termometer digital yang telah terkalibrasi sebagai alat ukur yang standar dan alat ukur kedua merupakan alat ukur yang dibuat.
Grafik 1. Grafik sinyal keluaran tegangan (V) terhadap perubahan suhu (T) pada pengujian I (titik biru) dan II (titik merah). Dari hasil pengujian I dan II dapat diketahui bahwa IC AD595 yang digunakan sebagai IC penguat dapat beroperasi dengan baik. Dari analisis pada Grafik 1. didapatkan nilai sinyal keluaran atau sensitivitas dari rangkaian penguat sinyal sebesar 8 mV/°C. Hal tersebut tidak jauh berbeda dari karakteristik yang dimiliki IC AD595 yang memiliki
5
kelebihan berupa penguatan sinyal keluaran yang dipaksakan sebesar 10 mV/°C. Tabel 2. Pengujian III perbandingan suhu alat ukur. Termome T alat Error Persentase ukur ter digital (°C) (%) (°C) (°C) 36 37 1 2,78 39 40 1 2,56 42 43 1 2,38 45 45 0 0,00 48 48 0 0,00 51 51 0 0,00 53 53 0 0,00 58 59 1 1,72 60 61 1 1,67 63 64 1 1,59 68 70 2 2,94 69 71 2 2,90 70 72 2 2,86 71 73 2 2,82 72 74 2 2,78 Pengujian ketiga bertujuan untuk mengetahui besarnya deviasi yang terjadi pada alat ukur yang dibuat. Berdasarkan Tabel 2, alat ukur yang dibuat memiliki presisi baik pada suhu kurang dari 64 °C, karena memiliki selisih pengukuran dengan alat ukur yang telah distandarisasi kurang dari 2 °C. Pada suhu lebih dari 68 °C kesalahan alat ukur mencapai selisih 2 °C. Pada Tabel 2. dapat pula diketahui bahwa nilai suhu yang terdapat pada rangkaian LCD 16 × 2 tidak jauh berbeda dengan nilai yang terdapat pada termometer digital. Diketahui dari Tabel 2. bahwa kesalahan relatif terbesar terjadi pada suhu 68 °C dari rangkaian penguat sinyal, dapat dilihat besarnya kesalahan relatifnya sebesar 2,94 %. Kesalahan relatif yang terjadi pada suhu 68 °C dapat dipengaruhi dari sensitivitas termokopel yang digunakan pada alat ukur. Tingkat sensitivitas yang berbeda dari kedua termokopel yang digunakan baik itu termokopel pada termometer digital
6
D. Harjono, dkk., -Rancang Bangun Alat Ukur...
maupun termokopel pada alat ukur dapat mempengaruhi perbedaan suhu saat pengujian. Walaupun memiliki jenis termokopel yang sama namun hal tersebut tidak menjamin keakuratan pengukuran dan menghasilkan nilai yang sama. Selain dari tingkat sensitivitas yang berbeda, hal lain yang mempengaruhi perbedaan nilai suhu pada kedua alat ukur dapat dipengaruhi dari faktor derau (noise) yang dimiliki dari alat ukur yang dibuat. Alat ukur yang dibuat masih memiliki derau (noise) yang cukup besar, hal ini dibuktikan dari hasil pengukuran yang masih fluktuatif namun tidak begitu signifikan. Fluktuasi suhu yang terbaca pada LCD masih naik turun sekitar 2 °C. Selain dari itu, alat ukur yang menjadi pembanding merupakan alat ukur dengan spesifikasi komponen yang memiliki tingkat akurasi dan presisi tinggi, berbeda dengan komponen yang dijual dipasaran. Fluktuasi dan selisih pengukuran yang terjadi dapat diatasi dengan mengkalibrasi alat ukur, menambahkan rangkaian tapis lolos rendah pada kaki keluaran dari IC AD595 dan mengubah besaran nilai konversi pada bahasa pemrograman. Rangkaian pengondisi sinyal ini merupakan satu rangkaian yang berfungsi mengukur hambatan dari sampel. Rangkaian ini terdiri dari rangkaian yang dapat membaca perubahan arus dan tegangan listrik. Sinyal masukan yang diumpankan ke dalam rangkaian ini merupakan tegangan listrik yang membawa muatan listrik, sampel yang dipasang pada rangkaian ini akan menghambat muatan yang mengalir.
Sampel
Gambar 4. Skema pengujian rangkaian pengolah sinyal. Rangkaian ini bekerja dengan cara menghubungkan sampel yang akan diukur pada pin J2 dan J1 seperti yang dilihat pada Gambar 4. Sampel yang telah dihubungkan, dialirkan muatan listrik. Selanjutnya atur suhu sampel pada suhu tertentu, sampel yang dipanaskan akan mengalami perubahan hambatan baik turun maupun naik, bergantung dari jenis bahan sampel tersebut. Besarnya perubahan hambatan pada sampel akan mempengaruhi banyaknya muatan listrik yang mengalir di dalam sampel, hal tersebut akan berdampak pada nilai arus listrik yang akan terukur. Pengujian rangkaian penguat sinyal dilakukan dengan memberikan sampel berupa resistor yang memiliki nilai-nilai tertentu untuk mendapatkan konstanta faktor konversi. Tabel 3. Hasil perbandingan rata – rata antara I input dengan V output. Hambatan Iin (µA) Vo (V) (kOhm) 10 180,5 2,26 20 127,1 1,59 30 98,98 1,226 47 73,58 0,89 56 63,46 0,756 82 46,06 0,53 100 38,42 0,43
Fibusi (JoF) Vol. 2 No. 1, April 2014
150 200 300 470 560 680 820
27,04 21,2 14,16 9,3 7,78 6,5 5,4
0,288 0,218 0,14 0,0866 0,0706 0,0574 0,047
Setelah menentukan faktor konversi lalu mencoba alat untuk mengukur besarnya hambatan dengan melakukan percobaan menggunakan sebuah potensiometer. Perubahan hambatan yang terjadi diukur terlebih dahulu menggunakan sebuah ohmmeter (R1) lalu sama seperti langkah menentukan faktor konversi arus, potensiometer dipasangkan pada pin J2 dan J1 pada rangkaian dan diukur dengan menggunakan alat ukur yang dibuat (R2). Tabel 4. Perbandingan nilai hambatan potensiometer. R1 R2 Kesalahan Persentase (kΩ) (kΩ) (%) (kΩ) 24.8 24.9 0.10 0.40 25.9 25.7 0.20 0.77 38.8 38.8 0.00 0.00 46.7 46.8 0.10 0.21 77.4 75.2 2.20 2.84 128.5 124.29 4.21 3.28 160 155.01 4.99 3.12 170 166.44 3.56 2.09 178.8 176.1 2.70 1.51 188.5 185.3 3.20 1.70 Diketahui dari Tabel 4. yang merupakan pengujian perbandingan nilai hambatan potensiometer yang diambil dengan 10 nilai berbeda. Alat ukur hambatan listrik yang telah dibuat memiliki kesalahan terbesar pada pengukuran hambatan 128,5 kΩ, dengan selisih kesalahan yang terjadi sebesar 4,21 kΩ atau 3,28 %.
7
KESIMPULAN Tingkat sensitivitas rata-rata alat ukur suhu sebesar 8 mV/°C. Perubahan hambatan sampel juga dapat terbaca untuk setiap detik. Tingkat kesalahan relatif yang dimiliki pengukur suhu pada alat ukur sebesar 2,94 %. Dibandingkan dengan alat ukur hambatan listrik yang telah distandarisasi besarnya kesalahan yang terjadi sebesar 3,28 %. Alat ukur yang dibuat memiliki rentang pengukuran suhu antara 25 °C hingga 500 °C dan rentang hambatan 10 kΩ hingga 1 MΩ. Akan tetapi, berdasarkan penelitian alat ukur memiliki tingkat akurasi tinggi pada suhu kurang 64 °C serta rentang hambatan kurang dari 77 kΩ. DAFTAR PUSTAKA Sitinjak, Dallas. (2011). Alat Ukur Temperatur Berbasis Mikrokontroler ATMega8535 Dengan Tampilan LCD (Liquid Crystal Display). Fisika. Sumatera Utara: Universitas Sumatra Utara. Smith, William F. (1990). Principles of Material Science and Engineering Second Edition. New York: McGraw-Hill. Sutanto, Heri. (2001). Pengaruh Variasi Temperatur Penumbuhan Terhadap Karakteristik Sifat Listrik Film Tipis GaN Di Atas Si (111) Dengan Metode PA – MOCVD. Jurnal Berkala Fisika Hal. 40 Volume 4 No. 2. Suryadi, Sulaeman, dan Yudi. (2003). Rancangan Bangun Rangkaian Sensor Temperatur (Termometer) Digital. Makalah Seminar Nasional Pengembangan Program R&D Mikroelektronika dan Aplikasinya 2003, B33-42. Puslit Elektronika dan Telekomunikasi LIPI.