s Partanda Koestoro TUT Wiradnyana
radis! Megalitik di Pulau Nias
Buku ini diterjemahkan dari Bahasa Indonesia ke Bahasa Inggris dan dicetak dengan dukungan dana dari Kantor UNESCO, Jakarta di bawah Program bersama PBB di Telukdalam, Nias Selatan
dalam kerangka Program Tanggap Darurat dan Pemulihan Peralihan UNDP Aceh-Nias.
Penulis bertanggung jawab atas pilihan dan sajian dari fakta-fakta yang tertulis serta pendapat yang dikemukakan di dalam buku ini,
yang sepenuhnya di luar tanggung jawab UNESCO.
ISBN 979-98772-1-0
Cetakan Pertama dalam Bahasa Indonesia 2005
Untuk informasi, hubungi:
Balai Arkeologi Medan
Jalan Seroja Raya, Gang Arkeologi Medan Tuntungan, Medan 20134
Indonesia Tel. (061) 8224363, 8224365
Fax. (061) 8224365
©Balai Arkeologi Medan, 2007
II I I
Seri Warisan Sumatera Bagian Utara No. 0105
TRADISI MEGALITIK Dl PULAU NIAS
Lucas Partanda Koestoro & Ketut Wiradnyana
^=^
Ooalai Arkeologi
Medan adalah Unit
d. melakukan bimbingan edukatif kultural
Pelaksana Teknis di lingkungan Departemen
kepada masyarakat tentang benda yang
Kebudayaan dan Pariwisata. Berada di
bernilai budaya dan ilmiah yang berhubungan dengan arkeologi.
bawah Pusat Penelitian dan Pengembangan
Arkeologi Nasional, Balai Arkeologi Medan melaksanakan penelitian di bidang arkeologi
Berkenaan dengan hal tersebut di atas,
di wilayah kerjanya yang meliputi Provins!
maka dapat dikatakan bahwa bidang garapan
Nanggroe Aceh Darussalam, Kepuiauan
Balai Arkeologi Medan adalah peninggalan
Riau, Riau, Sumatera Barat, dan Provins!
budaya dan situsnya dengan tujuan sejarah
Sumatera Utara. Untuk menyelenggarakan
dan nilai sejarah budaya bangsa. Untuk
tugas tersebut maka Balai Arkeologi Medan
mencapai itu maka metode/prosedur kerja
mempunyai fungsi:
penelitiannya adalah pengumpulan dan
a. melakukan pengumpulan, perawatan,
Adapun keluaran yang diharapkan bempa
pengawetan, dan penyajian benda yang
proposisi sejarah budaya bangsa dan
bernilai budaya dan ilmiah yang
layanan informasi arkeologis yang
berhubungan dengan penelitian arkeologi;
diharapkan mampu dipergunakan bagi
analisis data serta interprétas! sejarah.
berbagai kepentingan. b. dokumentasi dan pengkajian ilmiah yang
berhubungan dengan hasil penelitian;
c. memperkenalkan dan menyebariuaskan
hasil penelitian;
^'^
Cover: Gowe di Onowaembo, Nias
X
(Dewan ^Reda^i Seri Warisan Sumatera Bagian Utara Ketua
:
Ery Soedewo
Sekretaris
:
Suriatanti Supriyadi
Anggota
:
Déni Sutrisna
Repelita Wahyu Oetomo
Sekilas
dari
Penerbit
v^Xali ini kami menerbitkan tulisan staf
monumen megalitik seperti patung-patung
peneliti Balai Arkeologi Medan tentang objek
nenek moyang, meja upacara, pilar-pilar
kajian yang menempati daerah di wilayah
batu dan sebagainya, serta rumah-rumah
kerja Balai Arkeologi Medan. Sebagian dari
berarsitektur tradisional setempat, juga
beberapa daerah yang menjadi wilayah keija
upacara-upacara adatnya merupakan
instansi ini adalah pulau-pulau yang
sejumlah objek yang menjadi daya tarik bagi
terbentang di lepas pantai barat Sumatera
datangnya wisatawan ke Pulau Nias, di
-
samping keindahan alamnya.
dikenal sebagai Samudera Hindia - mulai
Pulau Simeulue di Provins! Nanggroe Aceh
Damssalam hingga Kepuiauan Mentawai di
Namun, sangat disayangkan bukti-bukti
Provins! Sumatera Barat. Saiah satu dari
kebudayaan nenek moyang orang Nias
jajaran kepuiauan itu adalah Pulau Nias di
tersebut kini mulai terganggu kelestariannya,
wilayah Provins! Sumatera Utara.
disebabkan tindakan tangan-tangan tidak
Penghuni pulau tersebut yang menyebut
rusak serta hilangnya artefak-artefak itu.
dirinya sendiri Ono Niha (Orang Nias), oieh
Aktivitas. vandalisme (perusakan) serta
sebagian ahli dipercaya merupakan saiah
pencurian terhadap sejumlah artefak
satu puak-puak berbahasa Austronesia yang
megalitik Nias tanpa disadari secara past!
datang paling awai di Kepuiauan Nusantara
akan mempengaajhi pemahaman orang Nias
dari suatu tempat di daratan Asia. Bukti-bukti
terhadap jati dirinya sendiri.
bertanggung jawab yang menyebabkan
peradaban tertua orang-orang Nias
dihubungkan dengan tumbuh dan
Kerusakan yang terjadi terhadap warisan
berkembangnya tradisi megalitik (red: megalit
budaya Nias seperti yang dilakukan oleh
berart! batu besar) yang hingga kin! masih
manusia tersebut, kini makin diperparah oleh
dapat dilihat keberadaannya. Meskipun
bencana alam yang menimpa sebagian
sebagian dari tradisi tersebut (sepert!
daerah di pantai barat Pulau Sumatera
pembuatan monumen-monumen megalitik)
termasuk di dalamnya Pulau Nias. Gempa
sudah hilang seiring datang dan
bumi dan tsunami yang terjadi di akhir bulan
berkembangnya agama Kristen namun
Desember 2004 (episentrumnya di pantai
sebagian daripadanya masih eksis hingga
barat Aceh) tidak saja merenggut nyawa
saat ini (dalam bentuk upacara-upacara
ratusan ribu manusia, dan lenyapnya harta
adat). Keberadaan peninggalan nenek
benda, namun juga mengakibatkan msaknya
moyang orang Nias yang berupa monumen-
sejumlah peninggalan budaya di
Pulau Nias. Keadaannya makin runyam
Diterbitkannya karya ini menjpakan saiah
ketika pada malam (sekitar pukul 22.55 WIB)
satu wujud dari tugas pokok dan fungsi Balai
di awaI bulan Maret 2005 kembali terjadi
Arkeologi Medan, yakni penyebariuasan
gempa bumi hebat, yang kali ini pusatnya
informasi arkeologis. Diharapkan melalui
berada tidak jauh dari Pulau Nias. Dampak
terbitan ini masyarakat luas mengetahui
dari peristiwa itu sekali lagi banyaknya nyawa
kekayaan budaya bangsanya, yang pada
manusia yang melayang karena tertimpa
muaranya diharapkan tumbuh pemahaman
bangunan, harta benda yang hancur hingga
yang lebih baik tentang arti warisan budaya,
musnah, serta rusaknya peninggalan-
dan dari kondisi tersebut diharapkan tumbuh
peninggalan budaya di Pulau Nias.
apresiasi nyata terhadap keberadaannya.
Mengingat arti penting warisan budaya di
Kami mengucapkan terima kasih kepada
Pulau Nias, tidak hanya bagi orang Nias,
Kantor UNESCO, Jakarta dalam kerangka
namun juga selumh bangsa Indonesia, maka
Program Bersama PBB di Teluk Dalam, Nias
perlu segera diambil tindakan untuk
Selatan yang dimotori oleh UNDP Aceh-
menyelamatkan dan melestarikan warisan
Nias yang telah memberikan dukungan
budaya bangsa di pulau tersebut. Upaya
pendanaan untuk menerjemahkan buku dari
penyelamatan dan pelestariannya tidak saja
Bahasa Indonesia ke dalam Bahasa Inggris
bermanfaat bagi hal-hal yang sifatnya
dan untuk produksi ulang buku dalam vers!
ideologis belaka, tetapi juga akan membawa
Bahasa Indonesia yang pertama dicetak
manfaatyang sifatnya lebih pada kebutuhan
tahun 2005.
fisik manusianya, atau dengan lain kata juga
membawa manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Penerbit.
^'^=3
Kata Pengantar
\l
Ooerada jauh di bagian ujung baratlaut
saat ini objek lain terancam hilang karena
Nusantara, menempati sebagian kecil areal
adanya bencana akibat tsunami yang
luas perairan Samudera Indonesia, Pulau
melanda di penghujung tahun 2004.Hal itu
Nias menyimpan potensi budaya yang
masih disusul gempa bumi dahsyat yang
sungguh unik, menarik, dan eksotik.
mengguncang di awal tahun 2005. Begitu
Berbagai publikasi, baik dalam bentuk
banyak rumah adat, perkampungan lama,
laporan hasil penelitian, penerbitan buku,
dan situs megalitik - dengan berbagai
film dokumenter, dan ekspose média massa
komponennya yang begitu menarik - yang
banyak memaparitan keeksotikan kehidupan
mengalami kemsakan. Tentunya semua itu
masyarakat yang mendiami pulau itu. Ikon-
memperbesar kekuatiran yang ada.
ikon berupa omo hada Nias (rumah adat
Nias), hombo batu (lompat batu), maena
Penanganan yang lebih serius jelas
baluse (tari perang), dan lainnya kerap
diperiukan bagi kelestarian kebudayaan di
muncul dalam paparan tentang pulau di
sana.
Samudera Indonesia ini.
Sis!
pemanfaatan
dan
pengembangannya juga hams sudah mulai
dioptimalkan. Kebijakan pemerintah Sudah dapat dipastikan bahwa hingga
menyangkut hal itu seyogyanya melibatkan
beberapa saat belakangan ini kedatangan
masyarakat secara utuh. Sebagai
wisatawan mancanegara ke Pulau Nias
masyarakat pelaku kebudayaan, masyarakat
(berikut pulau-pulau kecil di sekitarnya) selain
Nias memerlukan kebijakan yang
untuk berselancar maupun menikmati
bermotivasikan upaya pelestarian budaya
pemandangan alamnya juga untuk
material Nias sekaligus dorongan
menyaksikan budaya Nias yang unik itu,
pemanfaatan yang mampu menumbuhkan
yang - sangat disayangkan - sebagian kini
ekonom! warga. Hal lain yang tidak dapat
terancam keberadaan dan kelestariannya.
diabaikan adalah juga motivas! bagi
terpeliharanya lingkungan yang Kerap didengungkan adanya kekuatiran
memungkinkan aktivitas budaya tetap hidup
bahwa berbagai bentuk wujud fisik sisa
sehat, pekerjaan sebagai sumber
kebudayaan masyarakat Nias yang unik itu
penghasilan tersedia, pendidikan untuk
suatu saat dapat punah. Beberapa tahun
meningkatkan kecerdasan, kepandaian, dan
berselang cukup banyak terjadi pencurian
kebijakan beijalan lancar. Begitupun dengan
dan penjualan atas patung-patung megalitik
kearifan lokal yang telah dimiliki sejak dahulu,
dan benda-benda lain yang menjpakan sisa
sebagai warisan nenek moyangnya, tentu
budaya masa lalu masyarakat Nias,
diperiukan pengamalannya dalam menyikapi
peluang yang ada bagi terciptanya kehidupan
pemanfaatannya bagi berbagai kepentingan
masyarakat yang sejahtera.
lain yang lebih luas. Teriebih bila mengingat
akan keinginan masyarakat setempat bagi
penulisan sederhana tentang sumberdaya
pencapaian kesejahteraan dalam kehidupannya. Pembangunan yang
budaya yang dapat dikatakan erat kaitannya
dilakukan pemerintah bersama-sama
Dalam kaitannya dengan hal tersebut,
dengan tradisi megalitikum
- justru
pada
komponen masyarakat tetap memeriukan
daratan yang relatif sempit di tengah perairan
informasi akan kekayaan dan kekuatan
Samudera Indonesia yang membentang
budayanya.
demikian luas - ini menjpakan upaya untuk
memberi pemahaman akan nilai-nilai yang
Demikianlah hasil kerja ini diselesaikan.
terkandùng di dalamnya. Harus disadari
Bantuan berbagai pihak ikut mempercepat
bahwa bagaimanapun, dalam kehidupan ini,
penyelesaian naskah ini sampai di tangan
manusia memerlukan cermin sehingga setiap
pembacanya. Rasa terima kasih yang
saat dapat mengatur dan menata laku hidup
sebesar-besarnya layak kami sampaikan
kesehariannya. Dalam kehidupan di dunia
kepada mereka yang memberikan andil
yang terasa makin "sempit" ini manusia jelas
melalui perannya masing-masing, khususnya
memerlukan
rekan-rekan di Balai Arkeologi Medan.
pemahaman
akan
kebudayaannya sendiri di samping
pengenalannya akan kebudayaan
Selanjutnya, bahwa tak ada gading yang tak
masyarakat lain. Dalam format yang lebih
retak, hal itu menjadikan kesiapan kami untuk
luas, itu diperiukan agar tidak mudah terjadi
menerima krilik dan saran bagi
'singgungan" dan 'gesekan' yang
penyempurnaan karya
berdampak kerugian bagi semua pihak.
mendatang. Demikianlah, dan selamat
ini di masa
membaca. Ya'ahowu!
Terkandùng
juga
keinginan
mengkontribusikan pengetahuan dan pemahaman tentang sumberdaya budaya
Medan, akhir November 2005.
Nias berkenaan dengan upaya
Penyusun.
l
daftar
isi
Sekilas dari Penerbit Kata Pengantar Daftar Isi
fl
Pendahuluan Bagian Pertama: Alam dan Lingkungan Bab
I.
Alam Lingkungan
Bab II. Lokas! dan Lingkungan Sosialnya
Sejarah
Bagian Kedua: dan Keragaman
Budaya
Bab m. Sejarah dan Budaya Bab IV. Megalitik dan Zaman Prasejarah
Lingkungan
Bagian Ketiga: dan Peninggalan
Purbakala
Bab V. Peninggalan Megalitik di Pulau Nias Bab VI. Peninggalan Purbakala dan Keterkaitan Lingkungan
Bab Vil. Osa-osa dan Area Manusia yang Diselundupkan dari Pulau Nias
Bagian
Keempat:
Nias di Tahun 2005 BabVllI.Penutup
Kepustakaan
PiËNDAHULÙÀN
I &ulau
Nias dikenal banyak memiliki
penganjh tradisi megalitik dari Asia Tenggara
peninggalan bertradisi megalitik, dalam
yang datang dalam dua gelombang pada
bertaagai bentuk termasuk pula adat. Adapun
kumn yang bert)eda. Namun kelak para ahli
keberadaan objek-objek tersebut kerap
lain menyebutkan bahwa bentuk-benfuk
dikaitkan dengan folklore yang berkembang
megalitik di Indonesia pada dasarnya tidak
di masyarakat setempat yang menyebutkan
mendukung pendapat itu (Soejono dkk,1993).
tentang adanya migrasi suku bangsa Naga
Disebutkan bahwa tradisi megalitik yang
di Assam ke Pulau Nias.
dijiwai oleh pemujaan an/vah leluhur memiliki
Hasil kegiatan arkeologis di Pulau Nias
telah memberikan landasan kehidupan yang
kedudukan yang penting di Indonesia karena
menunjukkan bahwa keberadaan
mantap bagi perkembangan selanjutnya
masyarakat di sana jauh melampaui masa
terutama menjelang datangnya pengaruh
megalitik, dan itu berhubungan dengan
kebudayaan Hindu-Buddha dan masa-masa
dengan masa paleolitik yang peninggalan
berikutnya. Contoh pentingnya jelas dan
artefaktualnya - berupa alat batu - dijumpa!
dapat dilihat di tempal-tempat tertentu
di Daerah Aliran Sungai Muzoi. Begitupun
seperti di Nias, Bali, Sumba, dan lainnya
dengan artefak serta ekofak di situs Gua
yang hingga saat ini mempunyai tradisi
Tôgi Ndrawa, yang berdasarkan analisis
megalitik yang masih berlangsung
Carbon dating atas sample moluska/kerang
(Wales,1953; Heekeren,1958; Mulia,1981).
memperiihatkan: bahwa pada kedalaman dua meter dari pemiukaan tanah diketahui
Seperti halnya dengan belahan lain
bahwa aktivitas manusia berasal dari masa
Nusantara, Nias dan pulau-pulau di
7.890 ± 120 BP yakni sekitar delapan ribu
sekitarnya juga mempunyai masa dimana
tahun yang lalu; sedangkan pada kedalaman
sentuhan dengan bangsa dan budaya lain
4 meter diketahui berasal dari masa 12.170
teriadi. Secara garis besar hal itu terkait
± 400 BP yakni sekitar dua bêlas ribu tahun
dengan masa-masa klasik Indonesia, masa
yang lalu.
kedatangan Islam, dan kelak diikuti dengan
masa pengaruh kebudayaan Barat berikut
Berkenaan dengan objek megalitik,
agama Kristen-nya. Bagi penduduknya
seperti yang akan dibicarakan dalam
keberadaan tradisi megalitik tetap menjadi
kesempatan ini, melalui hasil penelitiannya
dasar dalam menyikapi sentuhan, pertukaran,
Geldern (1932; 1945) secara tipologis
penyerapan, dan perubahan kebudayaan
menganggap bahwa Indonesia mendapat
yang terjadi. Dinamikanya tetap
^^
meninggalkan jejak dalam sisa budaya
menjadi mudah rusak atau diperjualbelikan
materialnya.
sebagai barang souvenir.
Pada masa pendudukan Belanda di
Karya kedi ini diharapkan dapat memberikan
Indonesia, Pulau Nias menjpakan saiah satu
gambaran tentang bentuk dan fungsi
pulau yang juga mengalami permasalahan
peninggalan sejarah budaya masyarakat
yang sama dengan wilayah lainnya.
Nias, serta pengenalan aspek kehidupan
Perkampungan yang pada awalnya didirikan
yang beriangsung di sana dalam bentuk
di bagian atas periiukitan kelak dipindahkan
infonnasi tertulis atas beberapa objek-objek
ke bagian di pinggir jalan yang kebanyakan
dimaksud.
berada di bagian pinggang atau dasar bukit.
Tindakan terakhir itu lebih dikaitkan dengan
Adapun manfaatnya bagi masyarakat
memudahkan upaya pihak Belanda untuk
Indonesia pada umumnya dan masyarakat
memantau dan mengawas! aktivitas
Nias pada khususnya terutama dalam
masyarakatnya. Hal tersebut menyebabkan
kaitannya dengan peri^embangan teknologi,
banyak peninggalan ari<eologis tidak tertjawa
sosial, dan ideologi dalam upaya pembentukan jatidiri. Sebagai upaya
ke perkampungan yang sekarang.
pendokumentasian objek-objek sejarah
Sampai sekitar tahun 1950-an tradisi
budaya, hasil kegiatan ini bermanfaat juga
megalitik di Pulau Nias masih dapat
untuk
dikatakan living monument, monumen yang
mempromosikan berbagai objek, jenis, dan
menginformasikan
dan
tetap/masih hidup, dimana beberapa
sekaligus menjpakan pengenalan lebih lanjut
upacara besar yang dilakukan kelompok
akan kondisi objek-objek saat ini, sehingga
masyarakat dilanjutkan dengan pendirian
dapat diketahui potensi yang dimiliki dalam
bangunan megalitik (owasa), sekalipun
upaya membuka kemungkinan pelestarian,
ukurannya sangat kecil. Kondisi peninggalan
pemanfaatan dan pengembangannya.
megalitik yang ditinggalkan oleh masyarakat
Apabila objek-objek sejarah budaya dan
pendukungnya belakangan menjadikan
aspek-aspek yang melingkupinya dapat
peninggalan tersebut
rentan bagi
dipahami dan dilestarikan maka potensi
pencurian Benda Cagar Budaya (BCB)
pariwisata akan semakin kuat dan
Peninggalan megalitik yang sudah tidak
berkembang guna meningkatkan devisa
lagi bersifat living monument tersebut
negara dan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
sebagian berubah fungsi sehingga
yang sekaligus berdampak terutama bagi kesejahteraan masyarakatnya.
10
Bagian Pertama: Alam dan Lingkungan
^ I%.^l>.
*...!..
r
yRRSS* STL-L-Tv
fji.r
> ' . «l'T
V
.t.
M
m
,-,.jftl".
Alam
BABI. Lingkungan
Kondisi Geografis
Ooerada
di bagian baratdaya wilayah
wilayah Provins! Sumatera Barat di sebelah
Provins! Sumatera Utara, Pulau Nias beijarak
selatan; sedangkan di sebelah barat
sekitar 85 mil laut dari Pelabuhan Sibolga di
berbatasan langung dengan Samudera
daratan Pulau Sumatera. Sebagai Bagian
Indonesia (BPS Kabupaten Nias, 2003).
dari kepuiauan Nias yang terdiri atas 132 buah pulau, Pulau Nias mempakan pulau
Topografi Pulau Nias berupa bukit-bukit
terbesar dengan luas tidak kurang dari
sempit dan terjal serta pegunungan yang
5.449,70 km^. Adapun luas wilayah
memiliki ketinggian hingga 800 meter di atas
Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Selatan
permukaan laut. Bagian wilayahnya
seluruhnya mencapai 5.625 km^, atau 7,8
yang berupa dataran
rendah sampai
% dari luas wilayah Provins! Sumatera Utara
bergelombang mencapai jumlahan 24%,
(BPS Kabupaten Nias, 2003).
tanah bergelombang sampai berbukit 28,8 %, sedangkan tanah bert)ukit sampai
Secara astronomis Pulau Nias terletak antara
pegunungan mencapai 51,2% dari selunjh
0° 12' -
97°- 98°
luas dataran (BPS Kabupaten Nias, 2003).
BujurTimur. Pulau Nias beriDatasan dengan
Dataran rendah terdapat di bagian tepi pulau,
1
° 32' Lintang Utara dan
Pulau Banyak di wilayah Provins! Nanggroe
dan sebagian tepi Pulau Nias tersebut
Aceh Darussalam di sebelah utara; Pulau
menjpakan tebing karang yang menyulitkan
Mursala di wilayah Kabupaten Tapanuli
pencapaiannya dari arah laut. Daerah
Tengah di sebelah timur; Pulau Mentawai di
perbukitan berada di bagian tengah pulau.
12
Mengikut pencacahan yang dilakukan Badan
dan basah, Suhu udara beridsar antara 14,3°
Pusat Statistik Kabupaten Nias (1977)
-
diketahui bahwa wilayah di Samudera
sekitar 80-90%, dan kecepatan angin
30,4° Celcius dengan kelembaban
Indonesia ini n^mtliki curah hujan yang tinggi,
antara 5-6 knot/jam, Struktur geologis
rata-rata mencapai 3,145,1 milimeter per
yang labil, dengan curah hujan
tahun, dan dengan banyak hujan mencapai
yang demikian tinggi sering menyebabkan
273 hari per tahun ini berart! rata-rata 23
terjadinya banjir bandang yang
hari per bulan, Besarnya curah hujan ini
diikuti dengan berpindah-pindahnya aliran
menyebabkan kondisi alamnya lembab
sungai.
13
Sungai-sungai yang bermuara ke pantai
sebagian menunjam ke arah barat laut
barat Pulau Nias tidak banyak, antara lain
^ jnaupun tenggara. Terdapat sesar naik yang sejajar dengan lipatan dengan kemiringan
Sungai Oyo dan Sungai Eho, Pantai barat
ombaknya selalu besar serta jarang ada
,-
tempat alami yang memadai bagi
'
30°-40° dan merupakan bidang sentuh '< antara bancuh dengan batuan sedimen yang
pendaratan, menyebabkan tidak tumbuhnya
lebih muda, Sesar naik tersebut dipotong
-& pelabuhan di sana. Kebalikannya dengan
" oleh sesar mendatar dan normal. Proses
pantai timur, dimana lebih banyak sungai yang bemnuara di sana. Contohnya adalah
tektonik diawaii pada kala Oligosen ^ yang menghasilkan pensesaran naik
Sungai Muzoi, Gidô, tdand Gawb, Nalawo,
kompleks Bancuh sehingga berada di
.
Mezaya, dan Sungai Sa'ua,
Berhadapan dengan pantai barat Sumatera, pantai timur Nias
lebih memungkinkan untuk djjadikan
pelabuhan seperti yang tampak saat ini.
Penampang Stfotigrafl Tebing Sungai Muzoi
Kondisi geologis Secara geologis Pulau Nias merupakan
permukaan,
daerah lengkung luar yang tidak bergunung
Bancuh terjadi sedimentasi formasi
api. Mengacu pada laporan penelitian
Leiematua dan Gomo yang teijadi pada kala
Pusat Penelitian Arkeologi di Pulau Nias
Miosen awal hingga Pliosen.
Di sekitar ketinggian
pada tahun 2003, menyangkut kondisi
Pada kala Pliosen hingga Plestosen
geologis dapat disampaikan hal berikut.
terjadi pengangkatan dan periukan yang melibatkan semua satuan batu (Driwantoro,
Struktur geologi Pulau Nias
berupa
2003).
lipatan, sesar dan kelurusan dengan
arah umum barat laut - tenggara,
Kegiatan tektonik di wilayah Pulau
Antikiin dan sinklin tidak bersatu dan
Nias masih berlangsung sampai sekarang.
BLOW,
Keberadaan Pulau Nias ditentukan
Globoqudrina altispira
oleh empat korelasi pendukungnya,
CUSHMAN & JARVIS, Sphaeroidinellopsis
masing-masing adalah;
seminulina PARKER & JONES, Hastigerina
aequilateralis BRADY, Foraminifera
Aluvium yang mengendapkan
bentos Uvigerina sp., Gyrodina sp., Panulina
sungai, rawa dan pantai yang terdiri
sp., Laticarinina sp., Pygro sp., dan
dari bongkahan batu gamping, pasir,
Nodosaria sp. (Pumamaningsih, 1988).
1.
lumpur dan lempung. Ketebalan aluvium
Umur dari Formasi ini sekitar Miosen
sekitar 2-5 m.
Tengah-Pliosen Awal yang terendapkan di wilayah sublitoral
2. Formasi
Gunungsitoli yang berupa
- batial.
Selain
Foraminifera, formasi ini mengandung
batu gamping terumbu, batu gamping
moluska dari berbagai jenis. Ketebalan
lanauan, batu pasir gampingan,
formasi ini sekitar 1250-2500 m dengan
batu pasir kwarsa halus gampingan,
bagian bawah sejajar dengan Formasi
napal dan lempung pasiran yang beriapis
Leiematua dan tertindih Formasi Gunung
baik dan terlipat lemah. Umur dari
Sitoli. Fomnasl ini terdapat di wilayah Gomo,
Formasi ini sekitar Plio-Plestosen
Nias Selatan.
dan terendapkan di wilayah laut dangkal
menindih Formasi Gomo dan formasi
4. Formasi Leiematua, terdiri dari
Leiematua (Bemmelen, 1949). Formasi in!
batu-pasir, batu-lempungan, batu-lanauan,
terietak di bagian utara Pulau Nias dengan
konglomerat dan tufa yang bersisipan
ketebalan 120 m.
dengan batubara yang tipis dan serpih. Keadaan Fonnasi beriapis baik dan teriipat
3. Formasi Gomo yang terdiri dari
kuat. Formasi ini mengandung fosil
batu lempungan, napal, batu-pasir,
batu-gamping, batu-Iempungan, batu-
Foraminifera plangton antara lain ; Hastigerina aequilateralis BRADY,
lanauan, konglomerat dan
yang
Globorotallia mayeri CUSHMAN & ELLISOR,
bersisipan dengan batubara napal tufaan,
Giobigerinoides diminutus BOLLI, Giobigerinoides trilobus REUSS, Praeorbulina glomerosa BLOW,
tufa
tufa dan gambut beriapis baik dan terlipat kuat. Pada umumnya struktur antar sedimen sejajar. Formasi ini mengandung fosil Foraminifera plangton yang terdiri
Globorotalia peripheroronda BLOW & BANNER, Globogrinoides subquadratus BRONNIMAN, Globigerinoide sicanus DE
dan Orbulina universa D'ORBIGNY,
STEFANl, Globogerinoides immaturus
Globigerina venezuelena HEDBERG,
LEROY, Globorotalia immaturus LEROY,
Globorotalia manardii D'ORBIGNY,
Globorotalia
Sphaeroidinella
Globorotalia menardii D'ORBIGNY,
subdihiscens
15
obesa
BOLLI,
Orbolina sp., Globigeropsis sp., Globorotalia lenquaenesis BOLLI,
merambat di pohon lain yang daunnya berasa
sp., Globigerinita sp., Globigerina sp.
agak pedas (Piper belle), yang dikunyah
(Pumamaningsih, 1988).
bersama dengan buah pinang (Areca
Nias, berupa daun sirih, yakni tanaman
catechu) yang tua benvama kuning kemerahmerahan, dan endapan rebusan daun gambir
Flora dan Fauna Nias
(Uncaria gambir) yang airnya diuapkan. Sebagai sebuah pulau yang cukup besar di
Kapur yang diperoleh dari olahan batu
Samudera Indonesia, Pulau Nias memiliki
gamping juga merupakan komponen
keanekaragaman hayat! yang kaya.
pelengkap dalam makan sirih. Makan sirih
Tumbuhan yang terdapat di pulau ini terdiri
adalah kunyahan yang mencandu dan
dari tumbuhan domestik yang mempakan
sekaligus dipercaya sebagai penguat gigi.
budidaya masyarakat, diantaranya padi (Oryza sativa) yang dibudidayakan di sawah
Berbagai jenis hewan hidup di pulau ini,
atau ladang, jagung (Zea mays), ketela
diantaranya jenis-jenis ikan (Pisces), baik
rambat (Convolvulus batatas), jeruk
dari laut, tambak maupun kolam air tawar,
(Shaddock Hindia B), durian (Durio
babi (Sus sp.), kerbau (Bovidae), dan
zibethinus), nanas (Bromèlia ananas),
kambing (Capra sp.). Disamping itu di wilayah
langsat (Lansium donesticum), mangga
tertentu masih dapat dijumpa! hewan-hewan
(Mangifera indica), pisang (Musa sp.), karet
liar diantaranya rusa (Cervidae), berbagai
(Havea brassiV/ensis), kelapa (Cocos
jenis burung (Aves), termasuk bumng beo
nucifera), kop! (Coffea spp.), cengkeh
Nias dan babi hutan (Sus scrofa).
(Eugenia aromatica), cokelat (Theobroma
Buoing beo Nias (Gracula religiosa), bert^ulu
cacao) dan nilam (Pogostemon cablin), dan
hitam berkilau yang dapat dilatih menimkan
tanaman liar seperti paku-pakuan, pakis,
bunyi, yang demikian khas ternyata
dan gambir (Uncaria gambir).
mengalami nasib buruk, justru karena kekhasannya. Saat ini populasi hewan yang
Berkenaan dengan flora di Nias, adalah
dahulu sempat dianggap sebagai hama
merupakan kebiasaan masyarakat Nias
tanaman pertanian demikian rendah, bahkan
untuk memakan sirih (mengunyah sirih
dikuatirkan akan mengalami kepunahan.
selengkapnya, yang dilakukan baik oleh laki-
Pemerintah telah mengeluarkan peraturan
lak! maupun perempuan). Bahan baku
yang melarang adanya perburuan dan
makan sirih, yang juga mewarna! flora di
perdagangan jenis burung tersebut.
16
# u
«
Jalon raya Bcrtos kabupaten iDukotn kecomoton I*] Ibukoto kabupaten
«225^
CEP. BATU
"^ S«l*i.ti<^'
17
Bab II.
LoKASï dan Lingkungan ^^ffltsjir5,i*^.0^.
.
;lï"^?^!;.jTÎ^
a., a
Sosialnya
,.
Pencapaian Pulau Nias dapat dilakukan
dari Sibolga ke Teluk Dalam, di wilayah
melalui dua cara, yakni menggunakan sarana
Kabupaten Nias Selatan dengan waktu
transportas! udara dan laut. Untuk mencapai
tempuhselama12jam.
Pulau Nias, dari bandara Polonia, Medan ke bandara Gunung Sitoli ditempuh dalam waktu
Berbeda dengan orang Minangkabau yang
±45 menit, selanjutnya dari Gunung Sitoli ke
matrilineal (hubungan keturunan melalui
Teluk Dalam yang beijarak 120 km ditempuh
garis kerabat perempuan saja), dan
dalam waktu 3jam dengan menggunakan
sebaliknya sama dengan orang Batak, orang
kendaraan umum melalui jalan beraspal
Nias adalah masyarakat patrilineal dimana
yang cukup baik, Adapun untuk transportas!
garis keturunan melalui garis kerabat laki-
laut, dari pelabuhan Sibolga ke Gunung Sitoli
laki, bapak saja, Adapun mado (marge),
ditempuh dalam waktu 9 jam. Dapat pula
kelompok kekerabatan yang eksogam dan
menggunakan transportas! laut langsung
uniiinear, yang selalu ditempatkan di
Pembuatan moda transportas! oir dl Nias
18
belakang nama seseorang mempakan tanda
demikian dapat dirasakan bahwa
akan asal atau keturunan keluarga
kemampuan ekonom! dari pelaku berbagai
seseorang. Kita kenal misalnya mado Harefa,
mata pencaharian itu cenderung tidak
Hia,Telaumbanua, Hulu, Duha, Zebua, dan
berubah dan itu disebabkan karena
sebagainya.
terhambatnya proses pembangunan dan modemisasi. Kita dapat membandingkannya
Perilaku sosial masyarakat Nias cukup
dengan kemajuan yang beriangsung pada
kompleks. Zaluchu (1993) menyebutkan
masyarakat lain seprovins! di bagian daratan
bahwa hal ini disebabkan oleh berbaurnya
Pulau Sumatera.
I
adat dan norma-norma yang beriaku. Pada masyarakat Nias prinsip kegotongroyongan
Mata pencaharian penduduk umumnya
masih diutamakan. Sistem kekerabatan dan
adalah bertan! dan berkebun. Hasil
kerjasama cukup menonjol walaupun
aktivitas itu antara lain; padi (Oryza sa(/Va),
terpolarisasi dalam paham keagamaan yang
jagung (Zea mays), ketela rambat
saling berbeda. Mayoritas penduduk Pulau
(Convolvulus batatas), nilam (Pogostemon
Nias adalah pemeluk agama Kristen
cablin), pisang (Musa), nenas (Bromèlia
Protestan, disusul Islam, dan kemudian
ananas), jemk (Shaddock-Hindia fi), durian
Kristen Katolik.
(Duiro Zibethinus),
langsat (Lansium
donesticum), mangga (Mangifera indica, L),
Dalam kehidupan sehari-hari di Nias orang
karet (Hevea brassiliensis), kelapa (Cocos
menggunakan bahasa Nias namun dengan
nucifera), kopi (Coffea spp), cengkeh
dialek yang berbeda di setiap bagian
(Marsdenia tinctoria), coklat (Theobroma
wilayahnya. Sesuatu ySng sangat mencirikan
cacao) dan lainnya.
bahasa Nias adalah penggunaan huaif vokal yang dominan dalam setiap kata atau kalimat,
Tanaman padi diusahakan pada sawah (wet
dan itu selalu ditanda! dengan akhiran vokal
land) atau ladang/huma (dry land), yang
pula.
umumnya menempati bagian tanah yang rendah, seperti bagian-bagian lembah
Sebagai sebuah kawasan pulau yang tidak
yang dialiri sungai-sungai kecil. Adapun
terialu besar, dikelilingi Samudera Indonesia
tanaman keras seperti karet dan cengkeh
yang demikian luas, sekilas kita dapat
banyak diusahakan pada daerah-daerah
mengatakan kalau penduduk Nias mengerjakan hampir seluruh jenis mata
pert3ukitan, sehingga sebagian hutan-hutan
pencaharian. Jadi tidak terbatas pada
perkebunan rakyat.
di pulau ini dimanfaatkan sebagai
pekerjaan bercocok tanam saja, melainkan
juga menangkap ikan, bertukang,
Dahulu produk karet sempat menjadi
menambang, dan berdagang. Walaupun
komoditas andalan daerah tersebut. Begitu
19
I
secara sosiologis kita masih dapat
juga halnya dengan kopra (daging buah kelapa yang dikeringkan dan menjadi bahan
merasakan bahwa masyarakat Nias
baku minyak goreng) sebagai hasil olahan
dahulu terbagi atas tiga tingkatan,
atas panen kelapa penduduk.
yakni siulu (kaum bangsawan),
Dan beberapa waktu berselang minyak
menteri), dan banuasafo (rakyat biasa).
s;7/a
(para
nilam, cairan hasil sulingan daun harum
Dalam kehidupan sehari-harinya
tanaman nilam (Pogostemon cablin)
sekarang hal itu memang sudah tidak
yang bernilai ekonom! tinggi juga
tegas lagi namun sebagian anggota
sempat menjadi primadona produk
masyarakat masih memperiihatkannya
alam Nias. Saat ini orang mulai merasakan
dalam bentuk yang berbeda. Itu masih
keterpurukan pendapatan atas produk-
dimungkinkan dengan keberadaan ujud
produk itu.
budaya fisiknya.
Disamping bertani dan beriadang sebagian
Bentuk umum rumah adat Nias atapnya menjulang tinggi dan
masyarakat juga berternak, mencari ikan
serta membuat tambak ikan.
terbuat dari rumbia dan badannya
Hewan yang banyak dibudidayakan adalah
terbuat dari kayu. Tiang-tiangnya terbuat
babi, sapi, kerbau, kambing. Beberapa
dari kayu bulat besar dengan garis tengah
jenis hewan liar hidup di hutan Nias,
yakni babi hutan (Sus scrofa),
lebih kurang satu meter. Biasanya didirikan pada bagian puncak bukit
rusa (Cervus equimus), serta beberapa
sehingga jelas diperiukan tenaga yang
jenis burung seperti beo dan lainnya.
tidak kecil. Hal ini sekaligus indikasi dari
kuatnya sifat gotong royong pada Pada lingkungan alam yang demikian,
masyarakatnya.
20
Hanya rumah siulu (raja) yang biasa
disebut sebagai rumah adat, sedangkan
rumah rakyat kebanyakan tidak termasuk, Rumah adat (omo hada) Nias
dlbedakan menjadi dua, yakni jenis rumah adat Nias Utara dan rumah
adat Nias Selatan, Perbedaan utama terletak pada bentuk atap. Rumah adat Nias
Utara bentuk atapnya agak membulat
sedangkan Nias Selatan berbentuk empat persegi, Contoh rumah adat
Nias Utara terdapat di Hilinaa di Kecamatan Gunung Sitoli sedangkan
contoh rumah adat Nias Selatan antara lain dl Bawômataluo, Hilinawalô Fau,
Hilinawalo Mazind (di Kecamatan Teluk Dalam),
Saiah satu perkannpungan di Nias Selatan 21
Rumah Adat Nias Utara Berkenaan dengan upaya pengaturan
kewajiban); serta bowo atau keadilan sosial.
hidup keseharian masyarakatnya, jauh sebelum Belanda memperkenalkan
Adapun untuk kepentingan perluasan
pengadilan dengan sistem hukum Barat, Nias merupakan masyarakat
kekuasaan
hukum wilayah yang disebut banua.
disebut ori/eri dan dikepalai oleh saiah
Pemerintahan-pemerintahan lokal
seorang yang dituakan atau berpengaruh
dimaksud dikepalai oleh seorang sanuhe
yang disebut tuhenôri
atau siulu yang dalam mengatur segala
sanuhenôri.
maka
sanuhe
atau
salawambanua membentuk perikatan yang
dibantu oieh
sesuatu yang berhubungan dengan tata
hidup masyarakat/hukum dijalankan oleh
Dalam on yang merupakan kumpulan
sebuah lembaga disebut fondrakô. Hal-hal
beberapa banua itu juga memanfaatkan
yang ditentukan atau diatur melalui fondrakô
kelembagaan fondrakô bagi pengaturan
mencakup aspek-aspek fondu atau
hukum yang diberiakukan,
kepercayaan/agama;
Sedangkan
fangaso
tempat untuk memutuskan dan
hao-hao/ele-ele
mengumumkan sebuah keputusan
(kebudayaan); forara haofowanua (hak dan
hukum/peraturan berada di dalam osali.
(perekonomian);
22
Rumah
Adat
Nias Selatan
23
Sejarah
Bagian Kedua: dan Keragaman
F
/
.
Budaya
Bab III. Sejarah dan Budaya Latar Sejarah
VJZ^ampai saat ini banyak teori tentang
menyebutkan bahwa pada sekitar awal abad
asal-usul orang Nias, termasuk yang
ke-9
menyatakan bahwa orang Nias Sdak berasal
berbeda satu sama lain, Namun hasil
dari satu etnik saja melainkan merupakan
penelitian arkeologis juga menunjukkan
perkembangan dari campuran beberapa
bahwa sampai abad ke-1 2, Gua Tôgi Ndrawa
sukubangsa. Bila sumber ariteologis melalui
masih digunakan sebagai tempat tinggal
bukti yang diperoleh dari situs Gua Tôgi
sekelompok manusia.
Nias dipadati banyak etnis yang
Ndrawa menunjukkan bahwa setidaktidaknya sejak sekitar 10.000 tahun yang
Gua Tôgi Ndrawa di wilayah Kecamatan
lalu telah ada penghunian Pulau Nias, bahkan
Gunung Sitoli, Kabupaten Nias
jauh sebelum itu seperti yang diketahui dari
merupakan kompleks gua yang terdiri dari
adanya sisa tinggalan masa paleolitik berupa
2 buah
alat-alat batu yang dijumpa! di bantaran
(rock shelter), Ketiga ceruk tersebut
Sungai Muzoi, maka sumber tertulis Arab
diapit oieh dua buah gua, berderet dari
25
gua (cave) dan 3 buah ceruk
'selatan ke utara. Letaknya di ketinggian
Kelak keberadaan orang Aceh di sana ikut
sekitar 175 meter di atas permukaan laut.
memperkaya seni perang tradisional orang
Dalam bahasa Nias Tôgi Ndrawa memiliki
Nias. Orang banyak mengenal adanya tiga
arti lubang tempat orang merantau.
seni perang tradisional Nias, yakni simataha
dari Aceh; stada dari Sumatera Barat; dan
Adapun sumber sejarah memperiihatkan
trapedo yang merupakan seni perang
bahwa pada awal ke-17, Sultan Iskandar
campuran keduanya.
Muda membentuk Aceh menjadi kerajaan
yang kuat di Nusantara bagian baraL Deli
Belanda memperiuas pengamh juga ke Pulau
dikuasainya pada tahun 1612, Am diduduki
Nias, yang pada awal abad ke-1 9 bukan
pada tahun 1613 seperti juga halnya Johor.
merupakan daerah penting bagi
Kemudian pada tahun 1624/1625 ia bertiasil
perdagangan Inggris. Pada tahun 1825
menjadikan Nias di bawah pengaruhnya
diadakan perjanjian untuk mengakhiri
(Ricklefs,1998).
perdagangan budak namun aktivitas itu
tetap beriangsung dan sebagian besar Di Kepuiauan Hinaku dan Pulau-Pulau
budak dijual ke Padang dan Singapura.
Batu, di bagian tenggara Nias cukup
Kantor dagang Belanda dibuka di Gunung
banyak orang Bugis - yang disebut
Sitoli pada tahun 1840 yang diikuti dengan
-
dari Sulawesi Selatan, dan
ekspedisi militer pada tahun 1847.
menurut sumber cerita mereka yang
Selanjutnya pada tahun 1855 dan tahun
orang Maru
berdiam di daerah itu adalah ketumnan yang
1863 kembali ekspedisi militer dilakukan
ke-17 atau ke-1 8. Adapun orang-orang
guna memperi
Aceh dl Nias, yang biasa disebut
Nias (Ricklefs,1998). Pada tahun 1914 Nias
Polem, sekurang-kurangnya adalah gêneras! ke-13 atau ke-14. Cerita
sepenuhnya berada di bawah pemerintahan
kolonial Belanda.
yang menarik bahwa keberadaan orang-
orang Aceh itu justru karena dipaksa
Menyangkut pendudukan Jepang atas
oleh orang Nias. Ketika perahu orang
Nias yang mengakhiri kekuasaan
Aceh memudiki sungai menuju ke
pemerintahan Hindia Belanda dikisahkan
perkampungan Foa, penduduk menutup
bahwa pada tanggal 17 April 1942
bagian hilir aliran sungai sehingga
tentera Jepang mendarat di Gunung
mereka
Sitoli, dan kemudian pada tanggal
tidak
dapat
keluar
dan kembali keAceh. Hal itu dilakukan karena
21 April 1942 di Teluk Dalam. Selanjutnya
orang-orang Nias pada saat itu memeriukan
adalah giliran Hilisimaetano yang menjadi
kehadiran orang Aceh untuk dimintai
tempat pendaratan untuk kemudian diduduki
mengajarkan kepandaian menyangkut
Jepang pada tanggal 22 April 1942
kekuatan magis maupun seni berperang.
(Anwar, 2004).
26
Dahulu Nias mempakan saiah satu tempat
menyatakan bahwa di Nias pada tahun 1832
dimana orang mudah mendapatkan budak.
perahu orang Perancis juga memuat sekitar
Pedagang-pedagang budak yang dagang
500 budak.
ke Nias antara lain berasal dari Aceh,
Sumatera Barat, Cina, dan Eropa. Teriebih
Sistem perbudakan teriutup beriaku seperti
di bagian utara, di beberapa tempat budak
di Nias, Toraja, maupun di daerah-daerah
diperoleh
melalui penyerangan
pelabuhan yang didominasi bangsawan-
perkampungan. Hal ini berbeda dengan
saudagar sepert! Malaka, Aceh, dan Banten.
perkampungan di bagian selatan yang
Bagi budak, kesengsaraan paling nyata
pada umumnya lebih terjaga dan tidak
bukan hilangnya kebebasan melainkan
mudah dikalahkan. Pada awal masa
kemungkinan dijual ke tempat lain yang jauh.
kekuasaannya di Nias, pemerintahan
Bahkan budak kadang dikori}ankan sebagai
kolonial Belanda mendukung perdagangan
periengkapan beberapa kebutuhan ritual
budak itu.
seperti upacara penguburan seorang kepala
ly2
I
suku atau pembangunan sebuah bangunan
Perbudakan dan perdagangan budak
besar, seperti yang diketahui di Philipina,
memang cukup menonjol pada masanya,
Birma, Sulawesi, Nias, dan sebagainya
dan hal itu dapat kita ketahui melalui
(Reid, 2004).
laporan saiah satu penguasa Belanda yang
menyebutkan bahwa akibat praktek
Bila pada abad ke-1 8 pasokan budak Batavia
tersebut populasi penduduk di bagian utara
terutama berasal dari Sulawesi Selatan
Nias berkurang begitu banyak. Sebagai
ditambah Nias dan Bali. Namun dengan
budak mereka dibawa ke berbagai tempat.
meningkatnya tekanan pemerintah Eropa
Mereka yang dibawa ke Padang kebanyakan
terhadap perdagangan budak maka pada
menjadi budak karena masalah hutang.
awal abad ke-1 9, daerah-daerah yang berada
Sebagai pembayar hutang mereka hams
di luar jangkauan kekuasaan Eropa, seperti
bekerja pada pemberi hutang selama
Nias, Bali, dan Sulu menjadi semakin penting
bertahun-tahun. Dalam kaitannya
sebagai sumber pemasok budak (Reid,2004).
dengan hal tersebut, saat in! di beberapa
tempat di Padang
kita masih dapat
Bahwa perbudakan mempakan saiah satu
menjumpai kelompok masyarakat
biang penderitaan manusia, tercatat bahwa
yang mempakan ketumnan pendatang dari
selama période 1790-1830 Nias kehilangan
Nias. Dalam catatan lain disebutkan
800 sampai 1500 orang penduduk setiap
pula bahwa Penang, di Malaysia, dahulu
tahunnya dan diperi^irakan bahwa itu sekitar
menjadi tempat tujuan para budak - yang
0,4 persen jumlah penduduk pertahun
antara lain pada tahun 1820 dibawa oleh
(Reid, 2004). Menyangkut jumlah penduduk
perahu Cina dari Nias. Catatan lain
Nias dahulu, itu dapat kita bandingkan
27
I
dengan jumlah penduduk Nias hasil sensus
dan bukan tiga. Di Nias kita hanya akan
tahun 1990 yang mencatat adanya 588.643
menjumpai rumah adat dengan gaya Nias Utara dan rumah adat dengan gaya Nias
jiwa.
Selatan.
Keragaman Budaya Suatu kelaziman bahwa pertapakan Berkenaan dengan keberadaan tinggalan
bangunan-bangunan berbahan kayu itu
megalitik di Pulau Nias, secara umum
menempati bagian permukaan tanah yang
dlbedakan atas dua karakter budaya yaitu
tinggi, dan itu artinya di atas bukit dengan
yang sering disebut dengan Budaya Nias
arah hadap ke timur. Keistimewaannya,
Utara dan Budaya Nias Selatan. Keduanya
konstmks! bangunannya tidak menggunakan
tampak jelas pada penggambaran patung-
paku. Jepit dan pasak mempakan penguat
patung megalitik dan juga mmah adatnya.
sekaligus pengunci konstruksionalnya.
Karakter patung Nias Selatan (secara umum
I
meliputi wilayah Kabupaten Nias Selatan)
Gaya bangunan rumah adat Nias
penggambarannya lebih naturalis dengan
Utara berbentuk bulat. Ketinggian
berbagai posisi. Rumah Adat-nya memiliki
lantai bangunan rumah panggung ini
bentuk persegi, tidak membulat seperti
sedang-sedang saja,
halnya Rumah Adat di Nias Utara.
dibandingkan dengan yang bergaya
Berdasari
Selatan. Adapun bangunan rumah
megalitik yang terdapat di Kabupaten Nias
adat Nias Selatan memiliki karakteristik
Selatan, orang sering mengkaitkannya
persegi dengan atap yang menjorok ke atas.
dengan tinggalan Megalitik Muda yang
Bangunan-bangunan tua in! sekarang
berkembang di Indonesia yaitu sekitar awal-
hanya dapat dijumpa! di beberapa
awal masehi.
tempat saja. Di wilayah Kecamatan Telukdalam, Kabupaten Nias Selatan
Dalam kesempatan tertentu kita juga melihat
terdapat di Desa Bawômataluo dan Desa
bahwa kekayaan itu terbagi ke dalam tiga
Hilisimaetano.
lebih rendah
pola kebudayaan menurut pembagian wilayah dan adat-istiadat penduduknya. Ini
Bangunan-bangunan rumah adat itu
berkenaan dengan keberadaan pola
bermaterial utama kayu. Bila pada masa
kebudayaan Nias Utara, Nias Tengah, dan
lalu kayu-kayu berukuran besar cukup
Nias Selatan. Masing-masing memiliki
mudah diperoleh, mengingat kawasan
kekhususan, namun satu hal yang cukup
hutan yang relatif luas maka saat ini
menarik bahwa mengacu pada bentuk mmah
kendala bagi pembangunan atau
adat yang menjadi ciri dari keberadaannya,
pemugaran bangunan itu berkenaan
kita justm hanya mengenal adanya dua gaya
dengan sediaan material kayu yang semakin
28
sulit diperoleh. Hutan dengan kandungan
memang memiliki kekuatan sosial yang
jenis kayu tertentu yang secara tradisional
tinggi (Zaluchu,1993).
(sekaligus berkaitan dengan kebutuhan
kaitannya dengan upaya
teknis) dipilih untuk komponen bangunan
Dalam
semakin menipis, kalau tidak dapat disebut
pengamanan kampung dari sertjuan musuh,
mempakan hal langka.
di Nias dahulu kerap terjadi perang antar
penduduk, setiap kampung harus selalu
Jejak megalitik Nias cukup banyak. Di
memiliki persiapan untuk menant! dan
bert)agai pelosok Nias ditemui peninggalan-
melawan musuh yang datang menyerang.
penlnggalan lama, yang sebagian
Tidak mengherankan bila saat ini tarian
tidak terawat. Batu alam yang berukuran
perang (maena baluse) menjadi cukup
besar disusun dan dibuat menjadi berbagai
terkenal sebagai saiah satu bentuk seni tari
bentuk karya budaya bertradisi megalitik.
orang Nias Selatan. Dalam tarian
Gowe misalnya, adalah peninggalan yang
mempesona yang dimainkan puluhan orang
memiliki latar belakang historis yang sangat
itu bert)aga! peralatan perang ikut mewamai
ritual. Hal itu berupa dua batu berukuran
kerayaannya.
besar yang masing-masing berbentuk
lonjong (yang merupakan lambang
Baluse adalah sejenis perisai dari kayu yang
laki-lak!) dan bulat ceper (yang
dibuat agak panjang. Toho adalah tombak
melambangkan perempuan). Material
yang ujungnya dibuat berkait, belewa atau
yang digunakan dibawa dari sungai yang
parang yang cukup panjang dan tajam dan
berada cukup jauh dari tempat upacara
bagian pegangannya dimanterai. Kalabubu
dilakukan. Ratusan orang teriibat dalam
adalah sejenis kalung tertDuat dari tempumng
pengangkutannya, dan tukang pahat
kelapa. Walaupun sekilas mengesankan
berbakat mengeriakannya dengan serius.
sebagai hiasan, dan memang juga dapat
Gowe didirikan sebagai peringatan bagi
diartikan bertungs! sekaligus sebagai hiasan
penduduk erf
(suatu wilayah kekuasaan
yang menggambarkan kejantanan,
pada zaman dahulu yang merupakan
kalabubu sebetulnya justru digunakan
gabungan dari beberapa desa dan
sebagai pelindung leher pemakainya
kampung). Objek ini menjadi bukti
dari tebasan senjata tajam musuh.
bahwa leluhurnya pernah mengadakan
Untuk yang satu ini kita dapat
owase, sebuah pesta adat besar-
membandingkannya dengan baju zirah, yakni
besaran dengan jumlah hewan sembelihan
baju besi atau baju rantai yang dikenakan
yang cukup banyak. Aktivitas itu bertujuan
pada waktu berperang zaman dahulu (di
menaikkan derajat sosial sekaligus
Eropa).
membuktikan bahwa keluarga penyelenggara upacara tersebut
Bericenaan dengan hal tersebut, lompat batu
29
I
" "
(hombo batu) menjadi kehamsan bagi setiap
berkenaan dengan kemampuan para
laki-lak! sebuah kampung. Tujuan para
prajurit dalam menerobos pagar-benleng,
pemuda melompat! batu yang disusun
baik dalam penyerangan maupun
bertingkat, setingg! antara 2-2,5 meter, adalah
dalam upaya melarikan diri dari kepungan.
membina keterampilan angkatan perang
Lompat batu yang begitu terkenal ada
(dalam perang suku) sewaktu melewati
di Desa Bawômataluo, Kecamatan
rintangan yang dibuat musuh. Ini
Teluk Dalam.
^
30
Megalitik
Bab IV. dan Zaman Prasejarah
'^CJ'ari sudut pandang arkeologis
Sungai Muzoi di Pulau Nias pada
disebutkan bahwa berdasarkan teiminologi
kegiatan arkeologis yang dilakukan
teknotogis maka masa kehidupan pada
oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional
zaman prasejarah terbagi menjadi empat
dan Balai Ariteologi Medan, masing-masing
bagian yaitu masa-masa paleolitik, mesolitik,
pada tahun 1962 dan 1999 telah
neotitik, dan masa paleometalik, Indikasi dari
ditemukan alat batu-alat batu. Semua
masa-masa paieolitik, mesolitik, dan neotitik
memperiihatkan keberadaan manusia
adalah penemuan objek berupa alat batu
prasejarah yang telah berkebudayaan
yang masing-masing memiliki ciri
paleolitik.
Kapak Batu yang dltemûkân dl DAS Muzoi
tersendir! berdasarion pada jumlahan varias!
Selanjutnya terdapat bukti-bukti keberadaan
peralatan maupun teknik pembuatannya.
manusia beri^ebudayaan mesolitik di daerah
Deli Serdang, Langkat, dan Pulau Nias.
Peninggalan dari masa paleolitik memang belum banyak dljumpai di
Nias dijumpa! di Gua Tôgi Ndrawa. Bukti
Sumatera Utara, namun di daerah aliran
yang ditemukan tidak saja berupa
Peninggalan dari masa mesolitik di Pulau
31
tatal batu dan tulang binatang yang
manusia pada masa paleometalik sudah
merupakan peralatan untuk memenuhi
lebih maju seperti yang ditandai dengan
kebutuhan hidupnya sehari-hari,
keahlian mereka dalam penuangan logam.
melainkan juga ditandai dengan cangkang
Sayang sekali bukti tentang keberadaan
-
kerang dan tulang-tulang binatang yang
manusia pada masa paleometalik
tampaknya merupakan bahan makanan
berlangsung dalam kumn 1000 BC sampai
mereka. Temuan lain bempa hematit (bahan
abad-abad awal Masehi - ini belum dljumpai
batuan yang tidak keras dan benA/arna
di wilayah Sumatera bagian utara.
yang
kemerahan yang dapat dimanfaatkan sebagai slip atau pelapis ben/varna pada
Selanjutnya adalah masa megalitik, yang
gerabah dan digunakan pula dalam proses!
secara mudah dihubungkan dengan
penguburan masa prasejarah) menjadi tanda
manusia-manusia berbudaya neolitik dan
telah adanya upaya memperiakukan mayat
paleometalik. Di Indonesia, bukti keberadaan
dengan upacara tertentu pada masa itu.
budaya megalitik demikian banyak, bahkan
Bila di Sumatera Utara tanda kehidupan
tradisi megalitik itu masih beriangsung.
sampai hari ini masih dikatakan bahwa beri}udaya neotitik belum dljumpai, maka di
In! beri<enaan tidak saja dengan peninggalan
bagian lain dari wilayah Indonesia
di Pulau Nias dan Pulau Samosir, atau juga
cukup banyak buktinya. Hal itu berkenaan
di Mahat, Sumatera Barat, maupun di daerah
dengan penemuan berupa kapak batu
Pagaralam, Sumatera Selatan melainkan
yang telah diupam dalam bentuk beliung
juga di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah,
persegi, belincung, dan kapak lonjong.
Jawa Timur, tems sampai ke Pulau Sulawesi,
Pada masa neolitik ini manusia telah hidup
Pulau Sumba dan lain-lainnya.
menetap dan melakukan aktivitas bercocok
tanam serta membuat gerabah. Para ahli
Bentuk fisik karya budaya masa itu cukup
menetapkan bahwa peri<embangan budaya
banyak. Punden berundak menjadi saiah
neolitik di Indonesia beriangsung pada kumn
satu ciri utamanya. Banyak dikatakan orang
waktu 2500-1500 BC. Selanjutnya adalah
bahwa upaya mengenal! latar belakang
masa paleometalik, saat dimana keahlian
kemunculan budaya megalitik memang
memanfaatkan logam berupa besi dan
cukup menarik. Hasil penelitian-penelitian
perunggu telah cukup dikuasai. Masa
yang dilakukan memperiihatkan bahwa
budaya ini ditandai melalui penemuan-
kepercayaan akan adanya kekuatan yang
penemuan bempa nekara, patung, kapak,
menguasa! alam; kepercayaan akan
bejana, dan pertiiasan dalam bentuk liontin,
adanya kehidupan setelah kematian;
gelang, dan cincin yang semua berbahan
kepercayaan akan adanya hubungan
dasar pemnggu. Sebagai lanjutan dari masa
yang tetap terjalln antara yang telah
neolitik, dapat diketahui bahwa kehidupan
meninggal/nenek moyang dan yang masih
32
hidup, menjadi dasar berlangsungnya budaya
dianut. Selanjutnya adalah kerja para tukang
megalitik.
atau undagi. Semua itu disempurnakan
dengan upacara-upacara yang harus Berkenaan dengan fungsi dan kaitan
diselenggarakan,
religinya, pembuatan objek-objek megalitik
bergotong royong.
juga secara "^
itu didirikan secara bergotong royong
walaupun tetap ada bagian tertentu
Sesuatu yang cukup membedakan
yang hams ditangani warga yang memiliki
kehidupan masa megalitik dengan yang
keterampilan khusus. Hal itu dimulai dari
ada di tempat lain, peninggalan arkeologis
sejak pencarian dan pemilihan bahan
di Nias berupa benda-benda megalitik
(batuan) di sekitar pemukiman yang
yang dikaitkan bukan saja dengan
diserte! dengan upacara permohonan
anwah nenek moyang melainkan juga dengan
keselamatan sampai pengangkutan
upaya-upaya mengangkat derajat dan
ke lokas! pembangunan objek megalitik
status sosial perorangan. Ini dilakukan
itu yang sebelumnya juga telah melalui
dengan menyelenggarakan pesta dan
proses pemilihan dan penetapan berdasarkan konsep-konsep yang
pemancangan objek megalitik tertentu bagi
'^
I
pentahbisan dirinya sendiri.
I 33
Bagian Ketiga: Lingkungan dan peninggalan purbakala
1^
r
-^B
^^
^\
Peninggalan ^^\2) i
Bab V. Megalitik
di Pulau
Nias
Nias banyak objek berupa menhir
belahan selatan. Pembicaraan tentang
(batu besar seperti tiang atau tugu yang
beberapa dari peninggalan-peninggalan di
sengaja ditegakkan di atas tanah sebagai
kedua wilayah kabupaten itu akan
tanda peringatan dan lambang an^ah nenek
disampaikan secara bemmtan berdasarican
moyang), tahta batu, dan lainnya. Adapun
letaknya masing-masing pada wilayah
tahta batu mempakan objek penting yang
kabupaten yang ada. Tentu masih banyak
sudah berkembang dengan pola hias
lagi situs dan peninggalan kepurt)akalaan di
manusia dan kadal, dan masih dipergunakan
Nias yang layak untuk dipaparkan, namun
oleh pimpinan yang dihormati pada saat-
diharapkan dalam kesempatan lain hal itu
saat tertentu misalnya dalam sebuah
akan diketengahkan.
I
pertemuan maupun upacara-upacara
KABUPATEN NIAS
keagamaan. Ini memperiihatkan bahwa
tradisi megalitik masih berianjut sampai Kecamatan Sirombu
sekarang di Nias dan di Indonesia dianggap sebagai tradisi megalitik tua
Luas wilayah kecamatan ini adalah 205,87
(Mulia,1981). Patung berciri megalitik di Bali
dan tahta batu di Nias sampai sekarang
Km^ yang terdiri dari 36 buah desa dengan
masih menjadi médium pemujaan anwah
jumlah penduduk 17.394 jiwa. Adapun rincian
penduduk berdasarkan jenis kelamin yaitu
leluhur atau pemimpin (Sutaba, 1994).
laki-laki sebanyak 9.937 jiwa dan perempuan
7.457 jiwa dengan kepadatan 84 jiwa per
Dalam kesempatan in! akan disampaikan
beberapa objek megalitik yang terdapat di
Km^ Hutan menurut jenisnya terdiri atas
Nias. Untuk memudahkan, penyampaian
hutan lindung seluas 3.645 Ha dan hutan
akan diberikan per wilayah Kabupaten.
produksi terbatas seluas 4.412 Ha
Seperti diketahui menyangkut sistem tata
sedangkan menurut jenis lahan dibagi
pemerintahan saat ini, mengikut arus
menjadi lahan sawah seluas 1.527 Ha dan
perkembangan dalam sistem tersebut di
lahan kering seluas 20.853 Ha. Petemakan
Indonesia, Nias dibagi menjadi dua wilayah
yang diusahakan diantaranya adalah
kabupaten. Itu meliputi wilayah Kabupaten
babi dan kambing dan tanaman
Nias yang beribukotakan Gunungsitoli di
produksi yang diunggulkan diantaranya
belahan utara, dan wilayah Kabupaten Nias
adalah kacang hijau (Phaseolus radiatus),
Selatan yang beribukotakan Telukdalam di
kelapa dan karet.
35
i
Sisobandrao
dengan luas areal sekitar
Luas Desa Sisobandrao berkisar 8 Km^ dan
Peninggalan yang patut dicatat adalah
penduduknya terdiri dari 160 KK, 720 jiwa.
sebagai berikut:
1
Ha.
Masyarakatnya sebagian besar adalah petani
(sawah) dan usaha perkebunan (dengan
1.
kelapa sebagai tanaman pokok). Adapun
cukup sedertiana, dengan ukuran tinggi 124
yang mengusahakan peternakan,
cm, lebar 40 cm, dan tebal 30 cm. Muka
menjadikan babi sebagai peliharaan utama.
digambarkan persegi dengan tutup kepala
Sebuah patung batu yang digambarkan
(takula). Ails tebal dengan ujung melengkung
Desa Sisobandrao pada awalnya berada di
ke atas. Hidung tipis (dan dalam kondisi
Ehomogosali, Kecamatan Lahemi. Kemudian
rusak), rambut panjang sebahu. Tangan
pindah ke atas bukit di sekitar Desa
kanan dipahatkan di bagian depan dada
Sisobandrao yang sekarang. Ketika itu siulu-
memegang semacam tanda salib dan tangan
nya adalah tokoh bernama Lelaana'a. Dua
kiri berada di depan bagian pemt. Phallus
ketumnan selelahnya masih tinggal di bukit
dalam kondisi ereksi digambarkan miring ke
ini yaitu Sechema dan Todolala. Peninggalan
kanan.
megalitik yang terdapat di bukit tersebut sudah dihancurkan dan batunya digunakan
2. Batu dater membulat yang berada di depan
sebagai bahan bangunan.
patung batu, dengan diameter 125 cm dan
tebal 20 cm. Permukaan batu dater itu Selanjutnya masyarakat pindah ke lokasi
berhlaskan ukiran sepasang tangan,
Desa Sisobandrao yang sekarang, dan itu
sepasang telapak kaki, kalabubu dan muka
terjadi pada saat siulu-nya bernama
manusia. Kalabubu digambarkan agak
Laogacha. Beliau memiliki keturunan
lonjong sepanjang 19 cm dan lebar 13 cm.
bernama Lofahulo, yang kelak juga memiliki
Muka manusia digambarkan membulat
ketumnan bemama Luhumawa, Rusudi, dan
dengan panjang 16 cm dan lebar 14 cm,
Aliasa (yang saat ini bemmur 52 th). Aliasa
lengkap dengan mata, hidung, dan mulut,
memiliki keturunan bernama Rome
serta rambut panjang yang dipilin di dua sis!
Kurniawan (sekarang berumur 21 th).
kiri dan kanannya.
Sisa budaya masa lalu kawasan ini bempa
3. Sebuah menhir yang beijarak sekitar satu
situs megalitik yang berada pada koordinat
kilometer dari patung batu. Letaknya di
00° 57' 39" LU dan 97° 27' 57' BT yaitu di
Lorong 2 Desa Sisobandrao. Menhir
belakang rumah Ina Ibek Daeli (50 th).
berbahan andesitik yang tidak mengalami
Lokasi ini juga dimanfaatkan sebagai
bentukan ini berada di tengah kebun kelapa
pekuburan umum masyarakat Sisobandrao
milik Wage Hia (Ama Lista, 29 th). Menhir
36
sepanjang 120 cm, lebar 50 cm, dan tebal
wilayah ini teri^agi atas lahan sawah seluas
35 cm ini menempati pinggir parit pemukiman
3.596 Ha dan lahan kering seluas 25.724
lama yang pada masa Jepang dipindahkan
Ha. Peri<ebunan yang diusahakan penduduk
ke pinggir jalan. Parit lama itu berukuran
pada umumnya ditanami dengan karet,
lebar 150 cm, dengan kedalaman
kelapa, dan cengkeh dan binatang peliharaan
1
meter
dl bagian timur dan barat, yang masing-
adalah babi dan kambing.
masing panjangnya sekitar 70 meter. Desa Sisarahili
I
Kecamatan Mandrehe. a.
Situs Megalitik Hili Gowe /Tuheo Gulo
Luas wilayah kecamatan ini adalah 269,71
Km^ dengan jumlah desa 62 buah.
Berada di desa Sisarahili
1,
Kecamatan
Kecamatan Mandrehe memiliki jumlah
Mandrehe, pada koordinat 01° 03' 578" LU
penduduk sebanyak 46.787 jiwa yang terdiri
dan 097° 29' 198" BT Pola perkampungan
dari laki-lak! sejumlah 22.676 jiwa dan
desa ini memanjang, mengapit jalan
perempuan 24.111 jiwa. Kepadatan
desa. Lokasi megalitiknya menempati
penduduknya 173 jiwa per Km^ Hutan
bagian belakang perkampungan, pada
menurut jenisnya yang ada di wilayah ini
sebuah areal dater di tanah berbukit.
adalah hutan lindung seluas 8.804 Ha, hutan
Luas areal hampir mencapai satu hektar,
produksi tertsatas seluas 7.432 Ha, dan hutan
dengan panjang lebih dari 160 meter dan
konversl seluas 635 Ha serta hutan rakyat
lebar berkisar 40-60 meter. Orientas! areal
seluas 35 Ha. Menurut jenisnya lahan di
ini timur-barat.
37
^
I
Di lokasi itu terdapat patung batu, prasasti,
berjanggut panjang, dan pada lehernya
meja batu, bola batu dan menhir. Pola
terdapat kalabubu. Bagian depan (sebagian
keletakannya memanjang sebayak dua saf
muka dan perut) patung sudah ditambal
mengikut! bentuk lahan. Patung batu yang
serrwn. Ukuran patung: tinggi 300 cm, lebar
bemkuran paling besar diletakkan di bagian
90 cm. dan tebal 80 cm, Patung digambaritan
paling ujung barat, Patung digambarkan
memakat penutup kepala dengan hiasan
dalam posisi duduk dengan kedua tangan
mncing mellngkari seluruh kepala, muka
di dada memegang sebuah wadah, Dagu
persegi, mata kedI, hkJung mancung, jenggot
sebagian sudah rusak. Telinga kanan
Prasasti yang terdapat pada situs tersebut
beranting-anting bentuk lingkaran
terietak di sis! kiri patung besar, berbentuk
dan leher dihiasi kalabubu. Tangan kanan
empat persegi panjang dengan
memaka! gelang, kedua tangan memegang
menggunakan huruf latin berbahasa Nias.
wadah yang dipahatkan di depan dada,
Pada prasasti tersebut tertera angka tahun
dengan keris terselip di pinggang. Di depan
1778. Hal lainnya yang menarik dari situs ini
patung tersebut terdapat
batu datar
adalah adanya dua buah bola batu beriDahan
yang mungkin digunakan sebagai
andesit dengan diameter 25 cm. Pada bagian
altar dengan ukuran panjang 70 cm, lebar
sisinya masih tampak sisa-sisa pangkasanya.
40 cm dan tebal 20 cm.
Di depan balugu ini terdapat makam Si Oku/ Si Ndru-ndru Tanô (tidak jelas tokoh yang
Patung batu (behu) yang memiliki ukuran
dimaksudkan) yang ditandai dengan nisan
lebih kecil dari patung sebelumnya berjumlah
berorientasi barat-timur. Balok batu pipih
3 buah dengan posisi jongkok dan berada
menjadi batas/dinding makam.
1
pada jajaran patung batu yang besar. Sebuah
diantaranya terpotong dan masih tersisa
Ada 7 buah batu tegak atau behu polos
dengan panjang 135, lebar 40 cm dan tebal
beriDentuk segi empat pipih. Di samping yang
meruncing bagian ujung atasnya, ada pula
40 cm. Posisi patung tersebut masih berdiri.
yang memiliki ujung melengkung. Adapun Sebuah patung lain, yang dijumpa! tumbang,
batu datar (daro-daro) yang dijumpai di sana
bemkuran panjang 240 cm, lebar 60 cm dan
jumlahnya 24 buah dengan bentuk dan
tebal 60 cm. Area ini digambarkan
ukuran yang bervariasi. Batu datar yang
berpenutup kepala dengan hiasan mncing
terbesar berukuran panjang 125 cm, lebar
mellngkari kepala, muka persegi, mata kecil,
80 cm dan tebal 25 cm.
hidung mancung, jenggot sebagian sudah msak. Telinga kanan memaka! anting-
Ekskavasi yang dilakukan di situs ini
anting berbentuk lingkaran dan leher
diantaranya menghasilkan fragmen gerabah
dihiasi kalabubu. Tangan kanan memakai
dan arang. Hasil analisis dengan
gelang dengan dua tangan memegang
menggunakan metode carbon dating dari
wadah yang dipahatkan di depan dada
sampel arang menunjukkan periodisasi 260
dan keris terdapat di pinggang. Phallus
± 120 BP, yakni sekitar 380-140 tahun yang
yang selalu digambarkan ereksi pada arca-
lalu.
arca di Nias juga digambarkan di sini b. Patung Tehembowo
lengkap dengan buah zakarnya. Bagian yang msak dari area ini adalah tidak adanya
lapik, bagian lengan sudah msak, seperti
Di wilayah desa Sisarahili
halnya bagian phallus.
Kecamatan Mandrehe terdapat sebuah
39
I
di wilayah
I
patung yang ditempatkan dalam sebuah
e. Hili Nawalôfau,
cungkub tanpa dinding. Patung setinggi 100
f. Lahusa,
cm dengan diameter sekitar 30 cm
g. HiliAmaetaniha,.
digambarkan berpenutup kepala yang
h. Botô Hilitanô,
ujungnya menlngg! ke arah bagian belakang
i. Hili Hondegeraya,
kepala. Kaki digambarkan teriipat seperti
j. Bawôgosali, dan
dalam posisi bersila. Patung ini digambari
k. Desa Hili Namôzaua.
sebagai seseorang yang sedang Berikut di bawah ini adalah kilasan
menggendong anak di bagian belakangnya.
tentang objek ariteologis yang terdapat pada
KABUPATEN NIAS SELATAN
dua wilayah desa. Perbukitan di kedua
desa tersebut merupakan bukit kapur (gamping) yang biasanya menjadi sumber
Wilayah Kabupaten hasil pemekaran ini menempati bagian selatan Pulau Nias serta
bahan baku pembuatan objek-objek
seluruh pulau-pulau/kepulauan (Tello dan
(bertradisi) megalitik. Mata pencaharian
Batu) di sebelah tenggara, hingga beriDatasan
penduduk kedua desa tersebut adalah
dengan wilayah Provins! Sumatera Utara.
bertani/berkebun dan membuat kerajinan
Dalam kesempatan kali ini, hanya
tangan. Pertanian yang diusahakan
peninggalan yang berada di dataran Pulau
adalah menanam karet, nilam dan kelapa,
Nias bagian selatan saja yang dipaparkan.
sedangkan pengrajin membuat barangbarang souvenir bagi wisatawan yang
Kecamatan Teluk Dalam
berkunjung ke daerah tersebut.
Dalam wilayah Kecamatan Teluk Dalam yang
BAWÔMATALUO
luasnya tidak kurang dari 490 km^ terdapat
i
52 buah desa dan sebuah kelurahan. Daerah
Desa Bawômataluo merupakan suatu
yang mempakan bagian dari Kabupaten Nias
perkampungan tradisional yang menempati
Selatan in! cukup padat dengan objek-objek
perbukitan dengan ketinggian mencapai
arkeologis. Sampai saat ini tercatat bahwa
sekitar 400 meter di atas pemiukaan air laut.
setidak-tidaknya pada
buah desa dl
Letaknya di antara jalan menuju Pantai
wilayah itu terdapat peninggalan kepurbakalaan (bertradisi) megalitik.
Sorake dan Teluk Dalam, kemudian bert)elok
11
ke kiri sejauh 4 km. Jalan yang berbelok ke
Desa-desa dimaksud adalah:
kiri in! mempakan jalan desa dengan kualitas
a. Desa Bawômataluo,
jalan kelas 4.
b. Orahili Fau,
c. Hilifalage,
Dalam bahasa setempat, Bawômataluo
d. Hili Simaetanô,
berartl bukit matahari. Berada di wilayah
40
demikian mempesona penontonnya.
Desa Bawômataluo, Kecamatan Teluk Dalam
kabupaten Nias Selatan, perkampungan tradisional in! terietak pada koordinat 00° 36'
Objek megalitik di perkampungan ini
831" LU dan 097° 46' 173" BT Ketinggiannya
bempa patung batu yang diletakan secara
dari permukaan air laut sekitar 270 meter.
horisontal (tidur) dan vertikal (bendiri). Patung
Situs in! merupakan perkampungan
dalam posisi horisontal disebut daro-daro
tradisional yang menjadi aset pariwisata
sedangkan yang dalam posisi vertikal
Pulau Nias dimana orang dapat melihat
disebut naitaro. Posisi dari patung itu
atraks! lompat batu (hombo batu), yang
berkaitan dengan jenis kelamin masing-
pada masa lalu merupakan bagian
masing. Penggambaran patung berupa
dari rangkaian upacara yang ditujukan
manusia bergaya antropomorfiks; adapun
khusus bagi kaum remaja yang beranjak
jenis fauna yang digambarkan bempa ular,
dewasa. Desa di gugus perbukitan
kadal, monyet, buaya, cecak dan hewan
ini dihuni oleh sekitar 2000 jiwa. Rumah
lainnya. Masing-masing patung digambari
penduduk berjajar rapat mengikut!
berhias atau polos.
jalan utama dengan orientas! tenggara -
barat laut. Di depan rumah-rumah
Objek bertradisi megalitik lain adalah menhir
tradisional itu sering diselenggarakan tari-
beriiias dan polos yang diletakkan di depan
tarian Nias, termasuk tari perang (maena
rumah. Selain itu terdapat motif-motif
baluse) yang dimainkan puluhan penari dalam nada dinamis dan
geometris pada dinding mmah atau lantai pekarangan.
41
^"^
^
Situs Bawômataluo merupakan sebuah
Bentuk halaman upacara, orientasi tempat
pemukiman semi makro yang terietak
upacara, peletakan rumah besar (rumah
di atas bukit datar dengan orientas!
adat} selalu memiliki kaitan dengan kondisi
tenggara baratlaut,
Denah atau bentuk
bukit, Bila bukit memanjang dan barat ke
pemukiman tersebut tampak dibangun sesuai
timur maka pendirian tempat tinggal maupun
dengan keadaan lahan yang ada.
tempat peribadatan juga akan mengikut!
Artinya bahwa sistem pendirian bangunan
arah yang sama, sehingga rumah-rumah
tinggal dengan perangkat sarana upacara
dibangun berderet bertiadapan dari timur ke
(peribadatan) diatur sesuai dengan
barat,
bentuk lahan yang ada, Keadaan seperti
ini tampaknya menjadi prinsip dasar
Lembah dan jurang terjal mengeliling!
dari tipe pemukiman megalitik, bukan
Bawômataluo, Pada lembah yang tidak jauh
saja di Nias melainkan juga di Sulawesi
jaraknya terdapat mata air dengan débit air
Tengah, Sumba, Flores, dan Timor.
yang cukup besar, Sementara ini masyarakat
SituasI Perkampungan
42
mmah adat Bawômataluo.
memenuhi kebutuhan akan air bersih dengan mengaliri
Daro-daro, yakni batu tempat duduk di muka
agak jauh.
rumah yang biasanya berhlaskan ukiran,
Megalitik-megalitik di Bawômataluo terbagi
maupun naitaro di Bawômataluo ada yang
menjadi megalitik yang diletakkan dalam
polos dan ada juga yang beriiias ukir-ukiran.
posisi mendatar (horizontal) dan yang
Bentuk ukiran bempa:
diletakkan dalam posisi tegak (vertikal).
a. manusia (antropomorfik) dalam gaya
Megalitik yang diletakkan horizontal oleh
kangkang;
penduduk disebut dengan daro-daro, sedangkan megalitik dalam posisi vertikal
b. fauna dengan lasara, ular, kadal, monyet,
disebut dengan naitaro. Kedua jenis megalitik
buaya, cecak, ayam jantan, dan lainnya;
tersebut menggambarkan jenis laki-lak! dan
jenis perempuan. Ratusan daro-daro dan
c. flora/tumbuh-tumbuhan, sulur-suluran; dan
naitaro ditemukan di halaman rumah penduduk, baik yang masuk dalam kelompok
d. geometris seperti lingkaran, garis patah-
masyarakat golongan atas, tengah, maupun
patah, tumpal, segitiga; serta
golongan bawah. e. benda lain buatan manusia seperti alat-
alat pertukangan.
Daro-daro terbesar dijumpai di halaman mmah adat, bemkuran panjang 3 meter dan
lebar 2,3 meter yang dipenuhi dengan
Dilihat dari jenis budaya material yang
ukiran berhlaskan gambar ikan, manusia,
dijumpai di Bawômataluo maka peninggalan
sulur-suluran serta bulatan-bulatan
di sini terdiri dari bentuk-bentuk yang variasi,
(yang menurut keterangan penduduk
jenis dan fungsinya sangat terbatas yaitu
menggambarkan bagian dalam buah
hanya menyangkut artefak batu yang secara
jeruk). Tidak jauh dari daro-daro besar
keselumhan dapat dlklasifikasikan sebagai
itu dijumpai dua buah naitaro yang
simbol lakl-lakl (semacam menhir, phallus)
masing-masing tingginya sekitar 3,5 meter.
dan simbol wanita. Bentuk yang lain seperti
Kedua jenis peninggalan megalitik yang
kubur batu, lumpang batu, batu dakon, batu
terbesar itu berada tepat di depan
bergaris dan lain-lain belum dijumpai.
43
I I
Daro-daro dl depan omo hada
Jenis bahan yang dipaka! untuk bangunan
hitam yang cukup banyak dijumpai di Nias
megalit dapat dlbedakan menjadi dua, yakni
dan yang biasa dijadikan média ukir-ukiran.
jenis batuan endapan yang biasa disebut ORAHILI FAU
dengan batu buaya (ben^vama keabu-abuan) dan batuan kapur (yang berwarna keputih-
putihan), Batu buaya yang mempakan batu
Desa Orahili Fau yang menempati bagian
endapan berwarna keabu-abuan mempunyai
iembah
kekerasan yang cukup dan kompak sehingga
- berada di arah baratlaut, berdekatan dengan
biasanya hanya dipergunakan sebagai
Desa Bawômataluo. Untuk mencapainya
dinding atau pondasi dan umpak dari suatu
harus dilakukan dengan berjalan kaki
bangunan.
menuruni anak tangga sepanjang 0,5 km,
-
sehingga tampak dikelilingi bukit
Orahili Fau yang berada di ketinggian 170 Di Nias dikenal pula karasatio (dari kata
meter di atas permukaan laut menempati
kara yang artinya batu, dan safio yang
koordinat 00° 36' 811" LU dan 097° 45'
artinya hitam), yakni sejenis batu bennama
940" BT. Desa ini mempakan peritampungan
44
sebelum sebagian masyarakatnya pindah
batu yang dipergunakan untuk upacara
ke lokasi perkampungan Bawômataluo.
lompat batu, yang ditemukan tidak jauh dari
Perkampungan ini hanya memiliki sebuah
rumah besar (mmah adat). Pahatan pada
pintu keluar-masuk yaitu di ujung selatan
objek megalitiknya diantaranya
peri
menggambarkan peralatan pertukangan
dilengkapi dengan tangga batu dan diapit
(yang berbahan besi) seperti tang, pahat,
dengan pahatan kepala lasara.
palu dan sebagainya.
Seperti yang dijumpai di situs Bawômataluo,
Pola peletakan mmah-mmah tinggal dimana
situs Orahili Fau juga mempunyai arah hadap
rumah pimpinan berada di bagian tengah,
tenggarabaratlaut, dengan pintu masuk di
bersama tokoh-tokoh penting lainnya, tampak
bagian tenggara dan baratlaut Orahili fau
menjadi pola yang umum. Hal Ini ditemukan
memanjang sesuai dengan bentuk
hampir di setiap situs megalitik yang berianjut
bukitnya. Disesuaikan dengan keadaan bukit
Hal ini tampaknya didasari oleh adanya
yang memanjang tersebut maka pola
pertimbangan tertentu, yaitu menempatkan
peletakan rumah-rumah tinggal (hunian)
unsur pimpinan pada tempat strategis
serta bert)agai sarana upacara dan halaman
berkaitan dengan pengamanan seorang
untuk pelaksanaan peribadatan juga diatur
pemimpin dan keluarganya, disamping
secara memanjang. Mengingat bahwa pintu-
memudahkan tokoh tersebut dalam
pintu masuk Desa Orahili Fau berada di
mengorganisasi, memimpin dan mengatur
bagian tenggara dan baratlaut maka jelas
berbagai upacara yang dilaksanakan di
bahwa daerah inilah yang menjadi tumpuan
halaman upacara.
pertahanan, sementara bagian timuriaut dan
tenggara yang mempakan sisi memanjang
Melihat pada luasan areal perkampungan
desa tersebut sudah terjaga oleh jurang dan
Orahili Fau serta bentuk-bentuk
lereng terjal.
megalitnya, tampak bahwa Orahili Fau
Tidak berbeda dengan kondisi yang dijumpai
berada pada tingkatan lebih kecil dibandingkan situs Bawômataluo.
di desa-desa lain, di situs Orahili fau
Pemikiran ini dilandasi pula oleh
peninggalan utama juga hanya terdiri dari
adanya temuan daro-daro maupun naitaro
batu-batu datar dalam beri)agai bentuk (daro-
yang memiliki ukuran dan pola hias
daro) di samping batu-batu tegak sebagai
yang lebih megah di Bawômataluo. Pola
tanda atau peringatan bagi seseorang yang
hias dan ukuran megalit Bawômataluo
telah meninggal, khususnya dari kelompok
memang tampak lebih besar dan
pemimpin setempat dan keluarganya.
sophisticated. Darchdaro di situs Orahili fau
Disamping itu juga dijumpai unsur tradisi
rata-rata bemkuran tinggi antara 75-175 cm
megalitik lain yang khas berupa susunan
dan ukuran naitaro antara 60-150 cm.
45
\
Hasil wawancara dengan sesepuh dan
Muncuinya pola hias tersebut bukan berarti
mantan kepala Desa Bawômataluo
ada perbedaan dalam prinsip dasarnya,
memungkinkan kita mengetahui bahwa
tetapi hanya akibat dari letupan pikiran dari
ukuran, maupun megah tidaknya hiasan dari
seorang tokoh untuk menunjukkan
benda-benda megalitik erat beri
kepiawaiannya dalam pengerjaan kayu
status pendirinya. Apa yang dikatakan
atau besi (pertukangan dan pemndagian).
informan di situs Bawômataluo ini tampak
sesuai dengan interprétas! maupun
HILIFALAWU
kesimpulan Von Heine Geldern, bahwa
Situs ini berada dalam wilayah Desa
pendirian megalitik yang dilakukan melalui
pesta jasa merupakan usaha untuk
Hilifalawu di Kecamatan Teluk Dalam. Dalam
menunjukkan martabat dan harkat seorang
bahasa tempatan, kata hili berarti
pemimpin.
gunung/bukit, sedangkan kata falawu berarti melimpah sehingga kata hilifalawu bemnakna
Mengingat letak geografis dan jarak antara
bukit yang memiliki hasil bumi yang
kedua situs tersebut maka diperkirakan
melimpah.
bahwa antara masyarakat Bawômataluo dan
dan tampaknya sudah tidak memiliki
Lokasi ini menempati koordinat 00°40'619"LUdan 097° 44' 022" BT
pertentangan kepentingan. Ketentuan-
Perkampungan yang berada di atas bukit ini
kelentuan dan kesepakatan dalam berisaga!
bentuknya memanjang dari timur ke arah
aspek kehidupan kemungkinan sudah
barat Rumah kepala suku berada di tengah.
Orahili Fau sudah mempunyai kontak aktif
dijunjung tinggi. Diantara kedua masyarakat
Dalam perjalanan sejarahnya, kampung ini
dari dua tempat yang berbeda itu
telah 4 kali berpindah tempat Dimulai dari
kemungkingan tidak terjadi konflik,
kampung pertama yang bernama
mengingat lokasi yang saling berdekatan
Bawôsalawa, kemudian pindah ke kampung
dan tidak ada jurang atau bukit yang menjadi
kedua yang bernama Barusalawa,
penghalang dalam komunikasi mereka.
selanjutnya desa ketiga bernama Hili Ofonadanô, dan yang terakhir, yakni desa
Berdasarkan pengamatan peninggalan
yang keempat adalah desa yang sekarang
budaya materinya, hanya tampak sedikit
yang bernama Hilifalawu.
perbedaan. Di situs Orahili Fau dijumpai pola-pola hias yang mengacu pada benda-
Perpindahan desa dari atas ke bawah
benda buatan manusia untuk kayu atau besi.
tersebut karena kebakaran, wabah penyakit,
Muncuinya pola hias in! dan tidak
dan mengeringnya sumber air. Pada desa
ditemukannya pola-pola hias ini di situs
yang sekarang sumber air berupa sumur-
Bawômataluo tampaknya terjadi akibat suahj
sumur di belakang mmah-mmah penduduk
perkembangan lokal.
46
fesi sedangkan pada masa tinggal dl
dengan kedalaman berkisar 5 meter,
kampung yang kedua masyarakatiiya sudah
Tinggalan bertradisi megalitiknya tidak
memeluk agama kristen. Masyarakat
banyak, Dua menhir dan sebuah batu
pemeluk fesi meminta obat, kekuatan dan
datar yang diletakkan di tengah halaman
pengusir hama pada pohon fesi yang besar,
kampung lebih digunakan sebagai tugu saja,
Upacara yang wajib dilaksanakan sekali
Dari kampung pertama sampai ke
dalam setahun benjpa penyerahan 1/10 dari
kampung yang sekarang setidaknya
hasil desa. Penduduk desa ini menyatakan
sudah ada 7 keturunan (berkisar sekitar
bahwa mereka berasal dar! Gomo.
140 tahun). Sebelum memeluk agama
HILISIMAETANO
kristen masyarakat di desa ini memeluk
kepercayaan animisme yang bernama fesi. Fesi itu sendiri nama dari pohon,
Terletak di desa Hilisimaetano yang
Pada masa tinggal di kampung pertama
merupakan perkampungan tradisional
masyarakatnya masih memeluk kepercayaan
selain Bawômataluo, Berada pada
I
Sebagian tinggalan megalitik yang digunakan sebagai lokasi hahagorahua
47
n
koordinat 00° 38' 742' LU dan 097°
menhir tersebut diletakkan berjajar.
timurkampung
Pada posisi paling belakang terdapat 7 buah patung batu dan dua buah menhir,
(biasa disebut bawagali) melalui tangga
sedangkan jajaran di depannya terdapat
yang diapit dengan pahatan monyet
dua kelompok. Kelompok yang terdapat di
berhlaskan bola batu. Di sana
bagian kanan deretan patung batu dan
44' 924' BTdan memanjang searah
barat. Pintu masuk
juga terdapat
menhir dan meja batu.
menhir tersebut terdiri atas 3 buah menhir,
Hal lainnya yang menarik adalah
sedangkan yang di sebelah kirinya terdiri
adanya kurs! batu yang diletakkan
atas 3 buah patung batu. Diantara kelompok
melingkar dan pada saiah satu
patung batu dan kelompok mehir tersebut
sis! panjang lingkaran tersebut terdapat
terdapat meja batu yang disusun bemndak
dua buah kurs! yang dilengkapi dengan
sejumlah 3 undakan. Meja batu tersebut ada
sandaran serta dibuat berbeda
yang berijentuk persegi empat dan ada juga
dibandingkan dengan kursi yang lainnya.
yang berbentuk bulat Kemungkinan meja
Kursi berbentuk persegi itu diperuntukkan
batu tersebut digunakan sebagai altar.
bagi kepala kampung dan kepala
Selumh patung batu digambarkan dengan
adat. Tempat tersebut digunakan untuk musyawarah dan disebut
kemaluan dalam keadaan ereksi.
nahagarahua, yang berada di depan mmah
BAWÔ MES!
adat Tempat In! masuk ke dalam wilayah Pada saat-saat tertentu di tempat in!
kecamatan dengan koordinat 00° 58' 291"
dapat disaksikan pertunjukan tari tradisional Nias. Begitupun dengan
LU dan 097° 36' 614"BT pada ketinggian
hasil kerajinan tangan khas Nias, dihasilkan
dijumpai sebuah pahjng bahj yang diletakkan
di daerah ini.
di depan rumah
320 meter dari permukaan laut. Di sana
adat Patung tersebut
digambarkan dengan mengenakan tutup kepala, beri
Kecamatan Lôlô Wau
dan phallus dalam keadaan ereksi.
OLAYAMA
EHOSAKHOZI
Terietak pada ketinggian sekitar 400 meter
Masuk dalam wilayah desa Lôlô Wau pada
dari permukaan laut, masuk ke dalam
koordinat 00° 01' 106" LU dan 097° 36'
wilayah kecamatan Lôlô Wau. Di tepi
676" BT pada ketinggian 380 meter dari
jalan desa ini terdapat 10 buah patung batu
permukaan laut. Sebuah patung batu
dan 5 buah menhir. Patung batu dan
diletakkan di halaman depan kantor kepala
48
Tundrumbaho
desa. Patung tersebut milik keluarga/marga Gulo yang saiah satu pewarisnya tinggal di
seberang jalan di depan kantor kepala desa
Lokasinya menempati koordinat 00° 51' 765"
tersebut
LU dan 097° 49' 918" BT di wilayah Desa
Telegewo. kecamatan Gomo, Situs bempa
kompleks megalitik yang memanjang
Patung tersebut dipindahkan oleh keluarga
-
selatan pada areal seluas 1500 m^
Gulo dari suatu tempat, dan pelaksanaannya
utara
disertai upacara adat Untuk menjaga agar
di dataran dengan ketinggian sekitar 220
patung tersebut tidak hanya dimiliki saiah
meter dari pemiukaan laut. Letaknya sekitar
satu anggota keluarga Gulo saja - sebaliknya
8 km di arah selatan kota Kecamatan Gomo,
tetap sebagai warisan keluarga besar Gulo
yang pencapaiannya dengan melewati dua
- maka disepakati untuk diletakkan di
sungai besar, yakni Sungai Susua dan
halaman kantor kepala desa, yakni di
Sungai Janutae.
i
tempatnya yang sekarang. Di tempat tersebut terdapat peninggalan
Patung digambarkan sebagai tokoh laki-laki
bertradisi megalitik bempa menhir (polos
bertelinga besar dengan, mengenakan
dan beriiias), meja batu bersusun, altar batu
kumis, tangan pada posisi dl depan dada,
dan osa-osa (meja batu dengan hiasan
dan phallus digambarkan dalam posisi
kepala mistis, yang digambarkan dengan
tegak/ereksi.
kesan menakutkan).
Kecamatan Gomo
Pada sebuah kegiatan arkeologis di tahun
2003, di tempat ini ditemukan beberapa
Wilayah kecamatan ini menempati
fragmen gerabah. Atas adanya indikasi
bagian tenggara Pulau Nias, dan mempakan
permukaan tanah itu maka sempat pula
sebuah wilayah kecamatan yang tidak
dilakukan pembuatan test-pit (kotak/lubang
memiliki akses ke laut Satu keunggulan
uji) bagi kepentingan arkeologis.
daerah ini berkenaan dengan pernyataan
Hasil analisis dengan metode cad)on dating
tokoh-tokoh pewaris budaya dan adat Nias
pada ekskavasi dimaksud menunjukkan
bahwa budaya dan adat mereka berasal
bahwa aktivitas di situs tundrumbaho
dari Gomo. Mengalir di daerah ini adalah
beriangsung sekitar 340 ± 120 BP, yakni
Sungai Gomo.
sekitar 460-220 tahun yang lalu.
49
I
Bab VI. Peninggalan Purbakala Keterkaitan Un^^
dan
Alam, manusia, dan kebudayaan
'^KV alam peri<embangan sejarah manusia
ia merupakan saiah satu unsurnya.
ada tiga faktor utama yang amat berperan,
yaitu meliputi alam, manusia, dan
Peri<embangan budaya pada kala Plestosen
kebudayaan beserta bentuknya.
berjalan lambat. Hal ini mencerminkan
Kelangsungan hidup manusia secara
kesulitan manusia pada masa ini dalam
langsung dipengamhi oleh lingkungan alam
menghadapi tantangan alam. Kemudian
dan fisik tempat tinggal. Usaha manusia
pada kala Holosen lingkungan alam
dalam memanfaatkan lingkungan hidup
mengalami pembahan yang drastis sehingga
dilakukan dengan cara mengolah secara
lingkungan semakin stabil dan alternatif
beri<elanjutan untuk memenuhi kehidupannya
pemenuhan kebudayaan semakin banyak.
baik kehidupan jasman! seperti pangan dan
Dengan gejala tersebut maka kebudayaan
papan maupun rohani seperti religi, dari
pada kala in! berjalan lebih cepat
tingkat sedertiana sampai kepada tingkatan
dibandingkan dengan masa sebelumnya. Di
yang lebih kompleks.
Indonesia, kebudayaan pada kala Holosen
ditandai dengan muncuinya kelompok Manusia, sebagai bagian dari sistem
budaya baru melalui inovasi di bidang
kehidupan turut menciptakan corak dan
teknologi maupun sosial ekonom!. Contoh
bentuk pada lingkungannya. Hal tersebut
kebudayaan tersebut meliputi budaya
dikarenakan manusia dibekali oleh akal
Hoabinhian, kelompok industri serpih bilah,
pikiran yang memungkinkan bericembangnya
kelompok industri tulang Sampung, dan
suatu teknologi. Teknologi mempakan saiah
kelompok budaya lukisan gua (Heekeren,
satu unsur kebudayaan (Koentjaraningrat
1972).
1999) yang dapat menentukan tingkat kebudayaan manusia. Apabila mencermati
Keterkaitan manusia dengan lingkungan
perkembangan kehidupan manusia melalui
alam akan teriihat dari pemanfaatan bentang
peninggalan arkeologi, teriihat bahwa
alam dan sumber daya batuan, selain
manusia melalui kebudayaannya akan
pemanfaatan binatang dan tumbuhan
bemsaha merespon lingkungan alam dimana
(Simanjuntak, 1996). Pemilihan tempat
50
hunian secara tidak langsung dipengaruhi
keterkaitan antara lingkungan alam dengan
oleh beberapa pertimbangan, diantaranya
ciri pemukiman. Pengertian pemukiman disini
ketersediaan sumber daya alam, keamanan,
diartikan sebagai pemukiman dalam arti semi
akses yang mudah pada lokasi sumber daya,
makro dan makro. Bila semi makro
efektivitas dan efislensl energi operasional
mengaitkan hubungan antara tempat hunian
dalam pengelolaan sumber daya.
satu dengan lainnya, maka pengertian makro
mencakup hubungan antara kelompokPada tahap awal, karakter hunian lebih
kelompok pemukiman.
banyak dipengaruhi oleh lingkungan dari pada kecerdasan (Fewkes,1910). Gua
Dalam hal ini tampaknya ada suatu
sebagai tempat tinggal mempakan sahj tahap
keterkaitan antara sistem peletakan
sebelum kehidupan yang lebih menetap.
bangunan antar hunian sehingga tatanan
Kehidupan pada tahap ini masih bersifat
tersebut menjamin hubungan yang
sementara (semi-permanen) yang
tetap lancar dan konsisten antar satu
dipengaruhi keberadaan sumber daya di
hunian dan lainnya atau antar hunian
lingkungan sekitar. Pada tahap berikutiiya,
masyarakat dengan pimpinannya. Keadaan
manusia hidup secara pemianen (menetap)
lingkungan dan ekologi di masing-masing
di suatu tempat dengan kehidupan dan
situs yang memisahkan kelompok
kebutuhan yang lebih kompleks, termasuk
masyarakat satu dan lainnya karena ada
kebutuhan dalam kehidupan religi. Pada
jurang, bukit terjal, gunung, sungai,
masa ini mulai muncul monumen-monumen
dan lain-lain membentuk kelompok-kelompok
yang ditujukan bagi kepentingan religi
masyarakat yang tidak mengenal satu dan lainnya bahkan kadang
(megalitik).
^'^
^T
menimbulkan gesekan-gesekan menyangkut
Proses perjalanan budaya prasejarah dari
berbagai kepentingan dalam berburu,
masa ke masa dapat ditemukan di Nias
karena potensi kepurbakalaannya yang
beriadang, berternak dan lain-lain. Gesekan-gesekan antara kelompok
tersebar hampir di seluruh wilayahnya.
masyarakat satu dengan yang lainnya
Kehidupan manusia di Pulau Nias sangat
diakibatkan adanya batas-batas
menarik untuk diteliti karena letaknya dan
yang sulit ditembus. Gesekan itu
budaya tradisional yang masih berjalan
memungkinkan terjadinya pertikaian
hingga saat ini.
antar kelompok/suku dan hal in! langsung
Ciri pemukiman dan lingkungan
atau tidak langsung menyebabkan adanya pemikiran- dan aksi untuk
Menyangkut keberadaan perkampungan
yang dapat memberi jaminan keselamatan
lama di Pulau Nias, dapat dirasakan adanya
teriiadap warganya.
menyesuaikan bentuk-bentuk pemukiman
51
i
Tidak mengherankan bila kelak dilakukan
dan lainnya, baik antar masyarakat biasa
pemilihan lahan yang memberi kemudahan
dan pimpinan, mengambil pola pemukiman
bagi pencapaian keselamatan
dalam
bertiimpit dan berderet dengan meletakkan
mempertahankan diri atas serangan musuh.
unsur pimpinan ditengah-tengah. Pola letak
Pilihan atas tempat yang layak untuk itu
hunian demikian ini memudahkan
adalah di atas bukit-bukit yang tinggi, yang
terselenggaranya komunikasi secara cepat
dikelilingi jurang yang curam atau sungai
antar penghuni, yang mempenmudah upaya
dalam yang sulit difalui. Posisi tempat-tempat
penggalangan persatuan dan kesatuan
pemukiman di daerah yang tinggi dan sulit
warga sehingga pada waktu menghadapi
dijangkau mempakan altematif utama untuk
situas! yang tidak diinginkan secara cepat
menghadapi musuh dan lingkungan alam
mereka akan saling menolong.
yang ada itulah yang dlplIih oleh masyarakat
pendukung megalitik sesuai dengan
Tampaknya unsur-unsur tradis! megalit
kebutuhan,
yang asli, yakni adanya gunung sebagai
tempat suci (tempat bersemayam arwah)
Pemukiman yang bersifat makro yang
sudah tidak lagi menjadi faktor utama bagi
ditandai oleh hubungan antara hunian satu
pendukung megalitik Nias. Pada 52
perkembangan megalitik awal, yaitu
jumlahnya dan tidak terialu sulit dijangkau,
megalitik pada masa prasejarah, unsur
baik yang bempa sumber/mata air atau aliran
gunung sebagai tempat suci secara langsung
sungai.
mempengaruhi arah hadap dan letak
pemukiman. Tempat upacara dan
Setidaknya ketiga faktor inilah yang menjadi
peribadatan memegang peranan penting.
titik perhatian bagi pendukung megalitik
Gunung yang pada masa prasejarah dipaka!
dalam memilih lahan pemukiman. Adapun
sebagai konsep religi, dimana pemukiman-
pemindahan
lokasi pemukiman
pemukiman berada di gunung, makam-
dimungkinkan bila memang ada persyaratan
makam menghadap ke gunung, dan lain-
minimal yang ti'dak terpenuhi. Sebagai misai,
lain peranannya telah tergeser oleh fungsi
bila débit air pada sumber air bersih tidak
praktis yaitu sebagai tempat terpilih untuk
lagi mampu memenuhi kebutuhan sehari-
pertahanan. Lingkungan pemukiman
hari.
megalitik di berbagai bukit di Nias dipilih bukan lagi karena faktor religi tetapi lebih
Kembali pada situs Bawômataluo, dengan
ditekankan pada aspek keamanan. Namun
letaknya yang di ketinggian sekitar 400 meter
hal itu tidak semata-mata terjadi dalam
dari pemiukaan laut temyata memiliki sumber
memilih lokasi untuk pemukiman, pendukung
daya alam yang sangat menguntungkan.
megalitik di Nias sangat dipengaruhi pula
Daerah ini mempunyai sumber air bersih
oleh faktor lain yang mengacu pada sumber
yang mampu memenuhi kebutuhan
kehidupan. Faktor atau syarat tersebut antara
warganya sepanjang tahun. Sumber daya
lain adalah:
air dimaksud berada pada lembah di sebelah utara peri^ampungan, hanya berjarak sekitar
relatif datar dengan
450 m ke arah bagian bawah bukit Di sana
luasan yang memadai di bagian atas bukit
terdapat sebuah sumber air dan anak sungai
yang memungkinkan untuk dijadikan
dengan aliran air yang jernih pada dasar
pertapakan pemiukiman, yakni tempat tinggal
berbatu.
1. Adanya lahan yang
penduduk dan/atau diselenggarakannya
upacara-upacara yang diperiukan.
Selain itu pemilihan lokasi pemukiman di sana juga berhubungan dengan sediaan
2.Kontur wilayahnya memungkinkan
material yang dibutuhkan dalam
lahan/pertapakan pemukiman dikelilingi oleh
pembangunannya. Sumberdaya abiotikyang
jurang, atau sungai yang dalam yang akan
terpenting dalam pendirian sebuah desa,
menyuliti(an untuk dilalui musuh yang datang
selain sumber air, adalah bahan batuan yang
biasanya banyak ditemukan di sungai atau
menyerang.
di bukit-bukit Sumber bahan pembangunan
S.Kefersediaan air bersih yang memadai
yang biasanya disebutyaiu/a/itu seyogyanya
53
-^=3
berada di dekatnya, Pada kasus situs Bawômataluo, sumber bahan baku itu ada d sebuah tempat yang dinamakan Sungai
Batu Buaya yang benarak sekitar 3 km.
Bahan batuan yang dipergunakan sebagai
Keteri(a!tan lingkungan begitu erat dengan
daro-daro dan naitaro di Bawômataluo, yang
kehidupan masyarakat pendukung tradisi
dikenal sebagai jenis batu buaya, adalah
megalitik. Kedekatan akan hubungan antara
batuan endapan yang benArama hitam keabu-
perahu dalam pemanfaatan sumber daya
abuan. Batu yang halus ini yang dapat
air dimunculkan melalui adanya pahatan-
dimanfaatkan sebagai bahan pembangunan
pahatan batu dalam bentuk dua dan tiga
megalit yang dengan partikel-partlkel halus
dimensi.
yang dlmilikinya memudahkan untuk dipahat Khusus untuk bagian pondasi halaman nenak
Pembuatan perahu dari batuan endapan
(halaman upacara) biasanya digunakan
dalam bentuk tiga dimensional dijumpai di
bahan bempa batu papan (slab-stone) yang
Bawômataluo, dalam bentuk sebuah daro-
dihasilkan dari bukit-bukit batu tidak jauh
daro besar yang diletakkan dekat Balai Desa
dari situs Bawômataluo.
dan merupakan simbol perempuan.
-
1 1
>
l'*'-^
^ÊÊkL ifc^^ttrt^^^^H
Pohatan aktivitas manusia di dalam peratiu yang terdapat di dinding rumah adat raja.
54
$^^^1
Pemahatan bentuk perahu sebagai daro-
erat teri
daro in! jelas mendapatkan Inspiras! dari
dilihat dan dialaminya.
adanya
kebiasaan
masyarakat
menggunakan perahu dalam aktivitas
Dalam kehidupan di mmah adat Nias kerap
pemanfaatan sumber daya perairan (laut
kita jumpai karya-karya budaya yang juga
dan/atau sungai). Selain daro-daro dalam
menylratkan citarasa seni yang tinggi.
bentuk perahu, pada situs-situs megalitik
Misalnya saja nahanadu, yakni singgasana
juga ditemukan pahatan dalam bentuk ikan,
yang dibuat pada dinding mmah adat Nias
seperti misalnya yang dijumpai di situs
dan digunakan sebagai tempat pahjng nenek
Botohilitanô. Hal itu menunjukkan demikian
moyang, atau saita, sangkutan pakaian dan
eratnya hubungan masyarakat megalitik
alat-alat khusus pada mmah adat Nias yang
dengan perahu sebagai saiah satu moda
biasanya dihias penuh dengan ukiran. Motif
transportasl air, dan seperti juga pada
hias yang digunakan cukup beragam
masyarakat Dayak Ngaju
di Pulau
bentuknya seperti burung, monyet, buah-
Kalimantan maka pada masyarakat Nias
buahan, dan sebagainya. Saita dipasang
juga dikenal adanya upacara sakral yang
senyawa dengan dinding rumah bagian
mempergunakan perahu (sampan kecil)
dalam di rumah siulu atau salawa (raja). Saita juga banyak dipasang pada cholo-
sebagai sarananya.
cholo atau tuwu (tiang penyangga di dalam
Kreativitas seni dan lingkungan
mmah).
Selain hal tersebut di atas, beri<enaan dengan
Motif-motif hias yang dijumpai di situs di
hiasan pada objek-objek kuna di Pulau Nias,
Bawômataluo dan Orahili Fau menunjukkan
teriihat pula adanya pengaruh lingkungan
hubungan yang erat dengan lingkungan.
atas kreativitas seni yang dihasilkan.
Motif dimaksud antara lain flora dan fauna
Kreativitas beri<arya yang menyangkut aspek
serta benda lain yang merupakan sarana
pola hias megalit merupakan suatu ciri
kerja. Motif flora berupa sulur-suluran,
kehidupan megalitik, khususnya untuk
tentunya menunjukkan lingkungan yang
membuat benda-benda yang sophisticated
subur. Motif bulatan yang ditemukan dl
(lebih maju) sebagai usaha mengangkat
beberapa tempat di sudut-sudut situs
derajat leluhur mereka. Pola hias sangat
Bawômataluo menunjukkan keterkaitan
penting dalam pembangunan sarana yang
antara pahatan itu sendiri dengan buah jemk
berkaitan dengan upacara. Dalam hal in!
yang sering mereka jumpai dalam kehidupan
lingkungan (ekologi) ikut berbicara dan
sehari-hari. Tidak mengherankan bila
menentukan inspiras! bagi para undagi atau
pemanfaatan motif tumbuhan-tumbuhan,
ahli pahat yang bertugas menghias benda-
khususnya sulur-suluran dalam karya
benda upacara, sehingga benda ciptaannya
budayanya dihubungkan dengan pengenalan
55
^
1 masyarakat akan keberadaan berbagai pucuk paku (semacam tumbuhan pakis) yang
dapat dikatakan menemani mereka ketika menggarap lahan pertanian dan periadangan.
Pucuk paku atau pakis, selain bentuknya yang indah dan kerap dihubungkan dengan
simbol sesuatu yang bertumbuh, sekaligus
w/'o'asu /anjing
merupakan komponen material utama masakan yang lezat.
2. Bae, yakni monyet yang merupakan
lambang manusia yang nakal, jahat. Ragam
Berbicara tentang kreativitas seni dan
hias in! menghias! dinding rumah, juga
lingkungan di Nias itu berarti kita masuk
gagang keris atau pedang.
dalam aspek sora-sora, yakni ragam hias dalam bahasa Nias. Ragam hias tradisonal
3. Bawi, babi. Dalam kehidupan sehari-hari
Nias umumnya beriDentuk manusia/raksasa,
di Nias babi mempakan jenis binatang utama
hewan, tumbuhan, dan garis-garis geometris.
yang hams ada dalam setiap upacara/pesta
Bentuk-bentuk ini memiliki maksud dan
adat Pemanfaatan babi sebagai makanan
makna tertentu mempakan lambang yang
dalam berbagai pesta menyebabkan orang
telah mereka sepakati dan percayai,
mengukur besar-kecilnya orang lain dari
sehingga tidak mengherankan walaupun di
jumlah babi yang dikortDankan/disembelih.
Nias dapat dikenali adanya dua jenis mmah
Ragam hias bawi juga banyak ditempatkan
adat yang merupakan wadah visualisasi
pada bagian dapur omo hada.
ragam hias itu namun pada kenyataannya tidak ada pert)edaan bentuk yang menyolok antara ragam hias di Nias Selatan dan tempat
lain di Pulau Nias.
1.
Ni'o'asu, atau anjing. Bentuk hewan ini
melambangkan pelindung raja dan pencari
makanan. Selain sebagai teman
Bawi /babi
perjalanan, anjing juga berguna untuk
Cia-cia, yakni binatang cecak.
melacak keberadaan musuh/hewan buman,
4.
sehingga hal itu pula yang menyebabkan
Penggambarannya banyak dijumpai pada
ragam hias ini biasa digunakan di bagian
dinding dalam dan palang pintu, yang
belakang dapur omo hada.
melambangkan tukang tenung/peramal.
56
C;a-c/a/ cecak 5, Fofo, burung. Ini bentuk
motif hias yang
melambangkan keterbukaan orang Nias
Tidak mengherankan motif hias in!
dalam menerima tamu.
ditempatkan juga pada top! perang, atau sebagai tiang/sangkutan pakaian pada tiang
6. Gogowaya, atau burung enggang,
dan dinding rumah.
Enggang adalah jenis burung yang paling besar dan kuat serta mulia dl Nias sehingga penggambarannya mempakan lambang dari
keperiuisaan.
Gogowaya / burung enggang
57
7. Ni'o'i'a, atau ikan yang dikaitkan dengan
kecerdikan dan kecekatan. Ragam hias ini
dipahat pada dinding dalam omo hada.
Ni'oafi-afi
10. Ni'obuaya, yang berarti menyerupai
buaya. Bentuk ini melambangkan kekuasaan
raja siulu yang bersifat adil dan melindungi, Ni'o'i'a I ikan
pengayom rakyatnya. Dalam alam fikir tradisional Nias buaya adalah raja di dalam
8. Lazara. Ragam hias ini menggambarkan
air, Seekor raja buaya menerima hantaran
bentuk kepala raksasa dengan mulut
makanan yang dibawakan oleh rakyatnya.
terbuka lebar, taring panjang, menyeramkan,
Ragam hias buaya biasa digunakan pada
Biasa diletakkan menonjol di bagian
baluse (perisai/tameng perang), bahkan kulit
depan dinding rumah menghadap ke
buaya juga dibuat menjadi baju perang,
pekarangan, Sebagai lambang dewa
Begitupun dalam bangunan rumah (seperti
yang jantan, pembina, dan kekuasaan,
di Helinawalofau, Teluk Dalam), atau pada
motif ini digunakan pada rumah yang
daro-daro (batu tempat duduk) di pelataran
pemiliknya adalah orang besar dan
omo hada Nias.
berkuasa. Motif ini juga digunakan sebagai
hiasan pada gari tologu (gagang keris) maupun patung kuburan siulu.
9, Ni'oafi-afi. Bentuk omamen geometris ini
banyak juga digunakan, pada kain
yang digunakan oleh perempuan bangsawan. Ragam hias berupa gambar
lingkaran kecil dikelilingi melingkar oleh daun-daun berbentuk lonjong ini memang
melambangkan
kebangsawanan.
t oouaya
58
Ni'obutelai, yang artinya menyerupai
13, W/'o/ia/uyo. Kata niohatuyo sendiri berarti
pucuk/landpan. Bentuknya yang sedertiana,
menyerupai bentuk ujung tombak, Ragam
hanya berupa segitiga yang membulat di
hias geometiis ini melambangkan sifat atau
bagian bawah (jantan) atau segitiga yang
jiwa kepahlawanan, Di mmah adat terdapat
melandp begitu saja (betina) melambangkan
pada hiasan tepi, takaran beras (lauru),
keagungan,
dan
keris/pedang, dan pada pakaian yang
kebangsawanan. Motif ini banyak digunakan
dikenakan perempuan maupun laki-laki.
11,
kebesaran,
pada hiasan kepala berbahan emas.
Ni'ohaluyo
Ni'obutelai
14. Ni'oiozasai, atau yang menyempai bulu 12. Ni'ogama. Bentuk ini mempakan lambang
ekor burung, Bentuk ini melambangkan
persatuan dan kebulatan hati.
kepahlawanan, dan digambarkan dengan wama merah. Banyak digunakan pada ikat kepala laki-laki yang pergi berperang maupun
oleh t>alugu (siulu) yang sedang memimpin
rapat
Ni'oiozasai
Wf'ogama
59
Ni'otalinga Woli-woli. Bentuknya
15. Ni'omeme Roto. Bentuknya menyempai
17.
payudara (karena dibuat berpasangan) yang
menyerupai tumbuhan pakis yang
melambangkan kesuburan, sekaligus
melambangkan kesuburan. Dahulu orang
pengharapan akan berianjutnya gêneras!.
menggunakan ragam hias ini untuk melambangkan kesuburan.
Ni'otnetne
16.
Ni'osolafiga. Ragam hias yang
melambangkan persatuan dan sifat gotong royong ini adalah omamen berijentuk sulur-
suluran.
Ni'ofalinga wali-wali
Ni'osolafiga
60
Bab VII. Osa-osa dan Arc a Manusia yang piSELUNpUPKA Penyelundupan di perairan Sibolga
OoerawaI dari
Demikian berita tentang digagalkannya
infonnasi yang diterima
Poires Tapanuli Tengah dan Koramil Pandan,
penyelundupan itu termuat dalam
Tapanuli Tengah tentang adanya kegiatan
média massa Harian Sinar Indonesia Bam
sekelompok orang yang berusaha
tanggal 2 Jun! 2000 dan Harian Waspada
menyelundupkan benda budaya kuno dari
tanggal 3 Juni 2000. Menindakianjuti
Nias melalui perairan Sibolga. Petugas dari
pemberitaan itu pihak Kantor Wilayah
kedua instansi tersebut melakukan
Departemen Pendidikan Nasional
pengintaian dan mengetahui bahwa di sekitar
Provins! Sumatera Utara menugaskan
wilayah Desa Lubuk Tukko, Kecamatan
staf Bidang Muskala, Sdr. Hulman
Pandan, Kabupaten Tapanuli Tengah,
Napitupulu, bersama-sama dengan Kepala
Sumatera Utara beriangsung pengangkutan
Seks! Kebudayaan Kantor Departemen
benda-benda dimaksud. Penyergapan yang
Pendidikan Nasional Kabupaten Tapanuli
dilakukan pada tanggal 29 Me! 2000 beriiasil
Tengah, Sdr. Jonisar Nasution, melakukan
mengamankan barang bukti berupa dua
identifikasi awal atas benda-benda dimaksud
buah patung batu.
pada tanggal 8 Juni 2000. Hasil yang diperoleh menginformasikan dugaan bahwa
Selanjutnya pada tanggal 31 Mei 2000,
objek yang menjadi barang bukti di Mapolres
petugas Poires Tapanuli Tengah
Tapanuli Tengah, Sibolga itu adalah benda
kembali ke lapangan dan melakukan
budaya masa lalu yang berasal dari Nias.
penyergapan lagi. Tiga buah barang bukti bempa benda budaya kuno hams diangkat
Selanjutnya melalui koordinasi yang
dari dasar laut karena dibuang dari perahu
dilakukan pihak Kanwil Depdiknas
oleh pelaku penyelundupan, namun sebuah
Provins! Sumatera Utara, dalam hal ini
lagi masih tertinggal di dasar perairan di
diwakili Kepala Bidang Muskala,
sekitar muara Sungai Sibuluan di wilayah
Drs. SyaifuI A Tanjung M. M. maka
Desa Lubuk Tukko, Kecamatan Pandan,
pihak Balai Arkeologi Medan melakukan
Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera
kunjungan ke Mapolres Tapanuli Tengah.
Utara.
Bersama-sama dengan Kepala
61
Bidang Muskala Kanwil Depdiknas Provins!
Koordinasi yang baik dengan pihak
Sumatera Utara dan staf, serta Kepala Seks!
Mapolres Tapanuli Tengah, dalam hal ini
Kebudayaan Kandepdiknas Kabupaten
Kapolres Letkol. Drs. Cosmas Lembang
Tapanuli Tengah maka tim melakukan
dan
Wasat
Serse
Letda.
pengldentifikasian atas barang bukti
Effendi Situmorang beserta staf, serta
tersebut, baik yang telah ditempatkan di
Kapolsek Pandan Letda. Zainul Arifin
Mapolres Tapteng di Sibolga maupun yang
Harahap beserta staf, menyebabkan
masih berada di lokasi pembuangan di
pengumpulan data arkeologis atas
perairan muara Sungai Sibuluan, Desa Lubuk
barang bukti yang disertai pemotretan dan
Tukko, Kecamatan Pandan, Tapanuli Tengah.
penggambaran berjalan lancar.
62
mmm
Sebagian barang bukti penyelundupan,
Barang bukti penyelundupan Identrfikasi dari barang bukti - yang sekarang
terdapat semacam sandaran persegi empat
seiuruhnya disimpan di Muséum Negeri
sebanyak tiga buah yang keseluruhannya
Provins! Sumatera Utara, Medan
-
tampak seperti ekor dari masing-masing
adalah
binatang tersebut. Bagian tengah bidang
sebagai berikut di bawah ini:
datar tersebut biasa difungsikan sebagai 1.
meja atau tempat duduk, Osa-osa ini
Osa-osa (laki-laki)
bemkuran panjang 100 cm, lebar 93 cm, dan tebal 12 cm, Tinggi kaki 24 cm, Adapun
Objek bertïahan batuan tufaan {limestone
tufaceaous), Ini jelas merupakan benda
ukuran tinggi kepala lasara adalah 50 cm,
budaya masyarakat Nias, Bentuk dasamya
dan tinggi sandaran 38 cm. Walaupun bagian
mirip sebuah meja berkaki yang pada
ujungnya telah msak, namun phallus yang
bidang datamya beriiiaskan tiga buah kepala
dipahatkan pada bagian bawah bidang datar
lasara (binatang dalam mitologi) di bagian
osa-osa tersebut tampak jelas sebagaimana
depan, namun d! bagian belakang
diperiihatkan pula melalui penggambaran
63
lasara. Selanjutnya bagian muka lasara
buah zakarnya.
digambari
Bagian bawah bidang datar badan osa-osa
lengkap dengan gigi dan lidah yang menjulur.
tersebut dipangkas membentuk prisma,
Hidung digambarkan mancung melalui
sehingga jika osa-osa ini dibalikkan maka
pahatan segitiga yang lums dan pangkalnya
bagian ini akan tampak seperti atap mmah.
berakhir di bagian belakang kepalanya
Kaki digambarkan sederhana dan kaku,
(sehingga tampak seperti jengger, balung
namun masih memperiihatkan perbedaan
yang tumbuh di kepala ayam).
antara paha dan betis melalui pahatan pada
bagian lutut yang melingkar tipis menonjol
Pada bagian belakang, ekor fesara memiliki
ke luar. Sebuah kaki osa-osa tersebut patah.
ukuran yang berbeda dan yang di tengah
Bagian samping kiri-kanan badan bert)entuk
berukuran paling besar. Di bagian depan,
persegi panjang, dengan hiasan meander
ekor yang mempakan bidang persegi empat
(segitiga dengan saiah satu sudutnya saling
memiliki hiasan yang sama, yaitu lingkaran
bertiadapan). Di antara sudut-sudut tersebut
beriiiaskan wajik di tengahnya dengan posisi
terdapat pembatas bempa bidang persegi
mengarah ke empat penjum mata angin. Di
panjang polos tanpa hiasan. Pada bagian
bagian tengah hiasan tersebut, yang
belakang badan terdapat hiasan beriientuk
membagi bidang ekor, terdapat pahatan
meander dalam ukuran yang lebih besar
timbul dalam posisi vertikal seperti sebuah
dibanding hiasan meander lain pada
tulang ekor. Hiasan pada bidang dibaliknya
badannya. Leher mengenakan nifatali
berupa gambar cecak (Hemidactylus
(kalung), sedangkan bagian samping dan
frenatus) yang dipahatkan dengan ukuran
depan leher berhlaskan meander yang
berbeda. Cecak di bagian tengah
beriapis-lapis. Di bagian atas n/fe/a// terdapat
digambarkan bemkuran lebih besar. Cecak
hiasan segitiga melingkar mengikuti bentuk
dipahatkan tipis dengan anatomi yang
kalung tersebut. Bagian belakang leher juga
tampak dipanjang-panjangkan.
beriiiaskan meander bemkuran besar yang di dalamnya berisi uratdaun. Hiasan tersebut
2. Osa-osa (perempuan)
menggambarkan rambut panjang dari binatang lasara tersebut. Telinga beriiiaskan
anting-anting bert)entuk dua buah lingkaran
Bahan dan bentuk dasarnya sama dengan
yang berhimpitan, yang tergolong kecil
osa-osa di atas. Panjang 108 cm, lebar 106
dibandingkan dengan hiasan telinga yang
cm, dan tebal
biasanya digambari
tinggi kepala lasara (hanya sampai leher)
Nias. Dapat dikatakan bahwa bentuk hiasan
28 cm dan tinggi ekor/sandaran 36 cm. Objek
telinga - yang biasa disebut fondmm ana'a
ini disebut osa-osa wanita karena tidak
- tersebut sepadan
memiliki phallus dan pada bagian depan
dengan ukuran muka
64
11
cm. Tinggi kaki 47 cm,
badan terdapat dua buah tonjolan yang jelas
belakang kepala (seperti jengger) dan telinga
menggambari
berhiaskan fondruru ana'a (anting). Bila
kepala lasara dari osa-osa ini telah patah
tanduk depan terdapat pada osa-osa laki-
hingga bâtas leher. Dua patahan kepala
laki, maka pada osa-osa perempuan tidak
lasara masih dijumpai. Kemsakan juga terjadi
ditemukan, namun posisi itu diganti dengan
pada bagian kaki kanan belakang.
taring yang menghadap ke atas dan ke bawah.
Kaki osa-osa digambarkan tertekuk, seperti
Pada bagian belakang kepala lasara yang
dalam posisi siap menyerang. Kaki
paling besar terdapat pahatan osa-osa yang
digambarkan besar dan kaku walaupun
bagian atas badannya berhiaskan. Bagian
masih dapat dlbedakan antara bagian paha
dalam ekor osa-osa ini beriiiaskan meander
dengan betis. Bagian badan osa-osa datar,
dengan tulang daun yang diletakkan di
baik pada bidang bagian atas maupun pada
bawah bidang tersebut dan di atasnya
bidang bagian bawahnya. Hiasan samping
terdapat hiasan lingkaran yang pada bagian
kanan dan kiri badan osa-osa memiliki
pinggirnya dibuat dengan hiasan meander
kesamaan dengan osa-osa (laki-laki)
segitiga sehingga tampak seperti bergerigi.
pertama, hanya saja pada bagian depan
Di dalamnya terdapat pahatan wajik yang
badan osa-osa ini terdapat gambaran
ujungnya mengarah ke empat arah mata
sepasang payudara. Bagian atas bidang
angin. Pada bagian belakang bidang ini
depan badannya berhiaskan meander
terdapat hiasan cecak dengan pahatan yang
setengah lingkaran, sedangkan di bagian
tajam dan dalam. Pada bagian badan cecak
bawahnya berhiaskan meander segitiga.
yang paling besar (di tengah) terdapat hiasan
Keduanya mempakan bingkai dari bidangan
meander (segitiga tert)alik) dan hiasan kotak-
depan osa-osa ini, yang di dalamnya terdapat
kotak pada bagian ekornya. Secara umum
tulisan:
dapat dikatakan bahwa osa-osa ini memiliki
BALUGUSILABO :
9
HULU
. .
:
0
^^3
hiasan yang lebih raya dibandingkan dengan :
osa-osa (laki-laki).
.B
3. Osa-osa (laki-laki)
Bagian leher digambari
segitiga yang posisinya tidak beraturan.
Objek ini hanya memiliki sebuah kepala dan
Nifatali (kalung) juga dikenakan di bagian
ekor lasara. Ukurannya lebih kecil
leher, dan di bagian atasnya terdapat hiasan
dibandingkan osa-osa lain, yaitu panjang 98
bert)entuk wajik. Lasara digambarican dengan
cm, lebar 98 cm, dan tebal 7 cm. Tinggi kaki
mata seperti wajik, hidung yang mancung
28 cm. Tinggi kepala 46 cm dan tinggi
dan kaku dengan pangkal hidung sampai ke
sandaran/ekor 44 cm. Bahannya juga
65
^
limestone tufaceous (tufaan) namun lebih
Di bagian depan telinga terdapat hiasan
keras dari tufaan yang digunakan pada Osa-
beriDentuk meander (segitiga) dalam posisi
osa sebelumnya. Kondisinya relatif utuh,
vertikal. Pada bagian bidang dalam ekor
hanya saja pada bagian tanduknya
dipahatkan seorang tokoh perempuan yang
tampak telah mengalami perbaikan.
digambari
Penyambungan kembali bagian tanduk yang
kaki tertekuk ke samping dan tangan
sudah patah itu dilakukan dengan
membentang sehingga tampak seperti
pemasangan pen/angker berupa paku.
sedang menari. Muka tokoh digambarkan
Secara umum bentuk osa-osa ini sama
bulat. Bagian muka itu juga teriihat telah
dengan osa-osa yang lainnya, hanya saja
mengalami periDaikan sebagaimana tampak
penggambaran p/)a//us-nya tampak lebih
dari perbedaan warna lapisan batuannya.
besar. Phallus yang diletakkan di bagian
Pada bagian luar/belakang ekor terdapat
bawah badan digambarkan dalam keadaan
pahatan cecak dengan hiasan wajik pada
ereksi, lengkap dengan buah zakar di
bagian badannya.
belakangnya. 4. Patung Laki-laki
Bagian kaki juga dibuat besar dan kaku, dalam posisi tertekuk siap menyerang, dan
Seperti osa-osa, area ini juga dibuat dari
masih teriihat penggambaran bagian paha
bahan batuan tufaan. Ukuran tinggi
dan betis. Badan osa-osa bertjentuk bundar,
keseluruhan 180 cm, lebar badan 44 cm,
berbeda dengan osa-osa lain yang
tebal 28 cm, dan diameter kepala 30 cm.
cendemng persegi. Hiasan samping kanan
Lapiknya bemkuran panjang 45 cm dan tebal
dan kiri badan sama. Leher berhlaskan
10 cm. Tokoh tersebut digambari
bentuk-bentuk meander (segitiga) bemkuran
rambut tipis, muka digambarkan lengkap
besar serta hiasan urat daun pada bagian
dengan mata berbentuk wajik, alis kecil dan
dalamnya. Lehernya ber- nifatali (kalung)
tipis, kumis melintang, serta bibir tipis dan
dengan hiasan meander pada kedua sisinya
kecil. Telinga digambari^an kaku, polos tanpa
sehingga tampak lebih raya. Karakter muka
hiasan. Kedua tangan yang digambarkan
sama dengan osa-osa terdahulu walaupun
kaku dan besar, memegang kemaluan yang
penggambaran tanduknya yang berbeda
dimana tanduk bagian belakang
dalam kondisi tegak/ereksi, yang digambarkan lengkap dengan buah
digambarkan masing masing sebuah pada
zakarnya. Area ini memiliki kaki yang besar
kepala belakang sedangkan pada osa-osa
dan kaku, sedangkan kedua lututnya
tanduknya masing-masing dua buah pada
digambarkan lebih detil dengan pemahatan
kepala belakang, begitu pula dengan dua
yang menonjol beriDentuk seperti lingkaran.
In!
tanduk kepala di depan yang mengapit 5. Patung perempuan
hidung.
66
sebuah objek lain yang periu diidentifikasl.
Sama seperti area laki-laki, area ini bert)ahan
batuan tufaan. Ukuran tinggi keseluruhan
Kunjungan ke lokasi dan pengamatan
165 cm, lebar badan 40 cm, dan tebal 25
langsung atas benda tersebut hanya
cm. Lapiknya sendiri bemkuran panjang 40
menghasilkan keterangan berikut. Kelak
cm dengan tebal 10 cm. Diameter kepala
objek ini pun dapat diangkat dari dasar
area tidak kurang dari 29 cm. Tokoh
perairan. Objek tersebut jelas sebuah osa-
perempuan itu mengenakan mahkota yang
osa yang ukuran panjangnya 120 cm, lebar
berornamen meander/segitiga. Muka dan
106 cm, dan tebal badan 12 cm. Osa-osa
bagian-bagiannya digambarkan lebih
berbidang persegi itu memiliki tiga buah
realistis, seperti mata, alis, hidung mancung
kepala lasara, namun ketiganya telah
berbentuk segitiga, bibir digambarkan tipis,
msak/patah sehingga yang tampak sekarang
dan terbuka dengan deretan gigi saling
hanya tinggal bagian pangkal lehemya saja.
mengatup, kedua telinganya digambarkan besar dan kaku dengan hiasan anting-anting.
Situlubagi/Siteiubagi
Lehernya berhiaskan nifatali (kalung). Alat kelamin dan payudaranya digambari
Pada bagian bawah kelamin terdapat lubang
Seluruh benda budaya yang sekarang
yang agak panjang yang dari letaknya jelas
mempakan barang bukti di Mapolres Tapanuli
menunjukkan dubur. Tangannya
Tengah itu dapat dibagi dua. Bagian pertama
digambarkan kaku dengan posisi kedua
adalah osa-osa yang berjumlah empat buah,
tangannya di pinggang, pusar berbentuk
dan lainnya adalah area manusia berjumlah
bulat, dan lingkaran dadanya dipahatkan
dua buah. Satu haï yang dapat dikatakan
tipis. Lutut digambarkan sama dengan lutut
sama, sekaligus juga menandai upaya
area lakl-Iaki, yaitu memiliki tonjolan
menggambari
berbentuk lingkaran, dengan jari kaki
adalah penggambaran genitalia maupun
yang kaku. Pahatan pada betisnya tidak
simbol bagian tubuh yang mengacu pada
pembentukan perbedaan jenis kelamin
sempurna, dengan masih menyisakan
bempa payudara.
bidang-bldang bekas pangkasan yang cukup lebar.
Berdasarkan bentuk osa-osa serta hiasan
yang terdapat padanya dapat dikenali
6. Osa-osa
bahwa benda budaya tersebut berasal dari
Pulau Nias. Lebih tepat lagi, semua Di dasar perairan Muara Sungai Sibuluan
osa-osa tersebut masuk dalam kelompok
berkedalaman sekitar dua meter, di Desa
yang
disebut dengan Osa-osa
Lubuk Tukko, Kecamatan Pandan,
Situlubagi/Siteiubagi Bentuk benda budaya
Kabupaten Tapanuli Tengah masih teriDenam
tersebut banyak dijumpai di Pulau Nias
67
benda budaya yang terdapat di Desa Orahili
bagian tengah dan selatan, yang biasanya
diletakkan berdampingan dengan benda
Fau, dimana hiasan pada bangunan megalitik
budaya lain yang mempakan bagian dari
di
desa
tersebut banyak yang
menggambarkan peralatan dengan bahan
sebuah tradisi megalitik.
logam sehingga muncul dugaan bahwa
Pengamatan atas dua dari osa-osa itu
benda budaya ini sudah ada sejak masa
memunculkan dugaan bahwa keduanya
neolitik akhir, sekitar awal-awal tahun masehi.
mempakan pasangan yang mungkin sekali
Tentunya osa-osa ketiga jauh lebih muda
berasal dari sebuah tempat yang sama atau
usianya.
sebuah situs. Osa-osa dimaksud adalah osa-
Selanjutnya, dua buah patung yang ada
osa pertama (laki-laki) dan osa-osa kedua
(perempuan). Osa-osa ini bert)eda dengan
menunjukkan karakter yang kaku
osa-osa ketiga (laki-laki) yang tampak lebih
dengan penggambaran bagian anggota
sederhana, tidak seraya osa-osa pertama
badan yang tidak proporsional.
dan kedua.
Lapik/alas yang terdapat pada kedua
Pada osa-osa ketiga, hiasan berbentuk
tersebut memiliki tempat tertentu
area tersebut menunjukkan bahwa area
pahatan perempuan di bagian ekor/
untuk meletakkannya, karena jika diamati
sandaran jarang ditemukan di Nias,
dari ukuran lapiknya maka dapat
begitupun dengan bentuk badannya yang
diduga bahwa ukuran lapik dari kedua
bulat. Hal ini menunjukkan adanya suatu
area tersebut tergolong kecil sehingga
perbedaan sehingga dapat diduga
akan mudah jatuh bila langsung ditegakkan begitu saja tanpa wadah
bahwa objek tersebut berasal dari tempat
yang berbeda dengan osa-osa pertama
peletakan yang memadai. Berdasarkan
dan kedua. Ini berarti bahwa ketiga objek
wama batuan dari kedua area tersebut dapat
tersebut berasal paling tidak dari dua
dikenali bahwa benda tersebut relatif
tempat/situs berbeda.
masih lebih segar dibandingkan dengan
osa-osa. Sedangkan berdasarkan Pahatan manusia pada bagian belakang
pengamatan atas teknik pemahatannya
osa-osa ketiga (laki-laki) mengingaU
Selatan. Informasi yang diperoleh pada
teriihat bahwa area ini tidak/belum mengalami penanganan yang sempurna sebagaimana teriihat pada pengerjaan sisi/sudul (lingiran) dagu yang masih
sebuah penelitian di desa tersebut mengacu
tampak tajam/siku. Begitupun pada
kepada masa yang lebih muda dari budaya
yang ada di Bawômataluo. Kita dapat
bagian-bagian lain yang membentuk sudut/Zingiran masih teriihat tajam yang
menganalogikan osa-osa ketiga in! dengan
sekilas menunjukkan keresenannya.
pahatan manusia yang ditemukan pada batu
berdiri di Desa Orahili Fau, di wilayah Nias
68
J
Dalam Perlindungan UndangUndang Budaya adalah benda buatan manusia,
Selumh objek yang diidentifikasi mempakan
bahan kajian yang amat berharga
bergerak atau tidak bergerak yang bempa
bagi ilmu pengetahuan, khususnya yang
kesatuan atau kelompok, atau bagian-
menyangkut aspek budaya, religi, dan
bagiannya, atau sisa-sisanya, yang bemmur
teknologi pembuatan. Arti penting ini
sekurang-kurangnya 50 tahun, atau
semakin kuat karena data yang diperoleh
mewakili masa gaya yang khas dan mewakili
selama pengidentifikasian objek dilakukan
masa gaya sekurang-kurangnya 50 tahun,
menunjukkan bahwa hilangnya data tersebut akan menghilangkan pula
serta dianggap mempunyai nilai penting
bagi sejarah, llmu pengetahuan, dan
informasi penting yang ada padanya.
kebudayaan. Mengacu pada pengertian
Lebih daripada itu, jumlahnya yang cukup
di atas maka objek identifikasi yang
besar memiliki kaitan yang erat dengan
seluruhnya merupakan barang bukti
sejarah aktivitas masyarakat dari sebuah
penyelundupan bempa benda budaya kuno
pulau yang dikenal dengan tradisi
yang masing-masing bemkuran cukup besar
megalitiknya, yang saat ini mempakan aset
itu - dan sekarang telah ditempatkan di
budaya daerah, sekaligus yang telah lama
lingkungan Muséum Negeri Provins!
disiapkan untuk menjadi bagian dari Worid
Sumatera Utara, Medan - yang paling
Cultural Héritage (?).
tidak berusia lebih dari 50 tahun, jelas merupakan Benda Cagar Budaya yang
Menyimak pengertian pertama mengenal
dilindungi oleh undang-undang
Benda Cagar Budaya menumt UU Nomor 5
dan mempakan kekayaan budaya bertradisi
Tahun 1992, diketahui bahwa Benda Cagar
megalitik Nias.
69
-Àgian Nias
Keempat
dïïMï^M
C
^^: 70
i i.
Bab VIII. Penutup Fungsi megalitik Nias
&erry (1918) melalui pengamatan atas
ditekankan pada aspek-aspek harkat dan
persebaran, fiingsi, dan hubungan (asosiasi)
martabat serta menjaga kemashuran bagi
monumen megalitik di Indonesia
si mati dan keluarganya (Geldern, 1945;
menyampaikan bahwa monumen-monumen
Mulia, 1981).
I
itu ada yang berfungs! sebagai tempat
upacara seperti di Pulau Kei dan Bada;
Situs megalitik dan pemanfaatannya
sebagai kuburan misalnya kubur dolmen di
di Botohilitanô
Sumba; atau sebagai tanda peringatan dan
tahta seperti yang beriaku di Nias.
Megalitik itu dibangun agar masyarakat mengetahui tentang hari
Oleh karena itu dalam cara pembuatan
Seperti telah dikatakan dalam halaman terdahulu bahwa megalitik-megalitik di Pulau
maupun bentuk-bentuk megalit yang dibuat
Nias sudah mengalami perubahan-
diusahakan yang sertDa indah, bagus, besar,
pembahan yang mendalam. Biasanya ti^disi
dan lain-lain. Besar-kecilnya batu yang
megalitik selalu mengkaitkan benda-benda
digunakan, raya-tidaknya pola hias sangat
megalitiknya dengan an/vah nenek moyang.
lergantung dari status seseorang, baik
Megalitik dibangun untuk keselamatan arwah
sebagai pemimpin yang disegani dan
yang meninggal dan keselamatan
dihomiati atau bangsawan kaya yang dapat
masyarakat yang ditinggalkan. Oleh karena
mengadakan pesta (upacara kematian)
itu tujuan pendirian menhir berorientasi pada
secara besar-besaran.
anwah nenek moyang. Pergeseran fungsi
megalitik tampak jelas pada megalitik Nias.
Sesuai dengan perkembangan megalitik
Bentuk-bentuk megalitik baik yang besar
yang terus beriangsung, telah terjadi
maupun yang kecil baik yang diletakkan
perubahan-perubahan fungsi. Fungsi
secara horizontal maupun vertikal mempakan
megalitik yang utama (primary function)
suatu peninggalan/tanda adanya seorang
berorientasi sebagai tanda peringatan bagi
pimpinan, keluarganya, bangsawan, dan
laki-laki dan perempuan yang muncul sebagai
lain-lain. Megalitik-megalitik in! dibangun
daro-daro dan naitaro. f^an tetapi kemudian
bukan lagi untuk menjamin si mati agar
muncul fungsi kedua (secondary function)
selamat ke dunia arwah tetapi lebih
yang lebih menjurus pada fungsi-fungsi
71
''v:?
v5
praktis. Fungsi sekunder tersebut
binatang itu dianggap sebagai binatang
antara lain bahwa naitaro yang berbentuk
pelindung, yang memberikan periindungan
seperti 'top! baja" atau seperti ujung
keselamatan, kesejahteraan kepada umat
kemaluan laki-laki dikatakan oleh informan
manusia. Binatang ini merupakan sumber
dipergunakan sebagai tempat meletakkan
kekuatan di luar kemampuan pikiran manusia
tutup kepala bagi seorang pimpinan ketika
(supranatural).
diadakan upacara-upacara tertentu. Peletakan pahatan lazara di kanan kiri pintu
tl
Jenis peninggalan yang dapat dikelompokkan
masuk kompleks Bawômataluo bagian depan
sebagai unsur megalitik adalah susunan batu
dan pintu masuk belakang kompleks Orahili
yang biasa dipergunakan untuk upacara-
Fau tampaknya berkaitan dengan usaha
upacara lompat batu. Menurut informasi
agar perkampungan tersebut aman dari
sesepuh situs Bawômataluo dikatakan bahwa
bahaya yang mengancam. Kekuatan
kebiasaan lompat batu mempunyai fungsi
supranatural yang ditempatkan di pintu
yang meliputi dua aspek, yaitu dibuat untuk
masuk dianggap sebagai penolak bala. Di
olah raga dan yang kedua untuk sarana
situs Bawômataluo dan Orahili Fau lazara
inisiasi seseorang untuk diangkat sebagai
tidak digambarkan secara lengkap.
prajurit Hal in! dimaksudkan agar prajurit Pemanfaatan objek bertradisi megalitik
tersebut suatu ketika dapat meloncati tembok
atau pagar peri
pada saat dikejar maka yang bersangkutan
Saiah satu bentuk kehidupan sederhana
tidak sampai tertangkap di dalam
yang erat hubungannya dengan tradisi
perkampungan yang berpagar tinggi itu.
megalitik dan telah cukup banyak
Dalam megalitik prasejarah maupun pada
diteliti, melalui penelitian ari^eologis maupun
living megalitic tradition di berbagai tempat
antropologis adalah daerah Nias. Tradisi
di Indonesia, batu pelompat belum pemah
megalitik di pulau ini tampak masih kuat
dljumpai sehingga yang terdapat di Nias jelas
dan oleh karena itu Pulau Nias dianggap
merupakan unsur megalitik yang sangat
sebagai tempat dengan tradisi megalitik yang
khas.
tergolong maju.
Patut juga diketahui bahwa dalam pahatan
Kita jumpai saat ini bangunan megalitik
pada karya-karya megalitik di Pulau Nias
seperti gowe atau behu (menhir) batu nitanj
terdapat penggambaran seekor binatang
(batu berdiri), harefa (papan batu), daro-daro
yang oleh penduduk setempat disebut
(pelinggih) dan lain sebagainya sudah tidak
dengan lazara. Motif ini menggambarkan
dibangun lagi, bahkan di beberapa tempat
hiasan raksasa yang khusus untuk omamen
seperti di Nias bagian utara, timur, dan barat
rumat adat raja di Nias. Di daerah Gomo
banyak yang msak. Di Nias bagian tengah.
72
situs megalitik dan pemanfaatannya
walaupun tidak dirusak oleh tangan
situs-situs yang lain dipergunakan sebagai
manusia namun perapuhan oleh kekuatan
tanda atau peringatan bagi seorang tokoh
alam seperti cuaca, lumut dan sebagainya
yang telah meninggal sekaligus sebagai
banyak terjadi, Peninggalan megalitik
suatu bukti adanya usaha memperiihatkan
yang masih agak baik terpelihara adalah di
status,
desa-desa Bawômataluo dan Hilisimaetane,
kemasyhurannya.
martabat,
harkat
dan
dl wilayah Kecamatan Teluk Dalam, Nias Selatan. Megalit-megalit Ini mempakan
Dl Nias menhir dikaitkan dengan upacara
hasil dari satu pesta jasa yang disebut
atau penghormatan kepada kesuburan,
owasa yang sangat mirip dengan upacara-
sedangkan di Flores dikaitkan dengan
upacara di dataran tinggi Kelabit,
pemujaan kepada bulan, matahari, dan
Serawak yang disebut iriau. Pesta ini
bintang (Hoop,1932), Selanjutnya, dalam
mempakan upacara awal yang khusus dari
perkembangan yang tenadi menhir menjadi
kegiatan tradisi megalitik yang meliputi
patung menhir seperti yang dijumpai di
penguburan tulang, perbaikan derajat
Tundrombaho (Nias), atau d! Gunung Kidul,
kehidupan dan distribusi ekonomt, Megalit-
Yogyakarta, maupun di Toraja (Sulawesi),
megalit yang ada di Bawômataluo dan
Di Nias sepert! juga di Jabung,
73
Lampung Tengah ada menhir yang beriDentuk
sebagai tingkah laku keagamaan bagi
alat kelamin laki-laki. Bentuk demikian di
pemberian periindungan dan kesejahteraan
Gunung Tampomas, Jawa Barat di sebut
penduduk (Mulia, 1981; Perry,1918).
batu kontol (Koestoro, 1987). Semua melambangkan nenek moyang yang dimintai
Hal yang cukup menggembirakan bahwa
periindungan dan juga lambang kesuburan.
hingga saat ini keberadaan situs-situs bertradisikan megalitik telah dimanfaatkan
Dolmen kerap dihubungkan dengan fungsi
sebagai objek daya tarik dalam dunia
sebagai kuburan orang-orang terpandang
kepariwisataan. Objek wisata budaya itu
dalam masyarakat Kerap pula dolmen (batu
jelas memeriukan perhatian lebih banyak
rebah) yang ditemukan bersama dengan
lagi sehingga pengelolaannya mampu
menhir (sebagai batu berdiri) dianggap
mempertahankan keberadaannya yang
sebagai lambang perempuan dan lambang
semakin lama
- secara alami - semakin
laki-laki. Hal ini ditemukan bukan saja di Nias
mendapat banyak ancaman pengrusakan.
melainkan juga di Pasemah, Sumatera
Upaya untuk menjadikannya sebagai saiah
Selatan dan Sumba serta Flores di Nusa
satu warisan budaya dunia
Tenggara Timur (Hoop,1932).
kekhasan yang dlmilikinya - mempakan ide
- karena
yang cukup menarik dan patut disikapi Di Nias masih dijumpai tahta batu yang
dengan bijaksana. Motivasinya jelas
memiliki fungsi magis-simbolis sebagai tahta
berkenaan dengan pelestarian dan
bagi kedatangan anwah nenek moyang atau
pemanfaatan, bagi berbagai kepentingan
pemimpin yang dianggap berjasa, dan ini
budaya, ekonom! dan perdamaian.
sekaligus merupakan lambang kehadiran
arwah pada saat-saat tertentu. Tidak
Nias di Tahun 2005
mengherankan bila tahta batu itu digunakan sebagai tempat duduk pemimpin masyarakat
Ketika tsunami terjadi pada tanggal 26
ketika diadakan musyawarah warga dan saat
Desember 2004, cukup banyak peninggalan
upacara tertentu (Mulia,1981). Sekaligus
puriDakala di Nias yang ikut menjadi kort^an.
merupakan peneerminan adanya status
Kerusakan cukup parah diderita di
sosial yang melekat dalam kelompok-
beberapa wilayah pesisir Pulau Nias. Belum lagi pendataan akan kerusakan itu
kelompok di masyarakat
dilakukan, kembali musibah kedua Tahta batu di Nias kelak beri<embang menjadi
datang. Kali ini gempa tektonik beri^ekuatan
osa-osa yang dibuat dari kayu dan digunakan
8,7 Skala Richter yang terjadi pada hari
untuk mengusung seorang pemimpin dan
Senin malam pukul 23.10 tanggal 28 Maret
isterinya yang diarak berkeliling kampung
2005 mengguncang dan sekaligus
yang secara simbolis periu dipandang
memporakporandakan lebih banyak lagi
74
Saiah satu situs megalitik yang fusak akibat gempa
objek-objek yang menjadi identités fisik
umum sepert! gedung mmah sakit sekolah,
ketradisionalan Nias, Itupun masih diimbuhi
jembatan, dan sebagian kecil rumah
dengan gempa-gempa lanjutan yang
penduduk. Semua merupakan upaya
walaupun berukuran lebih kecil namun
pemerintah untuk membantu memulihkan
-
cukup efektif dalam menambah parahnya
kondisi masyarakat yang
kemsakan.
ternyata sudah semakin terpuruk.
Menghadapi akibat t)encana tersebut, pada
Ketidaksempurnaan adalah bagian dari
harus diakui
-
awalnya pemerintah mencanangkan masa
kehidupan manusia, Bahwa ada penilaian
tanggap damrat, Kegiatan yang diberiakukan
tentang kekurangan dalam proses
lebih diutamakan pada upaya penyelamatan
perencanaan dan pelaksanaan rekonstmksi
manusia, yakni mencegah penderitaan rakyat
dan réhabilitas! Nias pascabencana, adalah
yang menjadi korban, Selanjutnya adalah
suatu kenyataan yang amat dirasakan. Hal
masa rekonstruks! dan rehabilitasi,
itu berttenaan dengan bidang kebudayaan
Fokus pencanangan program in! adalah
yang seolah-olah tidak terialu penting
memperbaik! dan merekonstruksi fasilttas
dibandingkan dengan prioritas akan
75
pemenuhan kebutuhan sembako (sembilan
banyak mengalami kerusakan dan
bahan pokok), rumah sakit, dan gedung
korban adalah kota Gunung Sitoli. Kita
sekolah. Keberadaan sisa tradisi megalitik
tahu bahwa kota yang padat itu memiliki
yang saiah satu wujudnya adalah rumah
bangunan-bangunan bertingkat, dan
-
- teriihat
masih
pada umumnya bangunan-bangunan
dibiartcan terancam kehancuran. Hal itu teijadi
bertingkat lebih dari dua lantallah yang
hampir di seluruh wilayah yang tertimpa
cenderung roboh. Hanya sedikit yang
musibah.
bertahan.
Secara umum muncul kekuatiran bahwa
Ini berbeda dengan rumah-rumah kecil
dengan msaknya omo hada Nias kelak akan
berbahan kayu yang ternyata tidak banyak
juga menghilangkan desa-desa tradisional.
yang mengalami kerusakan, kecuali yang
Bagaimanapun kita masih sepakat bahwa
memang sudah keropos dan tanah
keberadaan rumah adat tradisional dan
pertapakannya labil. Begitupun halnya
arsitektur Nias identik dengan periompungan
dengan omo hada Nias yang temyata tingkat
adat
omo hada Nias
tradisional Nias. Oleh karena itu dapat
kerusakannya lebih kecil dibandingkan
dibayangkan bahwa dengan tidak adanya
dengan bangunan-bangunan béton.
lagi objek-objek tersebut maka Nias akan
Berbahankan kayu dengan pilar-pilar
kehilangan identités fisik berikut nilai-nilai
melintang pada struktur bawah
yang terkandùng di dalamnya, dan juga
memungkinkan omo hada memiliki daya
dalam proses pendirian/sejarahnya.
tahan dan fleksibilitas ketika gempa
Tentunya kita akan masuk pada suatu kondisi
mengguncang. Tahan digoyang ayunan
hampanya keagungan, kemegahan budaya,
gempa.
keahlian, dan kearifan masyarakat Nias.
Muncul ketakutan bahwa Nias yang
Kita harus mengakui kalau ide dasar
mempakan suku bangsa unik di dunia akan
arsitektur tradisional yang merupakan
kehilangan semuanya dan kita hanya dapat
rancangan hasil pencarian dan penemuan
mengenalinya lagi dalam kenangan. Sesuatu
leluhur ratusan tahun lalu, namun
yang akan amat disayangkan tentunya, dan
belakangan malah mulai kita tinggalkan,
jelas tidak periu terjadi.
pada kenyataannya lebih bersahabat dengan alam. Bahwa késadaran para
Cukup menarik untuk memperhatikan
leluhur akan adanya bencana dan
beberapa hal beri^enaan dengan keberadaan
fenomena alam - yang hingga kinipun
ti'adisi megalitik di Pulau Nias dan kaitannya
dengan bencana alam yang menimpa
tidak dapat dikendalikan oleh ilmu pengetahuan manusia - justru tidak
beberapa waktu berselang. Ketika gempa
dipelihara lagi oleh para ahli warisnya,
tektonik itu terjadi, wilayah yang paling
manusia masa kini.
76
Kekayaan bahari yang alami dan sulit
Harapan
dicari tandingannya. Di wilayah Kecamatan
Lahewa di bagian utara Pulau Nias,
Mungkin tidak saiah bisa disebuU
penyelaman dapat dilakukan dengan aman
satu faktor kmslal yang menyebabkan laju
justm pada pantai dari Samudera Indonesia
pembangunan Nias amat jauh tertinggal bila
yang demikian dikenal dengan gulungan
dibandingkan dengan sebuah kabupaten di
gelombang-gelombang besarnya.
Pulau Jawa misalnya. Optimisme periu
Demikian pula pada perairan di pulau-pulau
dikembangkan, bahwa pemanfaatan segala
bagian selatan dan tenggara.
potensi yang dimilikinya menjanjikan banyak
Selanjutnya daya tarik Nias adalah
perbaikan ekonomi. Saiah satu dari
kemampuan itu berkenaan dengan
keanekaragaman
kepariwisataan. Dalam bidang pariwisata.
Sebagaimana disampaikan di atas, semua
budayanya.
Nias jelas memiliki keunggulan. Ini
menanti uluran tangan untuk dilestarikan,
menyangkut dua hal, pertama adalah
dimanfaatkan, dan dikembangkan bagi
keindahan alam pulau dan pantai serta
berbagai kepentingan lain yang
lautnya sedangkan yang lainnya adalah
memungkinkan terjadinya peningkatan
kekayaan budaya masyarakatnya. Potensi wisata alam di Nias jelas
kesejahteraan
masyarakatnya.
Penyediaan informasi budaya melalui buku
berbeda dengan tempat lain yang telah
panduan Nias periu dikembangkan dan
banyak bergeser fungsi akibat desakan
disempurnakan. Haï ini berkaitan dengan
kepentingan ekonomi. Pantai dengan
upaya peningkatan arus wisatawan yang
hamparan pasir putih dan ombak lautnya,
jelas membutuhkan ketersediaan infonnasi
menegaskan daya tariknya kepada
prasarana dan sarana transportas!, sarana
para wisatawan
mancanegara
pariwisata, berkembangnya daerah tujuan
yang ingin berjemur di pantai atau
wisata yang didukung dengan peningkatan
berselancar
pendapatan masyarakat
meniti
I I
ombak.
Contohnya adalah Pantai Lagundri yang
demikian dikenal akan ombak lautnya
Mengacu pada data yang ada diketahui
yang bergulung-gulung tinggi di Nias Selatan.
bahwa dari tahun ke tahun menunjukkan
Pantai in! adalah tempat yang diidam-
idamkan, surga bagi para peselancar.
perkembangan perjalanan wisata nusantara yang menggembirakan. Diketahui pula bahwa perjalanan
Adapun pantai di bagian lain dari Nias
wisatawan nusantara ternyata lebih besar
dipenuhi oleh jejeran pohon kelapa. Ombak
nilai finansialnya dibandingkan dengan
tenang di bagian ini menyuguhkan hamparan
pengeluaran oleh wisatawan mancanegara.
pemandangan laut yang unik.
Ini dari segi ekonominya. Adapun
77
1^
1 gêneras! muda, perjalanan wisata
perolehan dari berkembangnya wisatawan
nusantara, selain segi ekonomi adalah
memberikan dorongan untuk lebih
manfaat lain yang signifikan dalam membantu
mencintai tanah air, alam, lingkungan
meningkatkan persatuan dan kesatuan
hidup, dan lebih mengagumi potensi dan
bangsa. Hal ini disebabkan perjalanan
kekayaan alam. Apresiasi budaya
wisatawan nusantara tumbuh dan desa dan sebaliknya, antar kota,
yang baik pada gêneras! muda indonesia dapat dikatakan sebagai modal untuk menjalani kehidupan
antar pulau, dan provins!.
masa depan yang lebih cemerlang.
berkembang dari kota, merambah ke
Kita harus meyakin! hal itu. Kita juga membayangkan bahwa bagi
Ya'ahowu!
^
78
Kepustakaan of
1958. The Bronze-lron Age
Anwar, Rosihan, 2004. Sejarah Kecil "Petite
Histoire" indonesia. Jakarta:
Indonesia, dalam KITLV Vol.
Kompas
XXII. the Haque: Martinus Nijhoff
Badan Pusat Statistik Kabupaten Nias. Hoop, A.N.J. TH.A. Th. Van der, 1932.
Nias Dalam Angka 1997
Megalithic Remains in South
Sumatera. Trans by W.
Bellwood, Peter, 2000. Prasejarah Kepuiauan Indo-Malaysia.
Shiriaw. ZuUipen: W.J. Tliieme
Jakarta: Gramedia Pustaka
,1949, Indonesische Siermotieven. Batavia: Koninklijk Bataviaasch
Utama
Feldman, Jérôme, 1990. Nias and Its traditional Sculptures, dalàm
Genootschap van Kunsten en
Nias Tribal Treasures
Wetenschapen
Cosmic reflections in stone,
Kempers, AJ Bernett, 1959. Ancient
Wood and Gold. Delft:
indonesian
Volkenkundig Muséum Nusantara, hal 2138
Art.
Massachusetts: Harvard University Press
Geldern, R von Heine, 1945. Prehistoric
Koestoro, Lucas Partanda, 1987.
Research in The Netheriands
Indies, dalam Science and
Sanghiang Taraje, Tinggalan
Scientiest in the Netheriands
Tradisi Megalitik Di Gunung
Indies. New York
Tampomas, dalam Berkala
Arkeologi Vlll(2). Yogyakarta: Hàmmerie, Johannes Maria, 2001. Asal
Balai Arkeologi Yogyakarta,
Usul Masyarakat Nias. Suatu
haï.
36-46
interprétas!. Gunungsitoli: Yayasan Pusaka Nias
Mulia, Rumbi,1981. Nias, the Only Older
Megalithic Tradition in Heekeren, H.R. van, 1931. Megalithische
Indonesia, dalam Bulletin of
oved^njfselen in Besoeki, Java,
Research
dalamDjawaVoLXI, hal. 1-18
Archaeology of Indonesia
79
Center
of
'ï^
No. 16. Jakarta: Pusat
Indonesia, dalam Berkaia
Arkeologi. Yogyakarta: Balai
Penelitian Arkeologi Nasional
Arkeologi Yogyakarta Perry, WJ, 1918. The Megalithic Culture
of Indonesia. London:
-, 1990. The Megalithics ofNias
Longsman, Green & Co.
Island-Indonesia dalam Majalah llmu dan Budaya Xli
Reid, Anthony, 1992. Asia Tenggara Dalam
Kurun Niaga
No.
7-8
14501680
(diterjemahkan oleh Mochtar
Susanto, RM dkk, 1995. laporan Penelitian
Pabotinggi). Jakarta: Yayasan
Arkeoiogi
Penelitian
Obor Indonesia
Arkeometri di Kabupaten Nias, Propinsi Sumatera
2004. Sejarah Modem
Utara. Medan: Bagian Proyek
Awai Asia Tenggara
Penelitian Purt)akala Sumatera
(diterjemahkan oleh Son
Utara (tidak diterbitkan)
,
Siregar dkk.). Jakarta: Pustaka
LP3ES
Sutaba, I Made, 1994. Preliminary Notes on
the Ancestor Statues in Bali,
Ricklefs, MC, 1998. Sejarah Indonesia
dalam The
is"' Congress of
Modem (diterjemahkan oleh
the indo-Pacific Prehistory
Dharmono Hardjowidjono).
Association, Chiang Mai,
Yogyakarta: Gadjah Mada
Thailand
University Press Tim Penelitian Balai /\ri^eolog! Medan, 1997.
Soejono, Raden Panji, 1963. Indonesia,
dalam Asian Perspective,
Laporan Hasii Penelitian Arkeologi dan Arkeometri
Bulletin of the Far Eastern
Situs Gomo dan Sekitarnya,
Prehistory Associati'on IV/1-2
Kecamatan Kabupaten
(ed), 1993. Sejarah Nasional
Gomo, Nias,
Provins! Sumatera Utara.
indonesia i. Jakarta: Bala!
Medan: Balai Ariteolog! Medan
Pustaka
(tidak diterbitkan)
Sukendar Haris, 1987. Description on the
-, 1998. Laporan Hasil Penelitian
megalithic Tradition of
Arkeologi Tradisi Megalitik
80
di Daerah Mandrehe dan
Utara, dalam Berkala
sekitarnya, Kab. Nias, Prov.
Arkeoiogi Sangkhakala No.
Sumatera Utara. Medan: Balai
8: Medan. Balar Medan
Arkeologi Medan (tidak diterbitkan)
Wiradnyana, Ketut, Nenggih Susilowati, dan Lucas P Koestoro, 2002. Gua
Wagner, Frits A, 1983. Indonésie, l'Art d'un
Tôgi Ndrawa, Hunian Mesolitik
Archipel. Paris: Editions Albin
di Pulau Nias, dalam Berita
Michel
Penelitian Arkeologi No. 8. Medan: Balar Medan
Wales, HG Ouaritch, 1953. The Mountain
of God. London: Bernard
Zaluchu, Sonny Eli, 1993. Pulau Nias: Butir
Ouaritch Ltd. Grafton Street,
Zamrud Yang Tersembunyi,
New Bon Street
dalam Hikmat Kurinia (ed.) Nuansa Kampung Halaman.
Wiradnyana, Ketut dan Lucas P Koestoro,
Jakarta: Puspa Swara, hal. 9&-1 1 1
2000. Osa-Osa dan Area
Manusia, Benda Cagar Budaya dari Nias: Identifikasi
Zebua, FA Yana, 1987. Kebudayaan
Barang Bukti Penyelundupan
Tradisional Ono Niha (Nias).
diPerairan Sibolga, Sumatera
Gunung Sitoli: tp
81
UttESCO Office, Jakarta
Balai ArksoJogi Med«n Jalan Seroja Raya, Gang Arkeologi Medan Tuntungan. Medan 20134 Tel.
{061)8224363.8224365
Fax. (061)8224365
UnHad Natkins EducatioriaE, Sdentif c and Culturel Grgan^zaEiofl
Jl, Galuh (II) No, 5, Kebayoran Baru, Jakarta 12110 - Indonesia E-mail : [email protected] Website ; www.unesco.or id