FAQs Written by admin Friday, 29 May 2009 06:48 - Last Updated Tuesday, 16 June 2009 02:49
Q : Apakah yang dimaksud dengan kompos, pupuk organik cair, mikro organisma/mikroba dan pestisida hayati/organik? dimana mendapatkan bahan-bahan tersebut?
A : Kompos adalah bahan-bahan organik yang sudah melalui proses dekomposisi atau penguraian oleh mikroba seperti bakteri dan jamur. Bentuk akhir kompos menyerupai tanah yaitu coklat kehitam-hitaman dan kompos yang baik tidak menimbulkan bau selain seperti bau tanah dan bentuknya rapuh atau mudah dihancurkan seperti halnya tanah. Kalau dalam suatu kompos masih terdapat bahan organik yang masih keras/liat maka kompos itu belum terbentuk secara sempurna. Pupuk organik cair adalah bahan penyedia unsur hara untuk tanaman yang berasal dari bahan organik seperti bagian-bagian dari tanaman dan kotoran ternak. Pupuk organik cair sederhana dapat diambil dari urine kelinci/kambing/sapi/manusia atau dibuat dengan merendam bagian-bagian tanaman atau kotoran ternak dalam air selama beberapa hari. Sedangkan mikro organisma adalah organisma/makhluk hidup berukuran mikro atau tidak tampak mata secara langsung seperti bakteri, jamur dan virus. Bakteri dan jamur ada yang berguna untuk pertanian (jamur untuk dekomposer seperti trichoderma sp, bakteri antagons seperti corryne bacterium, dll) namun ada juga yang merugikan dan menjadi penyakit bagi tanaman. Banyak sekali jamur dan bakteri yang diaplikasikan dalam bidang pertanian organik ini. Kemudian pestisida hayati adalah bahan atau larutan yang dibuat dari bahan-bahan tumbuhan untuk mengontrol organisma pengganggu tanaman/OPT atau hama dengan cara mengusir, memandulkan atau membunuh OPT tersebut misalnya umbi gadung dapat merusak sistem reproduksi tikus, air perasan dari daun surian yang ditumbuk dapat mengusir walang sangit, dan lain sebagainya. Bahan-bahan tersebut dapat dibuat sendiri dan beberapa dari bahan tersebut kami bisa bantu untuk pengadaannya.
Q : Berapakah kebutuhan kompos dalam setiap hektarnya untuk pertanian organik?
A : Umumnya penggunaan kompos yang ideal adalah rata-rata sekitar 10 ton untuk setiap hektarnya dan sangat tergantung kepada kondisi tanah pada saat tersebut serta kebiasaan petani dalam mengaplikasikan pupuk buatan pada waktu-waktu sebelumnya.
1 / 11
FAQs Written by admin Friday, 29 May 2009 06:48 - Last Updated Tuesday, 16 June 2009 02:49
Q : Apakah jika tidak bisa memenuhi 8-10 ton kompos per hektarnya, bisa digunakan pupuk organik cair sebagai penggantinya ?
A : Fungsi kompos yang sangat banyak untuk perbaikan sifat fisik, sifat kimia dan sifat biologi tanah tidak dapat digantikan oleh pupuk cair organik. Namun bila pemakaian kompos masih kurang dari jumlah yang dianjurkan, salah satu fungsinya sebagai penyedia unsur hara harus didukung oleh aplikasi pupuk cair organik. Penggunaan pupuk cair organik sangat dianjurkan sebagai tambahan pasokan unsur hara terutama bila terdeteksi gejala kekurangan unsur hara seperti kahat N yang ditandai dengan menguningnya daun. Kekurangan unsur hara mengakibatkan tanaman menjadi lemah yang berlanjut kepada mudahnya tanaman terserang penyakit. Kesimpulannya penggunaan kompos adalah mutlak diperlukan untuk menyehatkan tanah walaupun belum mampu mencapai takaran yang dianjurkan, sedangkan pupuk organik cair sebagai tambahan bila komposnya mencukupi dan menjadi mutlak perlu bila komposnya masih kurang, tetapi tetap tidak dapat mengganti fungsi kompos secara keseluruhan dalam memperbaiki sifat-sifat tanah.
Q : Apakah konversi dari metoda konvensional ke pola tanam SRI harus menghentikan secara total pemakaian pupuk dan pestisida kimia, atau sementara pupuk dan pestisida kimia masih digunakan?
A : Pola tanam SRI yang diperkenalkan dari Madagascar ke seluruh dunia oleh Prof. Norman Uphoff masih menggunakan pupuk dan pestisida kimia namun dosisnya dikurangi, kemudian kompos atau bahan organik mulai diaplikasikan juga. Hasil pengelolaan lahan di salah satu tempat percontohan kami, pengelolaan dengan pola tanam SRI yang masih menyertakan pupuk dan pestisida kimia memberikan produktifitas (ubinan) sekitar 9,2ton per hektar dari semula sekitar 6ton per hektar, sedangkan pola tanam SRI yang menghentikan sama sekali aplikasi pupuk dan pestisida kimia memberikan hasil sekitar 8,6ton per hektar dari semula sekitar 6ton per hektar untuk musim tanam pertama masa peralihan. Jadi penyertaan aplikasi unsur kimiawi dapat memberikan produktifitas yang tinggi pada saat itu sedangkan penghentian sama sekali aplikasi unsur kimiawi akan memberikan kualitas yang tinggi pada hasil panen namun produktifitasnya masih lebih kecil pada saat itu dibandingkan dengan yang masih mengaplikasikan unsur kimiawi. Tetapi ada keuntungan lain bila aplikasi unsur kimiawi ini dihentikan yaitu kesehatan tanah akan kembali membaik yang pada gilirannya pada musim tanam berikutnya dapat terus meningkat lagi produktifitas lahannya bila dirawat secara organik dengan baik sampai mencapai titik jenuh produktifitas lahan. Pemilihan akan beralih total atau berangsur-angsur kepada sistem organik sangat tergantung kepada keyakinan dan kesadaran
2 / 11
FAQs Written by admin Friday, 29 May 2009 06:48 - Last Updated Tuesday, 16 June 2009 02:49
untuk mendapatkan produk dan lingkungan yang lebih baik. Bagi yang melakukan peralihan secara berangsur-angsur artinya masih memiliki tingkat keyakinan, kesadaran dan keberanian yang relatif rendah atau hanya berorientasi kepada sisi produktifitas saja namun tetap lebih baik daripada yang tidak mau atau tidak berani melakukan peralihan samasekali. Tinggal posisikan diri anda sebagai pemberani, pembela lingkungan dan pecinta kesehatan atau sebagai peragu.
Q : Kalau lahan yang dikelola secara organik berada di tengah-tengah areal yang masih menggunakan sistem non-organik, bagaimana mengenai kualitas produk organiknya?
A : Idealnya bila menginginkan produk organik yang benar-benar terbebas dari residu kimia harus dilakukan dilahan yang hamparannya jauh lebih luas dibanding lahan sekitar yang masih menggunakan pola konvensional, jauh dari lokasi industri dan jalan yang padat/sibuk. Bila hamparan lahan yang digarap secara organik ini relatif kecil dibanding lahan sekitarnya yang masih konvensional tentu saja kualitas produknya akan menurun. Untuk mengatasi atau mengurangi tingkat pencemaran dari lahan sekitar maka sebaiknya aliran air yang akan memasuki areal sawah yang dikelola secara organik dilewatkan dulu pada kolam biofilter (kolam yang dipenuhi bahan-bahan organik seperti kompos, sabut kelapa, ijuk, dll), lalu masuk ke kolam ikan yang diberi pakan alami, kemudian masuk ke areal pemeliharaan bebek yang diberi pakan alami juga baru mengalir ke sawah. Selanjutnya untuk mengurangi pencemaran melalui udara (dari pestisida kimia, dll) sebaiknya pada pematang sawah di tanam dengan jarak agak rapat tanaman lain seperti kacang panjang, kacang kedelai, jagung atau lainnya sebagai tanaman pelindung. Tentunya pencemaran udara dari timbal/Pb menjadi sangat sulit dihindari bila lahan sawah berada di sekitar jalan tol yang ramai dari kendaraan selama 24 jam atau aliran airnya sudah tercemar limbah industri. Namun yang lebih penting adalah kesadaran untuk mengaplikasikan sistem organik untuk mendapatkan produk yang lebih baik/sehat dan lingkungan yang lebih lestari terlepas dari produknya nanti yang bisa murni organik atau masih ada kandungan residu kimianya yang mungkin sulit dihindari karena lokasi lahannya.
Q : Kalau pada budidaya padi pemakaian pupuk dan pestisida kimia sama sekali dihentikan apakah hasilnya bisa diatas 8 ton GKP/hektar?
A : Hasil yang akan datang sangat tergantung kepada hasil saat ini, pengelolaan saat ini dan
3 / 11
FAQs Written by admin Friday, 29 May 2009 06:48 - Last Updated Tuesday, 16 June 2009 02:49
cara pengelolaan yang akan datang. Deskripsi ekstrimnya seperti ini : bila hasil saat ini adalah 4ton per hektar dengan menggunakan urea sekitar 700kg per hektar penyemprotan pestisida setiap 2 minggu sekali maka jangan pernah berharap mendapatkan hasil di atas 8 ton per hektar bahkan untuk tetap mendapatkan 4ton per hektar pun mungkin sesuatu yang sangat sulit bila menggunakan kompos 10ton per hektar pola tanam SRI dengan menghentikan penggunaan pupuk dan pestisida kimia pada kondisi ini. Tetapi bila hasil saat ini adalah 7,5ton per hektar dengan menggunakan urea hanya 150kg per hektar dan penyemprotan hanya sekali dalam 2 bulan maka besar harapan akan mendapatkan hasil sampai 10ton per hektar pola tanam SRI pada saat menghentikan pemakaian pupuk dan pestisida kimia serta mulai mengaplikasikan kompos sebanyak 10ton per hektar untuk varietas yang sama (inbrida atau non-hibrida) selama perawatan mengikuti aturan terutama dalam hal penanganan gulma. Tetapi bila pola tanam SRI nya tidak diaplikasikan maka umumnya perpindahan dari sistem non-organik ke sistem organik dengan pola tanam yang sama dengan sebelumnya akan mengakibatkan penurunan produktifitas di beberapa kali musim tanam awal.
Q : Apakah pola tanam padi SRI dapat diterapkan pada budidaya padi hibrida?
A : Pola tanam padi SRI dapat diterapkan pada semua varietas padi sawah termasuk padi hibrida karena hanya merubah cara menanam dan perawatannya seperti halnya banyak dilakukan untuk padi hibrida di negara China. Namun kelemahannya untuk budidaya padi hibrida ini tetap dibutuhkan banyak air, pupuk dan pestisida walaupun menggunakan pola tanam SRI sehingga sangat sulit bila sekaligus mengaplikasikan sistem organik. Oleh karenanya untuk padi hibrida pola tanamnya dapat menggunakan SRI tetapi sistem organiknya akan sulit untuk diaplikasikan karena tanaman akan menjadi rentan terhadap kekurangan unsur hara dan rentan terhadap serangan hama.
Q : Apakah pada saat musim hujan dengan curah hujan yang sangat tinggi, pola tanam SRI masih efektif dilaksanakan terutama kalau lahannya menjadi sering terendam banjir?
A : Salah satu masalah utama yang dihadapi dalam mengaplikasikan pola tanam SRI ini
4 / 11
FAQs Written by admin Friday, 29 May 2009 06:48 - Last Updated Tuesday, 16 June 2009 02:49
adalah curah hujan yang tinggi disekitar waktu tanam. Bibit muda yang baru tanam dapat terbawa hanyut atau tumbang bila terjadi hujan besar. Untuk mengatasinya bila dilakukan penanaman pada saat musim hujan dengan curah hujan tinggi ini adalah jangan menggunakan bibit yang terlalu muda jadi akan lebih baik menggunakan bibit umur 12 hari dan saat penanaman jangan terlalu dangkal tetapi agak ditancapkan. Bila akar tanaman sudah mulai mencengkram tanah maka terjadinya banjir pun tidak terlalu berakibat buruk pada bibit yang baru ditanam. Genangan banjir yang terlalu lama tentunya menjadikan aplikasi pola ini tidak bisa maksimal sehingga akhirnya seperti pola konvensional yang lahannya direndam.
Q : Apakah dampak dari tanam benih langsung (tabela) akan memperburuk kualitas dan kuantitas hasil panen pada budidaya padi dengan pola tanam SRI?
A : Dari hasil percobaan dalam membandingkan pertumbuhan padi yang ditanam secara tabela dengan padi yang melalui penyemaian didapatkan hasil pada saat awal pertumbuhannya tanaman yang ditanam tabela terlihat lebih baik karena sejak awal sudah tumbuh sendiri tidak berdesak-desakan dibanding yang disemai, namun setelah melewati usia sekitar satu bulan sejak berkecambah tanaman yang ditanam melalui penyemaian menyusul pertumbuhannya dan menjadi lebih baik bila saat penanamannya mengikuti prinsip SRI yaitu tanam dangkal dan akar dengan batang membentuk huruf ‘L’. Secara kualitas hasil panennya diperkirakan tidak berubah/berbeda.
Q : Bagaimana mengatasi hama keong yang sangat ganas dengan memakan habis bibit umur semai 10 hari yang ditanam dengan pola tanam SRI. Apa bisa menggunakan bibit padi yg berumur 20 hari atau lebih dan 2 bibit satu lubang untuk pola tanam SRI ini untuk mengatasinya?
A : Pada pola tanam SRI biasanya serangan keong malah berkurang karena tidak dilakukan penggenangan air pada padi sehingga keong tidak bisa bergerak mendekati tanaman padi
5 / 11
FAQs Written by admin Friday, 29 May 2009 06:48 - Last Updated Tuesday, 16 June 2009 02:49
sesuai dengan sifat keong yang tidak menyukai permukaan yang kasar. Bila masih terjadi serangan keong artinya pengaturan air dengan membuat lahan relatif kering belum dilakukan secara benar. Diantara prinsip SRI adalah melakukan penanaman bibit muda antara 8 – 12 hari dan hanya 1 bibit per lubang dan bila tidak dilakukan atau menyalahi prinsip ini maka potensi maksimal perkembangan dan pertumbuhan tanaman tidak akan tercapai. Sebagai tanaman cadangan untuk mengganti tanaman yang diserang hama dapat dilakukan penanaman diantara tanaman pokok pada baris terluar dan pada saat mencapai umur sekitar 20 hari setelah tanam maka tanaman cadangan ini harus dipindahkan misalnya ke dalam polybag atau untuk mengganti tanaman utama yang kurang baik pertumbuhannya. Keong pun dapat dikumpulkan dengan menyimpan belahan batang pohon pepaya di saluran air/parit dalam petakan sawah untuk kemudian dipakai sebagai pakan ternak ayam/itik atau ikan/lele dengan terlebih dahulu ditumbuk.
Q : Bagaimana cara penanaman padi dalam polybag, apakah hasilnya bisa lebih baik dibandingkan dengan penanaman padi di sawah?
A : Penanaman padi sebaiknya menggunakan polybag/pot yang tidak ada lubangnya sehingga dapat menyimpan air lebih lama. Tanah yang digunakan adalah yang sesuai untuk padi yaitu tanah sawah atau yang kandungan liatnya cukup tinggi sehingga akan memberikan pertumbuhan yang lebih baik dibanding bila menggunakan tanah yang gembur seperti tanah merah atau tanah pegunungan (misal tanah lembang). Tanah sawah ini dicampur/diaduk dengan sekitar 200gr kompos untuk setiap polybag/pot berdiameter minimal 30cm. Polybag/pot harus ditempatkan di area terbuka sehingga mendapatkan penyinaran matahari secara penuh sepanjang hari. Hasil budidaya di polybag/pot dengan komposisi kompos 200gr ini biasanya lebih baik bila dibandingkan penanaman di sawah yang bila menggunakan kompos 10ton/hektar maka rata-rata tanamannya masing-masing mendapatkan sekitar 100gr kompos. Pada saat tanah mulai mengering lakukanlah penyiraman dan akan lebih baik lagi bila dilakukan juga aplikasi pupuk cair organik secara rutin. Walaupun hasilnya bisa lebih baik yaitu dapat mencapai 150gr GKP atau bahkan 300gr GKP per tanaman atau per polybag/pot tetapi tidak cukup ekonomis untuk budidaya padi. Dengan asumsi hasil panen rata-rata 200gr GKP dengan harga Rp. 3.000/kg untuk gabah basah organik maka 1 polybag/pot menghasilkan Rp. 600 dan harus dibandingkan dengan pengeluaran untuk pengadaan polybag yang sekali pakai, biaya tenaga kerja/transport penyiapan tanah dalam polybag dan biaya kompos.
6 / 11
FAQs Written by admin Friday, 29 May 2009 06:48 - Last Updated Tuesday, 16 June 2009 02:49
Q : Kalau bertani organik secara mandiri, padi yang dihasilkan apakah diakui sebagai produk padi organik sehingga mendapatkan harga yang lebih baik?
A : Pengakuan produk organik bisa diperoleh dari proses sertifikasi dengan biaya yang relatif tinggi untuk ukuran petani ataupun melalui pengakuan langsung dari pembelinya. Sertifikasi yang dilakukan oleh lembaga lokal belum tentu bisa dipakai atau diakui untuk keperluan ekspor yang sangat tergantung kepada negara tujuan ekspor. Pengakuan langsung dari pembeli biasanya dapat diperoleh bila pembeli tersebut berasal dari tingkat lokal yang tentu saja biasanya akan melakukan juga pemeriksaan dan survey ke lokasi budidaya dan/atau melakukan pemeriksaan hasil uji laboratorium terhadap hasil produksinya. Pengakuan ini yang akan menentukan harga produk, sertifikasi yang diperoleh dari lembaga yang diakui secara internasional tentunya akan mendongkrak harga produk menjadi lebih tinggi lagi.
Q : Di pasaran banyak produk yang dinyatakan sebagai beras organik oleh produsennya juga diklaim bahwa produk tersebut cocok untuk penderita diabetes melitus, apakah benar kalau beras organik pasti cocok untuk penderita diabetes melitus?
A: Kelebihan yang pasti dari setiap produk yang dihasilkan melalui sistem pertanian secara organik adalah minimnya atau bahkan samasekali tidak terdeteksinya keberadaan residu bahan kimia berbahaya untuk tubuh pada produk tersebut. Residu bahan kimia berbahaya ini bila terdapat dalam produk makanan yang dikonsumsi manusia dapat menjadi penyebab atau pemicu terjadinya kanker, penyakit kronis atau kelainan pada bayi yang baru dilahirkan. Adapun Diabetes melitus, yang disebut juga penyakit gula atau kencing manis, merupakan penyakit kronis yang dicirikan dengan peningkatan kadar gula darah di atas normal (kadar gula sesaat >200 mg/dl). Kondisi ini merupakan akibat dari kekurangan insulin, baik absolut maupun relatif, dan atau resistensi insulin sehingga metabolisme karbohidrat terganggu. Bila kadar gula darah naik di atas 180 mg/dl maka ginjal tidak dapat menahan lagi sehingga sebagian gula dibuang ke urin. Akibatnya kadar gula urin meningkat dan menarik air (osmolitas gula). Penarikan air yang berlebihan menyebabkan volume urin meningkat sehingga penderita DM sering kencing ( poliurea). Keadaan tersebut akan mengganggu neraca air di dalam tubuh, yang ditunjukkan oleh rasa haus terus-menerus ( polidipsia). Pada waktu yang sama, meskipun kadar gula darah berlebih, gula tersebut tidak dapat dimanfaatkan
7 / 11
FAQs Written by admin Friday, 29 May 2009 06:48 - Last Updated Tuesday, 16 June 2009 02:49
sebagai sumber energi sel sehingga timbul perasaan lapar yang berlebihan ( poliphagia ). Indeks glikemik (IG) merupakan pengertian atau istilah yang berkaitan erat dengan metabolisme karbohidrat. IG pangan merupakan indeks (tingkatan) pangan menurut efeknya dalam meningkatkan kadar gula darah. Pangan yang mempunyai IG tinggi (>70) bila dikonsumsi akan meningkatkan kadar gula dalam darah dengan cepat dan tinggi. Sebaliknya, seseorang yang mengonsumsi pangan ber-IG rendah (<55) maka peningkatan kadar gula dalam darah berlangsung lambat dan puncak kadar gulanya rendah. Dari paparan di atas maka untuk penderita DM/diabetesi, beras yang cocok adalah yang memiliki IG rendah dan hal ini ditentukan oleh jenis/varietas beras dan cara pengolahan/penyajiannya (digoreng, direbus, dll). Pada waktu yang lalu beras yang sarankan adalah varietas Taj Mahal yang diimpor dari India dan harganya sangat mahal (dapat mencapai Rp. 90.000/kg), namun ternyata varietas beras di dalam negeri pun banyak yang memiliki IG rendah. Dengan demikian tidak selalu beras yang dihasilkan dari pertanian dengan sistem organik akan selalu cocok untuk konsumsi penderita diabet, yang cocok adalah varietas beras yang memiliki IG rendah dan jauh akan lebih baik bila beras IG rendah tersebut merupakan hasil produksi pertanian dengan sistem organik.
Q : Setelah sekitar seminggu disimpan di tempat penyimpanan beras sejak dari saat pembelian, beras yang dinyatakan beras organik jadi banyak kutunya, apakah ini normal atau beras tersebut sudah terlalu lama di toko/penjual beras ?
A: Beras yang benar-benar diproduksi dengan menggunakan sistem organik memang sangat disukai binatang yang secara alami memiliki naluri yang tajam, dan juga disukai oleh orang-orang yang sudah terbiasa mengkonsumsi produk-produk pangan hasil pertanian sistem organik salah satunya karena rasa yang dipengaruhi oleh kandungan nutrisi dan ketiadaan atau minimnya residu bahan kimia buatan. Sejak di lahan sawah, padi yang dihasilkan melalui pertanian sistem organik selalu menjadi sasaran atau pilihan utama serangan burung walaupun lahan lain disekitarnya yang menggunakan sistem konvensional lebih luas. Setelah menjadi beras akibat dari ketiadaan residu kimia dari pestisida ini, bila ada telur kutu beras yang menetas maka kutunya langsung bisa tumbuh. Berbeda halnya dengan beras konvensional yang masih mengandung residu pestisida, besar kemungkinan kutu yang menetas dalam kurun waktu tertentu tidak bisa hidup sampai saat beras tersebut mulai agak apek baru kemudian kutu beras ini bisa mulai tumbuh. Adapun telur kutu beras ini bisa berasal dari tempat penggilingan yang perawatannya kurang baik atau dari tempat penyimpanan/gudang beras sebelum dipasarkan atau dari tempat penyimpanan beras milik konsumen itu sendiri. Jadi bila beras organik ini diproses dengan baik mulai saat penggilingan (penggilingannya sering dibersihkan), disimpan di gudang secara baik (karung bagian dalam dilapisi plastik), dikemas secara baik (divacuum) dan tempat penyimpanan beras di konsumennya juga dirawat/dibersihkan dengan
8 / 11
FAQs Written by admin Friday, 29 May 2009 06:48 - Last Updated Tuesday, 16 June 2009 02:49
baik maka kutu beras ini tidak akan cepat muncul.
Q : Dimanakah membeli kompos dan pupuk organik dalam jumlah besar dan harganya berapa per kg?
A : Kompos umumnya bisa didapatkan dari peternakan namun harus diperhatikan apakah bahan organik dari kotoran ternak ini benar dikomposkan/difermentasi atau hanya dibiarkan kering saja. Bila dibiarkan kering saja maka bahan kompos yang berasal dari kotoran sapi, kelinci atau kambing akan beresiko membawa benih rumput liar yang masih aktif dan dapat tumbuh mengotori lahan garapan dan sebenarnya belum bisa dikategorikan sebagai kompos sehingga saat di aplikasikan dilapangan akan terjadi lagi proses dekomposisi yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Lokasi produsen kompos juga biasanya ada yang dekat dengan pasar memanfaatkan limbah pasar sebagai bahan pembuat kompos. Harga kompos bervariasi dan berkisar di harga Rp. 400 – Rp. 600 per kg diluar biaya kirim. Pupuk organik cair produksi pabrikan sangat banyak ragamnya, namun untuk membuat sendiri pun cukup mudah diantaranya dengan memanfaatkan urine kelinci/kambing/sapi/manusia atau air dari rendaman bagian-bagian tanaman/kotoran hewan. Baik kompos maupun pupuk organik cair kami bisa bantu penyediaannya.
Q : Untuk mengikuti pelatihan budidaya padi organik dengan pola tanam SRI apakah peserta bisa membuat jadwal sendiri?
A : Bila pesertanya merupakan rombongan atau grup yang terdiri dari sekurang-kurangnya 10 orang, jadwal pelatihan dapat menentukan sendiri dan diajukan untuk penyesuaian dengan ketersediaan waktu dari pembimbing.
9 / 11
FAQs Written by admin Friday, 29 May 2009 06:48 - Last Updated Tuesday, 16 June 2009 02:49
Q : Untuk pelatihan budidaya padi organik dengan pola tanam SRI biayanya berapa serta materinya apa saja?
A : Calon peserta pelatihan yang sudah memiliki motivasi yang tinggi untuk mengaplikasikan pertanian padi organik dengan pola tanam SRI cukup mengikuti pelatihan singkat selama 2 hari dengan biaya Rp. 800.000/orang sudah termasuk biaya akomodasi selama pelatihan. Bagi calon peserta dari kalangan petani yang sudah memiliki pola pikir sendiri yang cukup kuat terhadap pelaksanaan pertanian memerlukan waktu yang lebih panjang untuk mengikuti pelatihan yaitu sekitar 4 hari dengan biaya Rp. 1.500.000/orang termasuk biaya akomodasi. Biaya ini sangat tinggi untuk kalangan petani kecil/gurem, oleh karenanya pembiayaan pelatihan untuk petani kecil ini harus dibantu melalui program sosial seperti dari PKBL/CSR dan pembiayaan dari program pemerintah yang sudah ada anggarannya dalam APBD. Materi pelatihan dapat dilihat di bagian/menu ‘Pendidikan’.
Q : Mohon info tempat pelatihannya dimana?
A : Tempat pelatihan kami tentukan sesuai dengan kesiapan lahan yang ada di tempat pelatihan yaitu harus sedang berlangsung proses perawatan padi organik pola tanam SRI, tidak di lahan yang baru selesai panen atau belum mulai penanaman. Lokasi yang bisa kami gunakan untuk pelatihan adalah di Kabupaten Subang, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bogor dan Kabupaten Cianjur.
Q : Apakah orang yang awam di bidang pertanian bisa mengikuti pelatihan budidaya padi organik dengan pola tanam SRI ini?
A : Untuk mengikuti pelatihan ini tidak harus memiliki latar belakang pertanian, kuncinya adalah kemauan yang sungguh-sungguh, ulet serta inisiatif dan kreatifitas yang tinggi. Hal ini sudah dibuktikan oleh beberapa peserta pelatihan yang tidak memiliki latar belakang pertanian
10 / 11
FAQs Written by admin Friday, 29 May 2009 06:48 - Last Updated Tuesday, 16 June 2009 02:49
namun bisa panen dengan hasil yang baik. Tentunya proses belajar tidak boleh berhenti selama mengelola lahan, jangan seperti umumnya petani saat ini yang hanya belajar di saat-saat awal mereka menekuni pertanian namun selanjutnya tidak berusaha berkembang dan akhirnya tergantung kepada pihak luar.
Q : Apakah sawah dengan luas sekitar 0,5 hektar dapat dikerjasamakan pengelolaan dan penjualan hasil panennya, dan saat ini menggunakan jenis padi sintanur?
A : Kerjasama pengelolaan sebaiknya dilakukan untuk lahan seluas sekitar 5 hektar untuk menutup pengeluaran/biaya honor tenaga pendamping yang mencapai sekitar Rp. 5.000.000 untuk satu musim tanam. Bila lahannya tidak terlalu luas maka hanya dapat dilakukan kerjasama konsultansi tanpa penempatan pendamping di lapangan. Penjualan hasil panen dapat dibantu selama varietas padi yang ditanam mengikuti saran yang disampaikan yang disesuaikan dengan permintaan pasar yang ada saat ini.
Q : Untuk keperluan penjualan lagi, berapa minimum order beras organik dalam sekali pembelian? Isi berapa kg per-sak nya? Berapa harga per-sak nya? Menggunakan merk apa?
A : Saat ini penjualan dapat dilakukan baik dalam kemasan plastik ukuran 5kg dan 2kg dengan merk ’Ciung Wanara’ maupun dalam kemasan karung 25kg tanpa merk. Minimum order untuk penjual adalah 50kg untuk kemasan plastik dan 100kg untuk kemasan karung sedangkan harga menyesuaikan dengan jumlah order (gol.<500 kg, 500kg sd 1 ton, dan seterusnya).
11 / 11