PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARIMUN, Menimbang : a. bahwa perkembangan penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan di daerah semakin kompleks baik dari segi intensitas, kebutuhan sarana dan prasarana, maupun lingkungannya; b. bahwa setiap pendirian bangunan wajib disertai dengan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sesuai arahan penataan ruang guna melindungi kepentingan umum, memelihara lingkungan hidup serta sebagai sarana perlindungan, pengendalian, penyederhanaan dan penjaminan kepastian hukum; c. bahwa dalam rangka untuk terwujudnya wilayah dan kotakota di Kabupaten Karimun yang teratur, indah, dan nyaman, perlu memanfaatkan ruang secara optimal melalui perizinan mendirikan bangunan yang tertib dan pengendalian izin mendirikan bangunan secara efektif dan efisien; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB); Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 perubahan kedua; 2. Undang-undang
Nomor 53 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan Singingi dan Kota Batam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 181, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3902), yang telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 53 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan Singingi dan Kota Batam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4880); 1
3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa
Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3833); 4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247); 5. Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah kedua kali dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
6. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444); 7. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 8.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
9. Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
10. Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5188);
11. Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
12. P e r a t u r a n
Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 t e n t a n g Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3980); 2
13. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4532); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang
Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4624); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang
Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 18. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 63/PRT/1993
tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai; 19. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011; 20. Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Izin Mendirikan Bangunan Gedung;
21. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2010
tentang Pedoman Pemberian Izin Mendirikan Bangunan; 22. Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2011 tentang Retribusi
Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Karimun Tahun 2011 Nomor 9); 23. Peraturan Daerah Kabupaten Karimun Nomor 7 Tahun 2012
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karimun 2011-2031 (Lembaran Daerah Kabupaten Karimun Tahun 2012 Nomor 7);
3
Dengan Persetujuan Bersama : DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KARIMUN dan BUPATI KARIMUN MEMUTUSKAN : Me ne ta p ka n : PER A TUR AN D A ERA H TEN T AN G IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB). BAB I KETENTUAN UMUM Bagian Kesatu Pengertian Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : Daerah adalah Kabupaten Karimun. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Karimun. Bupati adalah Bupati Karimun. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Karimun. 5. Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu yang selanjutnya disebut BPMPT adalah Badan Penanaman Modal Perizinan Terpadu Kabupaten Karimun. 6. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya. 7. Bangunan adalah bangunan gedung dan bangunan bukan gedung. 8. Prasarana Bangunan Gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya maupun kegiatan khusus. 9. Bangunan bukan gedung adalah suatu perwujudan fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/ atau di dalam tanah dan/atau air, yang tidak digunakan untuk tempat hunian atau tempat tinggal. 10. Bangunan Umum adalah bangunan yang fungsinya untuk kepentingan umum, baik berupa fungsi keagamaan, fungsi usaha, maupun fungsi sosial dan budaya. 1. 2. 3. 4.
4
11. Bangunan
Tertentu adalah bangunan yang digunakan untuk kepentingan umum dan berfungsi khusus, yang dalam pembangunan dan/atau pemanfaatannya membutuhkan pengelolaan khusus dan/atau memiliki kompleksitas tertentu yang dapat menimbulkan dampak penting terhadap masyarakat dan lingkungannya. 12. Bangunan Fungsi Khusus adalah bangunan yang mempunyai fungsi utama sebagai tempat melakukan kegiatan yang mempunyai tingkat kerahasiaan tinggi tingkat nasional atau yang penyelenggaraannya dapat membahayakan masyarakat disekitarnya dan/ atau mempunyai resiko bahaya tinggi yang meliputi bangunan gedung untuk reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan, dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh Menteri. 13. Klasifikasi bangunan gedung adalah sebagai dasar penggolongan bangunan gedung terhadap tingkat kompleksitas, tingkat permanensi, tingkat risiko kebakaran, tingkat zonasi gempa, lokasi, ketinggian bangunan, dan kepemilikan bangunan dari fungsi bangunan gedung sebagai dasar pemenuhan persyaratan administrasi dan persyaratan teknis. 14. Izin Mendirikan Bangunan, yang selanjutnya disingkat IMB, adalah perizinan yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada pemohon untuk membangun baru, rehabilitasi/renovasi, dan/ atau memugar dalam rangka melestarikan bangunan sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku. 15. Pemohon adalah setiap orang, badan hukum atau usaha, kelompok orang, dan lembaga atau organisasi yang mengajukan permohonan izin mendirikan bangunan kepada pemerintah daerah, dan untuk bangunan gedung fungsi khusus kepada Pemerintah. 16. Pemilik bangunan adalah setiap orang, badan hukum atau usaha, kelompok orang, dan lembaga atau organisasi yang menurut hukum sah sebagai pemilik bangunan. 17. Persyaratan Teknis Bangunan adalah ketentuan mengenai persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan. 18. Rencana Detail Tata Ruang Kota, yang selanjutnya disingkat RDTRK, adalah penjabaran rencana tata ruang wilayah Kabupaten/Kota ke dalam rencana pemanfaatan kawasan, yang memuat zonasi atau blok alokasi pemanfaatan ruang. 19. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan, yang selanjutnya disingkat RTBL, adalah panduan rancang bangun suatu kawasan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang yang memuat rencana program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan. 20. Keterangan Rencana Kabupaten adalah informasi tentang persyaratan tata bangunan dan lingkungan yang diberlakukan oleh pemerintah kabupaten Karimun pada lokasi tertentu. 21. Garis Sempadan Pagar yang selanjutnya disingkat GSP adalah garis rencana jalan, rel, saluran yang ditetapkan dalam rencana kota. 22. Garis Sempadan Bangunan yang selanjutnya disingkat GSB adalah garis maya pada persil atau tapak sebagai batas minimal diperkenankan didirikan bangunan gedung, dihitung dari garis sempadan jalan, tepi sungai atau tepi pantai atau jaringan tegangan tinggi atau GSP atau batas persil atau tapak. 23. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) adalah hasil perencanaan tata ruang wilayah yang telah ditetapkan dengan peraturan daerah. 24. Koefisien Dasar Bangunan yang selanjutnya disingkat KDB adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai 5
sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan. 25. Koefisien Lantai Bangunan yang selanjutnya disingkat KLB adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai bangunan dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan. 26. Koefisien Daerah Hijau yang selanjutnya disingkat KDH adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan yang diperuntukkan bagi pertamanan/penghijauan dan luas tanah perpetakan/ daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan. 27. Koefisien Tapak Basemen yang selanjutnya disingkat KTB adalah angka persentase perbandingan antara luas tapak basemen dan luas lahan/ tanah perpetakan/ daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan. 28. Basemen adalah ruangan di dalam bangunan yang letak lantainya secara horizontal berada di bawah permukaan tanah yang berada di sekitar lingkup bangunan tersebut. 29. Lingkungan Bangunan adalah lingkungan di sekitar bangunan yang menjadi pertimbangan penyelenggaraan bangunan baik dari segi sosial, budaya, maupun dari segi ekosistem. 30. Coastal Area adalah kawasan yang berada di sepanjang jalan pesisir timur Pulau Karimun. 31. Jalan Arteri adalah jalan umum berfungsi melayani angkutan utama dengan perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna. 32. Jalan Arteri Primer adalah jalan arteri dirancang dengan jalur lalu lintas tengah dan jalur lalulintas samping dengan kecepatan antara 40 km per jam sampai dengan kecepatan 60 km per jam. 33. Jalan Arteri Sekunder adalah jalan arteri dirancang dengan jalur lalu lintas tengah dan jalur lalulintas samping dengan kecepatan antara 30 km per jam sampai dengan kecepatan 40 km per jam. 34. Jalan Kolektor adalah jalan umum berfungsi melayani angkutan pengumpul dan/atau pembagi dengan perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi. 35. Jalan Kolektor Primer adalah jalan kolektor yang dirancang dengan kecepatan rencana paling tinggi 60 km per jam dengan lebar jalur lalu lintas tidak kurang dari 6 (enam) meter. 36. Jalan Kolektor Sekunder adalah jalan kolektor yang dirancang dengan kecepatan rencana paling tinggi 40 km per jam dengan lebar jalur lalu lintas tidak kurang dari 6 (enam) meter. 37. Jalan Lokal adalah jalan umum berfungsi melayani angkutan setempat dengan perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah dan jumlah jalan masuk dibatasi. 38. Jalan Lokal Primer adalah jalan lokal dalam wilayah lokal. 39. Jalan Lokal Sekunder adalah jalan lokal dalam perkotaan dan perdesaan. 40. Jalan Jalan Lingkunan adalah jalan umum berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan perjalanan jarak dekat dan kecepatan rata-rata rendah. 41. Jalan Lingkungan Primer merupakan jalan lingkungan dalam skala wilayah lingkungan seperti dalam kawasan perdesaan dan dalam kawasan permukiman. 42. Jalan Lingkungan Sekunder merupakan jalan lingkungan dalam skala wilayah lingkungan perkotaan seperti dalam lingkungan pemukiman, perdagangan dan jasa Dimasukkan kedalam ketentuan khusus oleh Bupati. 43. Kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman, pemusatan, distribusi pelayanan jasa pemerintahan, layanan sosial budaya dan kegiatan ekonomi. 6
44. Kawasan Khusus adalah kawasan tertentu yang strategis yang ditetapkan
secara khusus melalui surat keputusan Bupati. 45. Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan
46.
47.
48.
49.
50.
51. 52. 53.
Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan. Perizinan Tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Surat Ketetapan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SKRD, adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan besarnya jumlah pokok retribusi yang terutang. Surat Setoran Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SSRD, adalah bukti pembayaran atau penyetoran retribusi yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Kepala Daerah. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat SKRDLB, adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar daripada retribusi yang terutang atau seharusnya tidak terutang. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang dapat disingkat STRD, adalah surat untuk melakukan tagihan Retribusi dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda. Pembekuan adalah pemberhentian sementara atas IMB akibat penyimpangan dalam pelaksanaan pembangunan gedung. Pencabutan adalah tindakan akhir yang dilakukan setelah pembekuan IMB. Pembongkaran adalah kegiatan membongkar atau merobohkan seluruh atau sebagian bangunan, komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana dan sarananya. Bagian Kedua Maksud, Tujuan dan Ruang Lingkup Pasal 2
(1) Izin Mendirikan Bangunan ini dimaksudkan untuk menertibkan bangunan sesuai dengan ketentuan izin mendirikan bangunan, yang menyangkut tanggung jawab dari pemohon pemilik bangunan dengan pemerintah sebagai penyelenggara pemerintahan dalam proses administrasi dan teknis, hingga penertiban bangunan gedung dan bangunan bukan gedung agar dapat diterbitkan IMB sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Izin Mendirikan Bangunan bertujuan untuk : a. Mewujudkan
perizinan bangunan sesuai dengan tata cara administrasi dan rencana teknis IMB, yang terkait dengan pembangunan bangunan yang dilakukan oleh perorangan, yayasan, badan usaha dan lembaga pemerintahan sehingga menjadi tertib dan teratur;
7
b. Mewujudkan perizinan bangunan yang menyangkut pengelolaan
c.
d.
e.
f. g.
h.
(3)
bangunan terhadap tata ruang wilayah berupa perencanaan teknis bangunan yang juga termasuk studi kelayakan, perencanaan, pemanfaatan,pelaksanaan, pengendalian dan pengawasan sehingga memberikan kualitas lingkungan yang baik; Mewujudkan perizinan bangunan dengan adanya arahan perencanan teknis dan pelaksanaan pembangunan bangunan sehingga nilai serta fungsi bangunan menjadi efisien, efektif dan mempunyai standardisasi; Menciptakan hasil pembangunan bangunan yang fungsional dan sesuai dengan tata bangunan yang serasi dan selaras dengan lingkungannya; Meningkatkan tertib penyelenggaraan bangunan yang menjamin keandalan bangunan dari segi keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan; Mewujudkan kepastian hukum dalam penyelenggaraan bangunan; Mewujudkan arahan rencana teknis bangunan yang menyangkut kelestarian, keindahan, kenyamanan dan keselamatan terhadap lingkungan yang terbangun Menertibkan ketentuan biaya, retribusi, prosedur serta waktu pemrosesan dari perizinan yang dimohon.
Lingkup peraturan daerah Kabupaten Karimun tentang perizinan mendirikan bangunan meliputi bangunan gedung dan bangunan bukan gedung. Bagian Ketiga Prinsip, Manfaat Pemberian IMB dan Kelembagaan Pasal 3
(1)
Pemberian IMB diselenggarakan berdasarkan prinsip : a. prosedur yang sederhana, mudah dan aplikatif; b. pelayanan yang cepat, terjangkau dan tepat waktu; c. keterbukaan informasi bagi masyarakat dan dunia usaha; dan d. aspek rencana tata ruang, kepastian status hukum pertanahan, keamanan dan keselamatan serta kenyamanan.
(2)
Bupati memanfaatkan pemberian IMB untuk : a. pengawasan, pengendalian, dan penertiban bangunan; b. mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan yang menjamin keandalan bangunan dari segi keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan; c. mewujudkan bangunan yang fungsional sesuai dengan tata bangunan dan serasi dengan lingkungannya; dan d. syarat penerbitan sertifikasi laik fungsi bangunan.
(3)
Pemilik IMB mendapat manfaat untuk : a. Memperoleh pelayanan utilitas umum berupa pemasangan/ penambahan jaringan listrik, air minum, telepon, hydrant dan gas; b. Mendapatkan kepastian hukum terhadap bangunan dan pemanfaat bangunan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Karimun; dan c. Mempermudah pengajuan sertifikat laik jaminan fungsi bangunan;
8
(4)
Bupati dalam menyelenggarakan IMB dikelola oleh Instansi Teknis.
(5)
Bupati dapat melimpahkan sebagian kewenangannya kepada Camat, Camat melaporkan pelaksanaan sebagian kewenangan kepada Bupati Karimun dengan tembusan kepada Instansi Teknis.
(6)
Kewenangan yang diberikan kepada Camat < 200 (dibawah dua ratus) meter persegi dan bukan bangunan permanen.
(7)
Pelimpahan wewenang diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB II FUNGSI DAN KLASIFIKASI BANGUNAN GEDUNG Bagian Kesatu Umum Pasal 4 Bangunan terdiri atas : a. Bangunan gedung, dan; b. Bangunan bukan gedung Bagian Kedua Fungsi Bangunan Gedung Dan Bangunan Bukan Gedung Pasal 5 (1)
Fungsi bangunan gedung dan bangunan bukan gedung merupakan ketetapan mengenai pemenuhan persyaratan teknis bangunan gedung ditinjau dari segi tata bangunan dan lingkungan maupun keandalannya serta sesuai dengan peruntukan lokasi, yang diatur dalam RTRW Kabupaten Karimun, Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan/atau Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).
(2)
Fungsi bangunan gedung meliputi : a. Bangunan gedung fungsi hunian, dengan fungsi utama sebagai tempat manusia tinggal; b. Bangunan gedung fungsi keagamaan dengan fungsi utama sebagai tempat manusia melakukan ibadah; c. Bangunan gedung fungsi usaha, dengan fungsi utama sebagai tempat manusia melakukan kegiatan usaha; d. Bangunan gedung fungsi sosial dan budaya, dengan fungsi utama sebagai tempat manusia melakukan kegiatan sosial dan budaya; e. Bangunan gedung fungsi khusus, dengan fungsi utama sebagai tempat manusia melakukan kegiatan yang mempunyai tingkat kerahasiaan tinggi dan/atau tingkat risiko bahaya tinggi; dan f. Bangunan gedung lebih dari satu fungsi.
(3)
Bangunan bukan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b meliputi : a. pelataran untuk parkir, lapangan tenis dan lain-lain sejenisnya; b. pondasi, pondasi tangki, dan lain-lain sejenisnya; c. pagar tembok/besi dan tanggul/turap, dan lain-lain sejenisnya; d. septic tank/bak penampungan bekas air kotor, dan lain-lain sejenisnya; 9
e. sumur resapan, dan lain sejenisnya; f. teras tidak beratap atau tempat pencucian, dan lain-lain sejenisnya; g. dinding penahan tanah, dan lain-lain sejenisnya; h. jembatan penyebrangan orang, jembatan jalan perumahan, dan lainlain sejenisnya; i. penanaman tangki, landasan tangki, bangunan pengolahan air, gardu listrik, gardu telepon, menara telekomunikasi, tiang listrik/telepon, dan lain-lain sejenisnya; j. kolam renang, kolam ikan air deras, dan lain-lain sejenisnya; dan k. gapura, patung, bangunan reklame, monument, dan lain-lain sejenisnya. (4)
Bangunan bukan gedung berfungsi sebagai sarana dan prasarana penunjang aktivitas utama kegiatan manusia. Pasal 6
(1)
Bangunan gedung fungsi hunian, dengan fungsi utama sebagai tempat manusia tinggal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a meliputi : a. bangunan rumah tinggal tunggal; b. bangunan rumah tinggal deret; c. bangunan rumah tinggal susun; d. bangunan rumah tinggal sementara.
(2)
Bangunan gedung fungsi keagamaan dengan fungsi utama sebagai tempat manusia melakukan ibadah keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b meliputi : a. bangunan masjid, mushola, langgar, surau; b. bangunan gereja, kapel; c. bangunan pura; d. bangunan vihara; e. bangunan kelenteng; dan f. bangunan keagamaan dengan sebutan lainnya.
(3)
Bangunan gedung fungsi usaha, dengan fungsi utama sebagai tempat manusia melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf c meliputi : a. bangunan gedung perkantoran, seperti bangunan perkantoran non pemerintah dan sejenisnya; b. bangunan gedung perdagangan, seperti bangunan pasar, pertokoan, pusat perbelanjaan, mal, penangkaran unggas, penangkaran walet, dan sejenisnya. c. bangunan gedung pabrik; d. bangunan gedung perhotelan, seperti bangunan hotel, motel, hostel, penginapan dan sejenisnya; e. bangunan gedung wisata dan rekreasi, seperti bioskop dan sejenisnya; f. bangunan gedung terminal seperti bangunan stasiun kereta api, terminal bus, terminal angkutan umum, halte bus, terminal peti kemas, palabuhan laut, pelabuhan sungai, pelabuhan perikanan, bandar undara; dan g. bangunan gedung tempat penyimpanan sementara, seperti bangunan gudang, gedung parkir.
10
(4)
Bangunan gedung fungsi sosial dan budaya, dengan fungsi utama sebagai tempat manusia melakukan kegiatan sosial dan budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf d meliputi: a. bangunan gedung pelayanan pendidikan, seperti bangunan sekolah taman kanak-kanak, pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan tinggi, kursus dan semacamnya; b. bangunan gedung pelayanan kesehatan, seperti bangunan puskesmas, poliklinik, rumah bersalin, rumah sakit, termasuk pantipanti dan sejenisnya; c. bangunan gedung kebudayaan, seperti bangunan musium, gedung kesenian, bangunan gedung adat dan sejenisnya; d. bangunan gedung laboratorium, seperti bangunan laboratorium fisika, kimia dan laboratorium lainnya; dan e. bangunan gedung pelayanan umum seperti bangunan stadion, gedung olah raga, dan sejenisnya.
(5)
Bangunan gedung fungsi khusus dengan fungsi utama yang memerlukan tingkat kerahasiaan tinggi untuk kepentingan nasional yang mempunyai tingkat risiko bahaya yang tinggi.
(6)
Bangunan gedung lebih dari satu fungsi dengan fungsi utama kombinasi lebih dari satu fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf f meliputi : a. bangunan rumah-toko; b. bangunan rumah-kantor; c. bangunan gedung mall-apartemen–perkantoran; dan d. bangunan gedung mall-apartemen-perkantoran-perhotelan. Pasal 7
(1)
Fungsi bangunan diusulkan oleh calon pemilik bangunan dalam bentuk rencana teknis bangunan sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam RTRW Kabupaten Karimun dan/atau RTBL dan persyaratan yang diwajibkan sesuai dengan fungsi bangunan.
(2)
Penetapan fungsi bangunan dilakukan oleh Bupati Karimun penerbitan IMB.
(3)
Perubahan fungsi bangunan yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memperoleh persetujuan dan penetapan oleh pemerintah Kabupaten Karimun.
melalui
Bagian Ketiga Klasifikasi Bangunan Gedung dan Bukan Bangunan Gedung Pasal 8 (1)
Klasifikasi bangunan gedung dan bukan bangunan gedung menurut klasifikasi fungsi bangunan gedung didasarkan pada pemenuhan persyaratan administrasi dan persyaratan teknis bangunan.
(2)
Fungsi bangunan gedung dan bukan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 diklasifikasikan berdasarkan : a. Tingkat kompleksitas
11
1) Bangunan sederhana yaitu bangunan dengan karakter sederhana dan memiliki kompleksitas serta teknologi sederhana dan /atau bangunan yang sudah ada, ada desain prototipenya; 2) Bangunan tidak sederhana yaitu bangunan dengam karakter sederhana dan memiliki kompleksitas serta teknologi tidak sederhana; dan 3) Bangunan khusus yaitu bangunan yang memiliki penggunaan dan persyaratan khusus yang dalam perencanaan dan pelaksanaannya memerlukan penyelesaian dan/ atau teknologi khusus. b. Tingkat permanensi meliputi : 1) Bangunan darurat/sementara; 2) Bangunan semi permanen; dan 3) Bangunan permanen. c. Tingkat risiko kebakaran meliputi : 1) Tingkat risiko kebakaran rendah; 2) Tingkat risiko kebakaran sedang; dan 3) Tingkat risiko kabakaran tinggi. d. Lokasi meliputi : 1) Bangunan di lokasi renggang; 2) Bangunan di lokasi sedang; dan 3) Bangunan di lokasi padat. e. Ketinggian bangunan 1) Bangunan gedung 2) Bangunan gedung 3) Bangunan gedung
gedung meliputi : bertingkat rendah; bartingkat sedang; dan bertingkat tinggi.
f. Kepemilikan meliputi : 1) Bangunan milik negara-daerah; 2) Bangunan milik perorangan; dan 3) Bangunan milik badan usaha. Pasal 9 (1)
Penentuan klasifikasi bangunan gedung atau bagian dari bangunan gedung ditentukan berdasarkan fungsi yang digunakan dalam studi, perencanaan, pelaksanaan atau perubahan yang diperlukan pada bangunan gedung.
(2)
Fungsi dan klasifikasi bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah dengan mengajukan permohonan IMB.
(3)
Perubahan fungsi dan/atau klasifikasi bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diusulkan oleh pemilik bangunan dalam bentuk rencana teknis bangunan sesuai dengan peruntukan tata ruang yang diatur dalam RTRW Kabupaten Karimun.
(4)
Perubahan fungsi dan /atau klasifikasi bangunan harus diikuti dengan pemenuhan persyaratan administrasi dan persyaratan teknis bangunan baru.
(5)
Perubahan fungsi/atau klasifikasi bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) melalui proses penerbitan IMB baru. 12
(6)
Perubahan klasifikasi bangunan harus melalui proses perbaikan IMB.
(7)
Perubahan fungsi dan /atau klasifikasi bangunan harus di ikuti dengan perubahan data fungsi dan/atau bangunan dan/atau kepemilikan bangunan. Bagian Keempat Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Pada Bangunan Gedung dan Bangunan Bukan Gedung Pasal 10
(1) Setiap bangunan gedung dan bangun bukan gedung yang menimbulkan dampak penting dan luas pada lingkungan harus dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL), Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL), dan Analisis Dampak Lalu Lintas (ANDALALIN) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Setiap orang atau badan yang melakukan kegiatan dalam bangunan gedung dan bukan gedung dan/atau lingkungannya yang dapat menimbulkan dampak penting dan luas pada lingkungannya, baik secara teknologi yang sudah dapat dikelola dampak pentingnya, perlu dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. (3) Jenis-jenis kegiatan pada pembangunan bangunan gedung dan bangunan bukan gedung dan/atau lingkungannya wajib memiliki Analisa Megenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. (4) Jenis-jenis kegiatan pada pembangunan bangunan gedung dan bukan gedung dan/atau lingkungannya, yang harus melakukan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. (5) Peruntukan lahan untuk jenis kegiatan pembangunan bangunan gedung dan bukan gedung lebih dari 5 (lima) Hektar diwajibkan memiliki Analisa Megenai Dampak Lingkungan (AMDAL). (6) Peruntukan lahan untuk jenis kegiatan pembangunan bangunan gedung dan bukan gedung kurang dari 5 (lima) Hektar diwajibkan memiliki Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. (7) Peruntukan lahan perumahan dan atau permukiman antara 1 (satu) Hektar sampai dengan 100 (seratus) Hektar diwajibkan memiliki Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. (8) Peruntukan konstruksi dermaga yang panjangnya lebih dari 200 (dua ratus) meter diwajibkan memiliki Analisa Megenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
13
(9) Peruntukan konstruksi penahan gelombang yang panjangnya lebih dari 200 (dua ratus) meter diwajibkan memiliki Analisa Megenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. (10) Peruntukan prasarana pendukung pelabuhan yang luasnya lebih dari 5 (lima) Hektar diwajibkan memiliki Analisa Megenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. (11) Peruntukan konstruksi pelabuhan ikan yang panjangnya lebih dari 300 (tiga ratus) meter diwajibkan memiliki Analisa Megenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. (12) Peruntukan konstruksi bangunan kanal pada pengelak banjir yang panjangnya 1.000 (seribu) sampai dengan 5.000 (lima ribu) meter diwajibkan memiliki Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. BAB III IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN GEDUNG DAN BANGUNAN BUKAN GEDUNG Bagian Kesatu Perizinan Pasal 11 (1) Setiap orang atau badan yang akan mendirikan bangunan baru, merehabilitasi/renovasi, atau pelestarian/ pemugaran wajib, serta menambah bangunan gedung wajib memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dari Bupati. (2) IMB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kegiatan Pemerintah Daerah dalam rangka pembinaan yang meliputi pengecekan, pengukuran lokasi, pemetaan, pemeriksaan dan penatausahaan pada bangunan gedung dan bangunan bukan gedung. (3) Untuk memperoleh IMB, pemohon dapat meminta keterangan kepada instansi teknis yang membidangi Izin Mendirikan Bangunan mengenai : a. Jenis bangunan yang dapat diberikan oleh Bupati pada zona/ daerah yang akan dibangun sesuai dengan arahan RTRW Kabupaten Karimun; b. Ketentuan tinggi bangunan yang diizinkan; c. Jumlah lantai dibawah permukaan tanah/dibawah air yang diizinkan apabila akan membangun di bawah tanah dan atau di bawah air; d. Garis sempadan bangunan yang diizinkan: e. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) yang diizinkan; f. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) yang diizinkan; g. Koefisien Dasar Hijau (KDH) yang diizinkan; h. Jaringan utilitas kabupaten yang sudah ada dan rencana pengembangan jaringan Kabupaten, seperti jaringan listrik, jaringan telepon, jaringan air minum, jaringan gas, dsb; i. Lokasi/ daerah yang rawan terhadap banjir, longsor, dan atau lokasi yang tercemar; j. Fungsi bangunan gedung yang dapat dibagnun pada lokasi bersangkutan.
14
(4) Kegiatan pendirian bangunan yang tidak diwajibkan memiliki IMB meliputi : a. Fasilitas TNI/POLRI dan pemerintah yang bersifat rahasia; b. Bangunan darurat untuk kepentingan yang bersifat sementara tidak lebih dari 100 (seratus) hari; dan c. Bangunan jalan dan bangunan air yang dibiayai dan dilaksanakan oleh pemerintah kecuali yang bersifat usaha komersial. (5) Bupati dapat melimpahkan pemberian perizinan mendirikan bangunan (IMB) kepada Pejabat yang menangani urusan di bidang pelayanan perizinan atau pejabat yang ditunjuk. Bagian Kedua Tata Cara Permohonan IMB Pasal 12 (1) Pemohon pemilik bangunan mengajukan permohonan IMB secara tertulis kepada Bupati Karimun melalui Instansi Teknis. (2) Pengajuan permohonan IMB harus meyebutkan : a. Nama pemohon, alamat dan pekerjaan; b. Kegunaan bangunan; c. Luas bangunan d. Lokasi rencana bangunan dan/atau lokasi bangunan untuk bangunan yang sudah terbangun. (3) Dalam permohonan IMB harus dilampiri : a. Dokumen persyaratan administrasi meliputi : 1) Surat permohonan Rekomendasi IMB; 2) Tanda bukti status kepemilikan hak atas tanah atau perjanjian pemanfaatan tanah yang sah, dapat berupa sertifikat tanah dan atau dokumen lain yang sejenis; 3) Surat kuasa dari Pemilik Bangunan; 4) Data kondisi/situasi tanah (letak/lokasi dan topografi) mengenai, batas-batas tanah, sebelah barat, sebelah utara, sebelah selatan, sebelah timur; 5) Foto copy tanda pengenal dapat berupa KTP, SIM dan atau tanda pengenal lainnya yang sejenis; 6) Surat pernyataan bahwa tanah tidak dalam status sengketa; 7) Surat pernyataan pelaksanaan pekerjaan bangunan; 8) Surat pemberitahuan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB); 9) Surat rekomendasi dari Kelurahan/Kades dan Kecamatan setempat; 10) Surat pernyataan sempadan warga mengetahui Lurah/RT, RT; 11) Surat keterangan persetujuan mendirikan bangunan oleh tetangga; 12) Surat arahan perencanaan teknis yang dikeluarkan oleh Dinas Teknis; 13) Berita acara pemeriksaan lapangan dan Rooilyn Bangunan; 14) Surat rekomendasi instansi terkait bagi bangunan yang disyaratkan; 15) Akte perusahaan; 16) Dokumen mengenai analisis mengenai dampak lingkungan, atau upaya pemantauan lingkungan (UPL)/upaya pengelolaan lingkungan (UKL) bagi yang terkena kewajiban; 15
17) Perjanjian tertulis antara pemilik tanah dan pemohon/pemilik bangunan, apabila pemilik tanah bukan pemohon atau pemilik bangunan gedung dan/atau bangunan bukan gedung. 18) Data umum bangunan gedung meliputi : a) Fungsi dan klasifikasi bangunan gedung; b) Luas lantai bangunan gedung; c) Total luas bangunan gedung; d) Ketinggian/ jumlah lantai bangunan gedung; dan e) Rencana pelaksanaan. b. Dokumen teknis meliputi : 1) Gambar rencana arsitektur bangunan dan sistem struktur bangunan: a) Gambar tampak depan; dengan skala 1:100; b) Gambar tampak belakang; dengan skala 1:100; c) Gambar tampak samping kiri bangunan gedung; dengan skala1:10 d) Gambar tampak samping kanan bangunan gedung; e) Gambar rencana struktur terdiri atas slof, balok, dan kolom secara terintegrasi; f) Gambar rencana detail sloof, balok dan kolom. 2) Laporan penyelidikan tanah pondasi (sondir); 3) Spesifikasi teknis bangunan untuk bangunan lebih dari 3 (tiga) lantai; 4) Perhitungan struktur dan/atau bentang struktur bangunan disertai hasil penyelidikan tanah bagi bangunan 3 (tiga) lantai atau lebih; 5) Data penyediaan jasa perencanaan atau penangung jawab struktur bangunan untuk bangunan lebih dari 3 (tiga) lantai. (4) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pemohon IMB untuk bangunan menara harus melampirkan: a. Apabila akan mendirikan bangunan menara yang lokasinya berada pada daerah pemukiman penduduk, maka pemohon harus melampirkan Berita Acara Sosialisasi (BAS) yang direkomendasi oleh warga sekitar pada radius yang di izinkan sesuai dengan perundangundangan yang berlaku. b. Dalam Berita Acara Sosialisasi (BAS) sebagaimana huruf a diatas harus memuat kesimpulan persetujuan masyarakat sekitar yang rekomendasi oleh kepala desa/lurah dan camat setempat. (5) Pemilik bangunan gedung yang sudah memiliki IMB tetapi sudah hilang atau rusak dapat mengajukan duplikat/kopi dokumen IMB yang dilegalisasikan sebagai pengganti IMB yang hilang atau rusak, dengan melampirkan surat keterangan hilang dari instansi yang berwenang. Pasal 13 (1) Terhadap permohonan IMB yang diajukan oleh pemohon, Instansi Teknis yang membidangi perizinan melakukan penelitian, penilaian dan kelayakan kelengkapan administrasi dan teknis yang diajukan oleh pemohon. (2) Apabila dalam permohonan IMB terdapat hal-hal yang tidak lengkap dan atau rencana lokasi bangunan tidak layak penempatannya, petugas menolak dan mengembalikan permohonan IMB yang diajukan pemohon untuk diperbaiki dan dilengkapi. 16
(3) Terhadap permohonan yang di tolak sebagaimana dimaksud ayat (2) dapat diajukan kembali oleh pemohon setelah permohonannya dilengkapi dan atau diperbaiki. (4) Instansi Teknis melakukan peninjauan/survey lapangan ke lokasi pembangunan, setelah kelengkapan persyaratan administrasi dan persyaratan teknis disetujui oleh petugas. (5) Dalam peninjauan/survey lapangan sebagaimana dimaksud ayat (4) jika dipandang perlu instansi teknis dapat membentuk TIM teknis IMB yang tugas dan tanggung jawabnya diatur dengan Keputusan Kepala Instansi Teknis. Bagian Ketiga Jangka Waktu Perizinan Bangunan Gedung dan Bangunan Bukan Gedung Pasal 14 (1) Jangka waktu yang ditentukan dalam peraturan daerah ini paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak penerimaan berkas permohonan IMB dan berkas permohonan IMB tersebut telah memenuhi persyaratan administrasi dan persyaratan rencana teknis lengkap dan benar. (2) Berkas permohonan IMB yang belum memenuhi persyaratan administrasi dan persyaratan rencana teknis, dikembalikan sepenuhnya kepada pemohon IMB untuk dilengkapi/diperbaiki. (3) izin Mendirikan Bangunan (IMB) diterbitkan oleh Badan Penanaman Modal Perizinan Terpadu Kabupaten Karimun, setelah mendapat rekomendasi dari instansi teknis yang berwenang. Bagian Keempat Izin Mendirikan Bangunan Pasal 15 (1) IMB ditandatangani oleh Bupati atau pejabat yang ditunjuk. (2) Masa berlaku IMB adalah selama umur bangunan dengan ketentuan bangunan yang sudah terbangun tidak mengalami penambahan dan/atau perubahan bentuk. (3) Bangunan yang berdiri diatas tanah sewa, masa berlaku IMB sesuai dengan waktu yang disepakati pada surat perjanjian sewa, kecuali ada tanda bukti perpanjangan sewa. (4) Bupati atau pejabat yang ditunjuk dapat membatalkan IMB apabila tidak memenuhi ketentuan sebagai berikut : a. Dalam waktu 1 (satu) tahun rencana pembangunan yang telah mendapat IMB belum dilaksanakan pembangunannya; dan b. Pendirian bangunan tidak sesuai dengan rencana teknis bangunan yang telah disetujui IMB-nya. (5) Pembatalan IMB sebagaimana ayat (3) ditetapkan dengan Keputusan Bupati atau pejabat yang ditunjuk. 17
(6) Pembatalan sebagaimana dimaksud ayat (5) terlebih dahulu dilakukan teguran secara tertulis paling banyak 3 (tiga) kali teguran kepada pemegang IMB yang telah melanggar sebagaimana ketentuan pada ayat (4). (7) Pemegang izin dapat mengajukan keberatan terhadap pembatalan IMB sebagai mana dimaksud pada ayat (3) paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya pemberitahuan pembatalan. (8) Permohonan IMB dapat ditolak apabila : a. Rencana bangunan tidak memenuhi persyaratan administrasi dan persyaratan teknis; b. Bangunan yang akan dibangun berada dilokasi/tanah yang peruntukannya tidak sesuai dengan RTRW Kabupaten Karimun, RDTR dan RTBL, serta Rencana Penataan Kota, yang tidak sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku; c. Bangunan yang dibangun dapat menggangu atau merusak lingkungan sekitar, mengganggu teras/halaman/pelataran bangunan hunian, Ruko/Ruti yang sejenisnya, badan trotoar pejalan kaki, pandangan lalu lintas, arus lalu lintas, aliran air hujan/limbah, mencemari sungai/danau, cahaya atau bangunan-bangunan yang telah ada, serta mengganggu atau merusak cagar budaya; d. Lokasi berada ke dalam rencana Pemerintah; e. Adanya keberatan dari masyarakat disekitar rencana pembangunan bangunan, akan tetapi dibenarkan oleh pemerintah setempat; dan f. Bertentangan dengan Undang-undang dan Peraturan lainnya yang tingkatnya lebih tinggi dari Peraturan Daerah ini. Pasal 16 (1) IMB dikecualikan dalam hal : a. Mendirikan bangunan yang menurut sifatnya sementara atau berumur kurang dari 3 (tiga) bulan misalnya untuk pameran, perayaan, dan sejenisnya. b. Mendirikan perlengkapan bangunan seperti taman, kolam hias, tiang bendera, dan kelengkapan lainnya yang sejenis. c. Mendirikan bangunan pagar yang tingginya tidak lebih dari 2 (dua) meter dari permukaan tanah. (2) Setiap orang, badan usaha dilarang mendirikan bangunan apabila : a. Tidak memiliki IMB; b. IMB yang dimiliki palsu; c. Menyimpang dari ketentuan dan atau syarat yang telah disepakati dalam IMB; d. Mendirikan bangunan diatas tanah orang lain tanpa izin dari pemiliknya; dan e. Mendirikan bangunan diatas permukaan air, sungai, danau, kolong tanpa izin dari Pemerintah. Bagian Kelima Pelaksanaan Pembangunan Bangunan Pasal 17 (1) Pelaksanaan pembangunan bangunan yang telah memiliki IMB harus sesuai dengan persyaratan teknis sesuai dengan permohonan pemilik bangunan. 18
(2) Dalam pelaksanaan pembangunan pemilik bangunan dapat menutup rapat lokasi tempat berlangsungnya kegiatan pembangunan. (3) Pemegang IMB bertanggung jawab terhadap lingkungan sekitar tempat pelaksanaan pembangunan dan apabila menimbulkan kerusakan pada bangunan sekitarnya pemilik IMB wajib memperbaikinya. (4) Bangunan yang didirikan pada daerah persimpangan tidak menggangu jarak pandang/penglihatan dan atau pengguna jalan.
boleh
(5) Pembangunan pagar depan pada bangunan gedung dibuat transparan agar bangunan dapat terlihat. (6) Untuk bangunan yang telah dibagun belum memiliki IMB dapat mengajukan permohonan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak Perda ini ditetapkan. (7) Instansi teknis yang membidangi perizinan Instansi teknis yang membidangi perizinan mendirikan bangunan dapat menyampaikan surat permintaan pengurusan (SPP) IMB kepada pemilik bangunan yang belum memiliki IMB. (8) mendirikan bangunan dapat menyampaikan surat permintaan pengurusan (SPP) IMB kepada pemilik bangunan yang belum memiliki IMB. Pasal 18 (1) Selama kegiatan pembanguan gedung atau wujud fisik lainya berlangsung, dilarang menempatkan bahan bangunan di atas jalan, bahu jalan dan trotoar, pinggir sungai, danau, kolong. (2) Selama kegiatan pembangunan dilangsungkan pemilik IMB wajib menyediakan salinan IMB dan dokumen rencana teknis bangunan sebagai bahan pemeriksaan oleh petugas dari Instansi Teknis. (3) Pemeriksaan sebagaimana ayat (2) mempunyai kewenangan : a. Memasuki lokasi tempat pelaksanaan pembangunan dan memeriksa ketepatan/kesesuaian pembangunan terhadap rencana pembangunan yang disepakati dalam IMB, setiap saat pada jam kerja; dan b. Memberikan teguran, memerintahkan untuk memindahkan/membuang bahan bangunan yang tidak memenuhi syarat dan bahan-bahan yang dapat menggangu/merusak lingkungan. Paragraf 1 Perubahan Perizinan Bangunan Gedung dan Bangunan Bukan Gedung Pasal 19 (1) Pemegang IMB diwajibkan mengajukan permohonan dan/atau perubahan IMB apabila meliputi : a. Kegiatan pembangunan bangunan gedung dan bukan gedung baru; b. Kegiatan menambah dan / atau merenovasi bangunan gedung dan bukan gedung; c. Kegiatan memperbaiki dan/ atau merehabilitasi bangunan gedung dan bukan gedung; dan d. Kegiatan merubah fungsi lahan dan atau bangunan gedung dan bukan gedung. 19
(2) Kegiatan pembangunan bangunan gedung dan bukan gedung baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat disesuaikan dalam Pasal 11 tentang tata cara permohonan IMB. (3) Kegiatan menambah dan/atau merenovasi bangunan gedung dan bangunan bukan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (b) adalah maksimal 50% (lima puluh perseratus) dari bangunan utama dan disesuaikan kembali menurut pertambahan koefisien dasar bangunan sesuai dengan yang diajukan dalam permohonan IMB. (4) Kegiatan memperbaiki dan atau merehabilitasi bangunan gedung dan bangunan bukan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (c) berupa perbaikan dan/ atau rehabilitasi terhadap bangunan gedung dan bangunan bukan gedung dan tidak melakukan penambahan dan/atau renovasi bangunan sesuai dengan yang diajukan dalam permohonan IMB. (5) Kegiatan merubah fungsi lahan dan/ atau bangunan gedung dan bangunan bukan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (d) wajib disesuaikan dengan arahan pemanfaatan yang telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), serta wajib mengajukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Paragraf 2 Koefisien Dasar Bangunan Gedung dan Bangunan Bukan Gedung Pasal 20 (1) Koefisien dasar bangunan (KDB) pada bangunan gedung dan Bangunan bukan gedung ditentukan atas dasar pelestarian lingkungan/resapan air permukaan tanah dan pencegahan terhadap bahaya kebakaran, kepentingan ekonomi, fungsi bangunan, keselamatan dan kenyamanan bangunan. (2) Setiap bangunan gedung dan bangunan bukan gedung ditentukan KDB maksimum sebesar 70% (tujuh puluh perseratus) untuk bangunan fungsi usaha, 60% (enam puluh perseratus) untuk bangunan fungsi hunian, dan 50% (lima puluh perseratus) untuk bangunan fungsi sosial, budaya dan keagamaan. Paragraf 3 Koefisien Lantai Bangunan Gedung dan Bangunan Bukan Gedung Pasal 21 (1) Koefisien lantai bangunan (KLB) pada bangunan gedung dan bukan gedung ditentukan atas dasar kepentingan pelestarian lingkungan/resapan air permukaan tanah dan pencegahan terhadap bahaya kebakaran, kepentingan ekonomi, fungsi peruntukan, fungsi bangunan, keselamatan bangunan dan kenyamanan bangunan.
20
(2) Ketentuan besarnya KLB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten, Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Paragraf 4 Ketinggian Bangunan Gedung dan Bangunan Bukan Gedung Pasal 22 (1) Ketinggian bangunan gedung (KBG) pada bangunan gedung dan bangunan bukan gedung ditentukan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten, Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Pada lokasi tertentu yang belum dibuat tata ruangnya, ketinggian maksimum bangunan gedung dan bangunan bukan gedung ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan pertimbangan terhadap lebar jalan, fungsi bangunan, keselamatan bangunan, keselamatan penerbangan, serta keserasian dengan lingkungan nya menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku. (3) Ketinggian bangunan deret maksimum 5 (lima) lantai dan selebihnya berjarak dengan persil tetangga. (4) Setiap bangunan, tegakan, menara, cerobong asap, menara telekomunikasi, antena pemancar yang berada di daerah lingkungan kerja pada Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan (KKOP) tidak boleh melebihi batas ketentuan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (5) Atap bangunan dalam lingkungan bangunan yang letaknya berdekatan dengan Bandar Udara tidak boleh terbuat dari bahan yang menyilaukan. (6) Kelebihan ketinggian bangunan di atas 15 (lima belas) meter diperlukan kajian rencana teknis sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Paragraf 5 Batas Sempadan Muka Bangunan Gedung dan Bangunan Bukan Gedung Pasal 23 (1)
Bangunan yang berada di tepi jalan lingkungan, garis sempadan bangunan minimal 10 (sepuluh) meter diukur dari As jalan dan garis sempadan pagar ditetapkan 1 (satu) meter diukur dari tepi parit jalan jalan.
(2)
Bangunan yang berada di tepi jalan lokal, garis sempadan bangunan minimal 11 sebelas meter diukur dari As jalan dan garis sempadan pagar ditetapkan 1 (satu) meter diukur dari tepi parit jalan.
(3)
Bangunan yang berada di tepi jalan kolektor, garis sempadan bangunan minimal 13 (tiga belas) meter diukur dari As jalan dan garis sempadan pagar ditetapkan 1 (satu) meter diukur dari tepi parit jalan. 21
(4)
Bangunan yang berada di tepi jalan arteri (poros), garis sempadan bangunan minimal 22 (dua puluh dua) meter diukur dari As jalan dan garis sempadan pagar ditetapkan 2 (dua) meter diukur dari tepi parit jalan.
(5)
Bangunan yang berada di tepi jalan arteri (coastal area), garis sempadan bangunan minimal 15 (lima belas) meter diukur dari tepi parit jalan dan garis sempadan pagar ditetapkan 2 (dua) meter diukur dari tepi parit jalan.
(6)
Bangunan yang berada di tepi jalan arteri (pesisir mutiara), garis sempadan bangunan minimal 25 (dua puluh lima) meter diukur dari tepi parit jalan dan garis sempadan pagar ditetapkan 3 (tiga) meter diukur dari tepi parit jalan.
(7)
Bangunan yang berada di tepi jalan arteri (pulau karimun, pulau kundur) garis sempadan bangunan minimal 15 (lima belas) meter diukur dari tepi parit jalan dan garis sempadan pagar ditetapkan 2 (dua) meter diukur dari tepi parit jalan.
(8)
Bangunan yang berada di tepi sungai dengan kedalaman 3 (tiga) meter, garis sempadan bangunan minimal 10 (sepuluh) meter diukur dari air pasang tertinggi kearah darat dan garis sempadan pagar ditetapkan 2 (dua) meter diukur dari air pasang tertinggi kearah darat.
(9)
Bangunan yang berada di tepi drainase/saluran, garis sempadan bangunan minimal 5 (lima) meter diukur dari tepi drainase/saluran dan garis sempadan pagar ditetapkan 1 (satu) meter diukur dari tepi drainase/saluran.
(10)
Ketentuan batas sempadan muka bangunan gedung dan bangunan bukan gedung dapat diperbaharui dengan mempertimbangkan rencana antara lain pelebaran jalan, perkembangan kota dan kawasan peruntukan, kepentingan umum, keserasian dengan lingkungan, maupun pertimbangan lainnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(11)
Penetapan batas sempadan muka bangunan gedung dan batas sempadan samping bangunan gedung terhadap batas persil/denah lahan dapat ditetapkan melalui Peraturan Bupati. Paragraf 6 Batas Sempadan Sungai Pasal 24
(1) Batas sempadan sungai meliputi : a. Pada batas sempadan sungai yang terpengaruh air pasang laut ditetapkan 10 (sepuluh) meter diukur dari air sungai pasang tertinggi ke arah darat, berfungsi sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan kawasan pengumpul resapan sumber air baku; b. Pada batas sempadan kolong/danau ditetapkan 10 (sepuluh) meter dari air pasang kolong/danau tertinggi ke arah darat, berfungsi sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan kawasan pengumpul resapan sumber air baku;
22
c. Pada batas sempadan sungai yang tidak bertanggul : 1) Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 (tiga) meter, ditetapkan 10 (sepuluh) meter dari air sungai pasang tertinggi ke arah darat; 2) Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 3 (tiga) meter, ditetapkan 15 (lima belas) meter dari air sungai pasang tertinggi ke arah darat. (2) Batas sempadan sungai dapat dipakai dengan petunjuk instansi teknis yang berwenang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Paragraf 7 Batas Sempadan Pantai Pasal 25 (1) Batas sempadan pantai meliputi : a. Batas sempadan pantai yang terpengaruh pada air surut laut minimal 100 (seratus) meter diukur dari air laut surut terendah ke arah darat, berfungsi kemudahan menikmati fasilitas publik berupa panorama area laut dan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau (RTH), hutan manggrow. b. Pada batas sempadan pantai di sepanjang garis pantai menjadi ruang terbuka publik berfungsi sebagai trotoar jalan pantai dan/atau ruang terbuka public yang dapat diakses dan dinikmati area laut secara luas dan hutan manggrow. (2) Batas sempadan pantai tidak boleh dipakai untuk tambatan perahu, bongkar muat barang, penumpukan barang, warung/restauran, area pemandian, bangunan yang tidak memiliki perizinan bangunan, kecuali mendapat petunjuk dari instansi teknis yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bagian Keenam Ketentuan Arsitektur dan Lingkungan Paragraf 1 Tata Letak Bangunan Gedung dan Bangunan Bukan Gedung Pasal 26 (1) Setiap bangunan gedung dan bangunan bukan gedung yang akan didirikan harus sesuai dengan arahan peruntukan lahan/lokasi yang telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Karimun, Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) dan Rencana Penataan Kota sesuai berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Penempatan bangunan gedung dan bangunan bukan gedung tidak boleh mengganggu fungsi prasarana kota, lalulintas dan ketertiban umum. (3) Pada daerah hantaran udara tegangan tinggi, letak bangunan gedung minimal 10 (sepuluh) meter dari As jalur tegangan tinggi terluar dan tidak boleh melampaui sudut garis 45 (empat puluh lima derajat diukur dari as jalur tegangan tinggi terluar.
23
(4) Tinggi rendah (peil) lahan pekarangan memperhatikan keserasian lingkungannya masyarakat sekitarnya.
harus dibuat dengan dan tidak merugikan
(5) Apabila sebidang lahan/lokasi yang akan didirikan bangunan gedung lebih tinggi atau lebih rendah dari pekarangan lahan/lokasi yang ada, maka terlebih dahulu melampirkan gambar situasi lahan/lokasi dan potongan melintang lahan/lokasi tersebut guna menentukan tingginya lahan/lokasi yang harus ditimbun atau digali. (6) Penambahan bangunan gedung dan lantai bangunan gedung dibolehkan apabila masih memenuhi kriteria yang telah diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Karimun, Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), dan Rencana Penataan Kota berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Paragraf 2 Bentuk Bangunan Gedung dan Bangunan Bukan Gedung Pasal 27 (1) Bentuk bangunan gedung dan bangunan bukan gedung harus dirancang sebaik mungkin dengan memperhatikan bentuk, arsitektur, karakteristik lokal, dan lingkungan sekitarnya sebagai pedoman arsitektur bagi lingkungannya. (2) Setiap bangunan gedung dan bangunan bukan bangunan jika didirikan berdampingan dengan bangunan yang dilestarikan, harus serasi dengan bangunan yang dilestarikan tersebut. (3) Bangunan gedung dan bangunan bukan gedung didirikan sampai pada batas samping persil, tampak bangunannya harus bersambungan secara serasi dengan tampak bangunan atau dinding yang telah ada disebelahnya. (4) Bentuk bangunan gedung dan bangunan bukan gedung harus dirancang dengan mempertimbangkan terciptanya ruang luar bangunan yang nyaman dan serasi terhadap lingkungannya. (5) Bentuk, tampak, profil, material maupun warna bangunan gedung dan bangunan bukan gedung harus dirancang memenuhi syarat keindahan dan keserasian lingkungan yang telah ada dengan tidak menyimpang dari persyaratan fungsinya. (6) Bentuk bangunan gedung dan bangunan bukan gedung harus dirancang sedemikian rupa sehingga setiap ruang dalam menggunakan pencahayaan dan penghawaan alami kecuali bangunan tersebut memiliki pencahayaan dan penghawaan buatan dengan mengacu kepada prinsip-prinsip konservasi energi. (7) Untuk bangunan gedung dan bangunan bukan gedung dengan ketinggian sedang hingga tinggi, kulit atau selubung bangunan harus memenuhi persyaratan konservasi energi. (8) Bentuk bangunan gedung adat atau tradisional harus memperhatikan sistem nilai dan kearifan lokal yang berlaku di lingkungan masyarakat adat yang bersangkutan. 24
(9) Atap dan dinding bangunan gedung harus dibuat dari konstruksi dan bahan yang aman dari kerusakan akibat bencana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undang yang berlaku. (10) Persyaratan penampilan bangunan gedung disesuaikan dengan penetapan tema arsitektur bangunan lokal dapat ditetapkan melalui Peraturan Bupati. Paragraf 3 Persyaratan Tata Ruang Dalam Bangunan Gedung Pasal 28 (1) Persyaratan tata ruang dalam bangunan gedung harus memperhatikan fungsi ruang, arsitektur bangunan gedung dan keandalan bangunan gedung. (2) Bentuk bangunan gedung harus dirancang agar setiap ruang dalam bangunan dimungkinkan menggunakan pencahayaan dan penghawaaan alami kecuali fungsi bangunan gedung diperlukan sistem pencahayaan dan penghawaan buatan. (3) Ruang dalam bangunan gedung harus mempunyai fungsi yang cukup sesuai dengan fungsinya dan arsitektur bangunannya. (4) Perubahan fungsi dan penggunaan ruang bangunan gedung atau bagian bangunan gedung harus tetap memenuhi ketentuan penggunaan bangunan gedung dan dapat menjamin keamanan dan keselamatan bangunan dan penghuninya. (5) Pengaturan penimbunan permukaan lahan pekarangan bangunan apabila tinggi permukaan lahan pekarangan bangunan berada di bawah permukaan lahan bebas banjir yang ditetapkan oleh instansi teknis yang berwenang, dan apabila permukaan lahan pekarangan bangunan terdapat kemiringan lahan yang curam atau perbedaan tinggi permukaan lahan pekarangan bangunan yang besar dengan permukaan tanah lainnya, maka penetapan penimbunan permukaan lahan pekarangan bangunan sama rata dengan permukaan tanah lainnya diwajibkan mendapat petunjuk dari instansi teknis yang berwenang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (6) Tinggi permukaan lantai dasar bangunan gedung ditetapkan 20 (dua puluh) sentimeter diatas permukaan As jalan, dengan memperhatikan keserasian lingkungannya dengan mendapat rekomendasi dari instansi teknis yang berwenang. (7) Apabila tinggi permukaan lahan perkarangan bangunan berada dibawah permukaan lahan bebas banjir atau lahan pekarangan bangunan terdapat kemiringan curam atau perbedaan tinggi yang besar pada perpetakan/kapling, maka tinggi permukaan lantai dasar bangunan ditetapkan 20 (dua puluh) sentimeter diatas permukaan As jalan. (8) Setiap bangunan gedung selain terdiri dari ruang utama dan juga dilengkapi ruang penunjang, dan wajib menyediakan jaringan instalasi bangunan gedung agar dapat menjamin terselenggaranya fungsi bangunan gedung.
25
(9) Tinggi permukaan lantai dasar bangunan : a. ditetapkan 20 (dua puluh) centimeter di atas permukaan As jalan; b. dalam hal yang luar biasa, ketentuan dalam huruf (a) tidak berlaku apabila permukaan lantai dasar bangunan lebih tinggi dari di atas permukaan lahan yang ada disekelilingnya atau permukaan As jalan. (10) Bangunan gedung tempat tinggal sekurang-kurangnya memiliki fungsi utama yang mewadahi kegiatan pribadi berupa kamar tidur, kegiatan keluarga berupa ruang keluarga dan kegiatan pelayanan seperti dapur, kamar mandi dan WC. (11) Bangunan gedung kantor sekurang-kurangnya memiliki ruang fungsi utama yang mewadahi kegiatan ruang kerja, kegiatan umum dan kegiatan pelayanan. (12) Bangunan pertokoan dan perdagangan (usaha) sekurang-kurangnya memiliki ruang fungsi utama kegiatan perdagangan, kegiatan umum dan kegiatan pelayanan. (13) Bangunan pergudangan dan penangkar unggas dan walet sekurangkurangnya harus dilengkapi dengan kamar mandi dan WC, ruang kebutuhan fasilitas karyawan, ruang pelayanan kesehatan serta kebutuhan fasilitas unggas dan walet. (14) Bangunan industri sekurang-kurangnya harus dilengkapi dengan ruang kerja industri, kamar mandi dan WC, ruang ganti pakaian karyawan, ruang makan, ruang istirahat serta ruang pelayanan kesehatan, ruang ibadah. (15) Bangunan pusat perbelanjaan harus dilengkapi dengan ruang ibadah yang memadai, kamar mandi dan WC. (16) Untuk bangunan tempat ibadah, bangunan monumental, gedung serbaguna, gedung pertemuan, gedung pertunjukan, gedung pendidikan/sekolah, gedung olahraga, serta gedung sejenis lainnya, tata ruang dalamnya di rencanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 29 (1) Tinggi ruang merupakan jarak yang terpendek dalam ruang yang diukur dari permukaan bawah langit-langit ke permukaan lantai. (2) Ruangan dalam bangunan gedung harus mempunyai tinggi yang cukup untuk fungsi yang diharapkan. (3) Ketinggian ruang pada lantai dasar disesuaikan dengan fungsi ruang dan arsitektur bangunannya. (4) Dalam hal tidak ada langit-langit, tinggi ruang diukur dari permukaan atas lantai sampai permukaan bawah dari lantai di atasnya atau sampai permukaan bawah kaso-kaso. (5) Perhitungan ketinggian bangunan gedung, apabila jarak vertikal dari lantai penuh ke lantai penuh berikutnya lebih dari 5 (lima) meter, maka ketinggian bangunan dianggap sebagai 2 (dua) lantai kecuali untuk penggunaan ruang lobby atau ruang pertemuan dalam bangunan komersial antara lain hotel, perkantoran dan pertokoan. 26
Pasal 30 (1) Ruang rongga atap bangunan gedung diizinkan penggunaannya jika tidak menyimpang dari fungsi utama bangunan dari aspek kesehatan, keamanan, dan keselamatan bangunan gedung dan lingkungannya. (2) Ruang rongga atap harus mempunyai penghawaan dan pencahayaan alami yang memadai. (3) Ruang rongga atap dilarang dipergunakan sebagai dapur atau kegiatan lain yang potensial menimbulkan kecelakaan / kebakaran. (4) Setiap bukaan pada ruang atap tidak boleh mengubah sifat dan karakter arsitektur bangunannya. Pasal 31 (1) Lantai dan dinding yang memisahkan ruang dengan penggunaan yang berbeda dalam suatu bangunan, harus memenuhi persyaratan ketahanan api menurut standar ketentuan yang berlaku. (2) Ruang yang penggunannya menimbulkan kebisingan, maka lantai dan dinding pemisah harus kedap suara. (3) Ruang pada daerah basah harus dipisahkan dengan dinding kedap air dan dilapisi dengan bahan yang mudah dibersihkan. (4) Pada ruang yang penggunannya menghasilkan asap atau gas, harus disediakan lobang hawa dan atau cerobong hawa secukupnya, kecuali menggunakan alat bantu mekanis. Pasal 32 (1) Bangunan gedung dan bukan gedung yang mengalami perbaikan, perluasan, penambahan tidak boleh mengubah fungsi utama, karakteristik arsitektur bangunan gedung dan bukan gedung serta tidak boleh mengurangi atau mengganggu fungsi aksesibilitas jalan. (2) Perubahan fungsi dan penggunaan ruang suatu bangunan gedung atau bagian bangunan gedung dapat di izinkan apabila memenuhi ketentuan penggunaan bangunan gedung yang dapat menjamin keamanan dan keselamatan bangunan gedung serta penghuninya setelah mendapat persetujuan dari instansi teknis yang berwenang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Paragraf 4 Persyaratan Ruang Di Luar Bangunan Gedung dan Bangunan Bukan Gedung Pasal 33 (1) Persyaratan ruang di luar bangunan gedung dan bangunan bukan gedung diperlukan keseimbangan, keserasian dan keselarasan bangunan dengan lingkungannya yang harus mempertimbangkan terciptanya ruang luar bangunan dan ruang terbuka hijau (RTH) yang seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungannya dengan diwujudkan dalam pemenuhan persyaratan kawasan resapan air baku, akses penyelamatan, sirkulasi kendaraan dan manusia serta terpenuhinya kebutuhan prasarana dan sarana luar bangunan. 27
(2) Persyaratan keseimbangan, keserasian dan keselarasan bangunan gedung dan bangunan bukan gedung dengan lingkungannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. persyaratan ruang terbuka hijau di perkarangan; b. persyaratan ruang sempadan bangunan gedung; c. persyaratan tapak, besmen terhadap lingkungan; d. ketinggian pekarangan dan lantai dasar bangunan ; e. daerah hijau pada bangunan; f. tata tanaman; g. sirkulasi dan fasilitas parkir; h. pertandaan(signage); dan i. pencahayaan ruang luar bangunan gedung. Paragraf 5 Persyaratan Keandalan Bangunan Gedung dan Bangunan bukan Gedung Pasal 34 (1) Persyaratan keandalan bangunan terdiri dari : a. persyaratan keselamatan bangunan gedung dan bukan bangunan gedung; b. persyaratan kesehatan bangunan gedung dan bukan bangunan gedung; c. persyaratan kenyamanan bangunan gedung dan bukan bangunan gedung d. persyaratan kemudahan bangunan gedung dan bukan bangunan gedung. (2) Persyaratan keselamatan bangunan gedung dan bangunan bukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi : a. persyaratan kemampuan bangunan gedung dan bangunan gedung terhadap beban muatan; b. persyaratan kemampuan bangunan gedung dan bangunan gedung terhadap bahaya kebakaran; c. persyaratan kemampuan bangunan gedung dan bangunan gedung terhadap bahaya petir; d. persyaratan kemampuan bangunan gedung dan bangunan gedung terhadap bahaya bencana alam.
gedung bukan bukan bukan bukan
Pasal 35 (1) Persyaratan kemampuan bangunan gedung dan bangunan bukan gedung terhadap beban muatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf a meliputi persyaratan struktur bangunan gedung, pembebanan pada bangunan gedung, struktur atas bangunan gedung, struktur bawah bangunan gedung, pondasi langsung, pondasi dalam, keselamatan struktur, keruntuhan struktur dan persyaratan bahan. (2) Struktur bangunan gedung dan bangunan bukan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus kokoh, stabil dalam memikul beban dan memenuhi persyaratan keselamatan, persyaratan pelayanan selama umur yang direncanakan dengan mempertimbangkan : a. fungsi bangunan gedung dan bangunanbukan gedung, lokasi, keawetan, dan kemungkinan pelaksanaan konstruksi bangunan gedung; b. pengaruh aksi sebagai akibat dari beban yang bekerja selama umur layanan konstruksi baik beban muatan tetap maupun sementara yang timbul akibat gempa, angin, korosi, jamur dan serangga perusak; 28
c. pengaruh gempa terhadap substruktur maupun struktur bangunan gedung sesuai zona gempanya; d. struktur bangunan yang direncanakan secara detail pada kondisi pembebanan maksimum sehingga pada saat terjadi keruntuhan, kondisi strukturnya masih memungkinkan penyelamatan diri penghuninya; e. struktur bawah bangunan gedung dan bangunan bukan gedung pada lokasi tanah yang dapat terjadi likulfaksi; dan f. keandalan bangunan gedung dan bukan bangunan gedung. (3) Pembebanan pada bangunan gedung dan bangunan bukan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dianalisis dengan memeriksa respon struktur terhadap beban tetap, beban sementara atau beban khusus yang mungkin bekerja selama umur pelayanan dengan menggunakan SNI 03-1727-1989 tata cara perencanaan pembebanan untuk rumah dan gedung, atau edisi terbaru atau standar baku dan/atau pedoman teknis. (4) Struktur atas bangunan gedung dan bangunan bukan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi konstruksi beton, konstruksi baja, konstruksi kayu, konstruksi bambu, konstruksi dengan bahan dan teknologi khusus dilaksanakan dengan menggunakan standar sebagai berikut : a. konstruksi beton: SNI 03-1737-1989 tata cara perencanaan beton dan struktur dinding bertulang untuk rumah dan gedung, atau edisi terbaru, SNI 03-287-1992 tata cara penghitungan struktur beton untuk bangunan gedung, atau edisi terbaru SNI 03-3430-1994 tata cara perencanaan dinding struktur pasangan blok beton berongga bertulang untuk bangunan rumah dan gedung, atau edisi terbaru SNI 033976-1995 tata cara pengadukan pengecoran beton, atau edisi terbaru SNI 032834-2000 tata cara rencana pembuatan campuran beton normal, atau edisi terbaru SNI 03-3449-2002 tata cara rencana pembuatan campuran beton ringan dengan agregat ringan, atau edisi terbaru tata cara perencanaan dan pelaksanaan konstruksi beton pracetak dan prategang untuk bangunan gedung; b. konstruksi baja SNI 03-1729-2002 tata cara pembuatan dan perakitan konstruksi baja, dan tata cara pemeliharaan konstruksi baja selama masa konstruksi; c. konstruksi kayu: SNI 03-2407-1994 tata cara perencanaan konstruksi kayu untuk bangunan gedung, dan tata cara pembuatan dan perakitan konstruksi kayu; d. konstruksi bambu mengikuti kaidah perencanaan konstruksi berdasarkan pedoman dan standar yang berlaku; dan e. konstruksi dengan dan teknologi khusus. (5) Struktur bawah bangunan gedung dan bangunan bukan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pondasi langsung dan pondasi dalam. (6) Pondasi langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus direncanakan sehingga dasarnya terletak di atas lapisan tanah yang mantap dengan daya dukung tanah yang cukup kuat dan selama berfungsinya bangunan gedung tidak mengalami penurunan yang melampaui batas.
29
(7) Pondasi dalam sebagaimana dimaksud pada ayat (5) digunakan dalam hal lapisan tanah dengan daya dukung yang terletak cukup jauh di bawah permukaan tanah sehingga pengguna pondasi dapat menyebabkan penurunan yang berlebihan atau ketidakstabilan konstruksi. (8) Keselamatan struktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan salah satu penentuan tingkat keandalan struktur bangunan yang diperoleh dari hasil pemeriksaan berkala oleh tenaga ahli yang bersertifikat sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16/PRT/M/2010 tentang pedoman teknis pemeriksaan berkala bangunan gedung. (9) Peruntukan konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan salah satu kondisi yang harus dihindari dengan cara melakukan pemeriksaan berkala tingkat keandalan bangunan gedung sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16/PRT/M/2010 tentang pedoman teknis pemeriksaan berkala bangunan gedung. (10) Persyaratan bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi pesyaratan keamanan, keselamatan lingkungan dan pengguna bangunan gedung serta sesuai dengan SNI terkait. Pasal 36 (1) Persyaratan kemampuan bangunan gedung dan bangunan bukan gedung terhadap bahaya kebakaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf b meliputi sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif, persyaratan jalan keluar dan aksebilitas untuk pemadam kebakaran, persyaratan pencahayaan darurat, tanda arah keluar dan sistem peringatan bahaya, persyaratan komunikasi dalam bangunan gedung, persyaratan instalasi bahan bakar gas dan manajemen penanggulangan kebakaran. (2) Setiap bangunan gedung kecuali rumah tinggal tunggal dan rumah deret sederhana harus dilindungi dengan bahaya kebakaran dengan sistim proteksi aktif yang meliputi sistem pemadaman kebakaran, sistem deteksi dan alarm kebakaran, sistem pengendali asap kebakaran dan pusat pengendali kebakaran. (3) Setiap bangunan gedung kecuali rumah tinggal tunggal dan rumah deret sederhana harus dilindungi dari bahaya kebakaran dengan sistem proteksi pasif dengan mengikuti SNI 03-1736-2000 tata cara perencanaan sistem proteksi pasif untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung, atau edisi terbaru SNI 03-1746-2000 tata cara perencanaan dan pemasangan sarana jalan ke luar untuk penyelamatan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung, atau edisi terbaru. (4) Persyaratan jalan keluar dan aksebilitas untuk pemadaman kebakaran meliputi perencanaan akses bangunan dan lingkungan untuk pencegahan bahaya kebakaran dan perencanaan dan pemasangan jalan keluar untuk penyelamatan sesuai dengan SNI 03-1736-2000 tata cara perencanaan bangunan dan lingkungan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan gedung, atau edisi terbaru, dan SNI 03-1736-2000 tata cara perencanaan sistem proteksi pasif untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung, atau edisi terbaru.
30
(5) Persyaratan pencahayaan darurat, tanda arah ke laur dan sistem peringatan bahaya dimaksudkan untuk memberikan arahan bagi pengguna gedung dalam keadaan darurat untuk menyelamatkan diri sesuai dengan SNI 036573-2001 tata cara perancangan pencahayaan darurat, tanda arah dan sistem peringatan bahaya pada bangunan gedung, atau edisi terbaru. (6) Persyaratan komunikasi dalam bangunan gedung sebagai penyediaan sistem komunikasi pada saat terjadi kebakaran atau kondisi lainnya harus sesuai dengan UU Nomor 32 Tahun 1999 tentang telekomunikasi dan PP Nomor 53 Tahun 2000 tentang telekomunikasi Indonesia. (7) Persyaratan instalasi bahan bakar gas meliputi jenis bahan bakar gas dan instalasi gas yang dipergunakan baik dalam jaringan gas kota maupun gas tabung mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang. (8) Setiap bangunan gedung dengan fungsi, klasifikasi, luas jumlah lantai dan/atau jumlah penghuni tertentu harus mempunyai unit manajemen proteksi kebakaran bangunan gedung. Pasal 37 (1) Persyaratan kemampuan bangunan gedung terhadap bahaya petir dan bahaya kelistrikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf (c) meliputi persyaratan instalasi proteksi petir dan persyaratan sistem kelistrikan. (2) Persyaratan instalasi proteksi petir harus memperhatikan perencanaan sistem proteksi petir, instalasi proteksi petir, pemeriksaan dan pemeliharaan serta memenuhi SNI 03-7015-2004 sistem proteksi petir pada bangunan gedung, atau edisi terbaru dan/atau standar teknis lainnya. (3) Persyaratan sistem kelistrikan harus memperhatikan perencanaan instalasi listrik, jaringan distribusi listrik, beban listrik, sumber daya listrik, transformator distribusi, pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan dan memenuhi SNI 04-0227-2000 persyaratan umum instalasi listrik, atau edisi terbaru SNI 04-7081-2004 sistem pasokan daya listrik darurat dan siaga, atau edisi terbaru dan SNI 04-7019-2004 sistem pasokan daya listrik darurat menggunakan energi tersimpan, atau edisi terbaru dan/atau standar teknis lainnya. Paragraf 6 Persyaratan Kesehatan Bangunan Gedung dan Bangunan Bukan Gedung Pasal 38 Persyaratan kesehatan bangunan gedung dan bangunan bukan gedung meliputi persyaratan sistem penghawaan, pencahayaan, sanitasi, dan penggunaan bahan bangunan.
31
Pasal 39 (1) Sistem penghawaan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dapat berupa ventilasi alami dan/atau ventilasi mekanik/buatan sesuai dengan fungsinya. (2) Bangunan gedung tempat tinggal dan bangunan gedung untuk pelayanan umum harus mempunyai bukaan permanen atau yang dapat dibuka untuk kepentingan ventilasi alami dan kisi-kisi pada pintu dan jendela. (3) Persyaratan teknis sistem dan kebutuhan ventilasi harus mengikuti SNI 03-6390-2000 konservasi energi sistem tata udara pada bangunan gedung, atau edisi terbaru SNI 03-6572-2001 tata cara perancangan sistem ventilasi dan pengkondisian udara pada bangunan gedung, atau edisi terbaru, standar tentang tata cara perencanaan, pemasangan dan pemeliharaan sistem ventilasi dan/atau standar teknis terkait. Pasal 40 (1) Sistem pencahayaan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dapat berupa sistem pencahayaan alami dan/atau buatan dan/atau pencayahayaan darurat sesuai dengan fungsinya. (2) Bangunan gedung tempat tinggal dan bangunan gedung untuk pelayanan umum harus mempunyai bukaan untuk pencahayaan alami yang optimal disesuaikan dengan fungsi bangunan gedung dan fungsi tiap-tiap ruangan dalam bangunan gedung. (3) Sistem pencahayaan buatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan : a. mempunyai tingkat iluminasi yang disyaratkan sesuai fungsi ruang dalam dan tidak menimbulkan efek silau pantulan; b. sistem pencahayaan darurat hanya dipakai pada bangunan gedung fungsi tertentu, dapat bekerja secara otomatis dan mempunyai tingkat pencahayaan yang otomatis dan mempunyai tingkat pencahayaan yang cukup untuk evakuasi; c. harus dilengkapi dengan pengendali manual/otomatis dan ditempatkan pada tempat yang mudah dicapai/dibaca oleh pengguna ruangan. (4) Persyaratan teknis sistem pencahayaan harus mengikuti SNI 03-6197 konservasi energi sistem pencahayaan buatan pada bangunan gedung, atau edisi terbaru, SNI 03-2396-2001 tata cara perancangan sistem pencahayaan alami pada bangunan gedung, atau edisi terbaru, SNI 036575-2001 tata cara perancangan sistem pencahayaan buatan pada bangunan gedung, atau edisi terbaru dan/atau standar teknis terkait. Pasal 41 (1) Sistem sanitasi bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dapat berupa sistem air minum dalam bangunan gedung, sistem pengolahan dan pembuangan air limbah/kotor, pesyaratan instalasi gas medik, persyaratan penyaluran air hujan, persyaratan fasilitasi sanitasi dalam bangunan gedung (saluran pembuangan air kotor, tempat sampah, penampungan sampah dan/atau pengolahan sampah.
32
(2) Sistem air minum dalam bangunan gedung sebagaimana dimaksud ayat (1) harus direncanakan dengan mempertimbangkan sumber air minum, kualitas air bersih, sistem distribusi dan penampungannya. (3) Persyaratan air minum dalam bangunan gedung harus mengikuti : a. kualitas air minum sesuai dengan peraturan pemerintah Nomor 1 Tahun 2005 tentang pengembangan sistem pengelolaan air minum dan peraturan Menteri Kesehatan Nomor 907 Tahun 2002 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum dan pedoman plumbing; b. SNI 03-6481-2000 sistem plambing 2000 atau edisi terbaru; dan c. Pedoman dan/atau pedoman teknis terkait. Pasal 42 (1) Sistem pengolahan dan pembuangan air limbah/kotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan jenis dan tingkat bahaya yang diwujudkan dalam bentuk pemilihan sistem pengaliran/pembuangan dan penggunaan peralatan yang dibutuhkan dan sistem pengelolaan dan pembuangan. (2) Air limbah beracun dan berbahaya tidak boleh digabungkan dengan limbah rumah tangga, yang sebelum dibuang ke saluran terbuka harus diproses sesuai dengan pedoman dan standar teknis terkait. (3) Persyaratan teknis air limbah harus mengikuti SNI 03-6481-2000 sistem plambing 2000, atau edisi terbaru, SNI 03-2398-2002 tata cara perencanaan tangki septic dengan sistem resapan, atau edisi terbaru, SNI 03-6379-200- spesifikasi dan pemasangan perangkap bau, atau edisi terbaru dan/atau standar teknis terkait. Pasal 43 (1) Persyaratan instalasi gas medik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 wajib diberlakukan di fasilitas pelayanan kesehatan rumah sakit, rumah perawatan, fasilitas hiperbank, klinik bersalin dan fasilitas lainnya. (2) Potensi bahaya kebakaran dan ledakan yang terkait dengan sistem perpipaan gas medik dan sistem vacum gas medik harus dipertimbangkan saat perencanaan, pemasangan, pengujian, pengoprasian dan pemeliharaan. (3) Persyaratan instansi gas medik harus mengikuti SNI 03-7011-2004 keselamatan pada bangunan fasilitas pelayanan kesehatan, atau edisi terbaru dan/atau standar baku/pedoman teknis terkait. Pasal 44 (1) Sistem air hujan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan ketinggian permukaan air tanah, permeabilitas tanah dan ketersediaan jaringan drainase lingkungan/kota. (2) Setiap bangunan gedung dan bangunan bukan gedung pada perkarangan harus dilengkapi dengan sistem penyaluran air hujan baik dengan sistem peresapan air ke dalam tanah perkarangan dan/atau dialirkan ke dalam sumur resapan sebelum dialirkan ke jaringan drainase lingkungan. 33
(3) Sistem penyaluran air hujan harus dipelihara untuk mencegah terjadinya endapan dan penyumbatan pada saluran. (4) Persyaratan penyaluran air hujan harus mengikuti ketentuan SNI 034681-2000 sistem plambing 2000, atau edisi terbaru, SNI 03-2453-2002 tata cara perencanaan sumur resapan air hujan untuk lahan perkarangan, atau edisi terbaru, SNI 03-2459-2002 spesifikasi air sumur resapan air hujan untuk pekarangan, atau edisi terbaru, standar tentang tata cara perencanaan, pemasangan dan pemeliharaan sistem penyaluran air hujan pada bangunan gedung atau standar baku dan/atau pedoman terkait. Pasal 45 (1) Sistem pembuangan kotoran dan sampah dalam bangunan gedung dan bangunan bukan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan fasilitas penampungan dan jenisnya. (2) Pertimbangan fasilitas penampungan pembangunan diwujudkan dalam bentuk penyediaan tempat penampungan kotoran dan sampah pada bangunan gedung dan bangunan bukan gedung dengan memperhitungkan fungsi bangunan, jumlah penghuni dan volume kotoran dan sampah. (3) Pertimbangan jenis kotoran sampah diwujudkan dalam bentuk penepatan pewadahan dan /atau pengelolahannya yang tidak mengganggu kesehatan penghuni, masyarakat dan lingkungan. (4) Pengembang perumahan wajib menyediakan wadah sampah alat pengumpul dan tempat pembuangan sampah sementara sedangkan pengangkatan dan pembuangan akhir dapat bergabung dengan sistem yang sudah ada. (5) Potensi reduksi sampah dapat dilakukan dengan mendaur ulang dan/atau memanfaatkan kembali sampah bekas. (6) Sampah beracun dan sampah rumah sakit, laboratorium dan pelayanan medis harus dibakar dengan incenerator yang tidak mengganggu lingkungan. Pasal 46 (1) Bahan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 harus aman bagi kesehatan pengguna bangunan gedung dan tidak menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan serta penggunaannya dapat menunjang pelestarian lingkungan. (2) Bahan bangunan yang aman bagi kesehatan dan tidak menimbulkan dampak penting harus memenuhi kriteria : a. tidak mengandung bahan berbahaya/beracun bagi kesehatan pengguna bangunan gedung; b. tidak menimbulkan efek silau bagi pengguna, masyarakat dan lingkungan sekitarnya; c. tidak menimbulkan efek peningkatan temperatur; d. sesuai dengan prinsip konservasi; dan e. ramah lingkungan.
34
Paragraf 7 Persyaratan Kenyamanan Bangunan Gedung Pasal 47 Persyaratan kenyamanan bangunan gedung meliputi kenyamanan ruang gerak dan hubungan antar ruang, kenyamanan kondisi udara dalam ruang, kenyamanan pandangan serta kenyamanan terhadap tingkat getaran dan kebisingan. Pasal 48 (1) Kenyamanan ruang gerak dan hubungan antar ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 merupakan tingkat kenyamanan yang diperoleh dari dimensi dan tata letak ruang dan sirkulasi antar ruang yang memberikan kenyamanan bergerak dalam ruangan. (2) Kenyamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mempertimbangkan fungsi ruangan, jumlah pengguna, perabot, furniture, aksesibilitas ruang dan persyaratan keselamatan dan kesehatan. Pasal 49 (1) Persyaratan kenyamanan kondisi udara di dalam ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 merupakan fungsi kenyamanan yang diperoleh dari temperatur dan kelembapan di dalam ruang untuk terselenggaranya fungsi bangunan gedung. (2) Persyaratan kenyamanan kondisi udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mengikuti SNI 03-6389-2000 konservasi energi selubung bangunan pada bangunan gedung, atau edisi terbaru, SNI 03-6390-2000 konservasi energi sistem tata udara pada bangunan gedung, atau edisi terbaru SNI 03-6196-2000 prosedur audit energi pada bangunan gedung, atau edisi terbaru SNI 03-6572-2002 tata cara perancangan sisem ventilasi dan pengkondisian udara pada bangunan gedung, atau edisi terbaru dan/atau standar baku dan/atau pedoman teknis terkait. Pasal 50 (1) Persyaratan kenyamanan dan pandangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 merupakan kondisi dari hak pribadi pengguna yang di dalam melaksanakan kegiatannya di dalam gedung tidak terganggu bangunan gedung lain disekitarnya. (2) Persyaratan kenyamanan pandangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mempertimbangkan kenyamanan pandangan dari dalam bangunan, keluar bangunan, dan dari luar ke ruang-ruang tertentu dalam bangunan gedung. (3) Persyaratan kenyamanan pandangan dari dalam ke luar bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mempertimbangkan : a. gubahan massa bangunan, rancangan bukaan, tata ruang dalam dan luar bangunan dan rancangan bentuk luar bangunan; b. pemanfaatan potensi luar bangunan gedung dan penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH).
35
(4) Persyaratan kenyamanan pandangan dari luar ke dalam bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mempertimbangkan : a. rancangan bukaan, tata ruang dalam dan luar bangunan dan rancangan bentuk luar bangunan; b. keberadaan bangunan gedung yang ada dan/atau yang akan ada di sekitar bangunan gedung dan penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH); c. pencegahan terhadap gangguan silau dan pantulan sinar. (5) Untuk kenyamanan pandangan pada bangunan gedung harus dipenuhi persyaratan standar teknis kenyamanan pandangan pada bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4). (6) Dalam hal masih terdapat persyaratan lainya yang belum tertampung atau belum mempunyai SNI digunakan standar baku dan/atau standar teknis. Pasal 51 (1) Kenyamanan terhadap tingkat getaran dan kebisingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 merupakan tingkat kenyamanan yang ditentukan oleh satu keadaan yang tidak mengakibatkan pengguna dan fungsi bangunan gedung terganggu oleh getaran dan/atau kebisingan yang timbul dari dalam bangunan gedung maupun lingkungannya. (2) Untuk mendapatkan kenyamanan dari getaran dan kebisingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) penyelenggara bangunan gedung harus mempertimbangkan jenis kagiatan, penggunaan paralatan dan/atau sumber getar dan sumber bising lainnya yang berada di dalam maupun diluar bangunan gedung. (3) Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap getaran dan kebisingan pada bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mengikuti persyaratan teknis yaitu standar tata cara perencanaan kenyamanan terhadap getaran dan kebisingan pada bangunan gedung. (4) Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum mempunyai SNI digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis. Paragraf 8 Persyaratan Kemudahan Bangunan Gedung Pasal 52 Persyaratan kemudahan meliputi kemudahan hubungan ke, dari dan di dalam bangunan gedung serta kelengkapan sarana dan prasarana dalam pemanfaatan bangunan gedung, fungsi ruang dan jumlah pengguna. Pasal 53 (1) Kemudahan hubungan ke, dari dan di dalam bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 meliputi tersedianya dan aksesibilitas yang mudah aman dan nyaman termasuk penyandang cacat dan lanjut usia. (2) Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mempertimbangkan tersedianya hubungan horizontal dan vertikal antar ruang dalam bangunan gedung, akses evakuasi termasuk penyandang cacat dan lanjut usia. 36
(3) Bangunan gedung umum yang fungsinya untuk kepentingan publik harus menyediakan fasilitas dan kelengkapan sarana hubungan vertikal bagi semua orang termasuk manusia berkebutuhan khusus. (4) Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan kemudahan hubungan horizontal berupa tersedianya pintu dan/atau koridor yang memadai dalam jumlah, ukuran dan jenis pintu, arah bukaan pintu yang dipertimbangkan berdasarkan besaran ruangan, fungsi ruangan dan jumlah pengguna bangunan gedung. (5) Ukuran koridor sebagai akses horizontal antar ruang dipertimbangkan berdasarkan fungsi koridor fungsi ruang dan jumlah pengguna. (6) Kelengkapan sarana dan prasarana harus disesuaikan dengan fungsi bangunan gedung dan persyaratan lingkungan bangunan gedung. Pasal 54 (1) Setiap bangunan bertingkat harus menyediakan sarana hubungan vertikal antar lantai yang memadai untuk terselenggaranya fungsi bangunan gedung berupa tangga, ram, lift, escalator atau lantai berjalan (travelator). (2) Jumlah, ukuran dan konstruksi sarana hubungan vertical harus berdasarkan fungsi bangunan gedung, luas, dan jumlah pengguna ruang serta keselamatan pengguna bangunan gedung. (3) Bangunan gedung dengan ketinggian di atas 5 (lima) lantai harus menyediakan lift penumpang. (4) Setiap bangunan gedung yang memiliki lift penumpang harus menyediakan lift khusus kebakaran atau lift penumpang yang dapat difungsikan sebagai lift kebakaran yang dimulai dari lantai dasar bangunan gedung. (5) Persyaratan kemudahan hubungan vertikal dalam bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengikuti SNI 03-6573-2001 tata cara perancangan transportasi vertikal dalam gedung atau edisi terbaru atau penggantinya. Paragraf 9 Persyaratan Pembangunan Bukan Gedung Pasal 55 Persyaratan pembangunan bukan gedung meliputi: pembangunan bangunan gedung di atas atau di bawah tanah, air, atau prasarana /saran umum dan pada daerah hantaran udara listrik tegangan tinggi dan atau menara telekomunikasi dan/atau menara air. Pasal 56 (1) Pembangunan bangunan gedung di atas prasarana dan/atau sarana umum harus memenuhi persyaratan : a. sesuai dengan RTRW Kabupaten Karimun dan/ atau RTBL; b. tidak menggangu fungsi sarana dan prasarana yang ada di bawahnya dan /atau di sekitarnya; c. tetap memperhatikan keserasian bangunan terhadap lingkungannya;dan 37
d. mempertimbangkan pendapat pendapat masyarakat.
Tim
Ahli
Bangunan
Gedung
dan
(2) Pembangunan bangunan gedung di bawah tanah yang melintasi prasarana dan /atau sarana umum harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. sesuai dengan RTRW Kabupaten Karimun dan /atau RDTR Kabupaten Karimun dan /atau RTBL; b. tidak untuk fungsi hunian atau tempat tinggal; c. tidak mengganggu fungsi sarana dan prasarana yang berada di bawah tanah; d. memiliki sarana khusus untuk kepentingan keamanan dan keselamatan bagi pengguna bangunan; dan e. mempertimbangkan pendapat tim ahli bangunan gedung dan pendapat masyarakat. (3) Pembangunan bangunan gedung di bawah dan/atau di atas air harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. sesuai dengan RTRW Kabupaten Karimun dan /atau RDTR Kabupaten Karimun dan/atau RTBL; b. tidak menggangu keseimbangan lingkungan dan fungsi lingkungan kawasan; c. tidak menimbulkan pencemaran; d. telah mempertimbangkan keselamatan, kenyamanan, kesehatan dan kemudahan bagi pengguna bangunan; dan e. mempertimbangkan pendapat Tim Ahli Bangunan Gedung dan pendapat masyarakat. (4) Pembangunan bangunan gedung pada daerah hantaran udara listrik tegangan tinggi dan/atau menara telekomunikasi dan/atau menara air harus memenuhi persyaratan berikut : a. Sesuai dengan RTRW Kabupaten Karimun dan/atau RDTR Kabupaten Karimun dan/atau RTBL; b. telah mempertimbangkan faktor keselamatan, kenyamanan, kesehatan dan kemudahan bagi pengguna bangunan; c. khusus untuk daerah hantaran listrik hantaran tinggi harus mengikuti pedoman dan/atau standar teknis tentang ruang bebas udara tegangan tinggi dan SNI nomor 04-6950-2003 saluran udara tegangan tinggi dan saluran udara tegangan extra tinggi (sutet) nilai ambang batas medan listrik dan medan magnet; d. khusus menara telekomunikasi harus mengikuti surat keputusan bersama 4 (empat) Menteri Dalam Negeri Nomor 18 tahun 2009, Menteri Pekerjaan Umum Nomor 07/PRT/M2009, Menteri Komunikasi dan Informatika nomor 3/P/2009 dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 3/P/2009) tentang pedoman pencapaian dan penggunaan bersama menara telekomunikasi;dan e. mempertimbangkan pendapat Tim Ahli Bangunan Gedung dan pendapat masyarakat. Bagian Ketujuh Bangunan Adat Paragraf 1 Umum Pasal 57 (1) Bangunan gedung adat harus dibangun berdasarkan kaidah hukum adat atau tradisi masyarakat hukum adat sesuai dengan budaya dan sistem nilai yang berlaku di masyarakat hukum adatnya. 38
(2) Pemerintah Kabupaten Karimun dapat menetapkan persyaratan administratif dan persyaratan teknis tersendiri untuk bangunan rumah adat dalam Peraturan Bupati Karimun. Paragraf 2 Kearifan Lokal Pasal 58 Penyelenggaraan bangunan rumah adat selain memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 harus memperhatikan kearifan lokal dan sistem nilai yang berlaku di lingkungan masyarakat hukum adatnya. Paragaraf 3 Kaidah Tradisional Pasal 59 (1) Di dalam penyelenggaraan bangunan rumah adat pemilik bangunan gedung harus memperhatikan kaidah dan norma tradisional yang berlaku di lingkungan masyarakat hukum adatnya. (2) Kaidah dan norma tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi aspek perencanaan, pembangunan, pemanfaatan gedung, atau bangunan dari bangunan gedung, arah/orientasi bangunan gedung aksesoris pada bangunan gedung dan aspek larangan dan/atau aspek ritual pada penyelenggaraan pada bangunan gedung rumah adat. Paragraf 4 Pemanfaatan Simbol Pada Bangunan Gedung Baru Pasal 60 (1) Perseorangan, kelompok masyarakat, lembaga swasta atau lembaga pemerintah dapat menggunakan simbol atau unsur tradisional yang terdapat pada bangunan gedung adat untuk digunakan pada bangunan gedung yang akan dibangun atau direhabilitasi atau direnovasi. (2) Penggunaan simbol atau unsur tradisional yang terdapat pada bangunan gedung adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus tetap sesuai dengan makna simbol tradisional yang digunakan dan sistem nilai yang berlaku pada pemanfaatan bangunan gedung. (3) Pengaturan lebih lanjut mengenai penggunaan simbol atau unsur tradisional pada bangunan gedung diatur dalam Peraturan Bupati Karimun. Paragraf 5 Persyaratan Bangunan Gedung Adat Pasal 61 (1) Setiap rumah adat atau tradisional dibangun dengan mengikuti persyaratan administrasi dan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1). 39
(2) Persyaratan lain yang bersifat khusus yang berlaku di lingkungan masyarakat hukum adatnya dapat melengkapi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Persyaratan bangunan gedung adat/tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati Karimun. (4) Pemerintah Kabupaten Karimun dapat menetapkan persyaratan administrasi dan persyaratan teknis tersendiri untuk bangunan rumah adat di atur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati Karimun. Bagian Kedelapan Bangunan Gedung Semi Permanen dan Bangunan Gedung Darurat Bangunan Gedung Semi Permanen dan Darurat Pasal 62 (1) Bangunan gedung semi permanen dan darurat merupakan bangunan gedung yang digunakan untuk fungsi yang ditetapkan dengan konstruksi semi permanen dan darurat yang dapat ditingkatkan menjadi permanen. (2) Penyelenggaraan bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus tetap dapat menjamin keamanan, keselamatan, kemudahan, keserasian dan keselarasan bangunan gedung dengan lingkungannya. (3) Tata cara penyelenggaraan bangunan gedung semi permanen dan darurat diatur lebih lanjut dalam peraturan Bupati Karimun. BAB IV KAWASAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN Bagian Kesatu Kawasan Pengembangan Perkotaan Pulau Karimun Pasal 63 (1) Kawasan Pesisir Timur Pulau Karimun/Coastal Area pengaturannya meliputi : a. Jenis bangunan yang dapat diberikan perizinan mendirikan bangunan oleh Bupati pada kawasan coastal area adalah pada peruntukan permukiman perkotaan yang ditetapkan dalam kegiatan pemanfaatan ruang, yang diperbolehkan untuk pembangunan sarana dan prasarana pendukung fungsi coastal area, dan pembangunan perumahan, perkantoran, perdagangan dan jasa, pariwisata, ruang evakuasi bencana, dan ruang terbuka hijau; b. Ketentuan ketinggian bangunan lebih dari 3 (tiga) lantai dan/atau di atas 15 (lima belas) meter diperlukan pengkajian rencana teknis bangunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimal 70% (tujuh puluh perseratus) pada lahan tanah perkantoran, perdagangan dan jasa,60 % (enam puluh perseratus) pada lahan tanah perumahan dan 50% (lima puluh perseratus) lahan tanah bangunan fungsi fasilitas umum;
40
d. Koefisien Lantai Bangunan Gedung dan bangun bukan gedung ditentukan atas dasar kepentingan pelestarian lingkungan/ resapan air permukaan tanah dan pencegahan terhadap bahaya kebakaran, kepentingan ekonomi, fungsi peruntukan, fungsi bangunan, keselamatan bangunan dan kenyamanan bangunan, disesuaikan besarnya KLB berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karimun, Rencana Detail Tata Ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan atau sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku; e. Koefisien Daerah Hijau (KDH) ditetapkan sesuai dengan arahan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karimun, Rencana Detail Tata Ruang, Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan, apabila belum ditetapkan maka Koefisien Daerah Hijau sebesar 30% (tiga puluh perseratus) pada daerah sangat padat dan Koefisien Daerah Hijau meningkat setara dengan naiknya ketinggian bangunan dan berkurangnya kepadatan wilayah; f. Penyediaan ruang terbuka hijau (RTH) bagi tiap-tiap bangunan gedung dan bangunan bukan gedung diwajibkan menyiapkan 10% (sepuluh perseratus) dari luas bangunan gedung dan /atau bangunan bukan gedung untuk kepentingan ruang terbuka privat berupa pekarangan rumah tinggal, halaman perkantoran, pertokoan, fasilitas umum, perdagangan dan jasa; g. Bangunan gedung dan/atau bangunan bukan gedung yang didirikan pada daerah persimpangan tidak boleh menggangu jarak pandang/penglihatan dan/atau pengguna jalan; h. Garis sempadan bangunan bagi ruang pengawasan jalan arteri (coastal area) pada bangunan pondasi balok beton sloof terluar minimal 15 (lima belas) meter diukur dari tepi parit jalan aspal dan pagar bangunan ditetapkan 2 (dua) meter diukur dari tepi parit jalan aspal; i. Batas bangunan terhadap sempadan sungai meliputi : 1. Pada batas sempadan sungai bertanggul yang terpengaruh air laut pasang minimal diukur 3 (tiga) meter dari tepi tanggul sungai ke arah darat, berfungsi sebagai ruang terbuka hijau; 2. Pada batas sempadan sungai yang tidak bertanggul: a) Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 2 (dua) meter minimal 3 (tiga) meter dari air sungai pasang tertinggi ke arah darat; b) Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 2 (dua) meter minimal 3 (tiga) meter air sungai pasang tertinggi ke arah darat. 3.Batas sempadan sungai dapat dipakai untuk batas bangunan dengan petunjuk instansi teknis yang berwenang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. j. Batas sempadan pantai : 1. Batas sempadan pantai dengan air surut laut minimal 100 (seratus) meter diukur dari air surut laut terendah ke arah darat, berfungsi kemudahan menikmati panorama area laut dan ruang terbuka hijau, hutan mangrow; 2. Pada batas sempadan pantai di sepanjang garis pantai menjadi ruang terbuka publik yang berfungsi sebagai jalan trotoar tepi pantai dan/atau ruang terbuka hijau (RTH) yang dapat diakses dan dinikmati publik area laut secara luas;
41
3. Batas garis sempadan pantai tidak boleh dipakai untuk pedagang kaki lima, tambatan perahu, pelantar, bongkar muat barang, penumpukan barang, pedagang kaki lima / k i o s / w a r u n g / restauran, area pemandian laut, kecuali bangunan yang memiliki izin mendirikan bangunan sesuai dengan Master Plan Coastal Area, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. k. Peruntukan bangunan dengan intensitas bangunan gedung rapat/ padat maka batas sempadan samping bangunan dan batas sempadan belakang bangunan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1. pada bidang dinding terluar tidak boleh melampaui batas pekarangan; 2. pada bangunan rumah tinggal rapat di izinkan tidak memiliki batas garis samping bangunan (jarak antar bangunan 0 meter); 3. pada batas sempadan belakang bangunan minimal 1 (satu) meter dari persil; 4. untuk perbaikan dan/atau perombakan bangunan yang semula menggunakan bangunan dinding batas bersama dengan bangunan di sebelahnya, disyaratkan untuk membuat dinding batas tersendiri disamping dinding batas terdahulu; dan 5. pada dinding batas pekarangan tidak boleh dibuat bukaan dalam bentuk apapun. l. Peruntukan bangunan dengan intensitas bangunan gedung rendah/renggang maka batas sempadan samping bangunan gedung dan batas sempadan belakang bangunan gedung ditetapkan 3 (tiga) meter dari batas persil lahan, kecuali untuk bangunan perumahan. (2) Kawasan Pesisir Selatan Pulau Karimun pengaturannya meliputi : a. Jenis bangunan yang dapat diberikan perizinan bangunan oleh Bupati pada kawasan pesisir selatan pulau karimun adalah peruntukan bangunan industri yang ditetapkan pada kegiatan pemanfaatan ruang, diperbolehkan untuk bangunan bukan gedung sebagai pendukung fungsi pesisir selatan dan dibolehkan bangunan industri, perdagangan dan jasa, perkantoran, pariwisata, perumahan bukan kegiatan industri dengan syarat tidak mengganggu fungsi kawasan industri berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; b. Ketentuan ketinggian bangunan lebih dari 3 (tiga) lantai dan atau di atas 15 (lima belas) meter diperlukan pengkajian teknis berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimal 70% (tujuh puluh perseratus) pada bangunan industri, perdagangan dan jasa, perkantoran, pariwisata, 60% (enam puluh perseratus) pada bangunan perumahan, dan 50% (lima puluh perseratus) pada bangunan umum; d. Koefisien Lantai Bangunan Gedung dan Bangun bukan gedung ditentukan atas dasar kepentingan pelestarian lingkungan/ resapan air permukaan tanah dan pencegahan terhadap bahaya kebakaran, kepentingan ekonomi, fungsi peruntukan, fungsi bangunan, keselamatan bangunan dan kenyamanan bangunan, disesuaikan besarnya KLB berdasarkan RTRW Kabupaten Karimun, Rencana Detail Tata Ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan atau sesuai dengan Peraturan Perundang-undang yang berlaku;
42
e. Koefisien Ruang Daerah Hijau (KDH) ditetapkan sesuai arahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Karimun, Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan, Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), namun apabila belum ditetapkan maka KDH minimal sebeser 10% (sepuluh perseratus) pada daerah sangat padat dan KDH meningkat setara dengan naiknya ketinggian bangunan dan berkurangnya kepadatan wilayah. f. Penyediaan ruang terbuka hijau (RTH) bagi tiap bangunan gedung wajib menyiapkan 10% (sepuluh perseratus) dari luas bangunan untuk kepentingan ruang terbuka privat berupa pekarangan industri, perumahan, halaman perkantoran, perdagangan dan jasa; g. Bangunan yang didirikan pada daerah persimpangan tidak boleh menggangu jarak pandang/penglihatan dan atau pengguna jalan. h. Garis sempadan bangunan yang berlaku pada batas sempadan muka bangunan gedung, terletak pada pondasi balok beton sloof terluar jaraknya diukur dari tepi parit jalan : 1. Minimal 25 (dua puluh lima) meter diukur dari tepi parit jalan arteri; 2. Minimal 13 (tiga belas) meter diukur dari As jalan kolektor; 3. Minimal 11 (sebelas) meter diukur dari As jalan lokal; dan 4. Minimal 10 (sepuluh) meter diukur dari As jalan lingkungan. i. Batas sempadan sungai meliputi : 1. Pada batas sempadan sungai yang terpengaruh air laut pasang minimal 10 (sepuluh) meter diukur dari air pasang sungai tertinggi ke arah darat, berfungsi sebagai kawasan/ruang terbuka hijau dan pengumpul resapan sumber air baku; 2. Pada batas sempadan sungai yang tidak bertanggul: a) Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 (tiga) meter, minimal 5 (lima) meter dari air pasang sungai tertinggi ke arah darat; b) Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 3 (tiga) meter, minimal 10 (sepuluh) meter dari air pasang sungai tertinggi ke arah darat. 3. Batas sempadan sungai tidak boleh dipakai untuk pedagang kaki lima/warung/kios, penumpukan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. j. Batas sempadan pantai : 1. Batas sempadan pantai yang terpengaruh pada air surut laut minimal 100 (seratus) meter dari air surut laut terendah ke arah darat, berfungsi panorama area laut dan ruang terbuka hijau, hutan mangrow; 2. Batas sempadan pantai di sepanjang garis pantai menjadi ruang publik yang berfungsi sebagai jalan tepian pantai dan/ atau ruang terbuka yang dapat diakses dan dinikmati publik area laut secara luas. 3. Batas garis sempadan pantai tidak boleh dipakai untuk pedagang kaki lima, tambatan perahu, pelantar, bongkar muat barang, penumpukan barang, pedagang kaki lima/kios/warung/restauran, area pemandian laut, kecuali bangunan yang memiliki izin mendirikan bangunan sesuai dengan Master Plan Pesisir selatan pulau karimun, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
43
k. Kawasan peruntukan bangunan dengan intensitas bangunan gedung rapat/ padat, maka batas sempadan samping bangunan dan batas sempadan belakang bangunan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1. pada bidang dinding terluar tidak boleh melampaui batas pekarangan; 2. pada bangunan rumah tinggal rapat di izinkan tidak memiliki batas garis samping bangunan (jarak antar bangunan 0 meter); 3. pada batas sempadan belakang bangunan minimal 1 (satu) meter dari persil; 4. untuk perbaikan dan atau perombakan bangunan yang semula menggunakan bangunan dinding batas bersama dengan bangunan di sebelahnya, disyaratkan untuk membuat dinding batas tersendiri disamping dinding batas terdahulu; dan 5. pada dinding batas pekarangan tidak boleh dibuat bukaan dalam bentuk apapun. l. Peruntukan bangunan pada kawasan industri dengan intensitas bangunan gedung rendah/renggang, maka batas sempadan samping bangunan gedung dan batas sempadan belakang bangunan gedung ditetapkan 3 (tiga) meter dari batas persil lahan, kecuali untuk bangunan gedung rumah tinggal. (3) Kawasan Pasar Baru pengaturannya meliputi : a. Jenis bangunan yang dapat diberikan perizinan oleh Bupati pada kawasan peruntukan permukiman perkotaan dan permukiman perkotaan tepi air ditetapkan kegiatan pemanfaatan ruang yang diperbolehkan untuk pembangunan sarana dan prasarana fungsi pasar baru, pembangunan perumahan, perkantoran, perdagangan dan jasa, pariwisata, ruang evakuasi bencana dan ruang terbuka hijau; b. Ketentuan ketinggian bangunan lebih dari 3 (tiga) lantai dan/ atau di atas 15 (lima belas) meter diperlukan pengkajian rencana teknis berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimal 70% (tujuh puluh perseratus) pada kawasan perkantoran, perdagangan dan jasa, pariwisata, 60 % (enam puluh perseratus) pada fungsi perumahan, dan 50% (lima puluh perseratus) untuk bangunan fungsi fasilitas umum; d. Koefisien Lantai Bangunan Gedung dan Bangunan bukan gedung ditentukan atas dasar kepentingan pelestarian lingkungan/ resapan air permukaan tanah dan pencegahan terhadap bahaya kebakaran, kepentingan ekonomi, fungsi peruntukan, fungsi bangunan, keselamatan bangunan dan kenyamanan bangunan, disesuaikan besarnya KLB berdasarkan RTRW Kabupaten Karimun, Rencana Detail Tata Ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan atau sesuai dengan Peraturan Perundang-undang yang berlaku; e. Koefisien Daerah Hijau (KDH) ditetapkan sesuai arahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Karimun, Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan, Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), namun apabila belum ditetapkan maka KDH minimal sebesar 10% (sepuluh perseratus) pada daerah sangat padat dan KDH meningkat setara dengan naiknya ketinggian bangunan dan berkurangnya kepadatan wilayah; f. Penyediaan ruang terbuka hijau (RTH) bagi tiap bangunan gedung wajib menyiapkan 10% (sepuluh perseratus) dari luas bangunan untuk kepentingan ruang terbuka privat berupa pekarangan rumah tinggal, halaman perkantoran, pertokoan, tempat usaha, dan taman atap bangunan; 44
g. Bangunan yang didirikan pada daerah persimpangan tidak boleh menggangu jarak pandang/penglihatan dan atau pengguna jalan. h. Garis sempadan bangunan yang berlaku pada batas sempadan muka bangunan gedung, terletak pada pondasi balok beton sloof terluar jaraknya diukur dari tepi bahu jalan : 1. Minimal 13 (tiga belas) meter diukur dari as jalan kolektor; 2. Minimal 11 (sebelas) meter diukur dari as jalan lokal; dan 3. Minimal 10 (sepuluh) meter diukur dari as jalan lingkungan i. Batas sempadan sungai meliputi : 1. Batas sempadan sungai yang terpengaruh air pasang laut minimal 5 (lima) meter dari air sungai pasang tertinggi ke arah darat, berfungsi sebagai ruang terbuka hijau dan resapan sumber air baku; 2. Batas sempadan kolong/danau minimal 3 (tiga) meter dari air pasang kolong/danau tertinggi ke arah darat, berfungsi sebagai ruang terbuka hijau dan resapan sumber air baku; 3. Pada batas sempadan sungai yang tidak bertanggul : a) Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 1 (satu) meter, minimal 1 (satu) meter dari air pasang sungai tertinggi ke arah darat; b) Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 2 (dua) meter, minimal 5 (lima) meter dari air pasang sungai tertinggi ke arah darat; 4. Batas sempadan sungai tidak boleh dipakai untuk pedagang kaki lima/warung/kios, penumpukan barang, bangunan yang tidak memiliki izin bangunan yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. j. Batas sempadan pantai : 1. Pada batas sempadan pantai yang terpengaruh pada air laut surut minimal 50 (lima puluh) meter dari air pasang laut tertinggi ke arah darat, berfungsi ruang terbuka hijau ruang terbuka publik; 2. Pada batas sempadan pantai di sepanjang garis pantai menjadi ruang publik yang berfungsi sebagai jalan tepian pantai dan/atau ruang terbuka hijau; 3. Batas garis sempadan pantai tidak boleh dipakai untuk pedagang kaki lima/warung/kios/restaurant, pelantar, bongkar muat barang, tambatan kapal, penumpukan barang, kecuali memiliki izin berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. k. Peruntukan bangunan dengan intensitas bangunan gedung rapat/padat maka batas sempadan samping bangunan dan batas sempadan belakang bangunan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1. pada bidang dinding terluar tidak boleh melampaui batas pekarangan; 2. pada bangunan rumah tinggal rapat di izinkan tidak memiliki batas garis samping bangunan (jarak antar bangunan 0 meter) 3. pada batas sempadan belakang bangunan minimal 1 (satu) meter dari persil; 4. untuk perbaikan dan atau perombakan bangunan yang semula menggunakan bangunan dinding batas bersama dengan bangunan di sebelahnya, disyaratkan untuk membuat dinding batas tersendiri disamping dinding batas terdahulu; dan 5. pada dinding batas pekarangan tidak boleh dibuat bukaan dalam bentuk apapun.
45
l. Peruntukan bangunan dengan intensitas bangunan gedung rendah/renggang maka batas sempadan samping bangunan gedung dan batas sempadan belakang bangunan gedung ditetapkan 3 (tiga) meter dari batas persil lahan, kecuali untuk bangunan gedung rumah tinggal. (4) Kawasan Pesisir Kolong Laut pengaturannya meliputi : a. Jenis bangunan yang dapat diberikan perizinan bangunan gedung oleh Bupati pada kawasan peruntukan permukiman perkotaan tepi air ditetapkan sebagai kegiatan pemanfaatan ruang yang diperbolehkan sebagai pendukung fungsi pantai dipesisir kolong laut untuk bangunan bukan gedung, perumahan, perdagangan dan jasa, pariwisata, ruang evakuasi bencana dan ruang terbuka hijau dan hutan manggrow; b. Ketentuan ketinggian bangunan lebih dari 3 (tiga) lantai dan/ atau di atas 15 (lima belas) meter diperlukan pengkajian rencana teknis berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimal 70% (tujuh puluh perseratus) pada fungsi perdagangan dan jasa, pariwisata, 60 % (enam puluh perseratus) pada fungsi perumahan, dan 50% (lima puluh perseratus) untuk bangunan fungsi fasilitas umum; d. Koefisien Lantai Bangunan Gedung dan Bangunan bukan gedung ditentukan atas dasar kepentingan pelestarian lingkungan/ resapan air permukaan tanah dan pencegahan terhadap bahaya kebakaran, kepentingan ekonomi, fungsi peruntukan, fungsi bangunan, keselamatan bangunan dan kenyamanan bangunan, disesuaikan besarnya KLB berdasarkan RTRW Kabupaten Karimun, Rencana Detail Tata Ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan atau sesuai dengan Peraturan Perundang-undang yang berlaku; e. Koefisien Daerah Hijau (KDH) ditetapkan sesuai arahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Karimun, Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan, Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), namun apabila belum ditetapkan maka KDH minimal sebesar 10% (sepuluh perseratus) pada daerah sangat padat dan KDH meningkat setara dengan naiknya ketinggian bangunan dan berkurangnya kepadatan wilayah; f. Penyediaan ruang terbuka hijau (RTH) bagi tiap bangunan gedung wajib menyiapkan 10% (sepuluh perseratus) dari luas bangunan untuk kepentingan ruang terbuka privat berupa pekarangan rumah tinggal, halaman perkantoran, pertokoan, tempat usaha, dan taman atap bangunan; g. Bangunan yang didirikan pada daerah persimpangan tidak boleh menggangu jarak pandang/penglihatan dan atau pengguna jalan; h. Garis sempadan bangunan yang berlaku pada batas sempadan muka bangunan gedung, terletak pada pondasi balok beton sloof terluar jaraknya diukur dari tepi bahu jalan: 1. Minimal 13 (tiga belas) meter diukur dari as jalan kolektor; 2. Minimal 11 (sebelas) meter diukur dari as jalan lokal; dan 3. Minimal 10 (sepuluh) meter diukur dari as jalan lingkungan. i. Batas sempadan sungai meliputi : 1. Pada batas sempadan sungai yang terpengaruh air laut pasang minimal 3 (tiga) meter dari air pasang sungai tertinggi ke arah darat, berfungsi sebagai ruang terbuka hijau dan tempat pengumpul resapan sumber air baku; 2. Pada batas sempadan area kolong laut ditetapkan 5 (lima) meter dari air pasang laut tertinggi ke arah darat, berfungsi sebagai ruang terbuka hijau dan hutan manggrow;
46
3. Pada batas sempadan sungai yang bertanggul mempunyai kedalaman tidak lebih 2 (dua) meter, minimal 2 (dua) meter dari air pasang sungai tertinggi kearah darat; 4. Batas sempadan sungai tidak boleh dipakai untuk pedagang kaki lima/warung/kios, penumpukan barang, bangunan yang tidak memiliki izin bangunan. j. Batas sempadan pantai : 1. Pada batas sempadan pantai yang terpengaruh pada air surut laut minimal 100 (seratus) meter dari air surut laut terendah ke arah darat, berfungsi kemudahan menikmati fasilitas publik berupa panorama area laut dan ruang terbuka publik; 2. Pada batas sempadan pantai di sepanjang garis pantai menjadi ruang public yang berfungsi sebagai jalan tepian pantai dan/atau ruang terbuka hijau yang dapat diakses dan dinikmati publik pada area laut secara luas; 3. Batas garis sempadan pantai tidak boleh dipakai untuk pedagang kaki lima/warung/kios/restaurant, pelantar, bongkar muat barang, tambatan kapal, penumpukan barang, kecuali memiliki izin berdasarkan ketentuan perundang undangan yang berlaku. k. Kawasan peruntukan permukiman dengan intensitas bangunan gedung rapat/padat maka batas sempadan samping bangunan dan batas sempadan belakang bangunan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1. pada bidang dinding terluar tidak boleh melampaui batas pekarangan; 2. pada bangunan rumah tinggal rapat di izinkan tidak memiliki batas garis samping bangunan (jarak antar bangunan 0 meter); 3. pada batas sempadan belakang bangunan minimal 1 (satu) meter dari persil; 4. untuk perbaikan dan atau perombakan bangunan yang semula menggunakan bangunan dinding batas bersama dengan bangunan di sebelahnya, disyaratkan untuk membuat dinding batas tersendiri disamping dinding batas terdahulu; dan 5. pada dinding batas pekarangan tidak boleh dibuat bukaan dalam bentuk apapun. l. Kawasan peruntukan permukiman dengan intensitas bangunan gedung rendah/renggang maka batas sempadan samping bangunan gedung dan batas sempadan belakang bangunan gedung ditetapkan minimal 3 (tiga) meter dari batas persil lahan, kecuali untuk bangunan gedung rumah tinggal. (5) Kawasan Industri pengaturannya meliputi : a. Jenis bangunan yang dapat diberikan perizinan bangunan oleh Bupati pada kawasan peruntukan industri ditetapkan sebagai kegiatan pemanfaatan ruang yang diperbolehkan untuk bangunan industri dan bangunan penunjang fungsi kawasan industri berupa perkantoran, perdagangan dan jasa, perumahan, pariwisata, ruang evakuasi bencana dan ruang terbuka hijau yang mendukung kegiatan industri dan tidak dibolehkan untuk kegiatan pemanfaatan ruang yang mengganggu fungsi kawasan industri; b. Ketentuan ketinggian bangunan lebih dari 3 (tiga) lantai dan/ atau di atas 15 (lima belas) meter diperlukan pengkajian rencana teknis berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimal 70% (tujuh puluh perseratus) pada kawasan fungsi industri, perkantoran, perdagangan dan jasa, pariwisata, 60 % (enam puluh perseratus) pada fungsi perumahan, dan 50% (lima puluh perseratus) untuk bangunan fungsi umum; 47
d. Koefisien Lantai Bangunan Gedung dan Bangunan bukan gedung ditentukan atas dasar kepentingan yaitu pelestarian lingkungan/ resapan air permukaan tanah, pencegahan terhadap bahaya kebakaran, peruntukan bangunan, keselamatan bangunan dan kenyamanan bangunan, disesuaikan besarnya KLB bangunan berdasarkan RTRW Kabupaten Karimun, Rencana Detail Tata Ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan atau sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku; e. Koefisien Daerah Hijau (KDH) ditetapkan sesuai arahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Karimun, Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan, Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), namun apabila belum ditetapkan maka KDH minimal sebesar 10% (sepuluh perseratus) pada daerah sangat padat dan KDH meningkat setara dengan naiknya ketinggian bangunan dan berkurangnya kepadatan wilayah; f. Penyediaan ruang terbuka hijau (RTH) bagi tiap bangunan gedung wajib menyiapkan 10% (sepuluh perseratus) dari luas bangunan untuk kepentingan ruang terbuka privat berupa pekarangan rumah tinggal, halaman perkantoran, pertokoan, tempat usaha, dan taman atap bangunan; g. Bangunan yang didirikan pada daerah persimpangan tidak boleh menggangu jarak pandang/penglihatan dan atau pengguna jalan; h. Garis sempadan bangunan yang berlaku pada batas sempadan muka bangunan gedung, terletak pada pondasi balok beton sloof terluar jaraknya diukur dari tepi bahu jalan: 1. Minimal 25 (dua puluh) meter diukur dari tepi parit jalan arteri; 2. Minimal 13 (tiga belas) meter diukur dari As jalan kolektor; 3. Minimal 11 (sebelas) meter diukur dari As jalan lokal; dan 4. Minimal 10 (sepuluh) meter diukur dari As jalan lingkungan. i. Batas sempadan sungai meliputi : 1. Pada batas sempadan sungai yang terpengaruh air laut pasang minimal 10 (sepuluh) meter dari air pasang sungai tertinggi ke arah darat, berfungsi sebagai ruang terbuka hijau dan tempat resapan sumber air baku; 2. Pada batas sempadan kolong/danau minimal 50 (lima puluh) meter dari air pasang kolong/danau tertinggi ke arah darat, berfungsi sebagai ruang terbuka hijau dan tempat pengumpul resapan sumber air baku; 3. Pada batas sempadan sungai yang tidak bertanggul : a) Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 2 (dua) meter, ditetapkan 5 (lima) meter dari air pasang sungai tertinggi ke arah darat; b) Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 2 (dua) meter, ditetapkan 10 (sepuluh) meter dari air sungai pasang tertinggi ke arah darat. 4. Batas sempadan sungai tidak boleh dipakai untuk pedagang kaki lima/warung/restauran, penumpukan barang, area pemandian, bangunan yang tidak memiliki izin bangunan yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. j. Batas sempadan pantai : 1. Pada batas sempadan pantai yang terpengaruh pada air surut laut minimal 100 (seratus) meter dari air surut laut terendah ke arah darat, berfungsi kemudahan menikmati fasilitas publik berupa panorama area laut, ruang terbuka hijau dan hutan manggrow. 2. Pada batas sempadan pantai di sepanjang garis pantai menjadi ruang publik yang berfungsi sebagai jalan tepian pantai dan/ atau ruang terbuka hijau yang dapat diakses dan dinikmati publik area laut secara luas; 48
3. Batas garis sempadan pantai tidak boleh dipakai untuk pedagang kaki lima, tambatan perahu, pelantar, bongkar muat barang, penumpukan barang, pedagang kaki lima/kios/warung/restauran, area pemandian laut, kecuali bangunan yang memiliki izin mendirikan bangunan sesuai dengan Master Plan Kawasan industry pulau karimun, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. k. Kawasan peruntukan industri dengan intensitas bangunan gedung rapat/padat maka batas sempadan samping bangunan dan batas sempadan belakang bangunan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1. pada bidang dinding terluar tidak boleh melampaui batas pekarangan; 2. pada bangunan rumah tinggal rapat di izinkan tidak memiliki batas garis samping bangunan (jarak antar bangunan 0 meter); 3. pada batas sempadan belakang bangunan minimal 1 (satu) meter dari persil; 4. untuk perbaikan dan atau perombakan bangunan yang semula menggunakan bangunan dinding batas bersama dengan bangunan di sebelahnya, disyaratkan untuk membuat dinding batas tersendiri disamping dinding batas terdahulu; dan 5. pada dinding batas pekarangan tidak boleh dibuat bukaan dalam bentuk apapun. l. Kawasan peruntukan industri dengan intensitas bangunan gedung rendah/renggang maka batas sempadan samping bangunan gedung dan batas sempadan belakang bangunan gedung ditetapkan minimal 3 (tiga) meter dari batas persil lahan, kecuali untuk bangunan gedung rumah tinggal. (6) Kawasan Pesisir Malarko pengaturannya meliputi : a. Jenis bangunan yang dapat diberikan perizinan bangunan oleh Bupati pada kawasan peruntukan permukiman perdesaan dan permukiman perdesaan tepi air ditetapkan kegiatan pemanfaatan ruang yang diperbolehkan untuk pembangunan sarana dan prasarana pendukung fungsi malarko, pembangunan industri, perkantoran, perdagangan dan jasa, pariwisata, perumahan, evakuasi bencana, ruang terbuka hijau; b. Ketentuan ketinggian bangunan lebih dari 3 (tiga) lantai, dan atau bangunan ketinggian lebih dari 15 (lima belas) meter diperlukan pengkajian rencana teknis berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimal 70% (tujuh puluh perseratus) pada fungsi industri, perkantoran, perdagangan dan jasa, pariwisata, 60 % (enam puluh perseratus) pada fungsi perumahan, dan 50% (lima puluh perseratus) untuk bangunan fungsi umum; d. Koefisien Lantai Bangunan Gedung dan Bangunan bukan gedung ditentukan atas dasar kepentingan pelestarian lingkungan/resapan air permukaan dan pencegahan terhadap bahaya kebakaran, fungsi peruntukan bangunan, keselamatan bangunan dan kenyamanan bangunan, disesuaikan besarnya KLB berdasarkan RTRW Kabupaten Karimun, Rencana Detail Tata Ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; e. Koefisien Daerah Hijau (KDH) ditetapkan berdasarkan arahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Karimun, Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan, Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), apabila KDH belum ditetapkan maka KDH minimal sebesar 10% (sepuluh perseratus) pada daerah sangat padat, dan KDH meningkat setara dengan naiknya ketinggian bangunan dan berkurangnya kepadatan wilayah; 49
f. Penyediaan ruang terbuka hijau (RTH) bagi tiap bangunan gedung wajib menyiapkan 10% (sepuluh perseratus) dari luas bangunan untuk kepentingan ruang terbuka privat berupa pekarangan rumah tinggal, halaman perkantoran, pertokoan, tempat usaha, dan taman atap bangunan; g. Bangunan yang didirikan pada daerah persimpangan tidak boleh menggangu jarak pandang/penglihatan dan atau pengguna jalan; h. Garis sempadan bangunan yang berlaku pada batas sempadan muka bangunan gedung, terletak pada pondasi balok beton sloof terluar jaraknya diukur dari tepi bahu jalan: 1. Minimal 25 (dua puluh lima) meter diukur dari tepi parit jalan arteri; 2. Minimal 13 (tiga belas) meter diukur dari As jalan kolektor; 3. Minimal 11 (sebelas) meter diukur dari As jalan lokal; dan 4. Minimal 10 (sepuluh) meter diukur dari As jalan lingkungan. i. Batas sempadan sungai meliputi: 1. Pada batas sempadan sungai yang terpengaruh air pasang laut minimal 10 (sepuluh) meter dari air sungai pasang tertinggi ke arah darat, berfungsi sebagai ruang terbuka hijau dan kawasan pengumpul resapan sumber air baku; 2. Pada batas sempadan kolong/danau diukur minimal 20 (dua puluh) meter dari air pasang kolong/danau tertinggi ke arah darat, berfungsi sebagai ruang terbuka hijau dan kawasan pengumpul resapan sumber air baku; 3. Pada batas sempadan sungai yang tidak bertanggul: a) Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 2 (dua) meter, minimal 5 (lima) meter dari air pasang sungai tertinggi ke arah darat; b) Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 2 (dua) meter, minimal 5 (lima) meter dari air sungai pasang tertinggi ke arah darat; 4. Batas sempadan sungai tidak boleh dipakai untuk pedagang kaki lima/warung/restauran, bongkar muat barang, penumpukan barang, bangunan yang tidak memiliki izin bangunan. j. Batas sempadan pantai : 1. Pada batas sempadan pantai yang terpengaruh pada air surut laut minimal 100 (seratus) meter dari air surut laut terendah ke arah darat, berfungsi kemudahan menikmati fasilitas publik berupa panorama area laut, ruang terbuka hijau, hutan mangrow; 2. Pada batas sempadan pantai di sepanjang garis pantai menjadi ruang publik yang berfungsi sebagai jalan tepian pantai dan/ atau ruang terbuka yang dapat diakses dan dinikmati publik area laut secara luas; dan 3. Batas garis sempadan pantai tidak boleh dipakai untuk pelantar, kios/warung/restauran, bongkar muat barang, area pemandian laut, kecuali memiliki izin berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. k. Kawasan peruntukan di pesisir malarko dengan intensitas bangunan gedung rapat/ padat maka batas sempadan samping bangunan dan batas sempadan belakang bangunan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. pada bidang dinding terluar tidak boleh melampaui batas pekarangan; 2. pada bangunan rumah tinggal rapat di izinkan tidak memiliki batas garis samping bangunan (jarak antar bangunan 0 meter) 3. pada batas sempadan belakang bangunan minimal 1 (satu) meter dari persil; 50
4. untuk perbaikan dan atau perombakan bangunan yang semula menggunakan bangunan dinding batas bersama dengan bangunan di sebelahnya, disyaratkan untuk membuat dinding batas tersendiri disamping dinding batas terdahulu; dan 5. pada dinding batas pekarangan tidak boleh dibuat bukaan dalam bentuk apapun. l. Kawasan peruntukan pesisir malarko dengan intensitas bangunan gedung rendah/renggang maka batas sempadan samping bangunan gedung dan batas sempadan belakang bangunan gedung ditetapkan minimal 3 (tiga) meter dari batas persil lahan, kecuali untuk bangunan gedung rumah tinggal. (7) Kawasan Bandara Bati pengaturannya meliputi : a. Jenis bangunan yang dapat diberikan perizinan bangunan oleh Bupati pada kawasan bandara bati dibolehkan bangunan gedung dan bangunan bukan gedung yang bersyarat adalah perumahan, perkantoran, perdagangan dan jasa, pariwisata, ruang evakuasi bencana dan ruang terbuka hijau dengan mengikuti aturan yang ditetapkan Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan (KKOP); b. Ketinggian bangunan disesuaikan dengan arahan RTRW dengan ketetapan dari Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan (KKOP); c. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimal 70% (tujuh puluh perseratus) pada kawasan fungsi perdagangan dan jasa, perkantoran, pariwisata, 60 % (enam puluh perseratus) pada fungsi perumahan, dan 50% (lima puluh perseratus) untuk bangunan fungsi umum; d. Koefisien Lantai Bangunan Gedung dan Bangun bukan gedung ditentukan atas dasar kepentingan pelestarian lingkungan/ resapan air permukaan tanah dan pencegahan terhadap bahaya kebakaran, kepentingan ekonomi, fungsi peruntukan, fungsi bangunan, keselamatan bangunan dan kenyamanan bangunan, keselamatan penerbangan disesuaikan besarnya KLB berdasarkan arahan RTRW Kabupaten Karimun dan ketetapan Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan (KKOP); e. Koefisien Daerah Hijau (KDH) ditetapkan sesuai arahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Karimun, Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan, Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), namun apabila belum ditetapkan maka KDH minimal sebesar 10% (sepuluh perseratus) pada daerah sangat padat dan KDH meningkat setara dengan naiknya ketinggian bangunan dan berkurangnya kepadatan wilayah; f. Penyediaan ruang terbuka hijau (RTH) bagi tiap bangunan gedung wajib menyiapkan 10% (sepuluh perseratus) dari luas bangunan untuk kepentingan ruang terbuka privat berupa pekarangan rumah tinggal, halaman perkantoran, pertokoan, tempat usaha, dan taman atap bangunan; g. Bangunan yang didirikan pada daerah persimpangan tidak boleh menggangu jarak pandang/penglihatan dan atau pengguna jalan, serta jarak dalam Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan (KKOP); h. Garis sempadan bangunan yang berlaku pada batas sempadan muka bangunan gedung, terletak pada pondasi balok beton sloof terluar jaraknya diukur dari tepi bahu jalan: 1. Minimal 25 (dua puluh lima) meter diukur dari As jalan arteri; 2. Minimal 13 (tiga belas) meter diukur dari As jalan kolektor; 3. Minimal 11 (sebelas) meter diukur dari As jalan lokal; dan 4. Minimal 10 (sepuluh) meter diukur dari As jalan lingkungan.
51
i. Batas sempadan sungai meliputi : 1. Pada batas sempadan sungai yang tidak bertanggul : a) Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 2 (dua) meter, minimal 5 (lima) meter dari air pasang sungai tertinggi ke arah darat; b) Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 2 (dua) meter, minimal 5 (lima) meter dari air pasang sungai tertinggi ke arah darat. 2. Batas sempadan sungai tidak boleh dipakai untuk pedagang kaki lima/warung/restauran, penumpukan barang, pelantar, bongkar muat barang, bangunan kecuali memiliki izin berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. j. Kawasan peruntukan pesisir malarko dengan intensitas bangunan gedung rapat/ padat maka batas sempadan samping bangunan dan batas sempadan belakang bangunan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. pada bidang dinding terluar tidak boleh melampaui batas pekarangan; 2. pada bangunan rumah tinggal rapat di izinkan tidak memiliki batas garis samping bangunan (jarak antar bangunan 0 meter); 3. pada batas sempadan belakang bangunan minimal 1 (satu) meter dari persil; 4. untuk perbaikan dan atau perombakan bangunan yang semula menggunakan bangunan dinding batas bersama dengan bangunan di sebelahnya, disyaratkan untuk membuat dinding batas tersendiri disamping dinding batas terdahulu; dan 5. pada dinding batas pekarangan tidak boleh dibuat bukaan dalam bentuk apapun; k. Kawasan peruntukan pesisir malarko dengan intensitas bangunan gedung rendah/renggang maka batas sempadan samping bangunan gedung dan batas sempadan belakang bangunan gedung ditetapkan 3 (tiga) meter dari batas persil lahan, kecuali untuk bangunan gedung rumah tinggal. (8) Kawasan Kota Lama pengaturannya meliputi : a. Jenis bangunan yang dapat diberikan perizinan bangunan oleh Bupati pada kawasan peruntukan permukiman perkotaan dan permukiman perkotaan tepi air sebagai pemanfaatan ruang untuk bangunan gedung dan bangunan bukan gedung penunjang fungsi kota lama, perumahan, perkantoran, perdagangan dan jasa, pariwisata, evakuasi bencana dan ruang terbuka hijau; b. Ketinggian bangunan lebih dari 3 (tiga) lantai dan/ atau di atas 15 (lima belas) meter diperlukan pengkajian rencana teknis berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimal 70% (tujuh puluh perseratus) pada perdagangan dan jasa, perkantoran, pariwisata, ruang terbuka hijau, 60 % (enam puluh perseratus) pada fungsi perumahan, dan 50% (lima puluh perseratus) untuk bangunan fungsi umum; d. Koefisien Lantai Bangunan Gedung dan Bangunan bukan gedung ditentukan atas dasar kepentingan pelestarian lingkungan/ resapan air permukaan tanah dan pencegahan terhadap bahaya kebakaran, kepentingan ekonomi, fungsi peruntukan, fungsi bangunan, keselamatan bangunan dan kenyamanan bangunan, disesuaikan besarnya KLB berdasarkan RTRW Kabupaten Karimun, Rencana Detail Tata Ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan atau sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;
52
e. Koefisien Daerah Hijau (KDH) ditetapkan sesuai arahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Karimun, Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan, Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), namun apabila belum ditetapkan maka KDH minimal sebesar 10% (sepuluh perseratus) pada daerah sangat padat dan KDH meningkat setara dengan naiknya ketinggian bangunan dan berkurangnya kepadatan wilayah; f. Penyediaan ruang terbuka hijau (RTH) bagi tiap bangunan gedung wajib menyiapkan 10% (sepuluh perseratus) dari luas bangunan untuk kepentingan ruang terbuka privat berupa pekarangan rumah tinggal, halaman perkantoran, pertokoan, tempat usaha, dan taman atap bangunan; g. Bangunan yang didirikan pada daerah persimpangan tidak boleh menggangu jarak pandang/penglihatan dan atau pengguna jalan; h. Garis sempadan bangunan yang berlaku pada batas sempadan muka bangunan gedung, terletak pada pondasi balok beton sloof terluar jaraknya diukur dari tepi bahu jalan: 1. Minimal 7 (Tujuh) meter diukur dari As jalan kolektor;Maximal disesuaikan atau sejajar dengan bangunan yang ada di kiri kanannya; 2. Minimal 7 (Tujuh)) meter diukur dari As jalan 53ocal; Maximal disesuaikan atau sejajar dengan bangunan yang ada di kiri kanannya; 3. Minimal 7 (Tujuh) meter diukur dari As jalan lingkungan. Maximal disesuaikan atau sejajar dengan bangunan yang ada di kiri kanannya. i. Batas sempadan pantai : 1. Pada batas sempadan pantai yang terpengaruh pada air surut laut minimal 100 (seratus) meter dari air surut laut terendah ke arah darat, berfungsi sebagai kemudahan menikmati fasilitas publik berupa panorama area laut dan ruang terbuka publik, hutan manggrow. 2. Pada batas sempadan pantai di sepanjang garis pantai menjadi ruang publik yang berfungsi sebagai jalan tepian pantai dan/atau ruang terbuka hijau yang dapat diakses dan dinikmati publik area laut secara luas. 3. Batas garis sempadan pantai boleh dipakai untuk pedagang kaki lima/warung/kios/restaurant, pelantar, bongkar muat barang, tambatan kapal, penumpukan barang, wajib memiliki izin berdasarkan ketentuan perundang undangan yang berlaku. j. Kawasan peruntukan kota lama dengan intensitas bangunan gedung rapat/padat maka batas sempadan samping bangunan dan batas sempadan belakang bangunan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1. pada bidang dinding terluar tidak boleh melampaui batas pekarangan; 2. pada bangunan rumah tinggal rapat di izinkan tidak memiliki batas garis samping bangunan (jarak antar bangunan 0 meter); 3. pada batas sempadan belakang bangunan minimal 1 (satu) meter dari persil; 4. untuk perbaikan dan atau perombakan bangunan yang semula menggunakan bangunan dinding batas bersama dengan bangunan di sebelahnya, disyaratkan untuk membuat dinding batas tersendiri disamping dinding batas terdahulu; dan 5. pada dinding batas pekarangan tidak boleh dibuat bukaan dalam bentuk apapun.
53
K. Kawasan peruntukan dengan intensitas bangunan gedung rendah/renggang maka batas sempadan samping bangunan gedung dan batas sempadan belakang bangunan gedung ditetapkan minimal 3 (tiga) meter dari batas persil lahan, kecuali untuk bangunan gedung rumah tinggal. (9) Kawasan Kota Baru pengaturannya meliputi : a. Jenis bangunan yang dapat diberikan perizinan bangunan oleh Bupati pada kawasan peruntukan permukiman perkotaan dibolehkan bangunan gedung dan bangunan bukan gedung penunjang fungsi kota baru, perkantoran, perdagangan dan jasa, pariwisata, pendidikan, ruang evakuasi bencana, dan ruang terbuka hijau; b. Ketinggian bangunan di atas 3 (tiga) lantai dan/ atau di atas 15 (lima belas) meter diperlukan pengkajian renvana teknis berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimal 70% (tujuh puluh perseratus) pada perkantoran, perdagangan dan jasa, pariwisata, pendidikan, ruang terbuka hijau, 60 % (enam puluh perseratus) pada fungsi perumahan, dan 50% (lima puluh perseratus) untuk bangunan fungsi umum; d. Koefisien Lantai Bangunan Gedung dan Bangunan bukan gedung ditentukan atas dasar kepentingan pelestarian lingkungan/ resapan air permukaan tanah dan pencegahan terhadap bahaya kebakaran, fungsi peruntukan bangunan, keselamatan bangunan dan kenyamanan bangunan, disesuaikan besarnya KLB berdasarkan RTRW Kabupaten Karimun, Rencana Detail Tata Ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan atau sesuai dengan Peraturan Perundangundang yang berlaku; e. Koefisien Daerah Hijau (KDH) ditetapkan sesuai arahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Karimun, Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan, Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), namun apabila belum ditetapkan maka KDH minimal sebesar 10% (sepuluh perseratus) pada daerah sangat padat dan KDH meningkat setara dengan naiknya ketinggian bangunan dan berkurangnya kepadatan wilayah; f. Penyediaan ruang terbuka hijau (RTH) bagi tiap bangunan gedung wajib menyiapkan 10% (sepuluh perseratus) dari luas bangunan untuk kepentingan ruang terbuka privat berupa pekarangan rumah tinggal, halaman perkantoran, pertokoan, tempat usaha, dan taman atap bangunan; g. Bangunan yang didirikan pada daerah persimpangan tidak boleh menggangu jarak pandang/penglihatan dan atau pengguna jalan; h. Garis sempadan bangunan yang berlaku pada batas sempadan muka bangunan gedung, terletak pada pondasi balok beton sloof terluar jaraknya diukur dari tepi bahu jalan : 1. Minimal 22 (dua puluh dua) diukur dari As jalan arteri; 2. Minimal 13 (tiga belas) meter diukur dari As jalan kolektor; 3. Minimal 11 (sebelas) meter diukur dari As jalan lokal; dan 4. Minimal 10 (sepuluh) meter diukur dari As jalan lingkungan. i. Batas sempadan sungai meliputi : 1. Pada batas sempadan sungai dan kolong/danau yang terpengaruh air pasang kolong/danau minimal 50 (lima puluh) meter dari air pasang pada kolong/danau tertinggi ke arah darat, berfungsi sebagai ruang terbuka hijau dan kawasan pengumpul resapan sumber air baku;
54
2. Pada batas sempadan sungai yang tidak bertanggul: a) Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 2 (dua) meter, minimal 2 (dua) meter dari air sungai pasang tertinggi ke arah darat; b) Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 2 (dua) meter, minimal 3 (tiga) meter dari air sungai pasang tertinggi ke arah darat. 3. Batas sempadan sungai dan kolong/danau tidak boleh dipakai untuk pedagang kaki lima/kios/warug/restauran, penumpukan barang, pencucian kendaraan, tempat pembuangan limbah, keramba ikan, kecuali memiliki izin berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. j. Pada peruntukan kawasan kota baru dengan intensitas bangunan gedung rapat/padat maka batas sempadan samping bangunan dan batas sempadan belakang bangunan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1. pada bidang dinding terluar tidak boleh melampaui batas pekarangan; 2. pada bangunan rumah tinggal rapat di izinkan tidak memiliki batas garis samping bangunan (jarak antar bangunan 0 meter) 3. pada batas sempadan belakang bangunan minimal 1 (satu) meter dari persil; 4. untuk perbaikan dan atau perombakan bangunan yang semula menggunakan bangunan dinding batas bersama dengan bangunan di sebelahnya, disyaratkan untuk membuat dinding batas tersendiri disamping dinding batas terdahulu; dan 5. pada dinding batas pekarangan tidak boleh dibuat bukaan dalam bentuk apapun. k. peruntukan kawasan kota baru dengan intensitas bangunan gedung rendah/renggang maka batas sempadan samping bangunan gedung dan batas sempadan belakang bangunan gedung ditetapkan minimal 3 (tiga) meter dari batas persil lahan, kecuali untuk bangunan gedung rumah tinggal. (10) Kawasan Kolong/Danau pengaturannya meliputi : a. Jenis bangunan yang dapat diberikan perizinan bangunan oleh Bupati pada kawasan peruntukan di kawasan kolong/danau dibolehkan untuk bangunan gedung dan bangunan bukan gedung sebagai penunjang kolong /danau dalam pembangunan industri pengolahan air bersih, perdagangan dan jasa, pariwisata, perkantoran, perumahann, ruang terbuka hijau; b. Ketinggian bangunan lebih dari 3 (tiga) lantai dan atau di atas 15 (lima belas) meter diperlukan pengkajian rencana teknis berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimal 70% (tujuh puluh perseratus) pada industri pengolahan air bersih, perdagangan dan jasa, perkantoran, ruang terbuka hijau, 60 % (enam puluh perseratus), dan 50% (lima puluh perseratus) untuk bangunan fungsi umum; d. Koefisien Lantai Bangunan Gedung dan Bangunan Bukan Gedung ditentukan atas dasar kepentingan pelestarian lingkungan/ resapan air permukaan tanah dan pencegahan terhadap bahaya kebakaran, kepentingan ekonomi, fungsi peruntukan, fungsi bangunan, keselamatan bangunan dan kenyamanan bangunan, disesuaikan besarnya KLB berdasarkan RTRW Kabupaten Karimun, Rencana Detail Tata Ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan atau sesuai dengan Peraturan Perundang-undang yang berlaku;
55
e. Koefisien Daerah Hijau (KDH) ditetapkan sesuai arahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Karimun, Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan, Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), namun apabila belum ditetapkan maka KDH minimal sebesar 10% (sepuluh perseratus) pada daerah sangat padat dan KDH meningkat setara dengan naiknya ketinggian bangunan dan berkurangnya kepadatan wilayah; f. Bangunan yang didirikan pada daerah persimpangan tidak boleh menggangu jarak pandang/penglihatan dan atau pengguna jalan; g. Garis sempadan bangunan yang berlaku pada batas sempadan muka bangunan gedung, terletak pada pondasi balok beton sloof terluar jaraknya diukur dari tepi bahu jalan : 1. Minimal 22 (dua puluh dua) meter diukur dari As jalan arteri; 2. Minimal 13 (tiga belas) meter diukur dari As jalan kolektor; 3. Minimal 11 (sebelas) meter diukur dari As jalan lokal; dan 4. Minimal 10 (sepuluh) meter diukur dari As jalan lingkungan. h. Batas sempadan sungai meliputi : 1. Pada batas sempadan sungai yang terpengaruh air pasang kolong/danau minimal 10 (sepuluh) meter diukur dari air pasang sungai tertinggi ke arah darat, berfungsi sebagai ruang terbuka hijau dan tempat pengumpul resapan sumber air baku; 2. Pada batas sempadan sungai yang tidak bertanggul: a) Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 2 (dua) meter, minimal 5 (lima) meter diukur dari air pasang sungai tertinggi ke arah darat; b) Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 2 (dua) meter, minimal 10 (sepuluh) meter diukur dari air pasang sungai tertinggi ke arah darat. 3. Batas sempadan sungai tidak boleh dipakai untuk pedagang kaki lima/warung/restauran, pencucian kendaraan, penimbunan barang, pembuangan limbah, kecuali memiliki izin berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. i. Kawasan peruntukan kawasan kolong/danau dengan intensitas bangunan gedung rapat/ padat maka batas sempadan samping bangunan dan batas sempadan belakang bangunan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1. pada bidang dinding terluar tidak boleh melampaui batas pekarangan; 2. pada bangunan rumah tinggal rapat di izinkan tidak memiliki batas garis samping bangunan (jarak antar bangunan 0 meter); 3. pada batas sempadan belakang bangunan minimal 1 (satu) meter dari persil; 4. untuk perbaikan dan atau perombakan bangunan yang semula menggunakan bangunan dinding batas bersama dengan bangunan di sebelahnya, disyaratkan untuk membuat dinding batas tersendiri disamping dinding batas terdahulu; dan 5. pada dinding batas pekarangan tidak boleh dibuat bukaan dalam bentuk apapun. j. Kawasan peruntukan dengan intensitas bangunan gedung rendah/renggang maka batas sempadan samping bangunan gedung dan batas sempadan belakang bangunan gedung ditetapkan minimal 3 (tiga) meter dari batas persil lahan, kecuali untuk bangunan gedung rumah tinggal.
56
Bagian Kedua Kawasan Kota Lama Diluar Pulau Karimun Pasal 64 (1). Kawasan Kota Lama Diluar Pulau Karimun meliputi : a. Kawasan Kota Lama Kecamatan kundur Utara Ibu Kota Kecamatan kota Tanjung Berlian; b. Kawasan Kota Lama Kecamatan Kundur ibu kota Kundur Kota; c. Kawasan Kota Lama Kecamatan Kundur Barat ibu Kota Kecamatan Sawang; d. Kawasan Kota Lama Kecamatan Ungar ibu Kota Kecamatan Ungar; e. Kawasan Kota Lama Kecamatan Buru ibu Kota Kecamatan Buru; f. Kawasan Kota Lama Kecamatan Belat ibu Kota Kecamatan Belat; g. Kawasan Kota Lama Kecamatan Moro Ibu Kota Kecamatan Moro; h. Kawasan Kota Lama Kecamatan Durai Ibu Kota Kecamata Durai. (2). Kawasan Kota Lama diluar pulau Karimun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pengaturannya meliputi : a. Garis sempadan bangunan bagi ruang pengawasan jalan arteri Kota Lama diluar Pulau Karimun pada bangunan pondasi balok beton sloof terluar minimal 5 (lima) meter diukur dari As jalan aspal atau mengikuti bangunan yang ada di kiri kanannya dan pagar bangunan ditetapkan 2 (dua) meter diukur dari bibir jalan aspal; b. Batas bangunan terhadap sempadan sungai meliputi: 1. Pada batas sempadan sungai bertanggul yang terpengaruh air laut pasang minimal diukur 3 (tiga) meter dari tepi tanggul sungai ke arah darat, berfungsi sebagai ruang terbuka hijau; 2. Pada batas sempadan sungai yang tidak bertanggul: a) Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 2 (dua) meter minimal 3 (tiga) meter dari air sungai pasang tertinggi ke arah darat; b) Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 2 (dua) meter minimal 3 (tiga) meter air sungai pasang tertinggi ke arah darat. 3. Batas sempadan sungai dapat dipakai untuk batas bangunan dengan petunjuk instansi teknis yang berwenang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB V PENERTIBAN IMB PADA BANGUNAN GEDUNG DAN BANGUNAN BUKAN GEDUNG Pasal 65 (1)
Bangunan yang sudah terbangun sebelum adanya RDTRK, RTBL, dan/atau RTRK dan tidak memiliki IMB yang bangunannya sesuai dengan lokasi, peruntukkan, dan penggunaan yang ditetapkan dalam RDTRK, RTBL, dan/atau RTRK dilakukan pemutihan perizinan bangunan gedung.
(2)
Pemutihan perizinan bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan hanya 1 (satu) kali bagi bangunan yang sudah terbangun tersebut.
57
(3)
Dalam hal pemilik bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak melakukan pemutihan dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis untuk mengurus IMB dan perintah pembongkaran bangunan gedung.
(4)
Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dalam selang waktu masing-masing 1 (satu) bulan.
(5)
Pemilik bangunan yang tidak mengindahkan peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikenakan sanksi perintah pembongkaran bangunan gedung. Pasal 66 Bangunan yang sudah terbangun sebelum adanya RDTRK, RTBL, dan/atau RTRK dan tidak memiliki IMB yang bangunannya tidak sesuai dengan lokasi, peruntukkan, dan/atau penggunaan yang ditetapkan dalam RDTRK, RTBL, dan/atau RTRK dikenakan sanksi administratif berupa perintah pembongkaran bangunan gedung. Pasal 67
(1)
Bangunan yang sudah terbangun sesudah adanya RDTRK, RTBL, dan/atau RTRK dan tidak memiliki IMB yang bangunannya sesuai dengan lokasi, peruntukkan, dan penggunaan yang ditetapkan dalam RDTRK, RTBL, dan/atau RTRK dilakukan sanksi administratif dan/atau denda.
(2)
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa peringatan tertulis untuk mengurus IMB dan perintah pembongkaran bangunan gedung.
(3)
Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikenakan sanksi denda paling banyak 10 % (sepuluh per seratus) dari nilai bangunan.
(4)
Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dalam selang waktu masing-masing 1 (satu) bulan.
(5)
Pemilik bangunan yang tidak mengindahkan peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikenakan sanksi perintah pembongkaran bangunan gedung. BAB VI PEMBONGKARAN Pasal 68
(1) Bupati atau melalui pejabat yang ditunjuk meminta pembongkaran bangunan apabila : a. Mendapat laporan dari masyarakat akan dampak yang bisa membahayakan akibat pembangunan bangunan; b. Bangunan yang ada tidak laik fungsi dan/ atau dapat membahayakan penghuninya atau lingkungan sekitar bangunan; 58
c. Bangunan didirikan diatas tanah tidak sesuai dengan peruntukan pengguna lahan atau tidak sesuai dengan RTRW Kabupaten Karimun d. Tidak memiliki IMB. (2) Pembongkaran dilakukan harus memenuhi ketentuan keamanan dan keselamatan masyarakat dan lingkungannya. (3) Pembongkaran bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketetapan perintah pembongkaran dari Bupati Karimun dan merupakan kewajiban pemilik bangunan. (4) Dalam hal pembongkaran tidak dilaksanakan oleh pemilik bangunan terhitung 30 (tiga puluh) hari kalender sejak tanggal penerbitan perintah pembongkaran, Bupati dapat melakukan pembongkaran atas bangunan. (5) Biaya pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibebankan kepada pemilik bangunan ditambah denda administratif yang besarnya paling banyak 10 % (sepuluh per seratus) dari nilai total bangunan. (6) Biaya pembongkaran dan denda sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditanggung oleh pemerintah daerah bagi pemilik bangunan hunian rumah tinggal yang tidak mampu. BAB VII RETRIBUSI IMB Bagian Kesatu Nama, Objek, Subjek, Dan Penggolongan Retribusi IMB Pasal 69 Dengan nama Retribusi Izin Mendirikan Bangunan dipungut retribusi atas pelayanan penerbitan Izin Mendirikan Bangunan. Pasal 70 Terhadap pendirian bangunan gedung dan bangunan bukan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 yang diwajibkan untuk memiliki IMB, dikenakan retribusi IMB yang wajib dibayar oleh subjek retribusi IMB. Pasal 71 (1) Objek retribusi IMB adalah pemberian perizinan untuk mendirikan
suatu bangunan. (2) Subjek retribusi IMB yaitu orang atau badan yang memperoleh pelayanan
penerbitan IMB. (3) Retribusi IMB digolongkan ke dalam retribusi perizinan tertentu.
Pasal 72 Tidak termasuk objek retribusi IMB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 adalah pemberian izin untuk bangunan milik Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
59
Pasal 73 (1) Bupati dapat memberikan pengurangan dan/atau keringanan penarikan retribusi IMB berdasarkan kriteria: a. bangunan fungsi sosial budaya; dan b. bangunan fungsi hunian bagi masyarakat penghasilan rendah. (2) Bupati dapat memberikan pembebasan retribusi IMB berdasarkan kriteria : a. bangunan fungsi keagamaan; dan b. bangunan bukan gedung sebagai sarana dan prasarana umum yang tidak komersial. Bagian Kedua Tata Cara Penghitungan Retribusi IMB Pasal 74 (1) Perhitungan retribusi IMB meliputi penghitungan besarnya retribusi
IMB, indeks penghitungan retribusi IMB, dan tarif atau harga dasar bangunan IMB. (2) Penghitungan besarnya retribusi IMB sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas komponen retribusi IMB, penghitungan besarnya retribusi dan tingkat penggunaan jasa. (3) Indeks penghitungan retribusi IMB sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri dari penetapan indeks, skala indeks dan kode. (4) Tarif dan/atau harga dasar bangunan IMB adalah harga tarif satuan objek
pajak dalam, dimensi panjang, luas, dan/atau volume yang ditetapkan oleh Bupati. Bagian Ketiga Prinsip dan Sasaran Penetapan Tarif Retribusi IMB Pasal 75 (1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi IMB didasarkan pada
tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian IMB yang bersangkutan. (2) Biaya penyelenggaraan pemberian IMB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya pengendalian penyelenggaraan yang meliputi pengecekan, pengukuran lokasi, pemetaan, pemeriksaan, penerbitan dokumen IMB, pengawasan di lapangan, penegakan hukum, penatausahaan, dan biaya dampak negatif dari pemberian IMB tersebut. Bagian Keempat Penetapan Struktur dan Tarif Retribusi IMB Pasal 76 (1) Besaran retribusi IMB ditetapkan dengan rumus perhitungan sebagai berikut : a. besarnya retribusi IMB dihitung dengan penetapan : 1) lingkup komponen retribusi; 60
2) lingkup kegiatan meliputi pembangunan baru, rehabilitasi dan/atau renovasi, perubahan dan/atau pengurangan serta pelestarian dan/atau pemugaran; 3) volume dan/atau besaran kegiatan, indeks, harga dasar bangunan untuk bangunan dan prasarana bangunan. b. penghitungan besarnya retribusi IMB dengan rumus : 1) untuk bangunan gedung: a) Bangunan gedung baru: Luas x Indeks terintegrasi x 1,00 x Harga Dasar Satuan Bangunan b)
Bangunan gedung untuk rehabilitasi dan/atau renovasi dan pelestarian dan/atau pemugaran: Luas x Indeks terintegrasi x Tingkat kerusakan x Harga Dasar Bangunan
c)
Bangunan gedung untuk rehabilitasi dan/atau renovasi dan pelestarian dan/atau pemugaran: Luas x Indeks x Harga Dasar Bangunan
2) untuk bangunan bukan gedung/prasarana bangunan: a)
Bangunan bukan gedung/prasarana bangunan baru: Luas x Indeks x 1,00 x Harga Dasar Bangunan
b)
Bangunan
bukan
gedung/prasarana
bangunan
untuk
rehabilitasi dan/atau renovasi dan pelestarian dan/atau pemugaran: Luas x Indeks x Tingkat kerusakan x Harga Dasar Bangunan 3) untuk bangunan diluar bangunan sebagaimana dimaksud pada huruf b angka 1 dan prasarana bangunan sebagaimana dimaksud pada huruf b angka 2, besaran tarif Retribusi IMB ditetapkan sebesar 1% dari anggaran biaya pembangunan pokok dan bangunan pelengkapnya. (2) Tingkat penggunaan jasa atas pemberian IMB menggunakan indeks berdasarkan fungsi, klasifikasi, dan waktu penggunaan bangunan serta indeks untuk prasarana bangunan sebagai tingkat intensitas penggunaan jasa dalam proses perizinan dengan cakupan kegiatan berupa pengecekan, pengukuran lokasi, pemetaan, pemeriksaan, penerbitan dokumen IMB, pengawasan di lapangan, penegakan hukum, penatausahaan, dan biaya dampak negatif dari pemberian IMB tersebut. Pasal 77 (1) Penetapan indeks adalah indeks tingkat penggunaan jasa sebagai faktor pengali terhadap harga dasar bangunan untuk mendapatkan besarnya retribusi IMB, yang meliputi :
61
a. indeks untuk penghitungan besarnya retribusi IMB berdasarkan fungsi dan klasifikasinya dengan mempertimbangkan spesifikasi bangunan gedung pada tingkat kompleksitas, permanensi, risiko kebakaran, kepadatan, ketinggian dan/atau jumlah lantai, kepemilikan dan jangka waktu penggunaan bangunan gedung; b. indeks untuk penghitungan besarnya retribusi IMB prasarana bangunan ditetapkan untuk setiap jenis prasarana bangunan. (2) Skala indeks adalah skala indeks berdasarkan peringkat terendah hingga tertinggi dengan mempertimbangkan perbandingan dalam intensitas penggunaan jasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Pasal 78 (1) Tarif Retribusi IMB ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Karimun Nomor 9 Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah. (2) Tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditinjau kembali sekurang-kurangnya 1(satu) tahun sekali. (3) Peninjauan kembali tarif retribusi IMB sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan dengan memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian daerah. (4) Hasil peninjauan kembali tarif retribusi IMB sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditetapkan dengan Peraturan Bupati. BAB VIII KEDALUWARSA PENAGIHAN Pasal 79 (1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi menjadi kedaluwarsa setelah melampaui waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali jika wajib retribusi melakukan tindak pidana di bidang retribusi. (2) Kedaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh jika : a. diterbitkan Surat Teguran; atau b. ada pengakuan utang retribusi dari wajib retribusi, baik langsung maupun tidak langsung; c. Dalam hal diterbitkan Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya Surat Teguran tersebut; d. Pengakuan utang retribusi secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, adalah wajib retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang retribusi dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah; e. Pengakuan utang retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh wajib retribusi.
62
BAB IX PEMERIKSAAN Pasal 80 (1) Bupati berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi daerah dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan di bidang retribusi daerah. (2) Wajib retribusi yang diperiksa wajib : a. memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan objek retribusi yang terutang; b. memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan; dan/atau c. memberikan keterangan yang diperlukan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan retribusi diatur dalam Peraturan Bupati. BAB X PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PENGENDALIAN Bagian Kesatu Pembinaan Pasal 81 (1) Bupati
berkewajiban melakukan pembinaan termasuk meliputi pengembangan sistem, teknologi, sumber daya manusia, dan jaringan kerja.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan
kebutuhan daerah yang melalui : a. koordinasi secara berkala; b. pemberian bimbingan, supervisi, konsultasi; c. pendidikan, pelatihan, pemagangan; dan d. perencanaan, penelitian, pegembangan, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan pelayanan perizinan. Bagian Kedua Pengawasan Pasal 82 (1) Pengawasan
dilaksanakan pelaksanaan IMB.
terhadap
proses
pemberian
IMB
dan
(2) Pengawasan terhadap proses pemberian IMB secara fungsional dilakukan
oleh Dinas yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pengawasan. (3) Pengawasan terhadap pelaksanaan IMB dilakukan oleh Dinas yang
berwenang untuk memproses perizinan bangunan dan Satuan Polisi Pamong Praja.
63
(4) Tata cara pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dalam
peraturan Bupati. Bagian Ketiga Pengendalian Pasal 82 (1) Pengendalian dilaksanakan terhadap pelaksanaan IMB dan dampak dari
pendirian bangunan yang memiliki IMB. (2) Pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan oleh
Dinas yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang perizinan dan bidang bangunan. (3) Tata cara pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dalam
Peraturan Bupati. BAB XI PERAN MASYARAKAT Pasal 84 (1) Dalam setiap tahapan dan waktu penyelenggaraan perizinan bangunan, masyarakat berhak mendapatkan akses informasi dan akses partisipasi. (2) Akses informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. tahapan dan waktu dalam proses pengambilan keputusan pemberian izin; b. rencana pendirian bangunan dan perkiraan dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat. (3) Akses partisipasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi pengajuan pengaduan atas keberatan atau pelanggaran perizinan dan/atau kerugian akibat pendirian bangunan. (4) Pemberian akses partisipasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diberikan mulai dari proses pemberian perizinan atau setelah perizinan dikeluarkan. (5) Ketentuan pengajuan pengaduan atas keberatan atau pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan. BAB XII SANKSI ADMINISTRATIF Bagian Kesatu Sanksi Administratif Dalam Perizinan Paragraf 1 Umum Pasal 85 Setiap orang dapat dikenakan sanksi administratif dalam hal: a. melanggar ketentuan IMB sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini; dan/atau b. melanggar peraturan perundang-undangan. 64
Paragraf 2 Pejabat Yang Berwenang Mengenakan Sanksi Pasal 86 (1) Bupati berwenang mengenakan sanksi administratif. (2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan terhadap setiap
orang yang memohon dan menerima IMB. Pasal 87 (1) Bupati
dapat mendelegasikan kewenangan pengenaan sanksi administratif kepada Kepala Dinas/pejabat yang diberi wewenang yang tugas, pokok dan fungsinya di bidang perizinan.
(2) Pendelegasian kewenangan sebagaiman dimaksud pada ayat (1), diatur
lebih lanjut dalam Peraturan Bupati. Paragraf 3 Jenis Sanksi Administratif Pasal 88 Jenis sanksi administrasi meliputi: a . t e g uran tertul i s; b . paksaan pemerintahan; c . denda administra tif; d . p e m bekuan i z i n ; e . pencabutan izin; dan/atau f . sanksi administrasi lainnya sesuai dengan peraturan perundangundangan. Pasal 89 (1) Setiap orang yang melanggar kewajiban dan larangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini, dapat dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88. (2) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dikenakan secara: a. bertahap; b . bebas; atau c. komulatif. (3) Untuk menentukan pengenaan sanksi administratif secara bertahap, bebas atau kumulatif sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pejabat yang berwenang mengenakan sanksi mendasarkan pada pertimbangan : a. tingkat atau berat-ringannya jenis pelanggaran yang dilakukan oleh penerima IMB; b. tingkat penaatan penerima IMB terhadap pemenuhan perintah atau kewajiban yang ditentukan dalam keputusan IMB; dan/atau c. rekam jejak ketaatan penerima IMB.
65
Paragraf 4 Teguran Tertulis Pasal 90 (1) Teguran
tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 huruf a, dilakukan apabila penanggung jawab pendiri bangunan melakukan sesuatu tindakan yang akan mengarah pada pelanggaran terhadap persyaratan izin dan/atau peraturan perundang-undangan.
(2) Tata cara mengenai pelaksanaan sanksi administratif teguran tertulis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati. Paragraf 5 Paksaan Pemerintahan Pasal 91 (1) Paksaan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 huruf b, berupa: a. penghentian sementara kegiatan pembangunan; b. p e m b o n g k ar a n ; c. penyitaan terhadap barang atau alat yang berpotensi menimbulkan pelanggaran; d. penghentian sementara seluruh kegiatan; dan/atau e. tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran dan tindakan memulihkan fungsi lingkungan. (2)
Pengenaan paksaan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijatuhkan tanpa didahului teguran apabila pelanggaran yang dilakukan menimbulkan: a. ancaman yang sangat serius bagi manusia dan lingkungan hidup; b. dampak yang lebih besar dan lebih luas jika tidak segera dihentikan pencemaran dan/atau perusakannya; dan/atau c. kerugian yang lebih besar bagi lingkungan hidup jika tidak segera dihentikan pencemaran dan/atau perusakannya.
(3) Tata cara mengenai pelaksanaan sanksi paksaan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati. Paragraf 6 Denda Administratif Pasal 92 (1)
Penerima perizinan bangunan dapat dikenakan sanksi denda administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 huruf c, atas setiap keterlambatan dalam melaksanakan sanksi paksaan pemerintahan.
(2)
Pengawas menyampaikan laporan tertulis kepada Bupati, adanya dugaan pelanggaran yang diancam sanksi denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
66
(3)
Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Bupati melakukan koordinasi dengan instansi terkait.
(4)
Tata cara mengenai pelaksanaan sanksi denda administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati. Paragraf 7 Pembekuan Perizinan Bangunan Pasal 93
(1)
Pembekuan perizinan bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 huruf d, dilakukan apabila : a. pemegang perizinan bangunan tidak melakukan kegiatan yang seharusnya dilakukan; b. pemegang perizinan bangunan belum menyelesaikan secara teknis apa yang telah menjadi kewajibannya; c. pemegang perizinan melakukan hal-hal tertentu di luar apa yang terdapat dalam persyaratan perizinan bangunan.
(2)
Pengenaan sanksi administratif berupa pembekuan perizinan bangunan dilakukan apabila penanggung jawab pendiri bangunan tidak melaksanakan paksaan pemerintahan.
(3)
Tata cara mengenai pelaksanaan administrasi berupa pembekuan perizinan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati. Paragraf 8 Pencabutan Izin Bangunan Pasal 94
(1)
Pencabutan perizinan bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 huruf e, dilakukan apabila pemegang perizinan bangunan telah terbukti melanggar persyaratan dalam izin dan/atau telah melanggar peraturan perundang-undangan.
(2)
Pengenaan sanksi administratif berupa pencabutan izin dilakukan apabila penanggung jawab pendiri bangunan tidak melaksanakan paksaan pemerintahan.
(3)
Tata cara mengenai pelaksanaan sanksi administratif berupa pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati. Bagian Kedua Sanksi Administratif Dalam Retribusi Pasal 95
(1)
Dalam hal wajib retribusi tertentu tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, wajib retribusi dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua perseratus) setiap bulan dari retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD. 67
(2)
Penagihan retribusi terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahului dengan Surat Teguran.
(3)
Tata cara mengenai pelaksanaan sanksi administratif dibidang retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati. BAB XIII PENYIDIKAN Pasal 96
Penyidikan terhadap pelanggaran ketentuan pidana dilaksanakan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang pengangkatannya ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 97 (1)
Dalam melaksanakan tugasnya, penyidik memiliki kewenangan sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
(2)
Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi pemberitahuan dimulainya penyidikan dan penyampaian hasil penyidikan kepada penuntut umum melalui penyidik Kepolisian Republik Indonesia, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. BAB XIV KETENTUAN PIDANA Pasal 98
(1)
Setiap orang yang mendirikan bangunan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2), diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(2)
Setiap pemilik IMB yang tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 karena kesengajaan, diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).
(3)
Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak menghapuskan kewajiban pembayaran tunggakan pembayaran retribusi dan bunga. Pasal 99
Wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajiban membayar retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 sehingga merugikan keuangan daerah diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak 3 (tiga) kali jumlah retribusi terutang yang tidak atau kurang dibayar.
68
Pasal 100 Sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 99 tergolong sebagai tindak pidana pelanggaran. Pasal 101 Selain tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 dan Pasal 97, tindak pidana yang menyebabkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta penataan ruang, diancam pidana berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB XV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 102 (1)
IMB yang diterbitkan sebelum Peraturan Daerah ini diundangkan, tetap berlaku sesuai masa berlakunya izin.
(2)
Peraturan Bupati yang mengatur mengenai teknis pelaksanaan IMB dan retribusi IMB tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini.
(3)
Bangunan gedung dan bangunan bukan gedung yang belum memiliki IMB dari pemerintah daerah, harus mengajukan izin mendirikan bangunan sesuai ketentuan Peraturan Daerah ini. BAB XVI KETENTUAN PENUTUP Pasal 103
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan menempatkannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Karimun. Ditetapkan di Tanjung Balai Karimun pada tanggal 5 September 2014 BUPATI KARIMUN, Ttd. NURDIN BASIRUN Diundangkan di Tanjung Balai Karimun pada tanggal 5 September 2014 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN KARIMUN, Ttd. T.S. ARIF FADILLAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN TAHUN 2014 NOMOR 5 NOMOR REGISTER PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN PROVINSI KEPULAUAN RIAU : ( 31 ) /(2014) 69
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR
5 TAHUN 2014 TENTANG
IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) I.
UMUM Pengendalian Izin Mendirikan Bangunan sangatlah penting dalam rangka mewujudkan penataan ruang yang baik agar sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007, tentang penataan ruang dan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Karimun. Pemberian Izin Mendirikan Bangunan berfungsi sebagai alat kendali/kontrol Pemerintah Daerah agar dalam perencanaan pembangunan dapat tertib, rapi, sehat, efektif, efisien dan ramah terhadap lingkungan dan bangunan yang dibangun memenuhi persyaratan administrasi dan teknis. Peraturan Daerah ini diterbitkan guna memberikan petunjuk operasional dan kepastian hukum dalam rangka penertiban bangunan dan meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat atau publik serta dapat memberikan kemudahan dalam pelayanan pemberian IMB. Dalam pemberian IMB harus mengacu pada kaidah-kaidah peraturan perundang-undangan yang berlaku guna kemaslahatan hidup dan keberlangsungan lingkungan alam agar lingkungan tetap terjaga dari kerusakan, pencemaran dan bahkan kehancuran yang lebih nyata sebagai akibat dari prilaku hidup yang tidak memelihara lingkungan.
II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal ini menjelaskan tentang istilah-istilah yang dikenal dalam penyelenggaraan Izin Mendirikan Bangunan dengan maksud agar dapat dimengerti dan tidak menimbulkan multi tafsir. Pasal 2 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Yang dimaksud bangunan bukan gedung dalam perda ini adalah bangunan menara/tower telekomunikasi dan atau bangunan pagar tembok yang tingginya lebih dari 2 (dua) meter dan yang sejenis. Pasal 3 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas 70
Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup jelas Pasal 4 Cukup jelas Pasal 5 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas Huruf f Cukup jelas Ayat (3) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas Huruf f Cukup jelas Huruf g Cukup jelas Huruf h Cukup jelas Huruf i Cukup jelas Huruf j Cukup jelas Huruf k Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Pasal 6 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas 71
Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Ayat (2) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas Huruf f Cukup jelas Ayat (3) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas Huruf f Cukup jelas Huruf g Cukup jelas Ayat (4) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas Ayat (5) Merupakan bangunan dengan tingkat kerahasiaan tinggi antara lain bangunan militer dan istana kepresidenan, wisma Negara, bangunan gedung fungsi pertahanan dan gudang penyimpanan bahan berbahaya. Bangunan dengan tingkat resiko bahaya tinggi antara lain bangunan reaktor nuklir dan sejenisnya, gudang penyimpanan bahan berbahaya. Ayat (6) Huruf a Cukup jelas 72
Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Pasal 7 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 8 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 9 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup jelas Ayat (7) Cukup jelas Pasal 10 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup jelas Ayat (7) Cukup jelas 73
Ayat (8) Cukup jelas Ayat (9)
Pasal
Pasal
Pasal
Pasal
Pasal
Cukup jelas Ayat (10) Cukup jelas Ayat (11) Cukup jelas Ayat (12) Cukup jelas 11 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas 12 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas 13 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas 14 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas 15 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas 74
Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup jelas Ayat (7) Cukup jelas Ayat (8) Cukup jelas Pasal 16 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 17 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup jelas Ayat (7) Cukup jelas Pasal 18 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 19 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Pasal 20 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 21 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas 75
Pasal 22 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup jelas Pasal 23 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup jelas Ayat (7) Cukup jelas Ayat (8) Cukup jelas Ayat (9) Cukup jelas Ayat (10) Cukup jelas Ayat (11) Cukup jelas Pasal 24 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 25 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 26 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas 76
Ayat (6) Cukup jelas Pasal 27 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup jelas Ayat (7) Cukup jelas Ayat (8) Cukup jelas Ayat (9) Cukup jelas Ayat (10) Cukup jelas Pasal 28 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup jelas Ayat (7) Cukup jelas Ayat (8) Cukup jelas Ayat (9) Cukup jelas Ayat (10) Cukup jelas Ayat (11) Cukup jelas Ayat (12) Cukup jelas Ayat (13) Cukup jelas Ayat (14) Cukup jelas Ayat (15) Cukup jelas Ayat (16) Cukup jelas
77
Pasal 29 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Pasal 30 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Pasal 31 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Pasal 32 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 33 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 34 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 35 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup jelas 78
Ayat (7) Cukup jelas Ayat (8) Cukup jelas Ayat (9) Cukup Ayat (10) Cukup Pasal 36 Ayat (1) Cukup Ayat (2) Cukup Ayat (3) Cukup Ayat (5) Cukup Ayat (6) Cukup Ayat (7) Cukup Ayat (8) Cukup
jelas jelas jelas jelas jelas jelas jelas jelas jelas
Pasal 37 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup Pasal 38 Cukup jelas Pasal 39 Ayat (1) Cukup Ayat (2) Cukup Ayat (3) Cukup Pasal 40 Ayat (1) Cukup Ayat (2) Cukup Ayat (3) Cukup Ayat (4) Cukup Pasal 41 Ayat (1) Cukup Ayat (2) Cukup Ayat (3) Cukup
jelas
jelas jelas jelas jelas jelas jelas jelas jelas jelas jelas
79
Pasal 42 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 43 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 44 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Pasal 45 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup jelas Pasal 46 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 47 Cukup jelas Pasal 48 Ayat (1) Cukup Ayat (2) Cukup Pasal 49 Ayat (1) Cukup Ayat (2) Cukup Pasal 50 Ayat (1) Cukup
jelas jelas jelas jelas jelas 80
Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup jelas Pasal 51 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Pasal 52 Cukup jelas Pasal 53 Ayat (1) Cukup Ayat (2) Cukup Ayat (3) Cukup Ayat (4) Cukup Ayat (5) Cukup Ayat (6) Cukup Pasal 54 Ayat (1) Cukup Ayat (2) Cukup Ayat (3) Cukup Ayat (4) Cukup Ayat (5) Cukup Pasal 55 Cukup jelas Pasal 56 Ayat (1) Cukup Ayat (2) Cukup Ayat (2) Cukup Ayat (3) Cukup
jelas jelas jelas jelas jelas jelas jelas jelas jelas jelas jelas
jelas jelas jelas jelas
81
Pasal 57 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 58 Cukup jelas Pasal 59 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 60 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 61 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Pasal 62 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 63 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup jelas Ayat (7) Cukup jelas Ayat (8) Cukup jelas Ayat (9) Cukup jelas Ayat (10) Cukup jelas Pasal 64 Ayat (1) Cukup jelas 82
Ayat (2) Cukup jelas Pasal 65 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Pasal 66 Cukup jelas Pasal 67 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Pasal 68 Ayat (1) Cukup Ayat (2) Cukup Ayat (3) Cukup Ayat (4) Cukup Ayat (5) Cukup Ayat (6) Cukup
jelas jelas jelas jelas jelas jelas
Pasal 69 Cukup jelas Pasal 70 Cukup jelas Pasal 71 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 72 Cukup jelas
83
Pasal 73 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 74 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Pasal 75 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 76 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 77 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 78 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Pasal 79 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 80 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 81 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas
84
Pasal 82 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Pasal 83 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 84 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup Pasal 85 Cukup jelas Pasal 86 Ayat (1) Cukup Ayat (2) Cukup Pasal 87 Ayat (1) Cukup Ayat (2) Cukup Pasal 88 Cukup jelas Pasal 89 Ayat (1) Cukup Ayat (2) Cukup Ayat (3) Cukup Pasal 90 Ayat (1) Cukup Ayat (2) Cukup Pasal 91 Ayat (1) Cukup Ayat (2) Cukup
jelas
jelas jelas jelas jelas
jelas jelas jelas jelas jelas jelas jelas 85
Ayat (3) Cukup jelas Pasal 92 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Pasal 93 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 94 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 95 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 96 Cukup jelas Pasal 97 Ayat (1) Cukup Ayat (2) Cukup Pasal 98 Ayat (1) Cukup Ayat (2) Cukup Ayat (3) Cukup Pasal 99 Cukup jelas Pasal 100 Cukup jelas Pasal 101 Cukup jelas Pasal 102 Ayat (1) Cukup Ayat (2) Cukup
jelas jelas jelas jelas jelas
jelas jelas 86
Ayat (3) Cukup jelas Pasal 103 Cukup jelas TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 2
87