PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 7 TAHUN 2002 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang :
a. Bahwa dalam rangka melaksanakan pengawasan dan pengendalian setiap pelaksanaan pembangunan fisik agar tercipta ketertiban, serta memberikan pedoman tata laksana pendirian, pembongkaran, perubahan bangunan, perlu menetapkan Peraturan Daerah yang sesuai dengan perkembangan keadaan dewasa ini; b. Bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Bantul Nomor 10 Tahun 1996 tentang Ijin Mendirikan Bangunan (Lembaran Daerah Seri B Nomor 1 Tahun 1997) sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan dewasa ini; c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan b, perlu menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Bantul tentang Izin Mendirikan Bangunan;
Mengingat
1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten Bantul Dalam Lingkungan Daerah Istimewa Yogyakarta (Berita Negara tanggal 8 Agustus 1950); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043); 3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3046); 4. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1980 tentang Jalan (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 3186); 5. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209);
:
6. Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3317); 7. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3469); 8. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3479); 9. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501); 10. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685) jo. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4048); 11. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 12. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3351); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1950 tentang Penetapan Mulai Berlakunya Undang-undang 1950 Nomor 12, 13, 14 dan 15 (Berita Negara tanggal 14 Agustus 1950); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1985 tentang Jalan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3293); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3445); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4138); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2001 tentang Irigasi (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4156); 18. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Bantul Nomor 5 Tahun 1987 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Bantul (Lembaran Daerah Seri D Nomor 7 Tahun 1987);
19. Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 27 Tahun 2000 tentang Penetapan Kewenangan Wajib Kabupaten Bantul (Lembaran Daerah Seri D Nomor 14 Tahun 2000); 20. Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 53 Tahun 2000 tentang Pembentukan dan Organisasi Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bantul (Lembaran Daerah Seri D Nomor 40 Tahun 2000); 21. Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 12 Tahun 2001 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Bantul (Lembaran Daerah Seri D Nomor 42 Tahun 2001); 22. Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 4 Tahun 2002 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bantul (Lembaran Daerah Seri C Nomor 1 Tahun 2002); Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANTUL, Menetapkan :
MEMUTUSKAN : PERATURAN DAERAH TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam peraturan daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Bantul; 2. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bantul sebagai Badan Legislatif Daerah; 3. Bupati adalah Kepala Daerah Kabupaten Bantul; 4. Pemerintah Daerah adalah Bupati beserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah; 5. Dinas Pekerjaan Umum adalah Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bantul; 6. Kepala Dinas adalah Kepala Pekerjaan Umum Kabupaten Bantul; 7. Bangunan adalah susunan sesuatu yang tertumpu pada landasan dan terikat dengan tanah serta mempunyai fungsi; 8. Persil adalah bidang tanah yang mempunyai bentuk dan ukuran; 9. Garis Sempadan yang selanjutnya disebut Rooi adalah garis yang mempunyai jarak tertentu sebagai batas batas yang terikat oeh tata laksana bangunan dan merupakan batas larangan untuk pendirian bangunan, pagar dan bersifat sebagai batas pengamanan, pengendalian dan pengawasan, yang meliputi : a. Garis sempadan (rooi) bangunan adalah garis sempadan yang mempunyai jarak tertentu dari as jalan sebagai batas yang tidak boleh dilampaui pada pendirian bangunan;
b.
Garis sempadan (rooi) pagar adalah garis yang mempunyai jarak tertentu dari as jalan sebagai batas yang tidak boleh dilampaui pada pendirian pagar; c. Garis sempadan (rooi) sungai adalah garis yang mempunyai jarak tertentu dari garis batas luar pengamanan sungai sebagai batas yang tidak boleh dilampaui untuk pendirian bangunan; d. Garis sempadan (rooi) rel kereta api adalah garis sempadan yang mempunyai jarak tertentu dari as rel kereta api sebagai batas yang tidak boleh dilampaui untuk pendirian bangunan dan bebas pandangan; e. Garis sempadan (rooi) jaringan listrik adalah lokasi dengan luasan tertentu di bawah lintasan jaringan listrik yang tidak boleh dilampaui untuk pendirian bangunan; f. Garis sempadan (rooi) pantai adalah dataran sepanjang pantai yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai dihitung dari titik pasang tertinggi ke arah darat; g. Garis sempadan (rooi) lainnya berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku. 10. Ketinggian Bangunan adalah tinggi bangunan dari permukaan tanah sampai dengan titik teratas dari bangunan; 11. Koefisien Dasar Bangunan yang selanjutnya disebut KDB adalah bilangan pokok atas perbandingan antara luas lantai dasar bangunan denagn luas persil; 12. Mendirikan Bangunan adalah mendirikan, memperbaiki atau mengubah suatu bangunan termasuk pekerjaan tanah untuk keperluan pekerjaanpekerjaan dimaksud; 13. Izin Mendirikan Bangunan yang selanjutnya disebut IMB adalah pemberian izin untuk mendirikan, mengubah bentuk dan fungsi bangunan; 14. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah atas pelayanan pemberian IMB; 15. Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi koperasi, yayasan atau organisasi sejenis, lembaga, dana pensiun, bentuk usaha tetap serta bentuk badan usaha lainnya; 16. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut SKRD adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah retribusi yang terutang; 17. Unit Pelayanan Terpadu Satu atap yang selanjutnya disebut UPTSA adalah Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap Kabupaten Bantul yang merupakan unit kerja non struktural yang menyelenggarakan pelayanan umum kepada masyarakat. BAB II MAKSUD DAN TUJUAN Bagian Kesatu Ketentuan Umum Arsitektur Pasal 2
Bangunan yang terletak pada lokasi yang telah diatur rencana tata ruangnya berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam rencana tata ruang. Pasal 3 (1) Pengaturan rooi ditetapkan sebagai berikut : a. Rooi pagar dan bangunan disesuaikan dengan status dan fungsi jalan; b. Rooi sungai disesuaikan dengan lebar dan sifat sungai berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. Rooi jaringan listrik tegangan tinggi disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang ketenagalistrikan; d. Rooi rel kereta api disesuaikan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku di bidang perkeretaapian; e. Rooi pantai disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Rincian besarnya garis sempadan sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Bupati. Pasal 4
(1) Bangunan yang terletak di lokasi yang belum diatur rencana tata ruangnya, berlaku KDB sesuai dengan rencana tata ruang yang paling berdekatan dan paling sesuai. (2) Terhadap bangunan-bangunan khusus berdasarkan karakter, fungsi dan sifat pelayanan tidak diberlakukan ketentuan KDB. Pasal 5 (1) Dalam hal bangunan tidak berimpit dengan batas persil, jarak sisi bangunan dengan dengan batas persil sekurang-kurangnya 2 (dua) meter. (2) Bangunan atau persil yang karena letak atau batas-batasnya tertutup bangunan atau persil lainnya, berhak mendapatkan jalan penghubung keluar dengan syarat-syarat tertentu sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. (3) Luas persil untuk hunian sekurang-kurangnya 54 m² (lima puluh empat meter persegi). (4) Batas ketinggian bangunan pengaturannya berdasarkan pada ketentuan rencana tata ruang yang berlaku dan di lokasi yang belum diatur rencana tata ruangnya berdasarkan pada rencana tata ruang yang paling berdekatan dan paling sesuai. (5) Bagi bangunan yang terletak di kawasan khusus, berlaku ketentuanketentuan khusus yang mengatur kawasan khusus dimaksud. (6) Jarak antara ujung teritis/lipslang dengan sempadan pagar sekurangkurangnya 1 (satu) meter. Pasal 6 Pada lokasi dengan kepadatan tinggi (rapat) jarak bangunan dengan batas persil diatur sebagai berikut :
a. Untuk bangunan kopel sisi bangunan dapat berhimpit dengan batas persil; b. Untuk bangunan yang berhimpit pada sisi bangunan sebagaimana dimaksud huruf a, tidak diizinkan ada lubang ventilasi, jendela atau lainnya; c. Ketinggian bangunan diatur sebagai berikut : 1. pada lokasi yang telah diatur rencana tata ruangnya, ketentuan ketinggian bangunan menyesuaikan dengan rencana tata ruang dimaksud; 2. pada lokasi yang belum diatur rencana tata ruangnya, ketinggian bangunan menyesuaikan pada rencana tata ruang yang paling berdekatan dan paling sesuai; 3. ketinggian pagar bangunan yang terletak di muka bangunan atau menghadap langsung ke jalan diatur sebagai berikut : a) paling tinggi 1,5 (satu setengah) meter dari muka jalan dan atau menyesuaikan dengan estetika bangunan yang ada; b) muka bangunan harus kelihatan dari luar jalan; Pasal 7 (1) Setiap bangunan umum harus dilengkapi sistem, sarana dan alat perlengkapan pencegahan dan penanggulangan kebakaran sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Bangunan rumah tinggal harus memenuhi ketentuan ukuran dan layak sebagai rumah tinggal dengan dilengkapi sanitasi sesuai standar teknis. Pasal 8 Arsitektur bangunan harus disesuaikan dengan tempat bangunan dimaksud didirikan.
lingkungan/kawasan/situs
Bagian kedua Persyaratan Teknis Pasal 9 Tanah yang akan digunakan untuk mendirikan bangunan harus memenuhi persyaratan administratif dan teknis konstruksi. Pasal 10 Bahan yang digunakan untuk mendirikan bangunan harus ketentuan/persyaratan umum bahan banguanan di Indonesia.
memenuhi
Pasal 11 Penyelanggaraan pekerjaan harus memenuhi syarat-syarat teknis dan peraturan lain yang berlaku. Pasal 12
(1) Pondasi bangunan harus diperhitungkan secara teknis sehingga dapat menjamin kestabilan bangunan di atasnya.
(2) Untuk
a. b.
bangunan bertingkat lebih dari 2 (dua) lantai harus diperhitungkan berdasarkan penyelidikan tanah/sondir. (3) Konstruksi harus didasarkan atas perhitungan yang dilakukan secara keilmuan/keahlian dan dikerjakan dengan teliti. (4) Untuk terpenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), maka perencanaan bangunan harus dilakukan oleh ahli bangunan atau konsultan perencana bangunan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB III IMB Bagian Kesatu IMB dan Masa Berlakunya Pasal 13 (1) Orang pribadi atau badan yang akan mendirikan bangunan harus terlebih dahulu memiliki IMB. (2) IMB sebagaimana dimaksud ayat (1) diberikan kepada bangunanbangunan yang telah memenuhi persyaratan administrasi dan teknis. (3) Masa berlakunya IMB selama tidak terajadi perubahan fungsi, bentuk dan kepemilikan bangunana. (4) Apabila terjadi perubahan fungsi bangunan, maka pemegang IMB wajib mengajukan perubahan IMB kepada Kepala Dinas melalui UPTSA dengan dilampiri : a. Gambar perubahan; b. Surat pernyataan pengelolaan lingkungan (SPPL); c. Izin dari tetangga sekitar. (5) Apabila teerjadi perubahan bentuk bangunan, maka pemegang IMB wajib mengajukan perubahan IMB kepada Kepala Dinas dengan dilampiri : Gambar perubahan; Izin dari tetangga sekitar. (6) Apabila terjadi perubahan kepemilikan bangunan, maka pemilik baru dapat mengajukan balik nama IMB, sedangkan untuk bangunan perumahan yang dikelola oleh perusahaan pengembang pemilik bangunan wajib mengajukan balik nama IMB. (7) Pengajuan balik nama IMB sebagaimana dimaksud ayat (6) diajukan kepada Kepala Dinas melalui UPTSA dengan dilampiri: a. Foto kopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemohon yang masih berlaku; a. Bukti perubahan kepemilikan bangunan; Bagian Kedua Tata Cara Pengajuan IMB Pasal 14 (1) Permohonan IMB diajukan secara tertulis kepada Kepala Dinas melalui UPTSA dengan mengisi formulir yang telah disediakan dan diketahui oleh Lurah dan Camat setempat. (2) Formulir sebagaimana dimaksud ayat (1) harus dilampiri syarat-syarat sebagai berikut : a. Foto kopi Kartu Tanda Penduduk (KTP);
b. c. d. e.
Foto kopi Sertifikat Tanah atau surat keterangan pribadi; Surat pernyataan tidak berkeberatan dari tetangga terdekat; Surat pernyataan sanggup membuat peresapan air hujan; Gambar situasi dengan skala 1:500 atau 1:1000; f. Perhitungan dan gambar konstruksi beton apabila bangunan memakai struktur beton bertulang dan bertingkat;; g. Gambar denah rencana bangunan, rencana pondasi, rencana sanitasi, rencana atap, tampak muka, samping, belakang, potongan melintang dan potongan memanjang dengan skala 1:200, 1:100 atau 1:50; h. Perhitungan dan gambar konstruksi baja apabila menggunakan rangka baja; i. Foto kopi KTP perncana dan penanggungjawab penghitung konstruksinya, yang namanya dicantumkan pada gambar; j. Foto kopi KTP pemilik tanah apabila pendirian bangunan bukan pada tanah milik sendiri; k. Surat pernyataan kerelaan dari pemilik tanah apabila pendirian bangunan bukan pada tanah milik sendiri bermaterai cukup; l. Surat kuasa bermaterai cukup apabila pemohon diwakilkan. Pasal 15 Kepala Dinas berwenang memperingatkan untuk memperbaiki struktur bangunan apabila bangunan dimaksud sebagian atau seluruhnya dalam keadaan rusak, hancur atau sangat tidak terpelihara dan dikhawatirkan akan membahayakan keselamatan umum. Pasal 16 Kepala Dinas berwenang mengharuskan setiap orang atau badan yang melaksanakan atau menyuruh melaksanakan pembangunan, perombakan, penambahan serta perbaikan, dengan membuat pagar sementara pada lokasi tempat pekerjaan dimaksud agar tidak mengganggu dan membahayakan kepentingan umum. Bagian Ketiga Keputusan Pemberian, Penolakan dan Pencabutan IMB Pasal 17 (1) Keputusan pemberian IMB harus diberikan selambat-lambatnya dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah tanggal pemasukan permohonan diterima dengan persyaratan lengkap dan benar. (2) Jika permohonan IMB sebagaimana dimaksud ayat (1) memerlukan perlengkapan izin dari instansi lain berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku, Kepala Dinas dapat menagguhkan keputusannya sampai dengan izin dari instansi lain dimaksud dapat dipenuhi. (3) Kepala Dinas berwenang menangguhkan pemberian IMB pada suatu kawasan yang akan direncanakan untuk tujuan tertentu sampai dengan rencana dimaksud ditetapkan.
(4) Penangguhan pemberian IMB sebagaimana dimaksud ayat (3) diberitahuakan kepada pemohon secara tertulis disertai alasan-alasan yang jelas dan pemohon IMB dapat mengajukan/mengulangi permohonannya. (5) Selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah diterbitkannya IMB atau setelah Surat Pemberitahuan tentang terbitnya IMB diterima pemohon, maka pemohon berkewajiban mengambil Surat IMB dan membayar retribusi yang terutang. (6) Apabila setelah batas waktu sebagaimana dimaksud ayat (5) pemohon tidak mengambil Surat IMB yang telah diterbitkan tanpa pemberitahuan yang jelas, maka IMB yang telah ditetapkan batal dengan sendirinya dan dinyatakan tidak berlaku, sehingga pemohon dapat mengajukan kembali permohonan IMB. (7) Apabila setelah 6 (enam) bulan sejak IMB diterima, pemohon tidak memulai membangun maka surat IMB batal demi hukum. (8) Surat pembatalan sebagaimana dimaksud ayat (7) dibuat oleh Kepala Dinas dan diberikan kepada yang bersangkutan. (1)
Pasal 18 Kepala Dinas dapat menolak permohonan IMB apabila : a. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; b. Bertentangan dengan rencana induk (master plan), rencana detail (detail plan), rencana pengembangan atau perluasan kota; c. Tanah belum berstatus tanah pekarangan; d. Tanah termasuk dalam kawasan yang dinyatakan kawasan rawan bencana; e. Bangunan yang telah ada atau bangunan yang akan didirikan membahayakan keselamatan umum dan atau mengganggu kepentingan umum; f. Tanah yang statusnya dalam sengketa. (2) Penolakan sebagaimana dimaksud ayat (1) diberitahukan secara tertulis disertai alasan-alasan yang jelas. Pasal 19 Kepala Dinas dapat mencabut IMB yang telah diberikan apabila : a. IMB yang telah diberikan ternyata didasarkan pada keteranaganketerangan yang tidak benar; b. Pembangunan ternyata menyimpang dari rencana yang telah disahkan; c. Penggunaan bangunan tidak sesuai lagi dengan IMB yang diberikan. Bagian Keempat Pengawasan Pasal 20 Pemegang IMB selama pelaksanaan pendirian bangunan, Surat IMB atau foto kopinya yang telah dilegalisasi diwajibkan senantiasa berada di tempat pekerjaan dan dapat diperlihatkan apabila sewaktu-waktu diminta oleh pengawas bangunan untuk keperluan pemeriksaan.
Pasal 21
(1) Kepala Dinas berwenang untuk memerintahkan penghentian dan pengambilan tindakan pada suatu pendirian bangunan apabila : a. Pelaksanaan pendirian bangunan belum memiliki IMB; b. Pelaksanaan pendirian bangunan menyimpang dari IMB yang telah diberikan dan atau syarat-syarat yang telah ditetapkan; c. Pelaksanaan pendirian bangunan dilakukan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Pelaksanaan tindakan sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat berupa perintah tertulis kepada pemilik atau yang melaksanakan pembangunan untuk membongkar atau melaksanakan tindakan lain yang secara teknis dapat dilakukan. (3) Perintah tertulis sebagaimana dimaksud ayat (2) dilaksanakan selama 3 (tiga) kali berturut-turut yang masing-masing bertenggang waktu 12 (dua belas) hari kerja. Pasal 22 Apabila terjadi perubahan alamat pemegang IMB, maka pemegang IMB harus memberitahuakan secara tertulis kepada Kepala Dinas. Pasal 23 (1) Kepala Dinas selaku pengawas bangunan sewaktu-waktu berwenang mendatangi lokasi-lokasi yang dimohonkan IMB untuk mengadakan pemerikasaan. (2) Pemohon IMB dan pelaksana pekerjaan bangunan diwajibkan untuk memperkenankan diadakan pemerikasaan sebagaimana dimaksud ayat (1). Bagian Kelima Peninjauan kembali Keputusan Pemberian IMB Pasal 24 Keputusan tentang pemberian IMB dapat dimohonkan peninjauan kembali secara tertulis. Bagian Keenam Keselamatan Kerja Pasal 25 (1) Pemegang IMB diwajibkan selalu berusaha menyediakan air bersih yang memenuhi stanndar kesehatan lingkungan tempat kerja dan ditempatkan pada tempat yang mudah dicapai oleh pekerja yang membutuhkannya. (2) Pemegang IMB diwajibkan selalu berusaha menyediakan perlengkapan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (PPPK) secara lengkap yang kapasitasnya sesuai dengan kebutuhan orang yang dipekerjakan dan ditempatkan di lingkunagn pekerjaan sehingga mudah dicapai apabila sewaktu-waktu diperlukan.
(3)
Pemegang IMB diwajibkan menyediakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kakus/WC sementara yang dapat berfungsi dengan baik. BAB IV RETRIBUSI IMB Bagian Kesatu Nama, Objek, Subjek dan Wajib Retribusi Pasal 26 Setiap pelayanan pemberian IMB dikenakan retribusi. Pasal 27 Nama retribusi adalah Retribusi IMB. Pasal 28 Objek retribusi adalah pelayanan pemberian retribusi. Pasal 29
(1) Subjek retribusi adalah orang pribadi atau badan yang diberikan IMB. (2) Wajib retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menerima pelayanan pemberian IMB. Bagian Kedua Golongan Retribusi Pasal 30 Retribusi IMB digolongkan Retribusi Perizinan Tertentu. Bagian Ketiga Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Pasal 31 Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan perkalian antara koefisien faktorfaktor sebagaimana tersebut dalam Lampiran Peraturan Daerah ini. Bagian Keempat Prinsip dan Sasaran Dalam Penetapan Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi pasal 32 (1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian IMB yang bersangkutan dan biaya pengawasan dan pengendalian dari kegiatan pembangunan berkaitan dengan diberikannya IMB. (2) Biaya penyelenggaraan IMB sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi : a. Biaya pengecekan; b. Biaya pengukuran; c. Biaya pemetaan; d. Biaya pengawasan dan pengendalian; e. Biaya pengadaan tanda pengawasan.
Bagian Kelima Tarif Dasar Pasal 33 Besarnya tarif dasar ditetapkan sebesar Rp 210.000,00 (dua ratus sepuluh ribu rupiah). Bagian Keenam Cara Perhitungan Besarnya Retribusi yang Terutang Pasal 34 (1) Retribusi yang terutang dihitung dengan mengalikan besarnya tarif dasar sebagaimana dimaksud Pasal 33 dengan koefisien faktor-faktor sebagaimana dimaksud Pasal 31, dengan rumus sebagai berikut : RT = tarif dasar x KB x LB x GB x LsB x LtB RT = Retribusi yang terutang
(2) Reribusi untuk balik nama IMB dan penggantian duplikat IMB yang hilang ditetapkan sebesar 10% (sepuluh per seratus) dari besarnya retribusi yang terutang dan serendah-rendahnya sebesar Rp 25.000,00 (dua puluh lima ribu rupiah). (3) Retribusi untuk perubahan bentuk bangunan ditetapkan berdasarkan perhitungan bentuk perubahan bangunan. (4) Retribusi untuk perubahan fungsi bangunan ditetapkan berdasarkan selisih antara retribusi bangunan komersial dan non komersial (rumah tinggal). Pasal 35 (1) Seluruh penerimaan retribusi sebagaimana dimaksud Pasal 34 disetor ke Kas Daerah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Untuk operasional pelaksanaan pemberian IMB dialokasikan anggaran operasional dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Bagian Keenam Wilayah Pemungutan Pasal 37 Retribusi yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat pelayanan pemberian IMB. Bagian Kedelapan Tata Cara Pemungutan Pasal 38 (1) Pemungutan retribusi tidak dapt diborongkan. (2) Retribusi sipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. Bagian Kesembilan Tata Cara Pembayaran
(1) (3)
Pasal 39 Pembayaran retribusi yang terutang harus dilunasi sekaligus. Tata cara pembayaran, penyetoran, tempat retribusi diatur oleh Bupati. Bagian Kesepuluh Pengurangan, Keringanan atau Pembebasan Retribusi Pasal 40 (1) Bupati dapat memberikan pengurangan atau keringanan retribusi. (2) Pengurangan atau keringanan retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) diberikan dengan memperhatikan kemampuan wajib retribusi.
Pasal 41 Bupati dapat memberikan pembebasan retribusi terhadap : a. Pembuatan bangunan-bangunan yang bersifat sosial dan keagamaan; b. Rehabilitasi bangunan-bangunan dengan tidak mengubah dengah, konstruksi maupun rancang bangun (arsitektur) dari bangunan semula yang telah mendapatkan IMB. Pasal 42 Tata cara permohonan pengurangan, keringanan atau pembebasan retribusi diatur oleh Bupati. BAB V KETENTUAN PIDANA Pasal 43 (1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 13 ayat (1) atau ayat (4) atau ayat (5) atau ayat (6), diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah). (2) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 25 diancam pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah). (3) Di samping ketentuan pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2), yang bersangkutan tetap diwajibkan memenuhi ketentuan bangunan dan ketentuan IMB. (4) Barang siapa tidak melaksanakan perintah tertulis sebagaimana dimaksud Pasal 21 ayat (2) diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah). (5) Di samping ketentuan pidana sebagaimana dimaksud ayat (4) yang bersangkutan diwajibkan membongkar bangunan atau melaksanakan tindakan lain yang secara teknis dapat dilakukan sebagaimana diperintahkan oleh Kepala Dinas. (6) Wajib retribusi yang tidak melaksanakan ketentuan Pasal 27 ayat (5) diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah retribusi yang terutang. (7) Tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1), ayat (2), ayat (4) dan (6) adalah pelanggaran.
(1)
(2)
(3)
BAB VI KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 44 Selain oleh penyidik POLRI penyidikan tindak pidana sebagaimana dimaksud Peraturan Daerah ini dilaksanakan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul yang pengangkatannya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam melaksanakan tugas penyidikan, Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) berwenang : a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana; b. Melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian dan melakukan pemerikasaan; c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka; d. Melakukan penyitaan benda atau surat; e. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang; f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; h. Mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari Penyidik Polisi Republik Indonesia, bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui Penyidik Polisi Republik Indonesia memberitahukan hal tersebut kepada Penuntut Umum, tersangka atau keluarganya; i. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB VII PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH Pasal 45 (1) Pelaksanaan Peraturan Daerah ini ditugaskan kepada Dinas Pekerjaan Umum. (2) Dalam rangka melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud ayat (1), Kepala Dinas dapat berkoordinasi dengan perangkat daerah yang terkait. BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 46
(1) IMB yang telah diberikan sebelum ditetapkannya Peraturan Daerah ini dinyatakan tetap berlaku. (2) Permohonan IMB yang telah diajukan sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini dan belum diputuskan dapat diselesaikan sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini. Pasal 47 Bangunan-bangunan yang didirikan sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini dapat diajukan permohonan IMBnya, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini. BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 48 Ketentuan pelaksanaan sebagai tindak lanjut Peraturan Daerah ini diatur oleh Bupati. Pasal 49 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini maka Peraturan Daerah ini maka Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 10 Tahun 1996 tentang Ijin Mendirikan Bangunan (Lembaran Daerah Tahun 1997 Seri B Nomor 1) dan semua ketentuan pelaksanaanya dinyatakan tidak berlaku. Pasal 50 Peraturan daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Bantul.
Ditetapkan
di
Bantul Pada tanggal 8 Juni 2002 BUPATI BANTUL,
M. IDHAM SAMAWI
Diundangkan di Bantul Pada tanggal 8 Juni 2002 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BANTUL,
Drs. Ashadi, Msi (Pembina Utama Muda IV/C) NIP. 490018672
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL SERI B NOMOR 3 TAHUN 2 001 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR: 7 TAHUN 2001 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN I.
PENJELASAN UMUM A. Dalam upaya untuk menciptakan pelaksanaan pembangunan di Daerah yang tertib, sehat dan terarah, diperlukan pengaturan dalam bidang pendirian bangunan, yang sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat dewasa ini. Sejalan dengan perkembangan keadaan dewasa ini Peraturan Daerah ini, Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 10 Tahun 1996 tentang Ijin Mendirikan Bangunan (Lembaran Daerah Tahun 1997 Seri B Nomor 1) sudah tidak sesuai lagi sehingga perlu ditetapkan Peraturan daerah yang baru. Peraturan Daerah ini dimaksudkan untuk menertibkan pelaksanaan pembangunan fisik serta sebagai petunjuk dan pegangan dalam tata laksana dalam pendirian, pembongkaran dan perubahan bangunan. Sebagai upaya untuk mewujudkan peningkatan kualitas lingkungan kehidupan masyarakat, maka tata laksana pendirian, pembongkaran dan perubahan bangunan tersebut di atas perlu dijabarkan secara terinci dalam Peraturan Daerah tentang Izin Mendirikan Bangunan.
Di samping hal-hal tersebut di atas, Peraturan daerah ini bertujuan untuk menciptakan tata kehidupan masyarakat yang aman, tertib dan sehat melalui perwujudan pemanfaatan lahan yang serasi dan seimbang dengan kebutuhan dan kemampuan daya dukung lingkungan dan perkembangan Daerah dalam rangka mewujudkan kelestarian lingkungan hidup. B. Untuk mencapai daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pelayanan IMB, diperlukan partisipasi masyarakat yang membutuhkan pelayanan IMB. Partisipasi tersebut diwujudkan dalam bentuk kewajiban masyarakat pemohon IMB untuk membayar retribusi IMB. Retribusi IMB selain dimaksudkan dalam rangka penyelenggaraan pelayanan IMB, juga digunakan untuk pelaksanaan pengawasan dan pengendalian pembangunan di daerah, agar tidak timbul dampak-dampak yang tidak diinginkan oleh masyarakat terhadap kegiatan pendirian suatu bangunan di lingkungannya. Dalam penetapan retribusi IMB berdasarkan Peraturan Daerah ini, mengedepankan prinsip keadilan serta perlindungan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Di sampai itu mendorong tersedianya penyediaan perumahan bagi masyarakat menengah ke bawah, sejalan dengan program nasional. Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah jo. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 beserta petunjuk pelaksanaannya, maka pengaturan Retribusi IMB berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Bantul Nomor 10 Tahun 1996 tentang Ijin Mendirikan Bangunan perlu disesuaikan. II.
PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Nomor 1 Cukup jelas Nomor 2 Cukup jelas Nomor 3 Cukup jelas Nomor 4 Cukup jelas Nomor 5 Cukup jelas Nomor 6 Cukup jelas Nomor 7 Cukup jelas Nomor 8 Cukup jelas Nomor 9
Cukup jelas Nomor 10 Cukup jelas Nomor 11 Cukup jelas Nomor 12 Cukup jelas Nomor 13 Termasuk dalam pemberian IMB adalah kegiatan peninjauan desain dan pemantauan pelaksanaan pembangunannya agar tetap sesuai dengan rencana teknis bangunan dan rencana tata ruang yang berlaku, dengan tetap memperhatikan Koefisien dasar Bangunan, Koefisien Luas Bangunan (KLB), Koefisien Ketinggian Bangunan (KKB) dan pengawasan penggunaan bangunan meliputi pemeriksaan dalam rangka memenuhi syarat-syarat keselamatan bagi yang menempati bangunana tersebut. Nomor 14 Cukup jelas Nomor 15 Cukup jelas Nomor 16 Cukup jelas Pasal 2 Cukup jelas Pasal 3 Ayat (1) Huruf a Garis sempadan (rooi) bangunan (daerah pengawasan jalan) diatur sebagai berikut : a. Jalan arteri primer tidak kurang dari 20 (dua puluh) meter; b. Jalan kolektor primer tidak kurang dari 15 (lima belas) meter; c. Jalan lokal primer tidak kurang dari 10 (sepuluh) meter; d. Jalan arteri sekunder tidak kurang dari 20 (dua puluh) meter; e. Jalan kolektor sekunder tidak kurang dari 7 (tujuh) meter; f. Jalan lokal sekunder tidak kurang dari 4 (emoat) meter; g. Jembatan tidak kurang dari 100 (seratus) meter ke arah hilir dan atau hulu. Huruf b Rooi sungai meliputi kawasan selebar 5 (lima) meter di sebelah luar kaki tanggul untuk sungai bertanggul, atau 10 (sepuluh) sampai dengan 50 (lima puluh) meter dari tepi sungai. Huruf c
Rooi jaringan listrik tegangan tinggi diukur dari penghantar terendah jaringan listrik tegangan tinggi ke arah bawah dan ke samping. Huruf d Rooi kereta api diukur sebagai berikut : a. Jalur rel kereta api lurus sempadan pagar 11 (sebelas) meter dan sempadan bangunan 20 (dua puluh) meter; b. Jalur rel tikungan sempadan pagar 11 (sebelas) meter dan sempadan bangunan 23 (dua puluh tiga) meter; Huruf e Rooi pantai meliputi daratan sepanjang tepian pantai yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai sepanjang 100 (seratus) meter sampai dengan 200 (dua ratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 4 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksud bangunan-bangunan khusus adalah bangunan yang karena sifatnya yang khusus sehingga tidak memerlukan ketentuan KDB seperti pos kamling, pos jaga polisi dan lain-lain. Pasal 5 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) yang dimaksud syarat-syarat tertentu adalah mendapatkan persetujuan dari tetangga sekitar bangunan atau persil tersebut, untuk membebaskan sebagian tanahnya sebagai jalan masuk berdasarkan hasil musyawarah mufakat. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Yang dimaksud kawasan khusus adalah kawasan yang ditetapkan secara nasional, regional atau daerah yang mempunyai nilai strategis serta diprioritaskan penataan ruangnya. Ayat (6) Cukup jelas Pasal 6 Cukup jelas Pasal 7 Ayat (1) Yang dimaksud bangunan umum adalah bangunan-bangunan yang dipergunakan untuk pelayanan masyarakat atau
dipergunakan langsung oleh masyarakat , seperti perkantoran pemerintah maupun swasta, pasar, pertokoan dan bangunan usaha. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 8 Yang dimaksud disesuaikan dengan lingkungan/kawasan/situs bangunan didirikan adalah agar dalam setiap pendirian bangunan tidak meninggalkan nilai-nilai sejarah bangunan di sekitarnya. Pasal 9 Yang dimaksud memenuhi persyaratan administratif adalah dengan menunjukkan bukti kepemilikan, sertifikat, letter C atau bukti kepemilikan lainnya. Sedangkan yang dimaksud memenuhi teknis konstruksi adalah bahwa tanah yang akan didirikan bangunan harus memiliki ketentuan : a. Sudah dikeringkan bagi tanah yang masih berstatus tanah sawah/tegalan; b. Bebas dari sengketa; c. Dapat didirikan bangunan; d. Tidak mengandung gas/zat lain yang beracun dan mematikan; e. Tidak selalu tergenang air; f. Memenuhi persyaratan untuk utilitas; g. Memungkinkan dibuatnya sistem drainase dan saluransaluran. Pasal 10 Yang dimaksud persyaratan umum bahan bangunan Indonesia adalah sesuai dengan Standar Nasional Indonesi (SNI). Pasal 11 Cukup jelas Pasal 12 Cukup jelas Pasal 13 Cukup jelas Pasal 14 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Kewajiban membuat peresapan air hujan diperuntukkan bagi lahan yang KDBnya melebihi 50 (lima puluh perseratus).
Huruf e Cukup jelas Huruf f Cukup jelas Huruf g Cukup jelas Huruf h Cukup jelas Huruf i Cukup jelas Huruf j Cukup jelas Huruf k Cukup jelas Huruf l Cukup jelas Pasal 15 Cukup jelas Pasal 16 Yang dimaksud agar tidak mengganggu dan membahayakan kepentingan umum adalah bahwa semua kegiatan pembangunan harus dilaksanakan di dalam lokasi pemagaran. Pasal 17 Cukup jelas Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Cukup jelas Pasal 21 Cukup jelas Pasal 22 Cukup jelas Pasal 23 Cukup jelas Pasl 24 Cukup jelas Pasal 25 Ayat (1) dan (2) Selain kewajiban tersebut ayat ini, pemegang IMB diwajibkan menyediakan perlengkapan keselamatan kerja selama proses pekerjaan berlangsung. Ayat (3) Diwajibkan menyediakan kakus/WC sementara bagi pembangunan yang disekitarnya tidak tersedia kakus/WC. Pasal 26 Cukup jelas
Pasal 27 Cukup jelas Pasal 28 Cukup jelas Pasal 29 Cukup jelas Pasal 30 Cukup jelas Pasal 31 Huruf A Yang dimaksud dengan 1. bangunan permanen I yaitu bangunan dengan konstruksi beton bertulang atau sejenisnya; 2. bangunan permanen II yaitu bangunan tidak dengan kostruksi beton bertulang atau sejenisnya. Huruf B Nomor 1 Yang dimaksud dengan jalan arteri adalah jalan arteri sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1985 tentang Jalan. Nomor 2 Cukup jelas Nomor 3 Yang dimaksud dengan jalan kolektor adalah jalan kolektor sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1985 tentang Jalan. Nomor 4 Cukup jelas Nomor 5 Yang dimaksud dengan jalan lokal adalah jalan lokal sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1985 tentang Jalan. Nomor 6 Cukup jelas Nomor 7 Yang dimaksud dengan jalan lingkungan adalah jalan desa/kampung yang terdapat dalam suatu perumahan/desa/kampung. Nomor 8 Yang dimaksud dengan jalan rukun yang berada di dalam satu kapling adalah jalan yang dibutuhkan penguhuni yang berada dalam satu kapling. Huruf C Cukup jelas Huruf D
Cukup jelas Huruf E Cukup jelas Pasal 32 Cukup jelas Pasal 33 Cukup jelas Pasal 34 Contoh perhitungan 1 : Bangunan toko tidak bertingkat dengan luas bangunan 150 m² tidak dengan konstruksi beton bertulang (permanen II), terletak di pinggir jalan lokal. KB (Kelas Bangunan) : 1,00 LB (Letak Bangunan) : 1,50 GB (Guna Bangunan) : 1,50 LsB (Luas bangunan) : 2,00 LtB (Lantai Bangunan) : 1,00 Retribusi yang terutang = tarif dasar x KB x LB x GB x LsB x LtB = Rp 210.000,00 x 1,00 x 1,50 x 1,50 x 2,00 x 1,00 = Rp 945.500,00
Contoh perhitungan 2 : Bangunan rumah tinggal, tidak bertingkat dengan luas 40 m², tidak dengan konstruksi beton bertulang, terletak di pinggir jalan lingkungan. KB (Kelas Bangunan) : 1,00 LB (Letak Bangunan) : 1,30 GB (Guna Bangunan) : 1,00 LsB (Luas bangunan) : 0,50 LtB (Lantai Bangunan) : 1,00 Retribusi yang terutang = tarif dasar x KB x LB x GB x LsB x LtB = Rp 210.000,00 x 1,00 x 1,30 x 1,00 x 0,50 x 1,00 = Rp 136.000,00 Pasal 35 Cukup jelas Pasal 36 Cukup jelas Pasal 37 Yang dimaksud dokumen lain yang dipersamakan adalah semua jenis surat yang berisi penetapan besarnya retribusi yang oleh pejabat yang berwenang dipersamakan dengan SKRD. Pasal 38 Cukup jelas
Pasal 39 Cukup jelas Pasal 40 Cukup jelas Pasal 41 Huruf a Yang dimaksud dengan bangunan-bangunan yang bersifat sosial dan keagamaan adalah bangunan seperti rumah ibadah, panti asuhan, panti jompo dan lain-lain yang sejenis. Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Pasal 42 Cukup jelas Pasal 43 Cukup jelas Pasal 44 Cukup jelas Pasal 45 Cukup jelas Pasal 46 Cukup jelas Pasal 47 Cukup jelas Pasal 48 Cukup jelas Pasal 49 Cukup jelas Pasal 50 Cukup jelas
LAMPIRAN : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR : 7 TAHUN 2002 TANGGAL : 8 JUNI 2002 KOEFISIEN FAKTOR-FAKTOR
NO.
Faktor-faktor
A.
Kelas Bangunan (KB) 1. Bangunan permanen I 2. Bangunan permanen II 3. Bangunan semi permanent Letak Bangunan (LB) 1. Bangunan di pinggir jalan arteri (A1) 2. Bangunan yang langsung berada di belakang bangunan di pinggir jalan arteri (A2) 3. Bangunan di pinggir jalan kolektor (K1) 4. Bangunan yang langsung berada di belakang bangunan di pinggir jalan kolektor (K2) 5. Bangunan di pinggir jalan lokal (L1) 6. Bangunan yang langsung berada di belakang bangunan di pinggir jalan lokal (L2) 7. Bangunan di pinggir jalan lingkungan (KP1) 8. Bangunan di pinggir jalan rukun yang berada di dalam satu kapling (KP2) Guna Bangunan (GB) 1. Bangunan rumah tinggal (non komersial) 2. Bangunan bukan rumah tinggal (komersial) Luas Bangunan (LsB) 1. Bangunan dengan luas lantai lebih dari 500 m² 2. Bangunan dengan luas lantai lebih dari 400 m² sampai dengan 500 m² (B1) 3. Bangunan dengan luas lantai lebih dari 300 m² sampai dengan 400 m² (B2) 4. Bangunan dengan luas lantai lebih dari 200 m² sampai dengan 300 m² (B3) 5. Bangunan dengan luas lantai lebih dari 100 m² sampai dengan 200 m² (B4) 6. Bangunan dengan luas lantai lebih dari 50 m² sampai dengan 100 m² (B5) 7. Bangunan dengan luas lantai kurang atau sama dengan 50 m² (B6)
B.
C. D.
E.
Lantai Bangunan (LtB) 1. Bangunan Lantai 1 (satu) 2. Bangunan Lantai 2 (dua) 3. Bangunan Lantai 3 (tiga) 4. Bangunan Lantai 4 (empat) 5. Bangunan Lantai 5 (lima) dan seterusnya berturut-turut ditambah dengan koefisien 0,1 (satu per sepuluh)
koefisien 1,50 1,00 0,50 2,25 1,50 2,25 1,50 1,50 1,25 1,30 1,00 1,00 1,50 6,50 5,50 4,50 3,00 2,00 1,00 0,50
1,00 1,00 0,90 1,00
BUPATI BANTUL,
M. IDHAM SAMAWI