i
Prosiding Seminar Nasional Strategi Pembelajaran dan Pengembangan Bahan Ajar Akuntansi Berbasis Implementasi Kurukulum 2013 Program Studi S1 Pendidikan Akuntansi Universitas Negeri Surabaya 2016 ISBN: 978-979-028-938-3
Diterbitkan oleh: Program Studi S1 Pendidikan Akuntansi Universitas Negeri Surabaya Kampus Ketintang Jl. Ketintang Surabaya 60231 Jawa Timur, Indonesia Telp: (031) 8285362 Fax: (031) 8293416
Hak Cipta ©2016 ada pada penulis Artikel pada prosiding ini dapat digunakan, dimodifikasi, dan disebarkan secara bebas untuk tujuan bukan komersil (non profit), dengan syarat tidak menghapus atau mengubah atribut penulis. Tidak diperbolehkan melakukan penulisan ulang kecuali mendapatkan izin terlebih dahulu dari penulis.
ii
KATA PENGANTAR Segala puji syukur senantiasa kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan berkah-Nya kepada kita semua sehingga hari ini kita dapat dipertemukan untuk mengikuti acara Seminar Nasional yang diadakaan oleh Prodi Pendidikan Akuntansi. Kami mengucapkan selamat datang kepada peserta seminar dimana kita memiliki kesempatan untuk berbagi informasi tentang berbagai strategi dalam pengembangan kurikulum, bahan ajar dan untuk meningkatkan kemampuan penelitian serta penerapan hasil-hasil penelitian dalam pendidikan akuntansi. Peran pendidikan sangat perlu untuk terus diperkuat. Pendidikan sebagai sebuah proses pemberian tuntunan agar menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa. Para akademisi nasional telah banyak menghasilkan penelitian tentang Strategi Pembelajaran dan Pengembangan Bahan Ajar terutama bidang studi akuntansi untuk menghadapi globalisasi, namun masih banyak yang belum didiseminasikan dan dipublikasikan secara luas, sehingga tidak dapat diakses oleh masyarakat yang membutuhkan. Atas dasar tersebut, Kongres Asosiasi Profesi Pendidik Akuntansi dan Seminar Nasional ini menjadi salah satu ajang bagi para Akademisi nasional untuk mempresentasikan penelitiannya, membahas Kurikulum Asosiasi dan Kurikulum Menengah Kejuruan sekaligus bertukar informasi dan memperdalam masalah penelitian, serta mengembangkan kerjasama yang berkelanjutan. Melalui kegiatan ini diharapkan dapat menciptakan inovasi serta memenuhi tuntutan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan sosial budaya khususnya di bidang pendidikan akuntansi. Pada Seminar Nasional ini, tema yang kami angkat adalah “STRATEGI PEMBELAJARAN DAN PENGEMBANGAN BAHAN AJAR AKUNTANSI BERBASIS IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013”. Berkaitan dengan tema tersebut kami menghadirkan 2 narasumber sebagai pemakalah utama yang menyampaikan materi tentang strategi pembelajaran dan pengembangan bahan ajar akuntansi berbasis implementasi kurikulum 2013, yaitu : Prof. Dr. Siswandari, M.Stat Dr. Andi Prastowo, S.Pdi, M.Pdi Publikasi hasil penelitian dilakukan melalui presentasi artikel ilmiah. Peserta seminar nasional adalah Dosen dari berbagai prodi pendidikan akuntansi, guru bidang studi akuntansi dan mahasiswa baik S1, S2, S3 dari beberapa Perguruan Tinggi di Indonesia. Seminar Nasional ini dapat terselenggara berkat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini ijinkan kami megucapkan terima kasih kepada Dekan Fakultas Ekonomi Unesa dan seluruh jajarannya, para nara sumber, Kajur Pendidikan Ekonomi, Kaprodi Pendidikan Akuntansi Asosiasi Profesi Pendidik Akuntansi Indonesia (Aprodiksi), para sponsor yang berpartisipasi kegiatan seminar ini (BTN, Salemba Empat), para peserta seminar atas partisipasinya, serta pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu. Penghargaan yang setinggi-tingginya kami sampaikan kepada segenap panitia yang telah bekerja keras demi suksesnya kegiatan ini. Kami menyadari bahwa penyelenggaran seminar ini masih banyak kekurangan baik dalam penyajian acara, pelayanan administrasi maupun keterbatasan fasilitas. Untuk itu kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Akhir kata, jika ada kekurangan dalam penyelenggaraan seminar ini, kami mohon maaf. Selamat mengikuti seminar, semoga bermanfaat untuk kemajuan kita semua. Ketua Panitia Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi 2016.
iii
SAMBUTAN DEKAN FE UNESA Assalamu’alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita semua. Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas Rahmat dan Ridho-Nya, Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Surabaya dapat menyelenggarakan Seminar Nasional dengan tema “Strategi Pembelajaran dan Pengembangan Bahan Ajar Akuntansi Berbasis Implementasi Kurikulum 2013”. Tema tersebut sangat relevan dengan situasi yang terjadi saat ini mengingat salah satu implikasi dari pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah liberalisasi sektor jasa. MEA menciptakan iklim persaingan yang semakin ketat di sektor jasa. Kunci utama dalam memenangkan persaingan tersebut adalah perbaikan kualitas SDM melalui peningkatan mutu pendidikan. Salah satu profesi yang dimasukkan dalam kerangka liberalisasi sektor jasa di lingkup ASEAN adalah profesi di bidang akuntansi. Oleh karena itu, peningkatan kualitas pembelajaran di bidang akuntansi sangat krusial untuk dilakukan, agar dapat menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi tinggi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu pembelajaran tersebut adalah melalui strategi pembelajaran dan pengembangan bahan ajar akuntansi berbasis implementasi kurikulum 2013. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggitingginya kepada pihak-pihak yang telah bersedia bekerjasama dan membantu penyelenggaraan Seminar Nasional ini. Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya juga ingin kami sampaikan kepada panitia yang telah bekerja keras dalam mempersiapkan dan menyelenggarakan seminar ini. Semoga penyelenggaraan Seminar Nasional ini dapat berjalan dengan baik dan lancar, serta memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kita semua. Terima kasih. Wassalamualaikum Wr. Wb. Surabaya, 5 November 2016 Dekan FE UNESA
Drs. Eko Wahjudi, M.Si
iv
SAMBUTAN KETUA APRODIKSI Assalamualaikum Wa rohmatullohi wa barakatuh……… Segala puji bagi Alloh seru pencipta alam semesta, sholawat dan salam semoga tercurah selalu pada junjungan Nabi SAW beserta para sahabat serta kita semua yang hadir dalam seminar Pendidikan Akuntansi. Saya mengucapkan terimakasih kepada panitia Seminar Pendidikan Akuntansi yang telah berusaha mensukseskan Seminar Pendidikan Akuntansi ini. Acara yang jauh sudah direncanakan beberapa bulan yang lalu yang tentunya panitia sudah mempersiapkan agar Seminar ini sukses dan lancar. Panitia telah meluangkan waktu, biaya, tenaga dan pikiran. Sekali lagi saya ucapkan terimakasih. Semoga pengorbanan tersebut menjadi ladang amal soleh. Pada Kongres pertama Aprodiksi kemarin, Jumat 4 November 2016 yang ditindaklanjuti oleh Seminar Pendidikan Akuntansi hari ini Sabtu 5 November 2015 dengan penyajian makalah. Sebagai ketua Asosiasi Aprodiksi saya turut bangga bahwa kongres dan seminar telah menghasilkan sesuatu yang sangat berharga baik dunia akademik yaitu kumpulan hasil penelitian Pendidikan Akuntansi yang terangkum dalam Prodising ini. Melalui seminar ini kita mengharapkan adanya produktivitas, budaya meneliti dan menulis para pendidik Akuntansi bagi para dosen atau guru Akuntansi. Hasilnya yaitu prosiding Seminar Pendidikan akuntansi dari para dosen dan guru yang berpartisipasi dalam Seminar ini. Seminar dengan Penyajian makalah hasil penelitian maupun kajian pustaka lainnya sangat berharga bagi kita sebagai pendidik Akuntansi. Riset survey maupun eksperimen yang berkaitan dengan pembelajaran Akuntansi akan memperkaya wawasan dan khasanah ilmu pengetahuan pendidikan akuntansi yang semuanya tulisan itu dirangkum dalam prosiding ini. Hal ini tentu tindak lanjutnya diharapkan akan berdampak pada pembelajaran Akuntansi yang bermanfaat secara aksiologis. Oleh karena itu semoga hasil tulisan ini bermanfaat dan dapat dimanfaatkan secara empiris bagi pembaca. Kami dari Aprodiksi menyadari masih ada kekurangan dalam kegiatan seminar dan kualitas prosiding ini. Tidak ada gading yang tak retak, demikian peribahasa mengatakan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan kualitas Seminar /Prosiding di masa mendatang. Akhirulkalam saya ucapkan selamat melaksanakan Seminar Pendidikan Akuntansi. Semoga Alloh SWT merahmati kita semua. Aamiin. Waasalamualaiku waromatullohi wa barokatuh “Pendidikan Akuntansi Jaya……Sukses…….Sukses…….Sukses” Dr Kurjono, M.Pd Ketua Aprodiksi
v
SAMBUTAN KETUA PROGRAM STUDI PAK Assalamualaikum Wr.Wb. Yth. Ketua APE LPTK Indonesia Yth. Dekan Fakultas Ekonomi Unesa Yth. Para pimpinan selingkung Fakultas Ekonomi Unesa Yth. Para Narasumber Prof. Siswandari,M.STAT dan Dr. Andi Prastowo, SPd.,MPd Yth. Ketua Umum dan Sekjen Aprodiksi Yth. Para Kaprodi Pendidikan Akuntansi se Indonesia dan peserta seminar Nasional yang terdiri dari mahasiswa S1, S2, guru , praktisi pendidikan,dan dosen/pemerhati pendidikan Akuntansi dan Keuangan Pertama , Marilah kita panjatkan Puji syukur kehadirat Illahi Robbi, karena atas Rahmat, Hidayah dan InayahNYA maka kita semua dapat hadir pada acara seminar Nasional di Auditorium Fakuktas Ekonomi Unesa dalam keadaan sehat wal:afiat . Tak lupa kami mengucapkan selamat datang kepada para Nara sumber dan para peserta seminar di kampus Unesa. Seminar Nasional ini terselenggara karena merupakan salah satu kegiatan Program kerja Prodi Pendidikan Akuntansi yang kebetulan juga mengapresiasi kurikulum 2013 SMK yang berlaku saat ini. Kami memilih tema” Strategi Pembelajaran dan Pengembangan Bahan Ajar Akuntansi Berbasis Implemementasi Kurikulum 2013 karena menjadi sebuah hal yang sangat penting untuk dibahas. Seminar ini juga merupakan persembahan kami untuk mendukung implementasi kurikulum 2013 terutama untuk SMK yang selama ini belum disentuh, untuk itu kami mengundang para pakar di bidang pendidikan akuntansi dan pengembangan pembelajaran. Tema ini juga penting bagi mahasiswa kami yang sedang menempuh skripsi, karena tematema ini sangat diminati sehingga ini merupakan jembatan untuk mengantarkan mahasiswa kami menjadi calon pendidik yang profesional. Oleh karena itu untuk mahasiswa pendidikan akuntansi angkatan 2013 wajib mengikuti seminar ini. Dalam acara seminar ini kami juga mengundang guru-guru akuntansi karena acara ini juga mampu menjembatani guru-guru untuk mengimplementasikan kurikulum 2013 di sekolah dengan baik. Pada kesempatan kali ini, Terimakasih kami ucapkan kepada para narasumber, para pendiri Aprodiksi, kaprodi pendidikan Akuntansi dan teman-teman dosen Pendidikan Akuntansi, serta bapak ibu guru yang ikut hadir dalam acara seminar nasional ini. Semoga dengan acara ini dapat mempererat tali silaturrahim diantara kita. Tak lupa kami juga memberikan apresiasi yang luar biasa pada segenap panitia yang mendukung acara ini. Pada kesempatan ini pula kami mohon bapak Ketua Aprodiksi untuk memberikan sambutan dan kepada bapak Dekan Fakultas Ekonomi berkenan membuka secara resmi acara seminar Nasional ini. Tak lupa kami mohon maaf apabila ada yang kurang berkenan dalam hal pelayanan kami pada kegiatan seminar ini. Demikian sambutan kami, akhir kata kami mengucapkan Selamat mengikuti seminar,semoga seminar ini bermanfaat dan sukses bagi kita semua. Wassalamualaikum Wr.Wb. Surabaya, 5 Nopember 2016 Ketua Program Studi PAK Dr. Susanti, MSi
vi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ------------------------------------------------------------------------------------------------------ iii SAMBUTAN DEKAN FE UNESA ------------------------------------------------------------------------------------- iv SAMBUTAN KETUA APRODIKSI------------------------------------------------------------------------------------ v SAMBUTAN KETUA PROGRAM STUDI PAK ------------------------------------------------------------------- vi DAFTAR ISI ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------ vii PRESENTASI PEMAKALAH ------------------------------------------------------------------------------------------- ix SUSUNAN ACARA -------------------------------------------------------------------------------------------------------- xiii PERBAIKAN MUTU PENDIDIKAN MELALUI PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MENGACU KURIKULUM 2013 --------------------------------------------------------------------------------------------------------- 14 EVALUASI KINERJA GURU AKUNTANSI DALAM IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 DI KALIMANTAN SELATAN ---------------------------------------------------------------------------------------------- 21 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FRAUD PADA KOPERASI JASA KEUANGAN SYARIAH (STUDI KASUS PADA BMT ANDA SALATIGA) ------------------------------------------------ 39 IMPLEMENTASI LEMBAR KERJA MAHASISWA (LKM) MATERI TIMES VALUE OF MONEY UNTUK MENINGKATKAN KEMANDIRIAN DAN HASIL BELAJAR MAHASISWA PADA MATAKULIAH MANAJEMEN KEUANGAN I---------------------------------------------------------- 52 PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR AKUNTANSI KEUANGAN MELALUI PENDEKATAN SAINTIFIK PADA KELAS XI SMK N 2 TUBAN ------------------------------------------ 78 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE COURSE REVIEW HOREY DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR ------------------------------------------------------------------- 82 PENGARUH KONTROL DIRI, KETERAMPILAN BELAJAR DENGAN KECURANGAN AKADEMIK SEBAGAI VARIABLE MODERATOR TERHADAP PRESTASI BELAJAR MAHASISWA PADA KONSENTRASI PENDIDIKAN AKUNTANSI UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 91 PENGEMBANGAN MODUL AKUNTANSI KEUANGAN SEBAGAI PENDUKUNG KURIKULUM 2013 PADA MATERI AKUNTANSI PERSEDIAAN KELAS XI AKUNTANSI ----- 102 PENGEMBANGAN PERMAINAN BINGO SEBAGAI MEDIA PENGAYAAN MATA PELAJARAN AKUNTANSI PERUSAHAAN JASA SMK NEGERI DI SURABAYA ------------------ 114 PENGGUNAAN COST-VOLUME-PROFIT ANALYSIS (CVP ANALYSIS) UNTUK MERENCANAKAN LABA PADA PT. MASSINDO SOLARIS NUSANTARA -------------------------- 123 PENGEMBANGAN LEMBAR KEGIATAN SISWA (LKS) SEBAGAI PENUNJANG PEMBELAJARAN DALAM K13 PADA MATERI SIKLUS AKUNTANSI PERUSAHAAN JASA UNTUK SISWA KELAS X AKUNTANSI DI SMK NEGERI 1 PROBOLINGGO ----------------------- 133 PENGEMBANGAN PERMAINAN ULAR TANGGA SEBAGAI MEDIA PENGAYAAN PADA MATA PELAJARAN DASAR – DASAR PERBANKAN DI SMK NEGERI MOJOAGUNG -------- 141
vii
PENGEMBANGAN MODUL KOMPUTER AKUNTANSI MYOB BERBASIS SCIENTIFIC APPROACH PADA KOMPETENSI DASAR PENCATATAN TRANSAKSI PERUSAHAAN DAGANG ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 150 PENGEMBANGAN MODUL AKUNTANSI PERUSAHAAN MANUFAKTUR DENGAN SCIENTIFIC APPROACH MATERI HARGA POKOK PESANAN ------------------------------------------- 159 ANALISIS PEMANFAATAN MEDIA SOSIAL DALAM AKTIVITAS PEMBELAJARAN AKUNTANSI (STUDI PADA MAHASISWA PENDIDIKAN AKUNTANSI FPEB UPI) -------------- 169 PENGARUH MEDIA PEMBELAJARAN VISUAL TERHADAP MOTIVASI BELAJAR AKUNTANSI ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 187 PENGARUH PENGUASAAN AKUNTANSI DASAR, KOSA KATA BAHASA INGGRIS AKUNTANSI DAN EFIKASI DIRI TERHADAP HASIL BELAJAR KOMPUTER AKUNTANSI MYOB SISWA KELAS XI AKUNTANSI SMK NEGERI 2 BUDURAN SIDOARJO -------------------- 199 PEMBELAJARAN PENDEKATAN STUDENT CENTER PADA SISWA SMA DENGAN MEDIA PEMBELAJARAN PERMANINAN (GAME) ----------------------------------------------------------------------- 210 PENGEMBANGAN MODUL PRAKTIKUM PADA MATA KULIAH STATISTIK PENELITIAN - 227
viii
PRESENTASI PEMAKALAH SEMINAR NASIONAL PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA 5 November 2016 NO
JUDUL
NAMA
INSTITUSI
EMAIL
1
EVALUASI KINERJA GURU AKUNTANSI DALAM IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 DI KALIMANTAN SELATAN
Dwi Atmono Muhammad Rahmattullah
Universitas Lambung Mangkurat
[email protected] [email protected]
2
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FRAUD PADA KOPERASI JASA KEUANGAN SYARIAH (STUDI KASUS PADA BMT ANDA SALATIGA)
Kusumantoro Ahmad Nurkhin Hasan Mukhibad
Universitas Negeri Semarang
[email protected] [email protected] [email protected] d
3
IMPLEMENTASI LEMBAR KERJA MAHASISWA (LKM) MATERI TIMES VALUE OF MONEY UNTUK MENINGKATKAN KEMANDIRIAN DAN HASIL BELAJAR MAHASISWA PADA MATAKULIAH MANAJEMEN KEUANGAN I
Mariana
Universitas Negeri Surabaya
[email protected]
4
PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR AKUNTANSI KEUANGAN MELALUI PENDEKATAN SAINTIFIK PADA KELAS XI SMK N 2 TUBAN
Niniek Widiarochmawati
SMKN 2 Tuban
5
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE COURSE REVIEW HOREY DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR (Eksperimen Pada Mata kuliah Manajemen Keuangan Lanjutan)
Imas Purnamasari
Universitas Pendidikan Indonesia Bandung
[email protected]
1 ix
NO 6
JUDUL PENGARUH KONTROL DIRI, KETERAMPILAN BELAJAR DENGAN KECURANGAN AKADEMIK SEBAGAI VARIABLE MODERATOR TERHADAP PRESTASI BELAJAR MAHASISWA PADA KONSENTRASI PENDIDIKAN AKUNTANSI UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
NAMA Santi Susanti
INSTITUSI Universitas Negeri Jakarta
EMAIL
[email protected]
7
PENGEMBANGAN MODUL AKUNTANSI KEUANGAN SEBAGAI PENDUKUNG KURIKULUM 2013 PADA MATERI AKUNTANSI PERSEDIAAN KELAS XI AKUNTANSI
Maya Hidayatus Shallehka Susanti Susa
Universitas Negeri Surabaya
[email protected] [email protected]
8
PENGEMBANGAN PERMAINAN BINGO SEBAGAI MEDIA PENGAYAAN MATA PELAJARAN AKUNTANSI PERUSAHAAN JASA SMK NEGERI DI SURABAYA
Arini Putri Rahayu Luqman Hakim
Universitas Negeri Surabaya
[email protected] [email protected]
9
PENGGUNAAN COST-VOLUME-PROFIT ANALYSIS (CVP ANALYSIS) UNTUK MERENCANAKAN LABA PADA PT. MASSINDO SOLARIS NUSANTARA
Ardiansyah Denis satya wardana Dodi ragil tri suprapto
Universitas Negeri Surabaya
[email protected] [email protected] [email protected]
10
PENGEMBANGAN LEMBAR KEGIATAN SISWA (LKS) SEBAGAI PENUNJANG PEMBELAJARAN DALAM K13 PADA MATERI SIKLUS AKUNTANSI PERUSAHAAN JASA UNTUK SISWA KELAS X AKUNTANSI DI SMK NEGERI 1 PROBOLINGGO
Dewi Rahmawati Agung Listiadi
Universitas Negeri Surabaya
[email protected] [email protected]
x
JUDUL PENGEMBANGAN PERMAINAN ULAR TANGGA SEBAGAI MEDIA PENGAYAAN PADA MATA PELAJARAN DASAR – DASAR PERBANKAN DI SMK NEGERI MOJOAGUNG
NAMA Novinda Fauzuna Rohmatan Eko Wahjudi
INSTITUSI Universitas Negeri Surabaya
EMAIL
[email protected] [email protected]
12
PENGEMBANGAN MODUL KOMPUTER AKUNTANSI MYOB BERBASIS SCIENTIFIC APPROACH PADA KOMPETENSI DASAR PENCATATAN TRANSAKSI PERUSHAAN DAGANG
Ahmad Thohar Afriandri Suci Rohayati
Universitas Negeri Surabaya
[email protected]
[email protected] [email protected]
2
NO 11
13
PENGEMBANGAN MODUL AKUNTANSI PERUSAHAAN MANUFAKTUR DENGAN SCIENTIFIC APPROACH MATERI HARGA POKOK PESANAN
Rizka Aulia Rochmawati
Universitas Negeri Surabaya
14
ANALISIS PEMANFAATAN MEDIA SOSIAL DALAM AKTIVITAS PEMBELAJARAN AKUNTANSI (STUDI PADA MAHASISWA PENDIDIKAN AKUNTANSI FPEB UPI)
Abdul Ghani Maulana Tarsono Arvian Triantoro
Universitas Pendidikan Indonesia Bandung
15
PENGARUH MEDIA PEMBELAJARAN VISUAL TERHADAP MOTIVASI BELAJAR AKUNTANSI (Studi Eksperimen di SMA Al-Ma’soem )
Rizkiana Zahra Kurjono
Universitas Pendidikan Indonesia Bandung
[email protected] [email protected] [email protected]
16
PENGARUH PENGUASAAN AKUNTANSI DASAR, KOSA KATA BAHASA INGGRIS AKUNTANSI DAN EFIKASI DIRI TERHADAP HASIL BELAJAR KOMPUTER AKUNTANSI MYOB SISWA KELAS XI
Ferizka Rahmatika Joni Susilowibowo
Universitas Negeri Surabaya
[email protected] [email protected]
3
xi
NO
JUDUL AKUNTANSI SMK NEGERI 2 BUDURAN SIDOARJO
NAMA
INSTITUSI
EMAIL
17
PEMBELAJARAN PENDEKATAN STUDENT CENTER PADA SISWA SMA DENGAN MEDIA PEMBELAJARAN PERMANINAN (GAME)
Muhamad Iskhak Imroatur Rosida Agustin Tri Murni
Program Studi S2 Pendidikan Ekonomi, Universitas Negeri Surabaya
[email protected] [email protected] [email protected]
Universitas Negeri Surabaya
[email protected] [email protected] [email protected]
18
PENGEMBANGAN MODUL PRAKTIKUM PADA MATA Riza Yonisa Kurniawan KULIAH STATISTIK PENELITIAN Waspodo Tjipto Subroto Dhiah Fitrayati
xii
xiii
SUSUNAN ACARA SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA Strategi Pengembangan Bahan Ajar Untuk Implementasi Kurikulum 2013 5 November 2016 Surabaya, Jawa –Timur. Indonesia Waktu Durasi Acara Pelaksana Tempat 06.30-07.00 30 menit Persiapan Panitia Panitia 07.00-08.00
1 jam
08.00-08.20
10 menit
Registrasi Peserta
Panitia
Opening Ceremony: Menyanyikan lagu Indonesia Raya
Sie Acara
10 menit
10 menit 08.20-09.00
Sambutan- Sambutan 10 menit
10 menit
09.00-09.05 09.05-10.35 10.35-12.05 12.05 –13.00 13.00 –16.00
5 menit 1 jam 30 menit 1 jam 30 menit 1 jam 4 Jam
Pembacaan Doa Seminar Secara Panel (1) Seminar Secara Panel (2) Ishoma Presentasi Artikel Pendamping
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
Laporan Ketua Panitia Seminar Nasional (Dr. Agung Listiadi, M.Ak) Sambutan Ketua Program Studi Pendidikan Akuntasi FE UNESA (Dr. Susanti, M.Si) Sambutan Ketua Umum APRODIKSI (Dr. Kurjono, M.Pd) Sambutan Dekan Fakultas Ekonomi UNESA (Drs. Eko Wahjudi, M.Si) Saudara Arief (Manajemen ) Prof. Dr. Siswandari, M. Stats Dr. Andi Prastowo, S.Pd.I., M.Pd.I Peserta dan Panitia Prosiding Ruang 1 Prosiding Ruang 2
Ruang Seminar Gedung G3 Lantai 2 FE UNESA
Gedung G3 Ruang 1 G3.01.01 Ruang 2 G3.01.03
PERBAIKAN MUTU PENDIDIKAN MELALUI PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MENGACU KURIKULUM 2013 Andi Prastowo Program Studi PGMI Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga
[email protected] Abstract Indonesia's major issues ranging from high rates of poverty and unemployment, low competitiveness of human resources, and high rates of corruption perceptions in Indonesia is a national educational challenges. The condition is actually a manifestation of the low quality of education in Indonesia. To that end, the improvement of national education needs to be comprehensive and systematic capable of promoting the achievement of conditions of equity, equality, and quality, as well as education as a means of social mobility not social reproduction. It is especially starting from the improvement of the learning process. Curriculum 2013 changes to find relevance as one of the solutions to overcome the challenges of national education through quality improvement process. For the success of the process, development of teaching materials prepared in accordance common procedures and special procedures that refer Curriculum 2013 is a must. Keywords: the challenge of national education, quality improvement, learning, teaching materials PENDAHULUAN Tantangan pendidikan Indonesia saat ini semakin berat. Di samping, persoalan pemerataan (equity) dan keadilan (equality) yang belum tuntas, Pemerintah masih dihadapkan dengan tugas berat untuk memperbaiki mutu (quality) pendidikan nasional yang tidak kunjung maju. Setidak-tidaknya, tantangan pendidikan nasional dihadapkan dengan 7 persoalan besar bangsa, yaitu: pertama, yaitu angka kemiskinan yang tinggi. Sejalan dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2015 yang mencatat bahwa jumlah rakyat miskin, penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan, sebanyak 28,59 juta orang, setara dengan 11, 22 persen penduduk. Mereka inilah yang berada dalam kemiskinan kronis karena berada di bawah garis kemiskinan: pengeluaran per kapita per bulan sebesar Rp, 312.328. Bank Dunia (2014) mencatat penduduk yang berada sedikit di atas garis kemiskinan jumlahnya masih besar, 65 juta jiwa, juga sangat rentan jatuh miskin. Bahkan menurut lembaga pemikir dan peneliti Perkumpulan Prakarsa (2015), sebagaimana diungkapkan Maftuchan, kemiskinan moneter, ala BPS dan Bank Dunia di atas tidak memadai untuk meliha kemiskinan secara komprehensif. Melalui Indeks Kemiskinan Multidimensi, Prakarsa memasukkan tiga dimensi (kesehatan, pendidikan, dan standar hidup) untuk melihat kemiskinan multidimensi di Indonesia. Hasilnya, angka kemiskinan multidimensi Indonesia masih tinggi, yakni 29,7 persen pada 2014. Artinya, 79,5 juta jiwa atau 19,3 juta rumah tangga tergolong miskin multidimensi, yakni tejerat masalah pendidikan, kesehatan, dan standar hidup (Mafuchan, Kompas, 5/3/2016).
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
2
Kedua, yaitu jumlah pengangguran terbuka yang besar. Persoalan kedua ini pada dasarnya menjadi sebab utama persoalan pertama. Hal tersebut terutama jika dipahami dengan menggunakan paradigma employment-ism, yakni kemiskinan yang semakin berat dapat dilihat dari kondisi tingginya pengang-guran (Nugroho, 2010:89). Kondisi tersebut terlihat pada Tabel 1. Dari Tabel 1 tersebut terlihat bahwa pada Februari 2016 tingkat pengangguran terbuka nasional mencapai 7,02 juta orang atau 5,5 persen. Jumlah tersebut menurun dibandingkan dengan Februari 2015 yang mencapai 7,45 juta orang atau 5,81 persen. Ditinjau dari taraf pendidikannya, persen-tase lulusan SD ke bawah yang menganggur mencapai 3,44 persen, lebih kecil daripada tahun 2015 sebesar 3,61 persen. Untuk pengangguran berpendi-dikan Tabel 1 Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan
(Sumber: BPS, 2015 dan 2016)
sekolah menengah pertama, jumlahnya juga mengalami penurunan, yakni dari 7,14 persen pada tahun 2015 menjadi 5,76 persen pada tahun 2016. Hal serupa juga terjadi pada pengangguran dari sekolah menengah atas menurun dari 8,17 persen pada tahun 2015 menjadi 6,95 persen pada tahun 2016. Adapun tingkat pengangguran tertinggi adalah lulusan sekolah menengah kejuruan dengan persentase 9,84 persen pada tahun 2016, atau meningkat dari 9,05 persen pada tahun 2015. Peningkatan serupa juga terjadi pada lulusan universitas tingkat penganggurannya justru meningkat dari 5,34 persen pada tahun 2015 menjadi 6,22 persen pada tahun 2016 (Sawitri, https://m.tempo.co/read/news/2016/05/04/173768481/bpspengangguran-terbuka-di-indonesia-capai-7-o2-juta-orang, 17/10/ 2016). Ketiga, yaitu ketimpangan struktur antara suply and demand. Maksudnya, selama ini terjadi kelebihan ketersediaan pasokan tenaga kerja (lulusan) yang tidak seimbang atau tidak sebanding dengan struktur kesempatan kerja menurut pendidikan. Seperti terlihat pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa semakin tinggi pendidikan, semakin banyak mereka yang bekerja untuk orang lain (buruh/karyawan/pegawai). Jika tamatan SD yang berstatus karyawan hanya 15 persen, maka lulusan SMA ke atas yang bekerja sebagai karyawan Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
3
mencapai 63,99 persen. Menurut Suryadi (2014:79), kondisi tersebut menyebabkan pengangguran lulusan SMA ke atas lebih banyak bergantung pada tersedianya lapangan kerja sektor formal, seperti kantor pemerintah, kantor swasta, atau pekerja pabrikan. Gejala ini umumnya terjadi pada pertengahan abad ke-20 di mana tersedianya lapangan kerja sektor pemerintah masih cukup banyak. Sementara itu, kecil sekali persentase tenaga kerja berpendidikan rendah yang menganggur karena mereka lebih banyak yang berusaha secara mandiri dan melakukan usaha keluarga. Kedua status pekerjaan tersebut (wiraswasta dan berusaha dibantu buruh tetap/dibayar) jarang sekali dilakukan oleh mereka yang berpendidikan SMA ke atas. Hal tersebut sangatlah wajar jika dikatakan bahwa investasi pendidikan cenderung lebih menghasilkan tenaga-tenaga yang kurang mandiri. Tenagatenaga yang mandiri adalah justru mereka yang berpendidikan rendah atau tidak sekolah sama sekali. Kondisi tersebut sangatlah ironis, karena sebelum manusia Indonesia “tersentuh” oleh pendidikan formal, pada dasarnya mereka sudah memiliki kemandirian, akan tetapi setelah dididik dalam lingkungan pendidikan formal, mereka berubah menjadi orang-orang yang tidak mandiri dan bergantung pada lapangan kerja yang disediakan oleh orang lain. Keempat, yaitu mayoritas ketersediaan tenaga kerja berpendidikan rendah. Sebagaimana diungkap oleh Litbang Kompas (Kompas, 4/10/2016) dengan merujuk data Badan Pusat Statistik dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bahwa jumlah tenaga kerja Indonesia yang berpendidikan rendah, yaitu tidak sekolah, belum tamat, dan lulusan SD hingga Februari 2016 (Tabel 3) adalah terbesar dibandingkan pekerja yang berpendidikan SMP, Tabel 2. Ketimpangan Struktur antara Suply and Demand di Indonesia
(Sumber: BPS, 2016) Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
4
SMA, ataupun Akademi/Diploma/Universitas, yakni mencapai 42,45 persen (52.432.307 pekerja) dari total 120.647.687 pekerja di seluruh Indonesia yang berusia 15 tahun ke atas. Sementara itu, jumlah pekerja berpendidikan SMP sebesar 17,80 persen; jumlah pekerja berpendidikan SMA sebesar 27,39 persen; dan jumlah pekerja berpendidikan akademik/diploma/univer-sitas hanya sebesar 11,34 persen. Angka-angka tersebut sebanding dengan Ikhtisar Data Pendidikan Dasar 2015/2016 yang diterbitkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yakni sebanyak 946.013 siswa (dari 4.381.997 siswa lulus SD) tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP. Adapun sebanyak 68.066 siswa (dari total 25.885.053 siswa SD) mengalami putus sekolah di bangku SD. Jumlah tersebut diperparah dengan akumulasi siswa yang hanya berijazah SD dari tahun-tahun ajaran sebelumnya, yaitu 1.422.932 orang pada 2012/2013, 1.426.926 siswa (2013/2014), dan 1.170.135 siswa (2014/2015). Jika ditambahkan semuanya, jumlahnya 5.032.072 orang, mendekati populasi di Singapura yang diperkirakan berjumlah 5.610.000 jiwa. Kelima, yaitu tingginya indeks persepsi korupsi (CPI) dan rendahnya peringkat indeks negara baik (GCI). Berdasarkan hasil studi tahun 2015, Good Country Index (Indeks Negara Baik) Indonesia di peringkat ke-83, atau di bawah negara-negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, Filipina, dan Thailand. Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia ada di bawah Filipina (74), Thailand (57), Malaysia (46), dan Singapura (24). Namun, jika dibedah lebih jauh dengan mencermati peringkat per indikator utama, Indonesia mendapat posisi paling buruk di indikator sumbangsih keilmuan dan teknologi. Indonesia ada di peringkat 160 dari 163 negara. Indonesia hanya unggul dari tiga negara, yakni Angla, Guinea, Ekuador, dan Irak. Sementara itu, untuk indikator budaya Indonesia berada di peringkat ke-131 dai 163 Tabel 3. Profil Pendidikan Tenaga Kerja Indonesia
(Sumber: Kompas, 4/10/2016) Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
5
negara. Sedangkan pada indikator perdamaian dan keamanan internasional, Indonesia di peringkat ke-19 dari 163 negara; pada indikator keteraturan dunia, Indonesia di peringkat ke62 dari 163 negara; pada indikator planet dan iklim, Indonesia di peringkat ke-138 dari 163 negara; pada indikator kemakmuran dan persamaan, Indonesia di peringkat ke-35 dari 163 negara; dan pada indikator kesehatan dan kesejahteraan, Indonesia di peringkat ke-70 dari 163 negara (Kompas,20/6/2016). Tabel 4. 20 Negara Peringkat Teratas CPI dan GCI serta Posisi Indonesia di Dalamnya
(Sumber: Kompas, 20/6/2016)
Sementara itu, jika melihat Indeks Persepsi Korupsi atau IPK (Corruption Perception Index) tahun 2015, yang disusun oleh Transparency International, Indonesia berada di peringkat ke-88 dari 167 negara. Ini artinya, tingkat korupsi di Indonesia masih tinggi. Dalam analisis Antony Lee (Kompas, 20/6/2016) terungkap bahwa jika 20 negara teratas dalam Indeks Persepsi Korupsi 2015 disandingkan dengan peringkat Indeks Negara Baik (lihat Tabel 4), khusus di sektor keilmuan dan teknologi, ada 14 negara yang berisisan di kedua indeks tersebut. Ini artinya, tinggi rendahnya korupsi berkontribusi terhadap tinggi rendahnya Indeks Negara Baik yang dicapai negara tersebut, terutama pada sektor keilmuan dan teknologi. Dengan kata lain, jebloknya indeks negara baik terutama di sektor keilmuan dan teknologi di Indonesia disebabkan – salah satunya – karena faktor tingginya angka korupsi pada bidang pendidikan di Indonesia. Keenam, yaitu kualitas daya saing sumber daya manusia Indonesia dari segala umur rendah. Seperti diungkapkan Victoria Fanggidae (Kompas, 2/9/2016) mengutip hasil tes PIAAC atau Programme for the International Assessment of Adult Competencies terbaru (2016) yang dilakukan oleh OECD (Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
6
Pembangunan) bahwa peringkat Indonesia terpuruk di peringkat paling bawah hampir pada semua jenis kompetensi yang diperlukan orang dewasa untuk bekerja dan berkarya sebagai anggota masyarakat. Sebut saja semisal kemampuan literasi, numerasi, dan kemampuan pemecahan masalah. Skor Indonesia juga terendah di hampir semua kategori umur. Lebih dari separuh responden Indonesia dari level 1 (kategori pencapaian paling bawah) dalam hal kemampuan literasi. Dengan kata lain, Indonesia adalah negara dengan rasio orang dewasa berkemampuan membaca terburuk dari 34 negara OECD dan mitra OECD yang disurvei pada putaran ini. Capaian tersebut juga menandakan bahwa orang dewasa pada level <1 tersebut, menurut definisi OECD, hanya mampu membaca teks singkat tentang topik yang sudah akrab untuk menemukan satu bagian informasi spesifik. Untuk penyeleaian tugas tersebut, hanya pengetahuan kosakata dasar yang diperlukan dan pembaca tidak perlu memahami struktur kalimat atau paragraf. Kondisi yang mirip juga terjadi dalam tes PISA tahun 2012 yang menempatkan Indonesia juga pada peringkat bawah, yaitu peringkat ke-64 dari 65 negara yang berpartisipasi. Lebih lanjut diungkapkan Suryadi (2014, 10) bahwa ratarata skor matematika, membaca, dan sains anak-anak Indonesia adalah 375, 396, dan 382, jauh di bawah rata-rata skor anak di negara OECD, yaitu 494, 496, dan 501. Ketujuh, yaitu kompetensi pekerja Indonesia lemah, baik dari aspek hardskill maupun softskill, utamanya lulusan SMA/SMK dan sebagian lagi lulusan perguruan tinggi. Sebagaimana diungkapkan Satryo Soemantri Brodjonegoro (Kompas, 20/9/2016), bahwa dari survei langsung ke 460 perusahaan kecil menengah dengan sektor usaha yang beragam dan ukuran perusahaan yang juga beragam. Sebaran perusahaan yang disurvei termasuk di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi dengan pola yang sedemikian rupa hingga merepresentasikan profil perusahaan yang ada di Indonesia. Salah satu hasil survei yang menonjol adalah keluhan sebagian besar perusahaan terhadap lemahnya soft-skill para pekerja yang sebagian besar lulusan SMA/SMK dan sebagian lagi lulusan perguruan tinggi. Keluhan terhadap lemahnya hard-skill juga terungkap dalam survei tersebut, tetapi perusahaan mengakui bahwa lebih mudah bagi mereka membekali hard-skill para pekerja melalui berbagai pelatihan singkat dan magang. Adapun hasil survei perihal soft-skill yang menonjol adalah sebagai berikut: 92 persen menyatakan bahwa para pekerja sangat lemah dalam membaca meskipun dalam bahasa Indonesia; 90 persen dalam menulis; 83 persen dalam kemampuan berkomunikasi; dan 82 persen dalam kemampuan bekerja di dalam tim. Dari ketujuh persoalan besar tersebut, inti permasalahannya sesungguhnya terletak pada dua hal, yaitu kemiskinan dan rendahnya kualitas sumber daya manusia. Namun, untuk menyelesaikan keduanya, menurut Azra (2012, 61) adalah tidak mudah, karena keduanya seperti lingkaran setan (vicious circle). Meskipun demikian, Azra berpendapat bahwa pendidikan adalah sarana yang paling efektif untuk mengatasi berbagai persoalan bangsa tersebut, meskipun membutuhkan waktu yang panjang. Dengan kata lain, jika merujuk pada pendapat Azra maka maju-mundurnya suatu negara ditentukan oleh kualitas pendidikan di negara tersebut. Ini artinya, jika melihat berbagai persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini, sebagai tantangan pendidikan nasional, maka penyebab utamanya adalah rendahnya mutu pendidikan nasional. Kondisi tersebut menuntut pemerintah beserta seluruh elemen-elemennya harus memperbaiki dunia pendidikan nasional secara komprehensif dan sistematik. Perbaikan tersebut harus menciptakan suatu layanan pendidikan yang merata (equity), berkeadilan (equality), dan juga berkualitas (quality). Sejalan dengan pernyataan Suryadi, dkk Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
7
(2014:62,65), peningkatan mutu pendidikan semestinya bukan lebih dikedepankan pada aspek supremacy -nya, tetapi justru diperkuat pada aspek capacity sehingga layanan pendidikan yang adil dan bermutu dapat diwujudkan. Di samping itu, untuk mengatasi berbagai persoalan kemiskinan dan pengangguran di Indonesia, pendidikan nasional harus dibangun sebagai sarana mobilitas sosial, dan bukan sebagai kekuatan untuk reproduksi sosial (Nuryatno, 2008:63-64). Dengan demikian, rakyat miskin dapat bermobilitas secara vertikal dan meninggalkan zona kemiskinannya menuju zona kemakmuran. Sementara itu, pendidikan juga merupakan sebuah sistem. Di dalamnya terdapat berbagai elemen, sebagai subsistem pendukungnya, seperti input (siswa), proses (praktek, bimbingan latihan, dan kerja lapangan, sumber daya manusia, metode, dan material), output (lulusan), dan umpan balik (Hamalik, 2012:79). Merujuk pandangan Zamroni (2011:136-137) bahwa proses pembelajaran merupakan faktor yang langsung menentukan kualitas sekolah dan karena itulah peningkatan mutu pembelajaran merupakan inti dari reformasi pendidikan di negara manapun. Dipertegas oleh Karwati dan Triansa (2013: 51) yang menambahkan bahwa proses pembelajaran itu sendiri mencakup sejumlah unsur utama yang membentuk mutu pembelajaran, yaitu: tujuan pembelajaran, isi kurikulum, guru, sarana dan prasarana, dana, manajemen dan evaluasi. Di sinilah kebijakan Pemerintah mengubah kurikulum nasional dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menjadi Kurikulum 2013 menemukan relevansinya sebagai salah satu upaya perbaikan mutu pendidikan di Indonesia. Dasar pertimbangannya, merujuk penjelasan Mulyasa (2014: 163-164) bahwa Kurikulum 2013 secara konseptual memiliki tiga keunggulan di antaranya: pertama, Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan yang bersifat alamiah (konstektual), karena berangkat, berfokus, dan bermuara pada hakekat peserta didik untuk mengembangkan berbagai kompetensi sesuai dengan potensinya masing-masing. Kedua, Kurikulum 2013 yang berbasis karakter dan kompetensi boleh jadi mendasari pengembangan kemampuan-kemampuan lain. Ketiga, ada bidang-bidang studi atau mata pelajaran tertentu yang dalam pengembangannya lebih tepat menggunakan pendekatan kompetensi, terutama yang berkaitan dengan keterampilan. Di samping itu, Hidayat (2013:116) mengungkapkan pula bahwa Kurikulum 2013 dikembangkan untuk meningkatkan capaian pendidikan melalui dua strategi utama, yaitu: peningkatan efektivitas pembelajaran pada satuan pendidikan dan penambahan waktu pembelajaran di sekolah. Efektivitas pembelajaran tersebut dicapai melalui tiga tahapan, yaitu: efektivitas interaksi, efektivitas pemahaman, dan efektivitas penerapan. Selanjutnya, perubahan kurikulum dari KTSP ke Kurikulum 2013 esensinya hanya terjadi pada 4 elemen, yaitu: (1) standar kompetensi lulusan, (2) standar isi, (3) standar proses, dan (4) standar penilaian . Standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik yang harus dipenuhinya atau dicapainya dari suatu satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah (UU Sisdiknas No. 20/2003 Pasal 35). Standar isi adalah kriteria mengenai ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi peserta didik untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu (PP tentang SNP No. 13/2015, Pasal 1). Standar proses adalah kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan. Standar proses adalah kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan (PP SNP No.13/2015 Pasal 1). Adapun standar penilaian adalah kriteria mengenai mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar siswa (PP SNP No.13/2015 Pasal 1). Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
8
Untuk mengatasi rendahnya mutu proses pembelajaran, persoalan tersebut tidak bisa dipecahkan secara parsial, tetapi harus komprehensif dan sistematis, karena proses pembelajaran juga melibatkan banyak komponen di dalamnya. Salah satunya, yaitu bahan ajar. Menurut pendekatan sistem kurikulum, keberadaan bahan ajar sebagai bahan kajian yang dibutuhkan oleh siswa untuk mencapai tujuan pendidikan melalui suatu proses atau kegiatan pembelajaran adalah suatu keniscayaan. Tanpa bahan ajar maka mustahil siswa mampu mencapai tujuan pendidikan. Sejalan dengan penjelasan Arifin (2011:81) yakni untuk mencapai tujuan pendidikan diperlukan isi atau materi yang harus disampaikan kepada peserta didik melalui suatu proses atau kegiatan yang sistematis dan tepat. Dipertegas oleh Sanjaya dan Andayani (2015:53) bahwa baik materi ataupun aktivitas, bahan ajar diarahkan dan difungsikan untuk mencapai tujuan yang ditentukan. Dari uraian tersebut terlihat bahwa bahan ajar memiliki posisi dan kedudukan yang urgen dalam menciptakan proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Ini artinya bahan ajar memiliki peran penting bagi upaya perbaikan mutu proses pembelajaran melalui implementasi Kurikulum 2013. Di satu sisi lain, terdapat kesenjangan yang cukup berarti antara Kurikulum 2013 dengan KTSP, terutama yang terkait bahan ajar. Hal tersebut disebabkan karena pada Kurikulum 2013 buku teks memuat materi dan proses pembelajaran, sistem penilaian serta kompetensi yang diwajibkan, sedangkan pada kurikulum sebelumnya (KTSP) buku teks hanya memuat materi bahasan. Selain itu, guru pada Kurikulum 2013 diharapkan memenuhi kompetensi profesional, pedagogi, sosial, dan personal, berbeda dengan sebelumnya yakni guru hanya berfokus memenuhi kompetensi profesi (Majid, 2014:41). Pertanyaannya adalah, pertama, hal-hal apa saja yang perlu dijadikan dasar pertimbangan dalam pengembangan bahan ajar mengacu Kurikulum 2013?, dan kedua, bagaimana prosedur pengembangan bahan ajar mengacu Kurikulum 2013? Artikel ini memberikan uraian penjelasan secara runtut sesuai dengan dua rumusan masalah tersebut. Dengan demikian dua hal utama yang menjadi tujuan utama penulisan artikel ini dapat tercapai, yaitu: pertama, mengungkapkan hal-hal yang menjadi dasar pertimbangan dalam pengembangan bahan ajar mengacu Kurikulum 2013, dan kedua, mengungkapkan prosedur pengembangan bahan ajar mengacu Kurikulum 2013. PEMBAHASAN Bagian pembahasan dalam artikel ini terbagi menjadi dua sub pokok bahasan, yaitu: pertama, hal-hal yang menjadi dasar pertimbangan dalam pengembangan bahan ajar mengacu Kurikulum 2013; dan kedua, prosedur pengembangan bahan ajar mengacu Kurikulum 2013. Uraian selengkapnya mengenai masing-masing sub pokok bahasan tersebut dipaparkan sebagai berikut: 1. Hal-hal yang Menjadi Dasar Pertimbangan dalam Pengembangan Bahan Ajar Mengacu Kurikulum 2013 Bahan ajar adalah segala bahan (baik informsi, alat, maupun teks) yang disusun secara sistematis (by design) yang menampilkan sosok utuh darikompetensi yang akan dikuasai siswa dan digunakan dalam proses pembelajaran (Prastowo, 2014a:17). Selaras dengan makna isi atau materi dalam sistem kurikulum yakni semua kegiatan dan pengalaman yang dikembangkan dan disusun dalam rangka mencapai tujuan pendidikan (Arifin, 2011:88). Dalam konteks Kurikulum 2013, tujuan pendidikan tersebut dimanifestasikan dalam bentuk Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
9
kompetensi. Sebagaimana disebutkan Mulyasa (2013:68-69), Kurikulum 2013 berbasis kompetensi. Oleh karenanya, Kurikulum 2013 memfokuskan pada pemerolehan kompetensikompetensi tertentu oleh siswa di mana di dalamnya mencakup sejumlah kompetensi, dan seperangkat tujuan pembelajaran yang dinyatakan sedemikian rupa, sehingga pencapaiannya dapat diamati dalam bentuk perilaku atau keterampilan siswa sebagai suatu kriteria keberhasilan. Dalam hal tersebut, Mulyasa juga menunjukkan bahwa setidak-tidaknya terdapat dua landasan teoritis yang mendasari Kurikulum 2013 berbasis kompetensi, yaitu: pertama, adanya pergeseran dari pembelajaran kelompok ke arah pembelajaran individual; dan kedua, pengembangan konsep belajar tuntas (mastery learning) atau belajar sebagai penguasaan (learning for mastery) adalah suatu falsafah pembelajaran yang mengatakan bahwa sistem pembelajaran yang tpat, semua peserta didik dapat mempelajari semua bahan yang diberikan dengan hasil yang baik. Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa keberadaan bahan ajar menjadi bagian tidak terpisahkan dari implementasi suatu kurikulum. Termasuk dalam hal ini, yaitu implementasi Kurikulum 2013. Dengan kata lain, pengembangan bahan ajar senantiasa mengacu kurikulum yang berlaku. Ini artinya, kaidah-kaidah atau pedoman-pedoman yang menjadi acuan dalam implementasi Kurikulum 2013 juga menjadi pertimbangan dalam pengembangan bahan ajar di dalamnya. Hal ini sejalan dengan tujuan pengembangan bahan ajar yaitu: pertama, menyediakan bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum dengan mempertimbangkan kebutuhan siswa, yakni bahan ajar yang sesuai dengan karakteristik dan setting atau lingkungan sosial siswa; kedua, membantu siswa dalam memperoleh alternatif bahan ajar di samping buku-buku teks yang terkadang sulit diperoleh; dan ketiga, memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran (Prastowo, 2014b:141). Dalam hal ini, implementasi Kurikulum 2013 merujuk pada regulasi perubahan terakhir per Juni 2016 terdiri dari 6 peraturan, yaitu: (1) Peraturan Pemerintah No 13/2015 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah No. 19/2015 tentang Standar Nasional Pendidikan; (2) Permendikbud No. 20/2016 tentang Standar Kompetensi Lulusan; (3) Permendikbud No. 21/2016 tentang Standar Isi; (4) Permendikbud No. 22/2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah; (5) Permendikbud No. 23/2016 tentang Standar Penilaian Pendidikan; dan (6) Permendikbud No.24/2016 tentang Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Kurikulum 2013 pada Pendidikan Dasar dan Menengah. Sementara itu, dalam konteks pengembangan bahan ajar, perlu ditambahkan satu regulasi lagi sebagai acuannya, yaitu (1) Permendikbud No. 71/2013 tentang Buku Teks Pelajaran dan Buku Panduan Guru untuk Pendidikan Dasar dan Menengah, dan (2) Permendikbud No. 8/2016 tentang Buku yang Digunakan oleh Satuan Pendidikan. Dari kedelapan regulasi tersebut dapat diungkapkan beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan bahan ajar, yaitu: pertama, bahan ajar disusun dan dikembangkan dalam rangka pencapaian Standar Kompetensi Lulusan yang berbasis pada Kompetensi Abad XXI, Bonus Demografi Indonesia, dan Potensi Indonesia menjadi Kelompok 7 Negara Ekonomi Terbesar Dunia, dan sekaligus memperkuat kontribusi Indonesia terhadap pembangunan peradaban dunia. Dijelaskan oleh Liem dan Prast (2016:155-180) bahwa terdapat 9 keterampilan wajib dalam menghadapi tantangan abad XXI, yaitu: krarivitas, komunikasi, storry telling, berpkir kritis, kemampuan bekerjasama, pemahaman lintas budaya, melek data, kemampuan untuk berubah, dan rasa ingin tahu (curiosity). Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
10
Kedua, karakteristik, kesesuaian, kecukupan, keluasan, dan kedalaman materi ditentukan sesuai dengan karakteristik kompetensi beserta proses pemerolehan kompetensi, yang meliputi tiga jenis yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Ketiga, yaitu ruang lingkup materi dirumuskan berdasarkan kriteria muatan wajib yang ditetapkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, konsep keilmuan, dan karakteristik satuan pendidikan dan program pendidikan. Dalam hal ini, ruang lingkup materi dirumuskan sesuai Permendikbud No. 21/2016 tentang Standar Isi dan Permendikbud No. 24/2016 tentang Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Kurikulum 2013 pada Pendidikan Dasar dan Menengah. Kompetensi inti dan kompetensi dasar menjadi acuan dalam pengembangan bahan ajar. Hal itu karena kompetensi dasar pada kurikulum 2013 berisi kemampuan dan materi pembelajaran untuk suatu mata pelajaran pada masing-masing satuan pendidikan yang mengacu pada kompetensi inti (Permendikbud No.24/2016). Keempat, buku yang digunakan di satuan pendidikan meliputi buku teks pelajaran dan buku non-teks pelajaran dan harus memenuhi standar kelayakan oleh Kementerian atau BSNP. Buku teks pelajaran memuat materi dan proses pembelajaran, sistem penilaian serta kompetensi yang diharapkan (Hidayat, 2013:126). Buku teks pelajaran dan buku non teks pelajaran yang layak harus memenuhuhi kriteria (Permendikbud No. 8/2016): (1) memenuhi nilai/norma positif yang berlaku di masyarakat, antara lain tidak mengandung unsur pornografi, paham ekstrimisme, radikalisme, kekerasan, SARA, bias gender, dan tidak mengandung nilai penyimpangan lainnya; (2) memenuhi kriteria penilaian sebagai buku yang layak digunakan oleh Satuan Pendidikan di antaranya: (a) wajib memenuhi unsur: kulit buku, bagian awal, bagian isi, dan bagian akhir; (b) kulit buku pada Buku Teks Pelajaran dan Buku Non Teks Pelajaran wajib memenuhi kulit depan buku, kulit belakang buku, dan punggung buku; (c) bagian awal buku pada Buku Teks Pelajaran wajib memenuhi halaman judul, halaman penerbitan, halaman kata pengantar, halaman daftar isi, halaman daftar gambar, halaman tabel, dan penomoran halaman; (d) bagian awal buku pada Buku Non Teks Pelajaran wajib memenuhi halaman judul dan halaman penerbitan serta dapat juga menambahkan halaman kata pengantar, halaman daftar isi, halaman daftar gambar, halaman tabel, dan penomoran halaman; (e) bagian isi buku pada Buku Teks Pelajaran wajib memenuhi aspek materi, aspek kebahasaan, aspek penyajian materi, dan aspek kegrafikaan; (f) bagian isi buku pada Buku Non Teks Pelajaran wajib memenuhi aspek materi, serta dapat juga menambahkan aspek kebahasaan, aspek penyajian materi, dan aspek kegrafikaan; (g) bagian akhir buku pada Buku Teks Pelajaran wajib memenuhi informasi tentang pelaku perbukuan, glosarium, daftar pustaka, indeks, dan lampiran; (h) bagian akhir buku pada Buku Non Teks Pelajaran yang non fiksi wajib memenuhi informasi tentang pelaku perbukuan dan indeks, serta dapat juga menambahkan glosarium, daftar pustaka, dan lampiran; dan (i) Buku Teks Pelajaran yang dinyatakan layak harus memuat aktivitas untuk peserta didik, dan muatan aktivitas untuk peserta didik digunakan dalam proses pembelajaran sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Buku Teks Pelajaran. Kelima, bahan ajar digunakan untuk proses pembelajaran yang diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis siswa. Bahan ajar mengacu Kurikulum 2013 digunakan untuk pencapaian sasaran pembelajaran yang mencakup pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dielaborasi untuk setiap Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
11
satuan pendidikan. Ketiga ranah kompetensi tersebut memiliki lintasan perolehan (proses psikologis) yang berbeda. Sikap diperoleh melalui aktivitas “menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan”. Pengetahuan diperoleh melalui aktivitas “mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, mencipta”. Keterampilan diperoleh melalui aktivitas “mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta”. Karaktersitik kompetensi beserta perbedaan lintasan perolehan turut serta mempengaruhi karakteristik standar proses. Untuk memperkuat pendekatan ilmiah (scientific), tematik terpadu (tematik antar matapelajaran), dan tematik (dalam suatu mata pelajaran) perlu diterapkan pembelajaran berbasis penyingkapan / penelitian (discovery/inquiry learning). Untuk mendorong kemampuan peserta didik untuk menghasilkan karya kontekstual, baik individual maupun kelompok maka sangat disarankan menggunakan pendekatan pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project based learning) (Permendikbud No.22/2016). Di samping itu, karakteristik proses pembelajaran disesuaikan dengan karakteristik kompetensi. Pembelajaran tematik terpadu digunakan untuk SD/MI/SDLB/Paket A. Pembelajaran tematik terpadu juga digunakan pula di SMP/MTs/SMPLB/Paket B tetapi sudah mulai memperkenalkan mata pelajaran dengan mempertahankan tematik terpadu pada IPA dan IPS. Sedangkan karakteristik proses pembelajaran di SMA/ MA/ SMALB/ SMK/ MAK/ Paket C/ Paket C Kejuruan secara keseluruhan berbasis mata pelajaran, meskipun pendekatan tematik masih dipertahankan. Adapun Standar Proses pada SDLB, SMPLB, dan SMALB diperuntukkan bagi tuna netra, tuna rungu, tuna daksa, dan tuna laras yang intelegensinya normal (Permendikbud No.22/2016). Sementara itu, kompetensi sikap spiritual maupun sikap sosial dicapai melalui pembelajaran tidak langsung (indirect teaching), yaitu keteladanan, pembiasaan, dan budaya sekolah dengan memperhatikan karakteristik mata pelajaran serta kebutuhan dan kondisi peserta didik, kecuali untuk mata pelajaran Pendidikan Agama dan Budi Pekerti serta Pendidikan Kewarganegaraan. Penumbuhan dan pengembangan kompetensi sikap dilakukan sepanjang proses pembelajaran berlangsung dan dapat digunakan sebagai pertimbangan guru dalam mengembangkan karakter peserta didik lebih lanjut. Sedangkan kompetensi pengetahuan dan keterampilan dicapai melalui pembelajaran langsung (direct teaching) (Permendikbud No.24/2016). Keenam, bahan ajar digunakan dalam proses pembelajaran yang menggunakan penilaian otentik (authentic assesment) yang menilai kesiapan peserta didik, proses, dan hasil belajar secara utuh. Keterpaduan penilaian ketiga komponen tersebut akan menggambarkan kapasitas, gaya, dan perolehan belajar peserta didik yang mampu menghasilkan dampak instruksional (instructional effect) pada aspek pengetahuan dan dampak pengiring (nurturant effect) pada aspek sikap. Penilaian dilakukan dari sejak proses hingga hasil pembelajaran. Evaluasi proses pembelajaran dilakukan saat proses pembelajaran dengan menggunakan alat: lembar pengamatan, angket sebaya, rekaman, catatan anekdot, dan refleksi. Evaluasi hasil pembelajaran dilakukan saat proses pembelajaran dan di akhir satuan pelajaran dengan menggunakan metode dan alat: tes lisan/perbuatan, dan tes tulis (Permendikbud No.23/2016). Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat 6 hal yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan bahan ajar mengacu Kurikulum 2013, yaitu: (1) bahan ajar disusun dan dikembangkan dalam rangka pencapaian Standar Kompetensi Lulusan yang berbasis pada Kompetensi Abad XXI, Bonus Demografi Indonesia, dan Potensi Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
12
Indonesia menjadi Kelompok 7 Negara Ekonomi Terbesar Dunia, dan sekaligus memperkuat kontribusi Indonesia terhadap pembangunan peradaban dunia; (2) karakteristik, kesesuaian, kecukupan, keluasan, dan kedalaman bahan ajar ditentukan sesuai dengan karakteristik kompetensi beserta proses pemerolehan kompetensi, yang meliputi tiga jenis yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan; (3) ruang lingkup materi dirumuskan berdasarkan kriteria muatan wajib yang ditetapkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, konsep keilmuan, dan karakteristik satuan pendidikan dan program pendidikan; (4) buku yang digunakan di satuan pendidikan meliputi buku teks pelajaran dan buku non-teks pelajaran dan harus memenuhi standar kelayakan oleh Kementerian atau BSNP; (5) bahan ajar digunakan untuk proses pembelajaran yang diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis siswa; dan (6) bahan ajar digunakan dalam proses pembelajaran yang menggunakan penilaian otentik (authentic assesment) yang menilai kesiapan peserta didik, proses, dan hasil belajar secara utuh. 2. Prosedur Pengembangan Bahan Ajar Mengacu Kurikulum 2013 Pengembangan bahan ajar harus disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku. Dalam konteks pembahasan ini, kurikulum yang tengah digunakan adalah Kurikulum 2013. Oleh karena itu, pengembangan bahan ajar harus mengacu Kurikulum 2013. Dengan demikian, bahan ajar yang dikembangkan dapat sesuai dan selaras dengan kebutuhan siswa untuk pencapaian kompetensi yang telah ditentukan. Prastowo (2014b:153) dengan merujuk buku Panduan Pengembangan Bahan Ajar yang diterbitkan Depdiknas mengungkapkan bahwa prosedur umum pengembangan bahan ajar terdiri dari 3 (tiga) tahapan yaitu: (1) analisis kebutuhan kebutuhan bahan ajar; (2) memilih sumber belajar, (3) menyusun peta bahan ajar; dan, (4) membuat bahan ajar berdasarkan struktur masing-masing bentuk bahan ajar. Sementara itu, tahap berikutnya untuk menilai dan mengukur kesesuaian antara bahan ajar dengan kompetensi yang menjadi target pembelajaran dilakukan yaitu validasi bahan ajar. Tahap validasi tersebut untuk memastikan kualitas bahan ajar sesuai dengan tujuan awal pengembangannya (Daryanto, 2013:22-23). Uraian selengkapnya untuk masing-masing tahapan tersebut, seperti terlihat pada Gambar 1. Pertama, analisis kebutuhan kebutuhan bahan ajar. Analisis kebutuhan bahan ajar adalah proses awal yang harus ditempuh dalam menyusun bahan ajar. Analisis ini bertujuan agar bahan ajar yang dibuat sesuai dengan tuntutan kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa. Analisis kebutuhan bahan ajar meliputi tiga tahapan, yaitu analisis terhadap kurikulum, analisis sumber belajar, dan penentuan jenis serta judul bahan ajar (Prastowo, 2014b: 153). Keseluruhan proses tersebut menjadi bagian integral dari suatu proses pembuatan bahan ajar yang tidak bisa kita pisah-pisahkan.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
13
1. Analisis Kebutuhan Bahan Ajar
2. Memilih Sumber Belajar
3. Menyusun Peta Bahan Ajar
4. Membuat Bahan Ajar Sesuai Struktur
5. Validasi Bahan Ajar
Gambar 1. Prosedur Pengembangan Bahan Ajar Analisis kurikulum dilakukan dengan cara mengidentifikasi sejumlah komponen kurikulum sebagai berikut: (a) SKL, KI, KD, Indikator, Tema, dan Subtema; (b) materi pokok; dan (c) pengalaman belajar yang akan diberikan kepada siswa sehingga mereka dapat menguasai kompetensi yang telah ditentukan. Identifikasi SKL, KI, KD, dan Indikator dilakukan untuk mengidentifikasi standar kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa, dan kemudian berlanjut kepada kebutuhan materi yang dibutuhkan untuk menguasai kompetensi tersebut. Untuk mengidentifikasi materi pokok yang dapat menunjang pencapaian kompetensi, ada 6 (enam) pertimbangan yang perlu diperhatikan, yaitu: karakteristik tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spiritual siswa; kebermanfaatan bagi siswa; struktur keilmuan; kedalaman dan keluasaan materi; relevansi dengan kebutuhan siswa dan tuntutan lingkungan; dan terakhir, alokasi waktu yang tersedia (Prastowo, 2014b:165). Selanjutnya, pengalaman belajar adalah kegiatan mental dan fisik yang dilakukan siswa dalam berinteraksi dengan sumber belajar melalui pendekatan pembelajaran yang bervareasi dan mengaktifkan siswa. Pengalaman belajar memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai siswa. Rumusan pengalaman belajar juga mencerminkan pengelolaan pengalaman siswa. Pengalaman belajar adalah suatu aktivitas yang didesain oleh guru supaya dilakukan oleh siswa agar mereka menguasai kompetensi yang telah ditentukan melalui kegiatan pembelajaran tematik yang diselenggarakan. Jadi pengalaman belajar harus lah disusun secara jelas dan operasional. Sehingga langsung bisa dipraktikkan dalam kegiatan pembelajaran (Tim Penyusun Depdiknas, 2008:16). Langkah analisis kebutuhan bahan ajar berikutnya adalah analisis sumber belajar. Analisis sumber belajar dilakukan terhadap beberapa aspek. Ada tiga aspek yang menjadi perhatian dalam analisis ini, yaitu aspek ketersediaan, kesesuaian, dan kemudahan dalam memanfaatkannya (Tim Penyusun Depdiknas, 2008:17). Kriteria pertama, yaitu ketersediaan, berkenaan dengan ada - tidaknya sumber belajar di lingkungan sekitar. Jadi kriteria kedua ini lebih mengacu pada faktor pengadaan sumber belajar. Dalam hal ini, penting untuk diperhatikan bahwa dalam mengupayakan sumber belajar diharapkan agar yang praktis dan ekonomis, serta sudah ada di lingkungan sekitar. Dengan begitu, pengembang tidak akan kesulitan untuk menyediakannya. Apabila sumber belajar tidak ada dan atau ada tetapi barangnya sulit untuk dijangkau, maka disarankan untuk jangan dipilih. Kriteria kesesuaian Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
14
di sini maksudnya adalah, bagaimanakah tingkat kesesuaian sumber belajar tersebut dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Jadi hal utama yang harus diperhatikan dalam kriteria ini adalah dibutuhkan pemahaman yang benar kesesuaian sumber belajar yang dipilih dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Apabila sumber belajar mampu mendukung siswa dalam menguasai kompetensi belajar, maka sumber belajar itu layak dipilih dan digunakan. Namun, jika tidak, sebaiknya jangan dipilih apalagi digunakan. Terakhir yaitu kemudahan. Maksudnya adalah mudah-tidaknya sumber belajar digunakan. Jika sumber belajar itu membutuhkan persiapan dan skill yang khusus, perlu persiapan yang lama, serta membutuhkan perangkat pendukung lain yang rumit sekaligus sulit operasionalnya, maka sebaiknya sumber belajar tersebut tidak dipilih. Alangkah baiknya jika dipilih sumber belajar yang mudah pengoperasiannya. Dengan demikian, sumber belajar tersebut dapat secara efektif membantu siswa menguasai kompetensi pembelajaran yang diharapkan. Langkah analisis kebutuhan bahan ajar terakhir yaitu memilih dan menentukan baha ajar. Tujuannya adalah untuk memenuhi kriteria bahan ajar harus menarik sekaligus dapat membantu siswa untuk mencapai kompetensi. Karena pertimbangan tersebut, maka langkahlangkah yang hendaknya dilakukan antara lain menentukan dan membuat bahan ajar yang sesuai dengan kebutuhan atau kecocokan dengan kompetensi dasar yang harus dikuasi siswa; menetapkan jenis dan bentuk bahan ajar berdasarkan analisis kurikulum dan analisis sumber bahan (Prastowo, 2014a:58). Ada sejumlah pedoman yang hendaknya kita ikuti dalam melakukan pemilihan bahan ajar. Setidak-tidaknya ada 3 (tiga) prinsip yang bisa dijadikan pedoman yaitu : (a) prinsip relevansi, yakni bahan ajar yang dipilih hendaknya ada relasi dengan pencapaian standar kompetensi maupun kompetensi dasar; (b) prinsip konsistensi, maksudnya bahan ajar yang dipilih hendaknya memiliki nilai keajegan sehingga antara kompetensi dasar yang mesti dikuasai peserta didik dengan bahan ajar yang disediakan memiliki keselarasan dan kesamaan; dan (c) prinsip kecukupan, yakni ketika memilih bahan ajar hendaknya dicari yang memadai untuk membantu siswa menguasai kompetensi dasar yang diajarkan (Tim Penyusun Depdiknas, 2004:6). Ditambahkan oleh Arif dan Napitupulu (1997:36-37), yakni ada pula 4 (empat) hal penting lain yang juga perlu diperhatikan dalam pemilihan bentuk bahan ajar, yaitu: (a) kebutuhan dan tingkat kemampuan awal para peserta didik yang menjadi sasaran pembelajaran; (b) tempat dan keadaan di mana bahan ajar akan digunakan; (c) metode penerapannya dan penjelasannya; dan (d) biaya proses dan produksi serta alat-alat yang digunakan untuk memproduksi bahan ajar. Kedua, memilih sumber belajar. Pada langkah kedua pengembangan bahan ajar ini, menurut Sudjana dan Rivai (1989:84-86),terdapat dua kriteria yang bisa digunakan dalam pemilihan sumber belajar, yaitu kriteria umum dan kriteria khusus. Secara umum, ketika memilih sumber belajar hendaknya perlu diperhatikan 4 (empat) kriteria sebagai berikut: (a) segi ekonomisnya, yakni sumber belajar hendaknya harganya murah atau tidak mahal sehingga semua lapisan masyarakat akan mampu mengadakannya; (b) segi praktis dan sederhananya, yakni sumber belajar yang digunakan sebaiknya tidak memerlukan pelayanan atau pengadaan sampingan yang sulit dan langka; (c) segi mudah diperolehnya, yakni sumber belajar hendaknya dipilih yang dekat dan mudah dicari; dan (d) bersifat fleksibel, yakni sumber belajar bisa dimanfaatkan untuk berbagai tujuan pembelajaran, atau kompatibel. Adapun kriteria khususnya terdiri dari: (a) sumber belajar dapat memotivasi peserta didik Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
15
dalam belajar; (b) sumber belajar untuk tujuan pengajaran, yakni sumber belajar yang dipilih sebaiknya mendukung kegiatan belajar mengajar yang kita selenggarakan; (c) sumber belajar untuk penelitian, yakni sumber belajar yang digunakan hendaknya dapat diobservasi, dianalisis, dicatat secara teliti, dan sebagainya; (d) sumber belajar untuk memecahkan masalah, yakni sumber belajar hendaknya mengatasi problem belajar peserta didik yang dihadapi dalam kegiatan belajar mengajar; dan (e) sumber belajar dapat untuk presentasi, yakni sumber belajar yang dipilih di sini hendaknya bisa sebagai alat, metode, atau strategi penyampaian pesan. Ketiga, menyusun peta bahan ajar. Langkah ini memiliki 3 macam kegunaan yaitu: (a) untuk mengetahui jumlah bahan ajar yang harus ditulis; (b) untuk mengetahui sekuensi atau urutan bahan ajarnya seperti apa (sekuensi bahan ajar ini sangat diperlukan dalam menentukan prioritas penulisan); dan (c) untuk menentukan sifat bahan ajar, apakah dependent atau independent (Tim Penyusun Depdiknas, 2008:17). Keempat, membuat bahan ajar sesuai struktur. Dalam hal ini, struktur bahan ajar pada umumnya meliputi 7 (tujuh) komponen, yaitu: (a) judul, (b) petunjuk belajar, (c) kompetensi dasar atau materi pokok, (d) informasi pendukung, (e) latihan, (f) tugas atau langkah kerja, dan (g) penilaian (Tim Penyusun Depdiknas, 2008:17). Tiap-tiap jenis bahan ajar seperti bahan ajar cetak, bahan ajar model/maket, bahan ajar audio, bahan ajar audio-visual, bahan ajar interaktif, dan bahan ajar lingkungan memiliki karakteristik komponen yang berbedabeda (Prastowo, 2014b:179-185). Dalam pengembangan bahan ajar mengacu Kurikulum 2013, bahan ajar perlu dikembangkan sesuai struktur bahan ajar masing-masing.
Draft/Rancangan Bahan Ajar
Validator
Validasi
Penyempurnaan /Revisi
Uji Coba 1, dst
Penyempurnaan /Revisi Ke-2, dst
Bahan Ajar Final
Gambar 2. Prosedur Validasi (Sumber : Daryanto, 2013:22-23)
Kelima, melakukan validasi bahan ajar. Prosedur validasi dapat dilihat pada Gambar 2. Menurut Daryanto (2013:22-23), validasi adalah proses untuk menguji kesesuaian bahan ajar dengan kompetensi yang menjadi target belajar. Bila isi atau kualitas bahan ajar sesuai, Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
16
artinya efektif untuk digunakan dalam mempelajari kompetensi yang menjadi target belajar, maka bahan ajar dinyatakan valid (sahih). Validasi ini dapat dilakukan dengan car meminta bantuan ahli yang menguasai kompetensi yang dipelajari. Jika tidak memungkinan, validasi tersebut dapat pula dilakukan oleh sejumlah guru yang mengajar pada bidang atau kompetensi tersebut. Jika hasil validasi ternyata menyatakan bahwa bahan ajar tidak valid maka bahan ajar tersebut dapat diperbaiki sehingga menjadi valid dan layak digunakan. Sementara itu, prosedur teknis untuk pengembangan bahan ajar mengacu Kurikulum 2013 khususnya untuk bahan ajar cetak perlu diperhatikan beberapa aspek sebagai berikut: (a) mengenai pedoman penggunaan bahasa, (b) tingkat keterbacaan bahan ajar cetak, dan (c) perancangan bahan ajar cetak, menjadi persoalan yang krusial dan menentukan efektivitas suatu bahan ajar cetak. Sebagaimana dikemukakan Sitepu (2012:107-108), dalam konteks ke-Indonesia-an, bahasa yang digunakan dalam pengembangan bahan ajar adalah bahasa Indonesia, kecuali untuk mata pelajaran bahasa asing yang mungkin dalam bahasa asing yang bersangkutan. Sebagai alat komunikasi, bahasa dapat memudahkan atau menyulitkan peseta didik mempelajarai bahan ajar yang disampaikan. Penggunaan bahasa yang kurang atau tidak tepat dapat juga menimbulkan kesalahpahaman atau distorsi pada peserta didik. Sementara itu, agar terjadi komunikasi yang efektif melalui bahan ajar cetak, ada beberapa komponen yang perlu diperhatikan dalam menggunakan bahasa dalam ragam tulisan, yakni kemampuan berbahasa siswa, kaidah bahasa, pilihan kata, gaya bahasa, dan keterbacaan. Adapun tingkat keterbacaan dipengaruhi oleh kemampuan membaca peserta didik, ketepatan kaidah-kaidah bahasa, struktur bahasa, pilihan kata, dan gaya bahasa yang dipergunakan. Apabila rambu-rambu dalam menggunakan bahasa yang telah diuraikan sebelumnya diikuti dengan baik, besar kemungkinan tingkat keterbacaan bahan aja yang ditulis cukup tinggi. Sungguh pun demikian, seharusnya penulis atau pengembang bahan ajar cetak mengukur terlebih dahulu tingkat keterbacaan isi bahan jar cetak sebelum dicetak, diterbitkan, dan didistribusikan (Sitepu, 2012:119-120). Abidin (2015:215-216) mengungkapkan bahwa keterbacaan adalah alih bahasa dari “readability”. Istilah “readability” pada dasarnya merupakan konsep mengenai pengukuran tingkat kesulitan sebuah buku atau wacana (atau bahan ajar cetak) secara obyektif. Tingkat keterbacaan tersebut biasanya dinyatakan dengan peringkat kelas. Dengan demikian, setelah mengukur tingkat kesulitan sebuah wacana, orang dapat mengetahui kecocokan materi bacaan untuk peringkat kelas tertentu; peringkat enam, peringkat empat, peringkat dua, dan sebagainya. Dengan kata lain, keterbacaan (readability) adalah ukuran tentang sesuai tidaknya suatu bacaan bagi pembaca tertetu dilihat dari segi tingkat kesukaran atau kemudahan wacananya. Adapaun keterbacaan dalam konteks pengembangan bahan ajar, menurut Sitepu, adalah sejauh mana peserta didik dapat memahami bahan pelajaran yang disampaikan dengan bahasa ragam tulis. Untuk mengukur tingkat keterbacaan bahan ajar cetak ada sejumlah instrumen atau formula (rumus) yang dapat digunakan, setidak-tidaknya ada 7 alat ukur yaitu: (a) New Dale (1948), (b) Flesch Grade Level (1948), (c) SPACHE (1953), (d) Fog Index (1953), (e) Poers-Summer-Kearl (1958), (f) SMOG (1969), dan (g) FORCAST (1973) (Sitepu, 2012:120). Di samping tingkat keterbacaan bahan ajar cetak, hal lain yang perlu diperhatikan yaitu tingkat kompleksitas teks. Menurut Abidin (2015:222-225) mengutip pendapat Sisson and Sisson, tingkat kompleksitas teks dapat diukur dengan menggunakan indikator kuantitatif, Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
17
kualitatif, serta pembaca dan tugas. Indikator kuantitatif yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat kompleksitas teks meliputi: (a) panjang kata, (b) frekuensi pengunaan kata, (c) panjang kalimat, (d) frekuensi penggunaan kalimat, dan (e) kohesi teks. Indikatorindikator kualitatif yang dapat digunakan untuk menentukan kompleksitas teks meliputi: (a) genre teks, (b) gaya penulisan, (c) kompleksitas kalimat, (d) bahasa nonliteral, dan (e) keeksplisitan tema dan ide. Indikator-indikator pembaca yang dapat digunakan untuk menentukan kompleksitas teks meliputi (a) skemata, (b) minat, dan (c) motivasi. Di samping harus mempertimbangkan tingkat keterbacaan teks dan kompleksitas teks, pengembangan bahan ajar cetak harus diketahui pula tingkat kesulitan teks-nya. Pengukuran kesulitan teks dapat dilakukan dengan mengkaji teks berdasarkan kriteria kesulitan sebuah teks yang telah dikemukakan oleh para ahli. Dalam pandang berbagai ahli, menurut Abidin (2015:225) kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat kesulitan teks ada tiga kriteria yakni bahasa, format teks, dan konten dan konteks teks. Sementara itu, upaya menyelaraskan teks dengan karakteristik anak tidak cukup dilakukan dengan hanya mengetahui kesulitan teks. Hal pertama yang justru sebenarnya harus diketahui adalah karakteristik umum anak pada setiap jenjang kelas. Penjenjangan kemampuan anak pada setiap kelasnya tentu bersifat empiris, artinya akan sangat bergantung pada pengetahuan siap, latar belakang lingkungan sosial budaya, peran orang tua, peran guru, dan daya dukung lingkungan sekolah. Namun demikian, kemahiran literasi anak secara umum dapat dijenjangkan berdasarkan variabilitas kriteria tertentu. Berikut ini lima jenjang pembaca, yakni prapermulaan, permulaan, peralihan, perkembangan, dan perluasan atau mandiri (Abidin, 2015:227). Terakhir, dalam teknis pengembangan bahan ajar cetak yang perlu diperhatikan yaitu perancangan bahan ajar cetak. Ada 7 prinsip dasar yang harus diketahui dan dipahami, yaitu: (a) ukuran buku, (b) tata letak, (c) ukuran huruf dan spasi, (d) jenis huruf, (e) spasi, susunan, dan teknik menulis teks (f) ilustrasi, dan (g) anatomi buku. Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa prosedur pengembangan bahan ajar mengacu Kurikulum 2013 terdiri dari prosedur umum dan prosedur teknis. Prosedur umum tersebut meliputi (1) analisis kebutuhan kebutuhan bahan ajar; (2) memilih sumber belajar, (3) menyusun peta bahan ajar; (4) membuat bahan ajar berdasarkan struktur masing-masing jenis bahan ajar; (5) validasi bahan ajar. Sedangkan prosedur teknis pengembangan bahan ajar, utamanya bahan ajar cetak setidak-tidaknya meliputi 6 hal yaitu: (1) mengikuti pedoman penggunaan bahasa, (2) mengukur tingkat keterbacaan bahan ajar cetak, (3) mengukur tingkat kompleksitas teks, (4) mengukur tingkat kesulitan teks, (5) menyelaraskan dengan tahap perkembangan literasi siswa, dan (6) memperhatikan panduan perancangan bahan ajar cetak yang layak sesuai BSNP. PENUTUP 1. Simpulan Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan yaitu: pertama, terdapat 6 hal yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan bahan ajar mengacu Kurikulum 2013, yaitu: (1) bahan ajar disusun dan dikembangkan dalam rangka pencapaian Standar Kompetensi Lulusan yang berbasis pada Kompetensi Abad XXI, Bonus Demografi Indonesia, dan Potensi Indonesia menjadi Kelompok 7 Negara Ekonomi Terbesar Dunia, dan sekaligus memperkuat kontribusi Indonesia terhadap pembangunan peradaban dunia; (2) Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
18
karakteristik, kesesuaian, kecukupan, keluasan, dan kedalaman bahan ajar ditentukan sesuai dengan karakteristik kompetensi beserta proses pemerolehan kompetensi, yang meliputi tiga jenis yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan; (3) ruang lingkup materi dirumuskan berdasarkan kriteria muatan wajib yang ditetapkan sesuai ketentuan peraturan perundangundangan, konsep keilmuan, dan karakteristik satuan pendidikan dan program pendidikan; (4) buku yang digunakan di satuan pendidikan meliputi buku teks pelajaran dan buku nonteks pelajaran dan harus memenuhi standar kelayakan oleh Kementerian atau BSNP; (5) bahan ajar digunakan untuk proses pembelajaran yang diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis siswa; dan (6) bahan ajar digunakan dalam proses pembelajaran yang menggunakan penilaian otentik (authentic assesment) yang menilai kesiapan peserta didik, proses, dan hasil belajar secara utuh.\ Kedua, prosedur pengembangan bahan ajar mengacu Kurikulum 2013 terdiri dari prosedur umum dan prosedur teknis. Prosedur umum tersebut meliputi (1) analisis kebutuhan kebutuhan bahan ajar; (2) memilih sumber belajar, (3) menyusun peta bahan ajar; (4) membuat bahan ajar berdasarkan struktur masing-masing jenis bahan ajar; (5) validasi bahan ajar. Sedangkan prosedur teknis pengembangan bahan ajar, utamanya bahan ajar cetak setidak-tidaknya meliputi 6 hal yaitu: (1) mengikuti pedoman penggunaan bahasa, (2) mengukur tingkat keterbacaan bahan ajar cetak, (3) mengukur tingkat kompleksitas teks, (4) mengukur tingkat kesulitan teks, (5) menyelaraskan dengan tahap perkembangan literasi siswa, dan (6) memperhatikan panduan perancangan bahan ajar cetak yang layak sesuai BSNP. 2. Saran Dari uraian pembahasan di atas dapat direkomendasikan yaitu: pertama, perbaikan mutu pendidikan dapat dilakukan salah satunya yaitu dengan pengembangan bahan ajar mengacu Kurikulum 2013. Untuk itu, para pengembang bahan ajar hendaknya selalu berpedoman dengan regulasi yang mendasari pelaksanaan kurikulum tersebut yaitu: (1) Peraturan Pemerintah No 13/2015 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah No. 19/2015 tentang Standar Nasional Pendidikan; (2) Permendikbud No. 20/2016 tentang Standar Kompetensi Lulusan; (3) Permendikbud No. 21/2016 tentang Standar Isi; (4) Permendikbud No. 22/2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah; (5) Permendikbud No. 23/2016 tentang Standar Penilaian Pendidikan; (6) Permendikbud No.24/2016 tentang Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Kurikulum 2013 pada Pendidikan Dasar dan Menengah; (7) Permendikbud No. 71/2013 tentang Buku Teks Pelajaran dan Buku Panduan Guru untuk Pendidikan Dasar dan Menengah, dan (8) Permendikbud No. 8/2016 tentang Buku yang Digunakan oleh Satuan Pendidikan. Kedua, pengembangan bahan ajar dilakukan dengan prosedur umum dan prosedur khusus secara konsisten dan obyektif. Dengan demikian, produk bahan ajar yang dihasilkan memenuhi standar kelayakan dan memadai untuk perbaikan mutu proses pembelajaran. DAFTAR PUSTAKA Abidin, Yunus, 2015, Pembelajaran Multiliterasi: Sebuah Jawaban atas Tantangan Pendidikan Abad ke-21 dalam Konteks Keindonesiaan, Bandung: Refika Aditama.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
19
Arif, Zainudin, dan Napitupulu, W.P. , 1997, Pedoman Baru Menyusun Bahan Ajar, Jakarta: Grasindo. Arifin, Zainal, 2011, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum (Bandung: Remaja Rosdakarya. Brodjonegoro, Satryo Soemantri, “Ketidakberdayaan Negara”, Kompas, Selasa, 20 September 2016. Daryanto, 2013, Menyusun Modul: Bahan Ajar untuk Persiapan Guru dalam Mengajar, Yogyakarta: Galva Media, 2013. Fanggidae, Victor,”Sinyal Tanda Bahaya IPM Indonesia”, Kompas, Jumat, 2 September 2016. Hamalik, Oemar, 2012, Manajemen Pengembangan Kurikulum, Cet.V, Bandung: Remaja Rosdakarya. Hidayat, Sholeh, 2013, Pengebangan Kurikulum Baru, Cet.II, Bandung: Remaja Rosda Karya. Karwati, Euis, dan Priansa, Donni Juni, 2013, Kinerja dan Profesionalisme Kepala Sekolah: Membangun Sekolah yang Bermutu, Bandung: Alfabeta. Kompas, Selasa, 4 Oktober 2016. Lee, Antony, “Indeks Negara Baik: Korupsi dan Jebloknya Kontribusi Keilmuan RI”, Kompas, Senin, 20 Juni 2016. Liem, Ina, dan Prast, Budi, 2016, Majors for the Future, Jakarta: Grasindo. Mafuchan, AH, “Reorientasi Tenaga Kerja”, Kompas, Sabtu, 5 Maret 2016. Mulyasa, E. , 2013, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013. Nugroho, Riant, 2010, Memahami Latar Belakang Pemikiran Enterpreneurship Ciputra, Cet.II,Jakarta: Elex Media Komputindo. Nuryatno, M. Agus, 2008, Madzhab Pendidikan Kritis: Menyingkap Relasi Pengetahuan Politik dan Kekuasaan, Yogyakarta: Resist Book. Peraturan Pemerintah No 13/2015 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah No. 19/2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Permendikbud No. 20/2016 tentang Standar Kompetensi Lulusan Permendikbud No. 21/2016 tentang Standar Isi Permendikbud No. 22/2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah Permendikbud No. 23/2016 tentang Standar Penilaian Pendidikan Permendikbud No. 71/2013 tentang Buku Teks Pelajaran dan Buku Panduan Guru untuk Pendidikan Dasar dan Menengah Permendikbud No. 8/2016 tentang Buku yang Digunakan oleh Satuan Pendidikan. Permendikbud No.24/2016 tentang Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Kurikulum 2013 pada Pendidikan Dasar dan Menengah Prastowo, Andi, 2014a, Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif, Cet, VII, Yogyakarta: Diva Press. Prastowo, Andi, 2014b, Pengembangan Bahan Ajar Tematik, Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Sawitri, Angelina Anjar, “BPS: Pengangguran Terbuka di Indonesia Capai 7,02 Juta Orang”, Tempo, Rabu, 4 Mei 2016, https://m.tempo.co/read/news/2016/05/04/173768481/bpspengangguran-terbuka-di-indonesia-capai-7-o2-juta-orang, Diunduh pada Tanggal 17 Oktober 2016 Sitepu, B.P., 2012, Penulisan Buku Teks Pelajaran, Bandung: Remaja Rosdakarya Bekerjasama dengan Universitas Negeri Jakarta. Sudjana, Nana, dan Rivai, Ahmad, 1989, Teknologi Pengajaran, Bandung: Sinar Baru Algesindo. Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
20
Suryadi, Ace, 2014, Pendidikan Indonesia Menuju 2025: Outlook: Permasalahan, Tantangan dan Alternatif Kebijakan, Bandung: Remaja Rosda Karya. Suryadi, Ace, dkk, 2014, Pendidikan untuk Transformasi Bangsa, Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FIP UPI, 2015, Kurikulum dan Pembelajaran, Cet.V, Jakarta: Rajawali Pers. Tim Penyusun Depdiknas, 2004, Pedoman Pemilihan dan Pemanfaatan Bahan Ajar, Jakarta: Depdiknas. Tim Penyusun Depdiknas, 2008, Panduan Pengembangan Bahan AJar, Jakarta: Depdiknas, 2008. Zamroni, 2011, Dinamika Peningkatan Mutu, Yogyakarta: Gavin Kalam Utama.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
EVALUASI KINERJA GURU AKUNTANSI DALAM IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 DI KALIMANTAN SELATAN Dwi Atmono FKIP Universitas Lambung Mangkurat
[email protected] Muhammad Rahmattullah FKIP Universitas Lambung Mangkurat
[email protected]
ABSTRAK Keterampilan dan kompetensi guru dalam menunjang proses pembelajaran merupakan aspek penting dalam implementasi Kurikulum 2013. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis 1) Gambaran kinerja guru akuntansi dalam perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran terkait dengan implementasi Kurikulum 2013, dan 2) Gambaran kendala yang dihadapi oleh guru akuntansi dalam mengimplementasikan Kurikulum 2013. Penelitian ini menggunakan pendekatan mix method. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Sekolah Menengah Kejuruan di Kalimantan Selatan yang sedang mengimplementasikan Kurikulum 2013. Sampel penelitian diambil sebanyak 50 orang guru akuntansi SMK dengan teknik purposive sampling. Sumber data yang dikumpulkan yakni data primer berupa hasil penilaian kinerja guru akuntansi. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan kuesioner.Analisis data menggunakan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan: 1) Kinerja guru dalam dalam implementasi Kurikulum 2013 dari aspek perencanaan masih tergolong “cukup baik”, pelaksanaan pembelajaran sudah “baik”, dan penilaian pembelajaran masih tergolong “cukup baik”, dan 2) Beberapa kendala guru dalam mengimplementasikan Kurikulum 2013 antara lain belum maksimalnya kegiatan pelatihan Kurikulum 2013 untuk para guru akuntansi SMK di Kalimantan Selatan baik dari aspek instruktur maupun waktu, mindset mereka yang masih belum sepenuhnya yakin mampu mengimplementasikan Kurikulum 2013 di sekolah, serta keterlambatan kedatangan buku pendamping untuk guru dan siswa. Kata kunci: Evaluasi, Kompetensi Professional, Kinerja Guru, Pembelajaran, Kurikulum 2013 PENDAHULUAN Pendidikan merupakan wahana yang sangat strategis dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang merupakan faktor determinan pembangunan. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang (UU SPN No. 20 Tahun 2003). Dengan tidak bermaksud mengecilkan kontribusi komponen yang lainnya, komponen tenaga kependidikan atau guru merupakan salah satu faktor yang sangat esensi dalam menentukan kualitas peserta didiknya.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
22
Guru merupakan salah satu unsur di bidang kependidikan yang harus berperan secara aktif dan menempatkan kedudukannya sebagai tenaga profesional sesuai dengan tuntutan masyarakat yang semakin berkembang. Dalam hal ini guru tidak semata-mata sebagai pengajar yang melakukan transfer ilmu pengetahuan, tetapi juga sebagai pendidik yang melakukan transfer nilai-nilai sekaligus sebagai pembimbing yang memberikan pengarahan dan menuntun siswa dalam belajar. Kelengkapan dari jumlah tenaga pengajar dan kualitas dari guru tersebut akan mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar yang berujung pada peningkatan mutu pendidikan. Untuk itu guru dituntut profesional dalam menjalankan tugasnya. Usaha untuk menciptakan guru yang profesional, pemerintah telah membuat aturan persyaratan untuk menjadi guru. Dalam pasal 8 Undang Undang No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen menyebutkan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Namun dalam kenyataannya masih sedikit guru yang memenuhi syarat tersebut. Guru berada pada titik sentral dari setiap usaha reformasi pendidikan yang diarahkan pada perubahan-perubahan kualitas. Setiap usaha pendidikan seperti penggantian kurikulum, pengembangan metode mengajar, penyediaan sarana dan prasarana hanya akan berarti jika melibatkan guru. Selain itu guru diposisikan sebagai garda terdepan di dalam pelaksanaan proses belajar mengajar karena guru memegang posisi yang sangat strategis dalam upaya menciptakan lulusan yang kompeten dan berkualitas untuk memenuhi kebutuhan sumber daya manusia yang profesional. Oleh karena itu, maka kualitas dan kuantitas guru perlu ditingkatkan dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan sekarang dan yang akan datang. UU No. 14 Tahun 2005 Bab IV pasal 20 (a) tentang guru dan dosen menyatakan bahwa standar prestasi kerja guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya, guru berkewajiban merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran. Tugas pokok guru tersebut yang diwujudkan dalam kegiatan belajar mengajar merupakan bentuk kinerja guru. Peningkatan kinerja guru akan berpengaruh pada peningkatan kualitas output sumber daya manusia yang dihasilkan dalam proses pendidikan dan pembelajaran. Kualitas pendidikan dan lulusan sering kali dipandang tergantung kepada peran guru dalam pengelolaan komponen-komponen pengajaran yang digunakan dalam proses belajar mengajar yang menjadi tanggung jawabnya. Untuk dapat mencapai hasil belajar yang optimal tentunya guru harus memiliki dan menampilkan kinerja yang maksimal selama proses belajar mengajar dengan menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 Tahun 2008 tentang guru, dinyatakan bahwa salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh guru adalah kompetensi profesional.Kompetensi profesional yang dimaksud dalam hal ini merupakan kemampuan guru dalam penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam.Penguasaan materi secara luas dan mendalam dalam hal ini termasuk penguasaan kemampuan akademik lainnya yang berperan sebagai pendukung profesionalisme guru. Kemampuan akademik tersebut antara lain, memiliki kemampuan dalam menguasai ilmu, jenjang dan jenis pendidikan yang sesuai.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
23
Guru yang profesional perlu memiliki kemampuan untuk menggali informasi kependidikan dan bidang studi dari berbagai sumber, termasuk dari sumber elektronik dan pertemuan ilmiah, serta melakukan kajian atau penelitian untuk menunjang pembelajaran yang mendidik.Jika mengacu pada empat kompetensi yang harus dikuasai guru menurut kebijakan pemerintah, maka salah satu kompetensi yang spesifik dan terkait langsung dengan tugas guru adalah kompetensi profesional. Apabila diamati lebih jauh tentang realita kompetensi guru saat ini sepertinya masih beragam.Kualitas guru di Indonesia akhir-akhir ini mendapat sorotan yang tajam karena masih adanya guru yang dianggap belum layak mengajar di jenjangnya masing-masing. Hal ini tentunya akan berakibat pada penurunan kualitas SDM yang dihasilkan dari proses pendidikan. Berdasarkan data dari Human Development Report, menyatakan Indeks Pembangunan Manusia (Human Developemnt Index) Indonesia berada pada urutan ke-105 dari 108 negara yang disurvei (Kompas, 5 April 2001) sedangkan untuk tahun 2004 posisi Indonesia berada pada urutan ke-111 dari 177 negara yang disurvei (Human Development Report 2004). Berdasarkan catatan Human Development Report 2004 terdapat 60% guru SD, 40% guru SLTP, 43% guru SMA, dan 34% guru SMK dianggap belum layak mengajar di jenjang masing-masing.Berdasarkan data dari Direktur Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan bahwa hampir separuh dari sekitar 2,6 juta guru di Indonesia belum layak mengajar karena kualifikasi dan kompetensinya yang tidak sesuai. Lebih rinci disebutkan, saat ini yang tidak layak mengajar atau menjadi guru sekitar 912.505. Terdiri atas 605.217 guru SD, 167.643 guru SMP, 75.684 guru SMA, dan 63.961 guru SMK. Apabila dilihat dari pemenuhan kualifikasi pendidikan minimal dan kompetensinya, terlihat bahwa kualitas guru di Indonesia masih jauh dari harapan. Disisi lain kita dihadapkan pada kondisi pendidikan di Indonesia yang pada saat ini menunjukkan belum optimalnya keberhasilan sistem pendidikan kita. Hal ini terlihat dari hasil pembelajaran di dunia persekolahan kita yang menunjukkan ketidakmampuan peserta didik menghubungkan antara yang “dipelajari” dengan bagaimana pengetahuan itu dimanfaatkan untuk memecahkan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam proses pembelajaran persekolahan kita, peserta didik sebagian besar hanya memperoleh hafalan dengan tingkat kognitif yang rendah. Peserta didik kita hanya tahu tentang bahwa tugasnya adalah mengenal fakta-fakta, sementara keterkaitan antara fakta-fakta dan pemecahan masalah belum mereka kuasai. Rendahnya mutu pembelajaran peserta kita dapat dilihat dari hasil studi Vincent Greanary tentang kemampuan membaca peserta didik di Asia Tenggara dalam publikasi Bank Dunia (1998) menyatakan bahwa peserta didik Indonesia hanya menduduki peringkat ke-5 dari peserta didik yang berasal dari lima negara. Sementara laporan The Third International Mathematic and Science Study (TIMSS, 1997) menyatakan bahwa peserta didik Indonesia hanya berada pada peringkat ke-39 dari peserta didik yang berasal dari 42 negara dalam hal prestasi matematika dan pada peringkat ke-40 dari peserta didik yang berasal dari 42 negara dalam hal prestasi fisika (The Jakarta Post, 3 September 2001) (Kusmarni, tanpa tahun)
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
24
Guru memiliki peran yang penting dalam proses pendidikan. Hasil kajian Heyneman dan Loxley menemukan bahwa di antara berbagai masukan yang menentukan mutu pendidikan (mengacu pada prestasi belajar siswa) sepertiganya ditentukan oleh guru terutama pada negara berkembang yakni sebesar 34% dan pada negara industri sebesar 36% (Boediono & Abbas Ghozali, 1999). Hasil penelitian Sudjana (2002) menunjukkan bahwa 76,6% hasil belajar siswa dipengaruhi kinerja guru dengan rincian kemampuan guru mengajar memberikan sumbangan 32,43%, penguasaan materi pembelajaran sebesar 32,38%, dan sikap guru terhadap mata pelajaran sebesar 8,6%. Hal ini menunjukkan secara langsung maupun tidak kinerja guru akan mempengaruhi kualitas mutu hasil belajar peserta didik. Diberlakukannya Kurikulum 2013 merupakan salah satu langkah untuk menjawab berbagai permasalahan khususnya terkait dengan mutu pendidikan di Indonesia. Beberapa dasar hukum dalam penyusunan Pengembangan Kurikulum 2013 ini mengacu pada peraturan-peraturan sebagai berikut : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasinal 2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Standar Nasional Pendidikan 3. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2013 Tentang Standar Proses. 4. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2013 Tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah 5. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2013 Tentang Penilaian 6. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2013 Tentang KD dan Kurikulum SD 7. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor71 Tahun 2013 Tentang Buku Teks Pelajaran Menurut Kemdikbud (2013), salah satu aspek utama yang menjadi perhatian dalam Implementasi Kurikulum 2013 adalah keterampilan dan kompetensi guru dalam menunjang proses pembelajaran. Pentingnya peran guru dalam Kurikulum 2013 menunjukkan bahwa perhatian terhadap profesionalisme guru dalam pelaksanaan tugasnya menjadi sesuatu yang sangat penting dan tidak boleh diabaikan. Berdasarkan wawancara awal dengan Kepala Bidang Penjaminan Mutu Pendidikan Dinas Pendidikan Kalimantan Selatan dinyatakan bahwa selain pelaksanaan pada sejumlah sekolah, Kurikulum 2013 juga sedang disosialisasikan pada berbagai jenjang pendidikan di wilayah Kalimantan Selatan dalam rangka pelaksanaan secara lebih luas pada tahun-tahun ke depan. Dari hasil sosialisasi dinyatakan bahwa masih terdapat berbagai permasalahan yang diungkapkan guru-guru terutama terkait dengan kesiapan dan kompetensi mereka untuk dapat mengimplementasikan Kurikulum 2013 secara maksimal.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
25
Seiring dengan telah diimplementasikannya Kurikulum 2013 pada sejumlah sekolah, tentunya perlu dilakukan evaluasi kinerja terutama pada guru-guru yang telah melaksanakannya dalam setahun terakhir.Evaluasi kinerja guru merupakan salah satu bentuk penilaian terhadap kemampuan guru dalam melaksanakan peran profesionalismenya di dunia pendidikan. Evaluasi Kinerja Guru memiliki beberapa dasar hukum yakni : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2008 tentang Guru. 4. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar 5. Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. 6. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Konselor. 7. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. 8. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 28 Tahun 2010 tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah/Madrasah. 9. Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 14 Tahun 2010 dan Nomor 03/V/PB/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. 10. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 35 tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Hingga saat ini belum pernah dilaksanakan penelitian mengenai Kinerja Guru dalam pembelajaran khususnya terkait dengan implementasi Kurikulum 2013 di Kalimantan Selatan. Penelitian Kinerja Guru dalam pembelajaran direncanakan akan dilaksanakan khususnya pada jenjang Sekolah Menengah Kejuruan. Penelitian ini memiliki urgensi yang penting untuk dilakukan.Dalam skala yang kecil yakni untuk mengambil kebijakan jangka pendek yakni terkait dengan optimalisasi implementasi Kurikulum 2013, dan dalam skala yang lebih luas yakni dalam rangka mewujudkan ketercapaian Tujuan Stratejik Pembangunan Pendidikan di Kalimantan Selatan. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Gambaran kinerja guru akuntansi SMK dalam perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran terkait dengan implementasi Kurikulum 2013. 2. Gambaran kendala yang dihadapi oleh guru akuntansi SMK dalam mengimplementasikan Kurikulum 2013. TINJAUAN PUSTAKA Kurikulum 2013 Pengembangan Kurikulum 2013 merupakan langkah lanjutan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi yang telah dirintis pada tahun 2004 dan KTSP 2006 yang mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu. Pengembangan Kurikulum 2013 mengacu pada standar nasional pendidikan.Tujuannya adalah untuk menjamin
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
26
pencapaian tujuan pendidikan nasional.Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan.Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum. Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia (Kemdikbud, 2013). Selain itu penyusunan Kurikulum 2013 adanya elemen- elemen perubahan yang signifikan.Perubahan ini harus dapat menjadi acuan bagi satuan pendidikan untuk dapat melaksanakn kurikulum 2013 dengan penuh percaya diri.Sebagai uji coba pelaksanaan Kurikulum 2103 dilaksanakan di kelas I dan Kelas IV pada Sekolah Dasar.Pembelajaran pada Kurikulum 2013 berbasis tematik integratif atau tematik terpadu. Pada kegiatan inti dikembangkan pendekatan ilmiah yaitu pendekatan saintifik dan proses penilaian otentik. Yadi (2013) mengungkapkan bahwa penyusunan dan pengembangan Kurikulum 2013 bertujuan untuk memberikan acuan kepada kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan lainnya yang ada di sekolah dalam mengembangkan program-program yang akan dilaksanakan. Selain itu, Kurikulum 2013 disusun antara lain agar dapat memberi kesempatan peserta didik untuk : 1. belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, 2. belajar untuk memahami dan menghayati, 3. belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, 4. belajar untuk hidup bersama dan berguna untuk orang lain, dan 5. belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Kurikulum 2013 dikembangkan dengan penyempurnaan pola pikir sebagai berikut: 1. pola pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi pembelajaran berpusat pada peserta didik. Peserta didik harus memiliki pilihan-pilihan terhadap materi yang dipelajari untuk memiliki kompetensi yang sama; 2. pola pembelajaran satu arah (interaksi guru-peserta didik) menjadi pembelajaran interaktif (interaktif guru-peserta didik-masyarakat-lingkungan alam, sumber/ media lainnya); 3. pola pembelajaran terisolasi menjadi pembelajaran secara jejaring (peserta didik dapat menimba ilmu dari siapa saja dan dari mana saja yang dapat dihubungi serta diperoleh melalui internet); 4. pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran aktif-mencari (pembelajaran siswa aktif mencari semakin diperkuat dengan model pembelajaran pendekatan sains); 5. pola belajar sendiri menjadi belajar kelompok (berbasis tim); 6. pola pembelajaran alat tunggal menjadi pembelajaran berbasis alat multimedia;
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
27
7. 8. 9.
pola pembelajaran berbasis massal menjadi kebutuhan pelanggan (users) dengan memperkuat pengembangan potensi khusus yang dimiliki setiap peserta didik; pola pembelajaran ilmu pengetahuan tunggal (monodiscipline) menjadi pembelajaran ilmu pengetahuan jamak (multidisciplines); dan pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran kritis. (Yadi, 2013)
Kompetensi Guru Adanya kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap guru tentunya mempunyai maksud dan tujuan tertentu yang berimbas pada berbagai aspek kependidikan. Pentingnya kompetensi guru tersebut menurut Hamalik (2003) bagi dunia pendidikan antara lain: (1) kompetensi guru sebagai alat seleksi penerimaan guru, (2) kompetensi guru penting dalam rangka pembinaan guru, (3) kompetensi guru penting dalam rangka penyusunan kurikulum, (4) kompetensi guru penting dalam hubungannya dengan kegiatan dan hasil belajar siswa.Kompetensi merupakan kemampuan seseorang baik kualitatif maupun kuantitatif. Menurut UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, “kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan”. Depdiknas (2004) dalam Rasto (2008) merumuskan definisi kompetensi sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak.Kompetensi merupakan kemampuan, kecakapan, dan keterampilan yang dimiliki seseorang berkenaaan dengan tugas, jabatan maupun profesinya (Triyanto, 2006). Kompetensi bersifat kompleks dan merupakan satu kesatuan yang utuh yang menggambarkan potensi, pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai, yang dimiliki seseorang yang terkait dengan profesi tertentu berkenaan dengan bagian-bagian yang dapat diaktualisasikan atau diwujudkan dalam bentuk tindakan atau kinerja untuk menjalankan profesi tersebut (Dikti, 2001). Jadi kompetensi guru adalah kecakapan, kemampuan dan keterampilan yang dimiliki oleh seorang yang bertugas mendidik peserta didiknya agar mempunyai kepribadian yang luhur dan keterampilan sebagaimana tujuan dari pendidikan.Oleh karena itu kompetensi guru menjadi tuntutan dasar bagi seorang guru.Jabatan guru adalah suatu jabatan profesi, dimana harus bekerja secara profesional. Guru profesional adalah guru yang memiliki kompetensikompetensi yang dituntut agar mampu melaksanakan tugasnya secara baik dalam melaksanakan fungsi dan tujuan sekolah.Agar kualifikasi guru terpenuhi sebagai tenaga pendidik yang profesional maka pemerintah membuat peraturan terkait hal tersebut. Kompetensi Profesional Guru Menurut UU No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam.Yang dimaksud dengan penguasaan materi secara luas dan mendalam dalam hal ini termasuk kemampuan untuk membimbing peserta didik agar memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.Ditjen PMTK (2008) menguraikan tentang kompetensi
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
28
profesional yaitu kemampuan yang harus dimiliki guru untuk membimbing peserta didiknya dalam proses pembelajaran. Guru mempunyai tugas untuk mengarahkan kegiatan belajar siswa untuk mencapai kompetensi yang diharapkan.Surya (2003) dalam Rasto (2008) mengemukakan kompetensi profesional adalah berbagai kemampuan yang diperlukan agar dapat mewujudkan dirinya sebagai guru profesional, yang meliputi kepakaran atau keahlian dalam bidangnya yaitu penguasaan bahan yang harus diajarkannya beserta metodenya, sehingga dapat membimbing peseta didik mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan. Ditjen PMTK (2008) menguraikan tentang kemampuan yang harus dimiliki guru untuk menunjang kompetensi profesional guru sehingga mampu membimbing peserta didiknya dalam proses pembelajaran untuk mencapai standar kompetensi yang ditetapkan.“Kemampuan yang harus dimiliki guru dalam proses membimbing peserta didiknya yaitu: (a) menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu; (b) mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif melalui penelitian ilmiah dan membuat karya ilmiah; (c) mengembangkan materi pelajaran yang diampu secara kreatif; (d) memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan profesinya sebagai guru; (e) menguasai landasan pendidikan berupa Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata pelajaran atau bidang pengembangan yang diampu”. Berdasarkan Permendiknas No. 16 Tahun 2007 dijelaskan tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru guna menunjang kompetensi profesional guru. “Kompetensi profesional meliputi: 1) Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. 2) Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu. 3) Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif. 4) Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif. 5) Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk mengembangkan profesi”. Kinerja Guru Kinerja merupakan kegiatan yang dijalankan oleh tiap-tiap individu dalam kaitannya untuk mencapai tujuan yang sudah direncanakan.Berkaitan dengan hal tersebut terdapat beberapa definisi mengenai kinerja. Smith dalam (Mulyasa, 2005) menyatakan bahwa kinerja adalah “…..output drive from processes, human or otherwise”. Kinerja merupakan hasil atau keluaran dari suatu proses. Dikatakan lebih lanjut oleh Mulyasa bahwa kinerja atau performance dapat diartikan sebagai prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja, hasil-hasil kerja atau unjuk kerja.Kinerja merupakan suatu konsep yang bersifat universal yang merupakan efektifitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi, dan karyawannya berdasarkan standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Karena organisasi pada dasarnya dijalankan oleh manusia maka kinerja sesungguhnya merupakan perilaku manusia dalam menjalankan perannya dalam suatu organisasi untuk memenuhi standar perilaku yang telah ditetapkan agar membuahkan tindakan serta hasil yang diinginkan.Menurut
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
29
Prawirasentono (1999): “Performance adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral ataupun etika”. UU Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 39 ayat (2), menyatakan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.Keterangan lain menjelaskan dalam UU No. 14 Tahun 2005 Bab IV Pasal 20 (a) tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa standar prestasi kerja guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya, guru berkewajiban merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran. Tugas pokok guru tersebut yang diwujudkan dalam kegiatan belajar mengajar merupakan bentuk kinerja guru. Sedangkan berdasarkan Permendiknas No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Menengah dijabarkan beban kerja guru mencakup kegiatan pokok: (1) merencanakan pembelajaran; (2) melaksanakan pembelajaran; (3) menilai hasil pembelajaran; (4) membimbing dan melatih peserta didik; (5) melaksanakan tugas tambahan.Kinerja guru dapat dilihat saat dia melaksanakan interaksi belajar mengajar di kelas termasuk persiapannya baik dalam bentuk program semester maupun persiapan mengajar.Berkenaan dengan kepentingan penilaian terhadap kinerja guru. Georgia Departemen of Education telah mengembangkan teacher performance assessment instrument yang kemudian dimodifikasi oleh Depdiknas menjadi Alat Penilaian Kemampuan Guru (APKG). Alat penilaian kemampuan guru, meliputi: (1) rencana pembelajaran (teaching plans and materials) atau disebut dengan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran); (2) prosedur pembelajaran (classroom procedure); dan (3) hubungan antar pribadi (interpersonal skill). Evaluasi Kinerja Guru Menurut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009, PK Guru adalah penilaian dari tiap butir kegiatan tugas utama guru dalam rangka pembinaan karir, kepangkatan, dan jabatannya. Pelaksanaan tugas utama guru tidak dapat dipisahkan dari kemampuan seorang guru dalam penguasaan pengetahuan, penerapan pengetahuan dan keterampilan, sebagai kompetensi yang dibutuhkan sesuai amanat Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.Penguasaan kompetensi dan penerapan pengetahuan serta keterampilan guru, sangat menentukan tercapainya kualitas proses pembelajaran atau pembimbingan peserta didik, dan pelaksanaan tugas tambahan yang relevan bagi sekolah/madrasah, khususnya bagi guru dengan tugas tambahan tersebut. Sistem PK Guru adalah sistem penilaian yang dirancang untuk mengidentifikasi kemampuan guru dalam melaksanakan tugasnya melalui pengukuran penguasaan kompetensi yang ditunjukkan dalam unjuk kerjanya (Kemdiknas, 2010)
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
30
PK Guru dilakukan terhadap kompetensi guru sesuai dengan tugas pembelajaran, pembimbingan, atau tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah. Khusus untuk kegiatan pembelajaran atau pembimbingan, kompetensi yang dijadikan dasar untuk penilaian kinerja guru adalah kompetensi pedagogik, profesional, sosial dan kepribadian, sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan 4 Nasional Nomor 16 Tahun 2007. Keempat kompetensi ini telah dijabarkan menjadi kompetensi guru yang harus dapat ditunjukkan dan diamati dalam berbagai kegiatan, tindakan dan sikap guru dalam melaksanakan pembelajaran atau pembimbingan. Sementara itu, untuk tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah, penilaian kinerjanya dilakukan berdasarkan kompetensi tertentu sesuai dengan tugas tambahan yang dibebankan tersebut (misalnya; sebagai kepala sekolah/madrasah, wakil kepala sekolah/madrasah, pengelola perpustakaan, dan sebagainya sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009). Guru sebagai pendidik profesional mempunyai tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Selain tugas utamanya tersebut, guru juga dimungkinkan memiliki tugas-tugas lain yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah. Oleh karena itu, dalam penilaian kinerja guru beberapa subunsur yang perlu dinilai adalah a) Penilaian kinerja yang terkait dengan pelaksanaan proses pembelajaran bagi guru mata pelajaran atau guru kelas, meliputi kegiatan merencanakan dan melaksanakan pembelajaran, mengevaluasi dan menilai, menganalisis hasil penilaian, dan melaksanakan tindak lanjut hasil penilaian dalam menerapkan 4 (empat) domain kompetensi yang harus dimiliki oleh guru sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Pengelolaan pembelajaran tersebut mensyaratkan guru menguasai 24 (dua puluh empat) kompetensi yang dikelompokkan ke dalam kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan professional, dan b) Penilaian kinerja dalam melaksanakan proses pembimbingan bagi guru Bimbingan Konseling (BK)/Konselor meliputi kegiatan merencanakan dan melaksanakan pembimbingan, mengevaluasi dan menilai hasil bimbingan, menganalisis hasil evaluasi pembimbingan, dan melaksanakan tindak lanjut hasil pembimbingan. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor terdapat 4 (empat) ranah kompetensi yang harus dimiliki oleh guru BK/Konselor. Penilaian kinerja guru BK/konselor mengacu pada 4 domain kompetensi tersebut yang mencakup 17 (tujuh belas) kompetensi, c) Kinerja yang terkait dengan pelaksanaan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah. Pelaksanaan tugas tambahan ini dikelompokkan menjadi 2, yaitu tugas tambahan yang mengurangi jam mengajar tatap muka dan yang tidak mengurangi jam mengajar tatap muka. Tugas tambahan yang mengurangi jam mengajar tatap muka meliputi: (1) menjadi kepala sekolah/madrasah per tahun; (2) menjadi wakil kepala sekolah/madrasah per tahun; (3) menjadi ketua program keahlian/program studi atau yang sejenisnya; (4) menjadi kepala perpustakaan; atau (5) menjadi kepala laboratorium, bengkel, unit produksi, atau yang sejenisnya. Tugas tambahan yang tidak mengurangi jam mengajar tatap muka
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
31
dikelompokkan menjadi 2 juga, yaitu tugas tambahan minimal satu tahun (misalnya menjadi wali kelas, guru pembimbing program induksi, dan sejenisnya) dan tugas tambahan kurang dari satu tahun (misalnya menjadi pengawas penilaian dan evaluasi pembelajaran, penyusunan kurikulum, dan sejenisnya). (Kemdiknas, 2010). Evaluasi atau penilaian kinerja guru merupakan suatu proses yang bertujuan untuk mengetahui atau memahami tingkat kinerja guru satu dengan tingkat kinerja guru yang lainnya atau dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan. Hani Handoko (1994) menjelaskan bahwa, “penilaian prestai kerja (performance appraisal) adalah proses melalui mana organisasi-organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan”. Sedangkan Mulyasa (2007) menjelaskan tentang manfaat penilaian tenaga pendidikan: “Penilaian tenaga pendidikan biasanya difokuskan pada prestasi individu, dan peran sertanya dalam kegiatan sekolah. Penilaian ini tidak hanya penting bagi sekolah, tetapi juga penting bagi tenaga kependidikan yang bersangkutan.Bagi para tenaga kependidikan, penilaian berguna sebagai umpan balik terhadap berbagai hal, kemampuan, ketelitian, kekurangan dan potensi yang pada gilirannya bermanfaat untuk menentukan tujuan, jalur, rencana, dan pengembangan karir. Bagi sekolah, hasil penilaian prestasi tenaga kependidikan sangat penting dalam mengambil keputusan berbagai hal, seperti identifikasi kebutuhan program sekolah, penerimaan, pemilihan, pengenalan, penempatan, promosi, sistem imbalan dan aspek lain dari keseluruhan proses pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan”. METODE Penelitian ini menggunakan pendekatan mix method. Pendekatan kuantitatif dilakukan untuk menganalisis kinerja guru, sedangkan pendekatan kualitatif digunakan untuk menganalisis permasalahan yang ditemui guru dalam implementasi Kurikulum 2013 di tingkat sekolah serta dalam perumusan opsi kebijakan yang relevan dengan permasalahan yang dikaji. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Sekolah Menengah Kejuruan di Kalimantan Selatan yang sedang mengimplementasikan Kurikulum 2013.Sampel penelitian diambil sebanyak 50 orang guru akuntansi SMK dengan teknik purposive sampling.Sumber data yang dikumpulkan yakni data primer berupa hasil penilaian kinerja guru melalui instrument penilaian kinerja dan hasil kuesioner mengenai permasalahan yang dihadapi oleh guru dalam mengimplementasikan Kurikulum 2013.Pengumpulan data dilakukan melalui dua cara yakni 1) observasi mengenai kinerja guru dengan menggunakan format lembar penilaian Kurikulum 2013, dan 2) kuesioner mengenai kendala yang dihadapi oleh guru dalam implementasi Kurikulum 2013 khususnya terkait dengan proses pembelajaran.Analisis data menggunakan analisis deskriptif. Untuk penilaian Kinerja Guru mengacu pada Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Guru Kurikulum 2013. Sedangkan analisis kendala yang dihadapi oleh guru dalam implementasi kurikulum 2013 dianalisis dengan pendekatan deskriptif kualitatif.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
32
HASIL DAN PEMBAHASAN Kinerja Guru Akuntansi dalam Perencanaan, Pelaksanaan, dan Penilaian Pembelajaran Terkait dengan Implementasi Kurikulum 2013 Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di lapangan terkait kinerja guru dalam implementasi Kurikulum 2013, diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Kinerja Guru dalam Perencanaan Pembelajaran Perencanaan pembelajaran terkait erat dengan kompetensi guru untuk menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang akan diterapkan dalam pembelajaran di kelas. Gambaran kinerja guru dalam perencanaan pembelajaran dapat dilihat pada tabel 1 berikut: Tabel 1. Kinerja Guru Akuntansi SMK di Kalimantan Selatan dalam Perencanaan Pembelajaran No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keterangan Identitas MP (x1.1) Perumusan Indikator (x1.2) Perumusan Tujuan Pembelajaran (x1.3) Pemilihan Materi Ajar (x1.4) Pemilihan Sumber Belajar (x1.5) Pemilihan Media Belajar (x1.6) Model Pembelajaran (x1.7) Skenario Pembelajaran (x1.8) Penilaian (x1.9) RPP (x1) Sumber: diolah dari hasil penelitian (2015)
Nilai 80.00 75.56 78.00 80.00 77.33 79.11 76.00 78.00 76.67 77.71
Kriteria Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup
Dari tabel 1 terlihat bahwa kinerja guru akuntansi SMK di Kalimantan Selatan dalam perencanaan pembelajaran masih berada pada kriteria Cukup dengan nilai rata-rata 77,71. Dari beberapa indikator perencanaan pembelajaran yang diamati, terdapat beberapa indikator yang masih berada di bawah nilai rata-rata yakni kemampuan dalam merumuskan indikator (x1.2), pemilihan sumber belajar (x1.5), model pembelajaran (x1.7), dan penilaian (x1.9). Indikator “kemampuan dalam merumuskan indikator” terkait erat dengan kemampuan guru untuk merumuskan indikator yang sesuai dengan SKL, KI, dan KD; kesesuaian penggunaan kata kerja yang operasional dengan kompetensi yang diukur, serta kesesuaian dengan aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan. Dari hasil penilaian yang dilakukan atas RPP yang dibuat, guru akuntansi SMK di Kalimantan Selatan masih belum secara maksimal mampu merumuskan indikator sesuai dengan prasyarat yang ditetapkan menurut acuan Kurikulum 2013 itu sendiri. Indikator “pemilihan sumber belajar” terkait erat dengan kemampuan guru untuk memilih sumber belajar yang sesuai dengan tujuan pembelajaran, karakteristik peserta didik, serta alokasi waktu.Dari hasil analisis RPP yang dibuat masih ditemukan guru akuntansi SMK di Kalimantan Selatan yang memanfaatkan sumber belajar yang terbatas dan cenderung
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
33
tidak kreatif. Sumber belajar yang diacu lebih banyak buku-buku pelajaran yang ada dan belum memanfaatkan sumber belajar lain seperti media yang lebih kreatif dan bernuansa teknologi. Pemanfaatan alam sekitar pun belum secara maksimal dipilih sebagai sumbersumber belajar yang akan digunakan oleh siswa dalam kegiatan pembelajaran itu sendiri. Indikator “model pembelajaran” mengarah pada kemampuan guru untuk memilih model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran dan pendekatan saintifik.Kajian yang dilakukan atas RPP yang dibuat juga mengisyaratkan bahwa guru-guru akuntansi SMK di Kalimantan Selatan masih menggunakan model-model pembelajaran yang belum kreatif serta mengarah pada pendekatan saintifik itu sendiri. Model pembelajaran yang digunakan masih lebih dominan mengarah pada teacher centered learning di mana keterlibatan siswa belum optimal dimanfaatkan. Indikator yang keempat yakni “penilaian”.Indikator penilaian dalam RPP terkait dengan kemampuan guru untuk merancang penilaian yang sesuai dengan teknik dan bentuk penilaian autentik, kesesuaian dengan indikator pencapaian kompetensi, kesesuaian kunci jawaban dengan soal, serta kesesuain dengan pedoman penskoran soal. Telaah atas RPP yang dibuat oleh guru akuntansi SMK di Kalimantan Selatan menunjukkan bahwa masih terdapat guruguru yang belum mampu merumuskan bentuk penilaian yang akan diterapkan dengan mengacu pada standar-standar yang ditetapkan khususnya yang terkait dengan penilaian autentik. 2.
Kinerja Guru dalam Pelaksanaan Pembelajaran Pelaksanaan pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan oleh guru akuntansi SMK dalam mengimplementasikan Kurikulum 2013 secara riil di dalam kelas kepada siswa.Pelaksanaan pembelajaran seharusnya secara utuh merupakan perwujudan dan pelaksanaan dari rancangan pembelajaran yang disusun sebelumnya oleh guru.Pelaksanaan pembelajaran secara umum terbagi atas tiga kelompok kegiatan utama yakni pendahuluan, kegiatan inti, dan penutup. Gambaran kinerja guru akuntansi SMK di Kalimantan Selatan dalam pelaksanaan pembelajaran berdasarkan indikator-indikator yang terdapat di dalamnya dapat dilihat pada tabel 2. Dari tabel 2 terlihat bahwa secara umum guru-guru akuntansi SMK di Kalimantan Selatan sudah mampu melaksanakan kegiatan pembelajaran secara Baik dengan nilai ratarata sebesar 87,82. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya daya adaptasi guru-guru akuntansi SMK terkait penerapan Kurikulum 2013 juga sudah baik. Hal ini tentu saja cukup wajar karena sebenarnya Kurikulum 2013 secara umum tidak merubah secara keseluruhan pelaksanaan kurikulum sebelumnya, justru merupakan pengembangan yang diharapkan mengarah pada pencapaian hasil belajar yang lebih baik. Dari beberapa indikator yang dinilai dalam pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru-guru akuntansi SMK di Kalimantan Selatan, masih terdapat beberapa indikator yang nilainya di bawah rata-rata yakni Penyampaian Kompetensi dan Rencana Kegiatan (x2.2), Penguasaan Materi Pelajaran (x2.3), Penerapan Pendekatan Scientific (x2.5), Pemanfaatan Sumber Belajar/Media dalam Pembelajaran (x2.7), dan Penutup Pembelajaran (x2.10).
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
34
Tabel 2.Kinerja Guru akuntansi SMK di Kalimantan Selatan dalam Pelaksanaan Pembelajaran No 1
Keterangan Apersepsi dan Motivasi (x2.1) Penyampaian Kompetensi dan Rencana 2 Kegiatan (x2.2) 3 Penguasaan Materi Pelajaran (x2.3) Penerapan Strategi Pembelajaran yang 4 Mendidik (x2.4) 5 Penerapan Pendekatan Scientific (x2.5) Penerapan Pembelajaran Tematik Terpadu 6 (x2.6) Pemanfaatan Sumber Belajar /Media dalam 7 Pembelajaran (x2.7) Pelibatan Peserta Didik dalam Pembelajaran 8 (x2.8) Penggunaan Bahasa yang Benar dan Tepat 9 dalam Pembelajaran (x2.9) 10 Penutup Pembelajaran (x2.10) Pelaksanaan Pembelajaran (x2) Sumber: diolah dari hasil penelitian (2015)
Nilai 89.50
Kriteria Baik
84.00 86.50
Baik Baik
95.14 84.86
Amat Baik Baik
88.00
Baik
83.60
Baik
90.00
Baik
96.00 80.00 87.82
Amat Baik Cukup Baik
Berdasarkan indikator penyampaian kompetensi dan rencana kegiatan, dari hasil pengamatan yang dilakukan masih terdapat guru yang belum mampu atau tidak melakukan kegiatan menyampaiakan kemampuan yang akan dicapai peserta didik. Selain itu masih terdapat sejumlah guru yang tidak menyampaikan rencana kegiatana yang akan dilakukan peserta didik baik yang bersifat individual ataupun kelompok, serta melakukan observasi. Pengamatan terhadap indikator penguasaan materi pelajaran (x2.3) menunjukkan masih terdapat guru yang tidak mampu menyesuaikan materi dengan tujuan pembelajaran. Selain itu guru-guru akuntansi SMK yang diamatai sebagian juga belum mampu membuat konektivitas materi dengan pengetahuan lain yang relevan serta pengembangan iptek dan kehidupan nyata. Masih terdapat guru yang belum mampu menyajikan pembahasan materi pembelajaran secara tepat dan sistematis. Penerapan pendekatan saintifik merupakan indikator baru yang muncul secara khusus sebagai aspek yang dinilai dalam pelaksanaan pembelajaran mengacu pada Kurikulum 2013. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan masih terdapat guru-guru akuntansi SMK yang belum melakukan kegiatan yang mengarah pada pendekatan saintifik dalam pelaksanaan pembelajaran seperti melakukan kegiatan bertanya mengapa dan bagaimana, Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
35
memancing siswa untuk bertanya serta memfasilitasi siswa untuk mencoba, mengamati, dan melakukan analisis atas suatu hal yang relevan dengan materi pembelajaran yang diberikan. Guru juga masih belum sepenuhnya memberikan pertanyaan yang bersifat nalar dan menyajikan kegiatan peserta didik untuk berkomunikasi. Dari pengamatan atas indikator Pemanfaatan Sumber Belajar/Media dalam Pembelajaran (x2.7), ditemukan kenyataan di lapangan bahwa beberapa guru akuntansi SMK belum memiliki keterampilan dalam penggunaan sumber dan media pembelajaran, belum mampu membuat media yang menarik serta melibatkan siswa secara aktif dalam pemanfaatan sumber dan media pembelajaran yang ada. Pengamatan terakhir atas pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan kepada guru akuntansi SMK juga menunjukkan bahwa sebagian dari mereka masih lemah dalam melaksanakan indikator Penutup Pembelajaran (x2.10).Sebagian guru akuntansi SMK yang diamati masih ada yang belum melakukan kegiatan refleksi atau merangkum kegiatan pembelajaran dengan melibatkan siswa serta kurang memberikan arahan yang maksimal kepada siswa terkait kegiatan pembelajaran berikutnya. 3.
Kinerja Guru dalam Penilaian Pembelajaran Penilaian pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan guru sebagai rangkaian terakhir setelah kegiatan penyusunan RPP dan pelaksanaan pembelajaran.Penilaian pembelajaran merupakan kegiatan yang vital karena dalam kegiatan ini, guru melakukan penilaian atas hasil belajar siswa selama atau sesudah kegiatan pembelajaran berlangsung. Secara konseptual, ketika guru mampu melaksanakan penilaian pembelajaran dengan baik akan berdampak terhadap meningkatnya pengenalan atas siswa secara individual. Pengenalan ini akan bermanfaat untuk pemberian penilaian atas siswa dan menjadi tolak ukur untuk kemampuan guru yang mengajar, hingga mengarah pada peningkatan kualitas pembelajaranpembelajaran berikutnya. Gambaran kinerja guru akuntansi SMK di Kalimantan Selatan dalam melaksanakan penilaian pembelajaran secara lebih rinci diuraikan dalam tabel 3 sebagai berikut:
Tabel 3.Kinerja Guru SD di Kalimantan Selatan dalam Penilaian Pembelajaran No 1
Keterangan Nilai Pemberian Tes (x3.1) 86.00 Pengumpulan Hasil Kerja 2 untuk Portofolio (x3.2) 78.00 Pengayaan dan Penugasan 3 (x3.3) 78.00 80.00 Penilaian Pembelajaran (x3) Sumber: diolah dari hasil penelitian (2015)
Kriteria Baik Cukup Cukup Cukup
Berdasarkan tabel 3 terlihat bahwa secara umum Kinerja Guru dalam Penilaian Pembelajaran masih berada pada kategori cukup dengan nilai rata-rata sebesar 80,00. Hal ini
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
36
menunjukkan bahwa guru akuntansi SMK di Kalimantan Selatan belum mampu melaksanakan penilaian pembelajaran secara optimal mengacu pada pelaksanaan Kurikulum 2013. Dari beberapa indikator yang terkait dengan penilaian pembelajaran, guru-guru akuntansi SMK di Kalimantan Selatan masih belum melaksanakan kegiatan penilaian secara holistik dan sesuai standar yang ditetapkan. Guru belum melaksanakan kegiatan penilaian berbasis portofolio siswa secara maksimal. Selain itu beberapa orang guru juga masih belum melaksanakan kegiatan pengayaan atau pemberian tugas setelah pembelajaran selesai dilaksanakan.Kedua indikator ini berperan terhadap rendahnya kinerja guru akuntansi SMK di Kalimantan Selatan dalam melakukan penilaian pembelajaran secara optimal sesuai standar yang ditetapkan dalam Kurikulum 2013. Kendala yang Dihadapi Guru akuntansi SMK dalam Mengimplementasikan Kurikulum 2013 Berdasarkan hasil wawancara dengan para guru akuntansi SMK serta kegiatan FGD yang dilakukan di Dinas Pendidikan Kalimantan Selatan bersama sejumlah pengawas SMK dan Kepala Bidang Peningkatan Mutu terindikasi beberapa kendala yang dihadapi oleh guru akuntansi SMK dalam mengimplementasikan Kurikulum 2013 pada jenjang khususnya pada jenjang SMK. Salah satu kendala utama adalah para guru akuntansi SMK tidak seluruhnya telah mengikuti pelatihan Kurikulum 2013 secara maksimal.Pelatihan yang dilakukan masih terkendala dengan beberapa hal seperti belum maksimalnya instruktur yang terlibat serta terbatasnya waktu pelatihan.Hal ini berdampak terhadap masih belum maksimalnya pemahaman mereka dalam pengimplementasian Kurikulum 2013 secara menyeluruh sejak penyusunan RPP hingga penilaian pembelajaran. Kegiatan in dan on yang dilakukan pasca pelatihan awal juga masih berlangsung sehingga sebagian besar guru-guru masih meraba-raba arah implementasinya di lapangan.Meskipun demikian mereka tetap melaksanakan semampunya dengan berbekal pengalaman mengajar dan pelatihan kurikulum sebelumnya, sehingga mereka tetap bisa melaksakanan Kurikulum 2013 dalam pembelajaran meskipun tidak bisa optimal. Permasalahan lainnya adalah mindset guru yang masih belum sepenuhnya mendukung pelaksanaan Kurikulum 2013. Ada beberapa guru akuntansi SMK yang mengatakan pelaksanaan kurikulum ini akan menyulitkan mereka terlebih dengan kesan pengimplementasian yang belum direncanakan secara matang oleh pemerintah. Tetapi ada juga guru yang menganggap kurikulum ini lebih mudah dan lebih sederhana ketika dilaksanakan.Kendala yang terkait dengan pola piker ini berdampak terhadap kurang cepatnya daya adaptasi guru untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran berbasis Kurikulum 2013. Keterlambatan buku pendamping untuk guru dan siswa juga menjadi kendala lain yang dihadapi oleh guru dalam mengimplementasikan Kurikulum 2013 di tingkat sekolah. Guruguru dihadapkan pada situasi mereka harus melaksanakan pembelajaran berbasis Kurikulum 2013 sementara buku pendamping untuk guru dan siswa tidak diterima di awal tahun ajaran.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
37
Hal ini sangat menyulitkan bagi guru karena mereka tidak bisa menyampaikan materi sesuai target yang ditetapkan. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Beberapa kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kinerja guru dalam dalam implementasi Kurikulum 2013 dari aspek perencanaan masih tergolong “cukupbaik”, pelaksanaan pembelajaran sudah “baik”, dan penilaian pembelajaran masih tergolong “cukup baik”, 2. Beberapa kendala yang dihadapi guru dalam mengimplementasikan Kurikulum 2013 antara lain belum maksimalnya kegiatan pelatihan Kurikulum 2013 untuk para guru akuntansi SMK SD di Kalimantan Selatan baik dari aspek instruktur maupun waktu, mindset mereka yang masih belum sepenuhnya yakin mampu mengimplementasikan Kurikulum 2013 di sekolah, serta keterlambatan kedatangan buku pendamping untuk guru dan siswa. Beberapa rekomendasi yang diajukan antara lain: 1. Perlunya segera dilaksanakan Kegiatan Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Kurikulum 2013 dengan melibatkan pihak pusat dan pemerintah setempat serta unsur perguruan tinggi. Monitoring hendaknya dilaksanakan pada seluruh aspek yang telah dilakukan seperti Pelatihan Pengawas, Kepala Sekolah dan Guru, serta monitoring atas Kegiatan Pelaksanaan dan Pendampingan di tingkat sekolah, dan monitoring atas kelayakan buku yang dikeluarkan oleh pemerintah. 2. Perlu dilakukan penguatan kepada guru khususnya pada kinerja yang lemah dalam perencanaan dan pelaksanaaan pembelajaran di sekolah. Penguatan dapat dilakukan melalui pengintensifan kegiatan MGMP dengan melibatkan pengawas atau perguruan tinggi. DAFTAR PUSTAKA [UNDP] United Nations Development Programme.(2004). Human Development Report.http://hdr.undp.org/statistics/understanding/resources.ctm. Boediono dan Ghozali, Abbas. (1999). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mutu Mendidikan: Pendekatan fungsi produksi pendidikan. Jurnal Ilmiah KAJIAN, No. 20. hal 5-10. Dessler, Garry.(1997). Manajemen Personalia “Teknik dan Konsep Modern”. Jakarta: Erlangga. Dikti.(2001). Standar Kompetensi Dasar Guru. Jakarta: Ditjen Dikti. Ditjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan.(2008). Penilaian Kinerja Guru. Jakarta: Depdiknas. Hamalik, Oemar. (2003). Guru Dalam Pendekatan Kompetensi. Jakarta: Bumi Aksara. Kemdikbud.(2013). Implementasi Kurikulum 2013.Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
38
Kemdiknas, (2010).Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Guru (PK Guru), Kementerian Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga Kependidikan, Jakarta. Kusmarni, Yani. Tanpa Tahun. Penerapan Asesmen Kinerja Dalam Pembelajaran IPS. Tersedia di http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._SEJARAH/ 196601131990012 -YANI_KUSMARNI/Prociding_IPS.pdf Mangkupawira, Sjafri. (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik. Jakarta: Ghalia Indonesia. Mulyasa E. (2005). Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung: Remaja Rosda Karya. _________. (2007). Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: Remaja Rosda Karya. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 41 tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2008 tentang Guru. Prawirasentono, Suyadi. (1999). Manajemen Sumber Daya Manusia Kebijakan Kinerja Karyawan. Yogyakarta: BPFE UGM. Rasto. (2008). Kompetensi Guru. Tersedia di http://rasto.wordpress.com/2008/01/31/kompetensi-guru Sudjana, Nana. 2002. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Yadi, (2013).Kurikulum 2013, Harapan Peningkatan Efektivitas Pendidikan. Tersedia di http://pakyadimbs.wordpress.com/2013/09/13/kurikulum-2013-harapan-peningkatanefektifitas-pendidikan/
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FRAUD PADA KOPERASI JASA KEUANGAN SYARIAH (STUDI KASUS PADA BMT ANDA SALATIGA) Kusumantoro Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang
[email protected] Ahmad Nurkhin Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang
[email protected] Hasan Mukhibad Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang
[email protected]
ABSTRAK Fraud juga terjadi dalam operasional lembaga keuangan syariah di Indonesia. BMT merupakan salah satu jenis lembaga keuangan yang melandaskan pada prinsip syariah dalam kegiatan operasionalnya. Tulisan ini bertujuan untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan fraud karyawan di BMT Anda Salatiga. Penelitian merupakan penelitian kausalitas. Variabel dikembangkan berdasarkan konsep fraud triangle dan Islamic paradigm. Teknik analisis data menggunakan analisis regresi berganda. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat pengaruh negatif dan signifikan antara tilawah terhadap fraud karyawan. Variabel opportunity terbukti berpengaruh positif dan signifikan terhadap fraud. Sementara pressure dan rationalization tidak terbukti berpengaruh terhadap fraud. Kata kunci: Islamic paradigma, fraud, fraud triangle, tilawah, pressure, rationalization, opportunity PENDAHULUAN Salah satu tujuan diperlukannnya pengembangan sistem pengendalian intern adalah untuk meningkatkan efektititas dan efisiensi operasi perusahaan, meningkatkan reliabilitas laporan keuangan, dan meningkatkan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang ada (http://www.coso.org/documents/internal%20control-integrated%20framework.pdf, Diunduh Tanggal 15 Januari 2016). Beberapa pihak telah merumuskan model sistem pengendalian intern. Beberapa pihak diantaranya Comitte Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO), KPMG, The International Standards of Supreme Audit Institutions (ISSAI), dan Basle Committee on Bangking Supervision. Model sistem pengendalian intern yang dirumuskan COSO dan KPMG dapat diaplikasikan oleh entitas bisnis, sedangkan sistem yang dikembangkan ISSAI dilakukan untuk entitas publik. Lain halnya COSO dan KPMG, sistem pengendalian intern yang dirumuskan oleh Basle digunakan untuk entitas bank. Namun demikian, implementasi dari model sistem pengendalian intern masih belum maksimal. Hal ini terbukti dengan banyaknya kasus fraud pada beberapa entitas. Beberapa Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
40
skandal adalah kasus PT Kimia Farma yang telah melakukan overstatement atas laba yang dilaporkan. Selain itu, kasus pembobolan juga terjadi pada perbankan yang memiliki regulasi yang lebih ketat dari organisasi lain. Kasus pembobolan bank diantaranya kasus pembobolan dana nasabah Citybank, Bank Negara Indonesia, Bank Internasional Indonesia (BII), dan Bank Viktoria (Kusumantoro dkk, 2015). Secara harfiah, fraud berarti kecurangan. Menurut Chartered Institute of Management Accountants (2009) fraud adalah tindakan penipuan untuk membuat keuntungan diri sendiri dengan tidak jujur, dan aau membuat kerugian orang lain. Sementara itu, Webster’s New World Dictionary mendefenisikan fraud sebagai suatu pembohongan atau penipuan (deception) yang dilakukan demi kepentingan pribadi, sementara International Standards of Auditing seksi 240 – The Auditor’s Responsibility to Consider Fraud in an Audit of Financial Statement paragraph 6 mendefenisikan fraud sebagai “…tindakan yang disengaja oleh anggota manajemen perusahaan, pihak yang berperan dalam governance perusahaan, karyawan, atau pihak ketiga yang melakukan pembohongan atau penipuan untuk memperoleh keuntungan yang tidak adil atau illegal”. Dari dua pengertian fraud di atas, pada dasarnya memiliki pengertian yang hampir sama. Fraud didefiniskan sebagai tindakan ilegal manajemen, karyawan, atau pihak ketiga lainnya untuk menguntungkan diri sendiri. Fraud merupakan tindakan yang harus dihilangkan karena akan merugikan perusahaan melalui tindakan yang dapat menguntungkan diri sendiri dan merugikan perusahaan. Selain itu, beberapa motivasi seseorang melakukan fraud adalah : insentif atau tekanan untuk melakukan fraud, peluang untuk melakuakn fraud, serta sikap atau rasionalisasi untuk membenarkan tindakan fraud. Ketiga faktor ini dikenal sebagai fraud triagle. Selain teori fraud triagle, terdapat teori GONE, dimana seseorang melakukan fraud karena Greed (keserakahan), opportunity (kesempatan), need (kebutuhan), dan exposure (pengungkapan). Faktor Greed dan Need merupakan faktor yang berhubungan dengan individu pelaku kecurangan (disebut juga faktor individual), sedangkan faktor Opportunity dan Exposure merupakan faktor yang berhubungan dengan organisasi sebagai korban perbuatan kecurangan (disebut juga faktor generik/umum) (Simbolon, 2010). Salah satu faktor yang menyebabkan belum efektifnya sistem pengendalian intern adalah pengembangan sistem pengendalian intern yang meniadakan Tuhan dimana sistem yang dibangun lebih menekankan pada pengawasan antar manusia. Sistem ini juga diimplementasikan pada lembaga keuangan syariah. Hal inilah yang menyebabkan kasus pembobolan juga terjadi pada Bank Syariah Mandiri dan Bank Jateng Syariah melalui kredit fiktif (Kusumantoro dkk, 2015). Bank syariah adalah merupakan bank yang menggunakan prinsip syariah sebagai prinsip utama yang harus di gunakan dalam seluruh operasionalisasi bank syariah. Operasionalisasi syariah pada bank syariah tidak hanya diimplementasikan pada operasionalisasi penghimpunan dan penyaluran dana, namun juga dalam pengembangan seluruh operasionalisasi bank. Termasuk didalam pengembangan budaya organisasi bank. Teori GONE membagi dua faktor yang menyebabkan fraud, yaitu faktor individu atau internal dan faktor eksternal atau generic. Faktor invidu pemicu fraud adalah moral dan motivasi. Moral sangat berhubungan dengan keserakahan greed), sedangkan motivasi
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
41
berhubungan dengan kebutuhan (need) pribadi karyawan. Faktor eksternal pemicu fraud meliputi kesempatan (opportunity) dan pengungkapan (exposure). Kesempatan menyangkut posisi atau jabatan karyawan yang melakukan fraud, sedangkan pengungkapan menyangkut sangsi yang diberikan jika terbukti melakukan fraud. Dari keempat pemicu fraud di atas, faktor yang paling menentukan adalah greed. Hal ini dikarenakan faktor opportunity, exposure, dan need lemah namun faktor greed tinggi, maka fraud sulit terjadi. Sebaliknya faktor opportunity, exposure, dan need kuat namun faktor greed lemah, maka perusahaan akan mudah mengalami fraud. Moral berkaitan dengan tingkah laku seseorang atau yang disebut dengan etika. Dalam pengembangan etika, terdapat beberapa teori Beekun (1997) dalam Harahap (2011) membagi teori etika menjadi enam, yakni relativisme, utilitarianisme, universalisme, rights, distributive justice, dan eternal law. Pada teori relativisme, etika dianggap relatif dan tergantung dari kepentingan dan kebutuhan pribadi, utilitarianisme memandang bahwa dasar penentuan etika adalah pertimbangan antara biaya dan manfaat (cost and benefit), universal menganggap bahwa tindakan etis jika bernuansa universal, dianggap sama disemua tempat, dan standarnya dilihat dari motivasi keputusan dan tindakan, sedangkan right, penekanan etika berdasarkan pada pemenuhan hak individu. Distributive law menekankan pada distribusi kekayaan yang adil, dan eternal law menggunakan dasar wahyu atau kitab suci sebagai penentuan tindakan etis (Mukhibad, 2014). METODE Penelitian ini ditujukan untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi fraud dengan berbasis Islamic Paradigm dan Fraud Triangle. Populasi dan sampel enelitian ini adalah karyawan BMT Anda Kota Salatiga Jawa Tengah. Metode pengambilan data menggunakan angket. Sedangkan teknik analisis data adalah analisis deskriptif dan analisis regresi berganda. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi Variabel Penelitian Tabel 1 menunjukkan kecenderungan fraud karyawan BMT Anda Salatiga. Tabel 1. menunjukkan bahwa sebagian besar nilai berada pada jawaban tidak setuju. Artinya secara garis besar sistem kecenderungan fraud pada BMT rendah. Seperti pada kasus pertama, kebanyakan responden menilai bahwa tindakan penggunaan aset perusahaan untuk kepentingan pribadi merupakan tindakan yang tidak umum dilakukan. Selain itu, kebanyakan responden menilai bahwa teman sekantor juga tidak melakukannya. Temuan ini diperkuat dengan kebanyakan responden yang menilai bahwa pimpinan tidak mengizinkan tindakan ini. Pada kasus yang kedua, yakni fasilitas kantor yang digunakan oleh keluarga, kebanyakan responden menilai bahwa tindakan ini merupakan tindakan yang tidak umum dilakukan. Selain itu juga responden menilai bahwa teman kantor tidak melakukannya. Selanjutnya responden juga menilai bahwa pimpinan tidak mengizinkan tindakan penggunaan aset perusahaan untuk keluarga tidak diizinkan oleh pimpinan. Kasus ketiga berkaitan dengan penggunaan bahan ATK untuk kepentingan pribadi menilai bahwa tindakan
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
42
tersebut bukanlah tindakan yang umum dilakukan oleh karyawan. Hal ini didukung dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa karyawan kebanyakan tidak dilakukan. Selanjutnya, temuan ini juga didukung dengan temuan bahwa tindakan ini tidak disetujui oleh pimpinan. Tabel 1. Kecenderungan Fraud No 1
2
3
Pertanyaan Penggunaan Aset Perusahaan untuk kepentingan Pribadi
Fasilitas kantor yang diberikan kepada karyawan digunakan juga oleh anggota keluarga karyawan yang bersangkutan Penggunaan bahanbahan ATK kantor untuk mengerjakan tugas pribadi (selain urusan kantor)
Tanggapan Tindakan ini merupakan tindakan yang umum dilakukan Teman sekantor pernah melakukannya Tindakan ini sesuai dengan hukum atau aturan yang ada Pimpinan saya mengizinkannya Tindakan ini merupakan tindakan yang umum dilakukan Teman sekantor pernah melakukannya Tindakan ini sesuai dengan hukum atau aturan yang ada Pimpinan saya mengizinkannya Tindakan ini merupakan tindakan yang umum dilakukan Teman sekantor pernah melakukannya Tindakan ini sesuai dengan hukum atau aturan yang ada Pimpinan saya mengizinkannya
Setuju
Ragu2
Tdk Setuju
0%
17%
83%
6%
61%
33%
2%
2%
78%
17%
28%
56%
0%
22%
78%
6%
50%
44%
17%
17%
67%
22%
33%
44%
0%
17%
83%
11%
61%
28%
11%
28%
61%
11%
39%
50%
Sumber; data penelitian diolah Teori fraud triangle adalah pressure, rationalization, dan opportunity. Pada penelitian ini, indikator pressure diukur dengan sembilan konstruk. Variabel rationalization diukur dengan menggunakan delapan konstruk, sedangkan variabel opportunity menggunakan duabelas konstruk. Berikut adalah hasil penelitian secara deskriptif dari ketiga variabel. Tabel 2. Hasil Penelitian Deskriptif Variabel Pressure, Rationalization, dan Opportunity No.
Variabel
Konstruk atau item
Pressure
Saya terobsebsi dengan keadaan yang penuh dengan kesuksesan. Saya menginginkan memiliki tingkat kehidupan yang lebih dari cukup. Saya menginginkan mendapatkan tambahan pendapatan.
1
2
3
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
1
2
3
4
5
6
7
0%
0%
0%
16,67%
0%
61,11%
22,22%
0%
0%
5,56%
5,56%
11,11%
33,33%
44,44%
0%
0%
0%
5,56%
22,22%
38,89%
33,33%
43
No.
Variabel
Saya memiliki kendali atas proses bisnis yang menimbulkan konflik (seperti pengaturan bendahara dan bagian pemberian kredit) Saya terlibat di dalam aktifitas BMTyang bersifat khusus. Saya berhati-hati di dalam menjaga rahasia. Saya kadang melaksanakan pekerjaan bawahan atau atasan Saya memiliki keluhan.
4
5 6 7 8 9 10
11
12 13
Rationalization
14 15 16
17
18 19 20
21
22 23 24
Konstruk atau item
Opportunity
Saya relatif memiliki gaji yang rendah. Mensejahterakan seluruh karyawan merupakan kewajiban BMT Saya hanya meminjam uang bmt dan akan mengembalikannya. Saya pantas mendapatkan lebih daripada yang selama ini saya peroleh Semua yang saya lakukan untuk tujuan yang baik. Sesuatu harus dikorbankan untuk mencapai sesuatu Saya tidak dihargai BMT Setiap orang wajar untuk mencari tambahan penghasilan Perilaku yang beresiko menghasilkan penghasilan yang lebih. Pengawas BMT lemah atau tidak cakap di dalam melaksanakan tugasnya. Adanya keterbatasan kemampuan pangawas. BMT tidak memiliki keluhan atau protes. Karyawan BMT memiliki persepsi tentang hukuman yang ringan bila terbukti bersalah. BMT memiliki potensi tertundanya didalam mengambil keputusan BMT BMT kurang memiliki pembagian tugas. BMT memiliki perpindahan pegawai yang terlalu cepat.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
1
2
3
4
5
6
7
5,56%
5,56%
16,67%
16,67%
16,67%
22,22%
16,67%
5,56%
0%
11,11%
16,67%
27,78%
33,33%
5,56%
5,56%
0%
0%
5,56%
11,11%
27,78%
50%
5,56%
0%
11,11%
11,11%
33,33%
22,22%
16,67%
5,56%
5,56%
16,67%
33,33%
33,33%
5,56%
0%
5,56%
16,67%
16,67%
27,78%
27,78%
5,56%
0%
0%
0%
0%
11,11%
22,22%
16,67%
50%
5,56%
0%
16,67%
11,11%
16,67%
22,22%
27,78%
5,56%
0%
5,56%
27,78%
16,67%
38,89%
5,56%
0%
0%
0%
5,56%
11,11%
38,89%
44,44%
0%
5,56%
0%
5,56%
44,44%
44,44%
0%
27,78%
44,44%
22,22%
5,56%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
16,67%
22,22%
27,78%
33,33%
0%
22,22%
11,11%
11,11%
11,11%
44,44%
0%
5,56%
16,67%
38,89%
16,67%
16,67%
5,56%
0%
5,56%
16,67%
33,33%
16,67%
22,22%
5,56%
0%
5,56%
5,56%
44,44%
27,78%
16,67%
0%
0%
5,56%
27,78%
27,78%
11,11%
5,56%
22,22%
0%
11,11%
16,67%
33,33%
16,67%
11,11%
11,11%
0%
5,56%
38,89%
38,89%
16,67%
0%
0%
0%
5,56%
16,67%
33,33%
22,22%
16,67%
5,56%
0%
44
No.
Variabel
Konstruk atau item BMT memiliki ketidak efektifan pengawasan dari atasan langsung. BMT kurang memiliki otorisasi transaksi. BMT memiliki pembukuan akuntansi yang masih lemah BMT memiliki pengawassan fisik atas asset yang lemah. BMT memiliki banyak kepercayaan yang diberikan kepada pegawai yang memegang posisi keuangan.
25 26 27
28
29
1
2
3
4
5
6
7
11,11%
38,89%
33,33%
11,11%
5,56%
0%
0%
11,11%
33,33%
33,33%
16,67%
0%
5,56%
0%
11,11%
55,56%
22,22%
11,11%
0%
0%
0%
11,11%
27,78%
38,89%
11,11%
5,56%
5,56%
0%
0%
0%
0%
16,67%
0%
61,11%
22,22%
Sumber; data penelitian diolah Tabel 2 jika disusun dalam tabel yang lebih ringkas tampak pada tabel 3 berikut ini. Tabel 2 menujukkan bahwa faktor-faktor penyebab fraud menunjukkan angka yang tergolong kurang baik. Hal ini diperkuat dengan temuan tingginya pressure dan rationalalization karyawan. Kedua faktor yang tinggi tersebut di atas berpotensi timbulnya fraud walauapun kondisi ini diperlemah dengan temuan temuan opportunity yang lemah. Tabel 3 Tingkat Faktor Penyebab Fraud No 1 2 3
Indikator Pressure Rationalize Opportunity
Rata-rata 6,04 5,09 3,22
Kesimpulan Sangat Kuat Agak Kuat Agak Lemah
Aktivitas keagamaan karyawan yang diukur dalam penelitian ini adalah sholat, tilawah (tadarus/membaca al quran), pengajian, dan aktivitas lainnya. Aktivitas ibadah sholat wajib karyawan tampak pada tabel 4. Tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar karyawan lakilaki melakukan sholat fardhu berjamaah di masjid. Karyawan perempuan sebagian besar melakukan sholat tepat waktu dan tidak berjamaah. Karyawan dapat melakukan sholat berjama’ah ketika yang bersangkutan di kantor dan dilakukan di kantor. Hal ini dikarenakan, ketika waktu sholat dhuhur tiba, pelayanan kantor dilakukan oleh karyawan perempuan. Selain itu, bagi karyawan perempuan, belum ada himbauan untuk melaksanakan sholat di masjid. Tabel 4 Aktivitas Ibadah Sholat Fardhu Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
Tepat waktu, Berjamaah Dimasjid 92% 0
Tepat Waktu, Berjamaah Dikantor 4% 31%
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
Tepat waktu, Tidak Berjamaah 4% 42%
Tidak Tepat Waktu, Tidak Berjamaah 0 27%
Tidak sholat Tanpa Udzur 0 0
45
Aktivitas tilawah dan sholat malam karyawan tampak pada tabel 5. Tabel 5 menunjukkan bahwa rata-rata aktivitas tilawah karyawan 0,86 juz dalam 1 hari, atau setara dengan 17,2 halaman setiap harinya. Aktivitas tilawah ini juga diimbangi dengan aktivitas sholat tahajud yakni 3 kali dalam satu minggu. Tabel 5 Aktivitas Tilawah Al Qur’an Aktivitas Tilawah Al Qur’an Sholat Malam
Nilai Rata-rata 0,86 juz 3
Satuan Dalam Sehari Hari dalam Seminggu
Tabel 6 menunjukkan bahwa sebagian besar karyawan mengikuti kegiatan pengajian, silaturrahmi, membantu teman, infaq, dan terlibat dalam kegiatan sosial dalam satu minggu. Aktivitas membaca buku keagamaan sebagian besar karyawan tidak melakukannya. Temuan ini menunjukkan bahwa aktivitas ruhiyah yang berkaitan ibadah ritual dan sosial yang sangat baik. Tabel 6 Aktivitas Sosial Kemasyarakatan No 1 2 3 4 5 6
Aktivitas (Dalam Seminggu) Pengajian Membaca Buku Keagamaan Silaturrahmi Membantu Teman Infaq Terlibat aktivitas sosial di luar kantor yang memberikan manfaat (menjadi panitia, kerja bakti, dll)
Ya 70% 39% 85% 84% 85%
Tidak 30% 61% 15% 16% 15%
64%
36%
Hasil Pengujian Hipotesis Pada penelitian ini sebelum dilakukan uji hipotesis, telah dilakukan uji relibilitas, validitas, dan uji asumsi klasik. Uji asumsi klasik yang digunakan menyangkut uji multikolonieritas, normalitas, dan heterokedastitas. Hasil uji validitas dan reliabilitas tampak pada tabel 7 dan 8 berikut ini. Tabel 7 Reliability Statistics Variabel Pressure Rationalility Opportunity Fraud
Cronbach's Alpha 0,883 0,799 0,855 0,731
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
Cronbach's Alpha Based on Standardized Items 0,889 0,789 0,870 0,758
Kesimpulan Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel
46
Tabel 8 Confirmatory Factor Analysis Variabel Pressure Rationalility Opportunity Fraud
Kaiser-MeyerOlkin Measure of Sampling Adequacy 0,766 0,710 0,467 0,378
Approx. ChiSquare
Df
Sig
Kesimpulan
371,821 181,384 446,860 827,1888
36 28 66 66
0,000 0,000 0,000 0,000
Valid Valid Valid Valid
Tabel 7 menunjukkan bahwa semua variabel memiliki nilai Cronbach’s Alpha > 0,70 yang berarti semua variabel reliabel (Ghazali, 2013:48). Pengujian validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji dengan confirmatory factor analysis dengan melihat signifikansi dari KMO dan Bartlett’s Test. Tabel 8 menunjukkan bahwa nilai signifikansi dari KMO signifikan pada 0,000. Hal ini mengindikasikan bahwa semua variabel dapat dilanjutkan analisis faktornya (Ghazali, 2013:58). Uji asumsi klasik dilakukan agar hasil regresi membentuk persamaan yang Best Linier Unbiased Estimator (BLUE). Uji asumsi klasik meliputi uji multikolonieritas, heterokedastisitas, dan normalitas. Hasilnya tampak tabel 9, tabel 10 dan gambar scatterplot. Tabel 9 menunjukkan bahwa semua variabel independen memiliki nilai VIF < 10. Hal ini mengindikasikan bahwa semua variabel tidak terdapat multikolonieritas (Ghazali, 2013:108). Gambar scatterplot menunjukkan titik-titik yang menyebar. Titik-titik yang menyebar ini mengindikasikan bahwa data tidak terjadi heterokedastisitas. Tabel 10 menunjukkan bahwa semua variabel memiliki nilai signifikansi >0,05. Nilai signifikansi > 0,05 mengindikasikan bahwa uji kolmogorov-Smirnov tidak signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa data terdistribusi secara normal.
Variabel (Constant)
Tabel 9 Collinearity Statistics VIF Kesimpulan Tolerance ,967
1,034
Tilawah
,200
4,998
Pressure
,182
5,501
Rationalility
,462
2,162
Opportunity
,967
1,034
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
Tidak Terdapat Multikolonieritas Tidak Terdapat Multikolonieritas Tidak Terdapat Multikolonieritas Tidak Terdapat Multikolonieritas Tidak Terdapat Multikolonieritas
47
Gambar 1 Hasil Uji Heteroskedastisitas
Tabel 10 Kolmogorov-Smirnov Test Asymp. Sig. (2Variabel Kesimpulan tiled) Pressure
0,180
Data Normal
Rationalility
0,303
Data Normal
Opportunity
0,098
Data Normal
Tilawah
0,072
Data Normal
Fraud
0,162
Data Normal
Berdasarkan pengujian di atas emnunjukkan bahwa data telah memenuhi semua uji asumsi klasik. Pengujian selanjutnya adalah uji regresi berganda untuk pengambilan keputusan terkait dengan penerimaan atau penolakan terhadap hipotesis yang dikembangkan. Hasil uji siginikansi secara simultan dan partial ditunjukkan dalam tabel 11 dan tabel 12 berikut ini. Tabel 11 Uji Signifikansi Simultan Model Summaryb Model 1
R ,748a
R Square ,559
Adjusted R Square ,522
Std. Error of the Estimate
Durbin-Watson
,22425
2,101
a. Predictors: (Constant), Opportunity, TilawahPage, Pressure, Rationalization b. Dependent Variable: Fraud
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
48
ANOVAa Model
1
Sum of Squares
Df
Mean Square
Regression
2,998
4
,749
Residual
2,364
47
,050
Total
5,361
51
F
Sig.
14,902
,000b
a. Dependent Variable: Fraud b. Predictors: (Constant), Opportunity, TilawahPage, Pressure, Rationalization
Tabel 12 Uji Signifikansi Parsial Coefficientsa Model
Unstandardized Coefficients B
1
Standardized Coefficients
Std. Error
(Constant)
3,358
,202
TilawahPage
t
Sig.
Beta
Collinearity Statistics Tolerance
16,651
,000
VIF
-,005
,002
,201
2,042
,047
,967
1,034
Pressure
,040
,073
,119
,549
,586
,200
4,998
Rationalization
,057
,090
-,142
,625
,535
,182
5,501
Opportunity
,277
,056
-,703
4,938
,000
,462
2,162
a. Dependent Variable: Fraud
Tabel 11 tentang Uji ANOVA di atas menunjukkan bahwa nilai F hitung 14,902 dengan tingkat signifikansi 0,000. Hasil ini menunjukkan hasil penelitian yang menolak hipotesis Ho dan menerima Ha. Hal ini berarti bahwa secara simultan, fraud dipengaruhi oleh tilawah, pressure, rationalization, dan opportunity. Selanjutnya, pada tabel coefficients menunjukkan bahwa terdapat beberapa variabel memiliki nilai signifikasi lebih dari 0,05 dan beberapa variabel memiliki nilai signifikansi kurang dari 0,05. Tabel 12 menunjukkan hasil uji signifikansi parsial. Variabel yang memiliki nilai signifikansi > 0,05 adalah variabel pressure, dan rationalization. Nilai signikansi > 0,05 menunjukkan adanya penolakan terhadap hipotesis nol. Hal ini berarti bahwa secara statistik, hasil penelitian menunjukkan tidak terdapatnya hubungan yang signifikan secara partial antara variabel pressure dan fraud, serta antara rationalization dan fraud. Variabel tilawah dan opportunity memiliki nilai signifikansi < 0,05. Nilai signifikansi < 0,05 menunjukkan hasil penerimaan Ha. Hal ini berarti bahwa secara statistik, terdapat hubungan yang signifikan secara partial antara tilawah dan fraud, dan hubungan pressure dengan fraud. Pembahasan Hasil penelitian secara deskriptif menunjukkan bahwa tingkat rationality dan pressure karyawan BMT tergolong kuat, sedangkan tingkat opportunity rendah. Tingginya tingkat rationality dan pressure yang tinggi memungkinkan potensi fraud yang tinggi. Namun hasil penelitian menunjukkan tingkat potensi fraud yang rendah. Potensi fraud ini dilakukan dengan pengukuran atas penyalahgunaan aset BMT yang rendah.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
49
Hasil penelitian secara deskriptif juga menunjukkan bahwa aktivitas keagamaan yang menyangkut aktivitas ibadah ritual dan sosial yang sangat bagus. Aktivitas ibadah ritual menyangkut aktivitas ibadah sholat fardhu, sholat malam, pengajian, dan tilawah yang sebagian besar telah dilaksanakan oleh karyawan. Selain itu, karyawan juga telah melakukan aktivitas ibadah sosial menyangkut kegiatan silaturrahmi, aktivitas sosial masyarakat, dan infaq secara baik. Hasil penelitian secara inferensial menunjukkan bahwa pressure tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap fraud. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Skousen et al. (2009), Sukirman dan Sari (2013) dan Tiffani dan Latifah (2015). Dalam penelitiannya, Skousen et al. (2009) menghasilkan temuan bahwa pressure yang diukur dari dengan menggunakan empat proksi dalam mengukur pressure sangat pempengaruhi fraud. Temuan Skousen et al. (2009) ini diperkuat dengan temuan Sukirman dan Sari (2013) dan Tiffani dan Latifah (2015). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa rationality tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap fraud. Hasil penelitian ini juga memperkuat hasil penelitian Tiffani dan Marfuah (2015), dan berbeda dengan hasil penelitian Skousen et al. (2009) dan Sukirman dan Sari (2013). Tingkat opportunity dan tilawah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap fraud. Hasil temuan ini menguatkan hasil penelitian Tiffani dan Marfuah (2015) dan Skousen et al. (2009) yang menemukan bahwa ketidak efektifitas monitoring memiliki pengaruh yang negatif terhadap financial statement fraud. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tilawah memiliki pengaruh negatif terhadap fraud. Hal dikarenakan tilawah memiliki dampak terhadap peningkatan iman pembacanya dan selanjutnya akan meningkatkan kesadaran untuk selalu berbuat lurus sesuai dengan ajaran Islam. Hasil penelitian ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al Isra’ ayat (17) 9 yang artinya: “Sesungguhnya Al-Qur’an Ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.” (QS. Al-Isra’ (17): 9). Temuan ini juga diperkuat dengan pendapat Cieslewicz (2012) yang menilai bahwa beberapa faktor sebagai penyebab terjadinya fraud mencakup faktor religi, budaya, hukum, dan kondisi sosial ekonomi perusahaan. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pressure, dan rationality karyawn BMT tergolong tinggi, sedangkan tingkat opportunity rendah. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa potensi fraud yang diukur dari potensi penyalahgunaan aset BMT rendah. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa tingkat opportunuty dan tilawah karyawan memiliki pengaruh secara signifikan terhadap fraud, sedangkan pressure dan rationality tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap fraud. Hasil penelitian yang berkaitan dengan tilawah, terbukti memiliki pengaruh yang signifikan terhadap fraud. Hubungan tilawah dan fraud adalah negatif. Artinya, semakin tinggi tilawah, akan menyebabkan semakin rendah fraud. Hal ini dikarenakan bahwa tilawah adalah salah satu jalan untuk
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
50
meningkatkan keimanan pembacanya. Selain itu, tilawah mampu memberikan petunjuk ke jalan yang lurus (QS Al Isra (17) : 9). Salah satu jalan yang lurus adalah menghindari perbuatan yang terkategori fraud. Saran Obyek dari penelitian ini adalah karyawan BMT Anda, Kota Salatiga, Jawa Tengah.
Obyek yang sempit menjadikan hasil penelitian tidak dapat digeneralisasi ke entitas yang lebih luas. Untuk itu, disarankan bagi peneliti lain untuk menggunakan obyek yang lebih luas, agar hasil penelitian dapat digeneralisasi ke entitas yang lebih luas. DAFTAR PUSTAKA Beekun, Rafik Issa and Islamic Training Foundation. 1997. “Islamic Business Ethics”. International Institute Of Islamic Thought. Cieslewicz, J. 2012. “The Fraud Model in International Contexts: A Call to Include Societallevel Influences in the Model” Journal of Forensic & Investigative Accounting, 4 (1): 214-254. Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commissions. Talk : Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commissions.http://en.wikipedia.org/wiki/Talk:Committee_of_Sponsoring_Organizatio ns_of_the_Treadway_Commission. Diakses 27 April 2010 Coram, Paul et al. 2010. “The Importance of Internal Audit in Fraud Detection”. http://aaahq.org/audit/midyear/07midyear/papers/Coram_TheImportanceOfInternalAu dit.pdf. Harahap, Sofyan Safri. 2011. Etika Bisnis dalam Perspektif Islam. Jakarta : Salemba Empat. Kusumantoro; Nurkhin, Ahmad; dan Jayanto, Prabowo Yudho. 2015. Pengembangan Model Sistem Lingkungan Pengendalian Internal Berbasis Islamic Paradigm Pada Koperasi Jasa Keuangan Syariah. Laporan Penelitiam Hibah Bersaing Universitas Negeri Semarang – Tidak dipublikasikan. Mukhibad, Hasan. 2014. “Dampak Pendidikan Etika Bisnis dan Pendidikan Ekonomi Syariah Terhadap Etika Bisnis”. Jurnal Dinamika Akuntansi. Vol. 6. No. 2 Puspasari, Novita. 2012 “Pengaruh Moralitas Individu dan Penegndalian Intern Terhadap Kecenderungan Kecurangan Akuntansi: Studi Eksperimen Pada Konteks Pemerintah Daerah”. Tesis Program Magister Sains dan Doktor FEB Universitas GajahmadaTidak Dipublikasikan. Satin, Ahmad Saiful Azlin. 2011. “Unstoppable Fraud, Scandals nad Manipulation – An Urgent Call for an Islamic Based Code of Ethics”. International Conference on Sosciality and Economics Development IPEDR Vol. 10. The Institute of Internal Auditors, 2005. “Putting COSO’s Theory into Practice”, Tone At the Top, November 2005, issue 28. Simbolon, Harry Andrian. 2010. “Mengupas Seluk Beluk Fraud Cara Mengatasinya”. http://akuntansibisnis.wordpress.com/2010/12/22/mengupas-seluk-beluk-fraud-dancara-mengatasinya/. Skousen, Christopher; Smith, Kevin R; dan Wright, Charlotte J. 2009. Detecting and Predicting Financial Statement Fraud : The Effectiveness of The Fraud Triagle and SAS No. 99. Corporate Governance and Firm Performance Advances in Financial Economics. Vol. 13. Pp. 53-81
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
51
Sukirman dan Sari, Maylia Pramono. 2013. Model Deteksi Kecurangan Berbasis Fraud Triangle (Studi Kasus pada Perusahaan Publik di Indonesia.Jurnal Akuntansi & Auditing. Vol. 9 No. 2. Pp. 199-225. Tiffani, Laila, dan Marfuah. 2015. Deteksi Financial Statement Fraud dengan Analisis FRAUD Triangle Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Simposiun Nasional Akuntansi 18, Tanggal 16 – 19 September 2015 .
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
IMPLEMENTASI LEMBAR KERJA MAHASISWA (LKM) MATERI TIMES VALUE OF MONEY UNTUK MENINGKATKAN KEMANDIRIAN DAN HASIL BELAJAR MAHASISWA PADA MATAKULIAH MANAJEMEN KEUANGAN I Mariana Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Surabaya
[email protected]
ABSTRAK Tujuan pembelajaran tidak hanya mengutamakan penambahan pengetahuan melainkan juga pembentukan ketrampilan, nilai dan sikap. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan strategi yang memungkinkan mahasiswa terlibat secara optimal. Salah satunya dengan menggunakan LKM pada proses pembelajaran kooperatif. Konsep Times Value of Money biasanya agak sulit dipahami jika hanya menggunakan model diskusi, karena harus diaplikasikan dengan formula dan kasus pada kehidupan sehari-hari. Sehingga diperlukan media pembelajaran yang memudahkan mahasiswa dalam memahami konsep Times Value of Money dengan menggunakan Lembar Kerja Mahasiswa (LKM). Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang terdiri dari 2 siklus dengan tahapan perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. Tujuan penelitian untuk mengetahui dampak penggunaan Lembar Kerja Mahasiswa (LKM) pada metode STAD dalam meningkatkan hasil belajar dan kemandirian mahasiswa. Subjek penelitian ini adalah mahasiswa jurusan Akuntansi angkatan 2013 kelas A Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Surabaya yang terdiri dari 60 mahasiswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan LKM dalam pembelajaran Time Value of Money bisa meningkatkan hasil belajar mahasiswa. Dalam penelitian ini penggunaaan LKM mampu meningkatkan hasil belajar sebesar 5,5%. Penggunaan lembar kerja mahasiswa (LKM) dalam pembelajaran Time Value of Money bisa meningkatkan kemandirian mahasiswa dalam belajar yaitu sebesar 4,9%. Respon mahasiswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan Lembar Kerja Mahasiswa (LKM) mendapatkan respon positif. Dari total mahasiswa 98,3% menyatakan bahwa model pembelajaran ini baru bagi mereka dan menarik serta tidak membosankan. Artinya pemberiaan LKM ini akan membantu mahasiswa dalam memahami materi kuliah, menyederhanakan sesuatu yang sulit menjadi mudah dipahami dan dapat menjalin kerjasama antar individu. Kata kunci: Lembar kerja mahasiswa, hasil belajar, kemandirian, manajemen keuangan PENDAHULUAN Manajemen keuangan merupakan konsep ilmu ekonomi yang mempelajari tentang bagaimana mengelola keuangan. Salah satu kompetensi dasar dalam manajemen keuangan adalah konsep times value of money. Times value of money adalah konsep yang memperhatikan waktu dalam menghitung nilai uang. Artinya uang yang dimiliki seseorang pada hari ini tidak akan sama nilainya dengan satu tahun yang akan datang. Konsep time value of money penting ketika digunakan dalam menilai investasi dan tabungan, serta untuk Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
53
menghitung besarnya cicilan kredit. Pemahaman yang baik pada konsep time value of money akan membantu mahasiswa dalam mengaplikasikan dalam kehidupan secara nyata bukan hanya sekedar teori. Tujuan pembelajaran di kampus bersifat komprehensif, artinya tidak hanya mengutamakan penambahan pengetahuan melainkan juga pembentukan ketrampilan , nilai dan sikap. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan strategi yang memungkinkan mahasiswa terlibat secara optimal. Salah satunya dengan menggunakan LKM pada proses pembelajaran kooperatif. Konsep Times Value of Money biasanya agak sulit dipahami jika hanya menggunakan model diskusi, karena harus diaplikasikan dengan formula dan kasus pada kehidupan sehari-hari. Sehingga diperlukan media pembelajaran yang memudahkan mahasiswa dalam memahami konsep Times Value of Money dengan menggunakan Lembar Kerja Mahasiswa (LKM). LKM adalah lembar yang berisi pedoman bagi mahasiswa untuk melaksanakan pekerjaan/tugas yang terprogram. Ratna Wilis Dahar (1996: 29) mengungkapkan bahwa “Lembar Kegiatan Mahasiswa” (LKM) adalah lembar kerja yang berisikan informasi dan interaksi dari guru kepada siswa ataupun dosen dengan mahasiswanya agar dapat mengerjakan sendiri suatu aktifitas belajar, melalui praktek atau penerapan hasil-hasil belajar untuk mencapai kompetensi dasar. Sehingga Lembar Kegiatan Mahasiswa (LKM) adalah merupakan salah satu media pembelajaran yakni media cetak dengan tujuan mengaktifkan mahasiswa, memungkinkan mahasiswa dapat belajar sendiri menurut kemampuan dan minatnya, merangsang kegiatan belajar dan juga merupakan variasi pengajaran agar mahasiswa tidak menjadi bosan. Hasil wawancara peneliti dengan mahasiswa yang mengulang matakuliah Manajemen Keuangan menyatakan bahwa ketika perkuliahan mereka belum bisa memahami materi kuliah secara utuh. Hal ini dikarenakan metode pengajaran yang sulit dipahami sehingga ketika dihadapkan pada soal mereka kesulitan mengerjakan. Data mahasiswa yang tidak lulus matakuliah manajemen keuangan terbesar pada angkatan 2011 yaitu 27 mahasiswa dari 120 mahasiswa tidak lulus, atau sebesar 22,5% dari jumlah mahasiswa pada angkatan tersebut. Fakta ini tentunya menjadi tugas saya sebagai pengajar matakuliah selanjutnya untuk memperbaiki proses pembelajaran dengan metode atau media yang lebih variatif untuk mendukung keberhasilan hasil belajar mahasiswa. Proses pembelajaran yang selama ini peneliti lakukan dengan metode STAD (diskusi kelompok). Biasanya diawal pertemuan Dosen menyampaikan silabus terkait materi kuliah selama satu semester. Tujuannya agar mahasiswa juga bisa mempersiapkan diri terkait matakuliah yang diambil pada semester tersebut. Setelah itu dibentuk kelompok, dimana masing-masing kelompok mempunyai tanggung jawab pada satu sub pokok bahasan untuk dipresentasikan di depan kelas. Bagi kelompok yang mendapat giliran presentasi diwajibkan membuat makalah dan powerpoint. Sementara mahasiswa yang tidak presentasi diwajibkan membuat resume terkait materi pada tiap-tiap pertemuan. Harapannya diskusi bisa berjalan baik, karena semua mahasiswa sudah membaca sebelumnya melalui resume yang telah mereka buat. Dengan adanya kesiapan pada semua mahasiswa maka transfer informasi dan saling melengkapi dalam proses belajar mengajar bisa tercapai.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
54
Setelah dilakukan diskusi dosen juga memberikan materi tambahan dan penekananpenekanan terkait materi kuliah yang kurang dipahami mahasiswa. Pengalaman peneliti selama mengajar metode ini bisa membantu mahasiswa untuk mencari sendiri bahan ajar dan bekerja secara mandiri. Tetapi ternyata dalam suatu kelompok tidak semua anggota kelompok berpartisipasi aktif dalam mencari bahan diskusi ataupun menyampaikan presentase dengan baik. Terkadang mereka hanya membaca slide dan kurang memahami materi dalam presentasi. Bahkan ada mahasiswa yang hanya “nitip” nama pada kelompoknya. Tentunya hal ini tidak diinginkan oleh dosen sebagai fasilitator. Dan hal ini dibuktikan dengan hasil tes yang kurang memuaskan, ternyata tidak semua mahasiswa bisa memahami materi kuliah dengan baik. Sehingga diperlukan ide kreatif dosen untuk memperbaiki proses belajar mengajarnya. Hasil observasi peneliti, dengan menggunakan metode diskusi (STAD) ketika dihadapkan pada materi yang memerlukan aplikasi atau latihan soal, mereka kurang bisa mengaplikasikannya walaupun sudah diberikan contoh dalam presentasi kelompok. Pada saat diskusi mereka bisa mengikuti dan ada interaksi antara mahasiswa melalui kegiatan tanya jawab. Tetapi hanya sebagian mahasiswa saja yang ada interaksi. Ada beberapa mahasiswa yang kurang percaya diri dan berani dalam bertanya, sehingga walaupun mereka tidak paham tetapi tidak mengajukan pertanyaan. Sehingga ketika dilakukan tes mereka memperoleh nilai yang kurang memuaskan. Tentunya hal ini menjadi tugas dari saya sebagai dosen untuk memperbaiki proses pembelajaran yang menarik dan lebih bergairah. Mahasiswa diharapkan lebih termotivasi dalam belajar dan bisa memahami setiap kompetensi pada matakuliah manajemen keuangan. Dengan adanya beberapa mahasiwa yang kurang memahami materi perkuliahan ketika proses pembelajaran di kelas, hasil tes mereka kurang memuaskan. Hal ini berdampak pada hasil belajar ketika dilakukan kuis, uts ataupun uas, nilai mereka ada beberapa mahasiswa yang dibawah rata-rata sehingga mereka tidak bisa lulus matakuliah Manajemen Keuangan I. Berdasarkan permasalahan diatas, peneliti mencoba mencari akar masalahnya mengapa mahasiswa kurang memahami matakuliah Manajemen Keuangan I pada materi Time value of money . Dengan memperhatikan silabus dan materi pada matakuliah Manajemen Keuangan, peneliti mempunyai asumsi bahwa mahasiswa perlu banyak latihan soal dan dibahas secara bersama-sama. Selama ini memang sudah ada latihan soal tetapi, peneliti merasa masih kurang dan kurang terstruktur. Sehingga untuk meningkatkan hasil belajar mahasiswa, peneliti tetap menggunakan metode STAD tetapi dimodifikasi dengan adanya Lembar Kerja Mahasiswa (LKM). LKM dibuat sesuai dengan materi pada tiap kompetensi dasar dan agar setiap anggota kelompok berpartisipasi, peneliti membagi kelompok dengan memberikan sub materi pada setiap kompetensi dasar dan mereka berkelompok berdasarkan kelompok kompetensi. Sehingga mereka berkelompok secara acak sesuai dengan sub materi yang diambil secara acak. Hal ini untuk menghindari group atau kelompok yang selama ini sudah terjalin. Agar mereka juga mau berbaur dengan teman yang mungkin selama ini kurang dekat. Selain hasil belajar sebagai capaian dalam proses belajar mengajar, perubahan sikap dalam diri mahasiswa juga menjadi observasi peneliti. Sikap yang dimaksud adalah
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
55
kemandirian mahasiswa dalam proses belajar mengajar. Peneliti merasa bahwa mahasiswa merupakan pribadi yang termasuk usia remaja akhir atau memasuki dewasa awal. Sudah seharusnya kemandirian ini melekat pada diri mahasiswa, tetapi pada kenyataanya masih dijumpai mahasiswa yang kurang inisiatif dan mandiri dalam proses belajar. Sehingga peneliti dengan adanya penelitian tindakan kelas ini juga ingin melihat sejauh mana kemandirian mahasiswa dengan penerapan LKM pada matakuliah manajemen keuangan. Disamping untuk meningkatkan hasil belajar dengan adanya LKM diharapkan juga bisa meningkatkan kemandirian mahasiswa dalam proses belajar. Mahasiswa belajar dengan berkelompok kurang berdampak pada individu sehingga perlu tugas kelompok dan tugas individu. Sehingga permasalahan yang peneliti ambil dalam penelitian tindakan kelas ini adalah apakah penggunaan LKM pada metode STAD bisa meningkatkan hasil belajar dan kemandirian mahasiswa. Rumusan Masalah 1. Apakah penggunaan LKM dalam pembelajaran bisa meningkatkan hasil belajar mahasiswa? 2. Apakah penggunaan LKM dalam pembelajaran bisa meningkatkan kemandirian mahasiswa dalam belajar? 3. Apakah penggunaan LKM dalam pembelajaran mendapatkan respon positif dari mahasiswa? KAJIAN PUSTAKA Konsep Belajar Belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan perubahan perilaku. Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. William Burton, menyatakan bahwa : “ Experiencing means living through actual situations and recting vigorously to various aspects of those situations for pusposes apparent to the learner. Experiencing includes whatever one does or undergoes which results in changed behavior, in changed values, meanings, attitudes or skill”. Bukti bahwa seseorang telah belajar ialah terjadinya perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu. (Oemar Hamalik, 2001) Tujuan pendidikan adalah self development atau self cultivation atau self realization. Ada tiga kategori utama atau kerangka filosofis mengenai teori-teori belajar, yaitu: teori belajar behaviorisme, teori belajar kognitivisme, dan teori belajar konstruktivisme. Teori belajar behaviorisme hanya berfokus pada aspek objektif diamati pembelajaran. Teori kognitif melihat melampaui perilaku untuk menjelaskan pembelajaran berbasis otak. Dan pandangan konstruktivisme belajar sebagai sebuah proses di mana pelajar aktif membangun atau membangun ide-ide baru atau konsep. 1. Teori belajar Behavioristik Teori behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
56
menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman. 2. Teori Belajar kognitivisme Teori belajar kognitif mulai berkembang pada abad terakhir sebagai protes terhadap teori perilaku yang telah berkembang sebelumnya. Model kognitif ini memiliki perspektif bahwa para peserta didik memproses infromasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Model ini menekankan pada bagaimana informasi diproses. Peneliti yang mengembangkan teori kognitif ini adalah Ausubel, Bruner, dan Gagne. Dari ketiga peneliti ini, masing-masing memiliki penekanan yang berbeda. Ausubel menekankan pada apsek pengelolaan (organizer) yang memiliki pengaruh utama terhadap belajar.Bruner bekerja pada pengelompokkan atau penyediaan bentuk konsep sebagai suatu jawaban atas bagaimana peserta didik memperoleh informasi dari lingkungan. 3. Teori Belajar Konstruktivisme Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan dapat diartikan Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyongkonyong.Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Dengan teori konstruktivisme siswa dapat berfikir untuk menyelesaikan masalah, mencari idea dan membuat keputusan. Siswa akan lebih paham karena mereka terlibat langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih pahamdan mampu mengapliklasikannya dalam semua situasi. Selain itu siswa terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep. Dalam belajar banyak factor yang mempengaruhinya yaitu (1)faktor stimulus belajar, (2) factor metode belajar, (3) factor individual. Yang dimaksud dengan stimulus belajar disini yaitu segala hal di luar individu yang merangsang individu itu untuk mengadakan reaksi atau perbuatan belajar. Metode belajar yang digunakan juga mempengaruhi proses belajar peserta didik. Selain factor stimulus dan metode belajar, factor individual juga berpengaruh terhadap belajar seseorang. Factor individual tersebut adalah kematangan, pengalaman dari lingkungan, kapasitas mental, kesehatan jasmani
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
57
rohani, serta motivasi yang berhubungan dengan kebutuhan, motif dan tujuan sangat mempengaruhi kegiatan dan hasil belajar. Pembelajaran dengan LKM (Lembar Kerja Mahasiswa) Media sebagai suatu alat pembelajaran yang digunakan dalam rangka lebih mengekfetifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa ataupun dosen dengan mahasiswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah atau dikampus (Oemar Hamalik 2003:23). Media dan alat yang sering dipakai dalam proses belajar mengajar di antaranya adalah Lembar Kegiatan Mahasiswa, yang selanjutnya disingkat LKM. Yang di maksud LKM adalah Lembar yang berisi pedoman bagi siswa ataupun mahasiswa untuk melaksanakan kegiatan/kerja atau tugas yang terprogram. Ratna Wilis Dahar (1996: 29) mengungkapkan bahwa “Lembar Kegiatan Mahasiswa” (LKM) adalah lembar kerja yang berisikan informasi dan interaksi dari guru kepada siswa ataupun dosen dengan mahasiswanya agar dapat mengerjakan sendiri suatu aktifitas belajar, melalui praktek atau penerapan hasil-hasil belajar untuk mencapai kompetensi dasar. Dari dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa Lembar Kegiatan Mahasiswa (LKM) adalah merupakan salah satu media pembelajaran yakni media cetak dengan tujuan mengaktifkan siswa, memungkinkan siswa dapat belajar sendirimenurut kemampuan dan minatnya merangsang kegiatan belajar dan juga merupakan variasi pengajaran agar siswa tidak menjadi bosan. Lembar Kerja Mahasiswa (LKM) merupakan salah satu sumber belajar yang dapat dikembangkan oleh Dosen/pendidik sebagai fasilitator dalam kegiatan pembelajaran. LKM yang disusun dapat dirancang dan dikembangkan sesuai dengan kondisi dan situasi kegiatan pembelajaran yang akan dihadapi. LKM juga merupakan media pembelajaran, karena dapat digunakan secara bersama dengan sumber belajar atau media pembelajaran yang lain. LKM merupakan salah satu sarana untuk membantu dan mempermudah dalam kegiatan belajar mengajar sehingga akan terbentuk interaksi yang efektif antara mahasiswa dengan Dosen dan dapat meningkatkan aktifitas mahasiswa dalam peningkatan prestasi belajar. Dalam lembar kerja mahasiswa (LKM) mahasiswa akan mendapatkan uraian materi, tugas, dan latihan yang berkaitan dengan materi yang diberikan. Dengan menggunakan LKM dalam pengajaran akan membuka kesempatan seluas-luasnya kepada mahasiswa untuk ikut aktif dalam pembelajaran. Dengan demikian Dosen bertanggung jawab penuh dalam memantau mahasiswa dalam proses belajar mengajar. Penggunaan LKM sebagai alat bantu pengajaran akan dapat mengaktifkan mahasiswa. Kemandirian Kemandirian tidak dapat selesai di satu tahap kehidupan, melainkan akan terus berkembang di dalam setiap tahap perkembangan individu. Dimulai kemandirian di usia anak-anak, remaja dan dewasa awal. Kemandirian kembali menjadi perhatian utama di masa remaja dimana di masa ini terjadi perubahan sosial, fisik, dan kognitif dalam diri remaja (Santrock,1996). Jika di masa toddler kemandirian seorang anak lebih menekankan segi tingkah lakunya, kemandiriandi masa remaja sudah melibatkan kognisi yang dapat dijadikan pondasi berpikir mengenai masalah social, moral dan etika.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
58
Dalam teori tahap perkembangan kognitif Piaget, remaja berada dalam tahap formal operational, yang baru didapatkan dengan baik di antara usia 15 dan 20 tahun (Santrock, 1996). Kemampuan berpikir remaja menjadi lebih abstrak, idealis, dan logis. Ia sudah mampu membedakan dan mendiskusikan hal-hal yang bersifat abstrak, seperti cinta, keadilan, dan kebebasan (Papalia, Olds, & Feldman, 2007). Peningkatan kemampuannya dalam berpikir abstrak membuatnya mampu melihat perspektif orang lain, mampu menalar dengan lebih baik, dan mampu melihat konsekuensi setiap alternative tindakan sehingga mereka mampu menimbang opini dan saran orang lain dengan lebih efektif serta dapat membuat keputusan mereka sendiri (Steinberg, 2002) Pada masa berikutnya, yaitu masa dewasa muda, kemandirian kembali menjadi perhatian (Levinson, 1978 dalam Perlmutter & Hall, 1992). Pada masa ini, kebanyakan individu meninggalkan rumahnya dan menghadapi dunia luar dengan kemampuannya sendiri. Mereka juga memiliki peran dan aktivitas yang lebih banyak dibandingkan pada masa-masa sebelumnya (Hurlock, 1980). Mereka menuntut ilmu di jenjang yang lebih tinggi, berkuliah di luar kota, bekerja, atau membangun kehidupan rumah tangganya. Peran dan aktivitas tersebut mau tidak mau menuntutnya untuk menjadi seseorang yang mampu bertindak dan memutuskan sesuatu berdasarkan pertimbangan nilai yang dimilikinya, atau dengan kata lain untuk menjadi pribadi yang mandiri. Pada masa dewasa muda, individu berusaha membangun dirinya di dunia orang dewasa. Ia mencoba menciptakan struktur kehidupan yang stabil dengan tetap terbuka terhadap sebanyak mungkin kemungkinan. Aspirasi hidupnya mulai terbentuk dan ia mulai membangun sebuah impian. Ia membentuk identitas pekerjaan dan belajar berhubungan dengan lawan jenis sebagai teman, partner, dan pasangan intimate (Newman & Newman, 1979). Kemandirian yang sudah dimilikinya di masa remaja akan memudahkan individu dewasa muda untuk menghadapi tuntutan kemandirian di masa ini. Dengan kata lain, individu yang cukup mandiri di masa remaja dapat diramalkan akan menjadi individu yang cukup mandiri juga di masa dewasa muda, seperti apa yang dikatakan oleh Rice (1996) bahwa penyelesaian tugas dalam setiap tahap perkembangan mengakibatkan seseorang menjadi lebih siap dan mampu untuk menyesuaikan diri terhadap tugas perkembangan berikutnya yang lebih berat. Hal ini disebabkan karena perkembangan psikologis dalam setiap tahap perkembangan akan membawa pengaruh signifikan terhadap tahap-tahap perkembangan selanjutnya (Newman & Newman, 1979). Masa dewasa muda adalah masa dimana seseorang dituntut untuk bertanggung jawab atas tindakan dan keputusannya. Arnett (2000, 2004 dalam Santrock, 2006) menemukan bahwa dengan menjadi dewasa, seseorang menerima tanggungjawab untuk dirinya, menjadi mampu untuk membuat keputusan sendiri, dan mendapatkan kemandirian finansial dari orang tuanya.Dalam masa ini, biasanya individu memasuki college atau lingkungan kerja, ia mulai membuat keputusannya sendiri dan bertanggung jawab untuk dirinya sendiri. Pada saat itu, ia dituntut untuk menyelesaikan negosiasi terhadap kemandirian yang dimulai di masa remaja serta mendefinisi kembali hubungan mereka dengan orang tua. Masa dewasa muda merupakan masa dimana terjadi peningkatan terhadap tuntutan kemandirian. Namun ternyata tuntutan tersebut belum berakhir. Di masa-masa dewasa
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
59
berikutnya, seseorang masih dituntut untuk menjadi mandiri. Orang dewasa diharapkan dapat menjadi individu yang self-supporting, mandiri, dan bertanggung jawab (Brooks, 2008). Santrock (2006) mengatakan bahwa kemandirian merupakan tema pokok perkembangan yang berlangsung selama sepanjang tahun-tahun masa dewasa, bukan hanya perhatian di masa dewasa muda. Rerangka Berpikir TINDAKAN
KONDISI AWAL
Belum menggunakan LKM (Lembar Kerja Mahasiswa) dalam proses pembelajaran
Hasil belajar rendah
KONDISI AKHIR
Melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan LKM
Siklus 1
Siklus 2
Melaksanakan pembelajaran dengan mengerjakan LKM 1
Melaksanakan pembelajaran dengan mengerjakan LKM 2
Diduga melalui penggunaan LKM dapat meningkatkan hasil belajar matakuliah Manajemen Keuangan pada mahasiswa Akuntansi angkatan 2013A
Gambar 1 : Rerangka berpikir METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilakukan secara kolaboratif antara mahasiswa dan dosen. Penelitian ini dirancang melalui 2 siklus mengingat waktu dan materi mata kuliah manajemen keuangan. Kegiatan penelitian tindakan kelas dilakukan setelah peneliti memperoleh bekal pengetahuan tentang Pekerti ,proses pembelajaran , dan perangkat pembelajaran dari lembaga Universitas Negeri Surabaya yang dilaksanakan mulai 25 Agustus sampai dengan 5 September 2014. Bekal ilmu terkait pembelajaran yang menyenangkan, inovatif dan bisa mencapai tujuan pembelajaran diharapkan bisa diterapkan di perkuliahan. Sehingga pada minggu pertama dan kedua perkuliahan (8 – 19 September 2014) dosen diharapkan bisa menggali permasalahan yang ada dalam perkuliahan. Atau jika dosen sudah lama mengajar bisa mengambil pengalaman selama mengajar kira-kira permasalahan dalam proses pembelajaran yang harus diperbaiki apa, sehingga hasil belajar mahasiswa dan capaian pembelajaran bisa tercapai.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
60
Perencanaan pembelajaran dengan melengkapi perangkat pembelajaran serta menyiapkan rancangan penelitian tindakan kelas dilakukan pada minggu ketiga bulan September sampai dengan minggu pertama bulan Oktober. Tepatnya tanggal 9 Oktober dan 16 Oktober kegiatan penelitian tindakan kelas dilaksanakan. Menurut Kemmis dan Taggart ada beberapa tahapan dalam penelitian ini (Rochiati Wiriaatmadja, 2005:66) yaitu: (1) Perencanaan (plan), (2)Tindakan (act), (3) pengamatan (observe), (4) refleksi (reflect). Dalam penelitian ini dilakukan dalam 2 (dua) siklus, karena pada siklus kedua peserta didik sudah menunjukkan peningkatan dari hasil belajar dan bisa menguasai materi sesuai kompetensi dasar yang diharapkan. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah mahasiswa jurusan Akuntansi angkatan 2013 kelas A Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Surabaya yang terdiri dari 60 mahasiswa. Obyek penelitian ini adalah implementasi penggunaan LKM dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Penelitian tindakan kelas ini dilakukan pada kelas mata kuliah yang dosen ampuh sendiri yaitu matakuliah Manajemen Keuangan I pada kompetensi dasar Time Value of Money. Mengapa peneliti mengambil pada kompetensi dasar Time Value of Money, karena kompetensi ini menjadi ruhnya matakuliah Manajemen Keuangan tentang konsep nilai uang dan nantinya konsep dasar ini akan berguna pada pembahasan materi-materi selanjutnya. Sehingga peneliti merasa kompetensi dasar Time Value of Money penting untuk dikuasai mahasiswa. Selain itu konsep Time Value of Money ini banyak mengoperasikan rumus dan perhitungan sehingga penggunaan LKM menurut peneliti bisa memberikan solusi. Prosedur Penelitian 1. Tahapan Penelitian Siklus 1 a. Perencanaan Pada tahap ini peneliti mempersiapkan silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran, hand out, lembar kerja mahasiswa, lembar observasi keaktifan, lembar angket respon siswa, lembar observasi pelaksanaan pembelajaran. b. Tindakan Kegiatan siklus 1 akan peneliti lakukan pada pertemuan ke-5 dari 14 kali pertemuan yang ada. Adapun kegiatan pada siklus 1 terdiri dari : 1. Pendahuluan Dosen membuka kegiatan pembelajaran dengan menyampaikan materi yang akan dibahas pada pertemuan tersebut. Capaian kompetensi yang harus dikuasai mahasiswa pada pertemuan tersebut, memotivasi mahasiswa dengan memberikan fenomena yang ada di lapangan. 2. Kegiatan inti Dosen menjelaskan inti materi Time Value of Money dengan beberapa contoh. Mereview materi diskusi pada pertemuan sebelumnya dikaitkan dengan contoh soal dan pembahasannya. Selanjutnya dosen membagikan LKM per kelompok untuk dilakukan kerjasama di masing-masing kelompok. Mahasiswa diberi waktu 30 menit untuk mendiskusikan dan menyelesaikan LKM dengan kelompoknya.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
61
Kegiatan ini bisa dilakukan di dalam kelas atau di luar kelas. Setelah mereka menyelesaikan LKM, semua kelompok masuk ke kelas dan dibahas secara bersama dengan perwakilan kelompok maju di depan kelas untuk mengerjakan soal. Setelah dikoreksi bersama dilakukan pengambilan nilai per kelompok. 3. Penutup Selanjutnya ditarik kesimpulan dari hasil pengerjaan LKM pada pertemuan tersebut. Untuk mengetahui apakah tiap anggota dalam kelompok memahami dan bekerja sama dalam pengerjaaan LKM, selanjutnya diberikan post test yang sifatnya individu untuk mengetahui hasil belajar masing-masing mahasiswa. Setelah itu dilakukan koreksi bersama dan pengambilan nilai. Pada akhir kegiatan diingatkan kembali untuk persiapan materi minggu depan. Motivasi akhir dan salam penutup. c. Observasi Observasi dilakukan terhadap interaksi-interaksi akademik yang terjadi sebagai akibat tindakan yang dilakukan. Interaksi-interaksi yang dimaksud dapat mencakup interaksi antara mahasiswa dengan materi kuliah, interaksi antar mahasiswa,interaksi antara mahasiswa dengan dosen. Dilakukan selama proses pembelajaran dengan menggunakan lembar observasi yang telah disiapkan dan mencatat kejadian - kejadian yang tidak terdapat dalam lembar observasi dengan membuat lembar catatan lapangan. Hal-hal yang diamati selama proses pembelajaran adalah kegiatan pembelajaran dan aktivitas dosen maupun mahassiwa selama pelaksanaan pembelajaran. d. Refleksi Refleksi adalah suatu upaya untuk mengkaji apa yang telah terjadi,yang telah dihasilkan, atau apa yang belum dihasilkan, atau apa yang belum tuntas dari langkah atau upaya yang telah dilakukan. Dengan perkataan lain, refleksi merupakan pengkajian terhadap keberhasilan atau kegagalan pencapaian tujuan. Pada tahap ini peneliti melakukan evaluasi dan menerima masukan dari Observer dari pelaksanaan tindakan pada siklus I yang digunakan sebagai bahan pertimbangan perencanaan pembelajaran siklus berikutnya. Harapannya apa yang kurang baik di siklus 1 bisa diperbaiki pada siklus ke 2, sehingga kegiatan pembelajaran akan menjadi lebih baik pada siklus ke 2. Jika hasil yang diharapkan belum tercapai maka dilakukan perbaikan yang dilaksanakan pada siklus kedua dan seterusnya. 2. Tahapan Penelitian Siklus 2 Rencana tindakan siklus 2 dimaksudkan sebagai hasil refleksi dan perbaikan terhadap pelaksanaan pembelajaran pada siklus 1. a. Perencanaan Perencanaan yang dilakukan pada siklus 2 pada intinya sama dengan siklus 1 yaitu mempersiapkan perangkat pembelajaran berupa RPS, SAP, LKM, lembar observasi. Dengan menambahkan hasil refleksi siklus 1 untuk perbaikan hasil belajar yang belum tercapai pada siklus 1.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
62
b. Tindakan Tahap tindakan pada siklus 2 juga sama dengan siklus 1. Yaitu proses pendahuluan, kegiatan inti dan penutup. Pada siklus 2 ini terkait bahan LKM mengacu pada kompetensi dasar yang sama dengan siklus 1, tetapi ada penambahan dan variasi soal. c. Pengamatan Hasil pengamatan siklus 1 merupakan evaluasi pada siklus ke 2 sehingga harapannya pada siklus ke 2 ini lebih baik daripada siklus 1. Baik dari sisi persiapan bahan, kesiapan peralatan, kesiapan mahasiswa, serta dosen sendiri. Termasuk kondisi kelas lebih kondusif dan bisa mengikuti kegiatan dengan baik. d. Refleksi Refleksi pada siklus 2 dilakukan untuk menilai proses pembelajaran apakah sudah sesuai dengan harapan apa belum. Jika belum apakah masih perlu dilakukan siklus lanjutan atau tidak. Hal ini sangat penting dilakukan untuk menentukan tindakan selanjutnya. Kegiatan siklus 2 merupakan kegiatan perbaikan dari siklus 1 untuk mencapai kriteria keberhasilan peningkatan hasil belajar dan kemandirian mahasiswa. Jika digambarkan proses tiap siklus akan nampak seperti gambar dibawah ini : Gambar 2: Bagan Alur Pelaksanaan Tindakan Kelas Perencanaan Refleksi SIKLUS I
Pelaksanaan
Pengamatan
Perencanaan Refleksi
SIKLUS II
Pelaksanaan
Pengamatan dst
Sumber: Arikunto, Suharsimi (2007) Data Penelitian Data penelitian dalam penelitian tindakan kelas ini diperoleh dari : 1. Hasil posttest pada tiap tiap siklus terkait materi Times Value of Money.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
63
2. Hasil pengamatan peneliti terkait kemandirian mahasiswa dengan menggunakan checklist. 3. Hasil pengamatan observer. Observasi ini berupa lembar observasi dan catatan lapangan untuk mengetahui proses pembelajaran, kegiatan mahasiswa, dosen dan kondisi kelas. 4. Hasil pengisian respon mahasiswa. Yaitu terkait respon mahasiswa terhadap proses pembelajaran dengan menggunakan LKM. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data pada penelitian tindakan kelas dilakukan untuk memperoleh data terkait hasil belajar dan kemandirian. Tehnik yang digunakan untuk mengumpulkan data hasil belajar mahasiswa dalam pembelajaran adalah menggunakan tes. Bentuk tes yang digunakan adalah tes essay untuk mengetahui pemahaman mahasiswa terkait materi time value of money yang berupa aplikasi dari rumus time value of money dalam kehidupan nyata. Tehnik pengambilan data untuk kemandirian mahasiswa dilakukan dengan observasi yang dilakukan peneliti dan observer selama kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Analisis data menggunakan nilai rata-rata hasil belajar tiap siklus dan dibandingkan untuk mendapatkan persen kenaikan nilai yang menggambarkan keberhasilan penelitian tindakan kelas. Instrumen Penelitian Menurut Suharsimi Arikunto (2003: 136), instrumen penelitian adalah suatu alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar lebih mudah dan hasilnya lebih baik dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah. Instrumen penelitian ini merupakan perangkat yang digunakan untuk mengukur hasil belajar dan kemandirian mahasiswa dengan menggunakan post test, respon mahasiswa, dan hasil observasi. 1. Test Pre test Yaitu suatu bentuk pertanyaan, yang dilontarkan dosen kepada mahasiswa sebelum memulai suatu perkuliahan. Pertanyaan yang ditanya adalah materi yang akan diajar pada hari itu (materi baru). Pertanyaan itu biasanya dilakukan dosen di awal pembukaan pelajaran. Pre test diberikan dengan maksud untuk mengetahui apakah ada diantara mahasiswa yang sudah mengetahui mengenai materi yang akan diajarkan. Pre test juga bisa di artikan sebagai kegiatan menguji tingkatan pengetahuan mahasiswa terhadap materi yang akan disampaikan, kegiatan pre test dilakukan sebelum kegiatan pengajaran diberikan. Adapun manfaat dari diadakannya pre test adalah untuk mengetahui kemampuan awal mahasiswa mengenai materi yang disampaikan. Dengan mengetahui kemampuan awal mahasiswa ini, dosen akan dapat menentukan cara penyampaian perkuliahan yang akan di tempuhnya nanti. Post test
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
64
Post test merupakan bentuk pertanyaan yang diberikan setelah pelajaran/materi telah disampaikan. Singkatnya, post test adalah evalausi akhir saat materi yang di ajarkan pada hari itu telah diberikan yang mana seorang dosen memberikan post test dengan maksud apakah mahasiswa sudah mengerti dan memahami mengenai materi yang baru saja diberikan pada hari itu. Manfaat dari diadakannya post test ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang kemampuan yang dicapai setelah berakhirnya penyampaian materi kuliah. Hasil post test ini dibandingkan dengan hasil pre test yang telah dilakukan sehingga akan diketahui seberapa jauh efek atau pengaruh dari pengajaran yang telah dilakukan, disamping sekaligus dapat diketahui bagian bagian mana dari bahan pengajaran yang masih belum dipahami oleh sebagian besar mahasiswa. 2. Lembar Observasi Lembar observasi merupakan lembar pengamatan yang diisi oleh dosen sebagai peneliti dalam penelitian tindakan kelas ini dengan beberapa poin pengamatan yang telah disusun sebelumnya. Lembar pengamatan digunakan untuk mengamati kemandirian mahasiswa dalam siklus pertama dan kedua yang menggunakan indikator kinerja. Lembar pengamatan ini digunakan untuk menilai sejauh mana kemandirian mahasiswa pada saat pembelajaran dilaksanakan oleh peneliti.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian 1. Deskripsi Hasil Penelitian Siklus penelitian yang dilaksanakan dalam penelitian tindakan kelas sejumlah dua siklus. Penelitian ini diterapkan pada matakuliah Manajemen Keuangan I materi Time Value of Money dengan menggunakan LKM. Kegiatan siklus ini meliputi beberapa tahapan yaitu persiapan, pelaksanaan tindakan, pengamatan dan refleksi. Perlakuan tersebut dilaksanakan pada obyek penelitian yaitu mahasiswa jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Surabaya angkatan 2013 kelas A yang berjumlah 60 mahasiswa. Penerapan LKM pada materi time value of money digunakan untuk memberikan pengalaman belajar pada mahasiswa dalam kelompok. Sebelumnya mahasiswa sejumlah 60 mahasiswa dibagi dalam 8 kelompok dimana masing-masing kelompok beranggotakan 7 – 8 orang. Jumlah ini memang dirasa terlalu banyak, tetapi dengan keterbatasan waktu maka menurut peneliti tidak memungkinkan dibagi dalam kelompok kecil karena membutuhkan waktu yang lebih lama ketika mereka bergiliran menjelaskan ke depan kelas. Untuk menyiasati anggota yang cukup besar maka peneliti memberikan jumlah soal LKM lebih banyak dengan waktu yang terbatas. Tujuannya agar mereka bisa berbagi tugas dengan anggota kelompoknya. Hal ini juga untuk mengetahui bagaimana kemandirian mahasiswa dalam mengerjakan LKM. Berdasarkan pengamatan
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
65
peneliti, ternyata mahasiswa membagi pengerjaaan soal, dimana 1 soal dikerjakan oleh 2 mahasiswa. Sehingga dengan alokasi waktu 30 menit mereka bisa menyelesaikan LKM. A. Hasil Penelitian Siklus 1 Siklus 1 dilaksanakan dengan serangkaian langkah sesuai dengan empat tahapan,yaitu:(1) perencanaan tindakan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi, dan (4) refleksi. 1. Perencanaan Tindakan Pada perencanaan tindakan kelas dosen menyiapkan RPS, SAP, LKM, post test, lembar pengamatan kemandirian, dan lembar untuk observer. Lembar Kerja Mahasiswa yang digunakan mengacu pada materi tentang Times Value of Money yang terdiri dari materi Present Value, Future Value, Present Value Annuity, Future Value Annuity. 2. Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan tindakan mengacu pada SAP yang telah dibuat yang terdiri dari kegiatan awal, kegiatan inti dan penutup. Kegiatan awal Dosen memberikan motivasi kepada mahasiswa melalui penjelasan pentingnya pemahaman tentang materi kuliah nilai waktu dari uang (Time value of money). Dosen menyampaikan tujuan mata kuliah yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi mahasiswa untuk belajar mandiri. Dosen mengajukan pertanyaan awal kepada mahasiswa tentang apa itu time value of money, sebagai kalimat pembuka atau untuk mengetahui pengetahuan awal mahasiswa. Selanjutnya Dosen meminta kelompok yang mau presentasi untuk mempersiapkan diri. Pembagian kelompok dan pembuatan resume per pertemuan sudah peneliti lakukan pada pertemuan pertama. Sehingga tiap kelompok sudah mempunyai tanggung jawab terkait materi pada matakuliah Manajemen Keuangan I. Kegiatan inti 1. Diskusi kelompok Kegiatan selanjutnya yaitu presentasi kelompok selama 30 menit. Materi Presentasi sesuai dengan materi pada RPS tentang Times Value of Money membahas pengertian, manfaat dan aplikasi dari Present Value, Future Value, Present Value Annuity, Future Value Annuity. Kegiatan presentasi pertama kali dilakukan oleh mahasiswa yang pembagian kelompok dan materinya sudah disampaikan minggu sebelumnya. Masing-masing mahasiswa sudah memegang resume materi time value of money yang dikerjakan bersama-sama . Harapannya setiap mahasiswa mempunyai pengetahuan awal tentang time value of money. Dari dua kelompok yang membahas topic time value of money dipilih satu kelompok yang menurut dosen lebih siap. Dosen memberikan tambahan materi yang belum disampaikan dalam diskusi kelompok. Selanjutnya dilakukan diskusi dan Tanya jawab dengan peserta didik yang lain. Dari diskusi tersebut ada dua pertanyaan dari mahasiswa yang masih belum memahami tentang konsep Anuitas.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
66
Di akhir diskusi dosen memberikan kesimpulan dan penekanan pada materi yang penting harus dikuasai oleh mahasiswa. 2. Mengerjakan LKM Mahasiswa belajar dalam kelompok yang telah dibentuk. Dosen menyiapkan lembaran kerja sebagai pedoman bagi kerja kelompok, sehingga semua anggota menguasai dan masing-masing memberikan kontribusi. Selama tim bekerja, dosen melakukan pengamatan, memberikan bimbingan, dorongan dan bantuan bila diperlukan. Kerja tim ini merupakan ciri terpenting dari STAD. Tugas tiaptiap kelompok berupa LKM yang berisi tentang soal soal tentang time value of money. Pada siklus 1, peneliti memberikan lembar kerja mahasiswa (LKM) yang berupa soal aplikasi mengacu pada capaian pembelajaran dengan jumlah 7 soal. Dengan anggota kelompok 7 – 8 orang per kelompok maka masing-masing individu bisa mengerjakan 1 soal. Waktu yang disediakan untuk mengerjakan LKM 30 menit. 3. Pembahasan LKM LKM yang telah dikerjakan secara kelompok selanjutnya dibahas di depan kelas untuk memperoleh jawaban yang benar dari jawaban yang ada. Untuk pembahasan diwakili oleh satu kelompok. Selanjutnya Dosen memberikan penilaian atas jawaban yang benar dan yang harus diperbaiki. Di akhir dosen menjelaskan inti materi dan memberikan penguatan hubungan antara konsep dan aplikasi dari times value of money. Alokasi waktu untuk pembahasan LKM 30 menit. 4. Mengerjakan post test Dosen mengevaluasi hasil belajar melalui pemberian post test tentang materi yang dipelajari dan juga melakukan penilaian terhadap presentasi hasil kerja masing-masing kelompok. Mahasiswa diberikan kursi secara individual dan tidak dibenarkan bekerja sama. Ini dilakukan untuk menjamin agar mahasiswa secara individu bertanggung jawab kepada diri sendiri dalam memahami bahan ajar tersebut.Untuk mengetahui sejauh mana pemahaman mahasiswa terkait aplikasi times value of money dilakukan post tes secara individu. Soal post test rencananya 2 soal tetapi mengingat waktu yang terbatas peneliti hanya memberikan 1 soal post tes. 5. Penghargaan Prestasi Tim Kelompok atau tim yang semua atau mayoritas anggotanya bisa mengerjakan post tes akan mendapat skor tertinggi. Penutup Penguatan terhadap materi time value of money. Pemberian tips tips dalam mengerjakan soal serta memberikan kata kunci pada materi time value of money. 3. Observasi Observasi adalah kegiatan untuk mengamati dan melihat secara langsung kegiatan pembelajaran di kelas yang dilakukan oleh rekan Dosen. Sebagai observer pada penelitian tindakan kelas ini adalah Ibu Tias Andarini sebagai Dosen Manajemen.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
67
1. 2.
3.
4. 5.
6. 7.
Hal ini sesuai dengan matakuliah yang peneliti gunakan sebagai penelitian tindakan kelas yaitu ilmu manajemen keuangan. Dengan adanya kesamaan keilmuan diharapkan observer bisa memberikan masukan kepada peneliti terkait kegiatan di kelas. Dari hasil pengamatan observer ada beberapa hal yang perlu diperhatikan peneliti: a. Manajemen waktu yang kurang bagus, sehingga kegiatan pembelajaran terkesan tergesa-gesa. b. Sebelum mengerjakan LKM, pemberian materi pada mahasiswa masih kurang. Sehingga dampaknya banyak mahasiswa yang menanyakan soal dalam LKM karena kurang jelas. c. Dosen dalam mendampingi mahasiswa mengerjakan LKM kurang adil, banyak mahasiswa di luar kelas yang kurang mendapatkan perhatian. d. Mengingat jumlah mahasiswa yang banyak, waktu perpindahan dari sebelum dan sesudah diskusi dengan kelompok sedikit ramai dan membutuhkan waktu yang cukup banyak. e. Pembahasan soal post test dan pengambilan nilai secara langsung mendapat apresiasi dari observer. Sehingga setiap mahasiswa tahu jawabannya benar atau salah dan mendapatkan nilai berapa. Bagi dosen hal ini cukup efisien dan membantu pekerjaan dosen. 4. Refleksi Tabel 4 Hasil Refleksi Siklus 1 Refleksi Siklus 1 Solusi Kurang dalam memperhitungkan waktu antara materi, 1. Menyampaikan alokasi waktu di pengerjaan LKM dan post test awal kegiatan, peralatan dan Ketika mahasiswa belajar klompok waktu perpindahan mahasiswa harus sudah siap di dari kelompok kecil ke kelompok besar agak ramai kelas tepat waktu. kurang tertib. Sehingga butuh waktu jeda sekitar 10 2. Dipertegas penggunaan waktunya menit. dan cepat dalam bergerak tanpa Jumlah mahasiswa yang cukup besar yaitu 60 orang bicara. dengan ruang kuliah ukuran 12 x 6 m kurang kondusif 3. Separuh kelompok langsung jika digunakan untuk diskusi 8 kelompok . Sehingga 4 diminta keluar ruangan. kelompok yang lain ke luar ruangan untuk mencari 4. Pemberian materi lebih tempat yang nyaman untuk berdiskusi. ditekankan lagi dan memberikan Hasil belajar penjelasan yang lebih mudah Pemahaman konsep perlu ditekankan lagi sehingga dipahami mahasiswa. tidak kesulitan ketika dihadapkan pada soal yang 5. Informasi pengerjaan soal LKM merupakan pengembangan. diperjelas sehingga tidak Yang mengajukan pertanyaan : 7 orang (minta menimbulkan banyak pertanyaan. kejelasan cara mengerjakan LKM) Pembahasan soal secara bersama ada beberapa jawaban yang berbeda karena penggunaan rumus yang keliru.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
68
Refleksi merupakan tugas dari dosen bersangkutan untuk mengevaluasi pelaksanaan siklus 1 untuk perbaikan pada siklus 2. Bahan refleksi berupa masukan dari mahasiswa secara lisan dan observer serta penilaian peneliti sendiri terkait harapan dan fakta yang terjadi pada siklus 1. B. Hasil Penelitian Siklus 2 Siklus 2 dilaksanakan karena melihat hasil post test yang kurang memuaskan sehingga diperlukan perbaikan proses pembelajaran pada siklus kedua. Tujuan kegiatan pembelajaran adalah bagaimana menjadikan mahasiswa memahami suatu konsep dan bisa mengaplikasikan dalam kehidupan nyata. Selain aspek kognitif yang di bangun, factor sikap dan perilaku juga perlu dibangun. Salah satunya adalah factor kemandirian mahasiswa yang seharusnya sudah dimilikinya mengingat mahasiswa sudah memasuki dewasa awal (usia 19-21 tahun). Adapun kegiatan siklus 2 sama dengan siklus 1, dengan memperhatikan masukan dari observer, refleksi peneliti sendiri dan respon dari mahasiswa. Kegiatan siklus 2 sudah merupakan perbaikan dari siklus sebelumnya. Rangkaian siklus 2 terdiri empat tahapan, yaitu: (1) perencanaan tindakan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi, dan (4) refleksi. 1. Perencanaan Tindakan Perencanaan tindakan pada siklus 2 sama seperti pada siklus sebelumnya yaitu menyiapkan RPS, SAP, LKM, post test, lembar pengamatan kemandirian dan lembar untuk observer. Lembar Kerja Mahasiswa yang digunakan mengacu pada materi tentang Times Value of Money yang terdiri dari materi Present Value, Future Value, Present Value Annuity, Future Value Annuity. LKM tetap mengacu pada kompetensi dasar yang ada, tetapi ada penambahan konsep tentang angsuran kredit sebagai soal aplikasi. Dengan adanya tambahan soal aplikasi, diharapkan mahasiswa mempunyai pengetahuan yang benar ketika mengajukan kredit atau leasing dikaitkan dengan konsep nilai dari uang. 2. Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan tindakan mengacu pada SAP yang telah dibuat yang terdiri dari kegiatan awal, kegiatan inti dan penutup. Kegiatan awal Dosen mengapresiasi hasil LKM pada siklus sebelumnya. Dosen memberikan masukan terkait kesalahan-kesalahan pada pengerjaan LKM dan bagaimana seharusnya. Selain memberikan motivasi kepada mahasiswa, dosen juga mengulang kembali materi yang masih belum dipahami mahasiswa. Dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan untuk mengetahui sejauh mana kesulitan mahasiswa dalam mengerjakan LKM. Kegiatan inti 1. Diskusi kelompok Kegiatan selanjutnya yaitu presentasi kelompok selama 30 menit. Materi presentasi pada siklus kedua masih mengacu pada kompetensi yang sama yaitu times value of money tetapi pada sub pokok bahasan anuitas dalam future value
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
69
dan present value. Pada siklus 2 ini kelompok yang presentase langsung pada contoh soal dari anuitas dan seberapa pentingnya mahasiswa memahami konsep anuitas. 2. Mengerjakan LKM Seperti pada siklus 1 setelah mahasiswa mendapatkan penjelasan dari diskusi dan dosen, selanjutnya mahasiswa belajar secara mandiri dalam kelompok masingmasing untuk mengerjakan LKM. Mahasiswa belajar sesuai kelompok yang sebelumnya. Dosen menyiapkan lembaran kerja sebagai pedoman bagi kerja kelompok, sehingga semua anggota menguasai dan masing-masing memberikan kontribusi. Selama tim bekerja, dosen melakukan pengamatan, memberikan bimbingan, dorongan dan bantuan bila diperlukan. Tujuan pemberian LKM secara kelompok diharapkan antar anggota kelompok ada komunikasi dan diskusi serta tukar pendapat sehingga bisa membantu dan memotivasi mahasiswa yang belum memahami materi kuliah dengan baik. Pada lembar LKM-2 terdapat rangkuman materi present value annuity dan future value annuity serta soal sejumlah tiga soal aplikasi. Waktu yang disediakan untuk mengerjakan LKM sama seperti siklus 1 yaitu 30 menit. 3. Pembahasan LKM Setelah masing-masing kelompok menyelesaikan LKM, maka kegiatan selanjutnya adalah membahas soal dalam LKM oleh kelompok berikutnya. Kelompok perwakilan maju di depan kelas untuk mengerjakan satu soal LKM dan hasilnya dicocokkan dengan kelompok lain. Selanjutnya mahasiswa lain diminta menilai perkerjaan temannya apakah sudah benar atau belum. Dosen juga memberikan penilaian atas jawaban yang ada apakah sudah benar atau belum. Di akhir dosen memberikan penguatan berbagai formula tentang times value of money dan kegunaannya. Alokasi waktu untuk pembahasan LKM 30 menit. 4. Mengerjakan post test Proses mengerjakan post test sama seperti yang dilakukan pada siklus 1. Yang sedikit membedakannya adalah soal post test untuk siklus 2 memodifikasi soal pada siklus 1 dan tambahan soal pengembangan. Hal ini untuk memberikan variasi soal tetapi masih tetap mengacu pada kompetensi dasar yang sama. Dosen mengevaluasi hasil belajar melalui pemberian post test tentang materi yang dipelajari dan juga melakukan penilaian terhadap presentasi hasil kerja masingmasing kelompok. Mahasiswa diberikan kursi secara individual dan tidak dibenarkan bekerja sama. Ini dilakukan untuk menjamin agar mahasiswa secara individu bertanggung jawab kepada diri sendiri dalam memahami bahan ajar tersebut.Untuk mengetahui sejauh mana pemahaman mahasiswa terkait aplikasi times value of money dilakukan post tes secara individu. Pada post test siklus 2, setiap mahasiswa diberikan 3 soal lebih banyak dibanding pada siklus 1. 5. Penghargaan Prestasi Tim Kelompok atau tim yang semua atau mayoritas anggotanya bisa mengerjakan post tes akan mendapat skor tertinggi.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
70
Penutup Penguatan terhadap materi time value of money. Pemberian tips tips dalam mengerjakan soal serta memberikan kata kunci pada materi time value of money.
3. Observasi Observasi adalah kegiatan untuk mengamati dan melihat secara langsung kegiatan pembelajaran di kelas yang dilakukan oleh rekan Dosen. Sebagai observer pada penelitian tindakan kelas ini adalah sama seperti pada siklus pertama yaitu Ibu Tias Andarini sebagai Dosen Manajemen. Hal ini sesuai dengan matakuliah yang peneliti gunakan sebagai penelitian tindakan kelas yaitu ilmu manajemen keuangan. Dengan adanya kesamaan keilmuan diharapkan observer bisa memberikan masukan kepada peneliti terkait kegiatan di kelas. Dari hasil pengamatan observer ada beberapa hal yang perlu diperhatikan peneliti: a. Manajemen waktu sudah lebih bagus dibanding dengan siklus pertama. b. Tingkat pemahaman mahasiswa lebih menguasai dibuktikan dengan kecepatan menjawab ketika diberikan pertanyaan. c. Pertanyaan terkait ketidakjelasan LKM menurun. Artinya mahasiswa sudah paham apa yang harus dikerjakan dalam LKM. d. Waktu perpindahan dari sebelum dan sesudah diskusi dengan kelompok sudah lebih kondusif. 4. Refleksi Pada siklus kedua ini sudah ada perubahan yang lebih baik. Dan berdasarkan hasil post test serta masukan dari observer, peneliti merasa proses penelitian tindakan kelas ini bisa diakhiri pada siklus kedua. Karena harapan peneliti untuk meningkatkan hasil belajar dan kemandirian telah tercapai. 2. Penyajian Data Penelitian Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, berikut ini disajikan beberapa hasil penelitian sebagai berikut : a. Hasil belajar Dalam penelitian ini hasil belajar bisa diketahui dari hasil post test pada siklus pertama dan siklus kedua. Untuk pemberian pre test sifatnya lisan sehingga tidak ditampilan pada hasil penelitian ini. Secara umum hasil pretest mahasiswa mengetahui konsep time value of money bahwa nilai uang saat ini lebih berharga dibanding dengan nilai uang dimasa yang akan datang. Tetapi bagaimana cara menghitungnya mahasiswa belum mengetahui. Berikut ini peneliti sampaikan hasil nilai post test pada siklus pertama dan kedua. Dari total jumlah mahasiswa Akuntansi angkatan 2013A sebanyak 60 mahasiswa, ada 1 mahasiswa yang tidak mengikuti perkuliahan dari awal sehingga hanya 59 mahasiswa yang ada nilainya.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
71
Tabel 5 Hasil Belajar Manajemen Keuangan I Nilai Siklus 1 Siklus 2 Rata-rata 73 77 Sumber : Data penelitian diolah peneliti
Kenaikan (%) 5,5%
b. Kemandirian mahasiswa Mahasiswa merupakan manusia dewasa awal atau dewasa yang diharapkan dapat menempatkan diri sebagai pembelajar mandiri yang dapat menentukan strategi pembelajaran serta sumber belajar yang relevan yang memungkinkannya untuk dapat mengoptimalkan kemampuan belajarnya. Tuntutan akan kemandirian belajar mahasiswa semakin tinggi dengan hadirnya teknologi informasi dalam pembelajaran, seperti internet yang memberikan sejumlah fasilitas untuk sumber pustaka terkini, dan dapat diakses secara tak terbatas oleh ruang dan waktu. Indikator penelitian ini diambil dari hasil penelitian Kana Hidayati and Endang Listyani FMIPA UNY Mathematics Education Department yang mengembangkan instrument kemandirian belajar mahasiswa. Tabel 6 Hasil Pengamatan Kemandirian Mahasiswa Item Penilaian Siklus 1 Siklus 2 Ketidaktergantungan terhadap 87,6% 94,3% orang lain Memiliki kepercayaan diri 46,33% 49,67% Berperilaku disiplin
53,67%
56,33%
Berperilaku berdasarkan inisiatif sendiri Melakukan kontrol diri
48,33%
52%
90,5%
98,75%
Sumber: Hasil pengamatan kemandirian mahasiswa dan data diolah c. Respon mahasiswa Respon mahasiswa merupakan kuesioner yang diisi oleh mahasiswa dalam penelitian tindakan kelas, untuk mengetahui respon dan komentar mahasiswa terkait proses pembelajaran di kelas. Dengan adanya kuesioner ini, dosen bisa mengetahui apakah pembelajaran dengan LKM ini menyenangkan bagi mahasiswa dan membantu dalam prose belajarnya atau tidak. Dari total mahasiswa yang mengikuti perkuliahan 59 orang, kuesioner yang peneliti terima sejumlah 56 kuesioner.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
72
Tabel 7 Respon Mahasiswa Terhadap Pembelajaran dengan menggunakan LKM No Kategori Respon SS S TS STS Total Model pembelajaran kooperatif dengan 1 penggunaan LKM dalam 17 38 1 56 pembelajaran Manajemen Keuangan merupakan hal baru 30.4% 67.9% 1.8% 0.0% 100% bagi mahasiswa Model pembelajaran kooperatif dengan 2 penggunaan LKM dalam 20 33 3 56 pembelajaran Manajemen Keuangan merupakan model 35.7% 58.9% 5.4% 0.0% 100% pembelajaran yang menarik dan tidak membosankan Model pembelajaran kooperatif dengan 3 penggunaan LKM dalam 20 34 2 56 pembelajaran Manajemen Keuangan dapat memotivasi mahasiswa 35.7% 60.7% 3.6% 0.0% 100% untuk lebih berani,percaya diri dalam mengemukakan pendapat Model pembelajaran kooperatif dengan 4 penggunaan LKM dalam 21 31 2 2 56 pembelajaran Manajemen Keuangan dapat memudahkan 37.5% 55.4% 3.6% 3.6% 100% mahasiswa dalam memahami materi perkuliahan Dalam model pembelajaran kooperatif 5 dengan penggunaan LKM 29 26 1 56 tugas yang diberikan dosen dapat melatih mahasiswa untuk 51.8% 46.4% 1.8% 0.0% 100% mandiri dan bekerjasama dalam menyelesaikan tugas tersebut Dalam model pembelajaran kooperatif 6 dengan penggunaan LKM 25 29 1 1 56 mahasiswa merasa adanya transfer ilmu antar anggota kelompok 44.6% 51.8% 1.8% 1.8% 100% lebih memudahkan mahasiswa memahami materi Dalam model pembelajaran kooperatif 7 dengan penggunaan LKM, 27 26 2 1 56 dosen memberikan tanggapan atas hasil diskusi 48.2% 46.4% 3.6% 1.8% 100%
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
73
8
9
10
11
12
13
Dalam model pembelajaran kooperatif dengan penggunaan LKM, postest yang diberikan dosen dapat digunakan untuk mengetahui tingkat penguasaan mahasiswa terhadap materi Model pembelajaran kooperatif dengan penggunaan LKM menurut mahasiswa sangat tepat diaplikasikan dalam mata kuliah Manajemen Keuangan, di mana tiap materi ada LKM Model pembelajaran kooperatif dengan penggunaan LKM menurut mahasiswa perlu untuk terus diterapkan dalam mata kuliah Manajemen Keuangan Dengan model pembelajaran yang terintegrasi antara diskusi dan LKM, dapat melatih kemandirian mahasiswa Dengan model pembelajaran yang terintegrasi antara diskusi dan LKM, memotivasi mahasiswa untuk mencari sendiri sumber belajar Dengan model pembelajaran yang terintegrasi antara diskusi dan LKM, memotivasi mahasiswa dalam belajar
24
30
2
42.9%
53.6%
3.6%
16
39
1
28.6%
69.6%
1.8%
23 41.1%
30 53.6%
3 5.4%
13
39
4
23.2%
69.6%
7.1%
12
38
6
21.4%
67.9%
10.7%
20
34
2
35.7%
60.7%
3.6%
56 0.0%
100%
56 0.0%
100%
0.0%
56 100% 56
0.0%
100% 56
0.0%
100% 56
0.0%
100%
Sumber : Data penelitian yang dioleh peneliti B. Pembahasan Hasil Penelitian Mahasiswa merupakan individu yang sudah masuk dewasa awal atau dewasa. Proses pembelajaran pada mahasiswa tentunya bukan hanya sekedar menghapal atau mengetahui, tetapi sudah pada tingkatan pemahaman, pengembangan dan analisis. Pembelajaran diharapkan membentuk pengetahuan, perubahan sikap dan memberikan ketrampilan. Penelitian tindakan kelas yang peneliti lakukan pada kelas Akuntansi 2013A pada matakuliah Manajemen keuangan I dengan kompetensi dasar times value of money diharapkan mahasiswa tahu bagaimana konsep nilai uang, bagaimana cara mensikapi terhadap perubahan nilai uang dan bagaimana mahasiswa secara bijak menggunakan uang untuk keputusan dalam hidupnya misalnya mampu menyusun perencanaan keuangan dengan baik. Hasil
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
74
pembelajaran ini juga bisa memberikan dampak kepada kemandirian mahasiswa dalam mengelola dana. 1. Respon Mahasiswa Dari kuesioner yang dibagikan kepada mahasiswa setelah proses pembelajaran dengan menggunakan LKM ternyata sangat diapresiasi oleh mahasiswa mayoritas. Hal ini ditunjukkan dengan 50 mahasiswa atau lebih merespon sangat setuju dan setuju dengan metode ini. Dari total mahasiswa 98,3% menyatakan bahwa model pembelajaran ini baru bagi mereka dan menarik serta tidak membosankan . Mungkin pemberian LKM atau LKS banyak dilakukan di pendidikan tingkat dasar dan menengah. Sehingga seolah-olah mahasiswa tidak memerlukan lembar kerja, tetapi ternyata mahasiswa lebih nyaman dan paham jika dibantu dengan pemberian LKM. Model pembelajaran ini juga memotivasi mahasiswa untuk lebih berani dan percaya diri yang direspon positif oleh 96,4% mahasiswa. Secara keseluruhan proses pembelajaran diskusi dan pemberian LKM mendapat respon positif dari hampir seluruh mahasiswa, rata-rata hanya 3,6 % yang kurang merespon positif. Artinya proses pembelajaran yang seperti ini bisa dilanjutkan dan tetap diupdate keilmuannya serta menjadikan mahasiswa paham, senang dan lebih bermanfaat. 40 35 30 25
Series1
20
Series2 Series3
15
Series4 10 5 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13
Gambar 3 : Grafik Respon Mahasiswa 2. Hasil Belajar Pembelajaran dengan pemberian LKM ternyata bisa meningkatkan hasil belajar mahasiswa pada matakuliah Manajemen Keuangan I. Hal ini bisa dibuktikan dengan grafik dibawah ini yang menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar pada siklus pertama ke siklus kedua. Rata-rata hasil belajar juga masuk kategori B dan B+. Dengan adanya LKM mahasiswa dapat langsung mengerjakan pada lembar tersebut dan dibantu dengan ringkasan materi yang ada di LKM. Sehingga masing-masing mahasiswa bisa langsung mengerjakan dan latihan soal. Dalam proses pengerjaan LKM, mahasiswa juga bisa langsung berdiskusi dan bekerja sama dengan teman terdekat. Kesulitan dalam pengerjaan LKM bisa dengan cepat diketahui dengan mahasiswa mengajukan pertanyaan pada dosen atau temannya. Selain memudahkan
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
75
dalam proses pembelajaran, pemberian LKM dapat menyederhanakan sesuatu yang kelihatannya rumit atau sulit.
78 77 76 75 Series1
74 73 72 71 70 1
2
Gambar 4 : Rata-rata Hasil Belajar pada Siklus 1 dan Siklus 2 3. Kemandirian mahasiswa Seseorang yang mempunyai kemandirian belajar akan mempunyai kemampuan untuk mengatur kognisi, kemampuan mengatur motivasi dan emosi dan kemampuan mengatur perilaku dalam proses belajarnya. Kemampuan untuk mengatur kognisi mempunyai arti bahwa pembelajar mandiri dapat menetapkan tujuan belajar, menetapkan strategi belajar, menganalisis tugas–tugas, dan memonitor dan menyesuaikan strategi belajar. Kemampuan untuk mengatur motivasi dan emosi mempunyai arti bahwa pembelajar mandiri dapat mengelola waktu dengan baik dan mempunyai target dan tujuan yang jelas.
40,5 40 39,5 39 38,5 38 37,5 37 36,5 36
Series1
1
2
Gambar 5 : Rata-rata kemandirian mahasiswa
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
76
Dosen berperan dalam memfasilitasi dan memotivasi agar kemandirian mahasiswa tumbuh secara optimal. Berdasarkan pengamatan peneliti selama proses pembelajaran menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswa Akuntansi angkatan 2013 A sudah mempunyai kemandirian yang bagus. Hal ini bisa dilihat capaian pada indikator yang peneliti gunakan. Penilaian kemandirian pada penelitian ini masih kurang tepat karena keterbatasan peneliti sehingga untuk penelitian selanjutnya bisa menggunakan kuesioner yang diiisi oleh seluruh mahasiswa. SIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil simpulan sebagai berikut : 1. Penggunaan lembar kerja mahasiswa (LKM) dalam pembelajaran Time Value of Money bisa meningkatkan hasil belajar mahasiswa. Materi Time Value of Money yang berisi teori dan perhitungan akan lebih mudah dipahami mahasiswa dengan LKM karena diberikan ringkasan materi, contoh soal dan bentuk latihannya. Materi manajemen keuangan yang mayoritas berupa perhitungan selain dengan diskusi atau penjelasan langsung dari dosen, mahasiswa perlu diberikan tugas atau latihan berupa LKM. Tujuannya agar proses latihan lebih banyak dilakukan sehingga mahasiswa terbiasa untuk memecahkannya. Selain itu variasi soal yang banyak perlu diberikan agar ada pengembangan materi. Dalam penelitian ini penggunaaan LKM mampu meningkatkan hasil belajar sebesar 5,5%. 2. Penggunaan lembar kerja mahasiswa (LKM) dalam pembelajaran Time Value of Money bisa meningkatkan kemandirian mahasiswa dalam belajar. Upaya untuk menjadikan mahasiswa yang mandiri dan penuh inisiatif, dosen perlu memfasilitasi dengan memberikan LKM baik yang bersifat individu atau kelompok. Harapannya mahasiswa berusaha mencari bahan ajar sendiri dan bisa menentukan strategi belajarnya sendiri. Dalam penelitian ini penggunaaan LKM mampu meningkatkan kemandirian mahasiswa sebesar 4,9%. Kemandirian mahasiswa harus selalu didorong, salah satunya dosen sebagai fasilitator dan motivator untuk menjadikan mahasiswa yang penuh percaya diri, mandiri, penuh insiatif dan mampu memecahkan setiap masalah yang dihadapi. Karena kemandirian ini akan berdampak pada masa depannya menjadi pribadi yang kuat, unggul, serta dapat meraih kesuksesan hidup. 3. Respon mahasiswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan Lembar Kerja Mahasiswa (LKM) mendapatkan respon positif. Dari total mahasiswa 98,3% menyatakan bahwa model pembelajaran ini baru bagi mereka dan menarik serta tidak membosankan. Artinya pemberiaan LKM ini akan membantu mahasiswa dalam memahami materi kuliah, menyederhanakan sesuatu yang sulit menjadi mudah dipahami dan dapat menjalin kerjasama antar individu. Lembar kerja mahasiswa (LKM) baik digunakan sebagai pendukung pada materi kuliah yang banyak menggunakan hitung hitungan atau formula untuk memudahkan mahasiswa dalam mengerjakannya.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
77
Saran Dari hasil penelitian yang dikemukakan diatas, diperoleh beberapa saran dan rekomendasi yang sangat berguna untuk pengembangan metode pembelajaran dan peningkatan kualitas kegiatan belajar mengajar, yaitu 1. Pada perkuliahan awal, mahasiswa harus benar-benar dipersiapkan untuk mengikuti perkuliahan. Informasi RPS, SAP, materi perkuliahan termasuk metode pembelajaran pada tiap kompetensi dasar disampaikan di awal. Penugasan pada tiap pertemuan juga harus dipersiapkan. 2. Dalam proses pembelajaran dosen perlu memiliki bank soal yang lebih variatif untuk bahan latihan. Hal ini bisa dikerjasamakan dengan mahasiswa. Setiap pertemuan di kelas mahasiswa perlu mempunyai pengetahuan awal agar pembelajaran lebih maksimal, sehingga perlu motivasi yang terus menerus kepada mahasiswa 3. LKM sebaiknya sudah dibukukan atau dipersiapkan sejak dini, sehingga ketika pembelajaran siap untuk digunakan termasuk ada lembar pembahasan tersendiri bagi dosen. 4. Dalam kegiatan perkuliahan dosen tidak hanya sekedar menyampaikan materi kuliah saja, tetapi juga dimasukkan nilai-nilai yang berujung pada sikap, perilaku dan kebiasaan-kebiasaan yang baik untuk menjadikan mahasiswa yang beretika, bermoral dan berkompeten. Pribadi yang penuh rasa percaya diri dan mandiri. DAFTAR PUSTAKA Achmadi, Hainur Rasid.1996. Telaah Kurikulum Fisika SMU (Model Pembelajaran Konsep dengan LKS). Surabaya:University Press. Department Departemen Pendidikan Nasional.2004. Pedoman Umum Pengembangan Bahan Ajar Sekolah Menengah Atas. Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Pendidikan menengah umum Kana Hidayati dan Endang Listyani. Improving Instrument of Student Self Regulated learning, FMIPA UNY Mathematic Education Nana Sudjana.1996. Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo. Oemar Hamalik. 2001. Proses Belajar Mengajar.Jakarta : Bumi Aksara http://belajarpsikologi.com/macam-macam-teori-belajar/Jumat, 24 Oktober 2014 pukul 14.15 WIB Ratna Wilis Dahar. 1996. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga Wasty Soemanto.2003. Psikologi Pendidikan.Jakarta : TP. Rineka Cipta
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR AKUNTANSI KEUANGAN MELALUI PENDEKATAN SAINTIFIK PADA KELAS XI SMK N 2 TUBAN Niniek Widiarochmawati Program Keahlian Akuntansi SMKN 2
ABSTRAK Diperlukannya pendekatan Saintifik untuk membelajarkan peserta didik pada mata pelajaran Akuntansi Keuangan untuk meningkatkan hasil belajar kelas XI SMKN 2 Tuban` Proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan”. Tujuan dalam penelitian ini adalah: untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar Akuntansi Keuangan kelas XI SMKN 2 Tuban melalui pendekatan Saintifik. Berdasarkan hasil analisis data, penerapan pendekatan Saintifik dapat meningkatkan aktivitas belajar pada mata pelajaran Akuntansi Keuagan . Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah terbukti adanya peningkatan aktivitas belajar peseta didik dan hasil belajarnya. respon peseta didik selama mengikuti pembelajaran dengan pendekatan Saintifik dikatakan cukup tinggi. Untuk itu disarankan kepada pelaksana pembelajaran dapat menggunakan pendekatan Saintifik dalam proses pembelajaran. Kata Kunci : Pendekatan Saintifik,, Aktivitas dan hasil belajar PENDAHULUAN Akuntansi Keuangan merupakan mata pelajaran produktif yang dibelajarkan pada kelas XI paket keahlian Keuangan yang terdiri dari beberapa kompetensi dasar yang harus dicapai oleh peserta didik. Salah satu komptensi dasar yang harus dicapai peserta didik yang perlu mendapat perhatian khusus adalah Mengidentifikasi penyebab terjadinya perbedaan saldo kas menurut catatan perusahaan dan catatan bank. Pada Kompetensi dasar ini biasanya peserta didik mengalami banyak masalah terutama ketika harus menyusun rekonsiliasi. Menghadapi hal ini sebagai guru harus mengevaluasi untuk mencari penyebab kesulitan belajar ini. Penelitian ini bermula dari pengamatan penulis pada mata pelajaran Akuntansi Keuanagan untuk kelas XI SMKN 2 Tuban, sebagian siswa tidak memperhatikan saat guru menjelaskan materi pembelajara. Hal ini disebabkan mereka belum bisa fokus dengan pelajaran, siswa tidak terbiasa berfikir kritis hal ini disebabkan rendahnya daya serap siswa terhadap materi yang dipelajari, siswa kurang antusias atau aktif dalam proses pembelajaran karena lemahnya konsentrasi siswa, siswa belum bisa menghargai pendapat orang lain karena siswa masih bersifat individualis, kurangnya motivasi siswa dalam keberanian mengungkapkan pendapatnya secara terbuka saat pembelajaran berlangsung hal ini disebabkan karena kurangnya rasa percaya diri siswa, siswa belum terbiasa menyelesaikan tugas atau masalah secara mandiri disebabkan siswa masih ketergantungan dengan teman. Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
79
Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan penyempurnaan terhadap pendekatan pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam membelajarkan peserta didik. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka yang menjadi masalah penelitian ini adalah “1) Bagaimana aktivitas belajar siswa kelas XI SMK N 2 Tuban mata pelajaran Akuntansi Keuangandengan penerapan pendekatan saintifik? 2) Bagaimana hasil belajar siswa XI SMK N 2 Tuban mata pelajaran Akuntansi Keuangan dengan diterapkannya pendekatan saintifik? Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendikripsikan 1) aktivitas aktivitas belajar siswa kelas XI SMK N 2 Tuban mata pelajaran Akuntansi Keuangandengan penerapan pendekatan saintifik 2) hasil belajar siswa XI SMK N 2 Tuban mata pelajaran Akuntansi Keuangan dengan diterapkannya pendekatan saintifik. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di SMK N 2 Tuban tahun pelajaran 2016-2017 kelas XI AK-2 dengan menggunakan model visualisasi bagan yang disusun oleh Kemmis dan Mc Taggart dalam Arikunto (2010:132) yang meliputi: a) perencanaan (planning), b) tindakan (acting), c) pengamatan (observing), d) refleksi (reflecting). Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan Saintifik. Saintifik adalah salah satu solusi yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah diatas. Pendekatan saintifik merupakan kerangka ilmiah pembelajaran yang diterapkan pada Kurikulum 2013. Proses pembelajaran ini dapat disamakan dengan suatu proses ilmiah karena didalamnya terdapat tahapan-tahapan terutama dalam kegiatan inti. Pendekatan saintifik dapat di sebut juga sebagai bentuk pengembangan sikap baik religi maupun sosial, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik dalam mengaplikasikan materi pelajaran. Dalam pendekatan ini peserta didik tidak lagi dijadikan sebagai objek pembelajaran, tetapi dijadikan subjek pembelajaran, guru hanya sebagai fasilitator dan motivator saja. Guru tidak perlu menjelaskan semua tentang apa yang ada dalam materi. Instrumen yang digunakan dalam peneltian ini adalah Observasi yang dilakukan oleh peneliti adalah observasi aktivitas kelas, peneliti melakukan observasi ketika proses pembelajaran berlangsung dengan mengamati aktivitas belajar siswa di kelas ketika jam pembelajaran berlangsung dengan mengunakan pendekatan saintifik untuk mengamati aktivitas dan hasil belajar peserta didik. Selain itu menggunakan tes utnuk mengetahui peningkatan hasil belajar peserta didik, dengan rumus sebagai berikut: 𝑅
S = 𝑁 x 100% Keterangan: S = nilai yang diharapkan R = jumlah skor dari item. N= Skor maksimum dari tes (Purwanto 2000 : 112)
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
80
Kriteria penilaiannya sebagai berikut : Kriteria Penilaian Aktivitas Siswa No. Kriteria Batasan 1. Tidak Aktif 0% - 25% 2. Kurang Aktif 26% - 50% 3. Cukup Aktif 51% - 75% 4. Aktif 76% - 100% Sumber: Sudjana (dalam Purwinoto,2009)
1. Analisis peningkatan hasil Belajar peserta didik. Untuk memperoleh hasil belajar, siswa diberikan soal post test untuk mengetahui penguasaan konsep materi pelajaran sesudah pemberian tindakan. Rumus untuk mencari ketuntasan belajar adalah sebagai berikut : 𝑅
S = 𝑁 x 100% Keterangan: S = nilai yang diharapkan R = jumlah skor dari item. N= Skor maksimum dari tes (Purwanto 2000 : 112)
HASIL DAN PEMBAHASAN Aktivitas siswa dalam kegiatan belajar mengajar dengan penerapan pendekatan saintifik sebesar 51,53%, meningkat menjadi 64,03% , dan akhirnya ada peningkatan hingga mencapai 81,88%. Maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar siswa dalam proses pembelajaran dengan pendekatan Saintifik adalah cukup aktif. Hal ini bisa dilihat dari hasil obsevasi tentang kegiatan pembelajaran peserta didik dengan menggunakan pendekatan Saintifik sebagai berikut: Kegiatan I
capaian II
III
Mengamati Menanya Mengumpulkan informasi
Mengasosiasikan Mengkomunikasikan Total 51,53% 64,03% 81,88%
Pada post test hasil belajar siswa memperoleh nilai rata-rata 60,47, terjadi peningkatan sampai 84,26 dengan kriteria sangat baik dan masih dilakukan perbaikan sehingga memperoleh prosentase sebesar 84,28 dan tidak terjadi peningkatan namun dapat dikatakan tuntas. Dengan demikian hasil belajar siswa menggunakan pendekatan Saintifik pada mata pelajaran Akuntansi Keuangan dengan pencapaian sangat baik
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
81
KESIMPULAN DAN SARAN Dari penlitian yang sudah dilakukan maka dapat disimpulkan ada peningkatan aktivitas dan hasil belajar mata pelajaran Akuntansi Keuangan pada kelas XI SMK N 2 Tuban melalui penggunaan pendekatan Saintifik. Bagi guru seharusnya selalu berusaha untuk memilih pendekatan pembelajaran yang paling tepat disesuaikan dengan materi, karakteristik dan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
DAFTAR PUSTAKA Arif, Zaenal, 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Surabaya: Lentera Cendikia. Arikunto, Suharsimi, 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : PT Rineka Cipta. Bahri Djamarah, Syaiful, 2002. Psikologi Belajar. Jakarta : PT Rineka Cipta Dimyati dan Mudjiono, 2013. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : PT Rineka Cipta. Hamalik, Oemar,2010.Psikologi Belajar, Jakarta:PT Sinar Baru Algensindo Huda,Miftahul,2013,Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran.Yogyakarta: Pustaka Pelajar Isjoni,hans,2007. Cooperative learning mengembangkan kemampuan belajar berkelompok. Pekanbaru : Alfabeta Bandung http://kursibundar.blogspot.co.id/2015/04/pengertianpendekatan-saintifik.html Nana, Sudjana, 2011. Penilaian Hasil Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Sanjaya, Wina, 2012. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta : Kencana Prenada Media Group. Sanjaya, Wina, 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta : Kencana Prenamedia Group. Syah, Muhibbin, 2012. Psikologi Belajar. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. http://digilib.ump.ac.id/files/disk1/14/jhptump-a-triekowati-669-3-babiii.pdf diakses 7 Januari 2015. http://usagisimiyuki.blogspot.com/2013/05/ekonomi-kelas-xi-ips-bab-4perekonomian.html?m=1 diakses 8 Januari 2015. Wikipedia Ensiklopedia Bebas, __________. Pengertian Pembelajaran, (Online), (http://id.wikipedia.org/wiki/pembelajaran) diakses 26 Januari 2015.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE COURSE REVIEW HOREY DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR (Eksperimen Pada Mata kuliah Manajemen Keuangan Lanjutan)
Imas Purnamasari (Program Studi Pendidikan Akuntansi, Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis, Universitas Pendidikan Indonesia)
[email protected] ABSTRACT This research is beginning from phenomenon of low student learning outcomes in the class. Factors that effect learning result, one of which is a model of learning. The purpose of the study to determine the effect of the application of cooperative learning model course review horey at learning outcomes of students in a course in advanced financial management of program study of accounting education Indonesia university of education. The method used in this study is the method of Quasi-experimental design with one group posttests design. In this study, the population is student generation 2011. The expected results of this study after conducting an experiment which influence the application learning model cooperatif course review horey on student learning outcomes.The results showed tcount of 1,8298
83
perkuliahan harus ditangani dengan baik sehingga menghasilkan output yang berkualitas. Dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran penelitian ini mencoba mengamati permasalahan pada mata kuliah manajemen keuangan Lanjutan. Dari hasil observasi selama proses perkuliahan berlangsung, diketahui bahwa pemahaman mahasiswa masih kurang khususnya dalam mata kuliah manajemen keuangan lanjutan karena mahasiswa merasa materinya sulit. Hal ini dapat dilihat dari perolehan hasil ujian tengah semester: Tabel 1 Hasil belajar mahasiswa pada mata kuliah manajemen keuangan lanjutan Kelas Eksperime Kontrol n Rata-rata 74,26 76,38 nilai UTS Dari tabel 1 terlihat rata-rata hasil belajar mahasiswa yang dilihat dari hasil UTS belum memuaskan. Jika hal seperti ini terus berlanjut tanpa adanya perubahan, tentu akan memberikan dampak yang tidak baik dalam perkembangan mahasiswa selanjutnya. Untuk itu proses perkuliahan harus memotivasi mahasiswa untuk aktif dalam membangun pengetahuan oleh masing-masing individu dengan kata lain pembelajaran yang bersifat student-centered perlu dibangun. Mahasiswa berperan sebagai pusat belajar sedangkan dosen berperan sebagai mediator dan fasilitator. Melalui pembelajaran student-centered dosen membimbing mahasiswa untuk mengeksplorasi kecakapan hidup yang dimilikinya. Dengan memfungsikan mahasiswa sebagai pusat belajar, maka mahasiswa didorong untuk selalu mencari tahu materi yang sedang dan akan diajarkan. Rendahnya hasil belajar bisa sebabkan oleh beberapa faktor. Menurut Djamarah (2006:143) faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah : 1. Faktor eksternal (luar), yaitu : a. Lingkungan, terdiri dari lingkungan alam dan lingkungan sosial. b. Instrumental, terdiri dari kurikulum, program, metode/model, media, sarana dan fasilitas, serta guru. 2. Faktor internal (dalam), yaitu : a. Fisiologis, terdiri dari kondisi fisik dan panca indera. b. Psikologis, antara lain bakat, minat, kecerdasa, motivasi, dan kemampuan kognitif, disiplin dan partisipasi Dari faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar salah satunya yaitu model pembelajaran yang mempunyai peran dalam meningkatkan hasil belajar mahasiswa. Penerapan model pembelajaran yang tepat akan sangat mempengaruhi hasil belajar karena akan memudahkan mahasiswa dalam menyerap materi yang diberikan. Hal ini sejalan dengan pendapat Sanjaya (2008:125) yang menyatakan bahwa :pemilihan model atau strategi pembelajaran yang tepat sesuai dengan tujuan dan potensi siswa merupakan kemampuan dan keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh seorang guru (dosen). Pemilihan model pembelajaran yang tepat akan membantu guru/dosen dan siswa dalam peningkatan hasil belajar.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
84
Model pembelajaran yang diakui para ahli pendidikan sesuai dengan teori konstruktivisme ini meliputi, model pembelajaran kontekstual (contextual learning), model pembelajaran langsung, model pengajaran berdasarkan masalah (problem based learning) dan model pembelajaran kooperatif (cooperatif learning). Ini juga diperkuat oleh Trianto (2007:41) model pembelajaran yang berlandaskan rujukan konstruktivisme adalah pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif sering juga disebut pembelajaran gotong royong. Menurut Lie (2005:12) Pembelajaran kooperatif merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas terstruktur. Menurut Slavin (2005:8) mengatakan dalam pembelajaran kooperatif para siswa akan duduk bersama dalam kelompok yang beranggotakan empat orang untuk menguasai materi yang disampaikan oleh guru. Ditambahkan pernyataan Solihatin (2008:5) bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang membantu siswa dalam mengembangkan pemahaman dan sikapnya sesuai dengan kehidupan nyata di masyarakat sehingga dengan bekerja secara bersama-sama di antara sesama anggota kelompok akan meningkatkan motivasi, produktivitas dan perolehan belajar. Sejalan dengan hal itu Michaels (dalam Solihatin, 2008:6) mengungkapkan cooperative learning is more effective in increasing motive and performance student. Model pembelajaran kooperatif menurut Lie (2007:12) dinyatakan sebagai model pembelajaran gotong royong karena memberikan kesempatan kepada siswa/anak didik untuk bekerjasama dalam tugastugas yang terstruktur dan disini guru sebagai fasilitator. Pembelajaran kooperatif tipe Course Review Horey merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang mendorong mahasiswa aktif dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai hasil belajar yang maksimal. Pembelajaran kooperatif tipe course review horey ini adalah cara menyenangkan dan aktif untuk meninjau ulang materi pelajaran. Dengan model ini, diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa. Pemilihan penerapan model pembelajaan kooperatif tipe course review horey karena peneliti menganggap bahwa dengan model pembelajaran ini, hasil belajar mahasiswa tidak hanya berupa nilai-nilai akademis saja, tetapi juga nilai-nilai moral dan budi pekerti berupa tanggung jawab, rasa saling menghargai, saling membutuhkan, saling memberi, dan saling menghormati keberadaan orang lain disekitarnya. Artinya mahasiswa akan lebih memiliki keterampilan bukan hanya dibidang akademik saja namun memberikan pula keterampilan kepada mahasiswa dalam bidang sosial yang sejalan dengan nilai-nilai pendidikan vokasional. Model pembelajaran kooperatif tipe course review horey merupakan model pembelajaran yang dapat menciptakan suasana kelas yang menyenangkan. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia. Model Course Review Horey merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang bersifat menyenangkan dan meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam berkompetisi secara positif dalam pembelajaran. Model pembelajaran course review horay merupakan suatu model
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
85
pembelajaran yang dapat digunakan dosen untuk mengubah suasana pembelajaran di dalam kelas dengan lebih menyenangkan, sehingga mahasiswa merasa lebih tertarik. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diungkapkan di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Apakah hasil belajar mahasiswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe course review horey lebih tinggi dibanding hasil belajar mahasiswa yang tidak menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe course review horey pada mata kuliah manajemen keuangan lanjutan”. Hipotesis Hipotesis memberi arah dalam mengumpulkan data dan masih perlu diuji kebenarannya melalui jawaban yang pasti berdasarkan rumusan masalah. Adapun hipotesis dalam penelitian ini yaitu: “Hasil belajar mahasiswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe course review horey lebih tinggi dibanding hasil belajar mahasiswa yang tidak menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe course review horey”. METODE Dalam penelitian ini digunakan metode eksperimen, desain dengan kelompok pembanding tanpa pre-test. Penelitian eksperimen menurut Arikunto (2009 : 207) yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya akibat dari “sesuatu” yang dikenakan pada subjek selidik. Penggunaan desain ini hanya melakukan posttest baik terhadap kelompok eksperimen maupun terhadap kelompok kontrol (Setyosari, 2012: 177) yang dapat digambarkan sebagai berikut:
X
O1 O2
Gambar 1 : Desain Penelitian Keterangan : X = penerapan metode pembelajaan kooperatif tipe Course Review Horay (treatment) O1 = hasil belajar pada kelas eksperimen setelah diberi treatment O2 = hasil belajar pada kelas kontrol Pelaksanaan Eksperimen Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimen, yaitu menerapkan model pembelajaran tipe course review horey pada kelas eksperimen. Dalam penerapan model pembelajaran dimodifikasi dengan tujuan untuk menyesuaikan kondisi di lapangan, agar hasil yang diperoleh lebih maksimal, namun tidak mengubah intinya. Berikut ini langkah-langkah dalam pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
86
course review horey pada mata kuliah manajemen keuangan lanjutan di Program Studi Pendidikan akuntansi UPI. 1. Dosen melakukan sesi pembukaan di kelas dengan mengucapkan salam, dan melakukan absensi mahasiswa. 2. Dosen menjelaskan tujuan pembelajaran 3. Dosen melaksanakan KBM dengan menjelaskan materi penilaian sekuritas 4. Dosen memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk bertanya dari penjelasan dosen. 5. Dosen melakukan sesi review dengan menggunakan teknik course review horay dengan langkah-langkah sebagai berikut : a) Dosen menyiapkan media karton yang sudah digambar kotak-kotak sebanyak 9 kotak dan diisi dengan angka dari 1 samapai 9. b) Dosen menyiapkan kertas origami sebanyak 5 paket satu paket sebanyak 9 buah. c) Dosen membagi mahasiswa menjadi 5 kelompok d) Setiap kelompok dipersilahkan untuk berdiskusi dulu mengenai materi yang telah disampaikan. e) Kemudian dosen membagikan paket kertas origami yang setiap paket beda warna dan bentuknya. f) Selanjutnya dosen membacakan aturan main dalam model pembelajaran course review horey. g) Setelah siap dosen mulai memperlihatkan soal yang sudah ada di power point dan tiap kelompok harus mengerjakan untuk mencari jawaban yang benar . h) Jika salah satu kelompok sudah ada yang selesai diperbolehkan langsung memperlihatkan ke dosen apakah jawabannya benar atau salah. i) Kalau jawaban yang diperlihatkan benar maka kelompok tersebut segera berteriak horey dan maju kedepan untuk menempelkan kertas origami pada karton sesuai dengan nomor soal yang dijawabnya. j) Setelah semua soal terjawab dosen mempersilahkan kepada mahasiswa untuk menjelaskan hasil pekerjaan soal yang sudah dijawab di depan kelas. k) Setelah semua soal terjawab dosen memperhatikan apakah ada kelompok yang bisa menjawab dengan membentuk garis diagonal, vertikal atau horizontal untuk menentukan kelompok mana yang menjadi juara. l) Jika tidak ada satu kelompok pun yang bisa membentuk garis tersebut maka dosen menghitung berapa soal yang bisa dijawab oleh tiap kelompok. Dan yang jadi pemenang yang menjawab paling banyak. m) Dosen mengumumkan kelompok mana yang mendapatkan poin paling banyak dari satu sampai ke tiga dan memberikan penghargaan berupa pujian dan aplous atau berupa hadiah. 6. Dosen menutup kelas dengan terlebih dahulu memberitahu mahasiswa untuk membereskan kembali bangku sesuai posisi semula, salam dan berdo’a. Analisis Data dan Pengujian Hipotesis Untuk menguji kenebaran hipotesis dari penelitian ini dengan menggunakan uji-t sebagai berikut : t=
̅1− X ̅2 X 1 n1
s√
+
1 n2
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
87
Dimana : (n1 − 1)σ1 2 + (n2 − 1)σ2 2
s =√ Dengan :
t ̅1 X ̅ X2 s n1 n2 σ1 σ2
(n1 + n2 )− 2
= uji t = nilai rata-rata kelas eksperimen = nilai rata-rata kelas kontrol = standar deviasi gabungan = banyaknya data kelas eksperimen = banyaknya data kelas kontrol = Standar deviasi kelas eksperimen = Standar deviasi kelas control
Selanjutnya, nilai t hitung dibandingkan dengan t tabel pada α=0,05 dan dk (n-2) dengan kriteria sebagai berikut : Jika t hitung ≤ t tabel, maka hipotesis Ho diterima, Ha ditolak Jika t hitung ≥ t tabel, maka hipotesis Ho ditolak, Ha diterima. (Sumber: Arifin, 2011: 287) Hipotesis statistik dalam penelitian ini adalah : Ho : µ1 = µ2 = Hasil belajar mahasiswa kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Course Review Horey tidak lebih tinggi dibanding hasil belajar mahasiswa kelas kontrol yang tidak menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Course Review Horey. H𝑎 : µ1 ≠ µ2 ≠ Hasil belajar mahasiswa kelas eksperimen yang menggunkan model pembelajaran kooperatif tipe Course Review Horey lebih tinggi dibanding hasil belajar mahasiswa kelas kontrol yang tidak menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Course Review Horey. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Berdasarkan data hasil penelitian kelas eksperimen dan kelas kontrol mempunyai ratarata hasil tes yang berbeda. Rata-rata tes kelas eksperimen adalah 87,57 sedangkan rata-rata tes kelas kontrol adalah 81,40. jika dibandingkan dari hasil rata-rata ini, maka kelas kontrol memiliki rata-rata skor yang lebih tinggi daripada kelas eksperimen. Berikut tabel yang menunjukkan rata-rata test kelas eksperimen dan kelas kontrol: Tabel 2 Perbandingan hasil belajar kelas eksperimen dan kelas kontrol Kelas Eksperimen Kontrol Hasil Tes
87,57
81,40
Dalam proses pembelajaran, kelas ekperimen memperoleh treatment berupa pembelajaran kooperatif tipe Course Review Horey dan kelas kontrol belajar tanpa pemberian
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
88
treatment dan selanjutnya pelaksanaan tes. Berdasarkan data hasil penelitian, diperoleh data skor rata-rata tes sebesar 87,57 untuk kelas eksperimen dan 81,40 untuk kelas kontrol. Dari pengujian hipotesis, Setelah diketahui thitung sebesar 1,8298, maka langkah selanjutnya adalah membandingkan nilai thitung dengan nilai ttabel pada dk = (n1 + n2 – 2) = 99 dengan = 0,05 , dari distibusi t tabel di dapat ttabel : (0,05,99) yaitu 1,66225.Setelah didapat dari tabel distribusi t maka diperoleh ttabel = 1,66225 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa thitung < ttabel tidak terpenuhi, maka H0 ditolak dan Ha diterima. Ho ditolak dan ha diterima artinya Hasil belajar mahasiswa kelas eksperimen yang menggunkan model pembelajaran kooperatif tipe Course Review Horey lebih tinggi dibanding hasil belajar mahasiswa kelas kontrol yang tidak menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Course Review Horey. Pembahasan Dilihat dari rata-rata tes pada kedua kelas, menunjukkan bahwa hasil belajar mahasiswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Course Review Horay lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak menggunakan model pembelajaran. Hasil ini menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Course Review Horey dapat dijadikan salah satu alternatif dalam mata kuliah manajemen keuangan lanjutan karena dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa. Hal ini dikarenakan dalam model pembelajaran koopertif tipe Course Review Horey menerapkan struktur kelompok kecil yang memiliki tahapan pembelajaran utama, yaitu: berpikir, berdiskusi dengan teman sekelompok untuk memecahkan masalah secara bersama. Pada awal perkuliahan dosen hanya memberikan materi secara garis besar dan memberikan rumus-rumus untuk penilaian saham maupun obligasi. Selanjutanya mahasiswa langsung diberikan soal latihan untuk mengerjakan secara berkelompok. Mahasiswa masing-masing mengerjakan dan kemudian berdiskusi mana jawaban yang benar. Kalau sudah disepakati jawaban yang benar maka mahasiswa sebagai perwakilan dari kelompok maju kedepan untuk memeriksa hasil pekerjaannya kepada dosen. Setelah semua soal terjawab oleh perwakilan tiap kelompok, maka dosen mempersilahkan dari tiap kelompok yang tadi menjawab untuk maju kedepan dan mejelaskan di depan kelas secara klasikal. Proses menjelaskan oleh mahasiswa ini dimaksud agar semua mahasiswa mengerti dan paham bagaimana cara penilaian saham dan obligasi. Kegiatan ini memberikan peluang kepada mahasiswa untuk lebih memahami materi, karena mereka bukan hanya mendengarkan, tetapi mereka mempraktekkan langsung, dan bahkan mengajarkan kepada temannya. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe Course Review Horey mahasiswa diberikan semangat untuk dapat memahami materi yang telah diberikan. Mereka didorong secara berkelompok untuk memecahkan masalah sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Dalam pembelajaran kooperatif tipe Course Review Horey, mahasiswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi, serta dapat meningkatkan pemahaman mahasiswa terhadap materi.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
89
Dengan model pembelajaran Couse review horey dapat meningkatkan pemahaman mahasiswa hal ini sesuai dengan teori piramid pengalaman belajar kalau mahasiswa hanya mendengar dan melihat maka daya ingat mahasiswa hanya akan menyerap 20% dari materi, mendemontrasikan menyerap 30%, diskusi kelompok 50%, mengerjakan daya ingatnya 75%, sementara jika mengajari orang lain daya ingat terhadap dapat mencapai 90%. Model pembelajaran kooperatif tife Course Review Horey bisa melalui tahapan piramida pengalaman belajar yang paling tinggi, karena dari sintaknya terlihat ada kesamaan dengan piramida pengalaman belajar. Pembelajaran kooperatif mempunyai manfaat untuk meningkatkan hasil belajar, meningkatkan motivasi dan memperdalam pemahaman, melahirkan penghargaan, dengan kooperatif juga melahirkan sikap ketergantungan yang positif di antara sesama siswa, penerimaan terhadap perbedaan individu dan mengembangkan ketrampilan bekerjasama antar kelompok. Diterimanya hipotesis menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Course Review Horay berpengaruh terhadap hasil belajar hal ini sesuai denga pendapat Isjoni (2011:13), bahwa dalam Cooperative learning, siswa terlibat aktif pada proses pembelajaran sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi yang berkualitas, dapat memotivasi siswa untuk meningkatkan prestasi belajarnya. Begitu juga bila dilihat dari perbandingan hasil tes antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol menunjukkan nilai rata-rata kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Oleh karena itu, model pembelajaran kooperatif tipe Course Review Horey baik digunakan pada penilaian sekuritas saham dan obligasi karena memberikan kontribusi yang cukup berarti untuk membantu mahasiswa yang kesulitan dalam mempelajari konsep-konsep manajemen keuangan lanjutan, yang pada akhirnya setiap mahasiswa dalam kelas dapat mencapai hasil belajar yang maksimal. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil penelitian setelah dilakukan eksperimen tampak bahwa Hasil belajar mahasiswa kelas eksperimen yang menggunkan model pembelajaran kooperatif tipe Course Review Horey lebih tinggi dibanding hasil belajar mahasiswa kelas kontrol yang tidak menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Course Review Horey. Saran Dari hasil penemuan dilapangan diharapkan dosen atau para pendidik mencoba menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe course review horey dalam proses pembelajarannya. Kepada peneliti selanjutnya diharapkan untuk melakukan penelitian mengenai penggunaan model pembelajaran yang lain dan bisa menemukan model mana yang paling sesuai dengan karakteristik materi manajemen keuangan lanjutan. DAFTAR PUSTAKA Arifin, Z. (2011). Penelitian pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Djamarah, B. Syaiful dan Zain, A. (2006). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Ciptal.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
90
E. Solihatin dan Raharjo. (2008). Cooperative Learning, Analisis Model Pembelajaran IPS. Jakarta: Bumi Aksara Isjoni.(2011). Cooperative Learning Efektivitas Pembelajaran Kelompok. Bandung: ALFABETA Lie, A. (2005). Cooperative Learning, Mempraktikkan Cooperative Learning di RuangRuang Kelas. Jakarta: Grasindo. ---------. (2007). Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo. Sanjaya, W. (2008). Strategi pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group. Suharsimi, A. (2009). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Slavin, R.E. (2005). Cooperative Learning. Bandung: Nusa Media. Setyosari, P. (2012). Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan. Jakarta: Prenada Media Group Trianto. (2007). Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
PENGARUH KONTROL DIRI, KETERAMPILAN BELAJAR DENGAN KECURANGAN AKADEMIK SEBAGAI VARIABLE MODERATOR TERHADAP PRESTASI BELAJAR MAHASISWA PADA KONSENTRASI PENDIDIKAN AKUNTANSI UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA Santi Susanti Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta
[email protected]
ABSTRACT This study uses the Model Path analysis obtained R2 values of 0.174421, this means that the influence of self-control, learning skills and academic cheating as a moderator variable of learning achievement is at 17.44% while the rest influenced by other factors not examined in this study. The value of communality can be seen from the predictive power of each variable on learning achievement. Academic cheating variable has a value of 0.139797 communality means the predictive value of academic cheating on student achievement is on a moderate level. Learning skills has a value of 0.223595 communality this means learning skills have substantial predictive value on student achievement. Similarly, the self-control variables have predictive value that is worth substantially by 0.281281. Keywords: Self-control, learning skills, academic cheating, academic achievement PENDAHULUAN Pendidikan merupakan upaya meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang mampu bersaing dengan sumber daya manusia dari negara-negara lain. Pendidikan, secara sederhana diartikan sebagai proses perubahan perilaku. Dalam hal ini, produk dari sebuah sistem pendidikan adalah adanya perubahan perilaku dari peserta didik. Ketika perubahan perilaku ini diamati, terkadang didapatkan perilaku yang tidak diinginkan. Salah satu perilaku yang tidak diinginkan adalah adanya kecurangan akademik. Perilaku curang dalam bidang akademik merupakan salah satu bentuk perilaku yang menyalahi norma, karena curang tidak menjunjung tinggi nilai kejujuran. Ada banyak bentuk-bentuk kecurangan akademik yang dapat ditemui didalam dunia pendidikan saat ini. Beberapa perilaku yang dapat dikategorikan sebagai kecurangan akademik yaitu: kecurangan dengan menggunakan benda yang tidak diperbolehkan dalam kegiatan akademik seperti penggunaan catatan dalam tes, memalsukan sesuatu yang berhubungan dengan akademik seperti informasi dan referensi, plagiarisme; dan menolong peserta didik lain dalam melakukan kecurangan akademik seperti mengizinkan peserta didik lain menyalin pekerjaan serta mengingat atau mencari bocoran ujian. Fenomena kecurangan akademik merupakan salah satu fenomena pendidikan yang sering dan bahkan selalu muncul menyertai aktivitas proses belajar mengajar sehari-hari dan telah dilakukan sebagian besar peserta didik di sepanjang masa pendidikan mereka. Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
92
Pada tahun 2001, penelitian yang dilakukan oleh McCabe menunjukkan bahwa 74% peserta didik menengah atas mengaku telah melakukan kecurangan dalam tes. Senada dengan McCabe, Jensen, dkk menemukan bahwa peserta didik menengah atas melakukan kecurangan dalam empat cara termasuk menyalin tugas peserta didik lain, menyalin jawaban ujian orang lain, mengizinkan peserta didik lain untuk menyalin tugasnya, serta mengizinkan peserta didik lain untuk menyalin jawaban ujiannya. Sebuah survey nasional oleh Rutgers Management Education Center di Amerika Serikat menunjukkan bahwa dari 4500 peserta didik tingkat menengah atas ditemukan bahwa 75% dari mereka terlibat dalam kecurangan akademik. Di Indonesia, kasus kecurangan akademik juga menjadi fenomena yang mewarnai dunia pendidikan. Berdasarkan survey yang telah dilakukan oleh Survey Litbang Media Group pada tanggal 19 april 2007 terhadap 480 responden dewasa di enam kota besar di Indonesia, yaitu Makassar, Surabaya, Yogyakarta, Bandung, Jakarta, dan Medan menunjukkan mayoritas anak didik, baik di bangku sekolah dan perguruan tinggi melakukan kecurangan akademik dalam bentuk menyontek. Hampir 70 persen responden yang ditanya apakah pernah menyontek ketika masih sekolah atau kuliah, menjawab pernah. Contoh lain kasus kecurangan akademik yang kerap muncul menjadi pemberitaan terkait pelaksanaan Ujian Nasional. Pada pelaksanaan Ujian nasional tahun 2010, Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal mengungkapkan, Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) telah menerima 900 lebih laporan kecurangan Ujian Nasional (UN) tingkat SMA dan SMP. Beberapa survey dan kasus tersebut membuktikan bahwa kecurangan akademik merupakan masalah umum yang terjadi di berbagai negara dan berbagai jenjang pendidikan. Anderman menambahkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kecurangan akademik diantaranya faktor demografi, perbedaan budaya, efikasi diri, perilaku impulsif, kontrol diri, serta perkembangan moral. Senada dengan Anderman, Pajares menyatakan, peserta didik yang memiliki efikasi akademik yang tinggi lebih percaya diri terhadap kemampuan mereka dalam mencapai tujuan dan ketahanan dalam menghadapi kesulitan. Pajares mengungkapkan bahwa peserta didik dengan kepercayaan diri yang rendah dalam mengerjakan tugas memiliki tendensi untuk berbuat curang. Dua trait kepribadian yang juga menjadi perhatian dalam konteks kecurangan akademik, adalah prokrastinasi dan kontrol diri. Prokrastinasi merupakan penundaan pengerjaan dan penyelesaian tugas akademik secara sengaja walaupun individu yang bersangkutan mengetahui bahwa penundaannya dapat menghasilkan dampak yang buruk. Trait kepribadian kedua yang diyakini memiliki hubungan dengan kecurangan akademik yaitu kontrol diri. Kontrol diri merupakan suatu kemampuan untuk menyusun membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa individu kearah konsekuensi yang positif.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
93
Jika dilihat dari teori umum kejahatan oleh Gottfredson & Hirschi, kontrol diri yang rendah, adanya peluang, dan interaksi antara keduanya adalah penyebab utama dari semua perilaku menyimpang, termasuk ketidakjujuran akademis. Gottfredson & Hirschi menyatakan, orang dengan kontrol diri rendah memiliki kepribadian yang mempengaruhi mereka untuk melakukan tindakan menyimpang. Ketika peluang untuk penyimpangan hadir, orang-orang yang kurang kontrol diri tidak dapat menahan godaan. Dalam hal kecurangan akademik, dengan adanya kontrol diri yang baik dalam diri setiap peserta didik diharapkan dapat mengarahkan dan mengatur perilaku mereka menjadi lebih baik. Berkembangnya praktek kecurangan akademik sangat memungkinkan terjadinya kemunduran pendidikan di Indonesia. Kecurangan akademik tidak boleh dibiarkan berlanjut dan mengakar karena berkaitan dengan kualitas pendidikan yang berakibat pada menurunnya daya saing manusia di Indonesia. Selain itu, dampak yang timbul dari praktek tersebut yang terjadi secara terus menerus ini akan mengakibatkan malapetaka masa depan peserta didik itu sendiri, dimana kebiasaan tersebut akan menyebabkan penurunan daya kreativitas dan daya inovatif seseorang. Apabila kebiasaan ini tidak segera dihilangkan, maka akan menjadi ketergantungan sehingga generasi penerus tidak akan memiliki daya saing yang kuat di tengah persaingan global saat ini. Dan hal yang paling mengkhawatirkan adalah peserta didik akan menanam kebiasaan berbuat tidak jujur, yang pada saatnya nanti akan menjadi kandidat koruptor. Tuntutan belajar di Perguruan tinggi mengharuskan siswa mempunyai kemampuan dasar sesuai standar kemampuan minimal yang diharapkan dan melaksanakan kegiatan belajar yang lebih terarah dan intensif daripada di Sekolah Menengah Atas (SMA), mengarah kepada sikap dan kebiasaan belajar mandiri. Untuk dapat memperperoleh kegiatan belajar yang lebih terarah dan intensif, mahasiswa dituntut untuk memiliki keterampilan belajar yang tinggi. Mengingat empat pilar yang ditegaskan oleh UNESCO pada konverensi tahunannya di Melbourne (1998) yaitu belajar untuk mengetahui, belajar untuk dapat melakukan, belajar untuk dapat mandiri, dan belajar untuk dapat bekerja sama. Empat pilar ini merupakan acuan bagi sekolah dalam menyelenggarakan kegiatan belajar-membelajarkan yang akan bermuara pada hasil belajar aktual yang diperlukan dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, empat pilar ini merupakan empat kemampuan yang terpisah dari yang lain yang merupakan kontinum dalam proses pencapaiannya. Belajar yang menggunakan keterampilan sangat berguna bagi para siswa. Keterampilan belajar harus dimiliki oleh seorang mahasiswa apabila diharapkan dapat mencapai kesuksesan. Seringkali mahasiswa mengalami kegagalan dalam belajar, terutama dalam penguasaan materi pelajaran karena kurangnya keterampilan yang dimiliki dalam belajar. Mahasiswa dituntut untuk memiliki keterampilan dalam belajar sehingga ia dapat menguasai materi pelajaran dengan berbagai tuntutannya serta berupaya mengembangkan diri dalam segenap bidang dan dimensi kehidupan.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
94
Keterampilan belajar harus dimiliki oleh mahasiswa dalam rangka proses pencapaian tujuan belajar berupa perubahan tingkah laku. Sesuai dengan hakikat awal, bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku, peristiwa belajar bukanlah menghafal atau hanya sekedar mengingat, melainkan suatu kegiatan yang ditandai dengan adanya perubahan dalam diri seseorang. Pada penelitian ini, peneliti ingin mengetahui seberapa erat pengaruh kontrol diri, keterampilan belajar dengan kecurangan akademik sebagai variable moderator terhadap prestasi belajar mahasiswa pada konsentrasi Pendidikan Akuntansi Universitas Negeri Jakarta. METODE Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif kategori survey dengan jenis penelitian korelasional. Tujuan penelitian korelasional adalah untuk mendeteksi sejauh mana variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variasi-variasi pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan koefisien korelasi. Variabel yang ada dalam penelitian ini ada empat variabel, yaitu dua variable bebas, satu variabel moderator dan satu variabel terikat. Variabel bebas yaitu yang mempengaruhi dilambangkan dengan X1 dan X2, dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah kontrol diri dan keterampilan belajar. Sedangkan untuk variable moderatornya adalah kecurangan akademik (X3). Serta untuk variabel terikatnya yaitu variabel yang mempengaruhi dilambangkan dengan Y, dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah prestasi belajar mahasiswa pada semester 104. 1. Kecurangan Akademik a. Definisi Konseptual Kecurangan akademik merupakan sebuah perilaku curang yang sengaja dilakukan untuk mencapai keberhasilan akademik dalam kaitannya dengan ujian dan tugas kuliah. b. Definisi Operasional Kecurangan akademik adalah sebuah perilaku curang yang sengaja dilakukan untuk mencapai keberhasilan akademik dalam kaitannya dengan ujian dan tugas kuliah yang diukur melalui frekuensi individu dalam melakukannya.
Variabel Y
Tabel 1 Kisi-Kisi Intrumen Kecurangan Akademik Indikator Bekerjasama untuk saling membantu dengan orang lain pada situasi yang dilarang
Kecurangan Meminta bantuan orang lain menyelesaikan tugas atau tes Akademik
Meminta, memberi atau menerima informasi dari orang lain
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
95
Berbohong Membiarkan orang lain menyalin pekerjaan dan jawaban Membeli hasil karya orang lain Menyalin jawaban dan pekerjaan orang lain Memalsukan informasi, referensi atau hasil penelitian Plagiarisme Menggunakan materi dan catatan yang dilarang 2. Variabel Kontrol Diri a. Definisi Konseptual Merupakan sikap individu untuk mengatur, mengarahkan, membimbing serta mengendalikan tingkah lakunya agar dapat membawa individu pada konsekuensi yang positif. b. Definisi Operasional Definisi operasional kontrol diri dalam penelitian ini adalah skor yang diperoleh dari hasil pengisian kuesioner kontrol diri yang berisi butir-butir pertanyaan yang meliputi empat aspek utama yaitu: kontrol pikiran, kontrol emosi, kontrol rangsangan (impuls) dan kontrol performa. c. Kisi-Kisi Intrumen Instumen penelitian ini disusun berdasarkan empat dimensi utama kontrol diri yaitu: kontrol pikiran, kontrol emosi, kontrol rangsangan (impuls) dan kontrol performa. Konstelasi Hubungan Antar Variabel/ Desain Penelitian Variabel ini terdiri dari dua variabel, yaitu variabel bebas (kontrol diri) yang digambarkan dengan simbol X, dan variabel terikat (kecurangan akademik) yang disimbolkan dengan Y. Sesuai dengan yang diajukan bahwa terdapat hubungan antara variabel X dan variabel Y, maka konstelasi hubungan antara variabel X dan Y sebagai berikut: Kontrol Diri (Variabel X1)
Keterampilan Belajar (Variabel X2)
Kecurangan Akademik (Variabel X3)
Prestasi Belajar (Variabel Y)
Gambar 1 Arah Hubungan Variabel X dan Variabel Y
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
96
HASIL DAN PEMBAHASAN Teknik Path analisis digunakan untuk menguji secara langsung variable langsung dan tidak langsung antara semua variable. Model Path analisis disajikan sebagai berikut:
Gambar 2 Model Path Analysis Dari hasil perhitungan Path analisis dengan menggunakan software SmartPLS seperti pada gambar di atas, terdapat nilai Standardized Loading Factor (SLF) dari berbagai indikator yang membentuk variabel-variabel yang diteliti. Pada variabel kontrol diri, indikator kontrol pikiran mempunyai nilai SLF 0.728, ini mendominasi pembentukan variabel kontrol diri dibandingkan indikator lainnya, ini berarti nilai semakin tinggi validitas kontrol pikiran akan mempengaruhi variabel kontrol diri semakin tinggi. Sementara itu, nilai SLF tertinggi pada variabel keterampilan belajar ada pada indikator partisipasi mahasiswa dalam proses belajar mengajar sebesar 1.274. hal ini berarti partisipasi mahasiswa dalam proses belajar mengajar menunjukkan validitas tinggi dalam membentuk variabel keterampilan belajar. Pada variabel kecurangan akademik, nilai SLF tertinggi ada pada indikator plagiarisme sebesar 0.378. ini berarti plagiarisme menentukan variabel kecurangan akademik yang semakin tinggi. Koefisien regresi dari path analisis ditunjukkan oleh angka yang mengiringi anak panah antar variabel. Dari gambar diketahui bahwa kontrol diri mempunyai koefisien regresi sebesar 0.149, ini berarti ada hubungan positif antara kontrol diri terhadap kecurangan
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
97
akademik sebanyak 14.9%. sedangkan antara keterampilan belajar dengan kecurangan akademik terdapat nilai regresi sebesar -0.686. sementara itu koefisien regresi kecurangan akademik terhadap prestasi belajar mempunyai nilai -0.451. Dari perhitungan path analisis diketahui nilai composite reliability dan cronbach alfa dari prestasi belajar yang merupakan variable laten mempunyai nilai realibilitas yang tinggi karena nilainya lebih dari 0.700, nilainya disini adalah 1,000. Model Path analisis diperoleh nilai R2 sebesar 0.174421, ini berarti bahwa pengaruh kontrol diri, keterampilan belajar dan kecurangan akademik sebagai variabel moderator terhadap prestasi belajar adalah sebesar 17,44% sedangkan sisanya dipengaruhi faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Dari nilai communality dapat diketahui kekuatan prediktif dari dari masing-masing variabel terhadap prestasi belajar. Variabel kecurangan akademik mempunyai nilai communality sebesar 0.139797 ini berarti nilai prediktif kecurangan akademik terhadap prestasi belajar mahasiswa ada pada tingkat moderat. Keterampilan belajar mempunyai nilai communality sebesar 0.223595 ini berarti keterampilan belajar mempunyai nilai prediktif subtansial terhadap prestasi belajar mahasiswa. Begitu pula dengan variabel kontrol diri mempunyai nilai prediktif yang bernilai substansial sebesar 0.281281. Total effect menunjukkan model dari path analisis dalam penelitian ini yaitu bahwa kontrol diri bisa berpengaruh terhadap prestasi belajar sebesar 0.027952, keterampilan belajar berpengaruh terhadap prestasi belajar sebesar 0.139867 dan kecurangan akademik berpengaruh negatif terhadap prestasi belajar sebesar 0.320832. PENUTUP Simpulan a. Berdasarkan pengolahan deskriptif, analisis, interpretasi data, dan pengolahan data statistik yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa: b. Dengan Model Path analisis diperoleh nilai R2 sebesar 0.174421, ini berarti bahwa pengaruh kontrol diri, keterampilan belajar dan kecurangan akademik sebagai variabel moderator terhadap prestasi belajar adalah sebesar 17,44% sedangkan sisanya dipengaruhi faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. c. Dari nilai communality dapat diketahui kekuatan prediktif dari dari masing-masing variabel terhadap prestasi belajar. nilai prediktif kecurangan akademik terhadap prestasi belajar mahasiswa ada pada tingkat moderat. d. Keterampilan belajar mempunyai nilai prediktif subtansial terhadap prestasi belajar mahasiswa. Begitu pula dengan variabel kontrol diri mempunyai nilai prediktif yang bernilai substansial.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
98
Saran Berdasarkan simpulan di atas, maka peneliti menyampaikan saran-saran sebagai berikut : a. Para dosen diharapkan dapat mentransfer ilmunya dalam hal keterampilan belajar yang diperolehnya guna meningkatkan proses pembelajaran di kelas dan meningkatkan prestasi belajar mahasiswa. b. Para dosen diharapkan lebih memperhatikan kemungkinan adanya kecurangan akademik yang terjadi, agar proses pembelajaran di kelas lebih terarah dan tercapai dengan baik tanpa merugikan mahasiswa sebagai peserta didik. c. untuk penelitian selanjutnya diharapkan menambah variabel penelitian dan jangka waktu observasi yang lebih lama, tidak hanya melalui angket kuesioner, tetapi melalui pengamatan yang mendalam. DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman, Mulyono, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Jakarta: Rineka Cipta, 1999. Alhadza, Abdullah. “Masalah Menyontek Didunia Pendidikan”. Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan. September 2002, Vol. 8, No. 38 Anderman, Eric M, Tamera B Murdoc. Psychology Of Academic Cheating. New York: Academic Press, Inc, 2007 Anderson, Jennifer. Kecurangan Semudah Abc. 2011 (Http://Translate.Google.Co.Id/Translate?Hl=Id&Langpair=En|Id&U=%20http://W ww.Portlandtribune.Com/News/Story.Php%3fstory_Id%3d129849991904365300) Diakses Pada Tanggal 31 Januari 2012 Pukul 19.55 Arikunto, Suharsimi. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta, 2009. Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Edisi V. Jakarta: Rineka Cipta, 2002 Athanasou, James A. “Male And Female Differences In Self Report Cheating”, Practical Assessment, Research & Evaluation, 8(5). Retrivied February 2, 2012, Http://Pareonline.Net/Getvn.Asp?V=8&N=5 Bolin, Aaron U. “Self-Control, Perceived Opportunity, And Attitudes As Predictors Of Academic Dishonesty”. The Journal Of Psychology. 2004, Vol. 138 No. 2, 101–114 Bruin, Gideon P De. “Examining The Cheat: The Role Of Conscientiousness And Excitement Seeking In Academic Dishonesty”. South African Journal Of Psychology. 2007, Vol. 37, No. 1, hal. 153-164 Budiarjo, Lily. Keterampilan Belajar- Belajar Bagaimana Belajar. Yogyakarta: ANDI, 2008. Cochran, John K. “Self-Restrain: A Study On The Capacity And Desire Of Self Control”. Western Criminology Review. 2006, Vol. 7, No. 3, 27-40 Cottrell, Stella. The Study Skill Handbook. New York: Palgrave Macmilan, 2003. ____________. Teaching Study Skills and Supporting Learning. New York: Palgrave, 2001. Djaali, Pudji Muljono. Pengukuran Dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: PT. Grasindo, 2008.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
99
Djiwandono, Sri Esti Wuryani. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2006 Elliot, Stephen N, et al. Educational Psychology: Effective Teaching, Effective Learning, Second Edition International Edition, Singapore: McGraw Hill Book Co, 1999. Engels, Rutger C. M, Catrin Finkenauer, Roy F. Baumeister. “Parenting Behavior And Adolescent Behavioural And Emotional Problems: The Role Of Self Control”. International Journal Of Behavioral Development, 2005, Vol. 29, No.1 Friese, Malte, Wilhelm Hofmann. “Control Me Or I Will Control You: Impulses, Trait Self Control, And The Guidance Of Behavior”. Journal Of Research In Personality. 2009, Vol. 43. Hlm, 795-805 Gall, M.D et al. Tools For Learning. USA: Association for Supervision and Curriculum Development, 1990. Ganda, Yahya. Petunjuk Praktis Cara Mahasiswa Belajar di Perguruan Tinggi. Jakarta: Grasindo 2001. Ghufron, M. Nur, Rini Risnawita S. Teori-Teori Psikologi. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011 Gie , The Liang. Cara Belajar yang Efisien Jilid II. Yogyakarta: Liberty, 1995. Gunarsa, Singgih D. Dari Anak Sampai Usia Lanjut: Bunga Rampai Psikologi Perkembangan. Jakarta: Gunung Mulia, 2009 Haryadi, Moh. Statistik Pendidikan. Jakarta: Prestasi Pustaka, 2009. Hastuti, Tity. “Upaya Guru Pembimbing Meningkatkan Keterampilan Belajar Siswa”. Jurnal Pembelajaran. 28, Agustus 2005, h. 146-157. Hurlock, Elisabeth. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2002 Jufri, Muhamad. “Efikasi Diri, Keterampilan Belajar dan Penyesuaian Diri Sebagai Prediktor Prestasi Akademik Mahasiswa Tahun Pertama”. Edukasi, 1, Agustus 2000, h. 83-95. Kartadinata, Iven, Sia Tjundjing. “I Love You Tomorrow: Prokrastinasi Akademik Dan Manajemen Waktu”. Anima, Indonesian Psychological Journal, 2008, Vol.23, No.2 Kusumah, Wijaya. Kenapa Siswa Suka Mencontek. 2009 Http://Edukasi.Kompasiana.Com/2009/12/09/Kenapa-Siswa-Suka-Mencontek-1/ Diakses Pada Tanggal 6 Januari 2012 Pukul 22.31 Lambert, Eric G, Et Al. “Collegiate Academic Dishonesty Revisited : What Have They Done, How Often Have They Done It, Who Does It, And Why Did They Do It?. Electronic Journal Of Sociology. 2003, ISSN: 1198 3655 Latief. Ketahuan Ada Soal UN Bocor, UN di Ulang. 2011 (Http://Edukasi.Kompas.Com/Read/2011/04/26/10472332/Ketahuan.Ada.Soal.Boco r.Un.Diulang) Diakses Pada Tanggal 2 Februari 2012 Pukul 22.53 Lazarus, R.S. Paterns Of Adjusment. Tokyo: Mcgraw-Hill, Kogakusha, Ltd, 1976 Luddin, Abu Bakar M.. Dasar-Dasar Konseling. Citapustaka Media Perintis, 2010. Maribeth and Jill. Contribution of Study Skills to Academic Competence, 31 No. 3, 2002. Mccabe, Donald L, Linda Klebe Treviño, Kenneth D Butterfield. “Cheating In Academic Institutions: A Decade Of Research”. Ethics & Behavior. 200, Vol. 11(3), 219–232 Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
100
Napitupulu, Ester L. Indeks Pendidikan Indonesia Menurun. 2011 (Http://Edukasi.Kompas.Com/Read/2011/03/02/18555569/Indeks.Pendidikan.Indon esia.Menurun) Diakses Tanggal 29 Januari 2012. Pukul 22.39 Nasuiton, Farid. “Hubungan Metode Mengajar Dosen, Keterampilan Belajar, Sarana Belajar dan Lingkungan Belajar dengan Prestasi Belajar Mahasiswa”, Jurnal Ilmu Pendidikan, Februari 2001, 8, hal. 34-48. Olivia, Femi. Tools For Study Skills. Jakarta: Elex Media Komputindo, 2011. Olt, Mellisa R. “Ethics And Distance Education: Strategies For Minimazing Academic Dishonesty In Online Assessment”. Online Journal Of Distance Learning Administration. 2002, Vol. V, No. III, Hal.1 Pranowo, M. Bambang. Multidimensi Ketahanan Nasional. Jakarta: Pustaka Alvabeta, 2010. Prasetyo, Bambang, Lina Miftahul J. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta, PT. Raja Grafindo, 2011 Prayitno. Seri Latihan Keterampilan Belajar. Jakarta: DIKTI, 2002. _______. Pedoman AUM PTSDL. Jakarta: DIKTI, 2008. Riduan. Metode & Teknik Menyusun Tesis. Bandung: Alfabeta, 2008. Sabri, Ahmad. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Quantum Teaching, 2010. Sacawisastra, Krisiandi .Kemendiknas Temukan 900 Kecurangan UN. 2010 (Http://Kampus.Okezone.Com/Read/2010/04/07/65/320057/KemendiknasTemukan-900-) Diakses Pada Tanggal 21 Januari 2012 Pukul 00.13 Santrock, John W. Adolescence Twelve Edition. New York: Mcgraw-Hill, 2008 ________. Adolescent Development, New York: Mcgraw Hill, 2002 Sarwono, Sarlito W. Teori- Teori Psikologi Sosial. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002 Sirin, Erkan Faruq. “Academic Procrastination Among Undergraduates Attending School Of Physical Education And Sports: Role Of General Procrastination, Academic Motivation And Academic Self-Efficacy”. Academic Journal. May 2011, Vol. 6 No. 5, Hal. 447-455 Slobogin, Kathy. Survey: Many Students Say Cheating’s Ok. 2002 (Www.Articles.Cnn.Com/2002-04-05/Us/Highschool.Cheating_1_PlagiarismCheating-Students?_S=Pm:Fyi) Diakses Pada 2 Februari Pukul 23.25 Sudjana ,Nana, Penilaian Hasil Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006. Sugiyono. Metode Penelitian Administrasi Dilengkapi Dengan Metode R&D. Bandung: Alfabeta, 2008. ________. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta, 2011 Sukmadinata, Nana Syaodih. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003. Suparno. Nyontek. Konsep Diri Yang Lemah. 2011. Http://Www.Harianjoglosemar.Com/Berita/Nyontek-Konsep-Diri-Yang-Lemah35342.Html Diakses Pada 2 Februari 2012 Pukul 23.13
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
101
Tangney, J.P , et al. “High Self Control Predict Good Adjustment, Less Pathology, Better Grades And Interpersonal Success”. Journal Of Personality. 2004, Vol 72 Tayfun, Ahmet “Is There A Relationship Between Grade Average Point And Students’ Perceptions With Regard To Cheating Factors?”. Gazi University, Faculty Of Commerce And Tourism Education, 2009, No. 49, Hal. 191-204 Uhler, Beth Dietz, Janet Hurn. “Academic Dishonesty In Online Courses”. Ascue Proceedings. 2011. Hal.72 Waluyo , H.Y et. al, Penilaian Pencapaian Hasil Belajar. Jakarta: Universitas Terbuka: Karunika, Jakarta 1987.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
PENGEMBANGAN MODUL AKUNTANSI KEUANGAN SEBAGAI PENDUKUNG KURIKULUM 2013 PADA MATERI AKUNTANSI PERSEDIAAN KELAS XI AKUNTANSI Maya Hidayatus Shallehka Program Studi Pendidikan Akuntansi, Jurusan Pendidikan Ekonomi, Universitas Negeri Surabaya
[email protected] Susanti Program Studi Pendidikan Akuntansi, Jurusan Pendidikan Ekonomi, Universitas Negeri Surabaya
[email protected]
ABSTRAK Didalam Kurikulum 2013 terdapat 5 tahap dalam pembelajaran yaitu menggunakan pendekatan saintifik yang dikenal dengan 5M (mengamati, menanya, mencoba, menalar, dan mengkomunikasikan). Akuntansi persediaan merupakan salah satu materi pelajaran yang dirasa sulit oleh siswa SMK jurusan akuntansi. Bahan ajar yang digunakan dalam pembelajaran disekolah kurang menarik dan masih belum sesuai dengan Kurikulum 2013. Sehingga untuk mengatasi kesulitan belajar siswa, diperlukan pengembangan bahan ajar yang menarik, yang dapat memudahkan siswa memahami konsep akuntansi persediaan serta dapat membuat pembelajaran berpusat pada siswa agar dapat sesuai dengan konsep Kurikulum 2013. Bahan ajar yang perlu dikembangkan adalah sebuah modul yang menarik dan yang dapat mendukung pengimplementasian Kurikulum 2013. Penelitian ini berujuan untuk mengetahui proses pengembangan, kelayakan, dan respon siswa terhadap modul akuntansi sebagai pendukung Kurikulum 2 013 pada materi akuntansi persediaan untuk siswa kelas XI Akuntansi SMK Negeri di Surabaya. Jenis penelitian ini yaitu penelitian pengembangan dengan mennggunakan model pengembangan 4 D dari Thiagarajan. Namun penelitian ini hanya sampai pada tahap develop. Uji coba dilakukan dengan 30 siswa kelas XI Akuntansi dari SMK Negeri 1 Surabaya, SMK Negeri 4 Surabaya, dan SMK Negeri 10 Surabaya. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data berupa lembar telaah, lembar validasi, dan angket respon siswa. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dengan teknik persentase. Hasil dari penelitian ini menunjukkan kelayakan isi sebesar 90,66% dengan criteria sangat layak, penyajian sebesar 89,68% dengan criteria sangat layak, bahasa sebesar 89,04% dengan criteria sangat layak, dan kegrafikan sebesar 90,41% dengan criteria sangat layak. Rata rata dari keempat komponen tersebut adalah 89,94% dengan kriteria sangat layak. Rata rata persentase dari respon siswa sebesar 96,72% dengan kriteria sangat baik. Kata Kunci: modul, akuntansi persediaan, Kurikulum 2013 PENDAHULUAN Pada era globalisasi saat ini pendidikan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu negara. Dengan berbagai macam tantangan ini tentunya akan dituntut dengan lulusan Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
103
pendidikan yang berkualitas, maka diperlukan sebuah pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Untuk menuju keberhasilan pendidikan di Indonesia, pemerintah telah melakukan usaha terbaiknya dengan mengganti kurikulum sebelumnya menjadi Kurikulum 2013 dengan harapan mampu memenuhi kebutuhan dan kualitas pendidikan yang lebih baik dan sesuai dengan kebutuhan lapangan. Menurut Kurniasih dan Sani (2014:7), “Kurikulum 2013 adalah suatu rangkaian penyempurnaan terhadap kurikulum yang telah dirintis dari tahun 2004 yang berbasis kompetensi kemudian diteruskan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)”. Menurut Permendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang Standart Proses Pendidikan Dasar dan Menengah telah mengisyaratkan tentang perlunya proses pembelajaran yang dipandu dengan pendekatan saintifik atau ilmiah. Pendekatan saintifik adalah konsep dasar yang mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari pemikiran tentang bagaimana metode pembelajaran diterapkan berdasarkan teori tertentu. Dalam pembelajaran didalamnya mencakup komponen: mengamati, menanya, menalar, mencoba/mencipta, menyajikan/ mengkomunikasikan (Lazim, 2013). Mengacu pada pada isi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 3 mengenai tujuan pendidikan nasional dan penjelasan pasal 15 yang menyebutkan bahwa pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja di bidang tertentu. Surabaya memiliki beberapa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang mampu mencetak peserta didik untuk dapat terjun dalam dunia usaha setelah sekolah diantaranya SMK Negeri 1 Surabaya, SMK Negeri 4 Surabaya dan SMK Negeri 10 Surabaya. Sekolah-sekolah tersebut memiliki jurusan yang menjadi unggulan dikarenakan banyak peminatnya, jurusan tersebut adalah akuntansi. Akuntansi merupakan suatu disiplin ilmu yang memiliki aktivitas mengolah data/informasi untuk mendapatkan sebuah informasi keungan yang berguna bagi suatu entitas. Sehingga dalam proses belajar dibutuhkan sebuah bahan ajar yang dapat menunjang secara teori maupun praktek. Bahan ajar dan sumber- sumber belajar menjadi kebutuhan utama bagi guru dan siswa dalam proses belajar mengajar karena keberhasilan dengan pendekatan saintifik dapat dilihat dari adanya referensi bahan ajar yang memadai. Pemerintah saat ini belum menyediakan buku yang berbasis Kurikulum 2013 di tingkat SMK yang dapat digunakan dalam kegiatan belajar mengajar. Banyak buku-buku yang beredar di luaran yang telah mengkover Kurikulum 2013, tetapi isi dari buku-buku tersebut tidak sesuai Kurikulum 2013 melainkan buku terdahulu yang di upgrade kemasannya menjadi Kurikulum 2013. Saat ini proses belajar mengajar disekolah masih menggunakan bahan ajar berupa HO (handout) dan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang masih berbasis KTSP. Bahan ajar tersebut hanya berperan sebagai sumber belajar dengan informasi yang kurang maksimal dan tidak sesuai dengan kebutuhan siswa. Bahan ajar diharapkan mampu memberikan pemahaman dan penguasaan kompetensi secara utuh. Menurut Prastowo (2014:40-41), pengertian bahan ajar yaitu “Bahan ajar tersebut dapat berupa bahan ajar cetak (printed), seperti hand out, buku, modul, Lembar Kerja Siswa (LKS), brosur, leaflet, wallchart, foto/gambar, dan model/maket; bahan ajar dengar atau
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
104
program audio, seperti kaset, radio, piringan hitam, dan compact disk audio; bahan ajar pandang dengar (audiovisual), seperti video dan film; bahan ajar interaktif (interactive teaching materials), seperti compact disk interactive.” Berdasarkan hasil angket studi pendahuluan, pengamatan dan hasil wawancara dengan beberapa guru mata pelajaran akuntansi di SMKN 1 Surabaya, SMKN 4 Surabaya dan SMKN 10 Surabaya didapatkan beberapa permasalahan. Diketahui bahwa sebanyak 65% siswa di SMK Negeri 1 Surabaya, 70% siswa di SMK Negeri 4 Surabaya dan SMK Negeri 10 Surabaya menganggap dan mengalami kesulitan dalam memahami materi akuntansi persediaan karena selain membutuhkan pemahaman yang tinggi juga harus sering melakukan praktik. Beberapa peserta didik di SMK Negeri di Surabaya mengatakan bahwa dalam proses kegiatan belajar mengajar selama ini masih menggunakan bahan ajar lama. Sehingga motivasi siswa untuk membaca menjadi kurang. Sebagian guru juga berpendapat bahwa siswa hanya mengandalkan guru sebagai satu-satunya sumber ilmu. Oleh karena itu siswa harus ditunjang dengan sumber belajar lain. Salah satu bahan ajar cetak yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar yang mandiri adalah modul. Modul merupakan suatu unit bahan yang dirancang secara khusus sehingga dipelajari oleh pelajar secara mandiri yang disusun secara sistematis dan mengacu pada tujuan pembelajaran yang jelas dan terukur serta untuk mengevaluasi pencapaian tujuan pembelajaran (Amri, 2013:98). Dengan modul peserta didik dapat memahami materi serta mengukur tingkat penguasaan materi yang dipelajari secara mandiri. Berdasarkan analisis kebutuhan tersebut, maka yang dibutuhkan adalah adanya pengembangan bahan ajar yang sesuai kebutuhan siswa. Bahan ajar yang tepat dan dapat mendukung materi akuntansi persediaan yaitu modul. Mayoritas guru belum menggunakan bahan ajar berupa modul. Modul dapat menjadi sumber belajar utama bagi siswa dalam mempelajari akuntansi persediaan karena adanya kelengkapan teori sekaligus praktik. Modul berbasis saintifik dilengkapi dengan langkah-langkah pembelajaran 5M (mengamati, menanya, mencoba, menalar dan mengkomunikasikan) dengan menggunakan pembelajaran atau ilustrasi yang sesuai dengan materi kompetensi dasar yang dibahas. Sehingga peneliti akan melakukan penelitian pengembangan yang berjudul “Pengembangan Modul Akuntansi Keuangan Sebagai Pendukung Kurikulum 2013 Pada Materi Akuntansi Persediaan Untuk Siswa Kelas XI Akuntansi SMK Negeri di Surabaya”. Rumusan masalah pada penelitian ini adalah 1) bagaimana proses pengembangan modul akuntansi keuangan sebagai pendukung Kurikulum 2013 pada materi akuntansi persediaan untuk siswa kelas XI Akuntansi SMK Negeri di Surabaya, 2) bagaimana kelayakan modul akuntansi keuangan sebagai pendukung Kurikulum 2013 pada materi akuntansi persediaan untuk siswa kelas XI Akuntansi SMK Negeri di Surabaya, dan 3) bagaimana respon siswa terhadap pengembangan modul akuntansi keuangan sebagai pendukung Kurikulum 2013 pada materi akuntansi persediaan untuk siswa kelas XI Akuntansi SMK Negeri di Surabaya. Sehingga tujuan penelitian ini adalah 1) untuk mengetahui proses pengembangan modul akuntansi keuangan sebagai pendukung Kurikulum 2013 pada materi akuntansi persediaan untuk siswa kelas XI Akuntansi SMK Negeri di Surabaya, 2) untuk mengetahui kelayakan
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
105
modul akuntansi keuangan sebagai pendukung Kurikulum 2013 pada materi akuntansi persediaan untuk siswa kelas XI Akuntansi SMK Negeri di Surabaya, dan 3) untuk mengetahui respon siswa terhadap pengembangan modul akuntansi keuangan sebagai pendukung Kurikulum 2013 pada materi akuntansi persediaan untuk siswa kelas XI Akuntansi SMK Negeri di Surabaya. METODE Penelitian ini tergolong jenis penelitian dan pengembangan yang menggunakan model 4-D menurut Thiagarajan. Menurut Sugiyono (2013:297), “Penelitian dan pengembangan atau Research and Development adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan produk tersebut”. Metode penelitian Research and Development (R&D) sering digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasai produk-produk yang digunakan dalam pendidikan dan pembelajaran. Model desain pembelajaran 4-D dari Thiagarajan meliputi beberapa tahap yaitu Define, Design, Develop dan Disseminate. Namun pada penelitian ini hanya sampai pada tahap develop saja karena keterbatasan waktu dan biaya. Subjek uji coba terdiri atas: 1) ahli materi yaitu satu dosen pendidikan akuntansi dan satu orang guru akuntansi, 2) ahli bahasa yaitu satu orang dosen Bahasa Indonesia, 3) ahli grafis yaitu satu dosen Teknologi Pendidikan, dan 4) siswa kelas XI Akuntansi untuk uji coba terbatas yang terdiri atas 10 orang siswa dari SMK Negeri 1 Surabaya, 10 siswa dari SMK Negeri 4 Surabaya, dan 10 siswa dari SMK Negeri 10 Surabaya sehingga jumlah keseluruhan sebanyak 30 siswa. Menurut Sadiman, dkk. (2012:184), dalam evaluasi kelompok kecil perlu diuji coba kepada 10-20 siswa yang dapat mewakili target. Jenisdata yang diperoleh pada penelitian ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari hasil telaah para ahli. Data kuantitatif diperoleh dari hasil validasi para ahli dan angket respon siswa. Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini yaitu: 1) lembar telaah, 2) lembar validasi, dan 3) angket respon siswa. Lembar telaah dan lembar validasi diberikan kepada ahli materi, ahli bahasa dan ahli grafis. Sedangkan angket respon siswa diberikan kepada siswa yang telah mengikuti uji coba terbatas. Lembar telaah adalah angket terbuka dimana para ahli dapat memberi saran atau komentar sesuai dengan kehendaknya. Lembar validasi dan angket respon siswa merupakan angket tertutup. Pada lembar validasi, para ahli diminta untuk memberi skor pada setiap pernyataan dengan ketentuan skor 5 (sangat baik), 4 (baik), 3 (sedang), 2 (tidak baik), dan 1 (sangat tidak baik). Pada angket respon siswa, para siswa diminta untuk memberi menjawab “ya” atau “tidak” pada setiap pertanyaan dengan ketentuan skor 1 (ya) atau 0 (tidak). Lembar telaah akan dianalisis secara deskriptif, sedangkan lembar validasi dari para ahli dan angket respon siswa akan dianalisis secara deskriptif kuantitatif dengan teknik persentase yaitu: Hasil persentase lalu di interpretasikan hasilnya dengan ketentuan seperti berikut:
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
106
Tabel 1. Kriteria Interpretasi Validasi Ahli Persentase Kriteria Interpretasi 0% - 20% Sangat tidak layak 21% - 40% Tidak layak 41% - 60% Cukup layak 61% - 80% Layak 81% - 100 % Sangat layak Sumber: diadaptasi dari Riduwan (2013:15 ) Tabel 2. Kriteria Interpretasi Respon Siswa Persentase Kriteria Interpretasi 0% - 20% Sangat tidak baik 21% - 40% Tidak baik 41% - 60% Cukup baik 61% - 80% Baik 81% - 100 % Sangat baik Sumber: diadaptasi dari Riduwan (2013:15 ) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Proses Pengembangan Proses pengembangan modul akuntansi keuangan sebagai pendukung kurikulum 2013 ini terdiri dari 4 tahapan yaitu define, design, develop dan disseminate namun pada penelitian ini hanya sampai pada tahap develop dikarenakan keterbatasan biaya dan waktu. Pada tahap pertama yaitu define (pendefinisian) terdapat lima tahap yang harus dilakukan yaitu 1) analisis ujung depan (kurikulum yang digunakan pada sekolah tersebut, kesulitan belajar siswa, dan bahan ajar yang digunakan), 2) analisis siswa (usia, semangat belajar, dan kebuutuhan belajar siswa), 3) analisis tugas (tugas yang harus dikerjakan siswa menggunakan modul), 4) analisis konsep (menyusun peta konsep materi akuntansi persediaan), dan 5) merumuskan tujuan pembelajaran berdasarkan kompetensi dasar dan indikator. Pada tahap design (perancangan) yang dilakukan adalah memilih format modul dan menyusun modul. Format modul yang dikembangkan yaitu menggunakan format penyusunan modul dari Depdiknas (2008) dan Direktorat Pembinaan SMK (2008:31) dengan dimodifikasi peneliti. Format modul terdiri atas 3 bagian utama yaitu bagian pembuka, isi, dan penutup. Pada bagian pembuka terdiri atas cover depan, halaman identitas modul, kata pengantar, daftar isi, glosarium dan peta kedudukan modul. Bagian isi terdiri atas pendahuluan, kegiatan belajar 1, kegiatan belajar 2, kegiatan belajar 3, kegiatan belajar 4, rangkuman dan evaluasi pada setiap kegiatan belajar. Bagian akhir terdiri atas kunci jawaban, daftar pustaka, dan cover belakang. Setelah dilakukan pemilihan format, kemudian modul disusun secara utuh lalu dicetak dalam kertas A4 80 gr yang disebut sebagai draft I.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
107
Pada tahap develop, dilakukan telaah, revisi, validasi, dan uji coba terbatas. Telaah dan validasi modul dilakukan oleh para ahli yang terdiri atas: 1) ahli materi yaitu Ibu Irin Widayati, S.Pd, M.Pd. selaku dosen Pendidikan Akuntansi di Unesa dan Ibu Dwi Purwati, S.Pd. selaku guru akuntansi di SMK Negeri 10 Surabaya, 2) ahli bahasa yaitu Ibu Trinil Dwi Turistiani, S.Pd, M.Pd. selaku dosen Bahasa Indonesia di Unesa, dan 3) ahli grafis yaitu Bapak Andi Kristanto, S.Pd., M.Pd. selaku dosen Teknologi Pendidikan di Unesa. Pada kegiatan telaah, para ahli diminta untuk memberikan saran terhadap draft I modul dengan mengisi angket telaah yang disediakan. Lembar telaah diadaptasi dari BSNP (2014a) dan BSNP (2014b) yang meliputi komponen kelayakan isi, penyajian, bahasa, dan kegrafikaan. Kemudian revisi yang dilakukan berdasarkan saran dari ahli materi yaitu pemberian contoh yang lebih familiar pada proses mengamatinya dengan mengganti gambar Pasar Swalayan Hero menjadi Pasar Swalayan Indomaret. Kemudian menambah latihan soal dan ilustrasinya pada setiap kegiatan belajar. Revisi yang dilakukan berdasarkan saran dari ahli bahasa yaitu memperbaiki penulisan, dan harus konsisten terhadap istilah-istilah yang digunakan. Revisi berdasarkan saran dari ahli grafis yaitu memperbaiki ukuran huruf pada kunci jawaban. Modul yang telah direvisi disebut draft II kemudian divalidasi oleh para ahli lalu modul dinilai kelayakannya. Selanjutnya akan diujicoba terbatas pada siswa. Kelayakan Modul Kelayakan modul yang dikembangkan dapat diketahui berdasarkan hasil validasi ahli materi, ahli bahasa, dan ahli grafis dengan mengisi lembar validasi yang disediakan. Lembar validasi diadaptasi dari BSNP (2014a) dan BSNP (2014b) yang meliputi komponen kelayakan isi, penyajian, bahasa, dan kegrafikaan. Berikut disajikan rekapitulasi hasil validasi modul dari para ahli. Tabel 3. Hasil Validasi Modul No. Komponen Prosentase Kriteria 1. Isi 90,66% Sangat Layak 2. Penyajian 89,68 % Sangat Layak 3. Bahasa 89,04% Sangat Layak 4. Kegrafikan 90,41 % Sangat Layak Rata-rata 89,94 % Sangat Layak Sumber : data diolah peneliti (2016) Respon Siswa Respon siswa diperoleh dari uji coba terbatas yang dilakukan pada 30 siswa kelas Akuntansi dari SMK Negeri 1 Surabaya, SMK Negeri 4 Surabaya, dan SMK Negeri 10 Surabaya dengan masing-masing sekolah diambil 10 siswa dengan kemampuan akademik yang heterogen. Siswa diarahkan dalam mempelajari modul secara bertahap agar siswa mengerti cara mempelajari modul yang dikembangkan. Di akhir kegiatan, siswa diminta untuk memberikan penilaian terhadap modul yang dikembangkan dengan mengisi angket respon siswa. Berikut disajikan rekapitulasi hasil angket respon siswa.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
108
Tabel 4. Hasil Respon Siswa No. 1. 2. 3. 4.
Kompone Prosentas Kriteria Isi Sangat Baik n e 98 % Penyajian 94,44% Sangat Baik Bahasa 100% Sangat Baik Kegrafikan 94,44% Sangat Baik 96,72% Sangat Baik Rata-rata Sumber : data diolah peneliti (2016) Pembahasan Proses Pengembangan Proses pengembangan modul akuntansi keuangan sebagai pendukung Kurikulum 2013 dilaksanakan mengikuti modul pengembangan 4D dari Thiagarajan yaitu define (pendefinisian), design (perancangan), develop (pengembangan), dan disseminate (penyebaran). Namun dalam penelitian ini hanya dilakukan sampai tahap develop (pengembangan) karena keterbatasan waktu dan biaya. Tahap define (pendefinisian) berdasarkan analisis ujung depan diketahui bahwa Kurikulum yang digunakan kelas XI Akuntansi SMK Negeri 1 Surabaya, SMK Negeri 4 Surabaya dan SMK Negeri 10 Surabaya yaitu Kurikulum 2013. Dalam kurikulum 2013 SMK terdapat mata pelajaran Akuntansi Keuangan yang didalamnya terdapat materi Akuntansi Persediaan. Berdasarkan hasil obeservasi di SMKN 1 Surabaya, SMKN 4 Surabaya dan SMKN 10 Surabaya didapatkan beberapa permasalahan. Diketahui bahwa sebanyak 65% siswa di SMK Negeri 1 Surabaya, 70% siswa di SMK Negeri 4 Surabaya dan SMK Negeri 10 Surabaya menganggap dan mengalami kesulitan dalam memahami materi akuntansi persediaan karena selain membutuhkan pemahaman yang tinggi juga harus sering melakukan praktik. Beberapa peserta didik di SMK Negeri di Surabaya mengatakan bahwa dalam proses kegiatan belajar mengajar selama ini masih menggunakan bahan ajar lama. Sehingga motivasi siswa untuk membaca menjadi kurang. Sebagian guru juga berpendapat bahwa siswa hanya mengandalkan guru sebagai satu-satunya sumber ilmu. Oleh karena itu siswa harus ditunjang dengan sumber belajar lain. Analisis siswa diketahui bahwa rata-rata siswa kelas XI Akuntansi sekolah tersebut berusia 16 tahun. Menurut perkembangan kognitif Piaget (dalam Nursalim, dkk, 2007:26) anak pada usia tersebut mampu berpikir abstrak, dapat menganalisis masalah secara ilmiah, dan kemudian menyelesaikan masalah. Menurut beberapa guru bahwa semangat dan kemandirian belajar siswa masih kurang karena lebih banyak bergantung pada guru. Siswa masih sulit diajak belajar mandiri, menemukan, dan membangun konsepnya sendiri seperti tuntutan Kurikulum 2013. Sebagian siswa mengatakan bahwa lebih menyukai pembelajaran menggunakan bahan ajar cetak dari pada berbentuk soft file. Berdasarkan analisis ujung depan dan analisis siswa diperlukan pengembangan bahan ajar yang dapat membuat siswa belajar lebih mandiri dengan minimalnya bimbingan guru tetapi dapat memudahkan siswa dalam memahami materi akuntansi persediaan.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
109
Analisis tugas untuk mengidentifikasi tugas yang perlu dilakukan siswa dalam pembelajaran menggunakan modul. Modul dibagi menjadi empat kegiatan belajar. Kegiatan belajar 1 membahas tentang akuntansi persediaan, kegiatan belajar 2 membahas tentang metode penilaian persediaan, kegiatan belajar 3 membahas tentang system penilaian persediaan secara periodik, dan kegiatan belajar 4 membahas tentang system penilaian persediaan secara perpetual. Tugas yang perlu dilakukan siswa pada setiap kegiatan belajar dimulai dengan mengamati ilustrasi yang berhubungan dengan akuntansi persediaan, menuliskan pendapat, menuliskan pertanyaan mengerjakan soal. Diakhir modul siswa diminta mengerjakan soal uji kompetensi pengetahuan, keterampilan dan praktik. Tindak lanjut setelah siswa mengerjakan uji kompetensi adalah mengerjakan soal remidi atau pengayaan sesuai ketuntasan belajarnya. Analisis konsep untuk mengidentifikasi konsep utama materi pada modul yang dikembangkan. Modul yang dikembangkan bverisi materi Akuntansi Persediaan sesuai silabus akuntansi keuangan pada kompetensi dasar 3.13 dan 4.13 sampai 3.16 dan 4.16. Melakukan perumusan tujuan pembelajaran berdasarkan analisis KD dan indicator. Dalam modul yang dikembangkan terdapat beberapa tujuan pembelajaran yang mencakup ranah sikap, pengetahuan dan keterampilan pada setiap kegiatan pembelajaran. Pada tahap design (perancangan) dilakukan pemilihan format modul yang mengikuti format dari Depdiknas (2008) dan Direktorat Pembinaan SMK (2008:31) dengan dimodifikasi peneliti. Supaya siswa dapat mudah memahami konsep akuntansi persediaan maka modul dirancang dengan konsep pendekatan saintifik yaitu terdapat proses mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan mengkomunikasian serta didukung dengan bahasa yang mudah dipahami dengan penyampaian seolah-olah guru sedang memberikan pengajaran kepada siswa-siswanya. Modul yang dirancang menggunakan perpaduan warna oranye, kuning, hijau, dan merah. Warna oranye bermakna semangat sehingga dapat memotivasi siswa untuk semangat dalam mempelajarinya. Sedangkan warna kuning melambangkan keceriaan dan pembelajaran yang menyenangkan. Selain itu terdapat warna merah yang bermakna kehatihatian dalam mempelajarinya. Serta dikombinakasinan dengan warna hijau sebagai pewarna pemanis tambahan. Tahap design (perancangan) menghasilkan modul yang tercetak secara utuh yang disebut draft 1 dengan tiga bagian utama yaitu pembuka, isi, dan penutup. Pada tahap develop (pengembangan) akan dilakukan telaah oleh ahli materi, ahli bahasa dan ahli grafis. Kemudian setelah ditelaah akan didapat saran dari para ahli. Setelah itu dilakukan revisi terhdap modul yang kemudian dilakukan validasi oleh para ahli untuk menilai kelayakan modul. Maka selanjutnya dilakukan uji coba terbatas dengan siswa. Kelayakan Modul Kelayakan modul akuntansi keuangan sebagai pendukung Kurikulum 2013 pada materi akuntansi persediaan untuk sisw kelas XI Akuntansi SMK Negeri di Surabaya dapat diukur menggunakan lembar validasi dari para ahli.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
110
Berdasarkan tabel 3, diketahui bahwa komponen isi mendapatkan presentase 90,66% dengan criteria sangat layak (Riduwan, 2013:15). Hal ini karena isi modul telah memuat dimensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan menurut BSNP (2014a) yang menggunakan tahapan kegiatan 5M (mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar/ mengasosiasi, dan mengomunikasikan) sesuai Kurikulum 2013. Komponen penyajian mendapatkan prosentase 89,68% dengan criteria sangat layak (Riduwan, 2013:15). Hal ini karena penyajian modul telah sesuai dengan aspek-aspek pada kriteria kelayakan penyajian menurut BSNP (2014a), yaitu meliputi: pendukung penyajian materi, teknik penyajian, penyajian pembelajaran, dan kelengkapan penyajian. Kalimatkalimat dalam modul juga disajikan secara komunikatif sehingga seolah-olah terjadi komunikasi antara penulis dengan siswa Komponen bahasa mendapatkan prosentase 89,64% dengan criteria sangat layak (Riduwan, 2013:15). Hal ini dikarenakan bahasa yang digunakan sesuai dengan aspek pada criteria kelayakan bahasa menurut BSNP (2014a) yang meliputi : kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa, keterbacaan, kemampuan memotivasi, kelugasan, koherensi dan keruntutan alur pikir, kesesuaian dengan kaidah bahasa Indonesia, dan penggunaan istilah dan simbol/lambang. Sedangkan pada komponen kegrafikan mendapat prosentase 90,41% dengan criteria sangat layak (Riduwan, 2013:15). Hal ini dikarenakan kegrafikan modul telah sesuai dengan aspek kelayakan kegrafikaan menurut BSNP (2014b), yaitu meliputi: ukuran modul, desain kover modul, dan desain isi modul. Modul yang dikembangkan memiliki ukuran sesuai standar ISO yaitu menggunakan kertas A4. Rata-rata prosentase seluruh validasi dari para ahli adalah 89,94% dengan criteria sangat layak (Riduwan, 2013:15). Hal ini berarti modul akuntansi keuangan sebagai pendukung Kurikulum 2013 pada materi akuntansi persediaan untuk siswa kelas XI Akuntansi SMK Negeri di Surabaya layak digunakan dalam pembelajaran. Hasil penelitian sejenis yang dilakukan oleh Devi Ananta Sari (2015) memperoleh kelayakan isi 89,41% dengan criteria sangat layak, kelayakan penyajian 89% dengan criteria sangat layak, kelayakan bahasa 90% dengan criteria sangat layak, kelayakan kegrafikan sebesar 77,87% dengan criteria layak sedangkan untuk respon siswa memperoleh respon positif dengan prosentase 94,33% dengan kriteri sangat baik. Respon Siswa Respon siswa diperoleh dengan cara uji coba terbatas menggunakan modul yang telah divalidasi dari para ahli. Uji coba terbatas dilakukan dengan 30 siswa dengan rincian masing-masing 10 siswa kelas XI Akuntansi SMK Negeri 1 Surabaya, SMK Negeri 4 Surabaya, dan SMK Negeri 10 Surabaya. Pada saat uji coba terbatas dilakukan, siswa diberi masing-masing modul untuk dipelajari dan diberikan penjelasan mengenai pengembangan yang dilakukan. Diakhir kegiatan siswa diminta untuk memberikan penilaian terhadap modul yang dikembangan dengan mengisi angket respon siswa. Komponen angket respon siswa meliputi isi, penyajian,
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
111
bahasa, dan kegrafikaan. Hal ini sesuai dengan Depdiknas (2008a:30) yang menyatakan bahwa setelah selesai menulis bahan ajar, selanjutnya dilakukan evaluasi, misalnya melalui uji coba kepada siswa secara terbatas dimana komponen evaluasi mencakup isi, kebahasaan, penyajian, dan kegrafikaan. Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa komponen isi mendapay prosentase 98% dengan criteria sangat baik (Riduwan, 2013:15). Hal ini dikarenakan sebagian besar siswa mengamggap bahwa materi akuntansi persediaan yang disajikan dapat mempermudah pemahamannya. Dalam angket respon siswa diberikan kolom komentar, siswa memberi komentar bahwa modul sangat menarik untuk dibaca, mudah dipahami dan dapat memotivasi siswa untuk belajar. Pada komponen penyajian mendapatkan prosesntase sebesar 94,44% dengan criteria sangat baik (Riduwan, 2013:15). Hal ini dikarenakan sebagaian besar siswa menganggap bahwa penyajian materi dapat meningkatkan motivasi belajar, peta konsep, petunjuk penggunaan dan rangkuman juga mudah dipahami. Penyajian materi yang dapat meningkatkan motivasi belajar siswa sesuai dengan tujuan penulisan modul menurut Depdiknas (2008b:5) yaitu untuk meningkatkan motivasi dan gairah belajar siswa. Adanya petunjuk penggunaan merupakan salah satu komponen modul menurut Direktorat Pembinaan SMK (2008:31), sedangkan peta konsep dan rangkuman merupakan salah satu komponen pendukung penyajian materi menurut BSNP (2014a). Pada komponen bahasa mendapatkan prosesntase sebesar 100% dengan criteria sangat baik (Riduwan, 2013:15). Hal ini dikarenakan semua siswa yang mengikuti uji coba terbatas menganggap bahwa bahasa dalam modul mudah untuk dipahami. Penggunaan bahasa yang mudah dipahami dalam modul sesuai dengan karakteristik modul menurut Daryanto (2013:9) yaitu untuk memenuhi karakteristik self instruction, maka modul harus menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif. Sedangkan pada komponen kegrafikan mendapatkan prosentase sebesar 94,44% dengan criteria sangat baik (Riduwan, 2013:15). Hal ini dikarenakan mayoritas siswa mengatakan bahwa modul memiliki desain cover dan kombinasi warna yang menarik dan menggunakan huruf yang mudah dibaca. Gambar-gambar yang digunakan dalam ilustrasi pada modul, menurut siswa dapat mempermudah pemahaman siswa sehingga mendorong minat siswa untuk membaca modul. Rata-rata keseluruhan komponen pada table 4 sebesar 96,72% dengan criteria sangat baik (Riduwan, 2013:15). Sehingga dapat disimpulkan bahwa menurut siswa modul akuntansi keuangan sebagai pendukung Kurikulum 2013 pada materi akuntansi persediaan sangat baik digunakan dalam pembelajaran. Hasil penelitian sejenis juga dilakukan oleh Devy (2015) memperoleh hasil respon siswa pada komponen isi sebesar 97% dengan criteria sangat baik, komponen penyajian sebersar 92,5% dengan criteria sangar baik, komponen kebahasaan sebesar 96,67% dengan criteria sangat baik, dan komponen kegrafikan sebesar 94,33% dengan criteria sangat baik. Rata-rata keseluruhan komponen sebesar 94,33% dengan criteria sangat baik. Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
112
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Simpulan pada penelitian ini yaitu 1) pengembangan modul akuntansi sebagai pendukung Kurikulum 2013 pada materi akuntansi persediaan untuk siswa kelas XI Akuntansi SMK Negeri di Surabaya ini diadaptasi dari model pengembangan 4D Thiagarajan dalam Trianto (2009) dengan tahapan-tahapan yang meliputi define (Pendefinisian), design (Perancangan), develop (Pengembangan), dan disseminate (Penyebaran). Namun penelitian ini hanya dilakukan sampai pada tahapan develop (Pengembangan). Tahap disseminate (Penyebaran) tidak dilakukan dikarenakan keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya. 2) kelayakan modul akuntansi sebagai pendukung Kurikulum 2013 pada materi akuntansi persediaan untuk siswa kelas XI Akuntansi SMK Negeri di Surabaya adalah sangat layak berdasarkan validasi ahli pada komponen kelayakan isi, penyajian, bahasa, dan kegrafikan. 3) respon siswa terhadap modul akuntansi sebagai pendukung Kurikulum 2013 pada materi akuntansi persediaan untuk siswa kelas XI Akuntansi SMK Negeri di Surabaya adalah sangat baik berdasarkan komponen isi, penyajian, bahasa, dan kegrafikan. Saran Berdasarkan hasil yang telah didapat, saran yang diberikan adalah: 1) modul sebagai pendukung pembelajaran Kurikulum 2013 ini sebatas materi akuntansi persediaan sebanyak 4 (empat) Kompetensi Dasar. Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan pengembangan modul lebih lengkap dengan mencakup materi sebelum dan sesudah materi akuntansi persediaan menjadi modul yang dapat digunakan selama satu semester. 2) pengembanngan selanjutnya diharapkan tidak hanya pada tahap pengembangan (develop) saja, tetapi perlu dilakukan penelitian lebih lanjut hingga tahap penyebaran (disseminate) guna mengetahui efektivitas modul dan dapat dimanfaatkan pada proses pembelajaran yang sesungguhnya. DAFTAR PUSTAKA Amri, Sofan. 2013. Pengembangan dan Model Pembelajaran Dalam Kurikulum 2013. Jakarta :Prestasi Pustakaraya BSNP. 2014a. Instrumen Penilaian Buku Teks Pelajaran Ekonomi (Buku Siswa) Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan (bsnp-indonesia.org/id/wp- content/uploads/2014/05/04-EKONOMI.rar, diakses10 Desember 2014) BSNP. 2014b. Instrumen Penilaian Buku Teks Pelajaran SMA/MA Komponen Kelayakan Kegrafikaan. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan. (bsnpindonesia.org/id/wp-content/uploads/2014/05/04- ASPEK-KEGRAFIKAAN.rar, diakses 10 Desember 2014) Daryanto. 2013. Menyusun Modul Bahan Ajar untuk Persiapan Guru dalam Mengajar. Yogyakarta: Gaya Media Direktorat Pembinaan SMK. 2008. Teknik Penyusunan Modul. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Panduan Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
113
Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Penulisan Modul. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Kurniasih, Imas dan Sani. 2014. Sukses Mengimplementasikan Kurikulum 2013. Surabaya: Kata Pena Prastowo, Andi. 2014. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Jogjakarta: DIVA Press. Republik Indonesia. 2003. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang System Pendidikan Nasional. Jakarta Riduwan. 2013. Skala Pengukuran Variabel – Variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta Sadiman, Arief S. dkk. 2012. Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sary, Devi Ananta. 2015. Pengembangan Bahan Ajar Berupa Modul Berbasis Scientific Approach Pada Materi Metode Penilaian Persediaan Pada Sistem Perpetual Untuk Siswa Kelas XI SMK Negeri 2 Buduran Sidoarjo. Jurnal Pendidikan Akuntansi, Vol 3, No 2. http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/jpak/article/vie w/12867 (Diakses pada 22 Februari 2015, 20.13). Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta Trianto. 2013. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan mplementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
PENGEMBANGAN PERMAINAN BINGO SEBAGAI MEDIA PENGAYAAN MATA PELAJARAN AKUNTANSI PERUSAHAAN JASA SMK NEGERI DI SURABAYA Arini Putri Rahayu Program Studi S1 Pendidikan Akuntansi, Jurusan Pendidikan Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Surabaya
[email protected] Luqman Hakim Program Studi S1 Pendidikan Akuntansi, Jurusan Pendidikan Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Surabaya
[email protected]
ABSTRAK Pemanfaatan perkembangan teknologi perlu diterapkan pada kegiatan pembelajaran, evaluasi pembelajaran maupun kegiatan pengayaan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Surabaya. Peserta didik yang telah mencapai atau melampaui ketuntasan belajar memerlukan media pengayaan berbasis komputer yang dapat memotivasi peserta didik untuk mengembangkan kompetensi pengetahuan yang telah dimilikinya secara mandiri dan menyenangkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan permainan bingo sebagai media pengayaan mata pelajaran akuntansi perusahaan jasa SMK Negeri di Surabaya yang teruji layak digunakan dalam kegiatan pengayaan dan memperoleh respon positif dari peserta didik. Pengembangan permainan bingo menggunakan model Analysis-Design-Development-Implementation-Evaluation (ADDIE). Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah lembar telaah dan lembar validasi ahli materi, lembar telaah dan lembar validasi ahli media, dan angket respon peserta didik, Permainan bingo diuji coba kepada 30 peserta didik kelas X jurusan akuntansi SMK Negeri di Surabaya. Hasil validasi pengembangan permainan bingo dari ahli materi dan ahli media memperoleh rata-rata persentase sebesar 88% dan 89% dengan kriteria sangat layak maka perolehan rata-rata persentase secara keseluruhan dari para ahli sebesar 88,5% dengan kriteria sangat layak. Sedangkan, hasil angket respon peserta didik memperoleh rata-rata persentase sebesar 93% dengan kriteria sangat baik. Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa permainan bingo sebagai media pengayaan mata pelajaran akuntansi perusahaan jasa SMK Negeri di Surabaya sangat layak untuk dimanfaatkan dalam kegiatan pengayaan dan memperoleh respon sangat baik dari peserta didik. Kata Kunci : Media Pengayaan, Permainan Bingo, Akuntansi Perusahaan Jasa. PENDAHULUAN Pembelajaran di sekolah saat ini menggunakan pendekatan saintifik (scientific approach), yaitu pembelajaran yang menggunakan proses berpikir ilmiah dimana dapat dijadikan sebagai jembatan untuk perkembangan sikap, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik. Perkembangan tersebut merupakan tujuan dari adanya pembelajaran. Tercapai atau tidaknya suatu tujuan pembelajaran yang telah direncanakan oleh guru pada awal Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
115
pembelajaran dapat diukur dengan penilaian hasil belajar yaang dilakukan oleh guru (pendidik). Penilaian oleh pendidik dilakukan selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran untuk menilai kesiapan, proses, dan hasil belajar peserta didik yang mengarah pada ketercapaian kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan (Permendikbud, 2015:53).. Setelah guru melakukan penilaian hasil belajar peserta didik, guru dapat mengetahui jumlah peserta didik yang telah tuntas atau belum tuntas dalam menguasai suatu Kompetensi Dasar (KD) dengan membandingkan perolehan nilai peserta didik dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Kriteria tersebut ditentukan pada awal tahun pelajaran melalui musyawarah oleh satuan pendidikan yang disesuaikan dengan kondisi peserta didik pada suatu sekolah. Permendikbud (2015:53) menjelaskan bahwa peserta didik yang belum mencapai ketuntasan belajar akan diberikan pembelajaran remidial, sedangkan peserta didik yang telah mencapai atau melampaui ketuntasan belajar akan diberikan pembelajaran pengayaan. Pembelajaran remidial dan pengayaan diselenggarakan sebagai konsekuensi dari pembelajaran tuntas untuk setiap peserta didik pada seluruh kompetensi dasar pada setiap mata pelajaran. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti, kegiatan pengayaan di SMK Negeri yang mempunyai jurusan akuntansi di Surabaya masih belum memanfaatkan perkembangan teknologi. Peserta didik yang telah mencapai atau melampaui ketuntasan belajar hanya mengerjakan latihan soal yang diberikan oleh guru atau melakukan kegiatan belajar mandiri pada kegiatan pengayaan. Hal tersebut disebabkan oleh kurangnya media pengayaan yang dapat dimanfaatkan oleh peserta didik untuk mengisi waktu luang mereka ketika guru memberikan remidial untuk peserta didik yang belum mencapai ketuntasan belajar. Peserta didik memerlukan media pengayaan yang menyenangkan dan dapat dimanfaatkan secara mandiri tanpa harus dibimbing oleh guru dalam kegiatan pengayaan. Pengayaan dilakukan oleh guru untuk mengembangkan kompetensi yang telah dimiliki oleh peserta didik setelah mengikuti pembelajaran sehingga pada pembelajaran selanjutnya dapat memudahkannya untuk mempelajari materi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Weisskirch (2009), latihan yang dimodifikasi ke dalam permainan bingo dapat membantu peserta didik dalam mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya dan dapat meninjau kembali pengetahuan tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Robertson dan Howwels (dalam Divjak dan Tomic, 2011) mengatakan bahwa permainan berbasis komputer dapat meningkatkan antusias dan motivasi peserta didik dalam pembelajaran. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengembangan Permainan Bingo Sebagai Media Pengayaan Mata Pelajaran Akuntansi Perusahaan Jasa SMK Negeri di Surabaya”. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan produk berupa permainan bingo sebagai media pengayaan yang dapat mengembangkan kompetensi pengetahuan pada peserta didik secara mandiri. METODE Penelitian ini merupakan jenis penelitian dan pengembangan (Research and Development/R&D) yang menggunakan model pengembangan Analysis-DesignDevelopment-Implementation-Evaluation (ADDIE) yang dikembangkan oleh Grafinger
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
116
(dalam Moelenda, 2003). Dengan mengikuti lima tahapan yang terdiri dari tahap analisis, tahap desain, tahap pengambangan, tahap implementasi dan tahap evaluasi maka peneliti dapat menghasilkan permainan bingo sebagai media pengayaan mata pelajaran akuntansi perusahaan jasa SMK Negeri di Surabaya. Subjek uji coba dalam pengembangan permainan bingo sebagai media pengayaan terdiri dari ahli materi yaitu dua orang ahli materi selaku orang yang berkompeten di bidang akuntansi yaitu Ni Nyoman Alit Triani, SE., M.Ak selaku dosen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Surabaya dan Setyo Budiwati, S.Pd., M.Pd. selaku guru akuntansi SMK Negeri 1 Surabaya, ahli media yaitu Andi Kristanto, S.Pd., M.Pd selaku dosen Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Surabaya, dan 30 peserta didik kelas X SMK Negeri di Surabaya. Terdiri dari 10 peserta didik kelas X SMK Negeri 1 Surabaya, 10 peserta didik kelas X SMK Negeri 4 Surabaya, dan 10 peserta didik kelas X SMK Negeri 10 Surabaya. Jenis data yang akan diperoleh dalam penelitian pengembangan ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari hasil telaah permainan bingo sebagai media pengayaan berupa lembar telaah oleh ahli materi dan ahli media. Sedangkan, Data kuantitatif diperoleh dari hasil validasi (ahli materi dan ahli media) dan respon peserta didik yang kemudian dianalisis dengan teknik persentase. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar angket yang terdiri dari lembar angket terbuka yaitu lembar telaah para ahli (ahli materi dan ahli media) dan lembar angket tertutup yaitu lembar validasi para ahli (ahli materi dan ahli media) dan angket respon peserta didik. Lembar telaah para ahli dianalisis secara kualitatif, sedangkan lembar validasi para ahli dan angket respon peserta didik dianalisis secara kuantitatif. Data yang diperoleh berupa skor selanjutnya dihitung dan diinterpretasi dengan skala Likert. Permainan Bingo sebagai media pengayaan dikatakan layak jika rata-rata persentase dari lembar validasi memperoleh rata-rata 61% dan dikatakan baik jika rata-rata persentase dari angket respon peserta didik memperoleh rata-rata 61%. (Riduwan, 2015) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Hasil proses pengembangan permainan bingo sebagai media pengayaan telah melalui lima tahapan ADDIE. Pada tahap analisis peneliti dapat mengetahui masalah kinerja dan kebutuhan pada kegiatan pengayaan di SMK Negeri yang mempunyai jurusan akuntansi di Surabaya sehingga peneliti dapat merumuskan tujuan pembelajaran. Pada kegiatan pengayaan, peserta didik menggunakan latihan soal dari guru sebagai media pengayaan. Media tersebut kurang memotivasi peserta didik untuk belajar karena mereka akan merasa bosan ketika mengerjakan soal secara terus menerus. Peserta didik membutuhkan media pengayaan yang dapat memotivasinya untuk mengembangkan kompetensi pengetahuan yang telah dimilikinya secara mandiri. Peneliti merumuskan tujuan pembelajaran sesuai dengan silabus mata pelajaran akuntansi perusahaan jasa. Pada tahap desain, peneliti telah melakukan kegiatan perumusan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), merancang isi (soal dan materi) permainan bingo, Merancang naskah media (storyboard), dan aturan permainan bingo yang disertai dengan aturan skor.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
117
Tahap selanjutnya adalah tahap pengembangan dimana peneliti melakukan kegiatan pembuatan produk. Penyusunan permainan bingo sesuai dengan naskah media (storyboard) yang telah dibuat sebelumnya sehingga menghasilkan desain awal (draf I) permainan bingo. Kemudian draf I tersebut akan ditelaah oleh ahli materi dan ahli media. Peneliti melakukan perbaikan pada draf I sesuai dengan hasil telaah yang meliputi variabel kualitas isi dan tujuan, kualitas instruksional, dan kualitas teknis sehingga menghasilkan draf II permainan bingo. Kegiatan selanjutnya peneliti melakukan validasi terhadap draf II tersebut. Pada tahap implementasi, peneliti melakukan uji coba draf II permainan bingo kepada 30 peserta didik kelas X SMK Negeri di Surabaya. Uji coba tersebut bertujuan untuk mengetahui respon peserta didik mengenai permainan bingo sebagai media pengayaan mata pelajaran akuntansi perusahaan jasa. Tahap yang terakhir adalah tahap evaluasi yang bertujuan peneliti dapat mengetahui apakah produk yang dikembangkan sesuai dengan harapan atau tidak. Pada evaluasi akhir penelitian pengembangan ini, peneliti dapat mengetahui apakah permainan bingo yang dikembangkan layak atau tidak untuk dimanfaatkan sebagai media pengayaan berdasarkan analisis data pada lembar validasi ahli materi dan ahli media. Selain itu peneliti juga dapat mengetahui respon peserta didik terhadap permainan bingo dari analisis data pada angket respon peserta didik. Data yang diperoleh dari lembar validasi ahli materi menunjukkan rata-rata skor sebesar 88% dengan rincian pada variabel kualitas isi dan tujuan sebesar 86%, variabel kualitas instruksional sebesar 84%, dan variabel kualitas teknis sebesar 95%. Sedangkan data yang diperoleh dari lembar validasi ahli media menunjukkan rata-rata skor sebesar 89% dengan rincian pada variabel kualitas isi dan tujuan sebesar 90%, variabel kualitas instruksional sebesar 93%, dan variabel kualitas teknis sebesar 84%. Perolehan skor berdasarkan angket respon peserta didik menunjukkan rata-rata skor sebesar 93% dengan rincian pada variabel kualitas isi dan tujuan sebesar 94%, variabel kualitas instruksional sebesar 97%, dan variabel kualitas teknis sebesar 87%. Pembahasan Proses pengembangan pada penelitian ini mengikuti tahapan-tahapan pada model Analysis-Design-Development-Implementation-Evaluation (ADDIE). Pada tahap analisis terdiri dari tiga tahapan yaitu analisis kinerja, analisis kebutuhan dan tujuan pembelajaran. Hasil analisis kinerja pada penelitian ini menjelaskan bahwa kurangnya media pengayaan yang dapat dimanfaatkan oleh peserta didik untuk mengisi waktu luang mereka ketika guru memberikan remidial untuk peserta didik yang belum mencapai ketuntasan belajar. Mata pelajaran akuntansi perusahaan jasa merupakan materi dasar selain pengantar akuntansi yang harus dikuasai oleh peserta didik dalam pembelajaran. Mata pelajaran tersebut merupakan salah satu materi yang diujikan dalam Ujian Nasional teori kejuruan akuntansi sehingga peserta didik harus dapat menguasainya dengan baik. Hasil analisis kebutuhan pada penelitian ini dapat diketahui bahwa peserta didik yang telah mencapai atau melampaui ketuntasan belajar membutuhkan media pengayaan yang dapat meningkatkan kompetensi pengetahuannya secara mandiri dan menyenangkan. Selanjutnya pada tahap analisis ini
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
118
adalah merumuskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai peserta didik setelah memainkan permainan bingo. Perumusan tujuan pembelajaran dalam penelitian ini disesuaikan dengan silabus mata pelajaran akuntansi perusahaan jasa. Tahap Desain dimulai dari perumusan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang bertujuan untuk mengetahui alokasi waktu yang dapat dimanfaatkan guru dan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran, penilaian maupun pembelajaran remidial/pengayaan. Kemudian peneliti membuat kisi-kisi soal yang dapat memudahkannya untuk merancang isi (soal dan materi) permainan bingo. Perumusan soal dan materi disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan sebelumnya. Kegiatan selanjutnya adalah merancang naskah media (storyboard) permainan bingo. Naskah media berisi tentang bagian permainan bingo yang terdiri dari halaman pembuka, halaman menu, dan halaman penutup. Halaman menu terdiri dari menu start game, menu profil, menu tujuan pembelajaran, dan menu help. Berdasarkan hasil telaah oleh ahli media terdapat tambahan menu yaitu menu KD dan Indikator yang akan berisi Kompetensi Dasar dan Indikator yang akan dipelajari oleh peserta didik ketika memainkan permainan bingo. Peneliti juga merumuskan aturan permainan bingo yang disertai dengan aturan skor yang diperoleh pemain. Aturan permainan ini disajikan pada buku bahan penyerta dan pada permainan bingo setelah pemain mengisi identitas pemain. Pada tahap pengembangan, peneliti mengimplementasikan tahap desain hingga menghasilkan draf I permainan bingo. Pembuatan permainan bingo sesuai dengan storyboard permainan bingo yang telah dirumuskan sebelumnya. Peneliti menggunakan software Netbeans dengan bahasa pemrograman java yang kemudian disimpan dalam format file .jar. Pembuatan desain dalam permainan bingo menggunakan aplikasi CorelDRAW X6 dan Photoshop CS4. Setelah draf I permainan bingo selesai maka peneliti melakukan telaah oleh ahli materi dan ahli media terhadap draf I tersebut. Peneliti memperbaiki draf I permainan bingo sesuai komentar dan saran dari para ahli sehingga menghasilkan draf II permainan bingo yang selanjutnya akan divalidasi oleh ahli materi dan ahli media. Hasil dari lembar validasi para ahli terhadap draf II permainan bingo akan dianalisis oleh peneliti secara kuantitatif. Tahap Implementasi, draf II permainan bingo yang merupakan hasil dari perbaikan draf I akan diuji coba kepada 30 peserta didik kelas X jurusan akuntansi SMK Negeri di Surabaya yang terdiri dari 10 peserta didik SMK Negeri 1 Surabaya, 10 peserta didik SMK Negeri 4 Surabaya, dan 10 peserta didik SMK Negeri 10 Surabaya. Pemilihan jumlah peserta didik sebagai subjek uji coba sesuai dengan pernyataan Borg dan Gall dalam putra (2012:121) yang mengatakan bahwa uji coba lapangan yang dilakukan pada 3-5 sekolah maka jumlah subjeknya sebesar 30-80 subjek. Uji coba permainan bingo bertujuan untuk mengetahui respon peserta didik terhadap permainan bingo sebagai media pengayaan mata pelajaran akuntansi perusahaan jasa SMK Negeri di Surabaya. Pelaksanaan uji coba diawali dengan pengenalan identitas peneliti dan tujuan dari uji coba, kemudian peserta didik memainkan permainan bingo dan mengisi angket respon peserta didik yang telah disediakan oleh peneliti. Hasil dari angket respon peserta didik terhadap permainan bingo akan dianalisis oleh peneliti secara kuantitatif.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
119
Tahap terakhir penelitian ini yaitu tahap evaluasi bertujuan untuk mengetahui apakah permainan bingo yang dikembangkan layak atau tidak untuk dimanfaatkan sebagai media pengayaan berdasarkan analisis data pada lembar validasi ahli materi dan ahli media. Selain itu peneliti juga dapat mengetahui respon peserta didik terhadap permainan bingo dari analisis data pada angket respon peserta didik. Layak atau tidaknya permainan bingo dapat diketahui dari penilaian oleh dua validator materi dan seorang validator media pada lembar validasi materi dan lembar validasi media. Lembar validasi materi terdiri dari tiga variabel yang dinilai yaitu variabel kualitas isi dan tujuan, variabel kualitas instruksional, dan variabel kualitas teknis. Pada variabel kualitas isi dan tujuan memperoleh rata-rata persentase kelayakan sebesar 86% yang termasuk ke dalam kriteria “sangat layak”. Persentase kelayakan 81% termasuk ke dalam kriteria sangat layak (Riduwan, 2015). Artinya, materi dan soal yang terdapat pada permainan bingo telah memenuhi indikator-indikator pada variabel kualitas isi dan tujuan dalam lembar validasi yang telah ditentukan. Indikator tersebut meliputi penyajian soal dan materi sesuai dengan indikator yang mengacu pada kompetensi dasar pada silabus akuntansi perusahaan jasa, materi dan soal yang disajikan dapat mengembangkan kompetensi pengetahuan peserta didik, kelengkapan materi yang disajikan dalam media, dan tipe soal yang disajikan sesuai dengan situsi peserta didik. Pada variabel kualitas insruksional memperoleh rata-rata persentase kelayakan sebesar 84% yang termasuk ke dalam kriteria “sangat layak”. Persentase kelayakan 81% termasuk ke dalam kriteria sangat layak (Riduwan, 2015). Artinya, soal dan pilihan jawaban yang terdapat pada permainan bingo telah memenuhi indikator-indikator pada variabel kualitas insruksional dalam lembar validasi yang telah ditentukan. Indikator tersebut meliputi, soal yang disajikan dapat mendorong peserta didik untuk berpikir kritis, soal dirumuskan dengan jelas dan tepat, soal tidak memberi petunjuk yang mengarah ke kunci jawaban, soal tidak mengandung pernyataan bersifat negatif ganda, pilihan jawaban tidak memberi petunjuk ke arah kunci jawaban. Pada variabel kualitas teknis memperoleh rata-rata persentase kelayakan sebesar 95% yang termasuk ke dalam kriteria “sangat layak”. Persentase kelayakan 81% termasuk ke dalam kriteria sangat layak (Riduwan, 2015). Artinya, penggunaan bahasa dalam penyusunan soal yang terdapat pada permainan bingo telah memenuhi indikator-indikator pada variabel kualitas teknis. Indikator tersebut meliputi bahasa yang digunakan sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) dan mudah dipahami oleh peserta didik. Berdasarkan skor validasi dari ketiga variabel diatas dapat diketahui rata-rata skor kelayakan permainan bingo sebagai media pengayaan mata pelajaran akuntansi perusahaan jasa SMK Negeri di Surabaya dari ahli materi sebesar 88% yang termasuk ke dalam kriteria “sangat layak”. Persentase kelayakan 81% termasuk ke dalam kriteria sangat layak (Riduwan, 2015). Hal ini dapat disimpulkan bahwa materi dan soal yang terdapat pada permainan bingo sangat layak untuk dimanfaatkan sebagai media pengayaan peserta didik. Pada lembar validasi media terdapat tiga variabel yang dinilai oleh validator yaitu variabel kualitas isi dan tujuan, kualitas instruksional, dan kualitas teknis. Pada variabel kualitas isi dan tujuan memperoleh rata-rata persentase kelayakan sebesar 90% yang
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
120
termasuk ke dalam kriteria “sangat layak”. Persentase kelayakan 81% termasuk ke dalam kriteria sangat layak (Riduwan, 2015). Artinya, permainan bingo telah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dan konsep permainan sudah tepat untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pada variabel kualitas insruksional memperoleh rata-rata persentase kelayakan sebesar 93% yang termasuk ke dalam kriteria “sangat layak”. Persentase kelayakan 81% termasuk ke dalam kriteria sangat layak (Riduwan, 2015). Artinya, konsep permainan bingo dapat membantu peserta didik untuk belajar secara mandiri. Selain itu, unsur audio, tampilan materi dan tampilan soal dapat emmotivasi peserta didik untuk belajar karena konsep permainan bingo mendorong peserta didik belajar sambil bermain. Pada variabel kualitas teknis memperoleh rata-rata persentase kelayakan sebesar 84% yang termasuk ke dalam kriteria “sangat layak”. Persentase kelayakan 81% termasuk ke dalam kriteria sangat layak (Riduwan, 2015). Artinya, tampilan pada permainan bingo dari segi desain, warna background, pemilihan huruf, hingga pengaturan tata letak isi sudah tepat. Selain itu, permainan bingo mudah untuk diinstal dan pengoperasiannya sesuai dengan petunjuk. Berdasarkan skor validasi dari ketiga variabel diatas dapat diketahui rata-rata skor kelayakan permainan bingo sebagai media pengayaan mata pelajaran akuntansi perusahaan jasa SMK Negeri di Surabaya dari ahli media sebesar 89% yang termasuk ke dalam kriteria “sangat layak”. Persentase kelayakan 81% termasuk ke dalam kriteria sangat layak (Riduwan, 2015). Hal ini dapat disimpulkan bahwa permainan bingo sangat layak untuk dimanfaatkan sebagai media pengayaan peserta didik. Perolehan rata-rata skor validasi secara keseluruhan dari para ahli sebesar 88,5% yang termasuk ke dalam kriteria “sangat layak”. Artinya, permainan bingo dari segi isi (materi dan soal) dan media sangat layak untuk dapat dimanfaatkan sebagai media pengayaan. Hasil angket respon peserta didik memperoleh rata-rata persentase sebesar 93% yang termasuk dalam kriteria “sangat baik”. Persentase 81% termasuk ke dalam kriteria sangat baik (Riduwan, 2015). Artinya, permainan bingo sebagai media pengayaan mata pelajaran akuntansi perusahaan jasa SMK Negeri di Surabaya memperoleh respon yang sangat baik dari peserta didik dari tiga variabel yang dinilai pada angket. Variabel tersebut adalah variabel kualitas isi dan tujuan, kualitas instruksional, dan kualitas teknis. Pada variabel kualitas isi dan tujuan memperoleh rata-rata persentase kelayakan sebesar 94% yang termasuk dalam kriteria “sangat baik”. Persentase 81% termasuk ke dalam kriteria sangat baik (Riduwan, 2015). Artinya, menurut peserta didik permainan bingo yang dikembangkan oleh peneliti kreatif dan inovatif. Selain itu, media pengayaan berupa permainan bingo lebih menarik dan menyenangkan dari media pengayaan yang digunakan saat ini. Pada variabel kualitas instruksional memperoleh rata-rata persentase kelayakan sebesar 97% yang termasuk dalam kriteria “sangat baik”. Persentase 81% termasuk ke dalam kriteria sangat baik (Riduwan, 2015). Artinya, menurut peserta didik penyajian materi dan soal pada permainan bingo dapat meningkatkan pengetahuan peserta didik, serta permainan bingo dapat memotivasi peserta idik untuk belajar. Pada variabel kualitas teknis memperoleh rata-rata persentase kelayakan sebesar 87% yang termasuk dalam kriteria Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
121
“sangat baik”. Persentase 81% termasuk ke dalam kriteria sangat baik (Riduwan, 2015). Artinya, menurut peserta didik aplikasi permainan bingo dapat dioperasikan dengan mudah dan sesuai dengan petunjuk penggunaan media yang tersedia. Desain, background dan perpaduan warna dalam tampilan permainan bingo menarik. Musik pengiring pada permainan bingo juga tidak mengganggu peserta didik saat memainkannya. Berdasarkan pembahasan diatas dapat diketahui bahwa permainan bingo sebagai media pengayaan mata pelajaran akuntansi SMK Negeri di Surabaya sangat layak untuk dimanfaatkan dalam pembelajaran pengayaan dengan perolehan rata-rata skor 88% dari lembar validasi ahli materi dan 89% dari lembar validasi ahli media sehingga rata-rata keseluruhan skor validasi dari para ahli sebesar 88,5%. Selain itu, permainan bingo memperoleh respon sangat baik dari peserta didik dengan perolehan rata-rata skor 93% dari angket respon peserta didik. Hasil penelitian tersebut relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh Khikmatun (2015) yang menghasilkan produk berupa multimedia pada materi sistem koloid sebagai media pengayaan untuk peserta didik SMK/MAK. Penilaian dari lima reviewer mengatakan bahwa produk yang dikembangkan memenuhi kriteria kualitas sangat baik. PENUTUP Simpulan Proses pengembangan permainan bingo sebagai media pengayaan mata pelajaran akuntansi perusahaan jasa SMK Negeri di Surabaya pada penelitian pengembangan ini menggunakan model Analysis-Design-Development-Implementation-Evaluation (ADDIE). Kelayakan permainan bingo sebagai media pengayaan mata pelajaran akuntansi perusahaan jasa SMK Negeri di Surabaya adalah sangat layak berdasarkan hasil validasi oleh ahli materi dan ahli media. Isi (materi dan soal) dan media pada permainan bingo sangat layak untuk dimanfaatkan sebagai media pengayaan pada pembelajaran pengayaan. Respon peserta didik terhadap permainan bingo sebagai media pengayaan mata pelajaran akuntansi perusahaan jasa SMK Negeri di Surabaya adalah sangat baik Permainan bingo memperoleh respon sangat baik dari peserta didik untuk dimanfaatkan sebagai media pengayaan pada pembelajaran pengayaan. Saran Berdasarkan simpulan di atas, maka saran yang berkaitan dengan penelitian pengembangan yang telah dilakukan adalah peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian eksperimen terhadap permaian bingo agar dapat megetahui efektivitas permainan bingo yang dimanfaatkan sebagai media pengayaan. Permainan bingo yang dikembangkan pada penelitian pengembangan ini hanya sebatas pada KD 3 (pengaruh transaksi keuangan terhadap perubahan akun-akun) dan KD 4 (jurnal umum) mata pelajaran akuntansi perusahaan jasa. Oleh sebab itu, peneliti selanjutnya dapat mengembangkan untuk matersi yang lain dengan variasi aturan permainan dan bentuk soal. .
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
122
DAFTAR PUSTAKA Divjak, Blazenka and Tomic, Damir. 2011. The Impact of Game Based Learning On The Achievement of Learning Goals and Motivation for Learning Mathematics-Literature Review. Journal of Information and Organizational Sciences. Vol 35, No. 1. Khikmatun, Miarti Nais. 2015. Multimedia Pengayaan Kimia Materi Sistem Koloid untuk Peserta Didik SMK/MAK. Jurnal Universitas Negeri Yogyakarta Pendidikan Kimia. Vol. 4, No. 8. Molenda, Michael. 2003. In Search of the Elusive ADDIE Model. Journal Performance Improvement. Vol. 42, No. 5. Permendikbud. (2015). Jurnal Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2015 Tentang Panduan Penilaian pada Sekolah Menengah Kejuruan. Riduwan. 2015. Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta. Weisskirch, Robert S. 2009. Playing Bingo to Review Fundamental Concepts In Advanced Courses. International Journal For Scholarship of Teaching and Learning. Vol 3, Number 1.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
PENGGUNAAN COST-VOLUME-PROFIT ANALYSIS (CVP ANALYSIS) UNTUK MERENCANAKAN LABA PADA PT. MASSINDO SOLARIS NUSANTARA Ardiansyah Program Studi Pascasarjana Pendidikan Ekonomi UNESA,
[email protected] Denis satya wardana Program Studi Pascasarjana Pendidikan Ekonomi UNESA,
[email protected] Dodi ragil tri suprapto Program Studi Pascasarjana Pendidikan Ekonomi UNESA,
[email protected]
ABSTRAK Penelitian yang berjudul “ Penggunaan Cost-Volume-Profit Analysis (CVP Analysis) untuk Merencanakan Laba pada PT. Massindo Solaris Nusantara bertujuan untuk: (a) Untuk mengetahui proses penentuan laba yang ingin dicapai oleh PT. Massindo Solaris Nusantara; (b) Untuk mengetahui penggunaan CVP Analysis dalam perencanaan laba agar dapat mengoptimalkan laba di PT. Massindo Solaris Nusantara. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif karena bertujuan menggambarkan kondisi dan permasalahan objek penelitian dengan menggunakan data-data perusahaan dalam bentuk formula keuangan atau angka untuk memudahkan mendeskripsikan dan mempresentasikan hasil penelitian ini. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa CVP Analysis menunjukkan, jika perusahaan menggunakan harga jual Rp.1.730.000/unit dengan volume penjual 4.000 uint maka akan mendapatkan laba sebesar Rp. 917.706.500 atau 15,3% dari biaya produksi total. Kata Kunci : Cost, Volume, Laba PENDAHULUAN Akhir - akhir ini perubahan dalam lingkungan bisnis berlangsung dengan drastis dan sangat cepat. Persaingan bisnis menjadi sangat ketat dan hanya perusahaan yang menjual produk dengan kualitas tinggi dengan harga terendah yang dapat memenangkan persaingan. Persaingan global telah meningkatkan standart kinerja dalam berbagai dimensi, seperti kualitas, biaya produksi, serta operasi yang lancar. Standart tersebut tidak statis sehingga membutuhkan pengembangan lebih lanjut oleh perusahaan dan pekerjanya. Persaingan di tingkat dunia hanya dapat dimasuki oleh perusahaan yang fleksibel dalam memenuhi kebutuhan konsumen. Fleksibilitas merupakan tuntutan pasar yang senantiasa menghendaki perusahaan mampu menghasilkan produk dan jasa sesuai kebutuhan konsumen yang selalu berubah. Fleksibilitas menuntut manajemen perusahaan secara berkelanjutan melakukan perbaikan manfaat dalam produk dan jasa bagi konsumen. Kemampuan perusahaan menyesuaikan
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
124
dengan cepat pada perubahan kebutuhan konsumen menjadi kunci keberhasilan perusahaan dalam menempatkan diri selangkah lebih maju dari pesaingnya. Biaya menjadi faktor penting dalam menjamin kemenangan perusahaan dalam persaingan di pasar. Konsumen akan memilih produsen yang mampu menghasilkan produk dan jasa yang memiliki mutu tinggi dengan harga yang murah. Tentunya penetapan harga yang murah harus ditetapkan dengan berbagai pertimbangan tanpa harus mengurangi laba perusahaan. Manajer perusahaan harus dapat membuat perencanaan secara terpadu atas semua aktivitas yang akan dilakukan dalam upaya mencapai laba yang diharapkan. Besarnya laba yang diperoleh perusahaan biasanya digunakan sebagai tolok ukur sukses atau tidaknya manajemen dalam mengelola perusahaannya. Besar kecil laba dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu harga jual produk, biayabiaya yang dikeluarkan dan penjualan. Oleh sebab itu seorang manajer harus bisa memahami, mengetahui dan mengkombinasikan faktor-faktor tersebut agar mendapat laba yang optimal. Sedangkan di dalam usaha untuk meningkatkan laba, perusahaan harus dapat mengendalikan biayabiaya yang mungkin terjadi sehubungan dengan barang, mulai dari barang dibuat sampai barang jadi yang dijual. Perencanaan laba itu berhubungan dengan volume penjualan, hasil penjualan, biaya produksi serta biaya operasi perusahaan. Apabila kondisi perusahaan dan perekonomian mengalami perubahan, maka perlu dilakukan analisis dalam merealisasikan laba yang telah direncanakan agar tidak menyimpang dari teknik perencanaan yang digunakan. Teknik perencanaan yang dapat digunakan adalah dengan analisis biaya-volume-laba. Dimana analisis ini menekankan pada keterkaitan antara biaya, jumlah yang dijual, dan harga. PT. Massindo Solaris Nusantara merupakan perusahaan manufaktur yang bergerak dalam bidang produksi spring bed, yaitu memproduksi matras (spring bed) dan memasarkan sendiri produksinya. Perusahaan ini baru berdiri pada tahun 2003, yang bermula dari memproduksi kursi plastik. Akan tetapi perusahaan mengalami kerugian dan kalah bersaing dengan perusahaanperusahaan sejenis di pasar, sehingga perusahaan ini gulung tikar. Baru pada tahun 2005 perusahaan ini mulai bangkit dengan mencoba untuk memproduksi spring bed. Sebagai perusahaan yang baru merintis produksi spring bed pada tahun 2005, PT. Massindo Solaris Nusantara berusaha untuk meraih pasar terlebih dahulu daripada memperoleh laba maksimal. Kebijakan ini dikarenakan banyak perusahaan yang berdiri di bidang yang sama. Pada tahun 2008 PT. Massindo Solaris Nusantara mengeluarkan sebuah produk spring bed baru yaitu dengan merk SUPER STAR dengan harapan agar dapat menambah variasi dari produk spring bed dan juga dapat memperluas pasar. Akan tetapi berdasarkan data yang diperoleh, perusahaan justru mengalami kerugian setiap tahun. Oleh karena itu perusahaan perlu menganalisa dan meninjau kembali kebijakan manajemen terutama yang berkaitan dengan perencanaan penjualan. Dari data diatas menunjukkan bahwa perusahaan mengalami kerugian yang semakin naik dari beberapa periode. Kerugian yang paling besar terjadi pada tahun 2011 dikarenakan terjadi penurunan volume penjualan secara drastis. Pada tahun 2011 volume penjualan perusahaan belum mencapai kapasitas produksi perusahaan yang ditentukan sebesar 4000 unit, sehingga biaya produksi kurang efisien.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
125
Tabel 1. Laporan Penjualan PT. Massindo Solaris Nusantara Tahun 2008-2011 Harga Volume Pendapatan Laba/Rugi Jual/Unit Penjualan Penjualan Kotor Tahun (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) 2008 1.244.00 1.050 2009 1.265.000 2.060 2010 1.405.000 2.750 2011 1.730.000 1.950 Sumber : PT. Massindo Solaris Nusantara
1.306.200.000 2.605.900.000 3.863.750.000 3.373.500.000
(310.355.000) (416.339.500) (168.000.000) (312.861.500)
Kerugian yang dialami bukan hanya dari volume penjualan yang belum mencapai kapasitas normal produksi, tetapi juga karena penentuan harga jual perusahaan yang belum maksimal. Oleh karena itu PT. Massindo Solaris Nusantara harus dapat memperbaiki laba perusahaan yaitu dengan cara memperbaiki rencana penjualan, kemudian setelah itu biaya operasional perusahaan karena biaya operasional perusahaan merupakan faktor penting dalam upaya mencapai laba optimal. Salah satu alat yang dapat digunakan untuk perencanaan laba adalah Cost-VolumeProfit Analysis (CVP Analysis) yang menganalisa tiga komponen pembentuk laba. Sehingga dapat digunakan untuk membantu perusahaan menganalisa pengaruh perubahan salah satu komponen pembentuk laba terhadap perolehan laba. Dengan menggunakan CVP Analysis perusahaan dapat merencanakan harga jual yang optimal dengan memperhitungkan dari biaya variabel dan biaya tetap perusahaan, sehingga dapat mengetahui harga jual yang tepat sesuai dengan biaya operasional yang dikeluarkan. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis terdorong untuk mengadakan penelitian yang berjudul “ Penggunaan Cost-Volume-Profit Analysis (CVP Analysis) untuk Merencanakan Laba pada PT. Massindo Solaris Nusantara ”. Berdasarkan pemaparan diatas maka tujuan penelitian ini antara laian : (a) Untuk mengetahui proses penentuan laba yang ingin dicapai oleh PT. Massindo Solaris Nusantara; (b) Untuk mengetahui penggunaan CVP Analysis dalam perencanaan laba agar dapat mengoptimalkan laba di PT. Massindo Solaris Nusantara. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif karena bertujuan menggambarkan kondisi dan permasalahan objek penelitian dengan menggunakan data-data perusahaan dalam bentuk formula keuangan atau angka untuk memudahkan mendeskripsikan dan mempresentasikan hasil penelitian ini. HASIL DAN PEMBAHASAN PT Massindo Solaris Nusantara adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang pembuatan furniture dan matras. PT. Massindo Solaris Nusantara berdiri pada tahun 2002 yang pada awalnya hanya memproduksi kursi plastik, perusahaan ini dipimpin Direktur
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
126
utama yaitu Bapak Jefri. Pada awal pendirian lokasi perusahaan terletak di Surabaya dengan status sewa karena belum memiliki area pabrik sendiri. Perusahaan memproduksi kursi plastik berjalan selama 3 tahun, namun karena kurang menguntungkan dari segi pendapatan maka pada tahun 2005 memulai untuk produksi matras. Dengan berkembangnya usaha matras yang dilakukan oleh PT. Massindo Solaris Nusantara maka pada tahun 2005 PT. Massindo Solaris Nusantara memindah lokasi perusahaan di JL. BY Pass Krian KM 33,3 Sidoarjo, dengan status milik perusahaan sendiri. Selama proses kegiatan observasi dan pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis di PT. Massindo Solaris Nusantara, diperoleh data-data yang diperlukan untuk melakukan penelitian dan analisa Data-data tersebut adalah : a. Laporan Penjualan Perusahaan Data Laporan Penjualan ditampilkan untuk diolah dengan maksud mengetahui peningkatan penjualan, pendapatan penjualan dan laba rugi perusahaan dalam beberapa periode. Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data pada periode tahun 2008 sampai dengan periode tahun 2011. Data tersebut secara rinci disajikan sebagai berikut : Tabel 2 : Laporan Penjualan PT. Massindo Solaris Nusantara Tahun Volume Laba/Rugi Harga Pendapatan Penjualan Operasi Jual/Unit (Rp) Penjualan (Unit) (Rp) 2008 1.244.000 1.050 2009 1.265.000 2060 1.306.200.000 (310.355.000) 2010 1.405.000 2750 2.605.900.000 (416.339.500) 2011 1.730.000 1950 3.863.750.000 (168.000.000) 3.373.500.000 (512.861.500) Sumber : PT. Massindo Solaris Nusantara Tabel di atas menunjukkan bahwa volume penjualan dan pendapatan mengalami peningkatan setiap tahunnya, hanya tahun 2011 yang mengalami penurunan yang drastis. Walaupun mengalami peningkatan tiap tahunnya PT. Massindo Solaris Nusantara masih mengalami kerugian. Kondisi ini disebabkan oleh harga jual yang ditetapkan belum cukup optimal sehingga tidak cukup untuk menutup kebutuhan biaya perusahaan karena pada periode tersebut perusahaan menerapkan strategi meraih pasar terlebih dahulu dengan menetapkan harga jual yang rendah. Penyebab lainnya adalah perusahaan masih menggunakan sebagian dana untuk investasi dengan penambahan aktiva yang mendukung operasional dan proses produksi. b. Perincian Biaya Produksi Total Tahun 2011 yang dugunakan Perusahaan Dalam pembahasan data ini digunakan untuk menghitung volume penjualan impas untuk periode tahun 2011 dan perencanaan di tahun 2012. Data ini diperoleh dari perusahaan sehingga seperti tampak pada tabel 4.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
127
Tabel 3 : Perincian Biaya Produksi Total Tahun 2011 untuk 4.000 unitPT. Massindo Solaris Nusantara BIAYA VARIABEL: Biaya Bahan Busa 417.130.000 Baku Per 420.760.000 Kain 121.560.000 Benang 87.820.000 1.047.270.000 Gaji Produksi 69.300.000 BTKL Solar 211.928.000 281.228.000 BOP: Biaya Prod. Variabel 1.328.498.000 Biaya Adm & Listrik 293.000.000 Umum P.Alat Pabrik 120.000.000 P.Bangunan 11.250.000 Perbaikan Mesin 255.840.000 690.090.000 4.128.000 4.128.000 Biaya Pemasaran Biaya Non Prod. Varia bel 684.218.000 TOTAL BIAYA VARIABEL 2.012.716.000 BIAYA TETAP: BOP: Gaji 712.444.369 Gaji Dept.Busa&Per 59.750.000 Gaji Dept.Produksi Kasur 58.450.000 Lembur Beban Listrik & maintenance 247.800.000 Pemakaian Pers.Busa &Per 58.308.000 Pemakaian Pers. Listrik 73.545.545 Pemakaian Pers. Mekanik 77.645.379 Pemakaian Pers Produksi 49.188.167 Penyusutan Alat 78.239.150 Penyusutan Bangunan 64.120.342 Penyusutan Dept. Busa&Per 54.140.397 Pem&Perbaikan Mesin 29.455.525 Biaya Pengepakan 875.000 Ongkos Angkut 4.728.380 1.568.690.254 Biaya Adm & Listrik 73.188.715 Umum Penyusutan Alat 89.826.446 Penyusutan Busa&Per 13.120.866 Gaji 16.637.741 Biaya Adm & Umum Lain 104.318.567 2977.092.335 Biaya Pemasaran 7.862.911 7.862.911 TOTAL BIAYA TETAP 1.873.645.500 TOTAL HPP 3.886.361.500 Sumber : PT. Massindo Solaris Nusantara Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
128
Pada pembahasan ini dilakukan beberapa proses analisa yang dilakukan, berikut langkahlangkah pembahasan dan analisa data : a. Mendeskripsikan Perencanaan Laba di PT. Massindo Solaris Nusantara PT. Massindo Solaris Nusantara menetapkan laba berdasarkan persentase yaitu sebesar 20% dari biaya produksi total. Perusahaan ini menetapkan sebesar 20% dari biaya produksi total didasarkan dengan asumsi 10% dari perolehan laba digunakan untuk antisipasi perubahan produk, biaya dan teknologi yang sering terjadi pada tiap periode sebagai akibat dari perubahan-perubahan yang terjadi dalam pasar, misalnya karena inflasi, persaingan bisnis, perkembangan teknologi dan kebijakan yang diberlakukan oleh pemerintah yang nantinya bisa mempengaruhi biaya operasional produksi. Biaya operasional diasumsikan mengalami kenaikan 5% tiap periode dan 5% dari perolehan laba digunakan senagai cadangan modal atau sebagai laba ditahan. Untuk mendukung perencanaan laba perusahaan, perlu dibuat rencana penjualan. Oleh karena itu PT. Massindo Solaris Nusantara membuat rencana penjualan yang diasumsikan dari tahun 2011 ke tahun 2012 mengalami kenaikan penjualan rata-rata pertahun yaitu 33,54% dari volume penjualan sebelumnya. Harga jual yang diasumsikan mengalami peningkatan 10% dan biaya-biaya produksi diasumsikan mengalami peningkatan rata-rata 10% tiap periode, Diketahui bahwa pendapatan penjualan yang diharapkan adalah sebesar Rp. 4.955.412.000 dengan kenaikan volume penjualan dari 1.950 menjadi 2.604 dan harga yang diasumsikan naik 10% yaitu menjadi Rp.1.903.000. Biaya perusahaan berdasarkan asumsi yang telah dibuat mengalami peningkatan menjadi Rp. 4.274.997.651 dengan perincian biaya tetap menjadi Rp. 2.061.010.051dan biaya variabel berubah menjadi Rp. 2.213.987.600. Serta laba yang diharapkan perusahaan diketahui sebesar Rp. 680.414.349. Data di atas menunjukkan laba yang diharapkan belum mampu mencapai target laba yang diharapkan oleh perusahaan. Oleh sebab itu diperlukan adanya perbaikan agar perusahaan tidak mengalami kerugian seperti periode-periode sebelumnya. b. Mendeskripsikan Penggunaan CVP Analysis di PT. Massindo Solaris Nusantara 1. Menghitung Volume Penjualan Impas Periode Tahun 2011 Berdasarkan data-data yang telah disajikan, penulis akan membuat analisa titik impas yang selanjutnya disebut BEP dalam unit dan rupiah untuk tahun 2011. Pada proses ini diharapkan dapat diketahui titik impas yang menunjukkan tingkat pendapatan yang harus dicapai dan berapa unit yang harus terjual agar perusahaan tidak rugi dan juga tidak laba. Sehingga dapat diketahui gambaran kondisi penjualan perusahaan sebelum menggunakan Analisa Titik Impas dan setelah menggunakan Analisa Titik Impas Berikut ini adalah perhitungannya :
BEP(Rp)
Biaya Tetap 1- Biaya Variabel Penjualan
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
Rp 1.873.645.500 = 1- Rp 2.012.716.000 Rp 3.373.500.000
129
= =
BEP(Unit) =
Rp. 1.873.645.500 0,4 Rp. 4.684.113.750
Biaya Tetap Harga Jual / Unit – Biaya Variabel / Unit
=
Rp 1.873.645.500 Rp 1.730.000 – Rp 1.032.162
Rp 1.873.645.500 = Rp 697.838 = 2.685 Berdasarkan analisa titik impas diatas diketahui bahwa dengan harga jual Rp 1.730.000 pada volume penjualan 2.685 unit atau pendapatan sebesar Rp. 4.645.050.000 perusahaan tidak mendapat laba dan juga tidak mengalami kerugian (impas). Maka jika perusahaan menginginkan laba, harus dapat menjual di atas 2.685 unit. Berdasarkan fakta pada periode tersebut penjualan hanya mencapai 1.950 unit, sedangkan kapasitas normal perusahaan adalah 4.000 unit. Dengan volume penjualan yang berada jauh di bawah kapasitas normal menunjukkan adanya kapasitas menganggur yang menyebabkan pemborosan biaya yang tidak efisien. Dari proses analisa ini ditemukan dua permasalahan yang menyebabkan kerugian, yaitu : a) Volume penjualan yang tidak memenuhi kapasitas normal perusahaan sehingga pemanfaatan biaya tetap tidak efisien. b) Harga jual yang belum optimal sehingga pendapatan penjualan tidak mampu menutup biaya produksi total Maka untuk mencapai efisiensi biaya perusahaan harus mencapai volume penjualan sebesar kapasitas normal. 2. Menghitung Volume Penjualan pada Kapasitas Normal dengan Harga Jual Tetap Melalui CVP Analysis, penulis akan menganalisa pengaruh perubahan volume penjualan terhadap laba yang diperoleh. Volume penjualan yang dianalisa adalah volume penjualan pada kapasitas normal yaitu 4.000 unit dengan harga jual yang sudah ditetapkan perusahaan yaitu Rp. 1.730.000. Berikut perhitungannya : Rp. 1.730.000 (4000) = Rp. 1.873.645.500+ Rp. 1.032.162 (4000) + laba Rp. 6.920.000.000 = Rp. 1.873.645.500 + Rp. 4.128.648.000 + laba Rp. 6.920.000.000 = Rp. 6.002.293.500 + laba Laba = Rp. 917.706.500 = 15,3% dari biaya produksi total Laba yang diperoleh dengan kapasitas produksi normal adalah sebesar Rp. 917.706.500atau 15,3% dari biaya produksi total. Perolehan laba tersebut belum mencapai target laba perusahaan yang ditentukan 20% dari biaya produksi total. Dengan kapasitas produksi normal ternyata belumbisa mencapai target laba yang
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
130
ditentukan, maka perusahaan harus mencari alternatif lain agar dat mencapai target laba, salah satunya dengan memperhitungkan harga jual yang sesuai. 3. Menghitung Harga Jual untuk Volume Penjualan pada Kapasitas Normal Apabila perusahaan menginginkan tercapainya laba 20% pada volume penjualan 4000 unit, perusahaan harus menaikkan harga jualnya karena harga jual yang ditentukan sebelumnya belum bias mencapai target laba yang diharapkan. Target laba perusahaan dapat dihitung dengan cara sebagai berikut : 20% x Rp. 6.002.293.500 = Rp. 1.200.458.700 Berikut ini adalah cara perhitungan perubahan harga jual yang sesuai : (p) 4.000 unit = Rp. 6.002.293.500 + Rp. 1.200.458.700 (p) = Rp. 7.202.752.200 4.000 unit (p) = Rp. 1.800.688 Jadi harga jual yang sesuai pada kapasitas 4000 unit adalah Rp. 1.800.688 dan pendapatan penjualan yang diperoleh adalah Rp. 7.202.752.000 4. Perencanaan untuk tahun 2012 Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa tiap periode biaya-biaya produksi diasumsikan mengalami kenaikan sebesar 10%. Maka perencanaan laba pada tahun 2012 harus dihitung terlebih dahulu kenaikan biaya tetap dan biaya variabelnya sebagai berikut : Biaya Tetap : 10% x Rp. 1.873.645.500 = Rp. 187.364.550 Rp. 1.873.645.500 + Rp. 187.364.550 : Rp. 2.061.010.050 Untuk biaya variabel : Biaya Variabel /unit : 10% x Rp. 1.032.162 = Rp. 103.216 Rp. 1.032.162 + Rp. 103.216 : Rp. 1.135.378 Biaya Variabel Total : Rp. 1.135.378 x 4.000 unit : Rp. 4.541.512.000 Jika pada tahun 2012 volume penjualan diasumsikan tetap sebesar kapasitas normal yaitu 4.000 unit maka harga jual yang seharusnya pada penjualan impas adalah : (p) 4.000 unit = Rp. 2.061.010.050+ Rp. 4.541.512.000 (p) = Rp. 6.602.522.050 4.000 unit = Rp. 1.650.630 Sedangkan harga yang sesuai untuk mencapai target laba 20% dengan volume penjualan sebesar kapasitas normal adalah sebagai berikut : (p) 4.000 unit = Rp. 6.602.522.050 + laba (p) 4.000 unit = Rp. 6.602.522.050 + Rp. 1.320.504.410 (p) = Rp. 7.923.026.460 4.000 unit = Rp. 1.980.757
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
131
Dengan tingkat harga jual Rp. 1.980.757 pendapatan penjualan yang akan diterima adalah : Rp. 1.980.757x 4.000 unit = Rp. 7.923.028.000
5. Margin of Safety Setelah membuat target penjualan, perusahaan perlu berjaga-jaga apabila terjadi kemungkinan tidak tercapainya volume penjualan yang diharapkan. Oleh sebab itu digunakanlah perhitungan margin of safety untuk mengetahui batas terendah yang masih diperbolehkan bila volume penjualan tidak tercapai seperti yang diharapkan. Rumusnya adalah sebagai berikut : Margin of Safety = Total penjualan yang dianggarkan – Penjualan titik impas. Berikut ini adalah perhitungannya : Penjualan yang dianggarkan = Rp. 7.923.026.460 Penjualan titik impas = Rp. 6.602.522.050 Margin of Safety = Rp. 1.320.504.410 Dari perhitungan di atas dapat dihitung rasio Margin of Safety , berikut ini adalah perhitungannya : Margin of Safety = Rp. 1.320.504.410 Penjualan yang dianggarkan = Rp. 7.923.026.460 Rasio Margin of Safety = 16,67% Dari perhitungan di atas dapat diketahui bahwa perusahaan harus bias mempertahankan volume penjualan agar tidak mengalami penurunan hingga 16,67% dari volume penjualan yang ditargetkan. Jika terjadi penurunan volume penjualan lebih dari 16, 67% maka perusahaan akan mengalami kerugian. Setelah melakukan beberapa prose analisa dengan CVP Analysis, dapat diketahui bahwa : 1) Perubahan volume penjualan dari 1.950 unit menjadi 4.000 unit dapat meningkatkan laba perusahaan menjadi Rp. 917.706.500 atau 15,3% dari biaya produksi total. 2) Perubahan harga jual dari Rp. 1.730.000 menjadi Rp. 1.800.688 pada volume penjualan 4.000 unit dapat membantu perusahan dalm mencapai target laba sebesar 20% dari biaya produksi total, yaitu Rp. 1.200.458.700 3) Perubahan total biaya tetap perusahaan dari Rp. 1.873.645.500 menjadi Rp. 2.061.010.050 dan perubahan biaya variable per unit dari Rp. 1.032.162 menjadi Rp. 1.135.378 mengakibatkan meningkatnya total biaya produksi menjadi sebesar Rp. 6.602.522.050 pada volume 4.000 unit dapat mempengaruhi komponen pembentuk laba yang lain. Dalam penelitian ini yaitu harga jual tahun 2012 yang berubah menjadi Rp. 1.650.630 pada titik impas dan Rp. 1.980.757 pada target laba 20% dari biaya produksi total. 4) Margin of Safety penjualan adalah 16,67%, apabila volume penjualan tidak dapat memenuhi target maka penurunan maksimal yang masih diperbolehkan adalah sebesar Rp. 1.320.504 Jika terjadi penurunan volume penjualan melebihi dari angka Rp. 1.320.504 perusahaan akan mengalami kerugian.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
132
SIMPULAN Perencanaan Laba di PT. Massindo Solaris Nusantara berdasarkan proyeksi keuangan yang merupakan keputusan manajemen. Target laba ditentukan sebesar 20% dari biaya produksi total penetapan ini diasumsikan untuk menutup kenaikan-kenaikan biaya yang diasumsikan mengalami kenaikan rata-rata 10% akibat terjadinya inflasi. 5% dari laba digunakan untuk biaya-biaya operasional lain seperti biaya bank, kerugian selisih kurs rupiah terhadap mata uang asing dan lain sebagainya. 5% sisanya disimpan sebagai laba ditahan. Perencanaan laba dari hasil analisis penulis menunjukkan perusahaan dapat mencapai titik impas penjualan dengan harga jual tetap sebesar Rp.1.730.000 apabila dapat mencapai volume penjualan 2.685 unit atau pendapatan sebesar Rp. 4.684.113.750 Jika volume penjualan berada di bawah angka 2.685 perusahaan akan mengalami kerugian. CVP Analysis menunjukkan jika perusahaan menggunakan harga jual Rp.1.730.000/unit dengan volume penjual 4.000 uint maka akan mendapatkan laba sebesar Rp. 917.706.500 atau 15,3% dari biaya produksi total. Dikarenakan harga jual tersebut belum mencapai target laba maka harus ditentukan harga jual yang sesuai pada volume penjualan 4.000 unit yaitu Rp. 1.800.688 Untuk perencanaan tahun 2012 dengan asumsi kenaikan biaya total sebesar 10% diperoleh harga jual sebesar Rp. 1.650.630 pada titik impas penjualan dan pada target laba harga jualnya sebesar Rp. 1.980.757 Margin of Safety penjualan adalah 16,67%, sebesar Rp. 1.320.504.410 Jika terjadi penurunan volume penjualan melebihi dari angka Rp. 1.320. 504.410 perusahaan akan mengalami kerugian. DAFTAR PUSTAKA Carter, Wiliam K & Milton F. Usry. (2004). Akuntansi Biaya. Buku I. Jakarta : Salemba Empat. Djarwanto. (2001). Pokok-Pokok Analisa Laporan Keuangan. Yogyakarta : Andi. Halim, Abdul & Bandung Supomo. (1999). Akuntansi Manajemen. Edisi 1. Yogyakarta : BPFE Yogyakarta. Hansen, Don R. & Mariyanne M. Mowen. (2005). Akuntansi Manajemen. Buku 2. Jakarta : Salemba Empat. Matz, Adolph & Milton F. Usry. (2002). Akuntansi Biaya. Perencanaan dan Pengendalian. Jakarta : Erlangga Niswonger, Rollin C., Carl S. Warren., James M. Reeves., Philip E. Fess. (2000). PrinsipPrinsip Akuntansi. Jilid II. Jakarta : Erlangga. Shim, Jae K. & Joel G. Siegel. (2001). Budgeting Pedoman Lengkap Langkah-Langkah Penganggaran. Jakarta : Erlangga Simamora, Henry. (2002). Akuntansi Manajemen. Edisi II. Yogyakarta : UPP. AMP. YKPN Yogyakarta Suwardjono. (2010). Teori Akuntansi. Edisi III. Yogyakarta : BPFE-YOGYAKARTA Tim Penyusun Pedoman Penulisan Skripsi Universitas Negeri Surabaya. (2006). Pedoman Penulisan Skripsi Universitas Negeri Surabaya. Surabaya : University Press UNESA Wild, Jhon J., K.R. Subramanyam., Robert F. Helsey. (2005). Analisa Laporan Keuangan. Buku 2. Edisi II. Jakarta : Salemba Empat.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
PENGEMBANGAN LEMBAR KEGIATAN SISWA (LKS) SEBAGAI PENUNJANG PEMBELAJARAN DALAM K13 PADA MATERI SIKLUS AKUNTANSI PERUSAHAAN JASA UNTUK SISWA KELAS X AKUNTANSI DI SMK NEGERI 1 PROBOLINGGO Dewi Rahmawati Program Studi Pendidikan Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Surabaya
[email protected]
Agung Listiadi Program Studi Pendidikan Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Surabaya
[email protected]
ABSTRAK Kurikulum 2013 diimplementasikan kurang lebih 3 tahun, namun bahan ajar yang mendukung masih sulit ditemukan khususnya bagi siswa program keahlian akuntansi. Selain itu, materi siklus akuntansi perusahaan jasa merupakan materi awal yang diberikan pada siswa baru program akuntansi dan siswa merasa kesulitan dalam memahami materi baru tersebut. Sehingga dibutuhkan bahan ajar yang sesuai dengan kurikulum 2013 agar dapat membantu siswa dalam memahaminya. Salah satu bahan ajar yang mendukung adalah Lembar Kegiatan Siswa (LKS). Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan LKS sebagai penunjang pembelajaran dalan K13 pada materi siklus akuntansi perusahaan jasa, juga mengetahui kelayakan dan respon siswa terhadap LKS yang dikembangkan. Dalam penelitian ini digunakan model pengembangan ADDIE yaitu Analysis (analisis), Design (desain), Development (pengembangan), Implementation (implementasi atau penerapan), dan Evaluation (evaluasi atau penilaian) yang dikembangkan oleh Grafinger (dalam Moelenda, 2003). Hasil penelitian menunjukkan bahwa LKS dikatakan sangat layak digunakan, hal tersebut didasarkan pada komponen kelayakan isi, penyajian, bahasa, dan kegrafikan. Berdasarkan hasi validasi diperoleh presentase sebesar 83,333% untuk komponen penyajian, 83,007% untuk komponen isi, 90,909% untuk komponen kebahasaan dan 83,333% untuk kegrafikan. Sedangkan hasil uji coba terbatas menunjukkan bahwa LKS yang dikembangkan sangat baik menurut hasil respon siswa dengan persentase sebesar 94,5%. Kata Kunci: Lembar Kegiatan Siswa, Siklus Akutansi Perusahaan Jasa, ADDIE. PENDAHULUAN Perkembangan kurikulum adalah cara yang dilakukan pemerintah dalam mengembangkan pendidikan di Indonesia. Saat ini telah dikembangkan Kurikulum 2013 (K13) yang dalam proses pembelajarannya menggunakan pendekatan saintifik. Pendekatan saintifik terdapat lima tahapan kegiatan yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi dan mengkomunikasikan. Selain itu, model pembelajaran yang digunakan dalam K13 adalah problem based learning, project based learning, dan discovery learning. Hal tersebut tertera dalam Permendikbud No. 103 tahun Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
134
2014. K13 telah diimplementasikan dalam kurun waktu 3 tahun, namun dalam pelaksanaanya masih terdapat hal-hal yang belum terlaksana dengan baik. Salah satunya adalah keberadaaan bahan ajar. Bahan ajar yang sesuai dengan K13 masih dalam tahap perbaikan, kemudian untuk bahan ajar bagi siswa kejuruhan khususnya program keahlian akuntansi, bahan ajar masih belum terpenuhi dengan baik. Bahan ajar merupakan bahan baik berupa informasi, alat ataupun teks yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar (Prastowo, 2015). Bahan ajar dikategorikan dalam empat kategori yaitu bahan ajar cetak, bahan ajar audio, bahan ajar audiovisual dan bahan ajar interaktif. Salah satu bahan ajar adalah Lembar Kegiatan Siswa (LKS). LKS adalah kumpulan lembaran yang berisi meteri ringkas, kegiatan siswa serta tugas yang harus diselesaikan oleh siswa sesuai dengan kompetensi dasarnya (Depdiknas, 2008). Pujiati (dalam Kurnia, 2015) menjelaskan bahwa akuntansi merupakan ilmu yang tidak hanya dipelejari dari segi teori, namun perlu adanya praktek pembukuan sehingga lebih mudah dipahami. Hal tersebut menjadi dasar bahwa LKS diperlukan sebagai bahan ajar dalam mata pelajaran akuntansi dikarenakan LKS berisikan kegiatan dan tugas aplikatif yang harus diselesaikan siswa guna mempermudah pemahaman mereka pada materi akuntansi. Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa LKS terbukti efektif dalam peningkatan kegiatan pembelajaran yaitu penelitian eksperimen dari Arik Diyah Muryani (2015) yang menyimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran Discovery Learning berbantuan LKS meningkatkan hasil belajar siswa. Salah satu karya lainnya adalah milik Yildirim, Kurt & Ayas (2011) yang bejudul The Effect Of The Worksheets On Student’s Achievement In Chemical Equilibrium. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan pengaruh lembar kegiatan terhadap prestasi siswa mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kesetimbangan reaksi kimia. Dalam penelitian tersebut menyatakan bahwa lembar kegiatan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan dapat dikembangkan untuk materi kimia lain yang sulit. SMKN 1 Probolinggo merupakan salah satu sekolah yang telah mengimplementasikan K13 selama kurang lebih tiga tahun. Disini ditemukan bahwa sekolah masih belum memiliki bahan ajar yang mendukung pembelajaran K13 khususnya program keahlian akuntansi. Dari hasil observasi pada siswa kelas X Akuntansi, diketahui bahwa materi siklus akuntasi perusahaan jasa adalah materi yang sulit dipahami sehingga diperlukan bahan ajar yang dapat membantu siswa dalam proses pembelajaran. Di sekolah tersebut, siswa masih menggunakan buku teks yang dipinjami oleh perpustakaan sekolah dan tidak menggunakan LKS dalam kegiatan belajar mengajar. Dari paparan tersebut dapat dikatakan bahwa perlu adanya pengembangan bahan ajar berupa LKS pada materi siklus akuntansi perusahaan jasa bagi siswa kelas X akuntansi di SMKN 1 Probolinggo. Salah satu penelitian pengembangan LKS adalah karya Fitri Nurhayati (2015) yang mendapatkan respon positif dari siswa mengenai pengembangan LKS berbasis PBL tahap pencatatan perusahaan jasa bagi siswa SMA dan dinilai efektif digunakan serta diimplementasikan. Dari penjabaran tersebut, dilakukan penelitian guna megembangkan LKS sebagai bahan ajar yang dapat menunjang pembelajaran dalam K13. Adapun rumusan masalah yang diperoleh adalah tentang bagaimana pengembangan LKS, bagaiamana kelayakan
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
135
LKS yang dikembangkan dan bagaimana respon siswa terhadap LKS yang dikembangkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengtahui proses pengembangan LKS, kelayakan LKS dan respon siswa terhadap LKS. METODE Jenis penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan atau Research and Development (Sugiyono, 2015). Dalam penelitian ini, LKS dikembangkan dengan model ADDIE oleh Molenda (dalam Pribadi, 2010) yang terdiri dari beberapa tahapan yaitu Analysis (analisis), Design (desain), Development (pengembangan), Implementation (implementasi atau penerapan), dan Evaluation (evaluasi atau penilaian). Subjek uji coba terdiri dari ahli materi, ahli grafis, ahli bahasa dan siswa. Ahli materi adalah seorang dosen dan guru yang berkompeten di bidang akuntansi. Ahli grafik adalah seorang dosen yang berkompeten di bidang grafik dan seorang dosen teknologi pendidikan serta berpengalaman dalam menyusun bahan ajar. Ahli bahasa adalah seorang dosen yang berkompeten di bidang kebahasaan serta berpengalaman dalam bidangnya. Serta 20 siswa kelas X Akuntasi di SMKN 1 Probolinggo untuk uji coba terbatas. Jenis data yang diperoleh dalam penelitian pengembangan ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif. Data Kualitatif adalah data yang berbentuk kata, kalimat, skema maupun gambar (Sugiyono, 2015). Data kualitatif diperoleh dari hasil telaah para ahli. Hasil tersebut dianalisis kembali dengan cara dideskripsikan dan dijadikan sebagai acuan dalam melakukan revisi pada pengembangan LKS yang dikembangkan. Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka (Sugiyono, 2015). Data kuantitatif diperoleh dari hasil validasi para ahli dan angket respon siswa kemudian dianalisis dengan teknik persentase. Intrumen pengumpulan data yang digunakan adalah angket yang terdiri dari dua jenis yaitu angket terbuka dan angket tertutup. Data yang dianalisis terdiri dari lembar telaah dari ahli materi, ahli bahasa dan ahli grafik. Hasil telaah dari para ahli digunakan untuk memperbaiki LKS yang telah dikembangkan. Kemudian analisis data validasi dari ahli materi, ahli bahasa, dan ahli grafik. Data validasi dari para ahli dianalisis secara kuantitatif untuk memberikan gambaran tentang LKS dalam bentuk skor atau nilai. Dalam pemberian skor digunaka acuan berdasarkan skala linkert Selanjutnya analisis angket respon siswa yang dianalisis secara kuantitatif. Persentase tersebut dihitung berdasarkan skala Guttman (Riduwan, 2015). Kemudian dari hasil lembar validasi dan angket respon siswa dianalisis dengan cara : Presentase = Jumlah hasil pengumpulan data
x 100% Skor Maksimal
Dari hasil persentase, kemudian diintrepretasikan dengan ketentuan seperti tabel berikut :
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
136
Tabel 1 Kriteria Interpretasi Kelayakan Para Ahli Presentase 81% – 100% 61% – 80% 41% – 60% 21% – 40% 0% – 20%
Kriteria Sangat Layak Layak Cukup Layak Tidak Layak Sangat Tidak Layak
(Sumber : Riduwan, 2013)
Tabel 2 Kriteria Interpretasi Respon Siswa Presentase 81% – 100% 61% – 80% 41% – 60% 21% – 40% 0% – 20%
Kriteria Sangat Baik Baik Cukup Baik Tidak Baik Sangat Tidak Baik
Sumber: Riduwan (2013)
HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL PENGEMBANGAN Proses Pengembangan LKS dikembangkan dengan model pengembangan ADDIE yang terdiri dari tahap analisis, tahap desain, tahap pengembangan, tahap implementasi dan tahap evaluasi yang dikembangkan oleh Molenda (dalam Pribadi, 2010). Proses pengembangan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) sebagai penunjang pembelajaran dalam K13 pada materi Siklus Akuntansi Perusahaan Jasa diawali dengan tahap analisis yang terdiri dari analisis masalah dan analisis kebutuhan. Dari kedua analisis tersebut dapat disimpulkan tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Analisis masalah diketahui bahwa SMKN 1 Probolinggo adalah sekolah yang berkurikulum 2013, namun bahan ajar yang tersedia belum sesuai dengan kebutuhan saat ini khususnya bagi siswa kelas X Akuntansi. Kemudian, siswa juga merasa kesulitan dalam memahami materi siklus akuntansi perusahaan jasa khususnya pada tahap awal yaitu tahap pencatatan. Dari masalah tersebut, disimpulkan bahwa siswa kelas X Akuntansi di SMKN 1 Probolinggo membutuhkan bahan ajar yang sesuai kebutuhan mereka. Salah satu bahan ajar yang mendukung proses pembelajaran adalah LKS. Sehingga perlu dikembangkan LKS pada meteri Siklus Akuntansi Perusahaan Jasa. Sedangkan tujuan pembelajaran yang harus dicapai adalah komepetensi dasar tahap pencatatan (bukti transaksi, analisis bukti transaksi). Kemudian tahap selanjutnya adalah tahap desain yang dilakukan dengan mendesain kerangka dasar LKS yang mengacu pada Depdiknas (2008) serta kegiatan Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
137
pembelajaran dalam K13 yang terdiri dari mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi dan mengkomunikasikan (Permendikbud No. 103, 2014). Selanjutnya adalah tahap pengembangan yang dilakukan dengan mengembangkan kerangka dasar yang telah dibuat pada tahapan desain. Tahap ini dibagi menjadi tiga prototipe. Prototipe pertama berupa kerangka dasar yang kemudian diproses menjadi prototipe dua. Prototipe kedua berupa LKS yang siap untuk ditelaah oleh para ahli. Hasil telaah digunakan sebagai acuan dalam proses perbaikan struktur LKS baik dari segi isi, penyajian, kebahasaan dan kegrafikan. Setelah dilakukan perbaikan, LKS siap divalidasi dari para ahli. Kemudian protipe tiga adalah LKS yang sudah divalidasi oleh para ahli. Setelah tahap pengembangan adalah tahap implementasi yang kegiatannya adalah uji coba LKS pada 20 siswa kelas X Akuntansi di SMKN 1 Probolinggo. Tahap yang terakhir adalah tahap evaluasi yaitu mengevaluasi setiap proses pengembangan serta hasil uji coba guna mengetahui kelayakan LKS dan respon siswa erhadap LKS. Kelayakan LKS Kelayakan LKS dinilai dari beberapa komponen yaitu komponen isi, penyajian, kebahasaan dan kegrafikan. Hasil yang diperoleh adalah 83,333% untuk komponen penyajian, 83,007% untuk komponen isi, 90,909% untuk komponen kebahasaan, dan 83,333% untuk komponen kegrafikan. Rata-rata perolehan adalah sebesar 85,145% sehingga LKS dikategorikan sangat layak. Respon Siswa Dari hasil respon siswa diperoleh presentase sebesar 92,500% untuk komponen penyajian, 97,500% untuk komponen isi, 98,333% untuk komponen kebahasaan dan 90,000% untuk komponen kegrafikan. Rata-rata perolehan adalah sebesar 94,5% sehingga LKS dikategorikan sangat baik. PEMBAHASAN Proses Pengembangan LKS dikembangkan dengan model pengembangan ADDIE yang terdiri dari tahap analisis, tahap desain, tahap pengembangan, tahap implementasi dan tahap evaluasi yang dikembangkan oleh Molenda (dalam Pribadi, 2010). Proses pengembangan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) sebagai penunjang pembelajaran dalam K13 pada materi Siklus Akuntansi Perusahaan Jasa diawali dengan tahap analisis yang terdiri dari analisis masalah dan analisis kebutuhan. Dari kedua analisis tersebut dapat disimpulkan tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Kemudian tahap selanjutnya adalah tahap desain yang dilakukan dengan mendesain kerangka dasar LKS yang mengacu pada Depdiknas (2008) serta kegiatan pembelajaran dalam K13 yang terdiri dari mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi dan mengkomunikasikan (Permendikbud No. 103, 2014). Selanjutnya adalah tahap pengembangan yang dilakukan dengan mengembangkan kerangka dasar yang telah dibuat pada tahapan desain. Tahap ini dibagi menjadi tiga prototipe. Setelah tahap pengembangan adalah tahap implementasi yang kegiatannya adalah uji coba terbatas kepada 20 siswa kelas X Akuntansi. Banyaknya subjek ujicoba sesuai dengan pernyataan Sadiman (2011). Tahap
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
138
yang terakhir adalah tahap evaluasi yaitu mengevaluasi setiap proses pengembangan serta hasil uji coba guna mengetahui kelayakan LKS dan respon siswa terhadap LKS. Penelitian serupa yang menggunakan model pengembangan ADDIE adalah Pengembangan Lembar Kagiatan Siswa Berbasis Masalah Pada Materi Bangun Ruang Sisi Datar Untuk Siswa Kelas VIII SMP oleh Nisa Syakrina pada tahun 2012 Kelayakan LKS Kelayakan LKS diukur dengan mengacu pada penilaian buku teks pelajaran ekonomi oleh BSNP (2014). Dapat diketehui bahwa pengukuran LKS ini didasarkan pada penggunaan skala likert (Riduwan, 2015). LKS dikatakan layak dengan rata-rata persentase untuk masing-masing komponen mencapai ≥ 61% (Riduwan, 2015). Presentase yang diperoleh adalah 85,145% dan dikatakan “sangat layak”. Hasil penelitian sejenis yang dilakukan oleh Meta Nanda Pratiwi (2015) memperoleh kelayakan isi sebesar 88,4%, kelayakan penyajian sebesar 90,6%, kelayakan bahasa sebesar 84,6%, dan kelayakan kegrafikan sebesar 92,4%. Sehingga rata-rata seluruh aspek adalah 89% dengan kriteria sangat layak. Respon Siswa Respon siswa diperoleh dari angket respon siswa pada tahap uji coba terbatas LKS. Uji coba terbatas dilakukan kepada 20 siswa Akuntansi (Sadiman, 2011). Angket respon siswa mengacu pada penilaian bahan ajar oleh Depdiknas (2008). Dapat diketahui bahwa pengukuran LKS pada angket respon siswa ini didasarkan pada penggunaan skala Guttman. Dari angket respon siswa diperoleh presentasi sebesar 94,5% dan dikategorikan “sangat baik”. Penelitian sejenis dilakukan oleh Yulianti dan Susilowibowo (2014) bahwa hasil respon siswa terhadap LKS yang dikembangkan adalah sangat baik dilihat dari komponen kelayakan isi, penyajian, bahasa dan kegrafikan. PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa LKS Akuntansi Perusahaan Jasa dikembangan dengan model pengembangan ADDIE. Kelayakan LKS dinilai dari beberapa komponen yaitu komponen penyajian, isi, kebahasaan dan kegrafikan. Hasil yang diporoleh adalah LKS dikatakan sangat layak digunakan sebagai bahan ajar penunjang pembelajaran dalam K13. Kemudian hasil respon siswa terhadap LKS yang dikembangkan adalah LKS dikatakan sangat baik digunakan. Saran Diharapkan dalam penelitian selanjutnya dapat mengembangkan LKS dengan materi siklus akuntansi perusahaan secara utuh. Kemudia diharapkan adanya penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh LKS terhadap hasil belajar siswa. DAFTAR PUSTAKA Badan Standar Nasional Pendidikan. 2014. Intrumen Penilaian Buku Teks Pelajaran 2014 (Online). (http://bsnp-indonesia.org/?p=1340, diunduh 21 Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
139
Januari 2016) Depdiknas. 2008. Panduan Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Kurnia, Erin Itan dan Susilowibowo, Joni. 2015. Pengembangan Lembar Kegiatab Siswa Berbasis Project Based Learning Pada Kompetensi Dasar Lapoaran Keuangan Peurusahaan Jasa. Jurnal Pendidikan Akuntansi (Online) Vol 3 No 2. (http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/jpak/article/ view/13187 diakses 1 Desember 2015) Muryani, Arik Diyah dan Rochmawati. 2015. “Perbedaan Hasil Belajar Siswa Menggunakan Model Pembelajaran Discovery Learning yang Berbantuan dan Tanpa Berbantuan Lembar Kerja Siswa”. Jurnal Pendidikan Ekonomi (Online) Vol. 1 (1) : Hal. 1-6. (http://ejournal.unesa.ac.id/article/16818/52/articl e.pdf, diunduh 22 Desember 2015). Nurhayati, Fitri, dkk. 2015. “Pengembangan LKS Berbasis Problem Based Learning (PBL) Pokok Bahasan Tahapan Pencatatan Akuntansi Perusahaan Jasa”. Journal of Economic Education (online), Vol 4. (1) : hal. 14-19. (http://journal.unnes.ac. id/sju/index.php/jeec/article/view/6834/4902, diunduh 22 Desember 2015). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 160 Tahun 2014 tentang Pemberlakuan Kurikulum Tahun 2006 dan Kurikulum 2013. Prastowo, Andi. 2015. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Yogyakarta: Diva Press Pratiwi, meta nanda dkk. 2015. “Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa Berbasis Pendekatan Saintifik Pada Materi Pencatatan Transaksi Perusahaan Manufaktur”. Jurnal Pendidikan Akuntansi. Vol. 3 (2): hal. 1-8. Pribadi, Benny A. 2010. Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta : Dian Rakyat Riduwan. 2013. Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta Sadiman, Arief S. Dkk. 2011. Media Pendidikan : Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya. Jakarta : Raja Grafindo Persada Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Syakrina, Nisa. 2012. Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa Berbasis Masalah Pada Materi Bangun Ruang Sisi Datar Untuk Siswa Kelas VIII SMP. Skripsi tidak diterbitkan. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. Yildirim, N., dkk. 2011. “The Effect Of The Worksheets On Students’ Achievement In Chemical Equilibrium”. Journal Of Turkish Science Education (Online), Vol. 8 (3) : hal. 4358. (http://www.tused.org/internet/tused/archive/v8/i3 /text/tusedv8i3s4.pdf, diunduh 8 Januari 2016). Yulianti, Tri Novita dan Susilowibowo, Joni. 2014.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
140
Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa Berorientasi Learning Cycle 5-E Materi Penghapusan dan Taksiran Piutang Tak Tertagih. Jurnal Pendidikan Akuntansi. (Online), Vol. 2, No.2, (http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/jpak/article/view9059, diakses 21 Februari 2016).
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
PENGEMBANGAN PERMAINAN ULAR TANGGA SEBAGAI MEDIA PENGAYAAN PADA MATA PELAJARAN DASAR – DASAR PERBANKAN DI SMK NEGERI MOJOAGUNG Novinda Fauzuna Rohmatan Program Studi Pendidikan Akuntansi, Jurusan Pendidikan Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Surabaya
[email protected] Eko Wahjudi Program Studi Pendidikan Akuntansi, Jurusan Pendidikan Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Surabaya
[email protected]
ABSTRAK Pada kurikulum 2013 telah ditentukan KI (Kompetensi Inti) dan KD (Kompetensi Dasar) yang harus dikuasai siswa. Pada akhir pembelajaran akan dilakukan evaluasi untuk menentukan tingkat pencapaian belajar. Jika siswa telah mencapai ketuntasan minimum yang ditentukan maka diberikan program pengayaan.Untuk menjadikan kegiatan pengayaan lebih efektif dan menyenangkan diperlukan sebuah media. Tujuan penelitian ini menghasilkan permainan ular tangga sebagai media pengayaan pada mata pelajaran dasar – dasar perbankan di SMK Negeri Mojoagung yang layak digunakan serta mendapat respon yang positif dari siswa.Media permainan ular tangga ini dikembangkan menggunakan model ADDIE yang dikemukakan oleh Russer dan Mollenda. Uji coba dilakukan dalam kelompok kecil pada 20 orang siswa kelas XI Akuntansi SMK Negeri Mojoagung yang telah menerima materi kredit,prosedur pemberian kredit, kredit macet dan bunga kredit. Instrumen penelitian yang digunakan yaitu lembar telaah dan validasi ahli materi, lembar telaah dan validasi ahli media serta angket respon siswa. Hasil data yang diperoleh dari telaah akan dianalisis secara deskriptif kualitatif dan disimpulkan untuk merevisi produk, sedangkan hasil validasi dan angket respon siswa dianalisis secara deskriptif kuantitatif dengan teknik persentase dan kategorisasi. Hasil validasi oleh ahli materi mendapat persentase 86,42% dengan kriteria sangat layak, hasil validasi oleh ahli media memperoleh persentase 79,17% dengan kriteria layak dan respon siswa mendapat persentase 88,33% dengan kriteria layak. Hasil rata – rata secara keseluruhan dari validasi materi, media dan respon siswa sebesar 84,64% sehingga disimpulkan media permainan ular tangga yang dikembangkan layak dan dapat digunakan dalam kegiatan pengayaan. Kata kunci : media, permainan ular tangga, dasar – dasar perbankan PENDAHULUAN Pendidikan berpengaruh cukup besar dalam perkembangan suatu bangsa. Pendidikan yang berkualitas akan menghasilkan generasi penerus bangsa yang berkualitas. Untuk menunjang hal tersebut, pemerintah terus berupaya memajukan pendidikan di Indonesia.Salah satu caranya yaitu memperbaharui kurikulum yang ada. Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
142
Kurikulum yang berlaku sekarang adalah kurikulum 2013. Kurikulum tersebut terdapat KI (Kompetensi Inti) dan KD (Kompetensi Dasar) yang harus dicapai dalam proses pembelajaran. Pada akhir pembelajaran nantinya diadakan evaluasi pembelajaran berupa ulangan harian untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menguasai materi pembelajaran. Jika siswa tersebut telah mencapai ketuntasan minimum yang ditentukan sekolah, maka sekolah perlu memberikan perlakuan khusus berupa pelaksanaan program pengayaan untuk memfasilitasi siswa memperdalam materi dengan mempelajari soal yang memiliki keterampilan berpikir tinggi. Menurut Direktorat Pembinaan SMA(2015) menyebutkan bahwa pengayaan adalah kegiatan khusus yang diberikan kepada siswa yang telah mencapai ketuntasan minimum yang ditentukan oleh sekolah. Berdasarkan observasi yang dilakukan di sekolah tanggal 20 Januari 2016 diperoleh hasil bahwa siswa mengalami kesulitan pada mata pelajaran dasar – dasar perbankan khususnya materi kredit, prosedur pemberian kredit, kredit macet dan bunga kredit. Pelaksanaan pengayaan yang ada di sekolah hanya terbatas pada buku teks dan soal latihan yang diberikan oleh guru.hal ini menyebabkan siswa memiliki motivasi rendah, banyak berbincang dengan sebangku sehingga pengayaan kurang efektif. Untuk mengatasi hal tersebut perlu dibuat variasi media.Menurut Daryanto (2009) media merupakan sarana yang dibutuhkan untuk menunjang pembelajaran. Penggunaan media dalam proses pembelajaran dapat membangkitkan dan rangsangan belajar bagi seseorang (Hamalik dalam Arsyad, 2011). Salah satu contoh media yang dapat diterapkan dalam kegiatan pengayaan ini adalah permainan.Penggunaan permainan dalam pembelajaran dapat menjadikan siswa lebih aktif dan mendpat pengalaman belajar yang menyanangkan. Media yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah permainan ular tangga. Permainan ular tangga merupakan permainan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan papan yang terdiri dari kotak – kotak kecil serta terdapat gambar tangga dan ular yang saling menghubung dengan kotak lain (Tilong, 2014). Berdasarkan uraian tersebut maka dikembangkan permainan ular tangga sebagai media pengayaan pada mata pelajaran dasar – dasar perbankan di SMK Negeri Mojoagung. Masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah (1) bagaimana proses pengembangan permainan ular tangga sebagai media pengayaan pada mata pelajaran dasar – dasar perbankan di SMK Negeri Mojoagung (2) bagaimana kelayakan pengembangan permainan ular tangga sebagai media pengayaan pada mata pelajaran dasar – dasar perbankan di SMK Negeri Mojoagung (3) bagaimana respon siswa terhadap pengembangan permainan ular tangga sebagai media pengayaan pada mata pelajaran dasar – dasar perbankan di SMK Negeri Mojoagung. Berdasar rumusan masalah tersebut maka tujuan dari penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui proses pengembangan permainan ular tangga sebagai media pengayaan pada mata pelajaran dasar – dasar perbankan di SMK Negeri Mojoagung (2) untuk mengetahui kelayakan pengembangan permainan ular tangga sebagai media pengayaan pada mata pelajaran dasar – dasar perbankan di SMK Negeri Mojoagung (3) untuk
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
143
mengetahui respon siswa terhadap pengembangan permainan ular tangga sebagai media pengayaan pada mata pelajaran dasar – dasar perbankan di SMK Negeri Mojoagung. METODE Penelitian ini berjenis penelitian research and development (R&D). ADDIE merupakan model pengembangan dari penelitian ini yang terdiri dari empat tahap yaitu analisis (analyze), desain (design), pengembangan (developt) dan implementasi (implementation).Tahap terakhir dari ADDIE yaitu evaluasi tidak dilakukan karena keterbatasan waktu, biaya dan tenaga yang dimiliki peneliti. Subjek uji coba pada penelitian ini adalah seorang dosen manajemen perbankan dan seorang guru perbankan selaku orang yang berkompeten pada bidang perbankan, seorang dosen dari teknologi pendidikan selaku orang yang berkompeten dalam bidang media, serta 20 orang siswa kelas XI Akuntansi SMK Negeri Mojoagung untuk uji coba terbatas. Uji coba kelompok kecil dapat diberikan pada 20-30 orang untuk mewakili target populasi (Sadiman, 2013). Penelitian ini menggunakan instrumen yang berupa lembar telaah dan validasi untuk ahli materi dan ahli media dan angket respon siswa. Teknik analisis data yang digunakan yaitu lembar telaah dan validasi ahli materi, ahli media dan angket respon siswa. Lembar telaah tersebut akan dianalisis secara deskriptif kualitatif dan disimpulkan sebagai saran untuk merevisi produk. Analisis deskriptif kuantitatif dilakukan pada lembar validasi ahli materi, ahli media dan respon siswa dengan teknik persentase dan kategorisasi. Untuk keperluan analisis kuantitatif, data validasi diberi penskoran menggunakan skala linkert, sedangkan angket respon siswa diberi penskoran dengan skala guttman. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Penelitian pengembangan ini menggunakan model ADDIE dengan empat tahap yaitu analisis (analyze), desain (design), pengembangan (developt) dan implementasi (implementation). Tahap evaluasi tidak dilakukan karena keterbatasan peneliti sendiri. Tahap analisis dimulai dari analisis kinerja, analisis kebutuhan dan dilanjutkan dengan perumusan masalah.Pada analisis kinerja dianalisis bagaimana kinerja siswa dalam mengikuti pengayaan.Hal ini dapat ditinjau dari kegiatan yang mereka lakukan selama program pengayaan berlangsung.Mereka lebih banyak berbincang dengan teman sebangku.Sehingga kegiatan pengayaan kurang efektif. Hal ini didukung dengan ketersediaan media yang ada di sekolah hanya terbatas pada buku teks, powerpoint dan latihan soal yang diberikan oleh guru. Dari hasil analisis kebutuhan diperoleh hasil analisis terhadap mata dasar – dasar perbankan yang telah diberikan terdapat materi kredit, prosedur pemberian kredit, kredit macet dan bunga kredit yang dianggap sulit dengan mengkaji standart kompetensi dan indikator pencapaian hasil belajar pada materi tersebut. Selanjutnya dilakukan analisis kararteristik siswa yang meliputi kemampuan akademik dan pengalaman belajar terhadap materi keseluruhan tentang kredit, sehingga diperoleh karakter siswa yang
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
144
sesuai menjadi subjek uji coba. Siswa yang dijadikan subjek uji coba adalah kelas XI Akuntansi dengan usia rata – rata 15-17 tahun. Tahap selanjutnya yaitu perumusan tujuan pembelajaran.Tujuan pembelajaran diperoleh dari hasil analisis standart kompetensi, kompetensi dasar dan indikator yang digunakan. Pengetahuan yang harus dicapai sesuai indikator pembelajaran yang terdapat pada kompetensi dasar (KD) materi kredit yaitu( 1) mampu menjelaskan pengertian, unsur-unsur, tujuan, fungsi, dan jenis-jenis kredit, (2) mampu menjelaskan pengertian, penyebab, penggolongan, dan penyelesaian kredit macet, (3) mampu menjelaskan jaminan, prinsip-prinsip dan aspek-aspek penilaian dan prosedur pemberian kredit dan (4) mampu menjelaskan pengertian, faktor-faktor yang mempengaruhi dan penentuan bunga kredit. Tahap perancangan bertujuan untuk merancang media pengayaan yang berupa permainan ular tangga pada materi kredit, prosedur pemberian kredit, kredit macet dan bunga kredit. Pada tahap ini dilakukan pemilihan konsep warna pada kover soal, jawaban dan papan permainan, perancangan petunjuk permainan, dan peta konsep. Pada tahap pengembangan ini dilakukan pengukuran yang bertujuan untuk menghasilkan media yang layak untuk digunakan sebagai media pengayan. Kelayakan diukur berdasarkan telaah dan validasi dari ahli materi dan media. Kefektifan media diperoleh dari hasil respon siswa setelah menggunakan media permainan ular tangga pada saat uji coba terbatas. Telaah dari ahli materi pada media permainan ular tangga meliputi, (1)perbaikan pada istilah yang digunakan, (2)penggunaan tata bahasa perlu disesuaikan dengan ejaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Perbaikan dari ahli media meliputi, (1)penulisan pada peta konsep perlu diperjelas, (2)gambar pada kartu perlu disesuaikan dnegan perbankan, (3) pemilihan warna pada papan permainan perlu disesuaikan. Kelayakan media permainan ular tangga yang dikembangkan dapat diketahui dari hasil validasi para ahli. Validasi ahli diperoleh dari angket tertutup untuk memberi penilaian pada media yang dikembangkan. Tabel 1. Analisis Validasi dari para ahli No Komponen (%) Kriteria Kelayakan 1 Aspek isi dan 84,24% Sang tujuan at 2 Aspek 88,57% Sang layak instruksional at 3 Aspek teknis 79,17% Layak layak Rata - rata 83,99% Sang at Sumber: Data diolah (2016) layak Dari penyajian data pada tabel di atas diperoleh rata – rata keseluruhan persentase analisis validasi dari para ahli pada komponen aspek isi dan tujuan, aspek instruksional dan aspek teknis yaitu 83,99% yang termasuk dalam kategori “Sangat Layak”.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
145
Uji coba terbatas yang dilakukan untuk mengetahui respon siswa mengenai media permainan ular tangga yang dikembangkan. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data yaitu dengan memberikan angket setelah pelaksanaan uji coba terbatas. Tabel 2. Analisis angket respon siswa No Komponen (%) Kriteria penilaian 1 Kualitas 100% Sangat instruksional layak 2 Kualitas teknis 77% Layak Rata – rata keseluruhan 88,33% Sangat layak Sumber: data diolah (2016) Berdasarkan hasil analisis angket respon siswa diperoleh persentase sebesar 100% pada aspek instruksional yang masuk dalam kategori “Sangat Layak” dan 77% pada aspek teknis yang termasuk kategori “Layak”. Persentase dari hasil respon siswa secara keseluruhan yaitu 88,33% yang artinya masuk dalam kategori “Sangat layak”. Pembahasan Proses pengembangan permainan ular tangga ini menggunakna model pengembangan ADDIE (analyze, design, developt, implementation and evaluation). Penelitian hanya terbatas pada tahap implementasi, tahap akhir dari penelitian ini yaitu tahap evaluasi tidak dilakukan dikarenakan keterbatasan peneliti sendiri. Tahap pertama adalah analisis. Pada tahap ini dilakukan analisis kinerja yang berupa analisis kurikulum dan tingkat keaktifan siswa. Selanjutnya yaitu analisis kebutuhan yang meliputi karakteristik siswa berdasarkan usia, kemampuan akademik dan pengalaman belajar. Tahap berikutnya yaitu perumusan tujuan pembelajaran. Rumusan tujuan pembelajaran ini terdapat pada indikator – indikator yang terdapat pada kompetensi dasar materi kredit, prosedur pemberian kredit, kredit macet dan bunga kredit. Rumusan tujuan ini nantinya digunakan untuk menyusun latihan soal padamedia permainan ular tangga. Kedua, yaitu tahap desain. Tahap ini dibuat rancangan konsep papan permainan ular tangga, petunjuk permainan dan peta konsep. Pada tahap pengembangan, rancangan yang telah dibuat pada tahap desain akan ditelaah oleh ahli materi dan ahli media. Hasil dari telaah tersebut akan dilakukan revisi yang kemudian akan divalidasi oleh ahli materi dan ahli media untuk memperoleh penilaian dari media yang dikembangkan. Tahapan terakhir yaitu implementasi. Media yang telah divalidasi akan diimplementasikan kepada 20 orang siswa kelas XI Akuntansi SMK Negeri Mojoagung. Setelah selesai uji coba, siswa diminta mengisi angket respon siswa untuk mengetahui pendapat mengenai media permainan ular tangga yang dikembangkan.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
146
Kelayakan media permainan ular tangga pada mata pelajaran dasar – dasar perbankan diukur dari hasil validasi yang dilakukan oleh ahli materi dan ahli media yang terdapat pada lembar validasi. Berdasar validasi yang dilakukan oleh ahli materi pada aspek isi dan tujuan memperoleh kategori “sangat layak. Hal ini berarti telah sesuai dengan beberapa indikator – indikator pada teori Walker dan Hess (1984) dalam Arsyad (2011) jika media permainan ular tangga tersebut memenuhi kriteria sebagai berikut,(1) ketetapan, yaitu kesesuaian antara materi pada media dengan materi pembelajaran, kesesuaian latihan soal dengan indikator dan materi pembelajaran sudah sesuai kompetensi dasar yang berlaku (2) kepentingan, yaitu penyajian materi dalam permainan ular tangga penting dalam mempermudah pemahaman peserta didik (3) kelengkapan, materi pada media disajikan lengkap dengan tujuan pembelajaran (4) keseimbangan yaitu, penyajian isi dan tujuan materi dalam media ular tangga sudah seimbang (5) kesesuaian dengan peserta didik yaitu, bahasa yang digunakan pada media sudah mudah dipahami oleh peserta didik. Pada aspek instruksional atau aspek kualitas pembelajaran memperoleh kategori “sangat layak” artinya materi yang terdapat pada media permainan ular tangga telah memenuhi beberapa kriteria kelayakan media yang terdapat pada teori Walker dan Hess (1984) dalam Arsyad (2011) jika media permainan ular tangga tersebut memiliki (1) bantuan belajar, artinya media tersebut mampu memberikan kesempatan belajar pada peserta didik untuk membangun pengetahuannya sendiri (2) kualitas memotivasi, yaitu dengan membuat siswa lebih aktif dan memiliki fleksibilitas dalam pembelajaran, (3) fleksibilitas dalam pembelajaran artinya, pembelajaran dengan media ini dapat digunakan kembali kapan saja. Dari validasi yang dilakukan oleh ahli media memperoleh kategori “layak” pada aspek kualitas teknis. Hal ini berarti media permainan ular tangga ini telah memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh Walker dan Hess (1984) dalam Arsyad (2011) yaitu berdasarkan (1) keterbacaan, yaitu pemilihan huruf pada media dan tata letak teks sudah sesuai serta penggunaan bahasa pada media sudah sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar, (2) media tersebut memiliki kemudahan dalam penggunaan, (3) kualitas tampilan yaitu, tampilan pada media menarik, kesesuaian pengaturan letak gambar, ketepatan pemilihan warna, (3) memiliki mutu dalam pengelolaan program yaitu, media memiliki kepraktisan serta ketahanan dalam jangka panjang dan media tersebut mempunyai kemampuan untuk dikelola sebagai media dalam pembelajaran. Respon siswa diperoleh berdasarkan hasil uji coba terbatas pada 20 orang siswa di SMKN Mojoagung kelas XI Akuntansi yang telah memperoleh pelajaran dasar – dasar perbankan dan membagikan angket respon siswa setelah uji coba dilakukan, pada aspek instruksional memperoleh kategori “sangat baik”artinya telah sesuai dengan beberapa kriteria yang terdapat dalam teori Walker dan Hess (dalam Arsyad, 2011) yaitu (1) dapat memberikan bantuan untuk belajar, artinya memiliki kejelasan dalam penyampaian informasi terkait materi pembelajaran (2) kualitas motivasi, artinya penggunaan media dalam pembelajaran khususnya dalam kegiatan pengayaan dapat memberikan motivasi tersendiri bagi siswa karena menjadikan pembelajaran lebih menarik dan menyenangkan.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
147
Aspek teknis juga telah memenuhi beberapa kriteria yang ditentukan yaitu (1) keterbacaan, artinya bahasa dalam media tersebut mudah dipahami oleh siswa (2) kualitas tampilan, artinya media memiliki kemenarikan (3) kualitas pengelolaan program, artinyamedia tersebut lancar digunakan oleh siswa berdasarkan petunjuk yang ada. SIMPULAN Simpulan Berdasarkan rumusan masalah yang telah diambil, simpulan dari pengembangan permainan ular tangga sebagai media pengayaan pada mata pelajaran dasar-dasar perbankan yaitu , (1) model pengembangan yang digunakan adalah ADDIE dengan melalui empat tahapan yaitu, tahap analisis, tahap desain, tahap pengembangan, dan tahap implementasi. Produk yang dihasilkan dari pengembangan ini berupa media pengayaan permainan ular tangga pada mata pelajaran dasar – dasar perbankan di SMKN Mojoagung. (2) Kelayakan media permainan ular tangga ditinjau dari hasil validasi yang dilakukan ahli materi yang diperoleh hasil 86% pada aspek isi dan tujuan serta 87% pada aspek instruksional dengan keterangan sangat layak, sedangkan hasil validasi yang dilakukan oleh ahli media memperoleh persentase 80% pada aspek keterbacaan, 80% aspek penggunaan, 77% aspek tampilan dan 80% aspek kualitas program. Hal ini mendapat keterangan layak. (3) Respon siswa terhadap media pengayaan ular tangga perbankan yang dikembangkan pada mata pelajaran dasar – dasar perbankan khususnya materi kredir, prosedur pemberian kredit, kredit macet dan bunga kredit memperoleh hasil baik digunakan dengan rata – rata skor skor sebesar 77% pada aspektampilan dan 80% aspek kualitas program. Hal ini mendapat keterangan layak. Saran Berdasarkan uraian simpulan di atas maka saran pada pengembangan permainan ular tangga ini adalah sebagai berikut, (1)Penelitian pengembangan dengan model ADDIE ini tidak sampai tahap evaluasi. Hal ini karena terbatasnya waktu dan biaya yang dimiliki peneliti. Oleh sebab itu disarankan peneliti selanjutnya dapat melengkapinya sampai tahap evaluasi, (2)Ahli yang menjadi telaah dan validator materi serta media pada penelitian ini adalah orang yang sama. Disarankan peneliti selanjutnya dapat memilih orang yang berbeda agar penilaiannya lebih objektif, (3)Untuk mengetahui kefektifan dari media permainan ular tangga ini, dapat dilakukan penelitian lebih lanjutyang berupa penelitian eksperimen, sehingga melengkapi hasil pengembangan yang layak digunakan tetapi juga efektif untuk diterapkan. DAFTAR PUSTAKA A, M. Husna. 2009. 100+ Permainan Tradisional Indonesia untuk Kreativitas, Ketangkasan, dan Keakraban. Yogyakarta : Penerbit Andi. Sitjiono, Thomas Wibowo Agung. 2005. Pendayagunaan Media Pembelajaran, (online) Jurnal Pendidikan Penabur. Vol. 4 (4):hal. 76-84
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
148
(http://bpkpenabur.or.id/wp- content/uploads/2015/10/jurnal-No04-IV- Juli2005.pdf, diunduh 03 Maret 2016) Arsyad, Azhar. 2011. Media Pembelajaran.Jakarta: RajawaliGrafindo Persada Bangsawan, LT. 2006. Perkembangan Peserta Didik. Bandung :CV Citra Praya Daryanto. 2010. Media Pembelajaran.Jakarta: RajawaliGrafindo Persada. Dendawijaya, Lukman. 2009. Manajemen Perbankan. Jakarta: Ghalia Indonesia. Direktorat Pembinaan SMA. 2015. Model Pelaksanaan Remedial dan Pengayaan. Jakarta Fakihuddin, L. 2007. Pengajaran Remedial dan Pengayaan. Malang: Bayumedia Fitri, Mariessa Wahyu, dkk. 2014. Pengembangan Media Pembelajaran Permainan Ular Tangga Biologi pada Materi Keanekaragaman Hayati untuk Siswa Kelas X SMA, (online), (http://103.26.102.47/eskripsi/data/pdf/jurnal_mhs /artikel/A1C410038.pdf, diunduh 21 Mei 2016) Ismail. 2010. Manajemen Perbankan. Jakarta : Kencana Prenadamedia Gruop Karimah, Rifqi Fatihatul dkk. 2014. “ Pengembangan Media Pembelajaran Ular Tangga Fisika untuk Siswa SMP/MTs Kelas VIII”. Jurnal Pendidikan Fisika. Vol 2 (1): hal 6-10 Kasmir. 2014. Dasar – dasar Perbankan. Jakarta:PT Raja Grafindo Persada Molenda, Michael. 2003.In Search of the Elusive ADDIE Model, (online), (http://iptde.boisestate.edu, diunduh 09 Mei 2016) Niah, Siti. 2014. Pengembangan Multemedia Pembelajaran Bahasa Inggris Materi Functional Text bagi Siswa Kelas VII Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 3 Kalasan Yogyakarta. Tesis tidak Diterbitkan.Yogyakarta : PPs Universitas Negeri Yogyakarta. Nugroho, Aris Prasetyo dkk.2013. Pengembangan Media Pembelajaran Fisika Menggunakan Permainan Ular Tangga Ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa Kelas VIII Materi Gaya, (online).Jurnal Pendidikan Fisika.Vol.1(1): hal 11 (https://eprints.uns.ac.id/14419/1/1769-3958-1- SM.pdf, diunduh 12 April 2016) Permendikbud.(2014). Jurnal Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayan Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Kejuruan/ Madrasah Aliyah Kejuruan. Permendikbud.(2014). Jurnal Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayan Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2014 Tentang Pembelajaran pada Pendidikan Dasar dan Menengah Permendikbud.(2014). Jurnal Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayan Republik Indonesia Nomor 104 Tahun 2014 Tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Pribadi, Benny A. 2011. Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta : Dian Rakyat Riduwan. 2012. Skala Pengukuran Variabel – Variabel Penelitian.Bandung: Penerbit Alfabeta Rohman, Muhammad dan Sofan Amri. 2013. Strategi dan Desain Pengembangan Sistem Pembelajaran. Jakarta:Prestasi Pustaka Raya
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
149
Sadiman, Arief S. Dkk. 2011.Media Pendidikan, Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya. Jakarta:Rajawali Pers Sahri, Izzatie Alfi. 2015. Pengembangan Permainan Ular Tangga Akuntansi sebagai Media Pengayaan pada Materi Ayat Jurnal Penyesuaian Perusahaan Jasa, (online).Jurnal Pendidikan. Vol 3 (1) (ejournal.unesa.ac.id/index.php/jpak/article/view/13194, diunduh 02 Januari 2016) Sudjana, Nana dan Ahmad Rivai. 2015. Media Pengajaran. Bandung: PT Sinar Baru Algesindo Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Penerbit Alfabeta Taswan. 2012. Akuntansi Perbankan. Yogyakarta: UPP STIM YKPN Tilong, Adi D. 2014.Lebih dari 40 Aktivitas Perangsang Otak Kanan dan Kiri Anak Bisa Lebih Canggih. Jogjakarta: Divapress Widokarti, Joko Rizkie. 2012. Masalah Kredit Macet dan Pemecahannya, (online) (http://www.pustaka.ut.ac.id/dev25/pdfartikel2/jok orizkiew003, diunduh 23 Mei 2016)
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
PENGEMBANGAN MODUL KOMPUTER AKUNTANSI MYOB BERBASIS SCIENTIFIC APPROACH PADA KOMPETENSI DASAR PENCATATAN TRANSAKSI PERUSAHAAN DAGANG Ahmad Thohar Afriandri Program Studi Pendidikan Akuntansi, Jurusan Pendidikan Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universtas Negeri Surabaya
[email protected] Suci Rohayati Program Studi Pendidikan Akuntansi, Jurusan Pendidikan Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Surabaya”
ABSTRAK Penggunaan software MYOB accounting pada mata pelajaran komputer akuntansi merupakan pelajaran produktif akuntansi di SMK. Supaya pembelajaran komputer akuntansi efektif, menarik dan diminati banyak siswa, upaya yang bisa dilakukan guru adalah dengan mengembangkan bahan ajar yang sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Berdasarkan hasil studi pendahuluan di SMKN 1 Sooko, pembelajaran komputer akuntansi MYOB di sekolah ini belum sesuai dengan kurikulum 2013, pembelajaran praktikum MYOB masih terfokus pada arahan guru. untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan adanya pengembangan modul komputer akuntansi yang sesuai dengan kurikulum 2013. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pengembangan, kelayakan, dan respon siswa terhadap modul komputer akuntansi MYOB berbasis scientific approach pada kompetensi dasar pencatatan transaksi perusahaan dagang di SMK Negeri 1 Sooko. Penelitian ini merupakan jenis penelitian pengembangan dengan menggunakan model pengembangan ADDIE. Model pengembangan ADDIE terdiri dari Analysis, Design, Develope, Implementation dan Evaluation. Uji coba dilakukan secara terbatas dengan 20 siswa kelas XI Akuntansi SMK Negeri 1 Sooko. Teknik pengumpulan data menggunakan lembar telaah, lembar validasi, dan angket respon siswa. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dengan teknik persentase. Hasil penelitian menunjukkan modul komputer akuntansi MYOB berbasis scientific approach pada kompetensi dasar pencatatan transaksi perusahaan dagang mendapat skor dari ahli materi sebesar 80,10% untuk kelayakan materi. Ahli grafis memberikan skor 86% untuk kelayakan kegrafikan, dan ahli bahasa memberikan skor 89,5% untuk kelayakan kebahasaan. Rata – rata persentase seluruh validasi para ahli adalah 85,2% dengan kriteria sangat layak. Kemudian hasil rata-rata persentase dari respon siswa sebesar 95,83% dengan kriteria sangat baik. Kata kunci: Modul, Komputer Akuntansi, MYOB, Scientific Approach, Pencatatan Transaksi Perusahaan Dagang
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
151
PENDAHULUAN Peningkatan kualitas pendidikan dapat tercapai apabila proses kegiatan belajar mengajar berjalan secara lancar, efektif, terarah dan sesuai tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kualitas pembelajaran tersebut, baik dari siswa itu sendiri maupun dari faktor lain seperti guru, lingkungan, fasilitas, dan media pembelajaran. Sehingga kualitas pembelajaran akan semakin meningkat apabila siswa didukung fasilitas serta guru yang menguasai materi dan strategi penyampaian yang efektif. Selain faktor tersebut, baik atau tidaknya pembelajaran didukung oleh bahan ajar yang digunakan. Menurut Prastowo (2015), “bahan ajar dapat berupa buku, modul, lembar kerja siswa, dan lain sebagainya.” Bahan ajar yang digunakan oleh guru selain harus bisa mendukung siswa dalam belajar juga harus sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Dalam perjalanan pendidikan di Indonesia telah diadakan perubahan dan perbaikan kurikulum beberapa kali, perubahan kurikulum tersebut karena adanya kesadaran bahwa adanya pengaruh perubahan global terhadap perkembangan dan perubahan dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh perubahan global, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta seni dan budaya. Perubahan secara terus menerus ini menuntut perlunya perbaikan sistem pendidikan nasional, termasuk penyempurnaan kurikulum untuk mewujudkan masyarakat yang mampu bersaing dan menyesuaikan diri dengan perubahan. Menyadari pentingnya pendidikan, pemerintah telah memberikan perhatian dan upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan, seperti pembangunan sarana dan prasanara sekolah, program dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), wajib belajar 9 tahun, dan juga program pendidikan profesi guru. Selain itu upaya yang dilakukan pemerintah adalah dengan pengembangan dan perubahan kurikulum. Seperti pergantian dari kurikulum 1994 yang berbasis materi diganti dengan kurikulum 2004 atau Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) kemudian berganti dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada tahun 2006, dan setelah itu dirubah lagi dengan Kurikulum 2013. Kurikulum 2013 merupakan tindak lanjut dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang pernah diterapkan pada tahun 2006. Menurut Mulyasa (2013), Kurikulum 2013 mempunyai tujuan untuk mendorong siswa mampu lebih baik melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan apa yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah menerima materi pelajaran. Dengan bergantinya kurikulum yang berlaku, berbeda pula pendekatan yang dilakukan dalam pelaksanaan dalam kegiatan pembelajaran. Scientific approach merupakan pendekatan dalam kurikulum 2013 (Permendikbud, 2014). Scientific approach merupakan pendekatan yang memiliki maksud untuk memberi pemahaman kepada dalam mengenal dan memahami berbagai materi dengan menggunakan informasi yang bisa berasal dari mana saja dan kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru. Dalam permendikbud no 103 tahun 2014 dijelaskan langkah-langkah pendekatan ilmiah meliputi: mengamati, menanya, mencoba, menalar dan mengkomunikasikan. MYOB accounting merupakan mata pelajaran produktif akuntansi di SMKN 1 Sooko, mata pelajaran komputer akuntansi khususnya bagi siswa SMK ditujukan agar siswa mampu menyajikan dan membuat laporan keuangan secara efektif dan efisien sehingga siswa
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
152
mempunyai kemampuan dan keterampilan yang dimiliki siswa sesuai dengan tuntutan kurikulum SMK. Berdasarkan hasil studi pendahuluan di SMKN 1 Sooko diperoleh informasi bahwa bahan ajar yang di gunakan dalam pembelajaran komputer akuntansi MYOB di sekolah tersebut belum mengacu pada kurikulum 2013, kegiatan pembelajaran praktikum MYOB masih terfokus arahan guru. Sehingga siswa tidak bisa melakukan kegiatan belajar secara mandiri. Terdapat penelitian sejenis yang pernah dilakukan sebelumnya yang dilakukan oleh Sari (2015), yang berjudul “Pengembangan Modul Mata Pelajaran Komputer Akuntansi Myob Berbasis Pembelajaran Scientific approach Pada Kompetensi Dasar Pencatatan Transaksi Perusahaan Jasa Untuk Siswa Kelas XI Akuntansi Di SMK Negeri 1 Lamongan” Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahan ajar tersebut sangat layak digunakan. Berdasarkan permasalahan yang ada serta didukung penelitian yang pernah dilakukan dengan hasil bahwa modul berbasis scientific approach layak untuk digunakan, maka peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian pengembangan lanjutan dengan judul “Pengembangan Modul Komputer Akuntansi MYOB Berbasis Scientific approach Pada Kompetensi Dasar Pencatatan Transaksi Perusahaan Dagang Untuk Siswa Kelas XI Akuntansi Di SMK Negeri 1 Sooko” METODE Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan atau Research and Development (R&D). Model pengembangan yang digunakan adalah model ADDIE yang dikembangkan oleh Raiser dan Mollenda yang terdiri atas lima tahap secara runtun mulai dari analysis, desain, development, implementation, dan evaluation (Pribadi, 2011). Subjek uji coba penelitian ini terdiri dari dua orang ahli materi selaku orang yang berkompeten dalam bidang komputer akuntansi yaitu satu orang dosen pendidikan akuntansi dan satu orang guru mata pelajaran komputer akuntansi, ahli bahasa selaku orang berkompeten dalam bidang bahasa Indonesia yaitu satu orang dosen bahasa Indonesia, ahli grafis selaku orang berkompeten dalam bidang kegrafikan yaitu satu orang dosen Teknologi Pendidikan dan siswa kelas XI Akuntansi di SMKN 1 Sooko sebanyak 20 siswa. Jenis data dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari hasil telaah ahli materi, ahli bahasa dan ahli grafis yang hasilnya dianalisis secara deskriptif. Sedangkan data kuantitatif diperoleh dari hasil validasi ahli materi, ahli bahasa, ahli grafis dan angket respon siswa, hasil analisis soal, dan angket respon siswa yang hasilnya dianalisis menggunakan teknik persentase. Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini adalah angket, angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket terbuka dan angket tertutup. Menurut Riduwan (2013), angket terbuka dalah angket yang disajikan dalam bentuk sederhana sehingga responden dapat memberikan isian sesuai dengan kehendak dan keadaannya. Sedangkan angket tertutup adalah angket yang sudah disediakan alternatif jawabannya sehingga jawaban dari responden sesuai dengan batasan yang disediakan. Hasil perhitungan nilai dari ahli materi, ahli bahasa, ahli grafik, dan pendapat siswa diintepretasikan kedalam kriteria pada tabel berikut:
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
153
Tabel 1. Kriteria Intepretasi Validasi Ahli dan Respon Siswa Penilaian (dalam %)
Kriteria interpretasi
76% -100% Sangat Layak 56%-75% Layak 40%-55% Tidak Layak 0%-39% Sangat Tidak Layak Sumber: Riduwan (2015) Dari tabel kriteria intrepretasi validasi ahli dan respon siswa maka “modul komputer akuntansi MYOB berbasis scientific approach pada kompetensi dasar pencatatan transaksi perusahaan dagang dapat dikatakan layak apabila rata-rata persentase rata-rata 56%. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pengembangan modul ini menggunakan model ADDIE, sehingga proses yang dilakukan meliputi tahap Analysis, Design, Develope, Implementation, dan Evaluation. Tahap analisis ini dilakukan pengumpulan data dan informasi sehingga dapat mendefinisikan masalah yang ada kemudian membuat rencana untuk menyusun modul komputer akuntansi berbasis scientific approach yang akan dikembangkan. Ada dua kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini yaitu analisis kinerja dan analisis kebutuhan. Analisis kinerja dilakukan dengan mengkaji kurikulum yang diterapkan disekolah, sarana prasana sekolah, dan karakteristik siswa. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui dan mengklarifikasi apakah masalah kinerja yang dihadapi dan juga apakah ada kendala yang dialami pada waktu melakukan kegiatan pembelajaran. Kemudian dilakukan analisis kebutuhan dengan menentukan kemampuan-kemampuan atau kompetensi yang perlu dipelajari siswa untuk meningkatkan kinerja atau prestasi belajar yang kemudian dilakukan perumusan tujuan pembelajaran. Pada tahap desain dibuat rancangan “modul komputer akuntansi MYOB berbasis scientific approach pada “kompetensi dasar pencatatan transaksi perusahaan dagang.” Format modul yang dikembangkan menggunakan format modul dari Daryanto (2013) dipadukan dengan format dari Depdiknas (2008) dan kemudian dimodifikasi oleh peneliti. Modifikasi dilakukan untuk menyesuaikan kebutuhan siswa terhadap isi modul tersebut dan agar sesuai dengan kurikulum 2013. Modifikasi tersebut misalnya penambahan cover depan dan halaman judul, mengganti istilah Standar Kompetensi menjadi Kompetensi Dasar, perubahan cek penguasaan standar kompetensi menjadi cek penguasaan kompetensi dasar. Pada tahap pengembangan dilakukan proses produksi, telaah dan validasi oleh para ahli. modul yang telah menjadi draft ditelaah dan divalidasi oleh para ahli yang terdari dari ahli materi, ahli grafis, dan ahli bahasa. Para ahli memberikan saran dan masukan mengenai modul untuk kemudian dilakukan revisi sesuai saran dan masukan dari para ahli. Setelah itu para ahli melakukan validasi terhadap modul yang telah direvisi berdasarkan saran dan masukan dari ahli materi maka dilakukan beberapa revisi, yaitu: (1) Menambahkan Kompetensi Dasar pada awal bab (2) setiap transaksi diberikan jurnal (3) meruntutkan
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
154
penyajian (4) Menambah soal kasus. Perbaikan yang dilakukan berdasar masukan dari ahli bahasa adalah untuk mencermati penggunaan EYD. Kemudian perbaikan yang dilakukan pada berdasar masukan dari ahli grafik adalah memperbaiki tampilan cover modul dengan menghilangkan logo kurikulum 2013 dan kotak nama Setelah proses revisi, hasil revisi tersebut menghasilkan Draft II yang kemudian divalidasi oleh ahli materi, ahli bahasa dan ahli grafik yang kemudian dianalisis. Dari hasil analisis skor validator ahli materi yang diperoleh skor rata-rata sebesar 80,10% dengan rincian kelayakan isi sebesar 80,46% dan kelayakan penyajian sebesar 79,75%. Skor validasi dari ahli bahasa menunjukkan rata-rata skor penilaian untuk kelayakan bahasa sebesar 89,5% Sedangkan berdasarkan hasil analisis skor validasi ahli grafik diperoleh rata-rata skor sebesar 86% untuk kelayakan grafik Pada tahap implementasi, setelah draft II telah di validasi oleh para ahli yaitu ahli materi, ahli bahasa dan ahli grafik, maka dilakukan uji coba secara terbatas pada 20 siswa kelas XI SMKN 1 Sooko. Uji coba terbatas ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana respon siswa terhadap modul komputer akuntansi MYOB yang telah dikembangkan. Pada saat uji coba terbatas dilakukan, siswa diberi penjelasan mengenai pengembangan yang dilakukan terlebih dahulu. Kemudian para siswa dibimbing dalam menggunakan modul dan diminta untuk melakukan praktikum sesuai petunjuk di dalam modul. Pada akhir uji coba, siswa akan diminta mengisi angket yang disediakan tentang respon siswa. Hasil angket tersebut kemudian dianalisis dengan cara kuantitatif. Berdasarkan hasil uji coba terbatas ini di peroleh hasil respon siswa dengan skor rata-rata sebesar 96,5%. Tahap terakhir dalam pengembangan ini adalah tahap evaluasi. Tahap evaluasi dilakukan setelah dilakukan uji coba terbatas. Tahap evaluasi berguna untuk membuat kesimpulan tentang produk yang telah dikembangakan telah memenuhi kriteria kelayakan atau tidak berdasarkan analisis data yang diperoleh dari validasi para ahli dan juga angket respon siswa. Pembahasan Secara keseluruhan proses pengembangan “modul komputer akuntansi MYOB berbasis scientific approach pada kompetensi dasar pencatatan transaksi perusahaan dagang untuk siswa kelas XI akuntansi di SMK Negeri 1 Sooko” telah dikembangkan sesuai dengan model pengembangan ADDIE yang terdiri atas tahap Analysis, Design, Develope, Implementation, dan Evaluation. Pada tahap analisis dilakukan analisis kinerja dan analisis kebutuhan yang kemudian dibuat tujuan pembelajaran berdasarkan analisis tersebut. Dari analisis kinerja diperoleh infromasi bahwa kurikulum yang digunakan di SMK Negeri 1 Sooko yang mempunyai jurusan akuntansi di Surabaya adalah Kurikulum 2013. Dalam kegiatan pembelajaran komputer akuntansi MYOB dilakukan di laboratorium akuntansi, guru dan siswa sudah mempunyai buku pegangan berupa Hand Out. Namun buku pegangan yang dimiliki siswa dan guru masih belum sesuai dengan kurikulum 2013, karena kegiatan pembelajaran masih terfokus pada arahan guru, sehingga siswa tidak bisa belajar secara mandiri. Tahap selanjutnya yaitu analisis kebutuhan, peneliti menentukan kebutuhan-kebutuhan apa saja yang yang diperlukan untuk mengatasi permasalahan yang ada berdasarkan dari analisis kinerja yang telah dilakukan. Dari hasil analisis diperoleh bahwa kebutuhan yang untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan mengambangkan bahan ajar yang dapat Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
155
membuat siswa belajar sacara mandiri. Dalam hal ini bahan ajar yang sesuai adalah bahan ajar berbentuk modul, karena modul adalah sebuah bahan ajar yang disusun secara sistematis, dan menarik yang meliputi materi ajar, metode dan evaluasi yang digunakan secara mandiri (Mudhlofir, 2011) Pada tahap desain dibuat rancangan modul komputer akuntansi MYOB berbasis scientific approach pada kompetensi dasar pencatatan transaksi perusahaan dagang. Format modul yang dikembangkan menggunakan format dari Daryanto (2013) dipadukan dengan format dari Depdiknas (2008) dan kemudian dimodifikasi oleh peneliti. Modifikasi dilakukan untuk menyesuaikan kebutuhan siswa terhadap isi modul tersebut dan agar sesuai dengan kurikulum 2013. Modifikasi tersebut misalnya penambahan cover depan dan halaman judul, mengganti istilah Standar Kompetensi menjadi Kompetensi Dasar, perubahan cek penguasaan standar kompetensi menjadi cek penguasaan kompetensi dasar. Pada tahap pengembangan, setelah rancangan modul komputer akuntansi MYOB berbasis scientific approach pada kompetensi dasar pencatatan transaksi perusahaan dagang telah dibuat kemudian direalisasikan dalam bentuk print out sehingga menjadi draft I yang kemudian dilakukan telaah pada ahli materi, ahli bahasa dan ahli grafik. Telaah dilakukan untuk mendapatkan saran dan masukan dari para ahli untuk perbaikan modul. Setelah draft I ditelaah oleh ahli materi, ahli bahasa dan ahli grafik dilakukan revisi perbaikan modul, hasil dari revisi perbaikan ini menghasilkan draft II yang kemudian dilakukan validasi kepada ahli materi, ahli bahasa dan ahli grafik. Setelah dilakukan validasi maka modul siap diuji coba pada siswa. Pada tahap implementasi, draft II berupa modul komputer akuntansi MYOB berbasis scientific approach pada kompetensi dasar pencatatan transaksi perusahaan dagang yang telah di validasi oleh ahli materi, ahli bahasa dan ahli grafik diuji coba secara terbatas pada 20 siswa kelas XI Akuntansi SMK Negeri 1 Sooko. Uji coba dilakukan untuk mengetahui respon siswa terhadap modul komputer akuntansi MYOB yang dikembangkan. Tahap terakhir adalah tahap evaluasi. Pada tahap ini dilakukan evaluasi kelayakan untuk melihat apakah produk yang dikembangkan berhasil, sesuai dengan harapan atau tidak. Evaluasi ini diperoleh dari data hasil validasi ahli materi, ahli bahasa, ahli grafik serta angket respon siswa dari uji coba terbatas. analisis data yang selanjutnya digunakan untuk penyusunan laporan pengembangan modul komputer akuntansi MYOB berbasis scientific approach pada kompetensi dasar pencatatan transaksi perusahaan dagang untuk siswa kelas XI Akuntansi di SMK Negeri 1 Sooko. Rata-rata kelayakan keseluruhan 85,2% Sangat layak Kelayakan modul komputer akuntansi MYOB berbasis scientific approach pada kompetensi dasar pencatatan transaksi perusahaan dagang untuk siswa kelas XI Akuntansi di SMK Negeri 1 Sooko diperoleh dari hasil validasi ahli materi, ahli bahasa dan ahli grafik. Berdasarkan hasil validasi oleh ahli materi diperoleh persentase skor 80,10% dengan kriteria sangat layak (Riduwan, 2015). Hal ini karena isi modul telah memuat dimensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai kriteria Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Pada dimensi sikap, modul telah memberikan ajakan pada setiap awal materi dan soal untuk mengamalkan sikap spiritual dan sosial. Pada dimensi pengetahuan, modul telah menyajikan materi yang sesuai dengan kompetensi dasar, tujuan pembelajaran, dan disusun dengan tahapan kegiatan 5M. Pada dimensi keterampilan, modul telah memuat keterampilan sesuai dengan kompetensi dasar. Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
156
No. 1 2 3
Komponen Materi Grafik Bahasa
Tabel 2. Hasil validasi ahli Persentase Keterangan 80,10% Sangat layak 86% Sangat layak 89,5% Sangat layak
Berdasarkan hasil validasi oleh ahli grafis diperoleh persentase 86% dengan kriteria sangat layak (Riduwan, 2015). Hal ini karena penyajian dalam modul telah sesuai dengan aspek–aspek yang terdapat pada kriteria kelayakan kegrafikan menurut BSNP. Aspek– aspek tersebut meliputi ukuran modul, desain kover modul, dan desain isi modul. Modul memiliki ukuran yang sesuai standar ISO yaitu menggunakan ukuran kertas A4. Tata letak, tipografi, dan ilustrasi pada desainkover maupun desain isi modul rata – rata mendapat penilaian baik dari ahli grafis. Dari hasil validasi oleh ahli bahasa didapat skor persentase 89,5% dengan kriteria sangat layak (Riduwan, 2015). Hal ini karena penyajian dalam modul telah sesuai dengan aspek–aspek yang terdapat pada kriteria kelayakan bahasa menurut BSNP. Rata–rata persentase seluruh validasi para ahli adalah 85,2% dengan kriteria sangat layak (Riduwan, 2015). Artinya modul komputer akuntansi berbasis scientific approach pada kompetensi dasar pencatatan transaksi perusahaan dagang untuk siswa kelas XI akuntansi di SMK Negeri 1 Sooko sangat layak digunakan dalam pembelajaran komputer akuntansi pada kompetensi dasar pencatatan transaksi perusahaan dagang. Keseluruhan hasil validasi dari para ahli dapat dilihat pada tabel berikut ini: Data Respon siswa didapat melalui uji coba secara terbatas dengan menggunakan modul yang telah di validasi oleh para ahli. Uji coba dilakukan dengan 20 siswa kelas XI Akuntansi SMKN 1 Sooko. Pada uji coba terbatas ini, siswa diberi penjelasan mengenai pengembangan modul yang dilakukan, kemudian masing – masing siswa diberi modul untuk dipelajari secara berkelompok. Diakhir kegiatan, siswa diminta untuk memberikan penilaian terhadap modul akuntansi yang dikembangkan dengan mengisi angket respon siswa. Dari hasil angket siswa didapat skor persentase 96,5% dengan kriteria sangat baik (Riduwan, 2015). Hal ini karena seluruh siswa menganggap bahwa materi pencatatan transaksi perusahaan dagang yang disajikan mudah untuk dipahami. Sehingga dapat disimpulkan bahwa menurut respon siswa modul komputer akuntansi MYOB berbasis scientific approach pada kompetensi dasar pencatatan transaksi perusahaan dagang yang dikembangkan sangat baik digunakan dalam pembelajaran komputer akuntansi. Hasil penelitian ini didukung hasil penelitian oleh Sari (2015), berjudul “Pengembangan Modul Mata Pelajaran Komputer Akuntansi Myob Berbasis Pembelajaran Scientific approach Pada Kompetensi Dasar Pencatatan Transaksi Perusahaan Jasa Untuk Siswa Kelas XI Akuntansi Di SMK Negeri 1 Lamongan” Hasil penelitian tersebut menunjukkan hasil sangat layak dengan menunjukkan skor 77,46% untuk kelayakan materi, 85,7% untuk kelayakan bahasa, 97,3% untuk kelayakan media dan 81,5% untuk respon siswa, dan secara menyeluruh diperoleh skor rata-rata sebesar 84,48%.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
157
SIMPULAN Simpulan Pengembangan ini menghasilkan produk berupa modul komputer akuntansi MYOB berbasis Scientific Approach pada kompetensi dasar pencatatan transaksi perusahaan dagang untuk siswa kelas XI akuntansi di SMK Negeri 1 Sooko. Proses pengembangan modul ini menggunakan model pengembangan ADDIE yang meliputi Analysis, Design, Development, Implementation, dan Evaluation. Kelayakan modul komputer akuntansi MYOB berbasis Scientific Approach pada kompetensi dasar pencatatan transaksi perusahaan dagang berdasarkan validasi ahli materi, Ahli grafis dan ahli bahasa menunjukkan kriteria sangat layak. Respon siswa kelas XI akuntansi di SMKN 1 Sooko terhadap modul komputer akuntansi MYOB berbasis Scientific Approach pada kompetensi dasar pencatatan transaksi perusahaan dagang menunjukkan hasil sangat baik. Saran Berdasarkan analisis data simpulan di atas maka saran yang terkait dengan pengembangan yang telah dilakukan dalam penelitian adalah Penggunaan modul ini akan lebih efektif saat kegiatan belajar di laboratorium akuntansi dan tetap didampingi oleh guru, sehingga guru dapat memberikan penjelasan ketika siswa merasa kesulitan. Modul ini terbatas “pada kompetensi dasar pencatatan transaksi perusahaan dagang.” Oleh karena itu peneliti selanjutnya perlu mengembangkan modul yang mencakup keseluruhan kompetensi dasar. “Modul berbasis scientific approach ini hanya terbatas pada kompetensi dasar pencatatan transaksi perusahaan dagang,” disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk mengembangkan modul pada pencatatan transaksi perusahaan manufaktur DAFTAR PUSTAKA Daryanto. 2013. Menyusun Modul Bahan Ajar Untuk Persiapan Guru Dalam Mengajar. Yogyakarta: Gava Media. Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Penulisan Modul. Jakarta. Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional. Mudhlofir, Ali. 2011. Aplikasi Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Dan Bahan Ajar Dalam Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Rajagrafindo. Mulyasa, E. 2013. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013: Perubahan dan Pengembangan Kurikulum 2013 Merupakan Persoalan Penting dan Genting. Bandung: Remaja Rosdakarya. Permendikbud 103 Tahun 2014. Pembelajaran Kurikulum 2013 Pada Pendidikan Dasar Dan Pendidikan Menengah. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Prastowo, Andi. 2015. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Jogjakarta: Diva Press. Pribadi, Benny A. 2011. Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Dian Rakyat. Riduwan. 2013. Skala Pengukuran Variable-Variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta. Riduwan. 2015. Skala Pengukuran Variable-Variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
158
Sari, Linda Juwita Setia. 2015. Pengembangan Modul Mata Pelajaran Komputer Akuntansi Myob Berbasis Pembelajaran Scientific Approach Pada Kompetensi Dasar Pencatatan Transaksi Perusahaan Jasa Untuk Siswa Kelas XI Akuntansi Di SMK Negeri 1 Lamongan. Jurnal Pendidikan Akuntansi (JPAK) (online) Volume 2 nomor 2 tahun 2015.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
PENGEMBANGAN MODUL AKUNTANSI PERUSAHAAN MANUFAKTUR DENGAN SCIENTIFIC APPROACH MATERI HARGA POKOK PESANAN Rizka Aulia Program Studi Pendidikan Akuntansi, Jurusan Pendidikan Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Surabaya
[email protected] Rochmawati Program Studi Pendidikan Akuntansi, Jurusan Pendidikan Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Surabaya
[email protected] ABSTRAK Modul atau bahan ajar yang digunakan di SMKN 2 Buduran saat ini masih belum sesuai dengan Kurikulum 2013 yang diterapkan di SMKN 2 Buduran. Dimana dalam Kurikulum 2013 proses pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik (scientific approach). Terdapat 5 tahapan belajar dalam pendekatan saintifik, yaitu mengamati, menanya, mencoba/mengumpulkan informasi, menalar, dan mengomunikasikan. Penelitian ini mempunyai tujuan untuk menghasilkan modul akuntansi perusahaan manufaktur berbasis scientific approach pada materi metode harga pokok pesanan di kelas XII Akuntansi SMKN 2 Buduran, mengetahui kelayakan modul dan mengetahui respon daripeserta didik. Pengembangan modul akuntansi perusahaan manufaktur ini menggunakan model pengembangan ADDIE (Analysis, Design, Development, Implementation, Evaluation). Instrumen penelitian yang digunakan berupa lembar telaah para ahli, lembar validasi para ahli dan angket respon siswa yang menghasilkan data kuantitatif. Hasil validasi sebesar 84,55% diperoleh dari ahli materi, 84% diperoleh dari ahli grafis, dan 82% diperoleh dari ahli bahasa, sehingga diperoleh rata-rata persentase sebesar 83,77% yang artinya sangat layak. Sedangkan dari hasil angket respon peserta didik pada saat uji coba memperoleh rata-rata persentase sebesar 94,06% yang artinya sangat baik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa modul akuntansi perusahaan manufaktur dinyatakan sangat layak dan sangat baik apabila digunakan dalam kegiatan pembelajaran akuntansi perusahaan manufaktur di kelas XII Akuntansi SMKN 2 Buduran dan mendapat respon baik dari peserta didik. Kata Kunci: Modul Akuntansi, Scientific Approach, ADDIE, Metode Harga Pokok Pesanan. PENDAHULUAN Pemerintah sangat serius dalam meningkatkan mutu dibidang pendidikan demi kemajuan pendidikan Indonesia di masa depan. Hal ini didasari bahwa pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan karena pendidikan merupakan sarana untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pemerintah terus melakukan perubahan dan perkembangan di bidang pendidikan sebagai upaya untuk memperbaiki kualitas pendidikan. Salah satu perubahan dan perkembangan di bidang pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah adalah perubahan pada kurikulum pendidikan. Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
160
Di Indonesia saat ini tengah menerapkan kurikulum 2013, yang merupakan pengembangan dari kurikulum sebelumnya yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Berdasarkan Kemendikbud (2013) “Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan saintifik (scientific approach) dalam setiap kegiatan pembelajaran, yang meliputi kegiatan mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan mengkomunikasikan”. “Kurikulum 2013 dimaksudkan untuk mewujudkan konsep pendidikan yang berorientasi terhadap perkembangan peserta didik” (Permendikbud, 2014). Oleh karena itu kurikulum pendidikan di SMK perlu dikembangkan menjadi kurikulum yang menekankan pada proses pembelajaran berpusat pada siswa untuk membangunan pengetahuan dan keterampilan peserta didik melalui berbagai pendekatan yang mendidik dan memandirikan. Berbeda dengan kurikulum sebelumnya, dalam kurikulum 2013 terdapat perubahan baik dari segi instrumen maupun kegiatan belajar siswa sehingga bahan ajar dari kurikulum sebelumnya kurang efektif untuk pembelajaran dalam kurikulum 2013. Dimana bahan ajar merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Menurut Mulyasa (2014) “faktor- faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar terdiri dari: 1) bahan ajar atau materi yang dipelajari; 2) lingkungan; 3) faktor instrumental; dan 4) kondisi peserta didik”. Keempat faktor tersebut dapat memberikan kontribusi tertentu terhadap prestasi belajar baik secara terpisah maupun bersama-sama. Mata pelajaran Akuntansi Perusahaan Manufaktur merupakan mata pelajaran yang membahas tentang proses produksi di suatu perusahaan. Terdapat dua sistem yang digunakan perusahaan dalam penentuan harga pokok, salah satunya adalah dengan metode harga pokok pesanan. Pada materi metode harga pokok pesanan, perusahaan mengakumulasikan biaya berdasarkan pesanan, sehingga terdapat aliran biaya yang terjadi untuk setiap proses produksi. Untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik, maka diperlukan bahan ajar yang tepat untuk mata pelajaran akuntansi perusahaan manufaktur. Khususnya dalam materi metode harga pokok pesanan. Menurut Daryanto (2013) menyatakan bahwa “modul merupakan salah satu bentuk bahan ajar yang dikemas secara utuh dan sistematis, di dalamnya memuat seperangkat pengalaman belajar yang terencana dan didesain untuk membantu siswa menguasai tujuan belajar yang spesifik”. Posisi modul materi metode harga pokok pesanan perusahaan manufaktur saat ini digunakan sebagai bahan ajar utama. Karena sampai saat ini belum ada modul untuk materi metode harga pokok pesanan perusahaan manufaktur. Modul atau bahan ajar yang beredar saat ini masih berbasis Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Berdasarkan hasil wawancara dengan guru akuntansi perusahaan manufaktur dan hasil angket pra penelitian dapat diketahui beberapa fenomena yang terjadi yaitu: 1) Masih banyak peserta didik kelas XII yang masih kesulitan memahami materi dan aliran biaya pada metode harga pokok pesanan. 2) Pada mata pelajaran akuntansi perusahaan manufaktur menggunakan bahan ajar berupa buku teks yang masih berbasis KTSP dan tampilannya masih monoton hanya tulisan saja, tidak terdapat ilustrasi gambar. 3) Pada saat penjelasan mengenai aliran biaya, guru hanya menjelaskan tentang bagian-bagian yang terkait dalam aliran biaya secara verbal. 4) Kegiatan pembelajaran belum berpusat pada
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
161
peserta didik. Hal ini tentunya tidak sesuai dengan diterapkannya scientific approach dalam kurikulum 2013 yang mengharuskan peserta didik untuk membangun pengetahuannya sendiri dengan guru sebagai fasilitator. Dengan demikian peneliti mencoba mencari solusi dengan mengembangkan bahan ajar dalam bentuk modul dengan scientific approach. Maka peneliti akan mengadakan penelitian yang berjudul “Pengembangan Modul Akuntansi Perusahaan Manufaktur Berbasis Scientific Approach pada Materi Metode Harga Pokok Pesanan di Kelas XII Akuntansi SMKN 2 Buduran”. Adapun penelitian pengembangan ini bertujuan: 1) Untuk mengetahui proses pengembangan modul akuntansi pesanan perusahaan dengan scientific approach pada materi metode harga pokok manufaktur di kelas XII AK SMKN 2 Buduran; 2) Untuk mengetahui kelayakan pengembangan modul akuntansi perusahaan manufaktur dengan scientific approach pada materi metode harga pokok pesanan di kelas XII AK SMKN 2 Buduran; 3) Untuk mengetahui respon siswa terhadap modul akuntansi perusahaan manufaktur dengan scientific approach pada materi metode harga pokok pesanan di kelas XII AK SMKN 2 Buduran. Pengertian modul menurut Daryanto (2013) menyatakan bahwa modul merupakan salah satu bentuk bahan ajar yang dikemas secara utuh dan sistematis, di dalamnya memuat seperangkat pengalaman belajar yang terencana dan didesain untuk membantu siswa menguasai tujuan belajar yang spesifik. Sehingga peserta didik dapat belajar mandiri dengan bantuan yang minimal dari guru dan juga peserta didik dapat menguasai tujuan belajar yang spesifik. Hal ini sesuai dengan kegiatan pembelajaran dalam kurikulum 2013 yang mengharuskan peserta didik untuk membangun pengetahuannya sendiri. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2014 “Pembelajaran pada Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan saintifik atau pendekatan berbasis proses keilmuan”. Menurut Kurniasih dan Berlin (2014) “Pembelajaran dengan pendekatan saintifik (scientific approach) adalah proses pembelajaran yang melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan, dan mengkomunikasikan konsep, hukum, atau prinsip yang ditemukan”. Sedangkan menurut Mulyadi (2005) “Metode pengumpulan biaya produksi dengan metode harga pokok pesanan yang digunakan dalam perusahaan yang produksinya berdasarkan pesanan memiliki karakteristik sebagai berikut: 1) Perusahaan memproduksi berbagai macam produk sesuai dengan spesifikasi pemesan dan setiap jenis produk perlu dihitung harga pokok produksinya secara individual; 2) Biaya produksi harus digolongkan menjadi biaya produksi langsung dan biaya produksi tidak langsung. 3) Biaya produksi langsung terdiri dari biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung, sedangkan biaya produksi tidak langsung disebut dengan istilah biaya overhead pabrik; 4) Biaya produksi langsung diperhitungkan sebagai harga pokok produksi pesanan tertentu berdasarkan biaya yang sesungguhnya terjadi, sedangkan biaya overhead pabrik diperhitungkan ke dalam harga pokok produksi berdasarkan tarif yang ditentukan di muka; dan 5) Harga pokok produksi per unit dihitung pada saat pesanan selesai diproduksi
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
162
dengan cara membagi jumlah biaya produksi yang dikeluarkan untuk pesanan tersebut dengan jumlah unit produk yang dihasilkan.” METODE Peneliti menggunakan jenis penelitian dan pengembangan atau Research and Development (R&D). Peneliti memilih menggunakan model pengembangan ADDIE (Analyze, Design, Development, Implementation, Evaluation) yang dikembangkan oleh Grafinger (dalam Mollenda, 2003). Dengan menggunakan model pengembangan ini peneliti melakukan lima tahapan utama, yaitu tahap analisis, tahap desain/rancangan, tahap pengembangan, tahap implementasi, dan tahap evaluasi, sehingga peneliti dapat menghasilkan modul akuntansi perusahaan manufaktur pada materi harga pokok pesanan.
Gambar 1. Tahapan model pengembangan ADDIE Grafinger dalam Molenda (2003) Subjek uji coba yang digunakan adalah ahli materi yang terdiri dari dosen Pendidikan Akuntansi dan guru mata pelajaran akuntansi perusahaan manufaktur, ahli grafis yaitu dosen Teknologi Pendidikan, ahli bahasa yaitu dosen dari Fakultas Bahasa dan Seni, dan 20 orang peserta didik kelas XII Akuntansi SMKN 2 Buduran yang telah memperoleh materi metode harga pokok pesanan. Dari penelitian pengembangan ini menghasilkan 2 jenis data yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari hasil telaah modul
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
163
akuntansi perusahaan manufaktur dari para ahli. Sedangkan data kuantitatif, diperoleh dari hasil validasi modul akuntansi perusahaan manufaktur para ahli dan hasil respon siswa. Dalam penelitian ini menggunakan instrumen pengumpulan data berupa lembar angket telaah para ahli. Selain angket telaah, peneliti juga menggunakan angket validasi para ahli dan angket respon peserta didik yang dianalisis menggunakan teknik presentase.. Modul akuntansi perusahaan manufaktur dapat dikatakan layak dan baik apabila memperoleh rata-rata persentase dari angket validasi dan angket peserta didik masing-masing sebesar 61% (Riduwan, 2013) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Proses pengembangan modul akuntansi perusahaan manufaktur dengan scientific approach ini menggunakan model pengembangan ADDIE. Terdapat lima tahapan yaitu tahap analisis, tahap desain, tahap pengembangan, tahap implementasi, dan tahap evaluasi. Pada tahap analisis peneliti melakukan analisis kinerja dan analisis kebutuhan terhadap kegiatan pembelajaran di SMKN 2 Buduran yang untuk kemudian dapat dilakukan perumusan tujuan pembelajaran. Pada kegiatan pembelajaran, peserta didik menggunakan bahan ajar lama yang tampilannya monoton dan tidak terdapat ilustrasi gambar. Peserta didik hanya sekedar membayangkan gambar aliran biaya karena guru hanya menjelaskan secara verbal Peserta didik memerlukan bahan ajar yang dapat memberikan motivasi belajar. Peneliti merumuskan tujuan pembelajaran sesuai dengan indikatoindikator yang terdapat dalam silabus mata pelajaran akuntansi perusahaan manufaktur. Pada tahap desain dilakukan kegiatan merancang modul akuntansi perusahan manufaktur dengan scientific approach pada materi harga pokok pesanan yang akan dikembangkan. Kegiatan pada tahap desain ini dimulai dengan merancang isi (materi) dan penyajian yang digunakan dalam penyusunan modul akuntansi perusahan manufaktur dengan scientific approach sesuai dengan tujuan pembelajaran pada materi harga pokok pesanan. Kemudian dilakukan pemilihan format modul yang disesuaikan dengan kebutuhan. Pada tahap selanjutnya yaitu tahap pengembangan peneliti melakukan proses penyusunan modul akuntansi perusahaan manufaktur, telaah para ahli, dan validasi modul. Pada proses penyusunan modul rancangan isi dan penyajian modul pada tahap desain direalisasikan menjadi sebuah modul cetak yang disebut dengan draft I. Modul akuntansi perusahaan manufaktur yang dikembangkan dicetak menggunakan kertas A4 100 gsm. Selanjutnya, pada tahap telaah para ahli modul yang telah dihasilkan (draft I) akan ditelaah oleh ahli materi, ahli grafis, dan ahli bahasa. Ahli materi memberikan saran dan masukan perbaikan yaitu: memperbaiki jurnal pada transaksi biaya tenaga kerja, menambah daftar pustaka, menyempurnakan gambar ilustrasi, dan memperbaiki konsistensi dan sistematika penulisan daftar isi. Dari ahli grafis diperoleh saran dan masukan perbaikan yaitu: menghilangkan gambar kartun pada pembuka bab, memperbaiki tampilan cover modul, dan penyajian kunci jawaban sebaiknya dibalik. Sedangakn ahli bahasa memberikan saran dan masukan perbaikan yaitu: merevisi penulisan pada Halaman Judul, supaya menggunakan kalimat ajakan terhadap 5M dalam Pendekatan
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
164
Saintifik, meletakkan glosarium pada bagian akhir modul /setelah daftar pustaka, dan pada bagian menalar sebaiknya diberikan kasus untuk dijawab penyebab dan solusinya. Berdasarkan saran dan masukan dari telaah para ahli, peneliti memperbaiki modul akuntansi yang menghasilkan Draft II. Selanjutnya peneliti meminta validasi draft II kepada para ahli. Pada tahap implementasi, modul akuntansi yang telah dilakukan revisi dan validasi kemudian diuji coba kepada 20 orang peserta didik kelas XII jurusan Akuntansi SMKN 2 Buduran. Uji coba bertujuan untuk mengetahui respon siswa terhadap modul akuntansi perusahaan manufaktur. Tahap evaluasi merupakan tahap terakhir dari model pengembangan ADDIE. Pada tahap peneliti dapat melihat apakah produk yang dikembangkan berhasil dan sesuai dengan harapan atau tidak. Tahap evaluasi ini tidak hanya dilakukan pada akhir proses pengembangan, tetapi dapat dilakukan pada setiap tahap dalam proses pengembangan yang disebut dengan evaluasi formatif karena bertujuan untuk kebutuhan revisi. Pada evaluasi akhir penelitian pengembangan ini, peneliti dapat mengetahui kelayakan modul akuntansi perusahan manufaktur dengan scientific approach yang dikembangkan untuk digunakan sebagai bahan ajar berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh peneliti. Kelayakan modul akuntansi diperoleh dari skor validasi yang diberikan oleh validator. Hasil dari analisis skor validator tersebut diketahui bahwa modul akuntansi mendapat skor dari ahli materi sebesar 83,85% untuk kelayakan isi dan sebesar 85,25 % untuk kelayakan penyajian. Ahli grafis memberikan skor 84% untuk kelayakan kegrafikan, dan ahli bahasa memberikan skor 82% untuk kelayakan kebahasaan. Sedangkan peneliti memperoleh respon peserta didik melalui uji coba modul yang dilakukan dengan 20 peserta didik kelas XII Akuntansi SMKN 2 Buduran. Hasil dari uji coba tersebut diperoleh respon siswa terhadap modul akuntansi yang dikembangkan sebesar 94,06% dengan rincian untuk kriteria isi sebesar 95%, untuk kriteria penyajian sebesaar 93,75%, untuk kriteria kebahasaan sebesar 95%, dan untuk kriteria kegrafikan sebesar 92,5%. Pembahasan Proses pengembangan modul akuntansi perusahaan manufaktur telah dilakukan sesuai dengan tahapan- tahapan dalam model pengembangan ADDIE (Analysis. Design, Development, Implementation, Evaluation). Tahap analisis ini terdiri dari analisis kinerja, analisis kebutuhan, serta perumusan tujuan pembelajaran. Dari analisis kinerja yang telah dilakukan oleh peneliti pada SMKN 2 Buduran adalah peserta didik kelas XII Akuntansi rata-rata masih kesulitan memahami materi dan aliran biaya pada metode harga pokok pesanan. Peserta didik hanya sekedar membayangkan gambaran aliran biaya dalam metode harga pokok pesanan. Bahan ajar yang ada di sekolah juga belum memadai untuk Kurikulum 2013, padahal sekolah sudah menerapkan Kurikulum 2013. Tahap selanjutnya yaitu analisis kebutuhan. Hasil dari analisis kebutuhan ditemukan tujuan pembelajaran metode harga pokok pesanan ini adalah peserta didik mampu membuat pencatatan biaya-biaya yang terjadi pada metode harga pokok pesanan. Untuk mencapai tujuan tersebut maka dikembangkanlah bahan ajar berupa modul. Menurut Daryanto (2013)
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
165
menyatakan bahwa “modul merupakan salah satu bentuk bahan ajar yang dikemas secara utuh dan sistematis, di dalamnya memuat seperangkat pengalaman belajar yang terencana dan didesain untuk membantu siswa menguasai tujuan belajar yang spesifik” sehingga dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik pada materi metode harga pokok pesanan perusahaan manufaktur. Selanjutnya tahap akhir dari tahap analisis adalah perumusan tujuan pembelajaran yang dicapai peserta didik. Rumusan tujuan pembelajaran ini tercantum dalam indikator – indikator materi yang terdapat dalam silabus mata pelajaran akuntansi perusahaan manufaktur materi metode harga pokok pesanan yang akan digunakan sebagai acuan dalam penyusunan materi dalam modul akuntansi berbasis scientific approach materi harga pokok pesanan perusahaan manufaktur ini. Pada tahap desain dilakukan perancangan isi (materi) dan penyajian yang akan digunakan dalam pengembangan modul. Selain itu, dilakukan juga pemilihan format modul. Desain format modul yang dikembangkan menggunakan format dari Direktorat Pembinaan SMK (2008) dengan modifikasi dari peneliti, misalnya mengubah istilah Standar Kompetensi (SK) menjadi Kompetensi Inti (KI), menggabungkan prasyarat dan cek kemampuan menjadi materi prasyarat, dan penambahan peta konsep disetiap kegiatan belajar. Modul akuntansi perusahaan manufaktur dirancang menggunakan perpaduan warna yang menarik, meanambah gambar sebagai ilustrasi pada bagian mengamati, memperjelas gambar bgan alir biaya pada metode harga pokok pesanan. Selain itu, materi dalam modul disusun sesuai dengan silabus akuntansi perusahaan manufaktur materi metode harga pokok pesanan. Selanjutnya pada tahap pengembangan dilakukan pembuatan modul sesuai dengan format yang telah ditentukan pada tahap desain, sehingga menghasilkan modul akuntansi perusahaan manufaktur cetak yang disebut dengan draft I. Modul (draft I) terdiri dari cover depan, halaman judul, kata pengantar, daftar isi, peta kedudukan modul, pendahuluan, pembelajaran, evaluasi, kunci jawaban, daftar pustaka, glosarium, dan cover belakang. Setelah itu draft I modul akuntansi perusahaan manufaktur ditelaah oleh ahli materi, ahli bahasa, dan ahli grafis. Peneliti melakukan perbaikan terhadap draft I madul akuntansi perusahaan manufaktur untuk menghasilkan draft II. Selanjutnya peneliti melakukan validasi kepada ahli materi , ahli bahasa, dan ahli grafis. Hasil validasi para ahli terhadap draft II modul akuntansi perusahaan manufaktur akan dianalisis secara kuantitatif dengan teknik persentase. Pada tahap implementasi, draft II yang telah divalidasi berupa modul akuntansi perusahaan manufaktur berbasis scientific approach pada materi metode harga pokok pesanan diuji coba pada 20 peserta didik kelas XII Akuntansi di SMKN 2 Buduran. Siswa yang menjadi subjek uji coba adalah siswa yang sudah menerima materi metode harga pokok pesanan. “Dalam evaluasi kelompok kecil, produk yang dikembangkan perlu dicobakan kepada 10-20 orang siswa yang dapat mewakili populasi target. Jika kurang dari 10, maka data yang diperoleh kurang dapat menggambarkan populasi target. Sebaliknya, bila lebih dari 20 data atau informasi yang diperoleh melebihi yang diperlukan, maka kurang bermanfaat untuk dianalisis dalam evaluasi kecil” (Sadiman, 2011).
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
166
Tahap terakhir yaitu tahap evaluasi. Tahap ini dilakukan bertujuan untuk melihat apakah modul akuntansi yang dikembangkan layak atau tidak apabila digunakan dalam kegiatan pembelajaran dengan berdasarkan data hasil validasi para ahli dan angket respon siswa yang dianalisis secara deskriptif kuantitatif dengan menggunakan teknik persentase. Analisis data tersebut digunakan untuk mengetahu keberhasilan pengembangan modul akuntansi perusahan manufaktur dengan scientific approach pada materi harga pokok pesanan di kelas XII Akuntansi SMKN 2 Buduran. Kelayakan dari modul akuntansi perusahan manufaktur dengan scientific approach pada materi harga pokok pesanan di kelas XII Akuntansi SMKN 2 Buduran diperoleh dari lembar validasi ahli materi, ahli grafis, dan ahli bahasa. Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh peneliti kelayakan modul akuntansi perusahaan manufaktur memperoleh rata-rata persentase 83,77% yang berarti sangat layak. Hal ini karena modul akuntansi perusahaan manufaktur telah sesuai dengan aspek-aspek yang dinilai dalam lembar validasi. Aspek lembar validasi ahli materi yang dinilai dibagi menjadi 2 komponen kelayakan, yaitu kelayakan isi dan kelayakan penyajian. Kelayakan isi terdiri dari aspek dimensi sikap spiritual, aspek dimensi sikap sosial, aspek cakupan materi, aspek akurasi materi, aspek kemutakhiran & kontekstual, aspek ketaatan pada hukum dan perundang-undangan, dan dimensi keterampilan. Sedangkan kelayakan penyajian berisi aspek teknik penyajian, aspek pendukung penyajian materi, aspek penyajian pembelajaran, dan aspek kelengkapan penyajian. Aspek lembar validasi ahli grafis yang dinali terdiri dari aspek ukuran modul, aspek tata letak kover modul, aspek tipografi kover modul, ilustrasi kover modul, aspek tata letak isi buku, dan aspek tipografi isi buku. Sedangkan, aspek lembar validasi ahli bahasa yang dinali terdiri dari aspek kesesuaian dengan perkembangan peserta didik, aspek keterbacaan, aspek kemampuan memotivasi, aspek kelugasan, aspek koherensi dan keruntutan alur pikir, aspek kesesuaian dengan kaidah Bahasa Indonesia, dan aspek penggunaan istilah dan simbol/lambang. Apabila peersentase kelayakan 81% maka memperoleh kriteria sangat layak (Riduwan 2013). Dengan demikian modul akuntansi perusahan manufaktur dengan scientific approach pada materi harga pokok pesanan di kelas XII Akuntansi SMKN 2 Buduran sangat layak apabila digunakan dalam kegiatan pembelajaran akuntansi perusahaan manufaktur materi metode harga pokok pesanan. Respon peserta didik diperoleh dari analisis hasil angket respon peserta didik. Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh peneliti respon siswa terhadap modul akuntansi perusahaan manufaktur mendapat rata-rata persentase sebesar 95,93% yang berarti sangat baik. Apabila persentase 81% maka memperoleh kriteria sangat baik (Riduwan, 2013). Hal ini karena menurut peserta didik modul akuntansi perusahaan manufaktur yang dikembangkan bagus, menarik dan kreatif. Selain itu, materi dalam modul akuntansi perusahaan manufaktur lengkap dan mudah dipahami, sehingga dapat menambah motivasi peserta didik untuk giat belajar. Dengan demikian menurut respon peserta didik modul akuntansi perusahan manufaktur dengan scientific approach pada materi harga pokok pesanan sangat baik digunakan dalam kegiatan pembelajaran akuntansi perusahaan manufaktur.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
167
Pembahasan ini sesuai dengan hasil penelitian Masruroh (2015) yang menyatakan penggunaan modul akuntansi berbasis scientific approach sangat layak digunakan dalam proses pembelajaran serta didukung pendapat Riduwan (2013) yang mengemukakan bahwa “suatu produk pengembangan dapat dikatakan layak apabila rata-rata persentase dari angket validasi ahli materi, ahli bahasa, ahli grafis, serta respon peserta didik rata-rata ≥61%”. PENUTUP Simpulan Dari hasil penelitian pengembangan yang telah dilakukan, maka peneliti dapat memberi kesimpulan bahwa 1) Penelitian pengembangan ini menghasilkan produk modul akuntansi perusahaan manufaktur dengan scientific approach pada materi metode harga pokok pesanan di kelas XII Akuntansi SMKN 2 Buduran. Proses pengembangan menggunakan model pengembangan ADDIE ; 2) Modul akuntansi perusahaan manufaktur dengan scientific approach pada materi metode harga pokok pesanan dilihat dari hasil validasi ahli materi, ahli grafis, dan ahli bahasa memperoleh hasil sangat layak untuk digunakan sebagai bahan ajar dalam kegiatan pembelajaran; 3) Respon peserta didik terhadap modul akuntansi perusahaan manufaktur dengan scientific approach pada materi metode harga pokok pesanan memperoleh hasil sangat baik digunakan untuk proses pembelajaran. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran yang terkait dengan pengembangan yang telah dilakukan yaitu peneliti selanjutnya dapat melakukan uji efektivitas modul akuntansi perusahaan manufaktur melalui penelitian eksperimen. Modul akuntansi pada penelitian ini terbatas pada materi metode harga pokok pesanan perusahaan manufaktur, selanjutnya dapat dikembangkan untuk materi yang lain, seperti materi harga pokok proses perusahaan manufaktur. DAFTAR PUSTAKA Daryanto. 2013. Menyusun Modul (Bahan Ajar untuk Persiapan Guru dalam Mengajar). Yogyakarta: Penerbit Gava Media. Direktorat Pembinaan SMK. 2008. Teknik Penyusunan Modul. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Kemendikbud. 2013. Diklat Guru Dalam Rangka Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Kurniasih, Imas dan Berlin, Sani. 2014. Sukses Mengimplementasikan Kurikulum 2013. Yogyakarta: Kata Pena. Masruroh, Faridatul. 2015. Pengembangan Modul Akuntansi Piutang Berbasis Scientific Approach pada Mata Pelajaran Akuntansi Keuangan di SMK Negeri 2 Buduran. Jurnal Pendidikan Akuntansi (Online). (http://ejournal.unesa.ac.id/ index.php/jpak/article/vi ew/13184/17204, diakses pada tanggal 18 Februari 2016)
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
168
Molenda, M. 2003. “In Search of the Elusive ADDIE Model: Journal of Performance Improvement. Vol 42: pp 34-36 Mulyadi. 2005. Akuntansi Biaya Edisi 5. Yogyakarta: UPP AMP YKPN Mulyasa, E. 2014. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Kemendikbud. 2014. Permendikbud Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2014 Tentang Pembelajaran pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Riduwan. 2013. Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta. Sadiman, AS, dkk. 2011. Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya. Jakarta: Rajawali Press
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
ANALISIS PEMANFAATAN MEDIA SOSIAL DALAM AKTIVITAS PEMBELAJARAN AKUNTANSI (STUDI PADA MAHASISWA PENDIDIKAN AKUNTANSI FPEB UPI) Abdul Ghani Maulana Tarsono Pendidikan Akuntansi FPEB UPI Arvian Triantoro Pendidikan Akuntansi FPEB UPI
ABSTRACT The study aimed to investigate the usage of social media, Accounting learning activity, the usage of social media in Accounting learning activity, and the correlation of the usage of social media in Accounting learning activity and Accounting learning activity. This study used descriptive study and survey as method in collecting the data. The data was obtained by distributing the questionnaire to the respondents which were Accounting education students in UPI. Sampling technique which was used in this study was random sampling, the sample obtained 183 students out of 388 students. The results showed that the usage of social media and Accounting learning activity score was 70,33% in the highest category and social media which had been used by respondents to support Accounting learning activity obtained score 64,26% in the middle category. Keywords: Usage of Social Media, Accounting Learning Activity PENDAHULUAN
Salah satu produk dari perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) adalah Internet. Internet adalah singkatan dari Interconnected Networking yang apabila diartikan dalam bahasa Indonesia berarti rangkaian komputer yang terhubung di dalam beberapa rangkaian jaringan. Dengan adanya internet setiap orang dapat mengakses informasi dengan lebih cepat, efisien serta dapat melakukan berbagai hal dengan siapapun, dimanapun dan kapanpun tanpa batas waktu dan tempat (Mulia, 2007:1). Menurut Oetomo (2007:117) internet merupakan sekumpulan jaringan yang terhubung satu dengan lainnya, dimana jaringan menyediakan sambungan menuju global informasi. Internet sangat populer khususnya di kalangan muda. Internet mudah digunakan siapapun, bahkan mereka yang hanya memilki pengetahuan relatif minim. Internet dapat pula menjadi ajang gaul yang murah, tempat mencari informasi gaul, serta pendidkan dan lowongan kerja yang up to date (Oetomo, 2007:2). Dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa internet menyediakan berbagai layanan yang dapat dimanfaatkan dengan mudah oleh penggunanya. Salah satu layanan internet yang berkembang saat ini adalah media sosial (social media). Contohnya adalah Friendster, Myspace, Flickr, You Tube, Facebook, Twitter, Line, Path, BBM dan lain-lain. Keberadaan situs media sosial memudahkan penggunanya untuk berinteraksi dengan orang-orang dari seluruh dunia dengan biaya yang lebih murah dibandingkan menggunakan telepon. Apalagi dengan zaman sekarang yang didukung oleh beberapa operator seluler yang memberikan Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
170
kemudahan dan harga yang terjangkau dan ada juga operator yang menyediakan layanan gratis bagi konsumennya dalam melakukan internet, salah satunya yaitu mengakses media sosial. Berikut ini merupakan media sosial terpopuler tahun 2014 di dunia :
Gambar 1 Media Sosial Terpopuler Tahun 2014 di Dunia Sumber : www.ebizmba.com
Dari diagram di atas dapat kita simpulkan bahwa dari media sosial yang ada seperti facebook, twitter, linkedln, pinterest, google plus, tumblr, instagram, VK, flickr, vine, meetup dan lain sebagainya, facebook merupakan media sosial yang lebih banyak digunakan oleh semua orang dibandingkan dengan media sosial yang lain. Berdasarkan Survei pada tahun 2014 oleh Data Global Web Index, Indonesia adalah negara yang memiliki pengguna sosial media yang paling aktif di Asia Tenggara. Menurut data statistik perkembangan internet di Indonesia mencapai 15% atau 38.191.873 orang pengguna internet dari total populasi kita 251.160124 jiwa. Sedang pengguna internet dengan menggunakan mobile/smartphone mencapai 14% dari populasi. Berdasarkan data statistik indikator pengguna sosial media di Indonesia, untuk persentase jumlah pengguna sosial media di Indonesia 15% dari total populasi, rata-rata waktu yang dibutuhkan pengguna untuk mengakses sosial media di Indonesia sekitar 2 jam 54 menit setiap harinya. Sedangkan persentase penggguna yang mengakses media sosial melalui mobile/smartphone 74%. Media sosial memiliki manfaat yang positif bagi pendidikan. Misalnya situs media sosial facebook, ada dua aspek utama yang digunakan pada facebook satu sosial dan satunya lagi pendidikan. Dalam ScienceDaily (2011) menyebutkan bahwa: Dalam hal belajar, siswa mengatakan bahwa facebook memungkinkan mereka berhubungan dengan guru dan siswa lainnya lewat hubungan pertemanan, berbagi pengetahuan, berbagi perasaan dengan teman, bergabung dengan grup-grup yang dibuat untuk mata pelajaran tertentu, bekerjasama diskusi, jadwal kuliah, kalender
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
171
manajemen proyek serta menggunakan aplikasi pendidikan untuk mengorganisir aktivitas belajar. Menurut John Naisbitt dalam Isjoni dkk (2008:9) memprediksi bahwa milenium ke-2 akan didominasi sebagai era informasi. Era informasi yang dimaksud adalah teknologi informasi. Dengan penggunaan teknologi yang unggul maka akan menyebabkan negara tersebut maju dan unggul dalam mendominasi dunia. Banyak sekali negara yang mempersiapkan para pelajar melalui departemen pendidikannya agar mampu bersaing, khusunya dalam penguasaan ICT (Information and Communication Technology) untuk mengantisipasi trend perkembangan dunia. Menurut Izmail (2010) Menghadapi abad ke-21, UNESCO melalui “The International Commission on Education for the Twenty First Century” merekomendasikan pendidikan yang berkelanjutan (seumur hidup) yang dilaksanakan berdasarkan empat pilar proses pembelajaran, yaitu: Learning to know (belajar untuk menguasai. pengetahuan), Learning to do (belajar untuk menguasai keterampilan), Learning to be (belajar untuk mengembangkan diri), dan Learning to live together (belajar untuk hidup bermasyarakat). Oleh karena itu dalam dunia pendidikan saat ini perlu adanya penyesuaian pembelajaran dengan kecakapan abad 21(21st Century skills). Untuk dapat mewujudkan pendidikan di era globalisasi informasi sekarang ini, pemerintah melalui Kemendikbud mengganti kurikulum yang lama yaitu KTSP menjadi kurikulum 2013. Kurikulum 2013 atau Pendidikan Berbasis Karakter adalah hasil dari pengembangan dan pengaplikasian paradigma yang dikeluarkan oleh BSNP tentang pembelajaran abad 21. Isinya merupakan sebuah paradigama pendidikan yang mengutamakan pemahaman, skill, dan pendidikan berkarakter, siswa dituntut untuk paham atas materi, aktif dalam berdiskusi dan presentasi serta memiliki sopan santun disiplin yang tinggi. BSNP adalah acuan pembelajaran abad 21, yang digunakan untuk mengatasi permasalahan yang akan dihadapi pada tahun 2015 salah satunya yaitu MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) atau Asean Economic Community (AEC). MEA adalah integrasi ekonomi ASEAN yang direncakanan akan tercapai pada tahun 2015. SDM kita bisa bersaing dengan negara lain salah satunya adalah dengan pendidikan berbasis penguasaan teknologi informasi sesuai dengan 21st Century Skill. Banyak sekali model dan metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru dalam upaya untuk mencapai keberhasilan belajar siswa. Yaumi (2011) mengatakan bahwa aktivitas pembelajaran adalah aktivitas atau kegiatan apa saja dari suatu individu yang dikelola dengan maksud untuk memperbaiki keterampilan, pengetahuan dan kompetensi. Menurut Paul B. Dierich dalam Sardiman (2004:101) kegiatan belajar digolongkan sebagai berikut: 1. Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalkan, membaca, memerhatikan gambar demontrasi, percobaan, pekerjaan orang lain. 2. Oral activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wancara, diskusi, interupsi.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
172
3. 4. 5. 6. 7. 8.
Listening activities, sebagai contoh mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato. Writing activities, seperti misalnya: menulis cerita, karangan, lapora, angket, menyalin. Drawing activities, seperti misalnya: meggambar, membuat grafik, peta, diagram. Motor activities, yang termasuk di dalamnya antara lain: melakaukan percobaan, membuat kontruksi, model mereparasi, bermain, berkebun,bertenak. Metal activities, sebagai contoh misalnya: menaggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan. Emotical activities, seperti misalnya menaruh minat, merasa bosa, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.
Dari pemaparan klasifikasi di atas maka peneliti menjabarkan aktivitas dalam proses belajar mengajar akuntansi dapat dilihat dari beberapa aspek diantaranya, yaitu memperhatikan apa yang disampaikan dosen akuntansi, bertanya dan menyampaikan pendapat pada saat kegiatan belajar akuntansi atau diskusi, belajar bersama dengan teman kelompok akuntansi, mencatat dan mempelajari materi akuntansi baik dari sumber buku maupun sumber lain yang relevan, menyelesaikan soal akuntansi, melakukan latihan soal akuntansi. Pembelajaran di Pendidikan Akuntansi FPEB UPI masih memilki masalah, diantaranya adalah kebanyakan dosen mengajar dengan metode ceramah sehingga mahasiswa cenderung banyak menerima informasi dan sedikit mencarinya serta membuat mahasiswa malu untuk bertanya. Sumber belajar dari dosen yang terbatas (biasanya hanya berbentuk satu buku paket) dan didukung oleh mahasiswanya yang kurang inisiatif mencari sumber lain. Padahal itu akan membantu dia untuk mencari informasi dan pengetahaun yang bisa digunakan pula untuk mengasah keterampilan akuntansi baik itu belajar akuntansi. Komunikasi pembelajaran hanya dilakukan di dalam kelas dan itu pun sering terjadi komunikasi satu arah yaitu dosen ke mahasiswa, komunikasi di luar kelas tidak sering terjadi, padahal banyak alat yang dapat digunakan untuk memudahkan mahasiswa dan dosen berkomunikasi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kristian (2012) mengatakan bahwa: Dosen yang hanya menguasai bahan pembelajaran belum tentu berhasil mengajar tanpa ditunjang oleh bahan penunjangnya.Karena pengetahuan yang telah dikuasai oleh mahasiswa bermacam- macam, maka bahan penunjang sangat membantu dosen dalam menyampaikan bahan pembelajaran pokok guna mendapatkan umpan balik secara optimal dari mahasiswa di kelas. Sedangkan menurut Purwanti (2010) mengungkapkan dalam pembelajaran diperlukan media tertentu agar dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran. Salah satunya solusinya dapat menggunakan media sosial. Media sosial adalah salah satu hasil produk dari kemajuan teknologi informasi, serta menurut Safko, L. and Brake, D. K, (2009:6):
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
173
Social media refers to activities, practices, and behaviors among communities of people who gather online to share information, knowledge, and opinions using conversational media. Conversational media are Web-based applications that make it possible to create and easily transmit content in the form of words, pictures, videos, and audios. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa media sosial adalah media yang digunakan untuk berinteraksi baik dalam komunikasi, berbagi informasi, pengetahuan dan juga menerima dan mengirim file, berupa gambar, kata, video dan audio. Pemanfaatan media sosial juga adalah kesempatan emas untuk digunakan dalam pembelajaran baik di dalam kelas maupun di luar kelas, karena saat ini mahasiswa adalah pengguna aktif media sosial. Seperti dilansir dari www.kominfo.go.id bahwa pengguna internet di Indonesia hingga saat ini telah mencapai 82 juta orang. Dari jumlah pengguna internet tersebut, 80 persen di antaranya adalah remaja berusia 15-19 tahun. Latar belakang dan identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah-masalah sebagai berikut, bagaimana pola perilaku mahasiswa akan pemanfaatan media sosial, bagaimana aktivitas pembelajaran akuntansi, bagaimana pemanfaatan media sosial dalam aktivitas pembelajaran akuntansi. METODE Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan teknik survey. Operasionalisasi variabel dapat dituangkan dalam bentuk tabel sebagai berikut: Tabel 1 Operasionalisasi Variabel Konsep Variabel Pemanfaatan Media Sosial
Indikator
Skala
Sumber
Berbagi Informasi
Interval
Jawaban responden terhadap instrument pengumpulan data yang digunakan
Interval
Jawaban responden terhadap instrument pengumpulan data yang digunakan
Berkomunikasi Berbagi Pengetahuan Transfer File Aktivitas Pembelajaran Akuntansi
Memperhatikan apa yang disampaikan dosen akuntansi Bertanya dan menyampaikan pendapat pada saat kegiatan belajar akuntansi atau diskusi Belajar akuntansi bersama dengan teman kelompok Mencatat dan mempelajari materi akuntansi baik sumber buku ataupun sumber lain yang relevan Menyelesaikan soal akuntansi Melakukan latihan soal akuntansi
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
174
Pada penelitian ini akan dilakukan terhadap Mahasiswa Pendidikan Akuntansi Unversitas Pendidikan Indonesia. Dengan rincian sebagai berikut: Tabel 2 Populasi Mahasiswa Pendidikan Akuntansi FPEB UPI Angkatan Jumlah Mahasiswa 2011 88 2012 73 2013 89 2014 88 Jumlah 338 Sumber : Sub. Bag Akademik FPEB-UPI
Pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah random sampling. Penentuan banyaknya sampel didapat dari perhitungan dengan menggunakan rumus Slovin. Selanjutnya adalah menentukan sampel tiap angkatan secara proporsional. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Menurut Sugiyono (2011:199) “kuesioner (Angket) adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawabnya”. Angket pemanfaatan media sosial dan aktivitas pembalajaran akuntansi ini menggunakan jenis angket checlist dan disusun berdasarkan skala pengukuran numerical scale (skala numerik). Skala ini menggunkana dua buah nilai ekstrim dan subjek diminta untuk menentukan responnya diantara nilai tersebut yang disediakan dengan angka-angka numerik. Setelah hasil angket diketahui, maka skor hasil pengukuran tersebut diinterpretasikan. Menurut Sugiyono (2010:133) kriteri interpretasi skor berdasarkan jawaban responden dapat ditentukan dengan cara, “skor maksimum setiap kuesioner adalah 5 dan skor minimum adalah 1, atau berkisar antara 20 % samapai 100%. Maka jumlah antara skor yang berdekatan adalah 16 % ((100%-20%) / 5)”. Sehingga dapat diperoleh interpretasi hasil skor untuk angket persepsi sebagai berikut: Tabel 3 Interpretasi Skor Jawaban Angket Hasil
Kategori
20 % - 35,99 % 36 % - 51,99 % 52 % - 67,99 % 68 % - 83,99 % 84 % - 100 %
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Tidak hanya angket tertutup yang digunakan dalam penelitian ini, tapi peneliti juga menggunakan angket semi terbuka. Dimana respoden boleh memilih jawaban lebih dari satu, dengan cara membubuhkan tanda checklist pada jawaban yang tersedia. Angket semi terbuka ini adalah untuk memperjelas item pertanyaan angket tertutup.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
175
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Media sosial digunakan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam pendidikan. Dalam kegiatan pembelajaran pun tidak pernah terlepas dari media sosial, karena media sosial adalah salah satu yang sedang disenangi oleh anak muda sekarang termasuk mahasiswa. Hal ini yang ingin diteliti mengenai pemanfaatan media sosial dalam aktivitas pembelajaran akuntansi yang dibuat dengan agket yang diisi oleh responden yaitu mahasiswa pendidikan akuntansi UPI. Tabel 4 Jawaban Responden terhadap Variabel Pemanfaatan Media Sosial
Varibel Pemanfaatan Media Sosial Angkatan
Indikator
Berbagi Informasi Berkomunikasi 2011 Berbagi Pengetahuan Berbagi File Rata-rata Berbagi Informasi Berkomunikasi 2012 Berbagi Pengetahuan Berbagi File Rata-rata Berbagi Informasi Berkomunikasi 2013 Berbagi Pengetahuan Berbagi File Rata-rata Berbagi Informasi Berkomunikasi 2014 Berbagi Pengetahuan Berbagi File Rata-rata Berbagi Informasi Berkomunikasi Rata-rata Berbagi Pengetahuan Berbagi File Rata-rata Keseluruhan Indikator
Jumlah Skor 861 480 643 358 2342 736 414 558 312 2020 825 485 662 397 2369 815 488 609 366 2278 3237 1867 2472 1433
Skor Ideal 1175 705 940 470 3290 1000 600 800 400 2800 1200 720 960 480 3360 1200 720 960 480 3360 4575 2745 3660 1830
Persentase
Kategori
73,28% 68,09% 68,40% 76,17% 71,19% 73,6% 69% 69,75% 78% 72,14% 68,75% 67,36% 68,96% 82,71% 70,51% 67,92% 67,78% 63,44% 76,25% 67,80% 70,75% 68,01% 67,54% 78,31% 70,33%
Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Sedang Sedang Sedang Tinggi Sedang Tinggi Tinggi Sedang Tinggi Tinggi
Sumber : skor jawaban responden
Dari pemaparan tabel 4 didapatkan bahwa hanya mahasiswa angkatan 2013 yang pemanfaatan media sosial pada kategori sedang dengan persentase 67,80%, namun untuk mahasiswa Angkatan 2011, 2012, dan 2014 berada pada kategori tinggi dengan masingmasing persentase 71,19%, 72,14% dan 70,15%. Sehigga dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan media sosial di program studi Pendidikan Akuntansi UPI berada pada kategori
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
176
tinggi dengan persentase 70,33%. Hal ini menunjukan bahwa pemanfaatan media sosial ini dipersepsikan baik. Hal ini didukung pula oleh data yang dipaparkan pada tabel 5 dibawah ini. Tabel 5 Mahasiswa Mempunyai Akun Media Sosial Angkatan Ya 2011 47 2012 40 2013 48 2014 48 Jumlah 183 Persentase 100% Sumber: Jawaban Responden
Tidak 0 0 0 0 0 0%
Berdasarkan tabel 5 dapatt diketahui bahwa semua mahasiswa Pendidikan Akuntansi UPI mempunyai akun media sosial dengan persentase 100%. Berikut ini dipaparkan media sosial yang dimilki oleh mahasiswa Pendidikan Akuntansi UPI melalui tabel 6. Tabel 6 Akun Media Sosial yang Dimilki Media Sosial
2011
%
2012
%
2013
%
2014
%
Facebook Twitter Path BBM Line Whatsapp Instagram Blog Google Plus Youtube Edmodo SPOT UPI Lainnya Jumlah Mahasiswa
45 45 35 41 38 40 33 11 21 13 27 27 18
95,74 95,74 74,47 87,23 80,85 85,11 70,21 23,40 44,68 27,66 57,45 57,45 38,3
38 38 37 35 29 35 25 18 21 21 32 40 10
95 95 67,5 87,5 72,5 87,5 62,5 45 52,5 52,5 80 100 25
46 43 30 43 41 29 30 18 29 18 2 42 18
95,83 93,75 62,5 89,58 85,42 60,42 62,5 37,5 60,42 37,5 4,17 87,5 37,5
48 43 27 40 36 20 25 14 25 16 3 40 5
100 89,58 56,25 83,33 75 41,67 52,08 29,17 52,08 33,33 6,25 83,33 10,42
47
40
48
48
Jumlah Mahasiswa 177 171 119 159 144 124 113 61 96 68 64 149 51
Total % 96,72 93,44 65,03 86,89 78,69 67,76 61,75 33,33 52,46 37,16 34,97 81,42 27,87
183
Sumber: Jawaban Responden
Dari pemaparan tabel 6 di atas maka dapat disimpulkan bahwa akun media sosial yang banyak dimiliki adalah facebook dengan persentase 96,72% disusul oleh twitter 93,44%, BBM 86,89%, SPOT UPI 81,42%, Line 78,69%, Whatsapp 67,76%, Path 65,03%, Instagram 61,75%, Google Plus %, Youtube 37,16%, Edmodo 34,97%, Blog 33,33%, Lainnya 27,87%. Akun media sosial yang lainnya diantaranya adalah gmail, ymail, skype, plurk, tumblr, friendster. Penggunaan media sosial tak lepas dari waktu yang terpakai, dibawah ini dipaparkan menit yang digunakan untuk menggunakan media sosial dalam sehari melalui tabel 7. Berdasarkan tabel 7 dapat disimpulkan bahwa pengguna media sosial rata-rata menggunakan
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
177
media sosial lebih dari 120 menit dalam sehari dengan persentase 50,82% kemudian 31-60 menit 18,58%, 61-90 menit 12,57%, kurang dari 30 menit 9,29% dan 91-120 menit 8,74%.
Tabel 7 Frekuensi Penggunaan Media Sosial dalam Sehari Menit yang Digunakan Kurang dari 30 Menit 31-60 Menit 61-90 Menit 91-120 Menit Lebih dari 120 Menit Jumlah
2011
%
2012
%
2013
%
2014
%
Jumlah Mahasiswa
Total %
1
2,13
2
5
3
6,25
11
22,92
17
9,29
8 6 3
17,02 12,77 6,38
9 6 2
22,5 15 5
12 3 6
25 6,25 12,5
5 8 5
10,42 16,67 10,42
34 23 16
18,58 12,57 8,74
29
61,7
21
52,50
24
50
19
39,58
93
50,82
47
100
40
100
183
100
100 48 100 48 Sumber: Jawaban Responden
Tabel 8 Jawaban Responden terhadap Variabel Aktivitas Pembelajaran Akutansi Mahasiswa Pendidikan Akuntansi UPI Indikator Memperhatikan apa yang disampaikan dosen akuntansi Bertanya dan menyampaikan pendapat pada saat kegiatan belajar akuntansi atau diskusi Belajar akuntansi bersama dengan teman kelompok Mencatat dan mempelajari materi akuntansi baik sumber buku ataupun sumber lain yang relevan Menyelesaikan soal akuntansi Melakukan latihan soal akuntansi Rata-rata
Jumlah Skor
Skor Ideal
Persentase
Kategori
1415
1830
77,32%
Tinggi
1663
2745
60,58%
Sedang
696
915
76,07%
Tinggi
1379
1830
75,36%
Tinggi
1285 1284
1830 1830
70,22% 70,16%
Tinggi Tinggi
7722
10980
70,33%
Tinggi
Sumber: Data Penelitian (diolah)
Berdasarkan tabel 8 tentang keseluruhan aktivitas pembelajaran pada mahasiswa pendidikan akuntansi UPI dapat dilihat bahwa hanya indikator bertanya dan menyampaikan pendapat pada saat kegiatan belajar akuntansi atau diskusi yang berada pada kategori sedang sedangkan lima indikator lainnya berada pada kategori tinggi. Sehingga rata-rata variabel aktivitas pembelajaran akuntansi pada mahasiswa pendidikan akuntansi berada pada kategori tinggi dengan persentase 70,33%. Hal ini berarti aktivitas pembelajaran akuntansi pada mahasiswa pendidikan akuntansi UPI adalah baik. Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian, dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan media sosial dalam aktivitas pembelajaran akuntansi pada mahasiswa pendidikan akuntansi kebanyakan mahasiswa memberikan pernyataan pada kategori positif sedang dengan persentase 64,26%. Pemanfaatan media sosial dalam aktivitas pembelajaran Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
178
akuntansi berada pada kategori sedang. Hal ini berarti mahasiswa pendidikan akuntansi UPI memanfaatkan media sosial dalam aktivitas pembelajaran akuntansi dapat dipersepsikan sedang dalam artian tidak aktif maupun pasif. Tabel 9 Jawaban Responden terhadap Pemanfaatan Media Sosial dalam Aktivitas Pembelajaran Akuntansi Jumlah Skor Angkatan Indikator Persentase Kategori Skor Ideal Berbagi Informasi Seputar 480 705 68,09% Tinggi Akuntansi Berkomunikasi Seputar 279 470 59,36% Sedang Akuntansi 2011 Berbagi Pengetahuan 466 705 66,1% Sedang Seputar Akuntansi Berbagi File Akuntansi 173 235 73,62% Tinggi Rata-rata 1398 2115 66,1% Sedang Berbagi Informasi Seputar 408 600 68% Tinggi Akuntansi Berkomunikasi Seputar 239 400 59,75% Sedang Akuntansi 2012 Berbagi Pengetahuan 406 600 67,67% Sedang Seputar Akuntansi Berbagi File Akuntansi 156 200 78% Tinggi Rata-rata 1209 1800 67,17% Sedang Berbagi Informasi Seputar 448 720 62,22% Sedang Akuntansi Berkomunikasi Seputar 268 480 55,83% Sedang Akuntansi 2013 Berbagi Pengetahuan 466 720 64,72% Sedang Seputar Akuntansi Berbagi File Akuntansi 194 240 80,83% Tinggi Rata-rata 1376 2160 63,7% Sedang Berbagi Informasi Seputar 440 720 61,11% Sedang Akuntansi Berkomunikasi Seputar 274 480 57,08% Sedang Akuntansi 2014 Berbagi Pengetahuan 427 720 59,31% Sedang Seputar Akuntansi Berbagi File Akuntansi 168 240 70% Tinggi Rata-rata 1309 2160 60,6% Sedang Berbagi Informasi Seputar 1776 2745 64,71% Sedang Akuntansi Berkomunikasi Seputar 1060 1830 57,92% Sedang Akuntansi Rata-rata Berbagi Pengetahuan 1765 2745 64,3% Sedang Seputar Akuntansi Berbagi File Akuntansi 691 915 75,52% Tinggi Rata-rata Keseluruhan Indikator 64,26% Sedang Sumber : skor jawaban responden
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
179
Pembahasan 1. Pemanfaatan Media Sosial Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pola perilaku mahasiswa akan pemanfaatan media sosial, melalui angket tertutup yang berisi 14 pertayaaan serta didukung oleh angket semi terbuka yang dikelola dan diolah melalui Microsoft Excel 2013. Diketahui bahwa mayoritas pola perilaku responden menyatakan bahwa semua adalah pengguna media sosial serta memilki akun media sosial dengan akun media sosial yang banyak dimiliki yaitu facebook, twitter, BBM. Sedangkan mayoritas responden akan pemanfaatan media sosial berada pada kategori tinggi dengan persetase 70,33%, hal ini berarti mahasiswa pendidikan akuntansi UPI aktif dalam memanfaaatkan media sosial yaitu dalam berbagi informasi, berkomunikasi, berbagi pengetahuan dan berbagi file. Berikut ini dirinci hasil pernyataan tiap angkatan akan pemanfaatan media sosial berdasarkan angkatan yaitu angkatan 2011 dengan persentase 71,19%, angkatan 2012 dengan persentase 72,14%, angkatan 2013 dengan persentase 70,51%, dan angkatan 2014 dengan persentase 67,80%. Terlihat bahwa hanya angkatan 2014 yang mayoritas responden memberi pernyataan berada pada kategori sedang sedangkan angkatan 2011, 2012 dan 2013 mayoritas responden berada pada kategori tinggi dalam memanfaatkan media sosial. Namun dari semua angkatan dan indikator, terlihat bahwa mahasiswa lebih banyak memanfaaatakan media sosial untuk berbagi file dibandingkan dengan berbagi informasi, berkomunikasi bahkan dengan berbagi pengetahuan. Pernyataan tiap angkatan untuk menjawab angket tertutup terlihat setiap angkatan mempunyai besaran persentase yang berbeda untuk setiap indikator. Hanya ada satu indikator yang memilki besaran tertinggi dari empat indikator pemanfaatan media sosial yaitu berbagi file. Angkatan 2011, 2012, 2013 dan 2014 memilki indikator tertinggi yang sama yaitu berbagi file. Artinya mahasiswa lebih banyak memanfaatkan media sosial untuk mengirim dan menerima file baik itu berupa gambar, video atau file word, pdf dan lain-lain. Sedangkan untuk indikator terendah dari empat indikator pemanfaatan media sosial hanya angkatan 2014 yang berbeda dengan angkatan lainnya, yaitu berbagi pengetahuan, artinya mahasiswa angkatan 2014 tidak banyak memanfaaatkan media sosial untuk berbagi pengetahuan dalam menunjang aktivitasnya. Berbeda dengan angkatan lainnya, 2011, 2012 dan 2013 indikator terendah dari empat indikator pemanfaaatan media sosial adalah berkomunikasi. Artinya mahasiswa angakatan 2011, 2012, dan 2013 tidak banyak memanfaatkan media sosial dalam berkomunikasi. Mereka lebih banyak menggunakan alat lain untuk berkomunikasi seperti menggunakan layanan sms ataupun telepon. Pemanfaatan media sosial yang tinggi berdampak pula pada waktu yang dihabiskan dalam memanfaatkan media sosial. Mayoritas responden menyatakan menghabiskan waktu lebih dari 120 menit dalam sehari untuk media sosial dengan 50,82% atau 93 orang. Hal ini dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran sarna dengan waktu yang dihabiskan lebih dari 120 menit dalam sehari untuk media sosial. Sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Rodriguez (2011) bahwa media sosial dapat dimanfaatkan pula dalam dunia pendidikan yaitu untuk meningkatkan pembelajaran, partisipasi, komunikasi, dan keterlibatan murid, serta untuk
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
180
memperpanjang pembelajaran dan juga memperkayanya dengan kelas online. Kelas online dengan mengguakan media sosial edmodo, schoology, quipper, dan SPOT UPI. Berdasarkan teori kecakapan abad 21 yang disampaikan oleh P21 (The Partnership for 21st Century Skills) yaitu Learning and inovasi skills, Information, media and technologi skills, Life and carier skills, pemanfaatan media sosial sangat penting dan erat kaitannya dengan tiga bagian yang disampaikan oleh P21 yaitu untuk berkomunikasi, berbagi informasi, berbagi pengetahaun dan berbagi file. Sehingga pengguna harus peka terhadap perubahan, perkembangan serta trend teknologi yang populer di masyarakat untuk menggunakannya sampai membuat produk dari teknologi tersebut. 2. Aktivitas Pembelajaran Akuntansi Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan aktivitas pembelajaran akuntansi pada mahasiswa pendidika akuntansi UPI. Melalui angket tertutup yang berisi 12 pertayaaan yang merupakan penjabaran dari enam indikator pengukuran aktivitas pembelajaran akuntansi, dengan pernyataan yang telah diisi oleh responden mulai dari kategori positif terendah sampai positif tertinggi. Setelah itu data diolah menggunakan Microsoft Excel 2013. Hasil pengolahan data secara umum diketahui bahwa tingkat aktivitas pembelajaran akuntansi berada pada kategori tinggi dengan persentase 70,33%, artinya mayoritas mahasiswa memilki aktivitas pembelajaran akuntansi yang baik. Adapaun rincian yang berdasarkan angkatan dapat dipaparkan sebagai berikut, angkatan 2011 dengan persentase 65,82%, angkatan 2012 dengan persentase 69,33%, angakatn 2013 dengan persentase 69,24%, serta Angkatan 2014 dengan persentase 76,67%. Terlihat bahwa angkatan tertua disini yaitu angkatan 2011 berada pada kategori sedang dengan persentase 65,82% sedangkan angkatan lainnya berada pada kategori tinggi. Namun walaupun begitu angkatan 2014 yang memilki angka persentase terbesar. Berdasarkan besarnya tingkat persentase dari tiap angkatan terlihat setiap angkatan dari angkatan bawah ke angkatan atas mengalami penurunan. Pada varibel aktivitas pembelajaran akuntansi memiki enam indikator yang dijadikan alat ukur yaitu memperhatikan apa yang disampaikan dosen akuntansi, bertanya dan menyampaikan pendapat pada saat kegiatan belajar akuntansi atau diskusi, belajar akuntansi bersama dengan teman kelompok, mencatat dan mempelajari materi akuntansi baik sumber buku ataupun sumber lain yang relevan, menyelesaikan soal akuntansi, dan melakukan latihan soal akuntansi. Dari enam indikator tersebut hanya satu indikator yang berada pada kategori sedang yaitu bertanya dan menyampaikan pendapat pada saat kegiatan belajar akuntansi atau diskusi, sedangkan lima indikator lainnya berada pada kategori tinggi atau baik. Setiap angkatan memilki nilai indikator yang terendah dan tertinggi dari enam indikator aktivitas pembelajaran akuntansi. Seperti angkatan 2011 dan 2014 yang memiliki nilai tertinggi pada indikator memperhatikan apa yang disampaikan oleh dosen. Artinya aktivitas pembelajaran akunatnsi pada mahasiswa angkatan 2011 dan 2014 lebih banyak untuk memperhatikan apa yang disampaikan oleh dosen. Sedangkan angkatan 2012 dan 2013 indikator tertinggi dari enam indikator aktivitas pembelajaran akuntansi adalah bekajar akuntansi bersama dengan teman kelompok. Artinya mahasiswa angkatan 2012 dan 2013 Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
181
lebih banyak melakukan aktivitas pembelajaran akuntansi dengan belajar akuntansi bersama dengan teman kelompok. Sedangkan untuk indikator terendah dari enam indikator aktivitas pembelajaran akuntansi untuk semua angakatan sama yaitu bertanya dan menyampaikan pendapat pada saat kegiatan belajar akutansi atau diskusi. Artinya aktivitas pembelajaran terendah dari enam indikator aktivitas pembelajaran akuntansi adalah bertanya dan menyampaikan pendapat pada saat kegaiatan belajar akuntansi atau diskusi. Menurut Paul B. Dierich dalam Sardiman (2004:101) bahwa bertanya dan menyampaikan pendapat pada saat kegiatan belajar akuntansi atau diskusi berada pada kategori oral activities. Sehingga ketika kategori ini berada pada kategori sedang maka ada sesuatu dengan pembelajarannya baik dari mahasiswanya, dosennya, metode ataupun model pembelajarannya. Karna indikator ini menurut teori kecakapan abad 21 yang disampaikan P21 atau Binkley et al (2012: 19-20) dalam penelitiannya bersama ATCS21 adalah bagian yang penting yang harus dimiliki oleh individu agar dapat bersaing di dunia kerja yaitu komunikasi. Berdasarkan hal ini seyogyanya jurusan pendidikan akuntansi UPI menindak lanjuti hal ini agar lulusan pendidikan akuntansi dapat bersaing di dunia kerja khususnya MAE pada tahun 2015. 3. Pemanfaatan Media Sosial dalam Aktivitas Pembelajaran Akuntansi Salah satu tujuan lainnya dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pemanfaatan media sosial dalam aktivitas pembelajran akuntansi. Melalui angket tertutup dan terbuka yang diisi oleh responden kemudian dikelola dan diolah menggunakan Microsoft Excel. Hasil angket tertutup menunjukan bahwa pemanfaatan media sosial yang digunakan untuk pembelajaran akuntansi, didominasi oleh pernyataan pada kategori sedang dengan persentase 64,26%. Iindikator yang berada pada kategori tinggi hanya berbagi file akuntansi dengan persentase 75,52% sedangkan yang lainnya berada pada kategori sedang baik berbagi informasi dengan persentase 64,71%, berbagi pengetahuan dengan nilai persentase 57,92% dan berkomunikasi seputar akuntansi dengan persetase 64,3%. Hal ini berbeda dengan pemanfaatan media sosial secara umum, jika dibandingkan maka mahasiswa pendidikan akuntansi lebih memanfaatakan media sosial untuk mata kuliah yang lain dibandingkan dengan mata kuliah akuntansinya jika dilihat dari nilai persentase pernyataan. Indikator terendah dan tertinggi utuk setiap angakatan memilki kesamaan baik untuk tertinggi dan terendah. Indikator tertinggi dari empat indikator pemanfaatan media sosial dalam aktivitas pembelajaran akuntansi adalah berbagi file akuntansi. Artinya dari empat indikator pemanfaatan media sosial yang paling dimanfaatkan untuk menunjang aktivitas pembelajaran akuntansi adalah untuk berbagi file yang berhubungan dengan akuntansi baik itu gambar, video, word atau pdf. Sedangkan indikator terendah untuk setiap angkatan adalah berkomunikasi seputar akuntansi. Artinya mahasiswa tidak sering melakukan komunikasi yang berhubungan dengan akuntansi. Padahal data yang dihimpun dari angket terbuka menunjukan bahwa semua responden menyatakan memanfaatkan media sosial untuk menunjang aktivitas pembelajaran akuntansi dengan 63 mahasiswa mengatakan “Ya”, sisanya 120 mahasiswa mengatakan “Kadangkadang” dan tidak ada seorangpun yang menyatakan “Tidak”. Hal ini adalah kesempatan bagi dosen akuntansi untuk memanfaatakan media sosial untuk aktivitas pembelajaran akuntansi Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
182
karena semua mahasiswa memanfaatkannya untuk menunjang pembelajaranya. Hal ini didukung oleh data bahwa yang mengalami kesulitan dalam memanfaatkan media sosial untuk aktivitas pembelajaran akuntansi hanya 22,4% atau 41 mahasiswa sedangkan 77,6% atau 142 mahasiswa tidak mengalami kesulitan. Jika membandingkan maka lebih banyak yang tidak mengalami kesulitan dalam memanfaatkan media sosial untuk pembelajaran akuntansi, sehingga yang tidak mengalami kesulitan akan membantu yang mengalami kesulitan. Dalam memanfaatkan media sosial terutama dalam berkomunikasi dengan dosen pengajar akuntansi terlihat dari hasil pengolahan angket semi terbuka bahwa respoden menyatakan bahwa hanya 68 mahasiswa menyatakan tidak pernah berkomunikasi dengan dosen, 84 menyatakan bahwa dia kadang-kadang dan 41 menyatakan bahwa mahasiswa Ya menggunakan media sosial untuk berkomunikasi dengan dosen pengajar akuntansi. Dengan kebanyakan responden menyatakan memanfaatkan media sosial SPOT UPI dengan 65 mahasiswa dan 46 mahasiswa dengan edmodo. Dan yang dikomunikasikan dengan dosen akuntansi hanya 54 mahasiswa dari 183 mahasiswa atau 29,51% yang berkomunikasi tentang materi kuliah, sedangkan yang lainnya adalah berkomunikasi tentang jadwal kuliah, tugas, konsultasi dan memberikan informasi. Hal ini sangatlah rendah karena media sosial ini adalah penghubung antara mahasiswa dan dosen yang tak kenal ruang dan waktu namun penggunaan atau pemanfaatannya masih rendah terutama untuk pembelajaran akuntansi. Memanfaatkan media sosial untuk berkomunikasi seputar akuntansi dengan teman berdasarkan hasil pengolahan angket semi terbuka menyatakan bahwa responden hanya 1 mahasiswa tidak memanfaatkannya sedangkan 80 mahasiswa menyatakan kadang-kadang dan sisanya atau 102 mahasiswa menyatakan memanfaatkan media sosial untuk berkomunikasi seputar akuntansi dengan temannya. Adapun mayoritas mahasiswa memanfaatkan media sosial BBM, line dan whatsapp. Dengan hal yang dikomunikasikan seputar materi kuliah dengan 145 mahasiswa, 138 mahasiswa berkomunikasi seputar jadwal kuliah, 135 mahasiswa berkomunikasi untuk memberikan informasi dan hanya 10 mahasiswa yang memanfaatkan untuk berkomunikasi seputar tugas akuntansi dan 2 mahasiswa yang berdiskusi akuntansi. Namun jika membandingkan komunikasi antara mahasiswa dengan dosen dan teman mahasiswanya salahlah jauh terlihat, sehingga ada kesan bahwa mahasiswa segan untuk berkomunikasi dengan dosennya. Aktivitas mahasiswa dalam mencari materi pembelajaran akuntansi baik sumber buku atau sumber internet hanya 59 mahasiswa yang menyatakan Ya, 120 mahasiswa kadangkadang dan 4 mahasiswa yang menyatakan tidak pernah. Dan yang cari mayoritas adalah yang bersumber dari internet baik itu blog, wiki, wordpress dan yang lainnya dengan 173 mahasiswa dan 73 mahasiswa sumber buku paket lainnnya. Dengan hal ini berarti mayoritas responden lebih memilih mencari sumber dari media sosial seperti blog, wiki, wordpress dan apabila didukung oleh dosennya maka pembelajaran akan lebih baik lagi. Salah satunya dengan memberikan tugas untuk membuat resensi materi ataupun memberikan saran atau opini dari suatu kasus kepada mahasiswa dalam media sosial baik itu blog ataupun SPOT UPI.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
183
Berbagi informasi seputar akuntansi melalui media sosial untuk aktivitas pembelajaran akuntansi mayoritas mahasiswa menyatakan kadang-kadang dengan 95 mahasiswa, 69 mahasiswa menyatakan ya dan sisanya menyatakan tidak. Adapun media sosial yang digunakan kebanyakannya adalah BBM, facebook, whatsapp dan google plus. Biasanya informasi yang dibagikan adalah seputar informasi jadwal kuliah. Berbagi pengetahuan akuntansi melalui media sosial untuk aktivitas pembelajaran akuntansi mayoritas responde menyatakan 112 mahasiswa kadang-kadang, 65 mahasiswa ya dan sisanya tidak pernah. Adapun media sosial yang digunakan adalah BBM, facebook, dan whatsapp. Sedangkan mayoritas yang dibagikan adalah mengenai materi kuliah dengan 167 mahasiswa dan 118 mahasiswa mengenai latihan soal akuntansi. Hal ini terlihat bahwa tidak semua mahasiswa pendidikan akuntansi berbagi pengetahuan akuntansi baik materi ataupun soal akuntansi. Padahal akan lebih baik jika mahasiswa sering melakukan latihan soal akuntansi agar dapat bersaing di dunia kerja karena keterampilan akuntansinya yang tinggi atau baik. Berbagi file akuntansi berdasarkan responden mayoritas pernyataan adalah ya memanfaatkan media sosial untuk berbagi file akuntansi dengan 102 orang dan jawaban 72 mahasiswa menyatakan kadang-kadang dan 9 mahasiswa tidak menggunakannya. Adapun kebanyakan mayoritas menggunkan media sosial BBM, whatsapp dan facebook untuk berbagi file akuntansi. Dari tanggapan responden mengenai pembelajaran yang menggunakan media sosial adalah mayoritas memberikan pernyataan menarik dengan 87 mahasiswa kemudian 75 mahasiswa cukup menarik sedangkan sisanya 21 mahasiswa menyatakan biasa. Dengan harapan dengan media sosial ini dalam aktivitas pembelajaran akuntansi adalah berbagi pengetahuan dan berbagi informasi sehingga membantu mahasiswa dalam mengoptimalkan pembelajarannya sehingga menjadi lulusan yang unggul.
PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilaksanakan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Hasil penelitian menunjukan bahwa mahasiswa pendidikan akuntansi UPI telah memanfaatakan media sosial dengan dengan baik, hal ini terlihat dari mayoritas mahasiswa yang memilih pernyataan pada kategori tinggi. 2. Hasil penelitian menunjukan bahwa mahasiswa pendidikan akuntansi UPI memiliki aktivitas pembelajaran akuntansi yang tinggi. Hasil penelitian menunjukan bahwa mayoritas mahasiswa pendidikan akuntansi UPI memberikan pernyataan pada kategori sedang, dalam memanfaatakan media sosial dalam aktivitas pembelajaran akuntansi. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka penulis mengajukan beberapa saran sebagai berikut: Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
184
1.
2.
3.
Bagi Mahasiswa, lebih aktif dalam memanfaatkan media sosial dalam berbagi pengetahuan terutama pada pembelajaran akuntansi. Aktivitas pembelajaran akuntansi, mahasiswa lebih aktif dalam bertanya dan menyampaikan pendapat pada saat kegiatan belajar akuntansi atau diskusi agar menjadi lulusan yang unggul dan dapat bersaing di dunia kerja terutama menghadapi MAE pada tahun 2015. Bagi dosen pendidikan akuntansi UPI, diharapkan dapat memanfaatkan media sosial dalam aktivitas pembelajaran termasuk akuntansi, Karena mahasiswa pendidikan akuntansi UPI aktif dalam memanfaatakan media sosial baik dalam kehidupan seharihari maupun dalam melakukan aktivitas pembelajaran akuntansi. Sehingga dengan adanya pemanfaaatan media sosial dapat membantu mengoptimalkan aktivitas pembelajaran akuntansi mahasiswa. Bagi peneliti selanjutya, peneliti selanjutnya dapat mengembangkan dan melakukan eksperimen untuk penelitian mengenai pemanfaatan media sosial dalam aktivitas pembelajaran akuntansi.
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. (2011). Dasar Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara. Aunurrahman, (2009). Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Cangara, H. (2013). Perencanaan dan strategi Komunikasi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Djamarah, S.B. (2008). Rahasia Sukses Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta. ____________. (2008). Psikologi Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta. Hadi, A. (2005). Aplikasi Statistika dan Metode Penelitian untuk Adminstrasi dan Manajemen. Bandung: Dewaruchi. Herry, (2009). Akuntansi Keuangan Menengah. Jakarta: PT Bumi Aksara Isjoni. Ismail, M. A. dan Mahmud, R. (2008). ICT untuk Sekolah Unggul. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Morissan, M.A. (2012). Metodologi Penelitian Survei. Jakarta: Kencana. Mulia, O. (2007). Aplikasi Internet Jakarta: Binus Center Head Office. Muawanah, (2008). Konsep Dasar Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Jilid 1 untuk SMK. Jakarta : Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Nana, Sudjana. (1989). CBSA Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru . Nazir, M. (2005). Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia Oetomo, B. S. D. (2007). Pengantar Teknologi Internet, Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta : ANDI. Prihatna, H. (2005). Kiat praktis menjadi web master professional. PT.Elex media komputindo. Jakarta. Priyanti, N. (2013). Pengantar Akuntansi. Jakarta : PT.Indeks Rahmania, A. Cahyanto A. dan Destarina Y. (2010) Internet Sehat (Facebook dan Twitter). Jakarta: Penebar Plus. Rahyubi, Heri. (2014) Teori Belajar dan Aplkiasi Pembelajaran Motorik. Majalengka: Penerbit Referens.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
185
Riduwan, (2009). Dasar-Dasar Statistika. Bandung : Alfabeta. Riduwan. (2012). Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta Riduwan. (2012). Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta Safko, L. and Brake, D. K. (2009). The social media bible: Tactics, tools and strategies for business success. New Jersey: John Wiley & Sons. Sardiman, A.M. (2004). Interaksi dan motivasi belajar-mengajar. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Silalahi, Ulber. (2010). Metode Penelitian Sosial. Bandung : PT. Refika Aditama Slameto, (2010). Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Sudijono, A. (2009). Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Sudjana.(2004). Statistika Untuk Ekonomi dan Niaga II. Bandung : Tarsito Sugiyono, (2011). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung : Alfabeta. _______. (2009). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Cetakan ketujuh). Bandung: Alfabeta. _______. (2009). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta _______. (2007). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta. _______. (2006). Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta. _______. (2004). Metode Penelitian Bisnis. Bandung : Alfabeta. Syaodih, N. (2012) Metode Peneltian Pendidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Weygandt, J., Kieso, D., and Kimmel, P. (2007). Accounting Principle (Pengantar Akuntansi). Jakarta : Salemba Empat Sumber Jurnal Rodriguez, J. E. (2011). Social Media Use in Higher Education: Key Areas to Consider for Educators. MERLOT Journal of Online Learning and Teaching Vol. 7, No. 4. Yakin, I. (2013). The Utilization of Social Media Tools for Informal Learning Activities: A Survey Study. Mevlana International Journal of Education (MIJE) Vol. 3(4), pp. 108-117. Kristian, (2012). Peningkatan Hasil Belajar Dan Aktivitas Mahasiswa Pendidikan Teknik Bangunan Mengikuti Pembelajaran Hidrologi Melalui Umpan Balik Dalam Pemberian Tugas. Jurnal Tabularasa PPS UNIMED Vol. 9 No.1, Juni 2012. Hanafi, A. (2009). Media Sosial sebagai Penunjang Proses Perkuliahan. STMIK Jendral Ahmad Yani, Yogyakarta. Sumber Skripsi Afrianingrum, R. (2013). Pengaruh Jejaring Sosial terhadap Aktivitas Belajar Mahasiswa. Fakultas Komputer Institut Bisnis Nusantara. Purwanti, L. (2010). Peningkatan Aktivitas Pembelajaran Ipa Dengan Media Benda Konkret Pada Siswa Kelas ii SDN 01 Kaling Tasikmadu Karanganyar Tahun 2009/ 2010. Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
186
Tambunan, A. (2005) Dampak Pemanfaatan Internet Terhadap Prestasi Belajar Mahasiswa Pada Program Studi Ilmu Kepustakaan Fakultas sastra Univeristas Sumatera Utara. Program Studi Ilmu Kepustakaan Fakultas sastra Univeristas Sumatera Utara.
Sumber Dokumen ______. (2010). Paradigma Pendidika Nasional Abad XXI. Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). ______. (2014). Pedoman Operasional Penulisan Skripsi. Bandung: Prodi Pendidikan Akuntansi UPI. ______. (2013). Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan. Jakarta: Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI. ______. (2002). Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta: Sekretaris Negara Republik Indonesia. ______. (2003). UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Sekretaris Negara Republik Indonesia.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
PENGARUH MEDIA PEMBELAJARAN VISUAL TERHADAP MOTIVASI BELAJAR AKUNTANSI (Studi Eksperimen di SMA Al-Ma’soem ) Rizkiana Zahra
[email protected] Kurjono Pendidikan Akuntansi FPEB UPI
[email protected] [email protected] ABSTRACT This study aims to determine the effect of visual learning media in the form of Prezi and flash card on motivation to learn. The object of this research is the students of class XII IPS in SMA Al-Ma'soem. The method used is a quasiexperimental method. This study was one group pretest posttest design. The data collection techniques used are giving out questionnaires about learning motivation to students in class XII IPS in SMA Al-Ma'soem time before and after learning to use visual learning media. The results showed that the majority of learners' learning motivation level class XII IPS 1 SMA Al-Ma'soem after being given a visual learning media at the high category. There are differences in the motivation of learners class XII IPS 1 SMA Al-Ma'soem. The difference is an increase in motivation to learn after using visual learning media. Prezi visual learning media as one alternative may be given to the accounting learning Keywords: visual learning, prezi, flash card, motivation, accounting learning PENDAHULULUAN Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pembentukan watak dan mengembangkan potensi peserta didik merupakan tugas dari lembaga pendidik baik formal maupun non-formal. Potensi peserta didik dapat dikembangkan dengan berbagai faktor salah satunya adalah motivasi belajar. Motivasi belajar yang tinggi akan memunculkan rasa keingintahuan yang tinggi, menimbulkan pertanyaan-pertanyaan ataupun pendapat selama pelaksanaan belajar mengajar di dalam kelas sehingga suasana kelas menjadi hidup dan penuh semangat. Sebaliknya jika motivasi belajar yang dimiliki peserta didik rendah maka akan terus ada penolakan dari otak untuk mencerna setiap materi-materi yang disampaikan oleh pendidik. Sehingga suasana kelas menjadi tidak kondusif, tidak ada komunikasi dua arah antara pendidik dan peserta didik. Menurut pemaparan guru mata pelajaran akuntansi di SMA Al- Ma’soem Bandung menyatakan jika motivasi dan fokus belajar peserta didik pada saat proses belajar mengajar Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
188
berlangsung kurang optimal. Kurangnya motivasi belajar peserta didik didukung oleh tabel di bawah ini : Tabel 1 Deskripsi Motivasi Belajar Peserta Didik Kelas XII IPS SMA Al-Ma’soem Bandung Kategori Rendah Sedang Tinggi
Interval 30-41 42-53 54-65
Frekuensi Persentase (%) 7 18 17 44 15 38 Jumlah 39 100 Sumber : Pra penelitian di kelas XII IPS SMA Al-Ma’soem Bandung ( Data Diolah)
Dari data di atas dapat dilihat bahwa motivasi belajar peserta didik di kelas XII IPS SMA Al-Ma’soem Bandung yang paling tinggi berada diposisi “sedang”dengan persentasi 44%. Sanjaya (2006:165) menyatakan :“Jika guru harus merencanakan pembelajarannya dimulai dengan dibuatnya tujuan pembelajaran yaitu keberhasilan peserta didik dalam pembelajaran baik dari segi koginitif, afektif dan psikomotornya. Lalu menentukan pokok bahasan yang akan diajarkan, menentukan metode mengajar dalam mengorganisasikan kelas atau dalam menyajikan bahan pelajaran. Dilanjutka pemilihan media yang akan memudahkan guru dalam menyampaikan pesan dan dapat memudahkan peserta didik dalam menerima pesan, selain itu dapat membuat peserta didik paham, dan termotivasi karena adanya perubahan dari hal yang abstrak menjadi konkrit. Perencanaan yang terakhir adalah evaluasi, dengan adanya evaluasi diperoleh feedback yang dipakai untuk merevisi bahan atau metode pengajaran atau untuk menyesuaikan bahan dengan perkembangan ilmu pengetahuan”. Guru diharuskan siap menghadapi tantangan seperti meningkatkan motivasi peserta didik, dalam perencanaan pembelajaran terdapat hal yang dapat membangkitkan motivasi belajar yaitu dengan adanya media atau alat. Dari berbagai penjelasan di atas, penulis tertarik untuk meneliti pengaruh media pembelajaran visual terhadap motivasi belajar. Oleh karena itu, penelitian ini diberi judul “Pengaruh Media Pembelajaran Visual Terhadap Motivasi (Suatu Eksperimen Quasi pada materi Jurnal Khusus Kelas XII IPS 1 SMA Al-Ma’soem)” Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan motivasi belajar sebelum dan sesudah menggunkan media pembelajaran visual di kelas XII IPS 1 SMA AlMa’soem. Media Pembelajaran Visual Media pembelajaran dapat dipahami “sebagai segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan pesan dari sumber secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar yang kondusif dimana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif” Munadi (2008: 8). Selain itu menurut Lain hal dengan yang dikatakan oleh Sardiman (2011:7) “Media pembelajaran sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi”.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
189
Jadi dapat disimpulkan jika media pembelajaran adalah suatu alat bantu yang dapat menyampaikan pesan dan meminimalisir kesulitan sehingga dapat merangsang kefokusan dan minat siswa terhadap suatu pembelajaran. Media pembelajaran dibagi menjadi 4 kelompok diantaranya (Munadi, 2008:55) : a. Media audio b. Media visual c. Media audio visual d. Multimedia Menurut Munadi (2008:82) “Terdapat dua jenis pesan yang dimuat dalam media visual, yakni pesan verbal dan non verbal. Pesan verbal-visual terdiri dari kata-kata (bahasa verbal) dalam bentuk tulisan. Pesan nonverbal-visual adalah pesan yang dituangkan ke dalam simbolsimbol nonverbal visual”. Peneliti menggunakan dua media pembelajaran visual diantaranya prezi dan flash card. Salah satu media pembelajaran visual yang biasa digunakan sebagai media presentasi juga membuat mind-mapping. Prezi merupakan perangkat lunak berbasis internet (SaaS) yaitu Software as a Service layanan dari Cloud Computing dimana kita tinggal memakai software (perangkat lunak) yang telah disediakan. Flashcard adalah salah satu contoh dari media pembelajaran visual dalam bentuk gambar, menurut Arsyad (2013:109) “gambar terdiri atas gambar jadi (gambar dari majalah, booklet, brosur, selebaran dan lain-lain) serta gambar garis (dapat digunakan pada media flashcard/kartu kecil yang berisi gambar-gambar, teks atau symbol)”. Motivasi Belajar Motivasi berasal dari kata motif berarti daya upaya atau dorongan yang berasal dari dalam diri sesuai dengan paparan Sardiman (2004:73) bahwa “motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan di dalam subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan”. Selain itu menurut Aunurrahman (2009:114) jika “motivasi sebagai suatu kekuatan yang mampu mengubah energi dalam diri seseorang dalam bentuk aktivitas nyata untuk mencapai tujuan tertentu”. Sehingga dapat disimpulkan jika motivasi belajar adalah dorongan atau rangsangan atau kekuatan yang muncul dalam diri seseorang yang dapat mengubah energi dalam diri menjadi suatu aktivitas nyata seperti semangat belajar. Dorongan atau rangsanagan ini memiliki pemicu dari diri sendiri ataupun dari luar, pemicu dari dalam diri lebih kuat dibanding pemicu dari luar. Motivasi merupakan dorongan dari seseorang untuk melakukan sesuatu. Motivasi terdiri dari dua yaitu : 1) Motivasi Intrinsik Motivasi instrinsik berasal dari dalam diri seseorang. Terjadi dorongan dari dalam diri untuk mencapai tujuan yang berkenaan dengan kebutuhannya. 2) Motivasi Ekstrinsik
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
190
Motivasi ini berasal dari luar diri individu, timbul karena adanya stimulus atau rangsangan dari luar lingkungan berupa pengakuan, pujian, simpati dan sebagainya. Kedua jenis motivasi ini saling terhubung satu sama lain karena bila tidak ada salah satunya makan tidak akan berjalan dengan baik. Seorang peserta didik ada yang harus diberikan semangat dan pujian sehingga timbul motivasi dalam dirinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar menurut Dimyati (2006:97) antara lain : 1. Cita-cita atau Aspirasi 2. Kemampuan Belajar 3. Kondisi Peserta didik 4. Kondisi Lingkungan peserta didik. 5. Unsur-unsur Dinamis dalam Belajar 6. Upaya Guru Membelajarkan Peserta didik Peranan lingkungan berpengaruh terhadap motivasi karena keadaan peserta didik yang dinamis dan mungkin terdapat komponen dalam proses belajar mengajar yang kurang menarik maka dari itu dibutuhkan peranan lingkungan untuk meningkatkan atau memicu motivasi dalam diri peserta didik tersebut. Teori behaviorisme ini erat kaitannya dengan stimulus dan respon. Stimuluns adalah dorongan yang diberikan kepada suatu organisma dengan harapan menghasilkan suatu respon yang baik. Teori behavioristik yang dikembangkan oleh Clark Hull (Baharudin dan Wahyuni, 2008:83) menyatakan bahwa “stimulus (S) mempengaruhi organisma (O) dan menghasilkan respon (R) itu tergantung pada karakteristik O dan S”. Pembelajaran Akuntansi Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 1 Ayat 20, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (Depdiknas, 2003:7). Pembelajaran adalah penyaluran informasi yang berasal dari sumber belajar lalu digambarkan lebih spesifik dan menarik oleh pendidik sehingga peserta didik lebih mudah dalam menerima informasi tersebut. Secara teknis akuntansi merupakan “kumpulan prosedur-prosedur mencatat, mengklasifikasi, mengikhtisarkan dan melaporkan dalam bentuk laporan keuangan, transaksitransaksi yang telah dilaksanakan perusahaan dan akhirnya, menginterpretasikan laporan tersebut”(Lapoliwan dan Kuswandi, 2000:2). Dapat disimpulkan jika pembelajaran akuntansi merupakan proses interaksi peserta didik dengan pendidik dalam melakukan kegiatan mencatat, mengklasifikasi, mengikhtisarkan dan melaporkan suatu data kuantitatif yang bersifat keuangan dalam laporan sesuai dengan sumber belajar.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
191
METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian quasi experimental. “Quasi experimental design, digunakan karena pada kenyataannya sulit mendapatkan kelompok control yang digunakan untuk penelitian”. Metode eksperimen ini akan menggunakan metode eksperimen one group pretestposttest design, dimana peneliti memberikan soal atau pretest untuk melihat kemampuan awal peserta didik sebelum diberi perlakuan. Setelah itu, peneliti akan menggunakan media pembelajaran visual lalu melakukan post test untuk membandingkan dengan keadaan sebelum diberi perlakuan. Variabel yang akan dipelajari oleh peneliti yaitu motivasi belajar. Populasinya adalah seluruh peserta didik kelas XII IPS SMA Al-Ma’some yaitu sebanyak 39 orang. Penelitian ini menggunakan penelitian sensus karena seluruh anggota populasi dijadikan sampel yaitu sebanyak 39 orang. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner yang akan dibagikan kepada peserta didik di kelas XI IPS 1 SMA Al-Ma’soem untuk melihat motivasi belajar. Uji Persyaratan Hipotesis Uji Normalitas Untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal dilakukan uji normalitas, Untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal dilakukan uji normalitas, peneliti menggunakan uji Kolmogorov Smirnov dalam program SPSS. Menurut Santoso (2002: 393) dasar pengambilan keputusan bisa dilakukan berdasarkan probabilitas (Asymotic Significance) yaitu : a) Jika probabilitas > 0,05 maka distribusi dari populasi adalah normal. b) Jika probabilitas < 0,05 maka populasi tidak berdistribusi secara normal. Uji Homogenitas Uji homogenitas adalah pengujian mengenai sama tidaknya varians-varians dua buah distribusi atau lebih. Uji homogenitas ini pun dilakukan untuk mengetahui apakah data dalam variabel Y saat pre-test dan post-test bersifat homogen atau tidak. Langkah-langkah menghitung uji homogenitas : 1) Mencari varians/standar deviasi variabel Y saat pre-test dan post-test dengan rumus: (Sudjana, 2005:94)
2) Mencari F hitung dari varians pre-test dan post-test (Sudjana, 2005:249) :
3) Membandingkan F hitung dengan F tabel pada tabel distribusi F, dengan : Jika F hitung < F tabel, dapat diartikan homogen Jika F hitung > F tabel, dapat diartikan tidak homogen. Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
192
Uji Wilcoxon Untuk menguji hipotesis dengan taraf nyata α = 0,01 atau α = 0,05. Bandingkan J perhitungan dengan J dalam daftar berdasarkan taraf nyata. Tabel nilai kritis J dapat dilihat pada lampiran. Lalu membuat daftar harga J seperti sebagai berikut :
Data
Beda (XiYi)
Peringkat Xi-Yi
Tabel 2 Harga-harga yang Perlu Untuk Uji Wilcoxon Tanda Peringkat Positif
Negatif
Jumlah Keputusan setelah melakukan perhitungan diatas adalah sebagai berikut : Jika J hitung ≤ J daftar berdasarkan taraf nyata artinya H0 ditolak dan Ha diterima. Jika J hitung ≥ J daftar berdasarkan taraf nyata artinya H0 diterima dan Ha ditolak.
Pembahasan Hasil Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat motivasi peserta didik sebelum dan sesudah menggunakan media pembelajaran visual. Media pembelajaran visual yaitu prezi dan flash card dapat digunakan untuk membantu peserta didik dalam meningkatkan perhatian dan minat dalam proses belajar, juga tercipta lingkungan kondusif. Hal ini sesuai dengan apa yang dipaparkan Munadi (2008: 8) “sebagai segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan pesan dari sumber secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar yang kondusif dimana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif” dan Sadiman (2011:7) “Media pembelajaran sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi”. Penelitian ini telah dilakukan oleh peneliti pada peserta didik kelas XII IPS di SMA AlMa’soem Bandung yang populasi dan sampel 39 orang dengan menyebarkan angket. Proses pembelajaran dalam penelitian ini dapat dikategorikan berhasil apabila terdapat perbedaan motivasi belajar peserta didik sebelum dan sesudah proses pembelajaran tersebut berlangsung. Oleh karena itu diperlukan pengujian statistika untuk memastikan kebenaran dan ketepatan data yang diperoleh. Setelah pengolahan data yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian dimana terdapat perbedaan motivasi sebelum dan sesudah penggunaan media pembelajaran visual. Hal ini seperti hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sari (2013) yaitu “Penggunaan media pembelajaran berpengaruh positif terhadap motivasi belajar peserta didik kelas XII IPS di SMA Negeri 18 Bandung”, dan sesuai dengan manfaat media pembelajaran menurut Sanjaya (2012) : 1) Menangkap suatu objek atau peristiwa-peristiwa tertentu
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
193
2) Memanipulasi keadaan, peristiwa atau suatu objek 3) Menambah gairah dan motivasi belajar peserta didik Melalui penelitian ini dapat diketahuibahwa semakin efektif media pembelajaran yang digunakan dalam mata pelajaran akuntansi, maka motivasi belajar siswa dalam mempelajari akuntansi semakin tinggi. Motivasi belajar yang tinggi dapat diukur dengan beberapa indikator yang dikemukakan oleh Uno (2009:23) yaitu : 1. Adanya hasrat dan keinginan berhasil; 2. Adanya dorongan dan kebutuhan; 3. Adanya harapan dan cita-cita masa depan; 4. Adanya penghargaan dalam belajar; 5. Adanya hal yang menarik dalam belajar; 6. Adanya lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan peserta didik dapat belajar dengan baik. Pengukuran motivasi dilakukan dengan indikator-indikator lain, seperti dijelaskan Makmun (2007:40) : a. Durasi kegiatan b. Frekuensi kegiatan c. Persistensinya (ketetapan dan kelekatannya) pada tujuan kegiatan d. Devosi e. Ketabahan, keuletan, dan kemampuannya dalam menghadapi rintangan dan kesulitan dalam menghadapi tujuan f. Tingkat aspirasinya g. Tingkat kualifikasinya prestasi atau output yang dicapai dari kegiatan yang dilakukan h. Arah sikapnya terhadap sasaran kegiatan. Motivasi yang ada pada diri setiap orang itu memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Sardiman, 2002:82) : a. Tekun menghadapi tugas. b. Ulet menghadapi kesulitan. c. Menunjukan minat terhadap bermacam-macam masalah “untuk orang dewasa” d. Lebih senang bekerja mendiri. e. Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin. f. Dapat mempertahankan pendapatnya. g. Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu. h. Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.
a. b. c. d.
Dari ketiga penilaian peneliti merumuskan menjadi tujuh indikator, diantaranya : Adanya hal yang menarik dalam belajar, Frekuensi kegiatan Persistensinya (ketetapan dan kelekatannya) pada tujuan kegiatan Tekun menghadapi tugas
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
194
e. f. g.
Ulet menghadapi kesulitan Tingkat kualifikasinya prestasi atau output yang dicapai dari kegiatan yang dilakukan, Arahan sikapnya terhadap kegiatan.
Berdasarkan analisis dekriptif variabel, diketahui bahwa secara keseluruhan variabel motivasi belajar mengalami perubahan dari kategori sedang menjadi kategori tinggi. Kategori tinggi ini berarti jika peserta didik kelas XII IPS 1 SMA Al-Ma’soem memiliki tingkat motivasi belajar yang tinggi, hal ini dapat dilihat dari deskripsi setiap indikator dimana terdapat 7 indikator yang termasuk kategori tinggi diantaranya : adanya hal yang menarik dalam belajar, prestasinya, tekun menghadapi tugas, ulet menghadapi kesulitan, Tingkat kualifikasinya prestasi atau output yang dicapai dari kegiatan yang dilakukan, Arahan sikapnya terhadap kegiatan. Sedangkan indikator frekuensi kegiatan tetap berada pada kategori sedang. Frekuensi kegiatan berada pada indikator terendah diantara indikator lainnya disebabkan beberapa peserta didik tidak mengulang kembali materi akuntansi yang telah disampaikan guru di rumah, tidak mempelajari materi yang akan disampaikan oleh guru besok , tidak menyimak penjelasan materi akuntansi oleh guru dari awal hingga akhir jam pelajaran akuntansi. Terdapat beberapa siswa yang tidak berada di kelas pada saat pelajaran akuntansi berlangsung. Frekuensi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti kekerapan atau berulang kali atau sering. Motivasi berhubungan dengan frekuensi kegiatan atau intensitas kegiatan belajar, semakin baik motivasi yang diberikan intensitas kegiatan belajar akan semakin sering. Seperti yang dipaparkan Sardiman (2008:84) bahwa “motivasi akan senantiasa menentukan intensitas usaha belajar bagi para siswa”. Terdapat tiga fungsi motivasi menurut Sardiman (2008:85) yang berhubungan dengan indikator frekuensi kegiatan dan arahan sikap terhadap kegiatan, yaitu : 1. Mendorong manusia untuk berbuat, motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan. 2. Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuan. 3. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat dengan bagi tujuan tersebut. Arah sikapnya terhadap sasaran kegiatan dilakukan sebagian besar peserta didik seperti mengikuti pelajaran akuntansi dengan penuh perhatian, media pembelajaran memudahkan peserta didik dalam memahami pelajaran akuntansi, peserta didik lebih memperhatikan penjelasan materi akuntansi dengan menggunakan media pembelajaran dan lebih mudah memahami materi pelajaran saat guru menunjukan bukti transaksi merupakan. Peserta didik dapat dikatakan termotivasi jika peserta didik dapat merasakan adanya hal yang menarik dalam belajar. Sejalan dengan Uno (2009:35) “… suasana yang sangat
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
195
menarik menyebabkan proses belajar menjadi bermakna secara afektif atau emosional bagi siswa.” Adanya hal yang menarik dalam belajar merupakan salah satu indikator yang termasuk kategori tinggi disebabkan sebagian besar peserta didik hadir tepat waktu di kelas setiap pelajaran akuntansi, dan memiliki persepsi jika pembelajaran akuntansi yang menyenangkan. Indikator kedua yang tertinggi adalah persistensinya (ketetapan dan kelekatannya) pada tujuan kegiatan disebabkan sebagian besar peserta didik selalu mencatat materi pelajaran akuntansi, memiliki keinginan mengerjakan soal pelajaran akuntansi secara mandiri, dan sebagian besar peserta didik mengerjakan pekerjaan rumah. Peserta didik yang memiliki motivasi akan belajar dengan sukarela dan melakukannya secara terus-menerus walaupun banyak hambatan yang harus dihadapi. Koeswara memaparkan (1995: 68) jika “ dorongan tidak hanya mengarahkan tingkah laku organisme ke arah tertentu (mendekat atau menghindar), tetapi juga bertindak sebagai pemelihara kontinuitas tingkah laku sampai ketujuan tertentu”. Indikator selanjutnya yaitu tekun menghadapi tugas. Sebagian peserta didik mengerjakan tugas sampai selesai, mengerjakan tugas tepat waktu, berpartisipasi aktif dan memiliki cara lain untuk mendapatkan sumber belajar. Indikator keempat yang termasuk kategori tinggi adalah ulet menghadapi kesulitan karena sebagian peserta didik belajar bersama dengan teman lainnya untuk memecahkan kesulitan, memiliki sifat tidak mudah menyerah, bertanya kepada guru, dan merasa tertantang bila mendapatkan soal akuntansi yang sulit. Saat belajar peserta didik pasti akan menemukan suatu kesulitan yang akan menumbuhkan rasa rendah diri dalam diri peserta didik tersebut tetapi hal ini berbeda jika peserta didik tersebut memiliki motivasi, peserta didik tersebut akan mencari celah untuk keluar dari kesulitan tersebut, karena motivasi dapat berperan sebagai penguatan belajar (Uno, 2009:27). Sejalan dengan Sardiman (2008:80) jika “peranan motivasi sangat penting dalam upaya menciptakan kondisi-kondisi tertentu yang lebih kondusif bagi mereka untuk berusaha agar memperoleh keunggulan”. Peserta didik yang telah termotivasi untuk belajar akan berusaha mempelajarinya dengan baik dan tekun, hal ini sejalan dengan Uno (2009:28) jika “motivasi belajar menyebabkan seseorang tekun belajar”. Hasil belajar akan optimal jika ada motivasi. Semakin tepat motivasi yang diberikan, semakin berhasil pula pelajaran tersebut, seperti yang dipaparkan oleh Sardiman (2008:85) jika motivasi berfungsi sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi”. Tingkat kualifikasi prestasi, produk atau output yang dicapai dari kegiatan yang dilakukan termasuk indikator yang berkategori tinggi disebabkan sebagian besar peserta didik merasa cemas saat mendapat nilai ujian atau ulangan akuntansi yang rendah, memeriksa kembali jawaban saat ulangan, berusaha mengerjakan tugas yang diberikan guru dengan sebaik mungkin dan giat belajar. Simpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
196
1.
2.
Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar tingkat motivasi belajar peserta didik kelas XII IPS 1 SMA Al-Ma’soem setelah diberikan media pembelajaran visual berada pada kategori tinggi. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat perbedaan motivasi belajar peserta didik kelas XII IPS 1 SMA Al-Ma’soem. Perbedaannya adalah terjadi peningkatan motivasi belajar sesudah menggunakan media pembelajaran visual. Perbedaan motivasi belajar diketahui dari perbandingan hasil pretest dan posttest juga dari angket yang disebarkan.
Saran Adapun saran peneliti dapat memberikan beberapa saran yaitu : 1. Dapat meningkatkan frekuensi kegiatan peserta didik dengan cara guru harus sering memantau peserta didiknya dengan memberikan tugas atau pekerjaan rumah dan hasilnya akan diperiksa juga dinilai sehingga peserta didik termotivasi untuk mengerjakan tugas selanjutnya dan lebih memperhatikan penjelasan guru. 2. Media pembelajaran visual prezi memiliki kekurangan yaitu saat membuat presentasi baru guru harus melakukannya dengan cara online, mentransfer link pada desktop prezi pun harus memiliki koneksi internet, setelah tampilan presentasi sudah muncul, guru baru bisa mematikan koneksi internet lalu menjelaskan isi presentasinya. 3. Peneliti selanjutnya dapat mengembangkan penelitian tentang media pembelajaran visual dalam meningkatkan motivasi belajar peserta didik pada sekolah lain yang sejenis untuk dijadikan perbandingan dengan hasil penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA A.M, Sardiman. (2002). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Arikunto. (2013). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara. Arsyad, A. (2013). Media Pembelajaran. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada Artianingsih et al. (2013). Penerapan Mind Mapping dengan Media Prezi Untuk Meningkatkan Prestasi dan Partisipasi Belajar Akuntansi. Vol 2 , No 1 , Hal 39 s/d 48 Chou, Pao-Nan et al. (2015). Prezi versus PowerPoint: The effects of varied digital presentation tools on students’ learning. Computers & Education 91 (2015) 73-82 Depdiknas. (2003). Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional Dimyati. (2006). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara. Djamarah, M. (2009). Media Pembelajaran. Jakarta: PT Asdi Mahasatya. Fatmalia, E. (2014). Pengaruh Penggunaan Media Pembelajaran Flascard yang Dipadukan dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) Terhadap Motivasi dan Prestasi Belajar Biologi Kelas VII MTs.N Kelebuh Tahun Ajaran 2013/2014. Skripsi. Mataram : Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Mataram. Harahap, S.S. (2007). Teori Akuntansi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
197
Kadir, A. (2004). Penerapan Permainan Kokami dalam Pembelajaran Keterampilan Fungsional Bahasa Inggris Kelas 2 SLTP. Seminar Kreativitas Guru. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Kartika, H. (2014). Pengaruh Penggunaan Media Pembelajaran Terhadap Motivasi Belajar Peserta didik (Studi Eksperimen Semu di Kelas X Akuntansi 3 SMK Pasundan 1 Bandung Pada Mata Pelajaran Akuntansi).Skripsi Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Khairiah, A. (2011). Efektifitas Penggunaan Media Permainan Kartu Dalam Meningkatkan Hasil Belajar IPS Terpadu Peserta didik Pada Materi Ekonomi (Penelitian Tindakan Kelas di SMP Darussalam Cimanggis-Ciputat). Skripsi. Jakarta : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Komachali et al. (2012). The Effect of Using Vocabulary Flash Card on Iranian PreUniversity Students’s Vocabulary Knowledge. International Education Studies Vol. 5, No. 3 Koeswara, E. (1995). Motivasi (Teori dan Penelitiannya). Bandung : Angkasa Lapoliwa,N, Kuswandi, D.S. (2000). Akuntansi Perbankan: Akuntansi Transaksi Bank dalam Valuta Rupiah. Jakarta : Institut Bankir Indonesia Makmun, A.S. (2007) Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosda Karya. Meltzer, D.E. (2002). The Reletionship Beetwen Mathemathic Preparation and Conceptual Learning Gain in Physics: A Possible “Hidden Variable”in Diagnostic Pretest Scores. American Journal of Physics. Vol 70 (12).P.1269-1267 Miarso, Y. (2004). Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Munadi, Y. (2008). Media Pembelajaran: Sebuah Pendekatan Baru. Jakarta : Gaung Persada Press S, Alam. (2006).Ekonomi untuk SMA dan MA Kelas XII. Jakarta: Erlangga. Sardirman, A et al. (2013). Media Pendidikan Pengertian Pengembangan dan Pemanfaatannya. Jakarta: PT Raja Grafindo. Sardiman, A. (2004). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo. Sagala, S. (2008). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta. Sanjaya, W. (2012). Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta : Kencana. Santoso, S. (2002). Mengelola Data Statistik Secara Profesional. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo Sekaran, U. (2011). Metodologi Penelitian Untuk Bisnis. Jakarta: Salemba Empat. S.R., Soemarso (2004). Akuntansi Suatu Pengantar. Jakarta : Salemba Empat. Schunk et al. (2012). Motivasi dalam Pendidikan : Teori, Penelitian dan Aplikasi. Jakarta : Permata Putri Media. Sudjana. (2005). Metode Statistika . Bandung : PT. Tarsito. Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alfabeta ______. (2013). Metode Penelitian Bisnis. Bandung : Alfabeta Sukmadinata, N.S. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
198
_______, (2005). Landasan psikologi dalam proses pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Tilawati, D.S. (2013). Pengaruh Penggunaan Media Pembelajaran Terhadap Motivasi Peserta didik Pada Mata Pelajaran Akuntansi (Penelitian Terhadap Peserta didik Kelas XII IPS SMA Negeri 18 Bandung). Skripsi. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia. Umar, H. (2008). Desain Penelitian MSDM dan Perilaku Karyawan: Paradigma Posivistik dan Berbasis Pemecahan Masalah. Jakarta: Rajawali Pers Uno, H.B. (2009). Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta : Bumi Aksara Warsita, B. (2008). Teknologi Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta Windura, S. (2010). Memory Champin @ School: Rahasia Mengingat Materi Pelajaran Apa Saja. Jakarta: Gramedia. Wiratna, E. (2012). Statistika Untuk Penelitian. Yogyakarta : Graha Ilmu Wulandari, N.A dan Hakim, L. Perbandingan Hasil Belajar Peserta didik Melalui Media Pembelajaran Prezi dengan Power Point Pada Mata Diklat Akuntansi. Universitas Negeri Surabaya. http://almasoem.sch.id/sma/pengelola/ [10 Agustus 2016]
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
PENGARUH PENGUASAAN AKUNTANSI DASAR, KOSA KATA BAHASA INGGRIS AKUNTANSI DAN EFIKASI DIRI TERHADAP HASIL BELAJAR KOMPUTER AKUNTANSI MYOB SISWA KELAS XI AKUNTANSI SMK NEGERI 2 BUDURAN SIDOARJO Ferizka Rahmatika Program Studi Pendidikan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Surabaya
[email protected]
Joni Susilowibowo Dosen Program Studi Pendidikan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Surabaya
[email protected]
ABSTRAK Hasil belajarTkomputer akuntansi MYOB siswa adalah hasilKinteraksi dari beberapa faktor yang mempengaruhinya. Penelitian bertujuan untuk mengetahuiI pengaruh penguasaan akuntansi dasar, kosa kata bahasaSInggris akuntansi dan efikasi diri terhadap hasil belajar komputer akuntansi MYOB siswa kelas XI Akuntansi SMK Negeri 2 Buduran Sidoarjo. Jenis penelitian adalah kuantitaif dengan metode korelasional. TeknikLpengambilan sampel dilakukan dengan metode proportional random sampling. Jumlah sampel sebanyak 83 siswa kelas XI akuntansi SMK Negeri 2 Buduran Sidoarjo. Teknik pengumpulanMdata menggunakan tes, angket dan dokumentasi. Metode analisis data yang digunakan ialah regresiUlinearberganda. Hasil penelitian menunjukkan penguasan akuntansi dasar, kosa kataSbahasa Inggris akuntansi dan efikasi diri secarassimultan berpengaruhYterhadap hasil belajar komputerRakutansi MYOB siswa kelas XI Akuntansi SMK Negeri 2 Buduran Sidoarjo. Sedangkan pengujian secara parsial menunjukkan bahwa penguasaan akuntani dasar berpengaruh terhadap hasil belajar komputerRakuntansi MYOB siswa kelas XI Akuntansi SMK Negeri 2 Buduran Sidoarjo dengan t hitung 5,488 dan signifikansi 0,000. Penguasaan kosa kata bahasa Inggris akuntansi secaraSparsial berpengaruh terhadap hasil belajar komputer akuntansi MYOB siswa kelas XI Akuntansi SMK Negeri 2 Buduran Sidoarjo dengan t hitung 5,451 dan signifikansi 0,000 serta efikasi diri secara parsial berpengaruh terhadap hasil belajarTkomputer akuntansi MYOB siswa kelas XI Akuntansi SMK Negeri 2 Buduran Sidoarjo dengan t hitung 2,264 dan signifikansi 0,026. Kata Kunci: Hasil belajar komputer akuntansi MYOB, penguasaan akuntansi dasar, penguasaan kosa kata bahasa Inggris akuntansi, efikasi diri. PENDAHULUAN Pendidikan merupakan suatu program yang dilaksanakan oleh penyelenggara pendidikan yang mempuyai peranan penting dalam mengembangkan mutu kehidupan bangsa. Efektivitas penyelenggaraanMprogram pendidikan dapat diketahui dengan melakukan evaluasi terhadap hasil belajar siswanya (Wulandari, 2015). Hasil belajar siswa sebagai timbal balik dari pembelajaran yang telah diberikan oleh pendidik, selalu dibutuhkan pada semua jenjang pendidikan, termasuk dalam hal ini pada jenjang Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Menurut Gunawan dkk. (2014) Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu pendidikan pada jenjang menengahJyang menyiapkanMlulusannya untuk menjadi tenaga yang terampil, produktif, kreatif serta dapat mengembangkan sikap profesional di bidang masing – Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
200
masing. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) diharap mampu menjawab tuntutan era globalisasi melalui penyediaan output siswa yang kompeten dalam teknologi informasi. Mengingat pentingnya penguasaan teknologi informasi, maka lembaga pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) pada kompetensi keahlian Akuntansi mengintegrasikanBsalah satu keterampilan dalam programNkomputer akuntansi melalui mata diklat komputer akuntansi Mind Your Own Business (MYOB). Salah satu tujuanBdari mata diklat komputer akuntansi MYOB adalah adanya perubahan dalam aspek kognitif yang dapat dilihat dari hasil belajar siswa sebagai tolak ukur untuk tingkat pemahaman dan pengetahuan yang diperoleh. HasilKbelajar komputer akuntansi MYOB yang tinggi menjadi tanda keberhasilan siswa dalam proses belajar, sedangkan hasil belajar komputer akuntansi MYOB siswa yang rendah menjadi tanda kurang maksimalnya proses belajar. Hasil yang diharapkan adalah hasil belajar komputer akuntansi MYOB yang baik karena hasil belajar komputer akuntansi MYOB yang baik akan sangat berpengaruh dalam membantu pembukuan untuk transaksiY– transaksi keuangan yang terkomputerisasi dengan akurat. Fakta di lapangan namun tidak selalu memenuhi apa yang diharapkan. Tidak semua siswa mendapatkan hasil belajar komputer akuntansi MYOB yang baik. Hasil wawancara dengan guru komputer akuntansi MYOB kelas XI Akuntansi SMK Negeri 2 Buduran Sidoarjo menunjukkan bahwa persentase siswa yang mencapai nilai Kriteria Ketuntasan Minimun (KKM) pada ulangan harian semester 1 hanya 38,09 % saja. Hal ini mengindikasikan bahwa hasil belajar komputer akuntansi MYOB siswa kelas XI Akuntansi SMK Negeri 2 Buduran Sidoarjo masih tergolong kurang baik. Timbulnya gap antara harapan dengan faktaSmemunculkan pertanyaan akan penyebab dan faktor – faktor yang diduga berpengaruh terhadap hasil belajar komputer akuntansi MYOB. Faktor internal dan eksternalKberpengaruh terhadap hasil belajar komputer akuntansi MYOB. Penelitian ini difokuskan pada faktor internal – psikologis (intelektual dan non intelektual). Faktor internal – psikologis itelektual terdiri atas faktor potensial dan kecakapan. Sedangkan faktor internal – psikologis non intelektual menyangkut unsur – unsur kepribadian. Rifa’i dan Anni (2009) mengungkapkan kendala dalam proses belajar yang dialami siwa saat mempelajari materi dengan tingkat kesulitanMyang lebih tinggi pada umumnya dikarenakan mereka belum memiliki penguasaan awal sebagai pengetahuanOprasyarat. Penguasaan akuntansi dasar dan kosa kata bahasa Inggris akuntansi adalah penguasaanlprasyarat yang harus dimiliki siswa sebelum belajar komputer akuntansi MYOB. Tidak hanya itu, terlepas dari faktor internal – psikologis intelektual berupa penguasaan akuntansi dasar dan kosa kata bahasa Inggris akuntansi yang dianggap berpengaruh terhadap hasil belajar komputer akuntansi MYOB, terdapat pula faktor internal – piskologis non intelektual yang diduga berpengaruh. Efikasi diri merupakan keyakinan diri individu terhadap kemampuannya untuk mengorganisasikan, mengontrol dan melaksanakan serangkaian tindakan dengan menggunakan keterampilan yang dimiliki untuk melaksanakan tugas dengan efektif. Rendahnya efikasi diri siwa akan berakibat pada sikap negatif yang mengarah pada kebiasaan mudah menyerah dan cenderung menghindar dari tugas – tugas komputer akuntansi MYOB yang mereka anggap sulit.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
201
Uraian - uraian tersebut selaras dengan penelitian terdahulu. Penelitian terdahulu mengenai penguasaan akuntansi dasar dan kosa kata bahasa Inggris akuntansi telah dilakukan oleh Maulidah (2011) dan Pradhana (2013) menunjukkan bahwa penguasaan akuntansi dasar dan bahasa Inggris berperan penting terhadap prestasi belajar komputer akuntansi MYOB siwa. Hermawan (2013) juga telah melakukan penelitian dengan judul hubungan sumber belajar dan efikasi diri dengan hasil belajar pada mata pelajaran ekonomi. Hasil penelitian menunjukkan ketersediaan sumber belajar yang memadai belum menjamin akan adanya peningkatan hasil belajar. Dibutuhkan efikasi diri agar siswa dapat lebih yakin dan madniri dalam menggali sumber informasi yang dibutuhakan dalam proses pembelajaran. Berdasarkan paparan di atas, maka penelitiUtertarik melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Penguasaan Akuntansi Dasar, Kosa Kata Bahasa InggrisAAkuntansi dan Efikasi Diri Terhadap Hasil Belajar Komputer Akuntansi MYOB Siswa Kelas XI Akuntansi SMK Negeri 2 Buduran Sidoarjo”. Hasil Belajar Komputer Akuntansi MYOB Hasil belajar komputer akuntansi MYOB adalah hasil belajar komputer yang telah dicapai siswa berupa kemampuanMdalam memahami materi pelajaran komputer akuntansi MYOB yang ditunjukkan dengan adanya nilai tes atau nilai angka dari guru. Penguasaan Akuntansi Dasar Penguasaan akuntansi dasar adalah pemahaman dasar siswa untuk mengggunakan pengetahuanRtentang akuntansi. Penguasaan Kosa Kata Bahasa Inggris Akuntansi Penguasaan kosa kata bahasa Inggris akuntansi adalah pemahaman dasar siswa untuk menggunakan pengetahuan tentang seluruh kosa kata bahasa Inggris dalamQakuntansi. Efikasi Diri Efikasi diri adalah keyakinan individu terhadap kemampuan diri sendiri dalam menghadapi suatu tugas, meliputi kemampuan individu dalam menyelesaikan berbagai tugas dan rintangan melalui ketekunan dan keuletan dalam mencapai tujuan. METODE Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Penelitian ini ditinjau dari aspek hubungan antarCvariabel terhadap obyek yang diteliti lebih bersifat sebab dan akibat (kausal). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuiOpengaruh penguasaan akuntansi dasar, kosa kata bahasa Inggris akuntansi dan efikasi diri terhadap hasil belajar komputer akuntansi MYOB siswa kelas XI akuntansi SMK Ngeri 2 Buduran Sidoarjo. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah penguasaan akuntansi dasar (X1), penguasaan kosa kata bahasa Inggris akuntansi (X2) dan efikasi diri (X3) sedangkan variabel terikat (Y) adalah hasil belajar komputer akuntansi MYOB. Penelitian ini menggunakan sumberTdata primer dari tes untuk mengukur tingkat penguasaan akuntansi dasar dan kosa kata bahasa Inggris akuntansi serta angket untuk
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
202
mengukur tingkat efikasi diri siswa. Sedangkan sumber data sekunder diperoleh dari beberapa sumber yang dinilai mempunyai relevansiUdengan penelitian. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari hasil belajar komputer akuntansi MYOB berupa rata – rata nilai ulangan harian mata diklat komputer akuntansi MYOB siswa kelas XI Akuntansi SMK Negeri 2 Buduran Sidoarjo tahun ajaran 2015-2016. Langkah awal dalam penelitian adalah melakukan kajian literatur. Kemudian peneliti mennentukan rumusan masalah beserta sumber dan instrumen yang digunakan dalam memperoleh data. Setelah data diperoleh selanjutnya dilakukan analiis data dengan Opendekatan kuantitatif. Hasil analisis data berfungsi sebagai langkah dalam tahap interpretasi sehingga nantinya dapat didiskusikan antara hasil temuan dengan teori dan telaah literatur. SebagaiOgambaran, berikut merupakan rancangan dari penelitian.
Gambar 1 Rancangan Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI Akuntansi SMK Negeri 2 Buduran Sidoarjo yang berjumlah 105 siswa pada tahun ajaran 2015 -2016. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara Sacak dengan metode proportional random sampling dan mendasarkan pada rumus slovin sehingga diperoleh sebanyak 83 siswa. Teknik pengumpulan data menggunakan tes, angket dan dokumentasi. Teknik analisis data berupa uji asumsi klasik, uji regresi linear berganda, uji hipotesis dan koefisien determinasi.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
203
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian melakukan uji analysis item soal, uji validitas dan reliabilitas. Uji analysis item soal dilakukan untuk menguji kelayakan butir tes akuntansi dasar dan kosa kata bahasa Inggris akuntansi. Sedangkan uji validitas dan uji reliabilitas dilakukan untuk menguji keseluruhanBkualitas instrumen variabel yaitu penguasaan akuntansi dasar, kosa kata bahasa Inggris akuntansi dan efikasi diri. Berdasar hasil uji coba diperoleh hasil 23 butir soal tes akuntansi dasar layak digunakan, 26 butir soal tes kosa kata bahasa Inggris akuntansi layak digunakan dan 47 butir angket efikasi diri dapat digunakan dalam penelitian. Uji asumsi klasik yang dilakukan terdiri dari uji normalitas,linearitas, multikolinearitas, heteroskedastisitas dan autokorelasi yang dihitung dengan menggunakan program SPSS versi 22. Uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah Jnilai residual yang dihasilkan dari regresi terdistribusi secara normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah yang memiliki nilai residual yang terdistribusi secaraQnormal. Uji normalitas dilakukan dengan melihat grafik normal P-P of regression standardized residual dan ujikOne Sample Kolmogorov-Smirnov. Berdasar hasil uji diketahui data terdistribusi secara normal sebab nilai sigifikansi (Asymp. Sig. (2tailed) berada pada posisi 0,089 yang artinya lebih Fdari 0,05. Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah duaBvariabel mempunyai hubungan yang linear atau tidak linear. Hasil penelitian menunjukkan masing – masing variabel bebas memiliki hubungan linear dengan variabel terikat. Multikolinearitas artinya antar variabel independen yang terdapat dalam model regresi memiliki hubungan linearAsempurna. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi multikolinearitas. Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearitas dilihat melalui VIF (Variance InfluenceWFactor). Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel penguasaan akuntansi dasar nilai toleransi sebesar 0,682 dan VIF sebesar 1,466. Variabel penguasaan kosa kata bahasa Inggris akuntansi nilai toleransi sebesar 0,669 dan VIF sebesar 1,494. Variabel efikasi diri dengan nilai toleransi 0,951 dan VIF sebesar 1,051. Nilai toleransi ketiga variabelVbebas > 0,10 dan nilai VIF < 10 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas. Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians residualEdari satu pengamatan ke pengamatan lain. Uji heteroskedastisitas dalam penelitian ini dilakukan melaui uji glejserEdan melihat grafik scatterplot. Berdasar hasil uji diketahui bahwa nilai signifikan dari masing – masing variabel berada pada posisi di atas tingkatYkepercayaan 5% sehingga disimpulkan tidak ada heteroskedastisitas. Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi antar kesalahanBpengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1. Uji autokorelasi dilakukan menggunakan perhitungan besaran DurbinSWatson. Berdasar hasil uji diketahui nilai Durbin Watson sebesar 1,894. Sedangkan nilai DL dan DU berdasar tabel adalah 1,7187 dan 1,5693. Karena nilai DW terletak antara DU < DW < 4-DU yaitu 1,5693 < 1,894 < 2,4307 maka tidak terjadi autokorelasi.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
204
Bentuk persamaan regresi untuk variabel penguasaan akuntansi dasar, kosa kata bahasa Inggris akuntansi dan efikasi diri terhadap hasil belajar komputer akuntansi MYOB siswa kelas XI Akuntansi SMK Negeri 2 Buduran Sidoarjo adalah sebagai berikut. Y = 51, 327 + 0,744X1 + 0,486X2 + 0,048X3 + e Uji F dilakukan untuk mengetahui apakah secara simultanJkoefisien regresi variabel bebas mempunyai pengaruh signifikan atau tidak terhadap variabel terikat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel penguasaan akuntansi dasar, kosa kata bahasa Inggris akuntansi dan efikasi diri secara simultanMberpengaruh terhadap hasil belajar komputer akuntansi MYOB dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat secaraLparsial yaitu pengaruh masing – masing variabel penguasaan akuntansi dasar (X1), penguasaan kosa kata bahasa Inggris akuntansi (X2) dan efikasi diri (X3) terhadap hasil belajar komputer akuntansi MYOB (Y). Hasil pertama menunjukkan penguasaan akuntansi dasar berpengaruh terhadap hasil belajar komputer akuntansi MYOB dengan nilai signifikansi 0,000. Hasil kedua menunjukkan bahwa penguasaan kosa kata bahasa Inggris akuntansi berpengaruh terhadap hasil belajar komputer akuntansi MYOB dengan nilai signifikansi S0,000 dan hasil ketiga menunjukkan bahwa efikasi diri berpengaruh terhadap hasil belajar komputer akuntansi MYOB dengan nilai signifikansi 0,026. Dengan demikian masing – masing hipotesis terbukti kebenarannya, yaitu Ho ditolakAdan Ha diterima. Koefisien determinasi mengukur seberapa jauh kemampuan model regresi dalam menerangkanMvariasi variabel penguasaan akuntansi dasar, kosa kata bahasa Inggris akuntansi dan efikasi diri terhadap hasil belajar komputer akuntansi MYOB. Nilai koefisien determinasi (Adjusted R square) menunjukkan nilai sebesar 0,634. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh penguasaan akuntansi dasar, kosa kata bahasa Inggris akuntansi dan efikasi diri terhadap hasil belajar komputer akuntansi MYOB adalah sebesar 63,4 % sedangkan 36,6 % dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak digunakanAdalam penelitian. Pengaruh Penguasaan Akuntansi Dasar (X1), Kosa Kata Bahasa Inggris Akuntansi (X2) Dan Efikasi Diri (X3) Terhadap Hasil Belajar Komputer Akuntansi MYOB Siswa Kelas XI akuntansi SMK Negeri 2 Buduran Sidoarjo. Hasil penelitan menunjukkan bahwaSkeseluruhan variabel baik penguasaan akuntansi dasar, kosa kata bahasaAInggris akuntansi dan efikasi diri secara simultan berpengaruhGpositif terhdap hasil belajar komputer Akuntansi MYOB siswa kelas XI Akuntansi SMK Negeri 2 Buduran Sidoarjo. Sehingga hipotesis telah terbukti kebenarannya. Hasil analisis menunjukkan nilai signifikansi kurangHdari 0,05 yaitu sebesar 0,000. Hal ini mengindikasikan meningkat atau menurunnya penguasaan akuntansi dasar, kosa kata bahasaAInggris akuntansi dan efikasi diri secara signifikan mampu meningkatkan atau menurunkan hasil belajar komputer akuntansi MYOB siswa. Hasil analisis juga menunjukkan angka koefisien determinasi (Adjusted R square) sebesar 0,634. Artinya pengaruh penguasaan akuntansi dasar, kosa kataBbahasa InggrisSakuntansi dan efikasi diri terhadap hasil belajar
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
205
komputer akuntansi MYOB adalah sebesar 63,4 % sedangkan 36,6 % dipengaruhi oleh variabel lain yang tidakLdigunakanMdalam penelitian. Hal ini sesuai dengan teori Rifa’i dan Anni (2009) yang menyatakan bahwa “siswa harus memiliki pengetahuanByang dipersyaratkan agar berhasil mempelajari materi baru”. Penguasaan akuntansi dasar dan kosa kataSbahasa Inggris akuntansi merupakan pengetahuan yang dipersyaratkan dalam meningkatkan hasil belajarRkomputer akuntansi MYOB. Selain penguasaan akuntansi dasar dan kosa kata bahasa Inggris akuntansi, efikasi diri juga memiliki peran penting dalam meningkatkan hasil belajar komputer akuntansi MYOB. Jess Feist dan Gregory J. Feist (2014) mengungkapkan bahwa manusia yang yakin bahwa mereka dapat melakukan sesuatuIsesuai dengan potensi akan lebih mungkin untuk bertindak dan menjadi sukses daripada manusia yang mempunyai efikasi diri yang rendah. Manusia yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan menunjukkanMantusiasme, kepercayaan dan keyakinan diri yang kuat. Efikasi diri akan menentukan seberapa kerasYusahaYyang dilakukan untuk mengatasi persoalan atau menyeleksi tugas dan seberapa lama dia akan mampu berhadapan dengan hambatan yang tidak diinginkan. Apabila seseorang sudah membentuk dan mengembangkan keyakinan bahwa dirinya mempunyai kemampuan yang baik dalam mencapai target, maka individu tersebut akan termotivasi untuk melakukan tugasnya dengan baik. Efikasi diri akan menjadiYefektif bila didukung oleh kemampuan yang memadai (ability) dan keyakinan akan usaha serta hasil yang akan diperoleh. Pengaruh Penguasaan Akuntansi Dasar (X1) Terhadap Hasil Belajar Komputer Akuntansi MYOB Siswa Kelas XI Akuntansi SMK Negeri 2 Buduran Sidoarjo. Hasil penelitianbmenunjukkan bahwa penguasaan akuntansiIdasar yang dimiliki siswa berpengaruhPpositif terhadap hasil belajarRkomputer akuntansi MYOB siswa kelas XI Akuntansi SMK Negeri 2 Buduran Sidoarjo. Berdasar hasil analisis regresi linear berganda menunjukkan bahwa nilaiTt hitung untuk penguasaan akuntansi dasar (X1) terhadap hasil belajar komputer akuntansi MYOB (Y) adalah 5,488. Artinya t hitung lebih besarSdaripada t tabel (5,488>1,990). Nilai signifikansi juga menunjukkan kurangHdari 5% (0,000<0,005) yang artinya berpengaruh signifikan. Sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa penguasaan akuntansi dasar berpengaruh terhadap hasil belajar komputer akuntansi MYOB siswa kelas XI Akuntansi SMK Negeri 2 Buduran Sidoarjo terbukti kebenarannya. Hasil ini selaras dengan pendapat Jusuf (2007) yang menyatakan bahwa akuntansi dasar memegang peranan penting dalam mengantarkanKlogika berpikir para siswa. Akuntansi dasar memberi landasanMpenting berupa pengetahuan dasar yang akan memberi pengaruh besar terhadap keberhasilan siswa dalam menenempuh mata diklat akuntansi lain padaAsemester selanjutnya. Adanya pengaruh positif variabel penguasaan akuntansi dasar terhadap hasil belajar komputer akuntansi MYOB menunjukkan bahwa semakinYtinggi penguasaan akuntansi dasar, maka tingkat hasilLbelajar komputer akuntansi MYOB siswa semakin tinggi pula. Hal ini dibuktikan dengan jawaban siswa pada pengukuran tes penguasaan akuntansi dasar. Siswa yang mampu menjawab dengan baik pada soal tes umumnya adalah siswa yang memiliki hasil belajar komputer akuntansi MYOB yang baik pula.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
206
Hasil penelitian ini didukung penelitian Agustina (2013) dan Pradhana (2013) yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara dasar akuntansiUdengan prestasi belajar komputer akuntansi MYOB. Pengaruh Penguasaan Kosa Kata Bahasa Inggris Akuntansi (X2) Terhadap Hasil Belajar Komputer Akuntansi MYOB Siswa Kelas XI Akuntansi SMK Negeri 2 Buduran Sidoarjo Hasil penelitian menunjukkan bahwa penguasaan kosa kataAbahasa Inggris akuntansi yang dimiliki siwa berpengaruhOpositif terhadap hasil belajar komputer akuntansi MYOB siswa kelas XI Akuntansi SMK Negeri 2 Buduran Sidoarjo. Berdasar hasil analisis regresi linear berganda menunjukkan bahwa nilai t hitung untuk penguasaan kosa kata bahasa Inggris akuntansi (X2) terhadap hasil belajar komputer akuntansi MYOB (Y) adalah 5,451. Artinya t hitung lebihJbesar daripada t tabel (5,451>1,990). Nilai signifikansi juga menunjukkan kurang dariY5% (0,000<0,005) yang artinya berpengaruh signifikan. Sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa penguasaan kosa kata bahasa Inggris akuntansi berpengaruh terhadap hasil belajar komputer akuntansi MYOB siswa kelas XI Akuntansi SMK Negeri 2 Buduran Sidoarjo terbukti kebenarannya. Hasil penelitian ini sesuai dengan Rofiq (2009) yang menyatakan bahwa penguasaan kosa kata bahasa Inggris akuntansi memiliki peranMpenting terhadap pembelajaran komputer akuntansi MYOB. Pada program komputer akuntansi MYOB terdapat banyak kosa kata bahasa Inggris yang membutuhkanMpenafsiran mendalam. Siswa dituntut memahami arti kosaKkata bahasa Inggris dalam akuntansi agar dapat mengentry transaksi ke dalam program komputerTakuntansi MYOB. Maulidah (2011) memiliki pendapat yang senada. Maulidah mengemukakan bahwa ketidaktepatan dalam menangkap arti kosa kataAbahasa Inggris dalam akuntansi akan berakibat pada ketidaktepatanBpersepsi sehingga hasilBbelajar akan kurang dan hasil berpikir akan menjadi tidak tepat. Adanya pengaruh positif variabel penguasaan kosa kata bahasa Inggris akuntansi terhadap hasil belajar komputer akuntansi MYOB menunjukkan bahwa semakin tinggi penguasaanNkosa kata bahasa Inggris akuntansi, maka tingkat hasil belajar komputer akuntansi MYOB siswa semakinYtinggi pula. Hal ini ini dibuktikan dengan jawaban siswa pada pengukuran tes penguasaan kosa kata bahasa Inggris akuntansi. Siswa yang mampu menjawab dengan baik pada soal tes umumnya adalah siswa yang memiliki hasil belajar komputer akuntansi MYOB yang baik pula. Hasil penelitian ini didukung penelitian Ningsih (2012) dan Pradhana (2013) yang menunjukkan bahwa mata diklat komputer akuntansi MYOB adalah mata diklat yang memiliki hubungan dengan kemampuan bahasa InggrisAsiswa. Pengaruh Efikasi Diri (X3) Terhadap Hasil Belajar Komputer Akuntansi MYOB Siswa Kelas XI Akuntansi SMK Negeri 2 Buduran Sidoarjo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efikasi diri yang dimiliki siswa berpengaruh positif terhdap hasil belajarRkomputer akuntansi MYOB siswa kelas XI Akuntansi SMK Negeri 2 Buduran Sidoarjo. Berdasar hasil analisis regresi linear berganda menunjukkan bahwa nilaiUt
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
207
hitung untuk efikasi diri (X3) terhadap hasil belajar komputer akuntansi MYOB (Y) adalah 2,264. Artinya t hitung lebihYbesar daripada t tabel (2,264>1,990). Nilai signifikansi juga menunjukkan kurangDdariI5% (0,026<0,005) yang artinya berpengaruh signifikan. Sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa efikasi diri berpengaruh terhadap hasil belajar komputer akuntansi MYOB siswa kelas XI Akuntansi SMK Negeri 2 Buduran Sidoarjo terbukti kebenarannya. Hasil penelitian ini sesuai dengam teori Jess Feist dan Gregory J.Feist (2014) yang menyatakan bahwa manusia yang yakin bahwa mereka dapat melakukan sesuatu sesuai dengan potensiU akan lebih mungkin bertindak dan menjadi sukses daripada manusia yang mempunyai efikasi diri yang rendah. Hasil penelitian ini didukung penelitian Ruliyanti (2014) yang menunjukkan terdapat hubungan antaraDself-efficacy dengan prestasi belajar siswa. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan BerdasarTanalisis dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa (1) Penguasaan akuntansi dasar, kosa kata bahasaAInggris akuntansi dan efikasi diri secaraNbersama – sama berpengaruh terhadap hasil belajarRkomputer akuntansi MYOB siswa kelas XI Akuntansi SMK Negeri 2 Buduran Sidoarjo (2) Pengusaan akuntansi dasar berpengaruh terhadap hasil belajar komputerRakuntansi MYOB siswa kelas XI Akuntansi SMK Negeri 2 Buduran Sidoarjo (3) Pengusaan kosa kata bahasa Inggris akuntansi berpengaruh terhadap hasil belajar komputerAakuntansi MYOB siswa kelas XI Akuntansi SMK Negeri 2 Buduran Sidoarjo (4) Efikasi diri berpengaruh terhadap hasil belajar komputer akuntansi MYOB siswa kelas XI Akuntansi SMK Negeri 2 Buduran Sidoarjo. Saran BerdasarJkesimpulan yang telah diuraikan, peneliti memberikan sumbangan saran sebagai berikut (1) Setiap siswa harus memiliki penguasaan akuntansi dasar, kosa kata bahasa Inggris akuntansi dan efikasi diri yang baik guna meningkatkan hasil belajar komputer akuntansi MYOB (2) Untuk penelitian selanjutnya diharap dapat mengembangkan atau memperluasApenelitian dengan penentuan variabel – variabel lainnya yang diduga berpengaruh terhadap hasil belajar komputer akuntansi MYOB (3) Untuk penelitian selanjutnya diharap dapat memperbaiki kualitas instrumen khususnya instrumen tes dalam penelitian agar informasi data yang akan disajikan dapat mencerminkan kondisi yang lebih akurat. DAFTAR PUSTAKA Agustina, Yenita. 2013. “Pengaruh Nilai Pengantar Akuntansi Dan Motivasi Siswa Terhadap Hasil Belajar Komputer Akuntansi”. Jurnal Edukasi Ekobis. Vol. 1 (7): hal. 15-48. Feist dan Feist. 2014. Teori Kepribadian. Jakarta: Salemba Humanika. Ghozali, Imam. 2013. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS 21. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Gunawan, dkk. 2014. “Pengaruh Pengalaman Praktik Kerja Industri Terhadap Minat Berwirausaha Siswa”. Jurnal Pendidikan Ekonomi. Vol.4 (1): hal. 3-17.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
208
Hermawan, Muhammad Rudy. 2013. Hubungan Sumber Belajar dan Efikasi Diri Dengan Hasil Belajar Pada Mata Pelajaran Ekonomi Siswa, (Online), (http://library.um.ac.id, diakses 4 Januari 2016). Jusuf, Al Haryono. 2007. Dasar – Dasar Akuntansi. Yogyakarta: STIE YKPN. Mae Hyang, Hee Cheol Choi, Anna Lee, Jennifer dan Brian Hutchison. 2015. “The Relationship Between Self Efficacy dn Academic Achievement: A 5-Year Panel Analysis”. International Journal of Science. pp: 1-2. Maulidah, Hikmatul. 2011. Pengaruh Penguasaan Kosa Kata Bahasa Inggris dalam Akuntansi, Dasar Komputer, Dan Akuntansi Dasar Terhadap Prestasi Belajar Komputer Akuntansi MYOB Siswa, (Online), (http://journal.unnes.ac.id, diaksesunduh 4 Januari 2016). Muhid, Abdul. 2008. “Hubungan Antara Self-Control dan Self-Efficacy Dengan Kecenderungan Perilaku Prokrastinasi Akademik Mahasiswa”. Jurnal Psikologi. hal: 4-5. Surabaya: PPs: Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel. Ningsih, Afifa Maya. 2012. Pengaruh Kemampuan Akuntansi Manual Dan Kemampuan Bahasa Inggris Terhadap Hasil Belajar MYOB Accounting Siswa, (Online), (http://library.um.ac.id),diakses 4 Januari 2016). Nurhasnah. “Hubungan Efikasi Diri dan Indeks Prestasi Keberhasilan Belajar”. Lembaran Ilmiah disajikan dalam Forum Pusdiklat Migas, 2006. Peters, L. Michelle. 2012. “Examining The Relationship Among Classroom Climate, Self Efficacy, And Achievement In undergraduate Mathematics : A Multi Level Analysis”. International Journal of Science and Mathematics Education. pp: 1-2. Pradhana. 2013. “Pengaruh Kosa Kata Bahasa Inggris, Dasar Komputer Dan Akuntansi Terhadap Prestasi Belajar MYOB”. Jurnal Pendidikan Ekonomi Unnes. Vol. VIII (2): hal. 1-2. Pudjiastuti, Endang. 2012. “Hubungan Self Efficay Dengan Perilaku Mencontek Mahasiswa Psikologi”. Mimbar. Vol.XXVII (1): hal. 103-112. Purwanto. 2010. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Putri, Wiyanti dan Priyatama Aditya. 2012. “Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Prokrastinasi Akademik Pada Mahasiswa”. Jurnal Psikologi Kepribadian. Vol.1 (2): hal. 1-5. Rifai, Achmad dan Chatarina Tri Anni. 2009. Psikologi Pendidikan. Semarang: UPT. UNNES. Rofiq, Annur. 2009. “Peningkatan Penguasaan Kosa Kata Bahasa Inggris Siswa SMP Negeri 2 Jember Melalui Teknik Pemainan Kata Berbantu Komputer”. Jurnal Dinamika Pendidikan. Vol.9 (2). Ruliyanti. 2014. “Hubungan Antara Self-Efficacy dan Self-Regulated Learning Dengan Prestasi Akademik Matematika Siswa”. Jurnal Pendidikan. Vol.3 (2): hal. 3-5. Saputri, Nanda. 2013. “Hubungan Efikasi Diri Dengan Prestasi Belajar Siswa”. Jurnal Pendidikan. Vol.II (11): hal. 8-9. Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kuantitaif, Kualitatif, Dan R & D. Bandung: Alfabeta. Susanti, Ratna. 2002. “Penguasaan Kosa Kata Dan Kemampuan Membaca Bahasa Inggris”. Jurnal Pendidikan Penabur. No .01/Th.1/Maret 2002. To, Karno. 2003. Mengenal Analisis Tes. Bandung: Jur PPB FIP UPI. Wahyudin, Agus dan Muhammad Khafid. 2007. Akuntansi Dasar. Semarang: FE UNNES. Wardani, Ferdiana Putri. 2015. “Pengaruh Self-Efficacy, Lingkungan Belajar, Dan Disiplin Belajar Terhadap Perilaku Kecurangan Akademik Siswa”. Jurnal Pendidikan Akuntansi. Vol.4 (3):hal. 22.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
209
Wulandari, Novi. 2015. “Pengaruh Computer Knowledgde, Computer Attitude Dan Fasilitas Laboratorium Komputer Terhadap Hasil Belajar Komputer Akuntansi Siswa”. Jurnal Pendidikan Akuntansi. Vol.3 (2):hal. 2-54 Zimmerman, Barry J. 2000. “Self-Efficacy: An Essential Motive To Learn”. Educational Psychology Journal. Vol 25. pp: 82-91.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
PEMBELAJARAN PENDEKATAN STUDENT CENTER PADA SISWA SMA DENGAN MEDIA PEMBELAJARAN PERMANINAN (GAME) Muhamad Iskhak Program Studi S2 Pendidikan Ekonomi, Universitas Negeri Surabaya
[email protected]
Imroatur Rosida Program Studi S2 Pendidikan Ekonomi, Universitas Negeri Surabaya
[email protected]
Agustin Tri Murni Program Studi S2 Pendidikan Ekonomi, Universitas Negeri Surabaya
[email protected] ABSTRACT Globalization has impacted positively or negatively on a country. The impact has prompted many changes, including changes in education. Many educational unit has developed a process of learning by using interactive and interesting learning media. The purpose of this study was to determine the implementation of learning-centered high school students with learning media game. The method used is qualitative descriptive type of library research (library research). Learning to use the student center approach can be implemented with all the requisite components to perform its function to the maximum. One of the components that are considered important in supporting the success of the learning activities is a medium of learning. There are various kinds of media that can be used to support learning activities, one of which is a game. The game is a fun learning media, which can help students in learning activities, so that students can build their own knowledge independently Keywords: learning, student center, learning game media. PENDAHULUAN Globalisasi telah menimbulkan dampak positif maupun negatif pada perkembangan suatu negara. Untuk menyambut era tersebut khususnya di bidang pendidikan, banyak satuan pendidikan telah berupaya mengembangkan sebuah proses belajar yang lebih interaktif dan menarik. Semua itu tentu saja untuk mewujudkan tujuan umum pendidikan negara Indonesia, sebagaimana dinyatakan dalam UndangUndang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, yang berbunyi “bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. Pendidikan pada mulanya hanyalah sebuah proses alami yang berlangsung dalam kehidupan manusia. Pendidikan mulai mengalami perkembangan sejalan dengan berkembangnya zaman dan tingkat hidup manusia, dari kegiatan pendidikan yang sederhana, tanpa rencana, dan tanpa tujuan, berkembang menjadi kegiatan yang terencana, sadar dan 210
211
memiliki tujuan yang jelas (Roesminingsih dan Susarno, 2007). Pernyataan ini juga diperkuat dengan adanya UndangUndang Sisdiknas No. 20/2003 Bab I Pasal 1 (1) yang berbunyi “yang dimaksud dengan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensinya sendiri”. Inilah secara teoritis disebut pembelajaran berpusat pada siswa yang diadobsi ke dalam sistem pendidikan nasional pada saat ini (Dananjaya, 2013). Keberhasilan pendidikan sendiri diawali dari proses belajarnya. Proses inilah yang merupakan proses di mana siswa mulai memahami dan mulai berubah ke arah yang lebih baik terhadap pengetahuan dan nilainilai sikap yang diberikan dalam pembelajaran. Syah (dalam Musfiqon, 2012) berpendapat bahwa proses belajar menjadi unsur yang sangat fundamental dalam setiap jenis dan jenjang pendidikan. Berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik di sekolah, di masyarakat, serta di lingkungan keluarganya sendiri. Dalam proses belajar, siswa sering dihadapkan dengan materi yang asing dan di luar pengalamannya. Proses belajar menjadi sulit dan tidak berjalan dengan efektif, apa lagi jika penyampaian materi yang dilakukan oleh guru hanya menggunakan metode konvensional dengan bahasa verbal, tentu saja arah komunikasi tidak selaras dan tidak akan mendapatkan respon positif dari siswa. Siswa akan semakin abstrak dalam menangkap materi pelajaran tersebut. Satyasa (dalam Listiyani dan Widayati, 2012) menjelaskan akan terjadi verbalisme, salah tafsir, perhatian tidak berpusat, dan tidak terjadi pemahaman jika tidak ada keselarasan dan komunikasi dua arah antara guru dengan siswa. Komunikasi dua arah dalam proses belajar berarti terjadi dan terlaksananya proses timbal balik antara guru dengan siswa. Guru memberikan informasi berupa ilmu pengetahuan, siswa merespon dengan bertanya tentang ilmu tersebut atau sebaliknya. Musfiqon (2012) menyebutkan dalam proses pembelajaran keberhasilan komunikasi diukur dengan kesamaan pemahaman antara siswa dengan guru tentang materi pembelajaran. Di dalam komunikasi, terkadang tidak terjadi kesamaan pemahaman antara pemberi pesan terhadap penerima pesan. Masalah tersebut terjadi karena di dalam komunikasi, unsur pembentuknya tidak hanya pemberi dan penerima pesan saja. Seperti yang dikemukan Harold (dalam Musfiqon, 2012) menyatakan unsur pembentuk informasi itu ada sumber/komunikator, isi pesan, media yang dipergunakan, penerima pesan/sasarannya, dan akibat dari penyampaian pesan. Dari pernyataan tersebut jelas bahwa media merupakan faktor yang berpengaruh terhadap berhasil atau tidaknya sebuah komunikasi. Musfiqon (2012) menjelaskan media memiliki peranan penting dalam komunikasi pembelajaran, yaitu sebagai perantara yang mampu memberikan makna yang sama antara guru dengan siswa. Dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran merupakan salah satu fondasi penting di dalam membangun proses belajar. Selain pengaruh media dalam komunikasi, media juga memiliki beberapa aspek di mana keberadaanya menjadi sangat penting dalam pendidikan. Hamalik (dalam Arsyad, 2014) mengemukakan bahwa media pembelajaran dapat membangkitkan keinginan dan minat baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh pesikologi bagi siswa. Oleh karena itu media pembelajaran menjadi salah satu komponen yang harus ada
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
212
dalam sistem pembelajaran, tentunya disesuaikan dengan materi dan karakteristik masingmasing ilmu. Saat ini terdapat berbagai macam pilihan media pembelajaran yang dapat digunakan di dalam pembelajaran. Mulai dari yang sederhana hingga media pembelajaran modern yang memnafaatkan kemajan di bidang tehnologi dan informasi. Penggunaan media ini diharapkan dapat menurunkan rasa bosan pada siswa dan kecenderungan guru sangat sedikit dalam menanamkan konsep karena hanya memberikan soalsoal latihan. Proses konstruksi konsep atau materi pembelajaran dapat terbentuk dan juga keinginan siswa untuk belajar mulai muncul bila menggunakan media yang tepat dan menyenangkan. Banyak ilmuan yang mulai menggagas alternatif demi terciptanya kemudahan dalam kegiatan pembelajaran. Salah satu alternatif yang populer dan terbukti efektif adalah melalui media pembelajaran dengan menggunakan permainan atau game. Permainan atau game merupakan sarana termudah untuk menggait pemahaman siswa. Dari permainan tersebut diharapkan siswa menemukan hal-hal yang menarik dan dapat memecahkan masalah pelajarannya secara mandiri. Selain itu dengan media pembelajaran ini, siswa juga diharapkan dapat membangun pengetahuan mereka sendiri dari hasil pengalaman belajar dengan suasana yang menyenangkan tersebut. METODE Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif jenis penelitian kepustakaan (library research). Penelitian kepustakaan dapat diartikan sebagai suatu langkah untuk memperoleh informasi dari penelitian terdahulu yang harus dikerjakan, tanpa memperdulikan apakah sebuah penelitian menggunakan data primer atau data sekunder, apakah penelitian tersebut menggunakan penelitian lapangan ataupun laboratorium atau di dalam museum. Penelitian kepustakaan merupakan jenis penelitian kualitatif yang pada umumnya tidak terjun ke lapangan dalam pencarian sumber datanya. Penelitian Kepustakaan merupakan metode yang digunakan dalam pencarian data, atau cara pengamatan (bentuk observasi) secara mendalam terhadap tema yang diteliti untuk menemukan ‘jawaban sementara’ dari masalah yang ditemukan di awal sebelum penelitian ditindaklanjuti. Subjek penelitian ini adalah peserta didik di Sekolah Menengah Atas (SMA). Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi pembelajaran yang berpusat pada siswa SMA dengan media pembelajaran permainan atau game. PEMBAHASAN 1. Pembelajaran Berpusat Pada Siswa a) Pengertian Pembelajaran Berpusat Pada Siswa Undang-Undang Sisdiknas No. 20/2003 Bab I Pasal 1 (1) yang berbunyi “yang dimaksud dengan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensinya sendiri”. Inilah secara teoritis disebut pembelajaran berpusat pada siswa yang diadobsi ke dalam sistem pendidikan nasional. Pengertian ini merupakan perwujudan perubahan mendasar dari pengajaran menjadi pembelajaran pada UU Sisdiknas No. 20/2003.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
213
Menurut Dananjaya (2013), konsep dasar yang mendasari pembelajaran berpusat pada siswa, antara lain sebagai berikut. 1) Pembelajaran merupakan proses aktif siswa mengembangkan potensi dirinya. Siswa dilibatkan ke dalam pengalaman yang difasilitasi oleh guru sehingga, siswa memperoleh pengalaman yang melibatkan pikiran, emosi, terjadlin dalam kegiatan yang menyenangkan dan menantang, serta mendorong prakarsa siswa. Dari proses pengelaman ini siswa mempunyai kesimpulan sebagai pengetahuan. Berbeda dengan pengajaran yang di mana siswa memperoleh teks untuk dihafal. 2) Pengalaman aktivitas siswa harus bersumber atau relevan dengan segala sesuatu yang ada di sekitar mereka, seperti realitas sosial, masalah-masalah yang berkaitan dengan profesiprofesi yang ada di sekitar mereka, dan lain-lain. Pengalaman praktik itu berupa kegiatan berkomunikasi, bekerjasama, mengambil keputusan, dan memecahkan masalah. Pengalaman praktik tersebut juga dapat mengembangkan kecerdasan untuk menemukan masalah, memecahkan masalah, dan menghargai prestasi pemecahan masalah. 3) Di dalam proses pengalaman ini siswa memperoleh inspirasi dari pengalaman yang menantang dan termotivasi untuk bebas berprakarsa, kreatif, dan mandiri. 4) Pengalaman proses pembelajaran merupakan aktivitas mengingat, menyimpan, dan menghasilkan informasi dan gagasan-gagasan yang memperkaya kemampuan dan karakter siswa. Makna Pembelajaran Bagi Siswa Berdasarkan konsep dasar yang mendasari pembelajaran berpusat pada siswa seperti yang sudah dibahas di atas, pembelajaran ini mempunyai makna tersendiri bagi siswa. Menurut Dananjaya (2013), proses pembelajaran ini memerlukan refleksi mental sebagai proses kesadaran mental dan kepribadian, kecerdasan dan akhlak mulia. Pada hakikatnya proses pembelajaran merupakan aktivitas yang menghubungkan siswa dengan berbagai subyek dan berkaitan dengan dunia nyata. Proses interprestasi menghasilkan pemahaman dan perolehan hasil pendidikan yang bersifat individual. Selain itu, makna pembelajaran ini bagi siswa adalah siswa memperoleh pengetahuannya sendiri secara lebih luas, lebih dalam, dan lebih maju dengan modifikasi pemahaman terhadap konsep awal pengetahuan. b)
Makna Pembelajaran Bagi Pendidik Selain mempunyai makna tersendiri bagi peserta didik atau siswa, pembelajaran ini juga mempunyai makna tersendiri bagi pendidik atau guru. Menurut Dananjaya (2013), pendidik menutamakan perbedaan individu daripada persamaan-persamaan dalam menentukan program-program pendidikan, didasarkan pada pandangan-pandangan bahwa individu adalah unik dan bergerak bebas menanggapi kondisikondisi personal dan sosial. Pendidik secara moral memandang peserta didik atau siswa setara dan memperoleh kesempatan yang setara pula dalam memperoleh ganjaran, intelektual, dan sosial secara adil atau tidak diskriminatif.
c)
d)
Perubahan Paradigma dari Pengajaran Bergeser Menjadi Pembelajaran
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
214
Menurut Dananjaya (2013), pengajaran, istilah yang mewakili peranan dominan guru sebagai pengajar, sedangkan pembelajaran menunjuk peranan siswa aktif sekaligus mengoreksi peranan dominan guru. Jadi, istilah pengajaran dan pembelajaran bukan hanya istilah teknis, tetapi istilah yang memangku perubahan paradigma. Perubahan dari paradigma pengajaran menjadi paradigma pembelajaran dapat dibandingkan dalam tabel berikut ini. Tabel 2.1 Perbedaan Paradigma Pengajaran dan Paradigma Pembelajaran No Pengajaran Pembelajaran 1. Berpusat pada guru. Berpusat pada peserta didik atau siswa. 2. 3.
Guru dominan pada aktor kelas. Suasana tertib, tenang, kaku, dan membosankan.
Guru sebagai fasilitator atau penulis skenario. Suasana hidup, menyenangkan, dan interaktif.
4.
Siswa terlibat dalam Siswa didorong bekerjasama kompetisi dengan siswa mencapai tujuan, tolonglain, dengan motivasi menolong dalam memecahkan mengalahkan teman. masalah, dan bertukar pikiran.
5.
Siswa adalah tempat guru mencurahkan pengetahuan (banking system). Prestasinya adalah sejumlah hafalan atau menghasilkan pengetahuan. Evaluasi oleh guru bersifat menyeleksi dan meranking kuantitas hafalan.
6.
Siswa adalah pelaku proses pengalaman mengambil keputusan, memecahkan masalah, menganalisis, dan mengevaluasi.
Evaluasi oleh siswa yang bersifat refleksi dan berperan memperbaiki proses untuk meningkatkan prestasi.
7.
Sumber belajar kebanyakan Sumber belajar adalah pengalaman berasal dari buku teks dan eksplorasi mandiri dan pengalaman guru. keberhasilan temannya dalam memecahkan masalah.
8.
Tempat belajar ruangan kelas.
sebatas Tempat belajar tidak terbatas ruangan kelas tetapi di mana pun siswa berada atau seluas jagat raya.
2. Media Pembelajaran a) Pengertian Media Pembelajaran Menurut National Education Association (NEA) (dalam Nurseto 2011), mendefinisikan media sebagai segala benda yang dapat dimanipulasikan, dilihat, didengar, Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
215
dibaca atau dibicarakan beserta instrumen yang dipergunakan untuk kegiatan tersebut. Pendapat yang hampir sama juga disampaikan oleh Hamdani (2011), yang menyatakan bahwa media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Sedangkan menurut Bovee (dalam Ena, 2001), media adalah sebuah alat yang mempunyai fungsi menyampaikan pesan. Pembelajaran adalah sebuah proses komunikasi antara pembelajar, pengajar, dan bahan ajar. Komunikasi tidak akan berjalan tanpa bantuan sarana penyampai pesan atau media. Apabila melihat dari pengertian media di atas, maka menurut Ena (2010), media pembelajaran adalah sebuah alat yang berfungsi untuk menyampaikan pesan pembelajaran. Sedangkan menurut Association of Education and Communication Technology (AECT) (dalam Hamdani, 2011), media pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan orang untuk menyampaikan pesan pembelajaran. Apabila melihat dari berbagai pendapat di atas, maka media pembelajaran adalah alat perantara yang mempunyai fungsi untuk menyampaikan pesan pembelajaran. Jenis-Jenis Media Pembelajaran Media pembelajaran memiliki berbagai macam jenis. Menurut Seels dan Glasgow (dalam Nugrahani, 2007), pengelompokan berbagai jenis media apabila dilihat dari segi perkembangan teknologinya dibagai ke dalam dua kategori luas, yaitu pilihan media tradisional dan pilihan media teknologi mutakhir. Di dalam media tradisional dan media teknologi mutakhir juga masih dibagi-bagi lagi ke dalam berbagai macam jenis media yang beraneka ragam. Berikut ini adalah jenis-jenis media tradisional dan media teknologi mutakhir. 1) Pilihan Media Tradisonal (a) Visual diam yang diproyeksikan, contohnya proyeksi opaque (tak tembus pandang), proyeksi overhead, slides, film strips, dan lain-lain. (b) Visual yang diproyeksikan, contohnya gambar, poster, foto, charts, grafik, diagram, pameran, papan info, dan lain-lain. (c) Audio, contohnya rekaman piringan, pita, kaset, reel, catridge, dan lain-lain. (d) Penyajian multimedia, contohnya slide, plus suara (tape), multi image, dan lain-lain. (e) Visual dinamis yang diproyeksikan, contohnya film, televisi, video, dan lain-lain. (f) Cetak, contohnya buku teks, modul, teks terpogram, work book, majalah ilmiah berkala, lembaran lepas (hand out), dan lain-lain. (g) Permainan, contohnya teka-teki, simulasi, permainan papan, dan lain-lain. (h) Realia, contohnya model, specimen (contoh), manipulatif (peta, boneka, dll), dan lainlain. 2) Pilihan Media Teknologi Mutakhir (1) Media berbasis telekomunikasi, contohnya teleconference, kuliah jarak jauh, dan lainlain. (2) Media berbasis mikroprosesor, contohnya computer assisted instruction, permainan komputer, sistem tutor intelejen, interaktif multimedia, hypermedia, compact (video) disc, dan lain-lain. b)
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
216
Sedangkan menurut Nurseto (2011), menurut bentuk informasi yang digunakan, kita dapat memisahkan dan mengklasifikasi media dalam lima kelompok besar, yaitu media visual diam, media visual gerak, media audio, media audio visual diam, dan media audio visual gerak. Proses yang dipakai untuk menyajikan pesan, apakah melalui penglihatan langsung, proyeksi optik, proyeksi elektronik atau telekomunikasi. Dengan menganalisis media melalui bentuk penyajian dan cara penyajiannya, kita mendapatkan suatu format klasifikasi yang meliputi tujuh kelompok media penyaji, antara lain: a. Grafis, bahan cetak, dan gambar diam b. Media proyeksi diam c. Media audio d. Media audio visual diam e. Media audio visual hidup/film f. Media televisi g. Multi media c) Manfaat Media Pembelajaran Media pembelajaran mempunyai manfaat yang besar dalam kegiatan belajar mengajar. Menurut Arsyad (dalam Nugrahani, 2007), media pengajaran sebagai alat bantu dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka, serta memungkinkan terjadinya interaksi langsung dengan guru, masyarakat dan lingkungan.
Gambar 2.1 Kerucut Pengalaman Menurut Dale (dalam Nurseto, 2011), dalam usaha untuk memanfaatkan media sebagai alat bantu mengajar dalam bukunya “Audio Visual Methods in Teaching”, Edgar Dale membuat klasifikasi menurut tingkat dari yang paling konkret ke yang paling abstrak.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
217
Klasifikasi tersebut kemudian dikenal dengan nama “kerucut pengalaman” dari Edgar Dale dan pada saat itu dianut secara luas dalam menentukan alat bantu yang paling sesuai untuk pengalaman belajar. Dalam kaitannya dengan fungsi media pembelajaran, dapat ditekankan beberapa hal berikut ini, antara lain: a. Sebagai sarana bantu untuk mewujudkan situasi pembelajaran yang lebih efektif. b. Sebagai salah satu komponen yang saling berhubungan dengan komponen lainnya dalam rangka menciptakan situasi belajar yang diharapkan. c. Mempercepat proses belajar. d. Meningkatkan kualitas proses belajar-mengajar. e. Mengkongkritkan yang abstrak sehingga dapat mengurangi terjadinya penyakit verbalisme. Menurut Hamalik (dalam Nurseto, 2011), pemanfaatan media dalam pembelajaran dapat membangkitkan keinginan dan minat baru, meningkatkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan berpengaruh secara psikologis kepada siswa. Sedangkan menurut Sudjana dan Rivai (1992), mengemukakan beberapa manfaat media dalam proses belajar siswa, antara lain: a. Dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa karena pengajaran akan lebih menarik perhatian mereka. b. Makna bahan pengajaran akan menjadi lebih jelas sehingga dapat dipahami siswa dan memungkinkan terjadinya penguasaan serta pencapaian tujuan pengajaran. c. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata didasarkan atas komunikasi verbal melalui kata-kata. d. Siswa lebih banyak melakukan aktivitas selama kegiatan belajar, tidak hanya mendengarkan tetapi juga mengamati, mendemonstrasikan, melakukan langsung, dan memerankan. Sedangkan menurut Nurseto (2011), manfaat media pembelajaran, antara lain: a. Menyamakan persepsi siswa. Dengan melihat objek yang sama dan konsisten maka siswa akan memiliki persepsi yang sama. b. Mengkonkritkan konsep-konsep yang abstrak. Misalnya untuk menjelaskan tentang sistem pemerintahan, perekonomian, berhembusnya angin, dan sebagainya, bisa menggunakan media gambar, grafik atau bagan sederhana. c. Menghadirkan objek-objek yang terlalu berbahaya atau sukar didapat ke dalam lingkungan belajar. Misalnya guru menjelaskan dengan menggunakan gambar atau film tentang binatang-binatang buas, gunung meletus, lautan, kutub utara, dan lain-lain. d. Menampilkan objek yang terlalu besar atau kecil. Misalnya guru akan menyampaikan gambaran mengenai sebuah kapal laut, pesawat udara, pasar, candi, dan sebagainya. Atau menampilkan objekobjek yang terlalu kecil, seperti bakteri, virus, semut, nyamuk, atau hewan/benda kecil lainnya. e. Memperlihatkan gerakan yang terlalu cepat atau lambat. Dengan menggunakan teknik gerakan lambat (slow motion) dalam media film bisa memperlihatkan tentang lintasan peluru, melesatnya anak panah, atau memperlihatkan suatu ledakan. Demikian juga Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
218
gerakan-gerakan yang terlalu lambat, seperti pertumbuhan kecambah, mekarnya bunga wijaya kusumah, dan lain-lain. d) Kriteria Pemilihan Media Kriteria pemilihan media bersumber dari konsep bahwa media merupakan bagian dari sistem instruksional secara keseluruhan. Untuk itu Arsyad (2014) mengemukakan beberapa kriteria yang patut diperhatikan dalam memilih media, antara lain: (a) Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Media dipilih dan digunakan berdasarkan tujuan instruksionalnya seperti kognitif, afektif, atau psikomotor. Tujuan dapat digambarkan dalam bentu tugas, atau kegiatan-kegiatan yang melibatkan fisik ataupun kegiatan yang membutuhkan kerja sama siswa dalam sebuah kelompok belajar. (b) Tepat untuk mendukung isi pelajaran yang sifatnya fakta, konsep, prinsip, atau generalisasi. Media agar dapat membantu proses pembelajaran secara efektif, media harus sesuai dan selaras dengan tujuan awal pembelajaran. Misalnya media film, dapat digunakan dalam menunjukkan sebuah objek maupun subjek yang sifatnya luas, besar, atau banyak. Media film dapat merangkum dan menampilkannya di dalam kelas tanpa terhambat ruang dan waktu. (c) Praktis, luwes dan bertahan. Media yang digunakan sebaiknya dapat digunakan di mana pun dan kapan pun dengan peralatan yang tersedia di sekitarnya, serta mudah dipindahkan dan dibawa ke mana-mana. Media yang mahal bukan jaminan media yang terbaik. Guru/instrukstur dapat menggunakan bahanbahan yang ada di sekitar untuk memuat media yang tepat untuk siswa. (d) Guru terampil menggunakannya. Media tidak akan ada artinya jika guru tidak terampil dalam menggunakannya. Media harus dikuasai guru/instruktur karena jika guru bingung dalam menggunakan media, siswa juga akan ikut kebingungan dan tujuan pembelajaran tidak akan tercapati. Angan-angan memudahkan proses belajar, media malah menyulitkan siswa karena instruksi yang kurang jelas. (e) Pengelompokan sasaran. Media yang efektif digunakan di kelompok besar belum tentu efektif jika digunakan di kelompok kecil. Media memiliki pengelompokannya sendirisendiri, media untuk kriteria kelompok besar, sedang, dan kelompok kecil. (f) Mutu teknis. Media harus memenuhi kriteria sarat dan standar mutu teknis tersendiri. Misalnya saja, media gambar, visual dari gambar tersebut harus jelas, ukuran tidak terlalu kecil, dan kualitas gambar baik. 3. Media Pembelajaran dengan Permainan atau Game 1) Pengertian Permainan atau Game Secara umum, permainan diartikan sebagai sebuah aktivitas rekreasi dengan tujuan bersenangsenang, mengisi waktu luang, atau berolahraga ringan. Permainan biasanya dilakukan sendiri atau bersamasama (kelompok) (Wikipedia, 2016). Menurut Santrock (dalam Damanik, 2015), permainan (play) adalah suatu kegiatan menyenangkan yang dilaksanakan untuk kepentingan kegiatan itu sendiri.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
219
Sedangkan menurut Romlah (dalam Damanik, 2015), permainan merupakan cara belajar yang menyenangkan karena dengan bermain anak-anak belajar sesuatu tanpa mempelajarinya. Apa yang dipelajarinya ini disimpan dalam pikiranya dan akan dipadukan menjadi satu kesatuan dengan pengalamanpengalaman lain yang kadang tanpa disadari. Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Freeman dan Munandar (dalam Damanik, 2015) yang mendefinisakan permainan sebagai suatu aktifitas yang membantu anak mencapai perkembangan yang utuh, baik secara fisik, intelektual, sosial, moral, dan emosional anak. Berdasarkan pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa permainan adalah suatu kegiatan menyenangkan yang dilaksanakan untuk suatu kepentingan, seperti membantu anak mencapai perkembangan yang utuh, baik secara fisik, intelektual, sosial, moral, dan emosional anak. Jenis-Jenis Permainan Freeman dan Munandar (dalam Damanik, 2015), menyatakan ada beberapa jenis permainan, yaitu eksploratif, konstruktif, destruktif dan kreatif. Berikut adalah penjelasan dari berbagai jenis permainan. a) Bemain Eksploratif Bermain eksploratif meliputi eksplorasi diri dan juga eksplorasi lingkungan atau dunia seseorang. Proses mengeksplorasi badan, pikiran, dan perasaan, melalui gerakan, penglihatan, pendengaran, dan perabaan, anak mengenal dunianya. Dunia anak mencangkup diri sendiri, ruangan, serta benda-benda di sekelilingnya. b) Bermain Konstruktif Bermain konstruktif dapat mengikuti proses eksplorasi material. Anak terlibat membentuk dan menggabungkan objek-objek. Ia bereksperimen dengan balok-balok kayu dari berbagai bentuk dan ukuran, dan dengan bahan-bahan lain, seperti tongkat, batu, biji-biji, tanah liat, dan pasir. Dengan menumpuk, memasang, mencocokan, mencari keseimbangan antara bagian-bagian, anak membuat rumah, menara, benteng, dan sebagainya. c) Bermain Destruktif Anak berekperimen dengan benda-benda yang diperlakukan secara deskrutif, yaitu melempar, memecahkan, menendang, menyobek-nyobek, atau membanting sesuatu. Suara dari sesuatu yang runtuh, roboh, jatuh, pecah, dan sebagainya memberikan pengalaman yang menyenangkan bagi anak. Ia akan menyusun suatu menara dan merobohkannya kembali. Ia dapat merusak sesuatu karena ia ingin tahu bagaiman sesuatu bekerja. d) Bermain Kreatif Bermain kreatif dapat mengikuti tahap eksperimen dengan material untuk membuat benda-benda. Dalam bermain kreatif, anak anak menggunakan imajinasinya, pikiranya, dan pertimbanganya untuk menciptakan sesuatu, atau membuat kombinasikombinasi baru daru komponen-komponen alat permainan atau menggunakan bahan-bahan tidak terpakai lagi (daur ulang). Dengan material yang tersedia, ia menggambar, melukis, membuat polapola sebagai ungkapan perasaanya. Apa yang diciptakan seorang anak mungkin tidak jelas bagi orang dewasa, hanya anak dapat menyelasaikan sendiri. 2)
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
220
3) Pengaruh yang Ditimbulkan dari Aktivitas Bermain Menurut Hurlock (dalam Damanik, 2015), aktivitas bermain memiliki pengaruh yang besar terhadap hal-hal berikut ini, antara lain: a) Perkembangan Fisik Bermain aktif penting bagi anak untuk mengembangnkan otot dan melatih seluruh bagian tubuhnya. Bermain juga berfungsi sebagai penyalur tenaga yang berlebihan, yang apabila dipendam akan membuat anak tegang, gelisah, dan mudah tersinggung. Dengan bermain lompat tali dapat merangsang pertumbuhan anak sehingga anak tumbuh tinggi, berlari, melompat, juga dapat merangsang pertumbuhan fisik anak. b) Dorongan Berkomunikasi Agar dapat bermain dengan baik bersama anak lain, anak harus belajar komunikasi, dalam arti mereka dapat mengerti dan sebaliknya, mereka harus belajar mengerti apa yang dikomunikasikan anak lain. c) Penyaluran Bagi Energi Emosional yang Terpendam Bermain merupakan sarana bagi anak untuk menyalurkan ketegangan yang disebabakan oleh pembatasan lingkungan terhadap perilaku mereka. Karena dengan bermain bersama teman-teman, anak dapat lebih rileks dibanding mereka harus selalu di rumah dengan situasi rumah yang sama setiap harinya. Melalui bermain, energi anak tersalurkan, sehingga mereka dapat tumbuh sehat. Selain itu, emosi anak juga dapat tersalur karena dengan bermain anak dapar tertawa dan berteriak untuk melepaskan emosi. d) Penyalur Bagi Kebutuhan dan Keinginan Kebutuhan dan keinginan yang tidak dapat terpenuhi dengan cara lain seringkali dapat dipenuhi dengan bermain. Anak yang tidak dapat mencapai peran “pemimpin” dalam kehidupan nyata mungkin akan memperoleh pemenuhan keinginan itu dengan menjadi peran “pemimpin” disebuah permainan, seperti menjadi kapten. e) Sumber Belajar Bermain memberi kesempatan untuk mempelajari berbagai hal melalui buku, televisi, atau menjelajah lingkungan yang tidak diperoleh anak dari belajar di rumah atau di sekolah. Dari bermian tersebut anak dapat belajar banyak hal, seperti kejujuran, tata tertib yang harus mereka taati, dan belajar kerja sama. Selain itu, dari beberapa jenis permaianan, anak juga dapat belajar melakukan sesuatu sesuai dengan tujuan dari permainan. Sebagai contoh, permainan bisik berantai dilakukan dengan tujuan anak belajar mendengar efektif dan meyampaikan sesuatu sesuai dengan yang mereka dengar. f) Rangsangan Bagi Kreativitas Melalui eksperimen (percobaan) dalam bermain, anak-anak menemukan bahwa merancang sesuatu yang baru dan berbeda dapat menimbulkan kepuasan. Selanjutnya mereka dapat mengalihkan minat kreatifitasnya ke situasi di luar dunia bermain. Saat anak bermain dan mencoba sesuatu yang mereka pikir sebuah permainan, namun hasilnya berhasil dan dapat digunakan untuk hal lain yang berhubungan dengan belajarnya atau hal lain. Dari kreativitas yang diawali dari bermain itu, anak selalu tertantang untuk melakukan eksperimen, sehingga kreativitas dan kemampuannya semakin berkembang. g) Perkembangan Wawasan Diri Dengan bermain bersama anak lain, anak akan mengetahui tingkat kemampuannya dibandingkan teman bermainnya. Ini memungkinkan mereka
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
221
untuk megembangkan konsep dirinya (self concept) dengan lebih pasti dan nyata. Ketika mereka ikut bermain dan mereka kalah, maka mereka dapat belajar di mana kekurangnya dibandingkan dengan temannya. Di lain waktu, mereka akan berusaha untuk jadi lebih baik lagi, sehingga lebih unggul dibanding teman bermainnya yang lain. h) Belajar Bermasyarakat atau Bersosialisasi Dengan bermain dengan bersama anak lain, mereka belajar bagaimana membentuk hubungan sosial, bagaimana menghadapi, dan memecahkan masalah yang timbul dalam hubungan tersebut. Dengan bermain, anak terbiasa menghadapi bermacammacam watak orang, berkomunikasi, mengenal, dan memahami teman-temannya. i) Standar Moral Walau anak belajar di rumah dan di sekolah tentang apa saja yang dianggap baik dan buruk oleh kelompok, tidak ada pemaksaan standar moral paling teguh selain dalam kelompok bermain. Karena dalam bermain selalu ada peraturan yang pasti harus diikuti oleh anak dan dari situ anak belajar tentang moral megenai kepatuhan, kejujuran, kesetia kawanan, dan lain-lain. j) Perkembangan Ciri Kepribadian yang Diinginkan Dari hubungan dengan teman sebaya dalam bermain, anak belajar bekerjasama, murah hati, jujur, sportif, dan disukai orang lain. Keperibadian-kepribadian tersebut yang diharapkan dapa didapatkan anak dari kegiatan bermain bersama teman sebayanya. Dari beberapa penjelasan di atas, dapat kita lihat pengaruh dari kegiatan bermain yang dilakukan anak. Dari permainan, anak dapat belajar banyak hal yang tidak dengan mudah mereka dapatkan di kegiatan lain. Karena dengan permianan tersebut, anak belajar banyak hal dan tanpa mereka sadari. Banyak hal-hal yang mereka pegang teguh dari kegiatan permainan. Sebagai contohnya adalah dengan bermain, anak-anak belajar dan menerapkan kedisiplinan tanpa mereka sadari karena mereka belajar mematuhi aturan dari permaian. Anak juga belajar berkomunikasi dengan teman sebaya dalam permainan. Sebagai contoh adalah dalam permainan di mana anak harus menata sebuah poster yang sudah digunting seperti puzzle. Di situ anak belajar untuk berkomunikasi satu sama lain agar potongan gambar bisa menjadi satu gambar utuh yang benar. 4) Media Pembelajaran dengan Permainan atau Game Media pembelajaran adalah alat perantara yang mempunyai fungsi untuk menyampaikan pesan pembelajaran. Sedangkan permainan adalah adalah suatu kegiatan menyenangkan yang dilaksanakan untuk suatu kepentingan, seperti membantu anak mencapai perkembangan yang utuh, baik secara fisik, intelektual, sosial, moral, dan emosional anak. Berdsarkan pengertian media pembelajaran dan permainan di atas, maka media pembelajaran dengan permainan atau game dapat diartikan sebagai alat perantara yang menyenangkan dan mempunyai fungsi untuk menyampaikan pesan pembelajaran, sehingga dapat membantu anak mencapai perkembangan yang utuh, baik secara fisik, intelektual, sosial, moral, dan emosional anak. Menurut Dananjaya (2013), di dalam kegiatan pembelajaran, media pembelajaran dengan permainan atau game, skenarionya dibuat oleh guru, diangkat dari permainan anak-
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
222
anak atau hiburan yang menyenangkan dan menantang. Pelaksanaan permainan, keberhasilan atau kegagalannya menjadi pengalaman yang urutannya dicatat oleh siswa. Proses pengalaman dari setiap kejadian dalam permainan menjadi bahan analisis dari pengambilan kesimpulan. Daur belajar dari pengalaman bermain, adalah: a) Melakukan aktivitas permainan. b) Mencatat urutan pelaksanaan dan kejadian-kejadian penting. c) Menganalisis kejadian-kejadian atau faktor-faktor yang mendukung keberhasilan atau hambatan yang menyebabkan kegagalan. d) Kesimpulan sebagai hasil belajar yang dicatat dan dipresentasikan. Kesimpulan merupakan hasil belajar yang menjadi kekayaan intelektual para siswa sebagai produksi pengetahuan. Apabila melihat dari daur belajar dari pengalaman bermain di atas, maka dapat disimpulkan tujuan menggunakan media pembelajaran permainan adalah siswa diajak langsung untuk belajar dari pengalaman. Pembelajaran yang berlangsung melalui pengalaman tersebut, diharapkan akan membantu siswa dalam membangun pengetahuannya sendiri. 5) Jenis-Jenis Permainan atau Game sebagai Media Pembelajaran Terdapat berbagai jenis permainan menyenangkan yang dapat digunakan sebagai media di dalam pembelajaran. Menurut Dananjaya (2013), terdapat berbagai jenis permainan yang dapat digunakan sebagai media pembelajaran, antara lain: a) Kartu Kata b) Meghitung Cara Baru c) Lempar Gelang d) Bujur Sangar Berantakan e) Produksi Kapal f) Melepaskan Jalinan Tali g) “Bisa!” h) Balon Amanah i) Menang Sebanyak Mungkin j) Mendarat di Bulan k) Dan lain-lain. Permainan-permainan di atas, beberapa jenis permainan dari permainan-permainan yang ditawarkan oleh Dananjaya di dalam bukunya yang berjudul “Media Pembelajaran Aktif”. Semua permainan tersebut memiliki perlatan yang dibutuhkan, cara dan aturan bermain, dan tujuan dari permianan tersebut. Tentunya semua permainan yang ditawarkan merupakan permainan-permainan yang menyenangkan dan diharapkan dapat membantu siswa dalam membangun pengetahuannya sendiri dari pengalaman belajarnya. 6) Kelebihan Permainan atau Game sebagai Media Pembelajaran Sadiman (2010) menyebutkan beberapa kelebihan media permainan, antara lain: a) Permainan adalah sesuatu yang menghibur. Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
223
Adanya partisipasi aktif dari siswa untuk belajar. Interaksi antar siswa lebih menonjol. c) Memberikan umpan balik langsung, sehingga proses pembelajaran menjadi efektif. Umpan balik tersebut akan menunjukkan apakah yang kita lakukan itu benar, salah, menguntungkan atau merugikan. d) Memungkinkan untuk memasukkan konsep-konsep ke dalam situasi atau memasukkan kejadiankejadian yang sebenarnya di masyarakat ke dalam permainan. Hal ini disebabkan karena: (1) Permainan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempraktikkan tingkah laku yang nyata tidak hanya mendiskusikannya. (2) Tidak terlalu sulit untuk menghubungkan permainan dengan kehidupan nyata. e) Permainan bersifat luwes, karena sifat keluwesannya permainan dapat dipakai untuk tujuan pendidikan yang disertai dengan alat-alat dan aturannya maupun persoalannya. Permainan dapat dipakai untuk beberapa tujuan, antara lain: (1) Mempraktikan keterampilan membaca dan berhitung sederhana. (2) Mengajarkan sistem sosial dan sistem ekonomi. (3) Membentuk siswa meningkatkan kemampuan komunikasinya, memahami pendapat orang lain, memimpin diskusi kelompok yang efektif, dan lain-lain. (4) Membantu siswa yang sulit belajar dengan metode tradisional. f) Permainan dapat dengan mudah dibuat dan diperbanyak. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa peran media permainan dapat membuat siswa seolaholah mereka sedang bermain, sehingga rasa tegang dan rasa jenuh dalam diri siswa dapat dikurangi. Dengan demikian, proses pembelajaran di sekolah dapat berjalan dengan lancar dan optimal. b)
4.
Implementasi Pembelajaran yang Berpusat Pada Siswa Dengan Media Pembelajaran Permainan atau Game Setelah membahas mengenai konsep pembelajaran yang berpusat pada siswa, konsep media pembelajaran, hingga permainan sebagai media pembelajaran, maka sekarang akan dibahas mengenai implementasi pembelajaran yang berpusat pada siswa dengan media pembelajaran permainan atau game. Pada implementasi kali ini, akan dicontohkan dengan menggunakan salah satu media permainan yang dikemukakan Dananjaya, yaitu “Produksi Kapal”. Permainan ini bersumber dari AMT David McClelland untuk menggali berbagai faktor dalam usaha produktif. Membuat kapal merupakan permainan usaha yang produktif untuk memperoleh pengalaman usaha. Media permainan ini akan diimplementasikan pada mata pelajaran Akuntansi Perusahaan Manufaktur. Berikut ini adalah penjelasannya. Sebelum melakukan permainan, ada beberapa perlengkapan yang harus disiapkan, antara lain sebagai berikut. a) Kertas kuarto dibagi dua sama besar (secara horizontal) sebanyak 400 lembar sebagai bahan baku pembuat kapal. (Akan dijual oleh toko bahan baku) b) Kertas koran ukuran plano (dua lembar per kelompok). c) Kertas kuarto (empat lembar per kelompok). d) Spidol atau pulpen (dua buah per kelompok). Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
224
Setelah menyiapkan perlengkapan yang dibutuhkan, maka permainan “Produksi Kapal” ini bisa dimulai. Langkah-langkah permainan ini, antara lain sebagai berikut. a) Kepada setiap siswa dibagikan tiga lembar kertas kuarto yang telah dibagi dua (diberikan secara cuaCuma). b) Semua siswa diminta untuk membuat kapal-kapalan dari dua kertas pertama, dengan catatan yang sudah mahir membantu temannya yang belum mahir dalam membuat kapalkapalan. c) Setiap murid mencatat waktu masing-masing saat membuat kapal dari kertas ketiganya. d) Kelas dibagi dalam kelompok kecil yang terdiri dari 5-6 siswa. Setiap kelompok membuat nama perusahaan kelompoknya, misalnya PT. Angin Ribt, PT. Cahaya, dan lain-lain. Sisakan dua kelompok untuk menjadi toko bahan baku dan pembeli kapal jadi, dan dua kelompok tersebut juga menentukan nama perusahaannya. e) Setiap kelompok merencanakan banyaknya kapal yang bisa dibuat dalam waktu 10 menit dengan memperhitungkan kemampuan anggotanya. f) Kelompok mendiskusikan rencana produksi dan keuntungan yang akan diperoleh. g) Pimpinan kelompok membeli bahan baku dari toko bahan baku. h) Toko bahan baku memberikan jumlah yang dibeli dalam amplop dan baru boleh dibuka setelah semua kelompok siap dengan bahan bakunya. i) Guru memberi aba-aba untuk memulai produksi (membuka amplop dan mulai membuat kapal). j) Setelah 10 menit, guru memberi tanda bahwa waktu sudah habis. k) Hasil produksi semua dijual. Ternyata pembeli menentukan harga sesuai dengan kualitas barang, bahkan ada yang tidak diterima karena kualitasnya buruk. l) Setelah selesai dengan transaksi, tiap-tiap kelompok membuat perhitungan laba-rugi. m) Setiap kelompok mempresentasikan hasil perusahaannya, apakah untung atau rugi beserta perhitungannya. Suasana jual-beli kapal diharapkan menimbulkan suasana tawar-menawar harga dan kualitas, sehingga menimbulkan suasan yang realistis untuk mengontrol pembenaran jumlah bahan baku, jumlah kapal yang diproduksi, dan jumlah kapal yang terjual. Angka masingmasing kelompok dibuat oleh pedagang bahan baku dan saudagar kapal atau pembeli kapal. Selain itu, siswa juga diajak belajar untuk mengontrol akurasi perhitungan produksi dan untung rugi. Ada beberapa hal yang dapat dijadikan refleksi dalam permainan ini, antara lain: a) Masing-masing kelompok menganalisis kekuatan, kelemahan perusahaannya di bidang manajemen, perhitungan resiko, memelihara kualitas produksi, dan pemasaran. b) Mintalah siswa bercerita tentang pengalaman dan kesan pribadinya dalam melakukan permainan di atas. c) Perhatikan apakah setiap siswa menikmati aktivitasnya dan terfokus dalam permainan yang dimainkan. Dari permainan di atas, terdapat banyak hal yang dapat diperoleh guru maupun siswa. Selain suasana pembelajaran menjadi menyenangkan, siswa juga diajak untuk membangun pengetahuan mereka dalam menganalisis kekuatan, kelemahan perusahaannya di bidang Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
225
manajemen, perhitungan resiko, memelihara kualitas produksi, dan pemasaran. Selain kemampuan kognitifnya berkembang, siswa juga diajak untuk belajar berpikir kritis, bertanggung jawab, kerja sama, dan disiplin. Apabila dalam setiap pembelajaran dapat dilakukan dengan cara yang demikian, maka diharapkan tujuan pembelajaran dapat tercapai. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan pembahasan di atas, maka kesimpulan dalam makalah ini adalah pada saat ini pembelajaran menggunakan pendekatan student center atau pembelajaran berpusat pada siswa. Untuk menlaksanakan pembelajaran dengan model pendekatan tersebut, maka semua komponen di dalam pembelajaran harus dapat menjalankan fungsinya dengan maksimal. Salah satu komponen yang dianggap penting dalam menunjang keberhasilan kegiatan pembelajaran adalah media pembelajaran. Terdapat berbagai macam media yang dapat digunakan dalam menunjang kegiatan pembelajaran, salah satunya adalah permainan. Permainan adalah salah satu contoh media pembelajaran yang menyenangan, yang diharapkan dapat membantu siswa dalam kegiatan pembelajaran, sehingga siswa dapat membangun pengetahuannya sendiri. Dengan demikian, tujuan pembelajaran yang utama dapat tercapai. Saran Saran yang dapat diberikan adalah guru harus cerdas dalam memilih media apa yang sesuai digunakan di dalam kegiatan pembelajaran. Pemilihan media harus disesuaikan dengan kriteria dalam memilih media, seperti yang sudah dijelaskan di dalam pembahasan. Hal ini dikarenakan setiap media mempunyai kriteria tertentu, yang tidak selalu tepat untuk dapat diaplikasikan ke dalam setiap jenis mata pelajaran dan materi. 1.
DAFTAR PUSTAKA Arsyad, A. (2014). Media Pembelajaran. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Damanik, E. (2015, Mei). Pengertian Permainan Menurut Para Ahli. Retrieved Mei 20, 2016, from Google: http://pengertianpengertianinfo.blogspot.co.id/2015/05/pengertianpermainan-menurut-ahli.html Dananjaya, U. (2013). Media Pembelajaran Aktif. Bandung: Nuansa Cendekia. Ena, O. T. (2001). Membuat Media Pembelajaran Interaktif dengan Piranti Lunak Presentasi. Yogyakarta: Indonesian Language and Culture Intensive Course (ILCIC). Hamdani. (2011). Startegi Belajar Mengajar. Bandung: CV Pustaka Setia. Listiyani, I. M., & Widayati, A. (2012). Pengembangan Komik Sebagai Media Pembelajaran Akuntansi pada Kompetensi Dasar Persamaan Dasar Akuntansi untuk. Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. X (2), 80-94. Musfiqon. (2012). Pengembangan Media dan Sumber Pembelajaran. Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya. Nugrahani, R. (2007). Media Pembelajaran Berbasis Visual Berbentuk Permainan Ular Tangga Untuk Meningkatkan Kualitas Belajar Mengajar di Sekolah Dasar. Lembaran Ilmu Kependidikan, Jilid 36, No. 1, 35-44. Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
226
Nurseto, T. (2011). Membuat Media Pembelajaran yang Menarik. Jurnal Ekonomi & Pendidikan, Volume 8, Nomor 1, 19-35. Permainan. (2016, Januari 5). Retrieved Mei 20, 2016, from Wikipedia: https://id.wikipedia.org/wiki/Permainan. Roesminingsih, & Susarno, L. H. (2011). Teori dan Praktik Pendidikan. Surabaya: Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Ilmu Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Surabaya. Sadiman, A. S., Raharjo, R., Haryono, A., & Rahardjito. (2010). Media Pendidikan Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
PENGEMBANGAN MODUL PRAKTIKUM PADA MATA KULIAH STATISTIK PENELITIAN Riza Yonisa Kurniawan Universitas Negeri Surabaya
[email protected] Waspodo Tjipto Subroto Universitas Negeri Surabaya
[email protected] Dhiah Fitrayati Universitas Negeri Surabaya
[email protected]
ABSTRACT Statistical research subjects are courses that prepare learners in preparation for using research data analysis tools. The purpose of this study was to develop statistical research lab module which refers to the study design developed by Thiagarajan. Based on the research that has been done that statistical research lab module is very fit for use for students in helping to resolve the problem of analysis of research data. Because the popularity of media experts and subject matter experts give a title very feasible to use in the course of research statistics. Based on the response of the students also received a positive response to the number of students who are satisfied and regard this module has been good for they can use in helping to resolve some of the data analysis research in the field of economic education. Keywords: Development, research statistics module, learning PENDAHULUAN Pengembangan bahan ajar dalam suatu institusi perguruan tinggi merupakan hal keniscayaan, dimana setiap pengajar mempersiapkan bahan ajar sebelum memberikan materi kepada mahasiswa. Di Indonesia sangat beragam tingkat pemahaman dan kompetensi mahasiswa sehingga diperlukan persamaan paradigma dalam hal kemampuan akhir yang diharapkan dalam setiap mata kuliah yang akan diberikan kepada mahasiswa. Dengan diberlakukan kurikulum berbasis KKNI (2011), perguruan tinggi yang mencetak sarjana berada pada level 6 (enam) dengan kompetensi diantaranya: “(1) Mampu mengaplikasikan bidang keahliannya dan memanfaatkan IPTEKS pada bidangnya dalam penyelesaian masalah serta mampu beradaptasi terhadap situasi yang dihadapi; (2) menguasai konsep teoritis bidang pengetahuan tertentu secara umum dan konsep teoritis bagian khusus dalam bidang pengetahuan tersebut secara mendalam, serta mampu memformulasikan penyelesaian masalah procedural; (3) mampu mengambil keputusan yang tepat berdasarkan analisis informasi dan data, dan mampu memberikan petunjuk dalam memilih berbagai alternatif
227
228
solusi secara mandiri dan kelompok; (4) bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi tanggung jawab atas pencapaian hasil kerja organisasi”. Mata kuliah Statitik Penelitian merupakan mata kuliah yang mempersiapkan peserta didik dalam persiapan menggunakan alat analisis data penelitian. Kegiatan pembelajaran dalam mata kuliah tersebut adalah teori dan praktek. Berkaitan dengan hal tersebut, peserta didik perlu dibekali kererampilan dalam menganalisis data. Keterampilan tersebut merupakan pondasi dasar sebagai peneliti agar dapat melaksanakan penelitian dengan baik dan benar. Hal tersebut mengindikasikan keterampilan yang berhubungan dengan keahlian yang paling utama sebelum peneliti terjun ke lapangan dan mengolah hasil temuannya tersebut. Berkaitan dengan hal tersebut, maka diperlukan bahan ajar yang secara khusus membahas tentang Statistik Penelitian untuk dijadikan pedoman dan bekal peserta didik dalam penyusunan penelitian baik untuk skripsi maupun pkm mahasiswa. Bahan ajar ini diperlukan mengingat belum adanya bahan ajar yang secara khusus membahas tentang bagaimana menganalisis data penelitian. Bahan ajar banyak sekali ragamnya dan salah satunya adalah modul. Penggunaan modul ini diperlukan karena peserta didik dapat memanfaatkan dan memahami materi yang urgen dan mendasar yang akan dipelajari. Di samping itu penggunaan desain tersebut yang berupa modul membuat peserta didik menjadi lebih terbimbing, peserta didik mengetahui tentang mana materi yang menjadi titik tekan dan sangat perlu segera dipelajari dan mana yang membutuhkan kajian yang lebih mendalam. Dengan demikian, penyediaan bahan ajar yang memadai untuk mendukung mata kuliah Statistik Penelitian dalam kelompok mata kuliah keahlian berkarya sangatlah diperlukan. Produk dari kegiatan ini diwujudkan dalam bahan ajar berupa modul, dimana dalam masing masing bab disertai contoh penerapan dalam statistik. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bahwa yang menjadi titik poin utama dalam pendidikan adalah bagaimana mewujudkan suasana belajar agar peserta didik menjadi aktif dan dapat meningkatkan potensi dirinya. Jika dilihat dari filosofi pengajaran lebih menitikberatkan pada transfer knoledge dari guru ke siswa, padahal seharusnya guru sebagai fasilitato motivator dan berperan untuk membuat suasana belajar menjadi nyaman untuk belajar. Beberapa istilah juga sudah berubah dari paradigma pengajaran menjadi paradigma pembelajaran, sehingga pengajaran dan pembelajaran merupakan hal yang berhubungan dengan berubahnya pola pikir bukan hanya sebatas urusan teknis (Dananjaya, 2013) Senada dengan pemikiran Dananjaya, Komara (2014), mengemukakan bahwa pembelajaran harus ada interaksi antara pendidik dan peserta didik, dimana komunikasi terjadi dua arah. Di satu sisi pengajaran merupakan usaha untuk memberikan ilmu dari pendidik ke peserta didik. Pola hubungan yang sering terjadi adalah hanya searah dimana guru lebih dominan dalam memberikan pelajaran sementara siswa lebih ke arah pasif. Lebih lanjut, Dananjaya (2013), menyatakan sesungguhnya pembelajaran itu menuntut peran aktif siswa agar potensi yang ada dalam diri mereka dapat berkembang. Pembelajaran selalu melibatkan siswa agar terjalin emosi dan pikiran yang menjadi pengalaman siswa sehingga mendorong minat siswa dan seluruh potensi yang dimiliki siswa menjadi lebih baik.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
229
Berdasarkan pendapat para ahli di atas yang menjadi pin utama dalam pembeajaran adalah bagaimana usaha yang kreatif dan inovatif dari pendidik aga r pembelajaran yang direncanakan dan diterapkan dapat membuat suasana mebalajar menjadi menarik dan menyenangkan sehingga peserta didik menjadi termotivasi dan aktif dalam belajar. Berkaitan dengan media pembelajaran Miarso (dalam Rusman, 2013) mengemukakan media dalam proses belajar merupakan sesuatu yang dapat merangsang baik pikiran maupun kemauan siswa sehingga proses belajar menjadi terkendali. Sedangkan menurut Gagne dan Brigs (dalam Arsyad, 2013) menyatakan bahwa media pembelajaran hanya alat untuk menyampaikan informasi yaitu berupa materi pelajaran. Senana dengan pendapat tersebut Rusman (2013) mengugkapkan bahwa sebuah teknologi yang digunakan untuk menyampaikan isi pesan agar pelajaran menjadi menarik merupakan media pembelajaran. Peran media menjadi sangat penting manakala komunikasi dari guru ke siswa menjadi suatu unsur yang tak dapat diacuhkan hanya dengan pembelajaran langsung, sehingga media disini memberikan dampak yang cukup signifikan agar siswa memahami dari tujuan pembelajaran yang diberikan oleh guru, begitu juga sebaliknya guru menjadi lebih mudah dalam meyampaikan ide dan gagasannya agar materi pelajaran mudah dipahami oleh siswa. (Daryanto, 2013). Berdasarkan pendapat dari pakar di atas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah sebuah alat yang mempunyai kegunaan untuk menyampaikan ide dan gagasan yang berupa materi pelajaran dari guru ke siswa. METODE Model pengembangan bahan ajar Statistik Penelitian yang mengadaptasi dari pengembangan model 4-D oleh Thiagarajan dalam (Trianto, 2009) yang terdiri dari tahap pendefinisian (define) dimana pada tahap ini peneliti mengidentifikasi kebutuhan dari bahan ajar berupa modul statistik penelitian, tahap perancangan (design) dimana proses dilakukan perancangan berupa draft modul yang telah disusu berdasarkan capaian pembelajaran, tahap pengembangan (develop) dalam tahap ini peneliti melakukan pengujian produk yang diawali dengan telaah oleh ahli, dan tahap penyebaran (desseminate) pada tahap penyebaran peneliti hanya melakukan penyebaran untuk kalangan terbatas. HASIL DAN PEMBAHASAN Telaah dan Revisi Modul Berdasarkan hasil telaah dari validator pertama Rancangan awal modul (draf 1) bahwa untuk bagian awal dari modul masih kurang menarik dan covernya juga disesuaikan warnanya yang lebih cerah dan diberikan gambaran tentang statistik yang menarik. Sedangkan masukan dari ahli materi berkaitan dengan pemberian contoh dan penempatan tabel gambar grafik yang lebih dirapikan lagi. Kritik dan saran dari reviewer tersebut akan digunakan untuk perbaikan modul pada draft 2. Validasi Modul Dari hasil validasi yang dilakuakn oleh validator pertama dan kedua yaitu dari ahli materi dan ahli media didapatkan hasil yang cukup bagus tetapi perlu adanya perbaikan pada
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
230
draft pertama. Apabila dilihat dari total indikator kelayakan dari masing-masing item dapat disimpulkan bahwa materi untuk seluruh aspek dikategorikan layak. Dan apabila dilihat dari masing-masing indikator aspek yang terendah pada tampilan gambar dan grafik sedangkan aspek yang tertinggi pada variasi contoh soal yang cukup bervariasi. Dilihat dari Aspek teknik penyajian merupakan komponen yang mendapat skor tertinggi yaitu konsistensi sistematika penyajian karena dilihat dari aspek keruntutan sudah bagus, dan mendapat penilaian sangat baik oleh ahli materi. Sedangkan untuk aspek komunikasi interaktif di sini validator memberikan kurang karena apabila dilihat dari segi keterlibatan peserta didik belum nampak jelas dan perlu diberikan contoh yang sesuai dengan topik permasalahan researc dari mahasiswa tersebut mengingat mata kuliah yang dipakai adalah mata kuliah statistik penelititan sehingga setela membaca dan menggunakan modul tersebut mahasiswa mempunyai gambaran yang jelas dan dapat mempraktekkan sendiri. Uji Coba Terbatas Modul Berdasarkan hasil uji coba terbatas yang dilakukan di kelas dengan penyebaran sebanyak 15 mahasiswa didapatkan hasil bahwa modul tersebut sudah layak untuk digunakan dalam mata kuliah statistik penelitian karena isi dari modul membuat mahasiswa menjadi mandiri dan terggugah semangatnya dalam menyelesaikan setiap permasalhan atupun contoh soal yang diberikan dalam modul tersebut. Apabila dilihat dari respon mahasiswa juga menunjukkan tingkat yang cukup bagus dengan diberikannya respon yang bagus ini menunjukkan modul ini layak untuk dikembangkan dan memberi dampak yang berarti bagi peningkatan keterampilan mahasiswa. Dengan demikian dapat dideskripsikan dari hasil respon mahasiswa yang menggunakan modul tersebut bahwa modul tersebut sudah sesuai dengan tujuan pembelajaran dan dangat menarik untuk mahasiswa dengan mudah untuk dipraktekkan dan dipahami juga ada beberapa mahasiswa yang menginginkan adanya gambar yang lebih menarik agar mereka tidak bosan dengan angka-angka. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Mufidah dan Puspasari (2014) yang menyatakan bahwa pengembangan modul dapat membuat siswa belajar mandiri dan berdasarkan modul yang telah dikembaangkan respon siswa sangat baik dan berdasarkan para hahli baik dari ahli media maupun materi semua dalam kategori sangat layak. Senada dengan peneliti, Mustika dan Kurniawan (2014) mengungkapkan bahwa penelitian pengembangan memberikan dampak bagi siswa agar mereka lebih kreatif dan mandiri dalam belajar dengan tingkat kelayakan yang sangat baik. Begitu juga penelitian yang dilakukan Pratiwi (2013) menyatakan bahwa penelitian pengembangan memberikan dampak yang bagus buat pembelajaran dimana mengurangi kesalahpahaman siswa selama proses pembelajaran berlangsung. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil analisis dan ujicoba tersebut di atas maka dapat disimpulkann bahwa modul praktikum statistik penelitian ini adalah sangat layak digunakan untuk mahasiswa dalam membantu menyelesaikan masalah analisis data penelitian. Karena berdasarkan dari
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
231
ahli media dan ahli materi memberikan predikat sangat layak untuk digunakan dalam mata kuliah statistik penelitian. Berdasarkan respon dari mahasisw ajuga mendapat respon yang positif dengan banyaknya siswa yang merasa puas dan menganggap modul ini sudah bagus untuk bisa mereka gunakan dalam membantu menyelesaikan beberapa analisis data penelitian di bidang pendidikan ekonomi. Saran Adapun untuk saran yang berkaitan dengan kelemahan dari pengembangan modul ini adalah mengingat waktu yang terbatas dan juga kendala penyebaran maka disarankan untuk peneliti selanjutnya menggunakan salah satu topik yang akan di bahas tetapi mendalam sehingga akan ada chapter-chapter di setiap modul yang terpisah sehingga pengguna modul mendapatkan langkah-langkah yang saling berurutan dan mendalam dalam setiap topik yang disajikan. DAFTAR PUSTAKA Arsyad, Azhar. 2014. Media Pembelajaran. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Dananjaya, Utomo. 2013. Media Pembelajaran Aktif. Bandung: NUANSA CENDEKIA Daryanto. 2013. Media Pembelajaran: Peranannya Sangat Penting dalam Mencapai Tujuan Pembelajaran. Yogyakarta: Gava Media. Hakim, L., Subroto, W. T., & Kurniawan, R. Y. Developing an Quartet Card Game as an Evaluation of Economics Learning for Senior High School. International Journal of Control Theory and Applications (IJCTA), 8(4), 2015, pp. 1645-1655 http://www.serialsjournals.com/seria ljournalmanager/pdf/1458554555.pdf Indonesia, Presiden Republik. "UndangUndang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional." (2003). Komara, Endang. 2014. Belajar dan Pembelajaran Interaktif. Bandung: PT Refika Aditama. Mufidah, C. I., & PUSPASARI, D. (2014). Pengembangan Modul Pembelajaran Pada Kompetensi Dasar Hubungan Masyarakat Kelas X APK 2 di SMKN 10 Surabaya. Jurnal Pendidikan Administrasi Perkantoran (online), 2(2). Mustika, D. A., & Kurniawan, R. Y. (2014). pengembangan media mini book sebagai media pembelajaran ekonomi materi pasar dan terbentuknya harga pasar dalam perkonomian untuk sma/ma kelas x. Pendidikan Ekonomi, 7(1). http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/ jurnal_pe/article/view/15332 Pratiwi, W., Kurniawan, R. Y., & Unesa, K. K. S. (2013). PENERAPAN MEDIA KOMIK SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN EKONOMI DI SMA NEGERI 3 PONOROGO. Jurnal Pendidikan Ekonomi (online), 1(3). http://ejournal.unesa.ac.id/article/6452 /53/article.pdf. Rusman. 2013. Belajar dan Pembelajaran Berbasis Komputer. Bandung: ALFABETA. Tinggi, D. J. P. (2011). Kerangka Nasional Indonesia (KKNI). Kajian tentang Implikasi dan Strategi Implementasi KKNI, IQF Nasional.
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
232
Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Prenada Media Group
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016
Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana
Analisis Kesulitan Belajar Materi Posting Dari Jurnal Ke Buku Besar Kasus Pada Siswa Pembelajar Akuntansi Kelas XI IPS di SMA Negeri 11 Banjarmasin
Ratnasari*, Suratno,** Sri Setiti.*** *Pendidikan Ekonomi – Jurusan PIPS-FKIP, Universitas Lambung Mangkurat Email:
[email protected];
[email protected];
[email protected]
ABSTRAK Hasil analisis tes dapat digunakan sebagai sarana untuk mengetahui kesulitan belajar yang dialami siswa. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi serta mengetahui penyebab kesulitan belajar materi posting dari jurnal ke buku besar. Dalam menganalisis disajikan data profil kesulitan belajar materi posting dari jurnal ke buku besar menurut jenis atau ragam pengetahuan. Dari hasil penelitian teridentifikasi bahwa kesulitan belajar siswa terletak pada ragam pengetahuan fakta, yakni: 1) mengisi nama akun, 2) mengisi nomor kode akun; pada ragam pengetahuan konsep: yakni: 1) mengisi kolom tanggal, mengisi kolom keterangan (keterangan singkat) dan mengisi kolom referensi; pada ragam pengetahuan prosedural, kesulitannya: 1) memposting data akun (nominal) yang berasal dari jurnal umum di kolom debit ke buku besar di kolom debit, 2) mem-posting data akun (nominal) yang berasal dari jurnal umum di kolom kredit ke buku besar di kolom kredit, 3)mengisi nominal di kolom saldo (debit), 4)mengisi nominal di kolom saldo (kredit); dan pada ragam pengetahuan prinsip, kesulitannya dalam: 1) membuat daftar saldo dari buku besar atau neraca saldo. Kesulitan belajar pada materi posting dari jurnal ke buku besar dialami 64,28% siswa, dengan penyebab utama kesulitan dari faktor intern berupa intelegensi sebesar 70,31%, sedangkan dari faktor ekstern disebabkan oleh kondisi dan letak gedung mencapai 67,96%. Kata kunci: analisis tes, akuntansi, buku besar, ragam pengetahuan
233
PENDAHULUAN Pembelajaran akuntansi merupakan serangkaian prosedur belajar yang bertujuan agar peserta didik mampu menerapkan metode- metode akuntansi berdasarkan kaidah keilmuannya (Laksmi,2015: 3). Peserta didik diharapkan mampu memahami pentingnya akuntansi sebagai bahasa bisnis dalam membuat keputusan demi keberlangsungan suatu entitas, dan membuat pelaporan keuangan sesuai standar kompetensi yang telah ditetapkan. Olsen sebab itu pembelajaran akuntansi dilakukan dengan menerapkan strategi belajar pendukung agar aktivitas belajar dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Akuntansi termasuk dalam kategori pengetahuan prosedural, maka dari itu dibutuhkan
tahap-tahap
kemampuan
serta
keterampilan
dalam
mencatat,
menggolongkan, mengiktisarkan, melaporkan transaksi keuangan, selain itu juga perlu ketelitian agar diperoleh hasil yang tepat, akurat sehingga dapat digunakan oleh berbagai pihak yang membutuhkan. Salma (2012: 39) mengemukakan saran, bahwa dalam pembelajaran model prosedural agar penerapan prinsip disain pembelajaran disesuaikan dengan langkah- langkah yang harus ditempuh secara berurutan. Pendekatan prosedural (procedural approach) dipakai bila standar kompetensi harus dikuasai berupa langkah- langkah secara urut dalam mengerjakan suatu tugas pembelajaran (Depdiknas, 2008: 12). Menurut Merril (1997) pembelajaran untuk pengetahuan prosedural dimulai dari pola tingkah laku knowledge, use, dan find, yang terdiri dari pre prosedur, prosedur, proses, serta pe mbentukan konsep, kemudian membedakan isi (materi pembelajaran) menjadi empat jenis atau ragam pengetahuan yaitu fakta, konsep, prosedur, dan prinsip (Wina, 2015: 142). Akuntansi merupakan pokok bahasan dari mata pelajaran ekonomi, namun demikian isi pokok bahasan ini sering masih dianggap sulit oleh siswa-siswa akibat kurang mengerti dan kurang memahaminya. Menurut Muhibbin Syah (2012: 184) mencapai hasil pembelajaran yang lebih baik di sekolah dengan menjalankan proses belajar mengajar diperlukan adanya interaksi siswa dan guru, dimana interaksi itu
234
dapat membawa pengaruh. Pengaruh positif dan negatif akan mempengaruhi tujuan pendidikan yang ingin dicapai dalam proses belajar mengajar. Pengaruh positif yang diharapkan akan mendorong siswa untuk belajar dengan baik guna mencapai tujuan pendidikan. Sedangkan pengaruh negatif akan menjadi penghambat bagi siswa dalam mencapai tujuan pendidikan atau dengan kata lain siswa akan mengalami kesulitan dalam belajar. Kesulitan belajar juga dapat dialami oleh siswa yang berkemampuan rata-rata (normal) disebabkan oleh faktor- faktor tertentu yang menghambat tercapainya kinerja akademik yang sesuai harapan.
METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan yaitu metode deskriptif, yaitu memberikan deskripsi tentang kesulitan yang dialami siswa kelas XI IPS SMA Negeri 11 Banjarmasin dalam menyelesaikan soal-soal posting dari jurnal ke buku besar berdasarkan empat ragam pengetahuan yakni fakta, konsep, prosedur dan prinsip. Sampel penelitian berjumlah 84 siswa dengan mengambil sampel pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 11 Banjarmasin. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tes soal posting dari jurnal ke buku besar berdasarkan empat ragam pengetahuan yakni fakta, konsep, prosedur serta prinsip dan untuk pengumpulan data juga menggunakan kuesioner (angket). Acuan tes berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran ekonomi untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) kelas XI Program IPS dan ragam pengetahuan berupa fakta, konsep, prosedur dan prinsip yang selanjutnya dilakukan penyebaran kuesioner (angket) kesulitan belajar untuk mengetahui faktor yang memyebabkan kesulitan belajar yang dialami siswa.
235
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi secara keseluruhan analisis kesulitan belajar akuntansi materi posting dari jurnal ke buku besar tersaji dalam grafik di bawah ini.
62,75%
Fakta
Konsep
1,15% 0
5,23% 0
3,42% 0
0
Mengisi nominal di kolom saldo (debit) Mengisi nominal di kolom saldo (kredit) Membuat daftar saldo/ neraca saldo
2,42% 0
Mem-posting data di kolom kredit
Mengisi kolom tanggal, keterangan, dan…
0
Mem-posting data di kolom debit
31,03% 10,33% 15,52% 0 0
Mengisi nomor kode akun
70 60 50 40 30 20 10 0
Mengisi nama akun
Persentase
Persentase Kesulitan Belajar
Prosedur
Prinsip
Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa tingkat kesulitan dari empat ragam pengetahuan yakni fakta, konsep, prosedur dan prinsip ternyata yang teridentifikasi kesulitan dengan perolehan persentase tertinggi pertama yaitu prinsip sebesar 62,75 %, kedua yaitu konsep sebesar 31,03 %, ketiga fakta 25,85 %, dan keempat prosedur 12,22 %. Namun dari setiap ragam pe ngetahuan teridentifikasi tingkat kesulitan dari setiap kegiatan posting dari jurnal ke buku besar. Pada fakta teridentifikasi kesulitan dalam mengisi nama akun pada buku besar dengan benar sebesar 10,33 % dan mengisi nomor kode akun dengan benar sebesar 15,52 %. Pada konsep teridentifikasi kesulitan dalam mengisi kolom tanggal sesuai waktu terjadinya transaksi pada jurnal umum, lalu mengisi kolom keterangan di buku besar (keterangan singkat) dan mengisi kolom referensi sebesar 31,03 %. Pada prosedur teridentifikasi kesulitan dalam mem-posting data akun (nominal) yang berasal dari jurnal umum di kolom debit ke buku besar di kolom debit sebesar 2,42 %, memposting data akun (nominal) yang berasal dari jurnal umum di kolom kredit ke buku besar di kolom kredit sebesar 1,15 %, mengisi nominal di kolom saldo (debit) sebesar 5,23 %, dan mengisi nominal di kolom saldo (kredit) sebesar 3,42 %. Pada prinsip teridentifikasi kesulitan dalam membuat daftar saldo akun buku besar/ neraca saldo sebesar 62,75 %.
236
Selanjutnya akan dideskripsikan analisis kesulitan dari setiap ragam pengetahuan, baik fakta, konsep, procedur, maupun prinsip. 1) Fakta
Identifikasi Kesulitan Fakta 71
Jumlah siswa
61 51
41 31 21
31 27 27 27 26 26 2423 24 24 25 25 24 25 25 19 18 18 17 17 16 15 15 15 15 16 15
29
Mengisi nama akun pada buku besar dengan benar
1
Mengisi akun kas kode 111 Mengisi akun sewa dibayar dimuka… Mengisi akun perlengkapan kode 113 Mengisi akun piutang usaha kode 114 Mengisi akun peralatan kode 121 Mengisi akun utang usaha kode 211 Mengisi akun utang bank kode 221 Mengisi akun modal Ny.Ratna kode 311 Mengisi akun prive kode 312 Mengisi akun pendapatan jasa kode 411 Mengisi akun beban makanan &… Mengisi akun beban gaji kode 512 Mengisi akun beban listrik, air, telp… Mengisi akun beban lain-lain kode 515
11
Mengisi nomor kode akun pada buku besar dengan benar
Gambar di atas menunjukkan bahwa teridentifikasi kesulitan fakta dalam kegiatan mengisi nama akun, hal tersebut dapat terlihat dari siswa yang mengalami kesulitan saat mengisi akun kas, akun perlengkapan, akun peralatan, akun utang usaha dan akun prive yang masing- masing 15 atau 17,86 % siswa, pada akun sewa dibayar dimuka sebanyak 23 atau 27,38 % siswa, akun piutang usaha dan beban lain- lain sebanyak 17 atau 20,23 % siswa, akun utang bank dan akun beban makanan & minuman sebanyak 16 atau 19,05 % siswa, akun modal Ny.Ratna sebanyak 19 atau 22,62 % siswa, akun pendapatan jasa sebanyak 24 atau 28,57 % siswa, akun beban gaji dan akun beban listrik, air, telp sebanyak 18 atau 21,43 % siswa mengalami kesulitan. Identifikasi kesulitan fakta untuk kegiatan mengisi nomor kode akun pada kode 111, kode 113, kode 114 yang masing- masing sebanyak 24
237
atau 28,57 % siswa, kode 112 sebanyak 29 atau 34,52 % siswa, kode 121, kode 211, kode 511, kode 512 yang masing- masing sebanyak 25 atau 29,76 % siswa, kode 221 dan kode 515 sebanyak 26 atau 30,95 % siswa, kode 311, kode 312, kode 513 yang masing- masing sebanyak 27 atau 32,14 % siswa dan kode 411 sebanyak 31 atau 36,90 % siswa yang mengalami kesulitan belajar.
Konsep
Identifikasi Kesulitan Konsep 71 61 51 41 31 21 11 1
37 34 23
28
24 25 25 24 25 27 24 23 23 23
Akun kas Akun sewa dibayar dimuka Akun perlengkapan Akun piutang usaha Akun peralatan Akun utang usaha Akun utang bank Akun modal Ny.Ratna Akun prive Akun pendapatan jasa Akun beban makanan &… Akun beban gaji Akun beban listrik, ait, telp Akun beban lain-lain
Jumlah siswa
2)
Mengisi tanggal, ref keterangan dan ref
Gambar di atas menunjukkan bahwa teridentifikasi kesulitan konsep dalam kegiatan mengisi kolom tanggal sesuai waktu terjadinya transaksi pada jurnal umum, lalu mengisi kolom keterangan di buku besar (keterangan singkat) dan mengisi kolom ref di akun kas sebanyak 37 atau 44,05 % siswa, di akun sewa dibayar dimuka sebanyak 34 atau 36,17 % siswa, di akun perlengkapan, beban gaji, beban listrik, air, telp, beban lain- lain yang masingmasing sebanyak 23 atau 27,38 % siswa, di akun piutang usaha sebanyak 28 atau 33,33 % siswa, di akun peralatan, modal Ny. Ratna, beban makanan dan minuman masing- masing sebanyak 24 atau 28,57 % siswa, di akun utang usaha, utang bank, prive sebanyak 25 atau 29,76 % siswa dan di akun pendapatan jasa sebanyak 27 atau 32,14 % siswa yang mengalami kesulitan belajar.
238
Prosedur
Identifikasi Kesulitan Prosedur 71
Mem-posting data akun (nominal) yang berasal dari jurnal umum di kolom debit ke buku besar di kolom debit
61 51
Jumlah siswa
28
31 21
26 27 25
17
15
12
11 6 1
41
40 40 40
41
6
8 8
25 16
9 10 10
25 25 25 18
10
28
18
9 8
Akun kas Akun sewa dibayar dimuka Akun perlengkapan Akun piutang usaha Akun peralatan Akun utang usaha Akun utang bank Akun modal Ny.Ratna Akun prive Akun pendapatan jasa Akun beban makanan & minuman Akun beban gaji Akun beban listrik, ait, telp Akun beban lain-lain
3)
Mem-posting data akun (nominal) yang berasal dari jurnal umum di kolom kredit ke buku besar di kolom kredit
Mengisi nominal di kolom saldo (debit)
Mengisi nominal di kolom saldo (kredit)
Gambar di atas menunjukkan bahwa teridentifikasi kesulitan prosedur dalam kegiatan mem-posting data akun (nominal) yang berasal dari jurnal umum di kolom debit ke buku besar di kolom debit pada akun kas dan akun perlengkapan sebanyak 6 atau 7,14 % siswa, akun se wa dibayar dimuka 17 atau 20,23 % siswa, akun piutang usaha, akun peralatan, akun akun beban listrik, air, telp masing- masing sebanyak 8 atau 9,52 % siswa, akun prive sebanyak 16 atau 19,05 % siswa, akun beban makanan dan minuman sebanyak 18 atau 21,43 % siswa, akun beban gaji sebanyak 9 atau 10,71% siswa dan akun beban lain- lain sebanyak 18 atau 21,43 % siswa yang
239
mengalami kesulitan. Identifikasi kesulitan prosedur dalam kegiatan memposting data akun (nominal) yang berasal dari jurnal umum di kolom kredit ke buku besar di kolom kredit pada akun piutang usaha sebanyak 15 atau 17,86 % siswa, akun utang usaha 9 atau 10,71 % siswa, akun utang bank, akun modal Ny. Ratna dan akun pendapatan jasa masing- masing sebanyak 10 atau 11,90 % siswa yang mengalami kesulitan. Identifikasi kesulitan prosedur dalam kegiatan mengisi nominal di kolom saldo (debit) pada akun kas sebanyak 12 atau 14,28 % siswa, akun sewa dibayar dimuka dan akun beban lain- lain sebanyak 28 atau 33,33 % siswa, akun perlengkapan sebanyak 26 atau 30,95 % siswa, akun pitang usaha sebanyak 27 atau 32,14 % siswa, akun peralatan, akun prive, akun beban makanan dan minuman, akun beban gaji, akun beban listrik, air, telp serta akun beban lain- lain masing- masing sebanyak 25 atau 29,76 % siswa yang mengalami kesulitan. Identifikasi kesulitan prosedur dalam kegiatan mengisi nominal di kolom saldo (kredit) pada akun utang usaha, akun utang bank dan akun modal Ny, Ratna yang masing- masing sebanyak 40 atau 47,62 % siswa, akun pendapatan jasa sebanyak 41 atau 48,80 % siswa yang mengalami kesulitan belajar.
Prinsip Identifikasi Kesulitan Prinsip 71 61
Jumlah siswa
52 53 53 52 53 52 52 54 54 53 52 53 53 52
51 41
31 21
Membuat daftar saldo akun buku besar (neraca saldo)
11
1
Membuat saldo kas Membuat saldo sewa… Membuat saldo perlengkapan Membuat saldo piutang usaha Membuat saldo peralatan Membuat saldo utang usaha Membuat saldo utang bank Membuat saldo modal… Membuat saldo prive Membuat saldo pendapatan… Membuat saldo beban… Membuat saldo beban gaji Membuat saldo beban listrik,… Membuat saldo beban lain-…
4)
Gambar di atas menunjukkan bahwa teridentifikasi kesulitan prinsip dalam kegiatan membuat daftar saldo dari buku besar atau neraca saldo pada
240
kas, piutang usaha, utang usaha, utang bank, beban makanan dan minuman, beban lain- lain yang masing- masing sebanyak 52 atau 61,90 % siswa, sewa dibayar di muka, perlengkapan, peralatan, pendapatan jasa, beban gaji, beban listrik, air, telp yang masing- masing sebanyak 53 atau 63,10 % siswa, modal Ny. Ratna dan prive sebanyak 54 atau 64,29 % siswa yang mengalami kesulitan belajar. Hasil analisis deskriptif kesulitan belajar materi posting dari jurnal ke buku besar, siswa mengalami kesulitan terbanyak mencapai persentase 64,28 % dengan kriteria tinggi. Faktor intern yang menyebabkan kesulitan belajar dengan persentase tertinggi yaitu intelegensi atau rendahnya kapasitas intelektual sebesar 70,31 %, dan faktor ekstern yang menyebabkan kesulitan belajar dengan persentase tertinggi kondisi dan letak gedung sebesar 67,96 %. PEMBAHASAN Hasil analisis data berdasarkan tes yang dilakukan menunjukkan, bahwa siswa-siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal posting dari jurnal ke buku besar. Kesulitan siswa berupa kesulitan pada ragam pengetahuan yakni fakta, konsep, prosedur dan prinsip dari tes yang diberikan. 1. Fakta Pada fakta teridentifikasi dua kesulitan belajar siswa dalam menyelesaikan soal posting dari jurnal ke buku besar yakni dalam mengisi nama akun dalam buku besar dan mengisi nomor kode akun pada buku besar. 2. Konsep Pada konsep teridentifikasi kesulitan belajar siswa yakni dalam mengisi kolom tanggal sesuai waktu terjadinya transaksi pada jurnal umum, lalu mengisi kolom keterangan di buku besar (keterangan singkat) dan mengisi kolom ref. 3. Prosedur Pada prosedur teridentifikasi empat kesulitan belajar siswa dalam menyelesaikan soal posting dari jurnal ke buku besar yakni dalam mem-posting data akun (nominal) yang berasal dari jurnal umum di kolom debit ke buku besar di kolom debit, mem-posting data akun (nominal) yang berasal dari jurnal umum di kolom kredit ke buku besar di kolom kredit, mengisi nominal di kolom saldo (debit) dan mengisi nominal di kolom saldo (kredit). 4. Prinsip Pada prinsip teridentifikasi kesulitan teridentifikasi kesulitan belajar siswa dalam menyelesaikan soal posting dari jurnal ke buku besar yakni dalam membuat daftar saldo dari buku besar atau lebih dikenal dengan neraca saldo.
241
Kesulitan belajar siswa pada ragam pengetahuan fakta, konsep, prosedur dan prinsip mengakibatkan siswa menyelesai soal tes dengan tidak benar (mengalami kesulitan). Apabila siswa mengalami kesulitan pada fakta, maka akan mengakibatkan penyelesaian konsep yang tidak benar, begitu juga kesulitan pada konsep, maka akan mengakibatkan penyelesaian prosedur yang tidak benar dan kesulitan pada prosedur, maka akan mengakibatkan penyelesaian prinsip yang tidak benar. Dari hasil penelitian, terlihat sebagian besar kesulitan belajar pada prinsip dikarenakan dalam menyelesaikan soal posting dari jurnal ke buku besar yakni saat membuat daftar saldo dari buku besar atau lebih dikenal dengan neraca saldo tidak benar, hal ini terjadi karena siswa tidak memahami prosedur bahwa setiap saldo akhir dari setiap akun itu diposting lagi ke dalam neraca saldo. Hasil dari analisis kesulitan belajar, terlihat faktor yang menyebabkan kesulitan dalam mengerjakan soal posting dari jurnal ke buku besar yaitu, faktor intern (dalam diri siswa): 1) intelegensi atau rendahnya kapasitas intelektual, 2) labilnya emosi, 3) sikap, 4) terganggunya penglihatan, dan 5) terganggunya pendengaran, sedagkan faktor ekstern (luar diri siswa): 1) ketidakharmonisan keluarga, 2) rendahnya kehidupan ekonomi keluarga, 3) wilayah perkampungan kumuh, 4) teman sepermainan yang nakal, 5) kondisi dan letak gedung, 6) kondisi pengajar dan 7) kondisi pengajar. Dari hal tersebut maka perlu diperhatikan faktor intern (dalam diri siswa) bagi siswa yang kurang paham terhadap materi posting dari jurnal ke buku besar yang mengakibatkan siswa lambat dalam memahami materi dan faktor ekstern (luar diri siswa) hendaknya pihak sekolah memperhatikan ruang kelas sekolah agar siswa merasa nyaman pada saat belajar sehingga siswa dapat mengatasi kesulitan belajar. SIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesulitan belajar pada materi posting dari jurnal ke buku besar sebagai berikut. a. Sebagian besar siswa pada ragam pengetahuan fakta mengalami kesulitan dalam mengisi nama akun dan kode akun di buku besar. b. Sebagian besar siswa pada ragam pengetahuan konsep mengalami kesulitan dalam mengisi kolom tanggal sesuai waktu terjadinya transaksi pada jurnal umum, lalu mengisi kolom keterangan di buku besar (keterangan singkat) dan mengisi kolom ref. c. Sebagian besar siswa pada ragam pengetahuan konsep mengalami kesulitan dalam mem-posting data akun (nominal) yang berasal dari jurnal umum di kolom debit ke buku besar di kolom debit, mem-posting data akun (nominal) yang berasal dari jurnal umum di kolom kredit ke buku besar di kolom kredit,
242
d.
mengisi nominal di kolom saldo (debit) dan mengisi nominal di kolom saldo (kredit). Sebagian besar siswa pada ragam pengetahuan prinsip mengalami kesulitan dalam membuat daftar saldo dari buku besar atau lebih dikenal dengan neraca saldo.
Kesulitan belajar pada materi posting dari jurnal ke buku besar siswa kelas XI IPS di SMA Negeri 11 Banjarmasin mempunyai nilai sebesar 64,28% dalam kategori tinggi, sedangkan faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar tersebut adalah sebagai berikut. a. Faktor intern dengan persentase tertinggi yang menyebabkan kesulitan belajar adalah faktor intelegensi sebesar 70,31%. Selain itu faktor lainnya yang menyebabkan kesulitan belajar siswa yaitu: labilnya emosi, sikap, terganggunya penglihatan, dan terganggunya pendengaran. b. Sedangkan faktor ekstern yang paling mempengaruh dengan persentase tertinggi yang menyebabkan kesulitan belajar i adalah faktor kondisi dan letak gedung sebesar 67,96%. Selain itu faktor lainnya yang menyebabkan kesulitan belajar siswa yaitu: ketidakharmonisan keluarga, rendahnya kehidupan ekonomi keluarga, wilayah perkampungan kumuh, teman sepermainan yang nakal, kondisi pengajar, dan fasilitas belajar. DAFTAR PUSTAKA Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas, 2008. Perangkat Pembelajaran Kurikulum tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Menengah Atas. Jakarta. Dewi Salma Prawiradilaga, 2012. Prinsip Desain Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Laksmi Mahendrati Dwiharja, 2015. ”Memanfaatkan Edmodo Sebagai Media Pembelajaran.Akuntansi”(http://eprints.uny.ac.id/21919/1/32%20Laksmi%20 Mahendrati%20Dwiharja.pdf, diakses tanggal 11 April 2016) Muhibbin Syah, 2012. Psikologi Belajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Wina Sanjaya, 2015. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana
243
233
Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi, Surabaya 5 Nov 2016