Prosiding Seminar Lokakarya Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia 2016 “KEPEMIMPINAN & PROFESIONALISME PUSTAKAWAN : Kontribusi dalam Peningkatan Kualitas Perguruan Tinggi”
Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia (FPPTI) Perpustakaan Universitas Indonesia, Kampus UI - Depok 16424 Telepon: (021) 7270751, 7864134, 7270159 Fax: (021) 7863469; Email:
[email protected] Website: http://fppti.or.id/ Perpustakaan Universitas Gadjah Mada Bulaksumur PO BOX 16 YKBS Yogyakarta 55281 Email:
[email protected] Website: http://lib.ugm.ac.id Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia (FPPTI) D.I. Yogyakarta Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Jl. Marsda Adisucipto Yogyakarta Email:
[email protected] Website: http://fppti-diy.or.id Mitra Bebestari
:
Penyunting
:
Tata Letak Desain Sampul
: :
Anastasia Tri Susiati Dhama Gustiar Baskoro Wiji Suwarno Arif Surachman Amirul Ulum Imam Budi Prasetiawan Purwoko Vincentius Widya Iswara Purwoko Arif Surachman
Prosiding Semiloka Kepustakawanan Indonesia 2016 : Kepemimpinan & Profesionalisme Pustakawan : Kontribusi dalam Peningkatan Kualitas Perguruan Tinggi: Yogyakarta, 12-14 Oktober 2016 / penyunting, Arif Surachman ... [et al.] ISBN 978-602-61146-0-0
PROSIDING: Seminar Lokakarya Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia 2016
[i]
PENGENALAN IMPLEMENTASI ISO 20121:2012 EVENT SUSTAINABILITY MANAGEMENT SYSTEMS UNTUK ACARA KEPUSTAKAWANAN
Muhammad Bahrudin Pusat Informasi dan Dokumentasi Standardisasi - Badan Standardisasi Nasional e-mail:
[email protected] ABSTRAK Saat ini dunia kepustakawan telah menjadi suatu sistem sosial di masyarakat yang perannya cukup signifikan dalam pembangunan peradaban bangsa. Dalam rangka menjalankan fungsi dan tujuannya, berbagai jenis perpustakaan dan organisasi profesi kepustakawanan mengadakan kegiatan atau acara (event) mulai dari lingkup unit kerja, instansi, daerah (region) hingga berskala nasional bahkan internasional. Acara-acara tersebut ada yang hanya merupakan acara bersifat insidental, tahunan hingga yang sifatnya berkelanjutan (sustainable event). Berdasarkan kondisi tersebut, diperlukan suatu kerangka kerja sebagai referensi untuk dapat mengelola suatu acara secara profesional dan berkelanjutan. Di dunia standar, telah dikenal ISO 20121:2012, Event sustainability management systems – Requirements with guidance for use yang digunakan sebagai kerangka kerja untuk mengelola acara dengan mengedepankan tiga dimensi berkelanjutan yaitu ekonomi, lingkungan dan sosial. Implementasi standar ini semakin urgen mengingat seiring perkembangan zaman, suatu organisasi dituntut harus menunjukkan dampak kegiatan (acara/event) mereka terhadap masyarakat dan lingkungan serta efektivitas kinerja keuangannya. Makalah ini berupa gagasan yang akan memberikan pengenalan kepada dunia kepustakawanan Indonesia mengenai adanya standar yang dapat diimplementasikan menjadi kerangka kerja suatu konsep Sustainable Librarianship Event. Kata kunci: ISO 20121, sustainable event, sustainable librarianship event, kepustakawanan
PROSIDING: Seminar Lokakarya Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia 2016
[ 251 ]
PENDAHULUAN
B
erdasarkan data Perpustakaan Nasional Republik Indonesia tahun 2016, jumlah perpustakaan di Indonesia saat ini mencapai 149.132 perpustakaan, yang terdiri dari 1
perpustakaan nasional, 118.599 perpustakaan sekolah, 2.428 perpustakaan perguruan tinggi, 24.504 perpustakaan umum dan 3.600 perpustakaan khusus. Sementara itu, jumlah pustakawan di Indonesia sebanyak 3.000 pustakawan, yang terdiri dari 261 pustakawan perpustakan nasional, 129 pustakawan perpustakaan sekolah, 1.375 pustakawan perpustakaan perguruan tinggi, 384 pustakawan perpustakaan khusus dan 851 pustakawan pustakawan perpustakaan umum (Media Indonesia, 2016). Kondisi tersebut belum final jika ditambah pustakawan swasta dan pengelola perpustakaan yang tidak terdata. Selain itu, di Indonesia ada begitu banyak organisasi lembaga perpustakaan maupun organisasi profesi pustakawan. Sebut saja mulai dari Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI), Forum Perpustakaan Umum Indonesia (FPUI), Forum Perpustakaan Khusus Indonesia (FPKI), Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia (FPPTI), Ikatan Sarjana Ilmu Perpustakaan dan Informasi Indonesia (ISIPII), Asosiasi Tenaga Perpustakaan Sekolah Indonesia (ATPUSI), Ikatan Sarjana Ilmu Perpustakaan dan Informasi Indonesia (ISIPII), Asosiasi Profesional Informasi Sekolah Indonesia (APISI), Klub Perpustakaan Indonesia dan masih banyak lagi. Setiap tahun, perpustakaan dan berbagai organisasi tersebut mengadakan rata-rata dua acara, sehingga akan ada lebih dari 298.278 acara kepustakawanan per tahun. Dari sekian banyak acara, tentu memiliki dampak, baik positif maupun negatif, bagi perekonomian, lingkungan dan sosial masyarakat. Sejauh ini belum ada suatu konsep yang dapat digunakan sebagai pedoman bagi penyelenggaraan acara-acara kepustakawan dengan mengedepankan tiga dimensi berkelanjutan yaitu ekonomi, lingkungan dan sosial. Saat ini sudah saatnya dunia kepustakawanan Indonesia melirik pendekatan sustainability yang menjadi tren di dunia global sebagai wujud kesadaran bagi kelangsungan umat manusia secara holistik. Bayangkan jika ribuan acara kepustakawanan yang diselenggarakan setiap tahun selalu mengabaikan tiga aspek sustainability. Lambat laun dunia kepustakawanan akan mengalami unsupported bahkan disrespect dari masyarakat, pemerintah bahkan komunitasnya sendiri. Oleh karena itu, penulis mengenalkan suatu standar yang dapat digunakan sebagai kerangka kerja (framework) bagi manajemen acara kepustakawanan berkelanjutan. Standar tersebut dikeluarkan oleh International Organization for Standardization (ISO) yaitu ISO 20121:2012, Event sustainability management systems – Requirements with guidance for use.
PROSIDING: Seminar Lokakarya Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia 2016
[ 252 ]
TUJUAN PENULISAN Sejalan dengan latar belakang di atas, tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengenalkan standar yang dapat digunakan sebagai kerangka kerja (framework) pengelolaan acara berkelanjutan yaitu ISO 20121:2012, Event sustainability management systems – Requirements with guidance for use bagi dunia kepustakawanan di Indonesia. Selain itu, penulisan makalah ini juga dalam rangka mendapatkan gambaran prospek penerapan standar tersebut bagi acara-acara kepustakawanan di Indonesia dan memberikan gagasan pengenalan konsep sustainable librarianship event.
PEMBAHASAN Tentang ISO 20121 Suatu acara —sadar maupun tidak— tentu memiliki dampak, baik positif maupun negatif, dalam aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. Standar ini disusun untuk membantu organisasi maupun individu dalam rangka meningkatkan sustainability dari acara-acara mereka dengan berlandaskan pendekatan pada tiga aspek tersebut. ISO 20121 adalah suatu kerangka kerja untuk mengimplementasikan konsep berkelanjutan pada seluruh kegiatan manajemen acara. Standar ini menentukan persyaratan untuk sistem manajemen acara berkelanjutan (event sustainability management system selanjutnya disebut ESMS) untuk semua jenis acara (event) atau kegiatan yang berkaitan dengan acara dan menyediakan panduan untuk melaksanakan persyaratan tersebut. Standar internasional ini berlaku untuk setiap organisasi yang ingin: membuat, melaksanakan, mempertahankan dan meningkatkan ESMS; memastikan bahwa ESMS yang dilakukan sesuai dengan kebijakan pembangunan berkelanjutan (sustainable development); menunjukkan secara sukarela kesesuaian dengan isi standar ini oleh: first party (menentukan sendiri, self declaration); second party (konfirmasi oleh pihak yang berkepentingan dalam orgasisasi seperti klien atau stakeholder lainnya); dan third party (konfirmasi oleh lembaga sertifikasi) (ISO, 2012).
PROSIDING: Seminar Lokakarya Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia 2016
[ 253 ]
Isu Tentang Sustainability Sustainability adalah tujuan dari sustainable development. Dua terminologi ini memang tidak terpisahkan. Isu tentang sustainable development (SD) berkembang seiring dengan meningkatnya kesadaran dunia pada dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terhadap kelestarian lingkungan. Dimulai pada sekitar dua ratus tahun silam ketika Thomas Malthus (1798) menulis tentang batasan-batasan yang mungkin terjadi dimana ekspansi pertumbuhan populasi manusia bisa melebihi kemampuan alam untuk menyediakan bahan makanan dikarenakan tuntutan ekspansi pemukiman tentu mengurangi jumlah lahan yang tersedia untuk memroduksi bahan pangan (Holmes et al., 2015). Selanjutnya, pada pertengahan abad ke-20 penulis seperti Paul R. Ehrlich (1968) dan Rachel Carson (1962) juga memopulerkan suatu gerakan lingkungan melalui tulisantulisannya, meskipun pemikirannya berangkat dari dasar yang sama dengan Thomas Malthus dua ratus tahun sebelumnya. Isu fundamentalnya selalu sama yaitu tentang peningkatan konsumsi sumber daya oleh manusia di dunia yang dihadapkan pada keterbatasan sumber daya tersebut dan keterbatasan produksinya. Puncaknya pada KTT PBB tahun 1983 tentang lingkungan dan laporan berjudul Our Common Future oleh Gro Harlem Brundtland sebagai hasil dari World Commission on Environment and Development (WCED) pada tahun 1987. Menurut laporan tersebut, SD dirumuskan sebagai “development that meets the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their own needs” (Jones, 2010). Konsep sustainability dan SD dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini.
Gambar 1. Gambaran konsep sustainability (Holmes et al., 2015)
Berdasarkan gambar di atas dapat dijabarkan bahwa pada intinya gagasan mengenai sustainability selalu berdasarkan pada pencapaian-pencapaian yang simultan mengenai tiga aspek, yaitu: 1) Economic sustainability yaitu dalam bentuk pengelolaan usaha yang layak dan kegiatan ekonomi terkait yang dapat dipertahankan dalam jangka panjang; 2) Social sustainability yaitu dimana PROSIDING: Seminar Lokakarya Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia 2016
[ 254 ]
masyarakat berdasarkan prinsip etika dan keadilan dalam hal kesempatan yang sama dan menghormati hak asasi manusia, memberdayakan masyarakat lokal dan sistem pendukung sosialnya serta tidak adanya eksploitasi sumber daya manusia; dan 3) Environment sustainability yaitu dengan cara melestarikan sumber daya alam secara bertanggung jawab, terutama sumber daya alam yang tidak terbarukan dan/atau penting untuk mendukung kehidupan, dengan meminimalisir polusi, melestarikan keanekaragaman hayati dan melindungi warisan alam. Berdasarkan ISO 20121, organisasi harus menentukan prinsip-prinsip yang mengatur SD dalam bentuk pernyataan tujuan dan nilai-nilai. Prinsip-prinsip yang mengatur SD mengenai manajemen acara setidaknya meliputi; 1) stewardship (penatalayanan), yaitu tanggung jawab untuk SD yang dimiliki oleh semua orang yang tindakannya memengaruhi kinerja lingkungan, kegiatan ekonomi dan kemajuan sosial, yang tercermin, baik sebagai nilai dan praktik oleh individu, organisasi, masyarakat dan pihak yang berwenang; 2) inclusivity (inklusivitas), yaitu perlakuan yang adil dan keterlibatan yang bermakna dari semua pihak yang berkepentingan; inklusivitas mengacu pada semua pihak yang berkepentingan tanpa memandang ras, usia, jenis kelamin, warna kulit, agama, orientasi seksual, budaya, asal negara, pendapatan, disabilitas atau bentuk diskriminasi lainnya; 3) integrity (integritas), yaitu kepatuhan terhadap prinsip-prinsip etika; dan 4) transparency (keterbukaan), yaitu keterbukaan tentang keputusan dan kegiatan yang memengaruhi masyarakat, ekonomi dan lingkungan dan kesedian untuk mengomunikasikannya secara jelas, akurat, tepat waktu, jujur dan lengkap. Implementasi konsep sustainability atau lebih spesifik SD dalam konteks acara memang belum populer di Indonesia atau sebenarnya sudah dilakukan oleh beberapa penyelenggara atau pemilik acara tetapi belum memahami mengenai konsep ini. Jika konsep sustainability diterapkan dalam konteks acara dapat muncul konsep sustainable event (SE). Jika mengacu pada definisi SD, SE dapat didefinisikan sebagai suatu acara yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri, yaitu dengan cara memberikan perhatian khusus terkait dampak acara tersebut pada lingkungan, ekonomi dan sosial. Menurut United Nation Environment Programe, SE didefinisikan sebagai acara yang dirancang, disusun dan dilaksanakan dengan cara yang meminimalkan potensi dampak negatif dan meninggalkan warisan yang bermanfaat bagi masyarakat sekitar (host community) dan semua yang terlibat (Lobato, 2014). Konsep SE digambarkan dalam diagram Venn seperti berikut ini.
PROSIDING: Seminar Lokakarya Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia 2016
[ 255 ]
Gambar 2. Konsep sustainable event (SE) adaptasi dari konsep sustainability
Keterkaitan antara Sustainability dan Acara Kepustakawan Selanjutnya pertanyaan yang akan muncul dan perlu penjelasan adalah bagaimana konsep sustainability atau SD dapat diterapkan pada industri acara, dalam hal ini acara kepustakawanan dan bagaimana konsep sustainable event cocok dengan gambaran global dari SD? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, pertama kita harus memahami terlebih dahulu bahwa dalam sistem apapun, satu hal akan memengaruhi hal lainnya sehingga menghasilkan sesuatu yang kumulatif dan efek kesalingterkaitan. Lingkungan kita adalah sebuah sistem dan setiap industri adalah bagian dari itu dan harus memainkan peran mereka terhadap SD pada skala global. Acara (event) adalah bagian dari booming industry yang terus berkembang baik di dalam negeri dan internasional (Abbott & Geddie, 2001). Acara memiliki potensi untuk menjadi contoh model keseimbangan antara aktivitas manusia, penggunaan sumber daya dan dampak lingkungan yang mungkin terjadi di sekitar kita. Ada peluang dan kesempatan bahwa sebuah acara dapat meninggalkan kesan positif yang berdasar pada konsep SD dan memungkinkan menjadi inspirasi bagi pesertanya, semua pihak yang terlibat dan juga bagi penyelenggaranya sendiri. Acara adalah berkumpulnya orang-orang untuk suatu tujuan (Jones, 2014). ISO 20121 menyebutkan bahwa “event is planned gathering with respect to time and a place where an experience is created and/or a message is communicated”. Dalam dunia kepustakawanan di Indonesia ada banyak acara dengan berbagai tujuan, mulai dari pameran, konferensi, seminar, musyarawah nasional, pelestarian budaya hingga sebagai unjuk aksi pengetahuan para praktisi dan pegiat perpustakaan. Akan tetapi di setiap perkumpulan acara dengan apapun tujuannya, tentu ada sumber daya yang digunakan, sampah yang dihasilkan hingga orang-orang, lingkungan dan kegiatan perekonomian yang terkena dampaknya. Tiga hal terakhir tersebut adalah dimensi yang tercakup dalam konsep sustainability. Apapun jenis acaranya, mulai dari acara kepustakawanan di tingkat instansi atau unit kerja hingga skala kongres nasional bahkan konferensi dan festival internasional, dan dimanapun diadakannya, baik di dalam gedung kecil hingga auditorium skala besar bahkan di outdoor sekalipun, akan menghadirkan peluang untuk bisa menjadi motor implementasi konsep sustainability dalam penyelenggaraannya. PROSIDING: Seminar Lokakarya Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia 2016
[ 256 ]
Jika acara-acara kepustakawanan yang setiap tahun diselenggarakan tersebut mengabaikan dimensi sustainability, bukan tidak mungkin akan semakin kehilangan dukungan dari masyarakat, komunitasnya sendiri, menghadirkan stereotip negatif dari media dan pemerintah. Apabila kondisi itu terus berlangsung, bagaimana dunia kepustakawanan Indonesia bisa bertahan untuk menjalankan visi dan misinya dalam membangun peradaban bangsa?
Manfaat Implementasi ISO 20121 bagi Acara Kepustakawanan Pengelolaan acara kepustakawan menggunakan kerangka kerja standar internasional diharapkan akan mendapatkan hasil yang maksimal, dalam hal ini mendorong kinerja acara yang berkelanjutan. ISO 20121 dirancang untuk dapat menghadirkan manfaat bagi semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan acara, apapun skala atau bentuk acaranya. Setiap acara itu unik. Acara kepustakawanan pastinya berbeda dengan acara olahraga dari sisi perencanaan maupun tujuannya. Namun, setiap acara tentunya akan menghasilkan dampak, baik negatif maupun positif, bagi lingkungan, ekonomi dan kehidupan sosial. ISO 20121 dirancang untuk meminimalkan dampak negatif itu dan mengoptimalkan manfaat dari penyelenggaraan acara, dalam hal ini acara kepustakawanan bagi semua pihak yang terlibat dari mulai perencanaan hingga pelaksanaanya. The British Standards Institution menjelaskan manfaat bagi organisasi, penyelenggara acara maupun pemilik acara yang menerapkan ISO 20121 sebagai berikut: mampu mengidentifikasi cara untuk meningkatkan perencanaan suatu acara, menghasilkan tingkatan terbaik dalam efisiensi dan kinerja penyelenggaraan acara, memperjelas peran dan tanggung jawab staf, kontraktor, hingga supplier yang terlibat dalam penyelenggaraan acara, mengurangi biaya melalui manajemen energi dan pengelolaan limbah yang baik, dapat diintegrasikan dengan ISO 9001 (sistem manajemen mutu) dan ISO 14001 (sistem manajemen lingkungan) untuk hasil yang lebih baik (BSI, n.d.) Dalam laporan studi kasus Coca-Cola GB Gains ISO 20121 for London 2012 menyebutkan bahwa ISO 20121 telah terbukti menjadi alat yang sangat efektif untuk membawa strategi sustainability bagi perusahaan/organisasi dalam penyelenggaraan suatu acara. Selain itu, ISO 20121 juga membantu dalam mengartikulasikan pentingnya aspek berkelanjutan bagi para supplier yang pada gilirannya telah mendorong mereka untuk berinovasi dan memperkenalkan solusi berkelanjutan yang baru (SGS Group Management SA, 2012). Pada Gambar 3 di bawah ini menunjukkan model ESMS berdasarkan ISO 20121. Standar ini disajikan sebagai proses yang
PROSIDING: Seminar Lokakarya Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia 2016
[ 257 ]
berurutan mengikuti model Deming Cycle yang familiar di dunia manajemen yaitu Plan, Do, Check, Act (PDCA). Masing-masing tahapan manajemen itu dijabarkan dalam klausul-klausul yang menjadi kerangka kerja terstruktur dalam penyelenggaran manajemen acara berkelanjutan. Di dalam ISO 20121 ini terdapat total 10 klausul yang dapat dibagi dalam 12 rangkaian proses seperti digambarkan pada Gambar 3 di bawah ini.
Gambar 3. Model sistem manajemen acara berkelanjutan (event sustainability management
system/ESMS) berdasarkan ISO 20121
Untuk membantu pengguna dalam mengimplementasikan standar ini, pada bagian Annex A – Guidance on planning and implementing this International Standard ISO 20121 terdapat penjelasan panduan untuk 10 klausul tersebut. Satu hal yang perlu menjadi perhatian adalah bahwa di sebagian besar klausul standar ini mewajibkan untuk mendokumentasikan informasi yang dihasilkan. Hal ini menunjukkan bahwa dalam implementasi suatu standar memang menuntut peranan dokumentasi sebagai bukti transaksi suatu kegiatan. Informasi yang terdokumentasi bisa dalam berbagai macam format dan media. Informasi terdokumentasi dapat merujuk pada: a) sistem manajemen termasuk juga proses yang terkait; b) informasi yang dibuat dalam rangka operasional organisasi; dan c) bukti hasil yang dicapai atau catatan (ISO, 2012). Selain itu, alih-alih menjadi suatu checklist, ISO 20121 membutuhkan pendekatan sistematis untuk menangani isu-isu pembangunan berkelanjutan (SD) dalam kaitannya dengan perencanaan PROSIDING: Seminar Lokakarya Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia 2016
[ 258 ]
acara. Jadi, sebagai catatan bahwa ISO 20121 bukanlah suatu pedoman checklist untuk manajemen acara tetapi suatu kerangka kerja (framework) terstruktur. Bagi acara kepustakawanan, standar dapat diterapkan
baik
untuk
event
organizer,
pemilik
acara
(perpustakaan
atau
organisasi
kepustakawanan/perpustakaan) maupun penyedia tempat acara tersebut. Sementara itu, manfaat implementasi ISO 20121 ditujukan bagi semua pihak yang terlibat dalam rangkaian acara kepustakawanan, mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan, diantaranya: event organizer (EO), jika acara kepustakawanan menggunakan jasa EO, pemilik kegiatan (event owner), yaitu organisasi atau instansi perpustakaan yang memiliki acara tersebut; hal ini juga berlaku jika acara perpustakaan dikelola secara swakelola tanpa jasa EO, tenaga kerja, yaitu jika acara kepustakawanan dengan skala besar dan membutuhkan tenaga kerja tambahan di luar sumber daya manusia yang telah ada maka tentunya membutuhkan tenaga kerja tambahan dengan cara merekrut pekerja sesuai dengan keahlian yang dibutuhkan berdasarkan prinsip-prinsip sustainable development, supply chain, yaitu pihak menyediakan produk, jasa dan fasilitas bagi organisasi dalam rangka penyelenggaraan acara seperti jasa katering, jasa transportasi, jasa penyedia stan, dan sebagainya, peserta, yaitu baik organisasi dan/atau individu yang mengambil bagian dalam acara dengan tujuan utama mendapatkan layanan atau konten (disebut sebagai attendee) dan juga organisai dan/atau individu yang berperan aktif dalam konten suatu acara (disebut sebagai participant), pemerintah, yaitu terkait dengan perijinan dan regulasi yang diperlukan dalam penyelenggaraan acara dengan mengedepankan prinsip-prinsip sustainable development, dan masyarakat, yaitu pihak eksternal yang dapat terdampak secara langsung maupun tidak langsung oleh penyelenggaraan acara, baik secara sosial, ekonomi maupun lingkungan (ISO, 2012b). Pihak-pihak di atas dalam ISO 20121 disebut sebagai interested party yang harus diidentifikasi yaitu orang atau organisasi yang dapat mempengaruhi, terkena dampak atau menganggap diri mereka terkena dampak oleh suatu keputusan atau kegiatan (acara). Keberhasilan pelaksanaan sistem manajemen acara berkelanjutan (ESMS) pada manajemen acara kepustakawaan akan memastikan perbaikan kinerja secara terus-menerus. ISO 20121 memang bukan standar wajib (mandatory standard). Namun, sangat bisa dipertimbangkan sebagai standar minimal best practice yang dapat diterima di industri acara kepustakawanan. Best practice dalam hal ini yaitu proses atau produk terdokumentasi yang dikembangkan oleh komunitas pengguna, yang terdiri dari penyedia (supplier)
PROSIDING: Seminar Lokakarya Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia 2016
[ 259 ]
dan pengguna (customer), bekerjasama untuk tujuan membangun pedoman suatu industri (ISO, 2012). Implementasi ISO 20121 salah satunya pada penyelenggaraan Symantec Vision EMEA 2014, sebuah simposium para profesional TI yang diselenggarakan di empat kota berbeda; Dubai, Munich, Paris dan London. Simposium ini melibatkan total 2.757 peserta dari empat kota penyelenggara tersebut. Penyelenggaraan acara dilakukan secara swakelola oleh Symantec’s Global Corporate Event Team dan implementasi ESMS dibantu oleh konsultan dari pihak ketiga, MCI Sustainability Services. Metodologi ESMS yang dilakukan oleh Symantec menggunakan kerangka ISO 20121 dapat dilihat pada Gambar 4 di bawah ini.
Gambar 4. Metodologi ESMS Symantec yang diadopsi dari ISO 20121 (Symantec & MCI Sustainable Service, 2014)
Langkah awal dalam strategi ESMS Symantec ialah mengidentifikasi isu terkait sustainability, tantangan yang dihadapi dan peluang dalam penyelenggaraan acara. Isu-isu yang ingin dikelola masing-masing diidentifikasi sasaran yang ingin dicapai dan indikator kinerjanya (key performance indicators) dan dapat disajikan dalam tabel reviu kinerja. Sebagai contoh adalah sebagai berikut. Tabel 1. Contoh Reviu Kinerja ESMS
No. 1.
Isu
Sasaran
Limbah
Mengurangi limbah
(waste)
Indikator Kinerja Tingkat
pengalihan
limbah
yang dihasilkan
(waste
diversion
rate)
oleh acara
mencapai 50% Mengurangi limbah hingga 10%
PROSIDING: Seminar Lokakarya Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia 2016
[ 260 ]
No.
Isu
Sasaran
Indikator Kinerja Mengurangi
penggunaan
kertas hingga 50% Penggunaan
penanda
(signage) dari bahan yang sustainable hingga 60%
2.
Makanan
Menawarkan
70% produk lokal
dan
makanan dan
15% berbahan organik
minuman
minuman yang
25% makanan dan minuman
(catering)
enak dan sehat
vegetarian
Sumber: Adaptasi dari Tabel Performance Review Symantec’s Vision EMEA 2014
Selanjutnya tim ESMS mengidentifikasi sasaran kinerja lingkungan, kinerja ekonomi dan komitmen pada pemberdayaan masyarakat/sosial. Dalam rangka mendokumentasikan ESMS dan sebagai pertanggungjawaban, tim Symantec dan konsultan ESMS menyusun laporan Event Sustainability Report Summary: Vision Symposium 2014. Pada bagian akhir laporan, sebagai hasil analisis dan evaluasi ESMS, menampilkan key learnings and recommendations yang dalam ISO 20121 termasuk dalam klausul 10 yaitu improvement yang terdiri atas ketidaksesuaian (nonconformity) dan tindakan korektif (corrective action) serta perbaikan berkelanjutan (continual improvement), sebagai bahan masukan dalam penyelenggaraan acara di masa mendatang. Berdasarkan Event Sustainability Report Summary: Vision Symposium 2014, implementasi ISO 20121 ini menghasilkan dampak positif yang cukup signifikan, diantaranya: 100% kontrak dengan supplier acara sudah mengimplementasikan kebijakan berkelanjutan yang ditetapkan oleh Symantec; tingkat pengalihan limbah (waste diversion) mencapai 89%; pengurangan limbah mencapai 88%; pengurangan emisi CO2 mencapai 67%; 39% makanan dan minuman bersumber dari produk lokal; program penanaman 19.228 pohon; dan melibatkan 43 anak yang dilatih menjadi Climate Justice Ambassador.
PROSIDING: Seminar Lokakarya Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia 2016
[ 261 ]
Sustainable Librarianship Event Jumlah perpustakaan di Indonesia yang mencapai 149.132 perpustakaan, jumlah pustakawan yang mencapai angka 3.000 dan belum ditambah lagi dengan pengelola perpustakaan dan para pegiat perpustakaan, akademisi, peneliti di bidang perpustakaan dan informasi adalah angka yang fantastis sebagai bagian yang berpengaruh bagi perkembangan peradaban bangsa. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan pada “Bab Penjelasan” memaparkan bahwa perpustakaan sebagai bagian dari masyarakat dunia ikut serta membangun masyarakat informasi berbasis teknologi informasi dan komunikasi sebagaimana dituangkan dalam Deklarasi World Summit of Information Society (WSIS), 12 Desember 2003. Deklarasi WSIS sendiri bertujuan membangun masyarakat yang inklusif, berpusat pada manusia dan berorientasi secara khusus pada pembangunan (PNRI, 2007). Pembangunan seperti apa yang dimaksud pada bab tersebut, tentu idealnya adalah konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development/SD). Implementasinya salah satunya adalah dalam pelaksanaan acara-acara kepustakawanan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007, fungsi dan tujuan perpustakaan dijelaskan sebagai berikut: Pasal 3 Perpustakaan berfungsi sebagai wahana pendidikan, penelitian, pelestarian informasi dan rekreasi untuk meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa. Pasal 4 Perpustakaan bertujuan memberikan layanan kepada pemustaka, meningkatkan kegemaran membaca serta memperluas wawasan dan pengetahuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Berdasarkan fungsi dan tujuan tersebut dapat diejawantahkan dalam berbagai jenis kegiatan atau acara mulai dari skala unit kerja perpustakaan hingga di tingkat nasional bahkan internasional dengan berbagai bentuk seperti pameran, festival, konferensi, seminar, diskusi kepustakawanan, simposium, musyawarah nasional, kongres internasional dan sebagainya. Ribuan acara kepustakawanan diselenggarakan setiap tahunnya. Hal tersebut tentunya memiliki dampak yang signifikan, baik negatif maupun positif, pada lingkungan, sosial dan juga perekonomian. Berapa banyak sampah sisa acara yang mungkin dihasilkan, berapa besar penggunaan energi yang digunakan, polusi yang dihasilkan karena penggunaan transportasi yang tidak ramah lingkungan, penduduk sekitar yang terkena dampak secara sosial dan ekonomi, komunitas pustakawan yang menikmati hasil dari acara, dan sebagainya. Pada makalah ini, penulis memperkenalkan sebuah konsep acara kepustakawanan yang berpegang pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development/SD). Prinsip PROSIDING: Seminar Lokakarya Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia 2016
[ 262 ]
SD yang dimaksud di sini adalah terkait dengan kesadaran setiap pihak yang terlibat dalam acara kepustakawanan terhadap dampak yang mungkin ditimbulkan pada tiga dimensi sustainability yaitu lingkungan, ekonomi dan sosial. Konsep ini sejalan dengan konsep sustainable event yang telah dikemukakan sebelumnya tetapi lebih spesifik pada acara kepustakawanan sehingga disebut dengan konsep sustainable librarianship event (SLE). Untuk mencapai konsep tersebut, acara kepustakawanan dapat dikelola dengan menerapkan sistem manajemen acara berkelanjutan (event sustainability management system/ESMS) yang mengacu pada kerangka kerja ISO 20121. Jadi, SLE adalah acara yang diselenggarakan dalam rangka menjalankan fungsi dan tujuan perpustakaan yang berpedoman pada konsep sustainable event. Selanjutnya sebuah konsep yang ditawarkan tentunya harus memiliki tujuan yang jelas. Penulis memaparkan bahwa tujuan dari SLE ini harus harmonis dengan tujuan pembangunan berkelanjutan atau yang dikenal sebagai Sustainable Development Goals (SDGs) yang telah dicanangkan bersama pada resolusi PBB pada tanggal 21 Oktober 2015 dengan menghasilkan 17 SDGs. Tujuan dari konsep SLE ini mengadaptasi 8 dari 17 poin SDGs yang relevan dengan acara kepustakawanan, diantaranya: 1. Memastikan pendidikan yang inklusif dan berkualitas setara, juga mendukung kesempatan belajar seumur hidup bagi semua; Acara kepustakawanan yang diselenggarakan adalah dalam rangka menjalankan amanat UU No. 43 Tahun 2007 dan sejalan dengan tujuan ini. 2. Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua perempuan dan anak perempuan; Setiap acara kepustakawanan dengan konsep SLE menghindari segala bentuk diskriminasi. 3. Memastikan ketersediaan dan manajemen air bersih yang berkelanjutan dan sanitasi bagi semua; Acara kepustakawanan dengan konsep SLE memastikan penggunaan sumber air secara bijak dengan manajemen yang baik dengan mengurangi pencemaran air. 4. Memastikan akses terhadap energi yang terjangkau, dapat diandalkan, berkelanjutan dan modern bagi semua; Dengan konsep SLE, acara kepustakawan dapat memanfaatkan energi (listrik, bahan bakar, dll) dengan hemat dan sebisa mungkin menghindari polusi. 5. Mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, tenaga kerja penuh dan produktif dan pekerjaan yang layak bagi semua; Konsep SLE pada acara kepustakawanan mampu mendukung aktivitas ekonomi dengan menyediakan peluang kerja, kerjasama ekonomi, menjaring supplier penyedia produk, layanan dan fasilitas yang terkait dengan acara kepustakawanan. 6. Membangun infrastruktur yang tangguh, mendukung industrialisasi yang inklusif dan berkelanjutan dan membantu perkembangan inovasi; Konsep SLE akan menjadi peluang
PROSIDING: Seminar Lokakarya Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia 2016
[ 263 ]
inovasi ramah lingkungan yang baru bagi industri acara baik di tingkat nasional maupun internasional. 7. Mengambil aksi segera untuk memerangi perubahan iklim dan dampaknya; Dengan menerapkan konsep SLE, maka dunia kepustakawanan di Indonesia sudah terlibat secara aktif dalam upaya mengatasi dampak perubahan iklim dunia. 8. Mendukung masyarakat yang damai dan inklusif untuk pembangunan berkelanjutan, menyediakan akses terhadap keadilan bagi semua dan membangun institusi-institusi yang efektif, akuntabel dan inklusif di semua level; dengan konsep SLE maka dunia kepustakwanan Indonesia telah berperan dalam membangun institusi dan komunitas yang inklusif, transparan dan akuntabel serta memastikan kemudahan akses publik terhadap informasi.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Dari pembahasan di atas dapat dilihat bahwa sebenarnya penerapan prinsip SD dalam konteks manajemen acara (ESMS) di Indonesia memiliki prospek yang baik. Saat ini memang yang tampak di lapangan adalah penerapan yang sporadik dan belum berada dalam koridor planning yang jelas. Khususnya untuk acara kepustakawanan dengan konsep yang diperkenalkan oleh penulis yaitu sustainable librarianship event (SLE), memberikan preseden yang baik dalam penerapan ESMS di dunia kepustakawanan Indonesia dengan kerangka kerja ISO 20121. Komitmen memegang prinsip dan idealisme memang amat diperlukan ketika muncul iming-iming keuntungan besar sesaat tetapi pada akhirnya mengancam keseimbangan kualitas lingkungan yang tentunya akan mengganggu keseimbangan tiga pilar SD secara umum. Kemudian, langkah apa sajakah yang harus diambil dalam menerapkan prinsip SD di bidang acara kepustakawanan dengan konsep SLE di Indonesia? Dalam perencanaan acara-acara kepustakawanan, aksi nyata harus dan perlu dilaksanakan dalam seluruh elemen perencanaan yang meliputi aspek kebijakan, teknis, komunikasi dan finansial. Langkah-langkah tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut. Kebijakan dan regulasi Saat ini memang diperlukan adanya kebijakan dan regulasi dari pemerintah yang mendukung ESMS. Beberapa pedoman telah dikeluarkan oleh pemerintah terkait dengan isu sustainable event seperti Pedoman Pengelolaan Sampah pada Penyelenggaraan Acara yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI dan juga Pedoman Penyelenggaraan Acara Ramah Penyandang Disabilitas yang dikeluarkan oleh Kementerian Sosial RI. Hal tersebut mencerminkan adanya keseriusan dari pemerintah terhadap isu-isu sustainable event. Namun, yang perlu menjadi PROSIDING: Seminar Lokakarya Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia 2016
[ 264 ]
catatan adalah akan semakin baik jika antar-kementerian tersebut bisa bersinergi menyusun suatu kebijakan atau regulasi yang komprehensif dan holistik terkait ESMS sehingga para stakeholder terkait industri acara tidak mengalami kebingungan dalam implementasi konsep SD dalam penyelenggaraan acara pada umumnya, dan khususnya dalam hal ini adalah acara kepustakawanan. Sebagai rekomendasi, penulis menyarankan ISO 20121 sebagai referensi dalam penyusunan kebijakan tersebut karena standar internasional ini cukup komprehensif sebagai kerangka kerja bagi perencanaan, pengawasan dan pelaksanaan suatu acara yang berlandaskan konsep SD.
Teknis implementasi Perencanaan acara kepustakawanan yang berdasar pada konsep SD sangat penting untuk terus digiatkan dengan penerapan ESMS. Penerapan ESMS dalam beberapa hal pada awalnya memang memerlukan biaya dan usaha yang besar. Namun, keuntungannya juga sebanding dengan kualitas yang didapatkan sehingga pada gilirannya akan meminimalkan bahkan meniadakan pengeluaran untuk masa yang akan datang. Misalnya, dalam perencanaan acara kepustakawanan yang berkonsep SLE memang akan membutuhkan sumber daya dan effort yang besar pada awalnya, tetapi pada pelaksanaanya akan menghemat penggunaan energi listrik, mendapatkan apresiasi yang memuaskan dari peserta, mendapatkan kesan positif dari sponsor karena sesuai dengan visi mereka sehingga bisa terus bekerjasama dalam hal dukungan finansial pada acara-acara kepustakawanan di masa mendatang. Komunikasi antar-stakeholder Satu hal yang juga penting dilaksanakan untuk memopulerkan konsep SLE dengan penerapan ESMS ISO 20121 adalah membangun kesadaran kolektif di kalangan pustakawan, pegiat perpustakaan dan stakeholder lainnya terkait dengan perencanaan acara kepustakawanan berkelanjutan. Pustakawan saat ini sudah saatnya lebih proaktif dalam isu-isu lingkungan. Bukan sekedar sebagai sumber informasi tetapi juga memberikan ide-ide, gagasan, terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan dalam setiap program acara yang akan dilaksanakan di instansi ataupun komunitasnya secara positif. Komunikasi juga bisa dibangun melalui edukasi pengguna perpustakaan dari berbagai kalangan dalam bentuk seminar, pameran dan diskusi-ilmiah ilmiah terkait SLE. Dukungan finansial Tidak dapat dipungkiri bahwa tiada perencanaan tanpa dukungan dana yang kuat. Untuk dapat melaksanakan acara yang berkelanjutan, memang membutuhkan dana yang lebih besar PROSIDING: Seminar Lokakarya Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia 2016
[ 265 ]
daripada acara konvensional, tetapi hasil yang dicapai akan lebih maksimal. Tanggung jawab sosial, ekonomi dan lingkungan juga tercapai. Untuk mendapatkan dukungan finansial yang baik, maka bagi penyelenggara acara kepustakwanan tentu harus membangun reputasi yang baik pula bagi stakeholder yang terkait dengan pendanaan. Penerapan konsep SLE ini merupakan strategi membangun reputasi baik tersebut. Untuk acara kepustakawanan skala besar (nasional atau internasional) perlu untuk mengembangkan model partisipasi aktif dan saling menguntungkann dari pihak ketiga seperti perusahaan, LSM, komunitas maupun individu yang ingin turut berpartisipasi dalam pengembangan acara kepustakawanan berbasis sustainability. Transparansi anggaran juga diperlukan untuk menunjukkan profesionalitas dan akuntabilitas kinerja keuangan penyelenggaraan acara serta menghindari praktek korupsi. Catatan penting bahwa untuk mewujudkan hal tersebut memang bukan hal yang mudah. Dalam setiap perencanaan kegiatan pasti akan selalu hadir hal-hal yang menjadi penghambat atau menghalangi tercapainya tujuan. Oleh karena itu, dukungan dari semua pihak mulai dari pemerintah, unit kerja perpustakaan, organisasi profesi pustakawan, akademisi, swasta dan masyarakat sangat penting sehingga penerapan prinsip sustainable development (SD) bisa terlaksana dengan baik. Sudah saatnya, dunia kepustakawanan Indonesia melirik konsep SD untuk penyelenggaran acara dalam rangka menjalankan fungsi dan tujuannya sesuai undang-undang dengan menerapkan event sustainability management system (ESMS) ISO 20121 sehingga dapat tercapai tujuan dari konsep Sustainable Librarianship Event (SLE).
PROSIDING: Seminar Lokakarya Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia 2016
[ 266 ]
DAFTAR PUSTAKA Abbott, JL & Geddie, MW 2001, ‘Event and venue management: Minimizing liability through effective crowd management techniques’, Event Management, vol. 6, pp. 259–270. Available from: http://www.popcenter.org/problems/spectator_violence/PDFs/Abbott.pdf. [21 September 2016] BSI n.d., Getting started with ISO 20121 sustainable event management, The British Standards Institution, Available from: http://www.bsigroup.com/en-ID/ISO-20121-Sustainable-EventsManagement/Introduction-to-ISO-20121/. [21 September 2016] Holmes, K, Hughes, M, Mair, J & Carlsen, J 2015, Events and sustainability, Routledge, New York. INFID 2015, Dokumen hasil tujuan pembangunan berkelanjutan, International NGO Forum on Indonesian Development, Jakarta. ISO 2012a, ISO 20121:2012, Event sustainability management systems - Requirements with guidance for use, International Organization for Standardization, Switzerland. ISO 2012b, Sustainable event with ISO 20121, International Organization for Standardization, Switzerland. Jones, ML 2010, Sustainable event management: A practical guide, Earthscan, London. Jones, ML 2014, Sustainable event management: A practical guide, 2nd ed., Routledge, London. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia 2016, Pedoman pengelolaan sampah pada penyelenggaraan acara, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Jakarta Kementerian Sosial Republik Indonesia, Pedomen penyelenggaraan acara ramah penyandang disabilitas, Kementerian Sosial RI, Jakarta Lobato, ESC 2014, An assessment model to sustainable event management: LiderA model base and cases application, Universidade de Lisboa, Lisboa. Media Indonesia (21 September 2016), ‘Peran Perpustakaan Nasional dalam mencerdaskan kehidupan bangsa’, Media Indonesia. PNRI 2007, Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Jakarta. SGS Group Management SA 2012, Coca-cola GB gains ISO 20121 for London 2012: Case study. Available from: http://www.sgs.com/en/searchresults?s=COCACOLA+GB+GAINS+ISO+20121&dc=http. [21 September 2016] Symantec & MCI Sustainable Service 2014, Event sustainability report summary: Vision symposium 2014, Symantec, Amerika.
PROSIDING: Seminar Lokakarya Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia 2016
[ 267 ]