Prosiding Psikologi
ISSN: 2460-6448
Hubungan antara Persepsi Terhadap Dukungan Suami dengan Psychological Well Being pada Wanita Penderita Diabetes Melitus Tipe II Usia Dewasa Madya di RSUD Al Ihsan Relationship Between The Perception Of Husband’s Support With Psychological Well Being On Middle Aged Women With Diabetes Mellitus Type II In Rsud Al Ihsan 1
Intan Fitri Lestari, 2Endang Supraptiningsih, 3Stephani Raihana Hamdan
1,2,3
Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung, Jl. Tamansari No. 1 Bandung 40116 e-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected]
Abstract. People with diabetesmellitus experiencedmany changes in her life. Changing lifestyles include regular exercise, eating with nutritional rules and regular time, checking and routine treatment, and regulated rest patterns. Based on the survey results, these changes become psychological distress for patients whoare early diagnosed with diabetes mellitus type II. When experiencing psychological distress, there are people with diabetes mellitus type II that her husband provides support and also there are perceive that her husband does not give support to her. With different perceptions of husband’s support, people with diabetes mellitus type II are indicated to have highly psychological well being and low psychological well being. The purpose of this study is to obtain empirical data about how close relationship between the perception of husband’s support with psychological well being on middle aged women with diabetes mellitus type II in RSUD Al Ihsan. This study uses correlational method with 30 samples middle aged women with diabetes mellitus type II in RSUD Al Ihsan. The data were collected using a questionnaire based on social support theory by Sarafino & Smith (2011) and psychological well being by Ryff (1989). The obtained data is processed by Rank Spearman correlation test. The calculation results are rs=0.399 and ρ=0.014 which mean there is a significant positive relationship with a low degree of correlation. Keywords: Perception of Husband Support, Psychological Well Being, Diabetes Mellitus Type II, Middle Adulthood.
Abstrak. Penderita diabetes melitus mengalami banyak perubahan dalam kehidupannya. Pola hidup yang berubah antara lain olahraga yang harus dilakukan secara rutin, makan sesuai dengan aturan gizi dan waktu yang teratur, melakukan pemeriksaan dan pengobatan secara rutin, dan pola istirahat yang harus diatur. Berdasarkan hasil survey, perubahan-perubahan tersebut menjadi tekanan psikologis bagi para penderita saat awal didiagnosa menderita diabetes melitus tipe II. Ketika mengalami tekanan psikologis, terdapat penderita diabetes melitus tipe II memaknakan suami memberikan dukungan dan ada yang memaknakan suami tidak memberikan dukungan kepada dirinya. Dengan berbagai pemaknaan yang berbeda terhadap dukungan suami, terdapat penderita yang diindikasikan memiliki psychological well being yang tinggi dan psychological well being yang rendah. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh data empiris mengenai seberapa erat hubungan antara persepsi terhadap dukungan suami dengan psychological well being pada wanita penderita diabetes melitus tipe II usia dewasa madya di RSUD Al Ihsan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian korelasional dengan jumlah responden sebanyak 30 wanita penderita diabetes melitus tipe II usia dewasa madya di RSUD Al Ihsan. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner berdasarkan teori dukungan sosial yang dikembangkan oleh Sarafino & Smith (2011) dan psychological well being yang dikembangkan oleh Ryff (1989). Data yang diperoleh diolah dengan perhitungan uji korelasi Rank Spearman. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh rs=0,399 dan ρ=0,014 yang artinya terdapat hubungan positif yang signifikan dengan derajat korelasi yang rendah. Kata kunci: Persepsi terhadap Dukungan Suami, Psychological Well Being, Diabetes Melitus Tipe II, Dewasa Madya.
A.
Pendahuluan
Pada masa dewasa madya terjadi beberapa perubahan fisik dan yang menjadi fokus perhatian utama mengenai masalah kesehatan. Masalah kesehatan yang dialami yaitu berupa penyakit kronis, salah satunya penyakit diabetes melitus. Menurut WHO, diabetes melitus sering terjadi pada orang dewasa yaitu usia lebih dari 45 tahun. Pada tahun 2025, diperkirakan kebanyakan orang yang terkena diabetes melitus yaitu sekitar 718
Hubungan antara Persepsi Terhadap Dukungan Suami… | 719
usia 45-64 tahun (Diabetic Center RSUD Al Ihsan). Terdapat 2 tipe diabetes melitus menurut faktor penyebabnya yaitu diabetes melitus tipe I dan tipe II. Jumlah penderita diabetes melitus tipe II sebesar 90% dari total penderita diabetes di seluruh dunia (WHO, 2014). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan (RISKESDAS) tahun 2013 menyebutkan terjadi peningkatan prevalensi pada penderita diabetes melitus yang diperoleh berdasarkan diagnosa dokter atau gejala yaitu sebanyak 5.250.000 jiwa. Penderita diabetes melitus menyebar di seluruh provinsi. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang mempunyai jumlah penderita diabetes yang cukup tinggi. Sebagai ibukota Jawa Barat, Bandung merupakan salah satu kota di Jawa Barat dimana terdapat 10 persen penduduknya mengidap penyakit diabetes melitus (Tandra, 2008). Salah satu rumah sakit pemerintah provinsi Jawa Barat yaitu Rumah Sakit Umum Daerah Al Ihsan yang telah berhasil mendirikan Diabetic Center dan poli footcare untuk para penderita diabetes melitus. Penyakit diabetes melitus ini sebagian besar dapat dijumpai pada wanita dibandingkan laki-laki karena jumlah lemak pada wanita lebih besar dibandingkan laki-laki sehingga faktor risiko terjadinya diabetes pada wanita 3-7 kali lebih tinggi dibandingkan pada laki-laki yaitu 2-3 kali (Jelantik dan Haryati, 2013). Penderita diabetes yang berobat di RSUD Al Ihsan pun lebih banyak berjenis kelamin wanita dibandingkan laki-laki. Bulan Januari sampai Maret 2017, jumlah penderita diabetes melitus tipe II yang berjenis kelamin wanita dan berusia dewasa madya yaitu 88 orang.Penderita diabetes melitus mengalami banyak perubahan dalam kehidupannya. Pola hidup yang berubah antara lain pola makan, pola olahraga, pola istirahat, pemeriksaan dan pengobatan secara rutin (Falvo, 2005). Berdasarkan hasil wawancara dengan 10 penderita diabetes pada tanggal 19 Oktober 2016, 23 Maret 2017, dan 24 Maret 2017 diperoleh informasi mengenai halhal yang dialami subjek pada saat awal didiagnosa menderita diabetes melitus dalam upaya pengelolaan diabetes melitus. Subjek mengatakan bahwa subjek terkejut ketika mendapat diagnosa menderita diabetes melitus. Subjek merasa takut karena penyakit diabetes melitus tidak dapat disembuhkan. Subjek selalu memikirkan hal yang buruk akan terjadi kepadanya seperti bahwa subjek akan segera meninggal karena menderita penyakit diabetes melitus. Selain itu, subjek pun sering marah, sedih, dan mengeluhkan mengenai perubahan yang dialaminya setelah menderita diabetes melitus kepada orang-orang terdekatnya terutama kepada suaminya. Pada tahun pertama, subjek tidak nyaman dengan pola hidup setelah menderita yang harus dilakukan. Subjek pun merasa takut apabila subjek makan akan berdampak pada kesehatannya dan memutuskan memilih untuk tidak makan. Ketika subjek mengalami hal tersebut, subjek mengatakan bahwa suami sangat membantu subjek setelah subjek menderita diabetes melitus. Subjek memaknakan bahwa suami menjadi lebih perhatian kepada subjek,subjek selalu diberikan uang tiap bulan oleh suaminya untuk keperluan berobat dan membeli makanan atau bahan makanan yang sesuai dengan anjuran dokter, suami izin tidak masuk bekerja untuk mengantar subjek melakukan pemeriksaan rutin ke rumah sakit, mengingatkan dan memberi tahu subjek konsekuensi apabila subjek tidak mengikuti saran dokter, meluangkan waktu untuk melakukan kegiatan bersama subjek. Hal ini berbeda dengan subjek lain yang mengatakan bahwa suami acuh tak acuh terhadap subjek. Ketika subjek makan makanan yang berkadar gula tinggi, suami tidak menasehati subjek agar tidak makan makanan yang berkadar gula tinggi. Selain itu, subjek mengatakan bahwa subjek tidak pernah ditemani suaminya berobat ke rumah sakit karena suami sibuk Psikologi,Gelombang 2, Tahun Akademik 2016-2017
720 |
Intan Fitri Lestari, et al.
bekerja, suami tidak dapat menemani subjek berolahraga. Ketika di rumah, suami sering sibuk dengan gadget-nya. Berdasarkan data yang diperoleh mengindikasikan bahwa terdapat subjek yang mempersepsikan suami memberikan dukungan kepadanya dan terdapat subjek yang mempersepsikan suami tidak memberikan dukungan kepadanya. Hasil wawancara dengan 10 penderita diabetes melitus pun diperoleh informasi mengenai kemampuan diri subjek setelah mendapatkan dukungan dari suami. Terdapat 6 dari 10 subjek yang memiliki kemampuan atau sikap-sikap positif setelah didiagnosa menderita diabetes melitus yaitu seperti subjek memahami bahwa dirinya yang saat ini menderita diabetes dikarenakan pola hidupnya dulu yang tidak baik. Selain itu, subjek tidak pernah mengalami kesulitan dalam menjalani hubungan atau berinteraksi dengan orang lain. Subjek menjalin hubungan dengan orang lain sama seperti sebelum subjek mendapat diagnosa diabetes melitus bahkan subjek menjalin hubungannya lebih dekat dengan suaminya. Teman-teman subjek bertambah ketika subjek menderita diabetes melitus yaitu teman-teman yang juga menderita diabetes melitus. Subjek merasa bahwa subjek memilliki teman sependeritaan dengannya. Selain itu, subjek mampu melakukan pemeriksaan seorang diri ke RSUD Al Ihsan, subjek masih tetap bekerja walaupun subjek dilarang oleh suaminya untuk bekerja. Saat ini subjek tetap dapat mengatur keuangan keluarga dengan baik walaupun pengeluaran keuangan keluarga menjadi lebih besar setelah subjek menderita diabetes melitus. Subjek pun masih dapat mengatur waktunya untuk melakukan semua aktivitas yang harus subjek lakukan seperti melakukan pemeriksaan ke rumah sakit walaupun dirinya cukup sibuk karena bekerja, meluangkan waktunya untuk keluarga. Selain itu, subjek memiliki keinginan untuk sembuh walaupun sebenarnya subjek mengetahui bahwa penyakit diabetes melitus tidak dapat disembuhkan, namun setidaknya subjek tetap menjaga kesehatannya agar tidak menjadi lebih parah. Subjek melakukan apa yang dianjurkan oleh dokter mengenai apa saja yang harus dilakukan seperti pola makan, pola istirahat, olahraga, pemeriksaan, dan pengobatan secara rutin. Subjek selalu semangat untuk melakukan pola hidup sehat tersebut karena subjek memiliki keinginan yang kuat agar kesehatannya berubah menjadi lebih baik.Setelah menderita diabetes melitus, subjek menjadi seseorang yang lebih dekat dengan Allah SWT. Menurut subjek, hal tersebut menjadi salah satu hikmah yang dapat diambilnya. Selain itu, saat ini subjek dapat lebih mengontrol kadar gula darahnya dibandingkan pada saat tahun-tahun pertama didiagnosa menderita diabetes melitus karena subjek melakukan pola hidup sehat yang dianjurkan oleh dokter. Subjek mengatakan bahwa pola hidup sehat yang dijalankannya saat ini lebih baik daripada sebelumnya. Hal ini berbeda dengan 4 dari 10 subjek. Subjek memiliki kemampuan atau sikap-sikap negatif setelah didiagnosa menderita diabetes melitus. Subjek merasa terganggu dengan penyakit yang dideritanya karena banyak perubahan dalam kehidupannya. Saat ini, subjek sering menghindari interaksi yang terlalu lama dengan orang lain karena subjek merasa khawatir jika penyakitnya bisa menular kepada orang lain walaupun sebenarnya subjek mengetahui bahwa penyakit yang dideritannya tersebut tidak menular. Selain itu, subjek melakukan pemeriksaan ke rumah sakit ditemani oleh orang lain terutama suami subjek karena merasa tidak mampu untuk melakukan pemeriksaan seorang diri. Subjek punberhenti dari pekerjaannya setelah menderita diabetes melitus karena dilarang oleh suami subjek. Saat ini subjek sering mengalami kekurangan keuangan keluarga setelah menderita diabetes melitus. Selain itu, subjek sering merasa kesal karena subjek tidak pernah menyelesaikan rencanarencana yang sudah dibuatnya seperti ketika subjek ingin melakukan pekerjaan rumah Volume 3, No.2, Tahun 2017
Hubungan antara Persepsi Terhadap Dukungan Suami… | 721
namun hal tersebut tidak pernah subjek selesaikan karena subjek cepat merasa lelah.Akhir-akhir ini, subjek mengatakan bahwa subjek sudah putus asa mengenai penyakit yang dideritanya. Subjek lebih memilih untuk cepat diambil nyawanya karena sudah merasa lelah dan bosan untuk menghadapi penyakitnya yang tidak bisa disembuhkan tersebut. Subjek sering sekali menolak untuk melakukan pemeriksan ke rumah sakit. Subjek tidak memiliki harapan untuk sembuh karena subjek mengetahui bahwa penyakit diabetes melitus yang dideritanya tidak dapat disembuhkan.Seperti yang disebutkan sebelumnya, saat ini subjek sudah tidak bekerja. Alasan lain mengapa subjek berhenti bekerja karena subjek sudah tidak mampu bekerja seperti dulu. Subjek sering mengalami kecelakaan kecil ketika melakukan pekerjaan rumah seperti subjek sering terjatuh ketika membersihkan rumah dan sering terluka ketika memasak. Hasil wawancara yang telah diperoleh mengindikasikan mengenai psychological well being penderita diabetes melitus yaitu 6 dari 10 penderita diabetes melitus yang memiliki psychological well being tinggi dan 4 dari 10 penderita diabetes melitus yang memiliki psychological well being rendah. Berdasarkan hasil wawancara tersebut, terdapat perbedaan antara fenomena yang ditemukan oleh peneliti pada penderita diabetes melitus dengan penelitian lain. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Tri Rahayu (2014) yaitu menunjukkan bahwa dukungan sosial memiliki hubungan positif yang signifikan dengan psychological well being pada penderita diabetes melitus tipe II.Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai hubungan antara persepsi terhadap dukungan suami dengan psychological well being pada wanita penderita diabetes melitus tipe II usia dewasa madya di RSUD Al Ihsan. Tujuan penelitian ini yaitu untuk memperoleh data empiris mengenai seberapa erat hubungan antara persepsi terhadap dukungan suami dengan psychological well being pada wanita penderita diabetes melitus tipe II usia dewasa madya di RSUD Al Ihsan. B.
Landasan Teori
1. Psychological Well Being Ryff & Keyes (1995) menjelaskan konsep psychological well being sebagai suatu keadaan dimana individu mampu menerima dirinya apa adanya, mampu membentuk hubungan yang hangat dengan orang lain, memiliki kemandirian terhadap tekanan sosial, mampu mengontrol lingkungan eksternal, memiliki arti hidup, serta mampu mengembangkan potensi dirinya secara berkelanjutan. Psychological well being memiliki enam dimensi yang masing-masingnya menjelaskan tantangantantangan yang dihadapi individu untuk dapat berfungsi secara penuh dan positif. Dimensi-dimensi tersebut adalah self acceptance, positive relationship with others, autonomy, environmental mastery, purpose in life,dan personal growth. Self acceptance merupakan kemampuan individu menerima dirinya secara keseluruhan. Positive relationship with others merupakan kemampuan individu dalam membina hubungan yang baik dengan orang lain. Autonomy merupakan kemampuan individu untuk bebas namun tetap mampu mengatur hidup dan tingkah lakunya. Environmental mastery merupakankemampuan individu dalam menciptakan ataupun mengatur lingkungan sekitarnya agar sesuai dengan keinginan atau kebutuhannya. Purpose in life merupakan pemahaman yang jelas akan tujuan dan arah hidupnya, memegang keyakinan bahwa individu mampu mencapai tujuan dalam hidupnya, dan merasa bahwa pengalaman hidup memiliki makna. Personal growth merupakan potensi individu yang berkaitan dengan perkembangan diri secara berkelanjutan dan keterbukaan terhadap pengalaman-pengalaman baru (Ryff, 1989; Ryff & Singer, 1996; Ryff & Singer 2008). Psikologi,Gelombang 2, Tahun Akademik 2016-2017
722 |
Intan Fitri Lestari, et al.
2. Dukungan Sosial Sarafino & Smith (2011) mengemukakan dukungan sosial adalah kenyamanan, penghargaan, kepedulian, maupun bantuan dalam bentuk lainnya yang diterima individu dari orang lain ataupun dari kelompok. Dukungan sosial tidak hanya mengacu terhadap tindakan yang dilakukan oleh orang lain tetapi juga mengacu pada persepsi seseorang bahwa kenyamanan, kepedulian, dan bantuan yang tersedia dapat dimaknakan dukungannya. Dukungan sosial akan dipersepsi positif apabila individu memaknakan dukungan tersebut bermanfaat untuk dirinya. Sebaliknya, ketika individu mempersepsi secara negatif, dukungan yang diterimanya akan dimaknakan tidak bermanfaat dan tidak berarti sehingga individu memaknakan bahwa dirinya tidak dicintai, tidak dihargai, dan tidak diperhatikan.Menurut Sarafino & Smith (2011) bentuk-bentuk dukungan sosial meliputiemotional or esteem support, tangible or instrumental support, informational support, dan companionship support.Emotional or esteem support merupakan ungkapan empati, kepedulian, perhatian, penghargaan, dan semangat terhadap orang yang bersangkutan. Tangible or instrumental support merupakan dukungan yang berupa bantuan secara langsung dan nyata yang menunjukkan ketersediaan sarana untuk memudahkan perilaku menolong bagi individu yang menghadapi masalah dalam bentuk materi dan berupa pemberian kesempatan dan peluang waktu.Informational support merupakan dukungan yang berupa pemberian nasihat, arahan, saran-saran, atau penilaian tentang bagaimana individu melakukan sesuatu. Companionship support merupakan kesediaan orang lain untuk menghabiskan waktu secara bersama-sama, dengan demikian dapat memberikan rasa kebersamaan dalam suatu kelompok yang memiliki kesamaan minat dan melakukan aktivitas sosial bersama. C.
Hasil Penelitian
1. Hasil Pengujian Hipotesis Untuk membuktikan hipotesis hubungan antara variabel persepsi terhadap dukungan suami dan variabel psychological well being serta mengetahui derajat hubungan dalam penelitian ini digunakan analisis korelasi Rank Spearmandengan bantuan program SPPSVersion 17.0.Berdasarkan perhitungan statistik korelasi Rank Spearman dengan taraf signifikansi α = 0,05, diperoleh hasil koefisien korelasi sebesar rs = 0,399 yang menurut Guilford termasuk kedalam kriteria korelasi rendah. Berdasarkan perhitungan statistik pun dapat dilihat ρ = 0,014 maka H 0 ditolak dan dapat disimpulkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara persepsi terhadap dukungan suami dengan psychological well being pada wanita penderita diabetes melitus tipe II usia dewasa madya di RSUD Al Ihsan. Sedangkan hasil perhitungan korelasi antara dimensi persepsi terhadap dukungan suami dengan variabelpsychological well being secara keseluruhan: Tabel 1. Hasil perhitungan korelasi
Korelasi
Emotional or Esteem Support
Instrumental or Tangible Suppot
Informational Support
Companionship Support
Psychological Well Being
rs = 0,393
rs = 0,278
rs = 0,348
rs = 0,368
Volume 3, No.2, Tahun 2017
Hubungan antara Persepsi Terhadap Dukungan Suami… | 723
α = 0,016
D.
α = 0,069
α = 0,030
α = 0,023
Pembahasan
Individu yang terdiagnosa menderita penyakit diabetes melitus akan mengalami perubahan dalam pola hidupnya, seperti pola makan, pola istirahat, olahraga, pemeriksaan dan pengobatan rutin. Dalam pola makan, penderita diabetes telah ditentukan gizi dan standar makanan yang dianjurkan. Begitu juga dengan berolahraga, melakukan pengobatan secara rutin, dsb. Pola hidup yang berubah ini dapat membuat penderita diabetes melitus mengalami tekanan psikologis atau stres (Falvo, 2005). Salah satu faktor psikososial untuk dapat mengurangi tekanan psikologis atau stres pada individu yaitu dukungan sosial. Tujuan dari dukungan sosial ini adalah memberi dukungan dalam mencapai tujuan dan kesejahteraan hidup, dapat membantu perkembangan pribadi yang lebih positif, memberikan dukungan pada individu dalam menghadapi masalah hidup sehari-hari (Sarafino & Smith, 2011). Penelitian yang dilakukan oleh Tri Rahayu (2014) yaitu menunjukkan bahwa dukungan sosial memiliki hubungan positif yang signifikan dengan psychological well being pada penderita diabetes melitus tipe II.Berdasarkan hasil pengolahan data, diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara persepsi terhadap dukungan suami dengan psychological well being pada wanita penderita diabetes melitus tipe II usia dewasa madya di RSUD Al Ihsan. Salah satu penyebab persepsi terhadap dukungan suami dengan psychological well being memiliki hubungan positif yang signifikan adalah karena faktor budaya. Indonesia merupakan negara yang memiliki kebudayan kolektif. Kebudayaan kolektif lebih menekankan pada hubungan yang erat antar anggota keluarga dan masyarakat, serta individu lebih mementingkan norma dan nilai kelompok di atas kepentingan pribadinya. Hal ini mengakibatkan individu dengan yang lainnya saling ketergantungan yang ditandai dengan adanya hubungan yang hangat atau positif dengan orang lain. Adanya hubungan yang hangat atau positif dengan orang lain dapat memprediksi fungsi psikologis individu yaitu seperti kesenangan dan suasana hati individu yang positif (Ryff, 2001).Keeratan hubungan antara persepsi terhadap dukungan suami dengan psychological well being yaitu rendah. Ini dapat diartikan bahwa persepsi terhadap dukungan suami memiliki kontribusi untuk psychological well being penderita diabetes melitus tipe II. Berikut akan dibahas hubungan dimensi persepsi terhadap dukungan suami dengan variabel psychological well being yang memiliki koefisien korelasi yang paling besar dan kecil diantara keeratan hubungan yang rendah. Koefisien korelasi yang paling besar diantara keeratan hubungan yang rendah yaitu dimensi emotional or esteem support dengan psychological well being. Ini dapat diartikan bahwa dimensi emotional or esteem supportmemiliki kontribusi yang lebih besar pada psychological well being jika dibandingkan dengan dimensi persepsi terhadap dukungan suami lainnya. Salah satu bentuk emotional or esteem support yang dapat meningkatkan psychological well being yaitu ketika penderita diabetes melitus memaknakan suami selalu menyemangati ketika penderita merasa malas untuk jogging dan suami selalu menanyakan bagaimana hasil pemeriksaan laboratorium yang telah penderita lakukan. Pemaknaan tersebut dapat membuat penderita menjadi lebih mampu menerima dirinya apa adanya, mampu membentuk hubungan yang hangat dengan orang lain, memiliki kemandirian terhadap tekanan sosial, mampu mengontrol lingkungan eksternal, memiliki arti hidup, serta mampu mengembangkan potensi dirinya secara berkelanjutan.Berbeda dengan bentuk emotional or esteem Psikologi,Gelombang 2, Tahun Akademik 2016-2017
724 |
Intan Fitri Lestari, et al.
support lainnya yang dapat membuat psychological well being menjadi rendah yaitu ketika penderita diabetes melitus memaknakan suami diam saja ketika penderita makan berlebihan.Hubungan antara dimensi emotional or esteem supportdengan psychological well being memiliki kesamaan yaitu rata-rata penderita yang menderita diabetes selama 1-10 tahun dan yang memiliki status sebagai ibu rumah tangga mempersepsi negatif dimensi emotional or esteem supportdan memiliki psychological well being yang rendah. Begitupun sebaliknya, penderita yang menderita diabetes selama 11-20 tahun mempersepsi positif dimensi emotional or esteem supportdan memiliki psychological well being yang yang tinggi. Hal ini artinya bahwa semakin lama penderita menderita diabetes melitus maka akan semakin menurun tekanan psikologis yang dirasakan sehingga penderita dapat memiliki psychologicall well being yang tinggi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Amalia Firdaus (2013) yaitu menunjukkan bahwa semakin lama menderita diabetes melitus tipe 2, maka gejala depresi akan semakin menurun. Koefisien korelasi yang paling kecil yaitu dimensi tangible or instrumental support dengan psychological well being. Dimensi tangible or instrumental support dengan psychological well being tidak memiliki hubungan positif yang signifikan. Ini dapat diartikan bahwa dimensi tangible or instrumental supporttidak memiliki kontribusi pada psychological well being. Salah satu bentuk tangible or instrumental support yaitu ketika penderita diabetes melitus memaknakan suami memberi uang tiap bulan kepada penderita untuk keperluan berobat. Hal tersebut belum tentu dapat membuat penderita mampu menerima dirinya apa adanya, mampu membentuk hubungan yang hangat dengan orang lain, memiliki kemandirian terhadap tekanan sosial, mampu mengontrol lingkungan eksternal, memiliki arti hidup, serta mampu mengembangkan potensi dirinya secara berkelanjutan. E.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan antara persepsi terhadap dukungan suami dengan psychological well being pada wanita penderita diabetes melitus tipe II usia dewasa madya di RSUD Al-Ihsan dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara persepsi terhadap dukungan suami dengan psychological well being. Hubungan ini memiliki arah positif yaitu semakin positif persepsi terhadap dukungan suami, maka semakin tinggi pula psychological well being, sebaliknya semakin negatif persepsi terhadap dukungan suami, maka semakin rendah pula psychological well being. Daftar Pustaka Alwisol. (2009). Psikologi kepribadian edisi revisi. Malang: UMM Press. American Diabetes Association. (2006). Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. doi: 10.2337/dc14-S081 Arikunto, S. (2010). Prosedur penelitian: suatu pendekatan praktik (edisi revisi). Jakarta: Rineka Cipta. Atkinson, R.L, dkk. (2010). Pengantar psikologi jilid satu. Tanggerang: Interkasara Balitbang Kemenkes RI. (2013). Riset kesehatan dasar (RISKESDAS) 2013. Jakarta: Balitbang Kemenkes RI. Crowther, C.A, et.al. (2005). Effect of treatment of gestational diabetes mellitus on pregnancy outcomes, 352, 2477-2486. doi: 10.1056/nejmoa042973 Engger. (2015). Adaptasi ryff psychological well-being scale dalam konteks indonesia. Volume 3, No.2, Tahun 2017
Hubungan antara Persepsi Terhadap Dukungan Suami… | 725
Universitas Sanata Dharma, Fakultas Psikologi. Falvo, Donna. (2005).Medical and psychosocial aspects of chronic illness and disability, thirdedition. Jones and Bartlett Publishers: Sudbury Firdaus, Amalia. (2013) Hubungan lamanya menderita diabetes melitus tipe 2 terhadap tingkat depresi pada pasien poli penyakit dalam RSD Dr. Soebandi Jember. Universitas Jember, Fakultas Kedokteran. Gallegos-Carrillo, et. al. (2009). Relationship between social support and the physical and mental wellbeing of older Mexican adults with diabetes. Revista de Investigación Clínica/ Vol. 61, Núm. 5/ Septiembre-Octubre, 2 009/ pp 383-391 Keyes, C. L., Shmotkin, D., and Ryff, C. D. (2002). Optimizing well-being: the empirical encounter of two traditions.J. Pers. Soc. Psychol., 82, 1007-1022. Jelantik, & Haryati. (2014). Hubungan faktor risiko umur, jenis kelamin, kegemukan, dan hipertensi dengan kejadian diabetes melliyus tipe II di wilayah kerja puskesmas mataram. (Media Bina Ilmiah Vol 8 No.1,2014). Kerner, W., et.al. (2014). Definition, classification, and diagnosis of diabetus mellitus, 122 (7), 384-386. doi: 10.1055/s-0034-1366278 Materi Edukasi Diabetes Melitus. (2016). Bandung: Diabetic Center RSUD Al-Ihsan. Noor, Hasanuddin. (2009). Psikometri: aplikasi dalam penyusunan instrumen pengukuran perilaku. Bandung: Jauhar Mandiri. Olson, D.H., DeFrain, J. (2010). Marriages and family: intimacy, diversity, and strengths (7th ed). New York: The McGraw-Hill Companies. Panduan Pengelolaan Diabetes Melitus (Jilid 1). Bandung: Diabetic Center RSUD AlIhsan. Pertiwi, Intan. (2015). Hubungan dukungan pasangan dan efikasi diri dengan kepatuhan menjalani pengobatan pada penderita diabetes mellitus tipe II. Universitas Muhammadiyah Surakarta, Fakultas Psikologi. Putri, D. P. K., & Lestari, S. (2015). Pembagian peran dalam rumah tangga pada pasangan suami istri Jawa. Surakarta: Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Rahayu, Tri. (2014). Hubungan antara dukungan sosial dengan kesejahteraan psikologis pada penderita diabetes melitus tipe 2. Surakarta: Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Ryff, C. (1989). Happiness is everything, or is it? Explorations on the meaning of psychological well-being. Journal of Personality and Social Psychology., 57, 1069-1081. Ryff, C. D., & Essex, M. J. (1992). The interpretation of life experience and well-being: the sample case of relocation. Psychol. Aging, 7, 507-517. Ryff, C. D., & Keyes, C. L. (1995). The structure of psychological well-being revisited. J. Pers. Soc. Psychol., 69, 719-727. Ryff, C. D., & Singer, B. (1996). Psychological well-being: meaning, measurement, and implications for psychotherapy research. Psychother. Psychosom., 65, 14-23. Santrock, J.W. (2002). Life-span development (perkembangan masa hidup) edisi kelima jilid II. New York: The McGraw-Hill Companies. ___________. (2011). Life-span development (perkembangan masa hidup) edisi ketigabelas Jilid I. New York: The McGraw-Hill Companies. Sarafino, E. P., & Smith, T. W. (2011). Health psychology;biopsychosocial interactions. United States of America: John Wiley & Sons, Inc. Psikologi,Gelombang 2, Tahun Akademik 2016-2017
726 |
Intan Fitri Lestari, et al.
Sigelman, C.K., & Rider, E.A. (2009). Life-span human development. Belmont, CA: Wadsworth, Cengage Learning. Sugiyono. (2010). Metode penelitian pendidikan kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Suyono, S. (2009). Diabetes melitus di Indonesia: buku ajar ilmu penyakit dalam jilid III edisi V. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Tandra, H. (2008). Segala sesuatu yang harus anda ketahui tentang diabetes. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umum. Taylor, Shelley E. (2012). Health psychology (eighth edition). New York: The McGraw-Hill Companies. Tuomilehto, J., et. al. (2001). Prevention of type 2 diabetes melllitus by changes in lifestyle among subjects with impaired glucose tolerance, 344,1343-1350. doi: 10.1056/NEJM200105033441801 WHO. (2014). Diabetes (online), diakses tanggal 14 Desember 2016. http://www.who.int/topics/diabetes_mellitus/en/.
Volume 3, No.2, Tahun 2017