Prosiding Psikologi
ISSN: 2460-6448
Kualitas Hidup Penderita Diabetes Mellitus Tipe II Peserta Prolanis di Puskesmas Moch. Ramdhan Bandung Quality of Life in Prolanis Participants with Type II Diabetes Mellitus at Puskesmas Moch. Ramdhan Bandung 1
Indah Sasi Kirana, 2 Agus Budiman
1,2
Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung, Jl. Tamansari No.1 Bandung 40116 Email :
[email protected],
[email protected]
Abstract. Diabetes Mellitus (DM) is a disease that is incurable and suffered a lifetime. With suffering from diabetes, the patient should go on a diet as control of blood sugar levels, patients also have restrictions that apply only to them. Body fatigue lead to people limit their social activities. Psychological problems such as anxiety to the demands of handling DM to change the pattern of life too often. These problems affect the quality of life of patients. Required health programs necessary for the control of chronic diseases such as diabetes mellitus. In Indonesia there is a Chronic Disease Management Program (Prolanis) which aims to create an optimal quality of life for people with diabetes. Based on the phenomenon, they found participants Prolanis dissatisfied and negative assess the current life related to physical life, psychologically and socially when they follow Prolanis. This relates to the quality of life of patients with DM. According to David Cella, quality of life is the individual assessment on the satisfaction of the conditions experienced at this time when compared with the perception they think is ideal, the situation related to Physical well-being, Psychological well-being and Social well-being due to disease or treatment that the patient receive. The purpose of this study is to describe a lot of quality of life of people with diabetes Prolanis participants. The method used is a descriptive study with 23 subjects. The data collection is done by using a measuring instrument with a Likert scale quality of life. Based on calculations of data showed that 60% of patients displaying lower quality of life, and 40% of patients displaying high quality of life. Lowest owned sufferers aspect is the aspect of psychological well-being. Keywords: Diabetes Mellitus, Quality of Life, Prolanis
Abstrak, Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit yang tidak bisa disembuhkan dan diderita seumur hidup. Dengan menderita DM, penderita harus melakukan diet sebagai pengendalian kadar gula darah, penderita juga memiliki pembatasan yang hanya berlaku pada dirinya. Tubuh yang mudah lelah mengakibatkan penderita membatasi aktifitas sosialnya. Permasalahan psikologis seperti cemas terhadap tuntutan penanganan DM untuk mengubah pola hidup juga sering muncul. Permasalahan tersebut mempengaruhi kualitas hidup penderita. Diperlukan program kesehatan yang diperlukan untuk pengendalian penyakit kronis seperti DM. Di Indonesia terdapat Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) yang bertujuan untuk menciptakan kualitas hidup yang optimal bagi penderita DM. Berdasarkan fenomena, masih ditemukan peserta Prolanis yang menilai negatif mengenai kehidupannya saat ini yang berkaitan dengan kehidupan fisik, psikologis dan sosial padahal mereka mengikuti Prolanis. Hal ini berkaitan dengan kualitas hidup penderita DM. Menurut David Cella, kualitas hidup adalah penilaian individu atas kepuasan pada keadaan yang dialami ini bila dibandingkan dengan persepsi yang menurut mereka ideal, keadaan tersebut terkait dengan Physical well-being, Psychological well-being dan Social well-being akibat penyakit maupun pengobatan yang pasien terima. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kualtas hidup penderita diabetes peserta Prolanis. Metode yang digunakan yaitu Studi Deskriptif dengan jumlah 23 subjek. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan alat ukur kualitas hidup dengan skala likert. Berdasarkan hasil perhitungan data didapatkan hasil bahwa sebesar 60% penderita menampilkan kualitas hidup yang rendah, dan 40% penderita menampilkan kualitas hidup yang tinggi. Aspek terendah yang dimiliki penderita adalah aspek psychological well-being. Kata kunci : Diabetes Mellitus, Kualitas Hidup, Prolanis
424
Kualitas Hidup Penderita Diabetes Mellitus Tipe II Peserta Prolanis...| 425
A.
Pendahuluan
Penyakkit Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit kronik berupa gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak yang disebabkan kurangnya sekresi atau adanya resistensi insulin (Taylor, 2006). Taylor (2006) menggunakan klasifikasi diabetes Tipe I dan II. Tipe I, Insulin-Dependent Diabetes Mellitus (IDDM), yaitu diabetes yang tergantung pada insulin. Tipe II, Non-Insulin-Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM), yaitu diabetes yang tidak tergantung dengan insulin. Data di Indonesia tidak memilhkan antara diabetes Tipe I dan II. Namun, menurut Suyono (2013) di Indonesia penderita diabetes Tipe I sangat jarang. Oleh karena itu, penelitian ini akan dilakukan pada penderita diabetes Tipe II. Hidup sebagai penderita Diabetes Mellitus mengahruskan penderita melakukan diet sebagai dasar utama pengendalian kadar gula dalam darah, penderita juga memiliki pembatasan-pembatasan yang hanya berlaku bagi penderita DM, seperti pengaturan apa, kapan, dan seberapa banyak makanan yang harus dimakan, pengaturan jadwal, jenis dan intensitas olah raga ataupun kegiatan lainnya. Obat diabetik dan insulin, serta pembatasan-pembatasan tersebut diduga akan menimbulkan stres bagi yang bersangkutan (Sri Surtini, 2012). Permasalahan psikologis juga sering muncul dan mengiringi perkembangan penyakit DM yaitu adanya kecemasan terhadap tuntutan penanganan DM untuk mengubah pola hidup. Perubahan pola hidup yang harus dijalani penderita DM tipe 2 dapat menimbulkan emosi negatif serta konflik yang terjadi dalam diri penderita. Munculnya emosi negatif berupa rasa bersalah, cemas, marah, dan sedih dapat menyebabkan penderita mengkonsumsi jenis makanan yang tidak dianjurkan. Kondisi ini apabila tidak ditangani secara serius akan mempengaruhi proses penyembuhan dan dapat menghambat aktivitas kehidupan sehari-hari yang selanjutnya berdampak negatif pada harga diri, semangat juang dan kualitas hidup (Fisher et al, dalam Anita 2010). Reaksi pada penderita DM sering tampak adanya situasi yang menyebabkan bahwa orang merasa tidak berdaya dan merasa tidak mampu untuk mengendalikan penyakitnya, karena kadar gula dapat naik tiba-tiba bahkan turun secara tiba-tiba. Hal tersebut membuat penderita DM menjadi mudah tersinggung, mersasa berbeda dengan orang lain sehingga membuat penderita tidak percaya diri, merasa terbebani oleh pembatasan makanan, merasa dirinya tidak berarti dan terkadang mereka merasa tidak dapat menerima dirinya (Fisher et al, dalam Anita 2010). BPJS kesehatan menerapkan Program Pengelolaa Penyakit Kronis (Prolanis) yang diselenggarakan oleh Puskesmas Moch. Ramdhan Bandung. Prolanis adalah suatu sistem pelayanan kesehatan dan pendekatan proaktif yang dilaksanakan secara terintegrasi yang melibatkan Peserta, Fasilitas Kesehatan dan BPJS Kesehatan dalam rangka pemeliharaan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan yang menderita penyakit kronis. Tujuan Prolanis ini adalah mendorong peserta penderita penyakit kronis mencapai kualitas hidup yang optimal. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah memperoleh data empirik mengenai kualitas hidup pada penderita Diabetes Mellitus Tipe II di Puskesmas Moch. Ramdhan Bandung. B.
Landasan Teori
David Cella (dalam gynecologic oncology, 1990) mengemukakan bahwa kualitas hidup didefinisikan sebagai penilaian individu atas kepuasan pada keadaan yang dialami saat ini bila dibandingkan dengan persepsi yang menurut mereka ideal, keadaan tersebut terkait dengan kesehatan fisik, psikis dan sosial akibat penyakit maupun pengobatan yang pasien terima. Aspek-aspeknya terdiri dari physical wellPsikologi, Gelombang 2, Tahun Akademik 2015-2016
426 |
Indah Sasi Kirana, et al.
being, psychological well-being, dan social well-being. Dimensi-dimensi yang digunakan dalam penelitian ini, menurut David Cella, secara umum kualitas hidup digambarkan oleh tiga dimensi utama, yaitu: physical well-being (physical functiion, and physical symptom), psychological well-being (emotional and cognitive) dan social well-being. Physical well-being mengacu pada penilaian pasien atas fungsi dan hal-hal yang mengganggu secara fisik. Physical well-being mewakili persepsi atas kombinasi dari gejala penyakit yang dialami, efek samping tindakan pengobatan. Penilaian physical well-being ini akan berbeda-beda setiap individunya. Pasien yang dapat menggabungkan pengalaman tindakan pada suatu kesimpulan yang positif akan memiliki pemahaman physical well-being yang lebih baik. Penghayatan pasien yang positif ini akan menghindarkan pasien dari ketidakpahaman gejala sebagai efek samping yang membahayakan. Psychological well-being mewujudkan aspek kualitas hidup seseorang yang berhubungan dengan rasa kesejahteraan, kepuasan dengan kehidupan atau rasa keseluruhan dari tujuan dan makna. Fungsi psikologis terkait dengan keadaan mental individu. Keadaan mental mengarah pada mampu atau tidaknya individu menyesuaikan diri terhadap berbagai tuntutan perkembangan sesuai dengan kemampuannya, baik tuntutan dari dalam diri maupun dari luar dirinya. Social well-being diartikan sebagai hubungan antara dua individu atau lebih dimana tingkah laku individu tersebut akan saling mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki tingkah laku individu lainnya (Power dalam Lopez & Synder, 2003). Mengingat manusia adalah mahluk sosial maka dalam hubungan sosial ini, manusia dapat merealisasikan kehidupan serta dapat berkembang menjadi manusia seutuhnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup adalah usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan status pernikahan. Bain, dkk (2003) menemukan adanya perbedaan antara kualitas hidup antara laki-laki dan perempuan, dimana kualitas hidup laki-laki cenderung lebih tinggi daripada kualitas hidup perempuan. responden yang berusia ≥ 50 tahun pada umumnya menerima kondisinya sebagai penderita DM dan lebih memiliki keinginan tinggi untuk mempertahankan kesehatan terutama kadar gula darahnya dibandingkan yang berusia antara < 50 tahun. Terdapat pengaruh positif dari pendidikan terhadap kualitas hidup subjektif namun tidak banyak. pekerjaan berhubungan dengan kualitas hidup tinggi pada pria maupun wanita. Dengan memiliki pekerjaan meghasilkan kuaitas hidup yang lebih tinggi. Pada pria maupun wanita, individu dengan status menikah memiliki kualitas hidup yang lebih tinggi. C.
Hasil Penelitian
Penelitian ini merupakan studi deskriptif dengan pengukuran menggunakan kuesioner yang dilakukan kepada 23 penderita diabetes peserta Prolanis. Hasil dari uji validitas yang digunakan menggunakan korelasi Rank-Spearman didapatkan 24 item valid. Uji reliabilitas yang dilakukan menggunakan metode cronbach alpha (α) didapatkan nilai 0,768 sehingga alat ukur dinyatakan reliable. Menurut David Cella, penderita yang memiliki kualitas hidup rendah karena menampilkan ketiga aspeknya rendah atau salah satu aspeknya berada dalam kondisi yang rendah. Ketika terdapat salah satu aspek yang rendah atau kurang maka dapat dikatakan kualitas hidupnya rendah. Sedangkan yang dikatakan kualitas hidup tinggi atau baik jika kondisi ketiga aspeknya berada dalam keadaan yang seimbang. Ketiga aspek dikatakan seimbang, jika ketiga aspeknya termasuk dalam kategori yang sama, yaitu tinggi sehingga hal tersebut menunjukkan kualitas hidup yang baik atau tinggi. Berikut adalah hasil penelitian yang telah dilakukan Volume 2, No.2, Tahun 2016
Kualitas Hidup Penderita Diabetes Mellitus Tipe II Peserta Prolanis...| 427
Tabel 1. Tabulasi Kualitas Hidup
Kategori
f
Presentase
Rendah
14
60%
Tinggi
9
40%
Total
23
100%
Diagram 1. Distribusi Kualitas Hidup
Kualitas Hidup Tinggi
40% 60%
Kualitas Hidup Rendah
Berdasarkan tabel dan diagram diatas, didapatkan data bahwa sebanyak 14 subjek memiliki kualitas hidup yang rendah yaitu sebesar 60 %, sedangkan sebanyak 9 subjek memiliki kualitas hidup yang tinggi yaitu sebesar 40%. Dengan demikian, dapat dikatakan mayoritas peserta Prolanis memiliki kualitas hidup yang rendah. Diagram 2 Perbandingan Aspek Kualitas Hidup Kategori Rendah 78%
70% 80% 60%
30%
43%
57% 22%
40% 20% 0% Physical wellbeing
Psychological well-being Tinggi
Social wellbeing
Rendah
Berdasarkan diagram 2, aspek terendah yang dimiliki peserta Prolanis adalah aspek Psychological well-being, sedangkan aspek tertinggi adalah aspek Social wellbeing. Pada penderita diabetes yang menampilkan kualitas hidup rendah dikarenakan aspek psychological well-being yang juga rendah. Aspek ini berhubungan dengan rasa Psikologi, Gelombang 2, Tahun Akademik 2015-2016
428 |
Indah Sasi Kirana, et al.
kesejahteraan, kepuasan dengan kehidupan, mampu tidaknya individu menyesuaikan diri terhadap berbagai tuntutan kehidupannya dengan menderita penyakit diabetes. Hal ini menunjukkan bahwa penderita diabetes merasa kurang puas akan kehidupan yang telah dijalaninya. Mereka merasakan dengan menderita diabetes yang tidak bisa disembuhkan sangat membebani kehidupannya. Penilaian yang masih negatif pada kondisi psikologisnya membuat penderita merasa tidak tenang dan tidak nyaman dalam menjalani kehidupannya, sehingga berpengaruh dengan penilaian penderita terhadap kesejahteraan hidupnya sekalipun dalam kondisi sakit karena merasa terbatas dan tidak dapat optimal ketika melakukan suatu aktivitas. Pada aspek Physical well-being, didapatkan hasil bahwa penderita diabetes lebih banyak yang menampilkan aspek physical well-being tinggi, hal ini dapat dijelaskan bahwa kegiatan Prolanis yang diikutinya dapat membantu penderita menilai diri bahwa hal-hal yang mengganggu secara fisik seperti tubuh yang mudah lelah, rutinnya melakukan olahraga, aktivitas yang terbatas karena menderita diabetes, pola tidur yang terganggu dipandang sebagai bukan hal yang membebani dan tidak dijadikannya hambatan untuk beraktivitas. Begitu pula dengan aspek Social well-being, kegiatan Prolanis yang diikuti membantu penderita merasa puas dengan kehidupan sosialnya. Terlihat dari hasil perhitungan menunjukkan bahwa Social well-being yang dimiliki penderita diabetes banyak yang tinggi. Mereka merasa senang saat berinteraksi dan ikut serta dan terlibat dalam kegiatan sosial serta mempertahankan dan menjaga hubungan dengan orang lain seperti membagi pengalaman dengan sesama penderita melalui interaksi langsung maupun melalui media sosial. Tidak hanya penderita yang menampilkan kualitas hidup yang rendah saja, melainkan sebanyak 9 orang atau sebesar 40% penderita yang termasuk ke dalam kategori kualitas hidup tinggi. Hal ini ditunjang dengan data ketiga aspek yang ditampilkan penderita seluruhnya berada dalam kategori tinggi. Artinya, kondisi fisik yang sakit maupun dampak negatif yang didapatkan dari lingkungan tidak membuat mereka menjadi terhambat dalam melakukan aktivitas. D.
Simpulan
Sebagian besar yaitu 60 % atau sebanyak 14 orang penderita diabetes memiliki kualitas hidup yang rendah, artinya penderita masih menilai negatif kualitas hidupnya dan merasa tidak puas dalam menjalani hidup dengan kondisi sakit. Sedangkan, sebesar 40 % atau sebanyak 9 orang penderita diabetes menampilkan kualitas hidup tinggi, artinya meskipun dengan kondisi yang sakit penderita merasa puas dalam menjalani hidupnya dan tetap optimis dalam menjalani hidupnya. Berdasarkan hasil pengukuran aspek-aspek kualitas hidup pada penderita diabetes peserta Prolanis, bagi penderita yang memiliki kualitas hidup tinggi yaitu sebanyak 9 orang ketiga aspeknya berada dalam kategori tinggi. Sedangkan, untuk 14 penderita yang memilki aspek kualitas hidup rendah sebagian besar penderitanya menampilkan aspek psychological well-being yang rendah. Daftar Pustaka Antari, Rachmawati, 2013. Besar Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kualitas Hidup Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Di Poliklinik Interna RSUP Sanglah. Tesis. Arikunto, Suharsimi. 2002. Manajemen Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta. Bilous, Rudy., Donelly Richard. 2015. Buku Pegangan Diabetes Edisi Keempat. Jakarta: Volume 2, No.2, Tahun 2016
Kualitas Hidup Penderita Diabetes Mellitus Tipe II Peserta Prolanis...| 429
Bumi Medika. Cella, David. 2010. Quality of Life in Neurological Disorders. (www.neuroqol.org) Fayers, Peter M. Machin, David.2000. Quality of Life – Assessment, Analysis &Interpretation. New York: Wiley. Hasanat, Nida Ul. 2015. Manajemen Diri Diabetes. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. Disertasi. Hidayat, T., 2010. Prolanis, Upaya Peningkatan Kualitas Hidup dan Pelayanan Bagi Peserta. Jakarta: Info ASKES. Mulyani, Sri Surtini. 2012. Studi Deskriptif Mengenai Kualitas Hidup pada Remaja Pnderita Thalassemia Mayor di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung. Ningtyas, Dwi Wahyu. 2013. Analisis Kualitas Hidup Pasien Diabetes Mellitus Tipe II di RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan. Jember: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember. Kementrian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Odgen, Jane. 2007. Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Sarafino, Edward P. 2007. Health Psychology: sixth edition. New York: Wiley. Siegel, Sidney. 1997. Statistik Nonparametrik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. WHO QOL. 1997. Measuring Quality of Life. Wijaya, Anita. 2010. Hubungan Tipe Health Locus of Control dengan Perilaku Compliance pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di RS. Hasan Sadikin Bandung. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung. Yamin, Sofyan. 2014. SPSS Complete. Jakarta: Salemba Infotek.
Psikologi, Gelombang 2, Tahun Akademik 2015-2016