1 Buana Sains Vol 12 No 2: 1-8, 2012
PROSES PEMBUATAN ETHANOL SEMIKONTINYU MELALUI REKAYASA ALAT FERMENTOR FLUIDISASI Fathorrahman, A. Swastika S, N. Yuliana dan S.P. Abrina A PS. Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Univeritas Tribhuwana Tunggadewi
Abstract Bioetanol is alternative fuel substitute potentially and ethanol is a process of biomass fermentation by using microorganisms. This research is a solution of obstacles faced in fermentation process of batch, which is more commonly used ethanol that is the existance of production of ethanol which will poison microorganisms in fermentation process and even stop the growth and production of ethanol. The research result is expected to give possibility to produce technological innovation by knowing maximum results of the opening of flow rate to the ethanol productivity and efficiency process and quality of product. This technology possibly applied as effective and efficient technology for ethanol production system. The method of this research uses system of semi continue using fluidisasi fermentation using saccharomyces cerevisiae amobilzed which can improve effectiveness the process of manufacture ethanol less than 50 hours faster than conventional fermentation (in batch) commonly the results obtained only maximally 13,85 for 72 hours (3 days). The results showed that the process of semi continue fluidisasi fermentation is amobilized it done only for 24 hours and obtained 20% ethanol level of 300 opening rate of fluid flow, 22% ethanol level of 600 opening rate of fluid flow, and 23% ethanol level of 900 opening rate of fluid flow. Key words: fermentation, fluidisasi, ethanol.
Pendahuluan Alkohol atau ethanol adalah bahan kimia yang banyak digunakan dalam industri sebagai pelarut atau solvent dan juga sebagai bahan baku industri kimia pembuatan Etil Asetat. Hampir semua kegiatan industri: farmasi, industri minuman/makanan, bidang kedokteran, industri kimia dan lain-lain memerlukan ethanol. Selama dua dasa warsa banyak dipakai sebagai bahan bakar yang disebut Gasohol yaitu campuran bensin dan ethanol dengan komposisi 10% ethanol dan 90% bensin. Salah satu program pemerintah dalam pemakaian bioethanol sebagai campuran bensin (disebut bahan bakar gasohol) dalam bidang
transportasi akan meningkatkan pemakaian bioethanol di Indonesia. Ethanol yang dipakai untuk bahan bakar atau campuran bahan bakar memerlukan konsentrasi yang tinggi (mendekati 100%). Untuk industri farmasi atau untuk keperluan sterilisasi dibidang kedokteran, alkohol atau ethanol yang dipakai tidak perlu konsentrasi yang tinggi (tidak perlu mendekati 100%), akan tetapi konsentrasi yang dibutuhkan kurang lebih sekitar 70-80%. Ethanol untuk keperluan ini dikategorikan sebagai alkohol food grade, untuk itu mulai bahan baku, bahan pembantu dan juga pengencer bahan baku (yang berupa air) serta bahan aditive yang dipakai haruslah yang food grade, baik pada saat fermentasi (proses
2 Fathorrahman, A. Swastika S, N. Yuliana dan S.P. Abrina A / Buana Sains Vol 12 No 2: 1-8, 2012
pembuatan ethanol) maupun pada saat destilasi (proses pemurnian ethanol). Produksi ethanol yang dikembangkan saat ini dapat dibuat dari bahan baku yang mengandung glukosa, pati, dan selulosa. Glukosa dapat berasal dari kandungan molases yang dikonversi secara langsung menjadi ethanol. Penggunaan molases lebih ekonomis, ditinjau dari harga bahan baku yang relatif murah yang merupakan hasil samping dari pembuatan gula (Hepworth, 2005). Proses fermentasi konvensional pada umumnya dijalankan dengan proses batch, sebagai upaya untuk memudahkan kontrol proses fermentasi dari kontaminasi mikroorganisme, namun proses ini mempunyai kendala yaitu konsentrasi ethanol yang dihasilkan cukup rendah karena produksi ethanol yang terakumulasi akan meracuni mikroorganisme pada proses fermentasi. Akumulasi dari produk terlarut yang bersifat racun akan menurunkan secara perlahan-lahan dan bahkan dapat menghentikan pertumbuhan serta produksi dari mikroorganisme (Minier dan Goma, 1982). Selain itu produktivitas ethanol dari proses batch sangat kecil karena membutuhkan waktu yang lama sekitar 50 jam untuk menghasilkan ethanol yang pada umumnya hasil yang diperoleh hanya maksimal diperoleh 13,85 selama 72 jam (3 hari), pemanfaatan bakteri yang hanya mampu dipakai sekali dalam setiap fermentasi juga merupakan kelemahan proses batch yang harus dicari solusinya. Amobilisasi terfluidisasi memiliki aplikasi yang luas karena karakteristik perpindahan panasnya yang sangat baik. Hal ini didukung oleh berubahnya sifat dari amobilisasi tersebut menjadi seperti fluida sehingga perpindahan panas yang terjadi adalah secara konveksi. Dengan demikian, partikel dan gas yang memasuki amobilisasi terfluidisasi segera mencapai suhu unggun dan partikel dalam unggun bersifat
isothermal pada semua situasi. Keadaan isothermal disebabkan oleh pencampuran yang merata dan area kontak yang luas antara gas dan partikel.
Gambar 1. Unggun diam Bila suatu fluida cair atau gas dialirkan melalui unggun (tumpukan partikel), penurunan tekanan (pressure drop) fluida akibat dari hambatan padat, dimana P2
Gambar 2. Unggun terfluidakan Jika laju alir (aliran gas) dinaikkan maka pressure drop oleh tahanan partikel padat juga meningkat , ΔP meningkat. Fenomena ini disebut fenomena minimum, terjadi ketika laju alir fluida mencapai laju alir minimum yang dibutuhkan untuk proses fluidisasi. Pada kondisi ini partikel–partikel padat mulai terekspansi
Gambar 3. Unggun fluidized bed
3 Fathorrahman, A. Swastika S, N. Yuliana dan S.P. Abrina A / Buana Sains Vol 12 No 2: 1-8, 2012
Jika laju alir fluida terus ditingkatkan, partikel padat mulai bergerak dan terangkat sampai terjadi suspense sempurna (fluidized bed), ΔP konstan. Fenomena ini disebut fenomena smooth terjadi saat kecepatan dan distribusi aliran fluida merata, densitas dan distribusi partikel dalam amobilisasi sama atau homogeny sehingga ekspansi pada setiap partikel padatan seragam. Dengan menggunakan sistem fluidisasi pada proses fermentasi ini diharapkan hasil ethanol yang tinggi dan lebih efektif selama proses fermentasi berlangsung, dimana jika menggunakan secara konvensional atau secara bacth butuh waktu selama 72 jam. Untuk mendasari penelitian ini ada beberapa peneliti yang menghasilkan kadar ethanol secara batch selama porses fermentasi lebih dari 24 jam antara lain adalah Jepriyadi dan Subhani (2011) menyatakan bahwa kadar etanol tertinggi 5,6% dihasilkan pada komposisi 12 gram khamir dilakukan dalam waktu 72 jam. Nofendri dan Rochani (2012) menyimpulkan juga bahwa konsentrasi gula larutan molases yang optimal adalah 18%, dengan kadar etanol yaitu 13,85% dan lama fermentasi 72 jam. Periadnadi (1985) mempunyai pendapat dari hasil penelitiannya bahwa fermentasi terhadap nila aren dengan menggunakan Saccharomyces Cerevisiae menghasilkan kadar alkohol yaitu 12,3% dalam waktu 14 hari. Jusfah (1990) mempunyai argumentasi pula dari penelitiannya bahwa selama proses fermentasi mendapatkan kadar alkohol yaitu 12,03% dengan menggunakan bahan baku batang pisang dengan lama fermentasi 72 jam. Sota (2011) dari penelitiannya pula menyatakan bahwa kinerja khamir Saccharomyces Cereviseae pada pH 4,5 sehingga menghasilkan kadar ethanol sebesar 5,6% selama 72 jam. Untuk mencari solusi terhadap kelemahan tersebut, maka pada produksi ethanol dari molases ini dapat dilakukan
dengan proses fermentasi secara semikontinyu dalam fermentor fluidisasi yang merupakan teknik rekayasa alat pada proses fermentasi dengan menggunakan enzim Saccharomyces Cerevisiae yang teramobilisasi dengan agar-agar, sehingga mampu meningkatkan efektivitas proses pembuatan ethanol kurang dari 50 jam lebih cepat dari pada fermentasi konvensional (sistem batch), dan diharapkan ethanol yang dihasilkan memiliki konsentrasi yang tinggi (Dias et. al, 2000 dan Widjaya et. al, 2010). Produksi ethanol dilakukan dengan proses fermentasi menggunakan bakteri Saccharomyces Cerevisiae, karena Saccharomyces Cerevisiae memiliki toleransi suhu yang rendah sehingga relatif mudah diatur pada suhu ruang (Elevri dan Putra, 2006). Saccharomyces Cerevisiae dikenal sebagai salah satu spesies ragi yang mempunyai daya konversi gula menjadi ethanol yang cukup tinggi yaitu 8-12%. Saccharomyces Cerevisiae mempunyai laju fermentasi dan laju pertumbuhan yang cepat, tahan terhadap ethanol tinggi, tahan terhadap garam tinggi, pH optimum fermentasi rendah, temperatur optimum fermentasi sekitar 25-300C serta tahan terhadap stress fisika dan kimia. Perumusan Saccharomyces Cerevisiae mampu mengubah glukosa menjadi ethanol secara efisien dan cepat merupakan peluang yang penting untuk meningkatkan produktivitas pada proses pembuatan ethanol. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hasil yang maksimal dari bukaan rate feed/laju alir aliran terhadap produktivitas ethanol serta pengaruhnya terhadap efisiensi proses dan kualitas hasil ethanol. Metode Penelitian Metode fermentasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode fluidisasi semikontinyu. Media mikroorganisme akan
4 Fathorrahman, A. Swastika S, N. Yuliana dan S.P. Abrina A / Buana Sains Vol 12 No 2: 1-8, 2012
difermentasi dengan cara fermentasi fluidisasi. Adapun alat yang digunakan adalah berupa tangki silinder sebanyak 2 buah yang disebut fermentor fluidisasi dan tangki filtrat, berbahan stainlees dengan volume masing-masing 10 L dan 15 L. Fermentor fluidisasi berguna untuk memfermentasikan molases dengan menggunakan Saccharomyces Cerevisiae yang diamobilisasi dengan agar-agar. Alat ini dilengkapi dengan kaca pengintai untuk mengetahui proses di dalam fermentor fluidisasi dan labu leher angsa yang berfungsi untuk membuang CO2 yang keluar melalui fermentor fluidisasi. Fungsi dari amobilisasi ini adalah untuk membuat sel menjadi tidak bergerak atau berkurang ruang geraknya sehingga sel menjadi terhambat pertumbuhannya dan subtrat yang diberikan hanya digunakan untuk menghasilkan produk. Proses fermentasi ini dengan cara mencampurkan NPK dan Urea ke dalam cairan molasses yang dimasukkan ke dalam tangki filtrat untuk selanjutkan dialirkan ke dalam fermentor fluidisasi yang di dalam terdapat khamir Saccharomyces Cereviseae yang diamobilisasi dengan agar-agar. Proses tersebut berlangsung selama 1 jam dengan mengatur bukaan laju alir aliran filtrat (300, 600, 900) yang terlebih dahulu melakukan pengenceran molasses dengan konsentrasi glukosa menjadi 15%, 20%, 25% dan 30% sebagai variabel. Hasil yang keluar sebagai produk ethanol dianalisa dengan menggunakan GC. Prosedur penelitiannya adalah di dalam tangki filtrat molasses diencerkan dengan air di dalam baskom menjadi 15%, 20%, 25%, 30% (variabel) kadar gula yang ditentukan sehingga volume larutan mencapai 8 L. Larutan molases disaring dan dimasukkan ke dalam ember sebagai wadah untuk mencampur bersama Urea dan NPK sebelum dimasukkan ke dalam tangki filtrat. Urea dihaluskan, di timbang sebanyak 70 g dan dimasukkan ke dalam
ember. NPK dihaluskan, di timbang sebanyak 14 g dan dimasukkan ke dalam ember. Campurkan larutan molasses, Urea dan NPK diaduk perlahan kemudian dimasukkan kedalam tangki filtrat dan ditutup rapat. Selanjutnya dimasukkan di fermentor fluidisasi dengan membuat amobilisasi dari campuran Saccharomyces Cerevsiae dan agar-agar dengan perbandingan 1:3 g. Setelah dibuatkan amobilisasi, disaring diambil amobilisnya yang sudah terbentuk. Masukkan ke dalam fermentor fluidisasi, diisi sebanyak 1/3 bagian volume total tangki fermentor fluidisasi 10 L (3 L). Selanjutnya melakukan proses fermentasi fluidisasi yaitu dengan membuka aliran dari tangki filtrat dengan bukaan perlahan sesuai dengan variabel (300, 600, 900) menuju fermentor fluidisasi, dialirkan secara over flow. Kegiatan ini dilakukan selama 1 jam kemudian hasilnya diambil dari tangki filtrat. Analisa kadar ethanol ditentukan dengan menggunakan GC. Hasil dan Pembahasan Hasil fermentasi fluidisasi yang mengandung ethanol dianalisa kadarnya menggunakan alat alkoholmeter. Data mengenai pengaruh bukaan laju alir fluida terhadap hasil kadar ethanol disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Data nilai kadar ethanol (%) pada bukaan laju alir fluida Bukaan laju alir fluida (o) 30 60 90
Kadar ethanol (%) 20 22 23
Mengenai pengaruh bukaan laju alir fluida terhadap hasil kadar ethanol disajikan pada Gambar 4.
5 Fathorrahman, A. Swastika S, N. Yuliana dan S.P. Abrina A / Buana Sains Vol 12 No 2: 1-8, 2012
Gambar 4. Hubungan antara bukaan laju alir fluida terhadap kadar ethanol Pada Gambar 4. menunjukkan bahwa semakin besar bukaan laju alir fluida, maka semakin besar pula kadar ethanol yang dihasilkan dari fermentasi fluidisasi, hal ini dikarenakan karena sel menjadi tidak bergerak atau berkurang ruang geraknya sehingga sel menjadi terhambat pertumbuhannya dan substrat yang diberikan hanya digunakan untuk menghasilkan produk.
gaya seret akan menyebabkan unggun mengambang dan menyebabkan tahanan terhadap aliran udara mengecil, sampai akhirnya gaya seret tersebut cukup untuk mendukung gaya berat partikel unggun. Kemudian unggun terfluidisasikan dan sistem padat/fluida menunjukkan sifatsifat seperti fluida (fluidized bed/fluidisasi sempurna). Jadi dapat digambarkan bahwa pada bukaan laju alir fluida 30o terletak pada titik A yaitu partikel (amobilisasi sel) masih diam, pada bukaan laju alir fluida 60o terletak pada titik B dimana amobilisasi sel mulai terfluidakan, dan pada bukaan laju alir fluida 90o terletak pada titik BC yaitu amobilisasi sel mengalami fluidisasi sempurna (fluidized bed). Pada penelitian ini untuk melakukan bukaan laju alir fluida menggunakan pompa stainless steel dengan spesifikasi antara lain power 0,7 Kw, kapasitas 350 L/menit, head max 20 meter, daya hisap max 7 m terbuat dari SS316 Rooled Steel Sheet, jadi permukaan halus dan gesekan cairan rendah. Pada bukaan laju alir fluida 30o menghasilkan kadar etanol sebesar 20%, hal ini terjadi karena laju alir fluida kurang dari laju minimum yang dibutuhkan untuk proses awal fluidisasi. Pada laju alir yang cukup rendah butiran padat akan tetap diam karena gas hanya mengalir melalui ruang antar partikel tanpa menyebabkan perubahan susunan partikel tersebut. Keadaan yang demikian disebut unggun diam. Hasil pengamatan dari bukaan laju alir fluida 30o dari suatu partikel unggun yang terfluidisasi dapat diilustrasikan seperti pada gambar di bawah ini.
Gambar 5. Pressure drop dan tinggi unggun Pada Gambar 5. menunjukkan bahwa kecepatan superficial rendah, unggun mula-mula diam (fixed bed). Jika kemudian kecepatan superficial dinaikkan (unggun mulai terfluidakan), maka pada suatu saat
Gambar 6. Hasil pengamatan pada bukaan laju alir fluida 30o
6 Fathorrahman, A. Swastika S, N. Yuliana dan S.P. Abrina A / Buana Sains Vol 12 No 2: 1-8, 2012
Pada gambar tersebut di atas terlihat bahwa pada partikel padatan (amobilisasi sel) tidak mengalami gerakan yang banyak atau sebagai unggun diam. Hal ini dikarenakan solid di dalam fermentor fluidisasi cenderung berkumpul lebih rapat sehingga partikel dan gas yang memasuki amobilisasi terfluidisasi terjadi pencampuran yang kurang merata dan area kontak yang kurang luas antara gas dan partikel. Pada bukaan laju alir fluida 60o menghasilkan kadar ethanol sebesar 22%, hal ini terjadi karena laju alir fluida mencapai laju alir minimum yang dibutuhkan untuk proses fluidisasi. Pada laju alir (aliran gas) dinaikkan maka pressure drop oleh tahanan partikel padat (amobilisasi sel) juga meningkat, ΔP meningkat. Pada kondisi ini partikelpartikel padat mulai terekspansi. Hasil pengamatan dari bukaan laju alir fluida 60o dari suatu partikel unggun yang terfluidisasi diilustrasikan pada gambar di bawah ini.
menyebabkan pencampuran yang lebih merata dari pada unggun diam sehingga area kontak yang lebih luas antara gas dan partikel. Pada bukaan laju alir fluida 90o menghasilkan kadar ethanol sebesar 23%, hal ini terjadi karena kecepatan dan distribusi aliran fluida merata, densitas dan distribusi partikel dalam amobilisasi sama atau homogeny sehingga ekspansi pada setiap partikel padatan seragam. Pada laju alir fluida ini terus ditingkatkan, maka partikel padat mulai bergerak dan terangkat sampai terjadi suspense sempurna (fluidized bed), ΔP konstan. Hasil pengamatan dari bukaan laju alir fluida 90o dari suatu partikel unggun yang terfluidisasi dapat diilustrasikan seperti pada gambar di bawah ini.
Gambar 8. Hasil pengamatan pada bukaan laju alir fluida 90o
Gambar 7. Hasil pengamatan pada bukaan laju alir fluida 60o Pada Gambar 7 terlihat bahwa laju alir dinaikkan akan sampai pada suatu keadaan dimana unggun padatan akan terpisahkan satu sama lain sehingga dapat bergerak dengan lebih mudah. Pada kondisi butiran yang dapat bergerak ini disebut hidrostatik. Hal ini karena besarnya pressure drop di dalam unggun padatan terfluidakan sehingga memberikan energi yang diperlukan untuk mengetahui indikasi tentang kelakuan unggun selama operasi berlangsung sehingga terjadi perpindahan panas secara konveksi dan partikel dalam unggun bersifat isothermal yang
Pada Gambar 8 terlihat bahwa dalam fluidisasi amobilisasi dengan molasses sebagai fluida, Partikel-partikel bergerak menjauh satu sama lain dan gerakannya bertambah hebat dengan meningkatnya kecepatan, tetapi densitas amobilisasi ratarata pada suatu kecepatan tertentu sama di semua bagian amobilisasi. Proses ini disebut fluidisasi partikulat dan bercirikan ekspansi hamparan yang cukup besar tetapi seragam pada kecepatan tinggi. Amobilisasi terfluidisasi memiliki aplikasi yang luas karena karakteristik perpindahan panasnya yang sangat baik. Hal ini didukung oleh berubahnya sifat dari amobilisasi tersebut menjadi seperti fluida sehingga perpindahan panas yang terjadi adalah secara konveksi. Dengan demikian, partikel dan gas yang memasuki amobilisasi
7 Fathorrahman, A. Swastika S, N. Yuliana dan S.P. Abrina A / Buana Sains Vol 12 No 2: 1-8, 2012
terfluidisasi segera mencapai suhu unggun dan partikel dalam unggun bersifat isothermal pada semua situasi sehingga terjadi pencampuran yang merata dan area kontak yang luas antara gas dan partikel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan sangat jelas dengan hasil peneliti terdahulu dimana hasil kadar ethanol yang diperoleh lebih tinggi (20-23%) dalam waktu fementasi selama 24 jam jika dibandingkan dengan Nofendri dan Rochani (2012) yang mendapatkan hasil kadar ethanol dari bahan molasses sebesar 13,85% dengan lama fermentasi selama 72 jam. Demikian juga Sota (2011) bahwa dari hasil penelitiannya didapatkan kadar ethanol sebesar 5,6% dalam waktu 72 jam fermentasi. Kesimpulan 1. Amobilisasi terfluidisasi mampu mengurangi pengaruh substrat inhibitor yang meracuni sel pada proses fermentasi. 2. Fermentasi fluidisasi semikontinyu mampu meningkatkan produktivitas ethanol dan prosesnya 48 jam lebih cepat dibandingkan dengan menggunakan sistem batch yang memerlukan rata-rata 72 jam untuk fermentasi. 3. Bukaan laju alir fluida berpengaruh pada kadar ethanol saat proses fermentasi selama 24 jam. 4. Kadar ethanol yang dihasilkan berkualitas antara 20% sampai dengan 23%, dimana rata-rata jika menggunakan fermentasi secara batch (konvensional) hanya menghasilkan paling tinggi 13,85%. Ucapan Terima Kasih Terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah mendukung kegiatan
penelitian ini terutama pihak Dikti dalam program PKMP tahun 2011 yang telah mendanai penelitian ini. Selanjutnya terima kasih kepada Laboratorium Teknik Kimia dan Laboratorium Kimia Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang yang telah membantu menfasilitasi penelitian ini. Daftar Pustaka Dias, J. C. T., Rezende, R. P. and Linardi, V. R. 2000. Biodegradation of Acetonitrile by Cells of Candida guilliermondii UFMGY65 Immobilized in Alginat, k-Carrageenan and Citric Pectin, Departemen Mikrobiologi, Instituto de Ciencias Biologicas, Brasil. Elevri, P. S dan Putra, S. R. 2006. Produksi Ethanol Menggunakan Saccharomyces Cerevisiae Yang Diamobilisasi Dengan Agar Batang, Akta Kimindo Vol. 1 No. 2 April 2006: 105-114, Jurusan Kimia FMIPA ITS. Surabaya. Hepworth, M. 2005. Technical, Environmental and Economic Aspects of Unit Operations for the Production of Bioethanol from Sugar Beet in the United Kingdom. CET IIA Exercise 5, Corpus Christi College. Jepriyadi dan Subhani. 2011. Pemanfaatan Limbah Gula Untuk Pembuatan Ethanol Yang Dipengaruhi Oleh Komposisi Khamir Pada Proses Fermentasi. Skripsi Sarjana Teknik Kimia. Fakultas Teknik. UNITRI. Malang. Jusfah, J. 1990. Pemanfaatan Limbah Batang Pisang Sebagai Bahan Baku Pembuatan Alkohol Secara Fermentasi. Seminar Hasil Penelitian Bidang Eksakta. FMIPA UNAND. Padang. Minier, M and Goma, G. 1982. Ethanol Production by Extractive Fermentation. J Biotechnology and Bioengineering 34, hal 1565-1579. Nofendri, R dan Rochani, A. 2012. Pengaruh Konsentrasi Gula Larutan Molases Terhadap Kadar Etanol Pada Proses Fermentasi. Skripsi Sarjana Teknik Kimia, Fakultas Teknik. UNITRI Malang. Periadnadi. 1985. Penggunaan S. cerevisiae Hansen dalam Memfermentasi Nila Aren.
8 Fathorrahman, A. Swastika S, N. Yuliana dan S.P. Abrina A / Buana Sains Vol 12 No 2: 1-8, 2012
Tesis Sarjana Biologi. FMIPA UNAND. Padang. Purba, E. 2008. Karakteristik Hydrodinamika Fluida Pada Reaktor Fluidized Bed Menggunakan Sistem Chemical Looping Combustion. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi II Jurusan Teknik Kimia. UNLAM. Lampung. Sota, M. M. 2011. Pengaruh pH Terhadap Kualitas Produk Ethanol Dari Molasses Melalui Proses Fermentasi. Skripsi Sarjana
Teknik Kimia. Fakultas Teknik. UNITRI. Malang. Widjaya, T., Hariani, N., Darmawan, R. dan Gunawan, S. 2010. Teknologi Immobilisasi Sel ca-Alginat Untuk Memproduksi Ethanol Secara Fermentasi Kontinyu Dengan Zymomonas Mobilis Termutasi. Seminar Rekayasa Kimia dan Proses ISSN: 1411-4216, Jurusan Teknik Kimia ITS. Surabaya.