1
PROSES HUKUM TERHADAP ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DALAM TINDAK PIDANA PENGGELAPAN
JURNAL ILMIAH
Oleh : I PUTU DIRGANTARA D1A 110 163
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM MATARAM 2014
2
PROSES HUKUM TERHADAP ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DALAM TINDAK PIDANA PENGGELAPAN
JURNAL ILMIAH
Oleh : I PUTU DIRGANTARA D1A 110 163
Menyetujui Pembimbing Pertama
H. Fatahullah,SH.,MH. Nip.19561231 198603 1 021
3
PROSES HUKUM TERHADAP ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DALAM TINDAK PIDANA PENGGELAPAN I PUTU DIRGANTARA D1A 110 163 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM 2014 ABSTRAK Pada hakikatnya yang mencangkup peraturan perundang-undangan hukum pidana dan diantara tindak pidana adalah tindak pidana penggelapan yang mungkin dapat dilakukan oleh siapa saja termasuk anggota Polri. Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui proses hukum terhadap anggota Polri dalam tindak pidana penggelapan dan hambatan-hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan proses pemeriksaan terhadap anggota Polri. Penulis menggunakan penelitian Epiris yaitu penelitian hukum yang bersumber dari penelitian lapangan dan kepustakaan. Berdasarkan hasil penelitian proses penyidikan terhadap anggota Polri ternyata ada perbedaan dengan warga sipil lainnya sesuai dengan ketentuan KUHAP dan hambatannya mengenai kepangkatan dan ikatan senior dan junior dalam Korps Polri. Kata Kunci : Proses hukum terhadap anggota Polri THE LEGAL PROCESS AGAINST THE MEMBER OF INDONESIAN NATIONAL POLICE IN EMBEZZLEMENT CRIME ABSTRACT In essence,thelegislationcoverscriminal lawandcriminal offensesamongevasionare a criminal offensethatmaybecommitted byanyone, includingmembers of the police. Preparation of this paperaims to determine thelegal proceedingsagainstmembers of the policeincrime ofembezzlementand obstaclesencounteredin the implementationprocess ofthe examination ofmembers of the Police. The author usesresearchEpirisielegal researchderivedfromfield researchandliterature. Based on the resultsof the investigationagainstmembers of the policeturns outthere isa differencewithotherciviliansin accordancewiththe provisions ofthe Criminal Procedure Codeand theconstraintson therankandthe seniorandjuniorbondsinthe PoliceCorps. Keywords: Legal proceedingsagainstmembers of the Police
1
I.
PENDAHULUAN Tindak kriminal atau tindak pidana dewasa ini sebagaimana diketahui bersama telah mengalami perkembangan baik dari segi modus operandinya, maupun dari sisi pelakunya.Khusus bila dilihat dari sisi pelakunya, sebelumnya kita ketahui bahwa umumnya yang menjadi pelaku tindak pidana adalah orang-orang sipil biasa. Namun dalam perkembangan yang terjadi dewasa ini, tindak pidana tersebut tidak saja dilakukan oleh orang sipil, namun telah banyak dilakukan oleh oknum- oknum yang justru menjadi aparat penegak hukum, seperti misalnya dilakukan oleh oknum aparat/anggota kepolisian yang notabene seharusnya ia menjadi penegak hukum dan pelindung/pengayom masyarakat. Sebagaimana diketahui bahwa dalam hubungan dengan kedudukan kelembagaan Tentara Nasional Indonesia ( TNI ) dengan Polisi Republik Indonesia ( POLRI ), di dalam Tap. MPR No.VI/MPR/2002, dinyatakan bahwa : “Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia secara kelembagaan terpisah sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing. Tindak pidana pada hakikatnya adalah perbuatan yang mencangkup peraturan perundang- undangan hukum pidana dan diantara tindak pidana adalah tindak pidana penggelapan yang diatur dalam Kitab UndangUndang Hukum Pidana (KUHP) Buku II Bab XXIV Pasal 372 Kitab Undang- undang Hukum Pidana (KUHP) yang mungkin dapat dilakukan oleh siapa saja termasuk anggota Polri. Bahwa sekalipun anggota Polri
2
sebagai aparat penegak hukum jika melakukan tindak pidana, maka kenyataanya harus dilakukan proses hukum
dan harus dipertanggung
jawabkan secara hukum. Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi pokok masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: a.Bagaimanakah proses hukum terhadap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang melakukan tindak pidana penggelapan?b.Hambatan-hambatan apa yang ditemui di dalam pelaksanaan proses pemeriksaan terhadap anggota polri sebagai tersangka tindak pidana penggelapan? Tujuan Penelitian : a. Untuk mengatahui proses hukum terhadap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang melakukan tindak pidana penggelapan.b. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang ditemui di dalam pelaksaaan proses pemeriksaan terhadap anggota Polri sebagai tersangka tindak pidana penggelapan.Manfaat Penelitian : a. Secara akademisUntuk memenuhi persyaratan dalam mencapai derajat Strata Satu (S1) Program Studi Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Mataram.b. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi ilmu pengetahuan hukum dalam pengembangan hukum pidana c. Secara praktis penelitian ini dapat diharapkan bisa menjadi bahan pertimbangan dan sumbangan pemikiran serta dapat memberikan kontribusi dan solusi kongkrit bagi para pejabat/ aparat terkait dalam proses penegakan hukm terhadap anggota Polri.
3
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian empiris dengan menggunakan metode pendekatan yuridis, pendekatan konseptual, pendekatan empiris.Sumber dan Jenis data yang bersumber dari penelitian kepustakaan dan lapangan yang meliputi data primer dan data sekunder. Tehnik /cara memperoleh data primer yaitu dengan wawancara yang berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah disiapkan dan tehnik/cara memperoleh data sekunder yaitu dengan mengumpulkan bahan-bahan kepustakaan berupa peraturan perundangundangan, buku, karya- karya tulis, jurnal yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Sedangkan analisis data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis selanjutnya dianalisis dengan metode kualitatif deskritif
yaitu
menguraikan
data,
menyelaraskan,
menyimpulkan untuk menjawab pokok masalah.
kemudian
4
II.
PEMBAHASAN Proses Hukum Terhadap Anggota Polri Dalam Tindak Pidana Penggelapan 1. Dasar Pelaksanaan Proses Hukum Anggota Polri Dalam pelaksanaan proses hukum terhadap anggota Polri diperlukan dasar hukum yang dipakai sebagai landasan yuridis formil di dalam melakukan tindak terhadap setiap anggota Polri yang melakukan tindak pidana. Adapun dasar hukum yang dimaksud adalah Kitab Undang-Undang Hukum Acara Piadana (Undang- undang No 8 Tahun1981). Sehubungan dengan subyek yang menjadi tersangka atau terdakwa adalah anggota Polri, maka selain KUHAP ada beberapa peraturan perundang- undangan yang dipergunakan sebagai landasan hukum dalam pelaksanaan proses hukum terhadap anggota Polri yang melakukan tindak pidana sebagai berikut: a) Undang- undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia b) Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2003 Tentang Pelaksanaan Teknis Institusional Peradilan Umum Bagi Anggota Polri 2. Proses Pelaksanaan Penyidikan Terhadap Tersangka Anggota Polri Pedoman kerja dalam pelaksanaan pemeriksa ini adalah Peraturan Pemerintah Nomor: 1 Tahun 2003 tentang pemberhentian anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor: 2 Tahun 2003 tentang peraturan disiplin anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Peraturan Kapolri (PerKap) Nomor: 16 Tahun 2011 tentang kode etik profesi Polri.
5
Sesuai ketentuan peraturan Kapolri Nomor: 16 Tahun 2011 tentang kode etik profesi Polri pada Pasal 19 menentukan bahwa sidang komisi kode etik Polri dilakukan terhadap 3 (tiga) jenis pelanggaran yaitu: a. b. c.
Pelanggaran kode etik profesi Polri,. Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor: 1 Tahun 2003 tentang pemberhentian anggota Polri Pasal 13 PP No. 2 Tahun 2003 tentang peraturan disiplin anggota Polri Pemeriksaan terhadap anggota Polri dilaksanakan sesuai jenjang
kepangkatan yakni sesuai ketentuan Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2003 tentang pelaksanaan teknis institusional peradilan umum bagi anggota Polri dimana pemeriksaan terhadap anggota Polri dalam
rangka
penyidikan
dilakukan
dengan
memperhatikankepangkatan. Dari hasil penelitian penyusun mendapat 4 (empat) jenis sanksi/hukuman yang dikenakan terhadap anggota Polri
yang
melakukan tindak pidana penggelapan. Keempat jenis sanksi/hukuman tersebut dapat dilaksanakan meskipun belum adanya hasil keputusan sidang kode etik profesi Polri yakni berturut-turut penempatan ditempat khusus, diberhentikan dari jabatan yang bersifat demosi, pemberhentian sementara gaji dan pemberhentian dari anggota Polri, khusus untuk pemberhentian dilaksankan setelah dilaksanakannya sidang kode etik
6
profesi Polri yang merekomendasikan pemecatan yang diajukan kepada atasan Ankum dalam hal ini adalah kepala kepolisian daerah. Dari uraian tersebut di atas dapat penyusun simpulkan bahwa dalam proses penyidikan terhadap tersangka anggota Polri, pada dasarnya dilakukan sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dengan mengingat, memperhatikan dan berpedoman kepada ketentuan-ketentuan yang mengatur secara khusus bagi tersangka anggota Polri sebagaimana diuraikan di atas. 3. Proses Pelaksanaan Penuntutan dan Pemeriksaan di Depan Pengadilan Terhadap Terdakwa Anggota Polri Dalam pelaksanaanya, pemberian hukuman dalam hal tindak pidana penggelapan ini merupakan hasil dari proses penyelidikan dan penyidikan oleh Polri kemudian pelaksanaan penuntutan oleh Kejaksaan dan pada akhirnya pemeriksaan sidang dan penjatuhan hukuman oleh Hakim dalam suatu sidang pengadilan. Anggota Polri yang melakukan tindak pidana penggelapan diadukan/dilaporkan oleh masyarakat, anggota Polri atau sumber lain yang dapat dipertanggung jawabkan yang disampaikan pada pimpinan anggota Polri tersebut, seksi profesi dan pengamanan atau serta pelayanan kepolisian terpadu. Pengetahuan adanya tindak pidana ini terjadi dikarenakan : 1) 2)
Pengetahuan penyelidik atau penyidik sendiri Tertangkap tangan (Pasal 1 butir 18 KUHAP)
7
3) 4)
Adanya laporan (Pasal 1 butir 24 KUHAP) Adanya pengaduan (Pasal 1 butir 25 KUHAP) Berikut penyusunan paparan hasil penelitian terhadap anggota
Polri yang melakukan tindak pidana penggelapan : 1.kasus posisi; 2. Dakwaan jaksa; 3. Tuntutan jaksa penuntut umum; 4. Pledoi terdakwa; 5. Putusan hakim. Sebagaimana halnya pada proses penyidikan yang dilakukan terhadap anggota Polri seperti yang telah diuraikan di atas, maka proses penuntutan dan pemeriksaan di depan pengadilan terhadap anggota Polri yang melakukan tindak pidana, pada hakekatnya juga didasarkan
kepada
ketentuan
KUHAP,dengan
mengingat
dan
memperhatikan ketentuan-ketentuan khusus yang berlaku bagi penuntutan dan pemeriksaan di depan pengadilan terhadap terdakwa anggota Polri. Selanjutnya dari ketentuan Pasal 11 PP No. 3 Tahun 2003, dapat diketahui pula bahwa : “ Penuntutan terhadap terdakwa anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia di lingkungan peradilan umum dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Kemudian ketentuan Pasal 12 PP No. 3 Tahun 2003,menyatakan bahwa : “Pemeriksaan di muka sidang pengadilan dilakukan oleh Hakim Peradilan Umum sesuai dengan hukum acara dan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
8
Hambatan-Hambatan Yang Dihadapi Dalam Proses Terhadap Anggota Polri Yang Melakukan Tindak Pidana
Hukum
Berdasarkan keterangan AKBP JEKI RAHMAT MUSTIKA, SIK Kasubdit II Reskrim Polda NTB selaku penyidik, pada intinya menyatakan bahwa hambatan yang terjadi pada tahap pelaporan. Hal inilah yang dirasakan sebagai faktor penghambat, karena hal itu dirasakan memakan waktu lebih lama. Sebelum diperoleh putusan hasil pemeriksaan dari Unit Provost, maka proses pemeriksaan penyidikan belum dapat dilaksanakan. Kemudian lebih lanjut hambatan yang dapat terjadi pada tahap pemeriksaan di tingkat penyidikan yang dirasakan sebagai faktor penghambat adalah ketentuan mengenai kepangkatan bagi penyidik yang melakukan penyidikan.Sebagaimana lingkungan
yang diketahui bahwa di dalam
Korps Kepolisian berlaku aturan atau ikatan senior dan
junior. Dengan adanya ikatan tersebut, maka jelas bahwa akan menjadi masalah apabila yang diperiksa pangkatnya lebih tinggi dari yang memeriksa sehingga akan terjadi bahwa hasil pemeriksaan tidak akan maksimal dan bahkan akan gagal. Selanjutnya pada tahap penuntutan dan pemeriksaan di muka sidang pengadilan, menurut keterangan Jaksa Penuntut Umum OMAR DHANI SH,M Hum, menyatakan bahwa pada dasarnya pada tahap penuntutan tidak ada hambatan yang sampai membuat proses penuntutan menjadi terganggu.
9
III.
PENUTUP Simpulan Berdasarkan uraian yang dikemukakan pada bab I sampai dengan bab IV, maka dapat dikemukakan beberapa simpulan sebagai berikut : 1. Proses hukum baik proses penyidikan maupun penuntutan bagi anggota Polri yang menjadi tersangka dalam tidak pidana, pada dasarnya tidak ada perbedaan dengan proses penyidikan terhadap warga sipil lainnya, yaitu sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang berlaku. 2. Hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan proses pemeriksaan terhadap anggota Polri sebagai tersangka atau terdakwa dalam tindak pidana penggelapan adalah pada umumnya terjadi di dalam proses pemeriksaan pada tahap pelaporan dan tahap penyidikan meliputi : a. Pada tahap pelaporan, adalah karena bagi anggota Polri yang terlibat sebagi tersangka, maka sebelum dibuatkan laoran resmi dalam bentuk Laporan Polisi, dilakukan pemeriksaan awal oleh Provost guna memastikan apakah laporan tersebut merupakan tindak pidana atau hanya pelanggaran disiplin. Sebelum diperoleh putusan hasil pemeriksaan dari unit Provost, maka proses pemeriksaan penyidikan belum dapat dilaksanakan. Hal ini yang dirasakan sebagi faktor penghambat karena hal itu dirasakan memakan waktu. b. Pada tahap penyidikan yang dirasakan sebagai faktor penghambat adalah ketentuan mengenai kepangkatan bagi penyidik yang melaksanakan penyidikan (Pasal 5 PP. No. 3 Tahun 2003). Karena di dalam lingkungan Korps Kepolisian berlaku ikatan senior dan
10
junior, maka hal tersebut jelas akan menjadi masalah apabila yang diperiksa pangkatnya lebih tinggi dari yang memeriksa, sehingga kemungkinan hasil pemeriksaan tidak akan maksimal dan bahkan kemungkinan akan gagal. Saran-saran Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan tersebut di atas , penyusun dapat memberikan beberapa saran sebagai berikut : 1. Perlu dilakukan pengawasan dan peningkatan disiplin anggota Polri agar tidak melakukan tindakan-tindakan yang dapt menurunkan martabat Polri sebagai penegak hukum. 2. Bagi anggota Polri yang diberikan tugas sebagai penyidik harus dapat melakukan tugasnya secara tegas dengan tidak terpengaruh kepada factor-faktor diluar tugas jabatan sebagai penyidik (seperti dalam hal ikatan senioritas, dan sebagainya)
11
DAFTAR PUSTAKA
Hamzah Andi, Asas- asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 1994. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1989. Marpaung Leden, Unsur-unsur Perbuatan yang dapat dihukum ( delik ), Sinar Grafika, Jakarta, 1991. Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1980. Lamintang P. A. F., Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia,Sinar Baru, Bandung, 1984. Soesilo. R, Kitab Undang-undang Hukum Pidana ( KUHP ) Serta Komentarkomentarnya Lengkap Pasal demi Pasal, Penerbit Politeia, Bogor, 1981. Sasangka, Hari. Hukum Pidana. Mandar Maju, Bandung,2003 Prasteyo,
Teguh. Kriminalisasi Bandung,2010
dalam
hukum
pidana,
Nusa
Media,
Kartanegara Satohid, Hukum Pidana Bagian Satu: Kumpulan Kuliah, Balai Lektur Mahasiswa, Bandung, 1982.
Peraturan Perundang- undangan: Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2003, Tentang Pelaksanaan Teknis Institusional Peradilan Umum Bagi Anggota Polri. Indonesia, Undang-undang Nomor: 2 Tahun 2002, Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia ( LN.Tahun 2002 No. 2, TLN. No.4168); Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003, Tentang Pemberhentian Anggota Polri Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003, Tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri Indonesia, Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011, Tentang Kode Etik Profesi Anggota Polri