PROGRAM PENCEGAHAN HIV DAN AIDS OLEH FAITH BASED ORGANIZATION (STUDI DESKRIPTIF PADA FATAYAT NU KABUPATEN TEGAL) Eka Kumala Sinta
Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia
*)email :
[email protected]
Abstrak Skripsi ini membahas mengenai program pencegahan HIV dan AIDS serta faktor-faktor yang mendukung dan menghambat program pencegahan HIV dan AIDS yang dilaksanakan Fatayat NU Kabupaten Tegal. Untuk mencapai tujuan tersebut, pendekatan yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Fatayat NU Kabupaten Tegal menerapkan beberapa program pencegahan HIV dan AIDS dalam rangka mengubah perilaku kelompok dampingan. Perubahan perilaku tersebut berupa kesadaran dan kemauan untuk kembali ke jalan yang benar sesuai tuntutan agama sehingga mereka bisa meninggalkan kebiasaan yang berisiko terinfeksi HIV dan AIDS. Kata Kunci: HIV and AIDS; Program Pencegahan; Faith Based Organization
The Programs of HIV and AIDS Prevention By Faith Based Organizations (Descriptive Study at Fatayat NU Tegal District) Abstract This thesis discusses about the program of HIV and AIDS prevention and factors that support and hamper on the program performed by Fatayat NU Kabupaten Tegal. To reach the thesis objectives, the approach used is descriptive qualitative research design. The results showed that Fatayat NU Kabupaten Tegal has implemented some programs of HIV and AIDS Prevention to change the target group’s behavior. The change in behavior is that awareness and will to go back at the right path according to the demands of religion so that they are able to leave the habit that has a risk infected with HIV and AIDS. Keywords : HIV and AIDS; Prevention Program; Faith Based Organization
1.
Pendahuluan
Berdasarkan Laporan Kementerian Kesehatan RI, jumlah kasus HIV dan AIDS serta jumlah kematian akibat HIV dan AIDS relatif meningkat dalam kurun waktu 25,5 tahun. Banyaknya jumlah kasus HIV dan AIDS tersebut, bisa jadi merubakan fenomena “Gunung Es“ dimana penderita yang kelihatan dan tercatat hanya sebagian kecil dari yang semestinya. World Health Organization (WHO) mengestimasikan bahwa dibalik 1 penderita yang terinfeksi, telah terdapat kurang lebih 100 sampai dengan 200 penderita HIV dan AIDS yang belum diketahui. Kementerian Kesehatan RI memperkirakan Indonesia pada tahun
2014 akan mempunyai hampir tiga kali jumlah orang yang hidup dengan HIV dan AIDS dibandingkan pada tahun 2008 (dari 277.700 menjadi 813.720 orang) (KPA Nasional, 2010). Prediksi tersebut jelas mencerminkan HIV dan AIDS telah dan masih akan menjadi pandemi mengerikan, yang memiliki dampak buruk di berbagai bidang, baik bagi kesehatan, sosial, ekonomi, pendidikan, kebudayaan, agama, pengembangan Sumber Daya Manusia, bahkan keamanan dan politik. Menurut Laporan Situasi Perkembangan HIV dan AIDS di Indonesia sampai dengan 30 Juni 2012, kasus HIV dan AIDS telah tersebar di 33 provinsi
Program pencegahan HIV..., Eka Kumala Sinta, FISIP UI, 2013
dan 378 kabupaten di Indonesia. Kasus HIV dan AIDS di daerah terus meningkat lantaran akses pelayanan kesehatan belum merata. Sekretaris KPA Nasional (2010) mengatakan bahwa masih ada beberapa kabupaten yang sulit sekali dijangkau sehingga kasus HIV dan AIDS meningkat dengan cepat. Selain penyebaran HIV dan AIDS yang semakin meluas, terdapat pula pergeseran pada pola penularan. Kini, penularan HIV dan AIDS paling banyak disebabkan oleh hubungan heteroseksual sebesar 58%. Sedangkan jumlah penularan melalui jarum suntik sebesar 32%. Grafik 1.1 di bawah ini menggambarkan jumlah persentase kumulatif kasus AIDS menurut faktor risiko sampai dengan bulan Juni 2012 sebagai berikut:
Berdasarkan grafik 1.2 di atas, dapat dilihat bahwa perkembangan atau trend secara umum kasus AIDS yang terjadi pada ibu rumah tangga dan buruh semakin naik setiap tahunnya.
Grafik 1.1 Persentase Kumulatif Kasus AIDS Menurut Faktor Risiko
Melihat jumlah kasus HIV dan AIDS yang terus meningkat, tentu saja diperlukan upaya yang lebih intensif berbasis komunitas yang bisa menjangkau kelompok berisiko ini. Salah satu potensi yang ada dalam komunitas yang bisa dilibatkan dalam pencegahan HIV dan AIDS adalah organisasi keagamaan (Faith Based Organization) yang berada dan terlibat langsung dengan kehidupan sehari-hari di masyarakat. UNAIDS (2009) telah mengumumkan strategi untuk bekerja sama dengan Faith Based Organization (FBO) sebagai salah satu upaya yang digunakan untuk mencegah semakin meluasnya penularan HIV dan AIDS di dunia.
Sumber: Kemenkes RI (2012) diolah
Dengan pola penularan HIV dan AIDS seperti digambarkan pada grafik 1.1, hal ini berdampak pada penyebaran HIV dan AIDS yang semakin meluas merambah populasi umum berisiko, seperti ibu rumah tangga, buruh migran, korban perdagangan orang, serta anak yang kadang sulit dijangkau dan bahkan tidak terjangkau oleh program penanggulangan AIDS. Perkembangan pola penularan pada populasi umum berisiko ini dapat dilihat pada tabel berikut :
Grafik 1.2 Perkembangan Kasus AIDS untuk Status Ibu Rumah Tangga, Buruh, dan Anak Sekolah/Mahasiswa di Indonesia Tahun 2005 hingga 2011 Sumber: Kemenkes RI (2012) diolah
Sekretaris KPA Nasional (2012) menjelaskan bahwa peningkatan kasus AIDS yang terjadi pada ibu rumah tangga merupakan masalah serius dan perlu mendapatkan perhatian khusus. Hal tersebut dikarenakan dapat menempatkan anak-anak pada posisi rentan tertular HIV dari ibu yang terinfeksi HIV saat kehamilan, persalinan, dan menyusui. Untuk menanggulangi masalah HIV dan AIDS tersebut, berbagai program dan upaya yang bersifat preventif maupun kuratif telah dilaksanakan, diantaranya Program Pencegahan Penularan Melalui Alat Suntik, Program Terapi Rumatan Metadon, Program di Lembaga Pemasyarakatan, Program Pencegahan Penularan HIV Melalui Transmisi Seksual, Program Pencegahan Penularan HIV Melalui Ibu ke Bayi (PMTCT), Konseling dan Testing Sukarela (Voluntary Counseling and Testing), Program Perawatan Dukungan dan Pengobatan, dan sebagainya. Namun demikian, jumlah orang yang terkena HIV dan AIDS masih ada dan bahkan terus meningkat.
Isu prioritas dalam membangun lingkungan yang mendukung, yang bisa dilakukan organisasi keagamaan antara lain mengurangi stigma dan diskriminasi; mengubah tabu mengenai perlunya diskusi terhadap seks, seksualitas, dan aspek beresiko; dan mengadvokasi kebijakan, hukum, dan praktek keorganisasian yang mencakup perlindungan bagi ODHA. Keterlibatan organisasi keagamaan ini tidak sekedar berperan strategis dalam menjangkau masyarakat untuk memperoleh informasi sehingga menciptakan masyarakat yang mampu melindungi diri, keluarga, dan orang lain dari HIV dan AIDS, melainkan turut menciptakan lingkungan yang supportif terhadap ODHA. Organisasi semacam ini pun bisa menyediakan akses yang memadai dan aktif mengadvokasi pihak terkait terhadap akses dasar menyangkut HIV dan AIDS. Dengan banyaknya organisasi keagamaan, sarana rumah ibadah, dan kondisi masyarakat yang religius, akan menjadi peluang baru dan sangat
Program pencegahan HIV..., Eka Kumala Sinta, FISIP UI, 2013
strategis dalam mengatasi berbagai kasus HIV dan AIDS di Indonesia. (UNICEF, 2008) Sebagai organisasi keagamaan terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) merasa terpanggil untuk mengatasi dan menanggulangi masalah HIV dan AIDS yang menghantui masyarakat. Melalui gerakan jihad seperti disampaikan oleh Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) (2012) dalam konferensi pers seruan jihad NU terhadap HIV dan AIDS di Gedung PBNU, NU berusaha melawan penularan HIV dan AIDS yang terus meluas sampai saat ini. Ketua Umum PBNU juga menyampaikan bahwa NU telah melakukan berbagai langkah kongkrit untuk mengatasi dan menanggulangi masalah HIV dan AIDS. Salah satunya melalui peran serta Fatayat NU sebagai badan otonom NU yang beranggotakan perempuan muda NU berusia maksimal 40 tahun. Fatayat NU yang didirikan pada tanggal 24 April 1950 ini memiliki misi membangun kesadaran kritis perempuan untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan jender melalui penguatan sumber daya manusia, human recource development, dan pemberdayaan masyarakat. Di bidang kesehatan dan lingkungan hidup, Fatayat NU tidak hanya berperan aktif dalam meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan, mengupayakan dan meningkatkan layanan kesehatan, meningkatkan kualitas sarana dan prasarana kesehatan, namun juga mendorong pemberdayaan masyarakat dalam mengatasi isu-isu kesehatan serta mencari solusi untuk menyelesaikan masalah sosial. Salah satu peran serta yang dilakukan Fatayat NU yang memiliki 400 pimpinan cabang di kabupaten/ kotamadya di seluruh Indonesia ini yaitu penanggulangan HIV dan AIDS. (Fatayat NU, 2009) Diantara Cabang Fatayat NU di seluruh Indonesia, Fatayat NU Cabang Kabupaten Tegal merupakan salah satu Fatayat NU yang secara konsisten dan sistematis mengadakan program pencegahan HIV dan AIDS serta satu-satunya Fatayat NU yang ikut terlibat dalam Aksi Stop AIDS (ASA) bekerjasama dengan Family Health International (FHI). (USAID, 2008) 2.
Metode Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Sesuai dengan jenis penelitian tersebut, maka tujuan penelitian ini yaitu mendapatkan gambaran program pencegahan HIV dan AIDS pada organisasi keagamaan Fatayat NU Kabupaten Tegal beserta faktor pendukung dan faktor penghambat program pencegahan HIV dan AIDS yang mereka laksanakan. Jadi, penelitian ini berusaha untuk mengidentifikasi bagaimana pelaksanaan program pencegahan HIV dan AIDS
yang dilaksanakan oleh Fatayat NU Kabupaten Tegal beserta faktor-faktor pendukung dan penghambatnya. Dengan demikian, laporan atau hasil penelitian ini berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan. Seperti dijelaskan oleh Neuman (2006, hal. 328) bahwa “qualitative data come in the form of photos, written words, phrases, or symbols describing or representing people, actions, and events in social life” yaitu data kualitatif berasal dari foto, catatan lapangan, atau simbol yang menggambarkan atau merepresentasikan orang, tindakan, atau peristiwa dalam kehidupan sosial. Selain itu, teknik pemilihan informan yang digunakan dalam penelitian ini ialah teknik nonprobability dengan metode purposive. Oleh karena itu, pengambilan sampel tidak diharuskan dalam jumlah besar, tetapi hanya pada kasus-kasus dengan kriteria dan kategori atau sifat tertentu yang tentunya sesuai dengan masalah penelitian yang dicari serta memberikan gambaran mengenai informasi yang dibutuhkan dalam penelitian. Sedangkan, teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi literatur, wawancara mendalam, observasi, dan studi dokumentasi. Untuk meningkatkan kualitas data dalam penelitian ini digunakan uji kebenaran data dengan cara triangulasi. 3.
Hasil dan Pembahasan
Pembahasan ini mengaitkan dan mengkorelasikan serta merasionalisasi antara yang terdapat di Temuan Lapangan dengan Kerangka Teori. Dalam hal ini, pembahasan bertujuan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Oleh karena itu, pembahasan ini dibagi menjadi tiga bagian besar yaitu gambaran program, faktor pendukung dan faktor penghambat pelaksanaan program pencegahan HIV dan AIDS oleh Fatayat NU Kabupaten Tegal sebagai sebuah organisasi keagamaan. HIV dan AIDS merupakan sebuah masalah sosial dalam bidang kesehatan yang bisa menghambat tercapainya kesejahteraan sosial dalam masyarakat. HIV dan AIDS bisa menyebabkan terganggunya lingkungan fisik, sosial maupun ekonomi suatu masyarakat. Untuk itu, permasalahan HIV dan AIDS harus diupayakan semaksimal mungkin dikendalikan dan dihilangkan demi tercapainya tatanan masyarakat yang sejahtera seperti kriteria kesejahteraan sosial menurut Midgley. Berbagai upaya sudah dilaksanakan untuk menanggulangi permasalahan HIV dan AIDS oleh pemerintah maupun LSM. Dalam hal ini, Fatayat NU yang merupakan organisasi non pemerintah dan nirlaba, didirikan dan memiliki misi yang berorientasi pada agama serta memperoleh
Program pencegahan HIV..., Eka Kumala Sinta, FISIP UI, 2013
dukungan yang besar dari suatu agama atau pengakuan dari suatu institusi agama memiliki karakter-karakter sebagai Faith Based Organization. Sebagai sebuah Faith Based Organization, Fatayat NU melaksanakan program pencegahan HIV dan AIDS dengan semua potensi yang mereka miliki serta nilai-nilai yang mereka yakini. Pencegahan HIV dan AIDS oleh Fatayat NU mengutamakan pencegahan A (Abstinance) dan B (Be Faithful) yang merupakan strategi pencegahan utama yang ditetapkan oleh WHO. Dalam kerangka strategi nasional yang ditetapkan oleh pemerintah, program pencegahan HIV dan AIDS yang dilaksanakan Fatayat NU Kabupaten Tegal termasuk dalam lingkup pencegahan penularan melalui hubungan seksual tidak aman. Adapun proses pelaksanaan program pencegahan HIV dan AIDS Oleh Fatayat NU Kabupaten Tegal meliputi beberapa tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai pihak, baik dari dalam organisasi Fatayat NU itu sendiri maupun stakeholder di wilayah KabupatenTegal serta tokoh kunci dan kelompok dampingan di lokasi. Menurut Scott dalam CNCS (2004) program pelayanan yang dilakukan oleh Fatayat NU Kabupaten Tegal terkait Pencegahan HIV dan AIDS termasuk dalam kategori pelayanan sosial. 3.1 Gambaran Program Pencegahan HIV dan AIDS oleh Fatayat NU Kabupaten Tegal a.
Pelaksanaan Program Pencegahan HIV dan AIDS yang lebih efektif dan efisien
Fatayat NU Kabupaten Tegal telah melakukan beberapa program pencegahan HIV dan AIDS di daerah Pantura Kabupaten Tegal. Program tersebut diberikan kepada kelompok dampingan yang ada di lokasi meliputi wanita pekerja seks, sopir, dan nelayan. Umumnya, penularan HIV dan AIDS yang terjadi di lokasi tersebut di sepanjang daerah Pantura Kabupaten Tegal adalah penularan melalui hubungan seksual sebagaimana diuraikan oleh KPA Nasional. Potensi penularan HIV dan AIDS melalui hubungan seksual tersebut sering terjadi dikarenakan di lokasi atau daerah tersebut dijadikan sebagai tempat transaksi seksual yang tidak aman antara wanita pekerja seks dan sopir atau nelayan. Melihat kondisi tersebut, Fatayat NU Kabupaten Tegal melakukan beberapa program untuk mencegah terjadinya penularan HIV dan AIDS di lokasi tersebut. Program pencegahan yang dilakukan oleh Fatayat NU Kabupaten Tegal tersebut difokuskan pada program pencegahan HIV dan AIDS yang terjadi melalui hubungan seksual yang tidak aman sebagaimana diuraikan oleh KPA Nasional. Fatayat NU Kabupaten Tegal telah melakukan beberapa kegiatan yang termasuk dalam program pencegahan HIV dan AIDS melalui hubungan seksual yang tidak aman sesuai dengan arahan KPA Nasional dalam Strategi dan Rencana
Aksi Nasional Penanggulangan AIDS 2010-2014, antara lain peningkatan pemakaian kondom pada setiap hubungan seksual yang tidak aman dan pengobatan infeksi menular seksual untuk menghentikan jalannya epidemi berupa menurunnya insidens dan prevalensi kasus IMS, HIV dan AIDS untuk wanita pekerja seks, pelanggan pekerja seks (sopir dan nelayan), ODHA, dan pasangan seks dari populasi kunci. Akan tetapi program pencegahan HIV dan AIDS melalui seks tidak aman yang dilakukan oleh Fatayat NU tidak semata-mata meningkatkan pemakaian kondom, melainkan memprioritaskan A (abstinence) dan B (Be Faithful) yang merupakan berpantang seks dan setia kepada pasangan. Graddy dan Keye (2006) menjelaskan bahwa struktur organisasi keagamaan (FBO) yang unik memberikan keuntungan berupa efisiensi dan efektivitas dalam pemberian pelayanan sosial dibanding organisasi yang lainnya. Graddy dan Keye menyampaikan 2 (dua) alasannya, pertama adanya peran tempat ibadah dan relawan (pemeluk agama) yang menyediakan infrastruktur dan jaringan berupa bangunan, sumber daya manusia, dan hubungan masyarakat yang dapat dimanfaatkan dalam pemberian pelayanan sosial. Kedua, adanya ketergantungan seseorang termasuk ODHA pada suatu agama/kepercayaan, membuat organisasi keagamaan (FBO) lebih efektif dalam pemberian pelayanan sosial. Fatayat NU sebagai FBO bisa memanfaatkan tempat-tempat ibadah sebagai sarana tempat berkumpul, maupun mengadakan sosialisasi dan pelatihan kepada kelompok dampingan. Selain itu, para relawan yang merupakan anggota Fatayat NU bersedia melaksanakan pencegahan HIV dan AIDS kepada kelompok dampingan. Relawan yang merupakan jamaah Fatayat NU merupakan orang-orang yang secara sukarela bergabung dan bersedia dilibatkan dalam program-program Fatayat NU. Terkait hal ini, sejalan dengan pernyataan Grinier bahwa FBO mempunyai akses terhadap relawan yang merupakan tenaga kerja dengan biaya rendah sehingga FBO mampu memberikan pelayanan yang lebih atau membagi lebih banyak waktu kepada tiap-tiap penerima manfaat dibanding penyedia pelayanan lainnya. Sebagai FBO, Fatayat NU yang terbiasa berinteraksi dengan masyarakat tentunya bisa lebih mudah beradaptasi dengan masyarakat. Nilai-nilai keagamaan yang melekat pada Fatayat NU sebagai FBO merupakan nilainilai yang dianut pula oleh setiap manusia termasuk kemunitas beresiko yang dalam hal ini kelompok dampingan. Dengan menyisipkan nilainilai keagamaan dalam program pencegahan, membuat kelompok dampingan bisa menerima dan bersedia mengikuti program yang dilaksanakan Fatayat NU, karena pada dasarnya nilai-nilai keagamaan tersebut sudah tertanam dalam diri manusia. Hal-hal demikian yang membuat
Program pencegahan HIV..., Eka Kumala Sinta, FISIP UI, 2013
pelaksanaan pencegahan HIV dan AIDS oleh Fatayat NU lebih efektif dan efisien. b.
Menghapus Stigma dan Diskriminasi
Keberadaan Fatayat NU yang sudah dikenal oleh masyarakat mempermudah akses memasuki kelompok masyarakat mana saja, baik itu pihak penyedia jasa layanan kesehatan, advokasi, maupun pihak kelompok dampingan yang terdiri dari target primer dan sekunder serta memetakan masalah dan mengetahui kondisi yang ada. Hal tersebut mempermudah penetrasi Fatayat NU ke dalam komunitas sasaran serta memberikan layanan program yang komprehensif. Hal ini sejalan dengan peran Fatayat NU sebagai FBO terkait pencegahan HIV dan AIDS dalam hal memberikan advokasi untuk akses yang luas terhadap pencegahan, pengobatan, perawatan dan layanan dukungan. Selanjutnya, upaya fatayat NU untuk melakukan pertemuan bulanan dengan wilayah dampingan, berkoordinasi dengan stakeholder/intansi terkait maupun stakeholder lapangan merupakan wujud penciptaan dan penguatan lingkungan yang kondusif bagi perubahan perilaku dan kesehatan kelompok dampingan. Lingkungan yang kondusif merupakan suatu kondisi pendukung yang diperlukan demi tercapainya tujuan program. Melalui langkah ini Fatayat NU berusaha menghilangkan marginalisasi, stigma dan diskriminasi terhadap HIV dan AIDS. Dengan melakukan koordinasi terhadap beberapa pihak terkait, bisa membangun jaringan yang bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kelompok dampingan yang selama ini seringkali diabaikan atau dipandang sebelah mata. Hal ini sesuai dengan salah satu peran FBO yang dinyatakan oleh UNAIDS yaitu bekerja untuk mengakhiri marginalisasi dan stigma serta diskriminasi terkait HIV. Selain itu, langkah pendekatan informal yang mereka lakukan merupakan salah satu cara efektif untuk membangun jaringan dengan kelompok sasaran. Dengan mendatangi secara langsung tempat tinggal dan membangun komunikasi melalui HP merupakan salah satu media efektif mengenali kelompok dampingan dan menyampaikan informasi. Kegiatan yang dilakukan Fatayat ini merupakan salah satu kontribusi yang bisa dilaksanakan FBO menurut UNAIDS. c.
Memperluas Penjangkauan Kelompok Sasaran
Sebagai sebuah FBO, Fatayat NU dikenal dan dapat diterima oleh kalangan masyarakat umum yang lebih luas. Hal ini membuat pelaksanaan program pencegahan HIV dan AIDS bisa menyentuh komunitas-komunitas tertentu yang mungkin belum bisa dijangkau oleh LSM-LSM biasa. Salah satu komunitas yang bisa dijangkau olehFatayat NU adalah ibu-ibu rumah tangga yang merupakan jamaah Fatayat NU. Melalui sosialisasi
terhadap para jmaah, Fatayat NU turut serta menyebarluaskan informasi HIV dan AIDS kepada komunitas rawan HIV dan AIDS. Selain melakukan program pencegahan HIV dan AIDS kepada kelompok rawan HIV dan AIDS, penjangkauan yang lebih intensif dilakukan pula kepada komunitas berisiko HIV dan AIDS. Fatayat NU Kabupaten Tegal melakukan kegiatan dan program yang bertujuan untuk mengubah perilaku kelompok dampingan melalui nasihat dan sentuhan rohani oleh Tim Fatayat NU Kabupaten Tegal di lapangan agar kelompok dampingan sadar dan memiliki kemauan untuk meninggalkan kegiatan atau kebiasaan yang berisiko terinfeksi HIV dan AIDS tersebut. Hal tersebut selaras dengan kerangka strategis UNAIDS yang melakukan kerjasama (partnership) dengan Faith-based Organizations bahwa salah satu keterlibatan FBO dalam penanggulangan AIDS yaitu pemberian bantuan, pengobatan, dan perawatan spiritual untuk orang-orang yang hidup dengan HIV dan AIDS. Salah satu langkah terpenting adalah peningkatan pengetahuan dan kesadaran tentang IMS, HIV dan AIDS melalui kegiatan penjangkauan (outreach), pendampingan, penyuluhan/diskusi kelompok rutin, penapisan, edutainment, dan distribusi KIE. Hal ini merupakan salah satu langkah utama Fatayat NU dalam melakukan program pencegahan HIV dan AIDS. Melalui kegiatan ini Fatayat NU melaksanakan salah satu peran utama FBO terkait pencegahan HIV dan AIDS dalam hal memberikan support group dan support program kepada kelompok dampingan. Selain memberikan pelayanan dan informasi kepada kelompok dampingan, Fatayat NU melaksanakan kegiatan sosialisasi juga kepada target primer dan traget sekunder. Kepada target primer kegiatan yang dilakukan merupakan kegiatan rutin seperti yang sudah disebutkan diatas. Adapun kegiatan pada target sekunder yang merupakan populasi rawan HIV dan AIDS berupa sosialisasi HIV dan AIDS melalui kegiatan-kegiatan yang biasa mereka adakan, seperti pengajian rutin, atau peringatan hari besar islam. Dalam berbagai kegiatan tersebut, Fatayat NU mengangkat isu HIV dan AIDS sebagai tema kegiatan. Dengan demikian, masyarakat awam yang merupakan populasi rawan HIV dan AIDS bisa mendapatkan informasi yang benar terkait HIV dan AIDS serta mengurangi stigma kepada para penderita HIV dan AIDS. Kegiatan ini sangat bagus dan merupakan salah satu potensi besar Fatayat NU sebagai FBO. Melalui cara ini, informasi yang benar terkait HIV dan AIDS bisa tersampaikan dengan baik kepada khalayak luas tanpa adanya unsur tabu atau hal lain yang bisa menjadi bias komunikasi. Dalam hal ini Fatayat NU sebagai FBO menjalankan peran memberikan layanan secara terbuka dan transparan, sesuai dengan kriteria yang disepakati
Program pencegahan HIV..., Eka Kumala Sinta, FISIP UI, 2013
untuk menangani keuangan, melayani masyarakat, serta monitoring dan evaluasi. d.
Melaksanakan Pencegahan HIV dan AIDS dengan Strategi A (Abstinance) dan B (Be Faithful)
Sebagai upaya mempertahankan dan memberikan dukungan terhadap perubahan perilaku kelompok dampingan, Fatayat NU melaksanakan IRA (individual risk assesment) dan GRA (group risk assesment) serta pendampingan yang bermuatan rohani dan spiritual agar kelompok dampingan sadar akan perilaku berisiko serta mau berubah menjadi individu yang sehat secara iman, jasmani dan rohani. Dalam menyampaikan materi tentang kesehatan dan HIV dan AIDS, pihak Fatayat NU juga menyisipi informasi dengan materi keagamaan yang bisa diterima oleh kelompok dampingan. Melalui pendekatan personal yang baik, banyak kelompok dampingan yang akhirnya sadar dengan sndirinya dan memilih untuk memutuskan meninggalkan perilaku berisiko. Disinilah peran utama Fatayat NU sebagai Agen perubahan terkait pencegahan HIV dan AIDS untuk melaksanakan primary behaviour change berupa risk prevention (pencegahan risiko) bukan sekedar risk reduction (mengurangi risiko). Hal ini sejalan dengan peranan FBO dalam pencegahan HIV dan AIDS yang dicetuskan oleh UNAIDS terkait memberikan layanan berdasarkan praktik dengan diinformasikan bukti secara konsisten sesuai kepercayaan/agama dan nilai yang dimiliki FBO itu. Dalam prakteknya, merubah perilaku kelompok dampingan ke dalam perilaku positif yang jauh dari perilaku berisiko tidaklah mudah dan butuh proses yang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Untuk itu, dalam melaksanakan pencegahan HIV dan AIDS pihak Fatayat NU juga melaksanakan kegiatan untuk mempertahankan perilaku yang aman dan penyediaan layanan. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi risiko ketika kelompok dampingan belum bersedia meninggalkan perilaku berisiko. Kegiatan yang dilakukan meliputi pelayanan klinik IMS, Pelayanan VCT, penyelenggaraan manajer kasus (Case manager), penapisan, pemeriksaan dan rujukan IMS, penguatan manajemen pelayanan IMS dan pencetakan kartu rujukan. Dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut, kelompok dampingan yang rentan HIV dan AIDS diharapkan bisa mengurangi resiko tertular dengan rutin memeriksakan diri dan menjalankan perilaku sehat. Hal ini merupakan wujud peran Fatayat NU dalam menghormati semua manusia yang samasama layak atas kesehatan, martabat dan perawatan, terlepas dari apakah mereka memiliki kepercayaan/agama yang sama, nilai-nilai atau pilihan gaya hidup sebagai orang dari setiap kepercayaan/agama tertentu.
Adapun kegiatan selanjutnya yang tak kalah penting adalah Peningkatan Keterlibatan Peer Educator (PE) yang meliputi: Seleksi dan rekrutmen Peer Educator (PE); Penguatan kapasitas Peer Educator (PE); Pertemuan rutin dua bulanan Peer Educator (PE); Melibatkan Peer Educator dalam kegiatan monitoring dan evaluasi program; Mendorong Peer Educator yang terlatih untuk bisa menjadi pembicara. Hal ini merupakan salah satu upaya Fatayat NU menjalankan peran melibatkan orang yang hidup dengan HIV dalam perancangan, pemrograman, penerapan, penelitian, pengawasan dan evaluasi program serta dalam proses pengambilan keputusan. Adanya program peer educator merupakan salah satu aktivitas yang bisa dilakukan Fatayat NU sebgai FBO seperti umumnya aktivitas FBO lainnya dalam upaya berpartisipasi aktif dalam pencegaan HIV dan AIDS. Selain itu, Peer Educator yang dipilih merupakan kelompok dampingan aktif bahkan termasuk kelompok dampingan yang sukses dan merubah perilaku kea rah positif dan meninggalkan kegiatan berisiko seperti yang diharapkan dan diupayakan oleh Fatayat NU Kabupaten Tegal. Adanya kelompok dampingan sekaligus Peer educator yang berhasil berubah, merupakan salah satu bukti bahwa program pencegahan HIV dan AIDS yang dilaksanakan oleh Fatayat NU sebagai FBO bisa dijalankan dan bisa memcapai tujuan yang diinginkan. 2.2 Faktor-Faktor Pendukung Program Pencegahan HIV dan AIDS a.
Faktor Pendukung Internal
1) Adanya komitmen yang didasari oleh nilainilai keagamaan Melaksanakan upaya pencegahan HIV dan AIDS tidaklah mudah. Dibutuhkan sebuah komitmen yang kuat serta pelaksanaan yang tekun dan berkelanjutan. Fatayat NU sebagai sebuah FBO, mempunyai nilai-nilai keagamaan yang kuat yang mendasari semua kegiatan yang mereka lakukan, termasuk pencegahan HIV dan AIDS. Nilai-nilai kegamaan yang diyakini oleh Fatayat NU membuat Fatayat melihat masalah sosial dalam hal ini HIV dan AIDS sebagai sebuah lahan dakwah dan mendorong Fatayat untuk berpartisipasi dalam pencegahan HIV dan AIDS. Keyakinan dan motivasi yang kuat berdasarkan nilai-nilai agama inilah yang membuat pelaksanaan program pencegahan HIV dan AIDS mempunyai nilai lebih karena para pelaksana program merasa mempunyai tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa, bukan sekadar pertanggungjawaban kepada manusia biasa, sehingga program-program FBO mempunyai misi yang lebih jelas dan efektif. . Etindi menjelaskan bahwa setidaknya ada 3 (tiga) hal yang membuat pemberian pelayanan sosial menjadi efektif, pertama FBO memiliki misi jelas
Program pencegahan HIV..., Eka Kumala Sinta, FISIP UI, 2013
dan komitmen jangka panjang terhadap seorang penerima pelayanan sosial dimana FBO akan menyediakan pelayanan sampai terjadi perubahan pada diri penerima pelayanan, hal ini ditunjukan oleh Fatayat dalam pelaksanaan program yang bertujuan mengajak kelompok dampingan meninggalkan perilaku berisiko dan kembali ke jalan yang benar. Untuk mencapai misinya ini, fatayat melakukan berbagai pendekatan sehingga tercapai hal yang diinginkan. Pelaksanaan program pencegahan HIV dan AIDS oleh Fatayat sudah dilaksanakan sebelum ada lembaga donor, bekerjasama dengan lembaga donor, sampai sekarang tidak ada lembaga donor. Adanya niat dan motivasi keagamaan yang kuat membuat program pencegahan HIV dan AIDS oleh Fatayat tetap berjalan sekalipun tidak adanya faktor pendukung seperti dana, dsb. Kedua, adanya pengawasan dan hubungan yang dekat yang dilakukan oleh FBO terhadap penerima pelayanan, hal ini terlihat pada pendekatan Fatayat NU yang menyesuaikan diri dengan kelompok dampingan, mencoba mengenal lebih jauh serta memosisikan diri sebagai teman. Kedekatan Fatayat NU dengan kelompok dampingan dapat dilihat dari pola komunikasi melalui sms, serta sapaan akrab seperti ‘teman-teman’, Mba atau Mas satu sama lainnya. Terakhir, FBO lebih mudah beradaptasi dan lebih mudah menyesuaikan pelayanan dengan kebutuhan individu, yang diwujudkan Fatayat melalui tindakan yang tidak memaksakan program kepada kelompok dampingan. Fatayat NU dalam hal ini mencoba memberikan pelayanan dan bimbingan seperti mengadakan pengajian yang disesuaikan dengan kondisi kelompok dampingan. Bagi kelompok dampingan bisa mengikuti pengajian di lokasi mereka, atau yang sudah siap bisa ikut serta pengajian masyarakat umum dengan tetap didampingi oleh pihak Fatayat NU untuk mempermudah adaptasi dan penerimaan kelompok dampingan di dalam masyarakat. Pendekatan yang mengandung nilai-nilai agama pada dasarnya tertanam dalam setiap manusia sebagai makhluk spiritual. Siapapun dan apapun profesi seseorang, ia pasti akan tertarik pada hal terkait ketuhanan, bahkan orang-orang yang bisa dikatakan melanggar ajaran Tuhan sebenarnya pasti ingin kembali ke jalan yang benar sesuai hati nurani seperti yang ditemui dalam wawancara dengan kelompok dampingan. Adanya komitmen, motifasi dan pelaksanaan program yang didasari nilai-nilai agama membuat program Fatayat NU sebagai FBO bisa lebih diandalkan, terpercaya serta relative lebih efektif mencapai tujuan utama. 2) Pekerja Lapangan Yang Memiliki Latar Belakang Agama yang Cukup Baik Salah satu ciri yang khas atau berbeda yang dimiliki oleh Fatayat NU Kabupaten Tegal dari lembaga atau organisasi lainnya dalam upaya
pencegahan HIV dan AIDS adalah Fatayat NU Kabupaten Tegal menggunakan pendekatan individu dan sentuhan rohani atau agama kepada kelompok dampingan. Seperti disampaikan oleh NK bahwa orang yang dihadapi oleh oleh Tim Fatayat NU Kabupaten Tegal termasuk para pekerja lapangan di lokasi adalah orang yang keimanannya sedang terganggu atau tergadaikan. Hal ini sangat mendukung model pencegahan HIV dan AIDS oleh Fatayat NU yang memprioritaskan langkah A dan B untuk mencegah penularan HIV dan AIDS. Edward C. Green mengatakan bahwa memang sebaiknya FBO dibiarkan sesuai peran dan karakteristiknya menjalankan pencegahan HIV dan AIDS dengan memprioritaskan Abstinance dan Be Faithful. Karena dalam beberapa penelitian hal tersebut terbukti menurunkan angka penularan HIV dan AIDS di beberapa negara secara signifikan. Lebih lanjut Edward mengatakan bahwa metode behaviour change seyogyanya bukan hanya sekadar merubah perilaku, melainkan merubah perilaku dari negatif menjadi positif. Nilai-nilai tentang sex aman yang disosialisasikan oleh Fatayat Nu sesuai dengan ajaran agama dan itu ternyata bisa membawa beberapa kelompok dampingan meninggalkan perilaku berisiko mereka. Bahkan, pada dasarnya hampir semua kelompok dampingan menyadari akan pentingnya seks aman, namun banyak yang belum bisa mengikuti karena beberapa hal seperti yang diungkapkan dalam temuan lapangan. b.
Faktor Pendukung Eksternal
1) Dukungan Tokoh Kunci di Lokasi Tokoh kunci di lokasi merupakan salah satu faktor pendukung program pencegahan HIV dan AIDS. Dengan dukungan tersebut, Tim Fatayat NU Kabupaten Tegal tidak hanya diperbolehkan bertemu dengan kelompok dampingan (Wanita Pekerja Seks) tetapi juga diberikan fasilitas. Bahkan, dengan keterlibatan tokoh kunci dalam program pencegahan HIV dan AIDS dapat mempengaruhi kelompok dampingan untuk mengikuti program tersebut. Hal ini salah satunya dikarenakan ketika Fatayat NU datang ke dalam KD dengan maksud baik, maka Fatayat sebagai FBO lebih mudah diterima oleh kalangan manapun. 2) Bimbingan Teknis dan Bantuan Dana dari FHI Fatayat NU Kabupaten Tegal telah memiliki prestasi yang baik sebagai salah satu organisasi keagamaan yang ikut aktif dalam upaya pencegahan HIV dan AIDS. Tentu saja, keterlibatan Fatayat NU Kabupaten Tegal yang sangat besar ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan dana dari FHI. Dengan bekerja sama dengan FHI, fatayat NU mendapat banyak bantuan teknis terkait materi dan pengetahuan HIV dan
Program pencegahan HIV..., Eka Kumala Sinta, FISIP UI, 2013
AIDS serta cara-cara bagaimana memberikan layanan kepada kelompok dampingan. Dengan bekerja sama dengan FHI, merupakan salah satu bentuk partisipasi Fatayat NU sebagai FBO untuk meningkatkan kualitas pelayanan dalam berpartisipasi aktif melaksanakan program pencegahan HIV dan AIDS. 3.3 Faktor-Faktor Penghambat Program Pencegahan HIV dan AIDS oleh Fatayat NU Kabupaten Tegal Selama pelaksanaan program pencegahan HIV dan AIDS, karena hubungan antara Fatayat NU Kabupaten Tegal dengan tokoh kunci di lapangan (lokasi dampingan) sudah sangat baik sehingga Fatayat NU Kabupaten Tegal dapat masuk ke lokasi tersebut dengan mudah, akan tetapi menurut para pekerja lapangan ditemui kesulitan terkait target distribusi kondom oleh lembaga donor dan kondisi emosional kelompok dampingan. a.
Faktor Penghambat Internal
Faktor penghambat program pencegahan HIV dan AIDS yang berasal dari internal adalah adanya target distribusi kondom. Fatayat NU selaku FBO mempunyai keyakinan dan nilai-nilai tersendiri bahwa untuk mencegah HIV dan AIDS yang harus dilakukan adalah menumbuhkan kesadaran kepada kelompok dampingan yang selama ini melakukan perilaku berisiko dan jauh dari tuntunan agama. Bagi fatayat NU mensosialisasikan pemakian kondom untuk mencegah peneyabaran HIV AIDS kepada masyarakat yang rentan tertular akibat hubungan seks yang halal adalah bagian dari tugas pemerintah dalam upaya memberi perlindungan kepada masyarakat. Melaksanakan program pencegahan yang mereka yakini namun disisi lain dituntut target penyebaran kondom dengan jumlah angka tertentu membuat fokus pekerjaan mereka terganggu. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Edward C. Green bahwa memaksakan FBO untuk melakukan distribusi kondom tidaklah bijak, biarkan FBO menjalkankan pencegahan HIV dan AIDS sesuai karakteristik mereka yaitu mengkampanyekan abstinance dan fidelity. Memaksakan mereka untuk mendistribusikan kondom justru bisa membuat kita kehilangan potensi besar FBO. b.
Faktor Penghambat Eksternal
Hambatan yang sering terjadi saat masuk ke lokasi yang sering terjadi di tempat lain, namun justru hambatan yang ada yaitu di kelompok dampingan sendiri. Menurut NK, apabila teman-taman kelompok dampingan sedang tidak “mood” atau dalam kondisi tidak baik, maka mereka susah sekali untuk menemui teman-teman Fatayat NU Kabupaten Tegal yang ada di lapangan (Pekerja Lapangan) sehingga pesan, nasihat dan/atau materi yang seharusnya disampaikan jadi tidak dapat
disampaikan. Kebanyakan kelompok dampingan yang merupakan komunitas berisiko memang mempunyai nilai-nilai internal yang kuat terhadap komunitasnya, namun cenderung kurang mempunyai rasa tanggung jawab terhadap komunitas lainnya seperti yang ditemui dalam wawancara kelompok dampingan. sehingga dalam menjalin kerjasama, seringkali kelompok dampingan mengedepankan suasana hati dan perasaan dibanding kesadaran akan tanggung jawab terhadap pihak lain meskipun terkait dengan kepentingan dirinya sendiri. FBO sebagai sebuah organisasicenderung lebih sering berinteraksi dengan lingkungan yang memiliki prinsip, nilai dan ideologi sama seperti yang terdapat dalam definisi-definisi FBO sehingga ketika berinteraksi dengan komunitas lain yang notabene memiliki nilai-nilai yang mempunyai banyak perbedaan, akan ditemui sebuah hambatan dimana Fatayat sebagai FBO perlu untuk mengevaluasi serta mau belajar tentang teknik-teknik tertentu dalam beradaptasi dan berkomunikasi dengan kelompok dampingan pelaksanaan program bisa lebih efisien. 4.
Simpulan
Fatayat NU Kabupaten Tegal melaksanakan program pencegahan HIV dan AIDS melalui kegiatan yang sedikit berbeda dengan lembaga atau organisasi lainnya yang bergerak dalam bidang pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS. Jika lembaga lain cenderung bekerja untuk meningkatkan pemakaian kondom kepada komunitas berisiko, Fatayat NU Kabupaten Tegal lebih menekankan pada perubahan perilaku yang mengarah pada Abstinance dan Be Faithful terhadap kelompok dampingan. Fatayat NU Kabupaten Tegal mencoba menyentuh kelompok dampingan dengan memberikan perhatian melalui pendekatan individu dan nasihat yang bermuatan rohani yang diharapkan dapat mengubah perilaku kelompok dampingan dan pada saatnya nanti mereka bisa kembali ke masyarakat secara layak dengan kondisi yang sehat jasmani dan rokhani. Kegiatan yang dilaksanakan oleh Fatayat NU Kabupaten Tegal termasuk dalam kategori pelayanan sosial. Program pencegahan HIV dan AIDS yang dilaksanakan oleh Fatayat NU Kabupaten Tegal merupakan salah satu intervensi sosial dalam komunitas beresiko dan rawan HIV dan AIDS. Dalam hal ini, Fatayat selaku agen perubah bergerak dalam lingkup kesehatan dan keagamaan guna menciptakan kondisi kesejahteraan sosial dalam suatu komunitas. Masalah kesehatan merupakan hal yang diupayakan untuk ditangani, sedangkan ilmu keagamaan juga disertakan dalam upaya penanganan masalah sosial terkait bidang kesehatan. Selain itu, upaya pencegahan yang dilakukan oleh Fatayat NU menggunakan pendekatan dan konsep manusia secara
Program pencegahan HIV..., Eka Kumala Sinta, FISIP UI, 2013
komprehensif yang meliputi aspek biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Dimana aspek spiritual terasa sangat menonjol jika dibandingkan dengan organisasi-organisasi lain yang bukan organisasi keagamaan. Adanya nilai dan unsur keagamaan yang tertanam dalam Fatayat NU dan menyertai setiap kegiatan yang mereka lakukan, membantu pencapaian program lebih efektif dan efisien. Tahapan yang dilakukan Fatayat NU Kabupaten Tegal untuk menyentuh kelompok dampingan dan mengubah perilaku kelompok dampingan sehingga kelompok dampingan bisa kembali ke jalan yang benar dan mereka terbebas dari infeksi HIV dan AIDS, yaitu: 1) Langkah pertama yang dilakukan oleh Fatayat NU Kabupaten Tegal dalam rangka pencegahan HIV dan AIDS adalah membuka akses terhadap tokoh kunci di lokasi Untuk membuka akses ke lokasi tersebut, langkah yang dilakukan yaitu memetakan dan melakukan pendekatan secara informal serta melakukan pertemuan dan sosialisasi kepada stakeholder di lokasi. 2) Langkah kedua yang dilakukan oleh Fatayat NU Kabupaten Tegal adalah membentuk lingkungan yang kondusifdan pendekatan informal kepada kelompok dampingan. Langkah yang dilakukan untuk membentuk lingkungan yang kondusif yaitu dengan melakukan pendekatan kepada manajemen perusahaan jasa transportasi, membangun jaringan dengan mitra kerja lain seperti PKBI Tegal, Kalandara, dan LSM Workplace, melakukan pertemuan dengan stakeholder di tingkat kabupaten, serta melakukan pertemuan dengan mucikari dan pemilik warung di lokasi. Pendekatan informal kepada kelompok dampingan dilakukan dengan perkenalan yang ditindak lanjuti dengan kunjungan ke tempat tinggal serta menjalin komunikasi melalui media handphone. 3) Langkah ketiga yang dilakukan oleh Fatayat NU Kabupaten Tegal adalah meningkatkan pengetahuan dan kesadaran kelompok dampingan melalui penjangkauan. Langkah yang dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran kelompok dampingan ini yaitu dengan melakukan pendekatan individu sekaligus penyampaian mutan rohani terkait keagamaan, diskusi kelompok kecil, pemeriksaan Infeksi Menular Seksual (IMS), rujukan Voluntary Counseling and Testing (VCT), penyebaran dan penyediaan media Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE), serta Edutainment seperti dangdutan dan karaoke, selain itu juga mengadakan lomba qasidah, pengajian, dan
berbagai acara keagamaan lain yang bertema HIV dan AIDS untuk kelompok dampingan yang termasuk dalam target sekunder. Terkait dengan kegiatan ruhani, Fatayat NU memberikan himbauan, informasi sekaligus pendampingan kepada kelompok dampingan dalam mengikuti kegiatan tersebut. 4) Langkah keempat yang dilakukan oleh Fatayat NU Kabupaten Tegal adalah memberi dukungan terhadap perubahan perilaku. Langkah yang dilakukan adalah dengan melakukan Individual Risk Assesment dan Group Risk Assessment. Dalam strategi ini juga diselipkan pendampingan yang berupa perhatian, pemberian motivasi dan dorongan terkait nilai-nilai agama demi tercapainya perubahan perilaku kelompok dampingan ke arah yang positif. Dalam strategi ini dilibatkan Peer Educator atau pendidik sebaya untuk membantu mengontrol dan mempertahankan perilaku positif kelompok dampingan. 5) Langkah kelima yang dilakukan oleh Fatayat NU Kabupaten Tegal adalah mempertahankan perilaku dan penyediaan layanan. Langkah yang dilakukan yaitu penyediaan dan distribusi kondom, pembangunan jaringan dengan layanan IMS dan VCT, pembentukan kesepakatan dengan kelompok dampingan, serta pertemuan bulanan puskesmas dengan stakeholder. 6) Langkah keenam yang dilakukan oleh Fatayat NU Kabupaten Tegal adalah melibatkan kelompok dampingan dalam pelaksanaan program. Hal tersebut memberikan dukungan kepada kelompok dampingan yang lainnya untuk mengikuti program-program yang diadakan oleh Fatayat NU Kabupaten Tegal, misalnya pemakaian kondom untuk berhubungan seksual dengan aman, pemeriksaan VCT, dan lain sebagainya. Dalam strategi ini kelompok dampinga dilibatkan dalam perencanaan dan pelaksanaan acara, termasuk juga memaksimalkan peran Peer Educator. Semua strategi program Fatayat NU yang diuraikan diatas didasari oleh nilai-nilai keagamaan yang dianut oleh Fatayat NU serta dilaksanakan berdasar pada tradisi atau kebiasaan yang berlaku di Fatayat NU. Faktor pendukung pelaksanaan strategi pencegahan HIV dan AIDS oleh Fatayat NU Kabupaten Tegal sebagai berikut: 1) Kuatnya komitmen terkait keagamaan yang diyakini yang proses pelaksanaan program. keagamaan ini tercermin dalam pendekatan sampai pelaksanaan
Program pencegahan HIV..., Eka Kumala Sinta, FISIP UI, 2013
nilai-nilai menyertai Nilai-nilai motivasi, program.
Semua aspek program mengandung nilai-nilai keagamaan sehingga mendukung adanya SDM pelaksana yang lebih bertanggung jawab, mewujudkan misi dan komitmen jangka panjang terhadap penerima pelayanan sosial sampai terlaksananya tujuan program. 2) Pekerja lapangan (PL) yang memiliki latar belakang agama yang cukup baik. Mereka diharapkan mampu memberikan sentuhan rohani dan melakukan pendekatan individu sehingga kelompok dampingan bisa menjadi manusia yang baik dan kembali ke jalan yang benar. 3) Tokoh kunci (stakeholder) di lokasi merupakan salah satu faktor pendukung strategi pencegahan HIV dan AIDS. Dengan dukungan tersebut, Tim Fatayat NU Kabupaten Tegal tidak hanya diperbolehkan bertemu dengan kelompok dampingan (Wanita Pekerja Seks) tetapi juga diberikan fasilitas. Bahkan, dengan keterlibatan tokoh kunci dalam program pencegahan HIV dan AIDS dapat mempengaruhi kelompok dampingan untuk mengikuti program tersebut. 4) Adanya bimbingan teknis dan bantuan dana dari mitra kerja Fatayat NU Kabupaten Tegal, khususnya Family Health International (FHI). Faktor penghambat pelaksanaan strategi pencegahan HIV dan AIDS oleh Fatayat NU Kabupaten Tegal yaitu ada di kelompok dampingan sendiri, khususnya Wanita Pekerja Seks. Apabila kelompok dampingan (khususnya Wanita Pekerja Seks) sedang tidak “mood” atau dalam kondisi tidak baik, maka mereka susah sekali untuk menemui teman-teman Fatayat NU Kabupaten Tegal yang ada di lapangan (Pekerja Lapangan) sehingga pesan, nasihat dan/atau materi yang seharusnya disampaikan jadi tidak dapat disampaikan. Selain itu, Adanya target pendistribusian oleh lembaga donor membuat kinerja Fatayat yang memfokuskan diri pada strategi A dan B dalam pencegahan HIV dan AIDS menjadi sedikit terganggu. Untuk mencapai hasil yang lebih maksimal, Fatayat NU sebagai FBO lebih baik dibiarkan secara leluasa menjalankan program pencegahan HIV dan AIDS sesuai dengan potensi dan nilai-nilai yang mereka yakini tanpa harus melanggar prinsip dan ideology yang mereka yakini. Daftar Acuan Buku Adi, IR. (2002). Pemikiran-Pemikiran dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial. Depok: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia . (2003). Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat, dan Intervensi Komunitas:
Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis (edisi revisi 2003). Depok: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia . (2005). llmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial (edisi ke-2). Depok: FISIP UI Press . (2007). Perencanaan Partisipatoris Berbasis Aset Komunitas. Depok: FISIP UI Press Ali, M.D dan Daud. Habibah. (1995). LembagaLembaga Islam. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada Chadwick, Bruce A et.al, (1991). Metode Penelitian Ilmu Pengetahuan Sosial. Semarang: Press IKIP Creswell, John W. (1994) Research Design: Qualitative and Quantitative Approach. California: Sage Publication Gortner, H. F., Nichols, K. L., & Ball, C. (2007). Organization Theory: A Public and Non Profit Perspective (3rd ed.). USA: Thomson Wadsworth Hardina, D., J. Middleton, S. Montana & R. A. Simpson. (2007). An empowering approach to managing social service organizations. New York: Springer Publishing Company, LLC Hawari, Dadang. (2006). Global Effect HIV/AIDS: Dimensi Psikoreligi. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Hughes, Mark & Wearing, Michael. 2007. Organization and Management in Social Work. London : Sage Publication Ltd. Irawan, Prasetya. (2006). Penelitian Kualitatif & Kuantitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Johnson, Louise C. (1995). Social Work Practice: A Generalist Approach (5th ed.) USA: A Paramount Communications Company Lamptey, Peter R. & Gayle, H. D. (2009). HIV/AIDs Prevention and Care in Resource Contrained Settings. Family Health International Mason, Jennifer. (2002). Qualitative Researching (2nd ed.). London: Sage Publication Midgley, James. (1995). Social Development: The Developmental Perspective in Social Welfare. London: Sage Publication Minichiello, Victor. Et. Al. (1995). In Depth Interview (2nd ed.). Australia: Longman Moleong, J. Lexy. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif (edisi revisi). Bandung: PT Remaja Rosdakarya Neuman, W. Lawrence. (2006). Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches (6th ed.). USA: Pearson Education
Program pencegahan HIV..., Eka Kumala Sinta, FISIP UI, 2013
O’Connor, Mary Katherine & Netting F. Ellen. 2009. Organization practice: a guide to understanding human services organization (2nd ed.). New Jersey : John Wiley & Sons, Inc., Hoboken Pencegahan dan Penatalaksanaan HIV/AIDS. (1996). Jakarta: Pertemuan Nasional Segal, E. A., & Bruzy, S. (1998). Social Welfare Policy, Programs, and Practice. Illionis: F.E. Peacock Publishers Seligson, M. R., & Peterson, K. E. (Ed.). (1992). AIDS Prevention and Treatment: Hope, Humor, and Healing. USA: Hemisphere Publishing Corporation Suharto, Edi. (2007). Kebijakan Sosial sebagai Kebijakan Publik. Bandung: Penebit Alfabeta Buku Elektronik Neuman, W. Lawrence. (2006). Basic of Social Research Qualitative and Quantitative Approaches (2nd ed.). Pearson Education Publikasi Elektronik Cnaan, R. A & Boddie, S. C. 2002. Charitable Choice and Faith-Based Welfare: A Call for Social Work. Academic Research Library. 47,3 CNCS. (2004). Developing Definitions for the Faith-Based and Community Initiative. California: National Crime Prevention Council Family Health International (FHI). (2002). Faith Based Organization in Community Development. United States: U.S. Department of Housing and Urban Development ______________________________. (2002). Behaviour Change Communication For HIV/AIDS. United States: U.S. Department of Housing and Urban Development Graddy, Elizabeth A & Ye, Ke. (2006). FaithBased Versus Secular Providers of Social Services – Differences in What, How, and Where. JHSA Winter. Green, Edward C. (2003). Faith Based Organization: Contribution to HIV Prevention. United States: Harvard Center for Population and Development Studies International Labor Organization. (2008). HIV/AIDS Behaviour Change Communication: A toolkit for workplace. Geneva Laporan Situasi Perkembangan HIV dan AIDS di Indonesia sampai dengan 30 Juni 2012. (2012). Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan RI. Larivee Carol, and Franklin. Behaviour Change Communication To Reduce Risk and Vulnerability in Recources Contsrained Settings. Chapter VI. United States.
Mubarok. (1995). Rangkuman Peta Keagamaan Di Indonesia (edisi II di 10 Provonsi). Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Agama, Kementerian Agama RI PP Fatayat NU. (2010). Keputusan Kongres XIV Fatayat Nahdlatul Ulama Tahun 2010. Jakarta: Pimpinan Pusat Nahdlatul Ulama The National Action Committee on AIDS. 2004. National HIV and AIDS Behaviour Change Communication Strategy. Nigeria The National HIV/AIDS Strategy 2010-2014. (2010). Jakarta: Komisi Penanggulangan AIDS UNAIDS. 2009. Partnership with Faith-based Organizations: UNAIDS Strategic Framework. UNICEF, Background Paper “East Asia and Pacific Region: Interfaith Consultation: Children and HIV & AIDS,” 15-17 January 2008, Bangkok Websites Boskey, Elizabeth. (2010, July 27). What is a Retrovirus? Health's Disease and Condition. Diakses pada tanggal 27 Oktober 2012 pukul 22.15 WIB. http://std.about.com/od/glossary/g/WhatIs-A-Retrovirus.htm Fatayat NU. (2009). Peraturan Dasar (PD) Fatayat NU. Diakses pada tanggal 05 September 2012 pukul 21:22 WIB. http://fatayat.or.id/PD _________. (2009). Peraturan Rumah Tangga (PRT) Fatayat NU. Diakses pada tanggal 05 September 2012 pukul 21:33 WIB. http://fatayat.or.id/PRT _________. (2009). Program Kerja. Diakses pada tanggal 05 September 2012 pukul 21:55 WIB. http://fatayat.or.id/ProgramKerja _________. (2009). Sejarah Kelahiran Fatayat NU. Diakses pada tanggal 05 September 2012 pukul 21:05 WIB. http://fatayat.or.id/Sejarah _________. (2009). Struktur Pengurus. Diakses pada tanggal 05 September 2012 pukul 21:48 WIB. http://fatayat.or.id/StrukturPengurus _________. (2009). Visi & Misi. Diakses pada tanggal 05 September 2012 pukul 21:17 WIB. http://fatayat.or.id/VisiMisi Komisi Penanggulangan AIDS (KPA). (2010). Dasar HIV AIDS. Diakses pada tanggal 21 September 2012 pukul 15:35 WIB. http://www.aidsindonesia.or.id/dasar-hivaids UNAIDS and WHO. (2007). Worldwide HIV & AIDS Statistics: Global HIV and AIDS Estimates. Dikases pada tanggal 21 September 2012 pukul 16:45 WIB. http://www.avert.org/worldstats.htm
Program pencegahan HIV..., Eka Kumala Sinta, FISIP UI, 2013