Jurnal Ilmiah Niagara Vol. V No. 4, Desember 2013
PROGRAM BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH ( BOS ) DALAM PERSPEKTIF TEORI PENYADARAN (Analisis Kontribusi Ilmu Komunikasi) Neka Fitriyah Prodi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
[email protected]
ABSTRAK Kebijaksanaan pembangunan di negara-negara sedang berkembang pada periode tertentu mengacu pada paradigma pertumbuhan. Hal ini didasari oleh asumsi bahwa pertumbuhan ekonomi akan dapat mendorong pada penciptaan kesempatan kerja, peningkatan pendapatan buruh melalui kenaikan upah pekerja. Faktor penyebab kegagalan salah satunya adalah kesalahan dalam implementasi dari perencanaan pembangunan yang sudah dirumuskan. Di Indonesia sekarang ini pembangunan sosial sudah menjadi salah satu prioritas utama program pembangunan, antara lain dibidang kesehatan, pendidikan, dan pelayanan sosial salah satunya Bantuan Dana Pendidikan (BOS). Artikel ini mencoba membahas lebih dalam tentang kontribusi ilmu komunikasi dalam perspektif teori penyadaran terkait dengan dana BOS. Teori penyadaran merupakan pembangkitan kesadaran dan pembebasan martabat manusia agar dapat bangkit dari ketertindasannya. Pendidikan yang dialogis merupakan cara untuk membuat manusia sadar akan dirinya dan kemandirian. Komunikasi dalam teori penyadaran merupakan komunikasi efektif, yang akan membangkitkan kesadaran manusia dan dengan kesadarannya akan berperan aktif/berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan. Program Bos merupakan program pembangunan sosial yang sangat membantu masyarakat miskin untuk dapat mengakses/menikmati pendidikan. Masih banyak kekurangan dalam pelaksanaan program Bos yang perlu diperbaiki untuk meningkatkan program pembangunan sosial dimasa yang akan datang. Perlu adanya keseriusan instansi-instansi atau lembaga-lembaga yang terkait dalam mempelajari juklak program BOS, agar dapat mengsosialisasikannya dengan baik. Kata Kunci: Ilmu Komunikasi, Perubahan Sosial, Teori Penyadaran dan Dana Bantuan Sekolah
ABSTRACT Development policy in developing countries at a certain period refers to the growth paradigm. This is based on the assumption that economic growth will encourage the creation of employment opportunities, increased income workers through higher wages. Factors causing the failure of one of them is an error in the implementation of the development plan has been formulated. In Indonesia today's social development has become one of the top priorities of development programs, among other areas of health, education, and social services one Education Assistance Fund (BOS). This article tries to discuss more about the contribution of science communication in the perspective of the theory of awareness associated with BOS. Theory of awareness is awareness generation and liberation of human dignity in order to rise from its downtrodden. Dialogical education is a way to make people self-conscious and selfreliance. Communication in awareness theory is an effective communication, which will raise human consciousness and the awareness will play an active role / participation in development activities. The boss is a program of social development programs that help the poor was to be 1
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. V No. 4, Desember 2013
able to access education. Still stout shortcomings in the implementation of programs that need to be fixed BOS to improve social development programs in the future. Need for seriousness agencies or institutions involved in the BOS program, in order to socialize properly. Keywords: Communication Studies, Social Change, Awareness Theory and School Aid Fund I. PENDAHULUAN Kebijaksanaan pembangunan di negara-negara sedang berkembang pada periode tertentu mengacu pada paradigma pertumbuhan. Berdasarkan paradigma ini pembangunan lebih difokuskan pada pencapaian pertumbuhan ekonomi yang cepat dan tinggi, yang mana diyakini pertumbuhan ekonomi yang cepat dan tinggi tidak saja akan berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi nasional tetapi juga akan berpengaruh pada pertumbuhan kesejahteraan sosial. Hal ini didasari oleh asumsi bahwa pertumbuhan ekonomi akan dapat mendorong pada penciptaan kesempatan kerja, peningkatan pendapatan buruh melalui kenaikan upah pekerja, juga asumsi bahwa dengan perkembangan perekonomian modern akan mempengaruhi daerah pedesaan dalam hal transformasi pertanian dari sistem usaha tani yang bersifat subsisten ke sistem usaha tani yang bersifat modern dan berorientasi pasar, yang akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Selain alasan diatas, kurang diperhatikannya kebutuhan sosial dalam perencanaan pembangunan juga karena adanya anggapan bahwa alokasi dana untuk pelayanan sosial tidak produktif dan dianggap merupakan pemborosan terhadap sumberdaya nasional. Disamping itu pandangan ini menganggap, pemenuhan kebutuhan sosial tidak harus menjadi tanggung jawab dan dimasukkan kedalam sektor publik karena akan dipenuhi melalui upaya yang bersifat individual dan melalui bekerjanya mekanisme pasar. Sementara dalam pelaksanaannya di banyak negara yang sedang berkembang, harapan dan mekanisme seperti yang diasumsikan dalam
perspektif pertumbuhan tidak menjadi kenyataan. Salah satu sebabnya adalah kegagalan sementara negara berkembang untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Karena pertumbuhan ekonomi tidak berhasil maka hal ini berdampak juga pada peningkatan kesejahteraan sosial yang tidak bisa diwujudkan. Di sektor perdesaan, program pembangunan juga gagal dalam melakukan transformasi dari pertanian subsisten menjadi pertanian modern yang berorientasi pasar. Faktor penyebab kegagalan salah satunya adalah kesalahan dalam implementasi dari perencanaan pembangunan yang sudah dirumuskan. Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa kegagalan ini merupakan suatu bukti bahwa negara sedang berkembang tidak bisa mencontek begitu saja dengan negara maju/barat. Selain itu ada juga pendapat yang mengatakan bahwa sumber kegagalan adalah faktor-faktor nonekonomi yang melekat pada masyarakat negara yang sedang berkembang itu sendiri. Faktorfaktor tersebut adalah pertambahan penduduk yang pesat yang sering melebihi pertumbuhan ekonomi, sikap tradisional masyarakat yang kurang memacu semangat kewirausahaan, menggejalanya praktikpraktik korupsi dan kekurangan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun ada juga negara maju yang berhasil dalam pertumbuhan ekonominya, tetapi dampaknya tidak muncul juga ke kesejahteraan sosial. Hal ini karena pertumbuhan ekonomi secara nasional, tidak terdistribusi dengan merata. Harapan akan terjadi tetesan kebawah atau pelebaran kesamping tidak terjadi. Yang akhirnya bukan berdampak pada peningkatan 2
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. V No. 4, Desember 2013
kesejahteraan tetapi malah mengakibatkan kesenjangan sosial yang semakin tajam antar lapisan masyarakat. Berdasarkan pertimbangan tersebut muncul gagasan agar pemerintah di negaranegara sedang berkembang tidak sematamata mengharapkan peningkatan kesejahteraan sosial dan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan sosial terutama bagi warga masyarakat lapisan bawah dari mekanisme tetesan hasil pertumbuhan ekonomi yang belum tentu terwujud. Pemerintah di negara-negara sedang berkembang perlu mempunyai komitmen untuk secara khusus mengalokasikan anggaran pebangunannya bagi usaha-usaha kesejahteraan sosial tersebut. Bahwasannya dalam perencanaan pembangunan nasional perlu dimasukkan program-program pelayanan sosial yang komprehensif yang dapat mendorong perkembangan yang pesat dari penyediaan fasiltas pelayanan sosial terutama bidang kesehatan, pendidikan, perumahan, dan bentuk-bentuk pelayanan yang lain. Perubahan sosial merupakan perubahan yang terjadi di berbagai aspek kehidupan manusia, baik dari aspek pola prilaku, hubungan sosial, pengorganisasian, lembaga dan struktur sosial, juga kultur dalam masyarakat yang terjadi dalam waktu tertentu. Perubahan dapat dilihat dari sebuah upaya memberikan kesadaran bagi masyarakat akan berbagai permasalahan yang dihadapinya. Hal ini tidak sekedar berhenti pada kesadaran akan permasalahan namun lebih jauh lagi pada upaya transfer of knowledge. Harapan dari proses transfer of knowledge ini adalah peningkatan kemampuan dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. Sebagai bentuk perubahan sosial, pembangunan juga tidak dapat lepas dari pendidikan. Pendidikan merupakan sebuah upaya penyadaran bagi kaum tertindas, karena hanya dengan pendidikan akan melahirkan pembebasan bagi kaum
tertindas. Pendidikan akan dapat melahirkan bentuk pemahaman penyebab ketertindasan mereka. Salah satu penyebab yang menjadikan hal itu adalah sistem pendidikan yang membelenggu. Sistem pendidikan kita yang masih didominasi dengan “bebanbeban” kurikulum, menjadikan orang (siswa) terpatok pada pencapaian target studi. Dan salah satu efeknya adalah menimbulkan semacam “tafsiran”, bahwa untuk dapat menguasai ilmu pengetahuan haruslah dengan mencapai prestasi di sekolah (nilai). Dengan prestasi itu, maka akan dapat membuka jalan kesejahteraan-ekonomi. Sistem itu begitu membelenggu, apalagi bagi yang tergolong tidak atau kurang berprestasi. Seakan bayangan suram masa depan telah nampak di depan mata.Salah satu kritik Paolo Freire (1921-1996) tentang pendidikan yang salah, adalah ketika pendidikan dipandang sebagai sesuatu yang dapat “menghasilkan”. Orang bersekolah untuk mendapat sesuatu. Bagi Freire hal itu disebutnya dengan Banking Education (BE). Lebih dari itu Freire memandang hal tersebut disebabkan oleh sistem pendidikan otoriter yang dilakukan lembaga-lembaga pendidikan. Karenanya, Freire menawarkan sebuah sistem pendidikan yang lebih bersifat pedagogis, sehingga ada kesadaran kritis dengan dan melalui pendidikan. Di Indonesia sekarang ini pembangunan sosial sudah menjadi salah satu prioritas utama program pembangunan, antara lain dibidang kesehatan, pendidikan, dan pelayanan sosial. Contoh kongkrit seperti : Bantuan Langsung Tunai (BLT), Askeskin, pembagian beras miskin (Raskin), dan bantuan dana pendidikan (BOS). Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik mencoba untuk membahas lebih dalam tentang teori penyadaran yang di tulis oleh Paulo Freire. Untuk dapat mengetahui sejarah lahirnya teori penyadaran, Apa yang dimaksud teori penyadaran, dan kontribusi teori komunikasi dalam perspektif teori 3
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. V No. 4, Desember 2013
penyadaran. Dalam hal ini, akan mengambil satu contoh pembangunan sosial di Indonesia dibidang pendidikan yaitu Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
II. PEMBAHASAN 2.1. Sekilas Program Bantuan Operasional Sekolah ( BOS ) Kebijakan pembangunan pendidikan dalam kurun waktu 2004-2009 berorientasi pada peningkatan akses rakyat terhadap pendidikan yang lebih berkualitas. Implementasinya melalui pelaksanaan program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun dan pemberian akses yang lebih besar kepada kelompok masyarakat yang selama ini kurang terjangkau layanan pendidikan. Kenaikan harga BBM yang cukup tinggi, menurunkan kemampuan daya beli penduduk miskin, selanjutnya dapat menghambat upaya penuntasan Program Wajib Belajar Dasar 9 Tahun. Karena penduduk miskin semakin sulit memenuhi kebutuhan biaya pendidikan. Pada Maret dan Oktober 2005, Pemerintah Indonesia mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan merealokasi sebagian besar anggarannya ke empat program besar, yaitu program pendidikan, kesehatan, infrastruktur perdesaan, dan subsidi langsung tunai (SLT). Salah satu program di bidang pendidikan adalah Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang menyediakan bantuan bagi sekolah dengan tujuan membebaskan siswa dari iuran sekolah dalam rangka mendukung pencapaian Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar (Wajardikdas) Sembilan Tahun. Melalui program ini, pemerintah pusat memberikan dana kepada sekolahsekolah setingkat SD dan SMP. Program ini mulai dilaksanakan pada Juli 2005 bersamaan dengan awal Tahun Ajaran 2005/2006. Program bantuan operasional
sekolah bertujuan untuk membebaskan biaya pendidikan bagi siswa tidak mampu dan meringankan bagi siswa yang lain, agar mereka memperoleh layanan pendidikan dasar yang lebih bermutu sampai tamat dalam rangka penuntasan Wajib Belajar 9 Tahun Sasaran program BOS adalah sekolah setingkat SD dan SMP baik negeri maupun swasta di seluruh Propinsi di Indonesia. Besar dana BOS yang diterima oleh sekolah/madrasah dihitung berdasarkan jumlah siswa dengan ketentuan : a. SD/MI/SDLB/Salafiyah/Sekolah agama non Islam setara SD sebesar Rp. 254.000/siswa/tahun b. SMP/MTs/SMPLB/Salafiyah/Sekolah agama non Islam setara SMP sebesar Rp. 354.000/siswa/tahun c. Besar dana BOS Buku untuk jenjang SD dan SMP sebesar Rp. 22.000,hanya satu kali dalam satu tahun. Dana Bos diutamakan Digunakan Untuk : (1) pembiayaan seluruh kegiatan dalam rangka penerimaan siswa baru: biaya pendaftaran, penggandaan formulir, administrasi pendaftaran, dan pendaftaran ulang, serta kegiatan lain yang berkaitan langsung dengan kegiatan tersebut (2) pembelian buku teks pelajaran ( diluar buku yang telah dibeli dari dana BOS Buku ) dan buku referensi untuk dikoleksi di perpustakaan. (3) pembiayaan kegiatan pembelajaran remidial, pembelajaran pengayaan, olahraga, kesenian, karya ilmiah remaja, pramuka, palang merah remaja dan sejenisnya (4) pembiayaan ulangan harian, ulangan umum, ujian sekolah dan laporan hasil belajar siswa (5) pembelian bahan-bahan habis pakai: buku tulis, kapur tulis, pensil, bahan pratikum, buku induk siswa, buku inventaris, langganan koran, kopi, teh dan gula untuk kebutuhan sehari-hari 4
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. V No. 4, Desember 2013
di sekolah (6) pembiyaan langganan daya dan jasa : listrik, air , telepon, termasuk untuk pemasangan baru jika sudah ada jaringan di sekitar sekolah. (7) pembiayaan perawatan sekolah : pengecatan, perbaikan atap bocor, perbaikan pinu dan jendela, perbaikan mebelair, perbaikan sanitasi sekolah dan perawatan fasilitas sekolah lainnya, dan lain-lain. Penggunaan dan BOS untuk transportasi dan uang lelah bagi guru PNS diperbolehkan hanya dalam rangka penyelenggaraan suatu kegiatan sekolah selain kewajiban jam mengajar, besarnya mengikuti batas kewajaran yang ditetapkan pemerintah daerah. Dana Bos Tidak Boleh Digunakan Untuk : (1) disimpan dalam jangka waktu lama dengan maksud dibungakan (2) dipinjamkan kepada pihak lain (3) membiayai kegiatan yang tidak menjadi prioritas sekolah dan memerlukan biaya besar, misal studi banding, studi tour dan sejenisnya (4) membayar bonus, trasnportasi, atau pakaian yang tidak berkaitan dengan kepentingan siswa (5) digunakan untuk rehabilitasi sedang dan berat (6) membangun gedung/ruang baru (7) membeli bahan/peralatan yang tidak mendukung proses pembelajaran (8) menanam saham (9) membiayai segala jenis kegiatan yang telah dibiayai dari sumber dana pemerintah pusat atau daerah Ketentuan Yang Harus Diikuti Sekolah Penerima Bos Sekolah yang menyatakan menerima BOS dibagi menjadi 2 ( dua ) kelompok, dengan hak dan kewajiban sebagai berikut : a. Apabila di sekolah tersebut terdapat siswa miskin, maka sekolah diwajibkan membebaskan segala jenis pungutan / sumbangan / iuran seluruh siswa miskin. Sisa dana BOS ( bila masih ada ) digunakan untuk mensubsidi siswa lainnya. Dengan demikian sekolah tersebut menyelenggarakan pendidikan gratis terbatas. Bila seluruh
siswa tergolong miskin dan atau bila dana BOS cukup untuk membiayai seluruh kebutuhan sekolah, maka otomatis sekolah tersebut menyelenggarakan pendidikan gratis. b. Bagi sekolah yang tidak mempunyai siswa miskin, maka dana BOS digunakan untuk mensubsidi seluruh siswa, sehingga dapat mengurangi pungutan/sumbangan/iuran yang dibebankan kepada orangtua siswa, minimum senilai dana BOS yang diterima sekolah. Pengawasan terhadap pelaksanaan program BOS dilakukan oleh lembaga pengawas yang berkompeten antara lain oleh BPK, BPKP, Inspektorat Jenderal serta BAWASDA Propinsi dan kota. Lembaga tersebut bertanggung jawab untuk melakukan audit terhadap kinerja dan administrasi keuangan. Selain itu dalam rangka transparansi pengelolaan dana BOS, program ini juga dapat dimonitor oleh : (1) unsur masyarakat (2) unit-unit pengaduan masyarakat yang terdapat di sekolah, kota , propinsi dan pusat. 2.3. Kontribusi Komunikasi dalam Perspektif Teori pPnyadaran. Dalam Teori penyadaran dikatakan bahwa Freire sebagai pendobrak pendidikan sistem bank dan merubahnya menjadi ”problem-posing education”, dimana guru dan murid dijadikan sebagai subjek dan menjadikan dialog sebagai unsur terpenting dalam pendidikan. Hal ini dapat dilihat pada gambar 1 di bawah ini :
5
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. V No. 4, Desember 2013
mutual understanding (pengertian bersama) seperti pada gambar.2 berikut ini:
Dunia, Pengetahuan, Situasi, Problem
Subjek Bersama-sama
Objek
Guru
Objek
Murid
refleksi, dialog, observasi
Pengertian Partisipan B
Pengertian Partisipan A
Subjek Mutual Understanding A dan B
Tantangan
Perubahan
Efek dari komunikasi adalah perubahan pada perilaku individu, dan dapat berdampak pada lingkungan individu. Menurut Steven M. Chaffe dalam Jalaluddin Rahmat, 2007, bahwa efek komunikasi adalah adanya perubahan yang terjadi pada diri khalayak yakni berubahan kognitif, afektif, dan behavioral. Efek kognitif terjadi bila ada perubahan pada apa yang dipahami, yang diketahui atau dipersepsi khalayak. Efek ini berkaitan dengan transmisi pengetahuan, keterampilan, kepercayaan atau informasi, dan efek afektif timbul bila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi atau dibenci. Efek ini ada hubungannya dengan emosi, sikap atau nilai, sedangkan efek behavioral merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati, meliputi pola-pola tindakan, kegiatan, atau kebiasaan berperilaku. Dalam teori penyadaran, orang menjadi sadar dan dapat melepaskan diri dari penindasan. Salah satu model komunikasi, yang menurut penulis sesuai dengan teori penyadaran adalah model “interaktif “ atau “konvergen” (Rogers dan Kincaid, 1981). Model Interaktif atau konvergen ini menyatakan bahwa komunikasi sebagai proses transaksi diantara partisipan, setiap partisipan memberikan kontribusi pada transaksi tersebut yang artinya ada proses dialogis yang terjadi sehingga menghasilkan
Gambar 2. Komunikasi Konvergen Rogers and Kincaid Dialog merupakan suatu upaya untuk menciptakan pengertian bersama antara partisipan A dan partisipan B. Menurut Freire, dialog adalah suatu keharusan yang eksistensial, sebab didalamnya ada relasi yang timbal balik, refleksi dan aksi bersama untuk membangun dan menyempurnakan dunia melalui pengertian bersama Dialog merupakan cara yang terbaik dalam memberikan pengertian dan penyadaran kepada masyarakat atau anak didik, karena dengan dialog semua dapat mengemukakan pendapat, ide dan perasaannya tanpa adanya umpan balik yang tertunda. Komunikasi interaktif dalam Teori penyadaran ini telah merubah teori komunikasi paradigma lama yang bersifat Top-Down. Dengan komunikasi yang interaktif ini akan menjadikan pendidikan dalam masyarakat menjadi lebih efektif. Dimana akan terjadi perubahan sosial dalam masyarakat untuk bangkit dalam ketertindasan dan mampu untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan. Model komunikasi interaktif yang menghasilkan keseimbangan perspektif teori pertukaran (exchange theory), melalui jalur kelembagaan yang telah mapan, didukung oleh bentuk-bentuk komunikasi yang efektif baik vertikal maupun horizontal. Model ini sejalan dan memperhatikan prinsip-prinsip yang berlaku dalam model komunikasi tipe relation Scramm (Sumardjo, 1999) maupun 6
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. V No. 4, Desember 2013
tipe convergence Kincaid (Sumardjo, 1999). Komunikasi konvergen ini juga bisa di sebut Pendekatan komunikasi partisipatoris. Menurut Dilla (2007) komunikasi partisipatif berlandaskan semangat kebersamaan (togetherness, communality) dalam mengartikulasikan dan mempersepsikan sesuatu dalam pikiran, sikap, dan tindakan, termasuk cara-cara memecahkan masalah bersama. Dalam pendekatan partisipatoris, semua permasalahan yang dihadapi merupakan masalah bersama sehingga cara menyelesaikannya pun perlu dipikirkan bersama. Karena aktivitas komunikasi terjadi dalam ruang publik (public sphere) maka memungkinkan setiap orang dapat melakukan akses infromasi dan dialog terbuka secara merata. Hubungan aspek nilai sosial budaya lingkungan dan pengalaman partisipan komunikasi diyakini Defleur (1993) turut menjadi perhatian bersama. Pendekatan ini menyiratkan adanya komitmen, itikat baik, dan kemauan untuk belajar bersama dari pihak yang terlibat komunikais dua arah secara bergantian. Pendekatan partisipatoris yang bertumpu pada model konvergen berarti berusaha menuju pengertian yang bersifat timbal balik diantara partisipan komunikasi dalam perhatian, pengertian, dan kebutuhan. Jika konsep ini dipergunakan sebagai pendekatan pembangunan, akan merentas jalan tumbuhnya kreativitas dan kompetensi masyarakat dalam mengomunikasikan gagasannya (Dilla, 2007). Partisipasi masyarakat dalam pembangunan mutlak diperlukan, tanpa adanya partisipasi masyarakat pembangunan hanyalah menjadikan masyarakat sebagai objek semata. Salah satu kritik adalah masyarakat merasa “tidak memiliki” dan “acuh tak acuh” terhadap program pembangunan yang ada. Penempatan masyarakat sebagai subjek pembangunan mutlak diperlukan sehingga masyarakat akan dapat berperan serta secara aktif mulai dari
perencanaan, pelaksanaan hingga monitoring dan evaluasi pembangunan. Pembangunan yang menurut Freire diwujudkan dalam pendidikan, merupakan sebuah proses pembebasan individu dari ketertindasan. Untuk mencapai kebebasan dari keterbelengguan tersebut diperlukan model pendidikan yang tidak menindas. Pendidikan model ini akan dapat memberikan ruang gerak bagi masyarakat tertindas dalam merencanakan pembangunan secara partisipatif, melaksanakan serta mengevaluasinya. Pembangunan sosial diberi makna dalam pengertian yang lebih umum sebagai pembangunan yang dilakukan dari dan oleh rakyat. Dalam pengertian yang lebih khusus pembangunan sosial dapat diartikan sebagai pembangunan yang menyangkut aspek non ekonomi dan dalam rangka tercapainya hak asasi atau kehidupan warga masyarakat sesuai harkat martabatnya sebagai manusia (Conyers, 1994). Sementara itu konsep pembangunan sosial juga dapat dilihat kaitannya dalam rangka upaya mewujudkan cita-cita Negara Kesejahteraan (Walfare State). Konsep tersebut bersumber dari pemahaman tentang fungsi negara. Dalam Walfare State, negara tidak lagi bertugas memelihara ketertiban dan menegakkan hukum, tetapi terutama adalah meningkatkan kesejahteraan warganya (Ndraha dalam Soetomo, 2006). Menurut Soetomo (2006), Pembangunan sosial ditempatkan sebagai salah satu strategi dalam mengatasi masalah kemiskinan yang merupakan masalah yang dihadapi kelompok masyarakat yang tidak atau belum mampu memenuhi kebutuhan dasarnya tersebut. Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) merupakan salah satu program pembangunan sosial yang sangat membantu masyarakat miskin, dimana masyarakat lapisan bawah/miskin bisa ikut menyekolahkan anaknya agar mendapatkan pendidikan yang layak seperti anak-anak 7
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. V No. 4, Desember 2013
yang lain. Hal ini terdapat dalam UUD 1945, mengenai kesejahteraan sosial pada pasal 34 tentang kepedulian negara terhadap kelompok lemah (fakir miskin dan anak terlantar) serta sistem jaminan sosial. Sementara Empat faktor yang termasuk aspek sosial, dalam perencanaan pembangunan sosial yang ditempatkan sebagai bagian dari perencanaan pembangunan nasional. Keempat faktor tersebut adalah faktor manusia, pemenuhan kebutuhan sosial, keadilan sosial, dan pembangunan manusia seutuhnya (integrated human development) (Conyers, 1994). Pendidikan merupakan salah satu program pelayanan yang bisa dianggap sebagai investasi negara, yang dalam hal ini merupakan investasi dibidang sumberdaya manusia atau human capital. Yang dalam jangka panjang hal ini akan menjadi dampak bagi peningkatan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi, karena sumberdaya manusia adalah salah satu faktor penting dalam proses produksi (Soetomo, 2006). Batasan-batasan pentingnya pendidikan untuk dimasukkan dalam program pembangunan sosial juga dapat kita lihat juga menurut ahli-ahli berikut : Sumarnonugroho dalam Soetomo (2006), memberikan batasan ruang lingkup pembangunan sosial dalam dimensi yang cukup luas dan meliputi : a) kebijakan pemerintah yang menyangkut perluasan kesempatan kerja guna mengatasi masalah pengangguran, penyusunan perundangundangan sosialdan prioritas pelayanan bagi mereka yang hidup dibawah garis kemiskinan, b) penggunaan kekuasaan sebagai cara untuk mencapai tujuan sosial, misalnya alokasi dan distribusi sumberdaya, pengembangan keserasan relasi-relasi sosial, c) penyelenggaraan kegiatan sehubungan dengan kepentingan umum, seperti penyediaan sarana rekreasi, jaminan sosial, santunan bagi warga yang mengalami masalah, peningkatan pendidikan, dan d)
penanaman disiplin sosial,misalnya yang berhubungan dengan keserasian lingkungan hidup. Rindinelli dalam Soetomo (2006), ILO merumuskan kebutuhan dasar meliputi dua unsur penting yaitu : 1) kondisi minimum bagi konsumsi dasar setiap keluarga seperti pangan, sandang, perumahan, perabotan, dan peralatan rumahtangga, serta 2) pelayanan sosial yang mencakupi dibidang penyediaan air bersih, sanitasi, fasilitas pendidikan, kesehatan dan transortasi umum. Conyers, (1994) mengatakan bahwa Ruang lingkup sosial dengan menggunakan pendekatan kebutuhan dasar, meliputi : 1) konsumsi bahan pokok yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan pangan, sandang, dan papan 2) pelayanan pokok seperti pendidikan, kesehatan, dan penyediaan air bersih, dan 3) pengembangan partisipasi dalam membuat dan melaksanakan program. Menurut hasil kajian dari lembaga penelitian SMERU, secara umum, memperlihatkan bahwa Program BOS sangat membantu penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di sekolah, dan dalam batas-batas tertentu telah mengurangi beban biaya pendidikan yang ditanggung orang tua murid. Meskipun dampak program belum dapat dievaluasi secara mendalam, hasil kajian ini memperlihatkan potensi pemanfaatan program dalam meningkatkan akses masyarakat, khususnya masyarakat miskin, terhadap pendidikan yang lebih bermutu. Walaupun demikian, kajian ini juga menemukan beberapa permasalahan yang cenderung mengurangi efektivitas program atau menyebabkan kurang optimalnya manfaat program bagi peningkatan akses masyarakat, khususnya dari golongan miskin, terhadap pendidikan yang berkualitas. Agar manfaat program dapat lebih optimal, masih dibutuhkan berbagai penyempurnaan konsep dan teknis pelaksanaan program, 8
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. V No. 4, Desember 2013
serta dukungan bagi peningkatan kualitas pelaksanaan semua tahapan program. Hasil kajian ini juga memperlihatkan posisi strategis sekolah sebagai ujung tombak pelaksanaan program, sehingga peningkatan kapasitas kelembagaan sekolah, baik dalam bidang administrasi maupun mekanisme kontrol internal (check and balances) juga akan sangat menentukan efektivitas program. Berikut dibawah ini merupakan Kelemahan Program bantuan operasional sekolah, antara lain adalah : 1. Penargetan, Pendataan dan Alokasi Secara umum, Program BOS cenderung dilaksanakan sebagai bentuk subsidi umum. Hal ini karena hanya sebagian kecil saja sekolah yang menolak BOS, dan manfaat yang diterima siswa miskin dan tidak miskin hampir sama karena hanya sebagian kecil dari dana BOS yang dialokasikan sekolah untuk memberikan bantuan khusus kepada siswa miskin. Sistem pendataan yang dilaksanakan pada awal pelaksanaan program masih kurang baik, khususnya karena lemahnya sistem informasi pendidikan yang ada sebelumnya dan sempitnya waktu persiapan program sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukannya pendataan secara memadai. Dalam hal pengalokasian dana, kajian ini menangkap beberapa kritik terhadap formula yang digunakan. Formula penentuan alokasi dianggap kurang adil bagi sekolah yang mempunyai jumlah siswa sedikit, memiliki banyak guru honor, memiliki banyak siswa miskin, dan yang berlokasi di tempat terpencil. 2. Sosialisasi Kegiatan sosialisasi program baik untuk seluruh jajaran pelaksana maupun masyarakat dinilai lemah. Kelemahan itu antara lain disebabkan pelaksanaan sosialisasi terlambat, waktunya singkat, materinya terlalu umum, bahan serta alatnya kurang lengkap, peserta pada setiap kegiatan terlalu banyak, dan pelaksanaannya
cenderung sekedar formalitas. Akibatnya, banyak pengelola program yang kurang memahami juklak dan juknis dan terdapat perbedaan penafsiran para pengelola atas isi juklak dan juknis tersebut. Keadaan ini pada gilirannya membingungkan pelaksana di tingkat bawah. Tidak konsistennya penjelasan yang disampaikan kepada pelaksana program dengan penjelasan yang disampaikan melalui media masa dan pihakpihak lain di luar pelaksana program kepada masyarakat umum, khususnya mengenai pembebasan biaya pendidikan, juga membingungkan masyarakat dan cendrung memicu kesalahpahaman antara sekolah dan orang tua murid. 3. Penyaluran Dana Umumnya penyaluran dana telah dilakukan sesuai dengan alur yang ditetapkan dalam juklak. Kebijakan untuk menyalurkan dana BOS langsung ke rekening sekolah juga dinilai cukup tepat karena pada umumnya berjalan lancar dan dana diterima secara utuh. Namun keterlambatan penyaluran dana, bahkan pada semester 2 TA 2005/2006, membuat banyak sekolah mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan operasionalnya dan menunda pembayaran guru honor atau terpaksa berhutang ke berbagai pihak. 4. Penyerapan dan Pemanfaatan Dana Pada saat kajian ini dilaksanakan, sebagian besar (hampir 99%) dana BOS untuk periode Juli-Desember 2005 sudah diterima sekolah dan dana BOS yang tersisa di rekening Satker Provinsi paling besar hanya sekitar 1% dari total dana yang dialokasikan untuk provinsi yang bersangkutan. Sisa dana ini berasal dari kelebihan alokasi di beberapa sekolah penerima BOS dan dana yang tidak diambil oleh sekolah-sekolah. 5. Pelaporan Pada umumnya sekolah mengalami kesulitan dalam penyusunan laporan pertanggungjawaban penggunaan dana, karena keterbatasan kemampuan dan 9
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. V No. 4, Desember 2013
fasilitas serta adanya upaya untuk mengatur agar laporan penggunaan sesuai dengan ketentuan penggunaan dana dalam juklak. Di hampir semua sekolah laporan pertanggungjawaban penggunaan dana hanya disampaikan ke satker kabupaten/kota tanpa disampaikan kepada orang tua murid, sehingga mengabaikan unsur transparansi dan akuntabilitas kepada publik. 6. Monitoring, Evaluasi dan Penanganan Pengaduan Secara umum terdapat beberapa kelemahan dalam sistem dan pelaksanaan monitoring dan evaluasi (monev) yang telah dibangun untuk mengamankan program BOS. Kualitas pelaksanaan monev internal masih dipertanyakan dan lebih terkesan dilaksanakan sebagai formalitas saja. Kelemahan dalam sistem monev juga berdampak pada lemahnya sistem penanganan pengaduan, yang menjadi salah satu tugas monev internal dan eksternal. Sistem penerimaan dan penanganan pengaduan masih belum terorganisir dengan baik, walaupun banyak pihak yang telah ikut berperanserta. Kurang efektifnya sistem penanganan pengaduan antara lain disebabkan kurangnya sosialisasi mengenai saluran pengaduan, statusnya yang melekat pada satker dapat menimbulkan konflik. 7. Kelembagaan Penerapan prinsip joint management terkesan dipaksakan. Status urusan pendidikan (sekolah umum) yang otonom dan urusan agama (madrasah) yang vertikal, membuat hubungan kelembagaan kurang harmonis dan pelaksanaan joint management kurang efektif. Umumnya, komite sekolah belum berfungsi sebagai mitra kerja sekolah dalam mengelola BOS. Komite sekolah hanya berperan dalam menandatangani RAPBS untuk memenuhi persyaratan penerimaan dana BOS. Dewan Pendidikan umumnya juga hanya menjadi “stempel” satker.
2.4. BOS
Proses Komunikasi dalam Kegiatan
Menurut Soetomo (2006), proses penyampaian pelayanan kepada masyarakat kelompok sasaran harus sudah dipersiapkan berbagai bentuk komunikasi dengan pihakpihak terkait agar dalam pelaksanaannya program koordinasi dapat dilakukan dengan baik. Komunikasi yang lancar dibutuhkan baik dengan institusi lain yang memiliki program dan kegiatan yang terkait dengan pelayanan yang akan dilaksanakan,maupun dengan institusi yang terkait dengan masyarakat atau kelompok sasaran. Komunikasi dalam Program BOS sudah sangat baik dalam tataran perencanaan. Namun ketika pelaksanaan, banyak sekali perencanaan komunikasi yang tidak bisa dijalankan dengan baik. Hal ini karena dalam mengkomunikasi program BOS seringkali petugas pelaksana yang telah ditunjuk tidak memahami juklak yang telah dibuat. Padahal menurut Soetomo (2006), petugas lapangan yang langsung berhubungan dengan masyarakat atau kelompok sasaran adalah mereka yang profesional. Dimana untuk memperoleh kualitas pelayanan sosial yang baik, selain dibutuhkan bekal pengetahuan dan skill yang terkait dengan materi pelayanan yang diberikan, juga diperlukan bekal kemampuan berkomunikasi. Sementara dalam program ini kebanyakan komite sekolah baru mendapat sosialisasi program BOS dari sekolah pada saat rapat orang tua. Pada kasus lainnya, cukup banyak komite sekolah yang sama sekali tidak mengetahui mengenai Program BOS. Hal ini disebabkan oleh dua hal, yakni : kesibukan sebagian besar anggota komite sekolah dan keengganan kepala sekolah untuk melibatkan komite sekolahnya secara aktif. Dan pada kasus yang lain, ada sekolah yang tidak membuat laporan akhir keuangan bantuan program yang harus 10
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. V No. 4, Desember 2013
ditransparankan ke komite sekolah dan orangtua murid, karena tidak memahami bagaimana juklak pembuatan laporan keuangan. Dalam hal ini mereka telah diberi pelatihan mengenai program , namun informasi yang diberikan tidak dimengerti oleh para guru. Hal ini terjadi bisa karena materi yang diberikan terlalu berat untuk diterima atau cara menyampaikannya salah. Belum lagi masalah komunikasi program di orang tua murid. Sosialisasi program ini masih sangat minim sehingga hampir rata-rata orangtua tidak mengetahui secara rinci mengenai program BOS atau malah tidak mengetahui kalau ada program BOS. Sehingga banyak dari orangtua yang bila ditanya, apakah anak anda mendapat bantuan program BOS? Mereka akan menjawab ”tidak, tapi memang sekarang anak saya tidak membayar SPP lagi”. Betapa mirisnya kita, karena suatu program pembangunan sosial dalam taraf ”nasional”, ternyata tidak bisa disosialisasikan/dikomunikasikan dengan baik kesasarannya. Disisi lain ada juga beberapa sekolah yang mengaplikasikan hasil pelatihannya dengan baik, dan dapat memahami juklak dengan benar. Mereka memberikan sosialisasi secara khusus untuk komite sekolah. Di sekolah seperti ini, komite sekolah sudah diberitahu tentang keberadaan BOS dan arah penggunaannya sebelum diadakan rapat orang tua. Bahkan terdapat komite sekolah yang diminta mempelajari juklak program supaya dapat mendampingi kepala sekolah untuk memberi penjelasan pada saat rapat orang tua siswa. III. KESIMPULAN a. Teori penyadaran merupakan pembangkitan kesadaran dan pembebasan martabat manusia agar dapat bangkit dari ketertindasannya. Pendidikan yang dialogis merupakan cara untuk membuat manusia sadar akan dirinya dan kemandirian.
Komunikasi dalam teori penyadaran merupakan komunikasi efektif, yang akan membangkitkan kesadaran manusia dan dengan kesadarannya akan berperan aktif/berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan. b. Program Bos merupakan program pembangunan sosial yang sangat membantu masyarakat miskin untuk dapat mengakses/menikmati pendidikan. Masih bayak kekurangan dalam pelaksanaan program Bos yang perlu diperbaiki untuk meningkatkan program pembangunan sosial dimasa yang akan datang. Perlu adanya keseriusan instansi-instansi atau lembaga-lembaga yang terkait dalam mempelajari juklak program BOS, agar dapat mengsosialisasikannya dengan baik. c. Dampak atau perubahan sosial yang terjadi akibat adanya program ini, bukan hanya dirasakan oleh murid yang tidak mampu tetapi juga semua murid yang ada di sekolah dengan adanya penambahan fasilitas belajar mengajar, dan juga dirasakan oleh guru dengan penambahan pengetahuan (pelatihan guru), dan pendapatan yang berpengaruh pada penambahan motivasi guru dalam bekerja.
DAFTAR PUSTAKA Anonymous. 2006. Kajian Cepat Pkps-Bbm Bidang Pendidikan Bantuan Operasional Sekolah (Bos) 2005. Lembaga peneliti SMERU. Badan Informasi Daerah. 2007. Detail Berita : Program Bantuan Operasional Sekolah ( BOS ). http://mediainfokota.jogja.go.id Dilla, S. 2007. Komunikasi Pembangunan : Pendekatan Terpadu. Simbiosa Rekatama Media. Bandung. 11
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. V No. 4, Desember 2013
Freire P. 1984. Pendidikan, Pembebasan, Perubahan Sosial. PT Sangkala Pulsar. Jakarta. Freire P. 1972. Pendidikan Kaum tertindas. LP3ES. Jakarta. http://dedekurniawan.wordpress.co m/2006/05/10/kesadaranpendidikan/ http://learningof.slametwidodo.com. Pembangunan berencana dan perubahan sosial. Ife, J. 2002. Community Development. Pearson Education Australia Pty limited Jahi, A. 1988. Komunikasi Massa dan Pembangunan Pedesaan di Negara– negara Dunia Ketiga: Suatu Pengantar. Gramedia, Jakarta. Korten, C. D. 1983. “People-Centered Development: Reflection on Development Theory and Method.” Paper. International Seminar Manila. Rakhmat, Jalaluddin. 2007. Psikologi Komunikasi. Remaja Rosdakarya. Bandung Rogers, EM., dan D.L. Kincaid. 1981. Communication Networts Toward a New Paradigm for Research. The Free Press. New York. Sumardjo, M. 1999. Transformasi Model Penyuluhan Pertanian Menuju Pengembangan Kemandirian Petani ; kasus di Provinsi Jawa Barat, Disertasi. IPB. Soetomo. 2006. Strategi-Strategi Pembangunan Masyarakat. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Suharto, E. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat : Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial Dan Pekerjaan Sosial. Refka Aditama. Bandung. The SMERU Research Institut/ Lembaga Penelitian SMERU. No, 19/JuliSep/2006. ISSN: 0216 -8634.
12