PROFITA EDISI1 APRIL 2010
Pengaruh Board Structure terhadap Kinerja Perusahaan Manufaktur di Indonesia. Oleh
Nurlis, Fakultas Ekonomi UMB Jakarta
Yudhi Herliansyah, Fakultas Ekonomi UMB Jakarta Meifida Ilyas, Fakultas Ekonomi USNI Jakarta Abstrack
This study investigates the issue of influence of Board Structure on financial and nonfinancial corporate performance for Indonesian companies, through a detailedanalysis of the size of boardand female representation on the board. The 3 regression model is then tested using manufacturing listed at Indonesian stock exchange. A key finding in this study is that regression model-1 is better than model-2 and model-3. All of the hypothesis in regression model-3 is not significant tested by empirical data. Female representation on supervisory board significant positive on both ROI (return on investment) and ROS (return on sales), but female representation on management board significant negative on ROI and ROS. This finding indicate that female representation is not suprt the others member of supervisory board for effective control on management action.
1.
Pendahuluan
1.1. Latar Beiakang
Corporate governance timbul dari konflik kepentingan antara insiders dan outsiders perusahaan. Konflik kepentingan ini merupakan masalah agency(agency problem) yang berusaha dapat diselesaikan melalui corporate governance dalam organisasi. Secara umum, corporate governance merupakan "a set of relationships between a company's management, its board, its
shareholders,
and
other
stakeholders.
Corporate governance also provides the structure through which the objectives of the company are set, and the means of attaining those objectivesand monitoringperformance are determined" (OECD, 2004: 11).
Monks
dan
Minow
(1995)
mengungkapkan bahwa corporate governance merupakan hubungan antara elemen-elemen tertentu
dalam
performance
menentukan
perusahaan.
arah
dan
Elemen-elemen
tersebut terdiri atas tiga pihak utama, yaitu shareholders, manajemen, serta dewan perusahaan.
Porter (1991 dalam Niki, 2004) menyatakan bahwa alasan mengapa perusahaan sukses atau gagal mungkin lebih disebabkanoleh strategi yang diterapkan oleh perusahaan. Kesuksesan suatu perusahaan banyak ditentukan oleh karakteristik stategis dan manajerial perusahaan tersebut. Strategi tersebut diantaranya juga mencakup strategi penerapan sistem Good Corporate Governance (GCG) dalam perusahaan. Struktur. GCG dalam suatu perusahaan bisa jadi dapat menentukan sukses tidaknya suatu perusahaan. Beberapa penelitian
tentang board masih menyisakan hasil yang inkonklusif seperti temuan Yemarck (1996), Sun dan Zhang (2000), He dan Zhang (2002) yang melaporkan temuannya bahwa hubungan antara ukuran board dan kinerja yang diukur dengan ROA dan ROE serta ROS adalah negative, alasannya adalah bahwa jumlah board yang relative kecil membuat board efektif didalam
mengambil keputusan-keputusan stratejik, namun hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Peng dan Luo (2000) yang
PROFITA ED1SI1 APRIL 2010
menyatakan bahwa ukuran board dan kinerja adalah positif dengan alasan bahwa semakin besar jumlah board maka cara pandang dan koneksi persahaan dengan pihak eksternal lebih besar dibanding perusahaan dengan board yang kecil, sehingga berpengaruh positif terhadap
kinerja perusahaan. Oleh karena itu penelitian mengenai dewan perusahaan, sebagai saiah satu elemen utama yang menentukan arah dan
performance perusahaan, telah banyak dilakukan diberbagai negara tapi cendrung pada perspektif Amerika
(Beiner
et
al.
2003),
dengan
karakteristik one tier boardsystem. Beiner et al
(2003), dalam perspektif yang sama, juga mengungkapkan terdapatnya suatu konsensus umum bahwa mekanisme dan aspek yang
berbeda memainkan peranan yang sangat penting dalam meningkatkan efektifitas board
monitoring. Misalnya board composition, board »independence, dan board dynamics. Penelitian tentang board governance antara lain dilakukan oleh Hopt dan Leyens
(2004),
Brennan dan McDermott (2004),
Anderson et al (2004), O'Sullivan dan Pauline
(1998), Nicholson dan Geoffrey (2004), Adams dan Ferreira (2004), serta Dulewicz dan Herbert (2004). Para peneliti ini mengukur board governance antara lain dari board task, board practice, dan board structure. Sedangkan indikator kinerja yang digunakan berasal dari dalam perusahaan, seperti laporan keuangan, serta luar perusahaan, seperti market return. Namun, meskipun telah relatifbanyak penelitian mengenai hal ini, Bhagat dan Black (1999) mengungkapkan bahwa masih belum terdapat bukti yang meyakinkan menyangkut pengaruh board governance terhadap kinerja perusahaan. Hal ini terbukti dengan sejumlah penelitian diatas yang menemukan hasil yang berbeda-beda. Perusahaan di Indonesia mengadopsi model sistem dewan negara [Continental Eropa, yaitu sistem dual board (two tier board system).
berkembang (negara (Continental Eropa). Karakteristik paling utama adalah dinegara lain yang menggunakan sistem ini, dewan komisaris,
atau lebih dikenal dengan supervisory board, dipilih dan bertanggung jawab kepada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dan dewan ini kemudian
akan
memilih
dewan
direksi
(management board). Sedangkan undangundang No 40 *thn 2007 PT di Indonesia menyatakan bahwa perubahan Anggaran Dasar yang memuat susunan Direksi dan Komisaris adalah berdasarkan keputusan RUPS. Hal ini
tentu memberikan keunikan tersendiri terhadap praktik board governance pada perusahaan di Indonesia.
Penelitian ini dilakukan untuk mengukur pengaruh board governance, yang dibatasi pada strukturdan tingkat kepatuhan komposisi dewan perusahaan, sebagai saiah satu elemen utama yang mempengaruhi boardgovernance, terhadap kinerja perusahaanyang diukur dengan return on assets
dan
return
on
sales.
Struktur
masing-masing dewan diukur dari board size, female representation on the board, dan board independence. Sampel yang digunakan adalah perusahaan-perusahaan di Indonesia, dengan karakteristik two tier boardsystem. Penelitian ini tidak hanya mengukurhubungangovernance dari dewan direksi dengan kinerja perusahaan seperti yang telah banyak ditemukan pada penelitian sebelumnya di Indonesia, tapi dengan mengukur governancedari kedua dewan (dewan direksi dan dewan komisaris). Hal ini didasarkan pada alasan bahwa kinerja dewan direksi dalam pengelolaan perusahaan tentu tidak terlepas dari peran monitoring dari dewan komisaris. Diharapkan perbedaan dan keunikan penelitian ini dari penelitian sebelumnya dapat memperluas pengetahuan tentang praktik board governance di Indonesia. 1.2. Masalah Penelitian.
Pada sistem dual board, sebuah perusahaan memiliki dua buah dewan, yaitu dewan direksi yang bertugas mengelola perusahaan, dan dewan komisaris yang bertugas mengawasi pelaksanaan
1.
tugas dari dewan direksi. Namun sistem dewan yang digunakan di Indonesia memiliki keunikan
2. Apakah Struktur dewan komisaris berhubungan dengan kinerja perusahaan yang diukur dengan Finansial dan
Nonfinansial.
tersendiri dibandingkan sistem dual board yang berlaku di negara tempat asal sistem ini Ha
Apakah Struktur dewan direksi berpengaruhterhadap kinerja perusahaan yang diukur dengan Finansial dan
Nonfinansial H
HI
PROFITA EDISI 1 APRIL 2010
2. Ingin membuktikan Pengaruh struktur
1J. Tujuan dan Manfaat Penelitian.
dewan direksi terhadap kinerja perusahaan manufaktur di Indonesia.
1. Ingin membuktikan Pengaruh struktur dewan
direksi
terhadap
kinerja
perusahaan manufaktur di Indonesia.
2. Landasan Teori dan Pengembangan Hipotesis 2.1. Agency Theory Dalam teori keagenan (agency theory),
hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain
(agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian
mendelegasikan
wewenang
pengambilan keputusan kepada agent tersebut (Jensen dan Meckling, 1976). Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di
masa yang akan datang dibandingkan pemilik (pemegang saham). Oleh karena itu sebagai pengelola, manajer berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Akan tetapi informasi yang disampaikan terkadang diterima tidak sesuai dengan kondisi perusahaan sebenarnya. Kondisi ini dikenal sebagai informasi yang tidak simetris atau asimetri informasi (information asymmetric)
(Haris, 2004). Asimetri antara manajemen (agent) dengan pemilik (principal) dapat memberikan
kesempatan kepada manajer untuk melakukan manajemen laba (earnings management) (Richardson, 1998). Tindakan earnings management telah memunculkan beberapa kasus skandal pelaporan akuntansi yang secara luas diketahui, antara lain Enron, Merck, World Com
dan mayoritas perusahaan lain di Amerika Serikat (Cornett, Marcuss, Saunders dan Tehranian, 2006). Beberapa kasusyang terjadi di Indonesia, seperti PT. Lippo Tbk dan PT. Kimia Farma Tbk juga melibatkan pelaporan keuangan (financial reporting) yangberawal dari terdeteksi adanya manipulasi (Gideon,2005). Dengan melihat beberapa contoh kasus tersebut, sangat relevan bila ditarik suatu pertanyaan tentang efektivitas penerapan corporate governance. Corporate governanace merupakan saiah satu etemen kunci dalam meningkatkan
efesiensi ekonomis, yang meliputi serangkaian hubungan antara manajemen perusahaan, dewan
komisaris,
para
pemegang
saham
dan
stakeholders lainnya. Corporate governance juga memberikan suatu struktur yang memfasilitasi penentuan sasaran-sasaran dari suatu perusahaan, dan sebagai sarana untuk menentukan teknik monitoring kinerja (Deni, Khomsiyah dan Rika, 2004).
Isu sentral dari corporate governance berakar dari adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengendalian terhadap
perusahaan (FCGI, 2005). Agency theory merupakan perspektif yang secara jelas menggambarkan masalah yang timbul dengan adanya pemisahan ini, yaitu terdapatnya konflik kepentingan dalam perusahaan. Menurut Jensen dan Meckling (1976), hubungan keagenan (agency relationship) muncul saat suatu pihak (principals) menggunakanjasa pihak lain (agents) dan memberikannya otoritas untuk melaksanakan sejumlah tugas tertentu (misalnya pengelolaan perusahaan). Pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan ini pada dasarnya dimaksudkanagar perusahaan dapat dikelola oleh tenaga-tenaga professional yang lebih mengerti dalam
menjalankan bisnis sehari-hari, sehingga keuntungan perusahaan dapat dimaksimalkan dengan biaya yang seefisien mungkin (FCGI, 2002). Namun kedua pihak ini (principal dan agent) merupakan utility maximizers, sehingga terdapat cukup alasan untuk mempercayai bahwa agents tidak selaiu akan bertindak untuk kepentingan terbaik principals (Jensen dan Meckling, 1976). Dalam hal ini pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan perusahaan justru memicu adanya konflik kepentingan antara kedua pihak, dan pada gilirannya konflik ini dapat menurunkan ntlai perusahaan (reducing
company's value). Untuk itu, dibutuhkan suatu sistem insentif dan governance yang sesuai yang dapat mengatasi hal ini (Jensen, 2004).
PROFITA EDIS11 APRIL 2010
2X Board Governance
Terdapat dua tipe sistem dewan yang
umum digunakan oleh perusahaan-perusahaan didunia. Pertama adalah single (one) tier board
system, atau dikenal juga sebagai The Anglo Saxon Model (Lukviarman, 2004). Pada sistem
ini, perusahaan hanya memiliki satu dewan, yaitu board of director (di Indonesia merupakan dewan komisaris), yang bertugas mengawasi
jalannya
pengelolaan
perusahaan
oleh
manajemen perusahaan. Dewan ini dipilih dan ' bertanggung jawab kepada The Annual General Meeting (AGM). Sistem ini antara lain digunakan oleh perusahaan-perusahaan Amerika, Inggris, Australia, dan negaranegara commonwealth lainnya.
Tipe sistem yang kedua adalah dual (two) tier board system, atau dikenal juga dengan The Continental European Model (Lukviarman,
2004). Pada sistem ini, sebuah perusahaan memiliki dua buah dewan, yaitu dewan direksi
(management board) yang bertugas mengelola perusahaan, dan dewan komisaris (supervisory board) yang menjalankan tugas pengawasan dan supervising terhadap tindakan-tindakan dewan direksi.
pengambilan keputusan yang efektif, tepat dan cepat. Setiap dewan harus dapat bertindak secara independen, dalam arti tidak mempunyai kepentingan yang dapat mengganggu kemampuannya untuk melaksanakan tugas secara mandiri, dan kritis dalam hubungan satu sama tain, serta dengan dewan lainnya. Secara teori, dewan bersifat independen
dalam pengertian tidakterlibatdalam pengurusan perusahaan. Dalam hal komisaris independen, tidak terdapat aturan yang secara jelas menyatakan mengenai hal ini, baik dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas maupun Undang-Undang Pasar Modal (Sutawinangun, KNKG, 2002). Namun PT Bursa Efek Jakarta, melalui Surat Keputusan Direksi BEJ tanggal 30 Juni 2000, menyatakan persyaratan komisaris
independen adalah: tidak memiliki hubungan afiliasi dengan pemegang saham mayoritas atau pemegang saham pengendali (controlling shareholders), tidak memiliki hubungan dengan direktur dan/atau komisaris lainnya, serta tidak memiliki kedudukan rangkap pada perusahaan lainnya yang terafiliasi dengan Perusahaan Tercatat yang bersangkutan. Dalam penelitian ini digunakan ukuran
yang
finansial dan non financial. Ukuran financial
menganut two tier board system, memiliki
berupaaccounting rate ofreturn, yaitu Return on
sejumlah kebijakan yang mengatur tentang tugas
Assets dan Return on Sales. ROA merupakan
dan struktur dewan perusahaan, antara lain
ukuran yang difokuskan pada kinerja perusahaan secara keseluruhan dan merefleksikan tingkat pengembalian tahunan yang dihasilkan perusahaan dalam historical va/we-nya (Lukviarman, 2004). Alasan lain pemilihanROA sebagai ukuran kinerja perusahaan adalah karena denominatornya, yaitu total assets,
Indonesia,
sejbagai
negara
terdapat dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas tahun 1995. Selain itu terdapat juga
sejumlah pedoman lain dari institusi-institusi terkait yang dapat digunakan perusahaan sebagai acuan, seperti pedoman corporate governance dari Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKG). Dalam Undang-Undang
Perseroan
• Terbatas Indonesia, pasal 1 ayat 4 dan 5, tahun 1995, disebutkan tentang tugas dan tanggung jawab dari dewan-dewan perusahaan. Dewan direksi merupakan organ yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan, sedangkan dewan komisaris merupakan organ perusahaan yang bertugas melakukan pengawasan serta memberikan nasihat kepada direksi dalam menjalankan perseroan. KNKG (2002) mensyaratkan bahwa
dewan perusahaan harus memiliki komposisi yang sedemikian rupa, sehingga memungkinkan
mencerminkan semua sumber daya, yang dibutuhkan perusahaan untuk menjalankan aktivitas bisnisnya dalam mengelola perusahaan, yangdibiayai olehshareholders danstakeholders
perusahaan lainnya. ROA diperoleh dari hasil bagi antara net income dengan total book value of assets perusahaan. Sedangkan pemilihan Return on Sales
sebagai ukuran finansial kedua bertujuan untuk menghindari pengaruh yang ditimbulkan oleh perbedaan metode penilaian aktiva diantara setiap perusahaan, dan juga dampak kebijaksanaan yang digunakan untuk depresiasi dan investasi baru (Li dan Ye 1999 dalam
Lukviarman 2004). ROS merupakan rasio dari
PROFITA EDISII APRIL 2010
operating income terhadap sales perusahaan. Keuntungan lain dari penggunaan rasio ini adalah bahwa ukuran ini tidak dipengaruhi oleh struktur kewajiban perusahaan, seperti interest payments,
financial income, serta beban dan pendapatan non operasional lainnya(Lukviarman, 2004). Sedangkan ukuran nonfinansial yang biasanya digunakan dalam variabel kinerja adalah; (1) PangsaPasar, berdasarkan persentase
penguasaan pasar dproduknya di Indonesia, (2) Inovasi Produk , diukur berdasarkan jumlah
produk baru yang dihasilkan preusan dalam tahun pengamatan, (3) Kemampuan Pekerja, diukur berdasarkan pada biaya pelatihan karyawan yang dikeluarkan perusahaan, dalam penelitian ini ukuran kinerja non finansial yang digunakan adalah kontrak-kontrak kerja yang diperoleh perusahaan padasaat ini.
komposisi gender dalam dewan perusahaan terhadapkinerjaperusahaan antara laindilakukan oleh Adams dan Ferreira (2004), yang menggunakan sampel perusahaan-perusahaan Swedia dengan karakteristik one tier board system. Kedua peneliti ini berpendapat bahwa female representation dalam dewan perusahaan dapat memberikan perspektif, pengalaman dan opini yang berbeda dalam praktik board governance dewan perusahaan. Selain itu mereka juga mengungkapkan bahwa direktur wanita
dapatmenjadi pemicu kerjasama dan mengurangi attendence problems dalam pertemuan dewan yang memungkinkan mereka dapat bekerja secara lebih efektif. Mengacu kepada kedua peneliti ini, maka hipotesis kedua dalam penelitian ini adalah: H2a; Female representation on the
supervisory board berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan. H2b; Female representation on the management board berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan
23. Size board dan Kinerja Yermarck (1996) serta Lorderer dan
Preyer (2002), merupakan sebagian diantara peneliti yang menemukan bahwa board size berhubungan negatif dengan kinerja dan nilai perusahaan. Mereka berpendapat bahwa semakin besar board,size maka efektifitas perusahaan semakin menurun jika dibandingkan dengan
perusahaan lain. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Jensen (1993), yang mengungkapkan bahwa saat boardsize sudah mencapaitujuh atau delapanorang, maka dewan akan cendrungtidak efektif dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Beiner et al (2003), bahwajika boardsize terlalu besar, maka agency problem akan cendrung meningkat, yang menyebabkan dewan perusahaan hanya menjadi semacam simbol yang tidak dapat menjalankan fungsi kontrol dan monitoring-nya. dengan baik. Sesuai dengan uraian diatas, maka diajukan hipotesis pertamadalam penelitian ini, yaitu: Hla; Size of the supervisory board berpengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan Hlb; Size of the management board
berpengaruh
negatif
terhadap
kinerja
perusahaan 2.4. Female Board dan Kinerja Penelitian yang mengukur pengaruh
2.5. Independen board dan Kinerja.
Terdapat relatif banyak penelitian yang mengukur hubungan board independence dengan kinerja perusahaan, antara lain oleh Dulewicz dan Herbertz (2004), yang menemukan bahwa boardindependence berhubungan positif dengan kinerja perusahaan yang diukur dengan sales turnover dan CFROTA. Lasfer (2002) juga menemukan fakta yang sesuai, yaitu bahwa boardindependence berhubungan positif dengan firm value. Kedua penelitian ini menggunakan sampel perusahaan dari negara yang menganut one tier board system. Mereka berpendapat bahwa semakin tinggi board independence, maka semakin tinggi pula efektifitas monitoring yang dilakukan terhadap aktivitas manajemen perusahaan. Mengacu kepada kedua penelitian diatas, maka hipotesis ketiga dalam penelitian ini adalah:
H3
Independence of the supervisory board berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan. Penelitian ini hanya mengukur independensi dari dewan komisaris meskipun dalam Pedoman Good Corporate Gavernance,
PROFITA EDISI1 APRIL 2010
yang dipublikasikan oleh KNKG, disyaratkan
independensi dari dewan ini.
bahwa dewan direksi juga harus memiliki
anggota independen. Hal ini disebabkan karena keterbatasan data yang dapat diolah mengenai Sampling dilakukakan dengankriteria(purposive sampling, dengan kriteria ketersediaan data-data yang dibutuhkan.
3. Metodologi Penelitian
3.1. Populasidan sampling.
Populasi penelitian ini afdalah perusahaan
manufaktur yang terdaftar di BEJ tahun 3.2. Identifikasi dan Pengukuran Variabel Penelitian ini difokuskan pada boardsize,
2006-2007 bersumber dari Indonesian Capital
Market Directory (ICMD) yang diterbitkan oleh
board independence, danfemale representation on the board. Kerangka penelitian ini dapat digambarkan dalam model sebagai berikut:
Bursa Efek Jakarta (BEJ),data laporan keuangan
dan data lainnya dari perusahaan-perusahaan manufaktur yang telah gopublic bersumber pada Indonesian Capital Market Directory (ICMD)
yang diterbitkan oleh Bursa Efek Jakarta (BEJ). Ukuran Board
Supervisory
Female
Board
Representation
Board
'
Independence
_
Ukuran Board
Management Board
- ' Female
Representat variabel
variabel kontrol, yaitu firm's size. Firm's size
independen, terdiri atas size of the supervisory board, size of the management board, female
terbukti- dalam sejumlah penelitian terdahulu (misalnya Beiner et al 2003) dapat mempengaruhi hubungan antara board
Board
structure,
sebagai
representation on the supervisory board, female representation on the management board, dan independence of the supervisory board, penelitian ini . Sedangkan ukuran kinerja perusahaan, sebagai variabel dependen, terdiri
governance
dengan
kinerja
perusahaan.
Lukviarman (2004) memberikan argumen bahwa firm size merupakan faktor yang penting dalam penelitian mengenai corporate governance. Hal
atas kinerja finansial yaitu; return on assets dan
ini disebabkan oleh manfaat-manfaat tertentu
return on sales. Sedangkan kinerja nonfinansial adalah banyaknya kontrak yang diperoleh
yang mungkin dinikmati oleh perusahaan yang tergolong besar, tapi tidak dirasakan oleh perusahaan yangtergolong kecil.
perusahaan. Dalam penelitian ini digunakan satu
PROFITA EDISI1 APRIL 2010
dengan menggunakan Laba setelah pajak
Variabel Independen Variabel independen dalam penelitian ini
dibagi dengan total Asset perusahaan. dan ROS (Return on Sales) merupakan kemampuan mendapatkan pengembalian dari penjualan yang dilakukan oleh
adalah:
1. Size of the supervisory board (Xl)9 menyatakanjumlah anggota dewan komisaris. 2. Size of the management board (X2), menyatakan jumlah anggotadewan direksi. 3. Board independence (X3), merupakan ukuran untuk menilai tingkat independensi dewan komisaris perusahaan. Board independence didefinisikan sebagai persentase rasio jumlah anggota dewan independen terhadap jumlah anggota dewan
perusahaan.
2. Kinerja Non Keuangan; Jumlah Kontrak yaitu kontrak kerja dengan pihak ketika
dalam rangka mendapatkan pendapatan 'dimasa yang akan datang yang diperoleh perusahaan pada tahun berjalan, variabel ini diukur dengan banyaknya kontrak yang dicantumkan dalam lap keuangan.
keseluruhan.
4. Female representation of Supervisory board(X4), digunakan untuk mengukur gender diversity masing-masing dewan komisaris perusahaan. Penentuan gender
Extended Variable
Penelitian ini menggunakan satuvariabel tambahan, yaitu (1) Audit comitee size (ukuran
komite audit). Firm's size diukur dengan jumlah anggota komite audit (2) Female representation
anggota dewan ini dilakukan berdasarkan keterangan yang dicantumkan dalam laporan keuangan perusahaan sampel, yaitu berupa foto, gelar, sebutan, dan nama. Ambiguitas
audit commitee (representasi wanita dalam komite audit). Representasi wanitadalam komite audit diukur dengan persentase keterwakilan
muncul saat penentuan gender berdasarkan
wanita dalam komite audit. Oleh karena variabel
nama, dimana terdapat sejumlah nama yang meragukan atau tidak dapat secara jelas ditentukan gendernya. Variabel ini didefinisikan sebagai persentase jumlah perempuan dalam keanggotaan dewan komisaris perusahaan. 5. Female representation of management board (X5), digunakan untuk mengukur gender diversity masing-masing dewan direksi perusahaan. Penentuan gender anggota dewan ini dilakukan berdasarkan keterangan yang dicantumkan dalam laporan keuangan perusahaan sampel, yaitu berupa foto, gelar, sebutan, dan nama. Ambiguitas muncul saat penentuan gender berdasarkan nama, dimana terdapat sejumlah nama yang meragukan atau tidak dapat secara jelas ditentukan gendernya. Variabel ini didefinisikan sebagai persentase jumlah perempuan dalam keanggotaan dewan direksi perusahaan.
komite auditdan keterwakilan perempuan dalam komite audit masih jarang digunakan dalam
Variabel Dependen Variabel dependen dalam penelitian ini adalah: 1. Kinerja Keuangan; ROI (Return
onlnvestment), yaitu pengembalian yang diperoleh perusahaan atas penggunaan sumberdaya asset yang tersedia, di ukur
penelitian-penelitianGCG di indonesia. 33. Analisis Data
Metode analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian adalah analisis
Regresi Logistik (Logistic regression), dengan menggunakan alat bantu program SPSS 11.01.
Regresi Logistik (Logistic regression) digunakan untuk mengukur pengaruh board size, female representation
on
the
board,
dan
board
independence terhadap kinerja perusahaan yang diukur dengan Balance Scorecard. Analisis dilakukan dengan membandingkan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen sebelum dan sesudah dilakukan kontrol terhadap firm size. Model yang digunakan untuk menguji hipotesis sebagai berikut: 1. Model-1:
Y,= d + R,X, + fcX2 + p3X3 + P4X4 + p5X5 + fJeXe + e. Dimana:
Yi = Return on Investment
(ROI)
PROFITA EDISI1 APRIL 2010
X4 = Persentase Female
d = konstanta
Pi = P2 = Ps = ?4 = Ps = Koefisien Xj = Jumlah Supervisory Boad X2 = Jumlah Mangement Board X3 = Persentase independen Supervisory Board X4 = Persentase Female Supervisory Board X5 = Jumlah Komite Audit X* = Persentase Female Komite Audit.
2. Model-2
Y2= d + p,X, + p2X2 + p3X3 + P4X4 + P5X5 + P6X6+E. Dimana:
Y, = Return on Sales (ROS) d = konstanta
Pi = p2 = P3 = P4 = p5 = Koefisien Xi = Jumlah Supervisory Board X2 = Jumlah Mangement Board X3 = Persentase independen
Supervisory Board X4 = Persentase Female
Supervisory Board X5 = Jumlah Komite Audit Xe = Persentase Female Komite Audit.
3. Model-3:
Y3= d + p,X, + p2X2 + p3X3 +
p4X4 + p5X5 + p6X6+e. Dimana:
Yt = Jumlah Kontrak d = konstanta
Pi = P2 = Pj = P4 = Ps = Koefisien regresi
Xi = Jumlah Supervisory Boad X2 = Jumlah Mangement Board X3 = Persentase independen Supervisory Board
8
Supervisory Board X5 = Jumlah Komite Audit X« = Persentase Female Komite Audit. 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak36 perusahaanyang listed di Bursa efek indonesia (BEI), dimana jumlah tersebut diperoleh dengan menggunakan kriteria yaitu ketersediaan data yang dibutuhkan. 4.1. Diskriptifstatistik. Secara umum perusahaan sampel penelitian ini adalah perusahaan yang memiliki tingkat rata-rata laba (Income) yang positif yaitu sebesar Rp 382.002.538.140 dengan rugi terbesar yaitu Rp 154.851.000.000 dan laba terbesar yaitu 3.624.020.000.000 ini menunjukkan terdapat rentang yang cukup mencolok diantara perusahaan manufaktur dalam menggunakan seluruh sumberdaya yang ada yaitu asset yang dimiliki perusahaan. Rata-rata asset yang digunakan perusahaan sampel untuk mendapatkan income adalah Rp 4.767.909.166.077,92 dengan rugi terbesar yang dialami perusahaan sebesar Rp 154.851.000.000 dan laba terbesar yang diperoleh perusahaan sampel sebesar Rp 3.624.020.000.000. Rata-rata income dan rata-rata asset perusahaan sampel ini menghasilkan rasio profit sebesar 8,012%. Rata-rata rasio profit sebesar 8% perusahaan sampel menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan perusahaan sampel dalam menghasilkan laba masih dibawah rata-rata tingkat bunga dipasar sebesar 10%. Hal ini mungkin karena belum optimalnya manajemen dalam menggunakan keamampuannya untuk perusahaan dan bukan karena faktor lingkungan perusahaan semata. Sebab faktor internal ini didukung oleh indikasi bahwa rasio rata-rata income per rata-rata sales yang relatif kecil yaitu sebesar 8,077%. Adapun diskriptif statistik penelitian ini adalah:
PROFITA EDISI1 APRIL 2010
TabeU.l
Descriptive Statistics Maximum
Mean
N
Minimum
ASSETS
36
32913978805
53835600000000
4767909166077.92
10082412736055.600
SALES
36
43989224258
29787700000000
4729673422896.06
7313155803990.930
INCOME
36
-154851000000
3624020000000
382002538140.56
797982788834.283
Valid N (listwise)
36
•
ROI terendah perusahaar sampel adalah negatif
Sumber: diolah (2C 08) Sementara
itu
Std. Deviation
rata-rata
return
on
investmen perusahaan perusahaan sampel penelitian ini adalah sebesar 0,0626830 atau 6,26% masih jauh dibawah ROI seluruh perusahaan listed di BEJ sebesar 9%. ROI positif ini menunjukkan bahwa secara umum perusahaan manufaktur masih mendapatkan laba , walaupun
yang berarti masih terdapat perusahaan yang mengalami kerugian pada tahun 2007 ditunjukkan oleh ROI negatif yaitu sebesar -0,75168.
Data diskriptif ROI dan ROS untuk
kedua sampel penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 4.2.
Diskriptif Statistik Minimum
N
Maximum
Mean
Std. Deviation
ROI
36
-.75168
.44598
.0626830
.19638254
ROS
36
-1.17714
.38989
.0119772
.24891328
Valid N (listwise)
36
Sumber: data olahan (2008)
Rata-rata ROS sebesar 1,19% menunjukkan rendahnya eftsiensi perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya. Dimasa mendatang perusahaan tidak hanya mampu menjual produk tinggi namun harus pula mampu melakukan efisiensi operasional.
Pengujian multikolinearitas dimaksud-
kan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan linear yang sempurna diantara variabel-variabel independen. Jika variabel independen saling berkorelasi,
maka
variabel-variabel
tidak
ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesama
4.2. Uji Asumsi Klasik. Model regresi linier yang digunakan dalam mempetajari hubungan ekonomi (variabel-variabel) dapat digunakan sebagai estimator untuk memprediksi pengaruh satu variabel terhadap variabel lain. Namun hubungan variabel dependen dan independen dinyatakan dalam suatu bentuk fungsi linier. Model regresi
linier yang baik
sebagai
estimator jika
memenuhi asumsi klasik Multikoloniaritas, Heteroskedasitas, Autokorelasi, Linieritas, dan Normalitas
IttllkL.
variabel independen sama dengan nol (Ghozali, 2005) maka terdapat gejala multikolinearitas. Pengujian heteroskedasitas bertujuan mengetahui apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan
variance
dari
residual
satu
pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap maka disebut homoskedasitas dan jika berbeda disebut Heteroskedasitas (Ghozali, 2005).
Heteroskedasitas dapat dideteksi dengan analisis grafik dan analisis statistik dapat menggunakan
PROFITA EDISI1 APRIL 2010
Uji Park. Dalam uji park jika koefisien parameter beta dari persamaan "regresi park" signifikan
digunakan berbagai uji statistik, saiah satu uji yang digunakan adalah uji Langrange Multiplier
secara
(Ghozali, 2005). Dalam uji Langrange Multiplier,
statistik
maka
terdapat
gejala
heteroskedasitas, dan sebaliknya jika secara
pertama-tama dicari terlebih dahulu chi-square
statistik tidak signifikan maka data mengandung gejala homoskedasitas (Ghozali, 2005). Pengujian Autokorelasi bertujuan untuk
yang dihitung dengan R2 x N, dalam hal ini R2 diperoleh dari regresi Engle. Dalam regresi Engle variabel dependen sama dengan regresi variabel dependen utama sedangkan variabel independen adalah masing-masing variabel independen
mengengetahui apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan penggangu
pada periode t dengan periode t-1 atau apakah
variabel utama dipangkat dua (Ghozali, 2007).
residual (kesalahan penggangu) bebas atau tidak
Setelah diperoleh chi-square hitung maka kemudian dibandingkan dengan chi-square tabel. Jikachi-square hitung lebih kecil dari chi-square tabel maka model penelitian adalah linier. Berikut ini ringkasan uji asumsi klasik terhadap
dari satu observasi ke observasi lainnya. Gejala
autokorelasi
dapat
dideteksi
dengan
uji
Durbin-Watson (Ghozali, 2005).
Pengujian Linieritas bertujuan melihat apakah spesifikasi model digunakan sudah berbentuk linier atau Untuk menguji linieritas suatu model
untuk yang tidak. dapat
data:
Tabel4 .3.
Uji asumsi klasik Indikator
Multicolloniarity
Korelasi Ind var
Heteroscedacity
Park-test
Autocorrelation
Dw-test
Hasil
p>d P>a du
Ket Tdk
X2hit< X2tab
Normality
K-S test
P>a
Hasil
p>d
Multi Homo
p>q
Ket
Tdk Multi Homo
Hasil
p>d
P>A
Ket
Tdk Multi Homo
Tdk
du
Tdk
4-du
Auto
4-du
Auto
Ya.
X2hit<
Ya,
Linier
X2tab
Linier
Tdk Auto
<4-du
Linierity
Model-3
Model-2
Model-1
Uji Asumsi
Normal
du
p>d
Normal
")Phit< X2tab p>d
Ya, Linier
Normal
Sumber: Data olahan (2008)
model-2, dan model-3 bebas heteroskedasitas.
Pada uji autokorelasi seluruh data bebas autokorelasi, dimana DW-hitung terletak antara du dan 4-du. Pada uji linier dengan langgrange test diketahui bahwa chi square hitung lebih kecil dari chi square tabel yang menunjukkan bahwa data berbentuk linier. Sedangkan uji normalitas data dengan kolmogorov smirnov test menunjukkan data berdistribusi normal, dimana probabilitas lebih besar dari alpha 5%..
4.3. Uji Hipotesis Berdasarkan hasil data olahan regresi
ringkasan hasil uji hipotesis terhadap koefisien variabel independen adalah sebagai berikut:
Berdasarkan
tabel
4.3
diatas
dapat
disimpulkan bahwa data yang diuji untuk model-1, model-2, dan model-3 penelitian ini memenuhi
asumsi
bebas
multikoloniaritas
dimana tidak terdapat korelasi dimana korelasi antar veriabel independen tidak signifikan. Demikian pula uji heteroskedasitas dengan uji
park menunjukkan bahwa data untuk model-1,
berganda untuk masing-masing model diperoleh
10
PROFITA EDISI1 APRIL 2010
Tabel 4.3.
Hasil Regresi berganda Indikator
1 Determi
nasi 2 F-test 3 t-test
Model-1
R2 F-hitung t-hitung
Hasil
Ket
Hasil
Ket
0,259
Moderat
0,207
Moderat
0,226
Moderat
Sig Tdk Sig Sig Sig Sig Sig
untuk model-1 menunjukkan bahwa secara
bersama-sama variabel independen signifikan berpengaruh terhadap return on investment dimana F hitung lebih besar dari F tabel.
Sedangkan pada uji parsial variabel independen variabel
4,257 * Xl=-2,230 X2= 1,097 X3= 3,466 X4=-2,463 X5=-2,989
Sig
Sig
Tdk Sig Sig Sig Sig
1,171 Xl=-l,166 X2= 1,347 X3= 0,377 X4= 0,208 X5= 1,089
TdkSig
TdkSig Tdk Sig TdkSig TdkSig TdkSig
(2008)
Berdasarkan tabel 4.3 diatas diketahui bahwa
terhadap
Model-3
Ket
2,396 XI =-0,177 X2= 2,452 X3= 2,855 X4= -2,498 X5=-2,227
Sumber: Data olahan
Model-2
Hasil
return
on
investment
menunjukkan bahwa hanya variabel xl yang tidak signifikan dimana t-hitung lebih kecil dari t-tabel. Hasil ini berarti bahwa variabel ukuran/
besarnya jumlah supervisory board tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan yang di ukur dengan return on investment. Hasil ini
berbeda dengan temuan sebelumnya seperti Yemarck (1996), Sun dan Zhang (2000), He dan Zhang (2002) yang melaporkan temuannya
perusahaan. Pengaruh variabel independen terhadap dependen memiliki arah positif pada variabel
besaran
manajemen
board
dan
independent supervisory board, arah negative untuk variabel representasi perempuan baik pada supervisory board dan manajemen board. Pada model-2 secara bersama-sama variabel
independen signifikan berpengaruh terhadap return on Sales dimana F hitung lebih besar dari F tabel. Sedangkan pada uji parsial variabel independen terhadap variabel return on sales
menunjukkan bahwa hanya variabel x2 yang tidak signifikan dimana t-hitung lebih kecil dari t-tabel. Hasil ini berarti bahwa variabel ukuran/
besarnya jumlah manajemen
board tidak
berpengaruh terhadap kinerja perusahaan yang di
bahwa hubungan antara ukuran board dan kinerja
ukur dengan return onsales.
yang diukur dengan ROA dan ROE serta ROS
Variabel independen lainnya yaitu; besaran supervisory board, persentase perempuan dalam supervisory board dan management board, serta
adalah negative, alasannya adalah bahwa jumlah board yang relative kecil membuat board efektif
didalam mengambil keputusan-keputusan stratejik.HasiI penelitian ini berbeda dengan penelitian Peng dan Luo (2000) yang menyatakan bahwa ukuran board dan kinerja adalah positif dengan alasan bahwa semakin
besar jumlah board maka cara pandang dan koneksi persahaan dengan pihak eksternal lebih
besar dibanding perusahaan dengan board yang
kecil, sehingga berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan. Variabel independen lainnya yaitu; besaran management board, persentase perempuan dalam supervisory board
dan management board, serta supervisory board yang independen berpengaruh terhadap kinerja
supervisory board yang independen berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Pengaruh variabel independen terhadap dependen memiliki arah positif pada variabel besaran manajemen board dan independent supervisory board, arah negative untuk variabel representasi perempuan
baik pada supervisory board dan manajemen board.
Pada model-3 secara bersama-sama variabel
independen tdk signifikan berpengaruh terhadap kinerja nonfinansial yang diukur dengan banyak kontrak kerja yang diperoleh pada tahun berjalan, dimana F hitung lebih kecil dari F tabel. Sedangkan pada uji parsial menunjukkan bahwa •a
11
PROFITA EDISI1 APRIL 2010
seluruh variabel independen tidak berpengaruh
dengan variabel kontrak kerja.
signifikan terhadap variabel kinerja yang di ukur management Board tidak signifikan
5. KESIMPULAN DAN SARAN
terhadap
Penelitian ini menguji pengaruh board structure terhadap kinerja perusahan yang diukur nonfinansial). Hasil penelitian mengindikasikan bahwa:
(1) Size of supervisory Board signifikan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan yaitu ROS (model-2) dengan arah positif
kontrak.
(4) Independence of the supervisory board berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan baik terhadap ROI maupun terhadap ROS. (5) Terdapat indikasi positif adanya peningkatan kepatuhan implementasi
(+), tetapi pada model-1 dan model-3 Size of supervisory Board tidak signifikan terhadap kinerja perusahaan yaitu terhadap ROI dan kontrak. Hasil ini masih tidak konklusif terhadap peran monitoring dewan komisaris.
(2) Size of management Board signifikan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan yaitu ROI (model-1), tetapi pada No
12
dan
model-3
Size
corporate governance terutama struktur
dewan perusahaan pada perusahaan di Indonesia. Ringkasan uji hipotesis adalah sbb:
of
Hipotesis
Model-1
HIa; Sizeofthe supervisory board berpengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan
Ditolak
Hlb; Sizeofthe management board berpengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan
Diterima
H2a; Femalerepresentation on the supervisory board berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan.
Model-2
Diterima
Model-3 Ditolak
Arah +
Ditolak
Ditolak
Diterima
Diterima
Ditolak
Arah-
Arah-
H2b; Female representation on the management board berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan
Diterima
Ditolak
Arah-
Diterima Arah -
H3
Diterima
Diterima
Ditolak
Arah +
Arah +
Independence ofthe supervisory boardberpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan.
yaitu
terhadap ROS dan kontrak. (3) Female representation on the board berpengaruh negative terhadap kinerja perusahaan yaitu ROI dan ROS namun arahnya positif (-), namun representasi terhadap board tidak ditemukan pengaruh yang signifikan terhadap
dengan return on assets dan return on sales serta kontrak kerja (sebagai proksi kinerja
model-2
kinerja perusahaan
Arah +
PROFITA EDISI1 APRIL 2010
Keterbatasan dan Implikasi Penelitian di Masa yang Akan Datang Penelitian ini mengukur board
penelitian lebih lanjut dapat digunakan indikator
governance dari struktur dewan terhadap regulasi.
lain, seperti market return. Penelitian lebih lanjut juga dapat dilakukan dengan menggunakan sampel perusahaan yang bergerak dibidang
Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan dengan
finansial, misalnya sektor perbankan. Dalam hal
menambah
board
ini, penelitian lebih lanjut diharapkan dapat
governance, seperti dengan mengukur pelaksanaan board task, dan efektifitas board practice. Indikator kinerja yang digunakan juga terbatas pada dua rasio keuangan. Untuk
mendukung hasil penelitian yangtelah dilakukan, sekaligus dapatlebih memperbaiki pemahaman tentang praktik corporate governance di
ukuran
untuk
menilai
Indonesia.
Kata Pesan
" Dan disaat kita letih dan mengeluh tentang pekerjaan, Fikirlah tentang pengangguran, orang-orang cacatyang berharap mereka mempunyai pekerjaan seperti kita "
13
PROFITA EDISI1 APRIL 2010
DAFTAR PUSTAKA
Adams, B. Renee, dan Ferreira, Daniel, 2004, Gender Diversity in The Board Room, www.ssrn.com. Anderson, C, Ronald, Mansi, A., Sattar, dan Reeb, M., David, 2004, Board Characteristics, Accounting
Report Integrity, and The Cost ofDebt, www.sciencedirect.com. Bhagat, Sanjai, dan Black, Bernard, 1999, The Uncertain Relationship Between Board Composistion and Firm Performance, www.ssm.com
Brennan, Niamh, dan McDermott, Michael, 2004, Alternative Perspective on Independence ofDirectors, www.ssrn.com
Brown, D.L., dan Caylor L.M., 2004, Corporate Governance and Firry Performance, www.ssrn.com.
Dulewicz, Victor, dan Herbert, Peter, 2004, Does The Composition And Practice OfBoards OfDirectors Bear Any Relationship To The Performance OfTheir Companies?, www.ssrn.com Farrel. A.K., dan Hersch, L.P, 2001, Additions to Corporate boards: Doesgender Matter?, www.ssrn.com. FCGI, 2005, Tata Kelola Perusahaan, FCGI, Jakarta
He, W, Zhang, J.2002. " Empirical analysis on independent director system and corporate performance ". Nankai Economy Research. Vol.2, pp 64-68.
Jensen, C. M., dan Meckling W.H., 1976, Theory of The Firm: Managerial Behavior, Agency Cost and Ownership Structure, www.ssrn.com
Jensen, M., 1993, The Modern Industrial Revolution, Exit, and The Failure of Internal Control System, www.ssrn.com.
Jensen, CM., 2004, Agency Costs of Overvalued Equity, www:ssrn,com. KNKCG, 2002, Good Corporate Governance, Jakarta, KNKCG Loderer, C, dan U. Peyer, 2002, Board Overlap, Seat Acumulation and Share Price, www.ssrn.com
Lukviarman, Niki, 2004, Ownership Structure andFirm Performance: the Caseof Indonesia, DBA Thesis, Curtin University of Technology
Lukviarman, Niki* 2005, "Perangkap Ketaatan ", Profesi Akuntan. Dan Fenomena Corporate Governance: Suatu Tinjauan Kritis. Jakarta
Monks, A.G., Robert, Minow, Nell, 1995, Corporate Governance, Blackwell Business, Massachuset OECD, 2004, OECD Principles of Corporate Governance, OECD, Paris. Tersedia di http:// www.oecd.org/dataoecd/32/18/31557724.pdf
Pratisto, Arif, 2004, Cora Mudah Mengatasi Masalah Satistik dan Rancangan Percobaan dengan SPSS 12, PT Gramedia, Jakarta.
Sun Y, Zhang, R. 2000. 'Board size, corporate governance andperformance "Enterprise Economy Undang-Undang Republik Indonesia, 2007, UU RI No. 40tentang Perseroan Terbatas. Yemarck D. 1996. "Higher market valuation ofcompanies with a small board ofdirectors " Journal of Financial Economics.Vol 40.pp 185-211.
Young, Steven, 2000, The Increasing Use ofNon Executive Directors: Its Impact on UK Board Structure and Governance Arrangements, Journal ofBusiness and Finance, Nov./Dec. 2000,1311-1348.
14